DINAMIKA POPULAR SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSA DAN KEJADIAN FASCIOLOSIS PADA KERBAU RAWA DI KECAMATAN DANAU PANGGANG
|
|
- Hadi Hardja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Seminar Nasionai Peternakan dan Veleriner 2000 DINAMIKA POPULAR SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSA DAN KEJADIAN FASCIOLOSIS PADA KERBAU RAWA DI KECAMATAN DANAU PANGGANG SUHARDONO, Z. KOSASIH, dan SuDRAIAT Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E Martadinata 30, P.O. Box 151, Bogor ABSTRAK Infeksi cacing Fasciola gigantica pada ternak erat kaitannya dengan tingginya populasi siput Lymnaea rubiginosa, induk semang antara cacing tersebut. Kejadian infeksi ini biasanya tinggi pada ternak yang dipelihara pada agro-ekosistim sawah tanaman padi. Namun adanya laporan kejadian fasciolosis pada kerbau rawa di Kalimantan Selatan yang mencapai 77% agsk beda dari fenomena yang ada, mengingat siput L. rubiginosa tidak dapat berkembang biak dengan baik pada habitat berair yang dalam seperti di rawa tersebut. Oleh karena itu telah dilakukan penelitian tentang dinamika populasi siput L. rubiginosa dan infeksinya dengan larva trematoda dalam siput tersebut, serta melakukan pemeriksaan ulang kejadian fasciolosis pada kerbau rawa dengan melakukan pemeriksaan feses terhadap adanya telur cacing hati. Sampel siput dan feses diambil setiap 6-8 minggu sekali selama setahun di daerah Kecamatan Danau Panggang, Kabuparten Hulu Sungai Utara, Kalsel. Hasil pemeriksaan sebanyak 752 sampel feses ternyata memang ada fluktuasi infeksi cacing hati antara 2,3% hingga 32,8% dengan rataan sebesar 20,1%. Sedang dari pemeriksaan sampel siput~ juga ditemukan fluktuasi tangkapan antara 0-40 siput, namun selama penelitian ini dilakukan tidak ditemukan satu siputpun yang terinfeksi oleh larva cacing Fgigantica ataupun trematoda lainnya. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa angka prevalensi fasciolosis pada kerbau rawa di daerah tersebut hanya 20,1% tidak setinggi laporan terdahulu. Juga ada dugaan kuat bahwa infeksi baru cacing F. gigantica pada kerbau rawa tedadi sekitar bulan Mei. Kate kunci : Lymnaea rubiginosa, fasciolosis, kerbau 492 PENDAHULUAN Di Indonesia, kejadian fasciolosis yang disebabkan oleh Fasciola gigantica tersebar luas pada ternak ruminansia (KRANEVELD, 1924 ; EDNEY dan MUCHUS, 1962 ; SUHARDONO et al., 1988) dan kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh cacing hati ini diperkirakan tidak kurang dari Rp. 513 miliar setiap tahunnya (ANON, 1991a). HasiI survey terpadu antara Balai Penyidikan Penyakit Hewan Wilayah V, sub Balai Penelitian Veteriner dan Dinas Peternakan TUI kabupaten Hulu Sungai Utara (ANON, 1991b) menemukan bahwa fasciolosis pada kerbau kalang di kecamatan Danau Panggang mencapai angka 77%, dimana populasi kerbau di daerah ini lebih dari ekor dan merupakan populasi kerbau tertinggi di lahan rawa. Temuan fasciolosis pada kerbau rawa ini sangat menarik karena siput L. rubiginosa yang berperan sebagai induk semang antara cacing hati ini, tidak dapat berkembang-biak dengan baik pada habitat yang berair dalam (KENDALL, 1954 ; BORAY, 1973 ; SCHILLHORN VAN VEEN, 1980 ; WIDJAJANTI, 1989 ; SUHARDONO dan COPEMAN, 2000), melainkan pada habitat yang berair bersih, mengalir lamban dsn dangkal serta teduh seperti pada habitat sawah tanaman padi. Sedang lahan rawa di kecamatan Danau Panggang relatif berair dalam, keruh kecoklatan, kualitas air di beberapa tempat kurang baik untuk konsumsi manusia (PUTU et al., 1993) clan banyak alur-alur sungai yang berarus cukup deras. Sedangkan siput L. rubiginosa merupakan satu-satunya spesies yang menjadi induk semang antara cacing F. gigantica di Indonesia (VAN BENTHEM JUTTING, 1956 ; MUKHLIS, 1985, BHALERAO, 1933). Hasil penelitian SUHARDONO et al. (1989) menyatakan bahwa untuk menimbulkan fasciolosis pada ternak di suatu daerah dengan
2 Seminar Nasional Pelernakan dan Veleriner 1000 tingkat prevalensi 50% ternyata infeksi larva F. gigantica pada siput L. rubiginosa hanya sebesar 0,07% dari 9000 siput yang diperiksa. Infeksi cacing hati dapat terjadi karena ternak memakan larva infektif(metaserkaria) cacing hati yang menempel pada hijauan atau lewat air minum (BORAY, 1963 ; HODASi, 1972). Metaserkaria diproduksi oleh siput L. rubiginosa dalam bentuk serkaria clan siput ini berperan sebagai pabrik yang memprodusi sejumlah besar serkaria tersebut. Berhubung fasciolosis merupakan penyakit lingkungan yakni sumber infeksi berada di sekeliling dimana ternak dipelihara, maka faktor-faktor untuk terjadi penularan cacing hati pada ternak harus saling berdekatan. Tiga komponen yang harus selalu ada di suatu lingkungan tertentu untuk terjadinya penularan penyakit ini adalah : agen infeksi (metaserkaria F. gigantica), ternak peka (kerbau) dan siput induk semang antara (L. rubiginosa). Dari laporan kejadian fasciolosis yang mencapai 77% (ANON, 1991 a) ini berarti intensitas penularan cukup tinggi. Tingginya intensitas penularan dapat terjadi antara lain karena rumput secara luas tercemar oleh metaserkaria atau habitat sangat sempit dan selalu ditinggali siput dan ternak secara bersamaan. Pencemaran oleh metaserkaria secara luas pada rumput di rawa terjadi karena jumlah siput L. rubiginosa yang terinfeksi larva cacing hati cukup tinggi, seperti hainya di suatu daerah irigasi dimana populasi siput selalu tinggi. Ternak clan siput tingggal dalarr. satu habitat yang sempit sehingga penularan (lewat rumput) berlangsung dengan cepat. Tingginya populasi siput dalam habitat sempit tersebut dapat terjadi karena siput terkonsentrasi di suatu tempat sebagai akibat iklim yang kurang menguntungkan di musim kemarau. Kedua kemungkinan di atas perlu dibuktikan lewat penelitian mana yang lebih berperan sebagai penyebab tingginya kejadian fasciolosis pada kerbau rawa. Curah hujan Dinamika populasi siput Lymnaea rubiginosa MATERI DAN METODE Rawa di Kalimantan adalah rawa banjir, dimana selama musim penghujan sebagian daratan akan tertutup oleh air akibat hujan dan meluapnya air sungai. Untuk itu data curah hujan sangat diperlukan dalam penelitian ini untuk melihat naik turunnya air rawa. Data curah hujan bulanan diperoleh dari Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) kecamatan Danau Panggang. Data ini dipakai untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang ketersediaa habitat basah untuk perkembangbiakan siput air, L. rubiginosa, dimana siput tersebut merupakan induk semang antara cacing F. gigantica. Penelitian dinamika popualasi siput L. rubiginosa yang merupakan induk semang antara cacing F. gigantica dilakukan dengan cara mengkoleksi dan memeriksa siput. Disamping dinamika populasi siput, dalam pengamatan lapangan ini juga dilihat sebaran dan adanya infeksi larva F. gigantica pada siput. Sampel siput diambil dari 5-10 tempat dan masing-masing tempat diamati sekitar 5 titik pengamatan. Penelitian dilakukan di dua desa (Bararawa dan Sapala), Kecamatan Danau Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Seiatan. Dengan menemukan siput yang terinfeksi oleh larva F. gigantica maka daerah dimana siput dikumpulkan dapat dianggap sebagai daerah sumber penularan fasciolosis.
3 Seminar Nasional Pelernakan clan Veteriner 2000 Kejadian infeksi cacing hati Fasciola gigantica pada kerbau rawa Untuk kegiatan ini dilakukan pengambilan spesimen feses kerbau baik dari kalang maupun langsung dari ternaknya. Sampel feses diperiksa untuk menemukan telur cacing hati, F. gigantica setelah sebelumnya diproses dengan cara pengenclapan. Setiap kunjungan ke lapangan, pengambilan sampel feses dilakukan pada 5-10 kalang di dua desa (Bararawa clan Sapala), clan dari masingmasing kalang diambil spesimen feses antara 5-20 buah. Curah hujan Rata-rata curah hujan per bulan selama 10 tateun terakhir antara tahun dapat dilihat dalam Tabel l., dengan rataan curah hujan sebesar 133,9 mm setiap bulannya, terenclah 32,7 mm (Agustus) clan tertinggi 252,8 mm (Desember). Bulan-bulan basah dengan curah hujan lebih dari 100 mm tetjadi antara Oktober-Mei, sedangkan Juni-September merupakan bulan kering. Pada bulanbulan kering ini banyak rawa yang mengering menjadi daratan lagi. Pada waktu penelitian dilakukan, curah hujan tahun 1999 (l.895 mm) lebite tinggi dari rata-rata curah hujan 10 tahun terakhir (1.606,6 mm), namun sejak bulan April curah hujannya suclah kurang dari 100 mm. Sehingga bulan keringnya berlangsung selama 6 bulan (April-September). Tabel 1. Rata-rata curah hujan selama 10 tateun terakhir antara di kecamatan Danau panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan Apr Dinamika populasi siput Lymnaea rubiginosa HASIL DAN PEMBAHASAN Mei Jun Jul Ags Sep Pada awal penelitian berlangsung naik (Januari s/d Maret 1999) keadaan air di rawa seclang pasang. Populasi siput L. rubiginosa amat sangat rendah (hanya ditemukan 4 siput/orang/jam). Rendahnya populasi siput ini mungkin berkaitan dengan volume air yang amat berlimpah (rawa sedang pasang) sehingga siput terbawa arus dan tersebar kemana-mana. Sedang untuk penetapan angka prevalensi infeksi larva F. gigantica pada siput cliperlukan jumlah siput yang banyak (minimal 1000 siput pada setiap pengamatan) (SUHARDONO et al., 1989), sehigga jumlah siput yang clikumpulkan tidak cukup untuk penetapan prevalensi tersebut. Pada pemeriksaan siput untuk bulanbulan Mei, Agustus clan Oktober 1999 ditemukan kurang dari 5 siput per orang jam, sedangkan pada bulan Juli dapat ditemukan hingga 40 siput. Tidak satupun siput hasil tangkapan ditemukan adanya infeksi larva cacing F. gigantica di dalamnya. Koleksi siput pada bulan Juli 1999 tersebut (pada saat air suclah surut, Curah hujan hampir mencapai titik terenclah Tabel 1) sehingga siput akan terkumpul di tempat-tempat yang rendah, cekungan-cekungan, atau pada alur-alur air yang arusnya tidak deras. Sedang pada puncak musim kemarau (Agustus) populasi siput sudah menurun lagi (tangkapan 0-5 Bulan Okt Nop Des Jan Feb Mar lumlah Curah hujan (mm) 147,5 117, ,4 32,7 42,1 109,6 183,6 252, ,7 226, ,6 Had hujan 9,7 7,7 4,9 3,1 4,6 3,9 7,8 11,8 14,2 10,6 9,9 11,6 98, Curah hujan (trum) Hari hujan
4 Seminar Nasional Peternakan clan Veteriner 2000 siput per orang jam) hal ini berkaitan antara lain bahwa cekungan-cekungan sudah mulai mengering dan dipakai untuk kubangan kerbau, tanah mulai terbelah-belah yang menunjukkan kekeringan mencapai puncaknya sehingga walaupun masih ada hujan pada bulan ini, namun tidak cukup untuk membentuk genangan-genangan air. Kejadian infeksi cacing Fasciola gigantica pada kerbau rawa Berdasarkan pemeriksaan 752 sampel feses kerbau terhadap adanya telur cacing F. gigantica (Tabel 2) secara keseluruhan tidak menunjukkan tingkat kejadian infeksi fasciolosis yang tinggi (angka kumulatif prevalensi 20,1 %) dan terlihat adanya fluktuasi prevalensi fasciolosis dari bulan ke bulan pengamatan yang berkisar antara 2,3 s/d 38,2%. Pada bulan Juli 1999 tidak dapat dilakukan pengambilan sampel feses karena kerbau berada di hujann, sehingga angka prevalensi fasciolosis tidak dapat diukur. Angka prevalensi tertinggi dalam penelitian ini (38,2%) tercatat pada bulan Maret 2000 clan bila dibandingkan dengan laporan hasil survai terpadu tahun (ANON, 1991) di lokasi yang sama melaporkan kejadian fasciolosis mencapai 77% ternyata hanya setengahnya. Berdasarkan analisis curah hujan selarna 10 tahun terakhir ( ) bahwa pola curah hujan normal sehingga dapat diasumsikan bahwa di daerah tersebut ticlak ada perubahan yang berarti dalam penularan penyakit. Untuk itu prevalensi fasciolosis dapat dikatakan juga ticlak mengalami perubahan yang berarti. Dengan demikian, perbedaan angka prevalensi infeksi cacing hati pada kerbau rawa ini dapat terjadi karena beberapa kemungkinan, antara lain : cara pengambilan sampel feses yang berbeda clan waktu (bulan) pengambilan feses yang tidak sama. Namun bila dilihat dari populasi siput L. rubiginosa yang sangat rendah dan tidak ditemukannya sumber infeksi dalam penelitian ini maka diyakini bahwa prevalensi fasciolosis pada kerbau rawa memang tidak tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian SUHARDONO et al. (1989) yang melaporkan bahwa untuk menghasilkan tingkat kejadian fasciolosis yang tinggi (lebih dari 50%) pada ternak hanya diperlukan infeksi siput oleh larva F. gigantica sangat rendah (sekitar 0,07% dari 9000 siput yang diperiksa). Langkanya siput L. rubiginosa, bahkan pada saat air sudah surutpun (Juli 1999 tangkapan siput 40 per orang jam) tidak ditemukan infeksi larva cacing F. gigantica di lokasi penelitian ini, demikian juga hasil tangkapan siput yang sangat rendah ikut mendukung rendahnya prevalensi fasciolosis pada kerbau rawa. Tabel 2. Hasil pemeriksaan feses terhadap telur cacing hati Fasciola gigantica pada kerbau rawa antara bulan Januari 1999 s/d Maret 2000 di kecamatan Danau Panggang, Kabupaten HSU Bulan Telur cacing Fasciola gigantica dalam feses n (%) EPG rata-rata Kisaran EPG Januari (2.3) 0, Februari (6,7) 0, Maret (14,5) 0, Mei (10,0) 0, Juli (0) - - Agustus (16,7) 0, Oktober (20,0) 1, Desember (16,7) 0, Januari (31,8 0, Maret (38,2) 0, Keterangan : N = jumlah feses kerbau yang diperiksa, % = persentase feses kerbau positif 495
5 Seminar Nasional Peternakandan Veteriner 2000 Dari data prevalensi fasciolosis pada kerbau rawa dalam penelitian ini terlihat bahwa pada pengambilan sampel bulan Januari dan Maret 2000 terjadi lonjakan lebih dari satu setengah kali lipat dari rata-rata revalensinya (20,1%). Kenaikan tingkat prevalensi tersebut berkaitan dengan adanya infeksi baru oleh cacing F. gigantica pada ternak kerbau pada bulan-bulan sebelumnya. Cacing F. gigantica pada kerbau untuk tumbuh sejak masuk tubuh (tertelan) hingga menjadi dewasa memproduksi telur memerlukan waktu antara minggu (WIEDOSARI, tidak dipublikasikan) yang merupakan periode prepaten (PPP) cacing hati pada kerbau. Sehingga dapat disimpulkan bahwa angka prevalensi fasciolosis yang tinggi pada pengambilan sampel bulan Januari dan Maret 2000 tersebut, karena ternak mendapatkan infeksi baru sekitar bulan Mei Hal ini senada dengan hasil penelitian SUHARDONO (1997) pada sapi potong, dimana tingkat kejadian fasciolosis meningkat sekitar 4 bulan (PPP cacing hati pada sapi) setelah infeksi baru. Hasil penelitian ini bila dibandingkan dengan hasil penelitian lain yang dilakukan SUHARDONo dan KOSASIH (2000) dalam menetapkan infeksi baru oleh cacing F. gigantica pada kerbau rawa berdasarkan penemuan cacing muda ternyata memiliki kesamaan waktu. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Rendahnya populasi siput Lymanea rubiginosa, induk semang antara cacing Fasciola gigantica di Indonesia, mengindikasikan rendahnya angka prevalensi infeksi cacing F. gigantica pada kerbau rawa di kecamatan Danau Panggang. 2. Angka prevalensi fasciolosis pada kerbau rawa berdasarkan penemuan telur cacing dalam feses sebesar 20% dnn mulai naik pada awal musim penghujan. Karena ada dugaan yang sangat kuat bahwa infeksi baru oleh cacing F. gigantica pada kerbau rawa di daerah ini terjadi pada bulan Mei, maka dugaan ini perlu dibuktikan sehingga penularan penyakit dapat dicegah. DAFTAR PUSTAKA ANoNYMOus. 1991a. Data ekonomi akibat penyakit hewan Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Petemakan, Departemen Pertanian. ANoNYMous. 1991b. Penelitian Penyakit pada kerbau rawa di kecamatan Danau Panggang, kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Penelitian bersama antara sub Balitvet Banjarbaru, BPPH wilayah V dan Dinas Petemakan Dt. 1I kabupaten Hulu Sungai Utara. BHALERAO, G.D Preliminary note on the life-history of the common liver-fluke in India, Fasciola gigantica. Indian J. Anim. Sci. 3 : BORAY, J.C Epidemiological control of fasciolosis and paramphistomosis in sheep and cattle. Proc. No. 19 Course for Veterinarians (The J.D. Stewart Course for 1973) on Parasitology and Epidemiology). The post graduate committee in veterinary science. The University ofsydney. 19: EDNEY, J.M. and A. Muctn,ts Fascioliasis in indonesian Livestock. Veterinariae 2 :49. HoDAsi, J.K.M Th e output of cercariae of Fasciola hepatica by Lymnaea truncatula and the distribution of metacercarise on grass. Parasitology 64 : KENDALL, S.B Fascioliasis in Pakistan. Annals Tropical Medicine Parasitology 48:307!313. KRANEvELD, F.C Bijdrage tot de therapie der distomatosis in Nederlandsch-Indie. Nederlandsch-Indie Bladen von Diereneskunde 36 :
6 Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner2000 SCHILLHGRN van VEEN, T.W Fascioliasis (Fasciola gigantica) in West Africa: A review. Veterinary Bulletin 50 : SuHARDONO Epidemiology and Control of Fasciolosis by Fasciola gigantica in Ongole Cattle in West Java. PhD thesis. Biomediacal and Tropical Veterinary Science, James Cook University, Australia. SuHARDoNo, S. BACw, and K.S. WAHyuNING Usaha pengendalian fascioliasis secara biologis. Warta Penelitian Pengembangan Pertanian. 11 :6. SUtARDONO and D.B. COPEMAN Population dynamics of snail Lymnaea rubiginosa in rice fields and its infection with larvae oftrematodes in the subdistrict ofsurade-westjava. Jllmu Ternak Vet. (In press). SuHARDONO, S. WiDJAJANTI dan S. PARTouTomo Strategi penanggulangan fasciolosis oleh fasciola gigantica secara terpadu pada temak yang dipelihara di lahan pertanian dengan sistim irigasi intensif. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, Nopember hal SuHARDONo dan Z. KosAsui Infeksi baru Fasciola gigantica sebagai alat untuk menetapkan strategi pengendalian fasciolosis melalui pemberian flukisida pada kerbau rawa Di propinsi kalimantan selatan. Seminar Nasional dan Pameran teknologi peternakan dan Veteriner. Bogor, September van BENTHw JLrrrrNG, W.S.S Systematic studies on the non-marine molluscs of the Indo-Australian archipelago. V. Critical revision of the Javanese fresh water gastropods. Treubia 23 : WIDJAJANTi, S Studies on the biology of Lymnaea rubiginosa. M.Sc thesis, Tropical Veterinary Science and Agriculture. James Cook University ofnorth Queensland, Townsville, Australia
PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi
PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi PENDAHULUAN Infeksi cacing hati (fasciolosis) pada ternak ruminansia (sapi dan kerbau) di Indonesia merupakan penyakit parasiter yang disebabkan
Lebih terperinciFASCIOLOSIS PADA KERBAU YANG DIPELIHARA PADA LAHAN RAWA DI PROPINSI KALIMANTAN SELATAN
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999 FASCIOLOSIS PADA KERBAU YANG DIPELIHARA PADA LAHAN RAWA DI PROPINSI KALIMANTAN SELATAN SUHARDoNo l, S.E ESTUNINGSIH~, SRI WIDJAJANTI', L. NATALIA1, Clan J.S.
Lebih terperinciPrevalensi Larva Fasciola Gigantica pada Beberapa Jenis Gastropoda Air Tawar di Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi
e-jipbiol Vol. 2 : 8-12, Desember 2013 ISSN : 2338-1795 Prevalensi Larva Fasciola Gigantica pada Beberapa Jenis Gastropoda Air Tawar di Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi Prevalence of Larval Kabupaten Sigi
Lebih terperinciKAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerentanan Produktifitas Tanaman Padi Analisis potensi kerentanan produksi tanaman padi dilakukan dengan pendekatan model neraca air tanaman dan analisis indeks kecukupan
Lebih terperinciS. WIDJAJANTI. Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata 30, P.O. Box 151, Bogor Indonesia. (Diterima dewan redaksi 24 November 1997)
ESTIMASI POPULASI SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSA DAN SIPUT AIR TAWAR LAINNYA DI SAWAH DAN KOLAM DI BOGOR, JAWA BARAT S. WIDJAJANTI Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata 30, P.O. Box 151, Bogor 16114.
Lebih terperinciFASCIOLA GIGANTICA DENGAN TREMATODA LAIN PADA SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSA
PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA TERNAK : KONTROL BIOLOGI FASCIOLA GIGANTICA DENGAN TREMATODA LAIN PADA SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSA SUHARDONO Balai Penelitian Veteriner Jalan R. E. Martadinata 30, P.O.
Lebih terperinciPrevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung
Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDERS REARED IN THE SOBANGAN VILLAGE, MENGWI
Lebih terperinciBEBERAPA MASALAH KESEHATAN TERNAK KERBAU YANG DIPELIHARA DI LAHAN RAWA KALIMANTAN SELATAN
BEBERAPA MASALAH KESEHATAN TERNAK KERBAU YANG DIPELIHARA DI LAHAN RAWA KALIMANTAN SELATAN SUHARDONO Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata 30, P.O. Box 151, Bogor 16114, Indonesia ABSTRAK Populasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Menurut Williamson dan Payne (1993),
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. baik, diantaranya dalam hal pemeliharaan. Masalah kesehatan kurang
PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar sapi potong dipelihara oleh peternak hanya sebagai sambilan. Tatalaksana pemeliharaan sapi pada umumnya belum baik, diantaranya dalam hal pemeliharaan. Masalah
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIS
BAB I PENDAHULUAN Pengaruh pemanasan global yang sering didengungkan tidak dapat dihindari dari wilayah Kalimantan Selatan khususnya daerah Banjarbaru. Sebagai stasiun klimatologi maka kegiatan observasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar hampir di seluruh Nusantara. Populasisapibali dibandingkan dengan sapi lainnya seperti sapi ongole,
Lebih terperinciPENGAMBILANMETASERI{ARIAFASCIOLA IGANTICA PADA SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSADI SURADE SUKABUMI JAWA BARAT
PENGAMBILANMETASERI{ARIAFASCIOLA IGANTICA PADA SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSADI SURADE SUKABUMI JAWA BARAT Suharyanta Balai Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata 30 Bogor RINGKASAN Pengambilan metaserkaria
Lebih terperinci4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun
Cacth (ton) 46 4 HASIL 4.1 Hasil Tangkapan (Catch) Ikan Lemuru Jumlah dan nilai produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru yang didaratkan di PPP Muncar dari tahun 24 28 dapat dilihat pada Gambar 4 dan
Lebih terperinciPengaruh Infestasi Cacing Hati Fasciola gigantica terhadap Gambaran Darah Sel Leukosit Eosinofil pada Domba
JITV Vol. 9 No. 3 Th. 24 Pengaruh Infestasi Cacing Hati Fasciola gigantica terhadap Gambaran Darah Sel Leukosit Eosinofil pada Domba S. WIDJAJANTI 1, S.E. ESTUNINGSIH 1, SUBANDRIYO 2, D. PIEDRAFITA 3 dan
Lebih terperinciPENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 217 ISBN: 978 62 361 72-3 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Esa Bagus Nugrahanto Balai Penelitian dan
Lebih terperinciPENGARUH KEADAAN KERING DI DALAM AKUARIUM TERHADAP KETAHANAN HIDUP DAN REPRODUKSI SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSA
PENGARUH KEADAAN KERING DI DALAM AKUARIUM TERHADAP KETAHANAN HIDUP DAN REPRODUKSI SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSA S. WIDJAJANTI Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata 30, P.O. Box 5, Bogor 64, Indonesia
Lebih terperinciDINAMIKA POPULASI DAN PRODUKTIVITAS KERBAU DI JAWA : STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG
Seminar Nasional Peternakan clan Veteriner 2000 DINAMIKA POPULASI DAN PRODUKTIVITAS KERBAU DI JAWA : STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG Kate kunck Populasi, produktivitas, kerbau R.H. MAToNDANG dan A.R. SiPEGAR
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi ternak sebagai sumber protein hewani adalah suatu strategi nasional dalam rangka peningkatan ketahanan pangan yang sangat diperlukan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Daerah Irigasi Lambunu Daerah irigasi (D.I.) Lambunu merupakan salah satu daerah irigasi yang diunggulkan Propinsi Sulawesi Tengah dalam rangka mencapai target mengkontribusi
Lebih terperinciSTUDI TENTANG PENGGUNAAN LARVA CACING ECHINOSTOMA REVOLUTUM SEBAGAI AGEN KONTROL BIOLOGIS CACING FASCIOLA GIGANTICA
STUDI TENTANG PENGGUNAAN LARVA CACING ECHINOSTOMA REVOLUTUM SEBAGAI AGEN KONTROL BIOLOGIS CACING FASCIOLA GIGANTICA SARWITRI ENDAH ESTUNINGSIH Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata 30, P.O.
Lebih terperinciTINGKAT INFESTASI CACING HATI PADA SAPI BALI DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU PROVINSI LAMPUNG
TINGKAT INFESTASI CACING HATI PADA SAPI BALI DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU PROVINSI LAMPUNG Liver Fluke Infestation Level of Bali Cattle in Sukoharjo Sub-District Pringsewu Regency Lampung
Lebih terperinciVII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK
VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK 7.1. Pola Usahatani Pola usahatani yang dimasukkan dalam program linier sesuai kebiasaan petani adalah pola tanam padi-bera untuk lahan sawah satu
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan
Lebih terperinciDATA DISTRIBUSI SIMPANAN PADA BPR DAN BPRS
DATA DISTRIBUSI SIMPANAN PADA BPR DAN BPRS SEMESTER II-2016 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko Daftar Isi Daftar Isi... 1 KETERANGAN... 2 I.
Lebih terperinciSTUDI SIMULASI POLA OPERASI WADUK UNTUK AIR BAKU DAN AIR IRIGASI PADA WADUK DARMA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT (221A)
STUDI SIMULASI POLA OPERASI WADUK UNTUK AIR BAKU DAN AIR IRIGASI PADA WADUK DARMA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT (221A) Yedida Yosananto 1, Rini Ratnayanti 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional,
Lebih terperinciKEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
12 III. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1 Lokasi Lokasi penelitian terletak di lahan sawah blok Kelompok Tani Babakti di Desa Mekarjaya Kecamatan Ciomas, KabupatenBogor. Secara administrasi Desa Mekarjaya
Lebih terperinciPERTUMBUHAN SIMPANAN PADA BPR DAN BPRS
PERTUMBUHAN SIMPANAN PADA BPR DAN BPRS Juni 2016 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko Daftar Isi Daftar Isi... 1 KETERANGAN... 2 I. Total Simpanan...
Lebih terperinciPROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT
PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT A. MUZANI dan MASHUR Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat, PO Box 1017, Mataram ABSTRAK Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)
o. 04/04/62/Th. I, 2 Juni 2007 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) Selama Juni 2016, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 98,12 Persen No. 03/07/62/Th.X, 1 Juli 2016 Nilai
Lebih terperinciKATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP
Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi
Lebih terperinciLAMPIRAN. Mulai. Penentuan Lokasi Penelitian. Pengumpulan. Data. Analisis Data. Pengkajian keandalan jaringan irigasi
LAMPIRAN Lampiran 1. Flowchart Pelaksanaan Penelitian Mulai Penentuan Lokasi Penelitian Pengumpulan Data Data Primer Data Sekunder Analisis Data Deskriptif Kuantitatif Pengggambaran kondisi luasan lahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada manusia. Organisasi Kesehatan Dunia World Healt Organization (WHO)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan penyakit pada ternak merupakan salah satu hambatan yang di hadapi dalam pengembangan peternakan. Peningkatan produksi dan reproduksi akan optimal, bila secara
Lebih terperinciPrevalensi Kejadian Infeksi Cacing Hati (Fasciola sp) Pada Sapi Potong di Rumah Potong Pegirian Surabaya Tahun 2014
Artikel Ilmiah Prevalensi Kejadian Infeksi Cacing Hati (Fasciola sp) Pada Sapi Potong di Rumah Potong Pegirian Surabaya Tahun 2014 Marek Yohana Kurniabudhi., drh., M. Vet (12696-ET) UNIVERSITAS WIJAYA
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis pengaruh ENSO dan IOD terhadap curah hujan Pola hujan di Jawa Barat adalah Monsunal dimana memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini
Lebih terperinciTabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan
LAMPIRAN 167 Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan
Lebih terperinciSTRATEGI PENGEMBANGAN KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN
STRATEGI PENGEMBANGAN KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN ENI SITI ROHAENI, A. HAMDAN, R. QOMARIAH dan A. SUBHAN Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No. 4 Banjarbaru,
Lebih terperinciFLUKTUASI ANTIBODI SAPI YANG DIINFEKSI DENGAN FASCIOLA GIGANTICA DAN PENGARUH PEMBERIAN OBAT TRICLABENDAZOLE
Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 6. No. 4. Th. 21 FLUKTUASI ANTIBODI SAPI YANG DIINFEKSI DENGAN FASCIOLA GIGANTICA DAN PENGARUH PEMBERIAN OBAT TRICLABENDAZOLE S. WIDJAJANTI, S.E. ESTUNINGSIH dan SUHARYANTA
Lebih terperinciFASCIOLASIS PADA DOMBA DAN KAMBING DI RUMAH POTONG HEWAN KOTAMADYA BOGOR W. WINARSIH, S. ESTUNINGSIH, A. SETIYONO, E. HARLINA' RINGKASAN
Me&a Veteriner. Vol. I () Kasus Klinik FASCIOLASIS PADA DOMBA DAN KAMBING DI RUMAH POTONG HEWAN KOTAMADYA BOGOR W. WINARSIH, S. ESTUNINGSIH, A. SETIYONO, E. HARLINA' RINGKASAN Telah dilakukan penelitian
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)
o. 04/04/62/Th. I, 2 Juni 2007 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) Selama, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 96,92 Persen No. 03/05/62/Th.X, 2 Mei Nilai Tukar Petani (NTP)
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Sapi Penggolongan sapi ke dalam suatu Genera berdasarkan pada persamaan karakteristik yang dimilikinya. Karakteristik yang dimiliki tersebut akan diturunkan ke generasi
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,
Lebih terperinciSTRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014
No. 81/12/19/Th.II, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PRODUKSI PER EKOR PER TAHUN DARI USAHA SAPI POTONG SEBESAR Rp5,7 JUTA, DAN USAHA AYAM KAMPUNG Rp73 RIBU A. SAPI
Lebih terperinciTinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :
Nov 10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Edisi : 11/AYAM/TKSPP/2011 Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Informasi Utama : Harga daging ayam di pasar
Lebih terperinciTz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C
Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: Bulan kering (BK): Bulan dengan C
Lebih terperinciTINGKAT KERENTANAN Fasciola gigantica PADA SAPI DAN KERBAU DI KECAMATAN LHOONG KABUPATEN ACEH BESAR
ISSN : 0853-1943 TINGKAT KERENTANAN Fasciola gigantica PADA SAPI DAN KERBAU DI KECAMATAN LHOONG KABUPATEN ACEH BESAR Susceptibility of Bovine and Bubalis spp on Fasciola gigantica in Lhoong Sub-District
Lebih terperinciKebutuhan Air Irigasi & RKI
Improving Water Sector Planning, Management and Development TA 8432-INO Session: 10 Kebutuhan Air Irigasi & RKI Asep Teguh Soekmono NOVEMBER 2014 1 Irrigation Water Demand Bag. 1 : Pertanian Ketersediaan
Lebih terperinciPERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI NOVEMBER 2011
Nop-06 Feb-07 Mei-07 Agust-07 Nop-07 Feb-08 Mei-08 Agust-08 Nop-08 Feb-09 Mei-09 Agust-09 Nop-09 Feb-10 Mei-10 Agust-10 Nop-10 Feb-11 Mei-11 Agust-11 PERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI NOVEMBER 2011
Lebih terperinciDATA DISTRIBUSI SIMPANAN PADA BPR DAN BPRS
DATA DISTRIBUSI SIMPANAN PADA BPR DAN BPRS SEMESTER I-2017 Group Penanganan Premi Penjaminan Daftar Isi Daftar Isi... 1 Daftar Tabel dan Gambar...2 Keterangan... 3 I. Jumlah BPR dan BPRS... 4 II. Total
Lebih terperinciStudi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-30 Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier Ahmad Wahyudi, Nadjadji Anwar
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Tangkapan Hujan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan stasiun curah hujan Jalaluddin dan stasiun Pohu Bongomeme. Perhitungan curah hujan rata-rata aljabar. Hasil perhitungan secara lengkap
Lebih terperinciPRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 2015
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 31/7/Th. IV, 1 Juli 216 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 215 PRODUKSI PADI TAHUN 215 NAIK 28,8 PERSEN A. PADI Produksi padi tahun 215 sebanyak 2,33 juta ton gabah
Lebih terperinciGrafik 1 Perkembangan NTP dan Indeks Harga yang Diterima/Dibayar Petani Oktober 2015 Oktober 2016
o. 04/04/62/Th. I, 2 Juni 2007 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) No. 03/11/62/Th.X, 1 November Selama Oktober, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 97,96 Persen dan Terjadi
Lebih terperinciPerkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah
Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah No. 10/10/62/Th. XI, 2 Oktober 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah Selama
Lebih terperinciPERKEMBANGAN DAN VARIASI HARGA DAGIN. DAN TELUR PADA BERBAGAI KOTA BESAR DI INDONESIA
PERKEMBANGAN DAN VARIASI HARGA DAGIN. DAN TELUR PADA BERBAGAI KOTA BESAR DI INDONESIA Oleh : Rosmiati Sajuti *) Abstrak Penerapan secara luas teknologi maju dalam bidang peternakan telah menimbulkan masalah
Lebih terperinciBADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No.205/10/21/Th. V, 1 Oktober PERKEMBANGAN KUNJUNGAN WISMAN KE PROVINSI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Provinsi
Lebih terperinciPrevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung
Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDING CENTER SOBANGAN VILLAGE, DISTRICT MENGWI, BADUNG
Lebih terperinciPENENTUAN KINERJA PENGELOLAAN IRIGASI DAERAH IRIGASI BONDOYUDO, JAWA TIMUR 1
PENENTUAN KINERJA PENGELOLAAN IRIGASI DAERAH IRIGASI BONDOYUDO, JAWA TIMUR 1 Murtiningrum 2, Wisnu Wardana 1, dan Murih Rahajeng 3 ABSTRAK Pembangunan dan pengelolaan irigasi di Indonesia bertujuan untuk
Lebih terperinciPRESENSI DOSEN DIPEKERJAKAN KOPERTIS WILAYAH V
Pangkat/Gol. : Perguruan Tinggi : Universitas Ahmad Dahlan Jabatan Fungsional : Bulan : Januari 2014 No. HARI TANGGAL DATANG PULANG. DATANG PULANG 1 Rabu 01-Jan-14 Libur Libur Libur 2 Kamis 02-Jan-14 1.
Lebih terperinciV DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA
55 V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA 5.1 Pendahuluan Di beberapa negara, penelitian tentang proses limpasan dalam suatu daerah tangkapan atau DAS berdasarkan
Lebih terperinciPertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS
Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Semester I Tahun 2015 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik
Lebih terperinciIMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP IMPORTASI ZONA BASED DAN KELEMBAGAANNYA. Pada Forum D i s k u s i Publik ke-15
IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP IMPORTASI ZONA BASED DAN KELEMBAGAANNYA D i s a m p a i k a n Oleh : D I R E K T U R J E N D E R AL P E R D AG AN G AN L U AR N E G E R I Pada Forum D i s
Lebih terperinciPRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015)
No. 46/07/51/Th. X, 1 Juli 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015) PRODUKSI PADI TAHUN 2015 TURUN 0,49 PERSEN A. PADI Produksi padi di Bali tahun 2015 tercatat sebesar 853.710
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) , , , S E M A R A N
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) 7608201,7608342, 7608621, 7608408 S E M A R A N G 5 0 1 4 4 Website : www.psda.jatengprov..gp.id Email
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan
Lebih terperinciMETODA UJI APUNG SEBAGAI TEKNIK PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA DALAM TINJA HEWAN RUMINANSIA KECIL
METODA UJI APUNG SEBAGAI TEKNIK PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA DALAM TINJA HEWAN RUMINANSIA KECIL ZAENAL KOSASIH Balai Penelitian Veteriner Jl. R.E. Martadinata 30 Bogor 16114 RINGKASAN Parasit cacing
Lebih terperinciFLUKTUASI GENANGAN AIR LAHAN RAWA LEBAK DAN MANFAATNYA BAGI BIDANG PERTANIAN DI OGAN KOMERING ILIR
J. Hidrosfir Indonesia Vol.3 No.2 Hal. 57-66 Jakarta, Agustus 2008 ISSN 1907-1043 FLUKTUASI GENANGAN AIR LAHAN RAWA LEBAK DAN MANFAATNYA BAGI BIDANG PERTANIAN DI OGAN KOMERING ILIR Waluyo 1), Suparwoto
Lebih terperincipemakaian air bersih untuk menghitung persentase pemenuhannya.
5 3.2.1.3 Metode Pengumpulan Data Luas Atap Bangunan Kampus IPB Data luas atap bangunan yang dikeluarkan oleh Direktorat Fasilitas dan Properti IPB digunakan untuk perhitungan. Sebagian lagi, data luas
Lebih terperinciOptimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung)
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-1 Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung) Anindita Hanalestari Setiawan
Lebih terperinciDAYA DUKUNG LAHAN RAWA SEBAGAI KAWASAN SENTRA PENGEMBANGAN KERBAU KALANG DI KALIMANTAN SELATAN
Seminar Nasional dan Lokakarya Usahaternak Kerbau, 2007 DAYA DUKUNG LAHAN RAWA SEBAGAI KAWASAN SENTRA PENGEMBANGAN KERBAU KALANG DI KALIMANTAN SELATAN SURYANA 1 dan EKO HANDIWIRAWAN 2 1 Balai Pengkajian
Lebih terperinciLaporan Praktikum Penyakit Parasitik FASCIOLA GIGANTICA. Oleh FIKRI AFRIZAL NIM
Laporan Praktikum Penyakit Parasitik FASCIOLA GIGANTICA Oleh FIKRI AFRIZAL NIM 1102101010049 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM, BANDA ACEH 2013 FASCIOLA GIGANTICA a. Morfologi
Lebih terperinciPERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI FEBRUARI 2012
Nop-06 Feb-07 Mei-07 Agust-07 Nop-07 Feb-08 Mei-08 Agust-08 Nop-08 Feb-09 Mei-09 Agust-09 Nop-09 Feb-10 Mei-10 Agust-10 Nop-10 Feb-11 Mei-11 Agust-11 Nop-11 PERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI FEBRUARI
Lebih terperinciKAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN
Pendahuluan KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN 1. Dalam upaya mewujudkan stabilitas harga beras, salah satu instrumen kebijakan harga yang diterapkan pemerintah adalah kebijakan harga dasar dan harga maksimum,
Lebih terperinciJejaring Pemanfaatan Hiu dan Pari di Balikpapan
Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Pontianak Jejaring Pemanfaatan Hiu dan Pari di Balikpapan Disampaikan oleh :
Lebih terperinciPRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014)
BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) No. 45/07/35/Th XII,1 Juli 2014 A. PADI Angka Tetap (ATAP) 2013 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar
Lebih terperinciANGKA RAMALAN 2 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA
No. 72/11/71/Th. IX, 2 November 2015 ANGKA RAMALAN 2 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA A. PADI Angka Ramalan 2 (Aram 2) produksi padi tahun 2015 diperhitungkan sebesar 673.712 ton Gabah Kering
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)
o. 04/04/62/Th. I, 2 Juni 2007 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) No. 03/10/62/Th.X, 3 Oktober Selama September, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 97,67 Persen dan Terjadi
Lebih terperinciOPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK
OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA Hendra Kurniawan 1 1 Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Jakarta ABSTRAK Sesuai
Lebih terperinciPRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2013)
BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th XI.,1 November PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun ) A. PADI B. JAGUNG Angka Ramalan (ARAM) II produksi Padi Provinsi Jawa Timur tahun sebesar
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan publikasi prakiraan musim hujan ini.
KATA PENGANTAR Penyajian Prakiraan Musim Hujan 2016/2017 di Provinsi Sumatera Selatan ditujukan untuk memberi informasi kepada masyarakat, disamping publikasi buletin agrometeorologi, analisis dan prakiraan
Lebih terperinciBMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG OUTLINE I. GEMPABUMI TSUNAMI KEPULAUAN MENTAWAI (25 - oktober 2010); Komponen Tsunami Warning System (TWS) : Komponen Structure : oleh
Lebih terperinciBab IV Analisis Data
Bab IV Analisis Data IV.1. Neraca Air Hasil perhitungan neraca air dengan debit andalan Q 8 menghasilkan tidak terpenuhi kebutuhan air irigasi, yaitu hanya 1. ha pada musim tanam I (Nopember-Februari)
Lebih terperinciBAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI
BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI Metode Mann-Kendall merupakan salah satu model statistik yang banyak digunakan dalam analisis perhitungan pola kecenderungan (trend) dari parameter alam
Lebih terperinciPRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)
No. 20/03/51/Th. X, 1 Maret 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) PRODUKSI PADI TAHUN 2015 (ANGKA SEMENTARA) TURUN 0,49 PERSEN A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi padi
Lebih terperinciTabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi
Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Kebutuhan Tanaman Padi UNIT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Evapotranspirasi (Eto) mm/hr 3,53 3,42 3,55 3,42 3,46 2,91 2,94 3,33 3,57 3,75 3,51
Lebih terperinciPERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI APRIL 2012
I. TOTAL SIMPANAN NASABAH PERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI APRIL 2012 Total pada bulan April 2012 mengalami kenaikan sebesar Rp14,48 Triliun dibandingkan dengan total pada bulan Maret 2012 sehingga
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode
Lebih terperinciKARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN
KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN 4.1 Topografi dan Tata Sungai DAS Citarum Hulu merupakan suatu cekungan yang dikelilingi oleh pegunungan Tangkuban Perahu di daerah utara dengan puncaknya antara lain Gunung
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Diskripsi Lokasi Studi Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di wilayah Kabupaten Banyumas dengan luas areal potensial 1432 ha. Dengan sistem
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Lebih terperinciIV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan
3.3.2 Pengolahan Data Pengolahan data terdiri dari dua tahap, yaitu pendugaan data suhu Cikajang dengan menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997) dan penentuan evapotranspirasi dengan persamaan Thornthwaite
Lebih terperinciSTRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014 PROVINSI SULAWESI SELATAN
BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 73/12/73/Th. II, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014 PROVINSI SULAWESI SELATAN TOTAL BIAYA PRODUKSI UNTUK USAHA SAPI POTONG
Lebih terperinciGbr1. Lokasi kejadian Banjir dan sebaran Pos Hujan di Kabupaten Sidrap
BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BALAI BESAR METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH IV MAKASSAR STASIUN KLIMATOLOGI KELAS I MAROS JL. DR. RATULANGI No. 75A Telp. (0411) 372366 Fax. (0411)
Lebih terperinciPerkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah
No. 10/11/62/Th. XI, 1 November 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah Selama September 2017, TPK Hotel Berbintang Sebesar 58,44 persen
Lebih terperinciLombok Timur Dalam Data
Lombok Timur Dalam Data 2016 1 GEOGRAFI Lombok Timur Kabupaten Terluas di Pulau Lombok. Luas Daratan Lombok Timur Mencapai 33,88 Persen Dari Luas Pulau Lombok. Lombok Timur merupakan salah satu kabupaten
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam Perencanaan Embung
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam Perencanaan Embung Memanjang dengan metode yang telah ditentukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Berdasarkan
Lebih terperinciPertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS
Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Semester II Tahun 2013 GROUP PENJAMINAN DIREKTORAT PENJAMINAN DAN MANAJEMEN RISIKO 0 DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik 1 3 Pertumbuhan Simpanan pada
Lebih terperinci