TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia"

Transkripsi

1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia Beberapa penelitian yang mengkaji permasalahan usaha ternak ayam buras banyak menunjukkan pertumbuhan produksi ayam buras yang berbeda dengan pertumbuhan produksi yang terjadi pada usaha ternak ayam ras. Salah satunya adalah seperti yang diungkapkan oleh Bamualim, Inounu dan Talib (2007), bahwa pengembangan ayam buras yang dilakukan sebagian besar masyarakat Indonesia adalah untuk mendapatkan bibit ayam yang spesifik sifatnya dan berfungsi untuk hiburan atau hobi karena warna dan keunikannya. Tidak banyak yang membudidayakan ternak ayam buras ini berdasarkan orientasi produksi daging atau telur dalam jumlah besar. Peternak budidaya ayam buras memilih ternak tersebut sebagai tabungan yang mudah untuk dijual dan menghasilkan uang tunai. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa usaha ternak ayam buras hanya ditujukan untuk melestarikan salah satu plasma nutfah di Indonesia. Masih rendahnya usaha ternak ayam buras yang ditujukan untuk produksi daging dan telur dalam jumlah yang besar juga didukung oleh penelitian Amrawaty (2009) bahwa usaha ternak ayam buras pada peternak berada pada kategori usaha sambilan, karena tingkat pendapatan usaha ternak tidak lebih tinggi dari 30 persen total pendapatannya. Besarnya kontribusi usaha ternak ayam buras terhadap total pendapatan usahatani untuk rata-rata skala kepemilikan ayam buras sebesar 30 ekor adalah 11,65 persen, skala kepemilikan 31 ekor sebesar 5,8 persen dan skala kepemilikan 28 ekor sebesar 2,43 persen. Usaha sambilan ternak ayam buras ini yang telah menjadi tulang punggung penyedia ternak di tanah air yang persentasenya mencapai 90 persen. Kedua penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pengembangan usaha ternak ayam buras di Indonesia sebagian besar diusahakan sebagai usaha sambilan atau sampingan dan belum berorientasi kepada peningkatan produksi daging dan telur dalam jumlah yang besar.

2 2.2. Perkembangan Penampilan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia Usaha ternak ayam lokal dengan sistem pemeliharaan yang intensif melalui perbaikan pakan, manajemen dan pengendalian penyakit yang baik dapat menghasilkan produksi telur per tahun 51 butir per ekor dengan daya tetas persen (Sumanto dan Zainuddin 2005). Penelitian tersebut juga menjelaskan perbaikan koefisien teknis penampilan usaha ayam lokal melalui perbaikan pakan dan sistem perkandangan disertai pembinaan teknis bagi peternak yang meningkatkan produksi telur hingga 63 butir per induk per tahun dengan daya tetas 86 persen per ekor per periode. Namun demikian, produksi ayam lokal ini masih belum menunjukkan tingkat produktivitas ayam yang maksimum. Perkembangan penelitian selanjutnya menyebutkan bahwa rata-rata jumlah ayam yang dipelihara peternak di Indonesia dengan sistem intensif yaitu 104 ekor setiap peternak dan dapat memproduksi telur sebesar 80,30 butir per ekor induk per tahun (Sinurat dalam Hasbianto dan Suryana 2008). Upaya dalam meningkatkan produktivitas tersebut dapat dilakukan melalui introduksi teknologi pemeliharaan intensif dengan melaksanakan Sapta Usaha ayam buras, yang meliputi pemilihan bibit, pencegahan penyakit, perkandangan, pemberian pakan dengan gizi seimbang, sistem reproduksi, pasca panen, pemasaran dan manajemen usaha. Pada usaha ternak ayam buras yang dilakukan dengan sistem tersebut, induk baru dapat memproduksi telur pada umur pertama bertelur rata-rata 7,5 bulan dan daya tetas telur mencapai 83,70 persen. Tingkat mortalitas ternak hingga umur enam minggu rata-rata 27,20 persen, sedangkan ternak yang berumur produktif hingga afkir memiliki tingkat mortalitas kurang dari 27 persen. Namun, produktivitas telur ayam buras akan semakin menurun dengan bertambahnya umur induk. Septiwan (2007) menggambarkan respons produktivitas dan reproduktivitas ayam buras dengan umur induk yang berbeda bahwa induk ayam buras yang berumur 6 bulan dapat memproduksi telur 3,24 butir per ekor per minggu, umur 12 bulan memproduksi 2,21 butir per ekor per minggu dan umur 18 bulan dapat memproduksi 1,78 butir per ekor per minggu. Pertambahan umur induk ini juga diikuti dengan menurunnya daya tetas telur ayam buras hingga 88,21 persen pada induk yang berumur 18 bulan untuk telur yang fertil. Sapta Usaha sebagai upaya meningkatkan produktivitas telur ayam 12

3 dapat dilakukan dengan memelihara tatalakana perkandangan yang baik, pengendalian penyakit dan perbaikan mutu genetik untuk memperoleh bibit dengan produksi telur yang baik. Kondisi perkandangan yang gelap, ventilasi kurang cahaya, lembab, kotor dan kapasitas kandang yang tidak berimbang dengan jumlah ternak serta manajemen dan iklim, merupakan media yang sangat bagus untuk berkembangnya penyakit koksiodisis, dimana penyakit ini dapat menghambat pertumbuhan, menurunkan berat badan, menurunkan jumlah telur, mengundurkan masa bertelur hingga lima sampai tujuh minggu serta menimbulkan kematian persen (Salvina, et al dalam Jarmani 2005). Upaya pencegahan penyakit yang menggunakan ramuan jamu berasal dari tanaman-tanaman berkhasiat obat seperti kunyit, lempuyang, jahe, daun sambiloto, kencur, bawang merah dan daun papaya yang dicampurkan ke dalam pakan dan minum ayam dapat meningkatkan produktivitas. Di samping itu, perbaikan mutu genetik ayam lokal petelur untuk mengurangi sifat mengeram, salah satunya dapat dilakukan dengan persilangan antara ayam lokal dengan ayam ras (Setioko dan Iskandar 2005). Penelitian tersebut menyebutkan juga besarnya produksi telur hasil seleksi generasi ketiga mencapai 178 butir per ekor per tahun. Diwyanto et al. dalam Hasbianto dan Suryana (2008) menjelaskan juga mengenai konsumsi pakan ayam buras dengan sistem pemeliharaan intensif yaitu antara gram per ekor per hari. Kebutuhan pakan dalam pemeliharaan tersebut 30 persen lebih besar daripada penggunaan pakan yang dikeluarkan dalam sistem pemeliharaan semi intensif dan tradisional. Beberapa nilai yang dijelaskan tersebut dapat menggambarkan parameter produksi atau koefisien teknis dalam usaha ternak ayam buras pada umumnya, antara lain produktivitas telur per ekor induk per tahun dapat mencapai 92,56 168,48 butir pada umur berbeda (Septiwan 2007). Daya tetas telur terrendah dan tertinggi masing-masing adalah 78 persen (Sumanto dan Zainuddin 2005) dan 88,21 persen (Septiwan 2007) per periode bertelur. Tingkat mortalitas pada pemeliharaan intensif yaitu kurang dari 27,2 persen (Septiwan 2007). 13

4 2.3. Arah Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia Komoditi daging ayam buras memang merupakan salah satu komoditi yang terdiferensiasi, artinya komoditi tersebut memiliki permintaan yang spesifik. Namun, bukan berarti potensi pembudidayaannya hanya bertujuan untuk mendapatkan hasil yang spesifik dan melestarikan plasma nutfah. Ternak ayam buras yang telah menjadi akar dasar perekonomian bagi sebagian besar masyarakat pedesaan Indonesia ini dapat dikembangkan dengan berorientasi kepada produksi, sama halnya dengan pertumbuhan produksi yang terjadi pada komoditi ayam ras, baik ayam ras pedaging maupun petelur. Ilham, Sejati dan Yusdja (2003) menyebutkan bahwa populasi ayam ras pedaging yang tinggi di Pulau Jawa berhubungan dengan ketersediaan pasar yaitu kepadatan penduduk, ketersediaan modal, lahan, dan keterampilan. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya potensi pengembangan ayam karena adanya permintaan dari jumlah penduduk yang cukup besar untuk Pulau Jawa. Kenyataan ini memberikan peluang bagi pengembangan ayam buras, mengingat semakin bertambahnya populasi penduduk di Pulau Jawa sebagai potensi permintaan daging dan telur ayam yang semakin meningkat. Upaya pengembangan ayam buras untuk memenuhi potensi permintaan daging dan telur ayam buras yang dilakukan pemerintah sejak tahun 1980, yaitu dengan menetapkan kebijakan melalui program INTAB (Intensifikasi Ayam Buras) dan dilaksanakan dengan pendekatan kelompok tani yang menerapkan Sapta Usaha meliputi teknologi bibit, pakan, kandang, kesehatan, manajemen, pasca panen dan pemasarannya. Bakrie et al (2003) menyebutkan bahwa pemeliharaan ayam buras pada kandang batere menghasilkan produksi telur yang lebih tinggi dibandingkan dengan produksi telur pada kandang umbaran terbatas. Sistem pemeliharaan untuk memproduksi telur konsumsi merupakan implementasi dari pemeliharaan ayam buras secara intensif. Pada sistem ini, ayam dipelihara pada kandang batere individu, sehingga produksi telur masing-masing ayam dapat diketahui. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan ayam buras untuk tujuan memproduksi telur konsumsi adalah kandang individu dengan ukuran 20 x 20 x 40 cm dengan posisi lantai miring agar telur yang diproduksi dapat keluar dari kandang. Di samping itu juga, peternak mengurangi lama 14

5 mengeram dengan mencampur ayam pejantan. Pada sistem kandang batere ini, teknologi seleksi ayam secara sederhana dengan mengeluarkan ayam-ayam yang produksinya rendah dan diganti dengan ayam baru yang diperkirakan mempunyai produktivitas tinggi, sehingga produktivitas telur secara keseluruhan dapat relatif seragam dan sesuai dengan yang diharapkan. Namun, permasalahan dalam pengembangan ayam buras terutama adalah penggunaan teknologi budidaya yang selama ini menghasilkan produktivitas rendah dan tidak diikuti dengan upaya perbaikan. Rohaeni (2005) menjelaskan beberapa cara untuk mengatasi permasalahan tersebut melalui peningkatan pembinaan teknis dengan adanya penyuluhan dan pengkajian atau penelitian, perbaikan sistem kelembagaan, peningkatan hubungan dengan lembaga penyedia permodalan, baik bank atau perusahaan swasta untuk bermitra, perbaikan teknologi dengan memperhatikan tiga faktor seperti breeding, feeding dan tatalaksana yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan identifikasi dan optimalisasi bahan pakan lokal. Perbaikan pakan diarahkan dengan memperhatikan kandungan protein ransum dan efisiensi biaya pakan. Perbaikan pengendalian penyakit dapat mengurangi kematian ayam dan meningkatkan replacement sehingga mengurangi biaya bibit (Gunawan 2005). Bakrie et al. (2003) menjelaskan bahwa proses pembibitan ayam telah diarahkan untuk mencapai kualitas ayam yang diinginkan yaitu untuk memproduksi telur konsumsi dalam jumlah tinggi, sehingga dilakukan persilangan dengan ayam ras petelur. Selain itu, upaya pembibitan ini didukung oleh sistem perkandangan ayam berupa batere individu, sehingga peternak lebih mengetahui induk yang produksinya menurun karena adanya proses manajemen seleksi. Proses pembibitan dilakukan dengan melakukan pencatatan data atau seleksi pada sistem perkandangan batere individu, karena dengan data yang diperoleh dari pemeliharaan di kandang batere individu merupakan data individu, sehingga pemilihan ternak yang akan dijadikan tetua (pejantan dan induk) untuk dikawinkan akan lebih teliti. Ketelitian ini akan menghasilkan peluang dihasilkannya keturunan yang sesuai dengan tujuan perbibitan. Perkawinan pada kandang batere individu dalam pembibitan ini menggunakan teknologi IB 15

6 (Inseminasi Buatan) dengan pertimbangan lebih efisien dan biaya yang relatif murah. Penampilan ayam buras saat ini mulai dikembangkan untuk memperoleh kesamaan sifat seperti ayam ras, terutama dalam tingkat pertumbuhan atau produksi telurnya. Bakrie, Suwandi dan Lotulung (2005) menggambarkan persilangan Ayam Arab jantan dengan ayam buras betina seperti ayam Kedu merah, Sentul dan Wareng atau Ayam Buras Hibrida (Ayam Buras Super) yang merupakan persilangan antara ayam buras jantan dengan ayam ras petelur atau ayam broiler dengan ayam buras betina dapat meningkatkan produksi telur konsumsi pada ayam buras. Hal ini juga diungkapkan oleh Juarini, Sumanto dan Zainuddin (2005), bahwa untuk meningkatkan produktivitas ayam lokal, maka bibit harus diseleksi sehingga harus ada pemeliharaan secara mantap yaitu persilangan antar ayam lokal yang menghasilkan peningkatan performans, dengan memperhatikan segi pemuliaan dan efisiensi biaya pakan. Kebutuhan telur konsumsi selain dipenuhi dari ayam buras, terutama sebagian besar diproduksi oleh ayam ras petelur. Pertumbuhan produksi ayam ras petelur yang cukup besar salah satunya dipengaruhi faktor harga jual hasil produksi ayam ras dan luas kandang ternak (Nurwanti 2005). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurwanti (2005) di Desa Sukamulya, Kecamatan Ciamis, faktor harga jual hasil produksi ternak memiliki pengaruh terbesar, yaitu sebesar 95 persen terhadap pengembangan usaha ternak tersebut. Harga jual yang dimaksudkan adalah harga jual yang dapat menutupi biaya operasionalnya dan cenderung stabil, dimana harga jual yang diamati pada objek peternak plasma adalah harga jual yang disepakati dengan pihak inti. Demikian juga dengan luas kandang ternak yang memiliki pengaruh sebesar 90 persen terhadap pengembangan usaha ternak ayam ras pedaging tersebut dapat dicapai pada skala efisiennya ketika peternak melakukan kerjasama dengan pihak inti. Hal ini terutama dikarenakan adanya penyediaan modal dalam pembuatan kandang tersebut. Fitriyani (2006) dan Kesuma (2006) yang mengkaji usaha ternak ayam ras pun mendukung alternatif pengembangan melalui peningkatan skala produksi. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kesejahteraan peternak yang dilihat 16

7 melalui ukuran penerimaan atas total biaya yang dikeluarkan lebih baik pada peternak yang memiliki skala usaha besar dibandingkan dengan peternak berskala kecil. Kedua penelitian tersebut yang menggunakan pengambilan contoh secara purposive sampling rata-rata menyimpulkan bahwa semakin besar skala usaha yaitu semakin besar jumlah kepemilikan ayam, maka semakin besar pendapatan bersih dan semakin besar penerimaan yang dimiliki petani atas total biaya yang dikeluarkannya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor yang penting dalam mempengaruhi pengembangan atau meningkatkan pendapatan dan kelayakan usaha ternak tersebut adalah skala usaha, baik dari pemeliharaan ayam maupun luas kandang pemeliharaannya. Menurut Gunawan dalam Hasbianto dan Suryana (2008) menyatakan bahwa skala pemeliharaan ayam buras yang menguntungkan adalah lebih dari 50 ekor setiap peternak. Pengembangan produksi dengan skala pemeliharaan besar tersebut diusahakan dengan meningkatkan luas kandang ternak melalui penyediaan modal dalam pembuatan kandang bagi peternak. Hal tersebut merupakan salah satu alternatif pengembangan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan hasil produksi ayam buras Pengaruh Kemitraan dalam Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras Karakteristik usaha ternak ayam buras memiliki perbedaan dengan usaha ternak ayam ras. Pola usahatani ayam buras masih bersifat tradisional dan belum diusahakan secara komersial. Padahal ternak ayam buras dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan keluarga (cash income), sebagai tabungan dan sebagai sumber dalam membantu penyediaan pangan hewani bergizi bagi keluarga petani di pedesaan (Agustian dan Sehabudin 2001). Oleh karena itu, dalam meningkatkan pengembangan usaha ternak ayam buras, pola pengembangannya dapat diusahakan seperti halnya pengembangan ternak ayam ras. Pola kerjasama kemitraan seperti pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) pada peternakan ayam ras dapat ditempuh oleh peternak ayam buras dengan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam penanganan pemasaran hasil ternak, penyediaan sarana produksi peternakan dan melakukan pembinaan terhadap peternak. 17

8 Dalam upaya pengembangan ternak ayam buras masih belum terlihat secara nyata adanya kegiatan pola kerjasama antara peternak di satu sisi dengan pihak lainnya dimana kedua belah pihak mendapatkan keuntungan secara seimbang. Sedangkan pola kerjasama pada usaha ternak ayam ras telah terjalin antar peternak sebagai plasma dengan Poultry Shop sebagai inti (Taryoto et al dalam Agustian dan Sehabudin 2001). Struktur ongkos peternakan ayam buras yang dikaji dalam penelitian menunjukkan bahwa usaha ternak ayam buras lebih ditujukan untuk menghasilkan pendapatan tunai (cash income) karena hanya sebagian kecil porsi telur ayam buras yang ditetaskan (digenerasikan menjadi ternak lagi). Sebagian besar adalah dijual untuk mendapatkan pendapatan tunai tersebut. Selama ini, petani lemah dalam menentukan harga produksi karena sulit mendapatkan akses informasi pasar. Petani harus melakukan konsolidasi yang bersifat horizontal dan memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam berusahatani. Maka, pihak swasta dapat memberikan penyuluhan (pendidikan dan pelatihan) yang sifatnya berkelanjutan. Keterkaitan dan kerjasama kelembagaan kelompok tani dengan pihak swasta tersebut identik dengan konsolidasi vertikal. Priyono, Nufus dan Dessy (2004) mengungkapkan bahwa strategi kemitraan usaha yang tepat untuk mendorong pengembangan agribisnis di pedesaan adalah melalui konsolidasi vertikal. Usahatani skala kecil dikonsolidasikan oleh suatu usaha agroindustri atau pemasaran dalam suatu usaha kemitraan sehingga tercipta satu unit industri pertanian (agroindustri). Hal ini dikarenakan peternak tidak mempunyai kemampuan finansial untuk membeli input dan akses mendapatkan informasi dan akibatnya, permintaan pasar yang tinggi tidak mendapatkan respon dari petani. Penelitian ini menyebutkan bahwa kebijakan yang dapat disarankan adalah membangun organisasi komunikasi yang dapat menggerakkan subsistem agribisnis bahwa model organisasi yang dibangun tersebut harus mampu: (1) Memadu kegiatan input dan output terintegrasi; (2) Bersifat agribisnis terintegrasi secara horizontal dan vertikal; dan 18

9 (3) Memiliki azas kebersamaan dengan kriteria zero cost pada tingkat peternak dan atau biaya pokok pada tingkat lembaga input dan keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan. Kriteria zero cost ini merupakan salah satu prinsip yang dikembangkan dalam sistem kemitraan saat ini, dimana antara subsistem agribisnis suatu komoditi tersebut memiliki nilai biaya dan keuntungan yang sama besarnya pada setiap lini. Beberapa manfaat penting dari adanya pola kemitraan yang dapat diperoleh yaitu adanya pihak perusahaan yang berniat untuk bermitra akan menyediakan modal kepada peternak dalam memperluas skala usaha ternak dan membuka lapangan kerja baru. Manfaat lainnya adalah harga penjualan ayam stabil karena dijamin perusahaan, manfaat ini tergantung dari kondisi harga jual ayam, jika harga jual ayam cenderung tetap maka peternak dapat merasakan manfaatnya namun jika harga jual mengalami perubahan maka peternak tidak bisa komplain karena sudah terikat kontrak. Persentase terbesar yang ditunjukkan penelitian tersebut mengenai manfaat kemitraan adalah jaminan pemasarannya, dimana dalam pelaksanaan kemitraan pengusaha yang bermitra bertanggungjawab untuk memasarkan hasil produksi, maka dari itu peternak tidak khawatir dengan tidak lakunya hasil panen Hal ini dapat membantu peternak dalam menghindari risiko tidak terjualnya hasil panen dan sekaligus mendapatkan harga produk yang wajar. Pelaksanaan kemitraan memperkecil risiko karena masing-masing kedua belah pihak menanggung risiko yang berbeda. Sementara, kelemahan-kelemahan dalam mendukung usaha kemitraan meliputi terjadinya over supply apabila panen ayam terjadi bersamaan bagi perusahaan inti. Sementara penetapan harga jual ayam oleh perusahaan menyebabkan peternak tidak mendapatkan keuntungan maksimal, peternak tidak bisa memasarkan ayamnya kepada pihak lain, karena terikat perjanjian dengan pihak inti. Pembagian komposisi insentif antara perusahaan inti dengan peternak plasma dapat dideskripsikan dalam penelitian Andini (2005). Ada komposisi insentif inti yang diperoleh dari penjualan pakan, DOC, obat-obatan, vaksin dan vitamin serta dari selisih harga jual ayam di pasar dengan harga kesepakatan. Dalam hal pemasokan DOC, inti memperoleh insentif berupa keuntungan dari 19

10 selisih harga beli DOC dengan harga kesepakatan inti yang ditetapkan kepada plasmanya. Insentif dari pakan diperoleh inti berupa keuntungan dari selisih harga beli pakan dengan harga kesepakatan inti yang ditetapkan kepada plasma. Sedangkan dari komposisi insentif untuk obat-obatan, vaksin, vitamin dan bahan kimia lainnya, inti memperoleh potongan harga antara persen karena melakukan pembelian dalam jumlah besar. Kesuma (2006) juga mendukung sistem kemitraan inti plasma ini dengan membandingkan usaha ternak yang dijalankan antara melalui Sistem Perusahaan Inti Rakyat (PIR) dengan Sistem Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA). Kesejahteraan peternak yang melakukan kemitraan PIR tersebut lebih baik dibandingkan dengan peternak yang tergabung dalam pola KOA. Selain itu, jika pemerintah ingin melestarikan usaha rakyat maka perlu kebijakan pengembangan kemitraan (Ilham, Sejati dan Yusdja 2003). Peternakan rakyat membutuhkan suatu konsep kemitraan dengan pihak inti (perusahaan swasta skala besar) dengan sistem bagi hasil yang saling menguntungkan. Kemitraan ini harus berlangsung secara terbuka dan memudahkan pengawasan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. 20

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian negara

Lebih terperinci

KIAT PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BURAS

KIAT PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BURAS Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001 KIAT PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BURAS BAMBANG KUSHARTONO Balai Penelitian Ternak, PO BOX221, Bogor 16002 RINGKASAN Ayam buras merupakan salah satu sumber protein

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN

VII. ANALISIS PENDAPATAN VII. ANALISIS PENDAPATAN 7.1. Biaya Produksi Usahatani dianalisis dengan cara mengidentifikasikan penggunaan sarana produksi (input). Sarana produksi yang digunakan antara peternak mitra dan peternak non

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN WAFIATININGSIH 1, IMAM SULISTYONO 1, dan RATNA AYU SAPTATI 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perunggasan merupakan komoditi yang secara nyata mampu berperan dalam pembangunan nasional, sebagai penyedia protein hewani yang diperlukan dalam pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam kampung merupakan ayam lokal di Indonesia yang kehidupannya sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan ayam buras (bukan ras) atau ayam sayur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian pada masa sekarang adalah dengan meletakkan masyarakat sebagai pelaku utama (subyek pembangunan), bukan lagi sebagai obyek pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id). Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011.

PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id). Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rata-rata laju pertumbuhan populasi ternak unggas selama enam tahun dari tahun 2004 hingga 2010 menunjukkan peningkatan, diantaranya ternak ayam ras petelur dan pedaging

Lebih terperinci

A. Kesesuaian inovasi/karakteristik lokasi

A. Kesesuaian inovasi/karakteristik lokasi A. Kesesuaian inovasi/karakteristik lokasi Ayam Nunukan adalah sumber plasma nutfah lokal Propinsi Kalimantan Timur yang keberadaannya sudah sangat langka dan terancam punah. Pola pemeliharaan yang kebanyakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

Karya Ilmiah Bisnis ayam jawa super online

Karya Ilmiah Bisnis ayam jawa super online Nama : Rizal Alan Yahya Kelas : S1-SI-09 NIM : 11.12.6004 Tugas : Lingkungan Bisnis Karya Ilmiah Bisnis ayam jawa super online 1 A. Abstrak Tujuan dari pembuatan toko online ini adalah untuk pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Peternakan Ayam Buras Agribisnis adalah kegiatan manusia yang memanfaatkan sumber daya alam untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktivitas ayam buras agar lebih baik. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktivitas ayam buras agar lebih baik. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agribisnis ayam kampung pedaging merupakan bisnis yang penuh gejolak dan beresiko. Peternakan unggas memiliki peranan yang sangat penting dalam pemenuhan gizi masyarakat.

Lebih terperinci

PROFIL USAHATANI UNGGAS DI KABUPATEN BREBES (STUDI KASUS)

PROFIL USAHATANI UNGGAS DI KABUPATEN BREBES (STUDI KASUS) PROFIL USAHATANI UNGGAS DI KABUPATEN BREBES (STUDI KASUS) A. PRASETYO dan MURYANTO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek, Sidomulyo PO. Box 101, Ungaran ABSTRAK Kabupaten Brebes

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMI AGRIBISNIS AYAM BURAS SISTEM SEMI INTENSIF-INTENSIF (Studi kasus di KUB Ayam Kampung Unggul Desa Krengseng, Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang) Dian Maharso Yuwono dan F.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL KELEMBAGAAN AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS TRADISIONAL (AYAM BURAS, ITIK DAN PUYUH) Oleh :

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL KELEMBAGAAN AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS TRADISIONAL (AYAM BURAS, ITIK DAN PUYUH) Oleh : LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL KELEMBAGAAN AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS TRADISIONAL (AYAM BURAS, ITIK DAN PUYUH) Oleh : Yusmichad Yusdja Rosmijati Sajuti Wahyuning K. Sejati Iwan Setiajie Anugrah Ikin Sadikin

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN INVESTASI USAHA TERNAK Deskripsi Organisasi Produksi Usaha Ternak Ayam Buras Petelur Kelompok Hidayah Alam

ANALISIS PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN INVESTASI USAHA TERNAK Deskripsi Organisasi Produksi Usaha Ternak Ayam Buras Petelur Kelompok Hidayah Alam VI ANALISIS PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN INVESTASI USAHA TERNAK 6.1. Deskripsi Organisasi Produksi Usaha Ternak Ayam Buras Petelur Kelompok Hidayah Alam Sebagian besar usaha ternak ayam buras petelur yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

AYAM HASIL PERSILANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENGEMBANGAN USAHA TERNAK UNGGAS

AYAM HASIL PERSILANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENGEMBANGAN USAHA TERNAK UNGGAS AYAM HASIL PERSILANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENGEMBANGAN USAHA TERNAK UNGGAS DJOKO PRAMONO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek Kotak Pos 101 Ungaran 50501 ABSTRAK Ayam kampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab.

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab. 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan pertambahan penduduk dan tingkat kesadaran masyarakat akan gizi, diperlukan peningkatan ketersediaan sumber gizi terutama protein hewani. Salah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemitraan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan usaha pertanian adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan kontribusinya terhadap pendapatan peternak, sehingga bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut:

Lebih terperinci

Pemberian Pakan Ayam KUB Berbasis Bahan Pakan Lokal

Pemberian Pakan Ayam KUB Berbasis Bahan Pakan Lokal Pemberian Pakan Ayam KUB Berbasis Bahan Pakan Lokal Pemberian Pakan Ayam KUB Berbasis Bahan Pakan Lokal Penyusun: Arnold P Sinurat Sofjan Iskandar Desmayati Zainuddin Heti Resnawati Maijon Purba BADAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Gambaran Umum Perusahaan Perusahaan ini berdiri pada tahun 2001 dengan pengusahaan pada berbagai komoditi pertanian seperti budidaya ikan, budidaya manggis, budidaya pepaya,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

RANGKUMAN HASIL PENGKAJIAN AYAM BURAS DI KABUPATEN BENGKULU UTARA

RANGKUMAN HASIL PENGKAJIAN AYAM BURAS DI KABUPATEN BENGKULU UTARA RANGKUMAN HASIL PENGKAJIAN AYAM BURAS DI KABUPATEN BENGKULU UTARA DALIANI, SD 1, WULANDARI, W.A 1, D. ZAINUDDIN 2 dan GUNAWAN 1 1 BPTP Bengkulu Jl. Irian Km 6,5 Bengkulu 38119 2 Balai Penelitian Ternak

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam

PENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam PENGANTAR Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2014 subsektor peternakan berkontribusi tehadap Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan umum Ayam Broiler Ayam broiler adalah istilah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki sifat ekonomis, dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai

Lebih terperinci

BISNIS PETERNAKAN BEBEK

BISNIS PETERNAKAN BEBEK BISNIS PETERNAKAN BEBEK DI SUSUN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN TUGAS KULIAH LINGKUNGAN BISNIS OLEH : AGUNG NUR ROHMAN 11.01.2897 PROGRAM STUUDI TEKNIK INFORMATIKA (D3) STMIK AMIKOM YOGYAKARTA A. Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK PTP101 Dasar Produksi Ternak 3(2-3) Mata kuliah ini memberikan pengetahuan kepada mahasiswa untuk dapat menjelaskan, memahami tentang arti, fungsi jenis

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK Nama : Wahid Muhammad N Nim : 10.01.2733 Kelas : D3 TI 2A SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA I ABSTRAK Pengembangan usaha ternak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di tanah air. Ayam kampung diindikasikan dari hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

Sutrisno Hadi Purnomo*, Zaini Rohmad**

Sutrisno Hadi Purnomo*, Zaini Rohmad** IbM AYAM KAMPUNG DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI BERBASIS PERKANDANGAN SEMI INTENSIF DAN PAKAN KONSENTRAT BERBAHAN BAKU LOKAL DI DESA PANDEYAN, KECAMATAN TASIKMADU, KABUPATEN KARANGANYAR Sutrisno Hadi Purnomo*,

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN AYAM BURAS DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI PENGEMBANGAN AYAM BURAS DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI PENGEMBANGAN AYAM BURAS DI KALIMANTAN SELATAN ENI SITI ROHAENI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No.4 Banjarbaru Phone (0511) 4772346 dan Fax (0511)

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012. I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Peternakan puyuh di Indonesia saat ini cukup berkembang, hal ini karena semakin banyaknya usaha peternakan puyuh baik sebagai usaha sampingan maupun usaha utama untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ayam pedaging atau yang sering disebut sebagai ayam broiler (ayam

BAB I PENDAHULUAN. Ayam pedaging atau yang sering disebut sebagai ayam broiler (ayam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ayam pedaging atau yang sering disebut sebagai ayam broiler (ayam buras) merupakan salah satu hewan ternak yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia dalam pemenuhan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. Burung ini merupakan burung liar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat,

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan usaha ternak ayam di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1970 an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, yang kemudian mendorong

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko Sutawi (2008) mengemukakan bahwa kemitraan merupakan salah satu upaya untuk menekan risiko yang dihadapi petani. Dengan cara mengalihkan

Lebih terperinci

vi Vii Viii ix X Xi xii xiii xiv xv xvi xvii xviii xix xx xxi xxii xxiii xxiv xxv xxvi xxvii xxviii xxix xxx xxxi xxxii PROFIL DAN ANALISIS USAHA PEMBIBITAN AYAM KUB DI KELOMPOK PETERNAK CILIWULUNG BATU,

Lebih terperinci

[Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas]

[Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah Ayam kampung semula I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah memasyarakat dan tersebar di seluruh pelosok nusantara. Bagi masyarakat Indonesia, ayam kampung sudah bukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan. kesejahteraan peternak. Masalah yang sering dihadapi dewasa ini adalah

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan. kesejahteraan peternak. Masalah yang sering dihadapi dewasa ini adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan peternakan merupakan salah satu aspek penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan peternak.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam Bangkok merupakan jenis ayam lokal yang berasal dari Thailand dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena

Lebih terperinci

AGROVETERINER Vol.5, No.1 Desember 2016

AGROVETERINER Vol.5, No.1 Desember 2016 50 ANALISIS PERSEPSI DAN HARAPAN PETERNAK SAPI MADURA TERHADAP SISTEM BAGI HASIL TERNAK DI KECAMATAN TANAH MERAH KABUPATEN BANGKALAN Agus Widodo 1), Agung Budianto Ahmad 1), Lita Rakhma Yustinasari 2)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor petenakan merupakan salah satu sub sektor yang berperan serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan subsektor peternakan seperti

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein hewani yang dibutuhkan bagi hidup, tumbuh dan kembang manusia. Daging, telur, dan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Pembangunan Peternakan Provinsi Jawa Timur selama ini pada dasarnya memegang peranan penting dan strategis dalam membangun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus diimbangi dengan kesadaran masyarakat akan arti penting peningkatan gizi dalam kehidupan. Hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS

INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS 1. PENDAHULUAN Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak dipelihara oleh peternak-peternak

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA, 2006. Kajian Kelayakan dan Skala Ekonomi Usaha Peternakan Sapi Potong Dalam Rangka Pemberdayaan Peternak (Studi Kasus Di Kawasan Budidaya Pengembangan Sapi Potong Kabupaten

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia Perkembangan ayam broiler di Indonesia dimulai pada pertengahan dasawarsa 1970-an dan mulai terkenal pada awal tahun 1980-an. Laju perkembangan

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF HETI RESNAWATI dan IDA A.K. BINTANG Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor ABSTRAK Pengembangan ternak ayam lokal sebagai penghasil daging

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini produktivitas ayam buras masih rendah, untuk meningkatkan produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan kualitas dan kuantitas pakan.

Lebih terperinci

VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN

VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN 6.1. Pola Kemitraan CV TMF Kemitraan antara peternak ayam di daerah Cibinong pada dasarnya adalah sama dengan semua kemitraan yang dijalankan di semua daerah kemitraan CV TMF.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Sub sektor peternakan perlu dikembangkan karena sub sektor ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging, 1 BAB I PENDAHULUAN Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging, mengalami pasang surut, terutama pada usaha kemitraan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya fluktuasi harga

Lebih terperinci

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN AYAM KUB-1 AYAM KUB-1 Penyusun: Tike Sartika Desmayati Sofjan Iskandar Heti Resnawati Argono Rio Setioko Sumanto Arnold P. Sinurat Isbandi Bess Tiesnamurti Endang Romjali BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara aktif yang dilakukan. luar komunitas (kelompok) akan memberikan dukungan, bantuan dan

PENDAHULUAN. Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara aktif yang dilakukan. luar komunitas (kelompok) akan memberikan dukungan, bantuan dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan mempunyai peranan yang cukup penting bagi kehidupan manusia agar dapat hidup sehat, karena manusia memerlukan protein. Pemenuhan kebutuhan protein dalam tubuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha

Lebih terperinci

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan PangandaranBeach http://www.pangandaranbeach.com Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan Bebek Peking adalah bebek pedaging dengan pertumbuhan sangat cepat. Karena itu usaha budidaya ternak bebek peking

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan dalam pembangunan perekonomian di Indonesia sebagian besar dipengaruhi oleh petumbuhan di sektor industri dan sektor pertanian. Sektor industri dan sektor

Lebih terperinci

Nama : MILA SILFIA NIM : Kelas : S1-SI 08

Nama : MILA SILFIA NIM : Kelas : S1-SI 08 Nama : MILA SILFIA NIM : 11.12.5933 Kelas : S1-SI 08 Permintaan daging ayam kampung cenderung mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan oleh kesadaran sebagian masyarakat untuk mengkonsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja. 1.1. Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN Usaha perunggasan di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir. Perkembangan usaha tersebut memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan meningkatnya kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Salah satu produk hasil peternakan yang paling disukai

Lebih terperinci

E

E Jl. Raya Loji Km.35 Jatiwangi 45454 Majalengka Telp & Fax : (0233) 88622 Titik Koordinat : 6 0 43 32.35 S08 0 6 40.7 E Email : bpptujatiwangi@yahoo.co.id Tugas Pokok & Fungsi Sesuai dengan Peraturan Gubernur

Lebih terperinci

POTENSI AYAM GALUR BARU KUB LITBANG PERTANIAN DALAM MENDUKUNG RUMAH PANGAN LESTARI DI PROVINSI JAMBI.

POTENSI AYAM GALUR BARU KUB LITBANG PERTANIAN DALAM MENDUKUNG RUMAH PANGAN LESTARI DI PROVINSI JAMBI. POTENSI AYAM GALUR BARU KUB LITBANG PERTANIAN DALAM MENDUKUNG RUMAH PANGAN LESTARI DI PROVINSI JAMBI Sari Yanti Hayanti 1, Masito 1 dan Harun Kurniawan 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam. meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam. meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat terutama kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini masih mengandalkan pemasukan ternak

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh

I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh II. ABSTRAKS Persaingan dunia bisnis semakin merajalela, mulai dari sektor peternakan, material, bahkan hingga teknologi. Indonesia adalah salah satu negara yang

Lebih terperinci

PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG

PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG HASNELLY Z., RINALDI dan SUWARDIH Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung Jl. Mentok Km 4 Pangkal Pinang 33134 ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan

PENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak kelinci mempunyai beberapa keunggulan sebagai hewan percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan penghasil daging. Selain itu kelinci

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Daging ayam merupakan salah satu produk hasil ternak yang diminati

BAB III MATERI DAN METODE. Daging ayam merupakan salah satu produk hasil ternak yang diminati BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Kerangka Pemikiran Daging ayam merupakan salah satu produk hasil ternak yang diminati masyarakat baik dari kalangan bawah maupun kalangan atas karena menimbulkan kepuasan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN AYAM NUNUKAN DAN PERMASALAHANNYA DI KALIMANTAN TIMUR

PENGEMBANGAN AYAM NUNUKAN DAN PERMASALAHANNYA DI KALIMANTAN TIMUR PENGEMBANGAN AYAM NUNUKAN DAN PERMASALAHANNYA DI KALIMANTAN TIMUR WAFIATININGSIH, SULISTIYONO I. dan BARIROH N.R. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur Jl. Pangeran M. Noor, Sempaja PO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memilki daya adaptasi yang

I. PENDAHULUAN. juga mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memilki daya adaptasi yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Itik merupakan sumber daya genetik yang tinggi keanekaragamannya, baik dalam hal jenis maupun potensi produksinya. Ternak itik juga mempunyai potensi untuk dikembangkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK ABSTRAK

PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK ABSTRAK PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK Eni Siti Rohaeni 1 dan Yanti Rina 2 1. BPTP Kalimantan Selatan 2. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) ABSTRAK Ternak itik merupakan salah

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHA PETERNAKANN AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA

KELAYAKAN USAHA PETERNAKANN AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA KELAYAKAN USAHA PETERNAKANN AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA Muhammad Sujudi 1) Dhyvhy29@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Enok Sumarsih 2) sumarsihenok@gmail.com

Lebih terperinci