II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi bentanglahan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi bentanglahan"

Transkripsi

1 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi bentanglahan Vink (1983) dalam Samadikun (2009) menyatakan studi bentanglahan merupakan sebuah studi yang mengaitkan hubungan erat antara ruang dan waktu diantara fenomena dan proses-proses di bentanglahan atau geosfer, termasuk komunitas tanaman, hewan dan manusia. Istilah ekologi bentanglahan (landscape ecology) diperkenalkan pertama kali oleh ahli geografi Jerman bernama Carl Troll, yang kemudian digunakan istilah geo-ekologi, merupakan gabungan antara geografi (bentanglahan) dan biologi (ekologi) yang secara keseluruhan membentuk satu kesatuan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, meliputi: iklim, geologi, geomorfologi, air, tanah, vegetasi dan manusia. Verstappen (1989) dalam Samadikun (2009) mengemukakan bahwa dalam mempelajari geomorfologi selalu ditekankan pada bentuklahan, proses dan asal mulanya (genesis) serta kaitannya dengan lingkungan sekitar, atau lebih dikenal dengan ekologi bentanglahan. Zonneveld (1989) mengemukakan bahwa konsep ekologi bentanglahan melibatkan sistem sumberdaya alam dan sistem sumberdaya manusia dalam suatu wilayah, kedua sistem sumberdaya tersebut membentuk sistem sumberdaya wilayah. Interaksi antara sistem sumberdaya alam dan sistem sumberdaya manusia tersebut dalam suatu wilayah/daerah/tempat tertentu menjadi suatu tipe penggunaan lahan (land utilization type) tertentu. Sinaga et al. (1994) mengemukakan bahwa salah satu hal yang dapat dipetik dari pengertian ekologi bentanglahan adalah kaitan antara bentanglahan dan kehidupan yang berada di atasnya yang saling ketergantungan. Kondisi bentanglahan dalam hal ini lebih ditekankan pada unit geomorfologi ataupun unit bentuklahan, sedang kehidupan dalam hal ini meliputi kehidupan manusia, tanaman dan hewan. Konsep ekologi bentanglahan dapat digunakan untuk menjelaskan setiap unit geomorfologi ataupun unit bentuklahan yang dikaitkan dengan semua kehidupan yang berada di atasnya, yang telah, sedang dan akan terjadi. Dalam konsep bentanglahan ini, kehidupan yang berupa tanaman dan aktivitas manusia di atas lahan dicerminkan dalam bentuk penggunaan lahan.

2 5 2.2 Bentuklahan (Landform) Bentuklahan adalah suatu bagian dari bentuk permukaan bumi yang mempunyai karakteristik tertentu dan dihasilkan dari satu atau gabungan beberapa proses geomorfik dalam kurun waktu tertentu (Asriningrum 2002). Geomorfologi merupakan salah satu cabang ilmu kebumian (earth sciences) yang mempelajari tentang bentuk permukaan bumi atau bentuklahan. Menurut van Zuidam (1985) geomorfologi adalah studi yang mendeskripsikan bentuklahan dan proses-proses geomorfik yang menghasilkan bentuklahan serta menyelidiki hubungan timbalbalik antara bentuklahan dan proses-proses tersebut dalam susunan keruangannya. Kajian geomorfologi merupakan suatu deskripsi dan penjelasan bentuklahan yang mencakup aspek-aspek morfologi (morfografi dan morfometri), morfogenesis (proses endogen dan eksogen), morfokronologi (dalam ruang dan waktu) serta batuan (lithology) penyusunnya. Aspek morfologi mencakup dua aspek, yaitu morfografi dan morfometri. Morfografi mendeskripsikan bentuk permukaan bumi, baik yang berukuran besar seperti pegunungan, gunungapi, dataran maupun yang berukuran kecil seperti bukit, lembah, dan kipas aluvial. Morfometri membahas tentang ukuran-ukuran bentuklahan seperti kemiringan lereng, elevasi, arah lereng, dan yang lainnya. Aspek morfogenesis mencakup kajian terhadap proses geomorfik atau proses geomorfologis yang terjadi di masa lampau dan masa sekarang yang membentuk bentuklahan aktual. Aspek morfokronologi menyangkut kronologi waktu dan tahapan pembentukan berbagai bentuklahan dan proses yang terjadi di dalamnya, sedangkan aspek batuan mengkaji mengenai struktur geologi/materialmaterial/jenis batuan penyusun bentuk permukaan bumi (Dwiyanti 2009). Dalam mempelajari bentuklahan, proses geomorfik mempunyai peran penting karena melalui proses ini dapat menyingkap sejarah terbentuknya bentuklahan aktual. Proses geomorfik dipahami sebagai semua perubahan baik fisik maupun kimia yang mempengaruhi perubahan bentuk muka bumi. Adapun perubahan bentuk muka bumi itu sendiri tidak terlepas dari peran agen geomorfik, yaitu semua media alami yang mampu memantapkan dan mengangkut bahan bumi (Wiradisastra et al. 2002).

3 6 Analisis geomorfologi diperlukan untuk mengetahui sebaran bentuklahan (landform) dari suatu bentanglahan (landscape), seperti dataran, bukit, pegunungan, lembah, dan sebagainya sehingga dapat memberikan pemahaman mengenai karakteristik alam dan pembentukannya dari bentanglahan tersebut. Karakteristik bentuklahan umumnya banyak berkorelasi dengan tipe penggunaan lahan karena jenis penutup/penggunaan lahan umumnya menyesuaikan dengan karakteristik bentuklahan. Jika suatu penggunaan lahan dipaksakan untuk diterapkan padahal tidak sesuai dengan daya dukung dan karakteristik bentuklahannya, maka dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekologis yang dapat melahirkan bencana, seperti banjir, kekeringan, longsor, dan sebagainya. Dengan demikian, peranan geomorfologi untuk kajian potensi sumberdaya alam, termasuk sumberdaya air sangat penting, khususnya untuk mengkaji wilayah yang berpotensi dalam menyimpan air melalui karakteristik bentuklahannya Kelompok Utama Bentuklahan Jenis-jenis bentuklahan berdasarkan morfogenesisnya dapat dibagi menjadi 9 jenis (van Zuidam 1985), yakni: 1. Bentuklahan asal proses struktural (S) Bentuklahan yang terbentuk akibat dari adanya proses endogenetik (tenaga/gerakan dari dalam bumi). Contoh: patahan, pegunungan lipatan. 2. Bentuklahan asal proses vulkanik (V) Bentuklahan yang terbentuk akibat terjadinya proses endogenetik dan aktifitas hydrothermal. Contoh: kerucut gunungapi, kaldera. 3. Bentuklahan asal proses denudasional (D) Denudasi berasal dari kata dasar nude yang berarti telanjang, sehingga denudasi berarti proses penelanjangan permukaan bumi. Denudasi cenderung akan menurunkan bagian permukaan bumi yang positif hingga mencapai bentuk permukaan bumi yang hampir datar (peneplains). Bentuklahan ini terbentuk akibat oleh proses eksogenetik (pelapukan, erosi, dan sedimentasi). Contoh: plateau, pegunungan/perbukitan yang telah mengalami erosi. 4. Bentuklahan asal proses marin (M)

4 7 Bentuklahan yang terbentuk akibat pengaruh gelombang laut, arus sepanjang pantai, dan proses pasang-surut air laut. Contoh: laguna, teluk. 5. Bentuklahan asal proses fluvial (F) Bentuklahan yang terbentuk akibat adanya aktifitas aliran air. Contoh: dataran banjir, kipas aluvial. 6. Bentuklahan asal proses gleitser (G) Bentuklahan yang terbentuk sebagai akibat dari aktifitas di puncak pegunungan atau es kontinental. 7. Bentuklahan asal proses aeolian (A) Bentuklahan yang terjadi akibat hembusan angin yang mengikis batuanbatuan dan memindahkan hasil kikisannya ke tempat lain. Contoh: sand dunes. 8. Bentuklahan asal proses pelarutan atau karst (K) Bentuklahan yang terbentuk akibat adanya proses pelarutan oleh air terhadap batuan yang mudah larut. Contoh: sinkhole, conical karst. 9. Bentuklahan asal proses biologik (B) Bentuklahan yang terbentuk akibat proses biologis dan aktivitas organisme. Contoh: lahan gambut, koral. 2.3 Penutupan/Penggunaan Lahan Istilah penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tersebut (Lillesand dan Kiefer 1990). Informasi tentang penutupan lahan pada umumnya dapat dikenali dengan mudah pada citra penginderaan jauh. Untuk menafsir penggunaan lahan pada citra penginderaan jauh dapat didasarkan pada informasi penutupan lahannya (Fakultas Geografi UGM-Bakosurtanal 2000). Contoh penutupan/penggunaan lahan adalah hutan, semak belukar, persawahan, permukiman, dan lain sebagainya. Klasifikasi penutupan/penggunaan lahan adalah upaya pengelompokkan penutupan/penggunaan lahan melalui citra penginderaan jauh untuk disajikan dalam bentuk spasial. Menurut Suharyadi (1996), secara teoritis klasifikasi penutupan/penggunaan lahan yang dibangun harus mempertimbangkan beberapa

5 8 kriteria, yaitu tujuan survei, skala peta, dan kualitas data penginderaan jauh yang digunakan sebagai sumber utama dalam pemetaannya. 2.4 Topographic Wetness Index (TWI) Sorensen dan Seibert (2007) mengemukakan bahwa Topographic Wetness Index (TWI) pertama kali diperkenalkan oleh Beven dan Kirkby pada tahun 1979 sebagai bagian dari model runoff TOPMODEL dan mungkin merupakan indeks topografi yang paling sering diterapkan. TWI diformulasikan sebagai ln (α/tan β), dimana tan β adalah lereng dari dasar permukaan dan α disebut specific upslope area yang dihitung dengan rumus α = A/L, dimana A [m 2 ] adalah upslope area dan L [m] adalah panjang lereng. Dengan demikian, suatu lokasi yang mempunyai lereng yang curam akan mempunyai nilai indeks TWI yang rendah, sehingga mudah untuk meloloskan air dan potensinya rendah dalam menggenangkan air. Sebaliknya, suatu lokasi yang mempunyai lereng yang landai akan mempunyai nilai indeks TWI yang tinggi, sehingga berpotensi tinggi untuk menampung dan menyimpan air atau potensinya untuk menggenangkan air. TWI menghitung tingkat akumulasi air dalam sebuah area tangkapan (DAS). Area tangkapan (DAS) menghitung area dari lahan tangkapan air ke suatu tempat dimana kemiringan lereng mengindikasikan kemampuan dari tempat itu untuk menyimpan/menggenangkan air. Faktor lain yang mempengaruhi akumulasi air (penggunaan lahan dan tanah di area tangkapan) dan nilai simpanan/genangan air (transmisivitas tanah), sehingga indeks ini hanya mengukur komponen topografi dari variasi spasial dalam kebasahan. Nilai-nilai TWI umumnya berkisar mulai dari <5 pada bagian atas lereng sampai >20 pada bagian-bagian yang datar/cekungan (Yesilnacar and Suzen 2006). TWI dapat dipahami sebagai pengukuran relatif kondisi hidrologis pada suatu tempat dari suatu bentanglahan. Nilai TWI didasarkan pada beberapa asumsi, dimana lereng permukaan diasumsikan mewakili kemiringan muka air tanah, sementara konduktivitas hidrolik tanah dan presipitasi diasumsikan seragam dalam suatu bentanglahan. Nilai indeks TWI yang kecil biasanya ditemukan di bagian atas lereng, sedangkan nilai indeks TWI yang besar biasanya terdapat di

6 9 daerah cekungan yang berasosiasi dengan tanah yang mempunyai konduktivitas hidrolik rendah. Indeks topografi biasanya dihitung dari data grid elevasi dengan mempertimbangkan resolusi gridnya karena besarnya grid mempengaruhi hasil nilai indeks yang dihitung. Wolock dan Prince (1994) menyatakan bahwa ketika dua resolusi dibandingkan, antara grid 30 m dan grid 90 m, maka rata-rata dari upslope area terpengaruh. Ini disebabkan oleh perbedaan dalam ukuran grid dan isi informasi dalam DEM. Zhang dan Montgomery (1994) berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa untuk bentanglahan dengan ukuran grid 10 m cukup baik untuk pemodelan hidrologi, namun demikian jika resolusi ditingkatkan misalnya menjadi 2-4 m, maka ternyata hasilnya tidak memberikan informasi tambahan yang berarti. 2.5 Digital Elevation Model (DEM) Digital Elevation Model (DEM) adalah data digital yang menggambarkan geometri dari bentuk permukaan bumi atau bagiannya yang terdiri dari himpunan titik-titik koordinat hasil sampling dari permukaan dengan algoritma yang mendefinisikan permukaan tersebut menggunakan himpunan koordinat. DEM khususnya digunakan untuk menggambarkan relief medan (terrain). DEM merupakan gambaran relief permukaan bumi tiga dimensi yang menyerupai keadaan sebenarnya di dunia nyata divisualisasikan dengan bantuan teknologi komputer grafis dan teknologi virtual reality. Sehingga DEM merupakan suatu sistem, model, metode, dan alat dalam mengumpulkan, memproses, dan menyajikan informasi suatu medan. Susunan nilai-nilai digital yang mewakili distribusi spasial dari karakteristik medan diwakili oleh nilai-nilai pada sistem koordinat horizontal XY, sedangkan karakteristik medan diwakili oleh ketinggian medan dalam sistem koordinat Z (Rosytha dan Taufik 2011). 2.6 Daerah Aliran Sungai (DAS) Secara umum, Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung (igir-igir) yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian

7 10 menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Faktor-faktor yang mempengaruhi DAS adalah iklim, jenis tanah, topografi, geologi, morfologi, dan tata guna lahan (Asdak 2010). DAS sebagai suatu sistem hidrologi dalam satuan wilayah dapat dikenali melalui bentuk dan ukuran luasnya secara geografis, sehingga bentuk dan ukuran DAS dapat berbeda antara DAS yang satu dengan DAS lainnya. Strahler mengklasifikasikan sungai berdasarkan tingkat percabangan anakanak sungainya (Gambar 1). Gambar 1. Klasifikasi Order Sungai Menurut Strahler Jaringan sungai yang tidak memiliki anak sungai disebut order 1, jaringan sungai yang menerima aliran dari dua sungai order 1 disebut order 2, jaringan sungai yang menerima aliran dari dua sungai order 2 disebut order 3, dan begitu seterusnya, sehingga setiap jaringan sungai yang memiliki order sama dan bertemu maka akan menghasilkan order baru untuk aliran di bawahnya dengan urutan angka setingkat di atas order yang lama. Dengan demikian, semakin besar urutan order sungai maka akan semakin luas wilayah tangkapannya (DAS) dan juga akan semakin banyak percabangan sungai di atasnya (Agustina 2007). Sub-DAS adalah bagian dari DAS yang berukuran lebih besar dimana air hujan yang diterima akan dialirkan melalui anak sungai menuju ke sungai utama, sehingga setiap DAS terbagi ke dalam masing-masing sub-das. Keterkaitan antara sub-das satu dengan lainnya akan membentuk sebuah sistem yang terdiri dari anak-anak sungai yang dapat dianggap sebagai sebuah kesatuan yang disebut ekosistem DAS (Manan 1979).

ANALISIS EKOLOGI BENTANGLAHAN UNTUK PENENTUAN POTENSI SUMBERDAYA AIR (STUDI KASUS: DAS CIMADUR, BANTEN) IKA PUSPITA SARI A

ANALISIS EKOLOGI BENTANGLAHAN UNTUK PENENTUAN POTENSI SUMBERDAYA AIR (STUDI KASUS: DAS CIMADUR, BANTEN) IKA PUSPITA SARI A ANALISIS EKOLOGI BENTANGLAHAN UNTUK PENENTUAN POTENSI SUMBERDAYA AIR (STUDI KASUS: DAS CIMADUR, BANTEN) IKA PUSPITA SARI A14070016 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI 3.1 Konsep Dasar Penetapan Ekoregion Provinsi Konsep dasar dalam penetapan dan pemetaan ekoregion Provinsi Banten adalah mengacu pada Undang-Undang No.32/2009,

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur 11 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian DAS, Banten merupakan wilayah yang diambil sebagai daerah penelitian (Gambar 2). Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 23 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Geomorfologi di Daerah Penelitian Kondisi geomorfologi daerah penelitian berkaitan erat dengan sejarah geologi yang berkembang di wilayah tersebut, dimana proses-proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air kita. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi Wilayah DAS Cileungsi meliputi wilayah tangkapan air hujan yang secara keseluruhan dialirkan melalui sungai Cileungsi. Batas DAS tersebut dapat diketahui dari

Lebih terperinci

KLASIFIKASI BENTUKLAHAN

KLASIFIKASI BENTUKLAHAN Analisis Lansekap Terpadu 21/03/2011 Klasifikasi Bentuklahan KLASIFIKASI BENTUKLAHAN PENDAHULUAN Dalam membahas klasifikasi bentuklahan ada beberapa istilah yang kadang-kadang membingungkan: - Fisiografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng pasifik. Pertemuan tiga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Geomorfologi Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan yang menyusun permukaan bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan air laut dan menekankan pada asal mula

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat Dengan demikian, walaupun kondisi tanah, batuan, serta penggunaan lahan di daerah tersebut bersifat rentan terhadap proses longsor, namun jika terdapat pada lereng yang tidak miring, maka proses longsor

Lebih terperinci

Ilmu yang menguraikan tentang bentuk bumi, dengan sasaran utama relief permukaan bumi. Geomorphology is the study which describes landforms and the

Ilmu yang menguraikan tentang bentuk bumi, dengan sasaran utama relief permukaan bumi. Geomorphology is the study which describes landforms and the Geo Morpho Logos Ilmu yang menguraikan tentang bentuk bumi, dengan sasaran utama relief permukaan bumi. Zuidam and Cancelado (1979, 1985) Geomorphology is the study which describes landforms and the processes

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Hidrologi sebagai cabang ilmu yang basisnya adalah pengukuran Fenomena Alam, dihadapkan pada tantangan bagaimana memodelkan atau memprediksi proses hidrologi pada

Lebih terperinci

SEARCH : Fisik dan Lingkungan Alam Geomorfologi Indonesia

SEARCH : Fisik dan Lingkungan Alam Geomorfologi Indonesia HOME ENGLISH KONTAK SITE MAP SEARCH : Fisik dan Lingkungan Alam Geomorfologi Indonesia Advanced Search Tema Fisik dan Lingkungan Potensi dan Sumberdaya Sejarah, Wilayah, Penduduk & Budaya Interaktif Peta

Lebih terperinci

4/8/2011 PEMETAAN GEOMORFOLOGI UNTUK GEOLOGI ATAU GEOFISIKA. Permasalahan atau. isu yang muncul : 1. Adanya berbagai persepsi. pemetaan geomorfologi?

4/8/2011 PEMETAAN GEOMORFOLOGI UNTUK GEOLOGI ATAU GEOFISIKA. Permasalahan atau. isu yang muncul : 1. Adanya berbagai persepsi. pemetaan geomorfologi? PEMETAAN GEOMORFOLOGI UNTUK GEOLOGI ATAU GEOFISIKA Suroso Sastroprawiro Bambang Kuncoro Hadi Purnomo Jurusan Teknik Geologi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta Contact person: 08122953788

Lebih terperinci

HUBUNGAN GEOMORFOMETRI DENGAN BENTUKLAHAN DAN PENGGUNAAN LAHAN (STUDI KASUS: DAS CILEUNGSI-CITEUREUP, KABUPATEN BOGOR) FATRIANI LUKMAN

HUBUNGAN GEOMORFOMETRI DENGAN BENTUKLAHAN DAN PENGGUNAAN LAHAN (STUDI KASUS: DAS CILEUNGSI-CITEUREUP, KABUPATEN BOGOR) FATRIANI LUKMAN HUBUNGAN GEOMORFOMETRI DENGAN BENTUKLAHAN DAN PENGGUNAAN LAHAN (STUDI KASUS: DAS CILEUNGSI-CITEUREUP, KABUPATEN BOGOR) FATRIANI LUKMAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kejadian Bencana Alam di Asia Tahun (Anggraini, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kejadian Bencana Alam di Asia Tahun (Anggraini, 2007) BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pulau Jawa merupakan pulau yang mempunyai penduduk paling padat di Indoensia. Kepadatan penduduk ini dipengaruhi oleh kondisi pulau Jawa yang subur dan keindahan alamnya.

Lebih terperinci

Beberapa definisi tentang geomorfologi setelah

Beberapa definisi tentang geomorfologi setelah I. PENDAHULUAN Sejarah Perkembangan Geomorfologi Sebagai Suatu ilmu Geomorfologi berasal dari bahasa Yunani kuno (geo = bumi, morfo = bentuk, logos = i l- mu). ang berarti ilmu yang mempelajari bentuk

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH DI UNIT GEOMORFOLOGI DAERAH ALIRAN (DA) CI MANDIRI, SUKABUMI TAHUN

PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH DI UNIT GEOMORFOLOGI DAERAH ALIRAN (DA) CI MANDIRI, SUKABUMI TAHUN PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH DI UNIT GEOMORFOLOGI DAERAH ALIRAN (DA) CI MANDIRI, SUKABUMI TAHUN 1989 2014 Amalia Fathiningrum 1, Supriatna 2 dan Hari Kartono 3 123 Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bentuklahan, meliputi proses-proses yang bekerja terhadap batuan induk dan perubahanperubahan yang terjadi

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN. Landsat (citra sejenis)

5 PEMBAHASAN. Landsat (citra sejenis) 5 PEMBAHASAN 5.1 Teknik Pengolahan Data Pulau Kecil dan Ekosistemnya 5.1.1 Pulau Kecil Pulau kecil tipe tektonik ditandai terutama oleh bentuklahan tektonik atau struktural dan di daerah penelitian didominasi

Lebih terperinci

KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI. didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel

KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI. didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI Satuan geomorfologi morfometri yaitu pembagian kenampakan geomorfologi yang didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel 3.1) dan dalam

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Banjir

Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Banjir TINJAUAN PUSTAKA Banjir Sunaryo et al (2004) mengemukakan bahwa banjir terjadi ketika volume air tidak lagi tertampung dalam wadah yang seharusnya, sehingga menggenangi daerah atau kawasan lain. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

Geomorfologi Terapan INTERPRETASI GEOMORFOLOGI CITRA SATELIT SEBAGAI DASAR ANALISIS POTENSI FISIK WILAYAH SELATAN YOGYAKARTA

Geomorfologi Terapan INTERPRETASI GEOMORFOLOGI CITRA SATELIT SEBAGAI DASAR ANALISIS POTENSI FISIK WILAYAH SELATAN YOGYAKARTA Geomorfologi Terapan INTERPRETASI GEOMORFOLOGI CITRA SATELIT SEBAGAI DASAR ANALISIS POTENSI FISIK WILAYAH SELATAN YOGYAKARTA A. Pendahuluan Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk muka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geomorfologi Geomorfologi adalah studi yang mendiskripsikan bentuklahan, proses-proses yang bekerja padanya dan menyelidiki kaitan antara bentuklahan dan prosesproses tersebut

Lebih terperinci

PETA SATUAN MEDAN. TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan

PETA SATUAN MEDAN. TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan PETA SATUAN MEDAN TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan ALAT DAN BAHAN 1. Peta Rupa Bumi Skala 1 : 25.000 2. Peta Geologi skala 1 : 100.000 3. Peta tanah semi detil 4. Alat tulis dan gambar 5. alat hitung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Definisi tanah dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, baik dari geologi, geomorfologi, pertanian, peternakan, ataupun keteknikan. Tanah dari sudut pandang geomorfologi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DATA PENGINDERAAN JAUH DALAM ANALISIS BENTUKAN LAHAN. Abstrak

PENGGUNAAN DATA PENGINDERAAN JAUH DALAM ANALISIS BENTUKAN LAHAN. Abstrak PENGGUNAAN DATA PENGINDERAAN JAUH DALAM ANALISIS BENTUKAN LAHAN ASAL PROSES FLUVIAL DI WILAYAH KARANGSAMBUNG Puguh Dwi Raharjo Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung LIPI Abstrak Obyek kajian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Longsorlahan Longsorlahan adalah salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan

Lebih terperinci

NILAI KARAKTER PADA MATERI GEOMORFOLOGI. Oleh. Dr. Deasy Arisanty, M.Sc

NILAI KARAKTER PADA MATERI GEOMORFOLOGI. Oleh. Dr. Deasy Arisanty, M.Sc 1 NILAI KARAKTER PADA MATERI GEOMORFOLOGI Oleh Dr. Deasy Arisanty, M.Sc Abstrak Geomorfologi merupakan salah satu disiplin ilmu dalam geografi dan menjadi matakuliah wajib untuk mahasiswa geografi. Geomorfologi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 15 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Kabupaten Lebak secara geografis terletak antara 6º18'-7º00' Lintang Selatan dan 105º25'-106º30' Bujur Timur, dengan luas wilayah 304.472 Ha atau 3.044,72 km².

Lebih terperinci

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR BENTUK LAHAN MAYOR BENTUK LAHAN MINOR KETERANGAN STRUKTURAL Blok Sesar Gawir Sesar (Fault Scarp) Gawir Garis Sesar (Fault Line Scarp) Pegunungan Antiklinal Perbukitan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Karakteristik morfometri DAS Bulano dan DAS Paleleh yang meliputi. sungai; kerapatan pengaliran; dan pola pengaliran.

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Karakteristik morfometri DAS Bulano dan DAS Paleleh yang meliputi. sungai; kerapatan pengaliran; dan pola pengaliran. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam kegiatan penelitian ini, objek yang diteliti dan dikaji adalah sebagai berikut. 1. Karakteristik morfometri DAS Bulano dan DAS Paleleh yang meliputi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... i ii iii v ix x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan geologi Papua diawali sejak evolusi tektonik Kenozoikum

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan geologi Papua diawali sejak evolusi tektonik Kenozoikum BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan geologi Papua diawali sejak evolusi tektonik Kenozoikum New Guinea yakni adanya konvergensi oblique antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik (Hamilton,

Lebih terperinci

6.padang lava Merupakan wilayah endapan lava hasil aktivitas erupsi gunungapi. Biasanya terdapat pada lereng atas gunungapi.

6.padang lava Merupakan wilayah endapan lava hasil aktivitas erupsi gunungapi. Biasanya terdapat pada lereng atas gunungapi. BENTUK LAHAN ASAL VULKANIK 1.Dike Terbentuk oleh magma yang menerobos strata batuan sedimen dengan bentuk dinding-dinding magma yang membeku di bawah kulit bumi, kemudian muncul di permukaan bumi karena

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daerah penelitian ini secara fisiografi menurut van Bemmelen (1949)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daerah penelitian ini secara fisiografi menurut van Bemmelen (1949) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Daerah Penelitian Daerah penelitian ini secara fisiografi menurut van Bemmelen (1949) merupakan sebagian dari Zona Bogor bagian Timur (Gambar 2.1). Zona Bogor merupakan

Lebih terperinci

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si Panjang Gelombang 1 m = 0,001 mm 1 m = 0,000001 m 0,6 m = 0,6 X 10-6 = 6 x 10-7 PANTULAN SPEKTRAL OBJEK Terdapat tiga objek utama di permukaan bumi, yaitu vegetasi, tanah,

Lebih terperinci

2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh

2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh 2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh 2.3.7.1.Analisis Visual Analisis visual dilakukan untuk mendapatkan algoritma terbaik untuk menggabungkan data Landsat ETM+. Analisis visual dilakukan dengan menguji

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KEKERINGAN FISIK LAHAN DI KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2016

ANALISIS POTENSI KEKERINGAN FISIK LAHAN DI KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2016 ANALISIS POTENSI KEKERINGAN FISIK LAHAN DI KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2016 Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Geografi Fakultas Geografi Oleh: LILIS ISTIYANI

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan

Lebih terperinci

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 Prosedur analisis citra untuk penggunaan tanah 1. Pra-pengolahan data atau pengolahan awal yang merupakan restorasi citra 2. Pemotongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Airtanah merupakan sumber daya penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sebagai sumber pasokan air, airtanah memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN. Perubahan Bentangalam

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN. Perubahan Bentangalam TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 03 Perubahan Bentangalam Bentangalam Struktural Bentangalam Struktural Bentangalam a Gunungapiu 3 Bentangalam intrusi Bentangalam Intrusi (Intrusive landforms) adalah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan lahan semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Peningkatan kebutuhan akan lahan akan digunakan untuk kegiatan pertanian, pemukiman,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi wilayah Kota Bogor yang terletak di antara 106 0 43 30 106 0 51 00 Bujur Timur dan 6 0 30 30 6 0 41 00 Lintang Selatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Realitas dinamika kehidupan pada masa lalu, telah meninggalkan jejak dalam bentuk nama tempat yang menggambarkan tentang kondisi tempat berdasarkan sudut filosofi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Gerakan konstan air dan perubahan dalam keadaan fisik di planet ini disebut siklus air, juga dikenal sebagai sifat kincir air, atau siklus hidrologi. Kata Siklus

Lebih terperinci

Nugroho Hari Purnomo Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial 1 Universitas Negeri Surabaya, 2015

Nugroho Hari Purnomo Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial 1 Universitas Negeri Surabaya, 2015 Nugroho Hari Purnomo Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya, 2015 1 Rencana materi UGROHO HARI PURNOMO Level Tingkat Kompetensi yang dihaharapkan tercapai dlm mk geomorfologi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

PETA SATUAN LAHAN. Tabel 1. Besarnya Indeks LS menurut sudut lereng Klas lereng Indeks LS 0-8% 0,4 8-15% 1, % 3, % 6,8 >40% 9,5

PETA SATUAN LAHAN. Tabel 1. Besarnya Indeks LS menurut sudut lereng Klas lereng Indeks LS 0-8% 0,4 8-15% 1, % 3, % 6,8 >40% 9,5 PETA SATUAN LAHAN Pembuatan Satuan Lahan Lereng Faktor lereng sangat mempengaruhi erosi yang terjadi. Pengaruh lereng pada proses terjadinya erosi yaitu mempengaruhi besarnya energi penyebab erosi. Karakteristik

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Andi Panguriseng 1, Muh. Altin Massinai 1, Paharuddin 1 1 Program Studi Geofisika FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, Indonesia

Lebih terperinci

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Andi Panguriseng 1, Muh. Altin Massinai 1, Paharuddin 1 1

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Andi Panguriseng 1, Muh. Altin Massinai 1, Paharuddin 1 1 Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Andi Panguriseng 1, Muh. Altin Massinai 1, Paharuddin 1 1 Program Studi Geofisika FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, Indonesia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PETA... INTISARI... ABSTRACT... i ii iii iv

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di Indonesia adalah

Lebih terperinci

01. Pendahuluan. Salahuddin Husein. TKG 123 Geomorfologi untuk Teknik Geologi. Planet Bumi

01. Pendahuluan. Salahuddin Husein. TKG 123 Geomorfologi untuk Teknik Geologi. Planet Bumi TKG 123 Geomorfologi untuk Teknik Geologi 01. Pendahuluan Salahuddin Husein Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 2010 Planet Bumi Jari-jari katulistiwa: 6.371 km Jari-jari kutub:

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI

DAERAH ALIRAN SUNGAI DAERAH ALIRAN SUNGAI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Limpasan (Runoff) Dalam siklus hidrologi, bahwa air hujan yang jatuh dari atmosfer sebelum air dapat mengalir di atas permukaan

Lebih terperinci

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA .1 PETA TOPOGRAFI..2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA . Peta Topografi.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara terus menerus, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kawasan Bandung Utara terbentuk oleh proses vulkanik Gunung Sunda dan Gunung Tangkuban Perahu pada kala Plistosen-Holosen. Hal tersebut menyebabkan kawasan ini tersusun

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kekritisan Daerah Resapan Jika masalah utama yang sedang berjalan atau telah terjadi di DAS/Sub DAS adalah besarnya fluktuasi aliran, misalnya banjir dan kekeringan, maka dipandang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1343, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Daerah. Aliran Sungai. Penetapan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.59/MENHUT-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.16 Teras sungai pada daerah penelitian. Foto menghadap timur. 4.2 Tata Guna Lahan Tata guna lahan pada daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN 4.1 Geomorfologi Telah sedikit dijelaskan pada bab sebelumnya, morfologi daerah penelitian memiliki beberapa bentukan khas yang di kontrol oleh litologi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Letak dan Batas Letak suatu wilayah adalah lokasi atau posisi suatu tempat yang terdapat di permukaan bumi. Letak suatu wilayah merupakan faktor yang sangat

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. lainnya tidak selalu sama. Bentukan khas pada bentang alam ini disebabkan

1 BAB I PENDAHULUAN. lainnya tidak selalu sama. Bentukan khas pada bentang alam ini disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Bentang alam karst merupakan suatu bentang alam yang memiliki bentukan yang sangat unik dan khas. Bentang alam karst suatu daerah dengan daerah yang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005),

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan kegiatan penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005), konsekuensi keruangan

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

UJIAN MASUK BERSAMA (UMB) Mata Pelajaran : Geografi Tanggal : 07 Juni 2009 Kode Soal : 130 www.onlineschools.name 48. Perbedaan yang mendasar antara cuaca dan iklim ditentukan oleh A. temperatur udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian

Lebih terperinci

PENGKAJIAN RELASIONAL RISIKO BANJIR DENGAN BENTUK LAHAN BERDASARKAN CITRA SATELIT PENGINDERAAN JAUH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BENGAWAN SOLO BAGIAN HILIR

PENGKAJIAN RELASIONAL RISIKO BANJIR DENGAN BENTUK LAHAN BERDASARKAN CITRA SATELIT PENGINDERAAN JAUH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BENGAWAN SOLO BAGIAN HILIR PENGKAJIAN RELASIONAL RISIKO BANJIR DENGAN BENTUK LAHAN BERDASARKAN CITRA SATELIT PENGINDERAAN JAUH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BENGAWAN SOLO BAGIAN HILIR Wiweka 1), Suwarsono 2) Pusat Pemanfaatan Penginderaan

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota besar akan mengalami perkembangan, dimana perkembangan tersebut berdampak pada daerah disekitarnya. Salah satu dampak yang terjadi adalah munculnya istilah kota

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK Nama Kelompok : IN AM AZIZUR ROMADHON (1514031021) MUHAMAD FAISAL (1514031013) I NENGAH SUMANA (1514031017) I PUTU MARTHA UTAMA (1514031014) Jurusan

Lebih terperinci

Pemodelan Hidrologi Untuk Identifikasi Daerah Rawan Banjir Di Sebagian Wilayah Surakarta Menggunakan SIG

Pemodelan Hidrologi Untuk Identifikasi Daerah Rawan Banjir Di Sebagian Wilayah Surakarta Menggunakan SIG Pemodelan Hidrologi Untuk Identifikasi Daerah Rawan Banjir Di Sebagian Wilayah Surakarta Menggunakan SIG Puguh Dwi Raharjo puguh.draharjo@yahoo.co.id Floods in Surakarta is seldom before all, this caused

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disajikan secara deskriptif. Selain itu, beberapa website

BAB I PENDAHULUAN.  disajikan secara deskriptif. Selain itu, beberapa website BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta tidak hanya memiliki karakteristik yang unik dan menarik yang sebatas pada sosial dan budayanya. Akan tetapi, keunikan lain khususnya dari

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 163 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat enam terrain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses erosi dan sedimentasi merupakan proses yang memiliki peranan penting dalam dinamika permukaan Bumi. Verstappen dan van Zuidam (1968) mengklasifikasikan bentukan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan sumber penghidupan makhluk hidup di permukaan bumi, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Ketersediaan air di suatu wilayah dipengaruhi oleh potensi

Lebih terperinci

Konsentrasi Sistem Informasi Geografis,Teknik Informatika, Fakultas Teknik Komputer Universitas Cokroaminoto Palopo

Konsentrasi Sistem Informasi Geografis,Teknik Informatika, Fakultas Teknik Komputer Universitas Cokroaminoto Palopo DATA DEM DALAM ANALISIS MORFOMETRI (Aryadi Nurfalaq, S.Si., M.T) 3.1 Morfometri Morfometri merupakan penilaian kuantitatif terhadap bentuk lahan, sebagai aspek pendukung morfografi dan morfogenetik, sehingga

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bencana Alam

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bencana Alam II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bencana Alam Bencana alam pada dasarnya adalah sebuah konsekuensi dari gabungan proses-proses alami (suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunungapi, gempa bumi, tanah longsor,

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

Jurnal Geografi. Media Informasi Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian

Jurnal Geografi. Media Informasi Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian Jurnal Geografi Media Informasi Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian PENGGUNAAN DATA PENGINDERAAN JAUH DALAM ANALISIS BENTUKAN LAHAN ASAL PROSES FLUVIAL DI WILAYAH KARANGSAMBUNG Puguh Dwi Raharjo¹

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Garis Besar Proses Geomorfik (Wiradisastra, Tjahjono, Gandasasmita, Barus, dan Munibah, 2002).

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Garis Besar Proses Geomorfik (Wiradisastra, Tjahjono, Gandasasmita, Barus, dan Munibah, 2002). 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Geomorfik Pengertian geomorfologi menurut beberapa ahli, yaitu : geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang evolusi bentuk lahan (landform) dan bentang lahan (landscape)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Potensi longsor di Indonesia sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2008, tercatat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelestarian kawasan lindung sangat ditentukan oleh kondisi lahan yang berada di dalamnya, dan peran masyarakat dalam usaha pelestarian sumberdaya lahan tersebut. Di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Bentuklahan ( Landform ) DAS Ciambulawung

HASIL DAN PEMBAHASAN Bentuklahan ( Landform ) DAS Ciambulawung 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekologi bentanglahan di DAS Ciambulawung menggambarkan interaksi antara manusia dan berbagai komponen sumberdaya alam yang menghasilkan suatu kondisi kehidupan serta semberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan dan proses proses yang mempengaruhinya serta menyelidiki hubungan timbal balik antara bentuklahan dan proses

Lebih terperinci