PERANAN KEMITRAAN PADA USAHA TERNAK AYAM RAS PEDAGING ALYSA NOVIANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANAN KEMITRAAN PADA USAHA TERNAK AYAM RAS PEDAGING ALYSA NOVIANA"

Transkripsi

1 PERANAN KEMITRAAN PADA USAHA TERNAK AYAM RAS PEDAGING ALYSA NOVIANA DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peranan Kemitraan pada Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2015 Alysa Noviana NIM H

4

5 ABSTRAK ALYSA NOVIANA. Peranan Kemitraan pada Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging. Dibimbing oleh DWI RACHMINA. Usaha ayam ras pedaging merupakan salah satu usaha yang potensial dan dapat diusahakan peternak dengan skala yang bervariasi. Usaha ini umumnya dikelola secara kemitraan karena berisiko tinggi dan membutuhkan modal besar. Tujuan penelitian ini yaitu mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan ayam ras pedaging dan menganalisis peranan pelaksanaan kemitraan terhadap keuntungan usaha peternak mitra pada dua skala usaha yang berbeda. Responden penelitian sebanyak 30 peternak bermitra yang terdiri dari 19 peternak skala kecil ( ekor ayam) dan 11 peternak mitra skala besar (> ekor ayam). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan kemitraan, kedudukan perusahaan inti lebih tinggi dari peternak mitra sehingga peternak tidak memiliki kekuatan tawar terhadap perusahaan. Selain itu, dalam pelaksanaan kemitraan juga masih terdapat kondisi yang dapat merugikan peternak mitra. Meskipun demikian, kemitraan berperan dalam menyediakan sarana produksi, melakukan pembinaan dalam pemeliharaan, dan jaminan pemasaran hasil. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa keuntungan, produksi, dan rasio R/C peternak mitra skala usaha besar lebih tinggi dibandingkan dengan peternak mitra skala usaha kecil. Kata kunci: analisis keuntungan usahatani, ayam ras pedaging, kemitraan ABSTRACT ALYSA NOVIANA. The Role of Partnership in the Broiler Farm. Supervised by DWI RACHMINA Broiler farm is one of the potential businesses and can be operated in various farm scales. This business is usually managed by a partnership because it has high risk and requires substantial capital. The objectives of this study are to describe the partnership and to compare the farm performance between two different scales of farms. The samples are 30 breeder partners that consist of 19 breeder partners in the smaller farm ( chickens) and 11 breeder partners in bigger farm (> chickens). The results showed that in the implementation of partnership, the position of company is higher than that of the breeders. Besides, in the implementation of partnership, there are also many conditions that can be detrimental to breeders. However, partnership of broiler farm gives a lot of advantages to farmers such as providing production inputs, technical guidance on broiler farming and products purchase. The results also showed that income, production, and R/C ratio of breeder partners in the bigger farm are higher than those of breeder partners in the smaller farm. Key word: Broiler, farm income analysis, partnership

6

7 PERANAN KEMITRAAN PADA USAHA TERNAK AYAM RAS PEDAGING ALYSA NOVIANA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

8

9

10

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2015 ini adalah usahatani, dengan judul Peranan Kemitraan pada Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Dwi Rachmina MSi selaku dosen pembimbing. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Harianto MS selaku dosen penguji utama dan Ibu Eva Yolynda Aviny SP MSi selaku dosen penguji komisi pendidikan Departemen Agribisnis. Selanjutnya, terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Ratna Winandi MS selaku dosen pembimbing akademik selama menjalani perkuliahan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada para peternak ayam ras pedaging baik yang bermitra maupun yang tidak bermitra atas bantuan dan arahannya selama penulis mengumpulkan data di lokasi penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, adik, serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Terakhir penulis sampaikan salam semangat dan terima kasih kepada temen-teman Agribisnis 48 dan sahabat-sahabat yang selalu memberi dukungan dan bantuan dalam pembuatan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Desember 2015 Alysa Noviana

12

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ii DAFTAR GAMBAR ii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 4 Ruang Lingkup Penelitian 5 TINJAUAN PUSTAKA 5 Pola Kemitraan Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging 5 Pelaksanaan Kemitraan 6 Pengaruh Pelaksanaan Kemitraan terhadap Keuntungan Peternak 7 KERANGKA PEMIKIRAN 8 Kerangka Pemikiran Teoritis 8 Kerangka Pemikiran Operasional 13 METODE PENELITIAN 15 GAMBARAN UMUM PENELITIAN 18 Karakteristik Wilayah 18 Karakteristik Responden 20 Karakteristik Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging 22 Budidaya Ayam Ras Pedaging 23 HASIL DAN PEMBAHASAN 26 Kemitraan Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging 26 Penggunaan Input Produksi Ayam Ras Pedaging 36 Biaya Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging 43 Penerimaan Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging 49 Keuntungan Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging 51 KESIMPULAN DAN SARAN 52 Kesimpulan 52 Saran 52 DAFTAR PUSTAKA 53 LAMPIRAN 55 RIWAYAT HIDUP 57

14 DAFTAR TABEL 1 Konsumsi rata-rata daging sapi dan ayam ras, Selisih ketersediaan dengan konsumsi daging ayam ras, Perhitungan keuntungan usahatani 17 4 Kelompok usia responden 20 5 Tingkat pendidikan formal responden 21 6 Jenis kelamin responden 21 7 Pekerjaan di luar beternak ayam 22 8 Lama usaha ayam ras pedaging 22 9 Alasan beternak ayam ras pedaging Kapasitas usaha ayam ras pedaging Rata-rata penggunaan input produksi pada usaha ayam ras pedaging Rata-rata penggunaan input produksi pada usaha ayam ras pedaging (per ekor ayam) Feed Convertion Ratio (FCR) dan mortalitas pada usaha ayam ras pedaging (per ekor) Rata-rata curahan tenaga kerja pada usaha ayam ras pedaging (per ekor) Status kepemilikan kandang dan luas kandang pada usaha ayam ras pedaging (per ekor) Status kepemilikan lahan dan luas lahan pada usaha ayam ras pedaging (per ekor) Rata-rata biaya input produksi pada usaha ternak ayam ras pedaging (per ekor) Rata-rata harga input produksi pada usaha ayam ras pedaging Rata-rata biaya listrik, sewa kandang dan perbaikan kandang (per ekor) Rata-rata biaya sewa lahan, penyusutan kandang dan penyusutan peralatan pada usaha ternak ayam ras pedaging (per ekor) Struktur biaya pada usaha ternak ayam ras pedaging mitra skala I dan skala II (per ekor) Produksi pada usaha ayam ras pedaging (per ekor) Harga kontrak dan harga jual ayam peternak mitra per kilogram Rata-rata total penerimaan pada usaha ayam ras pedaging (per ekor) Keuntungan dan R/C rasio pada usaha ayam ras pedaging (per ekor) 51 DAFTAR GAMBAR 1 Pola kemitraan inti-plasma 9 2 Pola kemitraan subkontrak 10 3 Pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis 10 4 Kerangka pemikiran operasional 14

15 DAFTAR LAMPIRAN 1 Lampiran 1 Standar performa harian ayam broiler perusahaan inti 55 2 Lampiran 2 Rata-rata penerimaan usaha ternak ayam ras pedaging peternak mitra skala I dan skala II per ekor 56

16

17 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian nasional berorientasi pada pembangunan sistem agribisnis. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa kegiatan agribisnis dapat mengatasi permasalahan ekonomi nasional, mulai dari kelangkaan pangan sampai masalah kesempatan kerja. Agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem hulu, subsistem budidaya, subsistem hilir dan subsistem pendukung yang saling berkaitan. Pada pembangunan sistem agribisnis, salah satu kendala yang dihadapi adalah kenyataan bahwa sebagian besar pelaku usaha di sistem agribisnis merupakan petani budidaya yang cenderung masih terkendala keterbatasan permodalan dan penggunaan teknologi produksi. Sedangkan, pelaku usaha di subsistem yang lain, merupakan perusahaan dengan kapasitas usaha yang relatif besar dan memiliki akses permodalan. (Murdiyanto dan Kundarto, 2002) Untuk dapat meningkatkan kinerja para pelaku sektor agribisnis, khususnya para petani, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah yaitu dengan mendorong terjalinnya hubungan kerjasama dalam bentuk kemitraan usaha antara petani dan perusahaan. Dalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 9 tahun 1995 menyebutkan bahwa kemitraan usaha adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Oleh karena itu, secara konseptual, kemitraan dipandang sebagai salah satu strategi yang cocok untuk diterapkan dalam pembangunan temasuk pada pembangunan sistem agribisnis pertanian. Perkembangan kemitraan di sektor pertanian tidak terlepas dari peran pemerintah yang memperkenalkan model ini dengan macam-macam istilah antara lain pola inti plasma dan pola kemitraan. Sebenarnya, secara tradisional kemitraan usaha antara petani dan pengusaha di bidang pertanian telah banyak dilaksanakan dengan bentuk gaduhan ternak, sewa-sakap lahan, sistem yarnen dan telah banyak diterapkan dalam bentuk usaha pertanian kontrak (contract farming). Pola kemitraan inti plasma pertama kali diterapkan pada usaha komoditas perkebunan yang dikenal dengan istilah Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan atau PIR-bun (Rustiani et al., 1997). Selanjutnya hubungan kerjasama kemitraan juga diterapkan tidak hanya pada komoditas-komoditas subsektor perkebunan tetapi juga diterapkan pada komoditas di subsektor lain termasuk subsektor peternakan terutama dalam usaha peternakan ayam ras pedaging. Ayam ras pedaging memiliki ciri khas pertumbuhan yang cepat sehingga membuat perputaran modal usaha cenderung singkat. Selain itu usaha ayam ras juga memiliki peluang pasar yang besar sejalan dengan pertambahan penduduk dan perkembangan ekonomi masyarakat yang menyebabkan kebutuhan konsumsi daging juga mengalami peningkatan. Apabila dibandingkan dengan daging sapi, daging ayam ras cenderung lebih disukai karena harga daging ayam yang relatif murah sehingga daging ayam ras lebih banyak dikonsumsi masyarakat (Tabel 1).

18 2 Tabel 1 Konsumsi rata-rata daging sapi dan ayam ras di Indonesia, Uraian Konsumsi (kg/kapita/tahun) Laju per tahun (%) Daging sapi Daging ayam ras Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2014 (diolah) Adanya peningkatan laju konsumsi daging ayam membuat ketersediaan daging ayam ras harus selalu dapat tercukupi. Tetapi berdasarkan data pada Tabel 2, ketersediaan daging ayam belum mencukupi kebutuhan konsumsi yang ditunjukkan oleh adanya selisih antara ketersediaan daging ayam dengan konsumsinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat peluang pasar bagi masyarakat untuk mengusahakan ayam ras pedaging. Tabel 2 Selisih ketersediaan dengan konsumsi daging ayam ras di Indonesia Variabel Tahun (kg/kapita/tahun) Laju per tahun (%) Ketersediaan Konsumsi Selisih Sumber: Pusat data dan informasi, 2013 (diolah) Perputaran modal yang cepat dan peluang usaha yang besar menjadi daya tarik usaha ternak ayam ras pedaging bagi tidak hanya masyarakat tetapi juga para pemiliki modal untuk mendirikan perusahaan peternakan. Perusahaan peternakan didefinisikan peternakan yang di selenggarakan dalam bentuk suatu perusahaan secara komersial dan mempunyai izin usaha dengan skala usaha yang besar (Surat Keputusan Menteri Pertanian No.472/Kpts/TN.330/6/96). Berbeda dengan usaha ternak ayam ras pedaging masyarakat yang umumnya merupakan usaha skala kecil yang disebut usaha peternakan rakyat. Dibandingkan dengan perusahaan peternakan, usaha peternakan rakyat umumnya memiliki keterbatasan modal, adopsi teknologi yang rendah, akses pasar sulit dan terbatas, dan kemampuan manajerial peternak yang rendah. Perbedaan tersebut membuat perusahaan dapat lebih efesien dalam berproduksi dibandingkan dengan peternak rakyat. Kondisi ini memicu terjadinya persaingan pasar yang berakibat pada tidak sedikit dari peternak rakyat yang gulung tikar. Sebagai upaya untuk melindungi usaha peternakan rakyat, pemerintah menganjurkan peternak untuk berkerjasama dengan pihak lain terutama dalam penanaman modal. Bantuan permodalan pertama kali dilakukan dengan diluncurkannya program kredit Bimas ayam ras. Anjuran pemerintah untuk melindungi usaha peternakan rakyat lainnya adalah pengembangan kerjasama kemitraan antara peternak rakyat dengan perusahaan peternakan dengan meluncurkan program kemitraan dalam pola inti-rakyat atau PIR seperti yang diterapkan pada komoditas perkebunan dengan nama PIR unggas. (Yusdja et al., 2004)

19 Walaupun program kemitraan usaha ayam ras pedaging telah lama diluncurkan tetapi kemitraan usaha ayam ras pedaging ini mulai berkembang dan dikenal masyarakat saat terjadinya krisis ekonomi tahun Krisis yang berdampak pada naiknya harga-harga sarana produksi peternakan sementara harga jual hasil produksi mengalami penurunan membuat tidak sedikit dari peternak yang melakukan usaha secara mandiri mulai bergabung dalam kemitraan yang dilakukan perusahaan agar dapat bertahan selama krisis. 1 3 Rumusan Masalah Dalam kemitraan ayam ras pedaging, peternak rakyat berperan sebagai plasma yang berkewajiban untuk melaksanakan produksi. Sedangkan, perusahaan berperan sebagai inti yang berkewajiban untuk mensuplai sarana produksi secara kredit, memberi pembinaan budidaya, dan membeli hasil produksi. Dengan kata lain, peternak rakyat tidak hanya menerima manfaat berupa permodalan dan pembinaan tetapi juga jaminan pemasaran. Adanya manfaat-manfaat tersebut menjadi daya tarik bagi peternak lain untuk bergabung dalam program kemitraan agar terhindar dari risiko kerugian akibat tingginya risiko produksi dan fluktuasi harga sarana produksi maupun harga hasil produksi. Dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan adalah peningkatan keuntungan kedua belah pihak yang bermitra. Peningkatan keuntungan dapat tercapai apabila pelaksanaan kemitraan berjalan dengan baik sesuai dengan prinsip-prinsip kemitraan karena kemitraan yang baik mampu memberikan nilai lebih bagi kedua pihak yang bermitra. Peningkatan keuntungan ini diperoleh dari adanya peningkatan volume produksi dan jaminan harga beli yang diperoleh peternak mitra. Hal tersebut tentunya tidak didapatkan peternak apabila melakukan usahanya secara mandiri. Apabila dibandingkan, keuntungan yang diperoleh peternak bermitra menjadi lebih tinggi dari keuntungan yang diperoleh peternak mandiri (Pribadi, 2013; Febridinia, 2010; Bahari et al., 2012), walaupun tidak semua peternak bermitra memperoleh keuntungan yang lebih baik dari peternak mandiri (Deshinta, 2006; Rachmatia, 2010). Salah satu faktor yang mempengaruhi keuntungan yang diperoleh adalah volume produksi yang dihasilkan oleh peternak. Besar kecilnya hasil yang diperoleh umumnya dipengaruhi oleh besarnya skala usaha yang dimiliki peternak. Skala usaha yang dimiliki akan berpengaruh pada besar kecilnya biaya produksi dan manajemen usaha yang dijalankan. Peternak dengan skala usaha lebih besar umumnya memperoleh keuntungan usaha yang lebih besar jika dibandingkan dengan peternak yang mengusahakan usahanya dengan skala kecil (Rachmatia, 2010; Maulana 2008). Hal tersebut membuat pemilihan skala usaha yang tepat menjadi penting agar usaha yang dijalankan dapat memberikan keuntungan bagi peternak. 1 Poultry Indonesia Sejarah Kemitraan. terdapat pada indonesia.com /news/utama-2/sejarah-kemitraan/ diakses pada tanggal 5 Mei 2015

20 4 Kecamatan Pamijahan merupakan sentra produksi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor dengan jumlah produksi tertinggi. Populasi ayam ras di Kecamatan Pamijahan dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan dengan laju sebesar 18.98% per tahun (BPS Kabupaten Bogor, 2015) yang menandakan semakin berkembangnya usaha ternak ayam ras pedaging. Mayoritas kegiatan usaha ternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan dilakukan dengan pola kemitraan dan diusahakan dengan skala usaha yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil penelitian Deshinta (2006) dan Rachmatia (2010) dapat dikatakan bahwa tidak selamanya kemitraan memberikan keuntungan bagi peternak. Jika konsep kemitraan merupakan konsep yang saling menguntungkan, maka pelaksanaan konsep kemitraan tersebut seharusnya benar-benar dilakukan dengan prinsip saling menguntungkan. Selain itu, apabila skala usaha yang lebih besar lebih menguntungkan dibandingkan dengan skala kecil seharusnya peternak mitra yang melakukan usaha dengan skala besar dapat memperoleh keuntungan yang lebih tinggi. Maka dari itu perlu dilakukan kajian mengenai pelaksanaan kemitraan dan pengaruhnya terhadap keuntungan yang diperoleh peternak berdasarkan skala usahanya. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pelaksanaan kerjasama kemitraan yang dilakukan oleh peternak dan perusahaan inti di Kecamatan Pamijahan? 2. Bagaimana peranan kemitraan terhadap usaha yang dijalankan peternak mitra pada skala usaha yang berbeda di Kecamatan Pamijahan? Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan. 2. Menganalisis peranan kemitraan terhadap usaha ternak ayam ras pedaging yang dijalankan peternak mitra pada skala usaha yang berbeda. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak pihak terkait, yaitu: 1. Bagi Peternak Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi peternak ayam ras pedaging yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pelaksanaan usaha. 2. Bagi Penulis Kegiatan penelitian ini menjadi proses pembelajaran dalam menganalisa permasalahan dalam pelaksanaan kemitraan berdasarkan data dan fakta yang diperoleh dan disesuaikan dengan konsep yang diterima. 3. Bagi Pihak Lain Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan kebijakan dalam pelaksanaan kemitraan dan menjadi literatur serta perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

21 5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan dan menganalisis pengaruh kemitraan dengan menitikberatkan pada perolehan keuntungan peternak mitra. Peternak mitra yaitu peternak yang bekerjasama dengan perusahaan inti yang pelaksanaannya diatur dalam kontrak kerjasama. Berdasarkan kapasitas usahanya maka peternak mitra dalam penelitian ini terbagi menjadi dua skala. Skala I yaitu peternak dengan kapasitas usaha ekor setiap siklusnya dan skala II yaitu peternak dengan kapasitas usaha > ekor setiap siklusnya. TINJAUAN PUSTAKA Pola Kemitraan Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging Kemitraan usaha peternakan telah dikembangkan sejak tahun 1984 dengan pola kemitraan Perusahaan Inti Rakyat (PIR) (Sumardjo et al. 2004). Pada pola PIR, perusahaan berperan sebagai inti dan peternak rakyat berperan sebagai plasma. Kerjasama kemitraan pada usaha ayam ras banyak dilakukan dalam tiga bentuk kerjasama yaitu kerjasama dengan harga kontrak, kerjasama bagi hasil, dan maklon. Bentuk kerjasama kemitraan yang pertama yaitu kerjasama dengan harga kontrak. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, kerjasama kemitraan pada usaha ayam ras pedaging dengan harga kontrak ini umumnya dilakukan dengan pola kemitraan inti-plasma (Febridinia, 2010; Pribadi, 2013; Fitriza et al., 2012; Sinollah, 2011; Suwarta et al., 2010; Subkhie et al., 2012; dan Istanto et al. 2010), tetapi tidak semua kemitraan ayam ras pedaging dengan harga kontrak dilakukan dengan pola inti-plasma, seperti pada penelitian Deshinta (2006) kemitraan dilakukan dengan pola kerjasama operasional agribisnis (KOA). Berdasarkan hasil penelitian, pada kerjasama harga kontrak terdapat kesepakatan harga sapronak dan kesepakatan harga sehingga peternak dapat memperkecil risiko kerugian yang diperoleh akibat dari adanya fluktuasi harga baik harga sapronak atau harga ayam di pasar. Artinya, terdapat pembagian risiko kerugian (risk sharing) antara perusahaan dan peternak dimana saat harga ayam di pasar lebih rendah dari harga kontrak maka risiko kerugian menjadi tanggung jawab inti, begitu pula apabila terdapat kenaikan harga sapronak maka peternak tetap harus membayar sesuai dengan harga kontrak. Tetapi, apabila harga ayam di pasar lebih tinggi dari harga kontrak maka inti akan membagi keuntungan dengan plasma berdasarkan persentase yang telah di sepakati bersama. Hasil penelitian Kesuma (2006) menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara pola inti plasma dan pola kerjasama operasional agribisnis (KOA). Pola kemitraan inti plasma umumnya menghendaki adanya barang jaminan dari peternak berupa uang, sertifikat tanah, bangunan, atau bukti kepemilikan kendaraan. Pola kemitraan inti plasma sangat berpegangan pada kontrak perjanjian yang disepakati baik dalam pelaksanaan maupun di harga input dan output yang berlaku. Pihak inti berkewajiban untuk menyediakan pemasaran dan

22 6 input dan pihak peternak berkewajiban untuk menyediakan kandang dan peralatan budidaya, biaya operasional dan melakukan proses produksi. Kerugian penjualan output ditanggung oleh pihak inti tetapi kerugian ini dapat tertutupi dengan penjualan input produksi ke pihak peternak sedangkan kerugian akibat teknis produksi dibebankan pada peternak sehingga terjadi pembagian risiko (risk sharing). Lebih lanjut Kesuma (2006) menyatakan bahwa dibandingkan dengan pola kemitraan inti plasma, pada pola kemitraan KOA tidak terdapat kontrak tertulis, sehingga tidak terdapat perjanjian harga yang membuat penentuan harga sesuai dengan harga yang berlaku di pasar. Pihak inti berkewajiban untuk menyediakan pemasaran, input, dan biaya operasional selain biaya tenaga kerja karena biaya tenaga kerja menjadi kewajiban dari peternak. Selain biaya tenaga kerja, pihak peternak juga berkewajiban untuk menyediakan kandang dan menangani proses produksi. Untuk kewajiban pihak pihak yang bekerja sama tidak berbeda antara kemitraan inti plasma maupun KOA. Tidak seperti pada pola inti plasma yang menerapkan kebijakan risk sharing, risiko kerugian dari fluktuasi harga dan kegiatan produksi ditanggung oleh kedua belah pihak. Bentuk kerjasama yang kedua yaitu pola kerjasama bagi hasil. Pada kerjasama bagi hasil, harga sapronak dan harga ayam ditentukan berdasarkan mekanisme pasar. Keuntungan atau kerugian yang diperoleh dibagi atau ditanggung oleh kedua belah pihak sesuai dengan persentase pembagian 50:50 atau persentase lain yang disepakati bersama yakni 60:40 seperti pada penelitian Nurfadillah (2014). Bentuk kerjasama yang terakhir yaitu pola maklon, pada pola ini yan disepakati yaitu biaya operasional pemeliharaan yang akan diperoleh peternak plasma dengan perhitungan per ekor atau per kilogram ayam. Kerjasama maklon ini disebut juga dengan kerjasama biaya operasional atau BOP. Hubungan kerjasama bagi hasil dan maklon terdapat pada pola kemitraan subkontrak seperti yang terdapat pada penelitian Cepriadi et al. (2010). Pola hubungan subkontrak pada penelitian Cepriadi et al. (2010) merupakan hubungan kerjasama yang terdiri dari dua sistem bagi hasil yaitu sistem pembagian hasil yang berupa upah pemeliharaan dan sistem pembagian hasil yang berupa insentif yang sudah disepakati di awal kerjasama. Pelaksanaan Kemitraan Dalam pelaksanaan kemitraan, peternak memiliki posisi tawar yang rendah dbandingkan dengan perusahaan inti. Hal ini tercermin dalam pelaksanaan hak dan kewajiban yaitu belum terpenuhinya hak-hak plasma yang tercantum dalam perjanjian dan pelaksanaan kemitraan yang tidak sesuai dengan tujuan dari perjanjian kemitraan (Wibowo, 2013). Kedudukan pihak plasma juga menjadi sangat rentan dikarenakan belum adanya petunjuk atau pengaturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kemitraan (Wibowo, 2013) padahal kelancaran pelaksanaan kemitraan akan berpengaruh terhadap manfaat yang akan diterima kedua belah pihak. Amenuri et al. (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa perbedaan sistem usaha pada peternakan ayam ras pedaging yang dikelola secara mandiri dan secara kemitraan baik dari sisi teknis maupun modal dan operasional. Dari sisi

23 teknis, peternak mitra menerima pembinaan mengenai pemeliharaan sehingga berpengaruh pada hasil produksi. Hasil penelitian Nurfadillah (2004) menyatakan bahwa peternak mandapatkan manfaat dalam hal peningkatan produksi dan efesiensi karena adanya pembinaan dalam penggunaan input dan pemantauan saat proses produksi. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Suwarta et al. (2010) bahwa kemitraan berpengaruh positif terhadap peningkatan produktivitas usaha ternak. Peternak mitra juga mendapatkan jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas untuk sarana produksi ternak. Tetapi, peternak mitra tidak mendapatkan perlindungan risiko terutama risiko harga karena tidak terdapat kontrak harga di awal perjanjian. Perjanjian di awal kerjasama umumnya tidak hanya menyangkut kontrak harga tetapi juga kontrak kerjasama berupa perjanjian terikat secara tertulis mengenai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak (Cepriadi et al., 2010; Deshinta, 2006). Pola kerjasama dalam kontrak menuntut peternak untuk memenuhi persyaratan yang biasanya terkait dengan sarana dan prasarana, agunan berupa sertifikat tanah, identitas peternak, dan lain-lain (Masdar dan Yunasaf 2010). Akan tetapi di beberapa kasus kemitraan, terdapat pula kerjasama yang tidak memiliki kontrak secara tertulis (Nurfadillah, 2014; Kesuma, 2006). Padahal perjanjian secara tertulis diperlukan agar dapat lebih memperjelas hak dan kewajiban serta meningkatkan transparansi dalam kemitraan. Secara keseluruhan dari penelitian mengenai kemitraan ayam ras, baik perusahaan inti dan peternak mitra mendapatkan manfaat dari adanya kerjasama kemitraan. Walaupun dalam evaluasi pelaksanaan kemitraan terdapat berbagai persoalan seperti kredit macet dan kecurangan peternak mitra seperti menjual pakan yang telah dipasok dari perusahaan inti dan menggantinya dengan pakan kualitas rendah. Sedangkan pelanggaran perusahaan inti biasanya terkait perusahaan yang tidak mengambil seluruh hasil panen saat perusahaan over supply, kemunduran waktu panen, serta terlambatnya pembayaran keuntungan dan bonus. 7 Pengaruh Kemitraan terhadap Keuntungan Peternak Amenuri et al (2006) menyatakan bahwa melalui kemitraan, peternak mitra menerima pembinaan mengenai pemeliharaan sehingga berpengaruh pada hasil produksi. Lebih lanjut Amenuri et al. (2006) menyatakan bahwa peternak mitra mengeluarkan modal dan biaya operasional yang relatif lebih sedikit karena mendapat bantuan modal dari perusahaan inti. Pengaruh kemitraan terhadap produksi dan keuntungan peternak mitra seringkali dilihat dengan membandingkan antara peternak mitra dan peternak mandiri (Deshinta, 2006; Pribadi, 2013; Rachmatia, 2010; Febridinia, 2010; Wulandari et al., 2014; Bahari et al., 2012). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa keuntungan yang diperoleh peternak mitra lebih besar dari keuntungan yang diperoleh peternak mandiri (Pribadi, 2013; Febridinia, 2010; Wulandari et al. 2014) walaupun tidak semua peternak bermitra memperoleh keuntungan yang lebih baik dibandingkan peternak mandiri (Deshinta, 2006; Rachmatia, 2010). Perbandingan tersebut seringkali dilakukan tanpa memperhatikan skala usaha yang dijalankan peternak. Padahal, keuntungan yamg diperoleh peternak

24 8 yang bermitra juga dapat dipengaruhi beberapa faktor salah satunya yaitu skala usaha (Saleh, 2006; Miharja, 2012). Pada penelitian Rachmatia (2010) dan Maulana (2008) peternak mitra dengan skala usaha yang lebih besar memperoleh keuntungan yang lebih besar dibandingkan peternak mitra yang lebih kecil. Akan tetapi, penelitian Nurfadillah (2014) menyatakan hal yang berbeda. Hasilnya menyatakan bahwa peternak mitra skala terkecil yakni skala I memperoleh keuntungan terbesar dibandingkan dengan peternak mitra dengan skala usaha yang lebih besar. Rachmatia (2010) hanya membandingkan dua skala usaha yakni skala kecil dengan kapasitas usaha ekor per siklus produksi dan skala besar dengan kapasitas usaha lebih dari ekor per siklus produksi. Sedangkan Nurfadillah (2014) dan Maulana (2008) membagi peternak mitra kedalam tiga skala usaha yakni skala I, skala II, dan skala III. Berdasarkan uraian diatas, kemitraan ayam ras pedaging pada umumnya dilakukan dengan pola inti-plasma. Hak, kewajiban, pembagian hasil, dan ketentuan lainnya tercantum dalam dokumen perjanjian kemitraan atau kontrak yang disepakati kedua belah pihak. Penelitian mengenai pengaruh kemitraan terhadap usaha ternak ayam ras pedaging terlihat dari jumlah produksi, tingkat mortalitas, biaya, dan penerimaan peternak mitra yang berdampak pada keuntungan dan nilai R/C rasio yang diperoleh peternak mitra. Peternak mitra skala besar memperoleh produksi, keuntungan, dan nilai R/C rasio yang lebih tinggi dibandingkan peternak mitra skala kecil. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Kemitraan Undang Undang No. 9 Tahun 1995 dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 menyatakan bahwa kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah dan usaha besar dengan memperlihatkan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat, saling memerlukan. Hafsah (2000) mendefinisikan kemitraan sebagai suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Pelaksanaan kemitraan diupayakan untuk terwujudnya keterkaitan usaha sehingga dapat meningkatkan keuntungan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumberdaya usaha, meningkatkan skala usaha, serta meningkatkan kemampuan usaha kedua belah pihak terutama kelompok mitra (Sumardjo et al. 2004). Kemitraan dilaksanakan dengan ketentuan bahwa usaha besar wajib melakukan pembinaan dan pengembangan dalam bidang produksi, pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi. Menurut Hafsah (2000) manfaat yang dicapai dari kemitraan meliputi empat hal yaitu dalam produktivitas, efesiensi, jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas, serta risiko. Peningkatan produktivitas pada perusahaan besar ditandai dengan adanya kenaikan produksi tanpa harus menambah atau mengurangi input

25 yang artinya perusahaan mendapatkan manfaat untuk menghemat penggunaan input. Sedangkan pada perusahaan kecil, peningkatan produktivitas terjadi karena memperoleh tambahan kualitas input, bantuan kredit, teknologi, dan pembinaan budidaya. Penggunaan teknologi juga akan menghemat waktu produksi perusahaan kecil. Penghematan penggunaan input dan waktu produksi menunjukkan adanya peningkatan efesiensi. Manfaat kemitraan lainnya yaitu jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas pasokan bahan baku bagi usaha besar yang diproduksi oleh usaha mitranya. Bagi usaha kecil hal tersebut merupakan jaminan penyerapan hasil yang diproduksi yang dapat memperkecil tingkat risiko kerugian sehingga terjadi risk sharing antara perusahaan dan usaha kecil. Bagi usaha kecil, risk sharing betul-betul terlaksana apabila mitra usaha betul-betul mampu menjamin penyerapan jasil produksi sehingga risiko kerugian akibat kelebihan hasil produksi atau penurunan harga dapat dihindari. Agar tujuan kemitraan dapat tercapai maka pelaksanaan kemitraan harus diatur dan ditentukan dalam kontrak atau perjanjian berdasarkan pola kemitraan yang dilaksanakan. Pola kemitraan adalah bentuk-bentuk kemitraan yang telah diatur dalam Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1995 yang terdiri dari pola inti-plasma, pola subkontrak, pola dagang umum, pola waralaba, pola keagenan, dan bentuk-bentuk lain. Pola bentuk lain yaitu pola kerjasama operasional agribisnis (KOA) (Sumardjo et al. 2004). Dalam usaha kemitraan ayam ras pedaging, pola kemitraan yang umumnya diterapkan meliputi: a. Pola inti plasma Pada pola kemitraan inti plasma, perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan kelompok mitra bertindak sebagai plasma. Kelompok mitra berperan sebagai plasma yang mengelola seluruh usaha bisnisnya sampai panen dan wajib untuk menjual hasil produksi kepada perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati sedangkan perusahaan berperan sebagai perusahaan inti yang akan menampung dan membeli hasil produksi petani plasma, serta memberikan bimbingan teknis dan pembinaan manajemen kepada petani plasma. Perusahaan inti umumnya menyediakan bantuan permodalan atau kredit, sarana produksi, dan teknologi. Hal ini memperlihatkan adanya hubungan timbal balik antara perusahaan dan petani sehingga dapat digambarkan dengan panah dua arah seperti pada Gambar 1. 9 Plasma Plasma Perusahaan Inti Plasma Plasma Gambar 1 Pola kemitraan inti-plasma Sumber: Sumardjo et al. 2004

26 10 b. Pola subkontrak Pada hubungan kemitraan pola subkontrak, kelompok mitra memproduksi kebutuhan yang dibutuhkan oleh perusahaan mitra sebagai komponen produksinya. Kelompok mitra menyediakan tenaga kerja dan membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga, dan waktu. Sedangkan perusahaan mitra menampung dan membeli komponen produksi yang dihasilkan oleh kelompok mitra, menyediakan bahan baku, dan melakukan kontrol kualitas serta pembinaan produksi secara intensif. Hubungan kemitraan pola subkontrak dapat digambarkan seperti pada Gambar 2. Plasma Plasma Perusahaan Inti Plasma Plasma Gambar 2 Pola kemitraan subkontrak Sumber: Sumardjo et al a. Pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) Pola kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Kelompok mitra menyediakan lahan dan tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan modal, manajemen, dan sarana produksi. Perusahaan juga menjamin pasar produk, melakukan pengolahan dan pengemasan. Hal ini menunjukan bahwa perusahaan dan kelompok mitra menjalankan seluruh kegiatan agribisnis secara bersama-sama. Dalam pelaksanaannya, terdapat kesepakatan mengenai pembagian hasil dan risiko usaha. Bentuk kemitraan pola KOA dapat digambarkan sepeti pada Gambar 3. Kelompok Mitra Perusahaan Mitra Lahan Sarana Tenaga Kerja Biaya Modal Manajemen Teknologi Gambar 3 Pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis Sumber: Sumardjo et al. 2004

27 Konsep Usahatani Soekartawi et al (1986) menyatakan bahwa ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara petani dalam memadukan sumberdaya yang terbatas untuk mencapai tujuannya. Definisi ilmu usahatani tersebut diperinci bahwa usahatani suatu organisasi produksi di lapangan pertanian yang terdiri dari lahan yang mewakili alam, kerja keluarga tani, modal, dan pengelolaan atau manajemen oleh petani (Suratiyah, 2009). Berdasarkan definisi usahatani Suratiyah (2009) maka unsur-unsur usahatani terdiri dari lahan, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan. Unsur lahan merupakan tempat menyelenggarakan kegiatan produksi. Unsur tenaga kerja yang sering digunakan dalam kegiatan usahatani diklasifikasikan menjadi tenaga kerja manusia yang dibedakan dalam tenaga kerja dari keluarga dan tenaga kerja dari luar keluarga serta tenaga kerja ternak. Unsur modal berupa lahan, bangunan, alat pertanian, uang tunai, dan barang atau jasa untuk kegiatan operasional. Modal tersebut dapat bersumber dari milik sendiri, pinjaman atau kredit, dan sewa. Sedangkan, unsur pengelolaan terkait dengan kemampuan petani dalam memanajemen atau mengelola kegiatan usahataninya agar efektif dan efesien. Menurut Soekartawi (2006), kegiatan usahatani dapat dikatakan efektif apabila dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya dengan baik, sedangkan dikatakan efesien apabila hasil yang dicapai petani lebih banyak dari sumberdaya input yang digunakan. Kegiatan usahatani yang efektif dan efesien akan berpengaruh terhadap keuntungan usahatani yang diperoleh. Pendapatan usahatani didefinisikan sebagai balas jasa dari kerja sama faktor-faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang merupakan selisih antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Penerimaan usahatani yaitu hasil perkalian antara hasil produksi dengan harga jual. Dalam menghitung penerimaan usahatani terdapat hal yang harus diperhatikan seperti perhitungan produksi (hasil panen), frekuensi pemanenan, frekuensi penjualan, dan harga jual pada masing-masing penjualan tersebut (Soekartawi 2006). Penerimaan usahatani terbagi menjadi penerimaan tunai dan penerimaan total. Penerimaan tunai usahatani adalah nilai uang yang diterima dari hasil penjualan produk usahatani. Sedangkan penerimaan total usahatani (total farm revenue) didefinisikan sebagai nilai uang dari total produk usahatani. Total produk usahatani ini mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi sendiri, digunakan dalam kegiatan usahatani untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, dan disimpan. Harga yang digunakan dalam perhitungan penerimaan untuk produk yang dijual petani yaitu harga jual yang diterima petani, sedangkan untuk menghitung penerimaan yang diperoleh dari produk yang tidak dijual digunakan harga pasar (Soekartawi et al.1986). Menurut Soekartawi et al. (1986), pengeluaran total usahatani (total farm expenses) merupakan nilai semua input yang digunakan selama proses produksi. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan non tunai. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran yang dibayarkan dengan menggunakan uang tunai, seperti biaya pembelian sarana produksi, biaya untuk membayar tenaga kerja, dan lain-lain. Sedangkan pengeluaran tidak tunai adalah pengeluaran yang tidak dibayar dengan tunai misalnya upah tenaga kerja yang dibayar dengan benda, bibit atau pakan ternak yang berasal dari hasil panen, dan penyusutan alat pertanian. 11

28 12 Penggolongan biaya produksi berdasarkan sifatnya terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Jumlah biaya tidak tetap (variable cost) dipengaruhi oleh produksi, besar biaya tidak tetap dapat berubahubah sesuai dengan seberapa banyak hasil poduksi yang diinginkan. Contoh biaya tidak tetap yaitu biaya untuk bahan baku produksi, upah tenaga kerja. Sedangkan biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang jumlahnya relatif tetap, biaya tetap tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang diinginkan contohnya biaya pajak, biaya sewa lahan (Soekartawi 2006). Penyusutan termasuk dalam biaya tetap (fixed cost). Untuk mengukur keberhasilan usahatani dapat dilakukan dengan melakukan analisis keuntungan usahatani. Analisis ini bertujuan untuk menggambarkan keadaan usahatani saat ini sehingga dapat melakukan evaluasi untuk perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang. Keuntungan usahatani digunakan untuk melihat apakah usahatani yang dilakukan menguntungkan atau merugikan dan seberapa besar keuntungan dan kerugian tersebut. Besar keuntungan yang diperoleh dapat dipengaruhi oleh luas usaha atau skala usaha yakni besarnya areal tanam atau jumlah ternak setiap siklusnya, pilihan dan kombinasi cabang usaha, intensitas pengusahaan, dan efesiensi tenaga kerja (Hernanto, 1989). Ukuran efesiensi keuntungan dalam usahatani salah satunya adalah rasio R/C (Revenue Cost Ratio) yang bertujuan untuk mengukur efisiensi input dan output, dengan menghitung perbandingan antara penerimaan total dengan biaya produksi total. Analisis R/C ini juga bertujuan untuk melihat keuntungan relatif suatu usaha dengan usaha lainnya berdasarkan perhitungan finansial. Hernanto (1989) berpendapat bahwa keberhasilan usahatani dipengaruhi oleh faktor internal yakni modal, tanah, tenaga kerja, dan teknologi serta faktor eksternal yakni sarana transportasi dan komunikasi, harga input dan output. Akan tetapi, Hernanto (1989) juga menyebutkan komponen faktor eksternal lain yang berpengaruh terhadap keberhasilan usahatani yakni fasilitas kredit dan sarana penyuluhan bagi petani. Adanya pelaksanaan kemitraan membuat peternak atau petani dapat memperoleh permodalan, peningkatan kemampuan teknologi, jaminan pemasaran dan harga output, serta fasilitas kredit dan penyuluhan dengan adanya pembinaan dari perusahaan inti. Manfaat-manfaat tersebut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usahatani seperti yang dinyatakan oleh Suratiyah (2009) dan Hernanto (1989). Konsep Skala Usaha Nicholson (1995) menyatakan bahwa perubahan skala hasil meningkat, menurun atau konstan dapat dilakukan dengan mengukur besar output yang diperoleh apabila perusahaan melipatgandakan skala. Misalnya dengan menggandakan jumlah pabrik atau mesin yang dimiliki. Perubahan ini dapat diukur dengan mengalikan konstanta positif yang sama, m (dimana m > 1), pada fungsi produksi q = f(k,l) dan input yang digunakan. Apabila hasil f(mk,ml) = mf(k,l) = mq maka fungsi produksi memperlihatkan hasil berbanding skala yang konstan. Selanjutnya, apabila hasil f(mk,ml) > mf(k,l) = mq maka fungsi produksi memperlihatkan hasil berbanding skala yang meningkat. Sedangkan, apabila hasil f(mk,ml) < mf(k,l) = mq maka fungsi produksi memperlihatkan hasil berbanding skala yang menurun.

29 Lebih lanjut Salvatore (2011) menjelaskan apabila perubahan input yang menyebabkan adanya perubahan output dilakukan dengan harga input yang konstan, maka diperoleh tiga jenis skala hasil, yaitu: (1) Skala usaha dengan kenaikan hasil meningkat (increasing return to scale) yaitu kenaikan satu unit input menyebabkan kenaikan output yang semakin bertambah yang dapat membuat biaya per unit output menjadi lebih rendah; (2) Skala usaha dengan kenaikan hasil menurun (decreasing return to scale) yaitu apabila pertambahan satu unit input menyebabkan kenaikan output yang semakin berkurang yang dapat menbuat biaya per unit output menjadi lebih tinggi; dan (3) Skala usaha dengan kenaikan hasil tetap (constant return to scale), yaitu penambahan satu unit input menyebabkan kenaikan output dengan proporsi yang sama. Salvatore (2011) menyatakan bahwa skala hasil meningkat ini timbul karena adanya peningkatan skala operasi yang disebabkan peningkatan teknologi, spesialisasi tenaga kerja, dan peningkatan modal usaha. Peningkatan dalam permodalan membuat perusahaan mendapatkan kemudahan untuk memperoleh pinjaman dari bank atau pembelian input dalam jumlah besar sehingga harganya menjadi lebih murah. Ketiga hal ini dapat membuat perusahaan dapat menurunkan biaya per unit produk. 13 Kerangka Pemikiran Operasional Usaha ternak ayam ras pedaging sangat rentan terhadap risiko dan memerlukan modal yang besar sehingga untuk mendapatkan hasil yang maksimal, peternak dituntut untuk dapat berproduksi dengan efesien agar dapat memperoleh keuntungan. Berbeda dengan perusahaan peternakan yang memiliki modal yang lebih besar, teknologi modern, dan manajemen yang teratur, peternak rakyat tidak dapat berproduksi secara maksimal karena umumnya memiliki modal yang terbatas, teknologi sederhana, dan kemampuan manajerial yang rendah. Untuk membantu peternak rakyat dalam mengatasi masalah tersebut, pemerintah menganjurkan peternak untuk berkerjasama dengan pihak lain salah satunya dengan pengembangan kemitraan. Kerjasama kemitraan antara peternak rakyat dan perusahaan umumnya diatur dalam perjanjian hak dan kewajiban agar kemitraan dapat berjalan dengan baik dan saling menguntungkan. Namun, kerjasama kemitraan ini memiliki beberapa kekurangan atau kelemahan dalam pelaksanaannya yang menyebabkan prinsip saling menguntungkan tidak dapat terpenuhi. Untuk mengetahui adanya penerapan prinsip saling menguntungkan pada pelaksanaan kemitraan maka perjanjian dan mekanisme dalam pelaksanaan kemitraan dideskripsikan dan dievaluasi dengan menganalisis manfaat yang diterima kedua belah pihak. Manfaat yang diterima peternak dengan mengikuti pelaksanaan kemitraan mempengaruhi usaha peternak mitra dalam budidaya dan jaminan harga. Manfaat ini tidak akan diperoleh peternak apabila menjalankan usaha ternaknya secara mandiri. Dalam budidaya, peternak mitra memperoleh input produksi yang berkualitas dari perusahaan inti dan pembinaan budidaya sehingga hasil output produksi ayam yang dihasilkan dapat meningkat. Sedangkan, jaminan harga input dan output membuat peternak mitra dapat terhindar dari risiko fluktuasi harga. Adanya peningkatan produksi dan jaminan pemasaran dengan harga kontrak dari

30 14 perusahaan inti dapat meningkatkan penerimaan yang diperoleh. Hal ini akan berpengaruh pada keuntungan dan nilai imbangan penerimaan dan biaya (R/C) yang diperoleh. Keuntungan usaha ternak diperoleh melalui selisih antara penerimaan dengan biaya-biaya usaha ternak yang dikeluarkan, baik biaya tunai maupun biaya non-tunai. Setelah itu akan dilakukan perbandingan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) untuk mengetahui keuntungan relatif yang diperoleh. Keuntungan usaha peternak mitra merupakan salah satu indikator keberhasilan kemitraan yang dipengaruhi juga oleh skala usaha yang dijalankan peternak. Peternak dengan skala usaha yang lebih besar umumnya akan mengeluarkan biaya yang lebih rendah dan memproduksi output dengan jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan peternak dengan skala usaha kecil. Oleh karena itu, pengaruh kemitraan terhadap keuntungan peternak akan dilakukan dengan membandingkan keuntungan yang diperoleh peternak mitra skala kecil dan skala besar. Kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini secara lebih singkat dijelaskan pada Gambar 4. Karakteristik usahaternak ayam ras pedaging: Usaha ternak ayam ras pedaging memiliki peluang usaha yang besar dan pertputaran modal yang cepat tetapi rentan terhadap risiko dan membutuhkan modal yang besar. Kemitraan usaha ternak ayan ras pedaging: - Deskripsi mekanisme kemitraan - Evaluasi pelaksanaan hak dan kewajiban kedua belah pihak yang bermitra Harga input Input Output Harga Output Pengeluaran usaha ternak Penerimaan usaha ternak - Keuntungan - Analisis R/C Gambar 4. Kerangka pemikiran operasional

31 15 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena Kecamatan Pamijahan merupakan sentra produksi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor. Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu daerah produsen daging ayam ras dengan produksi di atas produksi rata-rata per kecamatan, yakni sebesar ton sehingga menempati posisi pertama sebagai kecamatan dengan jumlah produksi terbanyak atau memproduksi sekitar persen dari total produksi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor pada tahun 2013 (Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, 2014). Usaha ternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan banyak diusahakan dengan pola kemitraan. Kemitraan yang banyak terjalin dilakukan antara peternak dengan perusahaan inti yang merupakan perusahaan peternakan skala besar. Perusahaan peternakan ini menerapkan dua sistem kerjasama yakni inti plasma dan maklon. Perbedaan pola inti plasma dan pola maklon yakni pada pola inti plasma terdapat kontrak kerjasama dan jaminan harga kontrak sedangkan pada pola maklon tidak terdapat perjanjian kerjasama dan peternak hanya menerima upah pemeliharaan untuk setiap kilogram ayam yang diproduksi. Sebagian besar peternak di Kecamatan Pamijahan bermitra dengan pola inti plasma. Responden pada penelitian ini adalah hanya peternak ayam ras pedaging yang bermitra dengan perusahaan inti dengan sistem inti plasma. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi informasi kontrak kerjasama, pelaksanaan kemitraan, penggunaan input, dan harga. Data primer diperoleh dari peternak bermitra maupun perusahaan inti. Data sekunder meliputi monografi, data populasi, data produksi, dan data konsumsi daging ayam. Data sekunder diperoleh dari informasi tertulis yang berasal dari literatur-literatur yang relevan seperti buku, hasil penelitian terdahulu, dan informasi dari berbagai intansi seperti Dinas Peternakan, Badan Pusat Statistik, Perpustakaan IPB, Unit Pelaksana Teknis, dan intansi lain yang dapat membantu ketersediaan data. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data primer yaitu observasi dan wawancara langsung kepada peternak ayam ras pedaging yang bermitra. Wawancara dilakukan dengan teknik wawancara individual dengan alat bantu kuisioner.

32 16 Metode Penetuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah peternak ayam ras pedaging yang menjalin kemitraan dengan pola inti-plasma yang terersebar di tiga desa di Kecamata Pamijahan. Desa-desa tersebut yaitu Desa Gunung Bunder, Desa Gunung Picung, dan Desa Cibitung. Jumlah peternak bermitra berdasarkan data yang diperoleh sebanyak 56 peternak. Dari populasi tersebut dipilih sampel sebanyak 30 orang peternak bermitra. Metode penarikan sampel menggunakan probability sampling dimana penarikan sampel dilakukan dengan simple random sampling yakni memberi peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk terpilih menjadi sampel. Sampel yang telah terpilih diklasifikasikan dalam skala usaha yang ditentukan berdasarkan kapasitas usaha. Penentuan batas distribusi frekuensi diperoleh dengan menentukan rentang yaitu kepemilikan terbesar dikurangi kepemilikan terkecil, kemudian dibagi panjang kelas yang diinginkan. Kriteria penentuan skala usaha adalah berdasarkan Keppres 22 Mei 1990 yang menyatakan bahwa usaha ternak ayam ras rakyat yang tidak lebih dari ekor ayam untuk setiap siklusnya. Berdasarkan hal tersebut maka apabila usaha ternak ayam ras rakyat dibagi dalam tiga kelas/skala maka, skala I merupakan peternak dengan kapasitas usaha < ekor ayam setiap siklusnya, skala II merupakan peternak dengan kapasitas usaha ekor orang setiap siklusnya dan skala III merupakan peternak dengan kapasitas usaha > ekor. Akan tetapi, hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa dari 30 responden hanya terdapat dua orang peternak yang mengusahakan usaha ternak ayam ras pedaging pada skala III. Oleh karena itu, dalam penelitian ini responden penelitian diklasifikasikan dalam dua skala usaha yakni skala I yang merupakan peternak dengan kapasitas usaha ekor per siklusnya dan skala II yang merupakan peternak yang mengusahakan > ekor per siklusnya. Metode Analisis Data Data yang diolah dan dianalisis pada penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Sedangkan untuk data kuantitatif menggunakan analisis keuntungan usahatani dan analisis R/C rasio untuk melihat adakah perbedaan antara rata-rata keuntungan peternak mitra skala I dan peternak mitra skala II dalam usaha ternak ayam ras pedaging. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan data kualitatif seperti gambaran mengenai karakteristik responden, karakteristik usaha ternak ayam ras pedaging, serta untuk menggambarkan pelaksanaan kemitraan yang terjalin antara perusahaan inti dengan peternak ayam ras pedaging. Gambaran mengenai pelaksanaan kemitraan yaitu pola kemitraaan yang diterapkan, persyaratan untuk menjadi peternak mitra, hak dan kewajiban baik perusahaan inti maupun peternak mitra, evaluasi pelaksanaan kemitraan, dan manfaat kemitraan yang diperoleh peternak. Analisis deskriptif juga digunakan untuk menguraikan kegiatan budidaya usaha ternak ayam ras pedaging. Kegiatan budidaya yang dijelaskan dari penyediaan sarana produksi hingga pemanenan hasil.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

KERAGAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING DI KECAMATAN PARUNG BOGOR: PERBANDINGAN USAHA TERNAK MITRA DAN USAHA TERNAK MANDIRI SURYANI NURFADILLAH

KERAGAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING DI KECAMATAN PARUNG BOGOR: PERBANDINGAN USAHA TERNAK MITRA DAN USAHA TERNAK MANDIRI SURYANI NURFADILLAH i KERAGAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING DI KECAMATAN PARUNG BOGOR: PERBANDINGAN USAHA TERNAK MITRA DAN USAHA TERNAK MANDIRI SURYANI NURFADILLAH DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Peneilitian Penelitian ini dilakukan di Kelompok Ternak Cibinong yang bermitra dengan CV Tunas Mekar Farm (TMF) di Kecamatan Ciluar, Kabupaten Bogor, Provinsi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Kerangkan pemikiran konseptual dalam penelitian ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu konsep kemitraan, pola kemitraan agribisnis, pengaruh penerapan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia Perkembangan ayam broiler di Indonesia dimulai pada pertengahan dasawarsa 1970-an dan mulai terkenal pada awal tahun 1980-an. Laju perkembangan

Lebih terperinci

VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN

VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN 6.1. Pola Kemitraan CV TMF Kemitraan antara peternak ayam di daerah Cibinong pada dasarnya adalah sama dengan semua kemitraan yang dijalankan di semua daerah kemitraan CV TMF.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN

VII. ANALISIS PENDAPATAN VII. ANALISIS PENDAPATAN 7.1. Biaya Produksi Usahatani dianalisis dengan cara mengidentifikasikan penggunaan sarana produksi (input). Sarana produksi yang digunakan antara peternak mitra dan peternak non

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Definisi usahatani ialah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan

Lebih terperinci

BAGI HASIL KEMITRAAN AYAM PEDAGING PADA PT. X DI KABUPATEN MAROS, PROPINSI SULAWESI SELATAN

BAGI HASIL KEMITRAAN AYAM PEDAGING PADA PT. X DI KABUPATEN MAROS, PROPINSI SULAWESI SELATAN BAGI HASIL KEMITRAAN AYAM PEDAGING PADA PT. X DI KABUPATEN MAROS, PROPINSI SULAWESI SELATAN PRODUCTION SHARING IN BROILER PARTNERSHIP IN PT. X IN MAROS REGENCY, SOUTH SULAWESI PROVINCE Mathina Ranggadatu¹,

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian pada masa sekarang adalah dengan meletakkan masyarakat sebagai pelaku utama (subyek pembangunan), bukan lagi sebagai obyek pembangunan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHA PETERNAKANN AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA

KELAYAKAN USAHA PETERNAKANN AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA KELAYAKAN USAHA PETERNAKANN AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA Muhammad Sujudi 1) Dhyvhy29@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Enok Sumarsih 2) sumarsihenok@gmail.com

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memiliki peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor ini dapat diwujudkan

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER PADA CV. BAROKAH DAN PENDAPATAN ANTARA PETERNAK MITRA DAN PETERNAK MANDIRI DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER PADA CV. BAROKAH DAN PENDAPATAN ANTARA PETERNAK MITRA DAN PETERNAK MANDIRI DI KABUPATEN BOGOR ANALISIS PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER PADA CV. BAROKAH DAN PENDAPATAN ANTARA PETERNAK MITRA DAN PETERNAK MANDIRI DI KABUPATEN BOGOR KEISTY LAW PRIBADI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ABSTRAK. Karakteristik Struktur Biaya, Tingkat Pendapatan, Pola Usaha Kemitraan dan Mandiri

ABSTRAK. Karakteristik Struktur Biaya, Tingkat Pendapatan, Pola Usaha Kemitraan dan Mandiri ANALISIS STRUKTUR BIAYA DAN PERBEDAAN PENDAPATAN USAHA TERNAK AYAM RAS PEDAGING PADA POLA DAN SKALA USAHA TERNAK YANG BERBEDA DI KOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA Bahari, D. I.*, Z. Fanani**, B.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Penentuan Sampel

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Penentuan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan dalam kelompok ternak Hidayah Alam yang terletak di Desa Nambo, Kecamatan Klapa Nunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA PETERNAKAN AYAM BROILER DENGAN POLA KEMITRAAN DI KECAMATAN LIMBANGAN KABUPATEN KENDAL

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA PETERNAKAN AYAM BROILER DENGAN POLA KEMITRAAN DI KECAMATAN LIMBANGAN KABUPATEN KENDAL 1 ANALISIS PROFITABILITAS USAHA PETERNAKAN AYAM BROILER DENGAN POLA KEMITRAAN DI KECAMATAN LIMBANGAN KABUPATEN KENDAL Profitability Analysis of Livestock Broiler Business with Partnership Pattern in the

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan umum Ayam Broiler Ayam broiler adalah istilah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki sifat ekonomis, dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Dasar Risiko Berbagai definisi dapat diberikan kepada kata risiko itu. Namun, secara sederhana artinya senantiasa mengena dengan kemungkinan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika jumlah semua input kecuali satu faktor

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal, waktu,

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam

PENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam PENGANTAR Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2014 subsektor peternakan berkontribusi tehadap Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Fungsi Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa, adapun sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi barang

Lebih terperinci

[Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas]

[Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA (Studi Kasus Peternak Plasma dari Tunas Mekar Farm di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor, Jawa Barat) SKRIPSI MUHAMAD LUCKY MAULANA

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani (wholefarm) adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah,

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu 4.2 Data dan Instrumentasi

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu 4.2 Data dan Instrumentasi IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan alasan bahwa lokasi tersebut adalah salah satu lokasi pengembangan pertanian porduktif

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko Sutawi (2008) mengemukakan bahwa kemitraan merupakan salah satu upaya untuk menekan risiko yang dihadapi petani. Dengan cara mengalihkan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di gabungan gelompok tani (Gapoktan) Desa Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Pemilihan

Lebih terperinci

KEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister

KEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister KEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS Diajukan oleh :

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan Kemitraan merupakan sebuah istilah konsep kerjasama yang dikenal di Indonesia. Di negara lain terdapat tiga mekanisme dasar yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging, 1 BAB I PENDAHULUAN Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging, mengalami pasang surut, terutama pada usaha kemitraan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya fluktuasi harga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan 38 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian negara

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Ekonomi 3.1.1.1 Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktorfaktor produksi dengan produk

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER (Kasus Kemitraan Peternak Plasma Rudi Jaya PS Sawangan, Depok) Oleh : MAROJIE FIRWIYANTO A 14105683 PROGRAM

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

"/SF'S SKRIPSI DWI PUJA KESUMA PROGRAM STUD1 SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

/SF'S SKRIPSI DWI PUJA KESUMA PROGRAM STUD1 SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 "/SF'S b 6 003 EFISIENSI USAHA DAN KESEJAHTERAAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA INTI PLASMA DAN KERJASAMA OPERASIONAL AGRIBISNIS (Kasus pada Peternak Inti-Plasma di Kccamatan Cibungbulang dan KOA di Kecamatan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA e-j. Agrotekbis 4 (4) : 456-460, Agustus 2016 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA Income Analysis of Corn Farming Systemin Labuan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Organisasi Produksi Usahatani Menurut Rivai dalam Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja dan modal

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kombinasi Produk Optimum Penentuan kombinasi produksi dilakukan untuk memperoleh lebih dari satu output dengan menggunakan satu input. Hal ini

Lebih terperinci

Gambar 5. Sebaran Peternak Berdasarkan Skala Usaha

Gambar 5. Sebaran Peternak Berdasarkan Skala Usaha V KARAKTERISTIK USAHA TERNAK DAN PETERNAK 5.1 Karakteristik Usaha Peternak Responden 5.1.1 Skala Usaha Ternak Jumlah ternak yang diusahakan oleh peternak plasma sangat tergantung pada kemampuan peternak

Lebih terperinci

PERFORMAN PELAKSANAAN KEMITRAAN PT. PRIMATAMA KARYA PERSADA DENGAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING DI KOTA BENGKULU

PERFORMAN PELAKSANAAN KEMITRAAN PT. PRIMATAMA KARYA PERSADA DENGAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING DI KOTA BENGKULU ISSN 1411 0067 Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 6, No. 2, 2004, Hlm. 111-115 111 PERFORMAN PELAKSANAAN KEMITRAAN PT. PRIMATAMA KARYA PERSADA DENGAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING DI KOTA BENGKULU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin pesat dan memberikan kontribusi besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Unggas khususnya

Lebih terperinci

VI POLA KEMITRAAN. Perusahaan Inti DUF. Perusahaan Pemasok Sapronak

VI POLA KEMITRAAN. Perusahaan Inti DUF. Perusahaan Pemasok Sapronak VI POLA KEMITRAAN Dramaga Unggas Farm merupakan perusahaan kemitraan ayam broiler yang didirikan pada tanggal 17 Juli 2009. Lokasi kantor perusahaan ini berada di Jl. Raya Dramaga KM 8, Kecamatan Dramaga

Lebih terperinci

Analisis pola kemitraan usaha peternakan ayam pedaging sistem closed house di Plandaan Kabupaten Jombang

Analisis pola kemitraan usaha peternakan ayam pedaging sistem closed house di Plandaan Kabupaten Jombang Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 23 (2): 1-5 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Analisis pola kemitraan usaha peternakan ayam pedaging sistem closed house di Plandaan Kabupaten Jombang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (pusposive). Alasan

Lebih terperinci

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA (Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat) Oleh : ACHMAD

Lebih terperinci

Kemitraan Agribisnis. Julian Adam Ridjal. PS Agribisnis Universitas Jember

Kemitraan Agribisnis. Julian Adam Ridjal. PS Agribisnis Universitas Jember Kemitraan Agribisnis Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net KEMITRAAN AGRIBISNIS Teori Kemitraan Menurut Martodireso, dkk, (2001) dalam Agribisnis Kemitraan Usaha Bersama

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemitraan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan usaha pertanian adalah

Lebih terperinci

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN PENDAHULUAN Sektor pertanian (dalam arti luas termasuk peternakan, perikanan dan kehutanan) merupakan sektor yang paling besar menyerap

Lebih terperinci

KESINAMBUNGAN USAHA BISNIS KEMITRAAN AYAM RAS PEDAGING (Kasus di Tunas Mekar Farm Bogor) SKRIPSI Intani Dewi

KESINAMBUNGAN USAHA BISNIS KEMITRAAN AYAM RAS PEDAGING (Kasus di Tunas Mekar Farm Bogor) SKRIPSI Intani Dewi KESINAMBUNGAN USAHA BISNIS KEMITRAAN AYAM RAS PEDAGING (Kasus di Tunas Mekar Farm Bogor) SKRIPSI Intani Dewi PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. berlanjut hingga saat ini. Dunia perunggasan semakin popular di kalangan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. berlanjut hingga saat ini. Dunia perunggasan semakin popular di kalangan PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan ayam pedaging di Indonesia dimulai sejak tahun 1960, berlanjut hingga saat ini. Dunia perunggasan semakin popular di kalangan masyarakat, mulai dari usaha skala rumah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat,

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan usaha ternak ayam di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1970 an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, yang kemudian mendorong

Lebih terperinci

KERAGAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING DI KECAMATAN PARUNG BOGOR: PERBANDINGAN USAHATERNAK MITRA DAN USAHATERNAK MANDIRI

KERAGAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING DI KECAMATAN PARUNG BOGOR: PERBANDINGAN USAHATERNAK MITRA DAN USAHATERNAK MANDIRI KERAGAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING DI KECAMATAN PARUNG BOGOR: PERBANDINGAN USAHATERNAK MITRA DAN USAHATERNAK MANDIRI Suryani Nurfadillah 1), dan Dwi Rachmina 2) 1,2) Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER POLA KEEMITRAAN DI KECAMATAN GUNUNGPATI DAN MIJEN KOTA SEMARANG SKRIPSI

ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER POLA KEEMITRAAN DI KECAMATAN GUNUNGPATI DAN MIJEN KOTA SEMARANG SKRIPSI ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER POLA KEEMITRAAN DI KECAMATAN GUNUNGPATI DAN MIJEN KOTA SEMARANG SKRIPSI Oleh: DWI UMI MULYANINGSIH PROGRAM STUDI S-1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERFORMA PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER DENGAN SISTEM PEMELIHARAAN CLOSED HOUSE

ANALISIS PERFORMA PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER DENGAN SISTEM PEMELIHARAAN CLOSED HOUSE ANALISIS PERFORMA PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER DENGAN SISTEM PEMELIHARAAN CLOSED HOUSE POLA KEMITRAAN (Studi Kasus di Peternakan Plasma Sri Budi Ratini, Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Peranan Kredit dalam Kegiatan Usahatani Ada dua sumber permodalan usaha yaitu modal dari dalam (modal sendiri) dan modal dari luar (pinjaman/kredit).

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi barupa

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat dengan responden para petani yang menggunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Konsep formal

II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Konsep formal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemitraan Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia Beberapa penelitian yang mengkaji permasalahan usaha ternak ayam buras banyak menunjukkan pertumbuhan produksi ayam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Perusahaan CV Cipta Usaha Sejahtera Cipta Usaha Sejahtera ( CV CUS ) merupakan perusahaan kemitraan Ayam Pedaging yang berdiri sejak tahun 2002 dengan No izin usaha

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN David Hismanta Depari *), Salmiah **) dan Sinar Indra Kesuma **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

PERANAN KEMITRAAN DALAM PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER

PERANAN KEMITRAAN DALAM PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER PERANAN KEMITRAAN DALAM PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER Kasus : Kemitraan Ternak Cibinong dengan CV Tunas Mekar Farm, Kecamatan Ciluar, Bogor, Jawa Barat. Oleh : RIZKY FEBRIDINIA H 34076132 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Mubyarto (1989) usahatani adalah himpunan dari sumber sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tubuh tanah dan air,

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI SKRIPSI YAN FITRI SIRINGORINGO JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KARAWANA KECAMATAN DOLO KABUPATEN SIGI

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KARAWANA KECAMATAN DOLO KABUPATEN SIGI e-j. Agrotekbis 2 (3) : 332-336, Juni 2014 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KARAWANA KECAMATAN DOLO KABUPATEN SIGI Analysis of income and feasibility farming

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci