BAB I PENDAHULUAN. butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Airtanah merupakan air yang tersimpan dan mengalir dalam ruang antar butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air bersih. Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa (2014) menunjukkan bahwa sumber air bersih yang diolah selama tahun 2013 di Daerah Istimewa selain berasal dari sungai, waduk dan mata air, tetapi sebanyak 60,99 persen diantaranya berasal dari airtanah dan lainnya (Gambar 1.1). Kebutuhan manusia akan air bersih terus meningkat, tetapi airtanah mempunyai keterbatasan sehingga eksploitasi airtanah berlebihan akan beresiko merusak sistem airtanah tersebut. Penelitian mengenai hidrogeologi cekungan airtanah digunakan sebagai dasar dalam mengatur pemanfaatan dan pengelolahan sumberdaya airtanah untuk menghindari kerusakan sistem airtanah tersebut. Gambar 1.1 Sumber air bersih yang diolah perusahaan air bersih di DIY pada tahun 2013 dalam persen (BPS DIY, 2014) 1

2 2 Penelitian pertama mengenai hidrogeologi cekungan airtanah di wilayah Daerah Istimewa dilakukan pada tahun 1984 oleh MacDonald & Partners. Penelitian tersebut menunjukkan cekungan airtanah di wilayah Daerah Istimewa dengan konsep Sistem Akuifer Merapi sebagai akuifer utama disebut sebagai Cekungan Airtanah. Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2003) menyebut cekungan ini sebagai Cekungan Merapi -. Cekungan Airtanah dalam MacDonald & Partners (1984) atau Cekungan Merapi - dalam Putra (2003) ini sekarang dikenal sebagai Cekungan Airtanah - Sleman. Hal ini berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah di Indonesia yang menyebutkan cekungan airtanah di wilayah Daerah Istimewa adalah CAT No. 109 atau Cekungan Airtanah - Sleman meliputi wilayah Kabupaten Sleman, Kota dan Kabupaten Bantul. Pada bagian barat Cekungan Airtanah - Sleman menunjukan fenomena geologi yang menarik dengan adanya bukit - bukit intrusi, seperti Bukit Siwareng, Bukit Wungkal, Bukit Patuk dan Bukit Gedang (Asrizal, 2010) serta Bukit Berjo (Utami, 2009). Bukit - bukit intrusi tersebut tersusun oleh batuan beku masif dengan nilai porositas rendah yaitu pori - pori pada batuan sangat sedikit dan kemungkinan hanya berupa rongga antar butir mineral penyusunnya atau berat padat hampir seluruhnya menempati volume total massa batuan (Septeriansyah, 2000). Batuan tersebut relatif bersifat impermeabel dan bertindak sebagai akuifer yang buruk atau bahkan dapat bertindak sebagai akuifug sehingga keterdapatannya akan berpengaruh terhadap terbentuknya pola aliran airtanah yang berbeda.

3 3 Airtanah sebagai sumberdaya tersembunyi membutuhkan berbagai metode analisa untuk mengetahui kondisi aliran airtanah khususnya di wilayah Cekungan Airtanah - Sleman bagian barat, salah satunya melalui pemodelan airtanah. Pemodelan airtanah yang telah dilakukan masih bersifat regional untuk simulasi di wilayah Cekungan Airtanah - Sleman secara keseluruhan sehingga dibutuhkan pemodelan airtanah detail yang mampu menggambarkan pola aliran airtanah terkait keterdapatan batuan beku intrusi di wilayah ini. Dengan demikian, model aliran airtanah yang dihasilkan ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam pemanfaatan dan pengelolahan sumberdaya airtanah agar kerusakan sistem airtanah di wilayah ini dapat dihindari. I.2 Rumusan Masalah Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah pengaruh keterdapatan batuan beku intrusi terhadap model aliran airtanah pada daerah penelitian. Permasalahan ini dapat dirumuskan menjadi beberapa pertanyaan, sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi sistem hidrogeologi alamiah pada daerah penelitian? 2. Bagaimana model konseptual hidrogeologi yang ideal pada daerah penelitian? 3. Bagaimana dampak perubahan muka airtanah pada daerah penelitian apabila debit pemompaan terus meningkat di masa mendatang? I.3 Maksud dan Tujuan Maksud dari penelitian ini adalah untuk membuat model aliran airtanah di wilayah Cekungan Airtanah - Sleman bagian barat. Tujuan dari

4 4 penelitian ini adalah mengetahui kondisi sistem hidrogeologi alamiah pada daerah penelitian, menentukan model konseptual hidrogeologi yang ideal pada daerah penelitian dan mengetahui dampak perubahan muka airtanah pada daerah penelitian apabila debit pemompaan terus meningkat di masa mendatang. I.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai kondisi geometri, karakteristik dan sistem akuifer serta menghasilkan model aliran airtanah di wilayah Cekungan Airtanah - Sleman bagian barat. Model aliran airtanah ini selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam pemanfaatan dan pengelolahan sumberdaya airtanah agar tercipta efektifitas dan efisiensi penggunaan airtanah secara berkelanjutan. I.5 Lokasi Daerah Penelitian Lokasi daerah penelitian berada di wilayah Cekungan Airtanah - Sleman bagian barat dengan posisi geografis antara UTM 49S dan UTM 49S Luas daerah penelitian mencapai 196 km 2 yang terdiri dari 3 Kabupaten, yaitu Kabupaten Sleman (meliputi Kecamatan Tempel, Kecamatan Seyegan, Kecamatan Mlati, Kecamatan Minggir, Kecamatan Moyudan, Kecamatan Godean dan Kecamatan Gamping), Kabupaten Bantul (meliputi Kecamatan Sedayu dan Kecamatan Kasihan) dan Kabupaten Kulon Progo (meliputi Kecamatan Sentolo, Kecamatan Nanggulan dan Kecamatan Kalibawang). Lokasi daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.2.

5 Gambar 1.2 Provinsi Daerah Istimewa dan lokasi daerah penelitian beserta wilayah administrasinya 5

6 6 I.6 Peneliti Terdahulu Beberapa penelitian geologi dan hidrogeologi yang telah dilakukan di wilayah Cekungan Airtanah - Sleman bagian barat tercantum pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Beberapa penelitian yang telah dilakukan di wilayah Cekungan Airtanah - Sleman bagian barat Peneliti Tahun Penelitian Hendrayana 1993 Septeriansyah 2000 Putra 2003 Hendrayana dan Putra 2004 Utami 2009 Suryanto 2009 Judul Tulisan Hydrogeologie und Grundwassergewinnung im - Becken, Indonesien Geologi Daerah Gunung Berjo dan Sekitarnya, Godean, Serta Petrologi dan Pemanfaatan Mikrodiorit Berjo Sebagai Bahan Bangunan Integrated Water Resources Management In Merapi - Basin The Improvement of Groundwater Basin Concept Analisis Distribusi Ukuran Kristal Mikrodiorit Gunung Berjo, Godean, Menggunakan Perangkat Lunak JMICROVISION dan Manual Ketersediaan Sumber Daya Airtanah dan Arahan Pengembangannya di Kecamatan Moyudan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Hasil Suatu model airtanah dan simulasinya di wilayah Kota dan sekitarnya. Mikrodiorit Berjo dibedakan menjadi mikrodiorit biotit dan mikrodiorit piroksen yang mengalami alterasi hidrotermal. Mikrodiorit ini adalah tubuh stock yang terbentuk dekat permukaan bumi dan dimanfaatkan sebagai batu tempel/hias, konstruksi dalam, agregat beton kelas ringan dan sebagai landasan jalan raya dan bandar udara. Suatu manajemen sumberdaya air berdasarkan pemodelan airtanah dan daerah aliran sungai pada Cekungan Merapi -. Telah dikembangkan sebuah model airtanah 3-D untuk simulasi airtanah pada Cekungan Airtanah. Distribusi ukuran kristal plagioklas pada mikrodiorit di Gunung Berjo tergambarkan tekstur inequigranular sebagai proses pembekuan magma pembentuk batuan terdiri atas dua fase kristalisasi, yaitu fase fenokris dan fase massa dasar. Akuifer Kecamatan Moyudan berupa akuifer bebas dengan kedalaman airtanah berkisar 0,4-18,3 meter pada musim kemarau dan 0,1-17,2 meter pada musim hujan. Kedalaman airtanah ini relatif mendalam ke arah Sungai Progo dan ke arah selatan.

7 7 Tabel 1.1 Beberapa penelitian yang telah dilakukan di wilayah Cekungan Airtanah - Sleman bagian barat (lanjutan) Peneliti Tahun Penelitian Asrizal 2010 Puspasari 2010 Risdianto 2010 Hendrayana 2011 Fakhrunnas 2012 Iqbal 2013 Judul Tulisan Penentuan Batas Formasi dan Umur Relatif Antara Formasi Nanggulan dan Intrusi Mikrodiorit Pada Bukit Wungkal, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, DI Ketersediaan Sumber Daya Airtanah dan Arahan Pengembangannya di Kecamatan Godean Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Ketersediaan Sumberdaya Airtanah dan Arahan Pengembangannya di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Peta Cekungan Airtanah - Sleman Kajian Hidrogeologi Desa Balecatur Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Pemodelan Aliran Airtanah di Wilayah Kota Hasil Satuan batulempung yang sebanding dengan Formasi Nanggulan anggota Watupuru bed sebagai satuan yang berumur lebih tua dan diintrusi oleh satuan mikrodiorit. Batas satuan batulempung dengan satuan mikrodiorit Bukit Wungkal adalah batas intrusi dan batas struktur. Akuifer Kecamatan Godean berupa akuifer bocor dengan litologi pasir sedang dan pola aliran airtanah relatif mengalir ke arah selatan. Kedalaman airtanah berkisar 0,7-8,9 meter pada musim kemarau dan 0,2-8,4 meter pada musim hujan dengan fluktuasi airtanah berkisar 0,2-4,05 meter. Pola aliran airtanah pada Kecamatan Minggir dominan ke arah barat daya dan barat, kecuali pada bagian utara yang arah alirannya ke barat laut. Semua arah aliran menuju ke tubuh Sungai Progo sebagai daerah elevasi terendah. Kedalaman airtanah daerah ini berkisar antara 1,1-11,64 meter pada musim kemarau dan 0,25-5,7 meter pada musim hujan dengan fluktuasi 0,37-5,94 meter. Cekungan terbagi menjadi empat daerah, meliputi Daerah Recharge, Daerah Transisi, Daerah Discharge dan Kelompok Non-akuifer serta secara hidrostratigrafi cekungan ini terbagi menjadi tiga, meliputi: Kelompok Akuifer 1 (Akuifer bebas), Kelompok Akuifer 2 (Akuifer Semi Bebas) dan Kelompok Non-akuifer. Muka airtanah di bagian barat laut Desa Balecatur relatif dangkal dan mendalam ke arah tenggara dengan kondisi elevasi permukaan tanah semakin meningkat dan pola aliran airtanahnya mengalir dari tenggara ke utara dan barat laut. Suatu model aliran airtanah untuk simulasi pengambilan airtanah di wilayah Kota.

8 8 Tabel 1.1 Beberapa penelitian yang telah dilakukan di wilayah Cekungan Airtanah - Sleman bagian barat (lanjutan) Peneliti Tahun Penelitian Suprayitno 2013 Oudone 2014 Aryawicaksono 2014 Vicente 2014 Judul Tulisan Kerentanan Airtanah di Daerah Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Groundwater Vulnerability Mapping Assessment in Minggir Subdistrict of Sleman Special Province, Indonesia Pemetaan Kerentanan Airtanah di Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah - Sleman Hasil Sebagian besar wilayah Kecamatan Godean termasuk daerah kerentanan airtanah cukup tinggi dengan muka airtanah yang sangat mudah diambil melalui sumur gali, sangat rentan pencemaran dan juga sangat mudah mengalami penurunan muka airtanah. Sekitar 75% pada daerah Kecamatan Minggir termasuk zona kerentanan airtanah sangat tinggi dengan metode SVV dan GOD / tinggi untuk metode DRASTIC yang rentan oleh berbagai kontaminan dari daerah pertanian dan sangat rendah perlindungan efektifnya pada zona tidak jenuh air. Kedalaman muka airtanah berkisar 1-12 meter dengan litologi pada zona tidak jenuh berupa endapan pasir dalam berbagai ukuran. Daerah ini terdiri dari zona kerentanan airtanah tinggi dan zona kerentanan airtanah sangat tinggi. Ketebalan minimum akuifer bagian atas (bebas) berkisar meter di Kabupaten Sleman dan 5-20 meter di Kabupaten Bantul, sedangkan akuifer bagian bawah (semi bebas) menipis ke arah selatan setebal meter di Kabupaten Sleman dan 5-25 meter di Kabupaten Bantul. Berdasarkan beberapa penelitian di atas yang berkaitan dengan permasalahan hidrogeologi pada daerah penelitian, dapat diketahui bahwa: 1. Sistem akuifer di daerah penelitian terdiri dari akuifer bebas, akuifer semi bebas dan kelompok non-akuifer (Hendrayana, 2011). Ketebalan minimum akuifer bebas berkisar meter di wilayah Kabupaten Sleman dan 5-20 meter di wilayah Kabupaten Bantul, sedangkan akuifer semi bebas semakin menipis ke arah selatan mencapai meter di wilayah Kabupaten Sleman dan 5-25 meter di wilayah Kabupaten Bantul (Vicente, 2014).

9 9 2. Muka airtanah di daerah penelitian umumnya relatif mendalam ke arah selatan dan di sebelah barat sampai barat daya daerah penelitian cenderung mendalam ke arah Sungai Progo (Suryanto, 2009). 3. Pola aliran airtanah di daerah penelitian umumnya mengalir ke arah selatan (Puspasari, 2010) dan pada bagian barat hingga barat daya daerah penelitian dominan mengalir menuju tubuh Sungai Progo (Risdianto, 2010). 4. Sebagian besar daerah penelitian berada pada kondisi muka airtanah yang mudah diambil melalui sumur gali, rentan terhadap pencemaran dan mudah mengalami penurunan muka airtanah (Suprayitno, 2013) serta perlindungan efektif rendah pada zona tidak jenuh air (Oudone, 2014). Pemodelan airtanah oleh Putra (2003) dan Hendrayana dan Putra (2004) membahas model airtanah di wilayah Cekungan Airtanah secara regional. Pemodelan tersebut belum mampu menggambarkan pola aliran airtanah akibat pengaruh keberadaan batuan intrusi di wilayah Cekungan Airtanah - Sleman bagian barat. Beberapa pemodelan airtanah detail seperti pemodelan airtanah di wilayah Kota dan sekitarnya oleh Hendrayana (1993) dan pemodelan airtanah di wilayah Kota oleh Iqbal (2013) belum pernah dilakukan di wilayah Cekungan Airtanah - Sleman bagian barat. Penelitian ini dibutuhkan untuk melakukan pemodelan airtanah detail yang menggambarkan pola aliran airtanah akibat pengaruh keberadaan batuan intrusi tersebut. Dengan demikian, pemodelan ini berbeda dari pomodelan terdahulu dan menjadi penelitian yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terhadap barang ini pun kian meningkat seiring bertambahnya jumlah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terhadap barang ini pun kian meningkat seiring bertambahnya jumlah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan kebutuhan terhadap barang ini pun kian meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk di suatu

Lebih terperinci

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG Sepanjang sejarah peradaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat komersial seperti kegiatan industri, pertanian, perkantoran, perhotelan,

BAB I PENDAHULUAN. bersifat komersial seperti kegiatan industri, pertanian, perkantoran, perhotelan, 2 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa air merupakan zat yang sangat penting bagi manusia. Salah satu sumber air untuk memenuhi kebutuhan manusia adalah air tanah, baik untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan mutlak bagi seluruh kehidupan di bumi. Air juga merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Tetapi saat ini, ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan penting pada pemenuhan kebutuhan makhluk hidup untuk berbagai keperluan. Suplai air tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kota Metropolitan Makassar, ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, merupakan pusat pemerintahan dengan berbagai kegiatan sosial, politik, kebudayaan maupun pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permintaan bahan bangunan. Hal tersebut mengakibatkan semakin banyak pula

BAB I PENDAHULUAN. permintaan bahan bangunan. Hal tersebut mengakibatkan semakin banyak pula BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Perkembangan pembangunan di Indonesia yang sangat pesat terutama di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang meliputi konstruksi infrastruktur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi air di bumi terdiri atas 97,2% air laut, 2,14% berupa es di kutub, airtanah dengan kedalaman 4.000 meter sejumlah 0,61%, dan 0,0015% air pemukaan (Fetter, 2000).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Airtanah merupakan salah satu komponen dari siklus hidrologi yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. Airtanah merupakan salah satu komponen dari siklus hidrologi yang ada di BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Airtanah merupakan salah satu komponen dari siklus hidrologi yang ada di bumi. Airtanah berasal dari pengisian kembali (recharge) dari infiltrasi air hujan ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kimia airtanah menunjukkan proses yang mempengaruhi airtanah. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen. Nitrat merupakan salah

Lebih terperinci

CADANGAN AIR TANAH BERDASARKAN GEOMETRI DAN KONFIGURASI SISTEM AKUIFER CEKUNGAN AIR TANAH YOGYAKARTA-SLEMAN

CADANGAN AIR TANAH BERDASARKAN GEOMETRI DAN KONFIGURASI SISTEM AKUIFER CEKUNGAN AIR TANAH YOGYAKARTA-SLEMAN CADANGAN AIR TANAH BERDASARKAN GEOMETRI DAN KONFIGURASI SISTEM AKUIFER CEKUNGAN AIR TANAH YOGYAKARTA-SLEMAN Heru Hendrayana 1), Victor A. de Sousa Vicente 2) 1)&2) Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Studi Hidrogeologi dan Identifikasi Intrusi Air asin pada Airtanah di Daerah Samas, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Studi Hidrogeologi dan Identifikasi Intrusi Air asin pada Airtanah di Daerah Samas, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ketika kesetimbangan neraca air suatu daerah terganggu, maka terjadi pergeseran pada siklus hidrologi yang terdapat di daerah tersebut. Pergeseran tersebut dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Rencana pengembangan kawasan pantai selatan Pulau Jawa yang membentang dari Jawa Timur sampai Jawa Barat, tentu akan memberi dampak perkembangan penduduk di daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro BAB III DATA LOKASI 3.1 Data Makro 3.1.1 Data Kawasan wilayah Kabupaten Sleman yaitu : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang (Provinsi Jawa Tengah) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Manusia merupakan mahluk hidup yang memiliki hubungan yang erat dengan lingkungan. Manusia akan memanfaatkan Sumberdaya yang ada di Lingkungan. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di bumi, air yang berada di wilayah jenuh di bawah air permukaan tanah secara global, kira-kira sejumlah 1,3 1,4 milyard km3 air: 97,5 % adalah airlaut 1,75 % berbentuk

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR S A R I Oleh : Sjaiful Ruchiyat, Arismunandar, Wahyudin Direktorat Geologi Tata Lingkungan Daerah penyelidikan hidrogeologi Cekungan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. 1. Cekungan Aitanah Yogyakarta Sleman memiliki kondisi hidrogeologi seperti

BAB V KESIMPULAN. 1. Cekungan Aitanah Yogyakarta Sleman memiliki kondisi hidrogeologi seperti BAB V KESIMPULAN V.1 Kesimpulan 1. Cekungan Aitanah Yogyakarta Sleman memiliki kondisi hidrogeologi seperti berikut : Tipe akuifer pada Cekungan Airtanah Yogyakarta Sleman adalah akuifer bebas, yang meliputi

Lebih terperinci

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Sleman 3.1.1 Kondisi Geografis Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cekungan airtanah Karanganyar - Boyolali merupakan salah satu cekungan airtanah yang terletak di Provinsi Jawa Tengah. Luas cekungan ini menurut Keppres No.26 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan jumlah penduduk dan industri pada CAT Karanganyar-Boyolali

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan jumlah penduduk dan industri pada CAT Karanganyar-Boyolali 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang CAT Karanganyar-Boyolali merupakan cekungan airtanah terbesar di Jawa Tengah, dengan luasan cekungan sebesar 3.899 km 2, dengan potensi airtanah yang sangat melimpah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kasongan adalah nama daerah tujuan wisata di wilayah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta yang terkenal dengan hasil kerajinan gerabahnya (Gambar 1.1). Daerah

Lebih terperinci

PROGRAM PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN AIRTANAH

PROGRAM PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN AIRTANAH PROGRAM PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN AIRTANAH DR. Heru Hendrayana Geological Engineering, Faculty of Engineering Gadjah Mada University Perrnasalahan utama sumberdaya air di Indonesia Bank data (kelengkapan(

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sumberdaya air bawah tanah merupakan sumberdaya yang vital dan strategis, karena menyangkut kebutuhan pokok hajat hidup orang banyak dalam berbagai aktivitas masyarakat

Lebih terperinci

POTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA

POTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA POTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA Imam Fajri D. 1, Mohamad Sakur 1, Wahyu Wilopo 2 1Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

I. KARAKTERISTIK WILAYAH

I. KARAKTERISTIK WILAYAH I. KARAKTERISTIK WILAYAH Sumber : http//petalengkap.blogspot.com. Akses 31 Mei 2016 A B Gambar 1. A. Peta Jl Magelang, B. Peta Jl Solo Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Daerah

Lebih terperinci

PENENTUAN ZONA KONSERVASI CEKUNGAN AIR TANAH WATES, KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PENENTUAN ZONA KONSERVASI CEKUNGAN AIR TANAH WATES, KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENENTUAN ZONA KONSERVASI CEKUNGAN AIR TANAH WATES, KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Heru Hendrayana 1* Rezha Ramadhika 2 1,2 Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang.

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang. BAB II KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Geografis dan Administrasi Secara geografis daerah penelitian bekas TPA Pasir Impun terletak di sebelah timur pusat kota bandung tepatnya pada koordinat 9236241

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khas, baik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Karst merupakan

BAB I PENDAHULUAN. khas, baik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Karst merupakan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Bentang alam karst pada umumnya memiliki karakter yang spesifik dan khas, baik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Karst merupakan bentang alam

Lebih terperinci

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO, BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa pengaturan Air Tanah dimaksudkan untuk memelihara kelestarian

Lebih terperinci

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. III.1.3. Kondisi Ekonomi Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik, perhitungan PDRB atas harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah mengalami perkembangan yang cukup pesat dari tahun ke tahun. Perkembangan yang terjadi meliputi infrastruktur hingga

Lebih terperinci

POTENSI AIRTANAH DI CEKUNGAN AIRTANAH (CAT) PALU BERDASARKAN SATUAN HIDROMORFOLOGI DAN HIDROGEOLOGI. Zeffitni *)

POTENSI AIRTANAH DI CEKUNGAN AIRTANAH (CAT) PALU BERDASARKAN SATUAN HIDROMORFOLOGI DAN HIDROGEOLOGI. Zeffitni *) POTENSI AIRTANAH DI CEKUNGAN AIRTANAH (CAT) PALU BERDASARKAN SATUAN HIDROMORFOLOGI DAN HIDROGEOLOGI Zeffitni *) Abstrak : Potensi airtanah pada setiap satuan hidromorfologi dan hidrogeologi ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Airtanah merupakan sumber daya penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sebagai sumber pasokan air, airtanah memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dari tekanan atmosfer. Dari seluruh air tawar yang terdapat di bumi,

BAB I PENDAHULUAN. besar dari tekanan atmosfer. Dari seluruh air tawar yang terdapat di bumi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Airtanah adalah air yang terdapat pada lapisan akuifer di bawah permukaan tanah pada zona jenuh air pada tekanan hidrostatis sama atau lebih besar dari tekanan atmosfer.

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi.

KEADAAN UMUM WILAYAH. ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi. IV. KEADAAN UMUM WILAYAH Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, secara makro Kabupaten Sleman terdiri dari daerah dataran rendah yang subur pada bagian selatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian Evolusi Struktur Geologi Daerah Sentolo dan Sekitarnya, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. I.2. Latar Belakang Proses geologi yang berupa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Cekungan. Air Tanah. Penyusunan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Cekungan. Air Tanah. Penyusunan. Pedoman. No.190, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Cekungan. Air Tanah. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup di muka bumi. Makhluk hidup khususnya manusia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup di muka bumi. Makhluk hidup khususnya manusia melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air tanah merupakan sumber daya yang sangat bermanfaat bagi semua makhluk hidup di muka bumi. Makhluk hidup khususnya manusia melakukan berbagai cara untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta

BAB I PENDAHULUAN. Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta yang disusun oleh Novianto dkk. (1997), desa ini berada pada Satuan Geomorfologi Perbukitan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK 98 BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan analisis terhadap lereng, pada kondisi MAT yang sama, nilai FK cenderung menurun seiring dengan semakin dalam dan terjalnya lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi yang baik dan tahan lama. Bandara merupakan salah satu prasarana

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi yang baik dan tahan lama. Bandara merupakan salah satu prasarana I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini, transportasi memiliki peranan yang penting dalam perkembangan suatu negara, sehingga kegiatan perencanaan dalam pembangunan sarana dan prasarana perlu

Lebih terperinci

BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan klasifikasi Mendel (1980) sistem hidrogeologi daerah penelitian adalah sistem akifer volkanik. Pada sistem akifer volkanik ini batuan segar yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat merugikan manusia. Kebencanaan geologi mengakibatkan kerusakan infrastruktur maupun korban manusia,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN 3.1. Tinjauan Umum Kota Yogyakarta Sleman Provinsi Derah Istimewa Yogyakarta berada di tengah pulau Jawa bagian selatan dengan jumlah penduduk 3.264.942 jiwa,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa

KEADAAN UMUM WILAYAH. Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM WILAYAH A. Kabupaten Sleman 1. Kondisi Geografis Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak diantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah 15 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Daerah Bangunjiwo yang merupakan lokasi ini, merupakan salah satu desa di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Secara geografis, kabupaten Ngada terletak di antara 120 48 36 BT - 121 11 7 BT dan 8 20 32 LS - 8 57 25 LS. Dengan batas wilayah Utara adalah Laut Flores,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang bukan hanya dalam hal kuantitas, namun juga terkait kualitas

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang bukan hanya dalam hal kuantitas, namun juga terkait kualitas PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Air merupakan kebutuhan utama setiap makhluk hidup, terutama air tanah. Kebutuhan manusia yang besar terhadap air tanah mendorong penelitian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Daerah penelitian saat ini sedang mengalami perkembangan pemukiman

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Daerah penelitian saat ini sedang mengalami perkembangan pemukiman BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Daerah penelitian saat ini sedang mengalami perkembangan pemukiman padat penduduk yang sangat pesat, peningkatan aktivitas industri, dan perambahan kawasan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR )

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR ) PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR ) KEGIATAN KEGIATAN PENYUSUNAN ZONA PEMANFAATAN DAN KONSERVASI AIR TANAH PADA CEKUNGAN AIR TANAH (CAT) DI JAWA TENGAH DINAS

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018 KATA PENGANTAR Prakiraan Musim Kemarau 2018 Publikasi Prakiraan Musim Kemarau 2018 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi

Lebih terperinci

Pengelolaan Airtanah

Pengelolaan Airtanah KONSERVASI AIRTANAH Heru Hendrayana Fakultas Teknik UGM Forum Dialog Mediasi Lingkungan Pengelolaan Bahan Galian dan airtanah, BAPEKOINDA-PROPINSI DIY Hotel Matahari Yogyakarta, 22 Oktober 2002. Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), kepadatan penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta terutama di Kabupaten Sleman mencapai 1.939 jiwa/km 2. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi terhadap sumberdaya air khususnya air tanah, maka menjaga kualitas, kuantitas dan kontinuitas air tanah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perencanaan pembangunan, pendekatan wilayah merupakan alternatif lain dari pendekatan sektoral yang keduanya bisa saling melengkapi. Kelebihan pendekatan wilayah

Lebih terperinci

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi EVALUASI TINGKAT KERENTANAN ZONA PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIRTANAH MELALUI ANALISA SPASIAL DI CEKUNGAN AIRTANAH (CAT) KABUPATEN BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Diajukan untuk memenuhi salah satu

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. akuifer di daratan atau daerah pantai. Dengan pengertian lain, yaitu proses

TINJAUAN PUSTAKA. akuifer di daratan atau daerah pantai. Dengan pengertian lain, yaitu proses TINJAUAN PUSTAKA Intrusi Air Laut Intrusi atau penyusupan air asin ke dalam akuifer di daratan pada dasarnya adalah proses masuknya air laut di bawah permukaan tanah melalui akuifer di daratan atau daerah

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI

BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI IV.1 Kondisi Hidrogeologi Regional Secara regional daerah penelitian termasuk ke dalam Cekungan Air Tanah (CAT) Bandung-Soreang (Distam Jabar dan LPPM-ITB, 2002) dan Peta Hidrogeologi

Lebih terperinci

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Secara umum airtanah merupakan sumber air yang sangat baik digunakan untuk kebutuhan manusia sehari-hari, karena airtanah lebih aman dibandingkan dengan air permukaan.

Lebih terperinci

STUDI KERENTANAN AIRTANAH TERHADAP PEMOMPAAN DI KOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH

STUDI KERENTANAN AIRTANAH TERHADAP PEMOMPAAN DI KOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH STUDI KERENTANAN AIRTANAH TERHADAP PEMOMPAAN DI KOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH Putranto, T.T. *, M. Imam A.W., Dian A.W. Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro JL. Prof.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan mahkluk hidup. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan mahkluk hidup. Kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan mahkluk hidup. Kebutuhan air semakin meningkat namun daya dukung alam ada batasnya dalam memenuhi kebutuhan air.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kabupaten Demak merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan kondisi geologi regional termasuk dalam Dataran Alluvial Jawa Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. air bersih semakin meningkat dan sumber-sumber air konvensional yang berupa

BAB I PENDAHULUAN. air bersih semakin meningkat dan sumber-sumber air konvensional yang berupa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan utama bagi manusia. Kebutuhan akan air bersih semakin meningkat dan sumber-sumber air konvensional yang berupa air permukaan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang lalui oleh 3 lempeng benua dan samudra yang masih aktif sampai saat ini. Pergerakan ketiga lempeng tersebut mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wisata Pantai Parangtritis yang merupakan pantai selatan Pulau Jawa masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. wisata Pantai Parangtritis yang merupakan pantai selatan Pulau Jawa masih menjadi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah wisatawan di Desa Parangtritis selama tahun 2011 hingga 2015 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan objek wisata Pantai

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KAWASAN

BAB III TINJAUAN KAWASAN BAB III TINJAUAN KAWASAN 3.1. Tinjauan Wilayah D.I. Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta terletak antara 110º.00-110º.50 Bujur Timur dan antara 7º.33-8 º.12 Lintang Selatan. Secara

Lebih terperinci

Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti, M.Sc. Teknik Geologi

Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti, M.Sc. Teknik Geologi Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti, M.Sc. Sistem Hidrogeologi disusun oleh: Sistem Akifer Sistem Airtanah SISTEM AKUIFER, Terdiri dari: - LAPISAN PEMBAWA AIR LAPISAN ALAS KEDAP AIR LAPISAN PENYEKAT (TIDAK HARUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Airtanah adalah semua air yang terdapat pada lapisan pengandung air (akuifer) di bawah permukaan tanah, termasuk mataair yang muncul di permukaan tanah. Peranan airtanah

Lebih terperinci

GEOHIDROLOGI PENGUATAN KOMPETENSI GURU PEMBINA OSN SE-ACEH 2014 BIDANG ILMU KEBUMIAN

GEOHIDROLOGI PENGUATAN KOMPETENSI GURU PEMBINA OSN SE-ACEH 2014 BIDANG ILMU KEBUMIAN GEOHIDROLOGI PENGUATAN KOMPETENSI GURU PEMBINA OSN SE-ACEH 2014 BIDANG ILMU KEBUMIAN Pengertian o Potamologi Air permukaan o o o Limnologi Air menggenang (danau, waduk) Kriologi Es dan salju Geohidrologi

Lebih terperinci

PEMETAAN KERENTANAN AIRTANAH DAN PERANANNYA DALAM PERENCANAAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

PEMETAAN KERENTANAN AIRTANAH DAN PERANANNYA DALAM PERENCANAAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN PEMETAAN KERENTANAN AIRTANAH DAN PERANANNYA DALAM PERENCANAAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN (Studi Kasus Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul) Ahmad Cahyadi 1, Gilang Arya Dipayana 2, Panji Nur Rahmat 3, Fedhi

Lebih terperinci

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian, dan saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian, dan saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta jika ditinjau dari sudut geografis, memiliki sebagian wilayah yang dilewati oleh aliran sungai besar, yang tergabung dalam kesatuan

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. VII, No. 1 (2017), Hal ISSN: ( print )

POSITRON, Vol. VII, No. 1 (2017), Hal ISSN: ( print ) Survei Potensi Sumber Daya Geologi yang didukung Data Resistivitas di Gunung Wungkal Yogyakarta Nurul Dzakiya a, MGS. Dwiki Nugraha b, Nenden L. Sidik b, Trias Galena b a Teknik Geologi, FTM, Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya air yaitu Air Tanah, saat ini telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya air yaitu Air Tanah, saat ini telah menjadi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kondisi Air Tanah dalam segala aspek kehidupan manusia mempunyai peranan penting dalam menyediakan kebutuhan air bagi berbagai keperluan. Mengingat peranan Air Tanah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI AIRTANAH DAERAH CIEMAS, KABUPATEN SUKABUMI BERDASARKAN CITRA SATELIT, GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI

IDENTIFIKASI AIRTANAH DAERAH CIEMAS, KABUPATEN SUKABUMI BERDASARKAN CITRA SATELIT, GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI IDENTIFIKASI AIRTANAH DAERAH CIEMAS, KABUPATEN SUKABUMI BERDASARKAN CITRA SATELIT, GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI Fathurrizal Muhammad 1, M. Nursiyam Barkah 1, Mohamad Sapari Dwi Hadian 1 1 Laboratorium Hidrogeologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rendah. Studi mengenai aliran air melalui pori-pori tanah diperlukan dan

I. PENDAHULUAN. rendah. Studi mengenai aliran air melalui pori-pori tanah diperlukan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah adalah kumpulan partikel padat dengan rongga yang saling berhubungan. Rongga ini memungkinkan air dapat mengalir di dalam partikel menuju rongga dari satu titik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling

BAB I PENDAHULUAN. alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Geologi lingkungan merupakan suatu interaksi antara manusia dengan alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Musim Kemarau 2016 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Geofisika Kelas 1 Yogyakarta / Pos Klimatologi

Lebih terperinci

BAB 4 PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TANAH KASUS WILAYAH JABODETABEK

BAB 4 PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TANAH KASUS WILAYAH JABODETABEK BAB 4 PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TANAH KASUS WILAYAH JABODETABEK Tujuan utama dari pemanfaatan air tanah adalah sebagai cadangan, untuk memenuhi kebutuhan air bersih jika air permukaan sudah tidak memungkinkan

Lebih terperinci

STUDI KONSERVASI AIR UNTUK PEMANFAATAN AIRTANAH YANG BERKELANJUTAN PADA RECHARGE AREA LERENG GUNUNGAPI MERAPI KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA

STUDI KONSERVASI AIR UNTUK PEMANFAATAN AIRTANAH YANG BERKELANJUTAN PADA RECHARGE AREA LERENG GUNUNGAPI MERAPI KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA STUDI KONSERVASI AIR UNTUK PEMANFAATAN AIRTANAH YANG BERKELANJUTAN PADA RECHARGE AREA LERENG GUNUNGAPI MERAPI KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA Oleh: Hendro Murtianto*) Abstrak Manusia dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan zat yang tidak dapat dipisahkan dari makhluk hidup di kehidupan sehari-harinya. Zat tersebut sangatlah dibutuhkan ketersediannya di berbagai waktu

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2013

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2013 SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN Volume 14, Nomor 1, Juni 2016

JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN Volume 14, Nomor 1, Juni 2016 JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN 1412-6982 Volume 14, Nomor 1, Juni 2016 KAJIAN KUALITAS HIDROLOGI PERTAMBANGAN NIKEL DI KABUPATEN MORAWALI PROPINSI SULAWESI TENGAH Andi Rusdin Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data untuk tugas akhir ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder. 4.1.1 Data Primer Data primer adalah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemodelan tahanan jenis dilakukan dengan cara mencatat nilai kuat arus yang diinjeksikan dan perubahan beda potensial yang terukur dengan menggunakan konfigurasi wenner. Pengukuran

Lebih terperinci

Penetapan Program Pengelolaan Airtanah di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman

Penetapan Program Pengelolaan Airtanah di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman Penetapan Program Pengelolaan Airtanah di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman Heru Hendrayana, 2011 heruha@ugm.ac.id I. LATAR BELAKANG Airtanah merupakan sumberdaya yang mempunyai peranan penting pada

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN 58 BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian 1. Profil Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber: DPPKA Pemda DIY Gambar 4.1 Peta Administrasi Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2020 mendatang (Nihon Suido, Nippon Koei Co. Ltd dan KRI

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2020 mendatang (Nihon Suido, Nippon Koei Co. Ltd dan KRI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kota Makassar merupakan salah satu kota pesisir di Indonesia yang saat ini mengalami perkembangan pembangunan dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kota seluas

Lebih terperinci

HIDROGEOLOGI MATA AIR

HIDROGEOLOGI MATA AIR HIDROGEOLOGI MATA AIR DR. Ir. Heru Hendrayana Geological Engineering Dept., Faculty of Engineering Gadjah Mada University heruha@ugm.ac.id PENGERTIAN MATA AIR Airtanah adalah air yang terdapat di bawah

Lebih terperinci