BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Definisi tanah dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, baik dari geologi, geomorfologi, pertanian, peternakan, ataupun keteknikan. Tanah dari sudut pandang geomorfologi merupakan akumulasi tubuh alam yang memiliki sifat lepas-lepas yang menempati hampir seluruh bagian bumi, hasil lapukan bahan induk sebagai akibat dari pengaruh organisme dan iklim pada relief tertentu dan dalam jangka waktu yang panjang serta mampu untuk menumbuhkan tanaman (Jamulya & Suratman 1993). Perkembangan tanah di permukaan bumi sangat bervariasi di setiap satuan bentuklahan (Malo dkk, 1974). Menurut Webb (1994) dalam Webb & Burgham (1997), pemetaan tanah seringkali menggunakan dasar batasan bentuklahan. Variasi perkembangan tanah tersebut muncul sebagai fungsi dari aspek relief, batuan induk dan asal proses bentuklahan. Aspek relief yang dicerminkan melalui lereng merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan pembentukan tanah, khususnya variasi kedalaman tanah. Informasi kedalaman tanah sangat penting untuk diketahui terutama untuk pertanian, konservasi, perencanaan pembuatan jalan atau keteknikan lainnya. Faktor kedalaman tanah menentukan perencanaan konservasi tanah (Arsyad, 1989). Sebagai salah satu ciri morfologi tanah, faktor kedalaman tanah sangat mempengaruhi produktivitas tanaman. Tanaman akan sulit tumbuh jika kedalaman tanahnya dangkal terutama tanaman tanaman keras yang memiliki akar tunggang. Kedalaman tanah dari sisi kebencanaan merupakan salah satu faktor penentu proses longsor, sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam pemetaan potensi longsor (Hardiyatmo, 2006). Informasi data kedalaman tanah tersebut sangat penting, namun hingga saat ini ketersediaannya masih sangat kurang. Distribusi kedalaman tanah secara spasial ditentukan oleh sudut lereng (Gessler dkk, 2000). Sudut lereng dapat diidentifikasi berdasarkan klas sudut 1

2 lereng. Semakin besar sudut lereng maka kecepatan aliran permukaan semakin tinggi sehingga mampu memindahkan material permukaan termasuk tanah menuju area yang ada dibawahnya yang lebih datar. Material tanah yang terangkut dari lereng atas dengan sudut lereng besar diendapkan pada area yang datar. Pengendapan material tanah pada area yang datar atau sudut lereng yang kecil terjadi karena kecepatan aliran permukaan rendah sehingga tanahnya menjadi tebal. Akibat proses itulah sudut lereng dapat menentukan kedalaman tanah. Maka perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai kedalaman tanah dan hubungannya dengan sudut lereng. Salah satu lokasi yang menarik untuk dikaji tentang hubungan kedalaman tanah dengan sudut lereng adalah pada bentuklahan lereng bawah vulkanik. Bentuklahan lereng bawah vulkanik merupakan bentuklahan hasil proses vulkanisme baik berupa intrusi maupun ekstrusi. Bentuklahan lereng bawah vulkanik menghasilkan detail toposekuen yang cukup jelas dari mulai puncak bukit, lereng atas, lereng tengah, lereng bawah hingga lembah. Perbedaan lereng yang cukup tegas pada bentuklahan lereng bawah vulkanik memudahkan dalam melakukan analisis sudut lereng. Kajian kedalaman tanah pada litologi material vulkanik Gunungapi muda juga masih sangat jarang dilakukan. Lokasi bentuklahan lereng bawah vulkanik yang representatif untuk dikaji terletak di Sub DAS Kodil. Perkembangan bentuklahan lereng bawah vulkanik di Sub DAS Kodil sangat intensif yang ditandai dengan adanya material Gunungapi Sumbing muda yang tersebar diseluruh lokasi penelitian. Keragaman topografi pada bentuklahan lereng bawah vulkanik di Sub DAS kodil mencakup sudut lereng, morfologi, bentuk dan arah hadap lereng. Berdasarkan latar belakang ini, penelitian ini mengangkat tema Analisis Hubungan antara Kedalaman Tanah dengan Sudut Lereng pada Bentuklahan Lereng Bawah Vulkanik di Sub DAS Kodil, Provinsi Jawa Tengah. 2

3 1.2. Perumusan Masalah Studi geomorfologi yang mencakup bentuklahan menjadi dasar analisis dalam ilmu geografi. Bentuklahan dikontrol oleh faktor morfologi, struktur, stadium dan morfoaransemen. Manfaat pendekatan bentuklahan yang berdasarkan pada morfologi, struktur, stadium dan morfoaransemen bagi ilmu geografi dapat digunakan sebagai landasan manajemen lahan (Sartohadi dkk, 2012). Pendekatan bentuklahan dapat menjelaskan tentang besaran sudut lereng, elevasi, proses yang terjadi, litologi dan umur batuan, material permukaan serta pengaruhnya terhadap kondisi lingkungan sekitar. Semua penjelasan inilah yang digunakan sebagai dasar untuk manajemen lahan yang didapat dari pendekatan bentuklahan. Manfaat lain pendekatan bentuklahan adalah untuk pemetaan tanah terutama kedalaman tanah karena proses geomorfologi yang bekerja pada bentuklahan melibatkan tanah yang menutup permukaan bumi. Studi eksplanatif tentang soil-landscape relationship telah berkembang hampir di seluruh dunia. Parameter yang digunakan untuk studi ini juga bermacam macam, diantaranya kedalaman tanah dengan sudut lereng, sifat fisik tanah dengan morfologi dan yang paling sering digunakan adalah sifat sifat tanah dengan bentuklahan. Studi pembuktian teori terutama untuk hubungan antara kedalaman tanah dengan sudut lereng di Indonesia masih sangat sedikit terutama di daerah penelitian. Maka perlu dilakukan penelitian tentang hubungan antara kedalaman tanah dengan sudut lereng dan bagaimana distribusi kedalaman tanah pada tiap perbedaan klas lereng. Tanah dan lereng dalam hal ini klas sudut lereng memiliki hubungan yang cukup kuat (Richard dkk, 1984). Analisis hubungan antara dua variabel yaitu kedalaman tanah dengan klas sudut lereng dapat dilakukan secara kuantitatif (statistik) maupun kualitatif deskriptif. Keunggulan analisis kuantitatif yaitu dapat menjelaskan angka besaran angka pengaruh variabel klas sudut lereng terhadap kedalaman tanah misalnya 0 sampai 100%. Kelemahan analisis kuantitatif jika ada data yang tidak wajar (outlier) akan tetap diperhitungkan jika belum dihilangkan serta jumlah data harus sesuai dengan statistik minimal 30 data. Keunggulan analisis kualitatif deskriptif adalah dapat 3

4 digunakan dengan jumlah data yang terbatas dan dapat mewakili. Kelemahan analisis kualitatif deskripitf tidak dapat menjelaskan besaran angka pengaruh variabel sudut lereng terhadap kedalaman tanah. Penelitian ini berupaya menggunakan metode analisa sederhana yang mampu menjelaskan secara logis dan informatif tentang hubungan antara bentuklahan, sudut lereng dan kedalaman tanah dengan data kedalaman tanah yang terbatas, yaitu metode kualitatif deskriptif. Masalah dalam penelitian tentang hubungan kedalaman tanah dengan sudut lereng dari uraian diatas dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana distribusi sudut lereng pada bentuklahan lereng bawah vulkanik di Sub DAS Kodil? 2. Bagaimana distribusi kedalaman tanah pada bentuklahan lereng bawah vulkanik di Sub DAS kodil? 3. Bagaimana hubungan antara kedalaman tanah dengan sudut lereng pada bentuklahan lereng bawah vulkanik di Sub DAS Kodil? 4. Bagaimana pemanfaatan lahan terkait dengan lereng dan kedalaman tanah di daerah penelitian? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengkaji sudut lereng pada bentuklahan lereng bawah vulkanik yang terdapat di daerah penelitian 2. Mengkaji distribusi kedalaman tanah pada bentuklahan lereng bawah vulkanik di daerah penelitian 3. Mengkaji keterkaitan antara kedalaman tanah dengan sudut lereng di daerah penelitian 4. Evaluasi deskriptif pemanfaatan lahan terkait dengan lereng dan kedalaman tanah 1.4. Manfaat Penelitian 1. Pembuktian faktor relief (lereng) sebagai salah satu faktor pengontrol pembentukan tanah. 4

5 2. Sebagai kajian awal dalam perkembangan fungsi model prediksi distribusi kedalaman tanah melalui faktor sudut lereng pada bentuklahan lereng bawah vulkanik Tinjauan Pustaka Geomorfologi Geomorfologi dicerminkan melalui studi bentanglahan (Landscape). Ilmu geografi yang mengkaji fisik permukaan bumi memiliki objek utama yaitu bentanglahan yang didalamnya mencakup studi bentuklahan (Landform). Sartohadi (2006) menyatakan bahwa bentuklahan dipengaruhi oleh faktor faktor struktur, proses dan stadia. Struktur dikontrol oleh batuan dan relief. Proses dipengaruhi oleh iklim sehingga proses geomorfologi maupun proses pedogenesis dapat terjadi. Stadia merupakan faktor waktu yang berjalan selama proses geomorfologi berlangsung. Proses geomorfologi yang bekerja dalam waktu tertentu dapat berupa proses endogen dan proses eksogen (Ritter dkk, 1995). Proses proses eksogen yang bekerja dipengaruhi oleh aktivitas air, es, vulkanisme, gerak massa serta angin. Proses endogen dan eksogen bekerja membentuk konfigurasi nyata yang berbeda beda di permukaan bumi. Perbedaan konfigurasi yang nyata ini dikontrol oleh adanya struktur atau batuan serta proses geomorfologi yang bekerja (Ritter dkk, 1995). Kesan yang terlihat di permukaan dapat berupa kesan topografi atau relief. Ketiga faktor yang telah disebutkan yaitu batuan, proses pembentukan dan relief merupakan faktor penentu dari bentuklahan (Landform) Lereng Lereng merupakan representasi dari morfologi. Morfologi merupakan cerminan dari bentuklahan dan termasuk didalamnya adalah proses geomorfologi yang bekerja. Menurut Linden (1980), lereng dinyatakan dalam persen (%) atau derajat ( o ). Sudut lereng berpengaruh terhadap limpasan permukaan dan infiltrasi (Sartohadi dkk, 2012). 5

6 Kecepatan limpasan permukaan lebih kecil pada lereng yang datar dibandingkan area dengan sudut lereng yang berombak. Selain itu, sudut lereng juga mempengaruhi besarnya erosi atau longsor. Topografi miring memperbesar berbagai proses erosi maupun longsor, sehingga membatasi perkembangan tanah yang direpresentasikan melalui kedalaman tanah. Hasil material erosi atau longsor dapat sebagai bahan induk tanah karena bahan induk tanah tidak selalu dari hasil pelapukan batuan induk yang ada dibawahnya. Tanah yang berkembang pada kondisi seperti ini disebut sebagai tanah tertimbun (Burried Soil) (Sartohadi dkk, 2012). Interpretasi aspek morfoaransemen dapat digunakan untuk mengetahui asal bahan induk tanah di suatu wilayah. Pemetaan sudut lereng dapat diperoleh melalui interpretasi garis kontur dari peta RBI. Pembuatan peta sudut lereng dapat dilakukan secara manual dan langsung menggunakan software. Cara manual dapat dilakukan dengan metode Wenth-Worth dengan rumus: 𝛼= 𝑁 1 π‘₯ 𝐢𝑖 π‘₯ 100% 𝐿π‘₯𝑆 Keterangan: α = sudut sudut lereng (%) N = jumlah kontur yang melewati garis diagonal Ci = kontur interval L = panjang diagonal S = penyebut skala Pembuatan peta sudut lereng secara langsung dengan menggunakan software pemetaan ArcGIS. Pemetaan sudut lereng dengan menggunakan ArcGIS dapat dilakukan dengan metode tin ataupun topo to raster. Pengukuran sudut lereng dilapangan dapat dilakukan dengan menggunakan alat alat geomorfologi seperti abney level dan kompas geologi brunton. Hasil pengukuran yang didapat kemudian dijadikan sebagai data untuk pembuatan peta sudut lereng. 6

7 Tanah Survei tanah sangat diperlukan dalam manajemen dan pengelolaan lahan (Young & Hammer, 2000). Faktor faktor pembentuk tanah ada 5 (Jenny, 1941, dalam Sartohadi dkk, 2012), yaitu iklim, organisme, bahan induk tanah, relief dan waktu. Tanah dapat dirumuskan sebagai: S = f (C, O, P, R, T, ) S = Tanah (Soil) f = Fungsi (Function) C = Iklim (Climate) O = Organisme (Organism) P = Bahan Induk Tanah (Soil Parent Materials) R = Relief (Relief) T = Waktu (Time) = Faktor Lokal Menurut Jenny (1941, dalam Sartohadi dkk, 2012) pembentukan tanah dimulai dari bahan induk tanah yang dipengaruhi oleh faktor iklim dan organisme (faktor pembentuk tanah aktif) serta relief dan waktu (faktor pembentuk tanah pasif). Faktor perkembangan atau pembentukan tanah juga dipengaruhi faktor lokal daerah setempat yang terkadang tidak berlaku di daerah lain. Faktor lokal misalnya bencana alam dan faktor manusia. Menurut Dudal (2004, dalam Sartohadi dkk, 2012), faktor lokal manusia sebagai faktor pembentuk tanah yang ke enam. Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia berperan aktif dalam pembentukan tanah. Aktivitas manusia memanfaatkan lahan dapat mempengaruhi perkembangan tanah baik agradasi maupun degradasi. Pemetaan kedalaman tanah dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan sudut lereng (Young dan Hammer, 2000). Kedalaman tanah diukur dari permukaan sampai pada batuan dasar lapuk atau zona padas lainnya yang tidak bisa ditembus oleh akar (Stocking dan Murnaghan, 2000). Pengukuran kedalaman tanah dilakukan dengan mencari profil pada perpotongan lereng. 7

8 Geomorfologi dan Tanah Geomorfologi dan tanah memiliki hubungan yang erat. Perkembangan tanah di permukaan bumi pada dasarnya berhimpitan dengan batas bentuklahan yang ada (Webb & Burgham, 1997). Tanah dapat digunakan untuk menjelaskan proses dan evolusi dari morfologi permukaan (Richards dkk, 1984). Menurut Richards (1984), ada 2 perspektif yang menjelaskan hubungan antara geomorfologi dengan tanah, yaitu statis dan dinamis. Hubungan dinamis antara geomorfologi dan tanah dicerminkan melalui kesetimbangan, kondisi dan proses yang berkelanjutan diantara keduanya. Hubungan statis muncul dari hasil korespondensi spasial antara bentuklahan dengan tanah. Hubungan statis yang paling sederhana dan umum antara bentuklahan dengan tanah adalah toposekuen (Richards dkk, 1984). Toposekuen yaitu sekuen perubahan sifat sifat tanah dengan faktor pengontrol utama adalah relief atau topografi. Posisi bentanglahan termasuk lereng dan sifat sifat tanah sangatlah berhubungan (Malo dkk, 1974). Menurut Malo, proses geomorfik yaitu erosi dan sedimentasi dapat digunakan sebagai analisis untuk mengukur sifat sifat pada tanah. Malo juga mengatakan bahwa variasi tekstur dalam profil tanah lebih banyak dipengaruhi oleh aktivitas erosi dan sedimentasi aktual pada lereng bukit daripada aktivitas pedologik. Pola perkembangan tanah dan bentanglahan merupakan hasil dari integrasi proses pedogeomorfik dalam kondisi singkat maupun kondisi yang panjang (Gessler dkk, 2000). Gessler dkk menyatakan bahwa kedalaman tanah pada lereng bukit berbentuk cembung lebih dangkal daripada kedalaman tanah di lereng bukit berbentuk cekung. Hal ini berarti bentuk lereng juga mempengaruhi perkembangan tanah. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Young dan Hammer (2000) menunjukkan bahwa kebanyakan sifat sifat tanah - termasuk kedalaman tanah - memiliki persamaan pada posisi punggungan dan bahu lereng. Banjar lereng dan arah hadap lereng juga menentukan atribut dan sifat sifat tanah termasuk kedalaman tanah. Banjar lereng pada bagian cembung (convex) memiliki proses geomorfologi 8

9 yang berbeda dibandingkan dengan lereng cekung (concave) ataupun datar (flat). Arah hadap lereng berpengaruh terhadap intensitas penyinaran matahari. Penyinaran matahari berperan dalam pelapukan batuan induk menjadi bahan induk tanah. Intensitas penyinaran yang tinggi ditambah dengan curah hujan yang tinggi akan mempercepat perkembangan tanah Pemetaan Bentuklahan Pemetaan bentuklahan termasuk kedalam pemetaan geomorfologi. Pemetaan bentuklahan menggunakan dasar dari aspek kajian bentuklahan yaitu morfologi, morfogenesa, morfokronologi dan morfoaransemen. Pemetaan bentuklahan dengan memperhatikan empat aspek kajian tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan survai analitik dalam pemetaan geomorfologi (Dibyosaputro, 2010). Klasifikasi dalam pemetaan bentuklahan berpedoman pada beberapa prinsip yang dikemukakan oleh Verstappen (1983). Prinsip prinsip klasifikasi bentuklahan menurut Verstappen (1983) diantaranya 1) karakteristik dari berbagai tingkat bervariasi tergantung pada objek yang diklasifikasikan, 2) harus mencerminkan aspek kuantitatif dan kualitatif suatu objek, 3) unit utama pemetaan harus memiliki karakteristik yang tegas dan seragam, dan 4) harus bersifat historikal dan genetikal (asal proses). Pemetaan bentuklahan dilakukan dengan melakukan interpretasi melalui peta dasar seperti peta topografi, peta geologi maupun foto udara (Dibyosaputro, 2010). Peta peta dasar tersebut memberikan informasi pola aliran, pola kontur dan litologi yang digunakan sebagai dasar pembuatan peta bentuklahan. Pola aliran merupakan hasil proses erosi air yang mencerminkan karakteristik batuan dan struktur geologi (Dibyosaputro, 2010). Pola kontur mencerminkan proses geomorfologi yang bekerja sehingga dapat diketahui genesanya (Dibyosaputro, 2010). Skala pemetaan bentuklahan tergantung pada kedetilan pemetaan. Skala pemetaan bentuklahan mengacu pada skala pemetaan berdasarkan kaidah kartografi. Skala pemetaan menentukan luasan poligon terkecil yang 9

10 akan dipetakan. Berdasarkan kaidah kartografi luasan poligon terkecil yang dipetakan adalah 0.4 cm 2 pada peta (Schoeneberger, P.J dkk, 2002) Analisis Tabulasi Analisis tabulasi biasa digunakan untuk menjelaskan data dalam bentuk tabel. Tabulasi merupakan salah satu cara yang paling mudah digunakan untuk melakukan analisis data (Tika, 2005). Data yang dimasukkan kedalam tabel dapat dilihat tidak hanya frekuensinya melainkan persebaran datanya. Pembuatan tabel yang akan digunakan untuk analisis sangat bergantung dari tujuan penelitian. Analisis tabulasi memiliki beberapa metode dalam pembuatan tabulasi, diantaranya tabulasi langsung, kartu tabulasi, lembaran data, sorting strips, dan komputer (Tika, 2005). Metode pembuatan tabulasi yang paling mudah tentunya dengan menggunakan program komputer. Data yang akan diinput dan dilakukan analisis dapat dibuat menggunakan tabulasi sederhana, tabulasi silang, analisis korelasi, analisis faktor dan berbagai tes statistik (Tika, 2005). Data kedalaman tanah dan sudut lereng dapat dianalisis korelasinya. Hubungan atau korelasi antar dua variabel tersebut dapat dinalisis melalui tabel silang. Tabel silang yang merupakan analisis kualitatif deskriptif dipilih karena keterbatasan data kedalaman tanah di daerah penelitian. Keunggulan menggunakan metode komputer diantaranya dapat memasukkan jumlah sampel dan variabel sebanyak mungkin serta menghemat waktu dan tenaga (Tika, 2005). Penelitian ini menggunakan program komputer dalam pembuatan tabel. Data yang akan diinput dan dilakukan analisis dapat dibuat menggunakan tabel silang. Tabel silang (crosstab) termasuk kedalam tabel analisis. Tabel silang digunakan untuk menganalisis secara kualitatif hubungan antara kedalaman tanah dengan sudut lereng. 10

11 1.6. Kerangka Pemikiran Geomorfologi mengkaji tentang bentanglahan yang mencakup beberapa satuan bentuklahan. Aspek kajian geomorfologi meliputi morfologi, morfogenesa, morfokronologi dan morfoaransemen. Keempat aspek kajian ini digunakan untuk analisis bentuklahan. Morfologi terdiri atas morfometri, yaitu kenampakan permukaan bumi ditinjau secara kuantitatif dan morfografi, yaitu kenampakan permukaan bumi ditinjau secara kualitatif. Morfogenesa terdiri atas morfostruktur aktif, yaitu dinamika endogen, morfostruktur pasif termasuk struktur litologi dan morfodinamika mencakup dinamika eksogen. Morfokronologi merupakan urutan kejadian waktu terbentuknya suatu bentuklahan ditinjau dari segi umur absolut dan umur relatif. Morfoaransemen berkaitan dengan susunan keruangan dan hubungan bentuklahan dengan proses yang terjadi. Morfometri meliputi sudut lereng, ketinggian dan panjang lereng. Sudut lereng sebagai bagian relief merupakan salah satu faktor pembentuk tanah selain waktu, iklim, organisme dan bahan induk. Adanya keterkaitan antara sudut lereng sebagai salah satu aspek bentuk lahan dan faktor pembentuk tanah dapat digunakan sebagai dasar analisis hubungan antara sudut lereng dengan kedalaman tanah. Analisis hubungan keduanya dilakukan dengan menggunakan parameter kedalaman tanah dan sudut lereng. Analisis hubungan antara kedalaman tanah dengan sudut lereng menggunakan metode tabel silang (Crosstab). Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar

12 Bentuklahan Morfologi Morfogenesa Morfokronologi Morfoaransemen Morfometri Morfografi Struktur Aktif Struktur Pasif Dinamik Absolut Relatif Pelapukan Waktu Bahan Induk Organisme Iklim Sudut Lereng/Relief Tanah Kedalaman Tanah Analisis Hubungan Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran Sudut Lereng 1.7. Batasan Istilah Bentuklahan Konfigurasi nyata permukaan bumi yang memiliki ciri khas yang ditentukan oleh proses dan struktur batuan/geologi, topografi, proses eksogenik dalam jangka waktu yang sangat panjang (Verstappen, 1983). Sudut lereng Sudut lereng merupakan ukuran dari beda tinggi dengan jarak yang diukur dari kerapatan kontur dan merupakan tempat dimana proses terjadinya erosi, transportasi dan deposisi (Finlayson dkk., 1980). 12

13 Tanah Tubuh alam bersifat gembur dan lepas lepas yang menutupi sebagian besar permukaan bumi dan memiliki sifat dan penciri fisik, kimia dan biologi yang khas akibat dari proses yang bekerja pada batuan induk, seperti iklim dan organisme dalam waktu yang panjang (Sartohadi dkk. 2012) Kedalaman Tanah Kedalaman tanah diukur dari permukaan ke bawah hingga zona perakaran atau hingga tidak tembus akar atau sampai batuan keras lapuk atau sampai batas impermeabel lainnya seperti padas. (Stocking dan Murnaghan, 2000). Klas Sudut Lereng Klas sudut lereng merupakan turunan dari analisis DEM yang digeneralisasi sesuai dengan skala pemetaan.dengan poligon terkecil pada peta lebih dari 0.4 cm 2 (Schoeneberger dkk, 2002) Tabel Silang Tabel yang dibuat dengan memecah tiap kesatuan data dalam tiap kategori menjadi dua, tiga atau lebih kedalam subkesatuan yang dihubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lainnya (Tika, 2005) 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bentuklahan, meliputi proses-proses yang bekerja terhadap batuan induk dan perubahanperubahan yang terjadi

Lebih terperinci

PETA SATUAN LAHAN. Tabel 1. Besarnya Indeks LS menurut sudut lereng Klas lereng Indeks LS 0-8% 0,4 8-15% 1, % 3, % 6,8 >40% 9,5

PETA SATUAN LAHAN. Tabel 1. Besarnya Indeks LS menurut sudut lereng Klas lereng Indeks LS 0-8% 0,4 8-15% 1, % 3, % 6,8 >40% 9,5 PETA SATUAN LAHAN Pembuatan Satuan Lahan Lereng Faktor lereng sangat mempengaruhi erosi yang terjadi. Pengaruh lereng pada proses terjadinya erosi yaitu mempengaruhi besarnya energi penyebab erosi. Karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari dan menginterpretasi bentuklahan, terutama berkaitan dengan proses-proses yang membentuk dan memodifikasi bentuklahan tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi Wilayah DAS Cileungsi meliputi wilayah tangkapan air hujan yang secara keseluruhan dialirkan melalui sungai Cileungsi. Batas DAS tersebut dapat diketahui dari

Lebih terperinci

4/8/2011 PEMETAAN GEOMORFOLOGI UNTUK GEOLOGI ATAU GEOFISIKA. Permasalahan atau. isu yang muncul : 1. Adanya berbagai persepsi. pemetaan geomorfologi?

4/8/2011 PEMETAAN GEOMORFOLOGI UNTUK GEOLOGI ATAU GEOFISIKA. Permasalahan atau. isu yang muncul : 1. Adanya berbagai persepsi. pemetaan geomorfologi? PEMETAAN GEOMORFOLOGI UNTUK GEOLOGI ATAU GEOFISIKA Suroso Sastroprawiro Bambang Kuncoro Hadi Purnomo Jurusan Teknik Geologi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta Contact person: 08122953788

Lebih terperinci

Beberapa definisi tentang geomorfologi setelah

Beberapa definisi tentang geomorfologi setelah I. PENDAHULUAN Sejarah Perkembangan Geomorfologi Sebagai Suatu ilmu Geomorfologi berasal dari bahasa Yunani kuno (geo = bumi, morfo = bentuk, logos = i l- mu). ang berarti ilmu yang mempelajari bentuk

Lebih terperinci

KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI. didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel

KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI. didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI Satuan geomorfologi morfometri yaitu pembagian kenampakan geomorfologi yang didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel 3.1) dan dalam

Lebih terperinci

01. Pendahuluan. Salahuddin Husein. TKG 123 Geomorfologi untuk Teknik Geologi. Planet Bumi

01. Pendahuluan. Salahuddin Husein. TKG 123 Geomorfologi untuk Teknik Geologi. Planet Bumi TKG 123 Geomorfologi untuk Teknik Geologi 01. Pendahuluan Salahuddin Husein Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 2010 Planet Bumi Jari-jari katulistiwa: 6.371 km Jari-jari kutub:

Lebih terperinci

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK Nama Kelompok : IN AM AZIZUR ROMADHON (1514031021) MUHAMAD FAISAL (1514031013) I NENGAH SUMANA (1514031017) I PUTU MARTHA UTAMA (1514031014) Jurusan

Lebih terperinci

PETA SATUAN MEDAN. TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan

PETA SATUAN MEDAN. TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan PETA SATUAN MEDAN TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan ALAT DAN BAHAN 1. Peta Rupa Bumi Skala 1 : 25.000 2. Peta Geologi skala 1 : 100.000 3. Peta tanah semi detil 4. Alat tulis dan gambar 5. alat hitung

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup berkaitan erat dengan kegiatan manusia dalam mengelola sumberdaya. Perubahan penggunaan lahan adalah salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat berakibat pada tingginya tingkat pemenuhan kebutuhan terhadap lahan. Kecenderungan manusia untuk memanfaatkan lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode 2011-2015 telah terjadi 850 kejadian bencana tanah longsor di Indonesia (BNPB, 2015).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi bentanglahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi bentanglahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi bentanglahan Vink (1983) dalam Samadikun (2009) menyatakan studi bentanglahan merupakan sebuah studi yang mengaitkan hubungan erat antara ruang dan waktu diantara fenomena

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

SEARCH : Fisik dan Lingkungan Alam Geomorfologi Indonesia

SEARCH : Fisik dan Lingkungan Alam Geomorfologi Indonesia HOME ENGLISH KONTAK SITE MAP SEARCH : Fisik dan Lingkungan Alam Geomorfologi Indonesia Advanced Search Tema Fisik dan Lingkungan Potensi dan Sumberdaya Sejarah, Wilayah, Penduduk & Budaya Interaktif Peta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan geologi Papua diawali sejak evolusi tektonik Kenozoikum

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan geologi Papua diawali sejak evolusi tektonik Kenozoikum BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan geologi Papua diawali sejak evolusi tektonik Kenozoikum New Guinea yakni adanya konvergensi oblique antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik (Hamilton,

Lebih terperinci

NILAI KARAKTER PADA MATERI GEOMORFOLOGI. Oleh. Dr. Deasy Arisanty, M.Sc

NILAI KARAKTER PADA MATERI GEOMORFOLOGI. Oleh. Dr. Deasy Arisanty, M.Sc 1 NILAI KARAKTER PADA MATERI GEOMORFOLOGI Oleh Dr. Deasy Arisanty, M.Sc Abstrak Geomorfologi merupakan salah satu disiplin ilmu dalam geografi dan menjadi matakuliah wajib untuk mahasiswa geografi. Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan dan proses proses yang mempengaruhinya serta menyelidiki hubungan timbal balik antara bentuklahan dan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di Indonesia adalah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR PETA... INTISARI... ABSTRACT... i ii iii iv

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

Identifikasi Daerah Rawan Longsor

Identifikasi Daerah Rawan Longsor Identifikasi Daerah Rawan Longsor Oleh : Idung Risdiyanto Longsor dan erosi adalah proses berpindahnya tanah atau batuan dari satu tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah akibat dorongan air,

Lebih terperinci

Konsentrasi Sistem Informasi Geografis,Teknik Informatika, Fakultas Teknik Komputer Universitas Cokroaminoto Palopo

Konsentrasi Sistem Informasi Geografis,Teknik Informatika, Fakultas Teknik Komputer Universitas Cokroaminoto Palopo DATA DEM DALAM ANALISIS MORFOMETRI (Aryadi Nurfalaq, S.Si., M.T) 3.1 Morfometri Morfometri merupakan penilaian kuantitatif terhadap bentuk lahan, sebagai aspek pendukung morfografi dan morfogenetik, sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif lebih mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI 3.1 Konsep Dasar Penetapan Ekoregion Provinsi Konsep dasar dalam penetapan dan pemetaan ekoregion Provinsi Banten adalah mengacu pada Undang-Undang No.32/2009,

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat Dengan demikian, walaupun kondisi tanah, batuan, serta penggunaan lahan di daerah tersebut bersifat rentan terhadap proses longsor, namun jika terdapat pada lereng yang tidak miring, maka proses longsor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air kita. Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infiltrasi Menurut Munaljid dkk. (2015) infiltrasi adalah proses masuknya air dari atas (surface) kedalam tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori pori tanah dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Geografi adalah ilmu yang mempelajari hubungan kausal gejala-gejala muka bumi dan peristiwa yang terjadi di muka bumi baik yang fisikal maupun yang menyangkut makhluk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Geomorfologi Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan yang menyusun permukaan bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan air laut dan menekankan pada asal mula

Lebih terperinci

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA .1 PETA TOPOGRAFI..2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA . Peta Topografi.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini,

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur 11 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian DAS, Banten merupakan wilayah yang diambil sebagai daerah penelitian (Gambar 2). Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PETA... INTISARI... ABSTRACT... i ii iii iv v ix

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mencapai gelar kesarjanaan Strata Satu ( S-1) pada Program Studi Teknik Geologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung, maka setiap mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Menerapkan ilmu geologi yang telah diberikan di perkuliahan.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Menerapkan ilmu geologi yang telah diberikan di perkuliahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geomorfologi adalah salah satu hal yang menjadi dasar dalam ilmu geologi, karena geomorfologi dapat dijadikan panduan dalam pemetaan geologi, selain itu pengamatan

Lebih terperinci

PENGANTAR. geomorfologi. Arif Ashari, M.Sc. 2017

PENGANTAR. geomorfologi. Arif Ashari, M.Sc. 2017 PENGANTAR geomorfologi Arif Ashari, M.Sc. 2017 Referensi Bloom, A.L. 1991. Geomorphology, A Systematic of Late Cenozoic Landforms, Second Edition. New Jersey: Prentice Hall. Huggett, R.J. 2007. Fundamentals

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Realitas dinamika kehidupan pada masa lalu, telah meninggalkan jejak dalam bentuk nama tempat yang menggambarkan tentang kondisi tempat berdasarkan sudut filosofi,

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bentuk permukaan bumi merupakan pencerminan interaksi proses alam dan proses antropogenik atau aktivitas manusia. Proses alam meliputi pelapukan, erosi, gerak massa,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN POTENSI LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BENDO, KABUPATEN BANYUWANGI, PROVINSI JAWA TIMUR

KARAKTERISTIK DAN POTENSI LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BENDO, KABUPATEN BANYUWANGI, PROVINSI JAWA TIMUR KARAKTERISTIK DAN POTENSI LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BENDO, KABUPATEN BANYUWANGI, PROVINSI JAWA TIMUR 1) Puncak Joyontono, 1) Subarno, 1) Reineta Puspitasari, 1) Tiara Handayani, 1) Asal Izmi, 1) Cut Ayu

Lebih terperinci

BAB II. METODELOGI PENELITIAN

BAB II. METODELOGI PENELITIAN DAFTAR ISI Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... ii Sari... iii Kata Pengantar... iv Halaman Persembahan... vi Daftar Isi... vii Daftar Tabel... xi Daftar Gambar... xii Daftar Foto... xiii Daftar Lampiran...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses erosi dan sedimentasi merupakan proses yang memiliki peranan penting dalam dinamika permukaan Bumi. Verstappen dan van Zuidam (1968) mengklasifikasikan bentukan

Lebih terperinci

Bab 7. Peta Topografi 2012

Bab 7. Peta Topografi 2012 7 Peta Topografi 7.1. Definisi Peta adalah suatu penyajian pada bidang datar dari seluruh atau sebagian unsur permukaan bumi digambar dalam skala tertentu dan sistem proyeksi tertentu. Peta seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Studi Longsoran Desa Sirnajaya dan Sekitarnya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Studi Longsoran Desa Sirnajaya dan Sekitarnya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gununghalu merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bandung Barat yang terletak di bagian selatan dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Cianjur. Bentang alamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bentuk permukaan bumi selalu mengalami perubahan, perubahan tersebut dapat terjadi secara alami akibat adanya air, angin, dan panas. Perubahan akibat ulah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng pasifik. Pertemuan tiga

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentanglahan volkanik mempunyai potensi sumberdaya alam dan bencana. Potensi sumbedaya alam bentanglahan volkanik salah satunya tanah yang subur dan lebih produktif

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Tujuan Pembelajaran Umum (kompetensi) : Mahasiswa memahami gambaran umum perkuliahan dan silabus morfologi resort

SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Tujuan Pembelajaran Umum (kompetensi) : Mahasiswa memahami gambaran umum perkuliahan dan silabus morfologi resort : Pendahuluan Tujuan Pembelajaran Umum (kompetensi) : Mahasiswa memahami gambaran umum perkuliahan dan silabus morfologi resort Pertemuan ke- Tujuan pembelajaran khusus 1 Mahasiswa dapat mengetahui gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kawasan Bandung Utara terbentuk oleh proses vulkanik Gunung Sunda dan Gunung Tangkuban Perahu pada kala Plistosen-Holosen. Hal tersebut menyebabkan kawasan ini tersusun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum Embung merupakan bangunan air yang selama pelaksanaan perencanaan diperlukan berbagai bidang ilmu guna saling mendukung demi kesempurnaan hasil perencanaan. Bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyusunan tugas akhir merupakan hal pokok bagi setiap mahasiswa dalam rangka merampungkan studi sarjana Strata Satu (S1) di Institut Teknologi Bandung. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah dataran yang dibatasi oleh punggung bukit yang berfungsi sebagai daerah resapan, penyimpanan air hujan dan juga sebagai pengaliran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pulau Jawa merupakan busur gunungapi memanjang barat-timur yang dihasilkan dari pertemuan lempeng Eurasia dan Hindia-Australia. Kondisi geologi Pulau Jawa ditunjukkan

Lebih terperinci

ACARA IV POLA PENGALIRAN

ACARA IV POLA PENGALIRAN ACARA IV POLA PENGALIRAN 4.1 Maksud dan Tujuan Maksud acara pola pengaliran adalah: 1. Mengenalkan macam-macam jenis pola pengaliran dasar dan ubahannya. 2. Mengenalkan cara analisis pola pengaliran pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Tanah longsor adalah salah satu bencana yang berpotensi menimbulkan korban jiwa masal. Ini merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Hal ini

Lebih terperinci

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*) MODEL PENANGGULANGAN BANJIR Oleh: Dede Sugandi*) ABSTRAK Banjir dan genangan merupakan masalah tahunan dan memberikan pengaruh besar terhadap kondisi masyarakat baik secara social, ekonomi maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN Morfologi permukaan bumi merupakan hasil interaksi antara proses eksogen dan proses endogen (Thornbury, 1989). Proses eksogen merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geomorfologi Geomorfologi adalah studi yang mendiskripsikan bentuklahan, proses-proses yang bekerja padanya dan menyelidiki kaitan antara bentuklahan dan prosesproses tersebut

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Oleh : JUMIYATI NIRM: 5.6.16.91.5.15

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap bencana tanah longsor. Berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) dari BNPB atau Badan Nasional

Lebih terperinci

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir adalah matakuliah wajib dalam kurikulum pendidikan sarjana strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DATA PENGINDERAAN JAUH DALAM ANALISIS BENTUKAN LAHAN. Abstrak

PENGGUNAAN DATA PENGINDERAAN JAUH DALAM ANALISIS BENTUKAN LAHAN. Abstrak PENGGUNAAN DATA PENGINDERAAN JAUH DALAM ANALISIS BENTUKAN LAHAN ASAL PROSES FLUVIAL DI WILAYAH KARANGSAMBUNG Puguh Dwi Raharjo Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung LIPI Abstrak Obyek kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Beruak dan Sekitarnya, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Beruak dan Sekitarnya, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Batubara merupakan salah satu sumber energi yang telah lama digunakan dan memegang peranan penting saat ini. Peranannya semakin meningkat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

Nugroho Hari Purnomo Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial 1 Universitas Negeri Surabaya, 2015

Nugroho Hari Purnomo Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial 1 Universitas Negeri Surabaya, 2015 Nugroho Hari Purnomo Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya, 2015 1 Rencana materi UGROHO HARI PURNOMO Level Tingkat Kompetensi yang dihaharapkan tercapai dlm mk geomorfologi

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang berada pada iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi memiliki tingkat kerawanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan mengakibatkan

Lebih terperinci

6.padang lava Merupakan wilayah endapan lava hasil aktivitas erupsi gunungapi. Biasanya terdapat pada lereng atas gunungapi.

6.padang lava Merupakan wilayah endapan lava hasil aktivitas erupsi gunungapi. Biasanya terdapat pada lereng atas gunungapi. BENTUK LAHAN ASAL VULKANIK 1.Dike Terbentuk oleh magma yang menerobos strata batuan sedimen dengan bentuk dinding-dinding magma yang membeku di bawah kulit bumi, kemudian muncul di permukaan bumi karena

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN DISKUSI

BAB V ANALISIS DAN DISKUSI BAB V ANALISIS DAN DISKUSI Pada bab ini akan dibahas beberapa aspek mengenai Sesar Lembang yang meliputi tingkat keaktifan, mekanisme pergerakan dan segmentasi. Semua aspek tadi akan dibahas dengan menggabungkan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN MARGINAL KAWASAN PESISIR

TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN MARGINAL KAWASAN PESISIR TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN MARGINAL KAWASAN PESISIR Oleh : Sunarto Gunadi *) Abstrak Lahan pesisir sesuai dengan ciri-cirinya adalah sebagai tanah pasiran, dimana dapat dikategorikan tanah regosal seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi

Lebih terperinci

EROSI DAN SEDIMENTASI

EROSI DAN SEDIMENTASI EROSI DAN SEDIMENTASI I. PENDAHULUAN Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai

Lebih terperinci

Ilmu yang menguraikan tentang bentuk bumi, dengan sasaran utama relief permukaan bumi. Geomorphology is the study which describes landforms and the

Ilmu yang menguraikan tentang bentuk bumi, dengan sasaran utama relief permukaan bumi. Geomorphology is the study which describes landforms and the Geo Morpho Logos Ilmu yang menguraikan tentang bentuk bumi, dengan sasaran utama relief permukaan bumi. Zuidam and Cancelado (1979, 1985) Geomorphology is the study which describes landforms and the processes

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah suatu rancangan tentang cara mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data secara sistematis dan terarah agar penelitian dapat dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peristiwa bencana alam dari tahun ke tahun menunjukkan adanya tren peningkatan intesitas kejadian yang cukup tinggi. Peningkatan ini terjadi di dunia maupun Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksploitasi cadangan minyak bumi dan gas di bagian Barat Indonesia kini sudah melewati titik puncak kejayaannya, hampir seluruh lapangan minyak di bagian barat Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA)

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA) ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA) Nandian Mareta 1 dan Puguh Dwi Raharjo 1 1 UPT. Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Jalan Kebumen-Karangsambung

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 23 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Geomorfologi di Daerah Penelitian Kondisi geomorfologi daerah penelitian berkaitan erat dengan sejarah geologi yang berkembang di wilayah tersebut, dimana proses-proses

Lebih terperinci

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv KATA PENGANTAR... v SARI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xviii DAFTAR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal penggunaan dan pengelolaan suatu lahan, maka hal pokok yang perlu diperhatikan adalah tersedianya informasi faktor

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Garis Besar Proses Geomorfik (Wiradisastra, Tjahjono, Gandasasmita, Barus, dan Munibah, 2002).

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Garis Besar Proses Geomorfik (Wiradisastra, Tjahjono, Gandasasmita, Barus, dan Munibah, 2002). 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Geomorfik Pengertian geomorfologi menurut beberapa ahli, yaitu : geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang evolusi bentuk lahan (landform) dan bentang lahan (landscape)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama semakin meningkat. Seiring dengan semakin meningkatnya populasi manusia. Dengan kata lain

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PETA... INTISARI... ABSTRACT... i ii iii iv

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan terinfiltrasi masuk ke dalam tanah. Banyaknya air yang masuk ke dalam tanah sangat ditentukan oleh kecepatan infiltrasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Analisis Struktur Daerah Pasirsuren dan Sekitarnya, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Analisis Struktur Daerah Pasirsuren dan Sekitarnya, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir adalah matakuliah wajib dalam kurikulum pendidikan sarjana strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi

Lebih terperinci

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tugas akhir merupakan mata kuliah wajib dalam kurikulum pendidikan tingkat sarjana (S1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

Lebih terperinci

PETA (Dasar Teori dan Geologi Regional Kuliah Lapangan)

PETA (Dasar Teori dan Geologi Regional Kuliah Lapangan) PETA (Dasar Teori dan Geologi Regional Kuliah Lapangan) Geologi Regional Kuliah lapangan Geologi dilakukan pada hari Sabtu, 24 November 2012 di Perbukitan Jiwo, Kecamatan Bayat, yang terletak Β±20 km di

Lebih terperinci

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora AMDAL (AGR77) Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Hidroorologis

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang. Tugas akhir merupakan mata kuliah wajib dalam kurikulum pendidikan tingkat sarjana (S1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

Lebih terperinci