MEMAHAMI KEBUDAYAAN JEPANG MELALUI CHADO (UPACARA MINUM TEH)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MEMAHAMI KEBUDAYAAN JEPANG MELALUI CHADO (UPACARA MINUM TEH)"

Transkripsi

1 MEMAHAMI KEBUDAYAAN JEPANG MELALUI CHADO (UPACARA MINUM TEH) Penulis: Ria Shaumi Widyanisa Pembimbing: Dr. Endang P. Gularso Abstract This thesis discusses the understanding of Japanese culture through a Chado or tea ceremony. Tea ceremony, which is one of Japanese culture represents the values of Japanese culture; which is so complex. Qualitatively researched through descriptive design, the results suggest that Indonesian people need to understand Japanese culture before interacting with the Japanese; frame is very important to the Japanese people in positioning themselves in every size of daily life. Also it is found that there is a vertical and horizontal relation that affect how the interaction patterns of the Japanese. Keywords: Chado, attribute, frame, vertical relation, horizontal relation Kebudayaan merupakan sebuah pedoman bagi masyarakat dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya, sehingga apa yang terlihat dalam kehidupan sehari-hari pada masyarakat tertentu mencerminkan kebudayaan yang mereka miliki. Jepang merupakan salah satu Negara maju yang masih mempertahankan kebudayaannya, walaupun adanya budaya asing masuk pada masyarakat Jepang di era globalisasi. Hal tersebut dapat terlihat pada nilai-nilai yang diterapkan oleh masyarakat Jepang dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu cara untuk memahami masyarakat Jepang dapat dilakukan dengan mempelajari upacara minum teh (Chado). Upacara minum teh dalam bahasa Jepang disebut Chanoyu secara harfiah adalah air panas untuk teh, sesuai dengan kamus bahasa Jepang. Masyarakat Jepang lebih mengenal dengan Chado yang memiliki arti secara harfiah yaitu the way of tea, sebuah jalan mendapatkan kedamaian dalam semangkuk teh. Upacara minum teh ini merupakan perwujudan dari nilai-nilai pemahaman yang diperoleh seseorang dari pendalaman serta disiplin menghidangkan teh dengan menikmatinya sebagai kepuasan batin dan merupakan dasar gaya hidup. Upacara minum teh memiliki prinsip-prinsip

2 dasar yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu Wa Kei Sei Jaku (keserasian, rasa hormat, kemurnian, dan ketenangan). Pada era globalisasi ini terjadi mobilitas yang tinggi. Hal tersebut memicu terjadinya perpindahan individu atau sekelompok individu ke negara lain untuk berbagai kepentingan, seperti kepentingan bisnis, official mission, convetion, berlibur, sekolah, dan lain-lain. Jepang merupakan salah satu negara yang penduduknya terbanyak datang ke Indonesia setelah Malaysia dan Singapura (BPS tahun ). Walaupun Jepang bukan yang terbanyak jumlah pengunjung yang datang ke Indonesia, tetapi di antara ketiga negara tersebut, Jepang memiliki budaya yang berbeda dengan Indonesia. Hal ini bukan berarti Singapura dan Malaysia tidak memiliki perbedaan budaya dengan Indonesia, tetapi Jepang memiliki banyak perbedaan dalam hal budaya dengan Indonesia. Hal inilah yang menarik untuk dibahas dalam skripsi ini. Budaya Jepang banyak mendapat pengaruh dari ajaran agama Budha-aliran Zen, seperti yang terdapat dalam Chado (upacara minum teh), seni beladiri, dan Ikebana (seni merangkai bunga). Pengaruh aliran Zen dalam budaya Jepang menjadi menarik apabila melihat bahwa orang Jepang yang tetap menerapkan budaya Jepang, seperti tata krama dalam kehidupan sehari-hari walaupun mereka berada di Indonesia. Tata krama yang ada dalam budaya Jepang dapat dilihat secara aspek hubungan horizontal dan vertikal. Secara hubungan horizontal, tata krama yang masih dipegang teguh oleh orang Jepang dapat terlihat, seperti saat pertama kali berkenalan dengan orang lain langsung memberikan kartu nama yang hanya terdiri dari nama tanpa gelar dan tempat bekerja. Aspek hubungan vertikal terlihat dalam penggunaan tambahan sebutan San, -Kun, dan hanya nama. Penggunaan sebutan tersebut berdasarkan senioritas dan usia. Orang Jepang sangat memperhatikan tata krama dan bahasa yang digunakan saat pertama kali bertemu. Apabila tata krama dan bahasa yang digunakan dianggap kurang baik, maka orang tersebut akan dinilai tidak baik sejak saat itu dan seterusnya (Nakane, 1991). Sesuai dengan data BPS tahun banyak orang Jepang datang ke Indonesia dengan bermacam tujuan. Banyaknya orang Jepang berkunjung ke Indonesia menghasilkan interaksi antara orang Indonesia dengan orang Jepang. Seperti yang dijelaskan oleh Chie Nakane mengenai karakter orang Jepang yang akan menilai baik tidaknya orang lain dari pertama kali bertemu, seperti tata krama dan bahasa. Orang

3 Jepang akan tetap berinteraksi sesuai dengan apa yang mereka lakukan di Jepang walaupun mereka berada di Indonesia. Orang Jepang juga akan menerapkan penilaian mereka terhadap orang Indonesia seperti yang biasa mereka lakukan di Jepang. Orang Jepang juga suka menceritakan pengalamannya di suatu tempat kepada teman-temannya. Jika ia berada di Indonesia dan menurut dia perlakuan yang didapat dari orang Indonesia kurang bagus, maka dia akan menceritakan kepada orang Jepang lainnya. Sehingga orang Jepang yang akan berkunjung ke Indonesia akan mengurungkan niat karena tidak ingin mengalami hal yang sama dengan temannya itu. Apabila hal tersebut terjadi pada kita, masyarakat Indonesia bersikap kurang baik bagi orang Jepang, maka kita akan dinilai kurang baik oleh orang Jepang. Hal tersebut akan mempengaruhi jumlah wisatawan Jepang yang datang ke Indonesia. Data BPS tahun menunjukkan bahwa orang Jepang yang melakukan liburan paling besar dibandingkan dengan keperluan lainnya. Oleh karena itu, kita diharapkan mengetahui kebudayaan Jepang agar dapat memahami karakteristik orang Jepang dan bersikap terhadap orang Jepang. Salah satunya dengan mempelajari upacara minum teh yang dapat mewakili memahami nilai-nilai yang ada di masyarakat Jepang. Upacara minum teh ini pun di Jepang sebagai salah satu budaya Jepang yang penting dalam menanamkan nilai-nilai yang masih diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan Seperti yang diuraikan sebelumnya bahwa meskipun orang Jepang berada di luar Jepang tetap mempertahankan budaya mereka, seperti tata krama dimana pun mereka berada. Oleh karena itu orang yang berada di sekitar orang Jepang atau orang yang memiliki keperluan dengan orang Jepang diharapkan dapat mengenal budaya Jepang. Kita tidak ada salahnya jika mengetahui budaya Jepang, sehingga saat berinteraksi dengan orang Jepang dapat mengurangi gap yang muncul. Bukan berarti kita dipaksa untuk mempelajari kebudayaan Jepang, hanya saja mengetahui agar lebih nyaman saat berinteraksi dengan orang Jepang. Banyak cara untuk mengenal budaya Jepang. Upacara minum teh dapat menjadi salah satu sarana kita memahami budaya Jepang, seperti tata krama. Upacara minum teh merupakan sebuah ritual yang memiliki simbol dan makna. Setiap elemen-elemen yang terdapat dalam upacara minum teh merupakan simbol. Melalui simbol tersebut kita dapat memahami budaya Jepang. Saat kita melaksanakan upacara teh akan terlihat frame dalam upacara minum teh akan terlihat

4 antara sebuah ruangan upacara minum teh dan anggota didalamnya yang melakukan kegiatan upacara. Hubungan yang terjalin dalam upacara minum teh merupakan hubungan horizontal, tidak adanya perbedaan status. Simbol yang terdapat dalam upacara minum teh, frame, dan horizontal relation merupakan sebuah status yang terbentuk dalam kegiatan upacara minum teh. Dengan demikian kita dapat memahami budaya Jepang, seperti tata krama yang dipertahankan oleh orang Jepang dimana pun mereka berada, antara lain di Indonesia. Untuk mendapatkan penjelasan atas gejala sosial tersebut, penulis secara khusus membuat beberapa pertanyaan, sebagai berikut. Apakah dengan mempelajari upacara minum teh dapat membantu masyarakat Indonesia dalam mengenal budaya Jepang di Indonesia? Apa sajakah simbol dan makna yang terkandung dalam upacara minum teh yang mewakili budaya Jepang pada umumnya? Apa manfaat memahami budaya Jepang melalui upacara minum teh? Kerangka Pemikiran Dalam penelitian ini peneliti akan mengkaji budaya Jepang melalui Chado (upacara minum teh) yang dilakukan oleh para anggota Asosiasi Urasenke Tankokai Indonesia. Upacara minum teh merupakan salah satu kebudayaan Jepang yang mendapat pengaruh dari aliran Zen. Dalam upacara ini memiliki nilai-nilai yang terkandung dalam filosofi budaya Jepang. Oleh karena itu saya menggunakan kebudayaan sebagai pengantar dalam menjelaskan hal tersebut. Kebudayaan didefinisikan oleh Suparlan (1997: ) sebagai pedoman menyeluruh bagi kehidupan sebuah masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut. Ia menyatakan bahwa, Kebudayaan adalah pedoman menyeluruh bagi kehidupan sebuah masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut. Setiap orang sebagai anggota masyarakat adalah pendukung kebudayaan yang menggunakan model-model tatanan sosial masyarakatnya secara selektif yang mereka rasakan paling cocok atau terbaik untuk dijadikan acuan bagi interpretasi yang penuh makna untuk mewujudkan tindakan-tindakan dalam menghadapi lingkungannya dan memanfaatkan berbagai sumber daya yang terkandung

5 di dalamnya. Tindakan-tindakan dilakukan sesuai dengan dan berada dalam batasbatas pranata sosial yang cocok. Beranjak dari teori kebudayaan di atas menunjukkan bahwa setiap masyarakat memiliki pedoman hidup yang dipegang teguh oleh tiap anggotanya. Sama halnya dengan masyarakat Jepang yang berpegang teguh pada kebudayaannya, walaupun saat tidak berada di lingkungan mereka. Menurut Turner, manusia berupaya mewujudkan dan mempertahankan kohesi sosial, karena kohesi sosial bukan sifat alami dari masyarakat, maka konflik antar individu/kelompok bisa diatasi melalui penggunaan simbol-simbol dan ritual untuk menciptakan kohesi sosial tersebut, karena simbol sebagai pemersatu hubungan sosial. Simbol yang dihadirkan dalam berbagai peristiwa ritual bersifat multivokal (banyak makna) mencerminkan kepetingan-kepentingan yang berbeda-beda atau bahkan bertentangan disebut simbol dominan. Mereka membagi pengetahuan mengenai budaya mereka pada masyarakat sekitar agar dapat diterima budaya yang mereka bawa. Orang Jepang yang mempertahankan budayanya, walaupun tinggal di Indonesia. Akhirnya melalui salah satu budaya yang mereka miliki, upacara minum teh masyarakat Indonesia memahami budaya Jepang. Upacara minum teh merupakan sebuah ritual yang dilakukan oleh orang Jepang, dengan banyaknya simbol-simbol yang bermakna. Hubungan orang-orang yang masuk ke dalam ruangan upacara minum teh merupakan sebuah simbol yang memiliki makna, yang menggambarkan bahwa tidak adanya pembeda status antara sesama manusia, sehingga tidak akan adanya rasa angkuh dalam diri manusia itu sendiri. Makna muncul karena adanya pertemuan antara pengalaman masa lalu dengan pengalaman masa kini (Bruner, 1986: 36). Pengalaman masa lalu merupakan karakter tetap yang menjadi sumber realita masa sekarang. Keberadaannya terus ditafsir kembali berdasarkan apa yang ingin dicapai di masa depan (Turner, 1985: 212). Makna itu sendiri tidak berada di luar pengalaman manusia, tetapi berada di dalam pengetahuan manusia yang membentuk hubungan antara masa lalu, saat ini dan masa depan. Pengalaman dan pemaknaan terjadi pada saat ini, dengan bertumpu pada masa lalu yang merupakan memori, dan masa depan dihubungkan oleh potensi dan harapan menciptakan tujuan yang ingin dicapai. Karena itu, pengalaman saat ini dan masa lalu

6 secara bersama-sama dihubungkan dalam kesatuan makna. Makna yang muncul inilah yang kemudian mendasari terwujudnya sebuah ekspresi (Bruner, 1986:11). Orang Jepang yang sering merasakan bencana alam, seperti gempa bumi membuat orang Jepang memikirkan hal apa yang bisa mengurangi bencana tersebut. Pada akhirnya orang Jepang sepakat menghormati Kamisama atau dewa yang dianggap memiliki semua kekayaan di dunia ini dan selalu bersyukur. Banyak cara untuk menghormati dan mengucapkan terima kasih kepada Kamisama, bisa melalui kata-kata indah, benda yang mewakili alam, tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari, dll. Seperti dalam upacara minum teh yang memiliki peralatan teh yang penuh dengan makna. Antara lain, chawan, chasen, chashaku, kensui, natsume, dll yang merupakan sarana yang menunjukkan rasa hormat dan syukur orang Jepang terhadap Kamisama, dengan melakukan itu semua diharapkan berkurangnya bencana alam. Karakter orang Jepang yang dekat dengan alam ini sesuai dengan pernyataan Nakamura Hajime, orang Jepang sangat mencintai dan menganggumi alam. Mereka menghiasi baju mereka dengan hiasan bergambar bunga, burung dan rerumputan dan dalam masakan sedapat mungkin menghargai bentuk alami yang apa adanya. Di tempat tinggal pun mereka menempatkan ikebana dan bonsai di dalam tokonoma (suatu ruangan kecil di dalam kamar) dan melukis gambar bunga dan burung yang sederhana di pintu pagar yang disebut dengan fusuma. Orang Jepang memberikan dekorasi, baik pada kimono maupun pada fusuma dengan motif alam, seperti sakura, bambu dan daun momiji. Makanan yang disajikan pun dibentuk sedemikian rupa hingga menyerupai benda-benda alam dan diwarnai sealami mungkin. Hubungan orang Jepang terhadap alam ini erat kaitannya dengan adanya suatu paham yaitu naturaliseme. Naturalisme yaitu suatu pandangan bahwa semuanya terpulang pada alam dan semuanya diserahkan kepada alam. 1. Pemikiran yang berporos kepada proses dan fenomena prinsip dasar. 2. Pandangan naturalisme dalam kesustraan, berujuan untuk mngemukakan sesuatu apaadanya, tidak menuntut sesuatu yang ideal dan tidak meremhkan atau menyepelekan sesuatu. Orang Jepang menghargai sesuatu yang bersifat alami. Nakamura berpendapat bahwa kecintaan orang Jepang terhadap alam juga digambarkan melalui karya-karya sastra mereka. Selain itu juga seperti upacara minum teh yang di dalamnya mewakili alam sekitar mereka.

7 Hubungan yang ada dalam masyarakat Jepang adalah interpersonal relation, seperti yang dijelaskan Nakane (1991) bahwa pada dasarnya masyarakat Jepang hidup dalam kelompok-kelompok. Di dalam kelompok tersebut muncul konsep frame. Frame diberikan oleh orang lain, status seseorang yang diberikan atas penilaian orang lain terhadap individu tersebut. Frame ini sangat penting dalam kehidupan sehari-hari orang Jepang. Semuanya berdasarkan hal tersebut, sebagai contoh A adalah anggota sebuah perusahaan X hal ini disebut dengan frame. Selain itu, terdapat pula horizontal dan vertical relation yang terbentuk dalam struktur internal kelompok. Horizontal relation merupakan hubungan yang menghilangkan perbedaan status, sehingga tidak ada ketimpangan dalam hubungan. Contohnya, kartu nama. Orang Jepang tidak menggunakan gelar sarjana atau pun gelar yang lainnya dan tidak mencantumkan jabatan. Hanya tertera nama dan nama perusahaan. Vertical relation merupakan hubungan yang masih berdasarkan senioritas atau pun usia lebih tua. Hal ini dibuktikan adanya senpai (senior), kohai (junior), dan douryou (teman). Adanya senioritas dalam hubungan ini, maka ada penambahan sebutan berdasarkan senioritas mau pun usia. Sebutan tersebut, antara lain, -San, -Kun, dan hanya nama saja. Kohai terhadap senpai akan menambahkan San saat berbicara. Senpai terhadap kohai saat memanggil akan ditambahkan Kun, sedangkan untuk teman tidak perlu menambahkan apa-apa. Hubungan-hubungan tersebut pun hilang dalam upacara minum teh. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini saya menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini mencoba mendeskripsikan suatu keadaan tertentu, antara lain dengan cara melakukan pengamatan terhadap suatu fenomena tertentu (Creswell, 1944). Tipe penelitian yang saya pilih adalah tipe penelitian deskriptif. Tipe penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara detail dan spesifik suatu situasi, setting sosial atau sebuah hubungan. Untuk memperoleh data sesuai dengan masalah penelitian saya menggunakan strategi penelitian yaitu studi kasus. Dapat disimpulkan bahwa studi kasus : (1) menyajikan deskripsi yang mendalam dan lengkap, sehingga dalam informasi-informasi yang disampaikannya nampak hidup sebagaimana adanya pelakupelaku mendapat tempat memainkan peranannyan; (2) bersifat grounded atau berpijak di bumi yaitu betul-betul empirik sesuai dengan konteksnya; (3) bercorak Holistik; (4) menyajikan informasi yang berfokus dan berisikan pernyataan-pernyataan yang perlu-

8 perlu saja; (5) mempunyai kemampuan untuk berbicara dengan para pembacanya karena disajikan dengan bahasa bisa dan bukannya tehnis angka-angka (Suparlan, 1994:5). Teknik pengumpulan data yang saya pergunakan ialah partisipasi observasi, wawancara, dan studi literatur. Metode partisipasi observasi atau pengamatan terlibat berarti saya harus berpartisipasi dalam kegiatan dan proses penelitian, dan mencoba memahami dan mengerti makna yang diberikan atau yang dipahami oleh masyarakat yang diteliti. Pengamatan terlibat terhadap kegiatan yang diadakan oleh Asosiasi Urasenke Tankokai Indonesia sangat penting untuk dilakukan. Hal tersebut merupakan salah satu cara efektif dalam memperoleh informasi, antara lain dengan mengikuti kelas yang diadakan oleh Asosiasi Urasenke Tankokai Indonesia dan ikut serta setiap diadakan demo guna memperkenalkan Asosiasi Urasenke Tankokai Indonesia dan chado (upacara minum teh). Selain metode partisipasi observasi, saya juga menggunakan metode wawancara. Wawancara dilakukan dengan cara terbuka agar informan tidak terbatas dalam menjawab dari pertanyaan yang diajukan. Wawancara secara mendalam dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun pedoman wawancara. Wawancara dengan pedoman adalah suatu tehnik untuk mengumpulkan informasi dari para anggota masyarakat mengenai suatu masalah khususnya dengan tehnik bertanya yang bebas dengan tujuan untuk memperoleh pendapat (Suparlan, 1994: 26). Dalam wawancara ini, informan dimungkinkan menggunakan istilah-istilah mereka sendiri berkaitan dengan fenomena yang diteliti, sehingga para informan tersebut tidak hanya sekadar menjawab pertanyaan. Saya juga melakukan studi pustaka untuk memperkuat dan memperkaya informasi dan analisa atas temuan lapangan. Studi kepustakaan juga penting dalam membuat perumusan masalah dan membangun kerangka konsep yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penelitian. Selain itu, saya juga mengambil data yang diperoleh dari para sensei Asosiasi Urasenke Tankokai Indonesia. Dalam pemilihan informan, saya menggunakan dua kriteria informan yaitu informan kunci (key informan) dan informan pendukung. Informan kunci ialah beberapa sensei 1 yang mengajarkan tata cara upacara minum teh dari Asosiasi Urasenke Tankokai 1 Sensei ( 先生 ) memiliki arti Guru.

9 Indonesia. Saya hanya memilih dua sensei dari lima sensei. Saya memilih dua sensei tersebut karena beliau memiliki pengetahuan mengenai upacara minum teh. Beliau dapat memberikan informasi kepada saya mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam upacara minum teh. Saya merupakan didikan kedua sensei tersebut saat mengikuti kelas upacara minum teh yang diadakan oleh Japan Foundation. Kedua sensei tersebut adalah Pohan sensei dan Suwarni sensei. Pohan sensei adalah orang Jepang yang menetap di Indonesia mengikuti suaminya yang merupakan seorang WNI (Warga Negara Indonesia). Beliau pernah menjabat sebagai ketua Asosiasi Urasenke Tankokai Indonesia. Sedangkan Suwarni sensei merupakan sensei upacara minum teh yang termuda diantara kelima sensei tersebut. Suwarni sensei merupakan orang Indonesia keturunan Cina yang mempelajari dan memperdalam mengenai teh sejak beliau masih muda. Beliau mempelajari tata cara minum teh Jepang maupun Cina. Beliau merupakan murid Pohan sensei saat beliau pertama kali mempelajari upacara minum teh. Sejak kecil beliau mempelajari teh. Pada tahun 1986, beliau bertemu dengan Pohan sensei secara tidak sengaja dan ternyata beliau diajak bergabung ke kelompok chanoyu. Pada tahun 1987, secara resmi beliau menjadi anggota chado, Urasenke Dokokai Indonesia, dimana Pohan sensei menjadi sensei beliau. Beliau juga pernah dikirim ke Urasenke di Kyoto sebagai perwakilan Indonesia. Pada tahun 2008 hingga sekarang beliau menjadi asisten Pohan sensei. Informan pendukung meliputi orang-orang yang memiliki hubungan dengan sosialisasi upacara minum teh tersebut diantaranya satu anggota Asosiasi Urasenke Tankokai Indonesia yang berwarganegaraan Jepang dan dua orang Indonesia yang sebagai anggota Urasenke Tankokai Indonesia. Saya memilih satu orang Jepang yang menjadi salah satu anggota Asosiasi Urasenke Tankokai Indonesia sebagai informan. Saya memilih beliau, karena beliau sering terpilih menjadi otamae (penyaji teh) saat perwakilan dari Asosiasi Urasenke Tankokai Indonesia memperkenalkan upacara minum teh merupakan salah satu budaya Jepang kepada masyarakat Indonesia. Saya memilih Ratih dan Yola sebagai informan saya dengan latar belakang anggota Asosiasi Urasenke Tankokai Indonesia yang berwarga negara Indonesia. Saudara Ratih dan saudara Yola ini akan dapat memberikan kontribusi terhadap penelitian saya dengan memberikan informasi mengenai upacara minum teh dari sudut pandang orang Indonesia.

10 Penelitian dilakukan di tiga tempat, yaitu Japan Foundation, Rumah Suwarni sensei, dan Rumah Pohan sensei. Japan Foundation merupakan tempat dimana saya mengenal salah satu budaya Jepang, chado. Saya ikut serta dalam kelas chado yang diadakan oleh Japan Foundation. Rumah Suwarni sensei merupakan tempat mempelajari chado pada tingkat dasar. Semua anggota Asosiasi Urasenke Tankokai Indonesia yang belum memiliki dasar tata cara upacara minum teh harus mempelajari upacara minum teh dengan Suwarni sensei. Setelah mendapatkan sertifikat tingkat dasar oleh Daisensei 2 diperbolehkan berpindah ke rumah Pohan sensei. Rumah Pohan sensei juga dijadikan sebagai tempat belajar chado untuk tingkat atas. Sebagian besar anggota yang latihan di rumah Pohan sensei adalah orang Jepang yang tinggal di sini. Pembahasan Pada awalnya teh di Jepang diperkenalkan oleh seorang biksu Budha yang dikirim ke Cina. Teh sangat diterima oleh para biksu dan para bangsawan. Pada mulanya cara penyajian teh yang dilakukan oleh para bangsawan menggunakan peralatan teh yang terbuat dari porselin mewah. Suatu hari seorang biksu pengikut aliran Zen, Murata Shuko melakukan perubahan dalam menyajikan teh. Ia menyajikan teh dengan menggunakan peralatan produksi lokal dan ruangan kecil. Hal tersebut merefleksikan kesederhanaan. Perubahan tersebut dikembangkan lagi oleh Sen Rikyu. Sen Rikyu membuat prinsip-prinsip dasar dalam melakukan pembuatan teh, yaitu Wa, Kei, Sei, Jaku (keserasian, rasa hormat, kemurnian, dan ketenangan). Sen Rikyu ini dikenal pandai menyajikan teh oleh kalangan shogun. Suatu hari Sen Rikyu diperintahkan untuk bunuh diri oleh Hideyoshi, seorang shogun terkenal pada saat itu. Sen Rikyu pun melakukan bunuh diri. Anak dari istri kedua Sen Rikyu, Shoan Sojun mendirikan rumah teh. Setelah itu dilanjutkan oleh Gempaku Sotan yang memiliki empat anak dari kedua istrinya. Anak pertama dari istri keduanya melanjutkan warisan kepala rumah tangga rumah teh, Urasenke. Anak-anak yang lain mewarisi Mushakojisenke dan Omotesenke. Upacara Minum teh 2 Daisensei ( 大先生 ) memiliki arti secara harfiah guru besar.

11 Pada masa itu teh dikenal sebagai suatu sarana stimulasi ringan guna menolong mereka dalam belajar dan bermeditasi serta dikenal sebagai ramuan obat. Selain sebagai meditasi dan ramuan obat, juga sebagai alat untuk menyebarkan ajaran Zen dan meletakkan dasar spiritual bagi chado. Berdasarkan pada pencarian naluri menuju inti kenyataan, ajaran dari agama Budha Zen memberikan keleluasaan kepada guru teh untuk mengembangkan nilai estetika teh. Hal itu telah mencakup bukan hanya prosedur mempersiapkan serta menyajikan teh, namun juga termasuk pembuatan peralatan minum teh, bentuk ruangan minum teh, arsitektur taman, kesusasteraan dan lain-lain. Chanoyu dikenal sebagai Upacara minum teh tetapi arti harfiahnya adalah air panas untuk teh. Secara sederhana chanoyu dapat diartikan sebagai perpaduan dari berbagai seni Jepang yang berfokus pada persiapan dan penyajian semangkuk teh dengan sepenuh hati. Sebelum upacara minum teh dilakukan tuan rumah membersihkan ruangan tersebut, menggantung tulisan kias/ungkapan (kakejiku), menyiapkan perapian guna merebus air (furo gama) untuk membuat teh, serta telah disiapkan pula kue kering manis kecil (chagashi), semua itu dilakukannya dengan harapan agar prosesi upacara minum teh tersebut dapat memberikan ketenangan jiwa terhadap orang di dalam ruangan teh. Pada akhir abad ke-15 kebiasaan untuk menghidangkan teh dipelajari dengan seksama oleh biksu Murata Shuko, seorang pengikut biksu Zen, yang telah mengetahui banyak tentang tata-krama minum teh sebagaimana dilakukan dalam istana para shogun. Berlainan dengan kebiasaan pada masa itu yang selalu menggunakan ruangan besar dan peralatan porselen Cina yang mewah, ia lebih senang menghidangkan teh dalam ruangan kecil dengan produksi lokal dan dalam jumlah yang terbatas. Kemudian Takeno Joo, seorang pedagang, mengembangkan konsep wabicha (tata cara menikmati teh) yang merefleksikan kesederhanaan atau kerendahan hati. Para guru teh pengikut chado telah mengembangkan suatu nilai estetika yang telah meresapi kebudayaan Jepang. Sen Rikyu ( ) mempelajari tata cara upacara teh dengan Takeno Joo, tetapi Sen Rikyu banyak mendapat pengaruh dari ajaran Zen, sehingga dia banyak memodifikasi tata cara upacara teh yang diajarkan oleh Takeno Joo, salah satunya yang paling terkenal adalah merangkak diatas tatami (sejenis tikar yang digunakan sebagai lantai di ruangan gaya tradisional Jepang) saat memasuki ruangan minum teh yang

12 mencerminkan tidak ada perbedaan tingkatan atau kelas. Selain itu, Sen Rikyu menyimpulkan prinsip-prinsip dasar chado dengan empat aksara Wa Kei Sei Jaku (keserasian, rasa hormat, kemurnian dan ketenangan) adalah prinsip yang dipegang teguh para praktisi chanoyu yang juga dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Tata cara minum teh inilah yang menjadi paling banyak diikuti oleh pecinta teh, sehingga didirikannya Sekolah Teh Urasenke. Empat puluh tahun belakangan ini Sen Genshitsu, ayah sekaligus gurunya telah mulai berkeliling dunia untuk memperkenalkan chanoyu ke berbagai belahan dunia. Dia percaya ketika orang berkumpul untuk berbagi semangkuk teh, kedamaian akan tercipta. Peralatan Teh Upacara minum teh dilengkapi dengan peralatan khusus yang digunakan untuk menyiapkan dan menyajikan tehnya. Tipe peralatan yang digunakan berbeda-beda sesuai dengan tipe upacara yang dilakukan. Pada upacara minum teh formal yang diselanggarakan di hiroma, perlengkapan yang digunakan adalah perlengkapan yang sempurna. Contohnya, menggunakan mangkuk teh yang bentuknya sempurna lengkap dengan dudukannya, mangkuk teh seperti ini disebut tenmoku, yang mengungkapkan betapa pentingnya sang tamu atau tujuan acaranya. Upacara minum teh semiformal menggunakan mangkuk teh yang simetris seperti Hagi, atau mangkuk jenis gaya Korea sedangkan pada upacara minum teh informal, yang biasanya diadakan dalam pondok atau rumah teh yang bernuansa pedesaan, menggunakan mangkuk yang lebih sederhana, bentuknya alami apa adanya, namun tetap memberikan keindahan. Dalam upacara yang seperti ini benar-benar mencerminkan keindahan wabicha yang sangat mementingkan arti kesederhanaan. Wabi asal kata dari wabishii yang artinya sunyi, sepi (kesepian). Sabi asal kata dari sabishii yang artinya kesepian. Sabi secara harfiahnya berarti karat. Sebagai nilai estetika, wabi merupakan keindahan dalam ruang, sedangkan sabi merupakan keindahan dalam waktu (Kojien, 1993). Keindahan yang terkandung dalam wabi dan sabi tidak menuntut kesempurnaan, melainkan indah itu ada. Oleh karena itu dalam upacara minum teh menggunakan peralatan yang sederhana menyerupai alam. Sen Rikyu menggunakan chawan atau mangkuk sederhana tak berwarna, tanpa kilau emas, atau hiasan lainnya. Walaupun pada masa itu banyak kalangan bangsawan lebih

13 memilih peralatan teh klasik dari Cina. Sen Rikyu juga memotong bambu sendiri yang membuatnya menjadi chasaku, yaitu sendok teh bubuk dari bambu. Sen Rikyu lebih menyukai dan menghargai barang yang terbentuk dari bahan apa adanya, bagi Sen Rikyu itulah yang membuatnya puas. Dalam pandangan Zen sesuatu yang sederhana dan atau tidak sempurna yang terbentuk secara alami dan apa adanya dinilai sebagai sesuatu yang indah. Keindahan yang alami mencerminkan nilai-nilai spiritual di dalamnya. Urutan Prosesi Chanoyu Sebelum melakukan upacara minum teh banyak hal yang harus diperhatikan, seperti pakaian, peralatan, perhiasan, kaos kaki, dan sendal. Saat mengadakan upacara minum teh, para penyaji teh harus menggunakan kaos kaki. Seperti yang diberitahukan oleh Suwarni sensei, hal ini karena pada waktu para penyaji teh melangkahkan kakinya ke dalam ruang upacara minum teh, semua para tamu pasti akan melihat bagian bawah, seperti kaki, apabila tidak menggunakan kaos kaki akan terlihat tidak sopan, apabila kaki kita tidak sengaja menginjak kotoran, padahal kita harus dalam keadaan bersih saat memasuki ruang upacara minum teh. Hal ini disebabkan adanya pengaruh Zen dalam budaya Jepang yang mengajarkan kesucian. Penyaji teh pun harus latihan upacara minum teh agar tidak terjadi kesalahan dalam melaksanakannya. Dikarenakan setiap tahap prosesi, seperti halnya melakukan meditasi, membutuhkan konsentrasi yang tinggi untuk menyelami suasana yang damai di dalam jiwa dan pikiran. Sesuai dengan prinsip dasar dalam upacara minum teh, semua detailnya dilakukan dengan keharmonisan baik antar manusianya, ataupun keadaan lingkungan sekitarnya, dan juga dengan penuh sikap yang saling menghargai dan hormat antar sesama. Prosesi penuh kesucian di dalamnya, baik kesucian rohani ataupun jasmani, hingga akhirnya mencapai inti dari upacara minum teh yaitu ketenangan. Dengan suasana yang seperti ini, semua hiruk-pikuk keramaian kota dan masalah-masalah duniawi akan terlupakan dan mencapai rasa damai dan tenang di dalam jiwa dan raga. Kesalahan yang dilakukan oleh penyaji teh dalam prosesi upacara minum teh akan merusak suasana yang tenang. Proses pembersihan peralatan-peralatan teh dalam prosesi upacara minum teh merupakan simbol dari penyucian ritual. Proses selanjutnya adalah proses persiapan dan

14 penyuguhan teh. Dalam upacara minum teh penyaji teh pun harus menyucikan gunung Fuji yang disimbolkan dengan bentuk bubuk teh hijau. Bubuk teh hijau yang masih tertempel pada chashaku harus dibenturkan ke chawan agar bubuk teh hijau tidak terbuang. Manusia yang mengambil kekayaan alam pun harus memanfaatkan semuanya dengan baik, tidak diperkenankan menyia-siakan kekayaan alam yang sudah diambil dari alam. Hal tersebut mencerminkan ketidaksyukuran manusia atas apa yang diberikan Kamisama. Penyaji teh menuangkan air panas ke dalam chawan kira-kira 50 ml untuk membuat semangkuk teh hijau. Penyaji teh akan menganduk teh dengan menggunakan chasen, hingga tehnya larut dan ditambah lagi dengan air panas, diaduk lagi sampai permukaannya berbusa halus. Semangkuk teh akan jadi dengan baik atau tidak baiknya tergantung dari hati penyaji teh saat membuat teh tersebut. Hati yang tenang, percaya akan kemampuannya, dan tidak memikirkan dunia luar dari ruangan teh akan menghasilkan teh yang baik dengan dipenuhi busa halus dan tidak meninggalkan bubuk teh setelah diminum, melainkan akan meninggalkan busa. Teh yang tidak baik, seperti teh yang tidak dipenuhi busa dan akan meninggalkan bubuk teh setelah diminum. Hal tersebut dikarenakan hati penyaji teh yang tidak tenang, masih banyak hal yang membebani pikirannya saat membuat teh. Pikiran yang tenang akan mempengaruhi gerakan kocokan. Penyaji teh akan cepat lelah saat mengocok apabila hatinya tidak tenang. Teh yang dipenuhi dengan busa akan menghasilkan rasa yang tidak pahit. Saya telah menjelaskan tata cara dalam upacara minum teh dari posisi penyaji teh dan sekarang saya akan menjelaskan dalam konteks yang sama dari perspektif tamu. Tamu yang diundang hanya beberapa orang, sekitar 4-5 orang. Biasanya orang yang diundang merupakan satu kelompok dengan penyaji teh yang memiliki hubungan dekat atau amai yang membiarkan mereka berlaku manja terhadap penyaji teh. Selain itu, tamu yang diundang merupakan orang yang sudah mengetahui tata cara upacara minum teh. Tamu yang tidak mengetahui tata cara upacara minum teh akan mengganggu prosesi upacara minum teh dan tamu lain yang berada dalam ruangan. Tamu diharapkan mengenakan pakaian yang sopan dan tidak menunjukkan kekayaannya. Semua tamu diwajibkan membersihkan diri sebelum memasuki ruangan upacara minum teh membilas tangan dan kaki dengan air yang telah disediakan. Hal ini dikarenakan sucinya upacara minum teh, sehingga semua orang yang akan memasuki ruangan teh harus bersih. Bagi tamu yang memakai perhiasan, seperti cincin, kalung, anting, jam

15 tangan, gelang, dan lain-lain harus dilepas sebelum memasuki ruangan upacara minum teh. Semua orang dalam ruangan teh berposisi sejajar, tidak ada perbedaan secara jabatan, identitas seperti gelar, atau harta. Bahasa Bahasa dapat menunjukkan adanya perbedaan hubungan interpersonal dan hubungan horizontal dan vertikal sesuai dengan apa yang ada dalam buku Chie Nakane. Bahasa formal biasanya digunakan pada saat acara pemerintahan, saat berpidato, upacara minum teh, dll. Bahasa formal ini sangat menunjukkan adanya hubungan vertikal antara si pembicara dengan lawan bicara. Dalam upacara minum teh bahasa yang digunakan merupakan bahasa formal. Bahasa formal ini digunakan untuk menghormati para tamu bahwa mereka sangatlah penting dalam upacara minum teh ini dan penyaji teh akan memberikan yang terbaik terhadap para tamu, begitu juga dengan para tamu yang menggunakan bahasa formal untuk menghormati para penyaji teh yang telah mempersiapkan upacara minum teh beberapa bulan sebelumnya. Pelanggaran Dalam Upacara Minum Teh Dalam upacara minum teh diajarkan disiplin kepada tiap penyaji teh, tetapi dalam lapangan yang saya temukan terdapat pelanggaran yang dilakukan penyaji teh setiap melakukan upacara minum teh. Pelanggaran tersebut dapat mengakibatkan kerusakan pada peralatan upacara minum teh, selain itu mengganggu kekhidmatan dalam prosesi upacara minum teh. Peralatan teh di dalam ruangan teh tersebut merupakan perwakilan dari alam yang diberikan Kamisama. Penyaji teh yang melakukan pelanggaran menunjukkan bahwa ia tidak melakukan persiapan upacara minum teh dengan sebaik mungkin. Hal ini dikarenakan dalam melakukan upacara minum teh bagaikan esok hari akan mati, sehingga harus melakukan dengan sebaik mungkin. Kesimpulan Upacara minum teh ini merupakan salah satu kebudayaan Jepang yang mendapat pengaruh dari Zen dalam pemaknaan setiap hal di dalamnya. Dengan adanya pengaruh Zen tersebut, upacara minum teh memiliki prinsip-prinsip yang diciptakan oleh Sen

16 Rikyu, yaitu Wa Kei Sei Jaku (keserasian, rasa kehormatan, kemurnian dan ketenangan). Keempat prinsip tersebut adalah prinsip yang dipegang teguh para penyaji teh upacara minum teh yang juga dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Upacara minum teh yang dihubungkan dengan konsep attribute Chie Nakane dapat melihat bagaimana kebudayaan Jepang, seperti kedisplinan, kesederhanaan, ketelitian, sangat rinci, teratur, totalitas dalam melaksanakan sesuatu, hirarkis, individual tapi berkelompok, harmonis dengan alam, asimetris, dan kedamaian. Semua hal tersebut dapat dilihat dalam prosesi upacara minum teh. Penyaji teh harus melakukan semuanya dengan benar tanpa melakukan kesalahan dan tidak melakukan pelanggaran. Selain itu, seseorang yang belajar upacara minum teh tidak diperkenankan merekam atau mencatat tahapan upacara minum teh saat latihan berlangsung. Hal tersebut menunjukkan bahwa seorang murid diajarkan kedisplinan yang membuat ia menjadi seseorang yang memiliki konsentrasi tinggi. Semua hal dalam upacara minum teh benar-benar menunjukkan kesederhanaan dari atribut yang dipakai penyaji teh maupun tamu, peralatan teh, dan ruangan teh. Kesederhanaan tersebut merupakan salah satu nilai penting bagi orang Jepang yang ditanam sejak kecil. Dalam melaksanakan upacara minum teh diajarkan ketelitian. Seseorang yang ingin melaksanakan upacara minum teh harus mempersiapkan segala sesuatu dengan rinci dari hal terkecil hingga yang terbesar. Karena ketelitian tersebut menunjukkan bahwa orang Jepang memiliki nilai totalitas setiap melakukan sesuatu hal. Bagaikan hari ini adalah ia hidup yang terakhir di dunia, sehingga melakukan suatu hal dengan totalitas. Posisi duduk tamu dalam prosesi upacara minum teh menunjukkan bahwa adanya hirarkis dalam budaya Jepang. Pria yang lebih tua atau yang dituakan menjadi tamu pertama. Apabila kita melihat orang Jepang sekilas akan tampak bahwa orang Jepang itu individual, melakukan apa pun sendiri bila masih memungkinkan untuk dilakukan sendiri. Ternyata dalam melakukan upacara minum teh terlihat bahwa orang Jepang merupakan individual tapi berkelompok. Selain itu, upacara minum teh juga mewakili nilai budaya Jepang yang harmonis dengan alam, asimetris, dan penuh kedamaian. Makna yang terdapat dalam upacara minum teh mewakili nilai-nilai budaya Jepang. Orang Indonesia yang ingin dapat memahami atau mengetahui budaya Jepang

17 bisa dengan mempelajari upacara minum teh. Selain orang Indonesia yang mempelajari upacara minum teh dapat mengetahui kebudayaan Jepang itu sediri, upacara minum teh juga dapat mengajarkan masyarakat Indonesia lebih menghargai teh, kekayaan alam, sesama manusia, dan Tuhan. Upacara minum teh ini dapat mewakili kebudayaan Jepang yang begitu kompleks. Dengan mempelajari atau mengetahui upacara minum teh dapat memahami budaya Jepang. Saya pernah berbincang dengan beberapa mahasiswa dan pekerja muda Jepang di Jakarta mengenai minat mereka terhadap upacara minum teh dan nilai budaya mereka. Sebagian besar menyatakan bahwa sudah jarang sekali generasi muda mempelajari upacara minum teh dengan alasan kuno. Selain itu, beberapa dari mereka juga menyatakan sekarang tidaklah sama dengan masa lalu yang terlalu ketat dalam mematuhi peraturan dalam masyarakat. Hal tersebut dikarenakan masuknya budaya asing ke Jepang, sehingga banyak generasi muda meningalkan nilai budaya lokal mereka. Akibatnya dapat terlihat pada generasi muda tidak lagi sebegitu menaati peraturan dalam kehidupan sehari-hari atau nilai-nilai budaya yang selama ini dipegang teguh oleh generasi tua. Saya melihat bahwa adanya pergeseran nilai budaya pada anak muda Jepang, menyebabkan mereka sebagai generasi muda mempertahankan budaya mereka sendiri dalam derasnya budaya asing masuk ke Jepang, seperti halnya mereka yang mencoba mempertahankan dan memperkenalkan Chado ke sebagian negara di luar Jepang. DAFTAR REFERENSI Ackermann, Peter 1997 The Four Seasons: One of Japanese Culture s Most Concept. Japanese Images of Nature: Cultural Perspective. England: Curzon Aoki, Haruo & Okamoto, Shigeto Rules for conversational rituals in Japanese. Japan: Taishukan Publishing Company. Ashkenazi, Michael. Austin, J.L Matsuri, Festivals of A Japanese Town. United State of America. University of Hawaii Press.

18 1962 How to do things with word. New York: Oxford University press. Bruner, Edward M Bunkacho Experience and Its Expressions, dalam V. W. Turner and E. M. Bruner (eds). The Anthropology of Experience. Urbana: University of Illinois Press. Hal Aisatsu kotoba siriizu 14: Aisatsu to kotoba. Jepang: Okurashou Insatsu Kyoku. Daisetsu, Suzuki 1977 Zen and Japanese Culture. Guides to Japanese Culture. Tokyo: The Japan Culture Institute. Danandjaja, James. Doi, Takeo Foklor Jepang. Jakarta. Pustaka Utama Grafiti Anatomi Dependensi: Telaah Psikologi Jepang. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Encyclopedia Japan. Gen, Itasaka Haga, Hideo Jilid A-Z. Tokyo, h Jilid M-Z. Tokyo, h Nihonbi no Shinzuito (Semete). Nihonjin no Ronrikouzou. Tokyo: Kodansha Japanese Fetivals. Osaka. Hoikusha Publishing Co., Ltd. Hajime, Nakamura 1971 Nihonjin no Shii Hoohoo. Nihon Bunka Kenkyusho. Tokyo: Nihon Bunka Kenkyusho Jenshukyoku. Inoue, Yasushi The Tea Ceremony. Japan. Kondansha International and Dai Nihon Chadou Gakkai. Isao, Kumakura

19 1989 Sen no Rikyuu: Inquiries into his Life and Tea. Tea in Japan: Essay on the History of Chanoyu. Honolulu: University of Hawaii. Ishikawam Takashi 1986 Kokoro: The Soul of Japan. Tokyo: The East Publication. Kabushikigaisha Shskishoshisha 1989 Bonsai, Nihon no Shiru Jiten. Tokyo Kooshiro, Haga 1989 The Wabi Aesthetic Through The Ages. The in Japan: Essay on The History of Chanoyu. Honolulu: University of Hawaii. Lawanda, Ike Iswary Matsuri & Kebudayaan Korporasi Jepang. Jakarta. ILUNI Kajian Wilayah Jepang Press. Mizutani, Osamu & Mizutani, Nobuko. Nakane, Chie 1987 How to be polite in Japanese. Jepang: The Japan Times Japanese Society. Tokyo: Charles E. Tuttle Company, Inc. Okakura, Kakuzo Sadler, A. L The Book of Tea. The classic work on the Japanese tea ceremony and the value of beauty. United States: Kondansha American, Inc Cha-No-Yu The Japanese Tea Ceremony. Tokyo: Charles E. Tittle Co,. Inc Sakamoto, Tarou 1992 Jepang Dulu dan Sekarang. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Shoushitsu XVI 2011 Urasenke Chado Textbook. Kyoto: Tankosha Publishing Co, Ltd. Shoushitsu Sen XV 1988 Chanoyu. The Urasenkee Tradition of Tea. Japan: Tankosha. Shoshitsu Sen XV 1979 Tea Life, Tea Mind. Tokyo: John Weatehrhill, Inc. Shinichi, Hisamatsu

20 1974 Zen and Fine Arts. Tokyo: Kodansha Internatuonal. Smith, Robert J. Soshitsu Sen 1983 Japanese Society. Tradition, self, and the social order. New York: Cambridge University Press Chado. The Japanese Way of Tea. New York and Tokyo: John Weatherhill, Inc. Varley, Paul dan Kumakura Isao Tea in Japan: Essays on the history of Chanoyu. Honolulu. University of Hawaii press. Yukio, Yashiro Jurnal 1965 Characteristics of Japanese Art. Tokyo: Iwanami Shoten. Schleicher, Antonia Folarin Using greetings to teach cultural understanding. Teh modern language journal Internet Diakses pada pukul WIB tanggal 25 Oktober 2012: Diakses pada pukul WIB tanggal 05 November 2012: Diakses, 10 November 2012, pukul WIB:

Bab 1. Pendahuluan. (ikebana, origami, ukiyo-e), kerajinan tangan (pahatan, tembikar), persembahan (boneka

Bab 1. Pendahuluan. (ikebana, origami, ukiyo-e), kerajinan tangan (pahatan, tembikar), persembahan (boneka Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang memiliki berbagai macam budaya yang orisinil dan unik seperti dalam seni (ikebana, origami, ukiyo-e), kerajinan tangan (pahatan, tembikar), persembahan (boneka

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. menyajikan teh untuk tamu. Chanoyu dilihat dari karakter huruf kanjinya terdiri dari

Bab 5. Ringkasan. menyajikan teh untuk tamu. Chanoyu dilihat dari karakter huruf kanjinya terdiri dari Bab 5 Ringkasan Upacara minum teh atau chanoyu ( 茶の湯 ) adalah ritual tradisional Jepang dalam menyajikan teh untuk tamu. Chanoyu dilihat dari karakter huruf kanjinya terdiri dari huruf-huruf sebagai berikut

Lebih terperinci

Bab 3. Analisis Data. Dalam melaksanakan chanoyu dibutuhkan sebuah persipan-persiapan kecil baik dari

Bab 3. Analisis Data. Dalam melaksanakan chanoyu dibutuhkan sebuah persipan-persiapan kecil baik dari Bab 3 Analisis Data 3.1 Tahap Persiapan Sebelum Melaksanakan Chanoyu Dalam melaksanakan chanoyu dibutuhkan sebuah persipan-persiapan kecil baik dari tuan rumah itu sendiri maupun tamu yang akan mengikuti

Lebih terperinci

Abstraksi. Kata kunci : chanoyu,chashitsu dan Zen.

Abstraksi. Kata kunci : chanoyu,chashitsu dan Zen. Abstraksi Negara Jepang memiliki berbagai macam kebudayaan salah satunya yang sangat terkenal dan menjadi tradisi adalah upacara minum teh atau chanoyu. Chanoyu adalah ritual tradisional Jepang dalam menyajikan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS KARYA. di kota Surakarta. Penulis tertarik memvisualisasikan tradisi upacara minum teh

IV. ANALISIS KARYA. di kota Surakarta. Penulis tertarik memvisualisasikan tradisi upacara minum teh IV. ANALISIS KARYA Pada Bab ini, penulis menampilkan hasil karya beserta deskripsi dari masing-masing judul karya. Karya-karya ini terinspirasi dari upacara minum teh Jepang yang sering dijumpai pada festival

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam masyarakat Jepang. Sadō yang disebut juga Cha no yu adalah etika

I. PENDAHULUAN. dalam masyarakat Jepang. Sadō yang disebut juga Cha no yu adalah etika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Sadō merupakan salah satu kesenian yang masih menjadi tradisi dalam masyarakat Jepang. Sadō yang disebut juga Cha no yu adalah etika tradisional dalam menyajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan negara yang kaya akan kebudayaan. Kebudayaankebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan negara yang kaya akan kebudayaan. Kebudayaankebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Jepang merupakan negara yang kaya akan kebudayaan. Kebudayaankebudayaan tersebut sampai sekarang masih berlaku dalam masyarakat Jepang. Dalam kebudayaan Jepang

Lebih terperinci

KESEDERHANAAN WABICHA DALAM UPACARA MINUM TEH JEPANG

KESEDERHANAAN WABICHA DALAM UPACARA MINUM TEH JEPANG KESEDERHANAAN WABICHA DALAM UPACARA MINUM TEH JEPANG Fajria Noviana Program Studi Bahasa dan Sastra Jepang FIB Universitas Diponegoro Email: fajria_noviana@yahoo.com ABSTRACT The Japanese tea ceremony

Lebih terperinci

KESEDERHANAAN WABICHA DALAM UPACARA MINUM TEH JEPANG

KESEDERHANAAN WABICHA DALAM UPACARA MINUM TEH JEPANG KESEDERHANAAN WABICHA DALAM UPACARA MINUM TEH JEPANG KESEDERHANAAN WABICHA DALAM UPACARA MINUM TEH JEPANG Fajria Noviana Program Studi Bahasa dan Sastra Jepang FIB Universitas Diponegoro Email: fajria_noviana@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mana tanaman dan bunga-bunga tersebut dapat tumbuh dan hidup. Jepang juga disebut

BAB I PENDAHULUAN. mana tanaman dan bunga-bunga tersebut dapat tumbuh dan hidup. Jepang juga disebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang adalah Negara kepulauan yang indah, didukung dengan empat musim yang bergantian secara teratur dan berkala menjadikan alam Jepang ditumbuhi dengan tanaman dan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Jepang memiliki berbagai keunikan dalam kehidupan mereka,

Bab 1. Pendahuluan. Jepang memiliki berbagai keunikan dalam kehidupan mereka, Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bangsa Jepang memiliki berbagai keunikan dalam kehidupan mereka, khususnya dalam kebudayaan. Festival, makanan, tarian, drama dan upacara adatnya memiliki makna dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Meskipun peradaban Jepang kuno sebagian dibangun diatas budayabudaya

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Meskipun peradaban Jepang kuno sebagian dibangun diatas budayabudaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang merupakan salah satu negara yang mempunyai bermacam-macam kebudayaan. Meskipun peradaban Jepang kuno sebagian dibangun diatas budayabudaya yang diperkenalkan

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP BUDDHA ZEN DALAM UPACARA CHANOYU ALIRAN URASENKE ABSTRAK ABSTRACT

PENERAPAN PRINSIP BUDDHA ZEN DALAM UPACARA CHANOYU ALIRAN URASENKE ABSTRAK ABSTRACT PENERAPAN PRINSIP BUDDHA ZEN DALAM UPACARA CHANOYU ALIRAN URASENKE The Application of Zen Buddhism Principles in Urasenke Style Tea Ceremony Widya Magdalena dan Budi Santoso Program Studi Sasta Jepang,

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. kepulauan di Asia Timur dengan ibukota Tokyo. Jepang merupakan salah satu negara

Bab 1. Pendahuluan. kepulauan di Asia Timur dengan ibukota Tokyo. Jepang merupakan salah satu negara Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Jepang atau disebut juga dengan 日本 (Nippon/Nihon) adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur dengan ibukota Tokyo. Jepang merupakan salah satu negara

Lebih terperinci

REVIEW PROGRAM. Student Workshop and Short Course Culture

REVIEW PROGRAM. Student Workshop and Short Course Culture REVIEW PROGRAM Student Workshop and Short Course Culture (SWSC JAPAN 2015) 17-20 September 2015 Student Workshop and Short Course Culture Program kursus budaya yang diselenggarakan oleh Gotravindo bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR BUDHA ZEN DALAM CHANOYU

PRINSIP DASAR BUDHA ZEN DALAM CHANOYU PRINSIP DASAR BUDHA ZEN DALAM CHANOYU Anastasia Merry Christiani Widya Putri 1 ; Ratna Handayani 2 1,2 Japanese Department, Faculty of Letters, Bina Nusantara University Jln. Kemanggisan Ilir III No.45,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KERAMIK JEPANG

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KERAMIK JEPANG BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KERAMIK JEPANG 2.1. Klasifikasi Keramik Sifat yang paling umum dan mudah dilihat secara fisik pada keramik adalah rapuh (britle) seperti barang pecah belah, gelas, kendi, gerabah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Latar belakang..., Ardhanariswari, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Latar belakang..., Ardhanariswari, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Novel Shitsurakuen karya Watanabe Jun ichi adalah sebuah karya yang relatif baru dalam dunia kesusastraan Jepang. Meskipun dianggap sebagai novel yang kontroversial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Jepang terdapat bermacam-macam budaya, salah satunya adalah olahraga. Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap suatu olahraga.

Lebih terperinci

Abstraksi. Kata kunci : roji, chaniwa, chanoyu, dan Zen.

Abstraksi. Kata kunci : roji, chaniwa, chanoyu, dan Zen. Abstraksi Roji memiliki peranan penting dalam pelaksanaan upacara minum teh atau chanoyu. Roji merupakan istilah untuk taman teh atau chaniwa. Dikatakan memiliki peranan penting dalam chanoyu, karena roji

Lebih terperinci

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai Lampiran Ringkasan Novel KoKoro Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai Kamakura menjadi sejarah dalam kehidupan keduanya. Pertemuannya dengan sensei merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan proses dinamis di mana orang berusaha untuk berbagi masalah internal mereka dengan orang lain melalu penggunaan simbol (Samovar, 2014,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jepang adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur. Letaknya di ujung barat Samudra Pasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan bertetangga dengan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai perwujudan kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dari bahan-bahan tradisional untuk membuat tato (Gumilar, 2005:51).

BAB I PENDAHULUAN. dan dari bahan-bahan tradisional untuk membuat tato (Gumilar, 2005:51). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tato adalah gambar atau simbol pada kulit yang diukir dengan menggunakan alat sejenis jarum. Dulu, orang-orang menggunakan teknik manual dan dari bahan-bahan tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Simalungun merupakan salah satu suku dengan ragam keunikan yang dimiliki, tanah yang subur, masyarakat yang ramah dan lemah lembut. Memiliki kekayaan warisan budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makan adalah kebutuhan dasar manusia agar dapat tetap hidup. Di seluruh dunia, ada banyak tempat dengan jenis makanan, cara makan, dan suasana. Selain dari segi makanan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tradisi dan sopan serta memiliki berbagai kelebihan. Hal ini menimbulkan kesan

BAB 1 PENDAHULUAN. tradisi dan sopan serta memiliki berbagai kelebihan. Hal ini menimbulkan kesan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Citra Jepang di mata dunia Internasional adalah baik, dalam arti memiliki kesan bahwa orang Jepang yang penuh dengan tradisi yang kental, menghargai tradisi dan sopan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kuliner adalah suatu kata yang sering kita dengar di masyarakat yang berarti masakan yang berupa makanan atau minuman. Informasi mengenai kuliner sendiri saat

Lebih terperinci

UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya

UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya 1 UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya Kelahiran Bodhisattva berikut menunjukkan bagaimana sebagai seorang pertapa, beliau mempraktikkan kemurahan hati dan pemberian secara terusmenerus,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipelajari. Dari segi sejarah, agama, kepercayaan, budaya, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipelajari. Dari segi sejarah, agama, kepercayaan, budaya, bahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Korea Selatan termasuk salah satu negara yang sangat unik dan menarik untuk dipelajari. Dari segi sejarah, agama, kepercayaan, budaya, bahkan kehidupan bermasyarakatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rempah-rempah merupakan kekayaan budaya nasional sejak dahulu kala. Kehidupan masyarakat Indonesia pun sangat dekat dengan beragam rempah-rempah yang disediakan dari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis di Dusun Kedungringin Kertosono Nganjuk dengan judul Komunikasi Simbolik Dalam Ritual Bari an studi pada masyarakat Dusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unsur penentu pertama dan utama keberhasilan pembinaan anak sebagai generasi penerus. Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Simbol atau lambang adalah sesuatu seperti tanda yang menyatakan suatu hal atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Simbol atau lambang adalah sesuatu seperti tanda yang menyatakan suatu hal atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Simbol atau lambang adalah sesuatu seperti tanda yang menyatakan suatu hal atau mengandung maksud tertentu, tanda pengenal yang tetap (menyatakan sifat dan keadaan).

Lebih terperinci

Seminar Nasional BOSARIS III Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya

Seminar Nasional BOSARIS III Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya PENERAPAN DESAIN DALAM RANGKAIAN BUNGA SEBAGAI PELENGKAP DEKORASI RUANG Arita Puspitorini PKK Abstrak, Bunga sejak dulu hingga kini memiliki peran penting dalam kehidupan manusia, karena bunga dirangkai

Lebih terperinci

Meiji Jinggu.

Meiji Jinggu. Meiji Jinggu Meiji Jinggu (Meiji Shrine) adalah kuil bersejarah yang lokasinya di belakang stasiun Harajuku dan berlawanan arah dengan Takeshita Dori. Jika berjalan kaki dari stasiun ini maka diperlukan

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Sesuai dengan Sastra dalam Wikipedia Indonesia Ensiklopedia Bebas Berbahasa

Bab 1. Pendahuluan. Sesuai dengan Sastra dalam Wikipedia Indonesia Ensiklopedia Bebas Berbahasa Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan Sastra dalam Wikipedia Indonesia Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia (2008), kesusastraan adalah sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan

Lebih terperinci

kelas. Kendala terbesar yang saya hadapi adalah kendala bahasa. Walaupun saya sudah belajar Bahasa Jepang selama tiga tahun, tetapi masih banyak

kelas. Kendala terbesar yang saya hadapi adalah kendala bahasa. Walaupun saya sudah belajar Bahasa Jepang selama tiga tahun, tetapi masih banyak Pada tanggal 14 hingga 27 Oktober saya berkesempatan untuk menjalani program pembelajaran bahasa dan wilayah Jepang di Universitas Toyama, Jepang. Ini merupakan kesempatan yang sangat menyenangkan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan merupakan salah satu jenis makhluk hidup yang ada di alam

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan merupakan salah satu jenis makhluk hidup yang ada di alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tumbuhan merupakan salah satu jenis makhluk hidup yang ada di alam semesta. Dari beberapa sumber jurnal yang didapat oleh penulis dari internet, defenisi tumbuhan

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. perkembangan industri jasa dirasakan cukup dibutuhkan oleh masyarakat luas.

Bab I PENDAHULUAN. perkembangan industri jasa dirasakan cukup dibutuhkan oleh masyarakat luas. 1 Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri jasa sangatlah pesat di negara-negara maju begitu pula halnya dengan Indonesia. Perkembangan dan peranan industri jasa yang makin besar didorong

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah km.negara Jepang terdiri dari 4 pulau yaitu: Honshu, Shikoku, Kyushu,

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah km.negara Jepang terdiri dari 4 pulau yaitu: Honshu, Shikoku, Kyushu, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang adalah negara kepulauan yang terletak disebelah timur benua Asia, dengan pulau yang memanjang lebih dari 45 LU dan 20 LS. Luas wilayah Jepang adalah 378.000

Lebih terperinci

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Bentuk dan Fungsi Lembaga Sosial Pada dasarnya, fungsi lembaga sosial dalam masyarakat beraneka macam berdasarkan jenis-jenis lembaganya. Oleh karena itu, kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan saat ini menghadapi berbagai masalah yang amat kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah tersebut adalah menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Kagoshima pada tahun 1549, menjadikan banyak warga Jepang memeluk

BAB I PENDAHULUAN. di Kagoshima pada tahun 1549, menjadikan banyak warga Jepang memeluk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedatangan seorang misionaris asal Portugis bernama Fransiskus Xaverius di Kagoshima pada tahun 1549, menjadikan banyak warga Jepang memeluk agama Kristen dan jumlahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini banyak permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia. Permasalahan-permasalahan tersebut diantaranya adalah semakin memudarnya nilai serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan antar budaya telah menjadi fenomena dalam masyarakat modern, dengan WNA dari budaya barat (Sabon, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan antar budaya telah menjadi fenomena dalam masyarakat modern, dengan WNA dari budaya barat (Sabon, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan antar budaya telah menjadi fenomena dalam masyarakat modern, terutama di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya Jakarta. Menurut Faradila, berdasarkan

Lebih terperinci

SENI TATA RUANG CHANIWA DAN CHASHITSU DALAM CHANOYU MAKALAH NON SEMINAR. Reni Perwitasari

SENI TATA RUANG CHANIWA DAN CHASHITSU DALAM CHANOYU MAKALAH NON SEMINAR. Reni Perwitasari UNIVERSITAS INDONESIA SENI TATA RUANG CHANIWA DAN CHASHITSU DALAM CHANOYU MAKALAH NON SEMINAR Oleh: Reni Perwitasari 0906642304 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI JEPANG DEPOK JANUARI 2014

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Jepang dikenal sebagai negara yang kaya akan nilai-nilai kebudayaan yang tinggi.

Bab 5. Ringkasan. Jepang dikenal sebagai negara yang kaya akan nilai-nilai kebudayaan yang tinggi. Bab 5 Ringkasan Jepang dikenal sebagai negara yang kaya akan nilai-nilai kebudayaan yang tinggi. Walaupun Jepang merupakan negara yang maju tetapi masyarakatnya tetap berpegang teguh pada tradisi budaya.

Lebih terperinci

TANPA EVOLUSI, FASHION ADAT TENGANAN MATRUNA NYOMAN DAN MADAHA MASIH DIAGUNGKAN

TANPA EVOLUSI, FASHION ADAT TENGANAN MATRUNA NYOMAN DAN MADAHA MASIH DIAGUNGKAN TANPA EVOLUSI, FASHION ADAT TENGANAN MATRUNA NYOMAN DAN MADAHA MASIH DIAGUNGKAN Oleh Nyoman Ayu Permata Dewi Mahasiswa Pasca Sarjana Pengkajian Seni ISI Denpasar Email :permatayu94@gmail.com ABSTRAK Kain

Lebih terperinci

Soedjono-Tresno Private High School (STPHS) (I)

Soedjono-Tresno Private High School (STPHS) (I) CHAPTER 1 Soedjono-Tresno Private High School (STPHS) (I) Kepala Sekolah Soedjono-Tresno Private High School atau STPHS, Christoper Rumbewas, menerima sejumlah buku, berkas siswa, dan juga seragam sekolah

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. masyarakat Jepang yang pada perayaan shougatsu terdapat berbagai macam jenis

Bab 1. Pendahuluan. masyarakat Jepang yang pada perayaan shougatsu terdapat berbagai macam jenis Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Oshougatsu atau lebih dikenal dengan shougatsu adalah perayaan tahun baru masyarakat Jepang yang pada perayaan shougatsu terdapat berbagai macam jenis dekorasi-dekorasi

Lebih terperinci

Dhamma Inside. Bersikap Ramah. Standar. Berada di luar Kata-kata : Alamilah Sendiri. Vol Oktober 2015

Dhamma Inside. Bersikap Ramah. Standar. Berada di luar Kata-kata : Alamilah Sendiri. Vol Oktober 2015 Dhamma Inside Vol. 23 - Oktober 2015 Bersikap Ramah Standar Berada di luar Kata-kata : Alamilah Sendiri Bersikap Ramah Oleh : Bhikkhu Santacitto Pada umumnya, ramah dipahami sebagai sikap positif yang

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari.

Bab I Pendahuluan. Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari. 1 Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari. Dorongan beragama merupakan dorongan psikis yang merupakan landasan ilmiah dalam

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bagi masyarakat Indonesia, Pusat Kebudayaan dirasa sangat monoton dan kurang menarik perhatian, khususnya bagi kaum muda. Hal tersebut dikarenakankan pusat budaya

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Departemen Pendidikan Nasional Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa: Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

DAFTAR PUSTAKA. Departemen Pendidikan Nasional Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa: Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. DAFTAR PUSTAKA Berger, Peter L., Berger, Brigitte., Kellner, Hansfried., 1992. The Homeless Mind, Modernization and Consciousness, atau Pikiran Kembara, terj. Widyamartaya, A. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,

Lebih terperinci

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian Landasan Dasar, Asas, dan Prinsip K3BS Keanggotaan Masa Waktu Keanggotaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian Landasan Dasar, Asas, dan Prinsip K3BS Keanggotaan Masa Waktu Keanggotaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 Pasal 29 ayat satu dan dua maka Negara Indonesia menjamin kebebasan berserikat dan berkeyakinan. Bahwa agama Katolik adalah salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

KEMITRAAN SEKOLAH. Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro

KEMITRAAN SEKOLAH. Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro KEMITRAAN SEKOLAH Workshop Strategi Pengembangan Mutu Sekolah Bagi Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah diselenggarakan Prodi S2 Manajemen Pendidikan dan S3 Ilmu Pendidikan, Program Pascasarjana Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi merupakan aktivitas ilmiah tentang prilaku manusia yang berkaitan dengan proses mental

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH 41 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH Kerangka Berpikir Kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Sosiologi berasal dari kata Latin socius yang berarti kawan dan

BAB II KAJIAN TEORI. Sosiologi berasal dari kata Latin socius yang berarti kawan dan 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Sosiologi Sosiologi berasal dari kata Latin socius yang berarti kawan dan kata Yunani logos yang berarti kata atau berbicara, jadi sosiologi adalah berbicara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memeluk suatu ajaran atau agama tersebut. Manusia terikat dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang memeluk suatu ajaran atau agama tersebut. Manusia terikat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agama memiliki pengaruh besar terhadap tindakan dan prilaku manusia yang memeluk suatu ajaran atau agama tersebut. Manusia terikat dengan aturan-aturan dan ideologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbeda-beda baik itu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan

I. PENDAHULUAN. berbeda-beda baik itu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara kodrati tercipta dengan sifat yang unik, berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Setiap individu memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda-beda

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. suatu hal baru dan orang orang tertentu akan turut mengikuti hal tersebut, terutama

Bab 5. Ringkasan. suatu hal baru dan orang orang tertentu akan turut mengikuti hal tersebut, terutama Bab 5 Ringkasan Pada dasarnya, Jepang adalah negara yang mudah bagi seseorang untuk menciptakan suatu hal baru dan orang orang tertentu akan turut mengikuti hal tersebut, terutama remaja putri Jepang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan baik secara jasmani maupun rohani dimana kita lahir secara turun-temurun, membawa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Tahapan selanjutnya adalah proses penganalisaan terhadap data dan fakta yang di temukan, kemudian di implementasikan berupa hasil temuan penelitian untuk diolah

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. tertentu. Seperti halnya tanabata (festival bintang), hinamatsuri (festival anak

Bab 1. Pendahuluan. tertentu. Seperti halnya tanabata (festival bintang), hinamatsuri (festival anak Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Di Jepang banyak terdapat perayaan, festival, maupun ritual-ritual yang dilakukan setiap tahunnya. Biasanya setiap perayaan tersebut memiliki suatu makna tertentu.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan kegiatan interkasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih baik lisan maupun tulisan. Sebelum mengenal tulisan komunikasi yang sering

Lebih terperinci

BAB II IBU DAN ANAK. Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah,

BAB II IBU DAN ANAK. Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah, BAB II IBU DAN ANAK 2.1 Arti Ibu Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah dan ibu dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai orang tua dan mampu memenuhi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KHUSUS TEMA

BAB III TINJAUAN KHUSUS TEMA BAB III TINJAUAN KHUSUS TEMA 3.1. Arsitektur Kontekstual Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo merupakan rumah sakit yang telah berdiri sejak jaman penjajahan, bangunan tua yang saat ini masih berdiri masih

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Bab ini merupakan uraian simpulan dari skripsi yang berjudul Perkembangan Islam Di Korea Selatan (1950-2006). Simpulan tersebut merujuk pada jawaban permasalahan

Lebih terperinci

SEJARAH ARSITEKTUR JEPANG

SEJARAH ARSITEKTUR JEPANG SEJARAH ARSITEKTUR JEPANG RUMAH TRADISIONAL JEPANG Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur GEOGRAFIS NEGARA JEPANG Jepang terletak di zona gunung berapi yang di atas Lilitan Gunung Berapi Pasifik (Pasifik

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Skripsi yang berjudul Makna Motif dan Warna Hollyebok ( 혼례복 ) dalam

BAB IV KESIMPULAN. Skripsi yang berjudul Makna Motif dan Warna Hollyebok ( 혼례복 ) dalam BAB IV KESIMPULAN Skripsi yang berjudul Makna Motif dan Warna Hollyebok ( 혼례복 ) dalam Pakaian pada Pernikahan Korea ini membahas mengenai pakaian pernikahan tradisional hollyebok yang dikenakan oleh keluarga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kelak akan menjadi penerus pembangunan bangsa. Peranan pendidikan. membangun ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan.

I. PENDAHULUAN. kelak akan menjadi penerus pembangunan bangsa. Peranan pendidikan. membangun ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha pembinaan dan pengembangan generasi muda terus ditingkatkan sejalan dengan proses pembangunan nasional yang terus berlangsung baik didalam pendidikan formal sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003, h. 16), menjelaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003, h. 16), menjelaskan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah sebuah proses yang memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa untuk terus maju dan berkembang karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kesenian Sebagai Unsur Kebudayaan Koentjaraningrat (1980), mendeskripsikan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam

Lebih terperinci

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata toleran yang berarti sifat/sikap menenggang (menghargai,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

Bab 5 PENUTUP. 1. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kebencian Hd. a. Ayah Hd melakukan poligami. contoh yang baik bagi anaknya.

Bab 5 PENUTUP. 1. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kebencian Hd. a. Ayah Hd melakukan poligami. contoh yang baik bagi anaknya. 78 Bab 5 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kebencian Hd terhadap ayahnya adalah: a. Ayah Hd melakukan poligami. b. Ayahnya kurang perhatian dikala istrinya (ibu Hd

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan 533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bentuk ekspresi seniman memiliki sifat-sifat kreatif,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bentuk ekspresi seniman memiliki sifat-sifat kreatif, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni merupakan bentuk ekspresi seniman memiliki sifat-sifat kreatif, emosional, individual, abadi dan universal. Sesuai dengan salah satu sifat seni yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, memberi petunjuk atau intruksi, tra artinya alat atau sarana sehingga dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara beragam, bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang

BAB I PENDAHULUAN. secara beragam, bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perspektif teoritik, pendidikan seringkali diartikan dan dimaknai orang secara beragam, bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang dipegangnya.

Lebih terperinci

Manusia dan Cinta Kasih

Manusia dan Cinta Kasih Manusia dan Cinta Kasih Cinta kasih Menurut kamus umum bahasa Indonesia karya W.J.S Poerwa Darminta, cinta adalah rasa sangat suka (kepada) atau (rasa) sayang (kepada), ataupun (rasa) sangat kasih atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Era Globalisasi membuat jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan. dimasyarakatkan luas pada khususnya. Agar bangsa Indonesia tidak

I. PENDAHULUAN. Era Globalisasi membuat jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan. dimasyarakatkan luas pada khususnya. Agar bangsa Indonesia tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era Globalisasi membuat jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan luas pada khususnya. Agar bangsa Indonesia tidak terbawa arus oleh pengaruh dari budaya

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang

Bab 1. Pendahuluan. Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang memiliki kekayaan teknologi yang berkembang pesat dikarenakan adanya sumber daya manusia

Lebih terperinci

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penelitian Sekolah merupakan salah satu lembaga sosial yang memiliki peranan penting dalam mengembangkan pendidikan di dalam masyarakat. Sekolah sebagai organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti akal atau budi dan dapat diartikan sebagai hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. I.1.1 Latar belakang proyek

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. I.1.1 Latar belakang proyek BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar belakang proyek Dalam dekade terakhir pelayanan SPA telah berkembang pesat baik di luar maupun dalam negeri sebagai upaya pelayanan kesehatan. Perkembangan

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN NILAI-NILAI PERMAINAN TRADISIONAL DALAM PEMBELAJARAN IPS

2015 PENERAPAN NILAI-NILAI PERMAINAN TRADISIONAL DALAM PEMBELAJARAN IPS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yaitu makhluk yang tidak bisa hidup sendiri melainkan mereka harus bisa hidup berdampingan dengan makhluk hidup lainnya demi

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN April :51 wib. 2 Jum'at, 3 Mei :48 wib

Bab I PENDAHULUAN April :51 wib. 2  Jum'at, 3 Mei :48 wib Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek A. Umum Pertumbuhan ekonomi DIY meningkat 5,17 persen pada tahun 2011 menjadi 5,23 persen pada tahun 2012 lalu 1. Menurut Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Lebih terperinci