III KERANGKA PEMIKIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III KERANGKA PEMIKIRAN"

Transkripsi

1 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Dasar Risiko Berbagai definisi dapat diberikan kepada kata risiko itu. Namun, secara sederhana artinya senantiasa mengena dengan kemungkinan akan terjadinya akibat buruk atau akibat yang merugikan. Definisi risiko sangat beragam dan memiliki kelebihan serta kelemahan masing-masing, sehingga setiap definisi tersebut dapat saling mengisi satu dan lainnya. menurut Harwood, et al. (1999) bahwa risiko menunjukkan kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian bagi pelaku bisnis yang mengalaminya. Robinson dan Barry (1987) dalam Deshinta (2006) menyatakan bahwa ketidakpastian menunjukkan peluang suatu kejadian yang tidak dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagai pembuat keputusan. Peluang kejadian yang tidak diketahui secara kuantitatif atau sulit diukur oleh pelaku bisnis dapat dikarenakan beberapa hal, diantaranya tidak ada informasi atau data pendukung baik berdasarkan data historis atau pengalaman pelaku bisnis, selama mengelola kegiatan usaha dalam menghadapi suatu kejadian. Selama peluang suatu kejadian tidak dapat diukur oleh pelaku bisnis maka kejadian tersebut termasuk ke dalam kategori ketidakpastian. Risiko dan ketidakpastian yang dihadapi oleh para pelaku bisnis dapat bersifat personal. Hal tersebut mempunyai arti bahwa diantara pelaku bisnis satu dengan lainnya memungkinkan mempunyai persepsi yang berbeda dalam memandang suatu kejadian yang sama. Bagi pelaku bisnis tertentu akan melihat suatu kejadian sebagai risiko karena mereka mampu menentukan peluang kejadian tersebut. Sedangkan bagi pelaku bisnis lainnya melihat kejadian tersebut sebagai ketidakpastian karena sulit menentukan peluang kejadian Sumber Risiko Risiko pada kegiatan agribisnis bersifat unik dibanding lainnya. Hal ini dikarenakan ketergantungan aktifitas agribisnis terhadap kondisi alam terutama iklim dan cuaca. Harwood et al (1999) menyatakan terdapat beberapa sumber risiko meliputi: 123

2 1. Production or Yield Risk Faktor risiko produksi dalam kegiatan agribisnis disebabkan adanya beberapa hal yang tidak dapat dikontrol terkait dengan iklim dan cuaca, seperti curah hujan, temperatur udara, hama dan penyakit. Penerapan teknologi yang tepat merupakan salah satu tidakan yang tepat untuk meminimalisir dampak negatif yang dapat ditimbulkan. Contohnya adalah pengenalan varietas baru dan teknik produksi yang akan memberikan peluang bagi keberhasilan budidaya. Teknologi baru Dalam penerapannya, akan memberikan hasil yang kurang memuaskan, akan tetapi hal tersebut berlangsung tidak lama. 2. Price or Market Risk Risiko pasar dalam hal ini meliputi risiko harga output dan harga input. Pada umumnya kegiatan produksi merupakan proses yang lama. Sementara itu, pasar cenderung bersifat kompleks dan dinamis. Oleh karena itu, petani belum tentu mendapatkan harga yang sesuai dengan yang diharapkan pada saat panen. Begitu pula harga input yang dapat berfluktuasi sehingga mempengaruhi komponen biaya pada kegiatan produksi. Pada akhirnya risiko harga tersebut akan berpengaruh pada pendapatan yang diperoleh petani. Terdapat enam faktor yang mendorong adanya risiko pada kegiatan bisnis, yaitu fluktuasi produksi, fluktuasi harga, penggunaan teknologi baru, adanya program pemerintah, permasalahan legalitas (legal problem), dan perubahan pada selera konsumen. Menurut Bhowmick (2005) sumber-sumber risiko usaha adalah ketidakpastian hasil produksi, ketidakpastian harga, dan ketidakpastian keuntungan Pengukuran Risiko Mengelola risiko usaha memerlukan kerangka manajemen risiko. Kerangka manajemen risiko menurut Australian Risk Manajemen Standart, terdiri dari beberapa langkah. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan visi dan misi perusahaan, langkah kedua adalah mengidentifikasi yang ada pada usaha, langkah ketiga adalah menganalisa risiko yang telah diindetifikasi sebelumnya. Langkah analisa ini bertujuan untuk menentukan tingkat pengendalian terhadap risiko dengan mempertimbangkan tingkat kemungkinan 124

3 dan dampak risiko terhadap perusahaan. Dalam langkah analisa inilah pengukuran risiko. Menurut Batuparan (2001) pengukuran risiko dibutuhkan sebagai dasar tolok ukur untuk memahami signifikansi dari akibat (kerugian) yang akan ditimbulkan oleh terealisasinya suatu risiko, baik secara individual maupun portofolio, terhadap tingkat kesehatan dan kelangsungan usaha. Lebih lanjut pemahaman yang akurat tentang signifikasi tersebut akan menjadi dasar bagi pengelolaan risiko yang terarah dan berhasil guna. Signifikansi suatu Risiko maupun portofolio risiko dapat diketahui atau disimpulkan dengan melakukan pengukuran terhadap dimensi risiko yaitu: (1) kuantitas risiko adalah jumlah kerugian yang mungkin muncul dari terjadinya risiko, (2) kualitas risiko yaitu probabilitas dari terjadinya risiko. (Batuparan, 2001) Risiko dapat ditunjukkan dengan indikator adanya fluktuasi dari return atau hasil yang diharapkan. Risiko dinilai dengan mengukur nilai penyimpangan yang terjadi terhadap return dari suatu aset. Menurut Elton dan Gruber (1995) dalam Aziz (2009), terdapat ukuran risiko yang dapat dianalisis yaitu nilai ragam (variance), simpangan baku (standart deviation), dan koefisien variasi (coefficient variation). Ketiga ukuran tersebut memiliki hubungan satu dengan yang lainnya dan nilai ragam (variance) sebagai penentu ukuran yang lainnya. Hubungan tersebut adalah nilai standart deviation merupakan akar kuadrat dari nilai variance. Nilai koefisien variasi merupakan rasio perbandingan dari nilai standart deviation dengan nilai return dari suatu aset dimana return yang diperoleh berupa pendapatan rata-rata selama periode waktu tertentu. Nilai ragam (variance) merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari return dengan ekspektasi return dikalikan dengan peluang setiap kejadian. Nilai variance menunjukkan bahwa semakin kecil nilai variance, maka semakin kecil penyimpangannya sehingga semakin kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha. Semakin besar nilai variance maka semakin besar penyimpangannya sehingga semakin besar risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha. Nilai standart deviation merupakan akar dari variance. Nilai standart deviation menunjukkan bahwa semakin kecil nilai standart deviation 125

4 maka semakin kecil risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha, dan semakin besar nilai standart deviation maka semakin besar pula risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha. Coefficient variation diukur dari rasio standart deviation dengan return yang diharapkan. Semakin kecil nilai coefficient variation maka semakin kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha, dan semakin besar nilai coefficient variation maka semakin besar risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha. Ukuran risiko yang dapat dijadikan sebagai ukuran paling tepat dalam memilih alternatif dari beberapa kegiatan usaha dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi dari setiap kegiatan usaha tersebut untuk setiap return yang diperoleh adalah koefisien variasi (coefficient variation). Coefficient variation merupakan ukuran risiko yang telah membandingkan alternatif dari beberapa kegiatan usaha dengan satuan yang sama Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama, dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, kemitraan berasal dari kata mitra yang berarti teman, kawan, pasangan kerja dan rekan. Kemitraan merupakan perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra. Menurut Undang Undang No. 9 Tahun 1995, kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan Usaha Besar dengan memperlihatkan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat, saling memerlukan. Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan, bahwa kemitraan merupakan jalinan kerjasama usaha yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling menguntungkan, saling membutuhkan, saling memperkuat. Disertai adanya satu pembinaan dan pengembangan. Hal ini dapat terjadi karena 126

5 pada dasarnya masing masing pihak pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan, dengan kelemahan dan kelebihan masing masing pihak, diharapkan terjadi hubungan yang saling melengkapi dalam arti, pihak yang satu akan mengisi dengan cara melakukan pembinaan terhadap kelemahan yang lain dan sebaliknya Unsur unsur Kemitraan Mengacu pada definisi, kemitraan merupakan suatu kegiatan saling menguntungkan dengan berbagai macam bentuk kerjasama dalam menghadapi dan memperkuat satu sama lainnya. Kemitraan merupakan satu harapan yang dapat meningkatkan produktivitas dan posisi tawar yang adil antar pelaku kemitraan. Hafsah (1999) menyatakan kemitraan itu mengandung beberapa unsur pokok, yaitu : 1. Kerjasama Usaha Konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini, jalinan kerjasama yang dilakukan antara usaha besar atau menengah dengan usaha kecil didasarkan pada kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah pihak yang bermitra. Hal ini berarti bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan yang setara mengenai hak dan kewajiban masing-masing, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, tidak ada yang saling mengeksploitasi satu sama lain dan tumbuh berkembangnya rasa saling percaya di antara para pihak dalam mengembangkan usahanya. Dengan hubungan kerjasama melalui kemitraan ini diharapkan pengusaha besar atau menengah dapat menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan dengan pengusaha kecil atau pelaku ekonomi lainnya, sehingga pengusaha kecil akan lebih berdaya dan tangguh di dalam berusaha demi tercapainya kesejahteraan. 2. Pembinaan dan Pengembangan Perbedaan dasar hubungan kemitraan dengan hubungan dagang biasa oleh pengusaha kecil dengan pengusaha besar adalah, adanya bentuk pembinaan dari pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi yang tidak ditemukan pada hubungan dagang biasa. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara lain, 127

6 pembinaan dalam mengakses modal yang lebih besar, pembinaan manajemen usaha, pembinaan peningkatan sumber daya manusia, pembinaan peningkatan sumber daya manajemen produksi, pembinaan mutu produksi serta menyangkut pula pembinaan di dalam pengembangan aspek institusi kelembagaan, fasilitas alokasi serta investasi. 3. Prinsip Saling Memerlukan, Saling Memperkuat, dan Saling Menguntungkan a. Prinsip Saling Memerlukan Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang diawali dengan mengenal dan mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya. Pemahaman akan keunggulan yang ada akan menghasilkan sinergi yang berdampak pada efisiensi, turunnya biaya produksi dan sebagainya. Penerapannya dalam kemitraan, perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam pencapaian target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil, yang umumya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi, permodalan dan sarana produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan besar. Dengan demikian adanya rasa saling memerlukan atau ketergantungan diantara kedua belah pihak yang bermitra. b. Prinsip Saling Memperkuat Dalam kemitraan usaha, sebelum kedua belah pihak memulai untuk bekerjasama maka pasti ada suatu nilai tambah yang ingin diraih oleh masing masing pihak yang bermitra. Nilai tambah tersebut dapat berupa nilai ekonomi seperti peningkatan modal dan keuntungan, perluasan pangsa pasar, maupun non ekonomi seperti peningkatan kemampuan manajemen dan penguasaan teknologi. Keinginan ini merupakan konsekuensi logis dan alamiah dari adanya kemitraan sehingga dengan bermitra terjadi suatu sinergi antara para pelaku yang bermitra dengan harapan nilai tambah yang diterima akan lebih besar. Dengan demikian terjadi hubungan yang saling memperkuat dari kekurangan masing masing pihak yang bermitra. c. Prinsip Saling Menguntungkan 128

7 Salah satu maksud dan tujuan dari kemitraan usaha adalah saling menguntungkan. Pada kemitraan ini, tidak berarti para partisipan harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, akan tetapi adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing masing. Berpedoman pada kesejajaran kedudukan atau memiliki derajat yang setara bagi masing masing pihak yang bermitra, maka tidak ada pihak yang tereksploitasi dan dirugikan tetapi justru terciptanya rasa saling percaya diantara para pihak sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan usahanya Pola kemitraan Patrick (2004) memberikan gambaran mengenai beberapa jenis pola kemitraan yang telah banyak dilaksanakan di Indonesia, yaitu : 1. Pola Inti Plasma Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan kelompok mitra bertindak sebagai plasma. Dalam pola kemitraan inti plasma, kewajiban bagi kelompok mitra adalah : a). Berperan sebagai plasma, b). Pengelola seluruh usaha bisnisnya sampai panen, c). Menjual hasil produksi kepada perusahaan mitra. d). Memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Sedangkan perusahaan mitra wajib : a). Berperan sebagai perusahaan inti, b). Menampung hasil produksi, c). Membeli hasil produksi, d). Memberikan bimbingan teknis dan pembinaan manajemen kepada kelompok mitra e). Memberikan pelayanan kepada kelompok mitra berupa permodalan atau kredit, sarana produksi dan teknologi, f). Mempunyai usaha budidaya pertanian atau memproduki kebutuhan perusahaan, dan g). Menyediakan lahan. Dalam pola ini perusahaan mitra bertindak sebagai inti yang menampung, membeli hasil produksi, memberikan pembinaan teknologi, bimbingan teknis dan manajemen, penyediaan sarana produksi dan prasarana pertanian, memberikan modal serta pemasaran hasil. Petani bertindak sebagai plasma yang menjual seluruh hasil produksinya kepada inti dan memenuhi aturan dan petunjuk yang diberikan oleh inti. 2. Pola Subkontrak 129

8 Merupakan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana di dalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan oleh perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Pola kemitraan subkontrak mensyaratkan bahwa kelompok mitra harus a). Memproduksi kebutuhan yang dibutuhkan oleh perusahaan mitra sebagai komponen produksinya, b). Menyediakan tenaga kerja, dan c) membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga, dan waktu. Sedangkan tugas perusahaan mitra adalah : a). Menampung dan membeli komponen produksi yang dihasilkan oleh kelompok mitra, b). Menyediakan bahan baku atau modal kerja, dan c). Melakukan kontrol kualitas produksi. Pola kemitraan ini biasanya ditandai dengan kesepakatan mengenai kontrak bersama yang mencakup volume, harga, mutu, dan waktu. Pola ini menunjukan bahwa kelompok mitra memproduksi komponen produksi yang diperlukan oleh perusahaan mitra. Hasil produksi sangat berguna bagi perusahaan mitra maka pembinaan perlu dilakukan dengan intensif. 3. Dagang Umum Pola dagang umum merupakan hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang didalamnya usaha menengah atau usaha besar memasarkan hasil produksi usaha kecil atau usaha besar mitranya. Penjelasan yang sama juga diberikan oleh Sumardjo (2001) bahwa pola kemitraan dagang umum merupakan pola hubungan usaha dalam pemasaran hasil antara pihak perusahaan pemasar dengan pihak kelompok usaha pemasok kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan pemasar. Contohnya adalah pemasaran produk hortikultur dimana petani atau kelompok tani bergabung dalam bentuk koperasi, bermitra dengan swalayan untuk mensuplai kebutuhannya. 4. Kerjasama Operasional Pola kerjasama operasional merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, didalamnya petani berperan sebagai penyedia lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal serta sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi perternakan (Direktorat Jendral Peternakan, 1996). 130

9 Kelompok mitra dan perusahaan menggabungkan sumberdaya yang dimilikinya untuk membudidayakan suatu komoditi. Perusahaan mitra sering kali berperan sebagai penjamin pasar, diantaranya juga mengolah produk tersebut dan dikemas lebih lanjut untuk dipasarkan (Sumardjo, 2001). Hasil yang diperoleh dari kerjasama tersebut akan dibagi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. 5. Pola Kemitraan Penyertaan Saham (Waralaba) Berdasarkan PP No. 16 Tahun 1997 dan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdaganggan No.259/MPP/Kep/7/1997 tentang ketentuan dan tatacara pelaksanaan pendaftaran usaha waralaba ditetapkan bahwa pengertian waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaaan intelaktual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pihak lain, dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang atau jasa. Menurut Undang Undang No. 9 tahun 1995 dijelaskan bahwa pola waralaba merupakan hubungan kemitraan yang didalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bimbingan manajemen. Dalam pola kemitraan ini, penyertaan modal (equity) antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar, penyertaan modal usaha sekurang kurangnya 20 persen dari seluruh modal saham perusahaan yang baru dibentuk dan ditingkatkan secara bertahap sesuai kesepakatan kedua belah pihak Manfaat Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko Produksi usahatani dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh petani. Faktor internal antara lain tenaga kerja, tanah, modal, kemampuan teknis, dan kemampuan petani dalam manajemen usahatani. Faktor internal merupakan unsur pokok usahatani. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol atau dikendalikan karena di luar jangkauan petani. Faktor eksternal antara lain tersedianya transportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usaha tani, fasilitas kredit dan sarana penyuluhan bagi petani (Hernanto, 1988) dalam Febridinia (2010). Oleh karena itu untuk 131

10 menanggulangi keterbatasan petani dalam hal ini adalah faktor eksternal, maka dibutuhkan kerjasama dengan pihak luar yang dapat memfasilitasi faktor eksternal. Bentuk kerjasama yang mengutamakan keuntungan bersama saat ini adalah dengan kemitraan. Kemitraan memiliki konsep win-win partnership solution, dalam konsep ini petani bersama mitranya diwajibkan untuk saling melengkapi satu sama lain, sehingga keterbatasan masing-masing pihak bisa teratasi dengan adanya hubungan kemitraan, dalam kasus ini kemitraan antara petani dengan perusahaan pertanian yang lebih besar. Tujuan dalam kondisi ideal yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara lebih konkrit adalah a). Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat, b). Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, c). Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat usaha kecil, d). Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional, e). Memperluas kesempatan kerja, dan f). Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional. Manfaat yang dapat dicapai dari usaha kemitraan antara lain (Hafsah, 1999): 1. Produktivitas Bagi perusahaan yang lebih besar dengan model kemitraan akan dapat mengoperasionalkan kapasitas pabriknya secara full capacity tanpa perlu memiliki lahan dan pekerja lapang sendiri karena biaya untuk keperluan tersebut ditanggung oleh petani. Bagi petani sendiri dengan kemitraan ini peningkatan produktivitas dicapai secara simultan yaitu dengan cara menambah unsur input baik kualitas maupun kuantitasnya dalam jumlah tertentu akan diperoleh hasil dalam jumlah dan kualitas yang berlipat. Melalui model kemitraan petani dapat memperoleh tambahan input, kredit, dan penyuluhan yang tersedia oleh perusahaan inti. 2. Efisiensi Perusahaan dapat menghemat efisiensi dengan menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan tenaga kerja yang dimiliki petani. Sebaliknya bagi petani yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi dan 132

11 sarana produksi, dengan bermitra akan dapat menghemat waktu produksi melalui teknologi produksi yang disediakan oleh perusahaan. 3. Jaminan Kualitas, Kuantitas, dan Kontinuitas Kualitas, kuantitas dan kontinuitas sangat erat kaitannya dengan efisiensi dan produktifitas di pihak petani yang menentukan terjaminnya pasokan pasar dan pada gilirannya menjamin keuntungan perusahaan. 4. Risiko Kemitraan dilakukan untuk mengurangi risiko yang dihadapi oleh kedua belah pihak. Kontrak akan mengurangi resiko yang dihadapi oleh pihak inti jika harus mengandalkan pengadaan bahan baku sepenuhnya dari pasar terbuka. Perusahaan inti juga akan memperoleh keuntungan lain karena mereka tidak harus menanamkan investasi atas tanah dan mengelola pertanian yang sangat luas Indikator-Indikator Keberhasilan Kemitraan Indikator-indikator keberhasilan kemitraan berkaitan erat dengan pola kemitraan yang diterapkan perusahaan. Pola kemitraan mendasari latar belakang kemitraan, tujuan kemitraan dan ketentuan-ketentuan dalam kemitraan. Indikator-indikator keberhasilan suatu kemitraan disesuaikan dengan pola kemitraan yang diterapkan oleh perusahaan. Namun, ada beberapa indikator yang berlaku secara umum dan digunakan untuk menentukan keberhasilan suatu kemitraan, diantaranya: 1) Pada Penelitian Putro (2008), Aryani (2008), dan Iftaudin (2005), pendapatan mitra merupakan indikator keberhasilan petani mitra. Ukuran pendapatan digunakan karena memilki cakupan yang luas, yaitu mencakup ukuran tunai dan ukuran-ukuran non tunai. Penelitian keberhasilan kemitraan berdasarkan pendapatan dilakukan dengan melihat pendapatan kotor usahatani, pendapatan bersih usahatani, dan RC rasio (Soekartawi, 1986). RC rasio biasanya digunakan oleh peneliti untuk melihat perbandingan petani mitra dan petani lain yang tidak tergabung dalam kemitraan. 2) Pertumbuhan aset usahatani mengidikasikan keberhasilan petani mitra dalam meningkatkan skala usahanya. Pertumbuhan aset erat kaitannya dengan akumulasi kapital, yaitu besarnya pendapatan yang disisihkan untuk 133

12 menambahkan modal usaha (Soekartawi, 1986). Pertumbuhan aset yang tinggi menunjukan perkembangan usahatani dimana secara tidak langsung akan mempengaruhi kemandirian petani mitra dan pertumbuhan sektor pertanian suatu daerah. 3) Transparansi antara perusahaan dengan petani mitra (Putro, 2008). Tranparansi dapat meminimalisir kecurangan baik dari pihak perusahaan ataupun pihak peternak mitra. Transparansi sangat penting dalam kemitraan usahatani biasanya berkaitan dengan penjualan produk. Pihak perusahaan harus memberikan catatan yang lengkap agar petani mitra mengetahui seberapa besar hak yang diterimanya sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Petani mitra juga harus bisa menjelaskan aktifitas budidaya yang dilakukan, kondisi sumberdaya, pemberian pupuk, dan bisa menjelaskan dengan jelas apabila target perusahaan tidak tecapai atau adanya kegagalan dalam panen. Dalam janka panjang transparansi dapat menimbulkan rasa percaya sehingga sistem kemitraan akan semakin kuat. 4) Kepatuhan peternak mitra terhadap kontrak (Putro, 2008). Dalam kemitraan, perusahaan menetapkan kebijakan-kebijakan dalam hal standar produk yang diterima, pola tanam, dan kewajiban-kewajiban petani lainnya. Namun, masih ada saja kewajiban-kewajiban yang disetujui antara petani dan perusahaan yang dilanggar. Sehingga hal ini akan berpengaruh negatif terhadap keuntungan yang diterima petani dan perusahaan. Selain itu, kepercayaan perusahaan juga akan menurun apabila petani mitra tidak mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah disepakati dalam kontrak kemitraan yang telah disepakati sebelumnnya. 5) Menurut Soetardjo (1994) beberapa indikator keberhasilan kemitraan dapat dirumuskan, diantaranya: a. Keuntungan perusahaan lebih besar apabila menerapkan sistem kemitraan daripada mengerjakan sendiri. Dalam kemitraan kedelai edamame, perusahaan melakukan kemitraan karena memiliki keterbatasan lahan usaha, sehingga produksi kedelai edamame terbatas dan permintaan pasar tidak dapat terpenuhi. Kemitraan membantu perusahaan dalam memproduktifkan sumberdaya modal yang dimilikinya sehingga 134

13 keuntungan perusahaan dapat dioptimalkan. Namun, perlu ada kajian yang lebih dalam mengenai perbandingan tambahan keuntungan melalui kemitraan dengan keuntungan perusahaan apabila memelihara sendiri dengan menyewa lahan. b. Adanya kepastian pasar, jumlah, dan harga bagi petani mitra. Petani mitra PT Saug Mirwan harus menjual hasil panen kedelai edamame mereka kepada perusahaan dengan harga yang telah ditentukan. Sehingga petani kedelai edamame tidak perlu khawatir terjadi fluktuasi harga komoditi atau kehilangan pasar. c. Peningkatan sumberdaya manusia terutama berkaitan dengan teknis budidaya kedelai edamame dan manajemen usaha. Hal ini berkaitan dengan keberhasilan pembinaan yang dilaksanakan oleh perusahaan untuk membantu pengembangan usahatani kedelai edamame petani mitra. Adanya peningkatan kualitas SDM dapat dilihat dari keberhasilan mencapai target pertumbuhan dan usahatani kedelai edamame yang semakin berkembang. 6) Peningkatan jumlah petani mitra dan peningkatan jumlah aset perusahaan yang dikelola melalui sisem kemitraan (Putro, 2008). Semakin besar peningkatan yang terjadi, maka sistem kemitraan dapat dikatakan semakin berhasil. Kondisi ini menunjukan adanya perkembangan sistem kemitraan yang dijalankan. 7) Tingkat efisiensi usahatani yang dilakukan petani mitra. Petani mitra berupaya agar usahatani yang dikelolanya dapat hasil yang diharapkan. Kondisi ini berkaitan erat dengan program pembimbingan yang dilakukan oleh pihak perusahaan untk meningkatkan kualitas SDM petani mitra. Putro (2007) dan Iftaudin (2005) melakukan penelitian tentang efisiensi produksi usaha ternak dengan menggunakan analisis regresi dan analisis fungsi produksi. 8) Produk yang dihasilkan petani mitra dapat bersaing dengan produk yang dihasilkan perusahaan mitra atau produk sejenis yang ada di pasar. Dalam kasus kemitraan sapi maro, produk yang dihasilkan adalah sapi potong yang berkualitas, yaitu sehat dan bebas penyakit, bobot tinggi, daging padat, karkas 135

14 yang dihasilkan tinggi, dan daging yang dihasilkan aman dikonsumsi (Abidin, 2002). 9) Loyalitas petani mitra untuk setia bergabung dengan kemitraan perusahaan. Petani mitra tidak tertarik untuk bergabung dengan kemitraan perusahaan lain. Kondisi ini ditunjukan dengan jangka waktu petani mitra mengikuti kemitraan perusahaan. 10) Kepuasan petani mitra terhadap kemitraan (Firwiyanto, 2008). Indikator ini berkaitan dengan manfaat dan keuntungan yang harus dikeluarkan, pelaksanaan kesepakatan oleh perusahaan, dan transparansi dari pihak perusahaan. 11) Tingkat bergabung dan keluar petani mitra dari kemitraan. Indikator ini berkaitan erat dengan tingkat loyalitas petani mitra. Semakin tinggi angka keluar-masuk petani mitra menunjukan loyalitas yang rendah sehingga keberhasilan kemitraan semakin rendah 12) Kurniawan (2007) melakukan penelitian tentang besarnya kontribusi usaha ternak terhadap penghasilan rumah tangga. Apabila dihubungkan dengan kemitraan usaha ternak, kita dapat melihat besarnya kontribusi pendapatan kemitraan usaha ternak terhadap penghasilan total rumah tangga usahatani. Semakin besar kontribusi, menunjukan semakin besar tingkat keberhasilan kemitraan. 13) Kemampuan perusahaan untuk memenuhi permintaan dengan melakukan manajemen kemitraan yang baik dan didukung dengan kepatuhan petani mitra dalam memenuhi ketentuan-ketentuan kemitraan (Iftaudin, 2005). Kemitraan dilakukan agar perusahaan terbantu dalam memenuhi permintaan produknya. Apabila permintaan perusahaan dapat terpenuhi baik secara kuantitas dan kualitas karena adanya kemitraan, maka sistem kemitraan yang dilakukan perusahaan dapat dikatakan berhasil. Berdasarkan uraian diatas, Indikator keberhasilan yang digunakan dalam penelitian ini adalah indikator R/C rasio total usaha kedelai edamame petani mitra. Pemilihan indikator ini dikarenakan indikator ini menggambarkan kondisi usahatani kedelai edamame secara keseluruhan. Indikator ini juga 136

15 menggambarkan potensi pengembangan usahatani kedelai edamame petani mitra yang bersangkutan. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Kedelai edamame dalam proses pengusahaannya, dihadapkan pada risiko kegagalan. Beberapa risiko mendasar pada usahatani kedelai edamame adalah risiko produksi dan risiko harga. Risiko usaha yang dihadapi oleh petani kedelai edamame ini dapat dianalisis dengan menggunakan analisis risiko. Analisis risiko digunakan untuk mengetahui sumber-sumber risiko yang sering muncul pada usahatani kedelai edamame dan tingkat risiko yang dihadapi. Penilaian risiko dilakukan dengan mengukur nilai penyimpangan rata-rata pendapatan bersih dan produktivitas petani yang diterima. Sumber-sumber risiko yang sering muncul pada usahatani kedelai edamame, dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif berdasarkan sumber-sumber risiko yang muncul pada proses produksi dan fluktuasi harga yang terjadi. Hal ini dibutuhkan sebagai informasi dalam upaya pengelolaan risiko usahatani kedelai edamame. Sedangkan tingkat risiko, dianalisis menggunakan analisis kuantitatif berdasarkan tingkat variasi dari produktivitas, harga, dan pendapatan. Ukuran risiko yang dianalisis adalah koefisien variasi (coefficient variation). Berdasarkan ukuran risiko tersebut, semakin kecil nilai koefisien variasi maka semakin kecil risiko yang dihadapi. Setelah dilakukan analisis mengenai penilaian petani terhadap sumber-sumber risiko dan tingkat risiko pada pengusahaan kedelai edamame petani mitra. Dilakukan analisis mengenai peranan kemitraan untuk menekan tingkat risiko pada usahtani petani mitra, dengan cara dibandingkan dengan hasil yang didapat pada petani non mitra, sehingga didapat kesimpulkan mengenai peranan kemitraan dalam upaya menekan risiko usaha pada usahatani kedelai edamame petani. Gambaran kerangka berfikir operasional akan dijelaskan pada bagan di bawah. 137

16 Risiko Pada Pengusahaan Kedelai Edamame Petani sebagai pelaku usahatani kedelai edamame Kemitraan Lembaga Kemitraan (PT Saung Mirwan) : 1. penyediaan modal 2. transfer teknologi dan informasi 1. Bagaimana Penilaian Petani Terhadap Sumber-Sumber Risiko pada Usahatani Kedelai Edamame? 2. Seberapa Besar Tingkat Risiko pada Usahatani Kedelai Edamame? 3. Bagaimana Peranan Kemitraan Dalam Upaya Menekan Risiko pada Usahatani Kedelai Edamamane Risiko Produksi: Cuaca Hama dan Penyakit Prosedur teknis produksi Risiko harga: Fluktuasi harga input dan output (kedelai edamame) Peranan Kemitraan Terhadap pengelolaan Risiko Usahatani dan Pendapatan Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional 138

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari penelusuran teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian. Adapun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia Perkembangan ayam broiler di Indonesia dimulai pada pertengahan dasawarsa 1970-an dan mulai terkenal pada awal tahun 1980-an. Laju perkembangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko Istilah risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) sering digunakan secara bersamaan atau bahwa risiko sama dengan ketidakpastian.

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko Sutawi (2008) mengemukakan bahwa kemitraan merupakan salah satu upaya untuk menekan risiko yang dihadapi petani. Dengan cara mengalihkan

Lebih terperinci

Gambar 2. Rangkaian Kejadian Risiko-Ketidakpastian

Gambar 2. Rangkaian Kejadian Risiko-Ketidakpastian III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Risiko Suatu bisnis yang dilakukan oleh para pelaku usaha pasti dihadapkan pada risiko dalam usahanya. Selain risiko, pebisnis dalam melakukan aktivitas bisnisnya dihadapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan dan kelautan yang terdapat di berbagai wilayah. Kabupaten Serdang Bedagai akan terus dikembangkan pada masa-masa

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan dan kelautan yang terdapat di berbagai wilayah. Kabupaten Serdang Bedagai akan terus dikembangkan pada masa-masa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan memegang peranan penting dalam perekonomian nasional terutama dalam penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan bagi nelayan atau pembudidaya ikan,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Kerangkan pemikiran konseptual dalam penelitian ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu konsep kemitraan, pola kemitraan agribisnis, pengaruh penerapan

Lebih terperinci

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan.

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. Terutama dalam hal luas lahan dan jumlah penanaman masih

Lebih terperinci

MANFAAT KEMITRAAN USAHA

MANFAAT KEMITRAAN USAHA MANFAAT KEMITRAAN USAHA oleh: Anwar Sanusi PENYULUH PERTANIAN MADYA pada BAKORLUH (Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian,Perikanan dan Kehutanan Prov.NTB) Konsep Kemitraan adalah Kerjasama antara usaha

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis yang digunakan dalam penelitian ini, merupakan hasil penelusuran teori-teori terdahulu terkait dengan pengertian risiko,

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep dan Definisi Risiko Menurut Frank Knight, risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi Indonesia, sehingga peranan sektor pertanian dalam pembangunan tidak perlu diragukan lagi. Pemerintah memberikan amanat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemitraan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan usaha pertanian adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Salah satu upaya yang dianggap tepat dalam memecahkan masalah kesenjangan ini adalah melalui kemitraan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko Risiko menunjukkan situasi, dimana terdapat lebih dari satu kemungkinan dari suatu keputusan dan peluang dari kemungkinan-kemungkinan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Langkah awal dalam menganalisis suatu risiko adalah dengan melakukan identifikasi pada risiko dan sumber risiko yang dihadapi oleh suatu perusahaan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Konsep formal

II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Konsep formal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemitraan Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di perusahaan Anisa Adenium, yang berada di Bekasi Timur, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilaksanakan secara sengaja

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis menjelaskan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian, yaitu mengenai konsep risiko dan teori lainnya yang berkaitan

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

Kemitraan Agribisnis. Julian Adam Ridjal. PS Agribisnis Universitas Jember

Kemitraan Agribisnis. Julian Adam Ridjal. PS Agribisnis Universitas Jember Kemitraan Agribisnis Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net KEMITRAAN AGRIBISNIS Teori Kemitraan Menurut Martodireso, dkk, (2001) dalam Agribisnis Kemitraan Usaha Bersama

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko Risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diukur oleh pembuat keputusan. Pada umumnya peluang terhadap suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian pada masa sekarang adalah dengan meletakkan masyarakat sebagai pelaku utama (subyek pembangunan), bukan lagi sebagai obyek pembangunan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

Learning Outcome (LO)

Learning Outcome (LO) KONTRAK PERKULIAHAN KONSEP DAN DEFINISI KEMITRAAN, TUJUAN DAN MANFAAT KEMITRAAN BENTUK-BENTUK POLA KEMITRAAN ASAS PERJANJIAN INTI PLASMA PELAKU KEMITRAAN KEMITRAN DALAM AGRIBISNIS STRATEGI KEMITRAAN Learning

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG KEMITRAAN PADA BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di CV Multi Global Agrindo yang berlokasi di Jl. Solo, Tawangmangu KM 30 Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar.

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Definisi dan Konsep Risiko Menurut Frank Knight yang dikutip dalam Robison dan Barry (1987), risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pembuat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 08 Tahun 2015 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan produksi dan distribusi komoditi pertanian khususnya komoditi pertanian segar seperti sayur mayur, buah, ikan dan daging memiliki peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

JENIS-JENIS DAN POLA KEMITRAAN USAHA OLEH : Anwar sanusi

JENIS-JENIS DAN POLA KEMITRAAN USAHA OLEH : Anwar sanusi JENIS-JENIS DAN POLA KEMITRAAN USAHA OLEH : Anwar sanusi Penyuluh Pertanian Madya, Pada Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BAKORRLUH) Provinsi NTB Landasan kuat untuk membangun

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan Kemitraan merupakan sebuah istilah konsep kerjasama yang dikenal di Indonesia. Di negara lain terdapat tiga mekanisme dasar yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB. X. JARINGAN USAHA KOPERASI. OLEH : Lilis Solehati Y, SE.M.Si

BAB. X. JARINGAN USAHA KOPERASI. OLEH : Lilis Solehati Y, SE.M.Si BAB. X. JARINGAN USAHA OLEH : Lilis Solehati Y, SE.M.Si SEBAGAI EKONOMI RAKYAT Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan terbukti menjadi katup pengaman

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini terdiri dari definisi risiko, sumber dan kategori risiko, sikap individu terhadap risiko, pengukuran

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Definisi usahatani ialah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pada bagian ini akan dijelaskan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian antara lain mengenai konsep risiko dan teori lainnya. Teori-teori

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada kelompoktani Pondok Menteng yang terletak di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan umum Ayam Broiler Ayam broiler adalah istilah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki sifat ekonomis, dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN PENDAHULUAN Sektor pertanian (dalam arti luas termasuk peternakan, perikanan dan kehutanan) merupakan sektor yang paling besar menyerap

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Penangkar benih padi Menurut Yustiarni (2011) Penangkaran benih merupakan upaya untuk menghasilkan benih unggul sebagai benih sumber maupun benih sebar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 4 Pengertian Manajemen Risiko [26 Juli 2011]

TINJAUAN PUSTAKA. 4  Pengertian Manajemen Risiko [26 Juli 2011] II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-sumber Risiko Risiko dapat dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga. Risiko dapat terjadi pada pelayanan,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Proyeksi Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun Tahun Konsumsi/capita (kg/th) Proyeksi Penduduk (000 Jiwa)

Lampiran 1. Proyeksi Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun Tahun Konsumsi/capita (kg/th) Proyeksi Penduduk (000 Jiwa) LAMPIRAN 201 Lampiran 1. Proyeksi Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun 2009-2025 Tahun Konsumsi/capita (kg/th) Proyeksi Penduduk (000 Jiwa) Pertumbuhan Penduduk (%) Total Konsumsi (000 ton) 2009 2010 2011

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Usahatani merupakan salah satu ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengertian Kemitraan Kemitraan adalah hubungan bisnis antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil disertai bantuan pembinaan berupa peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memiliki peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor ini dapat diwujudkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

PERANAN KEMITRAAN DALAM PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER

PERANAN KEMITRAAN DALAM PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER PERANAN KEMITRAAN DALAM PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER Kasus : Kemitraan Ternak Cibinong dengan CV Tunas Mekar Farm, Kecamatan Ciluar, Bogor, Jawa Barat. Oleh : RIZKY FEBRIDINIA H 34076132 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka semakin meningkat pula kebutuhan bahan makanan, termasuk bahan makanan yang berasal dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Diversifikasi Siegler (1977) dalam Pakpahan (1989) menyebutkan bahwa diversifikasi berarti perluasan dari suatu produk yang diusahakan selama ini ke produk baru yang

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Risiko Dalam menjalankan kehidupan, risiko merupakan bagian yang tidak dapat dihindari. Menurut Kountur (2004), risiko didefinisikan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal, waktu,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian,

III. METODE PENELITIAN. memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian, 44 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar Konsep dasar merupakan pengertian mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian, mencakup: Usahatani

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Risiko Risiko (risk) menurut Robinson dan Barry (1987) adalah peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO HARGA, RISIKO PENJUALAN DAN RISIKO PENDAPATAN PADA USAHA PEMOTONGAN AYAM NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS RISIKO HARGA, RISIKO PENJUALAN DAN RISIKO PENDAPATAN PADA USAHA PEMOTONGAN AYAM NASKAH PUBLIKASI ANALISIS RISIKO HARGA, RISIKO PENJUALAN DAN RISIKO PENDAPATAN PADA USAHA PEMOTONGAN AYAM NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : AYU NIKEN INDRASARI B100100047 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS JURUSAN MANAJEMEN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikembangkan dan berperan sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. dikembangkan dan berperan sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan sektor yang berpeluang sangat besar untuk dikembangkan dan berperan sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pangan khususnya protein hewani. Kebutuhan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Pertanian organik merupakan sistem produksi pertanian yang berdasarkan

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Pertanian organik merupakan sistem produksi pertanian yang berdasarkan II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pertanian Organik Pertanian organik merupakan sistem produksi pertanian yang berdasarkan daur ulang hara secara hayati. Daur ulang hayati dapat terjadi

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. membantu manajer dalam membuat keputusan yang lebih baik. Secara luas

BAB II LANDASAN TEORI. membantu manajer dalam membuat keputusan yang lebih baik. Secara luas 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Akuntansi Manajemen Keberadaan akuntansi manajemen sangat penting di dalam suatu organisasi untuk membantu manajer dalam membuat keputusan yang lebih baik. Secara luas akuntansi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi dan Konsep Risiko Kata risiko banyak digunakan dalam berbagai pengertian dan sudah biasa dipakai dalam percakapan sehari-hari oleh

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan andal sebagai usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi dan Konsep Risiko Secara sederhana, risiko diartikan sebagai kemungkinan kejadian yang merugikan, sedangkan ketidakpastian merupakan

Lebih terperinci

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT 7.1. Kinerja Lembaga Penunjang Pengembangkan budidaya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang membutuhkan suatu wadah sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemitraan merupakan kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan usaha dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas

Lebih terperinci

POLA KEMITRAAN PT SAYURAN SIAP SAJI DENGAN MITRA BELI BAWANG BOMBAY DI JAWA BARAT

POLA KEMITRAAN PT SAYURAN SIAP SAJI DENGAN MITRA BELI BAWANG BOMBAY DI JAWA BARAT POLA KEMITRAAN PT SAYURAN SIAP SAJI DENGAN MITRA BELI BAWANG BOMBAY DI JAWA BARAT Oleh Garry Oglamando NPM 14751021 Laporan Tugas Akhir Mahasiswa Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Sebutan Ahli Madya

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor utama yang menopang kehidupan masyarakat, karena sektor pertanian menjadi mata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia. Sehingga

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. berlanjut hingga saat ini. Dunia perunggasan semakin popular di kalangan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. berlanjut hingga saat ini. Dunia perunggasan semakin popular di kalangan PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan ayam pedaging di Indonesia dimulai sejak tahun 1960, berlanjut hingga saat ini. Dunia perunggasan semakin popular di kalangan masyarakat, mulai dari usaha skala rumah

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. No Lampiran Halaman

DAFTAR LAMPIRAN. No Lampiran Halaman DAFTAR LAMPIRAN No Lampiran Halaman 1 Foto-Foto Penelitian... 81 xvi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan visi dan misi Provinsi Bali tahun 2009, prioritas pembangunan Provinsi Bali sesuai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di 63 BAB VI PEMBAHASAN Berdasarkan data hasil analisis kesesuaian, pengaruh proses pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende dapat dibahas

Lebih terperinci

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian CSR bidang Pertanian Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Ir. Indah Widowati, MP. Eko Murdiyanto, SP., M.Si. Pertemuan-12 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan di abad ke-21, UKM dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan di abad ke-21, UKM dituntut untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam menghadapi persaingan di abad ke-21, UKM dituntut untuk melakukan restrukturisasi dan reorganisasi dengan tujuan untuk memenuhi permintaan konsumen yang makin

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER PADA CV. BAROKAH DAN PENDAPATAN ANTARA PETERNAK MITRA DAN PETERNAK MANDIRI DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER PADA CV. BAROKAH DAN PENDAPATAN ANTARA PETERNAK MITRA DAN PETERNAK MANDIRI DI KABUPATEN BOGOR ANALISIS PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER PADA CV. BAROKAH DAN PENDAPATAN ANTARA PETERNAK MITRA DAN PETERNAK MANDIRI DI KABUPATEN BOGOR KEISTY LAW PRIBADI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. terhitung sejak pembuatan proposal penelitian. Pengambilan data dilakukan pada bulan April hingga Mei 2011.

IV METODE PENELITIAN. terhitung sejak pembuatan proposal penelitian. Pengambilan data dilakukan pada bulan April hingga Mei 2011. IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai risiko produksi sayuran organik ini dilaksanakan di PT Masada Organik Indonesia, Desa Ciburial, Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan salah satu syarat penting menuju terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan tersebut melibatkan banyak sektor

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuesioner penelitian bagi petani/kelompok tani

Lampiran 1. Kuesioner penelitian bagi petani/kelompok tani LAMPIRAN 69 69 Lampiran 1. Kuesioner penelitian bagi petani/kelompok tani Dengan hormat, Perkenalkan saya Andiyono, Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah,

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci