PENGAMBILANMETASERI{ARIAFASCIOLA IGANTICA PADA SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSADI SURADE SUKABUMI JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGAMBILANMETASERI{ARIAFASCIOLA IGANTICA PADA SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSADI SURADE SUKABUMI JAWA BARAT"

Transkripsi

1 PENGAMBILANMETASERI{ARIAFASCIOLA IGANTICA PADA SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSADI SURADE SUKABUMI JAWA BARAT Suharyanta Balai Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata 30 Bogor RINGKASAN Pengambilan metaserkaria Fasciola gigantica dilakukan di tujuh lokasi di Kecamatan Surade Kabupaten Sukabumi. Koleksi ini dilakukan setiap bulansejak Februari hingga Mei 2002 selama 4 hari setiap kali pengambilan. Siput Lymnaea Rubiginosa dikumpulkan dari sawah yang berdekatan dengan kandang sapi dengan menggunakan kantong plastik, kemudian di ternpatkan pada kaca berukuran 20 x 40 cm untuk dipres clan di seksi kemudian diperiksa di bawah mikroskop stereo untuk di identifikasi terhadap adanya serkaria yang kemudian akan menjadi metaserkaria F. gigantica. Total siput L.rubigincsa dari 4 kali pengambilan adalah sebanyak ekor, terdiri dari : 550 siput (5,98 %) positif F. gigantica, (11,92 %) positif trematoda lainnya clan siput (82,09 %) negatif, serta didapatkan metaserkaria F. gigantica. Koleksi metaserkaria dari lapangan ini dilakukan untuk mencukupi kebutuhan penelitian Fasciolosis di laboratorium Balitvet Bogor. Kata kunci: Metaserkaria, Fasciola gigantica, Lymnaea rubiginosa, serkaria. PENDAHULUAN Penyakit cacing hati (Fasciolosis) merupakan penyakit parasiter yang secara ekonomis yang menyerang hewan ruminansia yang disebabkan oleh Fasciola gigantica (Edney Dan Muklis, 1962 ; Brotowidjojo 1986). Siput Lymnaea rubiginosa merupakan satu-satunya induk semang antara dalam siklus hidup cacing F. gigantica di Indonesia (Boray 1985). Sehubungan dengan banyaknya metaserkaria F. gigantica yang diperlukan untuk penelitian Fasciolosis, maka untuk mencukupi kebutuhan metaserkaria F. gigantica di laboratorium, selain membuat infeksi buatan dengan merasidium F. gigantica pada siput L. rubiginosa di aquarium, juga dilakukan pengambilan metaserkaria F. gigantica yang berasal dari siput L. rubiginosa dilapangan. Selain itu jugs untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya mendadak, di mana persediaan metaserkaria Egigantica semang kosong, sebab bila menunggu produksi dari infeksi buatan, memerlukan waktu sekitar 2 bulan setelah siput di infeksi. Metaserkaria F. gigantica terjadi di lapangan karena adanya tinja sapi atau ternak yang mengandung telur cacing F. gigantica di persawahan yaitu pada saat hewan itu digembalakan atau digunakan untuk mengolah sawah (Boray 1985). Bila kandang sapi tersebut berdekatan dengan sawah di mana tinjanya langsung mengalir ke persawahan maka di lokasi ini biasanya siput L. rubiginosa banyak yang terinfeksi dengan F. gigantica. Oleh karena itu lokasi persawahan yang dekat dengan kandang merupakan lokasi yang sangat potensial untuk kelestarian daur hidup F. gigantica, di mana telur cacing F. gigantica menetas menjadi merasidium langsung masuk ke dalam 158 Pusat Penelitian clan Pengembangan Peternakan

2 siput L. rubiginosa kemudian akan menjadi redia, setelah selang waktu kurang lebih 6 minggu siput akan mengeluarkan serkaria clan kemudian berenang di permukaan air lalu menempel di rumput atau jerami clan setelah beberapajam akan menjadi metaserkaria. Siput ini selain dapatterinfeksi F. gigantica juga dapat terinfeksi trematoda lainnya seperti : Echinostoma sp. clan Trichobilharzia sp. (Lie EtAl ; 1973 ; Ong Dan Kuan, 1973 ; Estuningsih, 1992 ).,serta cacing Oligochaeta, yaitu Chaetogaster sp. (KHALIL, 1961 ; MICHELSON, 1964). Trematoda tersebut saling bersaing untuk dapat masuk ke dalam tubuh siput L. rubiginosa. Siput ini hidup di persawahan clan populasinya tidak di pengaruhi oleh musim, namun di pengaruhi oleh sumber makanan clan kestabilan habitatnya (Widjajanti, 1998). BAHAN DAN CARA Siput L. rubiginosa clewasa dikumpulkan dari area persawahan di beberapa desa di Kecamatan Sumde,kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Koleksi metaserkaria F. gigantica dilakukan setiap bulan selama 4 bulan pada lokasi yang sama yaitu mulai bulan Februari sampai dengan Mei Pengambilan siput diutamakan di area persawahan yang berdekatan dengan kandang sapi, yang dianggap infeksi Egigantica pada siput L. rubiginosa lebih tinggi dibandingkan dengan di area persawahan yang jauh dari kandang sapi yang hanya 0,5% (Suhardono, 1998). Siput dikumpulkan dengan menggunakan kantong plastik berukuran 1500 cm clan diberi label, kemudian dicuci dengan air untuk menghilangkan lumpur yang menempel pada rumah siput clan dikeringkan dengan menggunakan tissue atau lap kering. Koleksi metaserkaria F. gigantica harus dilakukan secepat mungkin setelah koleksi siput, untuk mencegah kematian siput. Tempatkan siput secara berukuran pada kaca yang berukuran 20x40 cm sebanyak 40 siput, lalu di pres dengan kaca yang berukuran sama, kemudian diklip pada kedua ujung kaca dengan menggunakan binder Hip. Periksa di bawah mikroskop stereo untuk identifikasi serkaria F. gigantica clan trematoda lainnya. Siput yang positif terhadap serkaria F. gigantica diberi tanda di atas kaca dengan spidol. Dengan menggunakan Was kumpulkan siput yang positif tersebut ke dalam cawan petri yang berisi akuades. Siput tersebut satu per satu dibedah clan serkaria besetta redianya dikeluarkan dari badan siput, kemudian di saling dengan saringan berukuran 1 mm clan ditampung dalam kantong plastik berukuran 1500 cm dengan menggunakan botol penyemprot berisi akuades, sehingga redia clan serkaria akan lolos clan tertampung, sedangkan cangkang clan badan siput akan tertinggal dalam saringan. Tambahkan akuades hingga cairan jernih clan ikat kantong plastik kemudian tempatkan di tempat yang clatar clan terhinclar dari guncangan pada suhu ruang selama 24 jam. Setelah 24 jam akuades diganti clan bersihkan redia clan serkaria yang tidak menjadi metaserkaria dengan cara menggoyangkan secara perlahan, maka metaserkaria yang baik akan menempel dengan kuat di plastik. Plastik tersebut disimpan di bak yang berisikan air untuk di bawa ke laboratorium. Setelah sampai di laboratorium metaserkaria dicuci dengan akuades,lalu disimpan dalam botol yang berisi akuades pada suhu 4 c. Akuades diganti setiap 4 hari untuk menghindari tumbuhnya jamur clan protozoa yang akan mengganggu kuagias dari metaserkaria. Badan Penelitian clan Pengembangan Pertanian 159

3 HASIL DAN PEMBAHASAN Siput L. rubiginosa yang terkumpul sangat beragam baik jumlahnya maupun ukurannya. Siput yang diperiksa diutamakan yang panjang rumah siputnya berukuran lebih dari 1 cm. Akan tetapi siput yang berukuran besar tidak ditemukan disemua lokasi, di Gandasoli misalnya, di lokasi ini hampir tidak pernah didapatkan siput yang besarnya lebih dari 1 cm, tetapi banyak didapatkan siput yang positif terhadap F. gigantica. Pada umumnya untuk koleksi siput L. rubiginosa tidak mengalami kesulitan, sedangkan untuk mendapatkan siputyang positifterhadap Fgigantica perlu memilih waktu dan lokasi yang tepat. Pengambilan pertama di mulai pada bulan Februari di mana pada saat itu petani sedang mengolah sawah untuk tanam padi, pada bulan ini waktunya kurang tepat untuk pengambilan metaserkaria F. gigantica, karena di samping populasi siputnya rendah, jumlah metaserkaria F. giganticajugsrendah (Tabel 1). Hal ini disebabkan karena redia F.gigantica pada siput L. rubiginosa masih terlalu muda. Menurut Boray (1985), merasidium F. gigantica yang masuk kedalam tubuh siput L. rubiginosa,memerlukan waktu sekitar 6 minggu untuk menjadi redia. Pengambilan keduadilakukan pada bulan Maret, di mana tanaman padi berumur sekitar 1 bulan dan belum terlalu tinggi pada kondisi ini sangat mudah untuk mengumpulkan siputl. rubiginosa. Walaupun persentase siput yang terifeksi F. gigantica masih relatif rendah, akan tetapi jumlah siput yang diperoleh lebih banyak jumlahnya sehingga metaserkaria yang diperolehpun juga lebih banyak (Tabel 2.). Pada pengambilan ketiga, yaitu pada bulan April di mana padi sudah tinggi,sehingga sulit untuk mendapatkan siput sehingga hanya diperoleh metaserkaria yangjumlahnyapun lebih rendah dari pengambilan kedua (Tabel 3). Tabel l. Data pengambilan siput Lymnae Rubiginosaasal lapangan Kec. Surade Kab. Sukabumi bulan Februari2002. Lokasi Jumlsh danpersentase siputl mbigir~osa g dikoleksi Jumlsh Cibelung +F.gigantica +Trematodalain Negatif siput 7(2,00/o) 38 (11,Q9`0) 290 (86Z%) 335 Citanglar 6 (1 UOYo) 52 (9 "OYo) 479 (89 %) 537 Cilalay 5 (2j%) 19 (10W9'0) 161(87 ~Vo) 187 Gandasoh 13 (9,q /o) 16 (11Xo) 109 (78,Uolo) 138 Ciparay 28(10%) 26 (9,,Z`o) 214 (79,U%) 268 TegslPari 26 (5 9ro) 53 (11,x) 393 (83AYo) 472 Kadaleman 7(5&%) 21(16 %) 101(78 4'0) 129 Total 92 (4&0/6) 225 (1029'0) 1747 (84,L4%) 2064 Keterangan : Jumlah metaserkaria F. gigantica yang diperoleh Sedangkan pengambilan keempat yaitu pada bulan Mei, saat itu petani baru saja selesai panen padi, sehingga siput L. rubiginosa dan metaserkaria F. gigantica dengan mudah dapat dikumpulkan yang diperoleh jauh lebih banyak, yaitu sampai mencapai Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan

4 Prosid.ing Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2003 Tabe12. Data pengambilan siput Lymnae Rubiginosa asal lapangan Kec. Surade Kab. Sukabumi bulan Maret 2002 Lokasi um a an persentase siput. ru iginosa yang Jumlah dikoleksi siput +.gigantica + remato a egad lain -ibalung 32 (6.657.T- 53(11.01).sey (~sl,.~s rod 481 Citanglar 23(4.35%) 78(14.74%) 428 (80,91%) 529 Cilalay 9(4,15%) 31 (14,29%) 177 (81,57%) 217 Gandasoli 11 (6,55%) 19(11.31%) 138 (82,14%) 168 Ciparay 36(9,21%) 43(10.99%) 312 (79.79%) 391 Tegal Pari 33(6,76%) 58(11.89%) 397 (81,35%) 488 Kadaleman 7(6,73%) 32(30,77%) 65(67.31%) 104 o t a 15 (6,35%) 314 (13,20) 1913(80,45%) 2378 Koleksi metaserkaria F. gigantica dilakukan setiap bulan selama 4 bulan pada lokasi yang sama. Jumlah metaserkaria yangdiperoleh bervariasi pada setiap kali pengambilan. Bila dijumlahkan maka dari 4 kali pengambilan diperoleh metaserkaria F.gigantica sebanyak (rata-rata / pengambilan) yang berasal dari 550 (5,98%) siput L. rubiginosa. Sebanyak 1096 siput (11,92 %) terinfeksi trematoda lain, seperti Echinostoma sp., Trichobilharzia sp. dan Streigidae. Sedangkan siput (82,09 %) tidak terinfeksi (negatif). Selain terifeksi F. gigantica atau trematoda lainnya, dalam tubuh siput banyak ditemukan Chaetogaster. Chaetogaster tersebut dapat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan siput (Ong Dan Kuan, 1973), dan menurut Backlund (1949) Dan Khalil (1961), Chaetogaster sp. dapat memangsa serkaria F. hepatica dan F.gigantica atau setidaknya dapat menghambat masuknyamerasidium ke dalam badan siput. Faktor lain yang dapat mempengaruhi infeksi Fgigantica pada siput L. rubiginosa adalah trematoda Echinostoma sp. Trematoda ini dapat menginfeksi siput dalam bentuk merasidium, maupun serkarianya, bahkan larva cacing Echinostoma mampu mendominasi larva cacing trematoda jenis lain dengan cara menyingkirkannya dari tubuh siput (Lie EtAl ;1965 ;Lie, 1966). Tabel 3. Data pengambiian siput Lymnae Rubiginosa asal lapangan Kec. Surade Kab. Sukabumi bulanapril 2002 Lokasi Jumlah dan persentase siput L. rubiginosa Jumlah an dikoleksi siput + F.gigantica +Trematoda Negatif lain Cibalung 12(4.11%) 29(9.93%) 251 (86,96%) 292 Citanglar 9(3,26%) 31 (11,23%) 236 (85,51%) 276 Cilalay 11 (7,48%) 18(12.24%) 118 (80,27%) 147 Gandasoli 17(7.30%) 23(9,07%) 193 (87,12%) 233 Ciparay 12(5,86%) 21 (9,91%) 179(84,49!0) 212 Tegal Pan 16(4,36%) 34(g.26%) 317 (86,38%) 367 Kadaleman 3(3,66%) 19(23.17%) 60(73.17%) - _ 82 T o t a I 80 (4.9 19/b) i ( ,88%) (84,15%) ( Keterangan : Jumlah metaserkaria F. gigantica yang di dapatkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 161

5 Disetiap lokasi ditemukan infeksi F. gigantica pada siput L. rubiginosa lebih rendah di bandingkan dengan infeksi trematoda lainnya. Hal ini disebabkan karena banyaknya unggas, seperti : itik, dan ayam. Unggas tersebut sangat mudah terinfeksi Echinostomasp. dan Streigidae sehingga F. gigantica kalah bersaing untuk masuk ke dalam tubuh siput. Estuningsih (1998) menemukan bahwa ada fenomena antagonis yang kuat antara larva E. revolutum dan F. gigantica, karena dalam waktu 30 hari setelah siput L. rubiginosa di infeksi secara bersamaan dengan kedua macam larva tersebut, siput L. rubiginosa hanya terinfeksi oleh E.revolutum. Tabel 4. Data pengambiian siput Lymnae Rubiginosa asal lapangan Kec. Surade Kab. Sukabumi bulan Mei 2002 Lokasi Jumlah dan persentase siput L. rubiginosayang Jumla dikoleksi h siput + F.gigantica + Trematoda Negatif lain Cibalung 54(7,85%) 73(10,61%) 561 (81,54%) 688 Citanglar 27(5.70%) 68(14,35%) 379 (79,96%) 474 Cilalay 1 B (5,45%) 43(14,03%) 269 (81.51%) 330 Gandasoli 37(6.94%) 57(13,77%) 320 (77,29%) 414 Ciparay 38(10,67%) 41 (11.52%) 277 (77.81%) 356 Tegal Pari 39(6,59%) 63(10.64%) 490 (82,77%) 592 Kadaleman 14 (4,89%) 37(12.94%) 235 (82,17%) 286 T o t a 1 227(7,23%) 382 C12,17%) 2531 (80,60%) 3140 Keterangan : Jumlah metaserkaria F. gigantica yang diperoleh KESIMPULAN Untuk mendapatkan metaserkaria F. gigantica secara maksimal pada siput L. rubiginosa di lapangan, perlu mempertimbangkan waktu dan memilih lokasi yang tepat, karena erat hubungannya dengan musim tanam padi di sawah. Waktu koleksi siput yang paling tepat adalah pada saat padi berumur sekitar satu bulan dan saat setelah panen. Lokasi persawahan yang berdekatan dengan kandang sapi merupakan lokasi yang paling tinggi tingkat infeksi siputnya. Tinggi rendahnya tingkat infeksi siput L. rubiginosa terhadap F. gigantica juga di pengaruhi oleh keberadaan trematoda lain yang berasal dari unggas. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada ACIAR PROJECT AS 1 /9727 yang telah mendanai seluruh koleksi metaserkaria F. gigantica. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Drh.S.Endah Estuningsih MSc, Drh. Sri Widjajanti MSc, dan Yayan Daryani di Parasitologi Balitvet,serta Sdr. Ahmad di Kec. Surade Kab. Sukabumi,Jawa Barat yang telah membantu kelancaran koleksi siput tersebut. 162 Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan

6 DAFTAR BACAAN Backlund, H.D En kommensal som eter sitt varddjurs parasiter - Fauna O. Flora, pop. Tidske - Biol. 44: Boray, J.C Trematoda ofindonesian Frinol and Rerviscel Report on A Short Tern Assigment in Indonesia (29 April - 24 May). PP53. Brotowidjojo, M.D Lymnaea auricularia Rubiginosa, snail intermediate host For the Liver Fluke Fasciola Gigantica in the Yogyakarta district. 1. external Characteristics at the shell atthe snail. Bull. FKH UGM 6: Edney, N.M. And A.Muklis Fasciolasis in Indonesian livestock. Comm. Yet. 2: Estuningsih, S.E Larva (cercaria) trematoda pada siput Lymnaea Rubiginosa Yangterdapat di persawahan daerah Bogor, Jawa Barat. PenyakitHewan 24 (44) : Estuningsih, S.E Studi tentang penggunaan larva cacing Echinostoma evolutum sebagai agen kontrol biologis cacing FasciolagiganticaJ Ilmu ternak Pet. Vol.3(2) Khalil, L.F On the capture and ditrution ofmiracidia by Chaetogaster Lymnaea (Oligochaete). J. Helminth. 35 (3/4) : Lie, K.J., P.F. Basch, And T. Umathevy Antagonism between two spesies at larvae trematodes in the same snail. Nature 206 : Lie, K.J Antagonistic interaction between Schistosoma mansoni Sporocysts and Echinostome redial in the snail Australorbis glabratus. Nature 211 : Lie, K.J, H.K. Lim, And C.K. Ow - Yang Synergism ang antagonism between Two trematodes species and the snail Lymnaea Rubiginosa. Int. J. parasital. 3 : Michelson, E.H The protective action ofchaetogaster Limnaea on snails exposed to Schitosoma mansoni. J. parasital. 50 (3) : Ong, P.L. And E. Kuan The reproductive systems of Indoplanorbis exurtus (Deshayes) (planorbidae : pulmanata) and Lymnaea Rubiginosa (Michelin) (Lymnalidae : Pulmunata) a discription in healthy Trematodes harbouring snails. Southeast Asian. J. Trop. Med. Publ. Hlth. 4(1) : Suhardono Pengendalian infeksi cacing hati pada ternak : kontrol biologi F. gigantica dengan trematoda lain pada siput Lymneae Rubiginos. Wartazoa. 7 (1) Widjajanti, S Estimasi populasi siput hymnaea Rubiginosa dan siput air tawar Lainnya di sawah dan di kolam di Bogor Jawa Barat. J. Ilmu Ternak Vet. 3 (2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 163

STUDI TENTANG PENGGUNAAN LARVA CACING ECHINOSTOMA REVOLUTUM SEBAGAI AGEN KONTROL BIOLOGIS CACING FASCIOLA GIGANTICA

STUDI TENTANG PENGGUNAAN LARVA CACING ECHINOSTOMA REVOLUTUM SEBAGAI AGEN KONTROL BIOLOGIS CACING FASCIOLA GIGANTICA STUDI TENTANG PENGGUNAAN LARVA CACING ECHINOSTOMA REVOLUTUM SEBAGAI AGEN KONTROL BIOLOGIS CACING FASCIOLA GIGANTICA SARWITRI ENDAH ESTUNINGSIH Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata 30, P.O.

Lebih terperinci

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi PENDAHULUAN Infeksi cacing hati (fasciolosis) pada ternak ruminansia (sapi dan kerbau) di Indonesia merupakan penyakit parasiter yang disebabkan

Lebih terperinci

FASCIOLA GIGANTICA DENGAN TREMATODA LAIN PADA SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSA

FASCIOLA GIGANTICA DENGAN TREMATODA LAIN PADA SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSA PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA TERNAK : KONTROL BIOLOGI FASCIOLA GIGANTICA DENGAN TREMATODA LAIN PADA SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSA SUHARDONO Balai Penelitian Veteriner Jalan R. E. Martadinata 30, P.O.

Lebih terperinci

DINAMIKA POPULAR SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSA DAN KEJADIAN FASCIOLOSIS PADA KERBAU RAWA DI KECAMATAN DANAU PANGGANG

DINAMIKA POPULAR SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSA DAN KEJADIAN FASCIOLOSIS PADA KERBAU RAWA DI KECAMATAN DANAU PANGGANG Seminar Nasionai Peternakan dan Veleriner 2000 DINAMIKA POPULAR SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSA DAN KEJADIAN FASCIOLOSIS PADA KERBAU RAWA DI KECAMATAN DANAU PANGGANG SUHARDONO, Z. KOSASIH, dan SuDRAIAT Balai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Menurut Williamson dan Payne (1993),

Lebih terperinci

PENGARUH KEADAAN KERING DI DALAM AKUARIUM TERHADAP KETAHANAN HIDUP DAN REPRODUKSI SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSA

PENGARUH KEADAAN KERING DI DALAM AKUARIUM TERHADAP KETAHANAN HIDUP DAN REPRODUKSI SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSA PENGARUH KEADAAN KERING DI DALAM AKUARIUM TERHADAP KETAHANAN HIDUP DAN REPRODUKSI SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSA S. WIDJAJANTI Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata 30, P.O. Box 5, Bogor 64, Indonesia

Lebih terperinci

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDERS REARED IN THE SOBANGAN VILLAGE, MENGWI

Lebih terperinci

Prevalensi Larva Fasciola Gigantica pada Beberapa Jenis Gastropoda Air Tawar di Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi

Prevalensi Larva Fasciola Gigantica pada Beberapa Jenis Gastropoda Air Tawar di Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi e-jipbiol Vol. 2 : 8-12, Desember 2013 ISSN : 2338-1795 Prevalensi Larva Fasciola Gigantica pada Beberapa Jenis Gastropoda Air Tawar di Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi Prevalence of Larval Kabupaten Sigi

Lebih terperinci

S. WIDJAJANTI. Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata 30, P.O. Box 151, Bogor Indonesia. (Diterima dewan redaksi 24 November 1997)

S. WIDJAJANTI. Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata 30, P.O. Box 151, Bogor Indonesia. (Diterima dewan redaksi 24 November 1997) ESTIMASI POPULASI SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSA DAN SIPUT AIR TAWAR LAINNYA DI SAWAH DAN KOLAM DI BOGOR, JAWA BARAT S. WIDJAJANTI Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata 30, P.O. Box 151, Bogor 16114.

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI

PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI ISFANDA, DVM, M.Si FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH BESAR 2016 BAB 1 PEMERIKSAAN TELUR TREMATODA Pemeriksaan Telur Cacing Dengan Metode Natif Tujuan untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budidaya Sapi Potong Ternak sapi khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai

Lebih terperinci

FASCIOLOSIS PADA KERBAU YANG DIPELIHARA PADA LAHAN RAWA DI PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

FASCIOLOSIS PADA KERBAU YANG DIPELIHARA PADA LAHAN RAWA DI PROPINSI KALIMANTAN SELATAN Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999 FASCIOLOSIS PADA KERBAU YANG DIPELIHARA PADA LAHAN RAWA DI PROPINSI KALIMANTAN SELATAN SUHARDoNo l, S.E ESTUNINGSIH~, SRI WIDJAJANTI', L. NATALIA1, Clan J.S.

Lebih terperinci

Prevalensi Larva Echinostomatidae pada Berbagai Jenis Gastropoda Air Tawar di Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi

Prevalensi Larva Echinostomatidae pada Berbagai Jenis Gastropoda Air Tawar di Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi ejipbiol Vol. 2: 16, Desember 2013 ISSN : 23381795 Prevalensi Larva pada Berbagai Jenis Gastropoda Air Tawar di Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi Prevalence of Larval in Different Types of Freshwater Gastropoda

Lebih terperinci

Freshwater snail as intermediate host of trematode in Kalumpang Dalam and Sungai Papuyu Village, Babirik Subdistrict, Hulu Sungai Utara District

Freshwater snail as intermediate host of trematode in Kalumpang Dalam and Sungai Papuyu Village, Babirik Subdistrict, Hulu Sungai Utara District Penelitian Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang (Epidemiology and Zoonosis Journal) Vol. 5, No. 2, Desember 214 Hal : 55 - Penulis : 1. Annida 2. Paisal Korespondensi : Balai Litbang P2B2

Lebih terperinci

FLUKTUASI ANTIBODI SAPI YANG DIINFEKSI DENGAN FASCIOLA GIGANTICA DAN PENGARUH PEMBERIAN OBAT TRICLABENDAZOLE

FLUKTUASI ANTIBODI SAPI YANG DIINFEKSI DENGAN FASCIOLA GIGANTICA DAN PENGARUH PEMBERIAN OBAT TRICLABENDAZOLE Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 6. No. 4. Th. 21 FLUKTUASI ANTIBODI SAPI YANG DIINFEKSI DENGAN FASCIOLA GIGANTICA DAN PENGARUH PEMBERIAN OBAT TRICLABENDAZOLE S. WIDJAJANTI, S.E. ESTUNINGSIH dan SUHARYANTA

Lebih terperinci

Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDING CENTER SOBANGAN VILLAGE, DISTRICT MENGWI, BADUNG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ternak Itik Itik ( Anas sp.) merupakan unggas air yang cukup dikenal masyarakat. Nenek moyangnya berasal dari Amerika Utara dan merupakan itik liar ( Anas moscha) atau Wild

Lebih terperinci

Pengaruh iradiasi ultraviolet (254 nm) terhadap pelemahan kemampuan menginfeksi mirasidium Fasciola gigantica

Pengaruh iradiasi ultraviolet (254 nm) terhadap pelemahan kemampuan menginfeksi mirasidium Fasciola gigantica Pengaruh iradiasi ultraviolet (254 nm) terhadap pelemahan kemampuan menginfeksi mirasidium Fasciola gigantica Abstract Edy Riwidiharso dan Billalodin Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman Diterima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada manusia. Organisasi Kesehatan Dunia World Healt Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. pada manusia. Organisasi Kesehatan Dunia World Healt Organization (WHO) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan penyakit pada ternak merupakan salah satu hambatan yang di hadapi dalam pengembangan peternakan. Peningkatan produksi dan reproduksi akan optimal, bila secara

Lebih terperinci

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN KEGIATAN PENELITIAN Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh infeksi cacing yang tergolong dalam genus Schistosoma. Ada tiga spesies Schistosoma yang

Lebih terperinci

METODA UJI APUNG SEBAGAI TEKNIK PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA DALAM TINJA HEWAN RUMINANSIA KECIL

METODA UJI APUNG SEBAGAI TEKNIK PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA DALAM TINJA HEWAN RUMINANSIA KECIL METODA UJI APUNG SEBAGAI TEKNIK PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA DALAM TINJA HEWAN RUMINANSIA KECIL ZAENAL KOSASIH Balai Penelitian Veteriner Jl. R.E. Martadinata 30 Bogor 16114 RINGKASAN Parasit cacing

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI 2016 PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI LABORATORIUM JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI AS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR I. IDENTIFIKASI EKTOPARASIT A. Pengantar Keberhasilan

Lebih terperinci

LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI

LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI Kegiatan Infeksi cercaria Schistosoma japonicum pada hewan coba (Tikus putih Mus musculus) 1. Latar belakang Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan

Lebih terperinci

Pengaruh Infestasi Cacing Hati Fasciola gigantica terhadap Gambaran Darah Sel Leukosit Eosinofil pada Domba

Pengaruh Infestasi Cacing Hati Fasciola gigantica terhadap Gambaran Darah Sel Leukosit Eosinofil pada Domba JITV Vol. 9 No. 3 Th. 24 Pengaruh Infestasi Cacing Hati Fasciola gigantica terhadap Gambaran Darah Sel Leukosit Eosinofil pada Domba S. WIDJAJANTI 1, S.E. ESTUNINGSIH 1, SUBANDRIYO 2, D. PIEDRAFITA 3 dan

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Penyakit Parasitik FASCIOLA GIGANTICA. Oleh FIKRI AFRIZAL NIM

Laporan Praktikum Penyakit Parasitik FASCIOLA GIGANTICA. Oleh FIKRI AFRIZAL NIM Laporan Praktikum Penyakit Parasitik FASCIOLA GIGANTICA Oleh FIKRI AFRIZAL NIM 1102101010049 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM, BANDA ACEH 2013 FASCIOLA GIGANTICA a. Morfologi

Lebih terperinci

TINGKAT INFESTASI CACING HATI PADA SAPI BALI DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU PROVINSI LAMPUNG

TINGKAT INFESTASI CACING HATI PADA SAPI BALI DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU PROVINSI LAMPUNG TINGKAT INFESTASI CACING HATI PADA SAPI BALI DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU PROVINSI LAMPUNG Liver Fluke Infestation Level of Bali Cattle in Sukoharjo Sub-District Pringsewu Regency Lampung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prevalensi Prevalensi adalah frekuensi dari penyakit yang ada dalam populasi tertentu pada titik waktu tertentu. Angka prevalensi dipengaruhi oleh tingginya insidensi dan lamanya

Lebih terperinci

Etiologi Fasciola sp, hidup di dalam hati dan saluran empedu. Cacing ini memakan jaringan hati dan darah.

Etiologi Fasciola sp, hidup di dalam hati dan saluran empedu. Cacing ini memakan jaringan hati dan darah. 1. Penyakit Parasit Cacing pada Ruminansia Walaupun penyakit cacingan tidak langsung menyebabkan kematian, akan tetapi kerugian dari segi ekonomi dikatakan sangat besar, sehingga penyakit parasit cacing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu penyakit parasit yang menyerang ternak, seperti fascioliasis

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu penyakit parasit yang menyerang ternak, seperti fascioliasis 1 BAB I PENDAHULUAN Salah satu penyakit parasit yang menyerang ternak, seperti fascioliasis yang disebabkan oleh cacing hati Fasciola gigantica menimbulkan banyak masalah dalam bidang peternakan. Fascioliasis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tanaman Biduri (Calotropis spp.) Biduri ( Calotropis spp.) merupakan tanaman yang tahan hidup pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tanaman Biduri (Calotropis spp.) Biduri ( Calotropis spp.) merupakan tanaman yang tahan hidup pada 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Biduri (Calotropis spp.) Biduri ( Calotropis spp.) merupakan tanaman yang tahan hidup pada daerah kering dan toleran pada kadar garam yang relatif tinggi, tumbuh liar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan mulai dari bulan Juli 2011 hingga Februari 2012, penelitian dilakukan di Insektarium Bagian Parasitologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biduri (Calotropis spp.) Genera Calotropis terdiri dari dua spesies, dengan 90 % menghuni negara Asia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biduri (Calotropis spp.) Genera Calotropis terdiri dari dua spesies, dengan 90 % menghuni negara Asia 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biduri (Calotropis spp.) Genera Calotropis terdiri dari dua spesies, dengan 90 % menghuni negara Asia selatan dan paling endemik di India, Indonesia, Malaysia, Thailand, Srilanka

Lebih terperinci

DAYA SAING SIPUT THIARA SCABRA DAN PHYSA DOOM TERHADAP SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSA DI LABORATORIUM

DAYA SAING SIPUT THIARA SCABRA DAN PHYSA DOOM TERHADAP SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSA DI LABORATORIUM DAYA SAING SIPUT THIARA SCABRA DAN PHYSA DOOM TERHADAP SIPUT LYMNAEA RUBIGINOSA DI LABORATORIUM SARwrrRI ENDAH ESTuNINGSIH Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata 30, P.O. Box 151, Bogor 16114,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial, yang terdiri dari 2 faktor dan 3 kali ulangan. Faktor I : Lokasi biji

Lebih terperinci

Prevalensi Kejadian Infeksi Cacing Hati (Fasciola sp) Pada Sapi Potong di Rumah Potong Pegirian Surabaya Tahun 2014

Prevalensi Kejadian Infeksi Cacing Hati (Fasciola sp) Pada Sapi Potong di Rumah Potong Pegirian Surabaya Tahun 2014 Artikel Ilmiah Prevalensi Kejadian Infeksi Cacing Hati (Fasciola sp) Pada Sapi Potong di Rumah Potong Pegirian Surabaya Tahun 2014 Marek Yohana Kurniabudhi., drh., M. Vet (12696-ET) UNIVERSITAS WIJAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi ternak sebagai sumber protein hewani adalah suatu strategi nasional dalam rangka peningkatan ketahanan pangan yang sangat diperlukan

Lebih terperinci

CARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA

CARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA CARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA Dalam perkembangbiakannya,invertebrata memiliki cara reproduksi sebagai berikut 1. Reproduksi Generatif Reproduksi generative melalui fertilisasi antara sel kelamin jantan

Lebih terperinci

METODE LARVALCULTURE SEBAGAITEKNIKUNTUK MENGIDENTIFIKASI JENIS CACING NEMATODA SALURAN PERCERNAAN PADARUMINANSIAKECIL

METODE LARVALCULTURE SEBAGAITEKNIKUNTUK MENGIDENTIFIKASI JENIS CACING NEMATODA SALURAN PERCERNAAN PADARUMINANSIAKECIL METODE LARVALCULTURE SEBAGAITEKNIKUNTUK MENGIDENTIFIKASI JENIS CACING NEMATODA SALURAN PERCERNAAN PADARUMINANSIAKECIL Zaenal Kosasih Balai Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata 30 Bogor Domba merupakan

Lebih terperinci

Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain:

Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain: Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain: Tubuh simetri bilateral Belum memiliki sistem peredaran darah Belum memiliki anus Belum memiliki rongga badan (termasuk kelompok Triploblastik

Lebih terperinci

Persentase positif

Persentase positif ISSN : 1411-8327 Kecacingan Trematoda pada Badak Jawa dan Banteng Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon PREVALENCE OF TREMATODES IN JAVAN RHINOCROS AND BANTENG AT UJUNG KULON NATIONAL PARK Risa Tiuria 1,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam dan telur bukanlah jenis makanan yang asing bagi penduduk indonesia. Kedua jenis makanan tersebut sangat mudah dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar hampir di seluruh Nusantara. Populasisapibali dibandingkan dengan sapi lainnya seperti sapi ongole,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Broiler Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan untuk ditetaskan menjadi DOC (Suprijatna dkk., 2005). Ayam pembibit menghasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, karena hanya. Kabupaten Blora sedangkan pemeriksaan laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, karena hanya. Kabupaten Blora sedangkan pemeriksaan laboratorium BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, karena hanya melakukan pemeriksaan parasit cacing pada ternak sapi dan melakukan observasi lingkungan kandang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriptif dengan kegiatan secara eksploratif yaitu observasi dengan mengambil sampel secara langsung.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Pemeriksaan cacing parasit

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Pemeriksaan cacing parasit BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Pemeriksaan cacing parasit dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Pemeriksaan kualitatif

Lebih terperinci

TREMATODA PENDAHULUAN

TREMATODA PENDAHULUAN TREMATODA PENDAHULUAN Trematoda termasuk dalam filum Platyhelminthes Morfologi umum : Pipih seperti daun, tidak bersegmen Tidak mempunyai rongga badan Mempunyai 2 batil isap : mulut dan perut. Mempunyai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

PARASTOLOGI. Tugas 1. Disusun untuk memenuhi tugas praktik komputer 1. Editor : Vivi Pratika NIM : G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

PARASTOLOGI. Tugas 1. Disusun untuk memenuhi tugas praktik komputer 1. Editor : Vivi Pratika NIM : G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN 1 PARASTOLOGI Tugas 1 Disusun untuk memenuhi tugas praktik komputer 1 Editor : Vivi Pratika NIM : G0C015098 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antara keberadaan Soil Transmitted Helminths pada tanah halaman. Karangawen, Kabupaten Demak. Sampel diperiksa di

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antara keberadaan Soil Transmitted Helminths pada tanah halaman. Karangawen, Kabupaten Demak. Sampel diperiksa di BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik, karena menganalisa hubungan antara keberadaan Soil Transmitted Helminths pada tanah halaman rumah dengan kejadian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis panelitian yang digunakan adalah analitik, karena akan membahas

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis panelitian yang digunakan adalah analitik, karena akan membahas BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis panelitian yang digunakan adalah analitik, karena akan membahas hubungan antara berat badan ayam broiler dengan infeksi Ascaris lumbricoides. B. Tempat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak unggas penghasil telur, daging dan sebagai binatang kesayangan dibedakan menjadi unggas darat dan unggas air. Dari berbagai macam jenis unggas air yang ada di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi parasit internal masih menjadi faktor yang sering mengganggu kesehatan ternak dan mempunyai dampak kerugian ekonomi yang besar terutama pada peternakan rakyat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Desa Kertosari Kecamatan Tanjungsari pada bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Desa Kertosari Kecamatan Tanjungsari pada bulan 25 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Desa Kertosari Kecamatan Tanjungsari pada bulan Januari selama satu bulan. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari. Pukul 06:00

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan dimana masing masing ulangan terdiri dari

BAB III METODE PENELITIAN. (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan dimana masing masing ulangan terdiri dari BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Pemberian Kombinasi Tepung Limbah Udang dan Tepung Kayambang (Salvinia molesta) Terfermentasi Terhadap Produktifitas Itik

Lebih terperinci

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN NINA MARLINA DAN SURAYAH ASKAR Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Salah satu jenis pakan

Lebih terperinci

BEBERAPA MASALAH KESEHATAN TERNAK KERBAU YANG DIPELIHARA DI LAHAN RAWA KALIMANTAN SELATAN

BEBERAPA MASALAH KESEHATAN TERNAK KERBAU YANG DIPELIHARA DI LAHAN RAWA KALIMANTAN SELATAN BEBERAPA MASALAH KESEHATAN TERNAK KERBAU YANG DIPELIHARA DI LAHAN RAWA KALIMANTAN SELATAN SUHARDONO Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata 30, P.O. Box 151, Bogor 16114, Indonesia ABSTRAK Populasi

Lebih terperinci

TATALAKSANA PENETASAN TELUR ITIK

TATALAKSANA PENETASAN TELUR ITIK TATALAKSANA PENETASAN TELUR ITIK SUGENG WIDODO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, BOGOR 16002 RINGKASAN Dengan melaksanakan tatalaksana penetasan telur itik secara baik akan didapatkan hasil yang maksimal.

Lebih terperinci

(Diterima dewan redaksi 11 April 1999) ABSTRACT ABSTRAK

(Diterima dewan redaksi 11 April 1999) ABSTRACT ABSTRAK STUDI KOMPARATIF RESISTENSI PADA DOMBA EKOR TIPIS INDONESIA (ITT), ST. CROIX, MERINO DAN PERSILANGAN ITT DAN ST. CROIX, TERHADAP INFEKSI FASCIOLA GIGANTICA S. WIDJAJANTI 1, S. E. ESTUNINGSIH 1, S. PARTOUTOMO

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR CAPAIAN TUJUAN

PENGUKURAN KINERJA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR CAPAIAN TUJUAN PENGUKURAN KINERJA 2009-2013 DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TARGET Tahun Dasar Realisasi NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA UTAMA CAPAIAN TUJUAN 2013 2009 2010 2011 2012 2013 1 2 3 4 5 6 7 8

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Sapi Penggolongan sapi ke dalam suatu Genera berdasarkan pada persamaan karakteristik yang dimilikinya. Karakteristik yang dimiliki tersebut akan diturunkan ke generasi

Lebih terperinci

TINGKAT PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERAH DI KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG MIRA RAMALIA RIANTI

TINGKAT PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERAH DI KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG MIRA RAMALIA RIANTI TINGKAT PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERAH DI KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG MIRA RAMALIA RIANTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Kata kunci: Albumin, Cross sectional studies, Fasciolosis, Fasciola gigantica, Sapi Bali.

Kata kunci: Albumin, Cross sectional studies, Fasciolosis, Fasciola gigantica, Sapi Bali. RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Sumerta Kelod, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denapasar pada tanggal 20 Juni 1993. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Penulis merupakan anak dari

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Nyamuk Uji 3.3 Metode Penelitian

3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Nyamuk Uji 3.3 Metode Penelitian 3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Insektarium, Laboratorium Entomologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan

BAHAN DAN METODE. Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Perbandingan Antara Uji Elisa-Antibodi dan Pemeriksaan Telur Cacing Untuk Mendeteksi Infeksi Fasciola gigantica pada Sapi

Perbandingan Antara Uji Elisa-Antibodi dan Pemeriksaan Telur Cacing Untuk Mendeteksi Infeksi Fasciola gigantica pada Sapi JITV Vol. 9 No. 1 Th. 2004 Perbandingan Antara Uji Elisa-Antibodi dan Pemeriksaan Telur Cacing Untuk Mendeteksi Infeksi Fasciola gigantica pada Sapi S. ENDAH ESTUNINGSIH, S. WIDJAJANTI dan GATOT ADIWINATA

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) 1. PENDAHULUAN Kata Belut merupakan kata yang sudah akrab bagi masyarakat. Jenis ikan ini dengan mudah dapat ditemukan dikawasan pesawahan. Ikan ini ada kesamaan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan mengakibatkan kebutuhan permintaan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KERBAU

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KERBAU 2 kejadian kecacingan pada kerbau. Namun, yang tidak kalah penting adalah informasi yang didapat dan pencegahan yang dilakukan, akan meningkatkan produktivitas ternak serta kesejahteraan peternak khususnya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

PELUANG PEMANFAATAN LIMBAH PISANG SEBAGAI PAKANTERNAK

PELUANG PEMANFAATAN LIMBAH PISANG SEBAGAI PAKANTERNAK PELUANG PEMANFAATAN LIMBAH PISANG SEBAGAI PAKANTERNAK A. Ujianto Balai Penelitian Ternak Po.Box 221 Bogor 16002 Kata Kunct : Limbah, Pisang, Pakan Ternak RINGKASAN Limbah pisang merupakan masalah yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan Kunak, Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Sampel diuji di laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen

Lebih terperinci

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA LANDASAN TEORI Organisme yang akan digunakan sebagai materi percobaan genetika perlu memiliki beberapa sifat yang menguntungkan,

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JAGUNG SEBAGAI SUMBER HIJAUAN PAKAN TERNAK

PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JAGUNG SEBAGAI SUMBER HIJAUAN PAKAN TERNAK PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JAGUNG SEBAGAI SUMBER HIJAUAN PAKAN TERNAK Bambang Kushartono dan Nani Iriani Balai Penelitian Ternak, Po Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Tanamanjagung (ZeamisL) mempunyai nilai

Lebih terperinci

TINGKAT KERENTANAN Fasciola gigantica PADA SAPI DAN KERBAU DI KECAMATAN LHOONG KABUPATEN ACEH BESAR

TINGKAT KERENTANAN Fasciola gigantica PADA SAPI DAN KERBAU DI KECAMATAN LHOONG KABUPATEN ACEH BESAR ISSN : 0853-1943 TINGKAT KERENTANAN Fasciola gigantica PADA SAPI DAN KERBAU DI KECAMATAN LHOONG KABUPATEN ACEH BESAR Susceptibility of Bovine and Bubalis spp on Fasciola gigantica in Lhoong Sub-District

Lebih terperinci

Lokakarya Fungsional Non Peneliti 997 Selain itu, nilai tambah produk olahan dan sisa produk olahan pada akhirnya akan bisa menaikkan pendapatan petan

Lokakarya Fungsional Non Peneliti 997 Selain itu, nilai tambah produk olahan dan sisa produk olahan pada akhirnya akan bisa menaikkan pendapatan petan Lokakarya Fungsional Non Peneliti 997 TEKNIK PEMBUATAN SILASE IKAN Suharto Balai Penelitian Temak Ciawi, P.O. Box 22, Bogor 6002 PENDAHULUAN Sebagai negara yang belakangan ini dijuluki Benua Maritim, Indonesia

Lebih terperinci

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi 1 Udang Galah Genjot Produksi Udang Galah Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi gaya rumah susun. Setiap 1 m² dapat diberi 30 bibit berukuran 1 cm. Hebatnya kelulusan hidup meningkat

Lebih terperinci

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Penyusun I Wayan Suastika

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS Oleh : 1. Drh. Muhlis Natsir NIP 080 130 558 2. Drh. Sri Utami NIP 080 130 559 BALAI

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Blok C Laboratorium Lapang Bagian Produksi Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

Prevalensi dan Intensitas Telur Cacing Parasit pada Feses Sapi (Bos Sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pontianak Kalimantan Barat

Prevalensi dan Intensitas Telur Cacing Parasit pada Feses Sapi (Bos Sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pontianak Kalimantan Barat Prevalensi dan Intensitas Telur Cacing Parasit pada Feses Sapi (Bos Sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pontianak Kalimantan Barat Novese Tantri 1, Tri Rima Setyawati 1, Siti Khotimah 1 1 Program Studi

Lebih terperinci

FASCIOLASIS PADA DOMBA DAN KAMBING DI RUMAH POTONG HEWAN KOTAMADYA BOGOR W. WINARSIH, S. ESTUNINGSIH, A. SETIYONO, E. HARLINA' RINGKASAN

FASCIOLASIS PADA DOMBA DAN KAMBING DI RUMAH POTONG HEWAN KOTAMADYA BOGOR W. WINARSIH, S. ESTUNINGSIH, A. SETIYONO, E. HARLINA' RINGKASAN Me&a Veteriner. Vol. I () Kasus Klinik FASCIOLASIS PADA DOMBA DAN KAMBING DI RUMAH POTONG HEWAN KOTAMADYA BOGOR W. WINARSIH, S. ESTUNINGSIH, A. SETIYONO, E. HARLINA' RINGKASAN Telah dilakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan ini adalah jenis penelitian deskriptif, karena dilakukan dengan cara observasi tanpa adanya manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Tahapan Penelitian Persiapan

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Tahapan Penelitian Persiapan 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei - Juli 2011, berlokasi di Laboratorium Biologi Mikro I, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen

Lebih terperinci

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2) CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2) Lektor Kepala/Pembina TK.I. Dosen STPP Yogyakarta. I. PENDAHULUAN Penurunan

Lebih terperinci

ANALISIS CACING HATI (Fasciola hepatica) PADA HATI DAN FESES SAPI YANG DI AMBIL DARI RUMAH POTONG HEWAN DI MABAR MEDAN TAHUN 2013

ANALISIS CACING HATI (Fasciola hepatica) PADA HATI DAN FESES SAPI YANG DI AMBIL DARI RUMAH POTONG HEWAN DI MABAR MEDAN TAHUN 2013 ANALISIS CACING HATI (Fasciola ) PADA HATI DAN FESES SAPI YANG DI AMBIL DARI RUMAH POTONG HEWAN DI MABAR MEDAN TAHUN 203 Iba Ambarisa, Irnawati Marsaulina 2, Wirsal Hasan 2 Program Sarjana Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesadaran masyarakat akan konsumsi ikan meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2008 sampai dengan bulan Juli 2009 di Kolam Percobaan Babakan, Laboratorium Pengembangbiakkan dan Genetika Ikan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2012. Pengamatan berat telur, indeks bentuk telur, kedalaman kantung udara, ketebalan kerabang, berat kerabang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriftif dengan kegiatan secara eksploratif yaitu observasi dengan mengambil sampel secara langsung.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit yang sering terjadi pada peternakan ayam petelur akibat sistem

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit yang sering terjadi pada peternakan ayam petelur akibat sistem PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit yang sering terjadi pada peternakan ayam petelur akibat sistem pemeliharaan yang kurang baik salah satunya disebabkan oleh parasit (Murtidjo, 1992). Menurut Satrija

Lebih terperinci

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n T E N T A N G P E R M A K U L T U R S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n A PA ITU P ERMAKULTUR? - MODUL 1 DESA P ERMAKULTUR Desa yang dirancang dengan Permakultur mencakup...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi yang diamati dalam penelitian ini adalah seluruh

Lebih terperinci

PERBEDAAN KEPEKAAN KERBAU DAN SAM ONGOLE TERHADAP INFEKSI BERULANG DENGAN FASCIOLA GIGANTICA

PERBEDAAN KEPEKAAN KERBAU DAN SAM ONGOLE TERHADAP INFEKSI BERULANG DENGAN FASCIOLA GIGANTICA ` PERBEDAAN KEPEKAAN KERBAU DAN SAM ONGOLE TERHADAP INFEKSI BERULANG DENGAN FASCIOLA GIGANTICA ENING WIEDOSARI, S. WIDJAJANTI, dan S. PARTOUTOMO Balai Penelitian Veteriner Man R.E. Martadinata 30, P.O.

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu daerah di provinsi Lampung yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan jagung, sehingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Kolam Pemijahan Kolam pemijahan dibuat terpisah dengan kolam penetasan dan perawatan larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga mudah

Lebih terperinci