BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia dikenal dan diarahkan menjadi negara agraris sejak puluhan tahun lalu. Perkembangan pertanian Indonesia setiap periode mengarah ke tujuan yang lebih baik. Pembangunan pertanian Indonesia mengarah pada kedaulatan pangan agar Indonesia menjadi bangsa dapat mengatur dan memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya secara berdaulat. Kedaulatan pangan diterjemahkan dalam bentuk kemampuan bangsa salah satunya dalam hal mencukupi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri (Kementerian Pertanian, 2015). Tanaman padi merupakan tanaman pangan yang sangat penting bagi Indonesia. Swasembada padi sebagai tanaman pangan merupakan salah satu rencana strategis Kementerian Pertanian (Kementerian Pertanian, 2015). Berdasar Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, produksi padi sawah merupakan produksi padi nasional dalam memenuhi kebutuhan beras di Indonesia. Produksi padi diperkirakan berdasarkan data lapangan yang dihimpun dari mantri tani disetiap kecamatan berdasarkan hasil ubinan secara acak terpilih (bps.go.id). Data produksi padi diperoleh dari parameter luas area panen dan produktivitas padi per hektar (Maksum, dkk, 1998 dalam Wahyunto, dkk, 2006). Data produksi padi digunakan sebagai salah satu aspek penentu ketahanan dan ketersediaan pangan yang dimiliki instansi terkait. Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang/galengan, saluran untuk menahan/menyalurkan air, biasanya ditanami padi sawah tanpa memandang dari mana diperolehnya atau status lahan tersebut (bps.go.id). Luas lahan yang dijadikan media tanam kurang dari luas lahan yang terdaftar sebagai persil tanah. Hal tersebut berpengaruh terhadap data yang dimiliki instansi terkait. Terjadi perbedaan luas karena adanya pematang yang merupakan pembatas tiap petak sawah. Perbedaan tersebut mempengaruhi produksi padi jika dibandingkan dengan luas lahan efektif yang digunakan sebagai media tanam. 1

2 2 Kementerian Pertanian dalam web BPS (bps.go.id) menjelaskan luas bersih adalah luas sawah secara keseluruhan (luas kotor) dikurangi dengan luas pematang/galengan dan luas saluran air. Luas bersih digunakan dalam perhitungan produksi dan produktivitas padi. Luas bersih atau luas panen bersih ini mempengaruhi hasil produksi dan produktivitas padi (Indrawati dan Brodjol, 2012). Pengukuran koefisien galengan selama ini dilakukan dengan pengukuran secara manual dengan mengambil sampel kecil di beberapa wilayah. Sedangkan koefisien di berbagai tempat di suatu desa berbeda-beda. Sampel tersebut dapat tidak mewakili populasi yang besar. Maka dari itu diperlukan metode efektif untuk mengetahui dan melakukan perhitungan koefisien. Data penginderaan jauh yang dapat mencakup kawasan yang luas. Pengambilan sampel besar dapat dilakukan dengan menyeluruh dan lebih efisien daripada cara manual. Cara tersebut diintergrasikan dengan teknologi SIG, maka dapat didapat koefisien galengan yang diperoleh dengan perhitungan geometri. SIG memiliki kemampuan lebih dalam operasi data spasial yang direpresentasikan sebagai geometri. Geometri dapat berupa titik, garis, maupun luasan. Operasi yang dapat diilakukan pada geometri diantaranya perhitungan panjang, luas, keliling, dan keterkaitan (hubungan) antar geometri dalam suatu lokasi. Operasi geometri dapat pula menentukan perbandingan luasan yang direpresentasikan sebagai poligon. Pada penelitian ini, dilakukan operasi untuk menentukan koefisien galengan sawah terhadap luas sawah secara keseluruhan. I.2. Rumusan Masalah Koefisien galengan didapat dari perbedaan luas lahan sawah yang memperhitungkan luas galengan dengan luas sawah yang memperhatikan luas galengan. Perbedaan tersebut dapat diketahui dari data penginderaan jauh baik dari data citra satelit maupun foto udara. Bertolak dari konsep perhitungan koefisien galengan dan data yang tersedia, penelitian ini merumuskan masalah yang dibahas mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Koefisien galengan lahan sawah dapat diperoleh dari data foto udara dan citra satelit.

3 3 2. Koefisien galengan lahan sawah yang diperoleh dari dua lokasi dan kondisi lahan yang berbeda. 3. Koefisien galengan lahan sawah secara keseluruhan di lokasi studi diperoleh dari data yang tersedia. I.3 Pertanyaan Penelitian 1. Berapa luas media tanam dan koefisien galengan dari data foto udara dan data citra WorldView-2 di desa Demen? 2. Berapa luas media tanam dan koefisien galengan dari data citra World View dan persil BPN di desa Karangsari? 3. Berapa koefisien galengan lahan sawah keseluruhan pada lokasi studi? I.4. Cakupan Penelitian Penelitian dilakukan pada tahun 2016 dengan data utama berupa model data vektor dari persil tanah dan digitasi media tanam dari tiap lokasi. Pembatasan masalah dalam penelitian meliputi: 1. Lokasi penelitian yang digunakan adalah lahan sawah di Desa Demen dengan karakteristik sawah datar dan Desa Karangsari dengan karakteristik sawah terasering. 2. Data utama dalam perhitungan koefisien galengan lahan sawah pada penelitian ini adalah poligon media tanam hasil digitasi data citra satelit dan foto udara. Luas dari data vektor tersebut dihitung untuk menjadi parameter dalam perhitungan koefisien galengan. Parameter lain dalam perhitungan adalah data persil lahan sawah dari BPN dan interpretasi wilayah lahan sawah. 3. Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan luas bersih dan koefisien galengan lahan sawah di kedua lokasi studi ya I.5. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melakukan perhitungan galengan lahan sawah dari data citra satelit dan foto udara. Berdasarkan pertanyaan penelitian yang diajukan

4 4 dengan memperhatikan cakupan penelitian, maka penelitian ini dibuat dengan tujuan khusus: 1. Mengetahui luas galengan dan media tanam dari data UAV dan data citra WorldView-2 di desa Demen. 2. Mengetahui luas galengan dan media tanam dari data citra WorldView-2 dan data persil dari BPN di desa Karangsari. 3. Mengetahui koefisien pematang terhadap luas sawah di lokasi studi. I.6 Manfaat Penelitian Penggunaan data penginderaan jauh dan penerapan sistem informasi geografis untuk penentuan koefisien galengan lahan sawah diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap Kementerian Pertanian. Selain itu, hasil koefisien galengan dapat dijadikan pertimbangan untuk instansi terkait dalam penyediaan data produksi padi. Metode dan pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memperkaya keilmuan dalam bidang geodesi, pertanian, maupun tata guna lahan. I.7. Tinjauan Pustaka Produksi padi diperoleh dari hasil perkalian antara luas panen (bersih) dengan produktivitas (Badan Pusat Statistik, 2008). Data luas panen yang dilaporkan dari tingkat kecamatan masih merupakan luas kotor, sehingga harus dikoreksi dengan besaran konversi galengan/pematang untuk mendapatkan luas panen bersih (Biro Perencanaan Kementerian Pertanian, 2015). Penggunaan teknologi penginderaan jauh dapat diterapkan dalam mengestimasi luas bersih. Teknologi penginderaan jauh sudah banyak dimanfaatkan untuk pemetaan pertanian. Teknologi ini terutama digunakan dalam klasifikasi tutupan lahan dan penggunaan lahan. O Connell dkk (2015) melakukan protokol klasifikasi untuk pemetaan fitur yang bukan tanaman pertanian di wilayah pertanian. Citra dengan resolusi tinggi yang digunakan dalam penelitian Debats dkk (2016) efektif dalam membedakan tutupan lahan pertanian yang heterogen. Penelitian tersebut melakukan klasifikasi untuk sejumlah tutupan lahan pertanian dari petani kecil yang memiliki lahan kecil dan tidak beraturan.

5 5 Segmentasi citra yang dilakukan untuk wilayah pertanian yang beraturan tidak menunjukkan heterogenitas yang besar (Avici dan Sunar, 2015). Berdasar penelitian tersebut, parameter segmentasi yang paling tepat dalam prosedur segmentasi adalah menggunakan analisis visual. Vandysheva, dkk (2000), mengidentifikasi kelas-kelas penutup lahan pada level yang berbeda dengan data satelit dengan resolusi spasial yang berbeda. Terjadi perbedaan hasil klasifikasi dan terjadi gap antar kelas karena menggunakan skala/resolusi yang berbeda pada saat klasifikasi. Penelitian tersebut menggunakan data raster dalam pengolahan data, sedangkan dalam penelitian ini yang akan diolah adalah data vektor. Citra lebih sering digunakan dalam pemetaan pertanian. Hasil pemetaan menggunakan wahana pemetaan udara dan hasil pemetaan terrestrial tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (Rokhmana, 2015). Hamsa (2013) melakukan penelitian untuk mengetahui luas bersih sawah menggunakan pengolahan citra digital dengan citra WorldView-2. Widhiasih (2014) dalam penelitiannya menyebutkan estimasi jumlah produktivitas padi dengan parameter-parameter sawah secara langsung yaitu jumlah petakan sawah, luas sawah per petak, keliling sawah per petak. Penelitian tersebut membahas tentang luas bersih lahan sawah dan koefisien galengan sawah di Sulawesi menggunakan data citra WorldView-2. Berdasar penelitian tersebut didapat angka koefisien galengan untuk lahan sawah dataran tinggi/kawasan berbukit rata-rata lebih tinggi yaitu sebesar 0,29 bila dibandingkan dengan angka koefisien galengan pada sawah dataran rendah/datar sebesar 0,18. I.8. Landasan Teori I.8.1. Lahan Sawah Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang/galengan, saluran untuk menahan/menyalurkan air, biasanya ditanami padi sawah tanpa memandang dari mana diperolehnya atau status lahan tersebut (Badan Pusat Statistik, 2015).

6 6 I.8.2. Luas bersih lahan sawah Luas bersih adalah luas sawah secara keseluruhan (luas kotor) dikurangi dengan luas pematang/galengan dan luas saluran air (bps.go.id) atau dapat dituliskan dalam persamaan (I.1). L = L k Apabila yang dicari adalah k g, maka berdasar persamaan (I.1) diperoleh: k = L L Koefisien galengan lahan sawah dari persamaan (I.2) dibandingkan dengan luas kotor keseluruhan untuk mendapatkan presentase koefisien galengan lahan sawah. Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai persamaan (I.3) berikut: (I.1) (I.2) dengan L L k = Luas bersih = Luas kotor sawah = koefisien galengan k = L L L (I.3) Persamaan (1.3) ini selanjutnya menjadi dasar perhitungan koefisien galengan lahan sawah pada penelitian ini. Parameter persamaan yaitu luas bersih dan luas kotor dalam penelitian ini didapat dari digitasi data citra satelit dan foto udara, serta persil sawah dari BPN. I.8.3. UAV dan Data Foto Salah satu data dari penelitian ini diakuisisi dengan UAV dan hasilnya berupa data peta foto yang telah dilakukan koreksi geometrik. Data hasil UAV digunakan karena dapat diperoleh peta foto dengan resolusi spasial tinggi. UAV (Unmanned Aerial Vehicle) meliputi semua wahana terbang tanpa awak dengan kemampuan untuk dikendalikan dari jarak jauh (Shen dkk, 2015). Istilah ini biasanya digunakan dalam ilmu computer dan komunitas ilmu artifisial, namun istilah seperti Remotely Piloted Vehicle (RPV), Remotely Operated Aircraft (ROA), Remote Controlled Helicopter (RC-Helicopter), Unmanned Vehicle Systems (UVS) dan model helicopter juga sering digunakan.

7 7 Penggunaan utama dari UAV adalah penggunaan untuk observasi, pemeliharaan, pengawasan, monitoring, penginderaan jauh, dan keamanan. Pada tahun-tahun terakhir, semakin banyak penggunaan UAV sebagai alat fotogrametri. Perkembangan ini ada seiring perkembangan system GPS/INS yang dapat melakukan navigasi terhadap helicopter dengan tingkat presesi tinggi. Teknologi UAV telah digunakan untuk berbagai aplikasi managemen sumber daya alam (Rango, 2010 dalam Shen dkk, 2015). Salah satu contoh penggunaan UAV dalam pemetaan kawasan sawah ditampilkan dalam Gambar I.2 dengan persegi bernomor sebagai wilayah uji ketelitian. Gambar I.1 Kawasan sawah produk pemotretan UAV (Sumber: Rokhmana, 2015) I.8.4. Data Citra Satelit Cita adalah model dua dimensional dari objek atau kenampakan bumi yang sudah ada (Danoedoro, 2012). Citra diperoleh dari perekaman sensor yang dibawa oleh suatu wahana. Wahana tersebut dapat berupa satelit, pesawat udara, roket, ballon stratosfer, maupun ballon kaptif (Purwadhi et al, 2015). Pada sub bab ini dijelaskan mengenai citra yang diperoleh dengan wahana satelit. Sensor yang digunakan oleh wahana satelit biasanya adalah scanner. Scanner atau pemindai adalah suatu alat optik-elektronik yang dapat dipakai untuk menangkap informasi pantulan atau pancara gelombang elektromagnetik dari suatu permukaan secara tidak serentak (Danoedoro, 2012).

8 8 Data Citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah data citra WorldView-2 di wilayah Kabupaten Kulonprogo. Data tersebut diperoleh dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Kulon Progo. WorldView-2 adalah satelit pencitraan resolusi tinggi yang diluncurkan pada bulan Oktober Satelit mengorbit pada altitude 770 km dengan membawa 8 band sensor multispektral, pankromatik, dan 4 band tambahan. Satelit tersebut menyediakan resolusi pankromatik 46 cm dan resolusi multispektral 1.85 m. Resolusi sendiri adalah kemampuan suatu system optic-elektronik untuk membedakan informasi yang secara spasial berdakatan atau secara spektrak mempunyai kemiripan (Swain dan Davis, 1978 dalam Danoedoro, 2012). Konsep resolusi yang biasanya dikenal dalam penginderaan jauh digital adalah resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiometrik, resolusi temporal, dan resolusi layar. Konsep resolusi yang merupakan perhatian dalam penelitian ini adalah resolusi spasial. Resolusi spasial adalah ukuran terkecil objek yang masih dapat terdeteksi oleh suatu sistem pencitraan. Semakin tinggi resolusi spasial artinya semakin kecil objek yang dapat dideteksi. Gambar I.3 menunjukkan perbedaan resolusi spasial Cartosat-1 (2,5m/pixel) dan WorldView-1 (0,5 m/pixel). Perbedaan terlihat pada kejelasan objek yang dapat diidentifikasi dan cakupan (coverage) citra. Gambar I.2 Perbedaan resolusi dan cakupan citra Cartosat-1 dan WorldView-1di Catalonia, Spanyol (Sumber: Tang dkk, 2016)

9 9 I.8.5. Interpretasi visual Data penginderaan jauh menggambarkan objek permukaan bumi yang serupa dengan wujud permukaan bumi nyata. Interpretasi atau penafsiran citra penginderaan jauh merupakan kegiatan mengidentifikasi objek dalam citra. Interpretasi citra digital terdiri dari dua cara, yaitu interpretasi visual dan interpretasi digital. Interpretasi citra visual sesuai kebutuhan pengguna untuk mengelompokkan objek permukaan bumi yang homogen dengan teknik kuantitatif. Interpretasi visual banyak diperngaruhi akal manusia dalam pengenalan objek secara spectral melalui rona/warna objek dan melalui unsur sekunder (ukuran, tekstur, dan bentuk), unsur tersier (pola, bayangan, tinggi) objek, dan unsur yang lebih tinggi (situs, dan asosiasi) dalam melakukan interpretasi citra penginderaan jauh (Purwadhi, dkk, 2015). 1. Warna/rona Gambar I.3 Susunan tingkat interpretasi citra (Sumber: Estes dkk, 1983 dalam Purwadi dkk, 2015) Interpretasi citra secara visual didasarkan pada unsur interpretasi yang mengacu pada karakteristik spasial dan spektral citra. Unsur interpretasi yang menunjukkan karakteristik spraktral adalah warna atau rona objek. Setiap objek memantulkan karakteristikwarna tau rona yang berbeda. Perbedaan panjang gelombang yang merekam objek juga menghasilkan warna atau rona yang berbeda pada setiap objek. Rona atau warna citra merupakan unsur dasar dalam pengenalan objek permukaan bumi. Rona adalah tingkat kegelapan atau kecerahan objek pada citra

10 10 atau tingkatan hitam ke putih atau sebaliknya, sedangkan warna adalah wujud yang tampak oleh mata yang menunjukkan tingkat keragaman warna dari kombinasi band citra. 2. Bentuk Bentuk adalah variabel kualitatif yang menguraikan konfigurasi atau kerangka suatu objek. Bentuk dapat berupa bentuk persegi, membulat, memanjang, atau bentuk lainnya. Bentuk juga menyangkut susunan tau struktur yang lebih rinci. 3. Ukuran Ukuran merupakan atribut objek yang berupa jarak, lias, tinggi, kelerengan, dan volume. Ukuran suatu objek tergantung skala dan resolusi spasial citra. 4. Tekstur Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra.tekstur pada citra resolusi tinggi sering dinyatakan salam wujud kasar (bangunan), halus (air), atau bercak-bercak (jalan dengan kendaraan). 5. Pola Pola merupakan ciri objek buatan manusia dan beberapa objek alamiah yang membentuk susunan keruangan. 6. Bayangan Bayangan merupakan objek yang tampak samar-samar atau tidak tampak sama sekali (hitam) sesuai dengan bantuk objeknya. Bayangan yang sering tampak di citra antara lain bayangan awan, bayangan gedung, bayangan bukit. Bayangan sering dihasilkan dari objek yang memiliki ketinggian. 7. Situs Merupakan hubungan antar objek dalam suatu lingkungan yang dapat menunjukkanobjek di sekitarnya atau letak suatu objek terhadap objek lain. Situs mencirikan objek secara tidak langsung. 8. Asosiasi Asosiasi merupakan unsur antar objek yang berkaitan, sehingga berdasarkan asosiasi tersebut dapat membentuk suatu fungsi objek dalam suatu lokasi atau kawasan tertentu.

11 11 Unsur interpretasi visual yang diterapkan dalam penelitian ini adalah unsur rona/warna, ukuran, dan bentuk. Resolusi citra yang tinggi memudahkan interpretasi hanya berdasar unsur utama dan sekunder. I.8.6. Perhitungan Luas Media tanam dari data citra dan foto didigitasi. Hasil digitasi ini berupa poligon. Luas adalah jumlah areal yang terproyeksi pada bidang horisontal dan dikelilingi oleh garis-garis batas. Luas bidang yang dihitung didalam peta merupakan gambaran dari permukaan bumi dengan proyeksi ortogonal sehingga selisih-selisih tinggi dari titik batas diabaikan (Basuki, 2006). Penentuan luas poligon dapat dilakukan dengan beberapa metode. Salah satu diantaranya adalah metode koordinat. Metode koordinat adalah metode yang digunakan untuk mencari atau menghitung luas poligon berdasarkan koordinat titiktitik batas poligon (Aji, 2014). Dimisalkan sebidang areal yang dibatasi oleh titik-titik A(X 1,Y 1 ), B(X 2,Y 2 ), C(X 3,Y 3 ), dan D(X 4,Y 4 ). Maka luas segi empat ABCD dapat dihitung dengan cara sebagai berikut (Basuki, 2006): Gambar I.4 Luasan dengan angka koordinat (Sumber: Basuki, 2006) Luas ABCD = luas trapesium A ABB + luas trapesium B BCC luas trapesium D DCC luas trapesium A ADD

12 12 Luas ABCD = 1 2 (X X )(Y + Y ) (X X )(Y + Y ) 1 2 (X X )(Y + Y ) 1 2 (X X )(Y + Y ) (I.4) Persamaan (I.4) dapat disederhanakan menjadi: 2 Luas ABCD = [(X X )(Y + Y )] (I.5) Apabila jumlah titik poligon banyak maka dari persamaan (I.5) didapat: Luas = 1 2 (X. Y ) (X. Y ) (I.6) Dimana i adalah titik ke i dan n adalah jumlah titik poligon. Dengan memasukkan nilai-nilai koordinatnya ke dalam persamaan tersebut, maka luas poligon dapat dihitung. I.8.2. Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (SIG) sudah berkembang sejak tahun 1960 sebagai hasil riset yang dikolaborasi dengan Ilmu Kartografi, Ilmu Komputer dan Remote Sensing (Ji and Cui, 2011). Longley dkk (2001), menyatakan belum ada definisi yang pasti untuk SIG, namun pengertian yang biasa digunakan antara lain: a. SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem computer yang memiliki empat kemempuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografi: (a) masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis dan manipulasi data, (d) keluaran (Aronoff, 1989 dalam Longley dkk, 2001). b. SIG adalah sistem yang terorganisir dari perangkat keras computer, perangkat lunak, data geografi, dan personil yang dirangcang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, meng-update, memanipulasi, menganalisis dan meampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi (Esri, 1990 dalam Longley dkk, 2001).

13 13 c. SIG adalah sistem computer yang digunakan untuk merekam, menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan, memenipulasi, menganalisis, dan menampilkan data-data yang berhubungan dengan posisi-posisi di permukaan bumi (Rice, 2000 dalam Longley dkk, 2001). SIG secara umum bekerja pada dua model data, yaitu model data raster dan model data vector. Kedua model data tersbut memiliki perbedaan karakteristik dan penyimpanannya. I Model data raster Beberapa data awal dalam penelitian ini adalah data UAV dan citra satelit yang merupakan data dengan model raster. Model data raster menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau piksel-piksel yang membentuk grid. Setiap piksel memiliki atribut yang unik, yaitu kootdinat dan nilai piksel. Data raster dapat diperoleh dari hasil pemotretan udara, penginderaan jauh satelit, dan hasil scaning peta analog. Gambar I.5 Contoh data raster (Sumber: dokumentasi pribadi) I Model data vektor Data dalam penelitian ini diolah dalam bentuk data vektor. Model data vektor menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dalam bentuk titik, garis atau kurva, atau polygon beserta atribut-atributnya. Bentuk-

14 14 bentuk dasar representasi data spasial ini, didefinisikan oleh sistem koordinat kartesian (x, y, z). a. Entity Titik Entitas titik meliputi semua objek grafis atau geografis yang dika itkan dengan pasangan koordinat (x,y). b. Entity garis Entitas garis dapat didefinisikan sebagai semua unsur-unsur linier yang dibangun dengan menggunakan segmen-segmen lurus yang dibentuk oleh dua titik koordinat atau lebih (Burrough, 1994) c. Entity Area atau Poligon Poligon direpresentasikan sebagai sekumpulan koordinat yang tersusun dengan loop tertentu untuk menghasilkan sebuah luasan. Penelitian ini menggunakan model data raster yang dilakukan digitasi berdasar objek menjadi bentuk poligon. I.9. Hipotesis Hipotesis pada penelitian yang dilakukan adalah lahan sawah yang memperhitungkan luas galengan kurang dari luas lahan sawah yang terdaftar sebagai persil tanah. Berdasar penelitian terdahulu oleh Widhiasih (2014), koefisien galengan lahan sawah yang diperoleh dari data citra WorldView-2 dengan kondisi lahan datar dan terasering berkisar antara 0,18-0,30. Bertolak pada penggunaan data pada penelitian ini, yaitu citra WorldView-2 dan foto udara yang memiliki resolusi spasial yang sama dan lebih besar, maka hipotesis koefisien galengan lahan sawah pada penelitian ini kurang dari 0,18 karena resolusi salah satu data lebih besar.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016 Model Data pada SIG Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 1 Materi Sumber data spasial Klasifikasi

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 10 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO Citra nonfoto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor nonfotografik atau sensor elektronik. Sensornya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain: BAB II TEORI DASAR 2.1 Tutupan Lahan Tutupan Lahan atau juga yang biasa disebut dengan Land Cover memiliki berbagai pengertian, bahkan banyak yang memiliki anggapan bahwa tutupan lahan ini sama dengan

Lebih terperinci

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis Pendahuluan Data yang mengendalikan SIG adalah data spasial. Setiap fungsionalitasyang g membuat SIG dibedakan dari lingkungan analisis lainnya adalah karena berakar pada keaslian

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH 01. Teknologi yang terkait dengan pengamatan permukaan bumi dalam jangkauan yang sangat luas untuk mendapatkan informasi tentang objek dipermukaan bumi tanpa bersentuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring dengan berkembangnya permintaan akan pemetaan suatu wilayah dalam berbagai bidang, maka semakin berkembang pula berbagai macam metode pemetaan. Dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA? PENGUKURAN KEKOTAAN Geographic Information System (1) Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering Permohonan GIS!!! Karena tidak pernah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS, Integrasi GISdan Inderaja Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan ketrampilan untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah persawahan di Indonesia cukup luas dengan hasilnya yang berbagai macam salah satunya padi. Padi merupakan tanaman pangan yang menjadi sumber bahan pokok pangan

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file PENGINDERAAN JAUH copyright@2007 --- anna s file Pengertian Penginderaan Jauh Beberapa ahli berpendapat bahwa inderaja merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh data di permukaan bumi, jadi inderaja

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negeri agraris yaitu negara dengan mata pencaharian utama adalah bertani. Makin berkembangnya bidang teknologi dan kesehatan sepuluh tahun

Lebih terperinci

ISTILAH DI NEGARA LAIN

ISTILAH DI NEGARA LAIN Geografi PENGERTIAN Ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan energi utama yang digunakan hampir diseluruh sisi kehidupan manusia saat ini dimana semua aktifitas manusia berhubungan dengan energi listrik.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA Lampiran 1 Ringkasan Materi RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA 1 Pengertian Intepretasi Citra Inteprtasi Citra adalah kegiatan menafsir, mengkaji, mengidentifikasi, dan mengenali objek pada citra, selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sawah merupakan media atau sarana untuk memproduksi padi. Sawah yang subur akan menghasilkan padi yang baik. Indonesia termasuk Negara agraris yang sebagian wilayahnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Menurut Arikunto (1988), metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Data yang dikumpulkan bisa berupa

Lebih terperinci

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO Outline presentasi Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG) Komponen SIG Pengertian data spasial Format data spasial Sumber

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit penginderaan jauh merupakan salah satu metode pendekatan penggambaran model permukaan bumi secara terintegrasi yang dapat digunakan sebagai data dasar

Lebih terperinci

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN Informasi geografis merupakan informasi kenampakan permukaan bumi. Sehingga informasi tersebut mengandung unsur posisi geografis, hubungan keruangan, atribut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni perolehan informasi objek di permukaan Bumi melalui hasil rekamannya (Sutanto,2013). Objek di permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996).

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996). 5 TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil 4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tempat tinggal merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan karena merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Tempat tinggal menjadi sarana untuk berkumpul,

Lebih terperinci

Pengumpulan dan Integrasi Data. Politeknik elektronika negeri surabaya. Tujuan

Pengumpulan dan Integrasi Data. Politeknik elektronika negeri surabaya. Tujuan Pengumpulan dan Integrasi Data Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Mengetahui sumber data dari GIS dan non GIS data Mengetahui bagaimana memperoleh data raster dan vektor Mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang luas, terdiri atas sepertiga wilayah daratan dan dua pertiga wilayah lautan. Untuk membangun Negeri Indonesia yang besar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya alam yang bersifat langka karena jumlahnya tidak bertambah, tetapi kebutuhan terhadap lahan selalu meningkat. Alih fungsi lahan pertanian

Lebih terperinci

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K 5410012 PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI Oleh: Nama Mahasiswa : Titin Lichwatin NIM : 140722601700 Mata Kuliah : Praktikum Penginderaan Jauh Dosen Pengampu : Alfi Nur Rusydi, S.Si., M.Sc

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 08 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH Penginderaan jauh (inderaja) adalah cara memperoleh data atau informasi tentang objek atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perubahan Penutupan Lahan Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami perubahan kondisi pada waktu yang berbeda disebabkan oleh manusia (Lillesand dkk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan lahan menurut Malingreau (1978) (dalam Ritohardoyo, 2009) adalah segala macam campur tangan manusia, baik secara permanen ataupun secara skil terhadap suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini, perkembangan suatu daerah semakin pesat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan sarana prasarana. Akibatnya, pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan sangat diperlukan untuk kelanjutan hidup manusia. Kemajuan pembangunan di suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah pertumbuhan penduduk yang diiringi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DATA SPACIAL UNTUK REFRENSI KERUANGAN

PEMANFAATAN DATA SPACIAL UNTUK REFRENSI KERUANGAN PEMANFAATAN DATA SPACIAL UNTUK REFRENSI KERUANGAN 1. Informasi Geografis Wayan Sedana Fenomena geografi merupakan identifikasi dari obyek studi bidang SIG, dan fenomena tersebut direpresentasikan secara

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN 16/09/2012 DATA Data adalah komponen yang amat penting dalam GIS SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN Kelas Agrotreknologi (2 0 sks) Dwi Priyo Ariyanto Data geografik dan tabulasi data yang berhubungan akan

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Identifikasi merupakan langkah strategis dalam menyukseskan suatu pekerjaan. (Supriadi, 2007). Tujuan pemerintah dalam rangka penertiban dan pendayagunaan tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan materi yang terdiri dari agregat (butiran) padat yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain serta dari bahan bahan organik yang telah

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1343, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Daerah. Aliran Sungai. Penetapan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.59/MENHUT-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tanah memiliki arti penting bagi kelangsungan hidup manusia, baik sebagai faktor produksi dan barang konsumsi maupun sebagai ruang ( space ) tempat melakukan kegiatan.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)

Lebih terperinci

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA BAB II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Lahan Pertanian Proses alih fungsi lahan pertanian (konversi lahan) dapat dilakukan oleh petani sendiri atau dilakukan oleh pihak lain.proses alih fungsi lahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Citra yang direkam oleh satelit, memanfaatkan variasi daya, gelombang bunyi atau energi elektromagnetik. Selain itu juga dipengaruhi oleh cuaca dan keadaan atmosfer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan fisik penggunaan lahan terutama di daerah perkotaan relatif cepat dibandingkan dengan daerah perdesaan. Maksud perkembangan fisik adalah penggunaan

Lebih terperinci

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi

Lebih terperinci

Interpretasi Citra dan Foto Udara

Interpretasi Citra dan Foto Udara Interpretasi Citra dan Foto Udara Untuk melakukan interpretasi citra maupun foto udara digunakan kreteria/unsur interpretasi yaitu terdiri atas rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecamatan Kejajar merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Pegunungan Dieng Kabupaten Wonosobo dengan kemiringan lereng > 40 %. Suhu udara Pegunungan Dieng

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB 3 LANDASAN TEORI BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem informasi geografis merupakan sebuah sistem yang didisain untuk menangkap, menyimpan, memanipulasi, menganalisa, mengatur, dan menampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masih cukup tinggi. Salah satu penyebab adanya laju pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

Informasi Geografis untuk Kepadatan Lalu Lintas

Informasi Geografis untuk Kepadatan Lalu Lintas Informasi Geografis untuk Kepadatan Lalu Lintas I Wayan S. Wicaksana, Anastasia, Eko Sri, Indah Kusuma Wardani, Nicky Suryo, Prima Gusti Hanum Program Studi Teknik Informatika Universitas Gunadarma iwayan@staff.gunadarma.ac.id,

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 1 Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Citra atau Image merupakan istilah lain dari gambar, yang merupakan

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis. Widiastuti Universitas Gunadarma 2015

Sistem Informasi Geografis. Widiastuti Universitas Gunadarma 2015 Sistem Informasi Geografis Widiastuti Universitas Gunadarma 2015 5 Cara Memperoleh Data / Informasi Geografis 1. Survei lapangan Pengukuran fisik (land marks), pengambilan sampel (polusi air), pengumpulan

Lebih terperinci

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH 1. Tata Guna Lahan 2. Identifikasi Menggunakan Foto Udara/ Citra Identifikasi penggunaan lahan menggunakan foto udara/ citra dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk khususnya di wilayah perkotaan dipengaruhi dari berbagai faktor-faktor yang menyebabkan suatu daerah menjadi padat penduduknya. Hal ini akan menimbulkan

Lebih terperinci

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014 UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014 Matakuliah Waktu : Sistem Informasi Geografis / 3 SKS : 100 menit 1. Jelaskan pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG). Jelaskan pula perbedaan antara SIG dan

Lebih terperinci

MODEL DATA SPASIAL DALAM SIG

MODEL DATA SPASIAL DALAM SIG BAB VII MODEL DATA SPASIAL DALAM SIG 7.1 PENDAHULUAN Model dunia nyata dapat memudahkan manusia dalam studi area aplikasi yang dipilih dengan cara mereduksi sejumlah kompleksitas yang ada. Jika model dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan secara alami akan menimbulkan masalah. Permasalahan utama yang terjadi di kota adalah masalah permukiman manusia, yang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia lahir seiring bergulirnya era reformasi di penghujung era 90-an. Krisis ekonomi yang bermula dari tahun 1977 telah mengubah sistem pengelolaan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Tutupan Lahan di Lapangan Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

Studi Perhitungan Jumlah Pohon Kelapa Sawit Menggunakan Metode Klasifikasi Berbasis Obyek

Studi Perhitungan Jumlah Pohon Kelapa Sawit Menggunakan Metode Klasifikasi Berbasis Obyek 1 Studi Perhitungan Jumlah Pohon Kelapa Sawit Menggunakan Metode Klasifikasi Berbasis Obyek Hepi Hapsari Handayani, Maria Regina Caeli Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian tugas akhir ini. Proses ini sangat berpengaruh terhadap hasil akhir penellitan. Pada tahap ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kabupaten Jombang merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di

BAB 1 PENDAHULUAN. Kabupaten Jombang merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Jombang merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di bagian tengah Provinsi Jawa Timur dengan luas wilayah sebesar 1.159,50 km². Penggunaan lahan di Kabupaten

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan

Lebih terperinci

Session_02 February. - Komponen SIG - Unsur-unsur Essensial SIG. Matakuliah Sistem Informasi Geografis (SIG)

Session_02 February. - Komponen SIG - Unsur-unsur Essensial SIG. Matakuliah Sistem Informasi Geografis (SIG) Matakuliah Sistem Informasi Geografis (SIG) Oleh: Ardiansyah, S.Si GIS & Remote Sensing Research Center Syiah Kuala University, Banda Aceh Session_02 February - Komponen SIG - Unsur-unsur Essensial SIG

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 09 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK Menggunakan sensor nonkamera atau sensor elektronik. Terdiri dari inderaja sistem termal,

Lebih terperinci

LAYERING INFORMASI PETA DAN TABULASI UNTUK INFORMASI KEPADATAN LALU LINTAS

LAYERING INFORMASI PETA DAN TABULASI UNTUK INFORMASI KEPADATAN LALU LINTAS LAYERING INFORMASI PETA DAN TABULASI UNTUK INFORMASI KEPADATAN LALU LINTAS 1 Anastasia, Eko Sri, Indah Kusuma Wardani, Nicky Suryo, Prima Gusti Hanum 2 I Wayan S. Wicaksana 1 Program Studi Teknik Informatika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fotografi merupakan suatu kegiatan yang hampir dilakukukan oleh semua orang. Kegiatan fotografi ini dilakukan baik dengan kamera untuk professional maupun menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) Bidang Informasi Geospasial SKKNI IG 2016 SUB-BIDANG PENGINDERAAN JAUH PROJO DANOEDORO

Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) Bidang Informasi Geospasial SKKNI IG 2016 SUB-BIDANG PENGINDERAAN JAUH PROJO DANOEDORO Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) Bidang Informasi Geospasial SUB-BIDANG PENGINDERAAN JAUH PROJO DANOEDORO PUSPICS/Departemen Sains Informasi Geografis, Fakultas Geografi UGM

Lebih terperinci

Bab III Pelaksanaan Penelitian

Bab III Pelaksanaan Penelitian 24 Bab III Pelaksanaan Penelitian III.1. Kerangka pikir Penelitian melakukan perancangan usulan metode dengan menggantikan peta penggunaan tanah kabupaten / kota dengan citra quickbird untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang industri, sarana transportasi, perluasan daerah pemukiman dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono

TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono I. PENGANTAR Penginderaan jauh adalah ilmu dan teknik untuk memperoleh informasi

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: ( Print) 1 II. METODOLOGI PENELITIAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: ( Print) 1 II. METODOLOGI PENELITIAN JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X,. X, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Studi Identifikasi Perubahan Obyek dengan Memanfaatkan Citra Resolusi Tinggi (Studi Kasus Unit Pengembangan Rungkut Surabaya)

Lebih terperinci