BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Induksi Anestesi Induksi anestesi adalah suatu rangkaian proses transisi dari sadar penuh sampai hilangnya kesadaran sehingga memungkinkan untuk dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi anestesi terdiri dari pemberian obat anestesi hipnosis secara cepat melalui intravena. Konsentrasi dalam plasma mencapai puncak detik dan cepat turun karena proses redistribusi dari obat. Perubahan konsentrasi plasma secara cepat mengakibatkan perubahan tingkat penekanan susunan saraf pusat. 24,25 Pada tahun 1937, Guedel mempublikasikan penelitian klinis klasik kedalaman anestesi berdasarkan pengamatan terhadap induksi inhalasi anestesi dengan eter, yaitu : 21,22 Stadium I : Analgesia Stadium ini ditandai dengan pola nafas yang lambat, teratur dari diafragma dan otot intercostal, masih terdapat refleks bulu mata. Stadium II : Eksitasi, Deliruim Selama stadium ini pasien mengalami eksitasi, tidak sadar, pola nafas tidak teratur, pupil mulai dilatasi, masih terdapat refleks bulu mata, terdapat resiko spasme laring, muntah sampai aritmia. 8

2 Stadium III : Anestesi bedah Terdapat 4 fase, yaitu: Plana 1 : Mulai terdapat relaksasi otot somatik, pola nafas teratur, gerak bola mata aktif Plana 2 : Mulai dari bola mata berhenti sampai nafas torakal lemah Plana 3 : Relaksasi sempurna otot otot dinding perut, dengan pernapasan diafragma, refleks bulu mata negatif Plana 4 : Mulai nafas torakal berhenti sampai nafas diafragma berhenti Stadium IV :Intoksikasi (depresi berat pusat vasomotor dan respirasi di medula), ditandai dengan berhentinya denyut jantung dan nafas, pupil dilatasi Pada praktek anestesi saat ini sangat sulit untuk menentukan ke-empat tahapan tersebut secara khusus, karena mula kerja obat induksi baik intravena maupun inhalasi yang relatif cepat dibandingkan dengan eter di samping pemakaian pelumpuh otot atau opioid yang berpengaruh terhadap pola pernapasan dan penilaian pupil saat induksi. 22 Untuk kepentingan klinis terdapat beberapa tanda penilaian yang sering digunakan sebagai acuan mengukur kedalaman anestesi saat induksi yang bertujuan menghilangkan respon motorik terhadap noxious stimuli seperti hilangnya kontak verbal, hilangnya refleks bulu mata, pemberian rangsangan nyeri saat jaw thrust atau 9

3 dengan metode stimulasi saraf. Sedangkan pemberian rangsangan dengan laringoskopi dan intubasi sangat berlebihan untuk dapat ditekan secara sempurna pada susunan saraf pusat oleh obat induksi intravena. Untuk itu umumnya diperlukan tambahan opioid intravena atau pemberian obat anestetik inhalasi nitrous oksida Propofol Propofol, 2,6-di-isopropylphenol, diperkenalkan pada praktek klinis pada awal tahun 1980-an. Saat ini propofol merupakan obat pilihan induksi dan sedasi anestesi yang populer, berhubungan dengan waktu tidur yang cepat, waktu pulih yang cepat, dan kejadian mual dan muntah paska bedah lebih sedikit. 22, Struktur fisik dan kimia Propofol, dengan struktur kimia C12H18O, terdiri dari cincin fenol dengan dua ikatan kompleks isopropil dengan stabilitas kimiawi yang tinggi dengan biotoksisitas yang rendah. Perubahan pada panjang rantai ikatan mengubah karakteristik dari potensi, induksi dan pemulihan. 3 Gambar 2.1 Rumus bangun propofol 22 10

4 Formula ini menyebabkan nyeri saat penyuntikan yang dapat dikurangi dengan penyuntikan pada vena besar dan pemberian lidokain sebelum penyuntikan propofol. Propofol tidak larut dalam air sehingga dibuat menjadi emulsi yang terdiri dari 10% minyak kacang kedelai, 2,25% glyserol dan 1,2% lecithin, yang merupakan komponen utama dari egg yolk phosphatide fraction. 22, Propofol MCT/LCT Propofol pertama kali diperkenalkan dengan konsentrasi 2 % dalam 16 % kremofor EL, namun karena kromofor menyebabkan reaksi alergi dan nyeri yang hebat, maka komposisi ini diperbaharui dalam formula lemak emulsi yang mengandung 10 % Long-Chain Triglycerides (LCT) minyak kacang kedelai, gliserol, dan lesitin telur. Tetapi, sejak tahun 1995 propofol juga tersedia dalam bentuk emulsi Medium-Chain Triglycerides / Long-Chain Triglycerides (MCT/LCT). Konsentrasi propofol bebas dalam MCT/LCT formula 26% - 40% lebih rendah dibandingkan dengan LCT formula, atau 0,2% - 0,14% dari total konsentrasi propofol (lihat tabel 2.1). Modifikasi pada propofol ini tidak mempengaruhi farmakokinetik dan dinamik. ph propofol dan pka dalam air adalah ,25,226,28,29 Walaupun plasma konsentrasi trigliserida selama sedasi tidak ada perbedaan antara kedua formula propofol, tetapi ada kecenderungan eleminasi setelah pemberian formula MCT/LCT lebih cepat dibandingkan dengan formula LCT

5 Tabel 2.1 Distribusi propofol bebas dan total propofol Sediaan propofol Sediaan propofol dipersiapkan secara asepsis untuk segera digunakan, sejak emulsi larutan ini menyebabkan promosi profilerasi mikrobakterial yang cepat setelah terkontaminasi bakteri. 23, Mekanisme kerja Propofol adalah modulator selektif dari reseptor gamma amino butiric acid A (GABAA) dan tidak terlihat memodulasi saluran ion ligand lainnya pada konsentrasi yang relevan secara klinis. Propofol memberikan efek sedatif hipnotik melalui interaksi reseptor GABAA. GABA adalah neurotransmiter penghambat utama dalam susunan saraf pusat. Ketika reseptor GABAA diaktifkan, maka konduksi klorida 12

6 transmembran akan meningkat, mengakibatkan hiperpolarisasi membran sel postsinap dan hambatan fungsional dari neuron postsinap. Interaksi melalui cara mengikat subunit ß1, ß2, ß3 dari reseptor GABA yang bertanggung jawab terhadap efek hipnotik, sedangkan interaksi dengan subunit α dan γ di area hipokampus dan korteks prefrontal yang bertanggung jawab terhadap efek sedasi, selain itu propofol juga menginhibisi reseptor NMDA, suatu subtipe dari reseptor glutamat yang mempunyai efek eksitasi melalui modulasi kanal ion kalsium yang juga ikut berperan terhadap sistem saraf pusat. 3,23, Farmakokinetik Pemberian propofol mg/kg IV (setara dengan tiopental 4-5 mg/kg IV atau metoheksital 1.5 mg/kg IV) sebagai injeksi IV secara cepat (<15 detik), mengakibatkan ketidaksadaran dalam 30 detik. Sifat kelarutannya yang tinggi di dalam lemak menyebabkan mulai masa kerjanya sama cepatnya dengan tiopental (satu siklus sirkulasi dari lengan ke otak) konsentrasi puncak di otak diperoleh dalam 30 detik dan efek maksimum diperoleh dalam 1 menit. Pulih sadar dari dosis tunggal juga cepat disebabkan waktu paruh distribusinya (2-8) menit. Lebih cepat bangun atau sadar penuh setelah induksi anestesia dibanding semua obat lain yang digunakan untuk induksi anestesi intravena yang cepat. Pengembalian kesadaran yang lebih cepat dengan residu minimal dari sistem saraf pusat (SSP) adalah salah satu keuntungan yang penting dari propofol dibandingkan dengan obat alternatif lain yang diberikan untuk tujuan yang sama. 3,23,25 13

7 Konsentrasi dalam darah meningkat cepat setelah penyuntikan dosis bolus intravena, sementara peningkatan konsentrasi serebral propofol sangat lambat (T1/2 = 2,9 menit). Waktu untuk sadar ditentukan oleh jumlah dosis yang diberikan. 26 Bersihan propofol dari plasma melebihi aliran darah hepatik, menegaskan bahwa ambilan jaringan (mungkin kedalam paru), sama baiknya dengan metabolisme oksidatif hepatik oleh sitokrom P-450, dan ini penting dalam mengeluarkan obat ini dari plasma. Dalam hal ini, metabolisme propofol pada manusia dianggap bersifat hepatik dan ekstrahepatik. Metabolisme hepatik cepat dan luas, menghasilkan sulfat yang tidak aktif dan larut dalam air serta metabolit asam glukuronik yang diekskresikan oleh ginjal. Propofol juga menjalani hidroksilasi cincin oleh sitokrom P-450 membentuk 4-hidroksipropofol yang kemudian di glukuronidasi atau sulfat. Meskipun glukuronida dan konjugasi sulfat dari propofol terlihat tidak aktif secara farmakologi, 4-hidroksipropofol memiliki sepertiga aktivitas hipnotik dari propofol. Kurang dari 0.3% dari dosis yang diekskresikan tidak berubah dalam urine. 3,23, Farmakodinamik Sistem saraf pusat Seperti barbiturat, propofol berikatan dengan reseptor GABAA tetapi juga bekerja dengan mekanisme kerja yang melibatkan variasi reseptor protein yang lain. Mempunyai efek serebral berupa sedasi. Propofol mengurangi laju metabolik otak untuk oksigen (CMRO2), aliran darah ke otak (CBF), dan tekanan 14

8 intrakranial (ICP). Pemberian propofol untuk menghasilkan sedasi pada pasien dengan SOL (space occupying lesion) intrakranial tidak meningkatkan ICP. Autoregulasi serebrovaskular sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah sistemik dan reaktivitas aliran darah ke otak untuk merubah PaCO2 tidak dipengaruhi oleh propofol. Dalam hal ini kecepatan aliran darah ke otak akan berubah seiring dengan perubahan pada PaCO2 dengan adanya propofol dan midazolam. 3,23, Sistem kardiovaskular Propofol menghasilkan penurunan tekanan darah sistemik yang lebih besar dibandingkan dosis tiopental pada saat induksi. Pada keadaan dimana tidak ada gangguan kardiovaskuler, penurunan tekanan darah ini berhubungan dengan perubahan curah jantung dan resistensi vaskular sistemik. Hal ini berhubungan dengan relaksasi otot polos vaskular yang dihasilkan oleh propofol karena adanya hambatan aktivitas saraf simpatis vasokonstriktor. Efek inotropik negatif dari propofol dapat dihasilkan dari penurunan kalsium intraselular akibat hambatan influks kalsium trans sarkolema. Efek tekanan darah akibat propofol dapat diperburuk pada pasien hipovolemi, pasien lanjut usia dan pasien dengan gangguan fungsi ventrikel kiri yang berkaitan dengan penyakit arteri koroner. Propofol mendepresi refleks baroreseptor kontrol denyut jantung. Bradikardi dan asistol juga telah diamati setelah induksi anestesia dengan propofol, meskipun telah diberikan profilaksis antikolinergik. 3,23,25 15

9 Sistem pernapasan Efek propofol terhadap sistem pernapasan secara kualitas mirip seperti barbiturat. Henti nafas bisa terjadi setelah induksi dengan propofol. Insiden dan durasi henti nafas tergantung dosis, kecepatan pemberian dan penggunaan premedikasi. Dosis induksi propofol menimbulkan 25 30% terjadinya henti nafas. Pemberian dosis induksi 2,5 mg/kgbb IV, menurunkan laju nafas selama 2 menit, dan volume semenit menurun lebih dari 4 menit. 23, Ketamin Ketamin adalah derifat fensiklidin yang menghasilkan anestesi disosiatif yang ditandai adanya disosiasi EEG antara sistem thalamokortikal dan sistem limbik, yaitu efek ketamin berupa aktivitas eksitasi di talamus dan sistem limbik tidak diikuti penyebaran aktivitas ke daerah korteks. Ketamin bersifat unik dan berbeda dari anestesi induksi lain karena ia memiliki efek hipnotik, amnesia, analgesia yang signifikan dan juga tidak menekan sistem kardiovaskular maupun pernapasan. Namun ketamin memiliki efek psikologis yang mengkhawatirkan seperti golongan pensiklidin lainnya. 23,25 Ketamin merupakan senyawa yang larut dalam air dengan pka 7,5 dan tersedia dalam larutan cair yang bersifat sedikit asam (ph 3,5 5,5) dengan konsentrasi 1%, 5% dan 10%. Molekul ketamin terdiri dari pusat silindris dan memiliki 2 isomer yaitu isomer positif (S) dan isomer negatif (R) dimana isomer S memiliki sifat anestesia dan analgesia yang lebih poten, metabolisme yang cepat, 16

10 saliva lebih sedikit dan angka kejadian efek samping delirium saat pulih sadar lebih rendah. Namun demikian dalam penggunaan klinis saat ini di Indonesia yang tersedia adalah campuran rasemik dari kedua isomer dalam jumlah seimbang. 2,23,24,25 R (-) ketamin S (+) ketamin Gambar 2.2 Rumus bangun ketamin 23 Ketamin tidak seperti anestetik intravena lainnya, ia tidak berinteraksi dengan reseptor GABA tapi berinteraksi dengan reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA), reseptor opioid, reseptor monoaminergik, reseptor muskarinik dan celah natrium. 23 Tabel 2.2 Penggunaan dan dosis Ketamin 25 OBAT PENGGUNAAN JALUR DOSIS KETAMIN Induksi Pemeliharaan Sedasi dan analgesi IV IM IV + N2O 50% IV + N2O 50-70% IV IV IM 0,5-2 mg/kgbb 4-6 mg/kgbb 0,5-1 mg/kgbb/min mcg/kgbb/min mcg/kgbb/min 0,2-0,8 mg/kgbb 2-4 mg/kgbb 17

11 Ketamin adalah analgesik poten pada dosis subanestetik, 0,2 0,4 mg/kgbb IV. Efek anestesi dan analgesinya mungkin dimediasi oleh mekanisme yang berbeda. Reseptor NMDA adalah suatu kanal ion yang bersifat eksitasi, ketamin merupakan antagonis nonkompetitif pada sisi fensiklidin (PCP) dari reseptor NMDA yang bekerja dengan cara menghambat terbukanya kanal ion kalsium, sehingga menghambat pelepasan glutamat di presinap Farmakokinetik Penelitian farmakokinetik dari ketamin tidak sebanyak obat anestesi intravena lainnya. Pemberian secara IV menimbulkan efek setelah detik penyuntikan dengan lama kerja menit. Kadar plasma tertinggi dicapai pada 1 menit setelah pemberian IV dan 5 menit setelah pemberian melalui IM. Masa kerja ketamin Efek yang pernah diteliti yaitu setelah pemberian dosis anestesi (2 2,5 mg/kgbb IV), diikuti dosis subanestesi (0,25 mg/kgbb IV) dan setelah pemberian terus menerus (kadar dalam plasma 2,000 ng/ml). Tingginya kelarutan ketamin dalam lemak terlihat dari relatif besarnya nilai volume distribusi, mendekati 3 l/kg. Bersihan juga relatif besar, berkisar ml/menit dengan bersihan rerata seluruh tubuh (1,4 l/menit) yang kira kira sama dengan alirah darah hati. Ini artinya perubahan jumlah aliran darah hati juga mempengaruhi bersihan ketamin. Jadi, pemberian bersama obat lain yang mengurangi aliran darah hati, seperti halotan, mengurangi bersihan ketamin. 23,25 Ketamin dimetabolime oleh enzim mikrosomal hepar yang bertanggung jawab terhadap detoksifikaasi obat. Jalur utamanya melibatkan N-demetilasi ketamin oleh 18

12 enzim sitikrom P-450 untuk membentuk norketamin yang masih memiliki potensi 20-30% ketamin. Norketamin kemudian dihiroksilasi menjadi hidroksinorketamin. Metabolit ini terkonjugasi dengan derivat glikoronida yang larut dalam air dan kemudian diekskresi dalam urin Farmakodinamik Efek pada sistem saraf pusat Efek ketamin pada sistem saraf pusat setelah penyuntikan intravena terjadi setelah 1-5 menit. Anestesi yang dihasilkan disebut anestesi disosiatif yang berarti pasien terlepas dari lingkungan sekitarnya. Mata pasien dapat tetap terbuka dan terjadi nystagmus. Efek samping yang dapat terjadi adalah pasien dapat timbul ilusi visualisasi, proprioseptif dan pendengaran sehingga dapat terjadi disorientasi, gelisah dan agitasi saat pulih sadar. Hal ini sering disebut emergence delirium. Reaksi ini mungkin disebabkan karena depresi dari kolikulus inferior dan nukleus genikulata medialis yang menyebabkan kesalahan interpretasi visual maupun pendengaran. Hilangnya sensasi pada kulit dan muskuloskeletal menimbulkan berkurangnya kemampuan untuk merasakan gravitasi yang kemudian menimbulkan perasaan tubuh melayang di udara. Pemberian benzodiazepin sebagai premedikasi sebelum induksi dengan ketamin atau memberikan lingkungan yang tenang saat pulih sadar dapat membantu mengurangi efek samping ini. 23,25 19

13 Efek pada sistem kardiovaskular Mekanisme efek kardiovaskular akibat pemberian ketamin sangat kompleks. Stimulasi langsung pada SSP mengakibatkan meningkatnya sistem saraf simpatis yang merupakan mekanisme utama dari efek kardiovaskular. Pada sistem kardiovaskular, ketamin menyebabkan stimulasi yang menyerupai stimulasi syaraf simpatis, sedangkan efek langsung berupa inotropik negatif biasanya tertutupi oleh stimulasi simpatis pusat. Aktivasi dari sistem syaraf disebabkan karena adanya depresi refleks baroseptor melalui efek ketamin pada reseptor NMDA di nukleus traktus solitarius syaraf pusat. Peran ketamin dalam menghambat ambilan norepineprin di post ganglionik syaraf simpatis dan peningkatan konsentrasi katekolamin plasma dalam hubungan dengan efek stimulasi jantung belum diketahui. Tekanan darah akan meningkat sekitar 25% dan laju nadi meningkat 20%. Pada sebagian besar pasien, peningkatan tekanan darah berlangsung selama 3-5 menit pertama dan kemudian kembali ke normal pada menit setelah penyuntikan ketamin. Pada pasien dengan penyakit kritis, kadang kadang respon terhadap ketamin berupa penurunan tekanan darah atau curah jantung. Hal ini disebabkan karena cadangan katekolamin endogen sudah habis atau mekanisme kompensasi sistem saraf simpatis yang sudah kelelahan Efek pada sistem pernapasan Ketamin tidak menurunkan ventilasi secara signifikan. Respon ventilasi terhadap karbondioksida tetap dipertahankan selama anestesi dengan ketamin dan PaCO2 tidak meningkat lebih dari 3 mmhg. Frekuensi pernapasan berkurang 20

14 selama 2 3 menit setelah pemberian ketamin. Henti nafas dapat terjadi jika pemberian obat secara cepat atau diberikan bersama dengan opioid. Refleks jalan nafas atas tetap dipertahankan setelah pemberian ketamin. Meskipun refleks tadi tetap ada, namun tidak dapat melindungi paru dari aspirasi. Sekresi kelenjar ludah meningkat pada pemberian IM maupun IV, dan direkomendasikan pemberian antisialagogue sebagai premedikasi. 23 Ketamin memiliki efek bronchodilator sama seperti halotan atau enfluran. Ketamin dosis kecil dapat digunakan sebagai terapi spasme bronkus di ruang operasi dan rawat intensif. 23 Penelitian terakhir menunjukkan adanya kegunaan klinis baru dari ketamin, yaitu sebagai obat koinduksi propofol dengan dosis subanestesi yaitu 0,2 0,4 mg/kgbb IV, kombinasi ini menguntungkan dalam hal mempertahankan stabilitas hemodinamik selama induksi dengan propofol melalui efek ketamin di sistem kardiovaskular dan efek pengurangan dosis induksi propofol ketamin. Keuntungan lain adalah penambahan efek analgesia oleh ketamin dan berkurangnya efek depresi nafas. Hui dkk, melaporkan ketamin dosis subanestesi terbukti tidak menyebabkan delirium saat pulih sadar walaupun tanpa pemberian benzodazepin sebelumnya. 2, Midazolam Benzodiazepin bekerja pada asam γ aminobutirat (GABA) yang merupakan neurotransmiter utama disusunan saraf pusat. Benzodiazepin yang berikatan dengan reseptor spesifik GABAA akan meningkatkan afinitas neurotransmiter inhibisi 21

15 dengan reseptor GABA. Ikatan ini akan membuka kanal Cl - yang menyebabkan meningkatnya konduksi ion Cl - sehingga menghasilkan hiperpolarisasi pada membran sel pasca sinap dan saraf pasca sinap menjadi resisten untuk dirangsang. Efek resistensi terhadap rangsangan ini diduga sebagai mekanisme efek ansiolitik, sedasi dan antikonvulsi serta relaksasi otot pada benzodiazepin. Diduga bila 20% reseptor GABA berikatan dengan benzodiazepin akan memberikan efek ansiolitik, 30 50% untuk sedasi dan akan tidak sadar bila lebih dari 60%. 23,25 60 % reseptor GABAA terdapat pada ujung saraf post sinaps di sistem saraf pusat (SSP). Karena anatomi distribusi reseptor ini, maka obat ini mempunyai efek yang minimal di luar SSP. Sebaran terbanyak reseptor GABA ditemukan di korteks serebri, diikuti penurunan jumlahnya di hipothalamus, serebelum, hipokampus, medula oblongata dan medula spinalis. 23 Reseptor GABAA merupakan makromolekul yang terdiri dari beberapa tempat ikatan, ikatannya bukan hanya dengan benzodiazepin tetapi juga barbiturat, alkohol, propofol dan etomidat. Obat obat tersebut yang bekerja pada reseptor yang sama dengan mekanisme yang berbeda beda akan memberikan efek sinergik. Efek sinergik ini akan meningkatkan efek inhibisi SSP masing masing obat. Disamping itu adanya efek amnesia yang cukup tinggi dengan angka kejadian >50% menyebabkan midazolam juga sering digunakan secara intravena sebelum induksi anestesi. 23,25 Efek golongan benzodiazepin dapat terlihat pada EEG, seperti barbiturat yang menurunnya aktifitas alpha dan meningkatnya aktifitas beta. Midazolam, tidak 22

16 seperti golongan barbiturat dan propofol, tidak dapat menghasilkan EEG yang isoelektris. 23 Tabel 2.3 Penggunaan dan dosis golongan benzodiazepin 3 OBAT PENGGUNAAN JALUR DOSIS (mg/kgbb) DIAZEPAM Premedikasi Sedasi Oral IV 0,2-0,5 0,04 0,2 MIDAZOLAM Premedikasi Sedasi Induksi IM IV IV 0,07 0,15 0,01 0,1 0,1 0,4 LORAZEPAM Premedikasi Oral 0,05 Seperti obat benzodiazepin lainnya, midazolam bekerja pada reseptor GABA. Midazolam merupakan obat golongan benzodiazepin dengan cicin imidazol. Obat ini tersedia sebagai garam yang larut dalam air dengan ph 3,5. Adanya cincin imidazol membuat obat ini stabil dalam larutan dan metabolismenya cepat. Dalam ph fisiologis di dalam darah, cincin imidazol tertutup dan membuat obat ini mempunyai kelarutan yang tinggi dalam lemak. Kelarutan yang tinggi dalam lemak ini membuat mula kerja midazolam cepat (30 60 detik) dengan waktu paruh eliminasi 2-3 jam. 23,25 23

17 Gambar 2.3 Rumus bangun midazolam 25 Dibandingkan diazepam, midazolam 2-3 kali lebih poten dan afinitasnya 2 kali lebih besar. Efek amnesia pada midazolam lebih besar dari efek sedasinya. Jadi pasien mungkin bangun saat pemberian midazolam, namun dia akan lupa beberapa kejadian atau percakapan (instruksi setelah operasi) selama beberapa jam. 23, Farmakokinetik Midazolam dapat dengan cepat diabsorbsi dari saluran cerna dan cepat melalui sawar darah otak. Durasi kerja yang singkat dari pemberian tunggal dikarenakan kelarutan yang tinggi terhadap lemak, cepat berdistribusi kembali dari otak ke jaringan melalui bersihan melalui hati. 23 Waktu paruh midazolam 1 4 jam, lebih singkat dari diazepam. Waktu paruh meningkat pada usia lanjut, dikarenakan menurunnya aliran darah hati dan mungkin juga aktifitas enzim. Volume distribusi (Vd) dari midazolam dan diazepam memiliki kesamaan karena kelarutan dalam lemak dan ikatan protein yang tinggi. Sebagai contoh, pada orang gemuk, dosis induksi midazolam harus 24

18 sesuai dengan berat badan sebenarnya dikarenakan meningkatnya timbunan obat pada lemak. Namun, pemberian terus menerus pada pasien gemuk harus berdasarkan pada berat badan ideal, karena bersihan obat tidak tergantung berat badan. 23, Farmakodinamik Seluruh golongan benzodiazepin memiliki efek hipnosis, sedasi, tenang, lupa, anti kejang dan relaksasi otot secara sentral. Hingga sekarang belum diketahui secara pasti mekanismenya. Namun itu muncul dari sub tipe reseptor yang berbeda. Sebagai contoh ketenangan, anti kejang dan relaksasi otot dari reseptor GABAA sub unit α1 dan γ sedangkan efek hipnotik dari reseptor lainnya. 23,24, Efek pada sistem saraf pusat Midazolam, seperti benzodiazepin lainnya, menghasilkan penurunan kebutuhan oksigen untuk metabolisme otak (CMRO2) dan aliran darah otak seperti barbiturat dan propofol. Pada orang sehat, pemberian midazolam 0,15 mg/kgbb IV, menghasilkan pasien tidur dan pengurangan aliran darah otak 34%. Perubahan EEG mirip dengan diazepam seperti tidur ringan walaupun secara klinis pasien sudah tertidur. 23,24,25 25

19 Efek pada sistem pernapasan Benzodiazepin, seperti obat anestesi intravena lainnya, dapat menekan sistem pernapasan. Efek depresi lebih besar pada midazolam dari diazepam dan lorazepam. Henti nafas sementara terjadi setelah pemberian secara cepat dan dosis besar (>0,15 mg/kgbb IV) terlebih jika bersama dengan opioid. 23,24, Efek pada sistem kardiovaskular Diantara golongan benzodiazepin, midazolam menyebabkan penurunan tekanan darah terbesar, tapi dengan efek hipotensi yang minimal seperti pada thiopental. Walaupun memiliki efek hipotensi, midazolam dosis tinggi 0,2 mg/kgbb IV aman dan efektif untuk induksi pada pasien dengan aorta stenosis. Midazolam tidak mengurangi curah jantung, jadi penurunan tekanan darah dikarenakan penurunan tahanan pembuluh darah sistemik. 23, Penggunaan klinis Midazolam adalah obat golongan benzodiazepin yang paling banyak digunakan sebagai premedikasi terutama pada anak. Mula kerja yang cepat pada midazolam, dengan efek puncak mencapai pada 2 3 menit setelah pemberian, namun masa pulih sama dengan diazepam dikarenakan kedua obat memiliki redistribusi plasma yang sama. 3,23,25 Dosis midazolam 1 2,5 mg IV (mula kerja detik, dengan efek puncak 2 3 menit, lama kerja menit) efektif sebagai sedasi saat 26

20 anestesi regional. Dibanding diazepam, midazolam menghasilkan mula kerja yang cepat, lebih amnesia dan cepat pulih sadar setelah operasi. Efek samping terbesar pemberian midazolam adalah menekan sistem pernapasan dikarenakan menurunnya ambang nafas, terlebih jika digabung dengan opioid. 23,25 Tabel 2.4 Efek farmakodinamik obat anestesi intravena 3,23,25 PROPOFOL KETAMIN MIDAZOLAM Dosis induksi 1,5 2, ,1 0,3 (mg/kgbb) Dosis 0,4 0,5 0,2 0,4 0,01 0,05 koinduksi (mg/kgbb) Tekanan darah Menurun Meningkat Tetap sampai menurun Nadi Tetap sampai menurun Meningkat Meningkat sampai menurun Tahanan pembuluh Menurun Meningkat Tetap sampai menurun sistemik Ventilasi Menurun Tetap Tetap Laju nafas Menurun Tetap Tetap Aliran darah Menurun Meningkat Tetap otak hingga tetap Ketenangan Tidak Tidak Ya Analgetik Tidak Ya Tidak Mual dan muntah Menurun Tetap Tetap hingga menurun 27

21 2.5 KERANGKA TEORI KETAMIN Antagonis reseptor NMDA INDUKSI PROPOFOL INHIBISI NMDA o Reseptor Glutamat GABA o Subunit α o Subunit ß o Subunit γ MIDAZOLAM GABA o Subunit α (EYE LID REFLEKS (-)) TOTAL DOSIS KECEPATAN KOINDUKSI USIA Henti nafas Penurunan tekanan darah 28

22 2.6 KERANGKA KONSEP Koinduksi Ketamin PENGURANGAN DOSIS INDUKSI PROPOFOL Pasien yang akan menjalani anestesi umum Induksi propofol (titrasi) hingga eye lid refleks (-) Koinduksi Midazolam PENGURANGAN DOSIS INDUKSI PROPOFOL Keterangan : = Variabel Bebas = Variabel Tergantung 29

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini dikarenakan memiliki waktu mula kerja, durasi dan waktu pulih sadar yang singkat. 1,2 Disamping

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Induksi anestesi adalah pemberian obat atau kombinasi obat pada saat dimulainya anestesi yang menyebabkan suatu stadium anestesi umum atau suatu fase dimana pasien melewati dari

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT JULAEHA, M.P.H., Apt FISIONEUROLOGI OBAT SSP Obat SSP menekan / menstimulasi seluruh atau bagian tertentu dari SSP. Jika terdapat penekanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang tua. 1 Berdasarkan data pada Agustus 2010, terdapat pasien anak berusia 2-12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak-anak mempunyai kondisi berbeda dengan orang dewasa pada saat pra bedah sebelum masuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Anestesi merupakan tahapan yang sangat penting dan strategis pada tindakan pembedahan, karena pembedahan tidak dapat dilakukan bila belum dilaksanakan anestesi. Sejarah membuktikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AGITASI PASKA ANESTESI Pembedahan dan anestesi dapat menimbulkan stress emosional pada anak dan orang tua. Hal ini dapat terjadi pada saat preoperatif dan post operatif. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan suatu kondisi yang dapat memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani pembedahan sudah tentunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Anestesi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen anestesi seperti obat analgesik yang dapat menghilangkan rasa sakit, sementara obat-obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dengan ditemukannya agen inhalasi yang baru, desflurane dan sevoflurane, muncul permasalahan baru yang dikenal dengan agitasi pulih sadar. Agitasi pulih sadar didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang anestesiologis, mahir dalam penatalaksanaan jalan nafas merupakan kemampuan yang sangat penting. Salah satu tindakan manajemen jalan nafas adalah tindakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Anestesi adalah hilangnya rasa sakit yang disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakhea merupakan hal yang rutin dilakukan pada anastesi umum. Namun tindakan laringoskopi dan intubasi tersebut dapat menimbulkan

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini antara lain untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Toksikologi di Sekolah Tinggi Ilmu

B. Tujuan Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini antara lain untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Toksikologi di Sekolah Tinggi Ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu mendepresi sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas moderate yang memberikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecemasan Pada Anak-Anak Pembedahan dan anestesi dapat menimbulkan stres emosional pada anak dan orang tua. Hal ini dapat terjadi pada saat preoperatif dan post operatif. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anestesi digunakan secara luas dalam bidang kedokteran hewan seperti menghilangkan nyeri dan kesadaran pada tindakan pembedahan, pengendalian hewan (restraint), keperluan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA lama. 13 Dengan tidak adanya asupan oral akan terjadi defisit cairan dan elektrolit oleh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Puasa sebelum operasi elektif dengan tidak adanya intake makanan padat dan cairan dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada pertengahan abad ke 19, mulai diperkenalkan dua penemuan medis sangat penting bagi semua ahli bedah; yaitu anestesi dan antiseptis. Kedua penemuan ini dapt mengurangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indikasi tindakan seksio sesaria pada wanita hamil berkisar antara 15 sampai 20% dari seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

Gambar 1. Rumus bangun propofol

Gambar 1. Rumus bangun propofol BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propofol Propofol diperkenalkan pada awal tahun 1980. Propofol adalah salah satu obat anestesi yang memiliki mula kerja dan lama kerja yang relatif lebih singkat sehingga menjadi

Lebih terperinci

REGULASI PERNAPASAN Pusat Pernapasan. Pusat pernapasan adalah beberapa kelompok neuron yang terletak di sebelah bilateral medula oblongata dan pons.

REGULASI PERNAPASAN Pusat Pernapasan. Pusat pernapasan adalah beberapa kelompok neuron yang terletak di sebelah bilateral medula oblongata dan pons. REGULASI PERNAPASAN Pusat Pernapasan Pusat pernapasan adalah beberapa kelompok neuron yang terletak di sebelah bilateral medula oblongata dan pons. Organisasi pusat pernapasan Daerah ini dibagi menjadi

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL Tugas Anestesi FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL disusun oleh ASTRI NURFIDAYANTI 110.2004.036 FK UNIVERSITAS YARSI KEPANITERAAN KLINIK PERIODE 14 FEBRUARI-19 MARET 2011 DEPARTEMEN ANESTESI DAN REANIMASI RUMAH

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI VOLUME 2 NOMOR 1, NOVEMBER 2014 TINJAUAN PUSTAKA. TIVA (Total Intravenous Anesthesia)

JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI VOLUME 2 NOMOR 1, NOVEMBER 2014 TINJAUAN PUSTAKA. TIVA (Total Intravenous Anesthesia) JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI VOLUME 2 NOMOR 1, NOVEMBER 2014 TINJAUAN PUSTAKA TIVA (Total Intravenous Anesthesia) Muhammad Iqbal*, Sudadi, I Gusti Ngurah** *Residen Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Waktu pulih sadar a. Pendahuluan Pulih sadar merupakan periode di mana pasien masih mendapatkan pengawasan dari ahli anestesi setelah pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anestesi intravena total adalah suatu tehnik anestesi yang dilakukan hanya dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat anestesi inhalasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang

BAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reaksi tubuh terhadap pembedahan dapat merupakan reaksi yang ringan atau berat, lokal, atau menyeluruh. Reaksi yang menyeluruh ini melibatkan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuretase merupakan salah satu prosedur obstetrik dan ginekologi yang sering dilakukan. Baik untuk pengosongan sisa konsepsi dari kavum uteri akibat abortus. Ataupun

Lebih terperinci

PENGANTAR FARMAKOLOGI

PENGANTAR FARMAKOLOGI PENGANTAR FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI : PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - DIAGNOSIS - PENGOBATAN GEJALA PENYAKIT FARMAKOTERAPI : CABANG ILMU PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - PENGOBATAN FARMAKOLOGI KLINIK : CABANG

Lebih terperinci

Anesty Claresta

Anesty Claresta Anesty Claresta 102011223 Skenario Seorang perempuan berusia 55 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan berdebar sejak seminggu yang lalu. Keluhan berdebar ini terjadi ketika ia mengingat suaminya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penatalaksanaan nyeri akut pascaoperasi merupakan salah satu tantangan seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 melaporkan bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi. Obat analgesik akan menghilangkan rasa sakit, sementara obat tranquilliser akan menenangkan hewan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap prosedur pembedahan harus menjalani anestesi dan melalui tahap pasca bedah, maka setiap pasien yang selesai menjalani operasi dengan anestesi umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan belum bisa dilakukan tanpa anestesi (Hall dan Clarke, 1983).

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan belum bisa dilakukan tanpa anestesi (Hall dan Clarke, 1983). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anestesi adalah tahapan yang sangat penting pada prosedur pembedahan. Prosedur awal pembedahan harus didahului dengan pemberian anestesi karena pembedahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan

Lebih terperinci

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi dr H M Bakhriansyah, M.Kes., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi Keperawatan

Pengantar Farmakologi Keperawatan Pengantar Farmakologi Keperawatan dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap sebuah pelumpuh otot yang ideal yang dapat memberikan kondisi intubasi yang ideal dalam durasi

Lebih terperinci

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: FARMAKOKINETIK Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: Absorpsi (diserap ke dalam darah) Distribusi (disebarkan ke berbagai jaringan tubuh) Metabolisme (diubah

Lebih terperinci

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt.

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. OBAT OBAT EMERGENSI Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. PENGERTIAN Obat Obat Emergensi adalah obat obat yang digunakan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat

Lebih terperinci

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri merupakan masalah yang paling sering menyebabkan pasien mencari perawatan ke rumah sakit. Nyeri tidak melakukan diskriminasi terhadap manusia, nyeri tidak membeda-bedakan

Lebih terperinci

OBAT KARDIOVASKULER. Obat yang bekerja pada pembuluh darah dan jantung. Kadar lemak di plasma, ex : Kolesterol

OBAT KARDIOVASKULER. Obat yang bekerja pada pembuluh darah dan jantung. Kadar lemak di plasma, ex : Kolesterol OBAT KARDIOVASKULER Kardio Jantung Vaskuler Pembuluh darah Obat yang bekerja pada pembuluh darah dan jantung Jenis Obat 1. Obat gagal jantung 2. Obat anti aritmia 3. Obat anti hipertensi 4. Obat anti angina

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak menyenangkan, yang kemudian ditandai oleh perasaan-perasaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak menyenangkan, yang kemudian ditandai oleh perasaan-perasaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Kecemasan Dental 1.1. Definisi Kecemasan memiliki pengertian sebagai kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang kemudian ditandai oleh perasaan-perasaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 1. LIDOKAIN Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Lidokain disintesa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya Nyeri bukan hanya suatu modalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penemuan kurare oleh Harold Griffith dan Enid Johnson pada tahun 1942 merupakan tonggak bersejarah dalam perkembangan ilmu anestesi. Kurare telah memfasilitasi intubasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rasa nyeri, paralisis atau kerusakan jaringan dan kehilangan kontrol motorik dapat menyebabkan gangguan pergerakan, sedangkan aktivitas pergerakan yang normal sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Perbandingan antara Sistem syaraf Somatik dan Otonom Sistem

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1 Data Hasil Penelitian Uji perbandingan antara keempat kelompok sebelum perlakuan menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok kontrol adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri pascabedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Saat ini nyeri masih menjadi

Lebih terperinci

Kesetimbangan asam basa tubuh

Kesetimbangan asam basa tubuh Kesetimbangan asam basa tubuh dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Departemen Biokimia, Biologi Molekuler dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ph normal darah Dipertahankan oleh sistem pernafasan

Lebih terperinci

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut. B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi

Lebih terperinci

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Farmakokinetik - 2 Mempelajari cara tubuh menangani obat Mempelajari perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 dan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih memerlukan perhatian yang serius. 1 Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

ANESTESI UMUM INTRAVENA

ANESTESI UMUM INTRAVENA REFERAT ANESTESI UMUM INTRAVENA Pembimbing : dr. Firdaus, Sp.An Disusun oleh : Jatu Sarasanti 030.08.130 KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI RSAL DR. MINTOHARDJO PERIODE 25 Februari 2013-30 Maret 2013 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah pemberian obat-obatan sebelum tindakan anestesi umum dengan tujuan utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang halus, mengurangi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA AMAMI IDENTIFIKASI DIAZEPAM METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA AMAMI IDENTIFIKASI DIAZEPAM METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA AMAMI IDENTIFIKASI DIAZEPAM METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS 1. WAKTU DAN TEMPAT Praktikum dilakukan pada hari selasa, 15 November 2016 pada pukul 18:00-21:00 WIB, bertempat di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak terlepas dari proses belajar, mengingat dan mengenal sesuatu. Semua proses tersebut akan berjalan dengan baik apabila melibatkan

Lebih terperinci

bioavailabilitasnya meningkat hingga mencapai F relsl = 63 ± 22 %

bioavailabilitasnya meningkat hingga mencapai F relsl = 63 ± 22 % BAB 1 PENDAHULUAN Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang paling lazim. Prevalensinya bervariasi menurut umur, ras, pendidikan dan banyak variabel lain. Hipertensi arteri yang berkepanjangan

Lebih terperinci

ANTAGONIS KOLINERGIK. Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS

ANTAGONIS KOLINERGIK. Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS ANTAGONIS KOLINERGIK Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS PENDAHULUAN Antagonis kolinergik disebut juga obat peng hambat kolinergik atau obat antikolinergik. Yang paling bermanfaat

Lebih terperinci

PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP

PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat Sarjana Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan suatu tindakan yang sering dilakukan pada anestesi umum untuk mengurangi atau menumpulkan respon

Lebih terperinci

Fenasetin (anti piretik jaman dulu) banyak anak2 mati, Prodrug Hasil metabolismenya yg aktif

Fenasetin (anti piretik jaman dulu) banyak anak2 mati, Prodrug Hasil metabolismenya yg aktif Sebelum PCT Fenasetin (anti piretik jaman dulu) banyak anak2 mati, orang dewasa Prodrug Hasil metabolismenya yg aktif Dlm tubuh dimetabolisme menjadi PCT (zat aktif) + metaboliknya Yg sebenarnya antipiretik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar sistem kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anjing merupakan hewan peliharaan yang paling populer hampir di seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga memiliki jiwa pengabdian

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan. secara mendadak akibat reflek kontriksi dari otot

BAB I PENDAHULUAN. pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan. secara mendadak akibat reflek kontriksi dari otot BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laringospasme dan batuk merupakan komplikasi setelah ekstubasi pada pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan menutupnya glottis secara

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi Pengantar Farmakologi Kuntarti, S.Kp, M.Biomed 1 PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com 4 Istilah Dasar Obat Farmakologi Farmakologi klinik Terapeutik farmakoterapeutik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan berfungsi sejak kehamilan

Lebih terperinci

Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping Reaksi yang merugikan Efek toksik. Farmakodinamik - 2

Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping Reaksi yang merugikan Efek toksik. Farmakodinamik - 2 Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping Reaksi yang merugikan Efek toksik Farmakodinamik - 2 1 Mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia seluler dan mekanisme kerja obat Mempelajari mekanisme

Lebih terperinci

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Tingkah Laku Ikan Selama Proses Pemingsanan Pengamatan perubahan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan dilakukan setiap 15 menit dengan percobaan trial and run

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas pergerakan yang normal sangat diperlukan dalam menunjang kegiatan sehari-hari. Pergerakan yang dilakukan, baik secara volunter maupun involunter dipengaruhi

Lebih terperinci

FARMAKOKINETIKA. Oleh Isnaini

FARMAKOKINETIKA. Oleh Isnaini FARMAKOKINETIKA Oleh Isnaini Definisi: Farmakologi: Kajian bahan-bahan yang berinteraksi dengan sistem kehidupan melalui proses kimia, khususnya melalui pengikatan molekul regulator dan pengaktifan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM FARMAKOTERAPI ASMA H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM Pendahuluan Etiologi: asma ekstrinsik diinduksi alergi asma intrinsik Patofisiologi: Bronkokontriksi akut Hipersekresi mukus yang tebal

Lebih terperinci

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS A. Interaksi Senyawa Kimia dengan Organisme Ilmu yang mempelajari tentang interaksi senyawa kimia dengan organisme hidup disebut farmakologi, dengan demikian

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk melihat onset, durasi, kematian dan tahapan anestesi Acepromazine (ACP). Selanjutnya, hasil penelitian dengan menggunakan ACP yang diberikan secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1mm/KgBB + tramadol. Dalam hal ini, masing-masing data akan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1mm/KgBB + tramadol. Dalam hal ini, masing-masing data akan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Data Penelitian Deskripsi data menyajikan data yang terkumpul dari penelitian, yang terdiri dari data rasa nyeri yang diperoleh dari

Lebih terperinci

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina ( ) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina ( ) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM HANDOUT klik di sini LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina (4301414032) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016 PENGERTIAN LARUTAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Babi Lokal (Sus domestica) Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Babi Lokal (Sus domestica) Indonesia 2 TINJAUAN PUSTAKA Babi Lokal (Sus domestica) Indonesia Babi merupakan hewan monogastrik berasal dari Eurasia yang memiliki bentuk hidung khas sebagai ciri hewan tersebut, yaitu berhidung lemper. Babi

Lebih terperinci

Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping, reaksi yang merugikan dan efek toksik. Interaksi reseptor Mekanisme non-reseptor

Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping, reaksi yang merugikan dan efek toksik. Interaksi reseptor Mekanisme non-reseptor Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping, reaksi yang merugikan dan efek toksik Farmakodinamik - 2 Mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia seluler dan mekanisme kerja obat Mempelajari

Lebih terperinci

sekresi Progesteron ACTH Estrogen KORTISOL menghambat peningkatan sintesis progesteron produksi prostaglandin

sekresi Progesteron ACTH Estrogen KORTISOL menghambat peningkatan sintesis progesteron produksi prostaglandin Pengertian Macam-macam obat uterotonika Cara kerja / khasiat obat uterotonika Indikasi dan kontraindikasi Dosis yang digunakan Efek samping dan cara mengatasinya Obat Uterotonika - 2 Pada aterm, sekresi

Lebih terperinci

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN PROPOFOL... KOMBINASI PADA INDUKSI ANESTESI

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN PROPOFOL... KOMBINASI PADA INDUKSI ANESTESI 1 STUDI PENGGUNAAN PROPOFOL KOMBINASI PADA INDUKSI ANESTESI (Penelitian dilakukan di GBPT RSUD Dr. Soetomo Surabaya) FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA DEPARTEMEN FARMASI KLINIS SURABAYA 2016 STUDI

Lebih terperinci

BAB 1 1. PENDAHULUAN

BAB 1 1. PENDAHULUAN BAB 1 1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penanganan nyeri paska bedah yang efektif adalah penting untuk perawatan pasien yang mendapat tindakan pembedahan. Penanganan nyeri yang efektif dengan efek samping

Lebih terperinci

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT : setiap molekul yang bisa merubah fungsi tubuh secara molekuler. NASIB OBAT DALAM TUBUH Obat Absorbsi (1) Distribusi (2) Respon farmakologis Interaksi dg reseptor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Propofol adalah obat intravena paling sering digunakan anestesi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Propofol adalah obat intravena paling sering digunakan anestesi saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Propofol adalah obat intravena paling sering digunakan anestesi saat ini Percobaan klinis pertama, oleh Kay dan Rolly dan dilaporkan pada tahun 1977, menegaskan

Lebih terperinci

Bio Psikologi. Firman Alamsyah, MA

Bio Psikologi. Firman Alamsyah, MA Bio Psikologi Modul ke: Konduksi Neural / Sinapsis: 1. Konsep sinapsis 2. Peristiwa kimiawi pada sinapsis 3. Obat-obatan dan sinapsis Fakultas Psikologi Firman Alamsyah, MA Program Studi Psikologi Konsep

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci