JLBG. JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI Journal of Environment and Geological Hazards

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JLBG. JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI Journal of Environment and Geological Hazards"

Transkripsi

1 JLBG JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI Journal of Environment and Geological Hazards ISSN: , e-issn: Akreditasi LIPI No. 692/AU/P2MI-LIPI/07/ Analisis Karakteristik Akuifer dan Zonasi Kuantitas Air Tanah di Dataran Kars Wonosari dan Sekitarnya, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Aquifer Characteristic Analysis and Groundwater Quantity Zonation of Wonosari Karst Plateau and The Surrounding Area, Gunungkidul Regency, Province of Yogyakarta Special Region Taat Setiawan dan Nofi M. Alfan Asgaf Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan, Jl. Diponegoro No. 57 Bandung Indonesia Naskah diterima 25 Maret 2016, selesai direvisi 29 Agustus 2016, dan disetujui 15 November ABSTRAK Dataran Kars Wonosari dan sekitarnya secara hidrogeologis memiliki sistem akuifer produktif yang ditandai dengan banyaknya sumur bor air tanah, baik untuk keperluan domestik maupun irigasi. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data uji pemompaan sumur bor untuk mengetahui jenis dan karakteristik akuifer, serta zonasi kuantitas air tanah secara spasial. Hasil analisis tersebut menunjukkan sistem akuifer di daerah penelitian termasuk ke dalam jenis semi tertekan dan secara lokal bersifat tertekan. Hasil perhitungan nilai transmisivitas akuifer menggunakan data uji pemompaan memiliki korelasi yang kuat (R 2 = 0,918) dengan estimasi empiris data kapasitas jenis sumur bor. Berdasarkan atas nilai transmisivitas akuifer, kuantitas air tanah di daerah penelitian bervariasi secara spasial, dari potensi sedang untuk domestik dan sangat jelek untuk irigasi (1-8 m 2 /, hingga potensi sangat baik untuk domestik dan baik untuk irigasi ( m 2 /. Kata kunci: transmisivitas, kapasitas jenis, kuantitas air tanah, Wonosari ABSTRACT Wonosari karst plateau area hydrogeologically has productive aquifer system characterized by the number of groundwater wells for domestic and irrigation purposes. This research was conducted by analyzing pumping test data to determine the type and characteristics of aquifer and spatial zonation of the groundwater quantity. The analysis shows that the aquifer system of the studied area has semiconfined character and locally confined. The results of the aquifer transmissivity value calculation using pumping test data have a strong correlation (R 2 = 0.918) with the empirical estimation of the specific capacity data. Based on the value of aquifer transmissivity, the groundwater quantity of the studied area varies spatially from medium potential for domestic and very poor for irrigation (1-8 m 2 / day), up to very good potential for domestic and good for irrigation (1,000-10,000 m 2 /day). Keywords: transmissivity, specific capacity, groundwater quantity, Wonosari 155

2 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 7 No. 3, Desember 2016: PENDAHULUAN Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul merupakan daerah yang setiap tahunnya mengalami bencana kekeringan hidrologis, sehingga mempunyai keterbatasan akses terhadap air bersih (Bappeda Kabupaten Gunungkidul, 2007). Berdasarkan atas karakter hidrogeologi, tidak semua daerah di wilayah ini mengalami kesulitan air bersih, terutama di daerah Wonosari dan sekitarnya. Menurut Sir MacDonald dan Partners (1979), daerah Wonosari dan sekitarnya memiliki akuifer yang secara lokal cukup produktif. Tingginya kuantitas air tanah di daerah Wonosari dan sekitarnya dapat dilihat dari banyaknya sumur bor yang telah dibangun sejak tahun 1970-an hingga saat ini. Sumur-sumur bor tersebut sebagian untuk irigasi air tanah dan sebagian lainnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan domestik penduduk, baik yang dikelola oleh PDAM maupun oleh masyarakat secara kolektif. Kuantitas air tanah pada suatu daerah sangat berkaitan dengan sistem dan karakteristik akuifer batuan penyusunnya. Karakteristik akuifer yang berkaitan langsung dengan kuantitas air tanah adalah kapasitas jenis dan transmisivitas. Kapasitas jenis(sc) merupakan besarnya debit air yang diperoleh pada setiap penurunan permukaan air tanah atau bidang pisometrik sepanjang satu satuan panjang dalam suatu sumur pompa pada akhir periode pemompaan (Kruseman dan de Ridder, 2000). Transmisivitas atau (T) adalah kemampuan akuifer untuk meneruskan air melaui suatu bidang vertikal setebal akuifer dengan lebar satu satuan panjang dan satu unit landaian hidrolika (Todd, 1980). Hingga saat ini, belum ada penelitian yang secara spesifik membahas mengenai karakteristik akuifer yang bersifat spasial di daerah Wonosari dan sekitarnya, sehingga distribusi kuantitas air tanah masih sulit untuk digambarkan. Berdasarkan atas hal tersebut, analisis karakteristik akuifer di daerah penelitian sangat diperlukan untuk mengetahui jenis akuifer dan distribusi kuantitas air tanah secara spasial. Lokasi Penelitian Daerah penelitian yang terletak di daerah Wonosari dan sekitarnya, merupakan wilayah pengembangan bagian tengah Kabupaten Gunungkidul. Daerah ini secara administratif terletak di Kecamatan Ponjong, Playen, Wonosari, Karangmojo, Semanu, dan Kecamatan Paliyan (Gambar1). Secara geografis, daerah penelitian terletak pada koordinat BT dan LS, dengan luas ± 310,17 km 2 atau sekitar 20,86% dari luas total Kabupaten Gunungkidul. Gambar 1. Lokasi penelitian. 156

3 Rekonstruksi Run-Up Dan Kecepatan Tsunami Berdasarkan Data Endapan Tsunami Studi Kasus: Tsunami Mentawai 2010 Dan Tohoku Oki 2011 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisis data uji pemompaan sumur bor air tanah yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik akuifer dan zonasi kuantitas air tanah di Dataran Kars Wonosari dan sekitarnya. Fisiografi dan Geologi Van Bemmelen (1949) menyebutkan bahwa secara fisiografis daerah penelitian termasuk ke dalam Zona Pegunungan Selatan Jawa Timur, Subzona Plato Wonosari. Satuan Plato Wonosari memisahkan Satuan Perbukitan Kars Gunungsewu di bagian selatan dengan Kompleks Baturagung Panggung Masif dibagian utaranya (Gambar 2). Menurut Pannekoek (1949), daerah penelitian secara genetis merupakan bagian dari dataran tinggi (plato) selatan Pulau Jawa, berupa peneplain yang telah mengalami pengangkatan dan perlipatan pada kala Pleistosen Tengah. Kusumayudha (2005) menyebutkan bahwa secara geomorfologis, daerah penelitian merupakan satuan dataran kars dan di sebelah selatannya merupakan satuan perbukitan kerucut kars, atau yang lebih dikenal dengan perbukitan kars Gunungsewu. Suyoto (1992) dan Soenarto (2002) menyatakan bahwa kesatuan Plato Wonosari dan Perbukitan Kars Gunungsewu disebut sebagai Cekungan Wonosari. Alas atau batuan dasar kesatuan ini adalah batuan dari Kelompok Besole yang terdiri atas Formasi Kebo-Butak, Formasi Semilir, dan Formasi Nglanggran. Menurut Kusumayudha (2005), batuan dasar tersebut merupakan batuan vulkanik (Gambar 3). Batuan karbonat yang menumpang di atas batuan dasar tersebut menurut urutan pelapisan (sequence) stratigrafi dapat dibagi menjadi empat bagian yang masing-masing dibatasi oleh suatu bidang ketidakselarasan. Batugamping Formasi Wonosari yang menempati Plato Wonosari merupakan batugamping klastika, berfasies lagonal, dan berlapis (Samodra, 1998; Sir MacDonald dan Partners, 1984; serta Urushibara, 1995; dalam Soenarto, 2002), sementara yang menempati daerah kars Gunungsewu berfasies terumbu (Sir MacDonald dan Partners, 1984). Jurus perlapisan batuan di daerah penelitian mengarah barat timur dengan kemiringan lapisan yang cenderung ke selatan (Surono drr., 1992 dan Rahardjo drr., 1995). Menurut Kusumayudha (2005), batugamping Formasi Wonosari yang secara litofasies terdiri atas batugamping bioklastika dan batugamping terumbu, merupakan lapisan pembawa air (akuifer). Daerah Plato Wonosari ditempati oleh batugamping bioklastika (wackestone) yang secara hidrogeologis membentuk Sistem Akuifer Wonosari. Sir MacDonald dan Partners (1979) Gambar 2. Fisiografi daerah penelitian (Van Bemmelen, 1949). 157

4 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 7 No. 3, Desember 2016: Gambar 3. Peta Geologi daerah penelitian (modifikasi dari Surono drr., 1992 dan Rahardjo drr., 1995). menyebutkan bahwa di atas sebagian batugamping yang terdapat di Plato Wonosari, dijumpai napal Formasi Kepek. Selain konduktivitas hidrolikanya kecil, napal pasiran tersebut terkekarkan, sehingga sebagai lapisan penutup formasi ini tidak sepenuhnya kedap air. METODE PENELITIAN Di daerah penelitian terdapat 125 data uji pemompaan dan kapasitas jenis sumur bor dengan kedalaman antara 30 m hingga 125 m (ratarata 95 m). Sebagian besar data tersebut berasal dari proyek pengeboran air tanah P2AT yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan sebagian merupakan pengeboran air tanah yang dilakukan Badan Geologi, Kementerian ESDM. Dari 125 data yang ada, hanya ada sekitar 24 data uji pemompaan yang dapat dianalisis untuk perhitungan nilai transmisivitas akuifer, sehingga perlu dilakukan estimasi secara empiris parameter transmisivitas akuifer pada sumur bor yang lainnya. Secara garis besar, penelitian ini dibagi menjadi empat langkah analisis sebagai berikut: Langkah pertama adalah melakukan analisis scatter plot antara penurunan permukaan air tanah (skala linier) terhadap waktu pemompaan (skala logaritma) dengan menggunakan perangkat lunak MS Excel Respons permukaan air tanah terhadap waktu pemompaan tersebut dapat dipakai untuk mengidentifikasi jenis akuifer. Menurut Freeze dan Cherry (1979), Todd (1980), serta Kruseman dan de Ridder (2000), akuifer secara umum dibagi menjadi tiga jenis, yaitu akuifer tidak tertekan (bebas), akuifer tertekan, dan akuifer semi tertekan (bocor). Kruseman dan de Ridder (2000) menyebutkan bahwa dinamika penurunan permukaan air tanah terhadap waktu pemompaan pada ketiga jenis akuifer tersebut secara teoretis memiliki karakter yang berbeda seperti digambarkan pada Gambar 4. Gambar 4A merupakan kondisi ideal akuifer tertekan dengan asumsi akuifer bersifat homogen dan isotropis, pemompaan konstan, sumur menembus seluruh akuifer dengan diameter kecil. Pada Gambar 4A yang merupakan semilog plot antara penurunan permukaan air tanah terhadap waktu yang menunjukkan bahwa pada awal pemompaan bersifat tidak linier, tetapi pada akhir pemompaan bersifat linier. Gambar 4B dan 4B menunjukkan karakter penurunan permukaan air tanah terhadap waktu pada akuifer tidak tertekan, homogen, isotropis, penyebaran lateral tidak terbatas, dengan delayed yield. Pada waktu awal pemompaan, kurva log-log plot (Gambar 4B) megikuti pola akuifer tertekan pada Gambar 4A. Selanjutnya, pertengahan waktu pemompaan menunjukkan segmen yang datar. 158

5 Analisis Karakteristik Akuifer Dan Zonasi Kuantitas Air Tanah di Dataran Kars Wonosari dan Sekitarnya, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Gambar 4. Grafik teoretis log-log dan semilog penurunan permukaan air tanah terhadap waktu akibat pemompaan pada akuifer (Kruseman dan de Ridder, 2000). Hal tersebut merupakan refleksi imbuhan akuifer bagian atas, sehingga penurunan permukaan air tanah menjadi stabil. Pada saat akhir pemompaan, kurva mengikuti pola pada Gambar 4A lagi. Semilog plot memiliki karakteristik dua straightline yang bersifat paralel pada saat awal dan akhir pemompaan. Gambar 4C dan 4C merupakan karakter penurunan permukaan air tanah terhadap waktu pada akuifer semi tertekan yang menunjukkan ada dua karakter grafik. Pada awal pemompaan, kurva mengikuti pola pada Gambar 4A dan 4A. Pada saat pertengahan waktu pemompaan, terdapat suplai air dari akuitar (bocoran) yang masuk ke akuifer. Pada saat akhir pemompaan, terdapat aliran air (bocoran) melalui akuitar, dan mengalir melalui sumur sampai pada kondisi setimbang. Langkah kedua adalah melakukan perhitungan nilai transmisivitas berdasarkan atas jenis akuifer yang ada. Karena pengukuran permukaan air tanah dilakukan pada sumur yang dipompa, analisis dilakukan dengan menggunakan uji pemompaan single well test. Single well test merupakan uji pemompaan dengan tidak menggunakan pisometer atau sumur observasi (Kruseman dan de Ridder, 2000). Salah satu metode analisis uji pemompaan single well test pada akuifer tertekan dan semi tertekan adalah menggunakan metode Jacob Straight Line (Kruseman dan de Ridder, 2000). Adapun persyaratan metode ini bisa dipakai adalah sebagai berikut ; ) Metode Jacob s straight-line diturunkan berdasarkan atas rumus Theis (Freeze dan Cherry, 1979; Todd, 1980; Domenico dan Scwartz, 1990; Kruseman dan de Ridder, 2000; Fetter, 2001; serta Schwartz dan Zang, 2002): ) Seiring bertambahnya waktu pemompaan dan semakin dekatnya sumur observasi dari sumur uji, maka nilai u pada persamaan di atas akan berkurang, sehingga pada kondisi tersebut nilai ln u dapat diabaikan. Dengan kecilnya nilai u, penurunan permukaan air tanah mengikuti persamaan: ) Dengan merubah ke bentuk logaritma basis 10, maka: ) Bentuk linier persamaan di atas adalah: ) 159

6 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 7 No. 3, Desember 2016: Pengeplotan s terhadap log t merupakan garis lurus (linier). Perpotongan garis tersebut terhadap sumbu t (s = 0 dan t = to), maka: ) ) Gradien garis lurusnya (meningkatnya per siklus log) adalah: ) Nilai transmisivitas akuifer (T) dengan demikian dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: ) Langkah ketiga adalah dengan melakukan korelasi antara nilai transmisivitas hasil perhitungan Jacob Straight Line dengan nilai transmisivitas hasil estimasi terhadap nilai kapasitas jenis. Theis (1963) dalam Fetter (2001) menyatakan bahwa hubungan antara nilai transmisivitas akuifer dengan kapasitas jenis sumur bor berdasarkan persamaan: ) Hubungan antara kapasitas jenis dengan transmisivitas secara teoretis diturunkan dari persamaan air tanah, baik dalam kondisi aliran tetap (steady-state) maupun tidak tetap (transient). Thomasson drr. (1960) dalam Fetter (2001) menggunakan persamaan Dupuit-Thiem sebagai berikut: ) Thomasson drr. (1960) dalam Fetter (2001) memecahkan persamaan di atas menjadi hubungan linier antara transmisivitas (T) dengan kapasitas jenis (Q/Δs): ) Logan (1964) dalam Davies dan de Wiest (1966) melakukan analisis hubungan linier antara nilai transmisivitas akuifer dengan kapasitas jenis yang dikenal dengan rumus empiris Logan sebagai berikut: ) Langkah keempat adalah analisis spasial hasil perhitungan nilai transmisivitas, baik berdasarkan analisis data uji pemompaan maupun secara empiris dengan menggunakan perangkat lunak ArcMap 10. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Jenis Akuifer Untuk mengetahui jenis atau tipe akuifer di daerah penelitian, telah dilakukan analisis terhadap 24 data uji pemompaan dari 125 sumur bor yang ada. Letak lokasi sumur bor tersebut tersebar hampir merata di daerah penelitian, kecuali di bagian barat (Gambar 5). Hasil scatter plot antara penurunan permukaan air tanah (skala linier) terhadap waktu pemompaan (skala logaritma) pada 24 sumur bor di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 sebelah kiri menunjukkan sumur bor dengan penurunan permukaan air tanah maksimum kurang dari 5 m, sedangkan Gambar 6 sebelah kanan menunjukkan sumur bor dengan penurunan permukaan air tanah 5 hingga 40 m. Gambar 6 memperlihatkan bahwa secara umum terdapat dua karakter hidrolika permukaan air tanah terhadap waktu pemompaan, yaitu karakter akuifer semi tertekan dan karakter akuifer tertekan. Dari 24 data yang dianalisis, ada 71% atau 27 data yang menunjukkan karakter akuifer semi tertekan, yaitu pada sumur bor SB-11, SB-33, SB-35, SB-42, SB-44, SB-47, SB-49, SB-53, SB-55, SB-60, SB- 61, SB-84, SB-90, SB-97, SB-99, dan SB-111. Ada 160

7 Analisis Karakteristik Akuifer Dan Zonasi Kuantitas Air Tanah di Dataran Kars Wonosari dan Sekitarnya, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Gambar 5. Distribusi sumur bor di daerah penelitian. Gambar 6. Scatter plot penurunan permukaan air tanah terhadap waktu pemompaan sumur bor di daerah penelitian. 29% atau tujuh data yang menunjukkan karakter akuifer tertekan, yaitu pada sumur bor SB-18, SB- 23, SB-30, SB-34, SB-37, SB-81, SB-86, dan SB Berdasarkan atas hal tersebut, maka akuifer di daerah penelitian bersifat semi tertekan dan secara lokal bersifat tertekan. Grafik semilog penurunan permukaan air tanah terhadap waktu pada akuifer semi tertekan memiliki dua karakter, yaitu kurva linier pada awal pemompaan dan kurva mendatar pada akhir pemompaan. Menurut Domenico dan Schwartz (1990), kurva linier pada awal pemompaan menunjukkan hidrolika air yang berasal dari akuifer yang dipompa, kemudian kurva mendatar pada akhir pemompaan menunjukkan adanya pengaruh bocoran lapisan akuitar. Berdasarkan atas hal tersebut, pada sistem akuifer semi tertekan memungkinkan adanya transfer dari akuifer bebas 161

8 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 7 No. 3, Desember 2016: di atasnya menuju akuifer semi tertekan melalui lapisan semikedap air (akuitar). Karakter akuifer tertekan dan semi tertekan dapat dilihat dari diagram pagar korelasi lapisan batuan dari log bor di daerah penelitian (Gambar 7). Dari gambar tersebut terlihat bahwa litologi daerah penelitian dominan berupa batugamping berlapis. Menurut Surono drr. (1992) dan Rahardjo drr. (1995), batugamping berlapis tersebut terrsusun atas kalkarenit, kalkarenit tufan, batugamping napalan, dan batu lanau. Selain itu, lapisan napal juga banyak dijumpai yang bersifat melensa dalam dimensi yang relatif luas. Lapisan napal terutama terdapat di bagian barat dan setempat di bagian timur daerah penelitian. Keberadaan lapisan napal, batugamping napalan, dan batu anau tersebut diduga yang menyebabkan akuifer di daerah penelitian bersifat semi tertekan hingga tertekan dengan karakter bersifat semikedap air (akuitar) hingga kedap air (akuiklud). Karakteristik Akuifer Data karakteristik akuifer di daerah penelitian berupa kapasitas jenis 125 sumur bor yang diperoleh dari P2AB Yogyakarta menunjukkan rentang nilai antara 0,02 hingga 60,71 l/det./m dengan ratarata geometrik 1,62 l/det./m. Berdasarkan atas jenis akuifer yang bersifat semi tertekan hingga tertekan, maka perhitungan karakteristik akuifer Gambar 7. Diagram pagar korelasi litologi pada sumur bor di daerah penelitian. Tabel 1. Nilai Transmisivitas Akuifer Berdasarkan Perhitungan Metode Jacob Straight Line dan Perhitungan Empiris Menurut Logan (1964) dalam Davies dan de Wiest (1966) No. T Jacob Stright Line (m 2 / T-estimasi Logan (m 2 / No. T Jacob Stright Line (m 2 / T-estimasi Logan (m 2 / No. T Jacob Stright Line (m 2 / T-estimasi Logan (m 2 / 1 SB ,55 9 SB-42 59,30 52,70 17 SB ,91 882,26 2 SB-18 66,42 93,81 10 SB-44 63,25 121,98 18 SB-84 42,17 51,65 3 SB , ,50 11 SB-47 15,81 10,93 19 SB , ,20 4 SB ,55 865,40 12 SB ,48 202,38 20 SB-90 9,49 10,54 5 SB ,06 372,20 13 SB ,89 642,99 21 SB-97 28,16 55,87 6 SB ,43 299,58 14 SB-55 84,34 193,95 22 SB , ,99 7 SB ,63 144,30 15 SB-60 15,81 10,54 23 SB ,76 505,33 8 SB , ,32 16 SB ,51 109,62 24 SB , ,24 162

9 Analisis Karakteristik Akuifer Dan Zonasi Kuantitas Air Tanah di Dataran Kars Wonosari dan Sekitarnya, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Gambar 8. Grafik analisis uji pemompaan menggunakan Jacob Straight Line. 163

10 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 7 No. 3, Desember 2016: Gambar 9. Scatter Plot antara nilai transmisivitas metode Jacob Straight Line dengan estimasi perhitungan empiris menurut Logan. berupa transmisivitas data uji pemompaan pada single well dapat dilakukan dengan menggunakan metode Jacob Straight Line. Hasil analisis 24 data uji pemompaan menunjukkan nilai transmisivitas akuifer di daerah penelitian berkisar antara 9,49 hingga 4301,31 m 2 /hari dengan rata-rata geometrik 234,29 m 2 /hari. Sebagian hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. Untuk mengetahui nilai transmisivitas akuifer pada sumur bor yang tidak dianalisis menggunakan metode Jacob Straight Line, digunakan estimasi perhitungan berdasarkan rumus empiris Logan. Sebelum rumus empiris tersebut digunakan, dilakukan analisis korelasi antara perhitungan nilai transmisivitas akuifer menggunakan metode Jacob Straight Line dengan estimasi nilai transmisivitas menggunakan rumus empiris Logan pada 24 sumur bor yang dianalisis dengan data uji pemompaan. Hasil perhitungan kedua cara tersebut dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan korelasinya dapat dilihat pada Gambar 9. Berdasarkan atas Scatter Plot pada Gambar 9 terlihat bahwa nilai transmisivitas berdasarkan perhitungan menggunakan metode Jacob Straight Line dengan estimasi perhitungan menggunakan rumus empiris Logan memiliki hubungan yang kuat dengan nilai korelasi R 2 = 0,918. Zonasi Kuantitas Air Tanah Data kapasitas jenis yang bersifat variatif seperti yang telah dibahas sebelumnya menunjukkan bahwa kuantitas air tanah di daerah penelitian bervariasi secara spasial. Zonasi kuantitas air tanah merupakan suatu cara yang berguna untuk memberikan gambaran mengenai kuantitas air tanah yang bervariasi secara spasial. Zonasi kuantitas air tanah tersebut dilakukan dengan cara melakukan klasifikasi spasial karakteristik akuifer berupa transmisivitas. Zonasi kuantitas air tanah berdasarkan atas nilai transmisivitas akuifer dilakukan dengan melakukan interpolasi dan ekstrapolasi nilai transmisivitas akuifer pada 125 sumur bor. Nilai transmisivitas akuifer tersebut berdasarkan atas analisis data uji pemompaan dengan metode Jacob Straight Line pada 24 sumur bor dan berdasarkan atas estimasi secara empiris menggunakan rumus Logan pada 101 sumur bor (Tabel 2). Klasifikasi kuantitas air tanah berdasarkan nilai transmisivitas akuifer dilakukan berdasarkan atas kriteria kebutuhan air tanah untuk keperluan domestik dan irigasi (US. Dept. of The Interior, 1977) seperti terlihat pada Tabel 3. Hasil perhitungan nilai transmisivitas akuifer, baik berdasarkan analisis data uji pemompaan 164

11 Analisis Karakteristik Akuifer Dan Zonasi Kuantitas Air Tanah di Dataran Kars Wonosari dan Sekitarnya, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tabel 2. Nilai Kapasitas Jenis (Sc) dan Transmisivitas Akuifer (T) Pada 125 Sumur Bor Air Tanah di Daerah Penelitian Sc (l/d/m) T (m 2 / Sc (l/d/m) T (m 2 / Sc (l/d/m) SB-1 0,140 14,76 SB-26 0,910 95,92 SB-51 3, ,82 SB-76 1, ,06 SB-101 0,480 50,60 SB-2 13, ,36 SB-27 0,660 69,57 SB-52 2, ,06 SB-77 3, ,55 SB-102 0,695 73,26 SB-3 0,120 12,65 SB-28 9, ,65 SB-53 6, ,89 SB-78 42, ,51 SB-103 6, ,48 SB-4 0,230 24,24 SB-29 3, ,09 SB-54 2, ,14 SB-79 1, ,38 SB , ,77 SB-5 0,230 24,24 SB-30 8, ,55 SB-55 1,840 84,34 SB-80 0,330 34,78 SB , ,96 SB-6 3, ,33 SB-31 0,310 32,68 SB-56 0,160 16,87 SB-81 8, ,91 SB-106 0,759 80,00 SB-7 0,260 27,41 SB-32 0,660 69,57 SB-57 4, ,69 SB-82 0,667 70,27 SB-107 9, ,60 SB-8 28, ,21 SB-33 3, ,06 SB-58 0,250 26,35 SB-83 1, ,19 SB-108 1, ,08 SB-9 3, ,85 SB-34 2, ,43 SB-59 0,280 29,51 SB-84 0,490 42,17 SB-109 3, ,35 SB-10 12, ,76 SB-35 1, ,63 SB-60 0,100 15,81 SB-85 0,371 39,15 SB-110 7, ,53 SB-11 3, ,08 SB-36 2, ,20 SB-61 1, ,51 SB-86 15, ,65 SB-111 4, ,76 SB-12 1, ,44 SB-37 60, ,31 SB-62 13, ,63 SB-87 0,080 8,43 SB-112 5, ,58 SB-13 8, ,97 SB-38 1, ,03 SB-63 11, ,74 SB-88 0,040 4,22 SB-113 2, ,21 SB-14 0,100 10,54 SB-39 10, ,16 SB-64 2, ,44 SB-89 3, ,01 SB-114 1, ,25 SB-15 1, ,76 SB-40 0,830 87,49 SB-65 5, ,15 SB-90 0,100 9,49 SB-115 7, ,67 SB-16 0,230 24,24 SB-41 2, ,41 SB-66 3, ,01 SB-91 2, ,29 SB-116 0,470 49,54 SB-17 0,200 21,08 SB-42 0,500 59,30 SB-67 0,070 7,69 SB-92 3, ,28 SB , ,37 SB-18 9,500 66,42 SB-43 0,899 94,76 SB-68 7, ,86 SB-93 1, ,84 SB-118 1, ,58 SB-19 6, ,45 SB-44 1,157 63,25 SB-69 3, ,12 SB-94 0,630 66,41 SB-119 3, ,20 SB-20 30, ,86 SB-45 19, ,13 SB-70 6, ,69 SB-95 0,080 8,43 SB-120 3, ,80 SB-21 0,200 21,08 SB-46 0,120 12,65 SB-71 2, ,79 SB-96 1, ,87 SB-121 0,040 4,22 SB-22 20, ,95 SB-47 0,104 15,81 SB-72 7, ,67 SB-97 0,530 28,16 SB-122 0,363 38,26 SB-23 24, ,10 SB-48 8, ,35 SB-73 6, ,07 SB-98 14, ,84 SB-123 0,382 40,24 SB-24 0,080 8,43 SB-49 1, ,48 SB-74 1, ,19 SB-99 27, ,57 SB-124 0,113 11,91 SB-25 1, ,73 SB-50 0,020 2,11 SB-75 0,040 4,22 SB , ,55 SB-125 0,110 11,59 T (m 2 / Sc (l/d/m) T (m 2 / Sc (l/d/m) T (m 2 / Tabel 3. Potensi Air Tanah Berdasarkan Niai Transmisivitas dan Penggunaannya (US. Dept. of The Interior, 1977) Transmisivitas (m 2 / Potensi Air Tanah Domestik Irigasi < 1 Jelek Sangat jelek 1 8 Sedang Sangat jelek 8 50 Baik Sangat jelek Sangat baik Jelek Sangat baik Sedang Sangat baik Baik > Sangat baik Sangat baik 165

12 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 7 No. 3, Desember 2016: Gambar 10. Zonasi kuantitas air tanah berdasarkan transmisivitas akuifer. maupun estimasi secara empiris pada 125 sumur bor, menunjukkan rentang nilai antara 2,11 hingga 4.434,51 m 2 /hari dengan rata-rata geometrik 166,30 m 2 /hari. Nilai transmisivitas akuifer tersebut berdasarkan kriteria kebutuhan air tanah untuk keperluan domestik dan irigasi (US. Dept. of The Interior, 1977) yang secara spasial dibagi menjadi lima zona kuantitas air tanah (Gambar 10). Zona transmisivitas 1-8 m 2 /hari merupakan zona potensi sedang untuk domestik dan sangat jelek untuk irigasi, melampar secara luas di bagian barat laut, timur, hingga selatan Dataran Kars Wonosari. Zona transmisivitas 8-50 m 2 /hari merupakan zona potensi baik untuk domestik dan sangat jelek untuk irigasi, melampar secara luas di sekitar Paliyan, Playen, sebelah utara Karangmojo, Semanu, dan sebelah barat dan timur Wonosari. Zona transmisivitas m 2 /hari merupakan zona potensi sangat baik untuk domestik dan jelek untuk irigasi, terletak di sekitar Paliyan, Wonosari, Playen, Karangmojo, Semanu, dan Ponjong. Zona transmisivitas m 2 /hari merupakan zona potensi sangat baik untuk domestik dan sedang untuk irigasi, terletak di sekitar Playen, Wonosari, dan Ponjong. Zona transmisivitas > m 2 /hari ( m 2 / merupakan zona potensi sangat baik untuk domestik dan baik untuk irigasi, terletak di sekitar sebelah timur Playen, Wonosari, dan daerah Ponjong. KESIMPULAN Karakter hidrolika permukaan air tanah terhadap waktu pemompaan menunjukkan bahwa sistem akuifer kars di dataran kars Wonosari dan sekitarnya termasuk ke dalam jenis akuifer semi tertekan hingga tertekan. Karakter tersebut kemungkinan disebabkan oleh keberadaan lapisan napal dan batugamping lempungan yang bersifat sebagai akuiklud hingga akuitar. Nilai transmisivitas akuifer pada 24 sumur bor yang menggunakan metode Jacob Straight Line memiliki korelasi yang kuat (R 2 =0,918) dengan estimasi data kapasitas jenis menggunakan rumus empiris Logan, sehingga estimasi tersebut dapat diterapkan di daerah penelitian. Transmisivitas akuifer daerah penelitian, baik berdasarkan analisis data uji pemompaan maupun hasil estimasi secara empiris, 166

13 Analisis Karakteristik Akuifer Dan Zonasi Kuantitas Air Tanah di Dataran Kars Wonosari dan Sekitarnya, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan rentang nilai antara 2,11 hingga 4.434,51 m 2 /hari dengan rata-rata geometrik 166,30 m 2 /hari. Berdasarkan kriteria untuk keperluan domestik dan irigasi, kuantitas air tanah di daerah penelitian dibagi menjadi lima zona, yaitu zona transmisivitas 1-8 m 2 /hari (sedang untuk domestik dan sangat jelek untuk irigasi), zona transmisivitas 8-50 m 2 /hari (baik untuk domestik dan sangat jelek untuk irigasi), zona transmisivitas m 2 /hari (sangat baik untuk domestik dan jelek untuk irigasi), zona transmisivitas m 2 /hari (sangat baik untuk domestik dan sedang untuk irigasi), dan zona transmisivitas >1.000 m 2 / hari (sangat baik untuk domestik dan baik untuk irigasi). Keterangan notasi; Q debit pemompaan (L 3 T -1 ) Q/Δs, Sc kapasitas jenis sumur bor (L 3 T -1 L -1 ) r c jari-jari sumur bor (L) r jarak antara sumur observasi terhadap sumur pompa (L) R jari-jari pengaruh akibat pemompaan (L) t waktu pemompaan (T) s, Δs penurunan permukaan air tanah (m) S storativitas akuifer (tanpa dimensi) T transmisivitas akuifer (L 2 T -1 ) W(u) persamaan fungsi sumur UCAPAN TERIMA KASIH Dengan terbitnya makalah ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan yang telah menfasilitasi kegiatan ini, serta rekan rekan Tim Survei Hidrogeologi Kars Kab. Gunungkidul atas kerjasama selama di lapangan. Ucapan terimakasih disampaikan pula kepada Dewan Redaksi yang telah menerbitkan tulisan ini. DAFTAR PUSTAKA Bappeda Kabupaten Gunungkidul, Penyusunan Neraca Sumberdaya Air Kabupaten Gunungkidul. Laporan Akhir, Yogyakarta. Davis, S. N.dan De Wiest, R. J. M., Hydrogeology, 1 st ed. John Wiley and Sons, New York. Domenico, P. A. dan Schwartz, F.W., 1990.Physical and Chemical Hydrogeology.John Wiley & Sons, New York. Fetter, C. W., Applied Hydrogeology, Fourth Edition. Prentice Hall, New Jersey, 598 h. Freeze, R. A. dan Cherry, J. A., Groundwater. Prentice Hall, New Jersey. Kruseman, G.P. dan de Ridder, N. A., Analysis and Evaluation of Pumping Test Data, Second Edition (Completely Revised). International Institute for Land Reclamation and Improvement, Wageningen, Netherlands. Kusumayudha, S.B., Hidrogeologi Karst dan Geometri Fraktal di Daerah Gunungsewu. Adicita Karya Nusa, Yogyakarta. Pannekoek, A.J., Outline of The Geomorphology of Java. Leiden Government Printing. Rahardjo, W., Sukandarrumidi, dan Rosidi, H.M.D.,1995. Peta Geologi Lembar Yogyakarta, skala 1: Pusat Pengembangan dan Penelitian Geologi, Bandung. Schwartz, F. W. dan Zhang, H., Fundamentals of Groundwater. John Wiley & Sons, New York. Sir MacDonald and Partners, Gunungkidul Groundwater Project Final Report: Geohydrology, Vol. 3A. Sir MacDonald dan Partners, Greater Yogyakarta Groundwater Resource Study, Volume III. Soenarto, B., Penaksiran Debit Daerah Pengaliran Gabungan Sungai Permukaan dan Bawah Permukaan Bribing Baron, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Disertasi tidak dipublikasikan, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Surono, Toha, B., Sudarno, I., dan Wiryosujono, S., Peta Geologi Lembar Surakarta-Giritontro, Jawa, skala 1: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Suyoto, Model fasies karbonat Gunung Sewu. Thesis tidak dipublikasikan, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Todd, D. K., Groundwater Hydrology, 2 nd ed. John Wiley and Sons, New York. U.S. Departement of Interior, Groundwater Manual, First Edition. United States Government Printing Office, Washington. Van Bemmelen, RW, The Geology of Indonesia, Part I General Geology. The Hague, Netherland. 167

BAB I PENDAHULUAN. khas, baik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Karst merupakan

BAB I PENDAHULUAN. khas, baik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Karst merupakan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Bentang alam karst pada umumnya memiliki karakter yang spesifik dan khas, baik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Karst merupakan bentang alam

Lebih terperinci

Studi Analisis Airtanah Pada Confined Aquifer, Unconfined Aquifer dan Half-Confined Aquifer

Studi Analisis Airtanah Pada Confined Aquifer, Unconfined Aquifer dan Half-Confined Aquifer Studi Analisis Airtanah Pada Confined Aquifer, Unconfined Aquifer dan Half-Confined Aquifer Hertalina Kilay 1,a) dan Acep Purqon 2,b) 1 Program Studi Magister Sains Komputasi, Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

Cara uji sifat hidraulik akuifer terkekang dan bebas dengan metode Jacob

Cara uji sifat hidraulik akuifer terkekang dan bebas dengan metode Jacob SNI 57:01 Standar Nasional Indonesia Cara uji sifat hidraulik akuifer terkekang dan bebas dengan metode Jacob ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 01 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

RSNI3 2527:2012 SNI. Standar Nasional Indonesia. Cara uji sifat hidraulik akuifer terkekang dan bebas dengan metode Jacob

RSNI3 2527:2012 SNI. Standar Nasional Indonesia. Cara uji sifat hidraulik akuifer terkekang dan bebas dengan metode Jacob SNI RSNI3 57:01 Standar Nasional Indonesia Cara uji sifat hidraulik akuifer terkekang dan bebas dengan metode Jacob ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional SNI 57:01 Daftar isi Daftar isi... i Prakata...

Lebih terperinci

Karakteristik Batuan Sedimen Tersier Terhadap Keterdapatan Air Tanah di Kab. Cilacap dan Kab. Banyumas, Jawa Tengah

Karakteristik Batuan Sedimen Tersier Terhadap Keterdapatan Air Tanah di Kab. Cilacap dan Kab. Banyumas, Jawa Tengah Karakteristik Batuan Sedimen Tersier Terhadap Keterdapatan Air Tanah di Kab. Cilacap dan Kab. Banyumas, Jawa Tengah Tertiary Sedimentary Rocks Characteristics to Groundwater Existence at Cilacap Regency

Lebih terperinci

Tata cara analisis dan evaluasi data uji pemompaan dengan metode Papadopulos Cooper

Tata cara analisis dan evaluasi data uji pemompaan dengan metode Papadopulos Cooper Standar Nasional Indonesia Tata cara analisis dan evaluasi data uji pemompaan dengan metode Papadopulos Cooper ICS 13.060.10 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan penting pada pemenuhan kebutuhan makhluk hidup untuk berbagai keperluan. Suplai air tersebut dapat

Lebih terperinci

Karakteristik Hidrolika Batuan Sedimen Tersier Berdasarkan Analisis Uji Pemompaan di Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah

Karakteristik Hidrolika Batuan Sedimen Tersier Berdasarkan Analisis Uji Pemompaan di Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah Karakteristik Hidrolika Batuan Sedimen Tersier Berdasarkan Analisis Uji Pemompaan di Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah Hydraulic Characteristics of Tertiary Sedimentary Rocks

Lebih terperinci

Penentuan Zonasi Kawasan Imbuhan Cekungan Air Tanah (CAT) Subang yang ada di Wilayah Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat

Penentuan Zonasi Kawasan Imbuhan Cekungan Air Tanah (CAT) Subang yang ada di Wilayah Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Penentuan Zonasi Kawasan Imbuhan Cekungan Air Tanah (CAT) Subang yang ada di Wilayah Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat 1 Ahmad Komarudin, 2 Yunus Ashari

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERADAAN DAN KETERSEDIAAN AIR TANAH BERDASARKAN PETA HIDROGEOLOGI DAN CEKUNGAN AIR TANAH DI KOTA MAGELANG

ANALISIS KEBERADAAN DAN KETERSEDIAAN AIR TANAH BERDASARKAN PETA HIDROGEOLOGI DAN CEKUNGAN AIR TANAH DI KOTA MAGELANG Vol 1, No.2 2017 p. 01-08 ANALISIS KEBERADAAN DAN KETERSEDIAAN AIR TANAH BERDASARKAN PETA HIDROGEOLOGI DAN CEKUNGAN AIR TANAH DI KOTA MAGELANG Puji Pratiknyo Jurusan Teknik Geologi FTM UPN Veteran Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan mutlak bagi seluruh kehidupan di bumi. Air juga merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Tetapi saat ini, ketidakseimbangan

Lebih terperinci

Tata cara analisis data pengujian surutan bertahap pada sumur uji atau sumur produksi dengan metode Hantush-Bierschenk

Tata cara analisis data pengujian surutan bertahap pada sumur uji atau sumur produksi dengan metode Hantush-Bierschenk Standar Nasional Indonesia SNI 8061:2015 Tata cara analisis data pengujian surutan bertahap pada sumur uji atau sumur produksi dengan metode Hantush-Bierschenk ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Pertambangan, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta 2

Jurusan Teknik Pertambangan, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta   2 Estimasi Kekuatan Batugamping Dengan Menggunakan Schmidt Hammer Tipe L Pada Daerah Prospek Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta R. Andy Erwin

Lebih terperinci

Seminar Nasional ke-2: Sains, Rekayasa & Teknologi UPH Rabu - Kamis, Mei 2017, Gedung D, Kampus UPH Karawaci, Tangerang

Seminar Nasional ke-2: Sains, Rekayasa & Teknologi UPH Rabu - Kamis, Mei 2017, Gedung D, Kampus UPH Karawaci, Tangerang Seminar Nasional ke-2: Sains, Rekayasa & Teknologi UPH - 2017 Rabu - Kamis, 17-18 Mei 2017, Gedung D, Kampus UPH Karawaci, Tangerang ANALISIS PARAMETER HIDROGEOLOGI DENGAN BEBERAPA METODE KONVENSIONAL

Lebih terperinci

GEOMETRI AKUIFER BERDASARKAN DATA GEOLISTRIK DAN SUMUR PEMBORAN DI DAERAH JASINGA, KECAMATAN JASINGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

GEOMETRI AKUIFER BERDASARKAN DATA GEOLISTRIK DAN SUMUR PEMBORAN DI DAERAH JASINGA, KECAMATAN JASINGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT GEOMETRI AKUIFER BERDASARKAN DATA GEOLISTRIK DAN SUMUR PEMBORAN DI DAERAH JASINGA, KECAMATAN JASINGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Febriwan Mohamad, Undang Mardiana, Yuyun Yuniardi, M. Kurniawan Alfadli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disebutkan oleh Surono, dkk (1992), penyusun Formasi Wonosari-Punung berupa

BAB I PENDAHULUAN. Disebutkan oleh Surono, dkk (1992), penyusun Formasi Wonosari-Punung berupa BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Formasi Wonosari-Punung secara umum tersusun oleh batugamping. Disebutkan oleh Surono, dkk (1992), penyusun Formasi Wonosari-Punung berupa batugamping, batugamping

Lebih terperinci

Gambar 3 Hidrostratigrafi cekungan airbumi Jakarta (Fachri M, Lambok MH dan Agus MR 2002)

Gambar 3 Hidrostratigrafi cekungan airbumi Jakarta (Fachri M, Lambok MH dan Agus MR 2002) 5 termasuk wilayah daratan Kepulauan Seribu yang tersebar di Teluk Jakarta (Turkandi et al 1992). Secara geografis, wilayah Jakarta terletak antara 5 o 19 12 6 o 23 54 LS dan 106 o 22 42 106 o 58 18 BT.

Lebih terperinci

2.2 PENENTUAN BATAS CEKUNGAN AIR TANAH

2.2 PENENTUAN BATAS CEKUNGAN AIR TANAH 2.2 PENENTUAN BATAS CEKUNGAN AIR TANAH 1. PENDAHULUAN Pengelolaan air tanah yang terbaik didasarkan pada cekungan air tanah. Secara alamiah cekungan air tanah dibatasi oleh batas hidrogeologi yang dikontrol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang bukan hanya dalam hal kuantitas, namun juga terkait kualitas

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang bukan hanya dalam hal kuantitas, namun juga terkait kualitas PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Air merupakan kebutuhan utama setiap makhluk hidup, terutama air tanah. Kebutuhan manusia yang besar terhadap air tanah mendorong penelitian

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Cekungan. Air Tanah. Penyusunan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Cekungan. Air Tanah. Penyusunan. Pedoman. No.190, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Cekungan. Air Tanah. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR:

Lebih terperinci

BAB 4 PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TANAH KASUS WILAYAH JABODETABEK

BAB 4 PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TANAH KASUS WILAYAH JABODETABEK BAB 4 PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TANAH KASUS WILAYAH JABODETABEK Tujuan utama dari pemanfaatan air tanah adalah sebagai cadangan, untuk memenuhi kebutuhan air bersih jika air permukaan sudah tidak memungkinkan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK AIR TANAH DI KECAMATAN TAMANSARI KOTA TASIKMALAYA

KARAKTERISTIK AIR TANAH DI KECAMATAN TAMANSARI KOTA TASIKMALAYA J. Tek. Ling. Vol. 8 No. 3 Hal. 197-206 Jakarta, September 2007 ISSN 1441-318X KARAKTERISTIK AIR TANAH DI KECAMATAN TAMANSARI KOTA TASIKMALAYA Agung Riyadi dan Kusno Wibowo Peneliti di Pusat Teknologi

Lebih terperinci

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA PENGARUH KARAKTERISTIK LITOLOGI TERHADAP LAJU INFILTRASI, STUDI KASUS DAERAH NGALANG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN GEDANGSARI, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Ading Tri Yangga * Wawan Budianta

Lebih terperinci

ZONASI POTENSI AIRTANAH KOTA SURAKARTA, JAWA TENGAH

ZONASI POTENSI AIRTANAH KOTA SURAKARTA, JAWA TENGAH ZONASI POTENSI AIRTANAH KOTA SURAKARTA, JAWA TENGAH Thomas Triadi Putranto 1* Dian Agus Widiarso 1 Muhammad Irfa Udin 1 1 Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Jalan Prof.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kompleks Pegunungan Selatan berdasarkan pembagian fisiografi pulau Jawa menurut Van Bemmelen (1949) dibagi menjadi beberapa zona diantaranya, Baturagung Range, Panggung

Lebih terperinci

Studi Hidrogeologi dan Identifikasi Intrusi Air asin pada Airtanah di Daerah Samas, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Studi Hidrogeologi dan Identifikasi Intrusi Air asin pada Airtanah di Daerah Samas, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ketika kesetimbangan neraca air suatu daerah terganggu, maka terjadi pergeseran pada siklus hidrologi yang terdapat di daerah tersebut. Pergeseran tersebut dapat terjadi

Lebih terperinci

GEOHIDROLOGI PENGUATAN KOMPETENSI GURU PEMBINA OSN SE-ACEH 2014 BIDANG ILMU KEBUMIAN

GEOHIDROLOGI PENGUATAN KOMPETENSI GURU PEMBINA OSN SE-ACEH 2014 BIDANG ILMU KEBUMIAN GEOHIDROLOGI PENGUATAN KOMPETENSI GURU PEMBINA OSN SE-ACEH 2014 BIDANG ILMU KEBUMIAN Pengertian o Potamologi Air permukaan o o o Limnologi Air menggenang (danau, waduk) Kriologi Es dan salju Geohidrologi

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK AKUIFER BERDASARKAN PENDUGAAN GEOLISTRIK DI PESISIR KABUPATEN CILACAP JAWA TENGAH

ANALISIS KARAKTERISTIK AKUIFER BERDASARKAN PENDUGAAN GEOLISTRIK DI PESISIR KABUPATEN CILACAP JAWA TENGAH ANALISIS KARAKTERISTIK AKUIFER BERDASARKAN PENDUGAAN GEOLISTRIK DI PESISIR KABUPATEN CILACAP JAWA TENGAH Setyawan Purnama 1, Erik Febriarta 2, Ahmad Cahyadi 3, Nurul Khakhim 4, Lili Ismangil 5 dan Hari

Lebih terperinci

lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini

lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Pegunungan Selatan Jawa Timur dan Jawa Barat merupakan bagian dari lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian

Lebih terperinci

PROYEKSI KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN AIR INDUSTRI DI KABUPATEN TANGERANG

PROYEKSI KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN AIR INDUSTRI DI KABUPATEN TANGERANG PROYEKSI KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN AIR INDUSTRI DI KABUPATEN TANGERANG Puji Pratiknyo Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, UPN Veteran Yogyakarta Jl. SWK 104 Condongcatur Yogyakarta

Lebih terperinci

PENENTUAN ZONA KONSERVASI CEKUNGAN AIR TANAH WATES, KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PENENTUAN ZONA KONSERVASI CEKUNGAN AIR TANAH WATES, KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENENTUAN ZONA KONSERVASI CEKUNGAN AIR TANAH WATES, KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Heru Hendrayana 1* Rezha Ramadhika 2 1,2 Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR S A R I Oleh : Sjaiful Ruchiyat, Arismunandar, Wahyudin Direktorat Geologi Tata Lingkungan Daerah penyelidikan hidrogeologi Cekungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), kepadatan penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta terutama di Kabupaten Sleman mencapai 1.939 jiwa/km 2. Di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Daerah Penelitian Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara geografis, daerah penelitian terletak dalam selang koordinat: 6.26-6.81

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III TEORI DASAR Lereng repository.unisba.ac.id. Halaman

DAFTAR ISI. BAB III TEORI DASAR Lereng repository.unisba.ac.id. Halaman DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN SARI... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR GRAFIK... xi DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: Vol. 6 No. 1 Agustus 2013

JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: Vol. 6 No. 1 Agustus 2013 POTENSI AKUIFER DAERAH DESA KARANGMOJO KECAMATAN WERU KABUPATEN SUKOHARJO PROPINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN DATA GEOLISTRIK Fivry Wellda Maulana 1 1 Jurusan Teknik Geologi, Institut Sains & Teknologi AKPRIND

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Geometri Akuifer dan Potensi Sumberdaya Airtanah di PT Charoen Pokphand Indonesia, Desa Cikasungka Kecamatan Cikancung, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Manusia merupakan mahluk hidup yang memiliki hubungan yang erat dengan lingkungan. Manusia akan memanfaatkan Sumberdaya yang ada di Lingkungan. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah 15 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Daerah Bangunjiwo yang merupakan lokasi ini, merupakan salah satu desa di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Yogyakarta,

Lebih terperinci

PENENTUAN POTENSI AIR TANAH DENGAN METODE PUMPING TEST

PENENTUAN POTENSI AIR TANAH DENGAN METODE PUMPING TEST PENENTUAN POTENSI AIR TANAH DENGAN METODE PUMPING TEST F. Weni 1, Juandi 2, G. Moriza 3 1 Mahasiswa Program S1 Fisika FMIPA-UR 2 Dosen Jurusan Fisika FMIPA-UR 3 Staf Dinas Pertambangan dan Energi Kota

Lebih terperinci

Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti, M.Sc. Teknik Geologi

Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti, M.Sc. Teknik Geologi Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti, M.Sc. Sistem Hidrogeologi disusun oleh: Sistem Akifer Sistem Airtanah SISTEM AKUIFER, Terdiri dari: - LAPISAN PEMBAWA AIR LAPISAN ALAS KEDAP AIR LAPISAN PENYEKAT (TIDAK HARUS

Lebih terperinci

PEMETAAN POTENSI AIRTANAH DALAM MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK DI KABUPATEN PONOROGO SEBAGAI ANTISPASI BENCANA KEKERINGAN

PEMETAAN POTENSI AIRTANAH DALAM MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK DI KABUPATEN PONOROGO SEBAGAI ANTISPASI BENCANA KEKERINGAN PEMETAAN POTENSI AIRTANAH DALAM MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK DI KABUPATEN PONOROGO SEBAGAI ANTISPASI BENCANA KEKERINGAN Sorja Koesuma, Sulastoro, Sarjoko Lelono, dan Agus Prijadi Saido Pusat Studi Bencana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sumberdaya air bawah tanah merupakan sumberdaya yang vital dan strategis, karena menyangkut kebutuhan pokok hajat hidup orang banyak dalam berbagai aktivitas masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak pada bagian utara gawir Pegunungan Selatan (lihat Gambar 1.1).

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak pada bagian utara gawir Pegunungan Selatan (lihat Gambar 1.1). BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kompleks Struktur Geologi Trembono terdapat pada Perbukitan Nampurejo yang terletak pada bagian utara gawir Pegunungan Selatan (lihat Gambar 1.1). Sumosusastro (1956)

Lebih terperinci

Kondisi dan Potensi Dampak Pemanfaatan Air Tanah di Kabupaten Sumenep ABSTRAK

Kondisi dan Potensi Dampak Pemanfaatan Air Tanah di Kabupaten Sumenep ABSTRAK Jurnal APLIKASI Volume 6, Nomor 1, Pebruari 2009 Kondisi dan Potensi Dampak Pemanfaatan Air Tanah di Kabupaten Sumenep Hendra Wahyudi Staf pengajar Program Studi Diploma Teknik Sipil FTSP ITS ABSTRAK Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Judul Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Judul Penelitian I.1. Judul Penelitian BAB I PENDAHULUAN Litostratigrafi dan Dinamika Sedimentasi Batuan di Gunung Temas, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah I.2. Latar Belakang Masalah Perbukitan Jiwo,

Lebih terperinci

POTENSI AKUIFER DAERAH DESA WATUBONANG KECAMATAN TAWANGSARI KABUPATEN SUKOHARJO PROPINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN DATA GEOLISTRIK

POTENSI AKUIFER DAERAH DESA WATUBONANG KECAMATAN TAWANGSARI KABUPATEN SUKOHARJO PROPINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN DATA GEOLISTRIK POTENSI AKUIFER DAERAH DESA WATUBONANG KECAMATAN TAWANGSARI KABUPATEN SUKOHARJO PROPINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN DATA GEOLISTRIK Fivry Wellda Maulana Jurusan Teknik Geologi,, IST. AKPRIND Yogyakarta Abstrak

Lebih terperinci

KIMIA AIR TANAH DI CEKUNGAN AIR TANAH MAGELANG-TEMANGGUNG BAGIAN BARAT, KABUPATEN TEMANGGUNG DAN MAGELANG, PROVINSI JAWA TENGAH

KIMIA AIR TANAH DI CEKUNGAN AIR TANAH MAGELANG-TEMANGGUNG BAGIAN BARAT, KABUPATEN TEMANGGUNG DAN MAGELANG, PROVINSI JAWA TENGAH KIMIA AIR TANAH DI CEKUNGAN AIR TANAH MAGELANGTEMANGGUNG BAGIAN BARAT, KABUPATEN TEMANGGUNG DAN MAGELANG, PROVINSI JAWA TENGAH Syera Afita Ratna *, Doni Prakasa Eka Putra, I Wayan Warmada Penulis Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Rencana pengembangan kawasan pantai selatan Pulau Jawa yang membentang dari Jawa Timur sampai Jawa Barat, tentu akan memberi dampak perkembangan penduduk di daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi terhadap sumberdaya air khususnya air tanah, maka menjaga kualitas, kuantitas dan kontinuitas air tanah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat komersial seperti kegiatan industri, pertanian, perkantoran, perhotelan,

BAB I PENDAHULUAN. bersifat komersial seperti kegiatan industri, pertanian, perkantoran, perhotelan, 2 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa air merupakan zat yang sangat penting bagi manusia. Salah satu sumber air untuk memenuhi kebutuhan manusia adalah air tanah, baik untuk

Lebih terperinci

POTENSI AIRTANAH DI CEKUNGAN AIRTANAH (CAT) PALU BERDASARKAN SATUAN HIDROMORFOLOGI DAN HIDROGEOLOGI. Zeffitni *)

POTENSI AIRTANAH DI CEKUNGAN AIRTANAH (CAT) PALU BERDASARKAN SATUAN HIDROMORFOLOGI DAN HIDROGEOLOGI. Zeffitni *) POTENSI AIRTANAH DI CEKUNGAN AIRTANAH (CAT) PALU BERDASARKAN SATUAN HIDROMORFOLOGI DAN HIDROGEOLOGI Zeffitni *) Abstrak : Potensi airtanah pada setiap satuan hidromorfologi dan hidrogeologi ditentukan

Lebih terperinci

Kondisi dan Potensi Dampak Pemanfaatan Air Tanah di Kabupaten Bangkalan ABSTRAK

Kondisi dan Potensi Dampak Pemanfaatan Air Tanah di Kabupaten Bangkalan ABSTRAK Volume 7, Nomor 1, Agustus 2009 Jurnal APLIKASI Kondisi dan Potensi Dampak Pemanfaatan Air Tanah di Kabupaten Bangkalan Hendra Wahyudi Staf pengajar Program Studi Diploma Teknik Sipil FTSP ITS ABSTRAK

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

HIDROGEOLOGI DAN POTENSI AIR TANAH UNTUK PERTANIAN DI DATARAN WAEAPU, PULAU BURU, MALUKU

HIDROGEOLOGI DAN POTENSI AIR TANAH UNTUK PERTANIAN DI DATARAN WAEAPU, PULAU BURU, MALUKU Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 21 No. 1 April 2011: 13 22 HIDROGEOLOGI DAN POTENSI AIR TANAH UNTUK PERTANIAN DI DATARAN WAEAPU, PULAU BURU, MALUKU Taat Setiawan

Lebih terperinci

Model Hydrogeology for Conservation Zone in Jatinangor using Physical and Chemical Characteristic of Groundwater

Model Hydrogeology for Conservation Zone in Jatinangor using Physical and Chemical Characteristic of Groundwater Model Hydrogeology for Conservation Zone in Jatinangor using Physical and Chemical Characteristic of Groundwater Abstract Jatinangor district is located at foot of Manglayang Mountain. The growth of population

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PETA... INTISARI... ABSTRACT... i ii iii iv

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kaolin merupakan massa batuan yang tersusun dari mineral lempung dengan kandungan besi yang rendah, memiliki komposisi hidrous aluminium silikat (Al2O3.2SiO2.2H2O)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dari tekanan atmosfer. Dari seluruh air tawar yang terdapat di bumi,

BAB I PENDAHULUAN. besar dari tekanan atmosfer. Dari seluruh air tawar yang terdapat di bumi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Airtanah adalah air yang terdapat pada lapisan akuifer di bawah permukaan tanah pada zona jenuh air pada tekanan hidrostatis sama atau lebih besar dari tekanan atmosfer.

Lebih terperinci

PEMETAAN POTENSI AIRTANAH DI DAS JUWET KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PEMETAAN POTENSI AIRTANAH DI DAS JUWET KABUPATEN GUNUNGKIDUL PEMETAAN POTENSI AIRTANAH DI DAS JUWET KABUPATEN GUNUNGKIDUL Ahmad Cahyadi 1, Abdur Rofi 2 dan Rika Harini 3 1 Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, ahmadcahyadi@geo.ugm.ac.id

Lebih terperinci

Ahli Hidrogeologi Muda. Ahli Hidrogeologi Tingkat Muda. Tenaga ahli yang mempunyai keahlian dalam Hidrogeologi Tingkat Muda

Ahli Hidrogeologi Muda. Ahli Hidrogeologi Tingkat Muda. Tenaga ahli yang mempunyai keahlian dalam Hidrogeologi Tingkat Muda Ahli Hidrogeologi Muda Ahli Hidrogeologi Tingkat Muda Tenaga ahli yang mempunyai keahlian dalam Hidrogeologi Tingkat Muda Sub Kompetensi 1. Mampu melakukan inventarisasi dan penyusunan data base air tanah

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. Hidrogeologi adalah bagian dari hidrologi (sub-surface hydrology) yang

BAB III TEORI DASAR. Hidrogeologi adalah bagian dari hidrologi (sub-surface hydrology) yang BAB III TEORI DASAR 3.1 Hidrogeologi Hidrogeologi adalah bagian dari hidrologi (sub-surface hydrology) yang mempelajari distribusi dan gerakan aliran air di dalam tanah/batuan pada bagian kerak bumi dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. HALAMAN PERNYATAAN... v. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. HALAMAN PERNYATAAN... v. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii HALAMAN PERNYATAAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xii SARI... xiv ABSTRACT... xv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di bumi, air yang berada di wilayah jenuh di bawah air permukaan tanah secara global, kira-kira sejumlah 1,3 1,4 milyard km3 air: 97,5 % adalah airlaut 1,75 % berbentuk

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan jumlah penduduk dan industri pada CAT Karanganyar-Boyolali

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan jumlah penduduk dan industri pada CAT Karanganyar-Boyolali 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang CAT Karanganyar-Boyolali merupakan cekungan airtanah terbesar di Jawa Tengah, dengan luasan cekungan sebesar 3.899 km 2, dengan potensi airtanah yang sangat melimpah.

Lebih terperinci

STUDI GEOLOGI TEKNIK RENCANA BENDUNG KARANG KECAMATAN PATUK, KABUPATEN GUNUNGKIDUL

STUDI GEOLOGI TEKNIK RENCANA BENDUNG KARANG KECAMATAN PATUK, KABUPATEN GUNUNGKIDUL Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1, No. 2, Juli 2008 STUDI GEOLOGI TEKNIK RENCANA BENDUNG KARANG KECAMATAN PATUK, KABUPATEN GUNUNGKIDUL Puji Pratiknyo Jurusan Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta SARI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Lokasi Penelitian di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah

Gambar 1.1. Lokasi Penelitian di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Penelitian ini dilakukan di daerah Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Lokasi ini dipilih karena secara geologi lokasi ini sangat menarik. Pada lokasi ini banyak dijumpainya

Lebih terperinci

POTENSI AIR TANAH DI PULAU MADURA

POTENSI AIR TANAH DI PULAU MADURA POTENSI AIR TANAH DI PULAU MADURA HENDRA WAHYUDI Dosen Diploma Teknik Sipil FTSP ITS ABSTRAK Jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Madura telah diresmikan oleh bapak presiden, pada

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB II DASAR TEORI DAN METODOLOGI PENELITIAN 4 BAB II DASAR TEORI DAN METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Deskripsi ABT (Air Bawah Tanah) Keberadaan ABT (Air Bawah Tanah) sangat tergantung besarnya curah hujan dan besarnya air yang dapat meresap kedalam tanah.

Lebih terperinci

ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG

ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG ABSTRAK Anis Kurniasih, ST., MT. 1, Ikhwannur Adha, ST. 2 1 Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang,

Lebih terperinci

KONTRUKSI SUMUR BOR AIRTANAH DALAM PADA SUMUR X DESA NYEMOK, KECAMATAN BRINGIN, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH

KONTRUKSI SUMUR BOR AIRTANAH DALAM PADA SUMUR X DESA NYEMOK, KECAMATAN BRINGIN, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH KONTRUKSI SUMUR BOR AIRTANAH DALAM PADA SUMUR X DESA NYEMOK, KECAMATAN BRINGIN, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH Gilang Cempaka Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING DI DAERAH NGLIPAR, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GEOLOGI DAN KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING DI DAERAH NGLIPAR, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GEOLOGI DAN KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING DI DAERAH NGLIPAR, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Kesarjanaan Strata Satu,

Lebih terperinci

DELINEASI KELURUSAN MORFOLOGI SEBAGAI DASAR UNTUK MENENTUKAN ZONA POTENSI RESAPAN MATA AIR KARS DI DAERAH LUWUK, SULAWESI TENGAH

DELINEASI KELURUSAN MORFOLOGI SEBAGAI DASAR UNTUK MENENTUKAN ZONA POTENSI RESAPAN MATA AIR KARS DI DAERAH LUWUK, SULAWESI TENGAH Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) DELINEASI KELURUSAN MORFOLOGI SEBAGAI DASAR UNTUK MENENTUKAN ZONA POTENSI RESAPAN MATA AIR KARS DI DAERAH LUWUK, SULAWESI TENGAH Taat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Airtanah adalah semua air yang terdapat pada lapisan pengandung air (akuifer) di bawah permukaan tanah, termasuk mataair yang muncul di permukaan tanah. Peranan airtanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air

BAB I PENDAHULUAN. butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Airtanah merupakan air yang tersimpan dan mengalir dalam ruang antar butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air bersih. Badan Pusat

Lebih terperinci

ANALISIS HIDROKIMIA UNTUK INTERPRETASI SISTEM HIDROGEOLOGI DAERAH KARS

ANALISIS HIDROKIMIA UNTUK INTERPRETASI SISTEM HIDROGEOLOGI DAERAH KARS ANALISIS HIDROKIMIA UNTUK INTERPRETASI SISTEM HIDROGEOLOGI DAERAH KARS Taat Setiawan, Deny Juanda P., Budi Brahmantyo, dan D. Erwin Irawan Pusat Lingkungan Geologi, Badan Geologi, DESDM, Jln. Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi air di bumi terdiri atas 97,2% air laut, 2,14% berupa es di kutub, airtanah dengan kedalaman 4.000 meter sejumlah 0,61%, dan 0,0015% air pemukaan (Fetter, 2000).

Lebih terperinci

Pascalia Vinca Alvando 1* Achmad Darul 2 Dasapta Erwin Irawan 3 1. Mahasiswi Sarjana Institut Teknologi dan Sains Bandung 2

Pascalia Vinca Alvando 1* Achmad Darul 2 Dasapta Erwin Irawan 3 1. Mahasiswi Sarjana Institut Teknologi dan Sains Bandung 2 PEMODELAN DAMPAK PEMASANGAN INCLINED DRAIN HOLE PADA WALL PIT PT XXX TERHADAP PENURUNAN MUKA AIRTANAH Pascalia Vinca Alvando 1* Achmad Darul 2 Dasapta Erwin Irawan 3 1 Mahasiswi Sarjana Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA)

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA) ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA) Nandian Mareta 1 dan Puguh Dwi Raharjo 1 1 UPT. Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Jalan Kebumen-Karangsambung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cekungan airtanah Karanganyar - Boyolali merupakan salah satu cekungan airtanah yang terletak di Provinsi Jawa Tengah. Luas cekungan ini menurut Keppres No.26 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Airtanah merupakan sumber daya penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sebagai sumber pasokan air, airtanah memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

PREDIKSI PENURUNAN MUKA AIR TANAH AKIBAT PEMOMPAAN DI DAERAH JOGONALAN KLATEN JAWA TENGAH

PREDIKSI PENURUNAN MUKA AIR TANAH AKIBAT PEMOMPAAN DI DAERAH JOGONALAN KLATEN JAWA TENGAH Seminar Nasional Informatika 2012 (semnasif 2012) ISSN: 1979-23 PREDIKSI PENURUNAN MUKA AIR TANAH AKIBAT PEMOMPAAN DI DAERAH JOGONALAN KLATEN JAWA TENGAH Lanjar Sudarto Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI ZONA CAVITY LAYER TERHADAP KEKUATAN BATUAN PADA TAMBANG KUARI BATUGAMPING DI DAERAH SALE KABUPATEN REMBANG

ANALISIS KONDISI ZONA CAVITY LAYER TERHADAP KEKUATAN BATUAN PADA TAMBANG KUARI BATUGAMPING DI DAERAH SALE KABUPATEN REMBANG ANALISIS KONDISI ZONA CAVITY LAYER TERHADAP KEKUATAN BATUAN PADA TAMBANG KUARI BATUGAMPING DI DAERAH SALE KABUPATEN REMBANG R. Andy Erwin Wijaya. 1,2, Dwikorita Karnawati 1, Srijono 1, Wahyu Wilopo 1 1)

Lebih terperinci

HIDROGEOLOGI DAERAH RENCANA PENAMBANGAN BATUBARA OPEN- PIT PT. BHARINTO EKATAMA KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

HIDROGEOLOGI DAERAH RENCANA PENAMBANGAN BATUBARA OPEN- PIT PT. BHARINTO EKATAMA KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR HIDROGEOLOGI DAERAH RENCANA PENAMBANGAN BATUBARA OPEN- PIT PT. BHARINTO EKATAMA KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Maharani Krismawarantika 1*, Shalaho Dina Devy 1, Koeshadi Sasmito 1 Program

Lebih terperinci

mengakibatkan Kabupaten Gunungkidul dikatakan sebagai daerah miskin air dan bencana kekeringan menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh

mengakibatkan Kabupaten Gunungkidul dikatakan sebagai daerah miskin air dan bencana kekeringan menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang memiliki ibukota Wonosari. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul sebesar

Lebih terperinci

Cyclus hydrogeology

Cyclus hydrogeology Hydrogeology Cyclus hydrogeology Siklus hidrogeologi Geohidrologi Secara definitif dapat dikatakan merupakan suatu studi dari interaksi antara kerja kerangka batuan dan air tanah. Dalam prosesnya, studi

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR )

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR ) PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR ) KEGIATAN KEGIATAN PENYUSUNAN ZONA PEMANFAATAN DAN KONSERVASI AIR TANAH PADA CEKUNGAN AIR TANAH (CAT) DI JAWA TENGAH DINAS

Lebih terperinci

PEMETAAN BAHAYA AMBLESAN DI DAERAH KARST KECAMATAN SEMANU, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMETAAN BAHAYA AMBLESAN DI DAERAH KARST KECAMATAN SEMANU, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMETAAN BAHAYA AMBLESAN DI DAERAH KARST KECAMATAN SEMANU, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA C. P. Widyaningtyas 1, Doni Prakasa Eka Putra 1* 1 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH

GAMBARAN UMUM WILAYAH 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH 3.1. Batas Administrasi dan Luas Wilayah Kabupaten Sumba Tengah merupakan pemekaran dari Kabupaten Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dibentuk berdasarkan UU no.

Lebih terperinci

STUDI KERENTANAN AIRTANAH TERHADAP PEMOMPAAN DI KOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH

STUDI KERENTANAN AIRTANAH TERHADAP PEMOMPAAN DI KOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH STUDI KERENTANAN AIRTANAH TERHADAP PEMOMPAAN DI KOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH Putranto, T.T. *, M. Imam A.W., Dian A.W. Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro JL. Prof.

Lebih terperinci

Zonasi Potensi Pencemaran Bahan Bakar Minyak terhadap Airtanah Bebas (Studi Kasus SPBU Yogyakarta)

Zonasi Potensi Pencemaran Bahan Bakar Minyak terhadap Airtanah Bebas (Studi Kasus SPBU Yogyakarta) Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 4, Nomor 2, Juni 2012, Halaman 114 124 ISSN: 2085 1227 Zonasi Potensi Pencemaran Bahan Bakar Minyak terhadap Airtanah Bebas (Studi Kasus SPBU 44.552.10 Yogyakarta)

Lebih terperinci

POTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA

POTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA POTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA Imam Fajri D. 1, Mohamad Sakur 1, Wahyu Wilopo 2 1Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

PERHITUNGAN NILAI KONDUKTIVITAS HIDROLIK AKUIFER MELALUI UJI PEMOMPAAN DENGAN METODE THIEM DI LEUWIKOPO, DRAMAGA, BOGOR MUHAMMAD MAULDY BHAGYA

PERHITUNGAN NILAI KONDUKTIVITAS HIDROLIK AKUIFER MELALUI UJI PEMOMPAAN DENGAN METODE THIEM DI LEUWIKOPO, DRAMAGA, BOGOR MUHAMMAD MAULDY BHAGYA 1 PERHITUNGAN NILAI KONDUKTIVITAS HIDROLIK AKUIFER MELALUI UJI PEMOMPAAN DENGAN METODE THIEM DI LEUWIKOPO, DRAMAGA, BOGOR MUHAMMAD MAULDY BHAGYA DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terhadap barang ini pun kian meningkat seiring bertambahnya jumlah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terhadap barang ini pun kian meningkat seiring bertambahnya jumlah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan kebutuhan terhadap barang ini pun kian meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk di suatu

Lebih terperinci

PERSPEKTIF HIDROLOGIS DAN STRUKTUR BAWAH TANAH DALAM MITIGASI BENCANA MATA AIR REKAHAN

PERSPEKTIF HIDROLOGIS DAN STRUKTUR BAWAH TANAH DALAM MITIGASI BENCANA MATA AIR REKAHAN PERSPEKTIF HIDROLOGIS DAN STRUKTUR BAWAH TANAH DALAM MITIGASI BENCANA MATA AIR REKAHAN Arhananta, Faishal Arkhanuddin, dan Muhammad Dzulfikar Faruqi UPN VETERAN YOGYAKARTA, Jalan SWK No. 104 (Lingkar Utara)

Lebih terperinci

LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor : 1451 K/10/MEM/2000 Tanggal : 3 November 2000

LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor : 1451 K/10/MEM/2000 Tanggal : 3 November 2000 LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor : 1451 K/10/MEM/2000 Tanggal : 3 November 2000 PEDOMAN TEKNIS EVALUASI POTENSI AIR BAWAH TANAH I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran sumberdaya

Lebih terperinci

Penyelidikan potensi air tanah skala 1: atau lebih besar

Penyelidikan potensi air tanah skala 1: atau lebih besar Standar Nasional Indonesia Penyelidikan potensi air tanah skala 1:100.000 atau lebih besar ICS 13.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir mahasiswa merupakan suatu tahap akhir yang wajib ditempuh untuk mendapatkan gelar kesarjanaan strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

Lebih terperinci