4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kondisi umum lokasi penelitian Ciherang, Cianjur Lokasi pertama pengambilan sampel ikan lele sangkuriang terletak di Balai Pelestarian Perikanan Perairan Umum (BPPPU) Ciherang, Cianjur yang terletak di Jalan Raya Cianjur KM. 12 Pacet, Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat dengan luas areal sebesar m² (BPPPU Cianjur 2010). Secara geografis wilayah BPPPU Ciherang berada pada ketinggian 800 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan koordinat 6 o 48 42,67 LS dan 107 o 08 43,33 BT (www. googleearth.com). Kolam budidaya ikan lele sangkuriang di BPPPU Cianjur merupakan kolam tembok dan tertutup atap dengan ukuran 2 m x 2 m x 0,5 m dengan warna air cokelat keruh (Gambar 6). Gambar 6. Kondisi kolam ikan lele sangkuriang di BPPPU Cianjur Areal BPPPU Cianjur ini digunakan antara lain untuk bak pembenihan, kolam pendederan atau pembesaran, kolam induk, bak tandon dan filter, serta saluran distribusi air, bangsal pembenihan, bangunan kelas dan asrama, kantor dan rumah dinas, jalan atau tempat parkir dan taman. Sumber air kolam di BPPPU Ciherang berasal dari irigasi non teknis yang pemanfaatannya berbaur dengan

2 20 masyarakat, khususnya untuk kebutuhan kebun sayuran. Secara kualitas, air yang tersedia cukup layak digunakan untuk kegiatan budidaya ikan walaupun terkadang terjadi keracunan karena air yang masuk telah terkontaminasi pestisida yang digunakan petani untuk sayuran. Selain itu aliran air yang masuk senantiasa membawa sampah berupa limbah sayuran, plastik, atau pun sampah domestik lainnya, akan tetapi kendala ini dapat diatasi oleh BPPPU Ciherang dengan adanya proses penanganan pengairan yang baik, yakni dengan pembuatan filter yang berfungsi untuk mengendapkan air dan menyaring sampah yang terbawa aliran air. Bentuk kepemilikan seluruh lokasi merupakan milik Dinas Pemerintahan Jawa Barat yang sesuai dengan badan hukum BPPPU sendiri (BPPPU Cianjur 2010). Kolam indukan ikan lele sangkuriang di BPPPU Cianjur terdiri dari kolam indukan jantan dan betina. Jumlah indukan jantan yang dipelihara adalah sebanyak 500 ekor dengan masa pemeliharaan selama 1-1,5 tahun. Ukuran benih saat pertama kali ditebar yaitu 5-7 cm dan benih tersebut berasal dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Pemberian pakan dilakukan sebanyak tiga kali sehari, yaitu pada pagi, siang, dan malam hari berupa pelet tenggelam dengan jumlah 30 kg/hari Rancabungur, Kabupaten Bogor Lokasi kedua pengambilan sampel ikan lele sangkuriang dilakukan di daerah Rancabungur yang terletak di Jl. Atang Sandjaya, Gang Nangka Rt 05 Rw 10, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor dan berada pada ketinggian 300 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan koordinat 6 o 33 15,35 LS dan 106 o BT (www. googleearth.com). Areal kolam budidaya sangat luas, berjumlah 50 kolam yang terdiri dari kolam pembenihan dan kolam pembesaran. Kolam indukan lele sangkuriang merupakan kolam tanah dengan ukuran 6 m x 4 m x 1 m dan warna air hijau keruh (Gambar 7). Jenis pakan yang diberikan untuk induk ikan lele sangkuriang adalah pakan jenis pelet tenggelam. Pemberian pakan 2-3 kali/hari dengan jumlah yang tidak ditentukan. Jumlah indukan ikan lele sangkuriang dipelihara sebanyak 1000 ekor dengan masa pemeliharaan selama 1,5-2 tahun. Ukuran benih saat pertama kali ditebar adalah 7-8 cm dan benih ikan tersebut berasal dari daerah Parung, Kabupaten Bogor.

3 21 Gambar 7. Kondisi kolam ikan lele sangkuriang dikolam budidaya Rancabungur Kualitas lingkungan perairan Pengukuran kualitas lingkungan pada kolam budidaya ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) di daerah Cianjur dan Rancabungur berupa pengukuran suhu, DO, dan ph air. Parameter kualitas lingkungan tersebut untuk mendukung kajian aspek reproduksi ikan lele sangkuriang. Berikut ini merupakan data hasil pengukuran kualitas air kolam ikan lele sangkuriang pada kedua lokasi (Tabel 1). Tabel 1. Kualitas lingkungan kolam budidaya lele sangkuriang (Clarias gariepinus) Sampling ke- Ulangan Suhu ( o C) Cianjur DO (mg/l) Rancabungur ph Suhu ( o C) DO(mg/l) ph ,53 6,50 28,5 3,07 7, ,92-29,0 2, ,92 6,50 29,0 2,68 7, ,53 7,50 30,0 2,75 7, ,32-30,0 1, ,53 7,50 30,0 1,97 7, ,53 7,00 29,0 1,53 6, ,53-30,0 1, ,92 7,00 30,0 2,32 6,50 Nilai 28 ± 0 a 1,75 ± 7,00 ± 29,63 ± 2,30 ± 6,83 ± 0,29 a 0,45 a 0,61 b 0,52 b 0,26 a Keterangan: Ulangan 1: inlet; ulangan 2: tengah; ulangan 3: outlet

4 22 Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai suhu air kolam dan oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) di daerah Cianjur lebih rendah dibandingkan dengan daerah Rancabungur, sedangkan nilai ph air kolam di kedua lokasi tersebu tidak terlalu berbeda jauh. Setelah dilakukan uji normalitas diketahui bahwa nilai suhu, ph dan DO air kolam ikan lele sangkuriang di dua lokasi tersebut berdistribusi normal (Kolmogorov-Smirnov/p>0,05). Nilai suhu air kolam dan nilai DO di daerah Cianjur dan Rancabungur terdapat perbedaan, sedangkan nilai ph air tidak terdapat perbedaan di antara dua lokasi tersebut (α=0,05) Kondisi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) Pengukuran karakteristik ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) di daerah Cianjur dan Rancabungur berupa bobot ikan, panjang ikan dan bobot gonad sebelah kanan dan kiri. Data kondisi ikan dapat digunakan sebagai data pendukung untuk mengetahui kondisi reproduksi pada ikan lele sangkuriang. Berikut ini merupakan data kondisi ikan lele sangkuriang pada kedua lokasi (Tabel 2). Tabel 2. Kondisi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) Sampel ke- Bobot Ikan (g) Cianjur Panjang Ikan (mm) Bobot Gonad (g) Bobot Ikan (g) Rancabungur Panjang Ikan (mm) Bobot Gonad (g) Ka Ki Ka Ki ,22 1, ,03 2, ,39 1, ,04 1, ,42 3, ,24 3, ,40 1, ,08 1, ,17 1, ,68 2, ,15 2, ,83 0, ,56 ± 422,38 a 543,3 ± 92,7 a 1,63 ± 1,04 a 1,76 ± 0,99 a 1972,22 ± 801,99 b 681,1 ± 125,3 b 1,82 ± 0,86 a 1,98 ± 0,93 a Keterangan: Ka: Gonad sebelah kanan ; Ki: Gonad sebelah kiri Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa bobot dan panjang ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur lebih kecil dibandingkan dengan daerah Rancabungur, sedangkan bobot gonad sebelah kanan dan kiri ikan lele

5 23 sangkuriang tidak terlalu berbeda jauh. Setelah dilakukan uji normalitas diketahui bahwa nilai bobot ikan lele sangkuriang berdistribusi normal (Kolmogorov- Smirnov/p>0,05), sedangkan nilai panjang, bobot gonad sebelah kanan dan kiri pada ikan lele sangkuriang pada kedua lokasi tersebut cenderung berdistribusi tidak normal (Kolmogorov-Smirnov/p<0,05). Nilai panjang ikan lele sangkuriang di daerah Cianjur dan Rancabungur terdapat perbedaan (Mann-Whitney/p>0,05), sedangkan nilai bobot gonad sebelah kanan dan kiri tidak terdapat perbedaan antara di daerah Cianjur dan Rancabungur (Mann-Whitney/p>0,05). Pada nilai bobot ikan didapat kesimpulan bahwa terdapat perbedaan bobot ikan lele sangkuriang di dua lokasi tersebut (α=0,05) Karakteristik semen ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) secara makroskopis Pengamatan karakteristik secara makroskopis meliputi: ph, volume, warna, dan konsistensi semen. Pada ikan lele, untuk mendapatkan semen tidak dapat dilakukan dengan stripping, sehingga harus dilakukan pembedahan. Berikut ini merupakan data karakteristik semen ikan lele sangkuriang secara makroskopis (Tabel 3). Tabel 3. Karakteristik semen ikan lele sangkuriang secara makroskopis Parameter Cianjur Rancabungur Ka Ki Ka Ki ph semen 7,22 ± 0,24 7,47 ± 0,27 7,44 ± 0,28 7,47 ± 0,27 Volume semen (ml) 0,19 ± 0,26 0,37 ± 0,52 0,13 ± 0,19 0,42 ± 0,79 Konsistensi semen Kental Sedang - Kental Warna semen Putih Susu Putih Susu - Putih Keruh Keterangan: Ka: Gonad sebelah kanan ; Ki: Gonad sebelah kiri Berdasarkan hasil analisis didapat data bahwa nilai ph semen pada gonad sebelah kanan ikan lele sangkuriang memiliki kisaran rata-rata 7,22-7,47. Volume semen ikan lele sangkuriang memiliki kisaran rata-rata 0,13-0,42 ml, konsistensi semen berkisar sedang-kental dan warna semen berkisar putih susu-putih keruh (Tabel 3). Data karakteristik semen setiap sampel ikan lele sangkuriang secara makroskopis dapat dilihat pada Lampiran 6.

6 24 Setelah dilakukan uji normalitas diketahui bahwa nilai ph semen gonad sebelah kanan dan kiri ikan lele sangkuriang berdistribusi normal (Kolmogorov- Smirnov/p>0,05), sedangkan nilai volume semen pada gonad sebelah kanan dan kiri cenderung berdistribusi tidak normal (Kolmogorov-Smirnov/p<0,05). Nilai volume semen pada gonad sebelah kanan dan kiri ikan lele sangkuriang di daerah Cianjur dan Rancabungur tidak terdapat perbedaan (Mann-Whitney/p>0,05). Pada nilai ph semen didapat kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai ph semen gonad sebelah kanan ikan lele sangkuriang pada dua lokasi tersebut (α=0,05) Karakteristik semen ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) secara mikroskopis Pengamatan karakteristik secara mikroskopis meliputi: lama motil, motilitas, dan konsentrasi semen. Pengamatan karakteristik secara mikroskopik meliputi motilitas dan konsentrasi spermatozoa. Nilai lama motil spermatozoa ikan lele sangkuriang memiliki kisaran rata-rata 24,19-35,82 detik, nilai motilitas spermatozoa berkisar 83,89-85 % dan nilai konsentrasi spermatozoa berkisar 22,49 x ,70 x 10 9 ml -1 (Tabel 4). Data karakteristik semen setiap sampel ikan lele sangkuriang secara mikroskopis dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 4. Karakteristik semen ikan lele sangkuriang secara mikroskopis Parameter Cianjur Rancabungur Ka Ki Ka Ki Lama motil (detik) 28,85 ± 8,66 35,82 ± 13,44 33,01 ± 15,75 24,19 ± 9,61 Motilitas (%) 84,44 ± 1,67 83,89 ± 2,20 85 ± 0 85 ± 0 Konsentrasi Spermatozoa (10-9 ) ml -1 27,15 ± 12,84 27,70 ± 11,52 23,03 ± 15,95 22,49 ± 9,74 Keterangan: Ka: Gonad sebelah kanan ; Ki: Gonad sebelah kiri Setelah dilakukan uji normalitas diketahui bahwa nilai lama motil dan motilitas spermatozoa ikan lele sangkuriang, baik gonad sebelah kanan maupun kiri cenderung berdistribusi normal (Kolmogorov-Smirnov/p>0,05), sedangkan nilai konsentrasi spermatozoa gonad sebelah kanan dan kiri berdistribusi tidak normal (Kolmogorov-Smirnov/p<0,05). Nilai konsentrasi ikan lele sangkuriang, baik gonad sebelah kanan maupun kiri tidak terdapat perbedaan antara di daerah Cianjur dan Rancabungur (Mann-Whitney/p>0,05). Pada nilai lama motil dan motilitas

7 25 spermatozoa didapat kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai lama motil dan motilitas spermatozoa gonad sebelah kanan ikan lele sangkuriang pada dua lokasi tersebut (α=0,05) Morfologi spermatozoa Pengamatan morfologi spermatozoa ikan lele sangkuriang dilihat dari preparat yang telah diwarnai dengan pewarnaan Williams dan di foto menggunakan kamera digital dengan skala yang telah dikalibrasikan dengan lensa mikroskop pada perbesaran 800 kali. Morfologi spermatozoa ikan lele sangkuriang dapat dilihat pada Gambar µm 15 µm (a) Gambar 8. Morfologi spermatozoa ikan lele sangkuriang di daerah Cianjur (a) dan Rancabungur (b) Pada gambar 8 dapat dilihat (b) bahwa struktur spermatozoa ikan pada umumnya terdiri dari kepala dan ekor spermatozoa dan morfologi spermatozoa ikan lele sangkuriang, baik yang berasal dari daerah Cianjur maupun Rancabungur memiliki bentuk kepala agak bulat dengan ekor yang tipis dan panjang Morfometri spermatozoa Pengukuran morfometrik spermatozoa ikan lele sangkuriang di daerah Cianjur dan Rancabungur berupa diameter kepala dan panjang ekor spermatozoa. Nilai diameter kepala spermatozoa ikan lele sangkuriang memiliki kisaran rata-rata 2,24-2,28 µm dan panjang ekor spermatozoa memiliki kisaran rata-rata 49,51-50,94 µm (Tabel 5). Dengan demikian dapat dilihat bahwa nilai diameter kepala dan panjang ekor spermatozoa ikan lele sangkuriang di daerah Cianjur dan Rancabungur tidak jauh berbeda (Tabel 5).

8 26 Tabel 5. Morfometri spermatozoa ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) Sampel ke- Diameter Kepala (µm) Cianjur Panjang Ekor (µm) Diameter Kepala (µm) Rancabungur Panjang Ekor (µm) 1 2,72 ± 0,52 47,92 ± 8,34 2,65 ± 0,53 51,25 ± 9,08 2 2,40 ± 0,47 52,77 ± 7,68 2,47 ± 0,59 51,40 ± 11,65 3 2,35 ± 0,56 55,37 ± 11,62 2,47 ± 0,45 48,56 ± 3,33 4 2,87 ± 0,35 50,32 ± 7,86 2,27 ± 0,56 47,82 ± 5,43 5 2,28 ± 0,56 53,17 ± 10,52 1,96 ± 0,49 49,15 ± 8,33 6 2,03 ± 0,50 49,49 ± 3,79 2,18 ± 0,49 50,91 ± 9,51 7 1,74 ± 0,36 49,44 ± 6,41 2,06 ± 0,40 50,57 ± 4,51 8 1,96 ± 0,49 51,40 ± 5,73 2,08 ± 0,39 51,50 ± 10,68 9 2,18 ± 0,49 48,56 ± 4,98 2,03 ± 0,42 44,44 ± 4,40 Nilai 2,28 ± 0,07 50,94 ± 2,53 2,24 ± 0,07 49,51 ± 3,06 Setelah dilakukan uji normalitas diketahui bahwa nilai diameter kepala dan panjang ekor spermatozoa ikan lele sangkuriang berdistribusi normal (Kolmogorov- Smirnov/p>0,05). Nilai diameter kepala dan panjang ekor spermatozoa ikan lele sangkuriang tidak terdapat perbedaan pada kedua lokasi tersebut (α=0,05) Aplikasi pengelolaan Aplikasi pengelolaan pada perikanan yang dapat diterapkan dari penelitian ini adalah data pada kualitas semen ikan, terutama data persentase dan lamanya motilitas dapat memberikan informasi dasar untuk keberhasilan dalam melakukan proses cryopreservasi karena motilitas spermatozoa ikan lele sangkuriang hanya dapat bertahan dalam waktu yang singkat dan untuk mendapatkan semen segar dari ikan lele harus dilakukan pembedahan dengan mengorbankan induk jantan. Selain itu juga dapat digunakan sebagai penentuan sex ratio antara induk jantan dan betina sehingga bisa menghasilkan jumlah benih yang optimal dan berkualitas untuk produksi sektor perikanan di masa yang akan datang dan sebagai studi reproduksi dalam proses recruitment.

9 Pembahasan Setelah dilakukan analisis terhadap kondisi lingkungan perairan di daerah Cianjur dan Rancabungur didapat data bahwa adanya perbedaan nilai suhu air kolam di daerah Cianjur dan Rancabungur dapat disebabkan karena adanya perbedaan ketinggian tempat dan tekanan udara diantara kedua lokasi tersebut, yaitu daerah Cianjur memiliki ketinggian 800 mdpl (di atas permukaan laut) dengan tekanan udara sebesar 0,8993 atm dan daerah Rancabungur memiliki ketinggian 300 mdpl (diatas permukaan laut) dengan tekanan udara sebesar 0,9622 atm (Santosa 2012). Menurut Goldman dan Horne (1983) bahwa suhu suatu perairan dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), lama penyinaran matahari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan kedalaman perairan. Suhu di daerah Cianjur lebih rendah dibandingkan dengan di daerah Rancabungur karena lokasi Cianjur lebih tinggi daripada Rancabungur. Semakin bertambah ketinggian suatu tempat, semakin rendah suhu dan tekanan udara (Santosa 2011). Nilai suhu air kolam di daerah Cianjur sebesar dan di daerah Rancabungur masih termasuk dalam kisaran suhu yang optimal untuk pertumbuhan ikan lele sangkuriang. Menurut Amri dan Khairuman (2008), ikan lele sangkuriang dapat dipelihara pada suhu air o C. Perbedaan pada nilai DO juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat yang berbeda antara daerah Cianjur dan Rancabungur. Nilai DO di daerah Cianjur lebih kecil dibandingkan dengan daerah Rancabungur. Hal ini dapat disebabkan daerah Cianjur memiliki tempat yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah Rancabungur dan kondisi kolam di Cianjur tertutup oleh atap sehingga intensitas cahaya yang masuk sedikit. Menurut Jeffries dan Mills (1996) in Effendi (2003) bahwa dengan adanya peningkatan suhu dan ketinggian (altitude) menyebabkan tekanan atmosfer semakin kecil, sehingga kadar oksigen terlarut menurun. Pengambilan sampel DO pada kedua lokasi dilakukan pada setiap pukul WIB saat proses fotosintesis telah berlangsung dan kondisi cuaca yang cerah. Nilai DO pada kedua lokasi tersebut tergolong rendah. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi air kolam yang keruh, tetapi nilai DO tersebut masih berada di dalam kisaran optimal untuk ikan lele sangkuriang karena menurut Amri dan Khairuman (2008),

10 28 ikan lele sangkuriang dapat bertahan hidup pada kondisi kandungan DO sebesar >1mg/l. Nilai ph air kolam di daerah Cianjur dan Rancabungur tidak menunjukkan adanya perbedaan. Nilai ph air tersebut masih dalam batas normal karena menurut Amri dan Khairuman (2008), ikan lele sangkuriang dapat dipelihara pada kondisi ph air 6-9. Menurut Wetzel (2001), ph berhubungan dengan konsentrasi karbondioksida di perairan, jika konsentrasi karbondioksida tinggi di perairan maka dapat menurunkan ph air karena akan terbentuk asam karbonat. Secara umum perubahan ph harian dipengaruhi oleh suhu, oksigen terlarut, fotosintesis, respirasi organisme, sisa pakan dan kotoran, serta keberadaan ion dalam perairan (Welch 1952). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa nilai rata-rata suhu dan DO air kolam di daerah Cianjur lebih tinggi daripada di daerah Rancabungur, tetapi nilai rata-rata ph air kolam di daerah Cianjur lebih rendah daripada di daerah Rancabungur. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan ketinggian tempat sehingga mempengaruhi nilai suhu, DO, dan ph pada kedua lokasi tersebut. Hubungan antara suhu, DO dan ph pada suatu perairan, yaitu semakin tinggi suhu air maka nilai DO semakin kecil, begitu pula semakin besar ketinggian tempat (altitude), serta semakin kecil tekanan atmosfer maka nilai DO juga semakin kecil. Parameter kualitas lingkungan dapat berpengaruh terhadap kondisi habitat dan proses reproduksi pada ikan. Pada penelitian ini digunakan sampel berupa ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur dan daerah Rancabungur yang merupakan indukan ikan lele sangkuriang jantan yang sudah matang gonad karena memiliki bobot lebih dari 500 g dan masa pemeliharaan lebih dari 1 tahun. Menurut Suyanto (1999), lele sangkuriang mulai dapat dijadikan induk pada umur 8-9 bulan dengan bobot minimal 500 g dengan panjang cm. Pada umur 9 bulan, spermatozoa pada indukan ikan lele jantan telah terbentuk dan ikan akan siap memijah pada umur 1 tahun. Tingkat kematangan gonad tersebut dipengaruhi oleh kondisi genetik ikan dan kandungan nutrisi pada pakan (Cek & Yilmaz 2005). Bobot dan panjang ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur lebih kecil dibandingkan dengan bobot dan panjang ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Rancabungur. Adanya perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh

11 29 faktor perbedaan masa pemeliharaan, ukuran benih saat pertama kali ditebar, jumlah pakan, serta komposisi kandungan pakan yang yang diberikan. Indukan ikan lele sangkuriang di daerah Cianjur dipelihara selama 1-1,5 tahun dan ukuran benih yang ditebar yaitu 5-7 cm dan banyaknya pakan yang diberikan, yaitu 10 kg setiap pagi, siang dan malam hari, sedangkan indukan ikan lele sangkuriang di daerah Rancabungur dipelihara lebih lama, yaitu 1,5-2 tahun dan ukuran benih yang ditebar yaitu 7-8 cm dan pemberian pakan yang tidak ditentukan per harinya. Faktor lain yang menyebabkan adanya perbedaan kondisi ikan lele sangkuriang pada kedua lokasi adalah faktor kondisi lingkungan yang berbeda antara di daerah Cianjur dan Rancabungur sehingga memiliki kualitas lingkungan perairan yang berbeda. Sumber air di BPPPU Cianjur terkadang terkontaminasi pestisida yang digunakan petani untuk sayuran. Hal ini diduga dapat mempengaruhi reproduksi pada ikan lele sangkuriang, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pestisida merupakan bahan kimia yang bersifat toksik dan dapat mengganggu kerja hormon dan enzim pada organisme akuatik. Selain itu juga dapat mengganggu fisiologis, pertumbuhan, dan reproduksi pada ikan sehingga dapat menyebabkan perkembangan seksual yang abnormal. Beberapa jenis pestisida, seperti organochlorine dapat menyebabkan kerusakan pada testis ikan karena menyerang hormone steroid dan endokrin sehingga perkembangan testis akan terganggu (Khan & Law 2005). Analisis terhadap bobot gonad sebelah kanan dan kiri ikan lele sangkuriang menunjukkan nilai yang tidak berbeda antara ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur dan daerah Rancabungur (Mann-Whitney/p>0,05). Hal ini dapat disebabkan karena ikan lele sangkuriang pada kedua lokasi tersebut merupakan ukuran ikan yang sudah mengalami matang gonad sehingga ukuran gonad tidak berkembang lagi. Ukuran bobot gonad dapat dipengaruhi oleh bobot tubuh. Menurut Affandi dan Tang (2004), umumnya pertambahan bobot gonad pada ikan jantan 5-10 % dari bobot tubuh. Faktor-faktor yang mendukung perkembangan gonad ikan dapat disebabkan oleh faktor lingkungan seperti suhu, makanan, periode cahaya, musim, dan proses hormonal (Affandi & Tang 2004). Berdasarkan hasil analisis sampel, kondisi morfologi gonad ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Rancabungur mengalami bentuk yang tidak

12 30 simetris karena salah satu gonad memiliki ukuran yang jauh lebih besar (abnormal) sehingga berpengaruh terhadap semen yang menyebabkan berwarna putih keruh, konsistensi yang sedang, dan nilai konsentrasi sel spermatozoa yang lebih kecil, sehingga dapat berpengaruh pada kualitas spermatozoa ikan lele sangkuriang tersebut dalam keberhasian fertilisasi. Kondisi gonad yang abnormal tersebut diduga dapat disebabkan oleh penyakit, kondisi lingkungan perairan yang tercemar, kualitas pakan yang rendah, dan hal manajemen budidaya yang tidak optimal sehingga menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan gonad ikan yang tidak normal. Setelah dilakukan analisis terhadap kondisi ikan lele sangkuriang pada kedua lokasi, kemudian dilakukan pengamatan kualitas semen ikan lele sangkuriang berupa pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis dan untuk mendapatkan semen segar harus dilakukan pembedahan terhadap ikan lele sangkuriang jantan. Hal ini karena testes ikan lele berada di belakang usus dan tertutup oleh lemak dan saat dilakukan pengurutan pada bagian abdomen, cairan semen tidak dapat keluar (Kamaruding et al. 2012). Pengamatan secara makroskopis meliputi nilai ph, volume, konsistensi, dan warna semen. Nilai ph semen pada gonad sebelah kanan dan kiri antara ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur dan daerah Rancabungur tidak berbeda, yaitu berkisar antara 7,0 sampai 8,0. Hasil penelitian oleh Lutfi (2009) pada ikan lele dumbo mendapatkan nilai ph semen sebesar 8,0 dan cenderung bersifat basa. Menurut Toelihere (1985) metabolisme spermatozoa dalam keadaan anaerobik akan menghasilkan asam laktat yang bertimbun dan meninggikan derajat keasaman atau menurunkan ph semen. Adanya penurunan nilai ph semen akibat pengenceran dapat meningkatkan motilitas spermatozoa karena adanya produksi muatan proton (H + ) yang memberikan manfaat dalam pembentukan ATP (Perchec et al in Hamamah & Gatti 1998). Warna semen ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur, baik gonad sebelah kanan maupun kiri berwarna putih susu, sedangkan warna semen ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Rancabungur, baik gonad sebelah kanan maupun kiri berwarna putih keruh-putih susu. Konsistensi semen ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur, baik gonad sebelah kanan maupun

13 31 kiri memliki konsistensi yang kental, sedangkan warna semen ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Rancabungur, baik gonad sebelah kanan maupun kiri memiliki konsistensi sedang-kental. Warna, konsistensi, dan konsentrasi mempunyai hubungan erat satu sama lain. Semakin encer semen, maka konsentrasi spermatozoa akan rendah dan warna semen semakin pucat. Konsistensi semen tergantung pada perbandingan spermatozoa dan cairan plasma. Pengamatan secara mikroskopis meliputi lama motil, motilitas, dan konsentrasi spermatozoa. Gerakan merupakan cerminan dari motilitas spermatozoa. Gerakan individu yang progresif inilah yang akan menyebabkan spermatozoa akan cepat bertemu dengan sel telur betina. Menurut Fauvel et al. (2010), penentuan kualitas spermatozoa dapat dilihat dari persentase spermatozoa yang motil dan lamanya motil yang merupakan periode dari setiap gerakan progresif spermatozoa sampai pergerakannya berhenti. Spermatozoa akan tahan hidup lama pada ph 7,0 dan tetap motil dalam waktu lama pada media isotonik darah (Toelihere 1985). Lamanya spermatozoa motil dipengaruhi oleh umur dan kematangan spermatozoa, temperatur dan faktorfaktor lingkungan (fisika dan kimia), seperti ion-ion, ph, tekanan osmotik, elektrolit dan non-elektrolit. Persentase motil merupakan nilai estimasi yang menggambarkan gerakan spermatozoa dan berhubungan dengan kapasitas atau kemampuan dalam fertilisasi dan ketersediaan energi dalam bentuk ATP (Suquet et al. 2000). Saat ini, studi mengenai motilitas spermatozoa ikan masih sangat terbatas, padahal motilitas spermatozoa merupakan parameter kunci dalam menentukan kualitas semen (Alavi & Cosson 2005). Selain itu, lamanya waktu yang dibutuhkan mulai dari spermatozoa aktif sampai berhenti bergerak dan persentase spermatozoa motil juga berpengaruh terhadap kualitas spermatozoa dalam keberhasilan fertilsasi (Billard 1986 in Alavi & Cosson 2005). Lamanya motilitas dan kecepatan spermatozoa juga bergantung pada suhu. Apabila suhu tinggi maka kecepatan bergerak dan metabolisme spermatozoa juga akan tinggi sehingga durasi motilitas akan menjadi singkat karena sumber energi spermatozoa terbatas, sebaliknya jika suhu rendah maka kecepatan bergerak dan metabolisme spermatozoa menjadi lambat sehingga durasi motilitas bisa bertahan lebih lama (Schlenk & Kahmann in Alavi & Cosson 2005).

14 32 Konsentrasi spermatozoa penting untuk diketahui karena hal ini sebagai kriteria penentu kualitas semen (Toelihere 1985). Perhitungan konsentrasi spermatozoa yang sering digunakan, yaitu dihitung dari banyaknya sel speozoarmat/ml (Rurangwa et al. 2003). Semakin encer semen ikan, maka kadar sodium yang terdapat dalam semen semakin tinggi sehingga motilitas dan fertilitas spermatozoa akan semakin tinggi (Aas et al in Affandi & Tang 2004). Sebaliknya, konsentrasi spermatozoa yang tinggi dapat menghambat aktifitas spermatozoa karena berkurangnya daya gerak sehngga spermatozoa sukar menemukan atau menembus mikrofil sel telur yang mengakibatkan rendahnya fertilitas (Gwo et al in Affandi & Tang 2004). Hal ini didukung oleh pernyataan Geffen dan Maxwell (2000) in Rurangwa et al. (2003) bahwa konsentrasi spermatozoa yang tinggi tidak selalu memberikan tingkat motilitas dan fertilisasi yang tinggi pula sehingga dalam pemijahan buatan sebaiknya dilakukan pengenceran terhadap semen ikan yang memiliki konsistensi yang kental dan konsentrasi yang tinggi agar tingkat fertilisasi dapat meningkat. Spermatozoa tidak bergerak di dalam cairan seminal plasma dan akan bergerak aktif jika bersentuhan dengan air (Billard 1986 in Alavi & Cosson 2005) sehingga untuk mengamati motilitas spermatozoa ikan harus di teteskan air untuk mengaktivasi spermatozoa. Berdasarkan hasil pengamatan, ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur memiliki persentase motil sebesar 83,89-85 % dan dapat bertahan hidup dalam waktu 28,85-35,82 detik, sedangkan ikan lele sangkuriang yang berasal dari kolam budidaya di daerah Rancabungur memiliki persentase motil sebesar 85 % dan dapat bertahan hidup dalam waktu 24,19 33,01 detik. Pada ikan air tawar, spermatozoa hanya mampu bertahan selama kurang dari 2 menit. Hal ini berbeda dengan spermatozoa ikan air laut yang mampu bertahan selama 1-2 jam setelah bersentuhan dengan air (Affandi & Tang 2004). Pengamatan juga dilakukan terhadap morfologi dan morfometri spermatozoa. Pada umumnya kepala spermatozoa yang berbentuk nyaris bulat atau oval sempurna, dengan kondisi ekor yang tidak menggulung dapat dikatakan normal, tetapi dari hasil pengamatan pada preparat ditemukan banyak ekor yang menggulung. Hal ini diduga karena putusnya sebagian ekor spermatozoa yang disebabkan oleh proses sentrifugasi yang bertujuan untuk memisahkan fase padatan

15 33 dan cairan. Inti spermatozoa terdapat pada bagian kepala yang membawa materi keturunan paternal, sedangkan ekor berperan sebagai alat penggerak (Affandi & Tang 2004). Morfologi sperma memiliki hubungan dengan kemampuan pergerakan spermatozoa dalam membuahi sel telur, yaitu terkait bentuk kepala serta panjang atau pendeknya ekor (Tuset et al in Fauvel et al. 2010). Secara morfologi, spermatozoa pada hewan mempunyai pola dasar yang sama, namun terdapat perbedaan-perbedaan tertentu yang menjadi karakteristik bentuk spermatozoa pada masing-masing spesies. Morfologi spermatozoa memiliki korelasi dengan fertilitas sehingga keberadaan spermatozoa abnormal akan berpengaruh terhadap kemampuan sel spermatozoa untuk membuahi sel telur (Barth & Oko 1989). Menurut Barth dan Oko (1989), permukaan spermatozoa dibungkus oleh suatu membran lipoprotein. Apabila sel tersebut mati maka permeabilitas sel akan meningkat terutama di daerah pangkal kepala. Hal ini dijadikan dasar pewarnaan spermatozoa untuk membedakan spermatozoa hidup dan spermatozoa mati berdasarkan kemampuan zat warna untuk menembus membran sel yang rusak. Sel spermatozoa dapat mengalami kerusakan yang disebabkan oleh mutasi gen, kontaminasi zat kimia dan bahan cryoprotectant untuk pengawetan (Fauvel et al. 2010). Morfometri spermatozoa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu teknik fiksasi, teknik pewarnaan, handling semen, kualitas mikroskop dan ketrampilan personal (Toelihere 1981). Spermatozoa dengan ukuran ekor, midpiece (bagian tengah) dan kepala yang panjang akan mempunyai kecepatan bergerak yang tinggi (Malo et al in Sopinka 2010). Menurut Humpries et al. (2008) in Sopinka (2010), perbandingan antara panjang ekor dan diameter kepala merupakan hubungan yang sesuai untuk mempelajari korelasi antara morfologi spermatozoa dan motilitas pada pembuahan eksternal, seperti yang terjadi pada ikan.

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2012 dengan selang waktu pengambilan satu minggu. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) Menurut ww.fishbase.org klasifikasi ikan lele sangkuriang adalah sebagai berikut: Class : Actinopterygii Ordo : Siluriformes Sub Ordo

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo Lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang memiliki bentuk tubuh memanjang, memiliki sungut dengan permukaan tubuh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi terhadap kualitas semen dimaksudkan untuk menentukan kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen tersebut diproses lebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomis penting. Ikan mas telah memasyarakat dan tersebar hampir di seluruh

I. PENDAHULUAN. ekonomis penting. Ikan mas telah memasyarakat dan tersebar hampir di seluruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L) adalah salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis penting. Ikan mas telah memasyarakat dan tersebar hampir di seluruh Indonesia. Dewasa ini

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.)

Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.) Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.) Budi Setyono, SPi dan Suswahyuningtyas Balai Benih Ikan Punten Batu email:

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah belut sawah (Monopterus albus) yang diperoleh dari pengumpul ikan di wilayah Dramaga. Kegiatan penelitian terdiri

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil 4.1.1 Volume Cairan Semen Penghitungan volume cairan semen dilakukan pada tiap ikan uji dengan perlakuan yang berbeda. Hasil rata-rata volume cairan semen yang didapatkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kambing merupakan salah satu jenis ternak yang mudah dipelihara dan dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara tradisional. Salah satu bangsa

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan 4 BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Semen merupakan suatu produk yang berupa cairan yang keluar melalui penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan oleh testis dan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Semen Kambing Semen adalah cairan yang mengandung gamet jantan atau spermatozoa dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari suspensi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan Pendahuluan Pembenihan merupakan suatu tahap kegiatan dalam budidaya yang sangat menentukan kegiatan pemeliharaan selanjutnya dan bertujuan untuk menghasilkan benih. Benih yang dihasilkan dari proses pembenihan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat di Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Non Ruminansia (BPBTNR) Provinsi Jawa Tengah di Kota Surakarta.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, konsistensi, ph dan secara mikroskopis meliputi gerakan massa, konsentrasi sperma,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP.

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP. TUGAS AKHIR - SB 091358 Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP. 1507 100 016 DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP. Kebutuhan pangan (ikan air tawar) semakin meningkat Kualitas

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.3-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar produksi induk ikan lele dumbo kelas induk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Domba Segera Setelah Koleksi Pemeriksaan karakteristik semen domba segera setelah koleksi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan secara makroskopis

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Bobot Tubuh Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0;

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari April 2010 sampai Januari 2011, di Laboratorium Pembenihan Ikan Ciparanje dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Kambing PE Semen ditampung dari satu ekor kambing jantan Peranakan Etawah (PE) menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17 Maret 2014, bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap evaluasi semen domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada Bulan April 2013 hingga Mei 2013 bertempat di laboratorium budidaya perikanan Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013.

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013. BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat-alat Penelitian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 12 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan November 2012 di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Analisis hormon testosteron

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus var) Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah sebagai berikut : Phylum

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Purwodadi Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik RT 01 RW 01 selama 28 hari pada bulan Desember 2016 Januari 2017

Lebih terperinci

Meningkatkan Wirausaha Budidaya Ikan. Lele Sangkuriang. (Lingkungan Bisnis)

Meningkatkan Wirausaha Budidaya Ikan. Lele Sangkuriang. (Lingkungan Bisnis) Meningkatkan Wirausaha Budidaya Ikan Lele Sangkuriang (Lingkungan Bisnis) Nama : Yogi Renditya NIM : 11.02.7920 Kelas : 11-D3MI-01 Abstrak Budi daya ikan lele bisa dibilang gampang-gampang susah, dikatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani bagi tubuh. Hal ini

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitan ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai bulan Januari 2015 bertempat di Desa Toto Katon, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan Ben s Fish Farm mulai berdiri pada awal tahun 1996. Ben s Fish Farm merupakan suatu usaha pembenihan larva ikan yang bergerak dalam budidaya ikan konsumsi, terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan lele dumbo merupakan komoditas perikanan yang banyak dibudidayakan di air

I. PENDAHULUAN. Ikan lele dumbo merupakan komoditas perikanan yang banyak dibudidayakan di air I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele dumbo merupakan komoditas perikanan yang banyak dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang gurih. Selain itu ikan lele dumbo memiliki

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berada pada koordinat 106 48 26-106 48 50 BT dan 6 44 30-6 44 58 LS (Gambar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak dipelihara petani-peternak di Sumatra Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi Pesisir mempunyai

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat di Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Probolinggo, Lampung Timur dan analisis sampel

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M :

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M : LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS NAMA KELAS : IMADUDIN ATHIF : S1-SI-02 N.I.M : 11.12.5452 KELOMPOK : G STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) 1 RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) Angga Yudhistira, Dwi Rian Antono, Hendriyanto Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan Penelitian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Jl. Peta No. 83, Bandung, Jawa Barat 40232, selama 20 hari pada bulan Maret April 2013. 3.2 Alat dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6483.3-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan ketinggian air yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari beberapa parameter uji (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar HASIL DAN PEMBAHASAN Semen adalah cairan yang mengandung suspensi sel spermatozoa, (gamet jantan) dan sekresi dari organ aksesori saluran reproduksi jantan (Garner dan Hafez, 2000). Menurut Feradis (2010a)

Lebih terperinci

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (1): 39-44 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Disusun oleh: ADE SUNARMA

Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Disusun oleh: ADE SUNARMA Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Disusun oleh: ADE SUNARMA BBPBAT Sukabumi 2007 Daftar Isi 1. Penduluan... 1 2. Persyaratan Teknis... 2 2.1. Sumber Air... 2 2.2. Lokasi...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

Efektivitas Suplemen Herbal Terhadap Pertumbuhan dan Kululushidupan Benih Ikan Lele (Clarias sp.)

Efektivitas Suplemen Herbal Terhadap Pertumbuhan dan Kululushidupan Benih Ikan Lele (Clarias sp.) Efektivitas Suplemen Herbal Terhadap Pertumbuhan dan Kululushidupan Benih Ikan Lele (Clarias sp.) Dian Puspitasari Program studi Budidaya Perairan, Fakultas pertanian, Universitas Asahan Email: di_dianri@yahoo.com

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C Disajikan oleh : Hotmaria Veronika.G (E10012157) dibawah bimbingan : Ir. Teguh Sumarsono, M.Si 1) dan Dr. Bayu Rosadi, S.Pt. M.Si 2)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai bulan Januari 2013 bertempat di Hatcery Kolam Percobaan Ciparanje

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran panjang 5,65 ± 0,62

Lebih terperinci

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PELEPASAN IKAN LELE MUTIARA.

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PELEPASAN IKAN LELE MUTIARA. KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN LELE MUTIARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015),

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015), 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan komoditas bahan pangan yang bergizi tinggi dan banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015), konsumsi produk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kesadaran dan pengetahuan masyarakat semakin meningkat tentang. manfaat ikan sebagai bahan makanan dan kesehatan menyebabkan tingkat

PENDAHULUAN. Kesadaran dan pengetahuan masyarakat semakin meningkat tentang. manfaat ikan sebagai bahan makanan dan kesehatan menyebabkan tingkat PENDAHULUAN Latar Belakang Kesadaran dan pengetahuan masyarakat semakin meningkat tentang manfaat ikan sebagai bahan makanan dan kesehatan menyebabkan tingkat konsumsi ikan juga meningkat. Sebagai bahan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

BUDIDAYA LELE DENGAN SISTEM BIOFLOK. drh. Adil Harahap dokadil.wordpress.com

BUDIDAYA LELE DENGAN SISTEM BIOFLOK. drh. Adil Harahap dokadil.wordpress.com BUDIDAYA LELE DENGAN SISTEM BIOFLOK drh. Adil Harahap dokadil.wordpress.com BUDIDAYA LELE DENGAN SISTEM BIOFLOK WADAH BENIH AIR PERLAKUAN BIOFLOK PAKAN BOBOT WADAH / KOLAM WADAH / KOLAM Syarat wadah: Tidak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Hatchery Ciparanje dan Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Penelitian

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were. II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar SNI : 02-6730.3-2002 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar Prakata Standar produksi benih kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Hasil evaluasi semen segar merupakan pemeriksaan awal semen yang dijadikan dasar untuk menentukan kelayakan semen yang akan diproses lebih lanjut. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan untuk konsumsi adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan lele dumbo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan untuk konsumsi adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan lele dumbo 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Ikan merupakan hewan yang hidup di air, baik air laut, air payau atau air tawar. Ikan juga merupakan bahan makanan yang banyak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada 8 induk ikan Sumatra yang mendapat perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukan Spawnprime A dapat mempengaruhi proses pematangan akhir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Entok (Cairina moschata) Entok (Cairina moschata) merupakan unggas air yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Entok lokal memiliki warna bulu yang beragam

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. Persilangan antara kedua jenis kambing ini telah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan. 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika dan kolam percobaan pada Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Jl. Raya 2 Sukamandi,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium Basah Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Lebih terperinci

PELUANG BISNIS BUDIDAYA LELE SANGKURIANG. Bambang Sumarsono TEKNIK INFORMATIKA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2010/2011

PELUANG BISNIS BUDIDAYA LELE SANGKURIANG. Bambang Sumarsono TEKNIK INFORMATIKA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2010/2011 PELUANG BISNIS BUDIDAYA LELE SANGKURIANG Bambang Sumarsono 10.11.3841 TEKNIK INFORMATIKA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2010/2011 Abstrak Ikan lele merupakan keluarga Catfish yang memiliki jenis yang sangat banyak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Lele Sangkuriang Lele Sangkuriang merupakan jenis lele hasil perbaikan genetik melalui cara silang balik (back cross) antara induk betina generasi kedua (F2) dengan

Lebih terperinci