HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Partisipasi Responden Penelitian Tempat pelaksanaan penelitian dilakukan di instalasi karantina hewan (IKH) day old chick (DOC) milik Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Soekarno Hatta yang terletak di wilayah Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten. Instalasi karantina ini adalah milik perusahaan swasta yang digunakan sebagai tempat karantina bagi DOC impor selama 21 hari. Instalasi milik swasta ini kemudian ditetapkan sebagai instalasi karantina menurut surat keputusan yang dikeluarkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian bila memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan Pedoman Pesyaratan Teknis Instalasi Karantina Hewan. Lokasi IKH DOC yang digunakan untuk penelitian ini berada di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten. Hal ini karena wilayah kerja BBKP Soekarno Hatta adalah daerah yang pintu masuk pemasukan DOC dari Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta. Sebagian besar IKH DOC terletak di Provinsi Jawa Barat sebanyak 18 buah dan hanya 2 IKH DOC yang terletak di Provinsi Banten. Hal ini disebabkan perhitungan jarak tempuh dan waktu yang diperlukan untuk membawa DOC impor. DOC diangkut menggunakan truk melalui jalan darat dari Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta yang terletak di Cengkareng, Provinsi Banten menuju ke lokasi IKH DOC masing-masing. Lokasi penelitian yang digunakan merupakan peternakan ayam milik perusahaan-perusahaan swasta. Terdapat 10 perusahaan pemilik IKH tersebut. Peternakan ayam yang digunakan sebagai IKH pada penelitian ini adalah tipe grandparent stock (GPS) dan parent stock (PS). FAO (2004) menyatakan bahwa peternakan dengan sistem industri yang terintegrasi dan level biosekuriti yang tinggi termasuk dalam peternakan sektor satu. Peternakan tipe ini bertujuan untuk memproduksi ayam yang kemudian dipasarkan secara komersial. Perusahaan-perusahaan swasta pemilik IKH ini merupakan pemasok utama bibit ayam (DOC) final stock (FS) yang kemudian akan dipelihara oleh peternak. Peternakan tipe grandparent stock (GPS) akan menghasilkan parent stock (PS) yang dipelihara/diternakan oleh peternakan milik perusahaan mereka sendiri. Setelah PS menghasilkan keturunan final stock (FS), maka FS inilah yang dipasarkan secara komersial oleh perusahaan tersebut. Peternakan tipe parent stock (PS) menghasilkan FS yang dijual secara komersial maupun

2 digunakan untuk produksi selanjutnya oleh perusahaan tersebut (Lockhart et al. 2010). Masing-masing IKH DOC yang digunakan sebagai penelitian secara umum terdiri dari beberapa bangunan yang digunakan menurut fungsi masing-masing. Secara umum IKH DOC terdiri dari bangunan kantor, mess karyawan, kandang, gudang pakan, serta sarana pendukung lainnya (Barantan 2011). Sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah personel IKH DOC. Satu IKH DOC mempunyai personel yaitu manajer, dokter hewan, dan pekerja kandang. Beberapa sampel IKH DOC yang diambil hanya terdapat satu dokter hewan untuk beberapa IKH, hal ini karena merupakan kebijakan perusahaan tersebut untuk menempatkan satu dokter hewan untuk beberapa IKH DOC. Pengambilan data yang rencananya dilakukan dengan wawancara langsung dengan responden diganti dengan responden mengisi sendiri pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di dalam kuesioner karena responden dilarang untuk kontak langsung dengan individu yang berasal dari luar IKH tersebut. Rencana 23 sampel IKH DOC yang diambil, ada 3 IKH DOC yang menolak untuk diwawancarai dengan alasan kebijakan perusahaan yang tidak mengizinkan informasi mengenai peternakan mereka diberitahukan kepada pihak luar. Karakteristik Responden Karakteristik responden yang diamati dalam kegiatan penelitian ini meliputi umur, pendidikan terakhir, pengalaman bekerja, dan pelatihan yang pernah didapat untuk responden yang terdiri dari manajer, dokter hewan, dan pekerja kandang. Pengamatan empat variabel ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik responden untuk mengetahui sejauh mana aspek ini memiliki hubungan dengan nilai pengetahuan, nilai sikap, dan nilai praktik mereka terhadap biosekuriti. Penelitian ini membagi umur responden dibagi menjadi umur 30 tahun ke bawah dan umur lebih dari 30 tahun. Jenjang pendidikan responden dikategorikan masing-masing menurut responden yang diambil. Pengalaman bekerja responden dikategorikan menjadi dua bagian yaitu pengalaman bekerja 10 tahun ke bawah dan pengalaman yang bekerja lebih dari 10 tahun. Pelatihan yang didapatkan oleh responden adalah berupa pelatihan mengenai manajemen pemeliharaan serta mengenai biosekuriti. Data mengenai karakteristik responden disajikan pada Tabel 6.

3 Tabel 6 Karakteristik personel IKH DOC BBKP Soekarno Hatta menurut umur, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman, dan pelatihan Manajer Dokter Hewan Pekerja Kandang n % n % n % Umur % tahun ke bawah Lebih dari 30 tahun Jenis kelamin Pendidikan Pengalaman Pelatihan Laki-laki Perempuan SD SLTP SLTA Sarjana Drh S tahun ke bawah Lebih dari 10 tahun Ya Tidak Secara umum personel IKH DOC berumur di atas 30 tahun dengan distribusi kategori umur di atas 30 tahun untuk manajer sebanyak 90%, dokter hewan sebanyak 75%, dan pekerja sebanyak 67.5%. Sebagian besar responden adalah laki-laki, hanya 1 responden berjenis kelamin perempuan yang terdapat pada responden dokter hewan, hal ini dikarenakan personel harus selalu tinggal dan menetap di IKH. Responden manajer sebagian besar (65%) adalah sarjana peternakan. Dokter hewan sebagian besar (95%) hanya berpendidikan terakhir dokter hewan. Pekerja sebagian besar (72.5%) mempunyai pendidikan terakhir SLTA. Responden pekerja kandang, terdapat 1 responden (2.5%) yang berpendidikan terakhir SD. Responden manajer (90%) dan dokter hewan (80%) mempunyai pengalaman bekerja 10 tahun ke bawah, sedangkan pekerja kandang sebagian besar (55%) mempunyai pengalaman bekerja lebih dari 10 tahun. Karakteristik responden selanjutnya adalah pelatihan. Pelatihan yang diikuti responden berasal dari perusahaan tempat mereka bekerja. Responden manajer yang mendapatkan pelatihan sebanyak 10 responden manajer atau sebesar 50% dan yang tidak mendapatkan pelatihan sebanyak 10 dari 20 responden manajer

4 (50%). Responden dokter hewan yang mendapatkan pelatihan sebanyak 10 dari 10 responden dokter hewan (50%) dan yang tidak mendapatkan pelatihan sebanyak 10 dari 10 responden dokter hewan (50%). Responden pekerja yang mendapatkan pelatihan sebanyak 25 dari 40 responden atau 62.5% dan yang tidak mendapatkan pelatihan sebanyak 15 dari 40 responden atau 37.5%. Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar personel IKH DOC belum pernah mendapatkan pelatihan mengenai biosekuriti. Menurut OIE (2011) personel pada instalasi karantina selayaknya pernah mendapatkan pelatihan mengenai biosekuriti yang berkaitan dengan produksi unggas dan mengerti penerapan kesehatan hewan, kesehatan manusia, dan keamanan pangan. Selain itu penerapan pelatihan biosekuriti oleh setiap personel sangat penting (Racicot et al. 2012). Pelatihan diberikan sebelum pekerja mulai bekerja dan pekerja harus menerima informasi yang diperlukan tentang pekerjaan mereka (Demir et al. 2005). Penilaian Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Penilaian pengetahuan, sikap, dan praktik (KAP) responden IKH DOC dibagi atas penilaian KAP manajer, dokter hewan, dan pekerja kandang. Data mengenai penilaian KAP personel IKH disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Penilaian tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik (KAP) personel IKH DOC BBKP Soekarno Hatta Manajer Dokter Hewan Pekerja Kandang n % n % n % Tingkat pengetahuan Buruk Sedang Baik Tingkat sikap Negatif Netral Positif Tingkat praktik Buruk Sedang Baik

5 Penilaian KAP manajer dibagi atas tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik mengenai biosekuriti. Tingkat pengetahuan manajer yaitu sebanyak 1 dari 20 responden (5%) memiliki pengetahuan sedang mengenai biosekuriti. Sebanyak 19 dari 20 responden (95%) manajer memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Tingkat sikap manajer sebanyak 4 dari 20 responden (20%) memiliki sikap yang netral. Sebanyak 16 dari 20 responden (80%) memiliki sikap yang baik, hal ini berarti responden berpendapat bahwa praktik biosekuriti perlu dilakukan di IKH. Tingkat praktik manajer, sebanyak 3 dari 20 responden (15%) memiliki praktik yang sedang dan sebanyak 17 dari 20 (85%) memiliki praktik yang baik. Penilaian KAP dokter hewan dibagi atas penilaian pengetahuan, sikap, dan praktik mengenai biosekuriti. Untuk tingkat pengetahuan dokter hewan, sebanyak 20 dari 20 responden (100%) memiliki tingkat pengetahuan yang baik terhadap biosekuriti di IKH. Pada penilaian tingkat sikap, sebanyak 20 dari 20 responden (100%) memiliki sikap yang positif terhadap penerapan biosekuriti di IKH. Penilaian praktik biosekuriti, sebanyak 4 dari 20 responden dokter hewan (20%) memiliki tingkat praktik yang sedang dan 16 dari 20 responden (80%) memiliki praktik yang baik mengenai biosekuriti. Penilaian KAP pekerja kandang dibagi atas penilaian pengetahuan, sikap, dan praktik biosekuriti. Pekerja kandang memiliki tingkat pengetahuan sedang sebanyak 1 responden atau 2.5%, pengetahuan yang baik sebanyak 97.5%. Sebanyak 11 responden pekerja kandang atau sebesar 27.5% memiliki sikap netral terhadap biosekuriti. Sikap netral merupakan sikap yang cenderung tidak memilih sehingga responden menganggap bahwa praktik biosekuriti boleh dilakukan dan boleh juga tidak dilakukan di IKH DOC. Sebanyak 29 responden (72.5%) mempunyai sikap positif terhadap biosekuriti. Penilaian tingkat praktik pekerja, sebanyak 2 dari 40 responden (5%) memiliki nilai tingkat praktik sedang. Sebanyak 38 dari 40 responden (95%) memiliki nilai tingkat praktik yang baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar personel IKH DOC mempunyai tingkat pengetahuan yang baik. Penilaian sikap juga menunjukkan bahwa sebagian besar personel IKH DOC mempunyai sikap yang positif mengenai biosekuriti. Data menunjukkan bahwa dari segi tingkat praktik biosekuriti sebagian besar personel IKH DOC mempunyai praktik yang baik mengenai biosekuriti.

6 Pengetahuan Spesifik Personel IKH DOC Mengenai Biosekuriti Pengetahuan spesifik mengenai biosekuriti dibagi atas pengetahuan mengenai isolasi, kontrol lalu lintas, dan sanitasi. Penilaian dilakukan terhadap responden yang terdiri atas manajer, dokter hewan, dan pekerja kandang. Data tingkat pengetahuan spesifik personel IKH DOC disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Pengetahuan spesifik personel IKH DOC mengenai biosekuriti meliputi pengetahuan mengenai isolasi, lalu-lintas, sanitasi Pengetahuan Jumlah Total Benar Salah Tidak Tahu spesifik soal jawaban n % n % n % Manajer Isolasi Lalu lintas Sanitasi Total Dokter Hewan Isolasi Lalu lintas Sanitasi Total Pekerja Isolasi Lalu lintas Sanitasi Total Hasil penelitian menunjukkan responden manajer menjawab total pertanyaan mengenai biosekuriti adalah sebanyak 90.2% benar, 3.3% menjawab tidak tahu, dan 6.5% salah. Manajer yang menjawab pertanyaan spesifik mengenai isolasi, sebanyak 83.6% menjawab benar, sebanyak 4.6% responden menjawab tidak tahu, dan sebanyak 11.8% responden menjawab salah. Manajer yang menjawab pertanyaan spesifik mengenai lalu lintas, sebanyak 93.75% menjawab benar, sebanyak 5% menjawab salah dan yang menjawab tidak tahu sebanyak 1.25%. Manajer yang menjawab pertanyaan spesifik mengenai sanitasi, sebanyak 96.6% responden manajer menjawab benar, 6.5% menjawab salah, dan 0.6% menjawab tidak tahu. Responden manajer menjawab salah dan tidak tahu pada pertanyaan pengetahuan pada kategori isolasi yaitu pada pertanyaan mengenai pagar keliling, papan nama serta larangan memasuki kawasan IKH DOC, jarak IKH DOC dengan jalan raya, jarak dengan peternakan lain, dan jarak antar flok. Menurut FAO (2008), peternakan dengan skala besar dan terintegrasi seperti

7 GPS dan PS harus menerapkan biosekuriti dengan ketat, isolasi merupakan dasar dari tindakan biosekuriti dimulai dari gerbang sampai ke kandang. Isolasi merupakan tindakan pertama dan hal yang terpenting dari tindakan biosekuriti. Kurangnya pengetahuan manajer mengenai isolasi mempengaruhi tingkat biosekuriti IKH DOC tersebut karena manajer bertugas untuk menyusun peraturan dan menetapkan prosedur biosekuriti yang antara lain berisi tindakan isolasi. Responden dokter hewan menjawab pertanyaan secara keseluruhan mengenai biosekuriti dengan benar sebesar 96.4%, menjawab salah sebesar 2.5% dan menjawab tidak tahu sebesar 1.1%. Pertanyaan secara spesifik mengenai isolasi, sebesar 99% responden dokter hewan menjawab benar, salah sebesar 1% dan tidak ada yang menjawab tidak tahu. Pertanyaan spesifik mengenai lalu lintas, sebesar 97.1% responden dokter hewan menjawab benar, menjawab salah sebesar 2.2% dan menjawab tidak tahu sebanyak 0.7%. Pertanyaan spesifik mengenai sanitasi, sebesar 92% dokter hewan menjawab benar, salah sebesar 5%, dan tidak tahu sebanyak 3%. Responden dokter hewan menjawab salah dan tidak tahu pada pertanyaan pengetahuan pada kategori sanitasi yaitu pada pertanyaan mengenai pengolahan limbah. Responden dokter hewan menjawab IKH DOC tidak memerlukan unit pengolahan limbah dan beberapa responden tidak tahu bahwa IKH DOC memerlukan unit pengolahan limbah. Limbah peternakan ayam mengandung nutrisi yang tinggi seperti nitrogen dan fosfor serta bakteri, bila limbah ini dibuang langsung ke sungai atau danau akan membahayakan organisme yang hidup di perairan tersebut serta menimbulkan polusi. Limbah cair harus dikumpulkan pada kolam penampungan dan diolah lebih lanjut (ARC 2008). Metode yang dapat digunakan untuk pengolahan limbah cair menurut Avula et al. (2009) adalah dengan metode elektrik dan optik, destruksi bakteri menggunakan stimulasi listrik atau radiasi ultraviolet, kimia, biokimia, destruksi bakteri menggunakan ozonisasi, pemisahan bahan organik secara kimiawi dengan cara koagulasi dan flokulasi, degradasi bahan organik secara biologis menggunakan filter anaerob, secara fisik menggunakan filtrasi, dan mikrofiltrasi. Responden menjawab perlu dilakukan pengolahan untuk limbah padat seperti bekas litter dan kotoran ayam serta bangkai ayam.

8 Beberapa responden yang diwawancarai juga telah melakukan pengolahan limbah padat dengan cara pembuatan kompos, tetapi secara umum belum melakukan pengolahan untuk limbah cair peternakan. Hasil wawancara menunjukkan beberapa responden dokter hewan belum mengetahui mengenai pentingnya pengolahan limbah, limbah yang dibuang langsung ke lingkungan akan menimbulkan pencemaran tanah, air, dan udara. Selain itu, limbah yang dibuang langsung dapat menyebarkan patogen yang mungkin terdapat di limbah peternakan tersebut ke lingkungan sekitarnya. Responden pekerja kandang yang menjawab pertanyaan secara keseluruhan dengan benar sebanyak 98.9%, 0.4% menjawab tidak tahu, dan 0.7% menjawab salah. Pengetahuan spesifik mengenai isolasi, sebanyak 98.4% responden pekerja kandang menjawab benar, sebanyak 0.8% responden menjawab tidak tahu, dan sebanyak 0.8% responden menjawab salah. Pengetahuan spesifik mengenai lalu lintas, sebanyak 98.7% pekerja kandang menjawab benar, menjawab salah sebanyak 0.6% dan menjawab tidak tahu sebanyak 0.6%. Pengetahuan spesifik mengenai sanitasi, sebanyak 99.1% responden pekerja kandang menjawab benar, 0.7% menjawab salah, dan 0.2% menjawab tidak tahu. Responden pekerja kandang menjawab salah dan tidak tahu pada pertanyaan mengenai pengetahuan pada kategori isolasi yaitu pada pertanyaan mengenai perbaikan jaring. Responden ini menjawab bahwa perbaikan jaring tidak perlu dilakukan untuk mencegah masuknya penyakit ke dalam IKH DOC. Isolasi merupakan hal yang penting dalam tindakan biosekuriti. Pemasangan jaring pengaman untuk mencegah burung liar sangat penting untuk mencegah kontak antara burung liar dengan ayam atau dengan pakan yang terdapat di kandang (OIE 2011). Jaring yang rusak dan tidak segera diperbaiki meningkatkan risiko kontak burung liar dengan ayam, sehingga perbaikan jaring rusak sesegera mungkin sangat penting. Hubungan antara Karakteristik dengan KAP Personel IKH DOC Karakteristik personel IKH yang terdiri dari umur, pendidikan, pengalaman, dan pelatihan dibandingkan dengan praktik biosekuriti. Peubah yang berbeda nyata akan dilihat keeratan hubungannya terhadap praktik biosekuriti dan dilihat arah hubungannya.

9 Hubungan Karakteristik dengan KAP Manajer Karakteristik manajer yaitu umur, pendidikan, pengalaman, dan pelatihan dihubungkan dengan KAP manajer. Hubungan karakteristik manajer dengan KAP disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Hubungan antara karakteristik, pengetahuan, sikap, dan praktik (KAP) manajer mengenai biosekuriti pada IKH DOC BBKP Soekarno Hatta Pengetahuan Sikap Praktik r Nilai p r Nilai p r Nilai p Umur * Pendidikan * Pengalaman Pelatihan *berhubungan nyata pada α=0.05 (uji 2 arah) Faktor-faktor yang berhubungan nyata antara karakteristik dengan KAP manajer adalah pengetahuan manajer berhubungan nyata dengan umur dan sikap manajer berhubungan nyata dengan pendidikan. Tabel 9 memperlihatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan umur manajer dengan nilai p = (p<0.05) dan koefisien korelasi sebesar Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif dan mempunyai kekuatan korelasi sedang antara pengetahuan dan umur manajer, hal ini berarti semakin tua manajer maka pengetahuan mengenai biosekuriti semakin tinggi (semakin baik). Seiring dengan waktu, manajer akan menggali pengetahuan yang didapatkan dari hasil pengolahan panca inderanya. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui kenyataan (fakta), penglihatan, pendengaran, serta keterlibatan langsung dalam suatu aktivitas. Pengetahuan juga didapatkan dari hasil komunikasi dengan orang lain seperti teman dekat dan relasi kerja. Pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan ini digali saat dibutuhkan melalui bentuk ingatan mengingat (recall) atau mengenal kembali recognition) (Soekanto 2003), sehingga dengan bertambahnya usia maka pengetahuan seseorang akan bertambah pula. Peubah selanjutnya yang memiliki hubungan signifikan adalah sikap dan tingkat pendidikan dengan nilai p = (p<0.05) dengan koefisien korelasi sebesar Hasil ini menunjukkan kekuatan korelasi yang lemah namun positif antara pendidikan dan sikap manajer, hal ini berarti semakin tinggi pendidikan maka sikap manajer mengenai biosekuriti lebih baik (lebih tinggi).

10 Pendidikan dapat merubah keyakinan dan nilai-nilai seseorang dan perubahan ini berlangsung selamanya (Ohlander et al. 2005). Pendidikan akan menambah pengetahuan seseorang yang akan mendorong seseorang untuk membentuk suatu kepercayaan yang kemudian akan mempengaruhi perasaan (sikap). Menurut Kheiri et al. (2011), pendidikan meningkatkan pengetahuan dan akan menghasilkan sikap yang lebih baik. Hubungan Karakteristik dengan KAP Dokter Hewan Karakteristik dokter hewan yaitu umur, pendidikan, pengalaman, dan pelatihan dihubungkan dengan KAP dokter hewan. Data mengenai hubungan karakteristik dengan KAP dokter hewan disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Hubungan antara karakteristik, pengetahuan, sikap, dan praktik (KAP) dokter hewan mengenai biosekuriti pada IKH DOC BBKP Soekarno Hatta Pengetahuan Sikap Praktik r Nilai p r Nilai p r Nilai p Umur * * Pendidikan Pengalaman Pelatihan *berhubungan nyata pada α=0.05 (uji 2 arah) Tabel 10 memperlihatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dan umur dokter hewan dengan nilai p = (p<0.05) dan koefisien korelasi sebesar Hasil tersebut menunjukkan terdapat korelasi antara sikap dan umur dokter hewan walaupun berlawanan arah. Sikap dan umur dokter hewan mempunyai kekuatan korelasi yang kuat, hal ini berarti semakin tua umur dokter hewan, maka sikap yang dimiliki mengenai biosekuriti semakin buruk (semakin negatif). Semakin muda umur dokter hewan maka semakin baik sikap mereka mengenai biosekuriti. Sikap positif mengenai sesuatu hal didasari oleh adanya pemikiran dan pengetahuan terhadap obyek tersebut (Sujarwo 2004). Menurut Tuokko et al. (2007) persepsi risiko, sikap, dan keyakinan serta keterbukaan terhadap perubahan merupakan faktor psikososial yang bertindak sebagai mediator antara pengetahuan dan perilaku. Seseorang yang lebih muda cenderung lebih terbuka

11 terhadap informasi-informasi dan ide-ide baru serta terhadap pengetahuan yang lebih luas. Peubah selanjutnya yang memiliki hubungan signifikan adalah praktik dan pengetahuan dengan nilai p = (p<0.05) dengan koefisien korelasi sebesar Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara pengetahuan dan praktik dokter hewan. Pengetahuan dan praktik dokter hewan berkorelasi positif dengan kekuatan korelasi sedang, hal ini berarti semakin baik pengetahuan yang dimiliki oleh dokter hewan maka semakin baik pula praktiknya mengenai biosekuriti. Gerungan (1996) menyatakan bahwa pengetahuan mengenai suatu obyek akan menjadi attitude terhadap obyek tersebut apabila pengetahuan itu disertai dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap obyek tersebut. Pendidikan ditandai sebagai proses pembelajaran dimana orang memperoleh pengetahuan dan informasi, pengembangan kapasitas kognitif, dan transfer norma, nilai dan cara perilaku yang meningkatkan kemampuan mengatur, pengolahan informasi, dan meningkatkan kemampuan kognitif yang diperlukan untuk keberhasilan menganalisis masalah. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi mendorong cara berpikir yang strategis, mengembangkan sudut pandang pekerja sehingga memungkinkan pekerja untuk menganalisa secara sistematik, menyimpan, dan menggunakan informasi yang relevan untuk pekerjaan mereka dengan tepat (Gyekye dan Salminen 2009). Hubungan Karakteristik dengan KAP Pekerja Karakteristik pekerja yaitu umur, pendidikan, pengalaman, dan pelatihan dihubungkan dengan KAP pekerja kandang. Hubungan karakteristik pekerja dengan praktik biosekuriti disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Hubungan antara karakteristik, pengetahuan, sikap, dan praktik (KAP) pekerja mengenai biosekuriti pada IKH DOC BBKP Soekarno Hatta Pengetahuan Sikap Praktik r Nilai p r Nilai p r Nilai p Umur * Pendidikan Pengalaman Pelatihan * *berhubungan nyata pada α=0.05 (uji 2 arah)

12 Peubah yang mempunyai hubungan signifikan adalah praktik dan umur pekerja dengan nilai p = dengan koefisien korelasi sebesar Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara umur dan praktik pekerja dengan kekuatan lemah dan berlawanan arah. Berarti semakin tua umur pekerja maka praktik mengenai biosekuriti lebih buruk. Pekerja yang muda mempunyai praktik biosekuriti yang lebih baik. Pekerja yang masih muda cenderung lebih mudah menerima masukan dan informasi mengenai biosekuriti. Individu yang berusia muda juga mempunyai peluang untuk mendapatkan pelatihan dan pendidikan yang lebih besar daripada individu yang berusia tua. Peubah selanjutnya yang memiliki hubungan signifikan adalah pelatihan dan pengetahuan dengan nilai p = (p<0.05) dengan koefisien korelasi sebesar Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan pekerja dengan pelatihan dengan kekuatan korelasi yang lemah. Berarti semakin banyak pelatihan yang didapatkan pekerja maka semakin tinggi juga tingkat pengetahuan yang dimilikinya. Menurut Nasution (1999) dalam Notoatmodjo (2003) pengetahuan dapat diperoleh melalui media massa seperti majalah, koran, berita televisi, dan dapat juga diperoleh melalui pelatihan. Pelatihan juga bertujuan meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, kinerja, serta sikap pekerja (Sarı 2009). Menurut Demir et al. (2005) yang dikutip Sarı (2009), pelatihan sebaiknya diberikan sebelum pekerja mulai bekerja dan pekerja harus menerima informasi yang diperlukan tentang pekerjaan mereka sehingga dapat mengurangi risiko. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Pengetahuan, sikap, dan praktik personel IKH DOC yang terdiri dari manajer, dokter hewan, dan pekerja kandang dihubungkan dengan pengetahuan, sikap, dan praktik masing-masing responden. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Manajer Pengetahuan, sikap, dan praktik manajer mengenai biosekuriti dihubungkan dengan tingkat biosekuriti di IKH. Data mengenai hubungan ini disajikan pada Tabel 12.

13 Tabel 12 Hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik manajer mengenai biosekuriti pada IKH DOC BBKP Soekarno Hatta Sikap Praktik r Nilai p r Nilai p Pengetahuan * Sikap *berhubungan nyata pada α=0.05 (uji 2 arah) Peubah yang memiliki hubungan signifikan adalah sikap dan pengetahuan dengan nilai p = (p<0.05) dengan koefisien korelasi sebesar Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap manajer walaupun kekuatan korelasinya lemah. Berarti semakin tinggi pengetahuan manajer mengenai biosekuriti maka akan bersikap lebih baik (positif) terhadap biosekuriti. Hasil ini juga berarti sikap manajer dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimiliki oleh manajer tersebut. Sarwono (2002) menyatakan bahwa sikap terbentuk dari pengalaman melalui proses belajar. Seseorang bersikap suka atau tidak suka, baik atau tidak baik, senang atau tidak senang terhadap suatu obyek sangat dipengaruhi oleh pengalamannya atau pengetahuannya (Harihanto 2001). Menurut Saygi dan Bilen (2010), sikap dibentuk melalui penyusunan pengalaman dan pengetahuan individu. Jadi pendidikan meningkatkan pengetahuan dan menghasilkan sikap yang lebih baik (Kheiri et al. 2011). Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Dokter Hewan Pengetahuan, sikap, dan praktik dokter hewan mengenai biosekuriti dihubungkan dengan tingkat biosekuriti di IKH. Data mengenai hubungan ini disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik dokter hewan mengenai biosekuriti pada IKH DOC BBKP Soekarno Hatta Sikap Praktik r Nilai p r Nilai p Pengetahuan * Sikap *berhubungan nyata pada α=0.05 (uji 2 arah) Peubah yang memiliki hubungan signifikan adalah praktik dan pengetahuan dengan nilai p = (p<0.05) dengan koefisien korelasi sebesar Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dan

14 praktik dokter hewan dengan kekuatan korelasi sedang. Berarti semakin baik pengetahuan yang dimiliki oleh dokter hewan maka semakin baik pula praktiknya mengenai biosekuriti. Hasil ini dapat juga berarti praktik dokter hewan dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimilikinya. Gerungan (1996) menyatakan bahwa pengetahuan mengenai suatu obyek akan menjadi attitude terhadap obyek tersebut apabila pengetahuan itu disertai dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap obyek tersebut. Responden dokter hewan memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi sehingga mendorong cara berpikir yang strategis, mengembangkan sudut pandang mereka sehingga memungkinkan mereka menganalisa secara sistematik, menyimpan, dan menggunakan informasi yang relevan untuk pekerjaan mereka dengan tepat dan mempraktekannya dalam pekerjaan seharihari. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Pekerja Pengetahuan, sikap, dan praktik pekerja mengenai biosekuriti dihubungkan dengan tingkat biosekuriti di IKH. Data mengenai hubungan ini disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik pekerja mengenai biosekuriti pada IKH DOC BBKP Soekarno Hatta Sikap Praktik r Nilai p r Nilai p Pengetahuan Sikap * *berhubungan nyata pada α=0.05 (uji 2 arah) Peubah yang memiliki hubungan signifikan adalah sikap dan praktik pekerja dengan nilai p = (p<0.05) dengan koefisien korelasi sebesar Hasil ini menunjukkan terdapat hubungan antara sikap dan praktik pekerja dengan kekuatan korelasi sedang. Berarti semakin baik sikap yang dimiliki oleh pekerja mengenai biosekuriti maka semakin baik pula praktik biosekuriti pekerja. Hasil ini juga dapat berarti praktik pekerja dipengaruhi oleh sikap yang dimilikinya. Sikap sangat menentukan tindakan (behaviour) seseorang. Seseorang yang mempunyai sikap positif terhadap suatu obyek, besar kemungkinan untuk bertindak positif juga terhadap obyek tersebut. Timbulnya sikap positif tersebut didasari oleh adanya pemikiran dan pengetahuan terhadap obyek tersebut

15 (Sujarwo 2004). Tindakan individu sangat dipengaruhi oleh sikap maupun pengetahuannya. Seseorang bersikap suka atau tidak suka, baik atau tidak baik, senang atau tidak senang terhadap suatu obyek sangat dipengaruhi oleh pengalamannya atau pengetahuannya (Harihanto 2001). Menurut Erdil dan Ertosun (2011), masyarakat paling mudah membentuk hubungan interpersonal pada lingkungan sosial di mana mereka mempunyai nilai-nilai dan latar belakang yang sama. Responden pekerja kandang pada penelitian ini pada umumnya memiliki latar belakang pendidikan yang sama, umur yang relatif sama, serta tinggal bersama-sama sehingga dapat dikatakan pekerja kandang ini telah membentuk satu kelompok pada lingkungan sosial yang sama. Menurut Gunn et al. (2008), perilaku merupakan hasil dari dua variabel: sikap seseorang mengenai perilaku tertentu dan gagasan atau pemahaman dari 'norma subyektif'. Sikap, dalam hal ini, berhubungan dengan keyakinan individu mengenai perilaku tertentu selain penilaian mereka tentang konsekuensi potensial. Sebaliknya, 'norma subyektif' terdiri dari persepsi tentang perilaku kelompok dan berimbang, niat seseorang untuk menyesuaikan diri dengan 'norma' kelompok yang lebih besar. Kelompok pekerja kandang yang melakukan praktik biosekuriti dengan baik akan mempengaruhi individu pekerja kandang lainnya untuk melakukan praktik yang baik juga, hal ini terjadi karena individu pekerja ingin menyesuaikan diri dengan norma kelompok yang lebih besar, dalam hal ini kelompok pekerja yang melakukan praktik biosekuriti dengan baik. Sikap dan perilaku kelompok pekerja ini dapat mempengaruhi perilaku rekan sekerja mereka. Tekanan sosial dari individu-individu di sekitar mereka juga merupakan hal yang dapat mendorong praktik higiene yang baik (Racicot et al. 2012). Tingkat Biosekuriti IKH DOC BBKP Soekarno Hatta Penilaian tingkat biosekuriti IKH DOC dilakukan dengan menggunakan checklist yang berisi pernyataan-pernyataan mengenai biosekuriti yang mencakup isolasi, kontrol lalu lintas, dan sanitasi. Biosekuriti didefinisikan sebagai penerapan kontrol kesehatan dan usaha-usaha untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksius baru ke dalam suatu kawanan ternak (Pinto dan Urcelay 2003). Isolasi merujuk kepada penempatan hewan di dalam lingkungan yang terkontrol. Kontrol lalu lintas mencakup lalu lintas masuk ke dalam peternakan maupun di dalam peternakan. Sanitasi merujuk kepada

16 disinfeksi material, manusia, dan peralatan yang masuk ke lingkungan peternakan dan kebersihan personel peternakan (Yee et al. 2009). Data mengenai tingkat biosekuriti IKH DOC disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Tingkat biosekuriti IKH DOC BBKP Soekarno Hatta Biosekuriti sedang Biosekuriti baik Biosekuriti baik sekali Jumlah Skor <60 Skor Skor n % n % n % n % IKH GPS IKH PS Jumlah Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa sebagian besar IKH DOC memiliki indeks tingkat biosekuriti baik sekali yaitu sebesar 65%. Sebanyak 35% atau sebanyak 7 IKH DOC memiliki tingkat biosekuriti yang baik. Skor tengah tingkat biosekuriti diperoleh sebesar Skor ini terdapat pada interval skor untuk tingkat biosekuriti baik sekali. Data tersebut kemudian diuraikan, IKH DOC yang memiliki tingkat biosekuriti yang baik terdiri dari 5 IKH GPS (25%) dan 2 IKH PS (10%). Beberapa IKH DOC yang memiliki tingkat biosekuriti baik sekali merupakan 8 IKH GPS (40%) dan 5 IKH PS (25%). Data penelitian menunjukkan bahwa IKH yang memiliki tingkat biosekuriti baik terdiri dari 5 dari 13 IKH GPS dan 2 dari 7 IKH PS. IKH yang mempunyai tingkat biosekuriti baik sekali terdiri dari 8 dari 13 IKH GPS dan 5 dari 7 IKH PS. Sebaran tingkat biosekuriti IKH DOC disajikan pada Gambar 2. IKH DOC GPS IKH DOC PS 25% 10% 25% 40% 0 sedang baik baik sekali Gambar 2 Sebaran tingkat biosekuriti IKH DOC BBKP Soekarno Hatta.

17 Persyaratan teknis mengenai IKH DOC ditetapkan oleh Badan Karantina Pertanian. Persyaratan teknis ini bertujuan untuk menerapkan sistem biosekuriti pada IKH yang digunakan untuk karantina DOC impor. Penerapan sistem biosekuriti yang maksimal dapat mencegah masuk atau keluarnya penyakit yang mungkin dapat terjadi pada masa karantina. Persyaratan teknis mengenai bangunan dan prosedur selama masa karantina diatur oleh Badan Karantina Pertanian dan masing-masing IKH DOC mengatur tata cara masing-masing. Indikator biosekuriti yang digunakan pada penilaian tingkat biosekuriti yaitu isolasi, kontrol lalu lintas, dan sanitasi (Jeffreys 1997). Instalasi karantina harus memiliki program biosekuriti yang tertulis (OIE 2011). Hasil pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada indikator kontrol lalu lintas dan sanitasi, seluruh IKH sudah menerapkan biosekuriti dengan baik. Indikator isolasi, ada 3 IKH yang belum menerapkan biosekuriti dengan maksimal, hal yang belum maksimal diterapkan antara lain pada tidak adanya papan nama petunjuk instalasi karantina dan papan larangan untuk memasuki lokasi instalasi karantina untuk orang yang tidak berkepentingan, jarak antar flok pada peternakan yang kurang dari 40 meter, pembatas antar flok yang tidak diberi pagar pengaman yang kuat, jarak ke jalan raya yang kurang dari 400 meter, serta tidak adanya fasilitas khusus untuk pembuangan limbah. Papan petunjuk dan larangan memasuki lokasi bagi orang yang tidak berkepentingan sangat diperlukan untuk membatasi lalu lintas orang dan barang yang tidak perlu sehingga dapat memperkecil kemungkinan perpindahan agen penyakit (Pinto dan Urcelay 2003). Jarak antar flok juga harus diperhatikan, jarak yang kurang dari 40 meter dapat memperbesar risiko penularan penyakit bila terjadi suatu wabah di peternakan tersebut. Pembatas antar flok perlu diberi batas yang jelas dan terbuat dari bahan yang kuat untuk membatasi area antar flok (Casal et al. 2007). Pagar pembatas yang kuat dan jelas penting untuk menunjukkan zona biosekuriti dan zona karantina, hal ini penting untuk mengawasi lalu lintas personel atau peralatan yang keluar masuk ke area flok satu dengan flok yang lain. Pembatas yang jelas juga sangat membantu personel yang bertugas di area tersebut bilamana mereka harus mengganti baju, alas kaki, maupun peralatan lainnya. Jarak dari jalan raya yang kurang dari 400 meter juga memperbesar risiko penularan penyakit karena lalu lintas kendaraan dan orang.

18 Limbah padat peternakan ayam terdiri dari manure, litter (terbuat dari sisa kayu gergaji atau jerami), sisa pakan, bangkai ayam, telur pecah, dan bulu. Beberapa IKH DOC tidak memiliki fasilitas khusus untuk pembuangan limbah khususnya untuk pembuangan ayam mati dan litter bekas. Sarana pengolahan limbah sangat penting untuk suatu IKH karena dari limbah ini dapat menyebar agen penyakit bila tidak dikelola dengan benar. Pengolahan limbah harus dibedakan antara limbah kering dan limbah cair. IKH DOC pada umumnya sudah memiliki pengolahan limbah untuk limbah kering namun belum untuk limbah cair. Beberapa IKH yang diamati, pengolahan limbah kering dilakukan dengan cara membakar dengan insinerator dan pada beberapa IKH limbah kering diolah dengan cara pembuatan kompos. Hasil lain yang didapatkan dari observasi, limbah padat berupa litter dan manure dari IKH DOC ini dikumpulkan di dalam karung kemudian langsung dijual tanpa pengolahan lebih lanjut, hal ini dapat meningkatkan risiko menyebarnya patogen ke lingkungan. Menurut Terzich et al. (2000), bakteri patogen yang terdapat di litter peternakan antara lain Escherichia coli, Staphylococcus, dan koliform. Pengolahan limbah kering dapat dilakukan dengan menerapkan digesti anaerobik, pembuatan kompos, dan pembakaran langsung. Kompos dibuat dengan memanfaatkan degradasi limbah organik, proses biodegradasi memakan waktu 4-6 minggu dan menghasilkan kompos yang tidak berbau, tekstur halus, kandungan air rendah (Kelleher et al. 2002). Pada saat proses pembuatan kompos, terjadi fase termofilik yaitu fase temperatur kompos naik sehingga mampu menginaktivasi mikroorganisme patogen sehingga dapat digunakan sebagai pupuk organik (ACFM 2010). Limbah cair di IKH DOC yang diamati dibuang dengan cara dialirkan ke kolam penampungan dan belum diolah lebih lanjut. Limbah cair dapat diolah dengan cara menerapkan digesti anaerobik (Kelleher et al. 2002) yang kemudian akan menghasilkan biogas. Biogas ini dapat bermanfaat sebagai sumber energi alternatif selain dari sumber energi karbon. Selain itu limbah cair dapat diolah menggunakan metode elektrik dan optik, destruksi bakteri menggunakan stimulasi listrik atau radiasi ultraviolet; kimia dan biokimia, destruksi bakteri menggunakan ozonisasi, pemisahan bahan organik secara kimiawi dengan cara koagulasi dan flokulasi, degradasi bahan organik secara biologis menggunakan filter anaerob, secara fisik menggunakan filtrasi dan mikrofiltrasi (Avula et al. 2009).

19 Faktor-Faktor Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Personel IKH DOC yang Mempengaruhi Tingkat Biosekuriti di IKH DOC BBKP Soekarno Hatta Masing-masing faktor pengetahuan, sikap, dan praktik personel IKH DOC dibandingkan dengan tingkat biosekuriti IKH DOC. Peubah yang memiliki hubungan signifikan dengan tingkat biosekuriti adalah pengetahuan manajer dan praktik manajer. Data mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat biosekuriti disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Faktor-faktor pengetahuan, sikap, dan praktik personel IKH DOC BBKP Soekarno Hatta yang mempengaruhi tingkat biosekuriti Manajer Dokter Hewan Pekerja r Tingkat Biosekuriti Nilai p Pengetahuan * Sikap Praktik * Pengetahuan Sikap Praktik * Pengetahuan Sikap Praktik * *berhubungan nyata pada α=0.05 (uji 2 arah) Peubah yang memiliki hubungan signifikan dengan tingkat biosekuriti adalah pengetahuan manajer dengan nilai p = 0.04 dan koefisien korelasi Hasil ini menunjukkan terdapat hubungan antara pengetahuan manajer dengan tingkat biosekuriti dengan kekuatan korelasi sedang. Berarti semakin baik pengetahuan manajer mengenai biosekuriti maka semakin baik pula tingkat biosekuriti IKH DOC tersebut sehingga tingkat biosekuriti IKH DOC dipengaruhi oleh pengetahuan manajer. Pengetahuan manajer sangat berpengaruh pada penyusunan peraturan biosekuriti IKH DOC. Peubah selanjutnya yang memiliki hubungan signifikan adalah praktik manajer dan tingkat biosekuriti dengan nilai p = (p<0.05) dengan koefisien korelasi sebesar Hasil ini menunjukaan terdapat hubungan antara praktik manajer dengan tingkat biosekuriti IKH DOC. Berarti semakin baik praktik yang dilakukan oleh manajer mengenai biosekuriti maka semakin baik tingkat biosekuriti di IKH DOC tersebut.

20 Hasil ini juga berarti tingkat biosekuriti IKH DOC dipengaruhi oleh praktik manajer. Praktik manajer adalah menyusun tata cara dan peraturan serta kegiatan-kegiatan yang harus dipatuhi oleh seluruh personel IKH DOC mengenai biosekuriti. Menurut OIE (2011), instalasi karantina harus memiliki program biosekuriti yang tertulis. Semua protokol biosekuriti harus ditulis dan semua personel dapat mengakses protokol tersebut dengan mudah. Semua personel dan pengunjung yang memasuki lokasi karantina harus mematuhi prosedur biosekuriti yang berlaku. Peubah selanjutnya yang memiliki hubungan signifikan adalah praktik dokter hewan dan tingkat biosekuriti dengan nilai p = (p<0.05) dengan koefisien korelasi sebesar Hasil berarti terdapat hubungan antara praktik dokter hewan dengan tingkat biosekuriti IKH DOC dengan kekuatan korelasi lemah. Hubungan ini berarti juga bila dokter hewan mempunyai praktik yang baik, maka tingkat biosekuriti juga akan baik. Menurut hasil tersebut, tingkat biosekuriti di IKH DOC dipengaruhi oleh praktik dokter hewan. Dokter hewan di IKH DOC mempunyai tugas untuk melaksanakan tindakan yang berhubungan dengan kesehatan hewan. Tugas dokter hewan di IKH DOC adalah menangani manajemen kesehatan unggas. Selain itu, dokter hewan bertugas untuk mengawasi berjalannya peraturan biosekuriti di lapangan. Faktor pekerja yang mempunyai hubungan signifikan terhadap biosekuriti adalah praktik pekerja dengan nilai p = (p<0.05) dengan koefisien korelasi sebesar Hasil ini menunjukkan terdapat hubungan antara praktik pekerja dan tingkat biosekuriti IKH DOC dengan kekuatan korelasi lemah. Berarti praktik pekerja kandang mempengaruhi tingkat biosekuriti IKH. Pekerja kandang sebagai pelaksana kegiatan harian di IKH DOC harus melaksanakan peraturan dan tata cara yang telah disusun oleh manajer. Bila pekerja melaksanakan peraturan dengan baik (praktik pekerja baik), maka tingkat biosekuriti juga baik. Louis (1980) yang dikutip oleh Carsten et al. (2010) mengatakan organisasi dapat mempengaruhi perilaku pekerja dengan menata norma dan standar praktik untuk masing-masing personel pada tingkatan pekerjaan yang berbeda serta mengawasi pelaksanaan standar tersebut. Tujuan utama manajer dalam penyusunan program biosekuriti adalah terwujudnya praktik biosekuriti yang baik pada seluruh personel IKH DOC. Kerja sama dan kolaborasi diperlukan oleh seluruh personel IKH DOC untuk mencapai tujuan suatu organisasi yaitu terlaksananya biosekuriti yang baik (Wei et al. 2010). Selain itu, hal utama yang

21 harus ada adalah komitmen pekerja terhadap perusahaan dan unsur-unsurnya, dalam hal ini adalah praktik biosekuriti adalah sikap yang penting (Johnson et al. 2010). Peraturan dan prosedur yang tertulis serta pengawasan dari supervisor dan manajer dapat meningkatkan perilaku pekerja menjadi lebih baik (Vinodkumar dan Bhasi 2010). Keinginan pekerja untuk bekerja dipengaruhi oleh hubungan dengan supervisor, hubungan antar pekerja yang baik akan mempengaruhi kinerja menjadi lebih baik (Kacmar et al. 2007). Berbagai macam komunikasi digunakan untuk meningkatkan keefektifan usaha memotivasi pekerja. Cakupan dan dampak komunikasi akan lebih tinggi dalam komunikasi dua arah dan dapat menyebabkan perubahan perilaku. Komunikasi reguler tentang masalah keamanan antara manajemen, supervisor, dan tenaga kerja merupakan praktik manajemen yang efektif untuk meningkatkan kinerja (Vinodkumar dan Bhasi 2010). Selain itu juga menurut Racicot et al. (2012), komunikasi antara manajemen dan pekerja adalah komponen yang paling penting pada program biosekuriti. Menurut Vredenburg (2002) yang dikutip oleh Vinodkumar dan Bhasi (2010), perilaku pekerja kandang dapat diubah dengan cara pemberian penghargaan (reward) yang berarti pekerja mendapatkan pengakuan dari organisasi. Tingkat biosekuriti yang baik dipengaruhi oleh pengetahuan dan praktik manajer, praktik dokter hewan, serta praktik pekerja. Faktor-faktor ini harus didukung oleh komitmen seluruh personel untuk melaksanakan tindakan biosekuriti, kerja sama seluruh personel, komunikasi yang baik antara pihak manajemen dan pekerja, serta pemberian penghargaan bagi pekerja yang mampu menunjukkan kinerjanya dengan baik.

METODE PENELITIAN. Karakteristik personel IKH DOC yang berupa: Umur Tingkat pendidikan Pengalaman Pelatihan. Praktik Biosekuriti

METODE PENELITIAN. Karakteristik personel IKH DOC yang berupa: Umur Tingkat pendidikan Pengalaman Pelatihan. Praktik Biosekuriti METODE PENELITIAN Kerangka Konsep Penelitian Terdapat beberapa peubah yang akan digunakan di dalam penelitian ini yaitu karakteristik, pengetahuan, sikap dari personel IKH DOC yang terdiri dari manajer,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan

TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan Instalasi karantina hewan (IKH) adalah bangunan berikut peralatan, lahan dan sarana pendukung lainnya yang diperlukan sebagai tempat pelaksanaan tindakan karantina

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Broiler Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan untuk ditetaskan menjadi DOC (Suprijatna dkk., 2005). Ayam pembibit menghasilkan

Lebih terperinci

KAP MENGENAI BIOSEKURITI PADA INSTALASI KARANTINA HEWAN (IKH) DOC BBKP SOEKARNO HATTA

KAP MENGENAI BIOSEKURITI PADA INSTALASI KARANTINA HEWAN (IKH) DOC BBKP SOEKARNO HATTA LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner untuk manajer IKH DOC BBKP Soekarno Hatta KAP MENGENAI BIOSEKURITI PADA INSTALASI KARANTINA HEWAN (IKH) DOC BBKP SOEKARNO HATTA No. kuisioner : Enumerator : Waktu : Mulai

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 499/Kpts/PD /L/12/2008 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 499/Kpts/PD /L/12/2008 TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 499/Kpts/PD.670.210/L/12/2008 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN TEKNIS INSTALASI KARANTINA HEWAN UNTUK DAY OLD CHICK (DOC) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Bibit merupakan ayam muda yang akan dipelihara menjadi ayam dewasa penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi dan daya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Cold Storage Karakteristik individu yang diamati dalam penelitian ini meliputi (1) umur, (2) tingkat pendidikan, (3) pengalaman dalam bekerja, (4) tingkat pengetahuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Biosekuriti

TINJAUAN PUSTAKA Biosekuriti TINJAUAN PUSTAKA Biosekuriti Biosekuriti didefinisikan sebagai penerapan kontrol kesehatan dan usahausaha untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksius baru ke dalam suatu kawanan ternak (Pinto dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 2 Menimbang : BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN MASYARAKAT BUPATI CIREBON a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha tani yang intensif telah mendorong pemakaian pupuk anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Instalasi Karantina Hewan Sapi Impor

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Instalasi Karantina Hewan Sapi Impor HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Instalasi Karantina Hewan Sapi Impor Instalasi karantina hewan (IKH) merupakan suatu bangunan berikut peralatan dan bahan serta sarana pendukung yang diperlukan sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU UTARA

GUBERNUR MALUKU UTARA PERATURAN GUBERNUR MALUKU UTARA NOMOR : 17 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN LALU LINTAS, PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS DI WILAYAH PROPINSI MALUKU UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pada peternakan ayam ras petelur di Desa Gulurejo adalah metode deskripsi.

METODE PENELITIAN. pada peternakan ayam ras petelur di Desa Gulurejo adalah metode deskripsi. III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian analisis kondisi biosekuriti pada peternakan ayam ras petelur di Desa Gulurejo adalah metode deskripsi. Menurut Sugiyono (2016) metode

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan di Indonesia. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan peternakan yang melaksanakan biosekuriti sangat ketat (high level

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Pembibit Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam broiler (Sudaryani dan Santosa, 2003). Pembibitan ayam merupakan suatu kegiatan pemeliharaan

Lebih terperinci

PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN 5 A. Latar Belakang LAMPIRAN: PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 33/Permentan/OT.140/2/2014 TANGGAL: 24 Februari 2014 PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN Burung

Lebih terperinci

Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia

Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia PENYEDIAAN AIR BERSIH 1. Pendahuluan Air bersih merupakan kebutuhan yang tidak dapat dilepaskan dari kegiatan di rumah sakit. Namun mengingat bahwa rumah sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan ayam merupakan salah satu sektor yang penting dalam memenuhi kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging dan telur

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS - 731 - PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1869, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Ayam Ras. Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/PERMENTAN/PK.230/12/2016 TENTANG

Lebih terperinci

2017, No Menteri Petanian tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tah

2017, No Menteri Petanian tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tah No.1230, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/PERMENTAN/PK.230/9/2017

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembibitan Ayam Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler konsumsi yang memiliki produksi unggul. Bibit- bibit yang bisa dikembangkan di Indonesia

Lebih terperinci

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternakan. Kesehatan. Veteriner. Hewan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

COMPANY PROFILE PETERNAKAN AYAM PETELUR (CHICKEN LAYER FARM) CV. SUMBER BERKAT. MOTTO : Continuous Innovation: from innovation to innovation

COMPANY PROFILE PETERNAKAN AYAM PETELUR (CHICKEN LAYER FARM) CV. SUMBER BERKAT. MOTTO : Continuous Innovation: from innovation to innovation COMPANY PROFILE PETERNAKAN AYAM PETELUR (CHICKEN LAYER FARM) CV. SUMBER BERKAT MOTTO : Continuous Innovation: from innovation to innovation PRODUK : Telur ayam berkualitas tinggi: Telur Curah Plus+ Telur

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013 Sejarah Biogas BIOGAS (1770) Ilmuwan di eropa menemukan gas di rawa-rawa. (1875) Avogadro biogas merupakan produk proses anaerobik atau proses fermentasi. (1884) Pasteur penelitian biogas menggunakan kotoran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock dan merupakan hasil pemeliharaan dengan metode perkawinan tertentu pada peternakan generasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA (AI) DI RW02 KELURAHAN PANUNGGANGAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANUNGGANGAN KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2 No.1866, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Hewan. Penyakit. Pemberantasan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu merupakan komoditi pertanian yang utama di Provinsi Lampung. Luas areal penanaman ubi kayu di Provinsi Lampung pada tahun 2009 adalah sekitar 320.344

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil penelitian ini disajikan dalam 3 bagian yang diharapkan dapat memenuhi tujuan dan hipotesis penelitian yaitu : (1) distribusi sampel penelitian untuk mengetahui jumlah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii i PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA AYAM PEDAGING DAN AYAM PETELUR YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA AYAM PEDAGING DAN AYAM PETELUR YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA AYAM PEDAGING DAN AYAM PETELUR YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hasil utama dari usaha peternakan sapi perah yaitu susu dan anakan, di samping juga dihasilkan feses dan urin yang kontinu setiap hari. Pendapatan utama peternak diperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mesin Tetas Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) dan melaui penetasan buatan (mesin tetas) (Paimin, 2000). Penetasan buatan dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. buruh timah. Dampak positif selalu disertai dampak negatif, hal tersebut berupa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. buruh timah. Dampak positif selalu disertai dampak negatif, hal tersebut berupa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pulau Bangka merupakan pulau penghasil timah terbesar di Indonesia. Hampir mayoritas penduduk di sana bekerja sebagai penambang timah. Pada awalnya penambangan timah di

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 41/Permentan/OT.140/3/2013 TENTANG

MENTERI PERTANIAN. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 41/Permentan/OT.140/3/2013 TENTANG MENTERI PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 41/Permentan/OT.140/3/2013 TENTANG TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN ATAU PENGELUARAN SARANG WALET KE DAN DARI DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

GAMBARAN PROMOSI KESEHATAN DI TEMPAT UMUM TERMINAL BRATANG, SURABAYA

GAMBARAN PROMOSI KESEHATAN DI TEMPAT UMUM TERMINAL BRATANG, SURABAYA GAMBARAN PROMOSI KESEHATAN DI TEMPAT UMUM TERMINAL BRATANG, SURABAYA Riana Bintang Rozaaqi Universitas Airlangga: Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat, Surabaya

Lebih terperinci

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO Kompos merupakan pupuk yang dibuat dari sisa-sisa mahluk hidup baik hewan maupun tumbuhan yang dibusukkan oleh organisme pengurai.

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto, 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Limbah Ternak 2.1.1. Deksripsi Limbah Ternak Limbah didefinisikan sebagai bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses atau kegiatan manusia dan tidak digunakan lagi pada

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.469, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Karantina Hewan. Sarang Walet. Tindakan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/PERMENTAN/OT.140/3/2013

Lebih terperinci

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair Pupuk Organik Unsur hara merupakan salah satu faktor yang menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penggunaan pupuk sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n T E N T A N G P E R M A K U L T U R S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n A PA ITU P ERMAKULTUR? - MODUL 1 DESA P ERMAKULTUR Desa yang dirancang dengan Permakultur mencakup...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas manusia yang semakin beragam di berbagai sektor sekarang ini sehingga menimbulkan dampak positif dan dampak negatif, salah satu dampak negatif dari aktivitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung Provinsi Lampung merupakan satu diantara provinsi di Indonesia yang sampai dengan sekarang merupakan wilayah dengan kasus AI tinggi (Farnsworth

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN I. UMUM Pengaturan pengendalian dan penanggulangan Penyakit Hewan menjadi

Lebih terperinci

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN PENDAHULUAN Tanah yang terlalu sering di gunakan dalam jangka waktu yang panjang dapat mengakibatkan persediaan unsur hara di dalamnya semakin berkurang, oleh karena itu pemupukan merupakan suatu keharusan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sikap Sikap terkait praktik higiene daging. Peubah Situasional SOP Pengawasan pimpinan. Gambar 4 Kerangka konsep penelitian

METODE PENELITIAN. Sikap Sikap terkait praktik higiene daging. Peubah Situasional SOP Pengawasan pimpinan. Gambar 4 Kerangka konsep penelitian 19 METODE PENELITIAN Kerangka Konsep Penelitian Terdapat beberapa peubah yang akan diamati pada penelitian ini yaitu karakteristik individu (umur, pendidikan, pengetahuan, pengalaman kerja, pelatihan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkarantinaan hewan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5543 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 130) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

Kuesioner Penelitian

Kuesioner Penelitian Lampiran 1. Kuesioner Penelitian PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN ANGGOTA KOMUNITAS PEMUDA PEDULI LINGKUNGAN TENTANG PENCEMARAN LINGKUNGAN DI KELURAHAN SEI KERA HILIR I KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN KOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI KOTA DUMAI Hasil Rapat Bersama DPRD Tanggal 21 Juli 2008 LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI Nomor : 10 Tahun 2008 Seri : D Nomor 06 PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMELIHARAAN TERNAK DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KUESIONER HUBUNGAN PERILAKU PENGOLAHAN LIMBAH IKAN ASIN DENGAN SANITASI LINGKUNGAN KERJA PADA INDUSTRI IKAN ASIN PHPT MUARA ANGKE JAKARTA UTARA

KUESIONER HUBUNGAN PERILAKU PENGOLAHAN LIMBAH IKAN ASIN DENGAN SANITASI LINGKUNGAN KERJA PADA INDUSTRI IKAN ASIN PHPT MUARA ANGKE JAKARTA UTARA Identitas Responden Petunjuk: isilah data identitas Anda di bawah ini dan lingkari pada jawaban yang paling sesuai dengan keadaan yang Anda alami, dengan sebenar-benar nya dan sesuai identitas. 1. Nama

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. oleh makhluk lain misalnya hewan dan tumbuhan. Bagi manusia, air diperlukan untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. oleh makhluk lain misalnya hewan dan tumbuhan. Bagi manusia, air diperlukan untuk BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sangat diperlukan oleh tubuh manusia seperti halnya udara dan makanan. Tanpa air, manusia tidak akan bisa bertahan hidup lama. Selain berguna untuk manusia, air

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2030, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Karatina Hewan. Instalasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/Permentan/KR.100/12/2015 TENTANG INSTALASI KARANTINA

Lebih terperinci

Sistem Pengeringan Dorset untuk biomassa dan limbah unggas

Sistem Pengeringan Dorset untuk biomassa dan limbah unggas Sistem Pengeringan Dorset untuk biomassa dan limbah unggas n Pengeringan Biomass Biogasdigestate Serpih kayu Lumpur limbah Kotoran unggas Limbah sisa makanan, dll. n Kompak dan fleksibel n Mesin pelet

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian TNI

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian TNI A. IDENTITAS PERSEPSIDEN LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian Nama : Umur : Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan Pekerjaan : PNS Wiraswasta/Pengusaha TNI Pensiunan Jumlah Ternak dimiliki Lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancaran sinar matahari yang sampai ke bumi (setelah melalui penyerapan oleh berbagai gas di atmosfer) sebagian dipantulkan dan sebagian diserap oleh bumi. Bagian yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

*37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 82/2000, KARANTINA HEWAN *37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian 17 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian pada bulan Juni 2011 sampai Januari 2012 bertempat di Kabupaten Sukabumi. Metode Penelitian Populasi studi Populasi studi dalam penelitian ini

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota akan selalu berhubungan erat dengan perkembangan lahan baik dalam kota itu sendiri maupun pada daerah yang berbatasan atau daerah sekitarnya. Selain itu lahan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS)

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS) DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN NOMOR : 02/Kpts/PD.430/F/01.07 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS)

Lebih terperinci

MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK

MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK Permintaan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) dunia dari tahun ketahun semakinÿ meningkat, menyebabkan harga minyak melambung. Pemerintah berencana menaikkan lagi harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar mata

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar mata BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar mata pencaharian warga berada di bidang pertanian. Melihat kenyataan tersebut, kebutuhan akan pupuk untuk meningkatkan

Lebih terperinci

STUDI OPTIMASI PERBANDINGAN PERANCANGAN SEWAGE TREATMENT PLANT UNTUK KAPAL CORVETE UKURAN 90 METER, DENGAN MENGGUNAKAN METODE BIOLOGI DAN KIMIAWI

STUDI OPTIMASI PERBANDINGAN PERANCANGAN SEWAGE TREATMENT PLANT UNTUK KAPAL CORVETE UKURAN 90 METER, DENGAN MENGGUNAKAN METODE BIOLOGI DAN KIMIAWI STUDI OPTIMASI PERBANDINGAN PERANCANGAN SEWAGE TREATMENT PLANT UNTUK KAPAL CORVETE UKURAN 90 METER, DENGAN MENGGUNAKAN METODE BIOLOGI DAN KIMIAWI Pendahuluan PENCEMARAN AIR masuknya atau dimasukkannya

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar POLUSI Standart Kompetensi : Memahami polusi dan dampaknya pada manusia dan lingkungan Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi jenis polusi pada lingkungan kerja 2. Polusi Air Polusi Air Terjadinya polusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah beban pencemaran yang melampaui daya dukung lingkungan. Pencemaran di Indonesia telah menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemeliharaan Ayam Salah satu syarat keberhasilan dalam pemeliharaan pembibitan ayam yaitu kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi untuk

Lebih terperinci

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Produksi 2010 Pendahuluan Dalam rangka menghadapi era globalisasi, maka produk perikanan

Lebih terperinci

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No.

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No. LAMPIRAN Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur Padang Bulan Di Kota Medan Tahun 2011 Nama : No.Sampel : Lokasi : Jenis Kelamin : Umur : Lama Berjualan : No Pertanyaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Limbah merupakan sisa suatu kegiatan atau proses produksi yang antara lain dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, industri, pertambangan dan rumah sakit. Menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2016 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 30 TAHUN : 2014 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG TATA KELOLA HIJAU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WATES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pergeseran dari sistem beternak ektensif menjadi intensif

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pergeseran dari sistem beternak ektensif menjadi intensif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Sludge Hasil Samping Instalasi Biogas Kotoran Sapi Pergeseran dari sistem beternak ektensif menjadi intensif berdampak pada permasalahan limbah, baik yang berupa limbah

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI DI DESA KOTA KARANG KECAMATAN KUMPEH ULU

TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI DI DESA KOTA KARANG KECAMATAN KUMPEH ULU TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI DI DESA KOTA KARANG KECAMATAN KUMPEH ULU Wiwaha Anas Sumadja, Zubaidah, Heru Handoko Staf Pengajar Fakultas Peternakan, Universitas Jambi Abstrak Kotoran ternak sapi

Lebih terperinci

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan PangandaranBeach http://www.pangandaranbeach.com Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan Bebek Peking adalah bebek pedaging dengan pertumbuhan sangat cepat. Karena itu usaha budidaya ternak bebek peking

Lebih terperinci

Proses Penyakit Menular

Proses Penyakit Menular Proses Penyakit Menular Bagaimana penyakit berkembang? Spektrum penyakit Penyakit Subklinis (secara klinis tidak tampak) Terinfeksi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit; biasanya terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP. mengasah keterampilan yaitu mengambil dari prinsip-prinsip Eko Arsitektur,

BAB V KONSEP. mengasah keterampilan yaitu mengambil dari prinsip-prinsip Eko Arsitektur, BAB V KONSEP 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar yang digunakan dalam perancangan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bagi Anak Putus Sekolah sebagai tempat menerima pendidikan dan mengasah keterampilan yaitu mengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dimasak, kini masyarakat mengkonsumsi air minum isi ulang (AMIU).

BAB I PENDAHULUAN. yang dimasak, kini masyarakat mengkonsumsi air minum isi ulang (AMIU). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia maka kebutuhan air juga meningkat. Jumlah penduduk di Indonesia tahun 2014 sebesar 2.763.632 jiwa. Provinsi Sumatera

Lebih terperinci