KIMIA AIR TANAH DI CEKUNGAN AIR TANAH MAGELANG-TEMANGGUNG BAGIAN BARAT, KABUPATEN TEMANGGUNG DAN MAGELANG, PROVINSI JAWA TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KIMIA AIR TANAH DI CEKUNGAN AIR TANAH MAGELANG-TEMANGGUNG BAGIAN BARAT, KABUPATEN TEMANGGUNG DAN MAGELANG, PROVINSI JAWA TENGAH"

Transkripsi

1 KIMIA AIR TANAH DI CEKUNGAN AIR TANAH MAGELANGTEMANGGUNG BAGIAN BARAT, KABUPATEN TEMANGGUNG DAN MAGELANG, PROVINSI JAWA TENGAH Syera Afita Ratna *, Doni Prakasa Eka Putra, I Wayan Warmada Penulis Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Jl.Grafika No.2 Kampus UGM, Yogyakarta Indonesia Telp. (0274) Fax (0274) *corresponding author: syera_afita@yahoo.com ABSTRAK Cekungan Air Tanah (CAT) Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah administrasi di Kabupaten Temanggung, Kabupaten dan Kota Magelang. Penelitian kandungan kimia air tanah pada CAT MagelangTemanggung menjadi objek penelitian yang menarik karena daerah tangkapan airnya bersumber dari Gunungapi Sindoro dan Sumbing pada bagian barat sedangkan bagian timur bersumber dari Gunungapi Merapi dan Merbabu yang masingmasing dapat memberikan kontribusi terhadap kandungan kimia air tanah pada CAT MagelangTemanggung karena pengaruh variasi litologinya. Untuk membuktikan keterkaitan kimia air tanah dengan litologi daerah penelitian,dilakukan observasi geologi dan hidrogeologi serta pengambilan sampel batuan dan air tanah pada beberapa mata air dan sumur gali. Hasil pengujian sampel kandungan kimia air tanah menunjukkan bahwa tipe kimia air tanah yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari 3 tipe air tanah, yaitu: (1) Ca 2+ Na + HCO 3, (2) Ca 2+ Mg 2+ HCO 3, dan (3) Ca 2+ Cl. Berdasarkan data petrografi dan XRF (XRay Flourescence) menunjukkan bahwa litologi daerah penelitian yang berupa batuan vulkanik andesit sangat berpengaruh terhadap kandungan kation dominan berupa Ca 2+, Mg 2+ dan Na + dibandingkan jenis batuan vulkanik basal. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya akuifer di daerah penelitian dikontrol oleh batuan vulkanik andesit. Dominasi anion berupa HCO 3, menunjukkan dominasi sistem air tanah bebas yang berinteraksi dengan permukaan, sedangkan air tanah yang mengandung ion klorida dominan diperkirakan berasal dari akuifer yang lebih dalam di Formasi Penyatan yang mengandung sedimen laut karbonat sehingga kemungkinan kaya akan unsur Cl dibanding dengan batuan vulkanik. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Cekungan Air Tanah MagelangTemanggung meliputi beberapa wilayah administrasi di Kabupaten Temanggung, Kabupaten dan Kota Magelang. Secara morfologi CAT ini dikelilingi oleh rangkaian pegunungan dan gunung di sekitarnya, bagian barat terdapat Gunung Sumbing & Gunung Sindoro, bagian timur terdapat Gunung Merbabu & Gunung Merapi (Setiadi 2004). Lokasi penelitian merupakan bagian barat dari CAT Magelang Temanggung yang dibatasi oleh Sungai Progo pada bagian timur (Gambar 1). Berdasarkan peta geologi lembar MagelangSemarang dengan skala 1: (Thaden, dkk. 1975) lokasi penelitian dominan tersusun oleh batuan vulkanik kuarter terdiri dari lava andesit, 322 breksi piroklastik, lahar hingga batupasir vulkanik/tufan dan sebagian kecil oleh campuran batuan vulkanik dan batuan sedimen laut. Dari segi keilmuan, umumnya diketahui bahwa batuan vulkanik mempunyai kualitas air tanah yang baik (Suharyadi, 1984) namun pembahasan mengenai geokimia air tanah secara regional di CAT MagelangTemanggung bagian barat belum pernah dilakukan. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi detail mengenai komposisi kimia air tanah di wilayah cekungan air tanah Magelang Temanggung sehingga dapat menentukan tipe air tanah dan hubungannya dengan litologi di daerah penelitian. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu:

2 II. 1. Menentukan tipe air tanah berdasarkan kandungan ion dalam air tanah di daerah penelitian. 2. Menentukan hubungan antara litologi dengan tipe air tanah di daerah penelitian. KONDISI GEOLOGI REGIONAL Berdasarkan klasifikasi fisiografi di Jawa Tengah oleh Van Bemmelen (1949) daerah penelitian ini merupakan bagian dari Zona Gunungapi Kuarter. Secara hidrogeologi, terjadi aliran air tanah secara radial dari arah puncak menuju bagian dataran kaki gunungapi, sehingga produktivitas akuifer pada mandala air tanah kerucut gunungapi akan semakin meninggi ke arah dataran kaki gunung api (Direktorat Geologi Tata Lingkungan, 2005). Berdasarkan peta geologi lembar Magelang Semarang (Thaden dkk., 1975) dan lembar Yogyakarta (Rahardjo, dkk., 1995) daerah penelitian didominasi dengan endapan dan batuan vulkanik yang berumur kuarter dan pada bagain utara sedikit tersusun oleh campuran batuan sedimen dan batuan vulkanik Formasi Penyatan (Gambar 2). Berdasarkan sifat fisik dari batuan penyusun di wilayah CAT MagelangTemanggung, wilayah penelitian dapat dibedakan menjadi 5 satuan hidrogeologi (Effendi, 1984), yaitu sistem akuifer dengan produktivitas tinggi, produktivitas akuifer sedang, setempat akuifer produktif, produktivitas akuifer kecil dan daerah air tanah langka (Gambar 3). III. SAMPEL DAN METODE PENELITIAN Metode penelitian meliputi observasi keadaan geologi dan hidrogeologi kemudian analisis kimia air tanah dengan metode diagram Piper, diagram fingerprint dan diagram stiff. Analisis batuan menggunakan petrografi dan XRF (Xray Fluorescence). Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Observasi geologi difokuskan pada pengamatan litologi berupa deskripsi dan PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE8 323 IV. penentuan jenis batuan di lapangan dan pengambilan sampel batuan untuk diamati di laboratorium. Sampel batuan yang digunakan untuk pengamatan petrografi sejumlah 15, hasil pengamatan menujukkan bahwa batuan yang dijumpai di lokasi keluarnya air tanah adalah batuan vulkanik andesit dan basal. Andesit dijumpai pada MA 1, MA 8,MA 1014, SG 7, SG 1314 dengan kandungan mineral dominan berupa plagioklas, piroksen, mineral opak, dan mineral lempung pada batuan yang telah lapuk (Gambar 5). Basal dijumpai pada SG 17 yang mengandung mineral berupa piroksen, plagioklas, olivin dan mineral opak (Gambar 6). Tiga sampel batuan lapuk diteliti menggunakan metode XRF (Tabel 1). Observasi kondisi hidrogeologi meliputi pengukuran kedalaman muka air tanah pada sumursumur penduduk dengan datum muka air laut dan pengambilan sampel air tanah, dilanjutkan analisis sampel air di laboratorium. Pemeriksaan 36 sampel air tanah dilakukan di laboratorium BBTKLPP (Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit) Yogyakarta. Parameter kimia air yang diperiksa pada laboratorium ini sebanyak 7 parameter yaitu natrium (Na + ), kalsium (Ca 2+ ), magnesium (Mg + ), kalium (K + ), klorida (Cl ), sulfat (SO 2 4 ), dan bikarbonat (HC0 3 ), hasil uji kimia air tanah dapat dilihat pada Tabel 2. HASIL Tipe Kimia Air Tanah Berdasarkan data dari sampel mata air dan sumur gali daerah penelitian terdiri dari 3 tipe air tanah (Gambar 7), yaitu: 1. Tipe KalsiumMagnesiumBikarbonat (Ca 2+ Mg + HCO 3 ) yang terdiri dari MA 1MA 7, MA 9 MA 17, SG 1 SG 3, SG 7,SG 8, SG 10, SG 12 SG Tipe KalsiumNatriumBikarbonat (Ca 2+ Na HCO 3 ) yang terdiri dari MA 8, SG 4, SG 5, SG 6, SG 11, dan SG 17.

3 3. Tipe KalsiumKlorida (Ca 2+ Cl ), hanya di SG 9. Analisis diagram fingerprint Berdasarkan hasil analisis diagram fingerprint terhadap 36 data, dengan menggabungkan pola kation dan anion yang relatif sama dan didasarkan pada kandungan ion klorida yang bersifat konservatif maka diinterpretasikan bahwa pada daerah penelitian terdapat 3 sistem akuifer yang berkembang di daerah penelitian (Gambar 8), berikut ini interpretasi sistem akuifer pada daerah penelitian yaitu: a. Sistem akuifer I, yang mempunyai kandungan HCO 3 >SO 4 2 >Cl b. Sistem akuifer II, yang mempunyai kandungan HCO 3 > Cl SO 4 2 c. Sistem akuifer III, yang mempunyai kandungan Cl >HCO 3 >SO 4 2 Kimia air tanah dan litologi Pada pengeplotan data kimia batuan dan kimia air tanah berupa perbandingan ion Na + dan Mg 2+ (Gambar 9), perbandingan ion K + dan Mg 2+ (Gambar 10) dan perbandingan ion Ca 2+ dan Mg 2+ (Gambar 11) pada grafik logaritmik secara umum cenderung membentuk pola kelurusan, sehingga diinterpertasikan bahwa kandungan kimia batuan yang menyusun daerah penelitian mempengaruhi kandungan kimia air tanah. Litologi pada daerah penelitian bersumber dari hasil proses vulkanisme Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing pada bagian barat sedangkan pada bagian timur bersumber hasil proses vulkanisme Gunung Merapi dan Gunung Merbabu, selain itu terdapat endapan aluvium yang mempunyai litologi yang berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan hasil pengeplotan diagram Stiff pada peta geologi daerah penelitian menunjukkan bahwa pada lokasi pengamatan dengan litologi yang mempunyai sumber yang berbeda akan mempunyai pola diagram Stiff yang berbeda (Gambar 12). Pada lokasi pengamatan air tanah yang dipengaruhi oleh 324 dengan litologi berupa endapan aluvium mengandung ion yang lebih dominan berupa HCO 2 3, Na + + K + dan Ca 2+, air tanah yang dipengaruhi oleh litologi yang bersumber dari Gunung Merapi akan menunjukkan kandungan ion Mg 2+ yang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya, air tanah yang dipengaruhi oleh litologi yang bersumber dari Gunung Merbabu akan menunjukkan kandungan ion Mg 2+ yang lebih rendah dibandingkan yang lain, ion Na + + K +, Ca 2+ 2, SO 4 yang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya, air tanah yang dipengaruhi oleh litologi yang bersumber dari Gunung Sindoro 2 akan menunjukkan kandungan ion HCO 3 yang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya dan juga mempunyai kandungan ion Na + + K +, Ca 2+, Mg 2+ 2 dan SO 4 yang tinggi, air tanah yang dipengaruhi oleh litologi yang bersumber dari Gunung Sumbing akan menunjukkan kandungan ion baik anion dan kation yang lebih rendah dibandingkan dengan yang lain, sedangkan air tanah yang dipengaruhi oleh litologi yang bersumber dari Formasi Penyatan akan menunjukkan kandungan ion baik Cl yang lebih tinggi dibandingan dengan yang lainnya (Tabel 3). V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan data mata air dan sumur gali di daerah penelitian terdiri dari 3 tipe air tanah yaitu: a. Tipe KalisumMagnesiumBikarbonat (Ca 2+ Mg + HCO 3 ) b. Tipe KalsiumNatriumBikarbonat (Ca 2+ Na + HCO 3 ) c. Tipe KalsiumKlorida (Ca 2+ Cl ) dan berdasarkan diagram fingerprint, sistem akuifer pada daerah penelitian dibagi menjadi 3 sistem akuifer yang berbeda yaitu: a) Sistem akuifer I, yang mempunyai kandungan HCO 3 >SO 4 2 >Cl

4 b) Sistem akuifer II, yang mempunyai kandungan HCO 3 > Cl SO 4 2 c) Sistem akuifer III, yang mempunyai kandungan Cl >HCO 3 >SO 4 2 Ketiga sistem akuifer tersebut mengalami percampuran. 2. Litologi penyusun akuifer di daerah penelitian akan berpengaruh pada kandungan kimia air tanahnya, tipe air tanah kalisummagnesiumbikarbonat (Ca 2+ Mg + HCO 3 ) dan tipe kalsiumnatriumbikarbonat (Ca 2+ Na + HCO 3 ) dijumpai pada akuifer berupa batuan vulkanik sedangkan tipe air tanah kalsiumklorida (Ca 2+ Cl ) berasal dari akuifer di Formasi Penyatan yang berupa campuran batuan vulkanik dan batuan sedimen laut. DAFTAR PUSTAKA Direktorat Geologi Tata Lingkungan, 1985, Peta Hidrogeologi Indonesia Lembar VI (Pekalongan), VII (Semarang), IX (Yogyakarta), Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung. Effendi, H., 2003, Telaah Kualitas Air, Kanisius, Yogyakarta. Fetter,C. W., 2001, Applied Hydrogeology Fourth Edition, PranticeHall, Inc., New Jersey. Rahardjo, W., Sukandarrumidi, Rosidi, H.M.D, 1995, Peta Geologi Lembar Yogyakarta, D.I.Yogyakarta, Direktorat Geologi, Bandung. Setiadi, H., 2004, Peta Cekungan Airtanag Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung. Suharyadi, 1984, Diktat Kuliah Geohidrologi, Jurusan Teknik Geologi FTUGM, Yogyakarta. Setiawan, T., 2011, Delineasi Kelurusan Morfologi Sebagai Dasar Untuk Menentukan Zona Potensi Resapan Air Kars Di Daerah Luwuk, Sulawesi Tenggara, Badan Geologi, Bandung. Setiawan, T., Brahmantyo, B., Irawan D. E., 2008, Analisis Kelurusan Morfologi Untuk Interpretasi Sistem Hidrologi Kars Cijulang, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat, Badan Geologi, Bandung. Thaden, R. E., Sumadirdja, H., dan Richards, Paul W., 1975, Peta Geologi Lembar Magelang Semarang, Jawa, Direktorat Geologi, Bandung. Van Bemmelen, R. W., 1949, The Geology of Indonesia, Vol IA, General Geology of Indonesia and Adjencent Archipelago, Goverment Printing Office, The Haque. TABEL Tabel 1. Data XRF kandungan kimia batuan (meq/l) Ion (meq/l) STA 1 (SG 13) STA 2 (MA 8) STA 3 (SG 17) K ,9 7554, ,98 Mg , ,22 422,13 Ca , , ,64 Na , ,83 Nama Batuan Andesit Andesit Basal 325

5 Tabel 2. Data kimia sampel air tanah daerah penelitian (meq/l) No. Tipe Piper STA Kation K + Ca 2+ Mg 2+ Na + SO 4 2 Anion Cl HCO 3 2 TDI RE (%) 1 MA1 0,1 0,97 0,75 1,26 0,08 0,48 2,2 5,54 0,30 2 MA2 0,13 1,21 1,29 1,39 0,06 0,17 1,5 5,43 36,22 3 MA3 0,15 1,15 1,66 1,7 0,23 0,16 3,95 8,6 0,86 4 MA4 0,1 0,79 0,6 1,09 0,13 0,17 2,06 4,68 0,77 5 MA5 0,1 0,79 0,38 1,04 0,02 0,13 1,98 4,2 1,42 6 MA6 0,15 1,11 0,91 1,61 0,13 0,13 3,2 6,85 0,58 7 MA7 0,36 1,11 1,53 2,22 0,15 0,23 1,6 6,71 41,28 8 MA9 0,08 1,06 1,09 1,09 0,02 0,06 1,9 5,03 21,47 9 Ca 2+ Mg + HCO 3 MA10 0,08 1,05 0,82 1,26 0,04 0,1 1,05 4,09 41,84 10 MA11 0,05 0,72 0,62 0,91 0,08 0,03 0,8 3 39,23 11 MA12 0,05 0,7 1,32 0,7 0,06 0,03 0,9 3,59 44,84 12 MA13 0,08 1,09 0,48 1,04 0,04 0,06 1,15 3,69 32,27 13 MA14 0,08 0,86 0,68 0,96 0,06 0,07 1 3,49 35,02 14 MA15 0,05 0,49 0,83 0,7 0,02 0,06 0,6 2,57 47,56 15 MA16 0,13 1,14 0,67 0,96 0,02 0,14 1,6 4,44 20,70 16 MA17 0,05 0,51 0,67 0,65 0,08 0,06 1,2 3,06 12,43 17 SG1 0,15 1,23 0,79 1,17 0,23 0,23 2,5 6,04 2,16 Tabel 2.Lanjutan 18 SG2 0,1 1,01 1,17 1,3 0,1 0,31 2,1 5,79 13,19 19 SG3 0,1 0,83 0,81 1,13 0,13 0,17 2,2 5,1 2,16 20 SG 7 0,05 0,34 0,44 0,39 0,02 0,08 0,5 1,75 30,62 21 SG 8 0,05 0,71 0,79 0,87 0,27 0,31 1,1 3,89 13,48 22 SG10 0,15 1,52 1,21 1,39 0,33 0,2 2,6 7,08 4,22 23 SG12 0,18 1,68 1,17 1,57 0,15 0,51 1,8 6,69 26,65 326

6 24 SG13 0,18 1,21 1,41 1,3 0,17 0,17 2,4 6,56 16,53 25 SG14 0,18 1,05 1,72 1,61 0,13 0,25 3,4 7,96 5,06 26 SG15 0,2 0,83 1,23 1,43 0,19 0,2 2 5,77 17,31 27 SG16 0,18 1,68 1,17 1,57 0,15 0,51 1,8 6,69 26,65 28 SG18 0,08 0,63 0,67 0,78 0,17 0,08 1,5 3,72 5,90 29 SG19 0,15 1,41 1,58 1,7 0,08 0,37 3 7,89 12,56 30 Ca 2+ Na + MA8 0,15 1 0,24 1,17 0,25 0,15 0,51 3,22 43,18 31 HCO 3 SG 4 0,31 1,23 0,68 2,09 0,1 0,4 1,15 5,5 39,74 32 SG 5 0,49 1,74 0,16 3,17 0,31 0,54 2,2 7,91 22,98 33 SG 6 0,92 1,78 1,43 7,61 1,46 0,99 4,2 16,66 20,25 34 SG11 0,41 0,91 0,83 2,7 0,15 0,28 4,2 8,88 4,22 35 SG17 0,26 0,5 0,46 1,39 0,1 0,22 0,5 3,15 47,45 36 Ca 2+ Cl SG 9 0,23 1,01 1,05 1,39 0,1 0,86 0,7 5,05 34,08 Tabel.3. Tipe air tanah Stiff dan batuan Sumber Formasi STA Mineralogi Diagram Stiff Aluvium Merapi Aluvium Breksi vulkanik MA 1 SG 1 MA 2 SG 2 SG 3 Petrografi: Andesit (MA 1) plagioklas, klionopiroksen, mineral opak, mineral lempung Tidak ada Ratarata ion Ratarata ion Mg 2+ 2 : 0,77, HCO 3 : 2,35 Ca 2+ : 1,1, SO 2 4 : 0,16 Na + + K + : 1,34, Cl : 0,35 Ratarata ion Mg 2+ 2 : 1,09, HCO 3 : 1,93 Ca 2+ : 0,26, SO 2 4 : 0,1 Na + + K + : 1,39, Cl : 0,22 Merbabu Breksi vulkanik SG 4 Tidak ada Ratarata ion Mg 2+ 2 : 0,42, HCO 3 : 1,68 327

7 SG 5 Ca 2+ : 1,48, SO 4 2 : 0,21 Na + + K + : 3,03, Cl : 0,47 Sindoro Endapan Gunung Sindoro Muda MA 3 MA 4 MA 5 MA 6 SG 8 SG 10 SG 12 SG 13 SG 14 SG 15 SG 6 SG 11 MA 15 Petrografi: Andesit (SG 13 dan SG 14), plagioklas, klionopiroksen, mineral opak. XRF : SG 13 : Ca 2+ : 54530,91 Mg 2+ :14714,08 Na + : 14714,08 K + : 5063,9 Tabel.3.Lanjutan Ratarata ion Mg 2+ 2 : 1,11, HCO 3 : 2,74 Ca 2+ : 1,13, SO 2 4 : 0,28 Na + + K + : 2,22, Cl : 1,13 Sumbing Endapan Gunung Sumbing Muda MA 7 MA 8 MA 9 MA10 MA 15 Petrografi: Andesit (MA 11), plagioklas, klionopiroksen, mineral lempung Andesit (MA 12 dan MA 14), plagioklas, klionopiroksen, mineral opak, mikrolit plagioklas, mineral lempung. Ratarata ion Mg 2+ : 0,85, HCO3 : 1,27, Ca 2+ : 0,93, SO4 2 : 0,09 Na + + K + : 1,26, Cl : 0,14 Sumbing Endapan Gunung Sumbing Muda Lahar dan andesit porfiri Batuan Gunungapi Kekep Batuan Gunungapi Condong MA 16 MA 17 SG 16 SG 18 SG 19 MA 11 MA 12 MA 13 Andesit (MA13) plagioklas, hornblenda, mineral opak, mineral lempung. Basal (SG 17) plagioklas, klionopiroksen, olivin, mineral opak, mineral lempung. XRF : MA 8 : Ca 2+ : 51958,02 Mg 2+ : 10372,22 Na + :

8 Formasi penyatan Batuan Gunungapi Telomoyo Endapan Gunung Sumbing Tua Formasi penyatan MA 14 SG 17 SG 7 Petrografi : Andesit (SG 7) plagioklas, klionopiroksen, mineral opak, mineral lempung Ratarata ion Mg 2+ : 0,74, HCO 2 3 : 0,6 Ca 2+ 2 : 0,68, SO 4 : 0,06 Na + + K + : 1,03, Cl : 0,47 GAMBAR Gambar 1. Lokasi penelitian (Peta Pulau Jawa, Peta CAT Jawa Tengah, dan peta lokasi penelitian dengan modifikasi) 329

9 Gambar 2. Peta geologi daerah penelitian lembar MagelangSemarang (Thaden dkk., 1975) dan lembar Yogyakarta (Rahardjo, dkk., 1995) dengan modifikasi Gambar. 3. Peta Hidrogeologi Regional Jawa Tengah (Direktorat Geologi Tata Lingkungan, 1985 dengan modifikasi). 330

10 Gambar 4. Bagan tahapan penelitian a b Gambar 5. andesit pada nikol sejajar dan b. nikol bersilang x y Gambar 6. basal pada nikol sejajar dan y. nikol bersilang Gambar 7. Analisis Piper dari data mata air dan sumur gali pada daerah penelitian 331

11 Gambar 8. Hasil penyederhanan diagram fingerprint Gambar 9. Grafik ion Na + dan Mg 2+ Gambar 10. Grafik ion K 2+ dan Mg 2+ Gambar 11. Grafik ion Ca 2+ dan Mg

12 Gambar 12. Persebaran tipe air tanah Stiff pada peta geologi 333

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah administrasi di Kabupaten Temanggung, Kabupaten dan Kota Magelang. Secara morfologi CAT ini dikelilingi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Temanggung bagian timur. Cekungan airtanah ini berada di Kabupaten Magelang

BAB I PENDAHULUAN. Temanggung bagian timur. Cekungan airtanah ini berada di Kabupaten Magelang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Penelitian geokimia airtanah merupakan salah satu penelitian yang penting untuk dilakukan, karena dari penelitian ini dapat diketahui kualitas airtanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang bukan hanya dalam hal kuantitas, namun juga terkait kualitas

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang bukan hanya dalam hal kuantitas, namun juga terkait kualitas PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Air merupakan kebutuhan utama setiap makhluk hidup, terutama air tanah. Kebutuhan manusia yang besar terhadap air tanah mendorong penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian mengenai geokimia air tanah adalah salah satu jenis penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian mengenai geokimia air tanah adalah salah satu jenis penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Penelitian mengenai geokimia air tanah adalah salah satu jenis penelitian air tanah yang belum banyak diteliti oleh para ilmuwan. Padahal dalam ilmu hidrogeologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949). Zona Bogor sendiri merupakan antiklinorium

BAB I PENDAHULUAN. Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949). Zona Bogor sendiri merupakan antiklinorium BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Bantarkawung merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Brebes bagian selatan. Kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Cilacap di sebelah

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Daerah penelitian berada di Pulau Jawa bagian barat yang secara fisiografi menurut hasil penelitian van Bemmelen (1949), dibagi menjadi enam zona fisiografi

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kondisi hidrogeologi daerah penelitian.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kondisi hidrogeologi daerah penelitian. BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN VII.1 KESIMPULAN 1. Kondisi hidrogeologi daerah penelitian. - Kedalaman airtanah pada daerah penelitian berkisar antara 0-7 m dari permukaan. - Elevasi muka airtanah pada daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kimia airtanah menunjukkan proses yang mempengaruhi airtanah. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen. Nitrat merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbukitan Gendol (Gambar 1.1) merupakan kelompok perbukitan terisolir berada pada lereng sebelah baratdaya Gunungapi Merapi. Genesis Perbukitan Gendol menjadi hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya tanah longsor adalah tingkat ketebalan tanah yang tinggi dengan kekuatan antar material yang rendah. Salah satu pembentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desa Tinapan, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa

BAB I PENDAHULUAN. Desa Tinapan, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Desa Tinapan, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah dan sekitarnya merupakan bagian dari kawasan karst Sukolilo seperti yang telah ditetapkan dalam

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Regional Pulau Lombok terbentuk oleh suatu depresi yang memanjang (longitudinal depresion), yang sebagian besar sudah terisi dan tertutupi oleh suatu seri gunungapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989).

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989). BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dinamika aktivitas magmatik di zona subduksi menghasilkan gunung api bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989). Meskipun hanya mewakili

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Morfologi Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah dibagi menjadi 4 zona yang berarah timur-barat (van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke

Lebih terperinci

lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini

lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Pegunungan Selatan Jawa Timur dan Jawa Barat merupakan bagian dari lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kompleks Gunung Api Arjuno Welirang (KGAW) merupakan bagian dari rangkaian gunung api aktif di Pulau Jawa yang berada di bagian selatan ibukota Surabaya, Jawa Timur.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA vi DAFTAR ISI JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xv SARI... xvi ABSTRACT... xvii BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1.

Lebih terperinci

V.2.4. Kesetimbangan Ion BAB VI. PEMBAHASAN VI.1. Jenis Fluida dan Posisi Manifestasi pada Sistem Panas Bumi VI.2.

V.2.4. Kesetimbangan Ion BAB VI. PEMBAHASAN VI.1. Jenis Fluida dan Posisi Manifestasi pada Sistem Panas Bumi VI.2. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN.... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR. iv SARI... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL xiv BAB I. PENDAHULUAN. 1 I.1.

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL II.1 FISIOGRAFI DAN MORFOLOGI Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah dibagi menjadi lima zona yang berarah timur-barat (van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR 4.1 Sistem Panas Bumi Secara Umum Menurut Hochstein dan Browne (2000), sistem panas bumi adalah istilah umum yang menggambarkan transfer panas alami pada volume

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan penduduk yang pesat, kebutuhan manusia akan airtanah juga semakin besar. Sedangkan pada daerah-daerah tertentu dengan penduduk yang padat,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. 1. Cekungan Aitanah Yogyakarta Sleman memiliki kondisi hidrogeologi seperti

BAB V KESIMPULAN. 1. Cekungan Aitanah Yogyakarta Sleman memiliki kondisi hidrogeologi seperti BAB V KESIMPULAN V.1 Kesimpulan 1. Cekungan Aitanah Yogyakarta Sleman memiliki kondisi hidrogeologi seperti berikut : Tipe akuifer pada Cekungan Airtanah Yogyakarta Sleman adalah akuifer bebas, yang meliputi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi dan Morfologi Van Bemmelen (1949), membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat zona, yaitu Pegunungan selatan Jawa Barat (Southern Mountain), Zona Bandung (Central

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah 15 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Daerah Bangunjiwo yang merupakan lokasi ini, merupakan salah satu desa di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Yogyakarta,

Lebih terperinci

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA HIDROGEOLOGI PANTAI GLAGAH-PANTAI CONGOT, KECAMATAN TEMON, KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYKARTA Wahyu Wilopo*, Farma Dyva Ferardi Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada *corresponding

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Propinsi Jawa Tengah secara geografis terletak diantara 108 30-111 30 BT dan 5 40-8 30 LS dengan batas batas sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kaolin merupakan massa batuan yang tersusun dari mineral lempung dengan kandungan besi yang rendah, memiliki komposisi hidrous aluminium silikat (Al2O3.2SiO2.2H2O)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perbandingan Data Elevasi 1. DEM dan Kontur BIG Perbandingan antara data elevasi DEM dan Kontur BIG disajikan dalam perbandingan 100 titik tinjauan elevasi yang tersebar merata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pulau Jawa merupakan busur gunungapi memanjang barat-timur yang dihasilkan dari pertemuan lempeng Eurasia dan Hindia-Australia. Kondisi geologi Pulau Jawa ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL II.1 Tektonik Regional Daerah penelitian terletak di Pulau Jawa yang merupakan bagian dari sistem busur kepulauan Sunda. Sistem busur kepulauan ini merupakan

Lebih terperinci

Model Hydrogeology for Conservation Zone in Jatinangor using Physical and Chemical Characteristic of Groundwater

Model Hydrogeology for Conservation Zone in Jatinangor using Physical and Chemical Characteristic of Groundwater Model Hydrogeology for Conservation Zone in Jatinangor using Physical and Chemical Characteristic of Groundwater Abstract Jatinangor district is located at foot of Manglayang Mountain. The growth of population

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Daerah Penelitian Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara geografis, daerah penelitian terletak dalam selang koordinat: 6.26-6.81

Lebih terperinci

Week 4. Struktur Geologi dalam Hidrogeologi. (Geological structure in hydrogeology)

Week 4. Struktur Geologi dalam Hidrogeologi. (Geological structure in hydrogeology) Week 4 Struktur Geologi dalam Hidrogeologi (Geological structure in hydrogeology) Reference: 1.Geological structures materials 2.Weight & Sonderegger, 2007, Manual of Applied Field Hydrogeology, McGraw-Hill

Lebih terperinci

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS 4.1 Tinjauan Umum. BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS Salah satu jenis manifestasi permukaan dari sistem panas bumi adalah mata air panas. Berdasarkan temperatur air panas di permukaan, mata air panas dapat dibedakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. HALAMAN PERNYATAAN... v. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. HALAMAN PERNYATAAN... v. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii HALAMAN PERNYATAAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xii SARI... xiv ABSTRACT... xv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terhadap barang ini pun kian meningkat seiring bertambahnya jumlah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terhadap barang ini pun kian meningkat seiring bertambahnya jumlah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan kebutuhan terhadap barang ini pun kian meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk di suatu

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timurbarat (Van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke selatan meliputi: 1. Zona

Lebih terperinci

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA PENGARUH KARAKTERISTIK LITOLOGI TERHADAP LAJU INFILTRASI, STUDI KASUS DAERAH NGALANG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN GEDANGSARI, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Ading Tri Yangga * Wawan Budianta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan mutlak bagi seluruh kehidupan di bumi. Air juga merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Tetapi saat ini, ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Paparan Sunda 2. Zona Dataran Rendah dan Berbukit 3. Zona Pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Airtanah merupakan salah satu komponen dari siklus hidrologi yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. Airtanah merupakan salah satu komponen dari siklus hidrologi yang ada di BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Airtanah merupakan salah satu komponen dari siklus hidrologi yang ada di bumi. Airtanah berasal dari pengisian kembali (recharge) dari infiltrasi air hujan ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ellis and Mahon (1977) menjelaskan bahwa energi panas bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Ellis and Mahon (1977) menjelaskan bahwa energi panas bumi merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ellis and Mahon (1977) menjelaskan bahwa energi panas bumi merupakan energi yang tersimpan dalam air panas ataupun uap panas pada kondisi geologi tertentu yang terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan penting pada pemenuhan kebutuhan makhluk hidup untuk berbagai keperluan. Suplai air tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disebutkan oleh Surono, dkk (1992), penyusun Formasi Wonosari-Punung berupa

BAB I PENDAHULUAN. Disebutkan oleh Surono, dkk (1992), penyusun Formasi Wonosari-Punung berupa BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Formasi Wonosari-Punung secara umum tersusun oleh batugamping. Disebutkan oleh Surono, dkk (1992), penyusun Formasi Wonosari-Punung berupa batugamping, batugamping

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian baratlaut. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta

BAB I PENDAHULUAN. Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta yang disusun oleh Novianto dkk. (1997), desa ini berada pada Satuan Geomorfologi Perbukitan

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI II.1 Struktur Regional Berdasarkan peta geologi regional (Alzwar et al., 1992), struktur yg berkembang di daerah sumur-sumur penelitian berarah timurlaut-baratdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir mahasiswa merupakan suatu tahap akhir yang wajib ditempuh untuk mendapatkan gelar kesarjanaan strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

KAJIAN KUALITAS AIRTANAH BERDASARKAN BENTUKLAHAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Dwi Nila Wahyuningsih

KAJIAN KUALITAS AIRTANAH BERDASARKAN BENTUKLAHAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Dwi Nila Wahyuningsih KAJIAN KUALITAS AIRTANAH BERDASARKAN BENTUKLAHAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH Dwi Nila Wahyuningsih dwinila.dn@gmail.com Ig. L. Setyawan Purnama setyapurna@geo.ugm.ac.id Abstract The aims of this

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI Berdasarkan pembagian fisiografi Jawa Tengah oleh van Bemmelen (1949) dan Pardiyanto (1979) (gambar 2.1), daerah penelitian termasuk ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa Clering, Kabupaten Jepara secara fisiografi termasuk ke dalam wilayah gunungapi kuarter (Bemmelen, 1949 dalam Widagdo 2015) yang dicirikan dengan kerucut Gunung

Lebih terperinci

Analisis Geokimia Fluida Manifestasi Panas Bumi Daerah Maribaya

Analisis Geokimia Fluida Manifestasi Panas Bumi Daerah Maribaya Analisis Geokimia Fluida Manifestasi Panas Bumi Daerah Maribaya Oleh: Extivonus K.Fr (12012060) 1. GEOLOGI REGIONAL Daerah Maribaya terletak di utara Kota Bandung dan berdekatan dengan Lembang. Secara

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian barat. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Van Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Lokasi penelitian berada di daerah Kancah, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung yang terletak di bagian utara Kota Bandung. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya Pulau Jawa memiliki banyak gunung api karena

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya Pulau Jawa memiliki banyak gunung api karena BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Penelitian Indonesia khususnya Pulau Jawa memiliki banyak gunung api karena berada pada wilayah tektonik aktif yang dikenal dengan zona subduksi. Gunung api yang terbentuk

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG TUGAS AKHIR GEOLOGI DAERAH KANCAH DAN SEKITARNYA, KECAMATAN PARONGPONG, SERTA KARAKTERISTIK AIR PANAS GUNUNG TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT, INDONESIA Diajukan sebagai syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat merugikan manusia. Kebencanaan geologi mengakibatkan kerusakan infrastruktur maupun korban manusia,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya airtanah terbentuk akibat adanya proses siklus hidrologi

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya airtanah terbentuk akibat adanya proses siklus hidrologi Genesa Komplek Mata Air Pablengan di Desa Pablengan, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah BAB I BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumber daya airtanah terbentuk akibat adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Permen ESDM No.2 tahun 2017, tentang Cekungan Airtanah di Indonesia, daerah aliran airtanah disebut cekungan airtanah (CAT), didefinisikan sebagai suatu wilayah

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Berdasarkan pembagian Fisiografis Jawa Tengah oleh van Bemmelen (1949) (gambar 2.1) dan menurut Pardiyanto (1970), daerah penelitian termasuk

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang.

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang. BAB II KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Geografis dan Administrasi Secara geografis daerah penelitian bekas TPA Pasir Impun terletak di sebelah timur pusat kota bandung tepatnya pada koordinat 9236241

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA 3.1 Data Geokimia Seperti yang telah dibahas pada bab 1, bahwa data kimia air panas, dan kimia tanah menjadi bahan pengolahan data geokimia untuk menginterpretasikan

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH BANDA NEIRA DAN HUBUNGANNYA TERHADAP SISTEM PANAS BUMI KEPULAUAN BANDA

GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH BANDA NEIRA DAN HUBUNGANNYA TERHADAP SISTEM PANAS BUMI KEPULAUAN BANDA GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH BANDA NEIRA DAN HUBUNGANNYA TERHADAP SISTEM PANAS BUMI KEPULAUAN BANDA Lano Adhitya Permana, Andri Eko Ari Wibowo, Edy Purwoto Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber

Lebih terperinci

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya energi yang melimpah dan beraneka ragam, diantaranya minyak bumi, gas bumi, batubara, gas alam, geotermal, dll.

Lebih terperinci

PETROLOGI DAN SIFAT KETEKNIKAN BREKSI DAN BATUPASIR DI GEDANGSARI, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PETROLOGI DAN SIFAT KETEKNIKAN BREKSI DAN BATUPASIR DI GEDANGSARI, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PETROLOGI DAN SIFAT KETEKNIKAN BREKSI DAN BATUPASIR DI GEDANGSARI, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Muhammad Dandy *, Wawan Budianta, Nugroho Imam Setiawan Teknik Geologi UGM Jl. Grafika No.2 Kampus

Lebih terperinci

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH P.A. Pameco *, D.H. Amijaya Jurusan Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Armin Tampubolon Kelompok Program Penelitian Mineral SARI Secara regional, Pulau Sumba disusun oleh litologi yang berdasar

Lebih terperinci

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB 2 Tatanan Geologi Regional BAB 2 Tatanan Geologi Regional 2.1 Geologi Umum Jawa Barat 2.1.1 Fisiografi ZONA PUNGGUNGAN DEPRESI TENGAH Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949). Daerah Jawa Barat secara fisiografis

Lebih terperinci

ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG

ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG ABSTRAK Anis Kurniasih, ST., MT. 1, Ikhwannur Adha, ST. 2 1 Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang,

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan detail. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut, sedangkan

Lebih terperinci

BAB II. METODELOGI PENELITIAN

BAB II. METODELOGI PENELITIAN DAFTAR ISI Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... ii Sari... iii Kata Pengantar... iv Halaman Persembahan... vi Daftar Isi... vii Daftar Tabel... xi Daftar Gambar... xii Daftar Foto... xiii Daftar Lampiran...

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN PETROLOGI KAWASAN MANGLAYANG, BANDUNG TIMUR, JAWA BARAT SKRIPSI. Oleh: Satrio Wiavianto. Prodi Sarjana Teknik Geologi

GEOLOGI DAN PETROLOGI KAWASAN MANGLAYANG, BANDUNG TIMUR, JAWA BARAT SKRIPSI. Oleh: Satrio Wiavianto. Prodi Sarjana Teknik Geologi GEOLOGI DAN PETROLOGI KAWASAN MANGLAYANG, BANDUNG TIMUR, JAWA BARAT SKRIPSI Oleh: Satrio Wiavianto Prodi Sarjana Teknik Geologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa merupakan daerah penghasil sumber daya tambang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa merupakan daerah penghasil sumber daya tambang dengan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah. Pulau Jawa merupakan daerah penghasil sumber daya tambang dengan potensi yang besar dan telah matang dieksplorasi di Indonesia. Pulau Jawa dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah oleh van Bemmelen, (1949) dibagi menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: Dataran Aluvial Jawa Utara, Gunungapi Kuarter,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian Evolusi Struktur Geologi Daerah Sentolo dan Sekitarnya, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. I.2. Latar Belakang Proses geologi yang berupa

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN STUDI INFILTRASI AIR TANAH DAERAH CIHIDEUNG DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BANDUNG BARAT, JAWA BARAT SKRIPSI

GEOLOGI DAN STUDI INFILTRASI AIR TANAH DAERAH CIHIDEUNG DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BANDUNG BARAT, JAWA BARAT SKRIPSI GEOLOGI DAN STUDI INFILTRASI AIR TANAH DAERAH CIHIDEUNG DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BANDUNG BARAT, JAWA BARAT SKRIPSI Diajukan sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Strata Satu di Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Rencana pengembangan kawasan pantai selatan Pulau Jawa yang membentang dari Jawa Timur sampai Jawa Barat, tentu akan memberi dampak perkembangan penduduk di daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK INTRUSI AIR LAUT PADA AKUIFER PULAU KORAL SANGAT KECIL BERDASARKAN ANALISIS PERBANDINGAN ION MAYOR

KAJIAN DAMPAK INTRUSI AIR LAUT PADA AKUIFER PULAU KORAL SANGAT KECIL BERDASARKAN ANALISIS PERBANDINGAN ION MAYOR KAJIAN DAMPAK INTRUSI AIR LAUT PADA AKUIFER PULAU KORAL SANGAT KECIL BERDASARKAN ANALISIS PERBANDINGAN ION MAYOR (Studi Kasus di Pulau Koral Panggang, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta) Ahmad Cahyadi 1,2,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GEOLOGI REGIONAL...12 II.1. Geomorfologi Regional...12 II.2. Geologi Regional...13 II.3. Hidrogeologi Regional...16.

DAFTAR ISI. BAB II. GEOLOGI REGIONAL...12 II.1. Geomorfologi Regional...12 II.2. Geologi Regional...13 II.3. Hidrogeologi Regional...16. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii HALAMAN PERNYATAAN...iii KATA PENGANTAR...iv SARI...vi DAFTAR ISI...viii DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR TABEL...xiv BAB I. PENDAHULUAN...1 I.1. Latar belakang...1

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI GEOLOGI TERHADAP KARAKTERISTIK AIR TANAH *) Abriyan Ade Setiawan. Abstrak

HUBUNGAN KONDISI GEOLOGI TERHADAP KARAKTERISTIK AIR TANAH *) Abriyan Ade Setiawan. Abstrak HUBUNGAN KONDISI GEOLOGI TERHADAP KARAKTERISTIK AIR TANAH *) Abriyan Ade Setiawan Abstrak Kebutuhan akan air bagi manusia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan pesatnya pembangunan.

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv SARI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR FOTO... xiii DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia. Potensi panas bumi di Indonesia mencapai 29.038 MW atau setara dengan 40%

Lebih terperinci

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R. Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R. Suganda #2 # Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Jalan Bandung-Sumedang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus Secara geografis wilayah Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104 0 18 105 0 12 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Barat. 18 3. Breksi Tuf Breksi tuf secara megaskopis (Foto 2.9a dan Foto 2.9b) berwarna abu-abu

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kawasan Bandung Utara terbentuk oleh proses vulkanik Gunung Sunda dan Gunung Tangkuban Perahu pada kala Plistosen-Holosen. Hal tersebut menyebabkan kawasan ini tersusun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Leuwigajah TPA Leuwigajah mulai dibangun pada tahun 1986 oleh Pemerintah Kabupaten Bandung karena dinilai cukup cocok untuk dijadikan TPA karena

Lebih terperinci