REFLEKSI MASYARAKAT JEPANG MELALUI PROSES PEMBENTUKAN GAIRAIGO. Istiqa Sari Prodi DIII Bahasa Jepang STBA Haji Agus Salim
|
|
- Veronika Sasmita
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 REFLEKSI MASYARAKAT JEPANG MELALUI PROSES PEMBENTUKAN GAIRAIGO Istiqa Sari Prodi DIII Bahasa Jepang STBA Haji Agus Salim Abstract This study is describe the character of Japanese society through the establishment gairaigo. This is done so that the Indonesian people can be good diplomacy with the Japanese people. Therefore, the Japanese people are not pleased with plagiatrisme society. Phonological processes that occur in the formation of gairago changes the shape and sound system changes that occur from the original form of English into Japanese during absorption. This research is the descriptive qualitative approach. There are several stages in this study, which collects data, analysis and presentation of the analysis. In gathering data using methods Listen Non involved Proficient continued with engineering notes. At the time of data analysis techniques used methods Shared with PUP ( Pilah Elements Determinants ). Then, when presenting the results of the analysis using formal and informal methods. Data analysis concluded that during the absorption, occur phonological process is deletion, substitution, insertion, addition, segments and assimilation. This process shows that Japanese society is a conservative society that has a sense of national stature. Keywords: gairaigo, the character of Japanese society Pendahuluan Masyarakat Jepang pada dasarnya bersifat konservatif yaitu suatu bangsa yang berusaha memelihara dan meneruskan nilai-nilainya sendiri. Kekonservtifannya terefleksi melalui kata yang digunakan, yaitu kata serapan gairaigo. Gairaigo merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa-bahasa di Eropa, terutama dari Inggris. Gairaigo yang diserap ke dalam bahasa Jepang (seterusnya disingkat BJ) tidak seperti asalnya, tetapi disesuaikan dengan sistem bunyi yang terdapat dalam BJ. BJ merupakan bahasa yang berstruktur alternate KV (konsonan vokal) (Pike, 1976:60). Oleh karena itu, ketika bahasa asal yang berstruktur rapat konsonan diserap ke dalam BJ, penambahan segmen vokal sebagai penumpu harus dilakukan. Dapat dikatakan bahwa BJ merupakan bahasa yang bersilabel terbuka dan vokalis. Dengan demikian, silabel dalam BJ lebih banyak dan lebih panjang daripada bahasa yang berstruktur rapat konsonan, seperti bahasa Inggris (seterusnya disingkat BI). Kata serapan merupakan kajian yang sering dibicarakan dalam setiap penelitian bahasa. Setiap ada kontak bahasa lewat pemakainya bisa terjadi penyerapan kata. Dalam hal ini, gairaigo akan mengalami penyerapan dari BI ke dalam BJ. Menurut Suwarto (2004:2), unit bahasa dan struktur bahasa itu ada 1
2 yang bersifat tertutup dan ada pula yang bersifat terbuka terhadap pengaruh bahasa lain. Tertutup berarti sulit menerima pengaruh, sedangkan terbuka berarti mudah menerima pengaruh. Kata serapan termasuk ke dalam unit atau struktur bahasa yang bersifat terbuka, karena banyak ditemukan berbagai bunyi yang melesap, hilang, dan menjadi bunyi yang lebih panjang daripada bahasa sumbernya. Fenomena perubahan bunyi pada gairaigo sering terjadi, namun penjelasan tentang perubahan bunyi dalam BJ tersebut belum banyak dikaji oleh peneliti untuk mengungkapkan cerminan diri sebuah bangsa. Dengan demikian, permasalahan ini penting dikaji agar dapat menjelaskan fenomena perubahan bunyi dari BI ke dalam BJ untuk mengamati karakter masyarakat Jepang agar dapat berdiplomasi dengan Negara yang maju dibidang perindustrian ini. Penelitian terhadap kata serapan bertujuan untuk menjelaskan proses perubahan-perubahan bunyi dan menemukan karakter masyarakt Jepang melalui proses perubahan bunyi tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan mencatat seluruh kata serapan dari sumber data. Kemudian, data berupa kata serapan tersebut, ditelusuri bentuk asalnya dalam BI. dan diamati perubahan bunyi yang terjadi. Dengan perubahan bunyi yang terjadi akan ditemukan karekter masyarakat Jepang sesungguhya. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat perubahan dari bentuk BI ke dalam BJ. Tabel 1. Perbandingan Gairaigo dengan Bahasa Asalnya BI BJ Huruf Romaji BJ Huruf Katakana strike [strayk] chocolate [cakǝlǝt] Sutoraiku [sutoraiku] Chokoreeto [ k :to] ストライク チョコレート Padanan dalam bahasa Indonesia lemparan keras (dalam baseball) Cokelat Mobile [m wbǝl] Glass [glӕs] Pool [puwl] fortune cookie [fͻtyun kukie] Date [deit] Mobairu [mobairu] Gurasu [gurasu] Puuru [pu:ru] fochun kukki [f un kukk ] Deeto [de:to] モバイルグラスプールフォチュンクッキデート telepon genggam gelas tempat minum kolam berenang kue keberuntungan Kencan Dengan memperhatikan tabel 1, berdasarkan bentuk asalnya dapat dilihat perubahan bentuk dan bunyi dari bentuk asli BI ke dalam kata serapan BJ. Penelitian ini tidak terlepas dari kajian fonologi dan morfologi. Hal ini terjadi karena kata terbentuk akibat adanya segmen-segmen yang membangunnya. Proses penyerapan kata dari BI ke dalam BJ dapat dilihat pada contoh berikut. 2
3 a. Three [ө ] [suri:] b. Magazine[mægəzin] [magaĵ n] c. Singer [s ŋə ] [š ŋga:] d. Voice [voys] [boisu] (Tsujimura, 1996:154) Pada contoh proses penyerapan di atas terlihat bahwa BJ tidak memiliki buny b sua a f kat f nt d ntal [θ], sehingga diganti dengan bunyi [s]. Kemudian, pada BJ tidak ditemukan bunyi frikatif alveolar [z] dan vokal tinggi [ ], s h ngga k ns nan [z] d gant d ngan buny af kat f alv palatal [ĵ]. Buny afrikatif bersuara [s] yang ada pada tataran bunyi BJ, jika diikuti bunyi vokal d pan t ngg [ ], akan m ngalam p ubahan al f n [s] m njad [š]. S la n tu, bunyi frikatif labiodental bersuara [v] tidak terdapat dalam BJ, sehinga diganti dengan bunyi hambat bilabial bersuara [b]. Dengan demikian, BJ ketika melewati proses serapan akan mengalami berbagai perubahan bunyi. Perubahan tersebut dapat berupa penambahan segmen, penggantian segmen, pelesapan segmen, bahkan pengurangan segmen. Untuk menguraikan perubahan bunyi yang terjadi, maka peneliti menggunakan teori fonologi generatif. karena teori ini dapat menguraikan bunyi lebih distingtif. Dengan demikian, untuk melihat karakter masyarakat Jepang melalui fenomena pembentukan gairaigo, peneliti mengambil data dari media massa yaitu media cetak berupa koran. Data yang peneliti gunakan untuk mengkaji fenomena pembentukan garaigo bersumber dari media cetak berupa koran. Pemilihan koran atau disebut juga shinbun dalam BJ sebagai sumber data dilakukan karena banyak ditemukan fenomena penggunaan kata serapan terutama pada media cetak Asahi no Shinbun, Mainichi no Shinbun, dan Mangga no Shinbun. Sehingga banyak fenomena kebahasaan yang terdapat di dalamnya, termasuk kata serapan dan proses penyerapan tersebut dapat mengungkapkan karakter masyarakat Jepang. Oleh karena itu, kajian morfologi BJ pada kata serapan dalam media massa berbahasa Jepang bermanfaat untuk mengungkapkan berbagai informasi kebahasaan, baik dari BJ maupun dari BI. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, sehingga data yang digunakan untuk menganalisis adalah data tertulis yang diperoleh dari Ashi no Shinbun, Manga no shinbun, dan Mainichi no Shinbun. Karena penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan studi kepustakaan maka ada beberapa tahap yang akan dilakukan. a) Tahap Analisis Data Tahap analisis data merupakan tahap sentral atau tahap yang paling penting. Pada tahap ini, metode yang digunakan tidak hanya satu. Peneliti menggunakan metode padan translasional dan artikulatoris. Metode padan yang digunakan mengacu pada pengertian yang dikemukakan oleh Surdayanto (1993:13), yaitu metode dengan alat penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan. Dengan demikian, metode padan translasional adalah metode padan yang alat penentunya berada di 3
4 luar bahasa yang bersangkutan. Peneliti menggunakan metode ini setelah data terkumpul, kemudian peneliti pindahkan kata serapan BJ tersebut ke dalam transkripsi segmennya. Selain padan translasional, juga digunakan metode padan artikulatoris pada penelitian ini yang alat penentunya adalah organ wicara langue lain untuk melihat proses perubahan bunyi dari bentuk asal, yaitu BI sehingga menjadi kata serapan BJ. Teknik dasarnya adalah teknik pilah unsur penentu, dengan daya pilah sebagai pembeda organ wicara. Surdayanto (1993:23) menyebutkan bahwa dalam satuan lingual tertentu, baik itu bunyi, silabe, kata maupun kalimat akan terlihat bahwa organ wicara dapat berbeda-beda dalam mengaktifkan bagian-bagiannya. Oleh karena itu, pada saat menganalisis perubahan bunyi, peneliti menggunakan teknik PUP dengan daya pilah pembeda organ wicaranya. Kemudian, teknik lanjutannya adalah teknik hubung banding memperbedakan (HBB). Peneliti akan membandingkan BI dengan BJ, contoh penerapannya sebagai berikut. BI BJ Lover roba [l] [r] + lateral - lateral +konsonantal +konsonantal + sonorant +sonoran Berdasarkan penerapan teknik PUP dengan daya pilah organ wicara, terlihat bahwa bunyi [l] dalam BI ketika diserap ke dalam BJ akan menjadi bunyi [r]. [l] organ wicaranya adalah [+lateral], sedangkan [r] adalah [-lateral]. Selain itu, kedua bunyi tersebut mempunyai persamaan, yaitu sama-sama bunyi yang [+konsonantal] dan [+sonorant]. [+Konsonantal] adalah bunyi pada saat pengucapannya ditandai dengan penyempitan dan penutupan pita suara. [+Sonoran] merupakan bunyi-bunyi yang nyaring. Penelitian ini sangat berkaitan dengan organ wicara sehingga digunakanlah teknik PUP dengan daya pilah penentu organ wicara. b) Tahap Penyajian Hasil Analisis Data Metode penyajian hasil analisis data dilakukan dengan metode formal dan informal. Metode informal adalah metode penyajian hasil analisis berupa perumusan dengan kata-kata biasa, dan metode formal adalah metode penyajian hasil analisis berupa perumusan dengan tanda dan lambang (Sudaryanto, 1993:145). Hasil analisis dalam proses pembentukan kata serapan BJ dalam media massa berbahasa Jepang disajikan dalam bentuk deskripsi dengan kata-kata biasa, serta didukung penggunaan notasi dalam pengkaidahan Pembahasan BJ dan BI merupakan dua bahasa yang memiliki struktur bunyi yang berbeda. Secara teoretis Pike (1976:60) mengemukakan bahwa each language contains its characteristic types if sequences of sounds. Some language have heavy consonant clusters, that is, sequences of several contiguous consonant. Other language tend to have no consonant cluster but rather alternate consonant 4
5 and vowel. Setiap bahasa mempunyai dua tipe struktur bunyi. Dua tipe bunyi tersebut adalah bahasa yang berstruktur konsonan rapat atau disebut dengan heavy consonant dan bahasa yang berstruktur berganti-gantian atau disebut dengan alternate yang strukturnya terdiri atas konsonan dan vokal. Berdasarkan pernyataan Pike tersebut, BJ termasuk tipe bahasa yang berstruktur alternate, karena BJ strukturnya terdiri atas konsonan dan vokal. BI dan BJ merupakan dua bahasa yang berbeda struktur bunyinya. BI termasuk kategori bahasa konsonan rapat dan BJ termasuk bahasa yang berstruktur alternate dan bahasa vokalis. Karena BJ menyerap kata dari bahasa yang bertipe konsonan rapat, maka terjadi penyesuaian bunyi dengan menempatkan vokal penumpu pada deret rapat konsonan tersebut. Dengan demikian, salah satu cara yang tepat untuk menganalisis perubahan bunyi BJ setelah diserap adalah dengan fonologi generatif melalui ciri paling distingtif dari kedua struktur bahasa tersebut. Adapun ciri pembeda (distinctive feature) dalam teori fonologis generatif merupakan suatu perangkat unit yang spesifik dan yang membedakannya dengan unit-unit lain. Ciri-ciri fitur tersebut dalam penerapannya menggunakan ciri biner, yaitu tanda (+) dan (-). Menurut Schane (1992:28-35), ada beberapa ciri pembeda bunyi untuk konsonan dan vokal. Ciri distingtif konsonan dibagi ke dalam beberapa ciri dengan berbagai fiturnya. Pertama adalah ciri pembeda kelas utama. Ciri ini digunakan untuk membedakan antara konsonan, vokal dan semivokal. Ciri distingtif itu adalah konsonantal, silabis, sonorant, dan nasal. Bunyi yang berdasarkan kualitas suatu bunyi dinyatakan dengan [+sonoron] dan [-sonoran], hambatan yang menyempit dalam rongga mulut [+konsonantal] dan [- konsonantal], bunyi yang kenyaringannya menyerupai konsonan [+obstruent] dan [-obstruent]. Yang termasuk ke dalam bunyi [+sonoran] adalah bunyi nasal, likuid, lateral, dan semivokal, sedangkan bunyi [-sonoran] adalah bunyi hambat, frikatif, afrikatif, dan luncuran laringal. Bunyi [+konsonantal] adalah bunyi hambat, frikatif, afkrikat, nasal, dan likuid, sedangkan bunyi [-konsonantal] adalah bunyi vokal, semivokal, dan luncuran laringal. Bunyi [+obstruent] adalah hambat, frikatif, dan afrikat. Kedua adalah ciri pembeda berdasarkan cara artikulasi. Fitur dari ciri ini adalah [kontinuan], [pengelepasan tertunda], [striden], [nasal], dan [lateral]. Yang termasuk bunyi [+kontinuan] adalah bunyi konsonan frikatif, sedangkan [- kontinuan] adalah bunyi hambat dan afrikat. Bunyi konsonan hambat termasuk [- pengelepasan tertunda], maksudnya adalah hambatannya sesegera mungkin dilepaskan, sedangkan [+pengelepasan tertunda] adalah bunyi afrikat. Bunyi [+st d n] adalah buny k ns nan f kat f (f, s, š dan x) dan af kat, s dangkan [- striden] adalah bunyi konsonan frikatif ɸ, ɵ, dan ç. Ketiga adalah ciri pembeda berdasarkan daerah artikulasi. Chomsky dan Halle (dalam Schane, 1992:31) menggolongkan empat daerah utama untuk artikulasi konsonan, yaitu labium, dentum, palato-alveolum, dan velum. [+anterior] merupakan penyempitan yang terjadi di daerah terdepan rongga mulut, sedangkan penyempitan yang lebih ditarik kebelakang [-anterior], lain nonkoronal. Ciri keempat adalah ciri yang berhubungan dengan batang lidah. Ciri distingtif ini biasanya digunakan untuk menentukan ciri klasifikasi vokal. Ciri batang lidah ini direpresentasikan dengan ciri [tinggi], [belakang], dan [bundar]. Ciri tersebut juga biasa digunakan untuk membedakan berbagai semivokal. Ciri 5
6 batang lidah ini digunakan pula untuk membedakan palatalisasi dan labialisasi. Selain itu, batang lidah merupakan artikulator untuk konsonan [-anterior] dan [- koronal]. Konsonan palatal [+tinggi] dan [-belakang], konsonan velar [+tinggi] dan [+belakang], dan konsonan uvular [-tinggi] dan [+belakang]. Selain itu, ciri tambahan ditandai dengan fitur [tegang], [bersuara], [glotalisasi], dan [aspirasi]. [glotalisasi] dan [aspirasi] termasuk bunyi [+obstruent]. Ciri prosodi yang direpresantasikan oleh [tekanan] dan [panjang]. Selain ciri distingtif yang terdapat pada konsonan, pada vokal juga terdapat ciri distingtif yang berhubungan dengan batang lidah. Fitur ini direpresentasikan dengan fitur [tinggi], [rendah], dan [belakang]. Menurut Yusuf (1998:84), ada beberapa ciri pembeda vokal selain fitur berdasarkan batang lidah., yaitu Cciri dengan fitur [bulat]. Fitur ini mewakili bunyi yang dihasilkan dengan bentuk bibir menjadi agak melingkar. [+bulat] adalah bunyi-bunyi [u,o] dan bunyi [-bulat] adalah bunyi selain [u,o]. Kemudian, fitur berikutnya adalah fitur [tense]. Fitur ini menunjukkan bunyi yang dihasilkan dengan sedikit penekanan pada vokal sehingga menghasilkan bunyi yang agak panjang. [+tense] adalah bunyi-bunyi [i,e,u] dan bunyi [-tense] selain bunyi tersebut. Fitur reduced [red] adalah ciri yang digunakan khusus untuk membedakan vokal schwa dari yang lainnya. [+red] adalah bunyi schwa [ǝ] dan [-red] ialah vokal lainnya. Berdasarkan perbedaan bunyi ini, peneleti mengkategorikan semua bunyi yang ada dalam BI dan BJ sebagai berikut. a. Segmen vokal BJ yang dikemukakan oleh Tsujimura (1996:16) Ciri i e a o u Pembeda [tinggi] [rendah] [belakang] [bundar] [tense] [red] b. Segmen vokal BI yang dikemukakan oleh Yusuf (1998:85) Ciri pembeda i I ɨ U ʊ e ɛ ə ʌ O ӕ A ɑ ɒ [tinggi] [rendah] [belakang ] [bundar] [red] [tense]
7 c. Segmen Konsonan BJ menurut Tsujimura (1996:16) Segmen Konsonan Bahasa Jepang Ciri Pembeda b d g? p T K z ɸ S š H dᶻ ttˢ r m n ɲ ŋ N y w [Silabis] [konsonantal] Sonoran Nasal Anterior Koronal Tinggi Rendah Belakang Kontinuan Pengelepasan tertunda Striden Bersuara Aspirasi Lateral
8 d. Segmen Konsonan BI secara keseluruhan menurut Yusuf (1998:83-84) Ciri pembeda p B M T ttʰ d n K g ŋ f v S Z ɵ ᶞ š l R y w m h? [silabis] [konsonantal] [sonoran] [nasal] [anterior] [koronal] [tinngi] [rendah] [belakang] [kontinuan] [pengelepasan tertunda] [striden] [bersuara] [aspirasi] [lateral]
9 Proses Perubahan Bunyi Perubahan bunyi yang terjadi selama proses pembetukan kata sering juga disebut sebagai proses morfofonologis. Proses ini terjadi ketika morfem-morfem bergabung untuk membentuk kata, segmen-segmen dari morfem-morfem yang berdekatan dan berjejeran akan mengalami perubahan. Perubahan ini tidak saja terjadi pada saat penggabungan dua morfem, tetapi juga terjadi pada saat proses serapan (Schane, 1992:51). Dengan demikian, perubahan bunyi pada proses serapmenyerap juga merupakan proses morfofonologis. 1. Pelesapan Pelesapan berasal dari kata lesap. Lesap (KBBI, 2005: 665) berarti hilang. Dengan demikian, pelesapan merupakan sebuah proses penghilangan. Pelesapan bunyi yang dinyatakan oleh Schane (1992), Koizumi (1993), dan Suzuki (1975) adalah sebuah peristiwa perubahan bunyi melalui proses hilangnya sebuah segmen pada kata. Berikut ini contoh peristiwa perubahan melalui pelesapan bunyi BJ setelah mengalami penyerapan dari BI. (1) Bentuk asal : team [t ːm] Bentuk serapan :chiimu [ :mu] (ashi shinbun, 2012 年 4 月 3 日 23 時 12 分 ) Data di atas menunjukkan peristiwa perubahan bunyi yang berwujud pelesapan pada kata serapan BJ. Pelesapan merupakan peristiwa penghilangan sebuah bunyi dalam satu kata. Data (1) menunjukkan hilangnya sebuah segmen [t] dalam BI. Pelesapan ini mengakibatkan terjadinya peristiwa pergantian bunyi seperti yang dikemukakan oleh Koizumi. Hal ini dapat ditunjukkan oleh ciri distingtif yang dikemukakan oleh Schane. [t ːm] [ :mu] -silabis -silabis + konsonantal +konsonantal -sonoran -sonoran -nasal -nasal +anterior -anterior +koronal +koronal -tinggi -tinngi -rendah -rendah -belakang -belakang -kontinuan - kontinuan - pengelepasan + pengelepasan Tertunda Tertunda -striden +striden -bersuara -bersuara -aspirasi - aspirasi -lateral - lateral Analisis data (1) dengan ciri distingtif tersebut menunjukkan perubahan bunyi yang terjadi adalah pelesapan. Dikatakan melesap karena ada tiga ciri distingtif yang b b da. B dasa kan p ndapat Schan ( : ), j ka k dua f tu buny m m l k t ga c d st ngt f yang b b da, dapat d nyatakan k dua buny 9
10 t s but bukan buny yang sal ng b ka tan. Buny [t] dan [ ] berbeda dari segi cara daerah artikulasi. [t] m upakan buny yang d has lkan l h ngga mulut bag an t d pan, ya tu da ah alv la. al n d s but Schan [+ant ], ya tu adanya k b adaan ant. amun, b b da halnya d ngan buny [ ]. Selain itu, kedua bunyi tersebut berbeda dari segi ca a a t kulas. Buny [t] m upakan buny [-p ng l pasan t tunda]. t nya, buny n hambatannya t dak d l paskan s s g a mungk n. l h ka na tu, [t] bukan buny yang m m l k p ng l pasan t tunda. dapun buny [ ] merupakan bunyi konsonan afrikat. Schane mengatakan setiap bunyi afrikat tergolong ke dalam bunyi [+pengelepasan tertunda]. Selain fitur pengelepasan tertunda, fitur kestridenan juga menunjukkan fitur yang berbeda dari kedua bunyi ini. Bunyi [t] adalah bukan bunyi striden, karena [t] adalah buny hambat. ang t masuk buny st d n adalah buny af kat. Buny [ ] adalah buny af kat. ngan d m k an, [ ] adalah buny st d n.buny [t] b ubah m njad buny [ ] selain akibat dari ciri distingtif yang dikemukakan oleh Schane (1992:29), [t] m l sap m njad [ ] juga disebabkan oleh lingkungan. BJ juga memiliki konsonan hambat alveolar, tetapi apabila bertemu dengan vokal [+tinggi] akan berganti dengan bunyi konsonan afrikat. Dengan demikian, bunyi [t] lesap ketika diserap ke dalam BJ. Melalui perubahan ini maka dapat dikatakan bahwa masyarakat Jepang mencari bunyi yang sesuai dengan bunyi-bunyi yang mendekati bunyi sebelum kata tersebut diserap ke dalam bahasa Jepang. Dari 14 fitur yang ada hanya 3 ciri fitur distingtif yang sama. Maka dapat dinyatakan bahwa karakter masyarakat Jepang adalah masyarakat yang konservatif, yaitu Dalam hal menerima pembaharuan pun mereka tidak menerima dengan apa adanya namun juga menyesuaikan dengan budaya dan kebudayaan yang telah ada. 2. Penyisipan Konsonan dan Vokal Penyisipan merupakan sebuah peristiwa perubahan bunyi, yang mana yaitu terjadinya pembubuhan sisipan pada suatu kata. Dengan demikian, peyisipan konsonan dan vokal merupakan sebuah peristiwa perubahan bunyi dengan membubuhkan sisipan pada suatu kata. Perhatikan contoh peristiwa penyisipan konsonan pada kata serapan BJ di bawah ini. (4) Bentuk asal : final [ˈfaInl] Bentuk serapan : finaare [ɸina:re] (ashi shinbun, 2012 年 4 月 3 日 23 時 12 分 ) Data (4) menunjukkan dua peristiwa perubahan bunyi yang terjadi, yaitu penyisipan vokal dan pelesapan konsonan. Pada saat kata final diserap ke dalam BJ, ada beberapa segmen konsonan yang melesap seperti [f] dan [l]. Konsonan frikatif [f] setelah diserap melesap dan berganti menjadi konsonan [ɸ]. Selain itu, konsonan lateral alveolar [l] jika diserap ke dalam BJ akan menjadi konsonan getar [r]. Penyebab bunyi ini dapat saling menggantikan, dapat diamati pada bagian pelesapan. Kemudian, pada bentuk asal dari kata fainaare, terjadi penyisipan segmen vokal [a] di antara konsonan [n] dan [l]. Segmen vokal [a] merupakan bunyi [-tinggi, +rendah, +belakang, -bundar, -red, dan tense]. 10
11 3. Penambahan Segmen Penambahan segmen merupakan peristiwa pembubuhan sebuah bunyi pada suatu kata sehingga kata tersebut bunyinya menjadi banyak (KBBI, 2005:1129). Penambahan bunyi sama halnya dengan peristiwa penyisipan vokal dan konsonan seperti yang dikemukakan oleh Schane. Namun menurut peneliti, penyisipan hanya bisa dilakukan dengan menambahkan bunyi di antara beberapa bunyi, sedangkan penambahan bisa dilakukan dengan membubuhkan bunyi-bunyi tersebut di awal, di tengah, atau di akhir sebuah kata. Berikut ini contoh peristiwa penambahan bunyi. (14) Bentuk asal : balance [ˈbæləns] Bentuk serapan : baransu [baransu] (ashi shinbun, 2012 年 3 月 27 日 10 時 37 分 ) Berdasarkan pengamatan terhadap data di atas, data tersebut menunjukkan peristiwa penambahan segmen. Segmen yang ditambahkan pada bentuk serapan adalah segmen vokal [+tinggi, -rendah, +belakang, dan +bundar]. Segmen vokal tersebut ditambahkan pada akhir kata. (97) Bentuk asal : olympic [əˈlɪmpɪk] Bentuk serapan :orinpikku [orimppikku] (manga no shinbun, 2012 年 06 月 04 日 ) Data di atas pada prinsipnya menunjukkan peristiwa penambahan segmen vokal dan konsonan pada setiap kata serapan BJ. Data (97) menunjukkan peristiwa penambahan segmen vokal [u] di akhir kata. Sebagaimana diketahui, BJ menurut Pike (1976:60) merupakan bahasa yang berstruktur alternasi sehingga konsonan selalu berdampingan dengan vokal sebagai penumpunya. Dengan demikian, segmen vokal [+tinggi, -rendah, +belakang, dan +bundar] menumpu konsonan hambat [k] setelah diserap dari BI. Data ini selain menunjukkan peristiwa penambahan vokal, juga terjadi peristiwa penambahan segmen konsonan hambat [k] pada posisi penultima. Pembetukan gairaigo di atas mendukung juga bahwa tidak semua kata serapan dari BI diserap utuh ke dalam BJ. Terjadi penambahan segmen vocal dan konsonan yang merefleksikan masyarakat Jepang tersebut konservatif. 4. Penyingkatan Segmen Suzuki (1975) menyebutkan sebuah perubahan bunyi yang berbeda dari yang telah dikemukakan oleh Schane dan Koizumi. Dia mengemukakan sebuah peristiwa perubahan bunyi yang disebut dengan on in shukuyaku. Artinya, perubahan bunyi yang dilakukan dengan cara memendekkan beberapa bunyi kata (Suzuki, 1975:80). Berikut ini bentuk peristiwa penyingkatan segmen yang terdapat dalam BJ. (12) Bentuk asal : stadium jumper [steidiəmˈ ʌmpər] Bentuk serapan: sutajyan [suta am] (asahi shinbun, 2012 年 3 月 27 日 10 時 37 分 ) 11
12 Pada data (12) bentuk asal dari kata sutajyan adalah stadium jumper. Kata asal ini kemudian diserap ke dalam BJ. Selama proses penyerapan, terjadi penyingkatan segmen dari bentuk asal menuju bentuk serapan. Ada beberapa segmen yang hilang selama terjadi penyingkatan, seperti pada bentuk asal kata stadium, segmen yang hilang adalah [d], [i], [u] dan [m]. Kemudian, bentuk asal kata jumper setelah diserap kehilangan segmen [m], [p], [e] dan [r]. Bentuk kata asal stadium jumper setelah diserap menjadi sutajyan. Secara fonologis dalam bentuk serapan BJ, kata sutajyan dalam bentuk transkripsi fonologisnya juga mengalami peristiwa asimilasi. Hal ini menunjukkan karakter masyarakat Jepang yang konservatif. 5. Pergantian Segmen Bentuk asal dari kata pergantian adalah ganti. Dalam KBBI (2005:334), ganti memiliki arti sesuatu yang bertukar, tidak hilang, dan digantikan dengan hal lain. Schane, Koizumi, dan Suzuki juga mengemukakan mengenai konsep pergantian. Namun, pada penelitian ini peneliti menggunakan konsep yang dikemukakan oleh Schane karena menurutnya segmen yang saling menggantikan itu adalah segmen yang memiliki satu ciri distingtif dari kedua bunyi. Untuk lebih jelasnya, berikut ini contoh peristiwa pergantian bunyi dalam kata serapan BJ. (109) Bentuk asal : tablet [ˈtæblət] Bentuk serapan : taburetto [taburetto] (Asahi no shinbun, 2012 年 9 月 7 日 10 時 14 分 ) Data (109) menunjukkan pergantian bunyi konsonan lateral [l] pada bentuk asal menjadi konsonan getar [r]. Berikut ini analisis ciri distingtif yang membuat bunyi ini bisa saling menggantikan. [l] [-silabis] [+konsonantal] [+sonorant] [-nasal] [+anterior] [+koronal] [-tinggi] [-rendah] [-belakang] [+kontinuan] [-pengelepasan tertunda] [-striden] [+bersuara] [-aspirasi] [+lateral] [r] [-silabis] [+konsonantal] [+sonorant] [-nasal] [+anterior] [+koronal] [-tinggi] [-rendah] [-belakang] [+kontinuan] [-pengelepasan tertunda] [-striden] [+bersuara] [-aspirasi] [-lateral] Analisis dengan ciri distingtif ini telah menunjukkan bahwa tidak banyak fiturfitur yang berbeda antara konsonan [l] dan [r]. Schane (1992) mengemukakan bahwa ada beberapa ciri pembeda untuk konsonan, yaitu cara daerah artikulasi, ciri pembeda kelas utama, dan cara artikulasi. Ketiga hal ini merupakan aspek 12
13 utama dalam melihat kualitas sebuah bunyi. Berdasarkan kedua bunyi di atas, dari segi ciri kelas utama, seperti [konsonantal], [silabis], [sonorant], dan [nasal] tidak ada satupun fitur yang berbeda. Hal ini juga terjadi dari cara daerah artikulasi, sama-sama dihasilkan pada daerah anterior, yaitu daerah bagian terdepan rongga mulut. Konsonan [r] dan [l] dihasilkan di--daerah alveolar. Kemudian, dari cara artikulasi, ada beberapa fitur yang sama-sama dimiliki oleh kedua bunyi tersebut, seperti [+kontinuan], [-pengelepasan tertunda], [-striden], [+bersuara], dan [- aspirasi]. Namun, dari segi kelateralannya kedua bunyi ini tidak memiliki kesamaan. Hal ini merefleksikan bahwa meskipun hanya satu ciri distingtif yang berbeda, pada saat menyerap kata masyarakat Jepang tetap bersifat konservatif, yaitu mempertahankan yang ada dan menyesuaikan dengan bunyi-bunyi yang mereka miliki. Penutup Berdasarkan hasil analisis, struktur BJ menyebabkan banyak ditemukan proses fonologis. Proses yang terjadi selama pembentukan kata serapan BJ adalah pelesapan, pergantian, penyisipan, penambahan segmen (vocal dan kosonan) dan asimilasi. Proses fonologis yang paling banyak terjadi adalah penambahan dan penyisipan. Hal ini menunjukkan bahwa masyaraakat Jepang adalah masyarakat yang konserfatif dan inovatif. 13
14 Daftar Pustaka Booij, Geert The Grammar of Word an Introduction to Linguistic Morphology. Second Edition. United State: Oxford University Press. Koizumi. T Gengogaku Nyuumon. Tokyo : Daishukan Shoten. Pike, Kenneth L Phonemics : A Technique for Reducing Languages to. Ann Arbror : The University of Michigan. Schane, Sanford A Fonologi Generatif. San Diego: University of California. Sunarni, Nani dan Jonjon Johana Morfologi Bahasa Jepang: Sebuah Pengantar. Bandung-: Sastra Unpad Press Suwarto Perspektif Analogi Dan Anomali Kata Serapan Ddalam Bahasa Indonesia. Makalah. Medan: Fakultas Sastra USU. Suzuki, Daikichi Tanoshi Nihongo no Bunpo. Tokyo : Kabushiki Kaisha. Tsujimura, Natsuko An Introduction to Japanese Linguistics. Hong Kong : Blackwell. Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Yusuf, Suhendra Fonetik dan Fonologi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 14
FONOLOGI BAHASA KANAUMANA KOLANA
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No. 1 April 2017, 145-158 Available Online at http://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jret FONOLOGI BAHASA KANAUMANA KOLANA Lodia Amelia Banik Universitas Warmadewa
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal lain (Alwi,
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal
Lebih terperinciPendahuluan. 4-Nov-16 Adi Yasran, UPM
Nota Kuliah BBM3202 Pendahuluan Fitur Distingtif (ciri pembeza) ialah unit terkecil nahu yang membezakan makna. Cth: Pasangan minimal [pagi] dan [bagi] yang dibezakan maknanya pada fitur tak bersuara [p]
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan dalam menyusun landasan atau kerangka teori. Kajian pustaka berfungsi
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASARN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
BAB II KONSEP, LANDASARN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah suatu rangkaian kegiatan yang terencana dan sistematis untuk menemukan jawaban suatu permasalahan atau konsep adalah gambaran
Lebih terperinciPROSES FONOLOGIS DAN PENGKAIDAHANNYA DALAM KAJIAN FONOLOGI GENERATIF
DEIKSIS Vol. 09 No.01, Januari 2017 p-issn: 2085-2274, e-issn 2502-227X hal. 70-78 PROSES FONOLOGIS DAN PENGKAIDAHANNYA DALAM KAJIAN FONOLOGI GENERATIF Saidatun Nafisah Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas
Lebih terperinciHarimurti Kridalaksana FONETIK. Definisi dari Para Linguis 21/03/2014. Kamus Linguistik. Fonologi Jepang
FONETIK Pengantar Linguistik Jepang Fonetik 10 Maret 2014 DEFINISI Definisi dari Para Linguis Harimurti Kridalaksana Kamus Linguistik Sheddy N. Tjandra Fonologi Jepang Harimurti Kridalaksana 1. Ilmu yang
Lebih terperinciREALISASI FONETIS KONSONAN GETAR ALVEOLAR BAHASA INDONESIA PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DEWASA
REALISASI FONETIS KONSONAN GETAR ALVEOLAR BAHASA INDONESIA PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DEWASA PHONETIC REALIZATION OF CONSONANT ALVEOLAR TRILL IN INDONESIAN BY MALE AND FEMALE Sang Ayu Putu Eny Parwati
Lebih terperinciNama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi
Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : 1402408261 4. Tataran Linguistik (1) : fonologi Ketika kita mendengar orang berbicara, tentang berpidato atau bercakapcakap, maka kita akan runtunan bunyi bahasa yang berubah-ubah.
Lebih terperinci1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal
1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi Alat ucap dan alat bicara yang dibicarakan dalam proses memproduksi bunyi bahasa dapat dibagi atas tiga komponen, yaitu : a. Komponen subglotal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan asal-usulnya, kosakata bahasa Jepang (goi) terbagi atas wago,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan asal-usulnya, kosakata bahasa Jepang (goi) terbagi atas wago, kango dan gairaigo. Wago ( 和語 ) adalah kosakata bahasa Jepang asli yang biasanya ditulis dengan
Lebih terperinciSISTEM FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI KENAGARIAN SINGKARAK KECAMATAN X KOTO SINGKARAK KABUPATEN SOLOK
SISTEM FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI KENAGARIAN SINGKARAK KECAMATAN X KOTO SINGKARAK KABUPATEN SOLOK Deni Nofrina Zurmita 1, Ermanto 2, Zulfikarni 3 Program Studi Sastra Indonesia FBS Universitas Negeri
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur. segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah membuktikan bahwa adanya persamaan dan
Lebih terperinciPENGGUNAAN BUNYI SEGMENTAL MELALUI PENERAPAN TEKNIK SHOW NOT TELL (MENUNJUKKAN BUKAN MEMBERITAHUKAN)
1 Syamsudduha 2 Mahmudah / Penggunaan Segmental Melalui Penerapan Teknik 515 PENGGUNAAN BUNYI SEGMENTAL MELALUI PENERAPAN TEKNIK SHOW NOT TELL (MENUNJUKKAN BUKAN MEMBERITAHUKAN) 1 Syamsudduha 2 Mahmudah
Lebih terperinciFONOLOGI GENERATIF OLEH MOH. FATAH YASIN. Pendahuluan
FONOLOGI GENERATIF OLEH MOH. FATAH YASIN Pendahuluan Pada tahun 1940 sampai dengan tahun 1950-an fonologi adalah cabang linguistik yang banya dibicarakan di antara cabang-cabang linguistik lainnya. Pada
Lebih terperinciFAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
PEMEROLEHAN BUNYI UJARAN BAHASA INDONESIA ANAK USIA DUA TAHUN: ANALISIS FONOLOGI GENERATIF TESIS OLEH RAHMAWATI 127009009 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 PEMEROLEHAN BUNYI UJARAN
Lebih terperinciSUBTITUSI KONSONAN PADA PENDERITA DISARTRIA. Retno Handayani Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdiknas
SUBTITUSI KONSONAN PADA PENDERITA DISARTRIA FON PENDAHULUAN Retno Handayani Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdiknas retno.hdyn@gmail.com Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi terasa mudah
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pembahasan dalam bab V terbagi menjadi dua bagian, yaitu simpulan dan saran. Simpulan dan saran berdasarkan hasil pembahasan pada bab IV sebelumnya. 5.1 Simpulan Tujuan utama penelitian
Lebih terperinciPelafalan Bunyi Konsonan Nasal Bahasa Inggris Siswa Kelas IX SLB-B Negeri Sidakarya Denpasar
Pelafalan Bunyi Konsonan Nasal Bahasa Inggris Siswa Kelas IX SLB-B Negeri Sidakarya Denpasar Nissa Puspitaning Adni Program Magister Linguistik Universitas Udayana Ponsel 085953863908 nissa_puspitaning@yahoo.com
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam melakukan sebuah penelitian, tentu harus ada acuan atau teori-teori yang digunakan oleh peneliti. Begitu pula dalam penelitian ini. Penelitian tentang gejala kelainan pelafalan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA,KONSEP, DAN KERANGKA TEORI Penelitian Sebelumnya Terhadap Bahasa Gayo
BAB II KAJIAN PUSTAKA,KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Sebelumnya Terhadap Bahasa Gayo Penelusuran kepustakaan menunjukkan bahwa bunyi-bunyi dalam bahasa nusantara (bahasa
Lebih terperinciBAB 4 4. TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI
4. TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI BAB 4 Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa. Fonologi terbentuk dari kata fon = bunyi dan logi
Lebih terperinciBAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM
BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM A. PENGANTAR Fonologi adalah ilmu yang mempelajari bunyi bahasa. Fonologi secara Etimologi berasal dari kata fon, yang artinya bunyi dan logi yang berarti ilmu. Fonologi
Lebih terperinciHakikat Fonologi. Modul 1 PENDAHULUAN
D PENDAHULUAN Modul 1 Hakikat Fonologi Achmad H.P. Krisanjaya alam modul linguistik umum, Anda telah mempelajari bahwa objek yang dikaji oleh linguistik umum adalah bahasa. Bidang-bidang kajian dalam linguistik
Lebih terperinciOleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp / Telp. (0274) atau
Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp 08121575726/ 0274-7817575 Telp. (0274) 882481 Email: hermanuny@yahoo.com atau hermansp@uny.ac.id 1 ORGAN ARTIKULASI Bibir atas (labium superior) Bibir bawah (labium imperior)
Lebih terperinciBAB IV TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI
NAMA : TAUFIQ SHOFYAN HADI NIM : 1402408291 BAB IV TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI Kalau kita mendengar orang berbicara, entah berpidato atau bercakap-cakap, maka akan kita dengar runtunan bunyi bahasa
Lebih terperinciIDENTITAS MATA KULIAH 16/03/2008 HERMAN 1
IDENTITAS MATA KULIAH Mata kuliah Kode mata kuliah Jumlah SKS Prodi/jurusan : Artikulasi : PLB221 : 2 SKS : Pend. Luar Biasa 16/03/2008 HERMAN 1 KOMPETENSI Mahasiswa memiliki pengetahuan dan keterampilan
Lebih terperinciBAB 4 TATARAN LINGUISTIK (1): FONOLOGI
BAB 4 TATARAN LINGUISTIK (1): FONOLOGI Linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.pada bidang linguistic yang mempelajari, menganalisis,dan membicarakan
Lebih terperinciBUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR FONOLOGI BAHASA NUSANTARA
BUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR FONOLOGI BAHASA NUSANTARA 1. Nama Mata kuliah : Fonologi Bahasa Nusantara 2. Kode/SKS : BDN 120 1/2 SKS 3. Prasyarat : Pengantar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal tersebut menjadikan Indonesia mempunyai kekayaan kebudayaan yang sangat beraneka ragam. Kebudayaan
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
153 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari hasil analisis yang peneliti lakukan terhadap perubahan fonem pelafalan lirik lagu berbahasa Indonesia dengan menggunakan karakter suara scream dan growl
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. menimbulkan kesalahpahaman dalam penyampaiannya,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam bahasa Mandarin sangat penting ketepatan pelafalan vokal dan konsonan. Hal ini disebabkan untuk menghindari kesalahan dalam komunikasi
Lebih terperinciANIS SILVIA
ANIS SILVIA 1402408133 4. TATANAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI Kalau kita nmendengar orang berbicara, entah berpidato atau bercakap-cakap, maka akan kita dengar runtutan bunyi bahasa yang terus menerus, kadang-kadang
Lebih terperinciCHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY
CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY Faculty of Humanities English Department Program Strata 1 THE DIFFICULTY OF PRONOUNCING ENGLISH FRICATIVES BY SPEAKERS OF INDO-EUROPEAN LANGUAGE Cristine Natalia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bagi pemelajar Bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi pemelajar Bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa atau Javanese Learners of English (JLE), dikatakan menguasai bahasa Inggris (BI) tidak hanya ditunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan asal usulnya, kosakata bahasa Jepang terbagi atas wago,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan asal usulnya, kosakata bahasa Jepang terbagi atas wago, kango dan gairaigo. Wago ( 和語 ) adalah kosakata dari bahasa Jepang asli. Kango ( 漢語 ) merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada bahasa secara universal. Linguistik memiliki dua cabang pembagian yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik adalah ilmu yang menelaah tentang asas-asas umum yang berlaku pada bahasa secara universal. Linguistik memiliki dua cabang pembagian yaitu linguistik mikro
Lebih terperinciPROSES MORFONOLOGIS PREFIKS DALAM BAHASA WOLIO (KAJIAN TRANSFORMASI GENERATIF) La Ino
PROSES MORFONOLOGIS PREFIKS DALAM BAHASA WOLIO (KAJIAN TRANSFORMASI GENERATIF) La Ino Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP, Universitas Haluoleo Kendari Email. Abstract This article studies the Ianguage
Lebih terperinciDisusun Oleh : Nama : Siti Mu awanah NIM : Mata Kuliah : Bahasa Indonesia Dosen : Drs. Umar Samadhy, M.Pd.
Disusun Oleh : Nama : Siti Mu awanah NIM : 1402408022 Mata Kuliah : Bahasa Indonesia Dosen : Drs. Umar Samadhy, M.Pd. PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Lebih terperinciSISTEM FONOLOGIS BAHASA MAKASSAR DIALEK CIKOANG KABUPATEN TAKALAR
SISTEM FONOLOGIS BAHASA MAKASSAR DIALEK CIKOANG KABUPATEN TAKALAR Charmilasari (Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNCP) charmila_s@yahoocom ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
Lebih terperinciBab 2. Landasan Teori. terkecil dari bahasa, yaitu bunyi. Menurut Okumura dalam Tjandra (2004:1), dalam
Bab 2 Landasan Teori 2.1. Teori Fonetik dan Fonologi Fonetik dan fonologi sangat berkaitan dan keduanya berhubungan dengan satuan terkecil dari bahasa, yaitu bunyi. Menurut Okumura dalam Tjandra (2004:1),
Lebih terperinciBahasa Jawa Dialek Brebes; Sebuah Telaah Fonologi Generatif
Bahasa Jawa Dialek Brebes; Sebuah Telaah Fonologi Generatif Mohammad Andi Hakim Mahasiswa Magister Linguistik Universitas Diponegoro @andyhachim@gmail.com Abstraksi This research investigates the content
Lebih terperinciBAB II FONETIK 1. Bunyi Bahasa dan Terjadinya
BAB II FONETIK 1. Bunyi Bahasa dan Terjadinya Manusia dalam hidupnya selalu berkomumkasi dengan manusia yang lain lewat bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dengan pendengar berupa bunyi-bunyi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya. Komunikasi yang
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. mengandung arti kata bunyi, yaitu : lafz, jahr dan saut sepadan dengan noise
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2007 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh
Lebih terperinciBAB 2. Landasan Teori
BAB 2 Landasan Teori Pada Bab 2 ini penulis akan menjelaskan teori-teori yang akan penulis pakai dalam menganalisa data pada Bab 4. Teori-teori ini adalah teori fonologi, teori fonetik dan teori fonem.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dihasilkan dari alat ucap
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Keraf (1997:1) bahasa merupakan alat komunikasi anggota masyarakat berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dihasilkan dari alat ucap
Lebih terperinciTATARAN LINGUISTIK FONOLOGI
Nama : Nugraheni Widyapangesti NIM : 1402408207 TATARAN LINGUISTIK FONOLOGI Runtutan bunyi dalam bahasa ini dapat dianalisis atau disegmentasikan berdasarkan tingkatan kesatuannya yang ditandai dengan
Lebih terperinciBAB I I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemelajar bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa (Javanese
BAB I I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemelajar bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa (Javanese Learners of English or JLE) rata-rata mempunyai kebiasaan untuk mengucapkan bunyibunyi bahasa
Lebih terperinciTUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI)
TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI) Debby Yuwanita Anggraeni Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI peacoy@gmail.com Abstrak Penelitian
Lebih terperinciSISTEM FONOLOGI BAHASA LAMALERA
SISTEM FONOLOGI BAHASA LAMALERA Tri Wahyu Retno Ningsih 1 Endang Purwaningsih 2 Fakultas Sastra Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya 100 Pondok Cina Depok 1 t_wahyu@staff.gunadarma.ac.id Abstrak Sistem
Lebih terperinciBBM 1: OBJEK KAJIAN FONETIK, ALAT UCAP, KLASIFIKASI BUNYI BAHASA, DAN PROSES TERBENTUKNYA BUNYI BAHASA
BBM 1: OBJEK KAJIAN FONETIK, ALAT UCAP, KLASIFIKASI BUNYI BAHASA, DAN PROSES TERBENTUKNYA BUNYI BAHASA Iyos A. Rosmana PENDAHULUAN Ilmu bahasa terdiri atas empat tataran, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan data yang telah dianalisis pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa persamaan dan perbedaan perubahan fonem yang terjadi pada proses
Lebih terperinciPROSES FONOLOGI BAHASA BELANDA
PROSES FONOLOGI BAHASA BELANDA Sri Sulihingtyas 1 ABSTRACT Phonological process is a process of change in the sounds of language that occurs when a person speaks. This process occurs due to the adjustment
Lebih terperinciKOMPETENSI LULUSAN. Berkomunikasi tertulis. Berfikir Analitis. Bekerja dalam Tim. Berfikir Logis. Bekerja Mandiri. Berkomunikasi Lisan
KOMPETENSI LULUSAN Berkomunikasi tertulis Berfikir Analitis Bekerja dalam Tim Ilmu Pengetahuan Teknologi Bekerja Mandiri Berfikir Logis Berkomunikasi Lisan Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp 08121575726/ 0274-7817575
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Indonesia. Please purchase 'e-pdf Converter and Creator' on to remove this message.
13 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Berkaitan dengan permasalahan dan tujuan yang telah diungkapkan dalam bab sebelumya, penulis akan menggunakan berbagai teori dalam bab ini. Teori yang akan digunakan
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Ciri akustik penutur asli BK dan penutur asli BI, serta perbedaan ciri akustik pada penutur asli BK dan penutur asli BK adalah sebagai berikut. 1. Nada tertinggi penutur
Lebih terperinciProses Fonologis Dan Kaidah-Kaidah Fonologis
Proses Fonologis Dan Kaidah-Kaidah Fonologis Salliyanti Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Tulisan ini membicarakan proses fonologis
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciPENGEMBANGAN ALGORITMA SOUNDEX PADA SPELL CHECKER BAHASA INDONESIA
PENGEMBANGAN ALGORITMA SOUNDEX PADA SPELL CHECKER BAHASA INDONESIA Ika Purwanti Ningrum 1, Muh. Yamin 2, Samsul 3 (1) Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknik, UHO, (Contact : 081328806820, ika.purwanti.n@gmail.com)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan untuk para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi,
Lebih terperinciDr. Jauharoti Alfin, M. Si Zudan Rosyidi, MA
Dr. Jauharoti Alfin, M. Si Zudan Rosyidi, MA i KATA PENGANTAR DARI REKTOR Merujuk pada PP 55 tahun 2007 dan Kepmendiknas No 16 tahun 2007, Kepmendiknas No. 232/U/2000 tentang Penyusunan Kurikulum Pendidikan
Lebih terperinciFAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN FONEM KOSAKATA SERAPAN BAHASA SANSKERTA DALAM BAHASA BALI
1 FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN FONEM KOSAKATA SERAPAN BAHASA SANSKERTA DALAM BAHASA BALI A. A. Ayu Mita Prihantika Putri Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana Abstrak The purpose of this writing
Lebih terperinciPenguasaan Kelas Kata Bahasa Indonesia. Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 18 Padang. Sri Fajarini. Mahasiswa Universitas Andalas)
Penguasaan Kelas Kata Bahasa Indonesia Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 18 Padang Sri Fajarini Mahasiswa Universitas Andalas) Abstract: This study explains and describes mastery of the Indonesian language
Lebih terperinciKata Kunci: prokem, masyarakat Desa Giri, sosiolinguistik.
ABSTRAK Penelitian yang berjudul Pembentukan Prokem dalam Komunikasi Masyarakat Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik: Kajian Sosiolonguistik bertujuan untuk mendeskripsikan pola pembentukan prokem
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. Dalam penelitian ini ada lima tesis yang digunakan untuk mendukung topik
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Dalam penelitian ini ada lima tesis yang digunakan untuk mendukung topik yang sedang dibahas agar dapat membantu melengkapi
Lebih terperinciBAB X SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, simpulan hasil penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut.
BAB X SIMPULAN DAN SARAN 10.1 Simpulan Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan hipotesis yang diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, simpulan
Lebih terperinciBBM 2: CARA MEMBENTUK FONEM BAHASA INDONESIA
BBM 2: CARA MEMBENTUK FONEM BAHASA INDONESIA Iyos A. Rosmana PENDAHULUAN Bahan Belajar Mandiri (BBM) 2 ini membahas cara membentuk fonem bahasa Indonesia. Tujuan penulisan BBM ini agar Anda dapat mengetahui
Lebih terperinciREDUPLIKASI PREFIKS {MENG-} BAHASA INDONESIA DALAM ANALISIS APLIKASI TOOLBOX ABSTRAK
REDUPLIKASI PREFIKS {MENG-} BAHASA INDONESIA DALAM ANALISIS APLIKASI TOOLBOX Maria Osmunda Eawea Monny Sekolah Tinngi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Citra Bina Nusantara-Kupang Jl. Manafe No. 17
Lebih terperinciNama : MAOIDATUL DWI K NIM : BAB 4 FONOLOGI
Nama : MAOIDATUL DWI K NIM : 1402408303 BAB 4 FONOLOGI Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari tentang runtutan bunyibunyi bahasa. Fonologi dibedakan menjadi dua berdasarkan objek studinya,
Lebih terperinciJENIS, STRUKTUR, SERTA VARIASI TERJEMAHAN HATSUWA DAN DENTATSU NO MODARITI DALAM NOVEL KOGOERU KIBA KARYA ASA NONAMI
JENIS, STRUKTUR, SERTA VARIASI TERJEMAHAN HATSUWA DAN DENTATSU NO MODARITI DALAM NOVEL KOGOERU KIBA KARYA ASA NONAMI Sarah Mayung Sarungallo Program Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra dan Budaya Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbahasa merupakan pengalaman universal yang dimiliki oleh manusia. Bahasa adalah sistem bunyi ujar. Bunyi bahasa yang tidak sesuai diucapkan oleh seorang pengguna
Lebih terperinciAssalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia
Assalamu alaikum Wr. Wb Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia TATA BAHASA BAKU BAHASA INDONESIA KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA Bahasa yang terpenting di kawasan Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN. celah di antara kedua sisi kanan dan kiri dari bibir. Kadang kala malah lebih luas,
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Labioshizchis atau lebih dikenal dengan bibir sumbing ini merupakan kelainan bawaan yang timbul saat pembentukan janin yang menyebabkan adanya celah di antara kedua
Lebih terperinciPROSES PENYERAPAN KATA DALAM BAHASA INDONESIA DARI BAHASA INGGRIS PADA RUBRIK POLITIK DAN HUKUM, SURAT KABAR SATELITPOST EDISI AGUSTUS 2016
PROSES PENYERAPAN KATA DALAM BAHASA INDONESIA DARI BAHASA INGGRIS PADA RUBRIK POLITIK DAN HUKUM, SURAT KABAR SATELITPOST EDISI AGUSTUS 2016 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar
Lebih terperinciPengantar. Aspek Fisiologis Bahasa. Aspek Fisik Bahasa 13/10/2014. Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober Aspek Fisiologis Bahasa
Pengantar Aspek Fisiologis Bahasa Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober 2014 Aspek Fisiologis Bahasa WUJUD FISIK BAHASA Ciri2 fisik bahasa yg dilisankan Aspek Fisik Bahasa Bgmn bunyi bahasa itu dihasilkan
Lebih terperinciPERUBAHAN BUNYI FONEM VOKAL ETIMON-ETIMON PROTO- AUSTRONESIA DALAM BAHASA INDONESIA
1 PERUBAHAN BUNYI FONEM VOKAL ETIMON-ETIMON PROTO- AUSTRONESIA DALAM BAHASA INDONESIA FERY FREDY ANDRIAN Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana abstract This study focused
Lebih terperinciKrisis Kepercayaan Diri Mahasiswa dalam Berkomunikasi Menggunakan Bahasa Inggris
Krisis Kepercayaan Diri Mahasiswa dalam Berkomunikasi Menggunakan Bahasa Inggris Oeh: Theresia Budi Sucihati, M.Pd. Dosen Tetap Yayasan STKIP PGRI NGAWI Mahasiswa dalam peraturan dipungkiri bahasa Inggris
Lebih terperinciBAB VI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB VARIASI FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DALAM KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA
176 BAB VI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB VARIASI FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DALAM KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA Setiap nyanyian (termasuk kidung) memiliki unsur estetis yang mengindahkan setiap aturan. Aturan pokok
Lebih terperinciPEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI PONDOK PESANTREN HADZIQIYYAH KABUPATEN JEPARA
PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI PONDOK PESANTREN HADZIQIYYAH KABUPATEN JEPARA Himawatul Azmi Nur dan Prembayun Miji Lestari Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, FBS, Universitas Negeri Semarang ABSTRAK Tujuan
Lebih terperinciPROSES FONOLOGIS BAHASA ARAB DALAM ALQURAN SUATU TINJAUAN FONOLOGI GENERATIF. Oleh : Drs. ABDUL AZIZ, WAHAB, M. Ag AHMAD FAUZI, M. Pd AINOL, M. Pd.
Proposal Penelitian PROSES FONOLOGIS BAHASA ARAB DALAM ALQURAN SUATU TINJAUAN FONOLOGI GENERATIF Oleh : Drs. ABDUL AZIZ, WAHAB, M. Ag AHMAD FAUZI, M. Pd AINOL, M. Pd. I SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM(STAI)
Lebih terperinciANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN GAIRAIGO PADA MAHASISWA SASTRA JEPANG ANGKATAN 2010 UNIVERSITAS BRAWIJAYA SKRIPSI OLEH IKA MILA PRATIWI
ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN GAIRAIGO PADA MAHASISWA SASTRA JEPANG ANGKATAN 2010 UNIVERSITAS BRAWIJAYA SKRIPSI OLEH IKA MILA PRATIWI 105110200111065 PROGRAM STUDI S1 SASTRA JEPANG JURUSAN BAHASA DAN SASTRA
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bagian ini, dipaparkan mengenai pendahuluan penelitian yang dapat diuraikan sebagai berikut. Adapun uraiannya meliputi (1) latar belakang, (2) identifikasi masalah, (3) batasan
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. A. Kesimpulan
94 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Proses morfologi yang ditemukan dalam penelitian ini ada dua yaitu afiksasi dan reduplikasi. Afiksasi yang ditemukan berupa prefiksasi, sufiksasi, konfiksasi dan simulfiksasi.
Lebih terperinciFONOLOGI BAHASA BATAK TOBA : ANALISIS GENERATIF SKRIPSI SARJANA. Oleh : RAYNAVOREGITALIANA TAMBUNAN
FONOLOGI BAHASA BATAK TOBA : ANALISIS GENERATIF SKRIPSI SARJANA Oleh : RAYNAVOREGITALIANA TAMBUNAN 140703017 PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK FAKULTAS ILMU BUDAYA 2018 2 FONOLOGI BAHASA BATAK TOBA
Lebih terperinciFONOLOGI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Bahasa Indonesia Dosen : DR. Prana Dwija Iswara, S. Pd. M.
FONOLOGI MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Bahasa Indonesia Dosen : DR. Prana Dwija Iswara, S. Pd. M. Pd oleh: Konsentrasi Bahasa Indonesia Semester 7 Kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat untuk berkomuniksai yang tak pernah lepas dalam
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat untuk berkomuniksai yang tak pernah lepas dalam kehidupan sehari-hari kita. Dengan bahasa kita dapat menyampaikan maksud, pikiran, akal,
Lebih terperinciFONOLOGI BAHASA RONGGA: SEBUAH KAJIAN TRANSFORMASI GENERATIF
FONOLOGI BAHASA RONGGA: SEBUAH KAJIAN TRANSFORMASI GENERATIF I NYOMAN SUPARSA suparsa_nym@yahoo.com Promotor: Prof. Dr. Aron Meko Mbete, Ko-promotor I: Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S., Ko-promotor II:
Lebih terperinciTEORI FONEM 1. Paitoon M. Chaiyanara Nanyang Institute of Education Singapore
Paitoon M. Chaiyanara Halaman 63 TEORI FONEM 1 Paitoon M. Chaiyanara Nanyang Institute of Education Singapore Abstract Theory of phoneme is a phonological theory well-known at the end of the nineteenth
Lebih terperinciINTERPRETASI SEGMEN BUNYI BAHASA JAWA KUNO: ANALISIS SPEECH ANALYZER DAN FITUR DISTINGTIF
INTERPRETASI SEGMEN BUNYI BAHASA JAWA KUNO: ANALISIS SPEECH ANALYZER DAN FITUR DISTINGTIF THE INTERPRETATION OF SOUND SEGMENT OF OLD JAVANESE: SPEECH ANALYZER AND DISTINCTIVE FEATURES ANALYSIS Ni Ketut
Lebih terperinciFONOLOGI BUNYI KONSONAN (Soalan Sebenar STPM: )
Bahasa Melayu Kertas 1 STPM FONOLOGI BUNYI KONSONAN (Soalan Sebenar STPM: 2006-2010) 01 Udara dari paru-paru keluar melalui rongga mulut. Udara tersekat pada dua bibir yang dirapatkan. Udara dilepaskan
Lebih terperinciUnit 4 STRUKTUR FONOLOGI DAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA. Muh. Faisal
Unit 4 STRUKTUR FONOLOGI DAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA Muh. Faisal P ada unit IV dalam bahan ajar cetak mata kuliah Kajian Bahasa Indonesia SD ini dibahas mengenai Struktur Fonologi dan Morfologi Bahasa
Lebih terperinciKAIDAH FONOTAKTIK GUGUS KONSONAN KATA-KATA BAHASA INDONESIA YANG BERSUKU DUA
KAIDAH FONOTAKTIK GUGUS KONSONAN KATA-KATA BAHASA INDONESIA YANG BERSUKU DUA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
Lebih terperinciANALISIS KONTRASTIS BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA. Riris Tiani Fakultas Ilmu Budaya Undip
ANALISIS KONTRASTIS BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA Riris Tiani Fakultas Ilmu Budaya Undip tiani.riris@gmail.com Abstrak Bahasa Jawa dan bahasa Indonesia dapat diketahui struktur fonologi, morfologi,
Lebih terperinciANALISIS KOMPONEN MAKNA KATA DAN FRASA BAHASA ASING DALAM IKLAN ELEKTRONIK PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA EDISI MARET 2012
ANALISIS KOMPONEN MAKNA KATA DAN FRASA BAHASA ASING DALAM IKLAN ELEKTRONIK PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA EDISI MARET 2012 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Strata
Lebih terperinci98 Seminar Nasional dan Launching ADOBSI
PENERAPAN PROSES FONOLOGIS TERHADAP PENGAJARAN BAHASA INDONESIA Munirah Universitas Muhammadiyah Makassar munirah.fkip@gmail.com Abstrak Fonologi merupakan salah satu aspek kebahasaan yang sangat penting
Lebih terperinciBAB V SISTEM FONEM BAHASA BATAK ANGKOLA
BAB V SISTEM FONEM BAHASA BATAK ANGKOLA 1. Pengantar Fonologi bahasa Angkola akan diberikan dalam penelitian mi. Angkola adalah bahasa pertama bagi penduduk Sidempuan, eks karesidenan Sibolga, propinsi
Lebih terperinciNama Mata Kuliah : Konsep Dasar Bahasa Indonesia Kode Mata Kuliah : KSD -224
Nama Mata Kuliah : Konsep Dasar Bahasa Indonesia Kode Mata Kuliah : KSD -224 SKS : 2 SKS Dosen : S M.Pd Program Studi : S1 PGSD Prasyarat : - Waktu Perkuliahan : Semester Genap I. Deskripasi Mata Kuliah:
Lebih terperinciPENGARUH SISTEM FONOLOGI BAHASA PERTAMA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA KEDUA: STUDI KASUS PADA PENUTUR BAHASA JEPANG
PENGARUH SISTEM FONOLOGI BAHASA PERTAMA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA KEDUA: STUDI KASUS PADA PENUTUR BAHASA JEPANG Apriliya Dwi Prihatiningtyas, Santi Prahmanati Mardikarno Fakultas Sastra, Universitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gejala kelainan..., Dian Novrina, FIB UI, 2009
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem bunyi yang digunakan oleh sekelompok orang untuk berkomunikasi. Bahasa ialah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh
Lebih terperinci