1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuretase merupakan salah satu prosedur obstetrik dan ginekologi yang sering dilakukan. Baik untuk pengosongan sisa konsepsi dari kavum uteri akibat abortus. Ataupun untuk mengetahui kelainan perdarahan uterus pada kasus ginekologi. Prosedur ini berlangsung dalam waktu singkat. Kasus yang membutuhkan tindakan kuretase bermacam-macam, diantaranya abortus, blighted ovum, plasenta rest, dan hamil anggur. Ada juga kasus kuret yang ditujukan untuk diagnostik seperti biopsi endometrium. Diantara kasus kebidanan yang paling banyak memerlukan kuret diantaranya adalah abortus. Menurut data resmi WHO (1994) abortus terjadi pada 10% dari seluruh kehamilan. 1 Di Inggris, setiap tahunnya ada kasus induced abortion setiap tahun dan kasus di Skotlandia. 2 Di Indonesia sendiri diperkirakan ada lima juta kehamilan pertahun, dimana 10-15% diantaranya atau sekitar mengalami abortus setiap tahun. 3 Dan frekuensinya terus meningkat setiap tahun. Studi-studi terkini melaporkan 97% wanita merasakan nyeri mulai dari intensitas yang ringan sampai dengan berat selama dan setelah abortus berlangsung. menghilangkan rasa nyeri yang berhubungan dengan dilatasi kuretase ini bisa dilakukan dengan anestesi umum maupun anestesi lokal. Dan seiring dengan perkembangan waktu semakin banyak yang dikerjakan setelah diberikan anestesi terlebih dahulu. Dahulu kuretase sering menggunakan anestesi dengan blok paraservikal maupun intraservical. Namun, hal ini mulai ditinggalkan karena seringnya saat injeksi anestesi lokal menjadi periode nyeri paling hebat dari seluruh rangkaian prosedur dilatasi dan kuretase. Hal ini ditambah ketidaknyamanan pasien dengan tindakan tersebut dan kesuksesan tindakan ini sangat dipengaruhi skill dari operator yang melakukan blok paraservical tersebut. Beberapa penelitian bahkan menunjukkan meskipun sudah diblok paraservical tetap saja sekitar % pasien mengeluhkan nyeri hebat pada saat kuretase berlangsung. 5 Hal ini dikarenakan inervasi uteri bagian atas tidak termasuk dalam daerah yang terblok dengan blok paraservikal maupun intraservikal. 6 4 Tindakan pencegahan atau 1

2 Salah satu komplikasi kuretase adalah perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, ke ligamentum latum, atau ke kandung kencing. Oleh sebab itu, letak uterus harus ditetapkan lebih dahulu dengan seksama pada awal tindakan, dan pada dilatasi serviks tidak boleh digunakan tekanan berlebihan. Bahaya perforasi ialah perdarahan dan peritonitis. 7 Pranom et al. (2005) dalam penelitiannya membandingkan penggunaan asam mefenamat oral 500 mg dua jam sebelum kuretase dan penggunaan paraservical blok untuk mengatasi nyeri pada prosedur kuretase. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa skala nyeri maksimum (menggunakan VAS 1-10) yang dialami pasien berkisar 7.5 dengan asam mefenamat dan 6.5 dengan paraservical blok. Dan setelah prosedur selesai pasien tetap mengalami nyeri meskipun berkurang kadarnya. Belum lagi rasa kebas (numbness) yang dialami kelompok pasien dengan blok paraservical. Arifin tahun 2009 membandingkan efek analgetika kombinasi blok paraservikal dengan ketoprofen dengan blok pareservikal dengan placebo pada tindakan kuretase. Yang menjadi latar belakang pada penelitian ini bahwa inervasi fundus uteri berbeda dengan inervasi daerah servik uteri. Sehingga rasa mulas akibat pelepasan prostaglandin di bagian fundus tidak bisa diblok oleh anestesi blok paraservikal. 5 Sirirat (2008) dalam penelitiannya membandingkan antara pasien yang diberi injeksi petidin dengan yang diberikan paraservikal blok untuk anestesi kuretase. Hasil penelitiannya menunjukkan injeksi petidin lebih efektif dalam menghilangkan nyeri dibandingkan dengan paraservical blok. 8 6 Sehingga dalam perkembangannya di kemudian hari anestesi kuretase lebih banyak digunakan dengan menggunakan jalur intravena. Hal ini memunculkan kebutuhan untuk mencari kombinasi obat anestesi yang dapat menghadirkan anestesi yang cepat mula kerjanya dengan waktu pulih yang singkat dan memberikan kenyamanan serta analgesi yang adekuat. Prosedur yang singkat ini memerlukan teknik anestesi yang dapat menghasilkan waktu pulih yang singkat tetapi dengan tingkat sedasi dan analgesi yang adekuat sehingga TIVA menjadi pilihan yang lebih sering digunakan dibandingkan inhalasi mengingat kemudahan fasilitas pengadaan dan waktu pulih yang lebih singkat dibanding teknik inhalasi. Pada penelitian yang membandingkan antara propofol dan sevofluran dalam kombinasi dengan N2O untuk anestesi ambulatory didapati penggunaan propofol-n2o menghasilkan karakteristik pulih sadar yang lebih cepat, kepuasan pasien lebih tinggi, dan biaya yang lebih rendah. 9 2

3 Propofol adalah sedative hipnotik non barbiturate yang mulai berkembang penggunaanya di Eropa sekitar tahun 1970 dan secara bertahap penggunaannya digunakan oleh ahli anestesi di Amerika Serikat lebih dari dua dekade ini. Penggunaannya populer di Instalasi Gawat Darurat sebagai bagian dari agen untuk prosedur yang membutuhkan sedasi dan analgesi. Propofol lebih dipilih karena profil farmakokinetiknya dengan mula kerja obat yang cepat dan waktu pulih yang singkat. Keunggulan lainnya adalah fungsinya sebagai antiemetic, anti kejang, dan amnesia agen. 10 Disamping kelebihan- kelebihan diatas, propofol juga mempunyai kekurangankekurangan, yaitu dapat menyebabkan penurunan tekanan darah arteri, penurunan denyut jantung, depresi pernafasan, sampai henti nafas. Propofol menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik berkisar 25-40%. Mekanisme penurunan tekanan darah ini disebabkan oleh efek inotropik negatif dan relaksasi dari otot polos pembuluh darah. Propofol sebagai agen anestesi dikatakan lack of analgesia. Karena itu apabila digunakan sendiri akan menjadi inefektif karena masih akan timbul pergerakan atau menarik diri pada saat 12 prosedur berlangsung. Sehingga dalam penggunaanya, propofol sering dikombinasikan dengan analgesik, seperti golongan opioid, maupun ketamin dosis rendah. Fentanil digunakan secara luas untuk anestesi total intravena saat ini. Fentanil merupakan opioid sintetik dengan seratus kali lebih poten dari morfin sebagai analgesik, dan sebagai bagaian dari anestesi berimbang, obat ini menghilangkan nyeri, mengurangi respon somatik dan autonomic terhadap manipulasi airway, dengan hemodinamik yang lebih stabil dengan mula kerja yang cepat dan durasi kerja yang singkat. Tetapi disamping itu kelemahannya adalah 10,11 mempengaruh ventilasi pernafasan dan mual muntah pasca operasi. Obat lain yang sering dikombinasi dengan propofol adalah ketamin. Obat ini merupakan anlagesik poten, dengan efek anestesi dan analgesi dengan mekanisme kerja yang berbeda. Keuntungan ketamin adalah rentang batas keamanan yang tinggi, tidak mengiritasi vena dan berefek negatif pada ventilasi pernafasan maupun sirkulasi. Kelemahan ketamin yang utama ada emergence delirium, yang tampaknya bisa dihilangkan bila digunakan bersama propofol. Ketamin dalam dosis sub hipnotik pada dosis mg/kg diketahui memiliki efek sedasi yang memuaskan dengan daya analgesik sehingga efektif apabila digabungkan dengan sedasi propofol

4 Penelitian Hamdani et al. (1999) menyimpulkan tidak ada perbedaan statistik yang signifikan antara kombinasi propofol fentanil dan propofol ketamin sebagai agen anestesi intravena baik pada efikasi maupun toleransi pada prosedur ginekologik minor. Selain itu dari hasil penelitian ini juga didapati dosis ketamin 0.3 mg/kg tidak cukup sebagai analgesia pada prosedur ini. 14 Motoko dkk.(2001) menggunakan propofol 0,8mg/kg dan ketamin 0,7 mg/kg untuk prosedur dilatasi dan kuretase mendapati pergerakan tubuh yang sering. Aynur Akin (2005) meneliti perbandingan propofol 1 mg/kg dan ketamin 0.5 mg/kg dengan propofol 1mg/kg dan fentanil 1µg/kg dan didapati mual,vertigo dan pandangan kabur lebih banyak pada grup propofol 1 mg/kg dan ketamin 0.5 mg/kg dan waktu pulih lebih singkat pada grup propofol fentanil. Tetapi penelitian ini tidak membahas mengenai rasa nyeri ataupun banyak tidaknya pergerakan tubuh pada saat tindakan berlangsung. Castillo et al. (2004) dalam penelitiannya menggunakan beberapa dosis remifentanil ( 0,5 µg/kg, 1,0 µg/kg dan 1,5 µg/kg) dengan propofol (2 mg/kg) untuk menilai respon stress pembedahan pada proses dilatasi dan kuretase. Jika laju nadi naik 15% dari preoperasi, tekanan darah sistolik lebih dari 15% preoperasi, serta banyak pergerakan dari ekstremitas, mata terbuka, atau meringis, dan berkeringat, serta menangis maka diberi tambahan bolus remifentanil 0,25 µg/kg setiap menit jika diperlukan. Rumatan anestesi dengan 60% N 2 O dalam O 2 dengan masker 12 L/menit. Penelitian dengan kelompok dosis remifentanil 0,5 µg/kg tidak dilanjutkan karena dalam perjalanan penelitian dosis ini tidak cukup untuk melawan respon stimulus pembedahan. Sehingga oleh peneliti dianggap tidak etis dan hanya dosis 1,0 µg/kg dan 1,5 µg/kg yang diberikan. Hasil penelitian memberikan bahwa dosis 1,5 µg/kg lebih baik untuk mencegah respon stimulus pembedahan, waktu pulih yang lebih singkat, tambahan remifentanil tidak diperlukan. Tapi peneliti juga mencatat kejadian henti nafas yang terjadi hingga 50% pada kelompok 1,5 µg/kg (16). Penilaian nyeri dilakukan saat akan meninggalkan kamar operasi dengan Verbal Pain Scale. 17 Mahajan dkk. (2010) meneliti perbandingan fentanil (2µ/kg) dan ketamin (1mg/kg) dengan propofol ( 2 mg/kg) untuk operasi yang berlangsung singkat (kurang dari satu jam) dan menyimpulkan bahwa baik ketamin maupun fentanil sama dalam hal hemodinamik dan waktu pulih bila digabung dengan propofol untuk operasi singkat

5 Penelitian David et al. (2008) menyimpulkan ketamin dosis rendah (0.3 mg.kg) lebih aman daripada fentanil (1.5µg/kg) pada prosedur sedasi analgesi di IGD dengan propofol dan memiliki efikasi yang serupa dalam hal adekuasi sedasi dan analgesia serta waktu pulih. Penilaian nyeri dilakukan dengan Visual Analogue Scale (VAS) sebelum prosedur dan saat prosedur. Dan nyeri saat prosedur ditanyakan sesudah prosedur selesai. Akan tetapi dalam diskusi limitasi penelitian hal ini diungkapkan ada kelemahan, karena pasien tidak mampu mengingat kejadian tersebut. Disamping itu dilaporkan juga mengenai kepuasan operator anestesi mengenai adekuatnya sedasi analgesia hanya berkisar 6-7,6 (digunakan skala 1-10 dengan nilai 10 sebagai sangat memuaskan. 11 Smita Lisa (2005) dalam penelitiannya melaporkan pada kasus debridement luka bakar, tidak dijumpai henti nafas dan hipoventilasi serta analgesia pasca operasi yang lebih lama pada grup propofol dengan ketamin (0.5 mg/kg) dibandingkan dengan grup propofol dengan fentanil (2 µ/kg) (15). Pada penelitian ini nyeri dinilai dengan VAS sebelum dan sesudah prosedur. Hasil berbeda dikemukakan Vallejo dkk. (2002) yang meneliti perbandingan propofol dengan ketamin (1-1.5 mg/kg) dibandingkan propofol dengan fentanil (3-5 µ/kg) untuk prosedur laparascopy ligasi tuba uteri dengan anestesi umum pada pasien one day care dan didapati bahwa pada grup propofol ketamin memiliki laju nadi yang lebih cepat, membutuhkan obat penghilang rasa sakit lebih banyak, dan frekuensi bermimpi lebih banyak dibandingkan grup propofol fentanil. Sehingga disimpulkan dalam penelitian ini bahwa penggunaan propofol ketamin tidak memperbaiki analgesi, mual muntah pasca operasi dan waktu pulih dibandingkan dengan penggunaan propofol fentanil. 19 Senada dengan Vallejo dkk. (2002), Loh G (2007) melakukan pengkajian terhadap sebelas penelitian mengenai penggunaan propofol dengan ketamin dosis rendah secara intravena. Dari hasil pengkajian didapati kombinasi propofol ketamin, meskipun lebih sedikit pasien yang mengalami hemodinamik yang tidak stabil pada kenyataannya pasien yang mendapat ketamin dosis rendah lebih tinggi, dilaporkan memiliki peningkatan insidensi mual, muntah, dan emergence reaction. Hanya sedikit hasil penelitian yang menggambarkan rating kepuasan pasien pasca prosedur dan efek kombinasi propofol ketamin terhadap kriteria keluar dari ruang pulih sadar tepat waktu belum bisa disimpulkan. Sehingga hasil pengkajian oleh Loh G ini menyimpulkan masih belum ada cukup bukti untuk merekomendasikan penggunaan ketamin dosis rendah dengan propofol untuk prosedur sedasi di Instalasi Gawat Darurat

6 Sejumlah penelitian diatas menggunakan propofol dalam berbagai dosis dan cara pemberian, apakah melalui bolus atau titrasi. Castillo tahun 2004 menggunakan propofol dengan cara bolus 2 mg/kgbb intravena pada kasus kuretase. Untuk analgetiknya digunakan remifentanil yang dibolus dengan besar dosis sesuai dengan kelompok penelitian. Alasan penggunaan bolus dikarenakan dilatasi dan kuretase merupakan prosedur yang sangat singkat, dan sesuai dengan waktu paruh remifentanil yang singkatme dan penggunaan infusion dianggap tidak rasional secara ekonomi. Selain itu penggunaan teknik bolus lebih sesuai, lebih mudah, lebih murah, dan lebih praktis untuk prosedur yang sangat singkat ini. 17 Penggunaan dosis propofol 2mg/kgBB juga dipilih oleh Mahajan et al (2010) yang memilih berdasarkan dosis induksi. 13 Penelitian Smita Lisa (2005) mendapatkan dosis rata-rata propofol yang dibutuhkan untuk induksi anestesi total intravena pada debridement berkisar 1,62-2,02 mg/kgbb. 18 Sehingga peneliti memilih untuk menggunakan propofol dosis 2 mg/kgbb untuk induksi. Fentanil memiliki berbagai variasi dosis, akan tetapi untuk analgesia dalam Stoelting (2006) dapat berkisar pada 1-2 µg/kgbb. Propofol sering dikombinasikan dengan fentanil dengan rentang dosis 1-2 µg/kgbb dalam prosedur sedasi analgesia. Analgesia dari kelas opioid memilik kelemahan karena memiliki efek samping mendepresi pernafasan. Dosis fentanil yang lebih besar sering menyebabkan efek samping hipoventilasi hingga henti nafas. Penelitian Castillo menggunakan remifentanil dengan dosis 1,5 µg/kgbb mendapatkan efek analgesi yang optimal akan tetapi efek samping henti nafas yang mencapai 50% dari kelompok subjek penelitian. Disisi lain Castillo juga meneliti dengan remifentannil dosis 0,5 µg/kgbb, akan tetapi kelompok grup ini tidak dilanjutkan. Hal ini dikarenakan dalam pelaksanaanya dosis itu tidak mampu menghilangkan rasa nyeri akibat stimulus nyeri kuretase. Penelitian Smita Lisa menggunakan dosis fentanil 2µg/kgBB akan tetapi insidensi henti nafas mencapai 22%. Sehingga peneliti mengambil dosis fentanil 1 µg/kgbb sebagai salah satu kelompok penelitian. Dipilihnya dosis ini dengan harapan dosis analgetik bekerja maksimal dan efek samping hipoventilasi bisa dihindari. Ketamin dosis rendah atau sering juga dikatakan dosis subanestetik sebagai analgetik sudah banyak diteliti. Dosis ketamin sebagai analgetik ini bervariasi. Stoelting tahun 2006 menuliskan dosis 0,2 hingga 0,5 mg/kgbb intravena sebagai dosis subanestetik. Selain itu rentang dosis ketamin 0,1-0,5 mg/kgbb juga dinyatakan memiliki efek analgetik pada penelitian David (2008) dan Suwarman (2007). 11,21 Dari penelitian Hamdani didapati dosis 0,3 mg/kgbb 6

7 intravena tidak cukup sebagai analgetik pada prosedur ginekologik minor. Aynur Akin (2005) telah menggunakan dosis ketamin 0,5 mg/kgbb intravena akan tetapi dalam prosedur sedasi biosi endometrium. Akan tetapi dalam pengukurannya tidak memperhitungkan masalah nyeri. Sehingga peneliti berkeinginan untuk meneliti dosis ketamin 0,5 mg/kgbb intravena sebagai analgetik dalam kasus kuretase kebidanan. Sebagai gambaran, sebuah studi pendahuluan telah dilaksanakan peneliti dengan menggunakan propofol 2 mg/kgbb intravena dikombinasi dengan fentanil 1 µg/kgbb intravena (grup PF) dibandingkan dalam hal analgesi dengan kombinasi propofol 2 mg/kgbb dengan ketamin 0,5 mg/kgbb intravena (grup PK) pada kasus kuretase kebidanan. Skala nyeri pada saat tindakan diukur dengan Colorado Behavioral Numerical Pain Scale (CBNPS). Skor CBNPS dengan rentang hasil 0-5 yang berkorelasi dengan peningkatan nyeri dengan skor semakin tinggi. Studi pendahuluan dilakukan dengan sampel tiap grup sebanyak 10 subjek. Hasilnya didapati pada grup PF memiliki skor CBNPS sama dengan 0 sebanyak 60% dan grup PK 40% yang memiliki skor 0. Akan tetapi mengingat jumlah sampel yang sangat terbahfnmtas maka hal ini belum bisa dijadikan acuan. Berdasarkan berbagai hasil penelitian dan latar belakang diatas, peneliti berkeinginan meneliti lagi untuk menilai efek analgetik terhadap kombinasi propofol (2 mg/kgbb) dengan ketamin (0.5 mg/kgbb) dan dengan fentanil (1µg/kgBB) pada tindakan dilatasi dan kuretase dengan anestesi total intravena dengan alasan : 1. Kasus kuretase bertambah banyak setiap tahunnya. Sedangkan penelitian yang secara khusus mengenai anestesi total intravena pada prosedur ini tidak banyak. 2. Dari beberapa penelitian diatas mengungkapkan masih perlunya dilakukan penelitian lagi terhadap efek analgesi antara kedua kombinasi. Karena kebanyakan menilai skala nyeri sesudah prosedur berlangsung, padahal prosedur nyeri ini terjadi pada saat pasien tersedasi. Sehingga diperlukan penilaian skala nyeri dari pengamatan terhadap tingkah laku pasien dan dibandingkan dengan self reported oleh pasien sesudah pulih dari pembiusan. 3. Dari beberapa penelitian diatas mengungkapkan masih perlunya dilakukan penelitian lagi terhadap karakteristik waktu pulih antara kedua kombinasi obat pada dosis yang telah ditentukan. Hal ini dilakukan karena dari berbagai penelitian yang dilakukan juga belum mendapatkan hasil yang seragam pada kedua kombinasi. Sehingga perlu dicantumkan juga 7

8 mengenai karakteristik waktu pulih termasuk efek-efek samping yang terjadi sesudah selesai tindakan anestesi. 4. Keinginan peneliti untuk menemukan kombinasi mana yang lebih efektif jika digunakan dalam setting prosedur kuretase di Indonesia khususnya di Sumatera Utara 1.2 Rumusan Masalah Apakah ada perbedaan efek analgesi saat pasien tersedasi pada kombinasi propofol (2 mg/kgbb) dengan fentanil (1µg/kgBB) dan dengan ketamin (0.5 mg/kgbb) pada pasien dengan tindakan kuretase kebidanan dengan anestesi total intravena? 1.3 Hipotesa Ada perbedaan efek analgesi pada pasien kuretase kebidanan dengan anestesi total intravena dengan kombinasi propofol (2 mg/kgbb) dengan fentanil (1 µg/kgbb) dan dengan ketamin (0.5 mg/kgbb). 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk memperoleh kombinasi obat yang lebih efektif dalam anestesi total intravena pada prosedur dilatasi dan kuretase kebidanan Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui gambaran derajat analgesia antara kombinasi propofol fentanil dan propofol ketamin pada waktu tersedasi dan setelah pulih pada prosedur dilatasi dan kuretase kebidanan dengan anestesi total intravena. 2. Untuk mengetahui perbandingan waktu pulih antara kombinasi propofol fentanil dan propofol ketamin pada prosedur dilatasi dan kuretase kebidanan dengan anestesi total intravena. 3. Untuk mengetahui perbandingan timbulnya halusinasi dan mual muntah paska operasi antara kombinasi propofol fentanil dan propofol ketamin pada prosedur dilatasi dan kuretase kebidanan dengan anestesi total intravena. 4. Untuk mengetahui perbandingan perubahan tekanan darah, laju nafas dan laju nadi dengan kombinasi propofol ketamin dan propofol fentanil pada prosedur dilatasi dan kuretase kebidanan dengan anestesi total intravena. 8

9 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber rujukan tambahan dalam penelitian lanjutan tentang kombinasi anestesi total intravena dalam prosedur dilatasi kuretase kebidanan Manfaat Praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan sebagai acuan dalam pemilihan kombinasi anestesi total intravena dalam prosedur operasi singkat terutama pada kasus kuretase terutama untuk pasien yanng direncanakan One Day Care Surgery 9

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dengan ditemukannya agen inhalasi yang baru, desflurane dan sevoflurane, muncul permasalahan baru yang dikenal dengan agitasi pulih sadar. Agitasi pulih sadar didefinisikan

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang tua. 1 Berdasarkan data pada Agustus 2010, terdapat pasien anak berusia 2-12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak-anak mempunyai kondisi berbeda dengan orang dewasa pada saat pra bedah sebelum masuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anestesi intravena total adalah suatu tehnik anestesi yang dilakukan hanya dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat anestesi inhalasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indikasi tindakan seksio sesaria pada wanita hamil berkisar antara 15 sampai 20% dari seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini dikarenakan memiliki waktu mula kerja, durasi dan waktu pulih sadar yang singkat. 1,2 Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

BAB 1 1. PENDAHULUAN

BAB 1 1. PENDAHULUAN BAB 1 1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penanganan nyeri paska bedah yang efektif adalah penting untuk perawatan pasien yang mendapat tindakan pembedahan. Penanganan nyeri yang efektif dengan efek samping

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak BAB 1 PENDAHULUAN 11 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit Nyeri bersifat subjektif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan suatu tindakan yang sering dilakukan pada anestesi umum untuk mengurangi atau menumpulkan respon

Lebih terperinci

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri merupakan masalah yang paling sering menyebabkan pasien mencari perawatan ke rumah sakit. Nyeri tidak melakukan diskriminasi terhadap manusia, nyeri tidak membeda-bedakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Nyeri bersifat subjektif,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan berfungsi sejak kehamilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri pascabedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Saat ini nyeri masih menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang anestesiologis, mahir dalam penatalaksanaan jalan nafas merupakan kemampuan yang sangat penting. Salah satu tindakan manajemen jalan nafas adalah tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penatalaksanaan nyeri akut pascaoperasi merupakan salah satu tantangan seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 melaporkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap prosedur pembedahan harus menjalani anestesi dan melalui tahap pasca bedah, maka setiap pasien yang selesai menjalani operasi dengan anestesi umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. emosional atau mengalami cemas akan mengalami rasa nyeri yang hebat setelah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. emosional atau mengalami cemas akan mengalami rasa nyeri yang hebat setelah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri yang tidak ditangani dengan baik akan mengganggu mobilisasi pasien pasca operasi yang dapat berakibat terjadinya tromboemboli, iskemi miokard, dan aritmia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi regional saat ini semakin berkembang dan makin luas pemakaiannya dibidang anestesi. Mengingat berbagai keuntungan yang ditawarkan, di antaranya relatif murah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara terminologi kedokteran abortus ialah suatu keadaan yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara terminologi kedokteran abortus ialah suatu keadaan yang tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI Secara terminologi kedokteran abortus ialah suatu keadaan yang tidak direncanakan, diduga atau terjadi tiba-tiba gugurnya janin dalam kandungan sebelum janin dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. PONV juga menjadi faktor yang menghambat pasien untuk dapat segera

BAB 1 PENDAHULUAN. PONV juga menjadi faktor yang menghambat pasien untuk dapat segera A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Mual dan muntah pascaoperasi (Postoperative Nausea and Vomiting / PONV) masih merupakan komplikasi yang sering dijumpai setelah pembedahan. PONV juga menjadi faktor

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang. Mual dan muntah pasca operasi atau yang biasa disingkat PONV (Post

BAB I. A. Latar Belakang. Mual dan muntah pasca operasi atau yang biasa disingkat PONV (Post BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mual dan muntah pasca operasi atau yang biasa disingkat PONV (Post Operative Nausea and Vomiting) merupakan dua efek tidak menyenangkan yang menyertai anestesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif

BAB I PENDAHULUAN. Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif memiliki komplikasi dan risiko pasca operasi yang dapat dinilai secara objektif. Nyeri post

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letak insisi. Antara lain seksio sesaria servikal (insisi pada segmen bawah), seksio

BAB I PENDAHULUAN. letak insisi. Antara lain seksio sesaria servikal (insisi pada segmen bawah), seksio BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seksio sesaria adalah persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. perubahan klinis dan psikologis sehingga meningkatkan morbiditas, mortalitas,

BAB I. PENDAHULUAN. perubahan klinis dan psikologis sehingga meningkatkan morbiditas, mortalitas, BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap jenis pembedahan akan menimbulkan nyeri. Penanganan nyeri pascaoperasi yang tidak adekuat dan ditangani dengan baik akan menyebabkan perubahan klinis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai sensasi yang tidak mengenakkan dan biasanya diikuti oleh pengalaman emosi tertentu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakhea merupakan hal yang rutin dilakukan pada anastesi umum. Namun tindakan laringoskopi dan intubasi tersebut dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Anestesi adalah hilangnya rasa sakit yang disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan

BAB I PENDAHULUAN. manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kraniotomi merupakan tindakan bedah yang paling sering dilakukan pada manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan bedah tersebut bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evaluasi pra anestesi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status fisik (ASA) pasien pra operatif,

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan (labor) merupakan suatu proses fisiologis yang dimulai saat munculnya kontraksi uterus yang teratur, yang akan mengakibatkan pembukaan jalan lahir, hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dismenore merupakan suatu gejala rasa sakit atau rasa tidak enak. diperut bagian bawah pada masa menstruasi sampai dapat menggangu

BAB I PENDAHULUAN. Dismenore merupakan suatu gejala rasa sakit atau rasa tidak enak. diperut bagian bawah pada masa menstruasi sampai dapat menggangu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dismenore merupakan suatu gejala rasa sakit atau rasa tidak enak diperut bagian bawah pada masa menstruasi sampai dapat menggangu aktifitas sehari-hari yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang . BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum viabel,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pasien-pasien mata umumnya memiliki risiko khusus terhadap tindakan anestesi. Pasien biasanya datang dengan umur yang ekstrim, sangat muda atau justru sangat tua. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sub Arachnoid Blok (SAB) atau anestesi spinal adalah salah satu teknik dalam anestesi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnooid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medik RSUP dr. Kariadi Semarang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medik RSUP dr. Kariadi Semarang, 31 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di bidang Anestesiologi dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di instalasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu Kebidanan merupakan proses persalinan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anestesi digunakan secara luas dalam bidang kedokteran hewan seperti menghilangkan nyeri dan kesadaran pada tindakan pembedahan, pengendalian hewan (restraint), keperluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk prosedur tersebut. Angka bedah caesar pada ibu usia 35 tahun ke atas jauh

BAB I PENDAHULUAN. untuk prosedur tersebut. Angka bedah caesar pada ibu usia 35 tahun ke atas jauh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal tahun 1900 pesalinan dengan seksio sesarea (SC) menjadi salah satu pilihan yang dilakukan kebanyakan ibu tanpa memperhatikan indikasi untuk prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. obat ini dijual bebas di apotik maupun di kios-kios obat dengan berbagai merek

BAB I PENDAHULUAN. obat ini dijual bebas di apotik maupun di kios-kios obat dengan berbagai merek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parasetamol atau juga sering disebut asetaminofen salah satu obat golongan analgesik-antipiretik yang digunakan sangat luas di kalangan masyarakat Indonesia. Pada umumnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per 100.000 per tahun. 1 Sekitar 250.000 kejadian fraktur femur terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Jumlah

Lebih terperinci

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Jurnal Anestesiologi Indonesia Stabilitas Hemodinamik Propofol Ketamin Vs Propofol Fentanyl pada Operasi Sterilisasi / Ligasi Tuba : Perbandingan Antara Kombinasi Propofol 2 Mg/Kgbb/Jam Dan Ketamin 0,5mg/Kgbb/Jam Dengan Kombinasi Propofol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Anestesi spinal telah digunakan sejak tahun 1885 dan sekarang teknik ini dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Anestesi spinal telah digunakan sejak tahun 1885 dan sekarang teknik ini dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi spinal telah digunakan sejak tahun 1885 dan sekarang teknik ini dapat digunakan untuk prosedur pembedahan daerah abdomen bagian bawah, perineum dan ekstremitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis dari suatu teknologi yang baru adalah penting. Reformasi pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis dari suatu teknologi yang baru adalah penting. Reformasi pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era reformasi kesehatan, kemampuan untuk menunjukkan angka ekonomis dari suatu teknologi yang baru adalah penting. Reformasi pelayanan kesehatan memberikan tekanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kematian ibu pada tahun 2007 sebesar 248/ kelahiran hidup (Azhari,

PENDAHULUAN. kematian ibu pada tahun 2007 sebesar 248/ kelahiran hidup (Azhari, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kematian dan kesakitan ibu di Indonesia masih merupakan masalah besar. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menyebutkan angka kematian ibu

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : Yunita Ekawati J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : Yunita Ekawati J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN PERBANDINGAN ANTARA PEMASANGAN TOURNIQUET UNILATERAL DAN BILATERAL PADA EXTREMITAS INFERIOR UNTUK MENGURANGI PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA ANESTESI SPINAL DI RSO. Prof. Dr. R. SOEHARSO SURAKARTA SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya Nyeri bukan hanya suatu modalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan. secara mendadak akibat reflek kontriksi dari otot

BAB I PENDAHULUAN. pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan. secara mendadak akibat reflek kontriksi dari otot BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laringospasme dan batuk merupakan komplikasi setelah ekstubasi pada pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan menutupnya glottis secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Parasetamol atau asetaminofen telah ditemukan sebagai obat analgesik yang efektif lebih dari satu abad yang lalu tepatnya pada tahun 1893, tetapi hingga sekarang para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan keperawatan bidang kesehatan modern mencakup berbagai macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah sectio caesaria. Di negara

Lebih terperinci

JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI VOLUME 2 NOMOR 1, NOVEMBER 2014 PENELITIAN

JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI VOLUME 2 NOMOR 1, NOVEMBER 2014 PENELITIAN JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI VOLUME 2 NOMOR 1, NOVEMBER 214 PENELITIAN Stabilitas Hemodinamik Total Intravenous Anesthesia (TIVA) Kontinyu pada Metode Operasi Wanita (MOW) (Perbandingan antara Kombinasi

Lebih terperinci

PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP

PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat Sarjana Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. endometrium yang terjadi secara rutin setiap bulan (Ayu dan Bagus, 2010).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. endometrium yang terjadi secara rutin setiap bulan (Ayu dan Bagus, 2010). 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menstruasi 2.1.1 Pengertian Menstruasi Mentruasi adalah pendarahan periodik pada uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi (Bobak, dkk, 2005). Menstruasi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian nomor 7 (5,7%). Menurut statistik rumah sakit dalam Sistem

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian nomor 7 (5,7%). Menurut statistik rumah sakit dalam Sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi tumor/kanker di Indonesia adalah 4,3 per 1000 penduduk, dan kanker merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan suatu kondisi yang dapat memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani pembedahan sudah tentunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan adalah rangkaian proses fisiologis yang berakhir dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan adalah rangkaian proses fisiologis yang berakhir dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan adalah rangkaian proses fisiologis yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses yang fisiologis pada umumnya dimulai dengan adanya kontraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan belum bisa dilakukan tanpa anestesi (Hall dan Clarke, 1983).

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan belum bisa dilakukan tanpa anestesi (Hall dan Clarke, 1983). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anestesi adalah tahapan yang sangat penting pada prosedur pembedahan. Prosedur awal pembedahan harus didahului dengan pemberian anestesi karena pembedahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anjing merupakan hewan peliharaan yang paling populer hampir di seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga memiliki jiwa pengabdian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Aloei Saboe Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Aloei Saboe Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota 55 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe merupakan Rumah Sakit Umum (RSU) terbesar yang

Lebih terperinci

ANALGETIKA. Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid. Analgetika opioid

ANALGETIKA. Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid. Analgetika opioid ANALGETIKA Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid Mengurangi nyeri dan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik karena ada kerusakan jaringan aktual maupun tidak. Nyeri pada

BAB I PENDAHULUAN. baik karena ada kerusakan jaringan aktual maupun tidak. Nyeri pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri adalah pengalaman subjektif yang umum terjadi pada anakanak, baik karena ada kerusakan jaringan aktual maupun tidak. Nyeri pada anak-anak sulit untuk diidentifikasi

Lebih terperinci

ANALGETIKA. dr. Agung Biworo, M.Kes

ANALGETIKA. dr. Agung Biworo, M.Kes ANALGETIKA dr. Agung Biworo, M.Kes Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid Mengurangi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 54 BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Skema 3.1 Kerangka Konsep Gangguan pernafasan/oksigenasi 1. Usia 2. Jenis Kelamin pasien terpasang ventilasi mekanik Nyeri Painfull procedur (Penghisapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan adalah rangkaian proses fisiologis yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses yang fisiologis pada umumnya dimulai dengan adanya kontraksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Haid adalah perdarahan dari kemaluan yang terjadi pada seorang wanita yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Haid adalah perdarahan dari kemaluan yang terjadi pada seorang wanita yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Haid adalah perdarahan dari kemaluan yang terjadi pada seorang wanita yang tidak hamil, terjadi secara siklik dan periodik akibat peluruhan dinding endometrium sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi nyeri tanpa menyebabkan. mengurangi efek samping penggunaan obat.

BAB I PENDAHULUAN. Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi nyeri tanpa menyebabkan. mengurangi efek samping penggunaan obat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Diperkirakan satu dari lima orang dewasa mengalami nyeri dan setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), Angka Kematian. jiwa setiap tahun (Ayude, 2009). Tingginya AKI di Indonesia yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), Angka Kematian. jiwa setiap tahun (Ayude, 2009). Tingginya AKI di Indonesia yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO), Angka Kematian Ibu (AKI) dalam kehamilan dan persalinan dunia mencapai 586.000 jiwa setiap tahun (Ayude, 2009). Tingginya AKI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap sebuah pelumpuh otot yang ideal yang dapat memberikan kondisi intubasi yang ideal dalam durasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saraf pusat tanpa menghilangkan kesadaran. 2,3 Parasetamol umumnya digunakan

BAB I PENDAHULUAN. saraf pusat tanpa menghilangkan kesadaran. 2,3 Parasetamol umumnya digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, parasetamol sebagai antipiretik dan analgesik telah digunakan secara luas karena tersedia sebagai golongan obat bebas dan harganya yang relatif murah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ayu et al (2015), tentang hubungan derajat nyeri dismenorea terhadap penggunaan obat anti inflamasi

Lebih terperinci

Asuhan Persalinan Normal. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Asuhan Persalinan Normal. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Asuhan Persalinan Normal Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Persalinan dan kelahiran dikatakan normal jika: Usia cukup bulan (37-42 minggu) Persalinan terjadi spontan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki angka kematian ibu (AKI) tertinggi di Asia Tenggara. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI (yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bulan pertama kehidupan merupakan masa paling kritis dalam kelangsungan kehidupan anak. Dari enam juta anak yang meninggal sebelum ulang tahunnya yang ke lima di tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Berdasarkan data yang didapat dari studi pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Berdasarkan data yang didapat dari studi pendahuluan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, pasien yang mendapatkan tindakan operasi bedah semakin meningkat. Berdasarkan data yang didapat dari studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan General Anesthesia (GA), Regional Anesthesia

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan General Anesthesia (GA), Regional Anesthesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan anestesi dan reanimasi pada hakekatnya harus dapat memberikan tindakan medik yang aman, efektif, manusiawi yang berdasarkan ilmu kedokteran mutakhir dan teknologi

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN. SMF Anestesiologi Rumah Sakit Umum Dr. Abdul Moeloek Bandar Lampung,

ARTIKEL PENELITIAN. SMF Anestesiologi Rumah Sakit Umum Dr. Abdul Moeloek Bandar Lampung, Jurnal Anestesi Perioperatif [JAP. 2015;3(3): 180 8] Perbandingan Kebutuhan Propofol dan Lama Bangun antara Kombinasi Propofol-Ketamin dan Propofol-Fentanil pada Pasien yang Dilakukan Kuretase yang Diukur

Lebih terperinci

Preeklampsia dan Eklampsia

Preeklampsia dan Eklampsia Preeklampsia dan Eklampsia P2KS PROPINSI SUMATERA UTARA 1 Tujuan Membahas praktek terbaik untuk mendiagnosis dan menatalaksana hipertensi, pre-eklampsia dan eklampsia Menjelaskan strategi untuk mengendalikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti susah diatur dan lebih sensitif terhadap perasaannya (Sarwono, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti susah diatur dan lebih sensitif terhadap perasaannya (Sarwono, 2011). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun yag ditandai dengan perubahan perilaku seperti susah diatur dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Anestesi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen anestesi seperti obat analgesik yang dapat menghilangkan rasa sakit, sementara obat-obat

Lebih terperinci

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI Oleh : Furkon Nurhakim INTERVENSI PASCA OPERASI PASE PASCA ANESTHESI Periode segera setelah anesthesi à gawat MEMPERTAHANKAN VENTILASI PULMONARI Periode

Lebih terperinci

EMBOLI CAIRAN KETUBAN

EMBOLI CAIRAN KETUBAN EMBOLI CAIRAN KETUBAN DEFINISI Sindroma akut, ditandai dyspnea dan hipotensi, diikuti renjatan, edema paru-paru dan henti jantung scr cepat pd wanita dlm proses persalinan atau segera stlh melahirkan sbg

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang

BAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reaksi tubuh terhadap pembedahan dapat merupakan reaksi yang ringan atau berat, lokal, atau menyeluruh. Reaksi yang menyeluruh ini melibatkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang ilmu Anestesiologi, dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukaninstalasi Bedah Sentral

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POST KURETASE DENGAN PLASENTA PREVIA DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

HUBUNGAN ANTARA POST KURETASE DENGAN PLASENTA PREVIA DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan HUBUNGAN ANTARA POST KURETASE DENGAN PLASENTA PREVIA DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Diajukan oleh: Endang Setyorini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disertai oleh kerusakan jaringan secara potensial dan aktual. Nyeri sering dilukiskan

BAB I PENDAHULUAN. disertai oleh kerusakan jaringan secara potensial dan aktual. Nyeri sering dilukiskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut The International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri merupakan pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang disertai

Lebih terperinci

OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI

OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI Oleh dr. Agung Biworo, M.Kes Untuk mahasiswa Prodi Ilmu Keperawatan FK Unlam ANALGETIKA Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh seorang ibu berupa pengeluaran hasil konsepsi yang hidup didalam uterus melalui vagina ke dunia luar.

Lebih terperinci

HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN ABORTUS INKOMPLIT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAHARIFIN ACHMAD PEKANBARU TAHUN 2012

HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN ABORTUS INKOMPLIT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAHARIFIN ACHMAD PEKANBARU TAHUN 2012 HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN ABORTUS INKOMPLIT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAHARIFIN ACHMAD PEKANBARU TAHUN 2012 Rosmeri Bukit Akademi Kebidanan Dharma Husada Pekan Baru Korespondensi penulis :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penemuan kurare oleh Harold Griffith dan Enid Johnson pada tahun 1942 merupakan tonggak bersejarah dalam perkembangan ilmu anestesi. Kurare telah memfasilitasi intubasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mual muntah pascaoperasi atau post operatif nausea and vomiting (PONV)

BAB I PENDAHULUAN. Mual muntah pascaoperasi atau post operatif nausea and vomiting (PONV) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Mual muntah pascaoperasi atau post operatif nausea and vomiting (PONV) masih merupakan masalah yang umum. Insiden PONV terjadi pada 25-30% pasien pascaoperasi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 dan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih memerlukan perhatian yang serius. 1 Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002). Nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak terjadi pada orang dewasa, salah satu manifestasi klinis penyakit jantung

BAB I PENDAHULUAN. banyak terjadi pada orang dewasa, salah satu manifestasi klinis penyakit jantung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan tipe penyakit jantung yang paling banyak terjadi pada orang dewasa, salah satu manifestasi klinis penyakit jantung koroner

Lebih terperinci