DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL DENGAN PENAMBAHAN ASAM ASETAT PADA UMUR SIMPAN YANG BERBEDA SKRIPSI HANDI SURYONO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL DENGAN PENAMBAHAN ASAM ASETAT PADA UMUR SIMPAN YANG BERBEDA SKRIPSI HANDI SURYONO"

Transkripsi

1 DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL DENGAN PENAMBAHAN ASAM ASETAT PADA UMUR SIMPAN YANG BERBEDA SKRIPSI HANDI SURYONO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 RINGKASAN HANDI SURYONO. D Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Itik Tegal dengan Penambahan Asam Asetat pada Umur Simpan yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Ir. Rukmiasih, MS. : Ir. Rini H. Mulyono, MSi. Daya dan kestabilan buih merupakan salah satu faktor penting yang menentukan nilai telur sebagai pangan, misalnya dalam pembuatan tepung telur, mayones dan kue. Buih terbentuk karena terbukanya ikatan polipeptida dalam molekul protein (terjadi proses denaturasi) pada waktu pengocokan telur sehingga rantai protein menjadi lebih panjang, kemudian udara masuk diantara molekulmolekul protein yang rantainya telah terbuka dan tertahan sehingga volume bagian buih telur menjadi bertambah. Semakin banyak udara yang tertangkap, buih yeng terbentuk semakin kaku dan kehilangan sifat alirnya, sedangkan kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih untuk bertahan kokoh atau tidak mencair selama waktu tertentu. Kestabilan buih merupakan faktor penting dalam adonan kue karena mempengaruhi kekokohan struktur kue yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mencari taraf penambahan asam asetat yang dapat meningkatkan daya dan kestabilan buih putih telur itik Tegal pada umur telur 0, 7, 14 dan 21 hari. Penelitian dilaksanakan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai pada Mei hingga Oktober Penelitian ini menggunakan telur itik Tegal yang diperoleh dari itik Tegal yang dipelihara di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas. Penelitian ini terdiri dari dua perlakuan yaitu penggunaan umur telur yang berbeda yaitu 0, 7, 14 dan 21 hari dan penambahan asam asetat dengan taraf 0%; 0,8%; 1,6%; 2,4% dan 3,2%. Peubah yang diamati meliputi penyusutan bobot telur, daya dan kestabilan buih putih telur. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot telur itik akan mengalami penyusutan seiring lamanya penyimpanan pada suhu ruang. Telur itik segar menghasilkan daya buih yang tertinggi dan tirisan buih yang rendah yaitu 451, 79 % dan 5,20 %. Daya dan kestabilan buih semakin menurun seiring lamanya umur telur. Telur segar dengan penambahan asam asetat nol persen menghasilkan daya dan kestabilan buih yang tinggi. Telur itik Tegal pada umur 7 hari menghasilkan daya dan kestabilan buih yang baik dengan penambahan asam asetat sebanyak 0,8%. Telur itik Tegal umur 14 dan 21 hari menghasilkan daya dan kestabilan buih yang baik dengan penambahan asam asetat sebanyak 1,6%. Kata-Kata Kunci : asam asetat, putih telur, telur, itik Tegal, daya buih, tirisan buih.

3 ABSTRACT Foaming and Stability of Foam Duck Egg Albumen with Addition of Acetic Acid at Different Time Storage Suryono, H., Rukmiasih, R. H. Mulyono Food products such as breads, cakes, and several bakery items depend on air incorporation to maintain their texture and structure during or after processing. Proteins are utilized in the food industry since they improve texture attributes through their ability to encapsulate and retain air. This research was design to find out good of egg white foams and stability with adding acetic acid and storage at room temperature. A total of eggs obtained from Tegal duck were sample after periods of storage of 0, 7, 14 and 21 day at room temperature and adding acetic acid of 0%; 0.8%; 1.6%; 2.4% and 3.2%. Data on egg white foam and stability of foam were analyzed using descriptive method. The result of this research shown that whipping volume decrease slightly with increasing age of the egg. Whipping volume and stability of foam increased (442.35% and 2.92%) after the eggs were sampled after storage for 7 day at room temperature and addition with acetic acid as much 0,8%. Whipping volume and stability of foam increased (430.73% and 4.15%) and (435.31% and 3.69%) after the eggs were sampled after storage for 14 and 21 day at room temperature and addition with acetic acid as much 1.6%. Keyword : acetic acid, albumen, egg, stability, whipping volume.

4 DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL DENGAN PENAMBAHAN ASAM ASETAT PADA UMUR SIMPAN YANG BERBEDA HANDI SURYONO D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

5 DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL DENGAN PENAMBAHAN ASAM ASETAT PADA UMUR SIMPAN YANG BERBEDA Oleh : HANDI SURYONO D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 23 Juni 2006 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Ir. Rukmiasih, MS Ir. Rini H. Mulyono, MSi NIP NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr.Ir. Ronny R. Noor, M.Rur Sc NIP

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 2 Pebruari 1984 di Kabupaten Cirebon, Propinsi Jawa Barat. Penulis dilahirkan sebagai putra kedua dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Suharto dan Ibu Imiyati. Jenjang pendidikan ditempuh Penulis mulai dari TK Idhata Kecamatan Cirebon Barat pada tahun kemudian dilanjutkan ke SDN Kedawung I Kabupaten Cirebon pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 2 Weru Kabupaten Cirebon pada tahun , kemudian penulis mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon untuk melanjutkan ke SMUN 1 (Plus) Cisarua Kabupaten Bandung pada tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa pada program studi Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun Penulis mendapatkan beberapa beasiswa selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor yaitu beasiswa Dompet Duafa Republika, Bimbingan Konseling, Student Equity dan Bantuan Belajar Mahasiswa. Penulis mengikuti beberapa kegiatan di luar aktivitas akademik kemahasiswaan selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Organisasi yang pernah diikuti penulis diantaranya, ketua Forum Mahasiswa Peduli Pertanian , staf Departemen Pertanian BEM KM IPB , staf Departemen Dalam Negeri BEM KM IPB , DPM TPB IPB dan pengurus Ikatan Kekeluargaan Cirebon

7 PRAKATA Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan seluruh alam yang menguasai ilmu pengetahuan atas bumi dan langit-nya. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya kebenaran bagi seluruh umat manusia. Pembuatan produk pangan seperti kue, cake dan roti perlu menggunakan telur yang memiliki daya dan kestabilan buih telur yang tinggi, sedangkan telur itik memiliki daya dan kestabilan buih yang rendah. Penambahan asam asetat sebagai bahan tambahan makanan diharapkan dapat memperbaiki sifat daya dan kestabilan buih yang rendah pada telur itik. Asam asetat yang digunakan memiliki konsentrasi 5% agar tidak mempengaruhi rasa pada produk pangan yang dihasilkan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, karena hanya Allah SWT pemilik semua kesempurnaan. Kritik dan saran selalu penulis harapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pihak dan dunia peternakan Bogor, Juni 2006 Penulis

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... Halaman DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Struktur dan Komposisi Telur... 3 Kulit Telur... 4 Kuning Telur... 5 Putih Telur... 5 Protein Putih Telur... 5 Ovalbumin... 6 Ovomucin... 7 Globulin... 7 Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Itik Tegal... 7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya dan Kestabilan Buih Umur Telur Suhu Pengaruh ph Pengocokan Asam Asetat (CH 3 COOH) METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Perlakuan Model Analisis Data Peubah yang Diamati Prosedur Tahap Persiapan Kandang Tahap Pemeliharaan i ii iii vi v vii ix

9 Penyimpanan Telur Pengukuran Daya dan Kestabilan Buih HASIL DAN PEMBAHASAN Daya Buih Putih Telur Itik Tegal Kestabilan Buih Putih Telur Itik Tegal KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 26

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Perbandingan Komposisi Telur Ayam dan Telur Itik Komposisi Protein Putih Telur Ayam Daya Buih Putih Telur Itik Tegal yang Ditambah Asam Asetat pada Lama Penyimpanan yang Berbeda Tirisan Buih Putih Telur Itik Tegal yang Ditambah Asam Asetat pada Lama Penyimpanan yang Berbeda... 20

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 5. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963) Mekanisme Pembentukan Buih (Cherry dan Watters, 1981) Perubahan Struktur Protein Akibat Denaturasi (Mesier, 1991) Grafik Daya Buih Putih Telur Itik Tegal dengan Penambahan Asam Asetat Grafik Tirisan Buih Putih Telur Itik Tegal dengan Penambahan Asam Asetat... 21

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 10. Suhu Ruangan Penyimpanan Telur Rumus Pearson untuk Pengenceran Asam Asetat... 27

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Itik merupakan salah satu ternak unggas penghasil telur yang cukup potensial di Indonesia. Jenis itik lokal merupakan keturunan dari bangsa Indian Runner, yang terkenal sebagai itik penghasil telur. Setelah bangsa Indian Runner beradaptasi dengan lingkungan dan geografis di Indonesia maka muncul sifat khas yang membedakan itik dari daerah yang satu dengan daerah yang lain. Itik Tegal merupakan salah satu itik yang banyak dikembangkan di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat bagian Utara. Sesuai dengan nama daerah pengembangannya, maka dinamakan itik Tegal (Anas javanica) dengan ciri-ciri memiliki bentuk badan dengan posisi yang hampir berdiri tegak lurus, warna bulu umumnya coklat dengan variasi warna tertentu dan kerabang telur berwarna biru kehijau-hijauan. Telur merupakan salah satu sumber makanan yang sangat baik karena selain memiliki kandungan protein yang sempurna, telur juga memiliki kandungan nutrisi lain yang tinggi. Telur itik adalah salah satu jenis telur yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia selain telur ayam, tetapi penggunaan telur itik masih terbatas. Hal ini karena belum ada terobosan yang baru untuk menjadikan telur itik mampu bersaing dengan telur ayam ras. Industri pengolahan pangan membutuhkan telur yang memiliki sifat yang baik, seperti sifat daya dan kestabilan buih yang baik. Telur itik memiliki sifat daya dan kestabilan buih yang lebih rendah dibandingkan dengan telur ayam ras, sehingga pemanfaatan telur itik masih sangat kurang dibandingkan dengan telur ayam ras. Daya buih telur berpengaruh terhadap pengembangan adonan kue serta dapat mempengaruhi tekstur produk pangan tertentu. Volume dan kestabilan buih yang baik diperlukan agar kue yang dihasilkan mempunyai struktur dan tekstur yang baik. Daya buih dipengaruhi oleh beberapa protein dalam putih telur yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Protein yang berperan dalam pembentukan buih diantaranya ovalbumin, ovomucin dan globulin. Volume dan kestabilan buih juga dapat dipengaruhi oleh umur telur, karena semakin lama umur telur maka ph putih telur akan semakin meningkat, sehingga volume dan kestabilan buih yang terbentuk akan semakin menurun.

14 Penelitian ini dilakukan untuk memperbaiki daya dan kestabilan buih putih telur itik Tegal dengan penambahan asam asetat. Asam asetat merupakan bahan tambahan makanan yang telah umum digunakan oleh masyarakat. Alasan penggunaan asam asetat karena asam asetat mudah ditemukan di pasaran dan memiliki harga yang terjangkau. Penambahan asam asetat pada penelitian ini dilakukan pada taraf 0%; 0,8%; 1,6%; 2,4% dan 3,2% dengan merujuk pada penelitian sebelumnya. Penelitian dengan penggunaan taraf tersebut diharapkan dapat menurunkan ph putih telur itik Tegal, sehingga dapat menghasilkan daya dan kestabilan buih yang baik. Peternak itik petelur pada kehidupan sehari-hari tidak langsung menjual telur hasil ternaknya pada hari itik bertelur, karena tempat pemasaran yang jauh dari peternakan. Pemberlakuan first in first out pada penjual telur itik mengakibatkan terjadi proses penyimpanan. Mempertimbangkan hal tersebut telur itik Tegal yang digunakan pada penelitian ini merupakan telur pada umur 0, 7, 14 dan 21 hari. Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk mencari taraf penambahan asam asetat yang terbaik, sehingga dapat meningkatkan daya dan kestabilan buih putih telur itik Tegal pada umur telur 0, 7, 14 dan 21 hari. Taraf penambahan asam asetat pada penelitian dilakukan pada taraf 0%; 0,8%; 1,6%; 2,4% dan 3,2%.

15 TINJAUAN PUSTAKA Struktur dan Komposisi Telur Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Protein yang terdapat pada telur sangat diperlukan untuk membangun dan memperbaiki sel dalam tubuh manusia (Davis dan Reeves, 2002). Protein telur mempunyai mutu yang tinggi, karena memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan patokan untuk menentukan mutu protein dari bahan pangan lain (Winarno dan Koswara, 2002). Bentuk telur itik yang normal umumnya sama dengan telur ayam yaitu oval dengan salah satu ujung meruncing, sedang ujung yang lain tumpul. Bentuk seperti ini berguna untuk meningkatkan daya tahan kulit telur terhadap tekanan mekanis serta mengurangi kemungkinan telur tergelincir pada bidang datar (Medved, 1986). latebra Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963) Telur mengandung 66% air, 12% protein, 11% lemak dan 10% ion inorganik (Buttery dan Lindsay, 1980). Komponen pokok telur adalah kulit telur, putih telur dan kuning telur (Buckle et al., 1987).

16 Tabel 1. Perbandingan Komposisi Telur Ayam dan Telur Itik Komponen Kimia Air Padatan Bahan organik Protein Lemak Karbohidrat Bahan anorganik Sumber : Romanoff dan Romanoff (1963) Kulit Telur Telur ayam (51,6 gram) Telur itik (66,6 gram) (%) ,6 69,7 26, ,6 29,3 12,8 13,7 11,8 14,4 1,0 1,2 0,8 1,2 Kulit telur terdiri atas empat lapisan yaitu: (1) lapisan membran kulit telur, (2) lapisan mamilari, (3) lapisan bunga karang (spongiosa), dan (4) lapisan kutikula (Belitz dan Grosch, 1999). Pada bagian kulit telur banyak terdapat pori-pori yang berguna sebagai saluran pertukaran udara untuk memenuhi kebutuhan embrio di dalamnya. Kulit telur bersifat keras, dilapisi kutikula dengan permukaan halus serta terikat kuat pada bagian luar lapisan membran (Winarno dan Koswara, 2002). Lapisan kulit telur dapat memberikan perlindungan fisik (Charley, 1982). Karakteristik lain dari kulit telur ini adalah pori-pori yang dapat menjadikan jalan keluar masuk air, gas dan bakteri ke dalam telur. Jumlah pori-pori tersebut bervariasi antara lubang/cm 3 luas permukaan kulit telur. Pada bagian tumpul, jumlah pori-pori per satuan luas lebih besar jika dibandingkan dengan bagian lain sehingga terjadi rongga udara di daerah ini (Sirait, 1986). Membran kulit telur terdiri atas dua yaitu lapisan luar dan lapisan dalam. Kedua membran tersebut disusun oleh mucin, yaitu protein yang sama dengan yang terdapat dalam kutikula (Winarno dan Koswara, 2002). Membran kulit telur dapat berfungsi sebagai penghambat bakteri masuk ke dalam telur. Membran kulit telur terdiri atas dua lapisan, lapisan yang pertama adalah membran yang menempel pada kerabang telur dan membran yang kedua yang menyelimuti putih telur (Sikorski, 2001), sedangkan menurut Winarno dan Koswara (2002) membran kulit telur mengandung enzim lipozim yang dipercaya bersifat bakteriosidal terhadap bakteri gram positif, tetapi membran telur tidak efektif untuk mencegah masuknya mikroba

17 yang menghasilkan enzim proteolitik, karena protein lapisan tersebut akan mudah dihancurkan oleh enzim bakteri. Kuning Telur Kuning telur merupakan emulsi lemak dalam air yang mengandung 50% bahan kering (Belitz, 1987). Kuning telur berbatasan dengan putih telur dan dibungkus oleh satu lapisan yang disebut membran vitelin. Umumnya kuning telur berbentuk bulat, berwarna kuning atau oranye yang terletak pada pusat telur dan bersifat elastis (Winarno dan Koswara, 2002). Warna kuning telur sebagian besar dipengaruhi oleh kandungan karotenoid yang berasal dari pakan (Charley, 1982). Pigmen karotenoid yang terdapat pada kuning telur adalah karoten dan santofil. Kuning telur pada telur segar berbentuk utuh yang dikelilingi oleh membran vitelin yang kuat (Romanoff dan Romanoff, 1963). Putih Telur Putih telur terdiri atas empat lapisan yaitu lapisan encer luar, lapisan kental luar, lapisan encer dalam dan khalazaferous (Nakai dan Modler, 2000). Bahan utama penyusun putih telur adalah protein dan air. Perbedaan kekentalan putih telur disebabkan oleh perbedaan kandungan air (Stadelman dan Cotterill, 1995). Kandungan air pada putih telur lebih banyak dibandingkan dengan bagian lainnya sehingga selama penyimpanan bagian inilah yang mudah rusak (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kerusakan tersebut ditemukan pada jala-jala ovomucin yang berfungsi sebagai pembentuk struktur putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1995). Kerusakan jala-jala ovomucin mengakibatkan air dari protein putih telur akan keluar dan putih telur menjadi encer (Heath, 1977), dan semakin encer putih telur maka tirisan buih yang dihasilkan semakin tinggi (Silverside dan Budgell, 2004). Protein Putih Telur Protein putih telur terdiri atas protein serabut dan protein globular. Jenis-jenis protein dapat dilihat pada Tabel 2. Protein telur dibedakan atas protein sederhana dan protein konyugasi (protein yang berikatan dengan senyawa lain). Pada putih telur, protein sederhana lebih dominan dan berjumlah sekitar 11 macam, sedangkan protein konyugasi lebih banyak terdapat pada kuning telur (Winarno dan Koswara, 2002).

18 Protein sederhana diantaranya ovalbumin, ovoconalbumin dan ovoglobulin, sedangkan yang kedua termasuk glycoprotein yaitu ovomucoid dan ovomucin (Romanoff dan Romanoff, 1963). Setiap protein putih telur memiliki kemampuan membentuk buih yang berbeda. Protein-protein yang berperan dalam pembentukan buih adalah ovalbumin, ovomucin dan globulin (Stadelman dan Cotterill, 1995), sedangkan menurut Alleoni dan Antunes (2004) conalbumin, lysozym, dan ovomucoid sedikit memiliki kemampuan untuk mengembang (berbuih), tetapi interaksi antara lysozym dan globulin sangat penting dalam pembentukan buih. Tabel 2. Komposisi Protein Putih Telur Ayam Protein Persen dari Total Protein Berat Molekul Ovalbumin Ovotransfferrin Ovomucoid Ovomucin 1,5-3,5 0,23-8,3 x 10 6 Lysozyme 3,4-3, G 2 globulin 4, G 3 globulin 4, Ovoinhibitor 0,1-1, Ovoglycoprotein 0,5-1, Ovoflavoprotein 0, Ovomacroglobulin 0,5 0,76-0,90 x 10 6 Cystatin 0, Avidin 0, Sumber : Nakai dan Modler (2000) Ovalbumin Ovalbumin adalah protein utama pada putih telur (Nakai dan Modler, 2000). Ovalbumin terdiri dari atas tiga macam protein, yaitu G1-globulin (lysozyme), G2- globulin dan G3-globulin. Ketiga jenis protein tersebut berperan penting dalam pembentukan busa. Ovalbumin mudah terdenaturasi dan terkoagulasi karena pengocokan, tetapi lebih tahan terhadap panas. Pemanasan pada suhu 62 o C dan ph

19 sekitar sembilan selama 3,5 menit, ovalbumin hanya mengalami denaturasi sebanyak 3%-5% (Winarno dan Koswara, 2002). Nakai dan Modler (2000) menyatakan bahwa s-ovalbumin merupakan turunan dari ovalbumin. Transformasi ovalbumin menjadi s-ovalbumin terjadi sebagai akibat penyimpanan yang meningkatkan ph. Jika kandungan s-ovalbumin meningkat, akan berakibat pada peningkatan tirisan buih dan penurunan stabilitas telur. Ovalbumin tidak akan hilang akibat pengocokan dan kandungannya akan tetap sama seperti pada telur segar. Protein ini akan menggumpal jika dipanaskan sehingga dapat mempengaruhi bentuk kue (Stadelman dan Cotterill, 1995). Ovomucin Ovomucin merupakan glikoprotein pembentuk struktur seperti gel pada lapisan putih telur kental. Jumlah ovomucin pada lapisan putih telur kental adalah empat kali lebih banyak dari pada lapisan putih telur encer. Ovomucin bersifat tahan panas (Winarno dan Koswara, 2002). Perbedaan putih telur kental dan encer disebabkan perbedaan kandungan ovomucin. Ovomucin pada putih telur yang kental empat kali lebih besar dari pada putih telur yang encer. Ovomucin merupakan fraksi protein putih telur yang membentuk selaput dan berfungsi menstabilkan srtuktur buih. Pengocokan yang berlebihan akan mengakibatkan penggumpalan sebagian ovomucin dan memperkecil elastisitas gelembung buih (Stadelman dan Cotterill, 1995). Globulin Globulin merupakan protein yang menentukan kekentalan putih telur dan mengurangi pencairan buih. Globulin mempunyai tegangan permukaan yang rendah sehingga membantu tahapan pembentukan buih. Tegangan permukaan yang rendah cenderung memperkecil ukuran gelembung dan meratakan tekstur buih. Kandungan globulin yang rendah pada putih telur membutuhkan waktu pengocokan lebih lama untuk mencapai volume tertentu (Stadelman dan Cotterill, 1995). Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Buih dapat didefinisikan sebagai dua fase yang terdiri atas fase gas dalam fase cair (Zayas, 1997). Menurut Stadelman dan Cotterill (1995) buih merupakan dispersi koloidal dengan gas-gas atau udara terdispersi ke dalam fase cair, sedangkan

20 daya buih merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika dikocok dan dinyatakan dengan persentase terhadap volume putih telur. Daya buih merupakan salah satu faktor penting yang menentukan nilai telur sebagai pangan misalnya dalam pembuatan tepung telur, mayones dan kue. Mekanisme pembentukan buih disajikan pada Gambar 2. Protein putih telur Denaturasi (perentangan rantai polipeptida) Adsorpsi (pembentukan lapisan monolayer) Penangkapan udara, membentuk busa Adsorpsi kontinyu untuk membentuk monolayer kedua untuk menggantikan lapisan yang terdenaturasi Lapisan protein saling mengikat untuk mencegah cairan keluar Koagulasi (gaya interaksi polipeptida naik dan menyebabkan agregasi, sehingga melemahkan lapisan yang terbentuk) Gambar 2. Mekanisme Pembentukan Buih (Cherry dan Watters, 1981) Perubahan putih telur menjadi buih disebabkan denaturasi protein, yaitu proses yang mengubah struktur molekul protein tanpa memutuskan ikatan kovalen (Belitz dan Grosch, 1999). Denaturasi protein dapat diakibatkan bukan hanya oleh panas, tetapi juga oleh ph ekstrim; beberapa pelarut organik seperti alkohol atau aseton; zat terlarut tertentu seperti urea; detergen atau hanya dengan pengguncangan intensif (mekanik) larutan protein yang bersinggungan dengan udara sehingga terbentuk busa (Lehninger, 1982). Winarno (1997) menambahkan bahwa masingmasing cara mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap denaturasi protein. Perubahan sifat fisik, kimia dan biologi akibat dari denaturasi adalah: (1) penurunan tingkat kelarutan protein, (2) perubahan daya ikat air, (3) penurunan aktivitas biologi pada enzim dan imonulogi, (4) peningkatan viskositas intrinsik dan

21 (5) ketidakmampuan untuk mengkristal (Fennema, 1985). Pemekaran atau pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipeptida. Selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau yang berdekatan. Bila unit ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid, maka protein tersebut mengalami koagulasi. Apabila ikatan-ikatan antara gugus reaktif protein tersebut menahan seluruh cairan, akan terbentuk gel. Sedangkan bila cairan terpisah dari protein yang terkoagulasi itu, maka protein mengendap (Winarno, 1997). Gambar 3 menyajikan perubahan struktur protein akibat denaturasi. Gambar 3. Perubahan Struktur Protein Akibat Denaturasi (Mesier, 1991) Denaturasi protein mungkin dapat balik dan mungkin juga tidak. Pada denaturasi yang dapat balik, protein membentang karena senyawa pendenatur, tetapi akan kembali melipat setelah senyawa tersebut tidak ada. Denaturasi yang dapat atau tak dapat balik cukup beragam yang bergantung pada protein yang bereaksi dan keadaan reaksi (Wilbraham dan Matta, 1992). Protein globular yang terdenaturasi oleh panas atau ph ekstrim akan kembali ke struktur asli dan memperoleh kembali aktivitas biologinya. Jika protein ini didinginkan atau dikembalikan ke ph normal secara perlahan-lahan maka proses ini disebut renaturasi (Lehninger, 1982). Kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih untuk bertahan kokoh atau tidak mencair selama waktu tertentu. Kestabilan buih dicirikan oleh

22 banyak tirisan buih selama waktu tertentu dan dinyatakan dalam bobot, volume atau derajat pencairan. Tirisan buih yang banyak menyatakan kestabilan buih yang rendah sebaliknya tirisan buih yang sedikit mencirikan kestabilan buih yang tinggi (Stadelman dan Cotterill, 1995). Kestabilan buih merupakan faktor penting dalam adonan kue karena mempengaruhi kekokohan struktur kue yang dihasilkan. Pemanasan adonan kue mengakibatkan udara dalam sel memuai dan putih telur yang menyelubunginya meregang. Dalam hal ini, buih yang tidak stabil tidak dapat mendukung pengembangan kue secara maksimal (Stadelman dan Cotterill, 1995). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya dan Kestabilan Buih Daya dan kestabilan buih putih telur yang dikocok dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah umur, suhu, ph putih telur dan ada tidaknya zat yang ditambahkan ke dalam putih telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Umur Telur Telur akan mengalami beberapa perubahan selama penyimpanan antara lain penguapan karbondioksida dan air, perubahan ph serta perubahan struktur serabut protein. Penyimpanan telur pada suhu ruang selama dua minggu berakibat pada peningkatan ph dari putih telur. Semakin meningkat umur telur, maka stabilitas buih putih telur semakin menurun (Romanoff dan Romanoff, 1963). Suhu Pengocokan telur pada suhu o C tidak mempengaruhi pembentukan busa. Pengocokan pada suhu ruang o C lebih mudah menghasilkan busa daripada yang dilakukan pada suhu rendah (Winarno dan Koswara, 2002). Pengaruh ph Telur yang baru dihasilkan mempunyai ph antara 7,6-8,5. Selama penyimpanan, ph akan meningkat dan mencapai maksimum 9,7. Peningkatan ph disebabkan penguapan CO 2 dari dalam telur melalui pori-pori kerabang (Winarno dan Koswara, 2002). Peningkatan ph pada putih telur disebabkan penguapan H 2 O dan CO 2 pada putih telur. Penguapan CO 2 dari dalam telur diakibatkan oleh senyawa

23 NaHCO 3 yang terurai menjadi NaOH, kemudian NaOH ini akan terurai kembali menjadi ion-ion Na + dan OH - sehingga mengakibatkan ph putih telur meningkat (Silverside dan Scott, 2000). Volume putih telur yang dikocok akan tinggi apabila putih telur memiliki ph sekitar 8,0; apabila ph putih telur di bawah 8,0 maka akan menghasilkan buih yang stabil. Buih yang stabil didapatkan dari putih telur yang memiliki ph relatif rendah daripada putih telur yang memiliki ph yang tinggi (Romanoff dan Romanoff, 1963). Pengocokan Gerakan dan jenis pengocokan akan mempengaruhi pengikatan udara dalam buih. Pengocokan dengan menggunakan pengocok elektrik ternyata membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk membuat buih putih telur (Kurniawan, 1991). Lama pengocokan putih telur akan berakibat pada volume dan stabilitas dari buih putih telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Homogenisasi sebelum pengocokan akan mengurangi waktu pengocokan (Stadelman dan Cotterill, 1995). Asam Asetat (CH 3 COOH) Asam asetat dikenal dalam kehidupan sehari-hari dengan sebutan asam cuka atau asam etanoat (CH 3 COOH). Asam asetat berbentuk larutan yang berwarna putih bening. Konsentrasi asam asetat yang umum dijual di pasar adalah 5%-25%. Asam asetat murni mempunyai konsentrasi 96% yang sering digunakan untuk analisis laboratorium (Kurniawan, 1991). Asam asetat ini termasuk asam organik lemah yang berupa cairan tak berwarna dan berbau sangit (Pudjaatmaka dan Qudratillah, 1999). Ikatan rantai hidrogen dalam asam asetat mampu untuk mencegah ikatan H 2 O terbentuk dalam putih telur setelah dilakukan pengocokan dan didiamkan beberapa saat (Cuningham, 1976) Badan Standardisasi Nasional (1995) menyatakan bahwa asam asetat glasial merupakan salah satu zat aditif makanan yang telah diizinkan oleh pemerintah Indonesia. Asam asetat dimasukkan sebagai zat pengatur keasaman pada suatu produk pangan. Penggunaan asam asetat untuk konsumsi makanan dan farmasi biasanya dalam bentuk produk cuka yang diperoleh dengan cara mengencerkan asam asetat glasial.

24 Winarno (1982) menerangkan bahwa penambahan asam asetat pada produk makanan biasanya dilakukan secara sengaja sehingga asam cuka biasa disebut zat aditif sengaja. Penambahan asam asetat memiliki tujuan tertentu seperti meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, untuk mengendalikan keasaman dan kebasaan serta memantapkan bentuk dan rupa dari produk pangan.

25 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung selama enam bulan dimulai pada bulan Mei hingga Oktober Materi Bahan utama yang dibutuhkan adalah telur itik Tegal berumur simpan 0, 7, 14 dan 21 hari. Telur yang digunakan diperoleh dari itik Tegal yang dipelihara di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas. Bahan lain yang digunakan adalah asam asetat 5% dan akuades. Peralatan yang digunakan adalah hand mixer electric Philips tipe HR 1500, spatula, meja kaca, gelas ukur 500 ml, stopwatch, kertas label, pensil, timbangan elektrik 120 g, ph meter, egg tray, tissue. Rancangan Perlakuan Perlakuan yang diberikan terhadap putih telur itik adalah dengan menambahkan asam asetat. Telur itik yang digunakan adalah telur itik yang telah disimpan selama 0, 7, 14 dan 21 hari pada suhu ruang. Putih telur itik ditambah asam asetat dengan taraf 0%; 0,8%; 1,6%; 2,4% dan 3,2%. Penambahan asam asetat pada putih telur itik dilakukan sesaat sebelum telur dikocok. Model Rancangan percobaan yang digunakan untuk melihat pengaruh perlakuan penyimpanan telur pada suhu ruang dan penambahan asam asetat adalah rancangan acak kelompok (RAK) faktorial 4 x 5. Faktor pertama adalah umur telur 0, 7, 14 dan 21 hari. Faktor kedua adalah taraf penambahan asam asetat 0%; 0,8%; 1,6%; 2,4% dan 3,2%. Analisis Data Data yang didapatkan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif.

26 Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi daya dan kestabilan buih putih telut itik Tegal. Daya Buih Putih Telur. Daya buih dihitung berdasarkan rumus yang dinyatakan oleh Stadelman dan Cotteril (1995) sebagai berikut: Daya Buih = volume Volume buih buih yang yang terbentuk terbentuk x 100% volume Volume putih putih telur telur Kestabilan Buih Putih Telur. Kestabilan buih dihitung berdasarkan rumus yang dinyatakan oleh Stadelman dan Cotteril (1995) sebagai berikut: Tirisan Buih = Volume volume tirisan tirisan buih buih yang yang terbentuk terbentuk x 100% Volume volume putih putih telur telur Prosedur Tahap Persiapan Kandang Persiapan kandang diawali dengan melakukan pembersihan empat kandang dari sekam dan sarang laba-laba, kemudian dibersihkan dengan sabun dan disikat pada bagian dalam kandang. Kandang dibiarkan hingga kering. Setelah kandang kering dilakukan pengapuran pada seluruh bagian kandang kemudian dilakukan fumigasi dengan menggunakan desinfektan (destan) dengan dosis 60 ml/10 liter. Kandang yang telah difumigasi dibiarkan selama satu minggu. Kandang yang telah dibersihkan ditempati oleh itik sebanyak empat kandang. Setiap kandang ditempatkan 15 cage. Cage yang diperlukan untuk itik sebanyak 60 buah karena setiap cage dapat ditempati oleh satu ekor itik. Cage yang telah siap ditempati dipasang tempat makan dan tempat minum yang telah bersih. Itik dimasukkan ke individual cage secara acak. Cage berukuran panjang 30 cm, lebar 51 cm dan tinggi 53 cm. Tempat minum yang digunakan pada kandang itik sebanyak 20 buah yang dibuat dari pipa paralon dengan panjang 90 cm. Tempat pakan untuk yang digunakan untuk memelihara itik sebanyak 60 buah. Tahap Pemeliharaan Alat yang digunakan dalam pemeliharaan adalah sikat, kuas, skop, sprayer, lampu, tempat pakan, tempat minum, individual cage, kaki cage, serokan, spatula,

27 takaran pakan, timbangan lima kg, timbangan 120 g, sapu lidi, plastik, meteran, karung, ember, selang, drum plastik, termometer, pensil dan kandang. Bahan yang diperlukan untuk pemeliharaan itik Tegal meliputi sabun, kapur, destan (desinfektan), vitamin, obat cacing, pakan dan air gula 10%. Pakan yang diberikan merupakan pakan komersial Par-L berbentuk tepung yang diproduksi oleh PT. Japfa Comfeed Indonesia. Vitamin yang digunakan adalah Turbo dan obat cacing Triworm. Itik yang baru datang diberi larutan gula 10 untuk mengganti energi yang hilang selama perjalanan dan mengurangi stres. Selain itu pada hari kedua pemeliharaan ternak itik juga diberi obat cacing. Pemeliharaan itik meliputi pemberian pakan, air minum, vitamin, perangsang produksi telur, pembersihan kandang dan pengukuran suhu dalam kandang. Pakan dan minuman diberikan tiga kali dalam sehari ad libitum. Pada itik pemberian vitamin perangsang produksi telur (Turbo) dicampurkan dengan pakan yang diberikan. Air minum pada itik diganti satu kali sehari. Pembersihan kandang dilakukan tiga kali sehari, sedangkan untuk tempat pakan dan minum setiap satu minggu. Pengukuran suhu dilakukan tiga kali sehari untuk mengetahui suhu pagi, siang dan sore dalam kandang. Penyimpanan Telur Pengumpulan telur dilakukan sehari sekali pada pukul WIB. Telur tersebut dicatat sesuai nomor itik dan diberi tanggal, kemudian ditimbang bobot awalnya dengan menggunakan timbangan elektrik 120 g. Hasil pengukuran telur dicatat pada tabel produksi telur harian setiap individu, kemudian telur disimpan pada egg tray selama 0, 7, 14 dan 21 hari pada suhu ruang. Suhu dan kelembaban pada ruang penyimpanan telur diukur tiga kali sehari. Pengukuran Daya dan Kestabilan Buih Telur itik Tegal yang berumur 0, 7, 14 dan 21 hari dipecah di atas meja kaca, kuning dan putih telur dipisahkan. Putih telur dimasukkan ke dalam gelas ukur dan diukur volumenya, kemudian ditambahkan dengan asam asetat dengan penambahan asam asetat sesuai perlakuan. Langkah selanjutnya adalah pengocokan putih telur itik Tegal yang telah dicampur dengan asam asetat. Pengocokan dilakukan pada gelas ukur 500 ml dengan

28 menggunakan hand mixer electric selama lima menit pada kecepatan maksimal (skala tiga pada hand mixer electric) hingga terbentuk buih. Buih yang terbentuk dalam gelas ukur diratakan dan diukur volumenya. Buih tersebut dibiarkan selama satu jam, dan tirisan buih yang terbentuk diukur volumenya.

29 HASIL DAN PEMBAHASAN Daya Buih Putih Telur Itik Tegal Daya buih putih telur itik Tegal yang terbentuk ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 menyajikan daya buih telur itik segar dengan tanpa penambahan asam asetat menghasilkan daya buih paling tinggi dibandingkan daya buih telur itik pada umur 7, 14 dan 21 hari. Semakin lama umur telur, daya buih yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini disebabkan semakin lama umur telur, ph putih telur akan semakin meningkat. ph putih telur itik umur 0, 7, 14 dan 21 hari berturut-turut 8,00; 9,36; 9,13 dan 9,32. Peningkatan ph pada putih telur disebabkan oleh penguapan H 2 O dan CO 2 pada putih telur. Menurut Silverside dan Scott (2000) penguapan CO 2 dari dalam telur diakibatkan oleh senyawa NaHCO 3 yang terurai menjadi NaOH, kemudian NaOH ini akan terurai kembali menjadi ion-ion Na + dan OH - sehingga mengakibatkan meningkatnya ph putih telur Tabel 3. Daya Buih Putih Telur Itik Tegal yang Ditambah Asam Asetat pada Lama Penyimpanan yang Berbeda Penambahan Lama Penyimpanan (hari) Asam Asetat (%) (%) ,00 451, ,22 423, ,00 405, ,40 374, ,73 n = 12 n = 20 n = 28 n = 40 0,80 408, ,69 442, ,43 405, ,48 419, ,24 n = 3 n = 5 n = 7 n = 10 1,60 389, ,48 416, ,29 430, ,37 435, ,77 n = 3 n = 5 n = 7 n = 10 2,40 331, ,78 425, ,04 418, ,90 427, ,72 n = 3 n = 5 n = 7 n = 10 3,20 388, ,85 416, ,90 455, ,80 409, ,86 n = 3 n = 5 n = 7 n = 10 Daya buih telur itik segar tertinggi (451, ,22%) diperoleh pada telur yang tidak ditambah asam asetat. Hal tersebut terjadi karena menurut Stadelman dan Cotterill (1995) telur segar masih memiliki kandungan ovalbumin, ovomucin dan globulin yang sempurna karena belum terjadi proses penguapan pada isi telur.

30 Ovalbumin merupakan protein utama pada putih telur yang berperan penting dalam pembentukan busa, sedangkan ovomucin merupakan protein yang mempengaruhi kekentalan putih telur dan mampu mencegah buih mencair kembali. Daya buih telur itik umur tujuh hari tertinggi (442, ,43%) diperoleh pada telur yang ditambahkan asam asetat sebanyak 0,8% dibandingkan dengan telur itik tanpa penambahan asam asetat. Pada telur umur tujuh hari telah terjadi penguapan CO 2 dan H 2 O dan mengakibatkan terjadinya transformasi ovalbumin menjadi s- ovalbumin akibat adanya penurunan ph. Hal ini yang menyebabkan daya buih telur umur tujuh hari lebih rendah dari pada telur segar karena ovalbumin sangat berperan pada proses pembentukan buih telah mengalami transformasi menjadi s-ovalbumin. Peningkatan ph yang terjadi akibat penyimpanan selama tujuh hari dapat diperbaiki dengan penambahan asam asetat 0,8%; sehingga ph putih telur menurun mencapai ph telur segar. Penambahan asam asetat 0,8% diduga dapat menyebabkan renaturasi protein, sehingga protein yang terbuka akibat proses penyimpanan akan kembali menjadi native protein, sehingga daya buih yang dihasilkan dapat kembali meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehninger (1992) bahwa protein globular yang terdenaturasi oleh panas atau ph ekstrim akan kembali ke struktur aslinya dan memperoleh kembali aktivitas biologinya, jika protein ini dikembalikan ke ph normalnya secara perlahan-lahan. Penambahan asam asetat yang semakin meningkat akan mengakibatkan ph putih telur menurun sehingga daya buih yang dihasilkan semakin menurun, karena menurut Winarno (1997) penambahan asam yang terlalu banyak akan menimbulkan denaturasi pada protein putih telur. Umur simpan 14 hari menghasilkan daya buih yang semakin menurun karena penguapan CO 2 dalam telur semakin tinggi. Selain itu selama proses penyimpanan ovalbumin akan berikatan dengan lisozym yang mengakibatkan putih telur menjadi encer dan ovalbumin juga berubah menjadi s-ovalbumin yang mengakibatkan daya buih yang dihasilkan menurun. Daya buih pada telur umur 14 hari dapat diperbaiki dengan menambahkan asam asetat sebanyak 1,6% pada putih telur. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama umur telur maka ph putih telur akan semakin tinggi, sehingga penambahan asam asetat yang semakin banyak untuk mendekati ph telur segar.

31 Telur itik umur simpan 21 hari tanpa penambahan asam asetat menghasilkan daya buih yang rendah karena ph putih telur semakin meningkat akibat adanya proses penyimpanan. Pada umur telur 21 hari juga telah terjadi pengenceran pada putih telur bahkan sebagian air dalam putih telur akan pindah menuju kuning telur melalui membran vitelin. Akibat proses perpindahan air maka akan sangat mempengaruhi terhadap daya buih yang dihasilkan, untuk mendapatkan ph seperti telur segar, telur umur 21 hari perlu ditambahkan asam asetat sebanyak 1,6% untuk menghasilkan daya buih yang mendekati daya buih telur itik segar. Perbedaan daya buih pada umur telur 0, 7, 14 dan 21 dengan penambahan asam asetat pada taraf 0%; 0,8%; 1,6%; 2,4% dan 3,2% disajikan pada Gambar 4. Pada Gambar 4 menyajikan secara lebih jelas perbedaan daya buih putih telur itik dengan penambahan asam asetat yang berbeda. Daya Buih (%) Keterangan : Umur Telur (hari) 0.0% 0.8% 1.6% 2.4% 3.2% Gambar 4. Grafik Daya Buih Putih Telur Itik Tegal dengan Penambahan Asam Asetat Kestabilan Putih Telur Itik Tegal Tabel 4 menunjukkan nilai tirisan buih. Telur segar menghasilkan tirisan yang sedikit jika dibandingkan dengan telur itik yang telah disimpan pada umur 7, 14 dan 21 hari. Menurut Silverside dan Budgell (2004) pada telur segar putih telur masih kental, sehingga tirisan buih yang dihasilkan rendah, sedangkan telur yang telah

32 mengalami penyimpanan memiliki putih telur yang encer maka tirisan buih yang dihasilkan semakin tinggi. Tabel 4. Tirisan Buih Putih Telur Itik Tegal yang Ditambah Asam Asetat pada Lama Penyimpanan yang Berbeda Lama Penyimpanan Penambahan Asam Asetat (%) (%) ,00 5,20 + 2,08 5,68 + 4,90 5,08 + 4,68 6,33 + 3,77 n = 12 n = 20 n = 28 n = 40 0,80 6,75 + 2,81 2,92 + 2,27 4,02 + 1,94 3,58 + 1,21 n = 3 n = 5 n = 7 n = 10 1,60 7,79 + 0,19 4,94 + 1,28 4,15 + 1,23 3,69 + 2,17 n = 3 n = 5 n = 7 n = 10 2,40 11,77 + 9,30 4,62 + 1,11 4,60 + 1,35 4,47 + 1,59 n = 3 n = 5 n = 7 n = 10 3,20 9,25 + 5,33 5,30 + 0,57 4,98 + 2,40 5,58 + 1,94 n = 3 n = 5 n = 7 n = 10 Kestabilan buih akan mengalami penurunan seiring lama umur penyimpanan telur yang diperlihatkan dengan tingginya tirisan buih yang dihasilkan, seperti pendapat Romanoff dan Romanoff (1963) bahwa umur telur semakin meningkat maka stabilitas buih putih telur semakin menurun. Kestabilan buih berbanding terbalik dengan tirisan buih, semakin sedikit tirisan yang dihasilkan maka kestabilan buihnya tinggi, sebaliknya semakin banyak tirisan buih yang terbentuk maka semakin rendah kestabilan buih yang dihasilkan. Selama penyimpanan terjadi penguapan H 2 O dan CO 2 yang mengakibatkan peningkatan ph putih telur, peningkatan ph akan menyebabkan serabut protein yang membentuk jala di dalam putih telur yaitu ovomucin akan rusak dan pecah, sehingga terjadi pembentukan ikatan kompleks ovomucin-lysozym, sehingga air dari protein putih telur akan keluar dan putih telur menjadi encer, sesuai dengan pendapat Heath (1977). Pada telur itik segar kestabilan yang baik diperoleh dari putih telur tanpa penambahan asam asetat. Pada telur umur tujuh hari, tirisan buih terendah diperoleh dengan penambahan asam asetat sebanyak 0,8%. Hal ini disebabkan ikatan rantai

33 hidrogen dalam asam asetat mampu mencegah terbentuknya ikatan H 2 O dalam putih telur setelah dilakukan pengocokan dan didiamkan beberapa saat, sehingga tirisan yang terbentuk lebih sedikit atau buih lebih stabil, sesuai dengan pendapat Cuningham (1976) Tirisan buih yang rendah pada putih telur itik umur 14 hari didapatkan pada penambahan asam asetat sebanyak 0, 8% dan 1,6%, demikian pula telur itik umur 21 hari. Setelah dibandingkan dengan nilai daya buih pada penambahan asam asetat 0,8% dan 1,6%, telur itik umur 14 dan 21 hari menghasilkan daya dan tirisan buih yang baik pada penambahan asam asetat 1,6%; karena buih yang terbentuk lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan asam asetat 0,8%. Penambahan asam asetat akan berpengaruh terhadap protein globulin dan ovomucin putih telur. Kedua protein itu sangat menentukan kekentalan dari putih telur dan menstabilkan srtuktur buih. Perbedaan tirisan buih pada umur telur 0, 7, 14 dan 21 dengan penambahan asam asetat pada taraf 0%; 0,8%; 1,6%; 2,4% dan 3,2% disajikan pada Gambar 5. Pada Gambar 5 menyajikan secara lebih jelas perbedaan tirisan buih putih telur itik dengan penambahan asam asetat yang berbeda Tirisan Buih (%) Keterangan : Umur Telur (hari) 0.0% 0.8% 1.6% 2.4% 3.2% Gambar 5. Grafik Tirisan Buih Putih Telur Itik Tegal dengan Penambahan Asam Asetat

34 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Daya dan kestabilan buih telur itik segar paling tinggi jika dibandingkan dengan telur itik yang telah disimpan selama 7, 14 dan 21 hari. Telur itik segar menghasilkan daya dan kestabilan buih tertinggi pada telur itik tanpa penambahan asam asetat. Daya dan kestabilan buih telur itik umur tujuh hari dapat ditingkatkan dengan penambahan asam asetat sebanyak 0,8%; sedangkan pada telur itik umur 14 dan 21 hari perlu ditambahkan asam asetat sebanyak 1,6%. Daya dan kestabilan buih putih telur itik dengan penambahan asam asetat belum bisa mencapai daya dan kestabilan buih yang tinggi seperti pada telur ayam. Saran Perlu penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan daya dan kestabilan buih putih telur itik dengan penambahan bahan kimia lainnya.

35 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan seluruh alam yang menguasai ilmu pengetahuan atas bumi dan langit-nya. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya kebenaran bagi seluruh umat manusia. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada ibu Ir. Rukmiasih, MS dan ibu Ir. Rini H. Mulyono, MSi yang telah banyak membimbing penulis dari pembuatan proposal penelitian hingga tahap terakhir pada penulisan skripsi. Selain itu ucapan terima kasih disampaikan kepada Tuti Suryati, S.Pt, MSi dan Ir. Dwi Margi Suci, MSi yang telah menguji, mengkritik, dan banyak memberikan sumbangan pemikiran serta masukan yang dapat membantu dalam penyelesaian skripsi ini, serta Dr. Muladno sebagai dosen pembimbing akademik. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua yang banyak membantu baik dalam memotivasi penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini, maupun kasih sayang yang selalu diberikan kepada penulis sehingga penulis terpacu untuk menulis. Terima kasih juga untuk kakak saya Sugiyanto dan adik-adik saya Beny dan Tanti atas semua motivasi yang diberikan kepada penulis. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman THT 39, TPT 39 yang telah memberikan banyak dukungan kepada penulis, terima kasih juga untuk semua kebersamaan kita, semoga kita selalu menjadi sebuah kisah manis untuk masa depan. Tidak lupa juga teman-teman satu perjuangan baik di DPM TPB maupun di BEM KM IPB terima kasih untuk semua pelajaran dan pengalaman yang telah diberikan kepada penulis semoga hal tersebut bermanfaat. Terakhir penulis ucapkan terima kasih untuk semua pihak yang telah banyak membantu hingga selesai penulisan skripsi ini, semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Juni 2006 Penulis

36 DAFTAR PUSTAKA Alleoni, A. C. C. and Antunes A. J Albumen Foam Stability and S-Ovalbumin Contents in Eggs Coated with Whey Protein Concentrate. Universidade do Norte do Paraná, UNOPAR, Londrina. Badan Standardisasi Nasional Standar Bahan Tambahan Makanan. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta. Belitz, H. D Food Chemistry. Grosch-Heidenberg: Spinger-Verlag, Berlin. Belitz, H. D. and W. Grosch Food Chemistry. Spinger, Berlin. Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, and M Wotton Ilmu Pangan. Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Buttery, P. J. and D. B. Lindsay Protein Depositions in Animal. Butterworths, London. Cherry, J. P. and K. H. Mc. Watters Whippability and Aeration. In : J. P. Cherry. Protein Fuctionality in Foods. American Chemical Society, Washington, D. C. Charley, H Food Science. John Wiley & Sons, Inc., New York. Cunningham, F. E Properties of egg white foam drainage. Poultry Sci. 55: Davis, C. and R. Reeves High Value Opportunities from the Chicken Egg. Rural Industries Research & Development Corporation, Hamilton. Fennema, O. R Food Chemistry. Marcel Dekker Inc., New York. Georgia Egg Commission Albumen. albumen.html. [4 Maret 2006] Heath, J. L Chemical and Related Osmotic Changes in Egg Albumen During Storage. J. Poultry Sci. 56: Kurniawan, I Pengaruh penambahan asam atau garam asam terhadap daya dan kestabilan buih putih telur itik Tegal umur satu dan empat belas hari. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Messier, P Protein chemistry of albumen photographs. Albumen: 4: Medved, E Food: Preparation and Theory. Prentice-Hall. Englewood Cliffs, New Jersey. Nakai, S. dan W. Modler Food protein Processing Applications. Whey-VHC, Inc., Ottawa. Lehninger, A. L Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Terjemahan. M. Thenawijaya. Penerbit Erlangga, Jakarta.

37 Pudjaatmaka, A.H. dan M.T. Qudratillah Kamus Kimia. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Balai Pustaka, Jakarta. Romanoff, A. L. dan A. F. Romanoff The Avian Eggs. John Wiley and Sons. Inc., New York. Silverside F. G. and T. A.Scott The relationships among measures of egg albumen height, ph and whipping volume. J. Poultry Sci. 83: Silverside F. G. and K. Budgell The effect of storage and strain of hen on egg quality. J. Poultry Sci. 79: Sikorski, Z. E Chemical & Functional Properties of Food Protein. Technomic Publishing Co., Inc., Lancaster. Sirait, C. H Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Stadelman, W. F. and O. J. Cotterill Egg Science and Technology. 4 th Edition. Food Products Press., An Imprint of the Haworth Press, Inc., New York. Winarno, F. G., dan S. Koswara Telur: Komposisi, Penanganan dan Pengolahannnya. M-Brio Press, Bogor. Winarno F. G Kimia Pangan dan Gizi. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Winarno F. G Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wilbraham, A. C. dan M. S. Matta Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung. Zayas, J. F Functionality of Protein in Food. Springer, Verlag Berlin, Heidenberg.

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL DENGAN PENAMBAHAN ASAM ASETAT PADA UMUR SIMPAN YANG BERBEDA SKRIPSI HANDI SURYONO

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL DENGAN PENAMBAHAN ASAM ASETAT PADA UMUR SIMPAN YANG BERBEDA SKRIPSI HANDI SURYONO DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL DENGAN PENAMBAHAN ASAM ASETAT PADA UMUR SIMPAN YANG BERBEDA SKRIPSI HANDI SURYONO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963) TINJAUAN PUSTAKA Struktur dan Komposisi Telur Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Protein yang terdapat pada telur

Lebih terperinci

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963) TINJAUAN PUSTAKA Struktur Telur Telur merupakan salah satu bahan makanan asal ternak yang dikenal bernilai gizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti asam-asam

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PUTIH TELUR ITIK TEGAL

KARAKTERISTIK PUTIH TELUR ITIK TEGAL KARAKTERISTIK PUTIH TELUR ITIK TEGAL (Albumin Characteristic of Tegal Duck Egg) C. BUDIMAN dan RUKMIASIH Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680 ABSTRACT The function

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA PENYIMPANAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA SUHU RUANG SKRIPSI SAMSUDIN

HUBUNGAN ANTARA LAMA PENYIMPANAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA SUHU RUANG SKRIPSI SAMSUDIN HUBUNGAN ANTARA LAMA PENYIMPANAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA SUHU RUANG SKRIPSI SAMSUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruang Suhu lingkungan tempat telur disimpan berkisar mulai dari 25-28 o C dengan kelembaban 62-69%. Kondisi lingkungan terutama suhu dan kelembaban dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

;ZM A$ PENYUSUTAN BOBOT, KUALITAS, DAYA DAN KESTABILAN

;ZM A$ PENYUSUTAN BOBOT, KUALITAS, DAYA DAN KESTABILAN ;ZM A$ PENYUSUTAN BOBOT, KUALITAS, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL YANG DISIMPAN DALAM REFRIGERATOR SKRIPSI KHOIRUL ANWAR PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGGI PUTIH TELUR DENGAN DAYA DAN KESTABILAN BUIH TELUR ITIK LOKAL PADA KUALITAS YANG SAMA SKRIPSI DEDI MULYADI

HUBUNGAN ANTARA TINGGI PUTIH TELUR DENGAN DAYA DAN KESTABILAN BUIH TELUR ITIK LOKAL PADA KUALITAS YANG SAMA SKRIPSI DEDI MULYADI HUBUNGAN ANTARA TINGGI PUTIH TELUR DENGAN DAYA DAN KESTABILAN BUIH TELUR ITIK LOKAL PADA KUALITAS YANG SAMA SKRIPSI DEDI MULYADI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and

TINJAUAN PUSTAKA. gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and II. TINJAUAN PUSTAKA.1. Telur dan Komposisi Telur Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and Tannenbaum

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA UMUR TELUR DAN TARAF PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI ANA RAHMAWATI

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA UMUR TELUR DAN TARAF PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI ANA RAHMAWATI DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA UMUR TELUR DAN TARAF PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI ANA RAHMAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Telur. Titis Sari Kusuma. Ilmu Bahan Makanan-Telur

Telur. Titis Sari Kusuma. Ilmu Bahan Makanan-Telur Telur Titis Sari Kusuma Ilmu Bahan Makanan-Telur 1 MACAM TELUR Ilmu Bahan Makanan-Telur 2 TELUR Nilai gizi telur sangat lengkap, sumber protein yang baik, kadarnya sekitar 14%, >> tiap butir telur akan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA PENYIMPANAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA SUHU RUANG SKRIPSI SAMSUDIN

HUBUNGAN ANTARA LAMA PENYIMPANAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA SUHU RUANG SKRIPSI SAMSUDIN HUBUNGAN ANTARA LAMA PENYIMPANAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA SUHU RUANG SKRIPSI SAMSUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tercapainya kecukupan gizi masyarakat (Sudaryani, 2003). Telur sebagai sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. tercapainya kecukupan gizi masyarakat (Sudaryani, 2003). Telur sebagai sumber 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Telur Itik Tegal Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat (Sudaryani, 2003). Telur sebagai sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Itik adalah salah satu jenis unggas yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama dibandingkan

Lebih terperinci

11/10/2017. Telur. Titis Sari Kusuma. Ilmu Bahan Makanan-Telur MACAM TELUR

11/10/2017. Telur. Titis Sari Kusuma. Ilmu Bahan Makanan-Telur MACAM TELUR Telur Titis Sari Kusuma 1 MACAM TELUR 2 1 TELUR Nilai gizi telur sangat lengkap, sumber protein yang baik, kadarnya sekitar 14%, >> tiap butir telur akan diperoleh sekitar 8 gram protein. Kandungan asam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bolu Kukus Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan telur dan gula. Terdapat banyak macam kue bolu, misalnya kue tart yang biasa dihidangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Pada Kualitas yang Sama Hubungan antara tinggi putih telur dengan daya buih telur itik lokal pada kualitas yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM II.3 BIOKIMIA (AKKC 223) DENATURASI PROTEIN

LAPORAN PRAKTIKUM II.3 BIOKIMIA (AKKC 223) DENATURASI PROTEIN LAPORAN PRAKTIKUM II.3 BIOKIMIA (AKKC 223) DENATURASI PROTEIN Dosen Pengasuh : Drs. H. Hardiansyah, M. Si Dra. Noorhidayati, M. Si Asisten : Istiqamah Muhammad Robbi Febian Oleh: Widya Rizky Amalia A1C211018

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. menguapnya gas karbondiosida dari dalam telur (Gaman dan Sherrington, 1994).

I. TINJAUAN PUSTAKA. menguapnya gas karbondiosida dari dalam telur (Gaman dan Sherrington, 1994). I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Telur Telur merupakan salah satu produk hewani yang digunakan sebagai bahan pangan sumber protein, lemak dan vitamin yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Telur memiliki kelemahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Telur

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Telur Kedalaman Kantung Udara HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Telur Pembesaran kantung udara telur ayam ras dengan pengolesan minyak kelapa dapat ditekan sampai umur simpan 35 hari (Tabel 6). Kedalaman kantung

Lebih terperinci

KUALITAS INTERIOR TELUR AYAM RAS DENGAN PENGGUNAAN LARUTAN DAUN SIRIH (Piper betle L.) SEBAGAI BAHAN PENGAWET

KUALITAS INTERIOR TELUR AYAM RAS DENGAN PENGGUNAAN LARUTAN DAUN SIRIH (Piper betle L.) SEBAGAI BAHAN PENGAWET KUALITAS INTERIOR TELUR AYAM RAS DENGAN PENGGUNAAN LARUTAN DAUN SIRIH (Piper betle L.) SEBAGAI BAHAN PENGAWET (Interior Quality of Chicken Eggs by Soaking using Betel Leaf (Piper betle L.) as Preservative)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan peningkatan jumlah penduduk di Indonesia yang diikuti dengan tingginya kesadaran

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR ITIK DENGAN PENAMBAHAN TARAF ASAM SITRAT YANG BERBEDA

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR ITIK DENGAN PENAMBAHAN TARAF ASAM SITRAT YANG BERBEDA SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR ITIK DENGAN PENAMBAHAN TARAF ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI DYAH RATIH AMIARTI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUTAKA

BAB II TINJAUAN PUTAKA BAB II TINJAUAN PUTAKA A. SIFAT FISIK TELUR Struktur Telur 1) Struktur telur ayam buras / kampung ayam buras / kampung Gambar 1.1 Struktur telur Kuning telur terbungkus oleh selaput tipis yang dinamakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian produksi telur ayam Arab dilaksanakan di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (Blok B), sedangkan penelitian kualitas internal

Lebih terperinci

PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE SKRIPSI

PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE SKRIPSI PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE SKRIPSI DIAN APRIANDINI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum) DALAM PAKAN SKRIPSI RINI HIDAYATUN

PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum) DALAM PAKAN SKRIPSI RINI HIDAYATUN PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum) DALAM PAKAN SKRIPSI RINI HIDAYATUN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014, bertempat di Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014, bertempat di Laboratorium 24 III. BAHAN DAN METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 10--24 April 2014, bertempat di Laboratorium Produksi dan Reproduksi Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Telur Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK NAMA NIM KEL.PRAKTIKUM/KELAS JUDUL ASISTEN DOSEN PEMBIMBING : : : : : : HASTI RIZKY WAHYUNI 08121006019 VII / A (GANJIL) UJI PROTEIN DINDA FARRAH DIBA 1. Dr. rer.nat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan susunan asam amino lengkap. Secara umum telur ayam ras merupakan

I. PENDAHULUAN. dengan susunan asam amino lengkap. Secara umum telur ayam ras merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Telur ayam ras merupakan bahan pangan yang mengandung protein cukup tinggi dengan susunan asam amino lengkap. Secara umum telur ayam ras merupakan pangan

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR TELUR TERHADAP KUALITAS KEMASIRAN TELUR ASIN YANG DIASIN SELAMA 14 HARI SKRIPSI BUDI UTOMO

PENGARUH UMUR TELUR TERHADAP KUALITAS KEMASIRAN TELUR ASIN YANG DIASIN SELAMA 14 HARI SKRIPSI BUDI UTOMO PENGARUH UMUR TELUR TERHADAP KUALITAS KEMASIRAN TELUR ASIN YANG DIASIN SELAMA 14 HARI SKRIPSI BUDI UTOMO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial PROTEIN KEGUNAAN 1. Zat pembangun dan pengatur 2. Sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N 3. Sumber energi Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian pada masa adaptasi terjadi kematian delapan ekor puyuh. Faktor perbedaan cuaca dan jenis pakan serta stres transportasi mungkin menjadi penyebab kematian

Lebih terperinci

Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami

Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami I. Tujuan Pada percobaan ini akan dipelajari beberapa hal mengenai koloid,protein dan senyawa karbon. II. Pendahuluan Bila garam dapur dilarutkan dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Effect on Fermentation Time to Water Content, Rendement, Foaming Capacity and Foaming Stability of Pan Drying Egg Powder ABSTRACT

Effect on Fermentation Time to Water Content, Rendement, Foaming Capacity and Foaming Stability of Pan Drying Egg Powder ABSTRACT Effect on Fermentation Time to Water Content, Rendement, Foaming Capacity and Foaming Stability of Pan Drying Egg Powder Ellza Romantica 1), Imam Thohari 2) and Lilik Eka Radiati 2) 1 ) Student at Departement

Lebih terperinci

Pendahuluan, Telur Cair, Telur Asin

Pendahuluan, Telur Cair, Telur Asin PENGOLAHAN TELUR Pendahuluan, Telur Cair, Telur Asin Materi 8 TATAP MUKA KE-8 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN

SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI HARFAN TEGAS ADITYA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan puyuh dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN PENAMBAHAN TARAF ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI NOVITASARI

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN PENAMBAHAN TARAF ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI NOVITASARI SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN PENAMBAHAN TARAF ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI NOVITASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

PERUBAHAN WARNA KUNING TELUR ITIK LOKAL DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG DAUN KALIANDRA

PERUBAHAN WARNA KUNING TELUR ITIK LOKAL DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG DAUN KALIANDRA PERUBAHAN WARNA KUNING TELUR ITIK LOKAL DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG DAUN KALIANDRA (Calliandra calothyrsus) DAN DAUN SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) PADA PAKAN SKRIPSI GILANG MARADIKA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2012. Pengamatan berat telur, indeks bentuk telur, kedalaman kantung udara, ketebalan kerabang, berat kerabang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE SKRIPSI

PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE SKRIPSI PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE SKRIPSI DIAN APRIANDINI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS TELUR AYAM RAS DI PASAR TRADISIONAL KOTA MANADO. Hearty Salatnaya

STUDI KUALITAS TELUR AYAM RAS DI PASAR TRADISIONAL KOTA MANADO. Hearty Salatnaya STUDI KUALITAS TELUR AYAM RAS DI PASAR TRADISIONAL KOTA MANADO Hearty Salatnaya Program Studi Agroekoteknologi, Sekolah Tinggi Pertanian Kewirausahaan, Banau, Halmahera Barat. e-mail: hearty_salatnaya@yahoo.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5)

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena

PENDAHULUAN. mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) merupakan jenis unggas darat yang mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena produktivitasnya cukup tinggi.

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 Disusun Ulang Oleh: Dr. Deana Wahyuningrum Dr. Ihsanawati Dr. Irma Mulyani Dr. Mia Ledyastuti Dr. Rusnadi LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM TAHAP PERSIAPAN BERSAMA

Lebih terperinci

PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA SUSU, TELUR DAN DAGING PASCA PANEN

PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA SUSU, TELUR DAN DAGING PASCA PANEN PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA SUSU, TELUR DAN DAGING PASCA PANEN Pertemuan Minggu ke 6 Kelas B Juni Sumarmono & Kusuma Widayaka ILMU PASCAPANEN PETERNAKAN 2017 Kualitas Baik Edible (dapat dimakan)

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C)

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) SKRIPSI HENDRIA FIRDAUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat

Lebih terperinci

TEKNOLOGI TELUR. Pada umumnya telur mempunyai 3 struktur bagian, yaitu :

TEKNOLOGI TELUR. Pada umumnya telur mempunyai 3 struktur bagian, yaitu : TEKNOLOGI TELUR STRUKTUR UMUM TELUR Pada umumnya telur mempunyai 3 struktur bagian, yaitu : Kulit Telur Mengandung Ca = 98.2 % Mg = 0.9 % ( menentukan kekerasan cangkang/kulit); P = 0.9%. Ketebalan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Telur Tetas Itik Rambon Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor dengan jumlah itik betina 42 ekor dan itik jantan 6 ekor. Sex ratio

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sangat lezat, mudah dicerna dan bergizi tinggi. Telur itik umumnya berukuran

II. TINJAUAN PUSTAKA. sangat lezat, mudah dicerna dan bergizi tinggi. Telur itik umumnya berukuran 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Telur Itik Telur itik merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang sangat lezat, mudah dicerna dan bergizi tinggi. Telur itik umumnya berukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Telur Ayam Telur adalah salah satu bahan makanan asal ternak yang bernilai gizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

Kualitas Telur Asin Bermedia Kulit Manggis (Garcinia Mangostana L) Berdasarkan Indeks Putih Telur, Kuning Telur, dan Haugh Unit

Kualitas Telur Asin Bermedia Kulit Manggis (Garcinia Mangostana L) Berdasarkan Indeks Putih Telur, Kuning Telur, dan Haugh Unit Kualitas Telur Asin Bermedia Kulit Manggis (Garcinia Mangostana L) Berdasarkan Indeks Putih Telur, Kuning Telur, dan Haugh Unit (THE QUALITY OF SALTED EGGS MADE BY MANGOSTEEN RIND MEDIA BASED OF ALBUMIN

Lebih terperinci

PERUBAHAN SIFAT FUNGSIONAL TELUR AYAM RAS PASCA PASTEURISASI (The Change of Chicken Egg Functional Properties After Pasteurization)

PERUBAHAN SIFAT FUNGSIONAL TELUR AYAM RAS PASCA PASTEURISASI (The Change of Chicken Egg Functional Properties After Pasteurization) Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p 521 528 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PERUBAHAN SIFAT FUNGSIONAL TELUR AYAM RAS PASCA PASTEURISASI (The Change of Chicken Egg

Lebih terperinci

R E A K S I U J I P R O T E I N

R E A K S I U J I P R O T E I N R E A K S I U J I P R O T E I N I. Tujuan Percobaan Memahami proses uji adanya protein (identifikasi protein) secara kualitatif. II. Teori Dasar Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul

Lebih terperinci

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menggunakan kandang panggung peternak komersil. Analisis

Lebih terperinci

MUTU FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE YANG DIBUAT DARI TEPUNG PUTIH TELUR AYAM HASIL LAMA DESUGARISASI YANG BERBEDA SKRIPSI HEIDY NELSIANA

MUTU FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE YANG DIBUAT DARI TEPUNG PUTIH TELUR AYAM HASIL LAMA DESUGARISASI YANG BERBEDA SKRIPSI HEIDY NELSIANA MUTU FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE YANG DIBUAT DARI TEPUNG PUTIH TELUR AYAM HASIL LAMA DESUGARISASI YANG BERBEDA SKRIPSI HEIDY NELSIANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air TINJAUAN PUSTAKA Telur Telur merupakan bahan pangan asal hewan yang mempunyai daya pengawet alamiah yang paling baik, karena memiliki suatu pelindung kimia dan fisis terhadap infeksi mikroba. Mekanisme

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase Terfermentasi Terhadap Konsumsi Pakan, Konversi Pakan dan Pertambahan Bobot

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK DAUN SIRIH (Pipper Betle.L) SEBAGAI PERENDAM TELUR AYAM RAS KONSUMSI TERHADAP DAYA AWET PADA PENYIMPANAN SUHU RUANG.

PENGARUH EKSTRAK DAUN SIRIH (Pipper Betle.L) SEBAGAI PERENDAM TELUR AYAM RAS KONSUMSI TERHADAP DAYA AWET PADA PENYIMPANAN SUHU RUANG. PENGARUH EKSTRAK DAUN SIRIH (Pipper Betle.L) SEBAGAI PERENDAM TELUR AYAM RAS KONSUMSI TERHADAP DAYA AWET PADA PENYIMPANAN SUHU RUANG Eka Wulandari 1 ), Obin Rachmawan 2 ),Ahmad Tafik 3 ), Nono Suwarno

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA SIMPAN TELUR ITIK TERHADAP PENURUNAN BERAT, INDEKS KUNING TELUR (IKT), DAN HAUGH UNIT (HU).

PENGARUH LAMA SIMPAN TELUR ITIK TERHADAP PENURUNAN BERAT, INDEKS KUNING TELUR (IKT), DAN HAUGH UNIT (HU). 23 PENGARUH LAMA SIMPAN TELUR ITIK TERHADAP PENURUNAN BERAT, INDEKS KUNING TELUR (IKT), DAN HAUGH UNIT (HU). Joko Purdiyanto dan Slamet Riyadi Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Madura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan dan susu. Umumnya telur yang dikonsumsi berasal dari jenis-jenis unggas, seperti ayam,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Produksi Ternak Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Produksi Ternak Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri I. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 17 Maret sampai dengan 17 April 2013 di Laboratorium Teknologi Pascapanen dan Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

Ulangan 1 Ulangan 2 (%) BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Deskripsi dan analisis data memuat penjelasan tentang hasil penelitian. Hasil yang diperoleh selama proses penelitian meliputi data sifat kimia, sifat fisik dan organoleptik

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA KREKER YANG DIBERI PERLAKUAN SUBSTITUSI TEPUNG DAGING SAPI DAN PERUBAHAN BILANGAN TBA KREKER SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI WIEKE FAUZIAH

SIFAT KIMIA KREKER YANG DIBERI PERLAKUAN SUBSTITUSI TEPUNG DAGING SAPI DAN PERUBAHAN BILANGAN TBA KREKER SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI WIEKE FAUZIAH SIFAT KIMIA KREKER YANG DIBERI PERLAKUAN SUBSTITUSI TEPUNG DAGING SAPI DAN PERUBAHAN BILANGAN TBA KREKER SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI WIEKE FAUZIAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 2 tahun Gula. 3 tahun Margarin Blue Band. 1 tahun Telur. 10 hari Ragi Instan. 1 tahun Meises. 2 tahun Susu Bubuk

BAB IV PEMBAHASAN. 2 tahun Gula. 3 tahun Margarin Blue Band. 1 tahun Telur. 10 hari Ragi Instan. 1 tahun Meises. 2 tahun Susu Bubuk BAB IV PEMBAHASAN Salah satu tujuan perusahaan didirikan adalah keingininan untuk memperoleh laba. Tujuan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktor yang mempengaruhi adalah kelancaran

Lebih terperinci

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

KOMPOSISI KIMIA DAGING DAN KULIT PAHA ITIK LOKAL JANTAN YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG DAUN BELUNTAS(Plucea indica. L) PADA TARAF BERBEDA

KOMPOSISI KIMIA DAGING DAN KULIT PAHA ITIK LOKAL JANTAN YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG DAUN BELUNTAS(Plucea indica. L) PADA TARAF BERBEDA KOMPOSISI KIMIA DAGING DAN KULIT PAHA ITIK LOKAL JANTAN YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG DAUN BELUNTAS(Plucea indica. L) PADA TARAF BERBEDA SKRIPSI ELVA RISKAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Lebih terperinci

TATALAKSANA PENETASAN TELUR ITIK

TATALAKSANA PENETASAN TELUR ITIK TATALAKSANA PENETASAN TELUR ITIK SUGENG WIDODO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, BOGOR 16002 RINGKASAN Dengan melaksanakan tatalaksana penetasan telur itik secara baik akan didapatkan hasil yang maksimal.

Lebih terperinci

ACARA III PEMBUATAN PRODUK DAN UJI KUALITAS PRODUK TELUR A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Telur merupakan salah satu dari beberapa produk yang di

ACARA III PEMBUATAN PRODUK DAN UJI KUALITAS PRODUK TELUR A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Telur merupakan salah satu dari beberapa produk yang di ACARA III PEMBUATAN PRODUK DAN UJI KUALITAS PRODUK TELUR A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Telur merupakan salah satu dari beberapa produk yang di hasilkan dari unggas.telur merupakan salah satu produk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten 30 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung Selatan pada April--Mei 2015. B. Alat dan Bahan 1) Alat yang digunakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi bungkil kedelai dalam ransum terhadap persentase karkas, kadar lemak daging,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan tipe ringan. Tipe medium umumnya bertelur dengan warna kerabang cokelat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan tipe ringan. Tipe medium umumnya bertelur dengan warna kerabang cokelat 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang khusus dibudidayakan untuk menghasilkan telur secara komersil. Saat ini terdapat dua kelompok ayam petelur yaitu tipe medium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012 26 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012 yang bertempat di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

Lebih terperinci