SIFAT FISIK DAN SENSORI SNACK EKSTRUSI DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG DAGING-TULANG LEHER AYAM PEDAGING (TDTLA) SKRIPSI SITI SUAEBATUL ISLAMIAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SIFAT FISIK DAN SENSORI SNACK EKSTRUSI DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG DAGING-TULANG LEHER AYAM PEDAGING (TDTLA) SKRIPSI SITI SUAEBATUL ISLAMIAH"

Transkripsi

1 SIFAT FISIK DAN SENSORI SNACK EKSTRUSI DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG DAGING-TULANG LEHER AYAM PEDAGING (TDTLA) SKRIPSI SITI SUAEBATUL ISLAMIAH DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN SITI SUAEBATUL ISLAMIAH Sifat Fisik dan Sensori Snack Ekstrusi dengan Penambahan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Institut Pertanian Bogor Pembimbing utama : Ir.Bernadeth Neni Polii,SU Pembimbing Anggota : Zakiah Wulandari,S.TP,MSi Snack merupakan makanan ringan yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat. Tak heran bila penjualan snack tidak pernah merosot bahkan jenis makanan ini muncul dalam bentuk dan rasa yang lebih bervariasi. Snack ekstrusi merupakan kelompok snack yang dibuat melalui pemasakan ekstrusi dengan menggunakan alat extruder. Snack ekstrusi yang beredar di pasaran, umumnya memiliki kandungan gizi yang rendah dan flavor pada produk menggunakan bahanbahan sintetik seperti MSG (monosodium glutamat) yang akan menimbulkan efek samping jika bahan-bahan tersebut terakumulasi dalam jumlah yang banyak pada tubuh manusia. Salah satu usaha untuk meningkatkan kandungan gizi serta untuk meningkatkan cita rasa gurih pada snack ekstrusi adalah dengan menambahkan bahan baku snack yang berupa grits jagung dengan tepung daging-tulang leher ayam. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik fisik dan sensori snack ekstrusi yang ditambahkan tepung tulang leher ayam. Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama adalah tahap pembuatan tepung tulang leher ayam dan tahap kedua adalah pembuatan snack ekstrusi dengan bahan grits jagung yang ditambah dengan tepung tulang leher ayam. Rancangan yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap (RAL) dengan 1 perlakuan 4 taraf (penambahan tepung tulang leher ayam 0%,10%,20%,30%). Peubah yang dianalisis adalah analisis sifat fisik dan penilaian sensori terhadap snack. Analisis sifat fisik meliputi derajat pengembangan, derajat gelatinisasi, indeks penyerapan air, indeks kelarutan air dan kekerasan. Penilaian sensori meliputi uji hedonik dan uji skoring (mutu hedonik) terhadap rasa, warna, aroma, kerenyahan, kelengketan. Data sifat fisik yang diperoleh diuji asumsi terlebih dahulu, bila data memenuhi asumsi maka data diolah dengan menggunakan analisis ragam dan bila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Tukey. Data yang tidak memenuhi asumsi diolah dengan menggunakan uji Kruskal- Wallis. Data dari uji sensori diolah menggunakan uji Kruskal-Wallis. Hasil yang menunjukkan perbedaan yang nyata diolah menggunakan uji beda rataan ranking. Snack ekstrusi dengan penambahan tepung tulang leher ayam menghasilkan derajat gelatinisasi, derajat pengembangan, indeks kelarutan air semakin menurun, namun tingkat kekerasan dan indeks penyerapan air meningkat. Penambahan tepung tulang leher ayam tidak berpengaruh nyata terhadap Indeks penyerapan air. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma, warna, rasa, kerenyahan dan kelengketan pada snack semakin menurun dengan penambahan konsentrasi tepung tulang leher ayam yaitu tidak suka. Kata-kata kunci: tepung tulang leher ayam, snack ekstrusi, grits jagung

3 ABSTRACT Physical and Sensory Properties of Extrusion Snack which Addition with Broiler s Neck Bone Meat Meal S.S.Islamiah, B.N.Polii, Z.Wulandari Extrusion technology is cooking technique in food industry. Extrusion snack is made from starch using cooking extrusion system. To fullfil the adequacy of nutritional snack, improving physical properties snack and consumer s acceptance. Addition of high nutritional raw material needs by adding Broiler s neck meat-bone meal. This research was aimed to study physical and sensory properties of extrusion snack made of corn grits as raw material and addition with Broiler s neck meat-bone meal. This reseach contained two steps i.e making Broiler s neck meat-bone meal and making corn snack adding with Broiler s neck meat-bone meal. The experiment used Completely Randomize Design with 4 treatments. The concentration of addition Broiler s neck meat-bone meal are 0%, 10%, 20%, and 30%. Adding of Broiler s neck meat-bone meal in the snack influenced physical characteristics such as degree of development, degree of gelatinization, hardeness and the water absorpsion index of snack but it did not influence water solubility index. The results of the hedonic quality test including the color, hardeness, mouthfell and smell were influence, however the taste is not influenced by adding of Broiler s neck meat-bone meal in the snack. Keywords : ekstrution snack, Broiler s neck bone meat meal, corn grits

4 SIFAT FISIK DAN SENSORI SNACK EKSTRUSI DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG DAGING-TULANG LEHER AYAM PEDAGING (TDTLA) SITI SUAEBATUL ISLAMIAH D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 SIFAT FISIK DAN SENSORI SNACK EKSTRUSI DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG DAGING-TULANG LEHER AYAM PEDAGING (TDTLA) Oleh SITI SUAEBATUL ISLAMIAH D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 6 Oktober 2009 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Ir. B.N. Polii, SU Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si. Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 01 Agustus 1987 di Bogor. Penulis adalah anak pertama dari 3 bersaudara dari pasangan bapak Subadri dan Ibu Nenah. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1999 di SD Negeri Bangka 3. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 4 Bogor dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMAN 3 Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor melalui jalur masuk Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM- KM) IPB Kabinet Bersatu periode sebagai Staff Departemen Kebijakan Daerah, Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM-KM) IPB Kabinet Totalitas Perjuangan periode sebagai staff Departemen Pertanian, Famm Al-Anam sebagai staff divisi keputrian. Penulis juga aktif menjadi kepanitiaan berbagai acara atau program kampus diantaranya D Box 2007, LES 2007, BLOKA-D 2008, MPF Penulis juga pernah menjadi asisten Mata Kuliah Hasil Ikutan Ternak.

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur senantiasa di panjatkan kepada Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-nya, penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi yang berjudul Sifat Fisik dan Sensori Snack Ekstrusi dengan penambahan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Hasil ikutan ternak (by product) ternak merupakan salah satu potensi dari subsektor peternakan sampai saat ini dan masih belum banyak dimanfaatkan secara maksimal, khususnya pada industri pangan. Daging-tulang leher ayam adalah salah satu bagian dari bagian tubuh ayam yang pemanfaatannya belum dilaksanakan secara optimal. Snack Ekstrusi umumnya digemari oleh semua kalangan mulai dari anakanak sampai dewasa tetapi snack yang beredar dipasaran memiliki kandungan gizi yang rendah terutama protein dan banyak yang menggunakan flavour sintetis sehingga membahayakan konsumen. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah menambah bahan utama snack yang berupa grits jagung dengan tepung tulang leher ayam sebagai sumber protein. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai pengaruh penambahan tepung tulang leher ayam terhadap sifat fisik dan sensori snack ekstrusi. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, industri snack dan masyarakat. Amin. Bogor, Desember 2009 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... i ABSTRACT... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv RIWAYAT HIDUP... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Daging Tulang Leher Ayam Pedaging... 3 Jagung... 5 Pati... 6 Snack Ekstrusi... 7 Ekstrusi... 9 Sifat fisik snack Derajat Gelatinisasi Derajat Pengembangan Kekerasan Indeks Penyerapan Air & Indeks Kelarutan Air 15 Penilaian Sensori METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Model dan analisis data Peubah... 19

9 Prosedur Penelitian Tahap Pertama : Pembuatan TDTLA Pedaging Penelitian Tahap Kedua : Pembuatan Snack Ekstrusi HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama : TDTLA pedaging Penelitian Tahap Kedua Sifat Fisik Snack Ekstrusi Derajat Gelatinisasi Kekerasan Derajat Pengembangan Indeks Kelarutan Air Indeks Penyerapan Air Penilaian Sensori Warna Aroma Rasa Kerenyahan Kelengketan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 45

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Komposisi Gizi Daging- Tulang Leher Ayam Pedaging Tanpa Kulit, Saluran Pernafasan dan Saluran Makanan Kandungan Gizi Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging Komposisi Grits Jagung Syarat Mutu Makanan Ekstrudat Berdasarkan SNI Kandungan Gizi Tepung Daging-tulang Leher Ayam Pedaging Sifat Fisik Snack Cheetos Rataan dan Standar Deviasi Derajat Gelatinisasi Snack Ekstrusi yang ditambah Tepung Tulang Leher Ayam Rataan dan Standar Deviasi Indeks Penyerapan Air (IPA) Snack Ekstrusi yang ditambah Tepung Tulang Leher Ayam Rataan dan Standar Deviasi Indeks Kelarutan Air (IKA) Snack Ekstrusi yang ditambah Tepung Tulang Leher Ayam Rataan dan Standar Deviasi Derajat Pengembangan Snack Ekstrusi yang ditambah Tepung Tulang Leher Ayam Rataan dan Standar Deviasi Kekerasan Snack Ekstrusi yang ditambah Tepung Tulang Leher Ayam Hasil Penilaian Sensori dengan Uji Hedonik pada Snack Ekstrusi Hasil Penilaian Sensori dengan Uji Skoring pada Snack Ekstrusi... 30

11 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Struktur Molekul Amilosa dan Amilopektin Ekstruder Ulir Tunggal dan Bagian-bagiannya Mekanisme Gelatinisasi Pati Mekanisme Pengembangan Snack Ekstrusi Bagan Pembuatan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging (Modifikasi Hardianto,2002) Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging Diagram Alir Proses Pembuatan Snack Ekstrusi Snack Ekstrusi dengan Penambahan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging dan snack Cheetos Grafik Hubungan Nilai Hedonik dan Mutu Hedonik dari Warna Produk Snack Ekstrusi Grafik Hubungan Nilai Hedonik dan Mutu Hedonik dari Aroma Produk Snack Ekstrusi Grafik Hubungan Nilai Hedonik dan Mutu Hedonik dari Kerenyahan Produk Snack Ekstrusi Grafik Hubungan Nilai Hedonik dan Mutu Hedonik dari Kelengketan Produk Snack Ekstrusi... 38

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Potongan kepala dan leher ayam pedaging Potongan daging tulang leher ayam pedaging setelah dibersihkan Analisis Keragaman Derajat Gelatinisasi Snack Ekstrusi Hasil Uji Tukey terhadap Derajat Gelatinisasi Snack Ekstrusi Analisis Keragaman Kekerasan Snack Ekstrusi Hasil Uji Tukey terhadap Kekerasan Snack Ekstrusi Hasil Uji Kruskal-Wallis terhadap Derajat Pengembangan Snack Ekstrusi Hasil Uji Perbandingan Rataan ranking terhadap Derajat Pengembangan Snack Ekstrusi Analisis Keragaman Indeks Kelarutan Air Snack Ekstrusi Hasil Uji Tukey terhadap Indeks Kelarutan Air Snack Ekstrusi Hasil Uji Kruskal-Wallis terhadap Indeks Penyerapan Air snack Ekstrusi Hasil Uji Kruskal-Wallis terhadap Nilai Hedonik Warna Snack Ekstrusi Hasil Uji Perbandingan Rataan Ranking terhadap Nilai Hedonik Warna Snack Ekstrusi Hasil Uji Kruskal-Wallis terhadap Nilai Hedonik Aroma Snack Ekstrusi Hasil Uji Perbandingan Rataan Ranking terhadap Nilai Hedonik Aroma Snack Ekstrusi Hasil Uji Kruskal-Wallis terhadap Nilai Hedonik Rasa Snack Ekstrusi Hasil Uji Kruskal-Wallis terhadap Nilai Hedonik Kerenyahan Snack Ekstrusi Hasil Uji Perbandingan Rataan Ranking terhadap Nilai Hedonik Kerenyahan Snack Ekstrusi Hasil Uji Kruskal-Wallis terhadap Nilai Hedonik Kelengketan Snack Ekstrusi Hasil Uji Perbandingan Rataan ranking terhadap Nilai Hedonik Kelengketan Snack Ekstrusi Hasil Uji Kruskal-Wallis terhadap Nilai Mutu Hedonik Rasa Enak Snack Ekstrusi... 52

13 22. Hasil Uji Kruskal-Wallis terhadap Nilai Mutu Hedonik Warna Kuning Snack Ekstrusi Hasil Uji Perbandingan Rataan Ranking terhadap Nilai Mutu Hedonik Rasa Enak Snack Ekstrusi Hasil Uji Kruskal-Wallis terhadap Nilai Mutu Hedonik Kerenyahan Snack Ekstrusi Hasil Uji Perbandingan Rataan Ranking terhadap Nilai Mutu Hedonik Kerenyahan Snack Ekstrusi Hasil Uji Kruskal-Wallis terhadap Nilai Mutu Hedonik Aroma Ayam Snack Ekstrusi Hasil Uji Kruskal-Wallis terhadap Nilai Mutu Hedonik Kelengketan Snack Ekdtrusi Hasil Uji Perbandingan Rataan Ranking terhadap Nilai Mutu Hedonik Kelengketan Snack Ekstrusi Komposisi Kimia Grits Jagung dan Tepung Tulang Leher Ayam... 55

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Hasil ikutan ternak (by product) merupakan salah satu potensi dari subsektor peternakan sampai saat ini dan masih belum banyak dimanfaatkan secara maksimal, khususnya pada industri pangan. Hasil ikutan ternak dapat berupa tulang leher ayam yang memiliki protein dan mineral yang dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Dagingtulang leher ayam adalah salah satu bagian dari bagian tubuh ayam yang pemanfaatannya belum dilaksanakan secara optimal. Daging-tulang leher ayam ini umumnya masih digunakan untuk membuat kaldu atau penyedap rasa. Daging-tulang leher ayam memiliki peluang besar untuk diolah kembali menjadi produk pangan yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi dengan tetap mempertahankan kandungan gizinya. Daging-tulang leher ayam memiliki kandungan protein yang cukup tinggi sebesar 61% (Ningsih et al.,2008). Disamping itu, aroma khas ayam yang ditimbulkan dari daging-tulang leher ayam ini dapat dijadikan pemberi flavor alami pada produk pangan. Manfaat-manfaat yang didapat dari penggunaan daging-tulang leher ayam ini menjadikan daging-tulang leher ayam ini sebagai salah satu hasil ikutan ternak yang bernilai lebih dalam industri pangan. Snack merupakan makanan ringan yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat. Snack juga merupakan nama lain dari makanan ringan yang dikonsumsi pada saat waktu luang. Makanan ringan menurut SNI adalah produk pangan yang dibuat melalui proses ekstrusi dari bahan baku tepung dan atau pati produk pangan dengan penambahan bahan makanan lain serta bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dengan atau tanpa melalui proses penggorengan. Snack ekstrusi merupakan kelompok snack yang dibuat melalui pemasakan ekstrusi dengan menggunakan alat extruder. Snack ekstrusi yang beredar di pasaran, umumnya memiliki kandungan gizi yang rendah dan flavor pada produk menggunakan bahanbahan sintetik seperti MSG (monosodium glutamat) yang akan menimbulkan efek samping jika bahan-bahan tersebut terakumulasi dalam jumlah yang banyak pada tubuh manusia. Salah satu usaha untuk meningkatkan kandungan gizi serta untuk meningkatkan cita rasa gurih pada snack ekstrusi adalah dengan menambahkan bahan baku snack yang berupa grits jagung dengan tepung daging-tulang leher ayam.

15 Jagung merupakan bahan makanan sumber karbohidrat selain beras dan gandum. Jagung memiliki kandungan karbohidrat sebesar 68,11% dan protein sebesar 10,18%. Jagung merupakan bahan baku yang umum digunakan dalam pembuatan snack ekstrusi. Pemilihan jagung sebagai bahan baku snack adalah karena snack yang dihasilkan memiliki tekstur yang cukup renyah dan memiliki sifat yang mudah bergelembung. Selain itu bahan jagung merupakan bahan yang mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah. Penambahan tepung daging-tulang leher ayam pada pembuatan snack ekstrusi diharapkan dapat meningkatkan nilai gizi snack, memperbaiki cita rasa dan sifat fisik snack serta meningkatkan daya terima konsumen terhadap snack. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik fisik dan sensori snack ekstrusi yang diperkaya dengan tepung daging-tulang leher ayam serta memberikan flavor alami pada produk ekstrusi.

16 TINJAUAN PUSTAKA Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging Ayam pedaging terdiri dari ayam ras, buras (bukan ras atau lokal atau kampung) dan ayam culled (ayam afkir dari ayam petelur) (Muchtadi, 2007). Ayam ras pedaging biasanya dipanen pada umur 6-8 minggu dengan berat hidup berkisar 1,5 2 kg (Ensminger,1992). Hasil ikutan ternak (animal by-product) merupakan hasil sampingan ternak baik dari pemotongan ternak maupun industri pengolahan ternak. Hasil ikutan yang dapat dimakan (edibel) yaitu hati, ampela, jantung, usus, paru-paru, kepala, leher, cakar, serta lemak (Kinsman et al., 1994). Daging-tulang leher ayam pedaging merupakan salah satu hasil ikutan ternak yang pemanfaatannya masih terbatas dan bisa diolah menjadi bahan pangan maupun pakan. Menurut Nurchotimah (2002), leher ayam terdiri atas daging, tulang, kulit, saluran pernafasan dan saluran makanan. Daging-tulang leher ayam pedaging merupakan hasil ikutan ternak yang potensial yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi sumber protein dan kalsium. Komposisi gizi daging tulang leher ayam pedaging dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Gizi Daging- Tulang Leher Ayam Pedaging Tanpa Kulit, Saluran Pernafasan dan Saluran Makanan Komposisi gizi Kandungan (%bb) (% berat basah) (%bk) (% berat kering) Air Protein kasar Lemak Serat kasar Abu BETN Kalsium 73,55 15,61 3,83 0,78 6,22 0,01 1, ,02 14,48 2,95 23,52 0,04 4,69 Sumber : Arqiya (2002)

17 Menurut Cooke dan Pugh (1980) Berat dari leher ayam pedaging 0,05 Kg/ekor. Produksi daging di Indonesia sampai Juli 2009 yaitu 672,32 ribu ton (Departemen Pertanian, 2009) sehingga daging tulang leher ayam memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan baik dalam bentuk aslinya sebagai kaldu dapat juga diolah ke dalam bentuk tepung dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan makanan. Kandungan gizi tepung daging tulang leher ayam pedaging dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Gizi Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging Komposisi Jumlah (%) Air 5,12 Abu 17,54 Lemak 14,82 Protein 61,16 Ca 5,36 P 1,60 Sumber : Ningsih et al., 2008 Daging merupakan sumber protein berkualitas tinggi, mengandung vitamin B dan mineral, khususnya besi. Secara umum dapat dikatakan bahwa daging terdiri dari air dan bahan- bahan padat. Bahan padat daging terdiri dari bahan bahan yang mengandung nitrogen, mineral, garam dan abu. Kurang lebih 20 % dari semua bahan padat dalam daging adalah protein (Muchtadi dan Sugiyono,1992). Menurut Forrest et al. (1975), nilai nutrisi daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Di samping kandungan proteinnya tinggi, daging juga mengandung air, lemak, karbohidrat dan komponen organik (Soeparno,1994). Tulang merupakan salah satu tenunan pengikat. Tulang terdiri dari sel, seratserat dan bahan pengisi. Bahan pengisi pada tulang terdiri dari protein dan garamgaram mineral seperti kalsium fosfat 58,3%; kalsium karbonat 1,0%; magnesium fosfat 2,1%; kalsium fluoride 1,9% dan protein sebanyak 30,6% (Ward dan Courts, 1977). Penyerapan kalsium oleh tubuh saling berhubungan dengan sumber makanan lainnya seperti protein, fosfor, vitamin D dan sodium.

18 Jagung (Zea mays) Biji Jagung terdiri atas empat bagian pokok yaitu embrio, endosperma, aleuron, dan kulit (pericarp) (Hoseney, 1998). Pericarp merupakan lapisan pembungkus seluruh biji dan pelindung bagian dalam biji. Aleuron merupakan lapisan antara endosperma dan pericarp. Jagung mengandung sejumlah karbohidrat, lemak dan protein. Karbohidrat jagung terdiri dari pati, serat kasar dan pentosa. Karbohidrat utama dalam jagung yaitu pati sebanyak 72% dari jagung keseluruhan dan 88% pada endosperma. Pati jagung terdiri atas amilosa dan amilopektin. Jagung mengandung sekitar 24% amilosa dan 76% amilopektin (Medcalf. 1973). Fraksi protein pada biji jagung terdiri atas albumin (3,2%), globulin (1,5%), prolamin (47,2%) dan glutein (35,1%) (Muhadjir, 1988). Glutelin adalah protein jagung yang larut dalam alkali. Asam amino yang terkandung dalam glutelin yaitu lisin, arginin, histidin, dan triptofan. Asam amino tersebut di dalam glutelin lebih tinggi dibandingkan di dalam zein (Lawton dan Wilson, 2003). Proses pembuatan snack ekstrusi biasanya menggunakan grits jagung. Grits jagung merupakan biji jagung yang telah lepas bagian lembaga, kulit ari, dan dedak. Grits jagung digunakan karena akan menghasilkan produk ekstrusi yang renyah dan mudah mengembang (Muchtadi et al., 1988). Grits yang biasa dipakai dalam produksi snack atau crackers yaitu sejenis grits coarse dan medium grits (Kent, 1983). Kandungan gizi grits jagung dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Grits Jagung Kandungan Grits Jagung % Air 11,0 Protein 7,2 Lemak 1,8 Karbohidrat 79,2 Serat 4,0 Sumber : Nutrion Data, 2006 Jenis jagung yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung hibrida varietas P21 atau Pioneer 21. jagung P21 termasuk jenis jagung kuning yang memiliki bonggol yang besar serta rendemen sebesar 70% sehingga akan menghasilkan pipilan

19 jagung yang cukup banyak setiap bonggolnya. Biji jagung berbentuk dent dan tahan terhadap serangan hama. Pati Pati merupakan homopolimer yang disusun dari glukosa dengan ikatan α- glikosidik. Pati tersusun atas empat komponen utama yaitu amilosa, amilopektin, dan protein serta lemak (Boyer dan Shannon, 2003). Pati pada umumnya mengandung 12-30% amilosa, 75-80% amilopektin dan 5-10% meliputi lemak dan protein. Kandungan amilosa jagung adalah sekitar 24% dan amilopektin 76%. Amilosa merupakan homoglikan D-glukosa dengan ikatan α-(1-4) dari struktur cincin piranosa. Amilopektin merupakan komponen pati yang berbentuk bercabangcabang. Ikatan yang ada yaitu α-(1-4) pada rantai lurusnya dan ikatan β (1,6) pada titik percabangannya (Winarno, 1992). Amilopektin akan membentuk suatu produk makanan yang ringan, porous, garing, dan renyah. Amilosa cenderung menghasilkan produk keras dan proses mekar terjadi secara terbatas (Muchtadi et al., 1988). Struktur molekul amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 1. (a) (b) Gambar 1. Struktur Molekul (a) Amilosa dan (b) Amilopektin Sumber : Swinkels,1985

20 Butir pati memiliki bentuk secara fisik berupa semi kristalin yang terdiri dari unit kristal dan unit amorfous. Unit kristal lebih tahan dan stabil dibandingkan unit amorfous terhadap perlakuan asam kuat dan enzim. Unit amorfous dapat menyerap air dingin sampai 30% tanpa merusak struktur pati keseluruhan (Muchtadi et al.,1988). Granula pati adalah susunan dari molekul yang memiliki struktur linier dan bercabang membentuk radial dalam sel yang konsentrik dan membentuk lamela atau cincin (Banks et al., 1973) Gelatinisasi merupakan proses pembengkakan granula pati yang tidak dapat kembali pada kondisi semula (Eliasson dan Gudmundsson, 2006). Holm et al. (1988) menjelaskan gelatinisasi sebagai kerusakan ikatan hidrogen intramolekul dan mengakibatkan melemahnya struktur granula dan meningkatnya pembengkakan serta absorpsi air. Kerusakan tersebut mengakibatkan struktur granula berubah dan lepasnya gugus hidroksil. Gelatinisasi tidak terjadi jika rasio pati dan air sangat besar. Proses ekstrusi dengan kadar air rendah menyebabkan pati mengalami peleburan. Proses tersebut tetap diikuti oleh gelatinisasi tetapi hanya sebagian pati (Muchtadi et al., 1988). Derajat gelatinisasi adalah rasio antara pati yang tergelatinisasi dengan total pati (Wooton et al., 1971) Snack Ekstrusi Snack merupakan makanan ringan yang umumnya dimakan antara waktu makan utama dalam sehari. Makanan ini sangat beragam dalam bentuk, rasa, pengolahan dan penyajian (Muchtadi et al., 1988). Harper (1981) menyatakan bahwa makanan ringan tersebut terbagi atas tiga kelompok berdasarkan perkembangannya. Kelompok pertama yaitu makanan ringan berbahan dasar hasil pertanian yang mengalami pengolahan sederhana seperti keripik kentang, keripik singkong dan cracker. Kelompok kedua mengalami pengolahan lanjutan setelah keluar dari extruder seperti pemotongan dan sedikit pengeringan untuk mengurangi kadar air bahan. Kelompok ketiga yaitu snack yang telah keluar dari extruder masih memerlukan pengolahan lanjutan seperti penggorengan dan pengeringan. Pembagian makanan ringan menurut Muchtadi et al. (1988) berdasarkan bahan baku terbagi dua kelompok. Kelompok pertama yaitu makanan ringan yang menggunakan satu bahan utama seperti jagung atau beras lalu ditambahkan perasa seperti garam, gula dan bumbu penyedap lainnya. Kelompok kedua yaitu makanan

21 ringan dengan bahan utama dan terjadi penambahan bahan tambahan. Bahan tambahan tersebut digunakan untuk meningkatkan nilai gizi, daya cerna, dan kualitas secara fisik. Bahan tambahan yang digunakan dapat berupa protein hewani. Syarat mutu makanan ekstrudat menurut SNI diperlihatkan pada Tabel 4. Tabel 4. Syarat Mutu Makanan Ekstrudat Berdasarkan SNI Komposisi Satuan Syarat Mutu Bau - Normal Rasa - Normal Warna - Normal Kadar Air % b/b Maksimal 4 Kadar Lemak Tanpa Proses Penggorengan % b/b Maksimal 30 Kadar Lemak dengan Proses Penggorengan % b/b Maksimal 38 Kadar Protein % b/b - Angka Lempeng Total Koloni/g Maksimal 1,0 x 10 4 Kapang Kolini/g Maksimal 50 E. coli Koloni/g Negatif Sumber : BSN, 2000 Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik tekstur produk yang diekstrusi yaitu bahan-bahan yang digunakan, suhu, kecepatan ulir, dan kelembaban. Muchtadi et al. (1988) menjelaskan bahwa protein yang dihidrolisis dengan enzim menghasilkan produk bertekstur yang intregritas strukturnya mudah lepas bila dipanaskan. Hal ini menunjukkan efek yang merugikan bagi tekstur suatu produk yang ukuran molekulnya diperkecil. Protein dengan bobot molekul lebih rendah menghasilkan produk ekstrusi dengan kualitas tekstur yang jelek, hal ini dapat terjadi bila bahan tersebut mengalami pemotongan mekanik berlebihan selama berada di dalam ulir atau cetakan. Peningkatan konsentrasi protein akan mempermudah pembentukan tekstur dan memperbanyak ikatan silang. Molekul-molekul karbohidrat yang rusak akibat pemanasan dan kelembaban yang rendah kurang bersifat kohesif dibandingkan karbohidrat yang tergelatinisasi yang tidak rusak. Hal ini menyebabkan

22 molekul-molekul itu kurang mengembang sehingga menghasilkan produk berporipori lebih kecil, tekstur lebih lunak, lebih mudah larut dan lengket bila dikonsumsi. Ekstrusi Proses Ekstrusi Ekstrusi merupakan salah satu pengolahan bahan pangan yang biasa digunakan untuk pembuatan snack dan makanan sarapan atau sereal. Ekstrusi adalah proses yang melibatkan kekuatan bahan mengalir dalam kondisi tertentu lalu melewati sebuah lubang kecil dengan ukuran dan bentuk yang telah ditetapkan (Dziezak, 1989). Proses pengolahan dengan ekstrusi termasuk ke dalam proses high temperature short time karena suhu pengolahan mencapai 200 o C dan waktu kontak dengan bahan sekitar 5-10 detik. Proses pengolahan tersebut akan memberikan manfaat seperti produk khas dan beragam, kerusakan gizi kecil, dan mikroba yang ada dapat mati (Harper, 1981). Proses ekstrusi yang terjadi yaitu pemasakan, pemotongan, pencampuran, sterilisasi, pembentukan, dan penggelembungan. Fungsifungsi tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam proses ekstrusi (Muchtadi et al., 1988). Ekstruder Ekstruder merupakan alat yang digunakan untuk melakukan proses ekstrusi bahan pangan dengan beragam formula bahan baku dan menghasilkan bentuk produk yang beragam (Faridi, 1994). Ekstruder umumnya terdiri atas 3 bagian yaitu bagian pengisian (feeding zone), pengadonan (kneading zone) dan bagian pemasakan (cooking zone) (Riaz, 2001). Pemasakan ekstrusi digunakan untuk memproduksi produk dengan karakteristik yang baru dengan bahan dasar pati atau protein. Karakteristik tersebut berkaitan dengan tekstur spesifik seperti porositas dan fibrositas. Teksturasi produk diperoleh akibat kerusakan struktur biopolimer tertier dan kuarter karena terjadi pengaturan ulang rantai polimer dan pembentukan struktur ruang (Lewicki, 2004). Operasi extruder dimulai dengan pemasukan bahan ke dalam feed hoper. Tipe ekstruder berdasarkan jumlah ulirnya terbagi atas dua yaitu ekstruder ulir tunggal dan ekstruder ulir ganda (Muchtadi et al., 1988). Cara kerja kedua tipe ulir tersebut dipengaruhi oleh : (a) konfigurasi ulir dan kecepatan putarannya, (b) tekanan balik pada cetakan dan (c) karakteristik bahan yang akan diekstrusi. Ulir

23 ekstruder akan mendorong bahan melewati ruang dan akhirnya celah sempit sehingga menghasilkan produk dengan tekstur tertentu. Ekstruder akan melepaskan energi mekaniknya menuju bagian ulir yang pendek. Pemotongan berlangsung sangat cepat sehingga terjadi kerusakan mekanis molekul-molekul berukuran besar. Molekul yang terdenaturasi tersebut akan tersusun dalam medan aliran sehingga berpotensi untuk membentuk molekul baru dengan struktur silang. Struktur tersebut yang nantinya menjadi ekstrudat dengan beragam tekstur (Muchtadi et al., 1988). Gambar 2. Ekstruder Ulir Tunggal dan Bagian-bagiannya Sumber : Britannica Encyclopedia Inc., 1996 Operasi pada ekstruder ulir tunggal umumnya masih sederhana. Ekstruder ulir tunggal umumnya tidak disertai dengan unit-unit injeksi air maupun injeksi uap pada bagian larasnya sedangkan ekstruder ulir ganda umumnya dilengkapi dengan pemanas dan alat pendingin, alat pengukur suhu dan tekanan (Riaz, 2001). Ekstruder ulir tunggal memiliki dua zona yaitu zona pembentukan dan zona pemasakan. Menurut Muchtadi et al., (1998) ekstruder ulir tunggal yang biasa digunakan dalam industri pangan dibagi kedalam lima kelompok, yaitu : (a) ekstruder pasta biasanya digunakan untuk membuat pasta; (b) ekstruder pembentuk dengan tekanan tinggi untuk membentuk adonan dan memadatkan adonan yang telah digelatinisasi; (c) ekstruder pemasak dengan shear rendah berkadar air tinggi; (d) ekstruder collet untuk membuat pangan berbentuk butiran yang bergelembung kering ; (e) ekstruder

24 pemasak dengan shear tinggi hampir sama dengan ekstruder collet, tetapi pemakaiannya lebih luas untuk sereal bergembung, pakan ternak dan pangan ringan. Sifat Fisik Snack Sifat fisik yang dapat diamati dari snack ekstrudat meliputi derajat gelatinisasi, derajat pengembangan, kekerasan produk, indeks kelarutan air dan indeks penyerapan air. Derajat gelatinisasi adalah rasio antara pati yang tergelatinisasi dengan total pati (Wooton et al., 1971). Derajat Gelatinisasi Gelatinisasi merupakan proses utama yang terjadi pada pati yang diekstrusi, selain itu juga untuk mengetahui sampai sejauh mana pati siap dan mudah dicerna oleh tubuh. Kesempurnaan gelatinisasi pati pada produk ekstrusi perlu dievaluasi untuk mengetahui sampai sejauh mana pati siap dan mudah dicerna oleh tubuh. Gelatinisasi mudah terjadi pada sistem larutan dengan rasio air berbanding pati yang tinggi (Muchtadi at al.,1988). Gelatinisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran granula, rasio amilosa dengan amilopektin dan komponen-komponen yang terdapat di dalam bahan pangan seperti kadar air, gula, protein, lemak dan serat kasar (Muchtadi at al.,1988). Mekanisme gelatinisasi dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Mekanisme Gelatinisasi Pati Sumber : Harper,1981

25 Ukuran granula yang lebih besar disebabkan karena molekul-molekul air berpenetrasi masuk ke dalam granula dan terperangkap pada susunan molekul amilosa dan amilopektin (Muchtadi et al., 1988). Hal ini akan meningkatkan derajat gelatinisasi, karena granula yang besar lebih dapat mudah dipecah dengan adanya suhu pemanasan yang tinggi. Rasio amilosa dan amilopektin yang rendah dapat meningkatkan derajat gelatinisasi. Amilopektin tidak tahan terhadap kerusakan mekanik selama berada di dalam aliran ekstrusi. Keadaan ini dapat menghasilkan produk yang lunak dan mengembang. Produk beramilosa tinggi akan lebih rapat, lebih keras dan kurang mengembang secara radial ketika diekstrusi. Hasil ekstrusi yang mempunyai kadar amilosa tinggi kekuatan terhadap pemotongan menjadi berkurang dan produk menjadi mudah patah. Struktur amilopektin yang bercabang tidak dapat disusun dengan baik di dalam aliran pengekstrusi. Hal ini dapat menyebabkan terbentuknya produk yang sangat mudah mengembang (Muchtadi, et al., 1988). Muchtadi et al. (1988) menjelaskan bahwa protein yang dihidrolisis dengan enzim menghasilkan produk bertekstur yang integritas strukturnya mudah lepas bila dipanaskan. Hal ini merugikan bagi tekstur suatu produk yang ukuran molekulnya diperkecil. Protein dengan bobot molekul lebih rendah menghasilkan hasil ekstrusi dengan kualitas tekstur yang jelek bila bahan mengalami pemotongan mekanik secara berlebihan saat berada di dalam ulir atau cetakan. Kandungan lemak yang tinggi mengakibatkan pati membentuk ikatan kompleks dengan lemak sehingga dapat menghambat pati yang tergelatinisasi sehingga menurunkan nilai derajat gelatinisasi. Lemak akan membentuk suatu lapisan pada bagian luar granula pati dan sekaligus akan menghambat penetrasi air ke dalam granula. Penetrasi air yang lebih sedikit akan menghasilkan gelatinisasi yang rendah Collison (1968) dalam Polina (1995). Menurut Muchtadi et al. (1988) derajat gelatinisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran granula pati, rasio amilosa dan amilopektin dan komponenkomponen yang terdapat dalam bahan pangan seperti kadar air, gula, protein, lemak dan serat kasar. Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi yaitu : 1.Energi (gelatinisasi merupakan reaksi yang memerlukan panas atau reaksi endotermik), 2. Jumlah air yang ditambahkan saat proses (rasio antara air dan pati), 3. Waktu untuk

26 berlangsungnya reaksi dan 4. Gesekan yang dapat dihasilkan dari screw dengan bahan dan barel (Ahza, 1996 dalam Wulandari, 1997). Ukuran granula yang lebih besar dapat disebabkan oleh molekul-molekul air berpenetrasi masuk ke dalam granula sehingga terperangkap pada susunan amilosa dan amilopektin. Granula yang berukuran besar dapat meningkatkan derajat gelatinisasi karena lebih mudah untuk dipecah dengan adanya suhu pemanasan yang tinggi. Derajat Pengembangan Derajat pengembangan snack berhubungan dengan penampilan umum dan nilai ekonomis snack. Harper (1981) menyatakan bahwa derajat pengembangan akan menurun akibat adanya lemak dan amilosa yang membentuk suatu kompleks. Kandungan amilopektin yang lebih tinggi menyebabkan produk menjadi lebih mengembang, sedangkan produk dengan kandungan amilosa lebih dari 50% menyebabkan produk kurang mengembang. Peningkatan protein juga dapat menurunkan derajat pengembangan. Protein dapat membentuk matriks atau struktur saling silang melalui ikatan ionik dan kovalennya sehingga menurunkan derajat pengembangan snack. Kandungan lemak yang cukup tinggi akan mempengaruhi pengembangan dari produk. Lemak akan berikatan dengan molekul amilosa dan amilopektin sehingga produk yang seharusnya mengembang akan mengalami penghambatan dalam mengembang serta mengurangi kerenyahan. (Muchtadi et al., 1988). Terbentuknya asam lemak dan pati selama proses dapat bertambah dengan meningkatnya jumlah amilosa dalam pati (Mercier, 1980 dalam Artz et al., 1991). Struktur baru yang terbentuk ini dapat menghambat pengembangan produk ekstrusi. Mekanisme penghambatannya menurut Collison (1968) dalam Polina (1995) adalah lemak akan membentuk suatu lapisan pada bagian luar granula pati dan sekaligus akan menghambat penetrasi air ke dalam granula. Penetrasi air yang lebih sedikit akan menghasilkan gelatinisasi yang rendah. Pengaruh lemak sangat kompleks tergantung jenis lemak, jumlahnya keseimbangan hidrofilik-lipofilik dari bahan baku yang digunakan. Demikian pula bila lemak bersatu dengan ingredien lain berupa terbentuknya ikatan lemak-pati dan atau ikatan lemak-pati protein (Izzo dan Ho, 1989) juga akan mempengaruhi proses puffing, yaitu menurunkan ekspansi

27 produk (Mercier et al., 1975). Mekanisme pengembangan snack ekstrusi dapat dilihat pada Gambar 5. Ulir Die Pengintian Pengembangan Pengembangan Molekul Pati Molekul Pecah Gambar 4. Mekanisme Pengembangan Snack Ekstrusi Sumber: Harper, 1981 Mekanisme pengembangan produk ekstrusi yaitu adonan dalam ulir akan mengalami proses hidrasi, denaturasi dan proses melebur menjadi bahan kental yang terplastisasi. Hal ini terjadi karena adanya panas yang dialirkan melalui pelepasan energi mekanik dari perputaran ulir. Tekanan yang tinggi pada ekstruder menyebabkan produk dipaksa keluar melalui lubang die yang kecil, maka akan terjadi pengembangan produk (puffing). Pengembangan produk ditandai dengan mengembangnya molekul-molekul pati yang pecah akan menyebabkan penyusutan produk (Harper, 1981) Kekerasan Kekerasan snack berhubungan dengan derajat gelatinisasi, derajat pengembangan, indeks kelarutan air dan indeks penyerapan air. Derajat gelatinisasi pati yang semakin tinggi menyebabkan derajat pengembangan semakin tinggi, sehingga akan menurunkan kekerasan snack (Muchtadi et al., 1988). Menurunnya tingkat kekerasan pada snack yang dihasilkan disebabkan adanya bahan lain yaitu lemak. Lemak dapat membentuk suatu kompleks dengan amilosa yang dapat menurunkan derajat pengembangan, namun rasio lemak dan amilosa yang tinggi menyebabkan kekerasan menurun. Hal ini karena semakin banyak lemak yang tidak membentuk kompleks dengan amilosa. Lemak bebas yang tidak membentuk

28 kompleks dengan amilosa ini menyebabkan produk menjadi tidak keras (Harper, 1981). Indeks Kelarutan Air (IKA) dan Indeks Penyerapan Air (IPA) Indeks kelarutan air dan indeks penyerapan air juga mempengaruhi kekerasan snack. Indeks kelarutan air yang tinggi akan menurunkan kekerasan snack karena snack tersebut mudah hancur. Indeks kelarutan air juga dipengaruhi oleh kandungan protein jagung berupa zein yang memiliki sifat tidak mudah larut air (deman, 1997). Indeks penyerapan air merupakan jumlah air maksimum yang dapat diikat oleh produk snack ekstrusi. Indeks penyerapan snack pun dapat menurunkan kekerasan snack karena semakin banyak air diserap oleh snack maka snack akan semakin lunak. Indeks penyerapan air dapat berhubungan dengan derajat gelatinisasi. Derajat gelatinisasi yang meningkat dapat meningkatkan penyerapan air (Muchtadi et al., 1988). Gomez dan Munro (1979) menyatakan bahwa pati yang mengalami gelatinisasi memiliki kemampuan mempengaruhi penyerapan air yang sangat besar dan cepat. Peningkatan pati tergelatinisasi menyebabkan jumlah amilosa yang keluar juga semakin tinggi. Amilosa yang terdifusi dari strukturnya merupakan gugus pengikat air yang baik. Indeks penyerapan air akan menurun karena disebabkan oleh kandungan lemak dan protein yang semakin tinggi. Lemak tersebut dapat menghambat grup hidrofilik pada protein sehingga indeks penyerapan air akan menurun. Penilaian Sensori Penilaian sensori dengan menggunakan uji penerimaan adalah salah satu cara untuk mengetahui penerimaan dan penilaian panelis terhadap suatu produk. Panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya yaitu kesan yang berhubungan dengan kesukaan atau ketidaksukaan terhadap sifat sensorik atau kualitas yang dinilai. Jenis uji yang termasuk kelompok uji penerimaan ini yaitu uji kesukaan (hedonik) dan mutu hedonik (Soekarto, 1985). Uji kesukaan disebut juga uji hedonik. Pada uji hedonik Panelis diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan terhadap produk. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik, misalnya sangat suka, suka, agak suka, tidak suka dan sangat tidak suka. Skala hedonik dapat direntangkan atau

29 diciutkan menurut skala yang dikehendaki. Skala hedonik ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Adanya skala hedonik ini secara tidak langsung uji dapat digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan. Uji kesukaan umumnya menggunakan panelis yang tidak terlatih. Panelis yang diperlukan yaitu lebih dari 25 orang (Soekarto, 1985). Cita rasa bahan pangan terdiri dari tiga komponen yaitu: aroma, rasa dan rangsangan dalam mulut. Aroma atau bau menentukan kelezatan suatu bahan agar dapat diterima atau ditolak panelis. Aroma merupakan molekul gas yang dihirup oleh hidung sehingga dapat ditentukan bahan pangan tersebut enak (Winarno, 1992). Rasa merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan penerimaan atau penolakan suatu bahan pangan oleh panelis. Rasa dapat dinilai sebagai tanggapan terhadap rangsangan yang berasal dari cairan kimia dalam suatu bahan pangan pada lidah yang memberi kesan manis, pahit, asam dan asin (Soekarto, 1990). Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa lain. Penilaian mutu makanan bergantung dari cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya. Secara penglihatan faktor warna akan lebih dulu dipertimbangkan dan ditentukan (Winarno, 1992). Warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan (deman, 1997). Penilaian warna suatu makanan melibatkan organ mata dan objek (makanan) yang merefleksikan cahaya (Lyon dan Lyon, 2001). Uji mutu hedonik adalah uji hedonik yang lebih spesifik untuk suatu jenis mutu tertentu. Tujuan dari uji mutu hedonik adalah ingin mengetahui respon terhadap sifat-sifat produk yang lebih spesifik. Skala hedonik pada uji mutu hedonik sesuai dengan tingkat mutu hedonik. Data penilaian pada uji mutu hedonik dapat ditransformasi dalam skala numerik dan selanjutnya dapat dianalisis statistik untuk interpretasinya (Soekarto, 1985).

30 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan (April 2009 Juni 2009) di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Laboratorium pengolahan pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium SEAFAST (South East Asia Food and Agriculture Study) Center Institut Pertanian Bogor. Materi Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah potongan leher ayam pedaging, grits jagung Varietas P-21, gula, garam, lada, bubuk bawang putih. Bahan untuk uji sifat fisik adalah aquadest, HCl 0.5 M, NaOH 10 M, Iodium, dan snack. Bahan untuk penilaian organoleptik yaitu plastik LDPE (low density polyethylene), kertas label, format uji dan air minum. Alat Peralatan yang digunakan dalam pembuatan TDTLA Pedaging dan snack ekstrusi adalah pisau, panci tekan, alat penggiling, alat pencacah, nampan, loyang, food processor, panci, oven listrik, penjepit, ayakan 60 mesh, timbangan analitik, extruder ulir tunggal, alat penyeragam grits. Alat-alat yang digunakan untuk analisis fisik adalah jangka sorong, rheoner, alat sentrifuse, waring blender, vibrator, cawan, oven, tabung, dan timbangan digital. Peralatan untuk penilaian organoleptik yaitu piring kertas, gunting dan gelas. Rancangan Model dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap. Penelitian ini dikerjakan dengan 4 taraf perlakuan dengan penambahan TDTLA Pedaging yaitu 0%,10%, 20%, 30% dari jumlah grits jagung (F1,F2,F3 dan F4) dengan 3 kali ulangan. Model analisis data menurut Steel dan Torrie (1995), sebagai berikut:

31 Yij = μ + αi + εij Keterangan: Yij = Respon percobaan karena pengaruh perlakuan penambahan daging-tulang leher ayam pada taraf ke-i, ulangan ke-j. μ = rataan umum dari peubah yang diamati. αi = taraf ke-i perlakuan penambahan tepung daging-tulang leher ayam pedaging ke εij = pengaruh kesalahan percobaan karena pengaruh perlakuan ke-i ulangan ke-j i = 0; 10; 20; 30 ; j = 1, 2, dan 3 Data sifat fisik yang diperoleh selanjutnya disusun tabulasi. Data kemudian dilakukan uji asumsi yaitu uji kehomogenen ragam, kenormalan data dan kebebasan galat menggunakan software Minitab 14. Data yang memenuhi asumsi diolah menggunakan uji parametrik yaitu analisis keragaman (ANOVA). Hasil analisis yang menunjukkan ada perbedaan, dilakukan uji Tukey untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan pengaruh yang berbeda dengan menggunakan software Statistix 8. Data yang tidak memenuhi asumsi diuji dengan uji non parametrik yaitu uji Kruskal Wallis. Uji statistik yang digunakan untuk uji organoleptik adalah uji Kruskal-Wallis. Data diolah menggunakan software Minitab 14. Persamaan statistik non parametrik Kruskal Wallis yaitu : H = 12/N(N+1) x Σ Ri 2 /Ni 3 (N+1) Keterangan : Ri = Jumlah ranking dalam perlakuan ke-i Ni = Jumlah pengamatan dalam perlakuan ke-i N = Jumlah Total Pengamatan Uji Lanjut yang digunakan yaitu uji beda rataan ranking menurut Hollander dan Wolfe (1973). Rumus yang digunakan adalah : Ri-Rj Zα (K(N+1)/6) 0.5 Keterangan : Ri = Rataan ranking pada perlakuan ke-i Ni = Rataan ranking pada perlakuan ke-j Zα = nilai Z untuk pembanding lebih dari 2 rata-rata (0.05 dan 0.01)

32 N K = Jumlah total pengamatan (Σpanelis x Σsampel) = Jumlah taraf dalam perlakuan Jika nilai Ri-Rj Zα (K(N+1)/6) 0,5 maka perlakuan Ri dan Rj dikatakan berbeda pada taraf α. Peubah Peubah yang diamati meliputi sifat fisik dan sensori dari snack ekstrusi dengan penambahan tepung daging-tulang leher ayam pedaging yaitu 0%; 10%; 20%, 30% dari jumlah grits jagung. Sifat fisik yang diamati meliputi derajat gelatinisasi, indeks penyerapan air (IPA), derajat pengembangan, dan kekerasan, sedangkan untuk penilaian sensori yang dilakukan adalah uji hedonik terhadap kelengketan, rasa, warna, aroma dan kerenyahan snack. Derajat Gelatinisasi (Metode Spektrofotometer) (Muchtadi et al., 1988). Persiapan contoh dilakukan dengan menghaluskan produk sampai 60 mesh, ditimbang sebanyak satu gram dan didispersikan dalam 100 ml air dalam waring blender selama satu menit. Suspensi ini kemudian disentrifuse pada suhu ruang selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan diambil 0,5 ml secara duplo, lalu masing-masing ditambah 0,5 ml HCl 0,5 M dan dijadikan 10 ml dengan aquades. Salah satu tabung duplo tersebut ditambah 0.1 ml larutan iodium, kemudian contoh diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm. Suspensi lain disiapkan dengan cara mendispersikan satu gram produk yang sudah dihaluskan pada 95 ml air dan ditambah 5 ml NaOH 10 M. Suspensi dikocok selama lima menit lalu disentrifuse (suhu ruang, 15 menit) kecepatan 3500 rpm. Supernatan diambil 0,5 ml secara duplo, lalu masing-masing ditambah 0,5 ml HCl dan dijadikan 10 ml aquades. Salah satu tabung duplo tersebut ditambah 0,1 ml larutan iodium. Contoh diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm. Pengamatan dilakukan sebagai berikut : 1) Larutan yang ditambah HCl, sebagi blanko (standar) larutan pati yang tergelatinisasi. 2) Larutan bahan yang ditambah HCl dan larutan iodium, sebagai larutan pati yang tergelatinisasi.

33 3) Larutan bahan ditambah NaOH dan HCl sebagai larutan standar untuk total pati dalam bahan makanan. 4) Larutan ditambah NaOH, HCl dan Iodium dihitungsebagai larutan total pati dalam bahan makanan. Derajat gelatinisasi dihitung dengan rumus : A1 Derajat gelatinisasi (%) = x 100% A2 A1= nilai Absorbansi pati tergelatinisasi A2= nilai Absorbansi dari total pati Indeks Penyerapan Air (IPA) (Modifikasi Anderson et al., 1984 yang disitir oleh Melianawati,1998). Tiga gram sampel dalam bentuk tepung dengan ukuran 60 mesh dimasukkan ke dalam tabung sentrifus. Kemudian ditambahkan 30 ml aquades dan diaduk dengan menggunakan vibrator sampai semua bahan terdispersi merata. Selanjutnya tabung di sentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang diperoleh dituang ke wadah lain, sedangkan tabung sentrifuse bersama residunya dipanaskan dalam oven. Tabung diletakkan dengan posisi miring (25 o ) dan oven diatur pada suhu 50 o C selama 25 menit, akhirnya tabung sentrifuse ditimbang untuk menentukan berat residunya. Indeks absorbansi air ditentukan dengan rumus: IPA (ml/g) = Berat tabung dan residu setelah dioven- berat tabung dan sampel awal berat contoh Indeks Kelarutan Air ditentukan dengan persamaan : IKA (g/ml) = Berat cawan setelah dikeringkan dengan oven berat cawan 2 ml Derajat Pengembangan (Zullicherm,1975 yang disitir oleh Lingko et al., 1981) diameter produk (mm) Derajat Pengembangan (%) = x 100% diameter ekstruder(mm)

34 Pengukuran diameter produk dilakukan sebanyak 6 kali ulangan dengan menggunakan jangka sorong. Kekerasan. Kekerasan snack diukur dengan menggunakan Rheoner RE 3305 dengan probe berbentuk silindris berdiameter 3 mm terhadap tiga buah snack untuk setiap ulangan. Prinsip pengukuran tekstur bahan pangan adalah dengan besaran tertentu, profil tekstur bahan pangan dapat diukur. Sebelum melakukan pengukuran, alat diatur sesuai dengan bahan yang akan diuji, lalu probe dipasang. Sampel diletakkan pada posisi horizontal dengan arah pergerakan probe, lalu tombol start ditekan untuk memulai pengujian. Evaluasi hasil pengukuran dilakukan dengan membaca grafik pada recorder dalam satuan gram force (gf). Pengukuran dilakukan dengan sensitivitas voltage IV (Stadia penuh 50gf,), test speed 1 mm/s, dan chart speed 40 mm/menit. Penilaian Sensori (Soekarto, 1985). Penilaian sensori dilakukan dengan menggunakan uji hedonik dan uji mutu hedonik. Pada pelaksanaan uji hedonik panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya mengenai kesukaan/ ketidaksukaan tanpa membandingkan antar sampel pada uji hedonik. Parameter produk snack ekstrusi yang diujikan meliputi rasa, warna, kerenyahan, kelengketan dan aroma. Uji Hedonik (Soekarto, 1990). Uji hedonik merupakan uji tingkat kesukaan panelis. Panelis yang digunakan dalam uji ini adalah panelis tidak terlatih sebanyak 50 orang. Uji hedonik ini dilakukan terhadap rasa, warna, kerenyahan, kelengketan dan aroma. Uji hedonik dinilai dengan menggunakan skor 1-5. Skor kesukaan mulai dari nilai (1) sangat tidak suka; (2) tidak suka; (3) agak suka; (4) suka; (5) sangat suka dengan parameter yang diuji meliputi rasa, warna, kerenyahan, kelengketan dan aroma. Data yang diperoleh sudah dalam skala numerik, lalu ditabulasikan dicari rata-rata setiap sampelnya kemudian diuji asumsi, karena data yang diperoleh tidak memenuhi asumsi sehingga data termasuk non parametrik dan dihitung dengan uji Kruskal- Wallis, uji lanjut yang digunakan adalah uji beda rataan ranking menurut Hollander dan Wolfe (1973).

35 Uji Mutu Hedonik. Penilaian mutu hedonik snack, diukur dengan menggunakan uji skoring. Uji ini meliputi uji rasa enak, warna kuning, aroma, kerenyahan dan kelengketan. Panelis yang digunakan dalam uji ini adalah panelis agak terlatih sebanyak 30 orang terdiri dari 17 orang laki-laki dan 13 orang perempuan. Sebelum pelaksanaan uji dilakukan pengarahan dan penjelasan cara mengamati warna, rasa, aroma, kerenyahan dan kelengketan. Skala uji mutu hedonik yang digunakan adalah Angka 1 menunjukkan rasa tidak enak, warna tidak kuning, tidak renyah, tidak beraroma ayam, tidak lengket di mulut. Angka 10 menunjukkan rasa sangat enak, warna sangat kuning, sangat renyah, aroma ayam sangat kuat, sangat lengket di mulut. Data yang diperoleh sudah dalam skala numerik, lalu ditabulasikan dicari rata-rata setiap sampelnya kemudian diuji asumsi, karena data yang diperoleh tidak memenuhi asumsi sehingga data termasuk non parametrik dan dihitung dengan uji Kruskal-Wallis, uji lanjut yang digunakan adalah uji beda rataan ranking menurut Hollander dan Wolfe (1973). Prosedur Penelitian terdiri dari dua tahap. Penelitian tahap pertama meliputi pembuatan TDTLA Pedaging dan penggilingan grits jagung. Penelitian tahap kedua yaitu pembuatan snack ekstrusi berbahan dasar grits jagung dengan perlakuan berupa penambahan TDTLA Pedaging dengan empat taraf perlakuan berbeda yaitu 0%, 10%, 20% dan 30% dari grits jagung. Penelitian Tahap Pertama Pembuatan TDTLA Pedaging. Pembuatan TDTLA Pedaging dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu tahap pengumpulan, pembersihan, pelunakan, penggilingan basah, pengeringan dan penggilingan kering dan pengayakan sehingga didapat tepung daging tulang leher ayam dengan ukuran 60 mesh.

36 Gambar 5. Bagan Pembuatan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging (Modifikasi Hardianto,2002) Gambar 6. Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging Penelitian Tahap Kedua Pembuatan Snack Ekstrusi. Grits jagung P-21 yang diperoleh dari Seafast masih kasar dan tidak seragam ukurannya sehingga dapat menghambat aliran snack dalam ulir ekstruder dan mengganggu pengembangan snack, oleh karena itu dilakukan penggilingan grits jagung yaitu Butiran jagung dimasukkan terlebih dahulu ke dalam

37 plastik untuk memudahkan pemasukan ke dalam grits mill. Saringan dalam grits mill diatur yaitu menggunakan saringan yang berukuran 20 mesh. Jagung dimasukkan ke dalam grits mill dan akan keluar melalui die dalam bentuk grits. Alat yang digunakan untuk membuat grits mill adalah grits mill Gansons, Bombay, India sehingga diperoleh ukuran yang lebih kecil (20 mesh) dan seragam. Bahan untuk snack ekstrusi berupa grits jagung, tepung daging-tulang leher ayam pedaging, garam. Bahan-bahan ini dicampur sesuai dengan formula yang telah ditentukan dimasukkan ke dalam alat extruder. Agar adonan tidak lengket, pada ulir ekstruder diberikan sedikit minyak goreng. Bahan sesuai Formulasi (grits jagung, TDTLA, garam) Pencampuran adonan Extruder dipanaskan o C Pemasukan bahan ke feed Snack ekstrusi Gambar 7. Diagram Alir Proses Pembuatan Snack Ekstrusi Snack ekstrusi dengan penambahan TDTLA Pedaging di bandingkan dengan snack komersial yaitu Cheetos dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Snack Ekstrusi dengan Penambahan TDTLA Pedaging dan Snack Cheetos

38 Grits jagung, TDTLA, dan garam dicampurkan sesuai dengan formula. Ada empat formula yang diuji yaitu F1 sebagai kontrol dimana tidak ditambahkan tepung daging tulang leher ayam atau kandungan TDTLA 0% dari jumlah grits, F2 penambahan TDTLA sebanyak 10% dari jumlah grits, F3 penambahan TDTLA sebanyak 20% dari jumlah grits dan F4 penambahan TDTLA sebanyak 30% dari jumlah grits. Formula lengkap dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Formulasi Snack Ekstrusi dari Grits Jagung dengan Penambahan Tepung Tulang Leher Ayam Bahan yang digunakan F1 g % F2 g % F3 g % F4 g % Grits Jagung (g) , , , ,03 TDTLA(g) , , ,81 Garam (g) , , ,16 Total

39 TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang sama. Rendemen tepung daging-tulang leher ayam yang diperoleh pada penelitian ini adalah 21,35 %. Hasil analisis kandungan gizi tepung daging-tulang leher ayam pedaging menunjukkan bahwa tepung tersebut memiliki kandungan protein sebesar 56,08 % dan lemak sebesar 18,31 %. Kandungan gizi tepung daging-tulang leher ayam pedaging yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging Komposisi Kadar 1) SNI Tepung Ikan 2) Air 6,92 < 10 Lemak 18,31 < 8 Protein 56,08 > 65 Abu 17,30 < 20 Kalsium 6,24 2,5-5,0 Fosfor 1,36 1,6-3,2 Karbohidrat 1,39 < 1,5 Sumber : 1) Fathirunnisa (2009) 2) Dewan Standarisasi Nasional Berdasarkan Tabel 5, selain memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, tepung daging-tulang leher ayam juga memiliki peluang sebagai sumber mineral kalsium dan fosfor. Daging-tulang leher ayam dapat memberikan peranan dalam meningkatkan nilai gizi produk pangan melalui kandungan protein dan mineral yang terkandung di dalamnya. Suatu hal yang perlu diperhatikan yaitu tingginya kandungan protein dapat menyebabkan derajat gelatinisasi pati rendah sehingga pengembangan snack menjadi rendah atau tidak mengembang (Muchtadi et al., 1988). Protein yang dihidrolisis dengan enzim akan menghasilkan produk bertekstur yang integritas strukturnya mudah lepas bila dipanaskan. Hal tersebut menunjukkan adanya efek yang merugikan bagi tekstur suatu produk yang ukuran molekulnya

40 diperkecil. Selama proses ekstrusi, granula pati pecah dan mengalami gelatinisasi. Penambahan air selama proses mengakibatkan partikel pati membengkak dan kehilangan kekompakan ikatan yaitu sebagian dari amilosa berdifusi ke luar disebabkan oleh pengaruh panas. Peningkatan konsentrasi protein akan memperbanyak ikatan silang dengan molekul amilosa dan amilopektin sehingga pati yang tergelatinisasi rendah. Berdasarkan Tabel 5. kadar protein tepung daging tulang leher ayam masih di bawah persyaratan SNI yaitu kurang dari 65%. Penelitian Tahap Kedua Penelitian tahap kedua dimulai dengan pembuatan snack ekstrusi dengan perlakuan penambahan TDTLA Pedaging sebanyak 0%, 10%, 20% dan 30% dari jumlah grits jagung (F1, F2, F3 dan F4) selanjutnya dilakukan pengujian sifat fisik. Sifat Fisik Snack Ekstrusi Penelitian tahap kedua dilakukan pengujian sifat fisik produk snack ekstrusi dengan penambahan tepung tulang leher ayam meliputi derajat gelatinisasi, derajat pengembangan, indeks penyerapan air, indeks kelarutan air dan kekerasan. Sebagai pembanding digunakan snack yang ada di pasaran dan sudah diterima oleh konsumen secara luas (Cheetos) dengan sifat fisik seperti yang tertera pada Tabel 7. Tabel 7. Sifat Fisik Snack Cheetos Sifat Fisik Snack Cheetos Rataan dan Standard Deviasi Derajat Gelatinisasi (%) 59,029 ± 0,29 Kekerasan (gf) 1375 ± 139,19 Indeks Kelarutan Air (g/ml) 0,02 ± 0,00 Indeks Penyerapan Air (ml/g) 3,78 ± 0,08 Sumber: Pitriawati,2008 Hasil analisis sifat fisik produk snack ekstrusi dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Sifat Fisik Produk Snack Ekstrusi Peubah Perlakuan F1 F2 F3 F4 Derajat Gelatinisasi (%) 173,33± 7,76 b 131,67±6,05 a 113,43±16,72 a 107,21±7,56 a Kekerasan (gf) 290,28±38,98 a 741,94±114,63 b 1293,06±80,03 d 1013,33±57,93 c Derajat Pengembangan(%) 315,07±17,09 b 206,60±7,43 ab 116,09±2,76 ab 110,17±6,01 a Indeks Kelarutan Air (g/ml) 0,03± 0,00 c 0,023± 0,00 b 0,015± 0,00 ab 0,011± 0,00 a Indeks Penyerapan Air (ml/g) 4,46± 1,05 4,39± 0,29 4,55± 0,11 4,71±0,15 Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

41 Derajat Gelatinisasi. Menurut Wooton et al., (1971) Derajat gelatinisasi merupakan rasio antara pati yang tergelatinisasi dengan total pati. Derajat gelatinisasi perlu diketahui karena gelatinisasi adalah proses penting yang terjadi pada pati saat diekstrusi. Hasil derajat gelatinisasi snack berkisar antara 107,21% sampai 173,33%. Analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang leher ayam berpengaruh nyata terhadap derajat gelatinisasi produk ekstrusi (P<0,05). Uji Tukey menunjukkan bahwa F2 F4 menghasilkan derajat gelatinisasi yang lebih kecil dan berbeda nyata dengan tanpa penambahan TDTLA Pedaging (F1). Penambahan tepung daging tulang leher ayam pedaging menurunkan derajat gelatinisasi produk snack ekstrusi. Penambahan tepung daging tulang leher ayam dapat meningkatkan nilai kadar protein dan lemak sehingga lemak akan diselubungi butiran pati (kompleks amilosa-lipid) dan menghambat jumlah air yang diserap oleh pati, dengan demikian nilai derajat gelatinisasi semakin kecil atau menurun (Harper, 1981). Dalam hal ini lemak akan membentuk suatu lapisan pada bagian luar granula pati dan sekaligus akan menghambat penetrasi air ke dalam granula. Penetrasi air yang lebih sedikit menghasilkan gelatinisasi yang rendah (Collison,1968 dalam Polina, 1995). Menurut Harper (1981) molekul-molekul besar protein yang terbuka akibat perlakuan panas akan membentuk suatu jaringan yang kompak. Jaringan yang kompak tersebut berupa matriks seperti serat matriks tersebut akan menghambat penetrasi panas dan air ke dalam pati (Noguchi et. al., 1981) Derajat gelatinisasi produk snack ekstrusi hasil penelitian sebesar 131,41% lebih besar dibandingkan dengan derajat gelatinisasi snack ekstrusi komersial Chetoos (59,03%). Kekerasan. Kekerasan adalah salah satu kriteria mutu yang selalu diperhatikan oleh konsumen. Pengukuran kekerasan dengan menggunakan rheoner menunjukkan bahwa nilai kekerasan produk snack ekstrusi hasil penelitian sebesar 290,28 gram force (gf). Semakin tinggi nilai kekerasan maka semakin keras teksturnya dan bersifat kurang renyah bila dibandingkan dengan produk yang memiliki kekerasan yang lebih rendah. Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung tulang leher ayam berpengaruh nyata terhadap nilai kekerasan (P<0,05). Penambahan TDTLA Pedaging pada F2-F4 menghasilkan kekerasan snack yang lebih besar dan

42 berbeda nyata dengan nilai kekerasan produk snack ekstrusi tanpa penambahan TDTLA Pedaging. Kekerasan snack berhubungan dengan derajat gelatinisasi, derajat pengembangan, indeks kelarutan air dan indeks penyerapan air. Indeks kelarutan air yang tinggi akan menurunkan kekerasan snack sehingga snack menjadi mudah hancur (tidak keras). Derajat gelatinisasi yang tinggi menyebabkan derajat pengembangan tinggi, sehingga akan menurunkan kekerasan (Muchtadi et al., 1988) namun pada produk snack yang ditambah tepung tulang leher ayam derajat gelatinisasi pati yang rendah sehingga derajat pengembangan rendah dan kekerasan pun menjadi tinggi. Hal ini disebabkan oleh lemak yang ada pada tepung tulang leher ayam. Lemak akan membentuk suatu lapisan pada bagian luar granula pati dan sekaligus akan menghambat penetrasi air ke dalam granula. Menurut Collison (1968) dalam Polina (1995), penetrasi air yang lebih sedikit akan menghasilkan gelatinisasi yang rendah sehingga produk menjadi keras dikarenakan banyaknya lemak yang berikatan dengan amilosa sehingga lemak bebas yang tidak membentuk kompleks sedikit. Derajat Pengembangan. Derajat pengembangan snack berkaitan dengan aspek ekonomis dan penampilan umum snack. Nilai derajat pengembangan produk pada snack ekstrusi dengan penambahan TDTLA berkisar antara 110,17 % sampai 315,07%. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang leher ayam berpengaruh nyata terhadap derajat pengembangan (P<0,05). Hasil uji perbandingan rataan ranking menunjukkan bahwa derajat pengembangan pada F1 berbeda nyata terhadap derajat pengembangan pada F2 F4 dan penambahan tepung tulang leher ayam dengan konsentrasi 10-30% menyebabkan derajat pengembangan yang lebih rendah. Derajat pengembangan dipengaruhi oleh jumlah pati yang terdapat dalam bahan baku. Jumlah pati erat hubungannya dengan jumlah pati yang tergelatinisasi. Besar kecilnya derajat pengembangan produk ekstrusi ditentukan oleh banyak sedikitnya pati yang tergelatinisasi (Harper, 1981). Derajat pengembangan cenderung mengalami penurunan seiring dengan peningkatan konsentrasi tepung tulang leher ayam. Hal tersebut disebabkan kadar lemak dan protein yang meningkat. Lemak yang bersifat nonpolar dapat membentuk kompleks heliks dengan amilosa di

43 dalam pati sehingga menghambat pengembangan granula dan menurunkan derajat pengembangan (Harper, 1981) dan dapat menurunkan kekuatan dari gesekan yang dapat dihasilkan dari screw dengan bahan dan barel (Wianecki, 2007) Terbentuknya asam lemak dan pati selama proses dapat menghambat pengembangan produk ekstrusi. Mekanisme penghambatannya menurut Collison (1968) dalam Polina (1995) adalah lemak akan membentuk suatu lapisan pada bagian luar granula pati dan sekaligus akan menghambat penetrasi air ke dalam granula. Penetrasi air yang lebih sedikit akan menghasilkan gelatinisasi yang rendah. Pengaruh lemak sangat kompleks tergantung jenis lemak, jumlahnya keseimbangan hidrofilik-lipofilik dari bahan baku yang digunakan, demikian pula bila lemak bersatu dengan ingredien lain berupa terbentuknya ikatan lemak-pati dan atau ikatan lemak-pati protein (Izzo dan Ho, 1989) juga akan mempengaruhi proses puffing, yaitu menurunkan ekspansi produk (Mercier et. al., 1975). Indeks Kelarutan Air. Indeks kelarutan air menunjukkan jumlah partikel yang dapat larut dalam air. Indeks kelarutan air produk snack ekstrusi (F1-F4) berkisar antara 0,011 g/ml sampai 0,031 g/ml. Analisis ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan indeks kelarutan air pada produk snack ekstrusi dipengaruhi secara nyata (P<0,05) oleh penambahan tepung tulang leher ayam. Menurunnya indeks kelarutan air pada snack ekstrusi dengan penambahan tepung tulang leher ayam karena kandungan protein dari tepung daging tulang leher ayam pedaging (TDTLA Pedaging) yang ditambahkan cukup tinggi. Adanya suhu dan tekanan yang tinggi dalam ekstruder mengakibatkan ikatan intramolekul pada protein pecah sehingga protein terdenaturasi (Anonymous, 1993). Denaturasi protein adalah modifikasi konformasi struktur, tersier dan kuartener. Denaturasi merupakan fenomena terbentuknya konformasi baru dari struktur yang telah ada. Denaturasi protein mengakibatkan turunnya kelarutan (Fennema, 1985). Pati, protein dan lemak setelah proses ekstrusi juga akan terdegradasi menjadi molekul-molekul yang lebih kecil sehingga lebih mudah larut. Amilopektin akan mengalami degradasi yang paling besar selama proses ekstrusi. Semakin banyak molekul-molekul kecil akan berpengaruh dalam kelarutan air (Melianawati, 1998). Indeks kelarutan air snack dengan penambahan tepung tulang leher ayam pada taraf 10% memiliki nilai lebih

44 tinggi dibandingkan dengan indeks kelarutan air pada snack ekstrusi komersial Cheetos (0,02 g/ml). Indeks Penyerapan Air (IPA). Indeks penyerapan air adalah jumlah air maksimum yang dapat diikat oleh produk snack ekstrusi. Indeks penyerapan air dapat mempengaruhi kelengketan snack yang akhirnya akan mempengaruhi penilaian konsumen. Indeks penyerapan air pada produk snack ekstrusi dengan penambahan tepung tulang leher ayam berkisar antara 4,39 ml/gram sampai 4,71 ml/gram. Data dari indeks penyerapan air diolah dengan menggunakan uji Kruskal Wallis, karena data ini tidak memenuhi asumsi yaitu galat tidak bebas dan tidak menyebar normal. Penambahan tepung tulang leher ayam pedaging tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap indeks penyerapan air. Hasil dari IPA menunjukkan bahwa rataan umum dari indeks penyerapan air produk snack ekstrusi adalah 4,53. Nilai tersebut menunjukkan bahwa air sebanyak 4,53 ml dapat diserap oleh 1 gram produk. Nilai indeks penyerapan air pada berbagai konsentrasi produk snack ekstrusi hasil penelitian berkisar antara 4,39 sampai 4,71. Kandungan amilosa dan amilopektin berhubungan dengan daya serap air (daya rehidrasi). Daya rehidrasi produk-produk berpati sangat ditentukan oleh kandungan amilosanya (Kearsley dan Dziedzic, 1995) kandungan amilosa berkaitan dengan jumlah gugus-gugus hidrofilik yang memiliki kemampuan menyerap air lebih besar. Penambahan TDTLA Pedaging tidak berpengaruh terhadap nilai indeks penyerapan air karena jumlah grits jagung yang digunakan pada produk snack ekstrusi jumlahnya sama pada semua perlakuan sehingga kandungan amilosa dan amilopektin yang terkait erat dengan daya serap air jumlahnya juga sama.

45 Penilaian Sensori Metode uji sensori yang digunakan pada penelitian ini adalah uji hedonik dan uji mutu hedonik (uji skoring). Hasil penilaian sensori dengan uji hedonik dan uji mutu hedonik dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10. Tabel 9. Hasil Uji Hedonik terhadap Produk Snack Ekstrusi Peubah Perlakuan F1 F2 F3 F4 Warna 3,52±0,73 c 2,96±0,73 b 2,78±0,71 ba 2,42±0,64 a Aroma 3,32±0,82 b 2,80±0,78 a 2,82±0,89 ab 2,64±0,80 a Rasa 3,06±0,79 2,76±0,71 2,90±0,86 2,84±0,91 Kerenyahan 3,36±0,80 c 2,94±0,89 bc 2,38±0,88 a 2,60±1,01 ab Kelengketan 3,50±0,73 c 2,98±0,79 b 2,48±0.84 ba 2,36±0,92 a Keterangan:1) Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) 2) 1 = sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak suka, 4= suka, 5= sangat suka Tabel 10. Hasil Uji Mutu Hedonik terhadap Produk Snack Ekstrusi Peubah Perlakuan F1 F2 F3 F4 Warna Kuning 5,67±2,11 b 4,13±1,67 ab 3,83±1,88 a 3,20±2,07 a Aroma Ayam 3,97±1,81 4,43±1,75 4,76±2,18 5,10±2,59 Rasa Enak 5,43±1,92 4,88±1,87 5,00 ±1,96 4,68±1,96 Kerenyahan 6,36±2,12 b 5,20±1,88 ab 4,00±1,91 a 4,30±2,33 a Kelengketan 4,80±2,01 a 6,20±1,73 ab 7,63±1,88 bc 7,67±1,91 c Keterangan: 1) Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) 2) Angka 1 menunjukkan warna tidak kuning (mengarah ke warna coklat), tidak aroma ayam, rasa tidak enak, tidak renyah, lengket di mulut dan gigi. Angka 10 menunjukkan warna sangat kuning, aroma ayam sangat kuat, rasa sangat enak, sangat renyah, sangat tidak lengket di mulut dan gigi. Warna. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis kesukaan panelis terhadap warna produk snack ekstrusi dipengaruhi secara nyata (P< 0,05) oleh perlakuan penambahan TDTLA Pedaging. Warna yang lebih kuning pada produk snack ekstrusi tanpa penambahan TDTLA Pedaging lebih disukai dari pada produk snack ekstrusi dengan penambahan TDTLA Pedaging. Produk snack ekstrusi tanpa penambahan TDTLA Pedaging (F1) mempunyai tingkat kesukaan sebesar 3,52 yang berarti panelis suka sedangkan adanya penambahan TDTLA Pedaging 10-30% hanya menghasilkan tingkat kesukaan antara 2,42-2,96 yang berarti pada kisaran antara tidak suka untuk F4 dan agak suka untuk F2 dan F3. Hasil penilaian mutu hedonik dengan uji skoring terhadap warna kuning produk snack ekstrusi menunjukkan warna yang semakin gelap (kecoklatan) seiring

46 dengan peningkatan penambahan TDTLA Pedaging pada taraf 20-30% (F3-F4). Penambahan TDTLA Pedaging menghasilkan tingkat warna tidak kuning (lebih mengarah ke coklat), sedangkan penambahan pada taraf 10% (F2) menghasilkan tingkat warna yang agak kuning dan tanpa penambahan TDTLA Pedaging berwarna kuning. Panelis lebih menyukai warna snack yang berwarna kuning dibandingkan snack yang berwarna kecoklatan (tidak berwarna kuning). Warna kuning lebih menarik sedangkan warna kecoklatan kurang disukai karena warnanya gelap dan mirip dengan pelet makanan ternak. Peningkatan jumlah TDTLA Pedaging menyebabkan warna kuning dari produk snack ekstrusi menjadi semakin berkurang dan mengarah ke coklat. Hal ini disebabkan karena TDTLA Pedaging yang ditambahkan berwarna coklat sehingga semakin banyak TDTLA Pedaging yang ditambahkan maka warnanya akan semakin coklat. Warna coklat dari produk snack ekstrusi dapat juga disebabkan oleh adanya reaksi Maillard yang merupakan reaksi pencoklatan non enzimatis yang terjadi karena adanya reaksi antara gula pereduksi dengan asam-asam amino (Winarno, 1992) 6.0 mutu hedonik warna y =-2,412 +2,267 x R2 =0, uji hedonikwarna Gambar 9. Grafik Hubungan Nilai Hedonik dan Mutu Hedonik dari Warna Produk Snack Ekstrusi

47 Tingkat kesukaan panelis terhadap warna snack ekstrusi dan mutu warna kuning ternyata berkorelasi positif secara linier dengan persamaan y = 2,412+2,267x. Semakin kuning warnanya semakin disukai panelis. Keragaman dari nilai mutu hedonik warna produk snack ekstrusi sebesar 98 % disebabkan oleh nilai hedonik terhadap warna produk snack ekstrusi yang sangat bervariasi. Aroma. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis diketahui bahwa kesukaan panelis terhadap aroma dipengaruhi secara nyata (P < 0,05) oleh perlakuan penambahan tepung daging tulang leher ayam pada produk snack ekstrusi. Tingkat kesukaan terhadap aroma produk snack ekstrusi berkisar antara 2,64 3,32 (agak suka). Produk dengan penambahan tepung tulang leher ayam pedaging pada konsentrasi 10-30% (F2-F4) mempunyai tingkat kesukaan yang sama dan lebih kecil, berbeda nyata dengan produk snack ekstrusi tanpa penambahan tepung tulang leher ayam 0% (F1). Hal tersebut dapat dikarenakan proses pemanasan menghasilkan aroma bau dari lemak, daging, dan tulang ayam yang membentuk bau dengan sensasi khas yang kurang disukai. Reaksi Maillard menghasilkan senyawa bau yang khas dan reaksi ini merupakan reaksi utama pembentuk flavour dan aroma pada berbagai jenis makanan. Menurut deman (1997) reaksi urai Stecker asam α- amino merupakan reaksi yang berperan dalam pembentukan senyawa bau-rasa. Senyawa dikarbonil yang terbentuk akan bereaksi dengan asam α- amino. Asam amino diubah menjadi aldehida dengan atom karbon yang kurang satu. 5.2 mutu hedonik aroma y = 8,915-1,502 x R2 = 0, hedonik aroma Gambar 10. Grafik Hubungan Nilai Hedonik dan Mutu Hedonik dari Aroma Produk Snack Ekstrusi

48 Dari Gambar 10 dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap aroma snack berkorelasi negatif dengan mutu aromanya. Semakin kuat aroma ayamnya semakin rendah nilai hedoniknya atau dengan perkataan lain, semakin tidak disukai. Grafik di atas menunjukkan bahwa nilai mutu hedonik aroma produk snack ekstrusi berkorelasi negatif dengan garis linear y = 8,915-1,502 x. Keragaman dari nilai mutu hedonik terhadap aroma produk snack ekstrusi sebesar 84 % disebabkan oleh nilai hedonik aroma produk snack ekstrusi yang sangat variatif. Penambahan TDTLA Pedaging dari 0-30 % (F1-F4) tidak berpengaruh terhadap aroma ayam (P>0,05). Tingkat aroma ayam pada produk snack ekstrusi sebesar 5,1 (ada sedikit aroma ayam). Bau-bauan atau aroma baru dapat dikenali apabila berbentuk uap dan moleku-molekul komponen aroma tesebut harus sempat menyentuh silia olfaktori. Adanya penerima (reseptor) khas dalam olfaktori akan menangkap molekul senyawa bau yang bentuk dan ukurannya cocok, sehingga timbul impuls yang menyatakan mutu aroma tersebut (Winarno, 1992). Campuran bau yang muncul akibat prosesing terhadap TDTLA pedaging bercampur dengan bau jagung ternyata menghasilkan aroma yang kurang disukai. Mungkin juga karena panelis kurang familiar dengan aroma tersebut. Rasa. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis diketahui bahwa kesukaan terhadap rasa tidak dipengaruhi secara nyata (P>0,05) oleh perlakuan penambahan tepung daging tulang leher ayam pada produk snack ekstrusi. Penambahan tepung tulang leher ayam pedaging pada taraf 20-30% (F2-F4) menghasilkan tingkat kesukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan tepung tulang leher ayam pada taraf 10% (F2), namun secara keseluruhan sama nilai kesukaan terhadap rasa pada produk snack ekstrusi yang paling tinggi adalah produk dengan tanpa penambahan TDTLA Pedaging (F1) yaitu sebesar 3,06±0,79 atau agak suka. Penambahan tepung tulang leher ayam pedaging tidak mempengaruhi rasa enak pada produk snack ekstrusi secara nyata (P>0,05). Nilai rasa enak paling tinggi terdapat pada produk snack ekstrusi tanpa penambahan tepung tulang leher ayam. Rasa produk snack ekstrusi berkisar antara agak enak (4,68) sampai enak (5,43). Walaupun nilai uji skoring menunjukkan snack tersebut enak tetapi uji hedonik menunjukkan tidak disukai oleh panelis. Hal ini berhubungan dengan rasa dari tepung tulang leher yang kurang enak dan agak amis. Ada dugaan sebagian

49 panelis tidak menyukai rasa dari produk tersebut karena sudah terpengaruh lebih dulu oleh bentuk dari produk snack ekstrusi yang menyerupai pellet makanan ternak terutama hasil F4 (TDTLA Pedaging 30%) sehingga mempengaruhi kesukaan panelis terhadap rasa produk snack ekstrusi. Kerenyahan. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang leher ayam pedaging pada produk snack ekstrusi berpengaruh nyata (P<0,05) pada kesukaan terhadap kerenyahan. Penambahan tepung tulang leher ayam pada taraf % (F2-F4) tingkat kesukaan terhadap kerenyahan yang lebih kecil dan pada taraf 20-30% (F3-F4) memiliki tingkat kesukaan yang sama dan berbeda dengan snack tanpa TDTLA Pedaging (F1) memiliki tingkat kesukaan yang lebih tinggi. kesukaan panelis terhadap kerenyahan snack berkisar 2,38 (tidak suka) 3,36 (agak suka). Uji Kruskal Wallis pada uji mutu hedonik terhadap kerenyahan juga menunjukkan penambahan tepung tulang leher ayam berpengaruh nyata terhadap kerenyahan. Peningkatan tepung tulang leher ayam mengakibatkan kecenderungan penurunan kerenyahan. Snack yang sudah dihasilkan secara umum memiliki tingkat mutu kerenyahan sebesar 4,97 ± 0,92 (agak renyah). Hal tersebut dikarenakan kandungan lemak yang ada pada tepung tulang leher ayam cukup tinggi sehingga menyebabkan produk ini tidak terlalu keras. 6.5 mutu hedonik kerenyahan y = -1, ,4 6 8 x R 2 = 0, h e d o n ik ke r e n y a h a n Gambar 11. Grafik Hubungan Nilai Hedonik dan Mutu Hedonik dari Kerenyahan Produk Snack Ekstrusi Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa kesukaan panelis terhadap kerenyahan snack dan uji mutu hedonik memiliki hubungan (berkorelasi) positif dengan mutu

50 kerenyahan. Semakin renyah semakin tinggi pula tingkat kesukaannya. Grafik di atas menunjukkan bahwa nilai hedonik dan mutu hedonik kerenyahan produk snack ekstrusi berkorelasi positif dengan garis linear y = 1,994+ 2,468 x. Keragaman dari nilai mutu hedonik kerenyahan produk snack ekstrusi sebesar 98 % disebabkan oleh nilai hedonik kerenyahan produk snack ekstrusi. Produk snack ekstrusi dengan penambahan tepung tulang leher ayam pada taraf 10% adalah produk ekstrusi dengan kerenyahan yang agak disukai karena produk agak renyah. Kebanyakan panelis menyukai tekstur snack yang renyah, karena bunyi yang ditimbulkan ketika mengunyah makanan yang renyah menghasilkan sensasi rasa menyenangkan,selain itu energi yang digunakan untuk mengunyah lebih kecil dibandingkan snack bertekstur keras. Kelengketan. Penambahan tepung daging tulang leher ayam mempengaruhi secara nyata kesukaan panelis terhadap kelengketan produk ekstrusi. Penambahan tepung tulang leher ayam pedaging taraf 10-30% (F2-F4) menghasilkan tingkat kesukaan yang sama dan lebih kecil dibandingkan snack tanpa penambahan TDTLA Pedaging 0% (F1) yang memiliki tingkat kesukaan yang tinggi. Penambahan tepung tulang leher ayam mempengaruhi secara nyata terhadap kelengketan (P<0.05). Kelengketan produk berhubungan dengan nilai indeks penyerapan air. IPA yang semakin rendah menyebabkan produk tidak lengket di mulut pada saat dikunyah. Hal tersebut terjadi karena gaya adhesi antara air liur dengan produk juga semakin rendah. Kelengketan produk berdasarkan penilaian panelis menunjukkan rataan umum 4,175 (agak lengket). Panelis lebih menyukai snack yang tidak lengket. Penambahan TDTLA Pedaging dapat mengurangi kelengketan dalam mulut namun tingkat kelengketannya masih cukup tinggi sehingga rata-rata panelis mengatakan tidak suka selain itu campuran TDTLA Pedaging pada snack ekstrusi menimbulkan rasa kering pada tenggorokan sehingga panelis kurang menyukai produk snack ekstrusi tersebut.

51 8.0 mutu hedonik kelengketan y = x R2 = 0, hedonik kelengketan Gambar 12. Grafik Hubungan Nilai Hedonik dan Mutu Hedonik dari Kelengketan Produk Snack Ekstrusi Kesukaan panelis terhadap kelengketan produk ketika dikunyah dalam mulut memiliki korelasi negatif dengan mutu kerenyahannya dengan persamaan y = 13,97-2,613 x. Keragaman dari nilai mutu hedonik kelengketan produk snack ekstrusi sebesar 99 % disebabkan oleh nilai hedonik kelengketan produk snack ekstrusi. Hal tersebut disebabkan oleh panelis kurang menyukai kelengketan dari produk snack ekstrusi yang menimbulkan rasa kering di dalam tenggorokan.

52 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penambahan TDTLA Pedaging pada formula snack ekstrusi menyebabkan penurunan derajat gelatinisasi, derajat pengembangan dan indeks kelarutan air, namun meningkatkan kekerasan produk snack ekstrusi. Penambahan TDTLA pedaging tidak berpengaruh terhadap Indeks penyerapan air. Sifat fisik snack secara umumnya belum memenuhi spesifikasi pasar namun nilai derajat gelatinisasinya sudah lebih baik dari snack yang ada dipasaran yang telah diterima oleh konsumen. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma, warna, rasa, kerenyahan dan kelengketan pada snack semakin menurun dengan penambahan konsentrasi tepung daging tulang leher ayam yaitu dari agak suka menjadi tidak suka. Peningkatan konsentrasi tepung daging tulang leher ayam menyebabkan warna kuning produk semakin berkurang dan lebih ke arah coklat, ada sedikit aroma ayam yaitu rasa agak enak, agak renyah dan tidak lengket di mulut. Saran Produk snack ekstrusi ini memerlukan perbaikan sifat fisik terutama untuk meningkatkan derajat pengembangan dan mutu sensorinya serta menurunkan kekerasan produk. Salah satu cara yaitu dengan perbaikan formula seperti penambahan bumbu untuk meningkatkan cita-rasa produk.

53 UCAPAN TERIMA KASIH Bismillahirrohmaanirrahim. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt, atas berkat rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini. Kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayang dan memberikan dukungan serta selalu berdoa untuk kesuksesan penulis. Kepada adik penulis tersayang Isnaeni dan Alif yang senantiasa memberikan motivasi dan selalu memberikan hiburan dikala penat, terima kasih atas semuanya, atas keceriaan dan atas kebersamaannya. Kepada Ir.Hotnida C.H Siregar, M.Si selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan nasehat dan motivasi kepada penulis. Terima kasih yang sedalamdalamnya penulis ucapkan kepada Ir.B.N. Polii,SU dan Zakiah Wulandari,S.TP., M.Si sebagai pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan perhatian, bimbingan, motivasi dan arahannya mulai dari penyusunan proposal hingga penyusunan tahap akhir penulisan skripsi, kepada Ir. Rini Herlina Mulyono, MSi yang telah memberikan bimbingan, arahan, konsultasi dan motivasi mengenai pengolahan data dan rancangan percobaan, kepada Prof.Dr.Ir. Cece Sumantri,M.Agr.Sc selaku dosen penguji seminar, kepada Ir. Hj.Komariah,MSi dan kepada Ir.Widya Hermana, MSi selaku dosen penguji sidang yang telah memberikan saran, nasehat, dan masukan untuk kesempurnaan dari skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman sepenelitian yaitu Amalia Fathirunnisa atas kerja sama, dukungan dan motivasinya, Pak Marto, Pak Junaedi yang telah membantu di Seafast selama masa penelitian, teman-teman seperjuangan IPTP 42 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, Nisa, Erven, Ewa, Fahri, Ibnu yang telah membantu penelitian ini dan teman-teman di kost Mafaza, penulis banyak mengucapkan terima kasih. Kepada Tantri Savitri terima kasih atas kekeluargaan dan kebersamaan yang telah terbina. Bogor, Desember 2009 Penulis

54 DAFTAR PUSTAKA Anonymous Encyclopaedia of Food Science, Food Technology and Nutrition. Edited by Macrae, R., Robinson, R.K. and Sadler, M.J. Academic Press Ltd. London. Arqiya, R Pembuatan kecap manis daging tulang leher ayam secara hidrolisa enzim bromelin. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Artz, W.E., Rao, S.K dan Sauer, R.M.Jr Lipid oxidation in extruded products during storage as affected by extrusion temperature and selected antioxidants. In Food Extrusion Science and Technology. Edited by Kokini, J.L., Ho, Chi- Tong, Karwe, M.V. New York. Badan Standardisasi Nasional SNI Makanan Ekstrudat. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Banks, W.,C.T. Greenwood, dan D.D. Muir The Structure of starch. Dalam : G.G. Beich dan L.F Green (Editors). Molecular Structure and Function of Food Carbohydrate. Applied Science, Publ.Ltd, London. Boyer, C. D. dan J. C. Shannon Carbohydrates of the kernel. Dalam: P. J. White dan L. A. Johnson (Editor). Corn: Chemistry and Technology. Second Edition. The American Assosiation of Cereal Chemist, Inc., Minnesota. Britannica Encyclopedia Inc Extruder. [25 Juni 2009] deman, J. M Kimia Makanan. Diterjemahkan oleh K. Padmawinata. Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung. Departemen Pertanian Pemantauan Ketersediaan dan Harga Pangan Dalam Menghadapi HBKN Tahun 2009/ module=detailberita&id=34. [ 29 Oktober 2009] Dziezak, J. D Single- and twin-screw extruders in food processing. Food Technology. 43(4): Eliasson, A-C. dan Gudmundsson Starch: Physicochemical and functional aspects. Dalam: A-C Eliasson (Editor). Carbohydrates in Food. Second Edition. CRC-Taylor and Francis Group, Boca Raton, Finlandia. Ensminger, M.E Animal Science. Interstate publishing,inc. Danville, Illions. Faridi, H Technology of cookie and cracker production. Dalam: H. Faridi (Editor). The Sciences of Cookie and Cracker Production. Chapman and Hall, New York. Fathirunnisa, A Sifat kimia dan daya cerna protein snack ekstrusi dengan penambahan tepung daging tulang leher ayam pedaging. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Fennema, O.R Food Chemistry.Marcel Dekker, Inc. New York.

55 Gomez, C.T. dan D.N. Munro Cereal, Roots and Other Starch- Based Products. Di dalam R. J. Priestley (ed): Effect of Heating on Food Stuff Applied Sci. Publisher Ltd., London. Hardianto,V Pembuatan tepung tulang rawan ayam pedaging menggunakan pengering drum dengan pemfaatan bahan pemutih. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Harper, J. M Extrusion of Foods I. CRC Press, Inc., Boca Raton. Hollander,M.dan D.A. Wolfe Nonparametric Statistical Methods. John Wiley and Sons,New York. Holm, J., I. Lundquist, I. Bjorck, A-C Eliasson dan N-G Asp Degree of starch gelatinization, digestion rate of starch in vitro and metabolic response in rats. Am J. Clin. Nutr. 47: Hoseney, R. C Principles of Cereal Science and Technology. American Association of Cereal Chemist, Inc St Paul, Minnesota, USA. Izzo, M.T dan C.T. Ho Protein-lipid interaction during single-screw extrusion of zein and corn oil. J.Cereal Chem. 66: Kearsley, M. W., dan Dziedzic Handbook of Starch Hydrolysis Products and Their Derivatives. Dalam : Karakteristik tepung ubi jalar (Ipomea batatas L.) varietas shiroyutaka serta kajian potensi penggunannya sebgai sumber pangan karbohidrat alternatif. J. Teknologi dan Industri Pangan. 18(1) : Kinsman, M., A. W. Kotula dan B. C. Breidenstein Muscle Foods: Meat Poultry and Seafood Technology. Chapman and Hall, New York. Lawton, J. W. dan T. F. Wilson Protein of the kernel. Dalam: P. J. White dan L. A. Johnson (Editor). Corn: Chemistry and Technology. Second Edition. The American Association of Cereal Chemist, Inc., Minnesota. Lewicki, P. P Extrusion Technology. Dalam: W. K. Jensen, C. Devine, dan M. Dikeman (Editor). Encyclopedia of Meat Science. Elsevier Ltd., New York. Lingko, P., P.Colona dan C.Mercier HTST Extrusion Cooking. Dalam : Y. Pomeronz (Editor). Advanced In Cereal Science and Technology. The AVIAACC Inc., St. Paul Minnesota. Lyon, B. G. dan C. E. Lyon Meat Quality: sensory and instrumental evaluation. Dalam A. R. Sams (Editor). Poultry Meat Processing. CRC. Press, New York. Matz, S. A Snack Food Technology. Third Edition. Pan-Tech International Inc., Texas. Medcalf, D. G Structure anc composition of cereal components as related to their potential industrial utilization. Dalam: Y. Pomeronz (Editor). Industrial Uses of Cereals. American Association of Cereal Chemist, Inc., Minnesota. Melianawati,A Karakteristik produk ekstrusi campuran menir, beras, tepung pisang, kedelai olahan. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

56 Mercier,C. dan P.Feillet Modification of carbohydrat component by extrusion cooking of cereal product. J.Cereal Chem. 52(3): Muchtadi, T. R., Purwiyatno dan A. Basuki Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Muchtadi, D Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor Pengetahuan Bahan Pangan Hewan. Universitas Terbuka,Jakarta. Muchtadi, T.R dan Sugiyono Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muhadjir, F Karakteristik tanaman jagung. Dalam: Jagung. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Ningsih,T.I.A.,A.Dewi,M.Fani,N.Nilareswati dan B.Tuti Peningkatan nilai gizi dan cita rasa mie basah dengan penambahan tepung daging- tulang leher ayam pedaging. Laporan Akhir PKMP. Institut Pertanian Bogor,Bogor. Noguchi,A., W.Kumigaya, Z.Haque dan K.Saito Physical and chemical characteristic of food extruded rice flour fortiied with soybean protein isolate. J.Food Sci. 47: Nurchotimah Pemanfaatan daging-tulang leher ayam sebagai bahan baku kerupuk. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nutrition Data Nutritonal summary of cornmeal, degermed, unenrihed, yellow. [25 Januari 2009]. Pitriawati,R Sifat fisik dan organoleptik snack ekstrusi berbahan baku grits jagung yang disubstitusi dengan tepung putih telur. Skripsi. Jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor,Bogor. Polina Studi pembuatan produk ekstrusi dari campuran jagung, sorgum dan kacang hijau. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rahayu, W. P., H. Nababan, S. Budijanto dan D.Syah Keamanan Pangan. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan. Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta. Riaz, M.N Selecting the right extruder. Dalam: Guy,R (Editor).Extrusion cooking Technologiest and apllication.crcpress. Boca Raton,USA. Soekarto Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Barata Karya Aksara, Jakarta. Soekarto, S. T Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soeparno Ilmu dan Teknologi Daging.Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

57 Steel, R. G. D dan J. H. Torrie Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan: B. Soemantri. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Swinkels, J.I.N Source of Starch, its Chemistry and Physics. Dalam : J.A Roels dan G.M.A.V. Beynum (Editors). Strach Conversion Technology.Marcel Dekker Inc. New York dan Basel. Ward, A.G dan A.Courts The Science and Technology of Gelatin. Academic Press, New York. Wianecki, M Evaluation of fish and squid meat applicability for snack food manufacture by indirect extrusion cooking. Acta Sci. Pol. Technol. Aliment. 6(4):29-44 Winarno, F. G Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F. G. dan L.B. Jennie Kerusakan Bahan Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wulandari, Z Analisa sifat fisiko kimia dan finansial produk ekstrusi hasil samping penggilingan padi (menir dan bekatul). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor,Bogor. Wooton, M.D. Weeden and N.Munk A rapid method or the estimation of starch gelatinitation in processed food. Journal Food Tech. December:

58 LAMPIRAN

59 Lampiran 1. Potongan kepala dan leher ayam pedaging Lampiran 2. Potongan daging tulang leher ayam pedaging setelah dibersihkan

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan (April 2009 Juni 2009) di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Laboratorium pengolahan pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SNACK EKSTRUSI BERBAHAN BAKU GRITS JAGUNG YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG PUTIH TELUR SKRIPSI RISMA PITRIAWATI

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SNACK EKSTRUSI BERBAHAN BAKU GRITS JAGUNG YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG PUTIH TELUR SKRIPSI RISMA PITRIAWATI SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SNACK EKSTRUSI BERBAHAN BAKU GRITS JAGUNG YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG PUTIH TELUR SKRIPSI RISMA PITRIAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging Penelitian tahap pertama ini adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam (TDTLA) Pedaging. Rendemen TDTLA Pedaging

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Formulasi adonan

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Formulasi adonan IV. METODE PENELITIAN 4.1 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam proses ekstrusi dan pre-conditioning adalah gritz jagung, tepung gandum, tepung beras, minyak dan air. Bahan yang digunakan untuk analisis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah grit jagung berukuran 24 mesh, tepung beras, tepung gandum, tepung kentang, bubuk coklat, garam, pemanis, pengembang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging

TINJAUAN PUSTAKA. Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging TINJAUAN PUSTAKA Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging Ayam pedaging terdiri dari ayam ras, buras (bukan ras atau lokal atau kampung) dan ayam culled (ayam afkir dari ayam petelur yang tidak diproduksi lagi).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU Pasca penggilingan padi jumlah asam lemak bebas pada bekatul meningkat dengan cepat (Ubaiddilah, 2010; Budijanto et al., 2010; Damardjati et al., 1990).

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Air air merupakan parameter yang penting pada produk ekstrusi. air secara tidak langsung akan ikut serta menentukan sifat fisik dari produk seperti kerenyahan produk dan hal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIK DAN ORGANOLEPTIK TORTILLA CORN CHIPS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG PUTIH TELUR SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI R. MOCH.

KARAKTERISTIK FISIK DAN ORGANOLEPTIK TORTILLA CORN CHIPS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG PUTIH TELUR SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI R. MOCH. KARAKTERISTIK FISIK DAN ORGANOLEPTIK TORTILLA CORN CHIPS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG PUTIH TELUR SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI R. MOCH. TAUFIK HIDAYAT PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan tepung beras ketan hitam secara langsung pada flake dapat menimbulkan rasa berpati (starchy). Hal tersebut menyebabkan perlunya perlakuan pendahuluan, yaitu pregelatinisasi

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Analisis Data

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Analisis Data METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Seafast, Pusat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER Suhardi dan Bonimin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Jagung adalah salah satu bahan pangan

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016-Januari 2017.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016-Januari 2017. 22 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016-Januari 2017. Penelitian kadar air, aktivitas air (a w ), dan pengujian mutu hedonik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. super merah dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017, pengujian overrun,

BAB III MATERI DAN METODE. super merah dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017, pengujian overrun, 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian pembuatan es krim dengan penambahan ekstrak kulit buah naga super merah dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017, pengujian overrun, resistensi pelelehan, total

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERUPUK YANG DIBERI PENAMBAHAN TEPUNG DAGING SAPI SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI TOFAN

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERUPUK YANG DIBERI PENAMBAHAN TEPUNG DAGING SAPI SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI TOFAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERUPUK YANG DIBERI PENAMBAHAN TEPUNG DAGING SAPI SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI TOFAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

MAKALAH MESIN PERALATAN PENGOLAHAN PANGAN (Ekstruder)

MAKALAH MESIN PERALATAN PENGOLAHAN PANGAN (Ekstruder) MAKALAH MESIN PERALATAN PENGOLAHAN PANGAN (Ekstruder) Oleh: Kelompok II Ahyat Hartono (240110100032) Tina Sartika (240110100020) Dudin Zaenudin (240110100105) JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMASAKAN EKSTRUSI

TEKNOLOGI PEMASAKAN EKSTRUSI TEKNOLOGI PEMASAKAN EKSTRUSI Proses Ekstrusi: adalah perlakuan kombinasi dari proses tekanan, gesekan, dan suhu dalam waktu yang bersamaan dalam suatu ulir yang bergerak. To Extrude : artinya membentuk

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Semarang untuk analisis kadar protein, viskositas, dan sifat organoleptik.

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SNACK EKSTRUSI BERBAHAN BAKU GRITS JAGUNG YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG PUTIH TELUR SKRIPSI RISMA PITRIAWATI

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SNACK EKSTRUSI BERBAHAN BAKU GRITS JAGUNG YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG PUTIH TELUR SKRIPSI RISMA PITRIAWATI SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SNACK EKSTRUSI BERBAHAN BAKU GRITS JAGUNG YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG PUTIH TELUR SKRIPSI RISMA PITRIAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG (Penaeus sp) UNTUK PENGANEKARAGAMAN MAKANAN RINGAN BERBENTUK STICK Tri Rosandari dan Indah Novita Rachman Program Studi Teknoogi Industri Pertanian Institut Teknologi Indonesia

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN 1 PENGGORENGAN 2 TUJUAN Tujuan utama: mendapatkan cita rasa produk Tujuan sekunder: Inaktivasi enzim dan mikroba Menurunkan aktivitas air pada permukaan atau seluruh

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA KREKER YANG DIBERI PERLAKUAN SUBSTITUSI TEPUNG DAGING SAPI DAN PERUBAHAN BILANGAN TBA KREKER SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI WIEKE FAUZIAH

SIFAT KIMIA KREKER YANG DIBERI PERLAKUAN SUBSTITUSI TEPUNG DAGING SAPI DAN PERUBAHAN BILANGAN TBA KREKER SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI WIEKE FAUZIAH SIFAT KIMIA KREKER YANG DIBERI PERLAKUAN SUBSTITUSI TEPUNG DAGING SAPI DAN PERUBAHAN BILANGAN TBA KREKER SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI WIEKE FAUZIAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. GAMBARAN UMUM MESIN DAN KONDISI PENGOPERASIAN EKSTRUDER Mesin ekstruder yang digunakan di dalam penelitian ini adalah jenis mesin ektruder berulir ganda (Twin Screw Extruder).

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR AIR MENIR, SUHU EKSTRUDER, KECEPATAN ULIR EKSTRUDER, DAN KADAR MINYAK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR AIR MENIR, SUHU EKSTRUDER, KECEPATAN ULIR EKSTRUDER, DAN KADAR MINYAK IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR AIR MENIR, SUHU EKSTRUDER, KECEPATAN ULIR EKSTRUDER, DAN KADAR MINYAK Pengukuran kadar air menir jewawut dimaksudkan untuk melihat apakah kadar air dari menir

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Semarang untuk pembuatan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Semarang untuk pembuatan BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Semarang untuk pembuatan pektin kulit jeruk, pembuatan sherbet

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 24 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1) Daging ayam broiler strain Cobb fillet bagian dada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan melakukan eksperimen, metode ini ditempuh dalam pembuatan Chiffon cake dengan subtitusi tepung kulit singkong 0%, 5%, 10%,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie adalah produk pasta atau ekstruksi yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia (Teknologi Pangan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui sifat dendeng kelinci yang dibungkus daun

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui sifat dendeng kelinci yang dibungkus daun BAB III MATERI DAN METODE Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui sifat dendeng kelinci yang dibungkus daun papaya terhadap ph, daya kunyah dan kesukaan dilaksanakan pada tanggal 15 Januari sampai 14

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan 14 BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Materi Penelitian Penelitian substitusi tepung suweg terhadap mie kering ditinjau dari daya putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan September Desember 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan September Desember 2016 di 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2016 - Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan

Lebih terperinci

FAKTOR PENENTU KARAKTERISTIK PRODUK EKSTRUSI DENGAN BAHAN BAKU JAGUNG MAKALAH KOMPREHENSIF

FAKTOR PENENTU KARAKTERISTIK PRODUK EKSTRUSI DENGAN BAHAN BAKU JAGUNG MAKALAH KOMPREHENSIF FAKTOR PENENTU KARAKTERISTIK PRODUK EKSTRUSI DENGAN BAHAN BAKU JAGUNG MAKALAH KOMPREHENSIF OLEH: STEVANY KOE 6103008011 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium III. MATERI DAN METODE 3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium Teknologi Pascapanen Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. 3.2.Alat dan Bahan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering varietas pioner kuning (P-21). Jagung pipil ini diolah menjadi tepung pati jagung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proses Pengolahan dan Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, CV. An-

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan jajanan sudah menjadi kebiasaan yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai golongan apapun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen di bidang Teknologi Pangan. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat pembuatan cake rumput laut dan mutu organoleptik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MENIR SEGAR Pengujian karakteristik dilakukan untuk mengetahui apakah bahan baku yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pengolahan tepung menir pragelatinisasi

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu 4.1.1. Cooking Time Salah satu parameter terpenting dari mi adalah cooking time yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk rehidrasi atau proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan utama. Camilan disukai oleh anak-anak dan orang dewasa, yang umumnya dikonsumsi kurang lebih

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode 16 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Maret 2011, bertempat di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenang adalah salah satu hasil olahan dari tepung ketan. Selain tepung ketan, dalam pembuatan jenang diperlukan bahan tambahan berupa gula merah dan santan kelapa. Kedua bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA, FISIK DAN MIKROBIOLOGI SNACK EKSTRUSI YANG DIPERKAYA TEPUNG PUTIH TELUR SEBAGAI SUMBER PROTEIN SELAMA PENYIMPANAN

SIFAT KIMIA, FISIK DAN MIKROBIOLOGI SNACK EKSTRUSI YANG DIPERKAYA TEPUNG PUTIH TELUR SEBAGAI SUMBER PROTEIN SELAMA PENYIMPANAN SIFAT KIMIA, FISIK DAN MIKROBIOLOGI SNACK EKSTRUSI YANG DIPERKAYA TEPUNG PUTIH TELUR SEBAGAI SUMBER PROTEIN SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI DELVIA CITRA RESTY PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai ton, beras ketan diimpor dari Thailand dan Vietnam, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai ton, beras ketan diimpor dari Thailand dan Vietnam, sedangkan BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. 3.1. Materi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Hijauan Pakan Dalam meningkatkan meningkatkan produksi ternak, ketersediaan hijauan makanan ternak merupakan bagian yang terpenting, karena lebih dari 70% ransum ternak terdiri

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu (uji kimia dan mikrobiologi) dan di bagian Teknologi Hasil Ternak (uji organoleptik), Departemen Ilmu Produksi dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kue Bolu Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, lemak, dan telur. Menurut Donald (2013), kue bolu merupakan produk yang di hasilkan dari tepung terigu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. B. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat pembuatan

Lebih terperinci