KONSENTRASI KADMIUM (Cd) DAN TEMBAGA (Cu) DALAM AIR, SESTON, KERANG DAN FRAKSINASINYA DALAM SEDIMEN DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONSENTRASI KADMIUM (Cd) DAN TEMBAGA (Cu) DALAM AIR, SESTON, KERANG DAN FRAKSINASINYA DALAM SEDIMEN DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR"

Transkripsi

1 KONSENTRASI KADMIUM (Cd) DAN TEMBAGA (Cu) DALAM AIR, SESTON, KERANG DAN FRAKSINASINYA DALAM SEDIMEN DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR Oleh: Ardi Afriansyah C PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: KONSENTRASI KADMIUM (Cd) DAN TEMBAGA (Cu) DALAM AIR, SESTON, KERANG DAN FRAKSINASINYA DALAM SEDIMEN DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini. Bogor, Juni 2009 ARDI AFRIANSYAH C

3 RINGKASAN ARDI AFRIANSYAH. Konsentrasi Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dalam Air, Seston, Kerang dan Fraksinasinya dalam Sedimen di Perairan Delta Berau, Kalimantan Timur. Dibimbing oleh TRI PRARTONO dan ZAINAL ARIFIN. Penelitian dengan topik geokimia logam berat dalam sedimen dan ketersediaannya pada biota bentik ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi Cd dan Cu dalam sedimen, air, seston, dan kerang, serta mengkuantifikasi karakteristik geokimia Cd, dan Cu dalam sedimen di perairan Delta Berau, Kalimantan Timur. Pengambilan contoh sedimen, air, dan biota dilakukan pada April 2008 di perairan Delta Berau, Kalimantan Timur dan dianalisis di Laboratorium Pencemaran dan Laboratorium Geologi P2O-LIPI pada Mei 2008-Januari Contoh sedimen dikumpulkan dari 21 stasiun dimulai dari sungai, muara, hingga laut, sedangkan sampel air hanya dikumpulkan dari 6 stasiun di daerah muara dan laut. Metode yang digunakan untuk analisis logam berat total dan fraksinasi logam berat Cd, dan Cu sedimen yaitu prosedur ekstraksi secara simultan. Sedimen diukur konsentrasi logam beratnya pada fraksi-fraksi sedimen berupa easily reducuble (logam-logam yang berasosiasi dengan Mn oksida), easily reducible+reducible (logam-logam yang berasosiasi dengan Mn+Fe oksida), organik, dan residual. Nilai kualitas perairan Delta Berau yaitu suhu perairan: 26,3 0 C 29,7 0 C, salinitas: 0-30, ph: 6,46 8,02, DO: 4,34 mg/l 6,4 mg/l. Konsentrasi logam Cu terlarut berkisar antara ttd 0,001 mg/l, sedangkan untuk Cd berkisar antara 0,0005 mg/l 0,001 mg/l. Konsentrasi logam Cu dalam seston berkisar 18, ,388 µg/g dan Cd berkisar <0,002 µg/g 23,048 µg/g. Konsentrasi total Cu dalam sedimen berkisar antara 1,575 µg/g 34,112 µg/g BK, total Cd berkisar antara 0,022 µg/g - 0, 125 µg/g BK, sedangkan TOM berkisar 0,9-19,8%. Tipe sedimen umumnya lebih didominasi oleh fraksi lumpur, kemudian diikuti pasir, dan sedikit dijumpai adanya kerikil. Konsentrasi logam berat Cd umumnya banyak dijumpai dalam fraksi organik dan easy reducible, hanya sebagian kecil terdapat dalam fraksi reducible dan residual, Sedangkan konsentrasi logam Cu banyak dijumpai dalam fraksi residual, dan hanya sedikit dijumpai pada fraksi organik, reducible maupun easy reducible.

4 KONSENTRASI KADMIUM (Cd) DAN TEMBAGA (Cu) DALAM AIR, SESTON, KERANG DAN FRAKSINASINYA DALAM SEDIMEN DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh: Ardi Afriansyah C PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 Hak cipta milik Ardi Afriansyah, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya

6 Judul : KONSENTRASI KADMIUM (Cd) DAN TEMBAGA (Cu) DALAM AIR, SESTON, KERANG DAN FRAKSINASINYA DALAM SEDIMEN DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR Nama : Ardi Afriansyah NRP : C Disetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc NIP Dr. Ir. Zainal Arifin, M.Sc NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP Tanggal Lulus: 12 Juni 2009

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T atas berkat dan karunia-nya sehingga skripsi dengan judul Konsentrasi Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dalam Air, Seston, kerang dan Fraksinasinya dalam Sedimen di Perairan Delta Berau, Kalimantan Timur dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan bagian kegiatan riset kompetitif LIPI Nasib Kontaminan Logam di Delta Berau tahun Pengukuran logam berat total dalam sedimen belum dapat menerangkan pengaruh logam berat tersebut terhadap biota bentik. Dengan mengetahui kandungan logam berat dalam fraksi - fraksi sedimen, dapat memberikan indikasi apakah keberadaan logam berat dalam sedimen tersebut berbahaya terhadap kehidupan biota akuatik. Skripsi ini memberikan pengetahuan sampai sejauh mana keberadaan bahan pencemar logam berat dalam komponen ekosistem di perairan Delta Berau. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna, namun demikian hasil penelitian dapat memberikan informasi tentang karakteristik logam dalam sedimen dan peran yang terlibat. Bogor, Juni 2009 Ardi Afriansyah

8 UCAPAN TERIMA KASIH Atas terselesaikannya skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah S.W.T atas rahmat dan Kasih-Nya, sehingga penulis dapat menghadapi segala permasalahan yang dihadapi. 2. Ayah dan Ibu beserta Kakak dan Adik penulis atas kasih sayang, dukungan, dan doanya. 3. Dosen pembimbing skripsi, Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc. atas segala bantuan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 4. Dosen pembimbing skripsi, Dr. Ir. Zainal Arifin, M.Sc. atas perhatian, bimbingan, saran, dan kritik mengenai penelitian ini. 5. Peneliti di Laboratorium Pencemaran P2O-LIPI: Abdul Rozak, A.Md, Dra. Endang Rochyatun (alm.), Lestari, S.Si, Taufik Kaisupy, dan Triyoni Purbonegoro, S.Si atas bimbingan dan bantuan yang diberikan kepada penulis. 6. Prof. Dr. Ir. Harpasis S. Sanusi, M.Sc. sebagai dosen penguji dan Dr. Ir. Henry M. Manik, M.T. sebagai Koordinator Program Pendidikan ITK, FPIK IPB 7. Adimulyo Nugroho atas kerjasamanya selama analisis dan proses pengolahan data, serta seluruh teman-teman di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor angkatan 2004.

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiv 1 PENDAHULUAN Latar belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik logam berat Kadmium (Cd) Tembaga (Cu) Logam berat dalam air Logam berat dalam sedimen Logam berat pada biota bentik Fraksinasi logam berat dalam sedimen METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu penelitian Alat dan bahan Teknik pengambilan data Penentuan stasiun pengamatan Pengambilan data di lapangan Pengambilan contoh air Pengambilan contoh sedimen Pengambilan contoh biota Anadara granosa Analisis contoh Pengukuran logam berat dalam air laut Pengukuran logam berat dalam seston Pengukuran logam berat dalam sedimen Pengukuran logam berat dalam Anadara granosa Ukuran butiran sedimen (grain size) Analisis fraksinasi logam berat dalam sedimen HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas perairan Delta Berau Konsentrasi Cd dan Cu terlarut Konsentrasi Cd dan Cu dalam seston Ukuran butiran sedimen (grain size)... 42

10 4.5 Kandungan bahan organik total (Total Organic Matter / TOM) dalam sedimen Konsentrasi Cd dan Cu dalam sedimen Konsentrasi Cd dan Cu dalam fraksi sedimen Konsentrasi Cd dalam fraksi sedimen Konsentrasi Cu dalam fraksi sedimen Hubungan bahan organik total (Total Organic Matter / TOM) dengan konsentrasi Cd dan Cu dalam sedimen Hubungan antara persentase lumpur (mud) dengan konsentrasi Cd dan Cu dalam sedimen Konsentrasi Cd dan Cu dalam Anadara granosa KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP... 88

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Konsentrasi Cd dan Cu (ppm) pada beberapa perairan di Indonesia Konsentrasi Cd dan Cu (ppm) pada sedimen di beberapa Perairan di Indonesia Kandungan beberapa logam berat pada biota bentik (ppm) di Perairan Semarang dan Kuala Tungkal Hubungan antara ukuran butiran sedimen (µm) dan konsentrasi Cd dan Cu (µg/g) Kandungan Mn- Fe dan beberapa logam pada fraksi-fraksi laut dalam, satuan µg/g Alat dan bahan penelitian yang digunakan di lapangan dan di laboratorium Perbedaan klasifikasi fraksi resistan dan non resistan antara yang digunakan dalam skripsi dengan Thomas dan Bendell-Young (1998) Persentase pembagian logam berat dalam fraksi sedimen easily reducible (ER), reducible (RED), organic (ORG), residual (RES), resistan (RES), dan non-resistan (ER+RED+ORG). Nilai diperoleh dari rata-rata semua stasiun pengamatan... 54

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skema pembagian logam di lingkungan perairan Peta lokasi penelitian dan penentuan stasiun perairan Delta Berau, Kalimantan Timur April Skema analisis fraksinasi logam berat dalam sedimen Nilai suhu perairan ( 0 C) pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April Sebaran spasial suhu ( 0 C) di perairan Delta Berau, April Kedalaman perairan (m) pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April Sebaran spasial kedalaman (m) perairan Delta Berau, April Nilai salinitas pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April Sebaran spasial salinitas di perairan Delta Berau, April Nilai ph pada stasiun pengamatan menurut zonasinya di perairan Delta Berau, April Sebaran spasial ph di perairan Delta Berau, April Kadar oksigen terlarut (mg/l) pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April Sebaran spasial oksigen terlarut (mg/l) di Perairan Delta Berau, April Nilai padatan tersuspensi total (TSS) pada stasiun pengamatan berdasarkan zonasi di Perairan Delta Berau, April Sebaran spasial TSS (mg/l) di perairan Delta Berau, April Konsentrasi Cd dan Cu terlarut (mg/l) pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April Konsentrasi Cd dan Cu (µg/g) dalam seston pada stasiun pengamatan menurut zonasin di perairan Delta Berau, April

13 18. Tipe sedimen pada stasiun pengamatan Perairan Delta Berau, April Persentase kandungan bahan organik total dalam sedimen pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April Konsentrasi Cd total (µg/g) dalam sedimen pada stasiun pengamatan berdasarkan zonasinya di perairan Delta Berau, April Konsentrasi Cu total (µg/g) dalam sedimen pada stasiun pengamatan berdasarkan zonasinya di perairan Delta Berau, April Konsentrasi Cd (µg/g) dalam fraksi sedimen pada stasiun pengamatan berdasarkan zonasi di perairan Delta Berau, April Persentase Cd pada fraksi sedimen (%) pada stasiun pengamatan berdasarkan zonasi di perairan Delta Berau, April Konsentrasi Cu (µg/g) dalam fraksi sedimen pada stasiun pengamatan berdasarkan zonasi di perairan Delta Berau, April Persentase Cu pada fraksi sedimen (%) pada stasiun pengamatan berdasarkan zonasi di perairan Delta Berau, April Hubungan keberadaan kandungan bahan organik dengan Cd (µg/g) dalam fraksi non-resistan (a) dan total sedimen (b) Hubungan keberadaan kandungan bahan organik dengan Cu (µg/g) dalam fraksi non-resistan (a) dan total sedimen (b) Hubungan antara persentase lumpur (mud) dengan konsentrasi Cd (µg/g) dalam sedimen Hubungan antara persentase lumpur (mud) dengan konsentrasi Cu (µg/g) dalam sedimen Konsentrasi Cu dan Cd (µg/g) dalam tubuh Anadara granosa 59

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Prosedur analisis logam dalam contoh air laut (Hutagalung et al., 1997) Prosedur analisis logam dalam seston Prosedur analisis logam dalam sedimen (Young et al., 1992 in Thomas dan Young, 1998) Prosedur analisis logam dalam contoh biota (Parsons, 1999) Prosedur analisis ukuran butiran sedimen (Rahayuningsih, 2007) Prosedur analisis kandungan bahan organik total (TOM) dalam sedimen (APHA, 1992) Prosedur analisis fraksinasi logam Cd dan Cu dalam sedimen (Young et al., 1992 in Thomas dan Young, 1998 ) Nilai beberapa parameter kualitas air, kedalaman menurut posisi stasiun pengamatan di Delta Berau, Kalimantan Timur, April Konsentrasi Cd dan Cu terlarut pada perairan Delta Berau, April Konsentrasi Cd dan Cu dalam seston di Perairan Delta Berau, April Hasil analisis butiran (grain size analisis) sedimen Perairan Delta Berau Kalimantan Timur, April Nilai persentase tekstur sedimen dan tipe sedimen pada Perairan Delta Berau, April Bahan organik total (TOM) dalam sedimen perairan Delta Berau April 2008, yang ditunjukkan dengan persentase bahan organik yang hilang dalam pembakaran 500 o C selama 4 jam Konsentrasi Cd dan Cu (µg/g) dalam Total sedimen Perairan Delta Berau, April Konsentrasi Cd dan Cu (µg/g) dalam fraksi sedimen Nilai konsentrasi Cu dan Cd dalam Anadara granosa (µg/g) di perairan Delta Berau, April

15 17. Rangkuman data hasil penelitian di Delta Berau Dokumentasi penelitian 86

16 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem perairan pesisir merupakan daerah yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar, sehingga wilayah itu cepat berkembang menjadi pusat perekonomian. Perairan Delta Berau merupakan salah satu contoh wilayah pesisir yang telah menjadi daerah pusat perekonomian diantaranya mencakup industri tambang batu bara, kegiatan hutan (logging), industri pulp (Julianery, 2001). Namun demikian, di sisi lain berbagai kegiatan yang ada khususnya bidang industri telah memberikan dampak yang negatif seperti penurunan kualitas air khususnya logam berat. Berdasarkan hasil penelitian terakhir yang dilakukan di perairan Delta Berau menunjukkan bahwa kegiatan industri telah membawa dampak terhadap peningkatan jumlah kadar logam berat di perairan tersebut dimana kandungan logam berat umumnya lebih tinggi terdapat pada sedimen (Arifin et al., 2006). Disamping kegiatan industri, perairan Delta Berau memiliki potensi sumber daya perairan seperti ikan, kerang, udang maupun jenis biota lain yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Menurut Julianery (2001) budidaya laut di Perairan Delta Berau diperkirakan mempunyai potensi sebesar hektar dengan potensi penangkapan sebesar ton per tahun. Selain itu, daerah perairan Delta Berau merupakan tempat bagi penyu hijau (Chelonia mydas) untuk bertelur. Produksi telur penyu yang dihasilkan dari daerah ini 94,9 ton dengan nilai Rp 2,1 milyar.

17 Keberadaan sumberdaya perikanan yang berada di perairan terkontaminasi logam berat dapat menurunkan nilai penting sumberdaya tersebut karena memiliki peluang terkontaminasi. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa organisme perairan dapat mengakumulasi logam berat. Menurut Suprijanto (1998) Pb dan Hg terdeteksi pada jaringan lunak Anadara granosa di perairan Semarang dengan konsentrasi masing-masing berkisar antara 10, ,2414 mg/kg dan 0, ,31898 mg/kg yang hidup pada perairan yang mengandung logam berat dengan konsentrasi Hg dan Pb masing-masing 0,0002-0,0004 mg/l dan 0,0086-0,0091 mg/l. Akumulasi logam berat dalam perairan ke dalam tubuh organisme telah banyak diungkapkan dalam berbagai pustaka dan peneliti. Namun proses akumulasi kadar logam berat belum begitu jelas karena berbagai macam faktor yang mempengaruhinya seperti rute logam berat ke dalam tubuh organisme dapat melalui absorpsi makanan, adsorpsi air melalui insang, keberadaan partikel, mobilitas logam antara partikel di udara dan air. Disamping itu, beberapa faktor penting lain adalah spesiasi logam dalam air yang juga berperan penting dalam mekanisme sink dan source logam dalam air. Penelitian ini mencoba mengidentifikasi konsentrasi logam pada masing-masing komponen abiotik seperti air, seston dan sedimen di Delta Berau serta konsentrasi Cd dan Cu pada tiap fraksi sedimen (organik, mangan oksida dan besi oksida) yang dapat menduga ketersediaan logam bagi biota (bioavailability).

18 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengukur konsentrasi Cd dan Cu pada air, sedimen dan kerang di perairan Delta Berau, Kalimantan Timur. 2. Mengkaji karakteristik geokimia Cd dan Cu dalam sedimen perairan Delta Berau, Kalimantan Timur.

19 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Logam Berat Logam merupakan unsur alam yang diperoleh dari laut, erosi batuan, vulkanisme dan sebagainya (Clark, 1986). Golongan logam umumnya memiliki daya hantar dan daya panas yang tinggi. Berdasarkan densitasnya, golongan logam dibagi atas dua golongan, yaitu golongan logam ringan (light metal) yang mempunyai densitas < 5 g/cm3, sedangkan logam berat (heavy metal) mempunyai densitas > 5 g/cm 3 (Hutagalung et al., 1997). Menurut Darmono (1995) sifat logam berat sangat unik, tidak dapat dihancurkan secara alami dan cenderung terakumulasi dalam rantai makanan melalui proses biomagnifikasi. Pencemaran logam berat ini menimbulkan berbagai permasalahan diantaranya: 1) berhubungan dengan estetika (perubahan bau, warna dan rasa air); 2) berbahaya bagi kehidupan tanaman dan binatang; 3) berbahaya bagi kesehatan manusia; 4) menyebabkan kerusakan pada ekosistem. Karakteristik logam berat menurut Palar (2004) adalah sebagai berikut: 1. Memiliki spesifikasi gravitasi yang sangat besar (4 gr/cm 3 ) 2. Mempunyai nomor atom dan serta unsur lantanida dan aktanida. 3. Mempunyai respon biokimia (spesifik) pada organism hidup Kadmium (Cd) Kadmium (Cd) adalah salah satu logam berat dengan penyebaran yang sangat luas di alam, logam ini bernomor atom 48, berat atom 112,40 dengan titik cair 321 o C dan titik didih 765 o C. Di alam Cd bersenyawa dengan belerang (S)

20 sebagai greennocckite (CdS) yang ditemui bersamaan dengan senyawa spalerite (ZnS). Kadmium merupakan logam lunak (ductile) berwarna putih perak dan mudah teroksidasi oleh udara bebas dan gas amonia (NH3) (Palar, 2004).. Kadmium bervalensi dua (Cd 2+ ) adalah bentuk terlarut stabil dalam lingkungan perairan laut pada ph dibawah 8,0. Kadar Cd di perairan alami berkisar antara 0,29-0,55 ppb dengan rata-rata 0,42 ppb. Dalam lingkungan alami yang bersifat basa, kadmium mengalami hidrolisis, teradsorpsi oleh padatan tersuspensi dan membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik. Di perairan alami, Cd membentuk ikatan kompleks dengan ligan baik organik maupun anorganik, yaitu Cd 2+, Cd(OH) +, CdCl +, CdSO 4, CdCO 3 dan Cd organik (Sanusi, 2006) Tembaga (Cu) Tembaga atau copper (Cu) umumnya berbentuk kristal dan memiliki warna kemerahan. Dalam tabel periodik unsur kimia, tembaga memiliki nomor atom (NA) 29 dan memiliki bobot atau berat atom (BA) 63,546 (Palar, 2004). Keberadaan unsur tembaga di alam dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas, akan tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau sebagai senyawa padat dalam bentuk mineral (Palar, 2004). Tembaga (Cu) di perairan alami terdapat dalam bentuk partikulat, koloid dan terlarut. Fase terlarut merupakan Cu 2+ bebas dan ikatan kompleks, baik dengan ligan inorganik, terutama (CuOH +, Cu 2 (OH) 2+ 2 ) maupun organik. Ikatan Cu kompleks dengan ligan organik, terutama adalah oleh material humus. Ikatan kompleks Cu yang terjadi dalam sedimen laut adalah yang paling stabil, sementara yang terbentuk

21 dalam kolom air laut stabilitasnya paling rendah (Moore dan Ramamoorthy, 1984 in Sanusi, 2006). 2.2 Logam Berat dalam Air Logam dalam perairan biasanya terikat oleh senyawa lain sehingga berbentuk molekul dan jarang dijumpai dalam bentuk berbentuk ion tersendiri. Ikatan ini dapat berupa garam organik, seperti senyawa metil, etil, fenil maupun garam anorganik berupa oksida, klorida, sulfida, karbonat, hidroksida dan sebagainya. Bentuk ion dari garam tersebut biasanya banyak ditemukan dalam air dan kemudian bersenyawa atau diserap dan selanjutnya tertimbun dalam tanaman dan hewan air (Darmono, 1995). Dalam perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan tidak terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang membentuk komplek dengan senyawa organik dan anorganik, sedangkan logam berat yang tidak terlarut merupakan partikel-partikel yang berbentuk koloid dan senyawa kelompok metal yang teradsorbsi pada partikel-partikel yang tersuspensi (Razak, 1980 in Erlangga 2007). Logam berat yang dilimpahkan ke perairan, baik di sungai ataupun laut akan dipindahkan dari badan airnya melalui beberapa proses yaitu : pengendapan, adsorbsi dan absorbsi oleh organisme perairan. Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air (Harahap, 1991). Menurut Bryan (1976) dan Connel dan Miller (1995) secara umum sumber sumber pencemaran logam berat di laut dapat dibagi menjadi 2 yaitu :

22 1. Logam berat yang masuk ke perairan laut secara alami, berasal dari tiga sumber yaitu: a) Masukkan dari daerah pantai (coastal supply) yang berasal dari sungai-sungai dan hasil abrasi pantai oleh aktivitas gelombang. b) Masukkan dari laut dalam (deep sea supply) meliputi logam logam yang dibebaskan oleh aktivitas gunung berapi di laut dan logam-logam yang dibebaskan dari partikel/sedimen-sedimen dari proses kimiawi. c) Masukkan dari lingkungan dekat daerah pantai, termasuk logam logam dari atmosfer sebagai partikel partikel debu. 2. Sumber buatan manusia (man made) adalah: a) Limbah dan buangan industri. b) Limbah cair perkotaan. c) Aktivitas perkapalan (pelayaran). d) Aktivitas pertanian. e) Cairan limbah rumah tangga. f) Aktivitas pertambangan. g) Perikanan budi daya. Kelarutan logam dalam air pada prinsipnya di atur oleh 1) ph; 2) Jenis dan kepekatan ligan dan zat-zat pengkhelat; 3) Keadaan oksidasi komponen mineral dan lingkungan redoks sistem tersebut (Leckie dan James, 1974 in Connel dan Miller, 1995). Pada umumnya partikel yang mengendap mempunyai ukuran 100 µm, partikel yang yang larut adalah yang berukuran kurang dari 1 µm (Tinsley, 1979 in Connel dan Miller, 1995). Beberapa jenis interaksi terjadi antara ion

23 logam dan spesies lainnya dalam larutan air (Leckie dan James, 1974; Stumm dan Morgan, 1970 in Connel dan Miller, 1995) dapat dijelaskan sebagai berikut ; 1. Reaksi hidrolisis ion-ion logam; sebagian besar ion-ion logam yang paling mudah berpindah (seperti Th 4+, Fe 3+, dan Cr 3+ ) merupakan yang paling mudah dihidrolisis dalam larutan air. 2. Pengompleksan ion-ion logam. Ion-ion logam juga bereaksi dengan zat-zat pengompleks organik dan anorganik yang ada dalam air baik dari sumber alamiah maupun sumber pencemaran. Ligan pengompleks anorganik yang dominan meliputi meliputi Cl -, SO -2 4, HCO - 3, F -, sulfida dan spesies fosfat. Reaksi ini mirip dengan reaksi hidrolisis ion-ion logam dalam hal terbentuknya ion kompleks yang larut dan tidak larut, bergantung pada kepekatan logam dan ligan serta ph. Logam dalam perairan juga dapat berikatan dengan zat-zat organik alamiah atau buatan dengan jalan :1) Atom karbon yang menghasilkan zat organologam; 2) Gugus karboksil yang membentuk garam dari asam organik; 3) Atom donor elektron seperti O, N, S, P dan sebagainya yang membentuk kompleks koordinasi. Kandungan logam berat dalam perairan dipengaruhi oleh parameter fisika seperti arus, suhu, salinitas dan kimiawi yaitu, padatan tersuspensi dan derajat keasaman (ph). Pada umumnya faktor oseanografi yang paling berperan dalam penyebaran bahan pencemar adalah arus, pasang surut, gelombang dan keadaan bathimetri perairan (Uktolseya, 1991 in Suryanto, 2003). Dalam air laut, kadar logam berat berkisar antara ppm. Kadar tersebut akan meningkat bila limbah perkotaan, pertambangan, pertanian dan perindustrian yang mengandung logam berat masuk ke lingkungan laut. Unsur-

24 unsur logam berat terutama yang bersifat esensial seperti Cu dan Zn dibutuhkan oleh biota perairan untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, tetapi bila jumlahnya berlebihan maka akan bersifat racun (Phillips, 1980 in Suryanto, 2003). Konsentrasi logam berat Cd dan Cu pada beberapa perairan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Konsentrasi Cd dan Cu (ppm) pada beberapa perairan di Indonesia Lokasi Perairan Batu Ampar, P. Batam Perairan Sekupang, P. Batam Muara Sungai Dadap Muara Sungai Way Kambas dan Way Sekampung Perairan sekitar Pelabuhan perikanan Pel. Ratu Perairan Teluk Jakarta Konsentrasi Logam Cd (ppm) Cu (ppm) 0,0283-0,0305 0,0167-0,0367 (0,0293±0,0010) (0,0287±0,0076) 0,0009-0,0038 0,0005-0,0070 (0,0026±0,0016) (0,0027±0,0026) 0,0009-0,0052 ttd-0,0028 (0,0035±0,0019) (0,0016±0,0012) 0,0246-0,0269 0,0417-0,0516 (0,0260±0,0010) (0,0467±0,0049) 0,0009-0,0038 (0,0021±0,0016) 0,0009-0,0038 (0,0020±0,0012) ttd-0,0016 (0,0013±0,0007) 0,0016-0,0034 (0,0028±0,0007) Tahun penelitian 1983, September 1983, September 0,76-2, , Juli 1, , 0,95-2,87 Nopember 0,001-0, , Juli <0,001 <0,001-0, , Juni <0,001 0,001-0,002 (0,001) 2004, Januari Sumber Razak (1990) Razak (1990) Rochyatun (1997) Rochyatun (1997) Nanty (1999) Anindita (2002) Sianingsih (2005) Perairan Laut 0,0006-0,0032 0,0018-0, , Juli Hamzah (2006) Banda Delta Berau ttd-0, , April Situmorang (2008)

25 2.3 Logam Berat dalam Sedimen Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut. Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibanding dalam air (Hutagalung, 1991) Mengendapnya logam berat bersama-sama dengan padatan tersuspensi akan mempengaruhi kualitas sedimen di dasar perairan dan juga perairan sekitarnya. Kekuatan ionik yang terdapat di air laut disebabkan adanya berbagai kandungan anion dan kation pada air laut, sehingga memungkinkan terjadinya proses koagulasi (penggumpalan) senyawa logam berat yang ada dan memungkinkan terjadinya proses sedimentasi (pengendapan). Jika kapasitas angkut sedimen cukup besar, maka sedimen di dasar perairan akan terangkat dan terpindahkan. Sesuai teori gravitasi, apabila partikulat memiliki massa jenis lebih besar dari massa jenis air laut maka partikulat akan mengendap di dasar laut atau terjadi proses sedimentasi (Erlangga, 2007). Menurut Greaney (2005), ada 3 kemungkinan mekanisme logam masuk dan diikat oleh sedimen serta bahan tersuspensi : 1. Proses adsorpsi fisika- kimia dari kolom perairan. 2. Proses uptake oleh bahan organik atau organisme Akumulasi fisik dari bahan partikulat yang banyak mengandung logam oleh proses sedimentasi.

26 Adsorpsi fisika-kimia secara langsung dari kolom perairan terjadi melalui berbagai cara. Adsorpsi secara fisik biasanya terjadi ketika bahan partikulat secara langsung mengabsorpsi logam berat dari kolom perairan. Adsorpsi secara biologi dan kimia lebik kompleks prosesnya dari pada adsorpsi secara fisik karena dikontrol oleh banyak faktor seperti ph dan oksidasi. Kelarutan logam dalam air dikontrol oleh ph air. Kenaikan ph menurunkan kelarutan logam dalam air, karena kenaikan ph mengubah kestabilan dari bentuk karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada badan air, sehingga akan mengendap membentuk lumpur (Palar, 2004). Selain itu, kenaikan suhu air laut dan penurunan ph akan mengurangi adsorpsi senyawa logam berat pada partikulat. Suhu air laut yang lebih dingin akan meningkatkan adsorpsi logam berat ke partikulat untuk mengendap di dasar laut. Pada saat suhu air laut naik, senyawa logam berat akan melarut di air laut karena penurunan laju adsorpsi ke dalam partikulat. Logam yang memiliki kelarutan yang kecil akan ditemukan di permukaan air laut selanjutnya dengan perpindahan dan waktu tertentu akan mengendap hingga ke dasar laut, artinya logam tersebut hanya akan berada di dekat permukaan air laut dalam waktu yang sesaat saja untuk kemudian mengendap lagi. Hal ini ditentukan antara lain oleh massa jenis air laut, viskositas (kekentalan) air laut, temperatur air laut, arus serta faktor-faktor lainnya (Erlangga, 2007). Daya larut logam berat dapat menjadi lebih tinggi atau lebih rendah tergantung pada kondisi lingkungan perairan. Pada daerah yang kekurangan oksigen, misalnya akibat kontaminasi bahan-bahan organik, daya larut logam berat akan menjadi lebih rendah dan mudah mengendap. Logam berat seperti

27 Zn,Cu, Cd, Pb, Hg dan Ag akan sulit terlarut dalam kondisi perairan yang anoksik (Ramlal, 1987 in Erlangga 2007). Logam berat yang terlarut dalam air akan berpindah ke dalam sedimen jika berikatan dengan materi organik bebas atau materi organik yang melapisi permukaan sedimen, dan penyerapan langsung oleh permukaan partikel sedimen (Wilson, 1988 in Erlangga 2007). Logam berat mempunyai sifat yang mudah terikat oleh bahan organik dan selanjutnya mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen, maka kadar logam berat dalam sedimen umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan di kolom perairan (Harahap, 1991). Kandungan logam berat pada sedimen umumnya rendah pada musim kemarau dan tinggi pada musim penghujan. Penyebab tingginya kadar logam berat dalam sedimen pada musim penghujan kemungkinan disebabkan oleh tingginya laju erosi pada permukaan tanah yang terbawa ke dalam badan sungai, sehingga sedimen dalam sungai yang diduga mengandung logam berat akan terbawa oleh arus sungai menuju muara dan pada akhirnya terjadi proses sedimentasi (Bryan, 1976). Tabel di bawah ini menunujukkan konsentrasi logam Cd dan Cu dalam sedimen di beberapa Perairan di Indonesia. Tabel 2. Konsentrasi Cd dan Cu (ppm) pada sedimen di beberapa Perairan di Indonesia Lokasi Konsentrasi logam Cd (ppm) Cu (ppm) Tahun Sumber 0,90-2,66 7,6-52,6 1990, Juni Hutagalung (1,75±0,62) (27,6±13,5) (1994) Perairan Teluk Jakarta Muara Sungai Way Kambas dan Way Sekampung Perairan Teluk Jakarta 0,95-2,53 (1,72±0,52) 7,2-53,9 (27,4±13,4) 1990, November Hutagalung (1994) ttd-0,011 1,884-5, , September Nanty (1998) 1,625-6, , Juli Nanty (1998) 2004, Januari 0,007-0,277 (0,109) 4,792-76,777 (24,057) Sianingsih (2005)

28 2.3 Logam Berat pada Biota Bentik Logam yang ada pada perairan suatu saat akan turun dan mengendap pada dasar perairan, membentuk sedimentasi, hal ini akan menyebabkan organisme yang mencari makan di dasar perairan (udang, rajungan, dan kerang) akan memiliki peluang yang besar untuk terpapar logam berat yang telah terikat di dasar perairan dan membentuk sedimen (Rahman, 2006). Akumulasi logam berat dalam sedimen dalam jumlah banyak dapat berperan sebagai sumber kontaminan logam untuk kolom air diatasnya ketika tidak ada lagi input ke dalam ekosistem (Fadhlina, 2008). Bahan pencemar (racun) masuk ke tubuh organisme melalui proses absorpsi. Absorpsi merupakan proses perpindahan racun dari tempat pemejanan atau tempat absorpsinya ke dalam sirkulasi darah. Absorpsi, distribusi dan ekskresi bahan pencemar tidak dapat terjadi tanpa transpor melintasi membran. Proses transportasi dapat berlangsung dengan 2 cara : transpor pasif (yaitu melalui proses difusi) dan transpor aktif (yaitu dengan sistem transport khusus, dalam hal ini zat lazimnya terikat pada molekul pengemban) (Hutagalung, 1997). Menurut Simkiss dan Mason (1983) bahwa logam-logam ringan seperti Na, K, Ca dan Mg merupakan logam dalam kelompok kelas A yang keterlibatan ion logamnya dalam makhluk hidup menyangkut proses fisiologis. Logam berat yang dimasukkan dalam kelas B merupakan logam-logam yang terlibat dalam prosesproses enzimatik dan menimbukan polusi misalnya Zn, Cd, Hg dan Pb. Aktivitas dari logam kelas A masuk ke dalam tubuh hewan biasanya dengan cara difusi membran sel, sedangkan kelas B terikat dengan protein.

29 Faktor lingkungan yang mempengaruhi absorbsi logam berat yaitu konsentrasi logam berat, salinitas, suhu bentuk fisika kimia logam tersebut (Bayne, 1976 in Ningtyas, 2002). Sementara faktor yang mempengaruhi laju absorbsi logam berat pada biota yaitu, konsentrasi logam berat dalam tubuh, ukuran organisme, pertumbuhan, kondisi fisiologi, seks dll. Logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh biota menurut Simkiss dan Mason (1983) secara umum melalui tiga cara: 1. Endositas Endositas adalah pengambilan partikel dari permukaan sel dengan membentuk wahana perpindahan oleh membran plasma. Proses endositas sepertinya berperan dalam pengambilan logam berat dalam bentuk tidak terlarut. 2. Diserap dari air Kandungan logam berat dalam jaringan tubuh biota 90% berasal dari penyerapan oleh sel epitel insang. Insang diduga sebagai organ yang menyerap logam berat dalam air. 3. Diserap dari makanan dan sedimen Penyerapan logam dari makanan dan sedimen oleh biota tergantung pada strategi makanan dan life histories dari biota yang diamati. Pada jenis filter feeder penyerapan tersebut bukan dari larutan seperti yang dijelaskan di atas, tetapi makanan dan partikel yang tersarng. Logam berat merupakan logam yang berperan dalam proses enzimatik. Jenis logam ini masuk ke dalam jaringan melalui ikatan dengan protein (ligand binding). Pasangan ion logam dalam air laut akan berbentuk (LCl) 0, (LCO 3 ) 0, (LSO 4 ) 0, (LCl 2 ) 0, dan (LCl 3 ) - yang ikatan ionnya bergantung pada ph air. Membran plasma dapat mengatur masuknya logam-logam trace sehingga

30 menyebabkan membran menjadi ligan protein dalam sel agar logam dapat berikatan. Logam berat lebih reaktif terhadap ikatan ligan dibandingkan dengan logam lainnya sehingga dalam sistem metaloenzim akan mengganggu proses metabolisme sel (Darmono, 1995). Menurut Darmono (1995) sebagian dari logam berat bersifat essensial bagi organisme air untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, antara lain dalam pembentukan haemosianin dalam sistem darah dan enzimatik pada biota. Akan tetapi bila jumlah dari logam berat masuk ke dalam tubuh dengan jumlah berlebih, maka akan berubah fungsi menjadi racun bagi tubuh (Palar, 2004). Berikut ini adalah konsentrasi logam berat pada tubuh biota Anadara granosa pada beberapa Perairan di Indonesia Tabel 3. Kandungan beberapa logam berat pada biota bentik di Perairan Semarang dan Kuala Tungkal Lokasi Periran Estuari Kuala Tungkal DT I Prov. Jambi Perairan Semarang Jenis biota Anadara granosa Anadara sp. Jenis logam Pb Cu Zn Konsentrasi (ppm) Tahun Pustaka 8,193-13, , Juli (10,712±2,524) Damaiyanti 7,173-11, , (1999) (9,378±2,206) Nopember 5,839-9,882 (7,860±2,022) 1996, Juli Damaiyanti 9,404-21, , (1999) (15,464±6,060) Nopember 1,235-9,417 (5,326±4,091) 1996, Juli Damaiyanti 5,602-5, , (1999) (5,730±0,128 Nopember Hg 0,017-0, , Juli- September Suprijanto (1998)

31 2.3 Fraksinasi Logam Berat dalam Sedimen Logam dalam lingkungan perairan akan berasosiasi dengan berbagai ligan organik dan anorganik terlarut sebaliknya fraksi yang lain akan berasosiasi dengan bahan partikulat melalui proses adsorpsi, presipitasi, copresipitasi atau oleh proses uptake oleh organisme plankton. Proses kimia, fisika dan biologi yang kompleks menyebabkan fraksi utama dari logam akan masuk dan berasosiasi ke dalam sedimen perairan hal ini dapat dilihat pada gambar 1 (Tessier dan Campbell, 1987). Kompleks organik Kompleks anorganik L-organisme L Z+ L Y+ L-organisme L-teradsorpsi L-berasosiasi dengan Fe dan Mn oksida dan fase padat lainnya L: Logam Sumber: Tessier dan Campbell, 1987 Gambar 1. Skema pembagian logam di lingkungan perairan Sedimen merupakan campuran kompleks hasil dari pelapukan dan erosi seperti alumosilikat dan besi, alumunium oksihidroksida dan sulfida, dan substansi yang dihasilkan oleh aktivitas biologi baik organik (mikroorganisme,

32 detritus dan substansi humus) maupun inorganik (karbonat, fosfat, dan silikat) (Tessier, 1992 in Škvarla, 1998). Ketersediaan logam berat dalam sedimen dipengaruhi oleh hubungan logam - logam berat dengan satu atau lebih dari komponen penyusun sedimen, karenanya konsentrasi logam berat dalam fraksi sedimen memberikan gambaran tentang ketersediaan logam berat bagi biota. Penentuan ketersediaan logam dalam fraksi sedimen telah banyak dikaji. Tessier et al (1979) membagi fraksi-fraksi di dalam sedimen yang menyebabkan berikatannya logam, diantaranya ; 1. Fraksi exchangeable ; Komponen utama pada fraksi ini muliputi lempung (clay), Oksigen hidrat dari besi dan mangan, dan asam humus. Fraksi ini memiliki mobilitas yang tinggi. Perubahan dari komposisi kation dapat menyebabkan terlepasnya logam (seperti di lingkungan estuari). 2. Fraksi yang berikatan dengan karbonat ; Logam dapat berasosiasi dengan karbonat. Fraksi ini mudah berubah dengan perubahan ph. 3. Fraksi berikatan dengan besi dan mangan oksida ; Terdiri dari logam yang diadsorpsi atau dilapisi oleh Fe-Mn oksida. Fraksi ini memiliki mobilitas yang relatif tinggi, tergantung pada perubahan kondisi redoks. Perubahan ini menyebabkan terlepasnya logam tetapi sebagian lagi mengendap jika terdapat mineral mineral sulfide. Bongkahan atau nodul mangan (Mn) dan besi (Fe) yang terbentuk di dasar laut adalah bentuk dari sedimen hydrogeneous yang dihasilkan melalui reaksi kimia dalam air laut. 4. Fraksi yang berikatan dengan bahan organik ; Logam dapat berikatan dengan berbagai bentuk bahan organik seperti organisme hidup, detritus, atau partikel mineral, dan lain sebagainya. Di bawah kondisi oksidasi

33 dalam perairan alami, bahan organik dapat terdegradasi dan terjadi pelepasan logam terlarut. 5. Fraksi residual ; Fase residual terdiri dari mineral utama atau kedua (primary and secondary minerals) dimana logam berada pada struktur kristal. Logam tidak akan berubah ke dalam bentuk terlarut pada jangka waktu tertentu di bawah kondisi normal. Ketersediaan logam berat dalam sedimen sangat berkaitan erat dengan sifatsifat dan ukuran sedimen. Sedimen yang mengandung jumlah mineral lempung (clay) dan bahan organik akan cenderung mengakumulasi logam lebih tinggi, karena senyawa-senyawa tersebut memiliki sifat mengikat logam (Tack et. al., 1997 in Arifin, 2006). Menurut Thomas dan Bendell Young (1998 ) komponen hasil oksida besi dan magnesium dan bahan organik merupakan komponen geokimia yang paling penting dalam mengontrol pengikatan logam - logam berat dari sedimen estuari. Oleh karena itu, pengetahuan tentang pembagian logamlogam utama diantara tiga komponen sedimen ini (hasil oksida besi dan magnesium dan bahan organik) sangat penting untuk mengestimasi ketersediaan logam-logam berat dalam sedimen. Ukuran partikel sedimen (grain size) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsentrasi dan proses adsorpsi logam berat dalam sedimen. Afinitas logam berat umumnya lebih besar pada sedimen yang berukuran lebih halus (Penny, 1984 dan Gaw, 1997 in Parera 2004) sehingga konsentrasi logam berat lebih besar pada permukaan sedimen yang memiliki ukuran partikel lebih kecil (Penny, 1984; Gaw, 1997; Burden, 2002 in Parera 2004). Menurut Bernhard (1981 in Erlangga 2007) konsentrasi logam berat tertinggi terdapat dalam sedimen

34 yang berupa lumpur, tanah liat, pasir berlumpur dan campuran dari ketiganya dibandingkan dengan yang berupa pasir murni. Tabel 4 menunjukkan hubungan konsentrasi logam berat Cu, Pb dan Zn terhadap ukuran butiran sedimen. Tabel 4. Hubungan antara ukuran butiran sedimen (µm) dan konsentrasi logam Cu, Pb dan Zn (µg/g) Ukuran butiran sedimen (µm) Konsentrasi logam (µg/g) Cu Pb Zn Sumber: Gaw (1997 in Parera 2004) Faktor lain yang mempengaruhi kandungan logam berat adalah kandungan bahan organik. Gaw (1997 in Parera 2004) menemukan hubungan yang positif antara kandungan materi organik dengan konsentrasi logam berat dalam sedimen walaupun bahan organik bukan merupakan faktor utama yang mengatur konsentrasi logam berat dalam sedimen khususnya di daerah estuari. Keberadaan bahan organik mampu mengikat 5-20 % atau lebih dari kandungan logam dalam sedimen (Campbell et al., 1988). Mangan oksida dan besi oksida dalam sedimen mempengaruhi kandungan dan asosiasi logam berat dalam sedimen. Besi oksida yang hidrous, mangan dan alumunium terutama Fe dan Mn oksida pada keadaan dapat mengoksidasi, dapat menyerap atau mengkopresipitasi kation dan anion dari larutan dan dapat menyerap logam-logam dalam air terutama logam runutan. Dalam keadaan reduksi logam yang terserap dapat diremobilisasi kembali ke larutan dan bertindak sebagai sumber logam dalam perairan, namun logam yang terikat oleh fraksi

35 sedimen akan mengalami diagenesis melibatkan peningkatan bobot molekul dan hilangnya gugus fungsi. Terbentuknya cadangan logam berat dalam sedimen perairan umumnya relatif stabil dan kurang reaktif, namun demikian mobilisasi dapat terjadi melalui proses mikrobial (Connel dan Miller, 1995). Menurut Campbell et al. (1988) keberadaan mangan dan besi oksida dalam sedimen mampu mengikat logam % bahkan lebih dari total logam dalam sedimen walaupun fraksi Mangan dan besi oksida tersebut jarang sekali ditemukan banyak sebagai material penyusun sedimen terrigenous. Kandungan logam pada beberapa fraksi sedimen laut dalam dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kandungan Mn- Fe dan beberapa logam pada fraksi-fraksi laut dalam, satuan µg/g Logam Karbonat laut dalam Lempung (clay) pada Laut dalam Atlantik Lempung (clay) Pada laut dalam Pasifik Bongkahan (nodul-nodul) besi-mangan Cr Cu Pb Zn Mn Fe Sumber: Chester (1990) Pembagian logam berat logam dalam sedimen bergantung pada banyak faktor diantaranya; lingkungan dan konsentrasi ligan di perairan, konsentrasi padatan subsrat, Eh, ph. Perbedaan faktor lingkungan seperti pengadukan sedimen anoksik atau proses acidifikasi di kolom perairan dapat merubah pembagian logam di sedimen (Tessier dan Campbell, 1987). Pembagian logam berat dalam air dan sedimen juga sangat dipengaruhi kondisi redoks selain keberadaan bahan organik serta faktor lingkungan lainnya.

36 ph merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses spesiasi logam berat, kelarutan dari mineral, transport dan kemampuan logam berat dapat diserap oleh organisme. ph berpengaruh terhadap kemampuan daya larut logam berat dan proses adsorpsi-desorpsi. Kebanyakan logam berat (mineral hydroxide) memiliki kelarutan yang sangat rendah di bawah kondisi ph perairan alami, karena aktivitas ion hydroxide secara langsung berhubungan dengan ph, kelarutan mineral logam hydroxide akan bertambah seiring dengan penurunan ph, dan kemudian logam berat yang terlarut sangat potensial dapat dimanfaatkan dalam proses biologi saat kondisi ph turun (Salomon, 1995 in John dan Leventhal, 1995). Faktor lain yang mempengaruhi proses spesiasi logam berat adalah temperatur. Pada lingkungan perairan, reaksi kimia sangat sensitif terhadap perubahan temperatur. Temperatur juga dapat mempengaruhi kuantitas logam berat yang diserap organisme, karena rata-rata proses biologi akan meningkat dua kali pada tiap kenaikan temperatur 10 0 C. Kenaikan temperatur mempengaruhi tingkat pemasukan dan pengeluaran logam berat, bioakumulasi mungkin meningkat atau tidak (Luoma, 1983 in John dan Leventhal, 1995).

37 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan waktu penelitian Penelitian ini merupakan kegiatan program penelitian tentang fate kontaminan logam di Delta Berau yang dilakukan oleh bagian Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI). Penelitian meliputi pengambilan contoh dan pengukuran data di lapangan dan analisis di Laboratorium. Pengambilan contoh air, sedimen dan biota dilakukan di Perairan Delta Berau, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur pada tanggal April 2008 oleh tim peneliti P2O-LIPI. Analisis laboratorium yang meliputi pengukuran konsentrasi logam dalam air, kerang, sedimen dan seston dilakukan pada bulan Mei 2008 hingga Januari 2009 di Laboratorium Pencemaran P2O-LIPI, Jakarta Utara. 3.2 Alat dan bahan Penelitian ini menggunakan alat dan bahan yang digunakan di lapangan dan di laboratorium yang secara rinci disajikan pada Tabel Teknik pengambilan data Penentuan stasiun pengamatan Stasiun pengambilan contoh ditentukan berdasarkan sumber polutan, yaitu daerah hulu dan mulut-mulut muaranya dan mewakili seluruh perairan delta. Penentuan geografis stasiun pengambilan contoh menggunakan Global Positioning System (GPS) yang kemudian diplotkan ke dalam peta (Gambar 2). Contoh sedimen yang diambil sebanyak 21 stasiun meliputi daerah yang mewakili sungai, muara dan laut. Contoh air unutk analisis logam hanya diambil 6 stasiun.

38 Tabel 6. Alat dan bahan penelitian yang digunakan di lapangan dan di laboratorium Lapangan GPS Garmin 60 XL Alat Laboratorium Timbangan digital Satorius Van Dorn Water Sampler, Smith McIntyre Grab DO meter YSI 55 dan refraktometer, Cubitainer 1L, Kertas saring dan Vacum pump, Ice Box Aquades, HNO 3 Lapangan ph/mv/ o C Meter Cyherscan Waterproof, corong pisah Centrifuge, Hot plate, Oven, Tanur/furnace, AAS, Varian Spectra AA 20 plus Bahan Laboratorium APDC, MIBK, HNO 3 Aqua Regia, Larutan HF, Asam Borat HNO 3 0,1 N NH 2 OH HCl in 0,01 N HNO 3, 0,1 N NH 2 OH HCl in 25% HOAc, Aqua regia, NH 4 OH Gambar 2. Peta lokasi penelitian dan penentuan stasiun perairan Delta Berau, Kalimantan Timur April 2008

39 3.3.2 Pengambilan data di lapangan Pengambilan data dilakukan melalui pengukuran secara langsung di Perairan Delta Berau. Pengukuran data di lapangan meliputi suhu air laut ( o C), salinitas, oksigen terlarut (DO, mg/l), dan derajat keasaman perairan (ph) dengan menggunakan DO meter digital dan refraktometer. Pengambilan sampel air dilakukan pada kedalaman 1 meter sebanyak 3 kali ulangan Pengambilan contoh air Pengambilan contoh air laut untuk pengukuran Total Suspended Solid (TSS) dan logam berat dilakukan dengan menggunakan Van Dorn Water Sampler yang terbuat dari bahan organik PolyVinyl Clorida (PVC) dan memiliki kapasitas 2 liter sebanyak 1 liter yang diambil dari kedalaman 1 meter dari permukaan air. Contoh air untuk analisa logam berat disaring dengan nucleopore dengan ukuran pori 0,45 µm yang sebelumnya telah direndam dalam HCl 6 N selama seminggu, dibilas dengan akuades dan ditimbang berat kosongnya. Contoh seston diambil dari kertas saring nucleopore yang dipakai untuk menyaring contoh air laut sebanyak 1 liter. Kertas saring nucleopore yang telah digunakan dimasukkan dalam plastik bersegel dan diberi label. Air yang telah disaring kemudian dimasukkan ke dalam botol cubitainer 1 liter dan diawetkan dengan menambahkan HNO 3 65% (ph < 2) sebanyak 1 ml. Contoh air dan seston kemudian dimasukkan ke dalam ice box dengan suhu < 4ºC untuk dianalisis lebih lanjut di laboratorium, kemudian disimpan dalam ice box untuk dianalisis kandungan logam berat lebih lanjut di laboratorium.

40 3.3.4 Pengambilan contoh sedimen Contoh sedimen diambil dengan menggunakan Smith Mcintyre Grab yang terbuat dari stainless steel pada lapisan permukaan sedimen dengan kedalaman 0-5 cm. Contoh sedimen diambil sebanyak tiga kali ulangan pada setiap stasiun yang kemudian dikumpulkan (dikomposit) menjadi satu. Contoh kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang terbuat dari polietilen yang terlebih dahulu dibersihkan dengan perendaman dalam 6 N HNO 3 dan dibilas tiga kali dengan air suling bebas ion kemudian disimpan dalam ice box Pengambilan contoh biota Anadara granosa Pengambilan contoh biota Anadara granosa dilakukan dengan menggunakan cawuk Smith McIntyre yang memiliki bukaan mulut 0,05 m 2. Contoh sedimen yang didapatkan kemudian ditempatkan ke dalam ayakan bermata saringan 500 µm dan dibilas in situ dengan air laut hingga relatif bersih dari lumpur. Residu sedimen tersebut kemudian dimasukkan kedalam kantung plastik yang telah diberi label dan difiksasi dengan campuran formalin 10%. Biota Anadara granosa kemudian dibekukan sampai analisis berikutnya. 3.4 Analisis contoh Pengukuran logam dalam air laut Analisis logam berat terlarut dalam air laut menggunakan prosedur APHA, 1992 in Hutagalung et al., Sebanyak 250 ml contoh air yang telah diambil ditambahkan HNO 3 (1N) dan NaOH (1N) hingga ph sampel air menjadi 3,5 4 kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah polietilen. Dalam suasana asam, kandungan logam berat (kecuali Hg) yang terkandung dalam air laut bereaksi jika ditambah dengan amonium pirolidin ditiocarbonat (APDC) membentuk senyawa

41 kompleks organik yang tidak larut dalam fase air. Dengan penambahan pelarut organik (MIBK), senyawa kompleks logam berat-apdc larut dalam metil iso butil keton (MIBK). Kompleks logam berat-apdc dipecah dengan HNO 3 pekat, sehingga terbentuk ion dan larut kembali ke dalam fase air. Fase air ditampung kemudian diukur konsentrasi logam beratnya. Analisis konsentrasi logam berat dalam air laut dapat dilihat pada Lampiran Pengukuran logam dalam seston Analisis logam berat dalam seston menggunakan prosedur APHA, 1992 in Hutagalung et al., Kertas saring yang telah digunakan untuk menyaring 1L air laut dikeringkan dalam oven selama 24 jam, kemudian digunakan untuk menghitung zat padat tersuspensi/tss dan logam berat dalam seston. Destruksi contoh TSS dengan menggunakan aquaregia (campuran HCl dan HNO 3 pekat 3 : 1) dan penambahan 1 ml HF pekat dan kemudian dipanaskan pada suhu C selama 4 jam. Setelah larutan contoh dingin pada suhu kamar, larutan contoh dimasukkan ke dalam labu ukur polyethylene yang telah berisi campuran 5 ml asam borat dan dibilas dengan aquades teflon bombnya hingga volume penepatan 25 ml. Larutan contoh dikocok-kocok dan dibiarkan selama 24 jam, kemudian larutan contoh didekantasi menggunakan kertas saring nucleopore ukuran ukuran pori 0,45 µm. Larutan contoh yang telah didekantasi kemudian diukur dengan AAS menggunakan nyala udara asetilen. Analisis pengukuran logam berat dalam seston dapat dilihat pada Lampiran 2.

42 3.4.3 Pengukuran logam dalam sedimen Analisis logam berat total dalam sedimen menggunakan prosedur Bendell- Young et al. (1992) in Thomas dan Bendell-Young (1998), dimana nilai konsentrasi hasil destruksi menggunakan aqua regia sebagai nilai yang mendekati konsentrasi logam berat total dalam sedimen. Contoh sedimen (± 5 gram Berat basah) didestruksi menggunakan campuran HCl pekat dengan HNO 3 pekat (3:1) kemudian dipanaskan 85 0 C dalam penangas selama 8 jam. Sampel sedimen kemudian ditepatkan 25 ml dengan akuades dan disentrifuge pada 250 RPM dan diambil fase supernatannya untuk kemudian dihitung konsentrasinya dengan AAS (Lampiran 3) Pengukuran logam berat dalam Anadara granosa Analisis logam berat dalam tubuh Anadara granosa menggunakan metode Parsons (1999). Namun sebelumnya, Anadara granosa dikelompokkan terlebih dahulu ke dalam 3 ukuran panjang yaitu; ukuran kecil (< 2,5 cm), sedang (2,5 3cm) dan besar (3 5 cm) sebelum dilakukan analisis. Analisis hanya dilakukan pada jaringan (tissue) tubuhya. Sampel jaringan kerang yang di analisis ditimbang dengan bobot ± 10 gram berat basah, kemudian sampel didestruksi dengan larutan 10 ml HNO 3 pekat di dalam teflon bomb, kemudian ditentukan konsentrasi logam dengan AAS. Analisis logam berat pada tubuh Anadara granosa dapat dilihat pada Lampiran Ukuran butiran sedimen Ukuran butiran sedimen ditentukan menggunakan alat ayakan mekanik. Ayakan yang dipergunakan memiliki ukuran bukaan 2 mm, 0,8 mm, 0,4 mm,

43 0,15 mm, dan 0,063 mm. Pengayakan dilakukan dengan metode pengayakan basah. Butiran sedimen diklasifikasi berdasarkan klasifikasi Wenworth, 1922 in Wibisono, Klasifikasi ini memisahkan sedimen ke dalam fraksi ukuran butiran yang berbeda yaitu kerakal 8-16 mm, kerikil 2-8 mm, pasir (sand) 0,063-2 mm, lanau (silt) 0,004-0,063 mm, lumpur (mud) <0,063 dan lempung (clay) <0,004 mm. Pada penelitian ini data grain size sedimen hanya didapatkan pada fraksi kerikil, pasir dan lumpur (Lampiran 5). Analisis ukuran butiran sedimen dikerjakan pada gabungan sampel dari 3 kali ulangan tiap masing-masing stasiun yang dilakukan di Laboratorium Geologi, P2O- LIPI. Hasil analisis butiran sedimen dapat dilihat pada Lampiran Analisis fraksinasi logam berat dalam sedimen Analisis pengukuran logam berat dalam fraksi sedimen menggunakan metode ekstraksi secara simultan yang dikembangkan Bendell-Young et al. (1992) in Thomas dan Bendell-Young (1998) seperti pada Gambar 9 dan Lampiran 7. Prosedur ekstraksi secara simultan menghitung konsentrasi logam berat yang secara operasional dibagi kedalam komponen-komponen geokimia sedimen: easily reducible (berasosiasi dengan fase sedimen mangan oksida); easily reducible+reducible (berasosiasi dengan fase sedimen mangan oksida dan besi oksida); organik (fraksi sedimen yang berikatan dengan bahan organik); dan aqua regia (mendekati konsentrasi logam berat total dalam sedimen). Sebanyak 4,5 6 gram berat basah contoh sedimen diambil untuk mengukur konsentrasi logam berat pada setiap fraksi sedimen tersebut. Ekstraksi logam pada fraksi easily reducible menggunakan 10 ml 0,1N NH 2 OH HCl in 0.01N HNO 3. Ekstraki dari easily reducible+reducible dengan menggunakan 10 ml

44 0.1N NH 2 OH HCl in 25% HOAc dengan pemanasan pada suhu 95 0 C selama 6 jam, sedangkan ekstraksi logam pada fraksi organik dengan menggunakan 20 ml 1N NH 4 OH ke dalam contoh sedimen kemudian dibiarkan selama seminggu (Gambar 3). Pada penelitian ini, dilakukan beberapa modifikasi terhadap metode Bendell- Young et al., 1992 in Thomas and Bendell-young, 1998, analisis bahan organik total (TOM) pada sedimen yang dinyatakan dengan persentase lost on ignition (%LOI) dianalisis menurut APHA (1992) yaitu dengan pembakaran sampel sedimen pada suhu 500 o C selama 4 jam, dapat dilihat pada Lampiran 5. Selain itu, terdapat perbedaan terhadap penentuan klasifikasi logam berat dalam fraksi resistan dan non-resistan berdasarkan metode yang digunakan Thomas dan Bendell-young (1998). Pada metode Thomas dan Bendell-young, fraksi reducible dan easy reducible termasuk ke dalam fraksi non-resistan (dapat diserap oleh biota), sedangkan fraksi organik dan residual termasuk ke dalam resistan (tidak dapat diserap oleh biota). Pada penelitian ini fraksi organik termasuk ke dalam fraksi non-resistan, dengan alasan tahapan destruksi pada fraksi organik tidak menggunakan asam kuat (HNO 3 /HCl) seperti pada prosedur menurut Bendell-Young dan Harvey (1992). Perbedaan klasifikasi fraksi resistan dan non-resistan dapat dilihat pada Tabel 7.

45 Contoh sedimen (4,5 6 gram) gram Keringkan pada 60 o C, 24 jam Easily Reducible 0.1N NH 2 OH HCl in 0.01N HNO 3 selama 0.5 jam Easily Reducible+ Reducible 0.1N NH 2 OH HCl in 25% HOAc pada 95 o C selama Organik 1N NH 4 OH selama 1 minggu Aqua Regia 3:1 campuran chcl:chno 3 pada 70 o C selama 8 jam Bakar pada 600 o C, selama 1 jam Mn oxides Mn+Fe oxides Organik Acid extractable % LOI Sentrifuge pada 6500 RPM, pipet bagian supernantan Ukur Cd, Cu dengan AAS Sumber : Bendell-Young et al., 1992 in Thomas dan Bendell-Young, 1998 Gambar 3. Skema analisis fraksinasi geokimia logam berat pada sedimen Tabel 7. Perbedaan klasifikasi fraksi resistan dan non resistan antara yang digunakan dalam skripsi dengan Thomas dan Bendell-Young (1998) Fraksi sedimen Non resistan (dapat diserap oleh biota) Resistan (tidak dapat diserap oleh biota) Thomas dan Bendell- Young (1998) Easily Reducible Reducible Organik Residual Skripsi Easily Reducible Reducible Organik Residual

46 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Perairan Delta Berau Kondisi perairan Delta Berau berdasarkan hasil pengamatan dipengaruhi oleh masukan 2 aliran sungai utama yaitu aliran Sungai Kelay dan dan Sungai Segah. Rincian data parameter kualitas air yang diamati disajikan pada Lampiran 8. Suhu stasiun pengamatan perairan Delta Berau, April 2008 memiliki kisaran antara 26,3 0 C 29,7 0 C, dengan suhu terendah berada pada stasiun 1 dan suhu tertinggi pada stasiun 8 (Gambar 4). Pada wilayah sungai suhu perairan berkisar antara 26,3 o C 28,6 o C dengan rata-rata 27,4 o C, untuk wilayah muara suhu perairan berkisar 27,5 o C 29,7 o C dengan rata-rata 28,4 o C, sedangkan untuk wilayah laut suhunya berkisar antara 28,1 o C 29,1 o C dengan rata-rata 28,4 o C. Menurut Nontji (1987), suhu air permukaan di perairan Indonesia berkisar antara 28 o C 31 o C dan dalam setahun terdapat dua suhu maksimum yaitu pada musim pancaroba awal tahun (April Mei) dan pancaroba akhir tahun (November), sedangkan pada penelitian sebelumnya kisaran suhu untuk perairan Delta Berau berkisar antara 29,4 o C 32,1 o C. Suhu di perairan Delta Berau pada saat pengamatan dan penelitian sebelumnya tidak jauh berbeda sehingga dapat dikatakan suhu Perairan Delta Berau masih dalam kondisi normal. Temperatur memiliki pengaruh penting dalam spesiasi logam, karena kebanyakan tingkat reaksi kimia sangat sensitif terhadap perubahan temperatur. Temperatur juga dapat mempengaruhi kuantitas logam berat yang diserap organisme, karena rata-rata proses biologi akan meningkat dua kali lipat pada tiap kenaikan temperatur 10 o C. Karena kenaikan temperatur mempengaruhi tingkat

47 influx (pemasukan) dan efflux (pengeluaran) logam berat, bioakumulasi total mungkin meningkat atau tidak (Luoma, 1983 in John dan Leventhal, 1995) Gambar 4. Nilai suhu perairan ( 0 C) pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April Sodang Besar Guntung 5 Lunsuranaga 6 3 Muara pantai Muara Kasai 4 9 Muara Garura 7 8 Tanjung Batu Celcius Gambar 5. Sebaran spasial suhu ( 0 C) di perairan Delta Berau, April 2008

48 Perairan pada stasiun pengamatan Delta Berau memiliki kedalaman yang berbeda. Stasiun pengamatan yang memiliki kedalaman paling besar pada Stasiun 19, sedangkan stasiun yang memiliki kedalaman terendah berada pada Stasiun 11 dan 12. Gambar 6 menunjukkan kedalaman perairan Delta Berau pada stasiun pengamatan. Kedalaman Perairan Delta Berau pada stasiun pengamatan tergolong dangkal dengan kisaran kedalaman antara 2 22 meter. Stasiun daerah sungai dan muara umumnya lebih dangkal daripada stasiun di daerah laut, sehingga sebaran kedalaman secara spasial menunjukkan bahwa nilai kedalaman pada daerah laut lebih tinggi dari daerah sungai maupun muara (Gambar 7). Pada stasiun 6 tidak ada nilai kedalamannya. Gambar 6. Kedalaman perairan (m) pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April 2008

49 Meter 2.3 Tanjung Batu Sodang Besar 1 5 Lunsuranaga Guntung 6 3 Muara pantai 4 Muara Garura 7 2 Muara Kasai Gambar 7. Sebaran spasial kedalaman (m) secara horizontal perairan Delta Berau, April 2008 Salinitas perairan Delta Berau dari sungai hingga ke laut memiliki kisaran antara 0-30 dengan rata-rata 18,2. Kisaran nilai salinitas untuk daerah sungai 0-14 dengan rata-rata 6,2, daerah muara memiliki kisaran salinitas dengan rata-rata 14,2, sedangkan pada stasiun di laut memiliki kisaran salinitas dengan rata-rata 27,4. Pada Stasiun 1 dan Stasiun 2 salinitas bernilai 0 artinya daerah sungai tersebut tidak dipengaruhi pencampuran air laut ketika pasang. Nilai salinitas tertinggi ada pada Stasiun 13, 18, 19 dan 21 dengan nilai salinitas 30, sehingga secara umum nilai salinitas meningkat menuju kearah laut. Hasil pengamatan nilai salinitas disajikan pada Gambar 8, sedangkan sebaran spasial salinitas Perairan Delta Berau dapat dilihat pada Gambar 9. Kisaran salinitas stasiun pengamatan Delta Berau dapat dikatakan masih berada dalam kisaran alami di alam, kisaran alami salinitas untuk perairan estuari di Indonesia menurut Romimohtarto (2007) adalah

50 Gambar 8. Nilai salinitas pada stasiun pengamatan menurut zonasinya di perairan Delta Berau, April Tanjung Batu Sodang Besar Lunsuranaga 5 2 Muara Kasai 3 4 Guntung Muara Garura 6 7 Muara pantai Gambar 9. Sebaran spasial salinitas di perairan Delta Berau, April 2008 Derajat keasaman (ph) pada stasiun pengamatan perairan Delta Berau, April 2008 berkisar antara 6,46 8,02 dengan ph terendah berada pada Stasiun 1 dan ph tertinggi pada Stasiun 21 (Gambar 10). Nilai rata-rata ph untuk stasiun di daerah sungai bernilai 6,86, nilai rata-rata ph untuk stasiun di daerah muara 7,37 dan nilai rata-rata ph untuk stasiun di daerah laut adalah 7,91. Nilai ph di daerah

51 sungai umumnya kecil kemudian bertambah besar berdasarkan zonasinya menuju daerah laut (Gambar 11). Kisaran ph pada stasiun pengamatan dapat dikatakan berada pada kisaran nilai ph alami di alam. Menurut Romimohtarto (2007) ph perairan pesisir permukaan di Indonesia berada pada kisaran 6,00-8,50. Gambar 10. Nilai ph pada stasiun pengamatan menurut zonasinya di perairan Delta Berau, April Tanjung Batu Sodang Besar Lunsuranaga 5 Guntung 6 2 Muara Kasai 3 4 Muara Garura Muara pantai Gambar 11. Sebaran spasial ph di perairan Delta Berau, April 2008

52 Kadar oksigen terlarut (DO) pada stasiun pengamatan perairan Delta Berau, April 2008 memiliki kisaran antara 4,34 mg/l 6,40 mg/l. Kadar terendah berada pada Stasiun 6 dan kadar tertinggi pada Stasiun 1. Kadar oksigen terlarut pada stasiun pengamatan semakin bertambah besar nilainya berdasarkan zonasi ke arah laut dengan rata-rata kadar oksigen terlarut di derah sungai, muara dan laut 5,16 mg/l, 5,33 mg/l, dan 5,88 mg/l (Gambar 8). Secara keseluruhan perairan Delta Berau dapat dikatakan masih layak untuk kehidupan biota. Kadar DO minimum peruntukan kehidupan organisme akuatik 4,0 mg/l (Monoarfa, 2002) Oksigen terlarut di dalam sedimen (interstitial water) juga mempengaruhi keberadaan mangan. Mn 2+ terlarut pada lapisan oksidasi sedimen akan dioksidasi menjadi (MnO 2 ) S, dan pada lapisan dibawahnya (lapisan reduksi sedimen) Mn oksida akan direduksi kembali menjadi (Mn 2+ ) AQ. Dengan demikian, jumlah Mn 2+ terlarut meningkat dengan bertambahnya kedalaman sedimen, sedangkan Mn fase solid akan menurun (Chester, 1990). Gambar 12. Kadar oksigen terlarut (mg/l) pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April 2008

53 mg/l Tanjung Batu Sodang Besar Lunsuranaga Guntung Muara Kasai Muara Garura Sukan Muara pantai Gambar 13. Sebaran spasial oksigen terlarut (mg/l) di Perairan Delta Berau, April 2008 Total padatan tersuspensi (Total Suspended Solid/ TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter >1 µm) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 µm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. TSS pada Perairan Delta Berau berkisar antara 5,50 mg/l 41,80 mg/l. TSS terendah pada stasiun 13 dan tertinggi pada stasiun 1. TSS di wilayah sungai berkisar antara 10,9 mg/l 41,8 mg/l dengan rata-rata 23,71 mg/l, di wilayah muara berkisar antara 8,60 mg/l 24,10 mg/l dengan rata-rata 16,39 mg/l, di wilayah laut TSS berkisar antara 5,50 mg/l 16,75 mg/l dengan nilai rata-rata 8,94 mg/l (Gambar 14). Sebaran TSS secara spasial menunjukkan bahwa semakin ke arah laut nilai TSS semakin kecil, nilai TSS terbesar terdapat pada daerah sungai (Gambar 15, hal ini karena daerah sungai banyak membawa

54 padatan tesuspensi sebagai akibat dari pelapukan batuan, kikisan tanah atau erosi yang terjadi di daratan dan terbawa dalam aliran air sungai. Gambar 14. Nilai padatan tersuspensi total (TSS) (mg/l) pada stasiun pengamatan berdasarkan zonasi di Perairan Delta Berau, April mg/l Tanjung Batu Sodang Besar 1 5 Lunsuranaga Guntung 6 3 Muara pantai Muara Kasai Muara Garura Gambar 15. Sebaran spasial TSS (mg/l) di perairan Delta Berau, April 2008

55 4.2 Konsentrasi Cd dan Cu terlarut Konsentrasi Cu dan Cd terlarut di perairan Delta Berau, Kalimantan Timur pada bulan April 2008 disajikan pada Gambar 10 dan Lampiran 9. Pengambilan data logam berat terlarut pada perairan Delta Berau hanya dilakukan pada 6 stasiun, 4 stasiun untuk daerah muara sungai dan 2 stasiun untuk daerah laut. Konsentrasi Cu pada perairan Delta Berau berada pada kisaran ttd 0,001 mg/l dengan konsentrasi terendah pada Stasiun 8 dan tertinggi pada Stasiun 7 dan 18. Konsentrasi Cd pada perairan Delta Berau berkisar antara 0,0005 mg/l 0,001 mg/l dengan konsentrasi terendah berada di Stasiun 9, 10, 13 dan konsentrasi Cd terbesar pada Stasiun 7, 8, 9, 18. Keberadaan Cd dan Cu terlarut di Perairan Delta Berau sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia di daerah aliran sungai, aktivitas manusia di kawasan Delta Berau seperti pertambangan, pelabuhan atau aktivitas kapal, pembuangan limbah pabrik, penebangan hutan, pengawetan kayu juga diduga dapat menghasilkan bahan pencemar senyawa yang mengandung Cd dan Cu di perairan Delta Berau sehingga konsentrasinya bertambah (Situmorang, 2008). Konsentrasi Cd dan Cu terlarut pada stasiun pengamatan Delta Berau masih tergolong sesuai dengan kadar alami dalam air laut. Konsentrasi Cd alami dalam air laut sebesar 0,11 ppb (Whaldichuck, 1974 in Rohyatun et al., 2003) dan konsentrasi Cu alami dalam air laut berkisar antara 0,002 0,005 ppm (Palar, 1994) atau 0,002 ppm (Whaldichuck, 1974 in Rohyatun et al., 2003). Konsentrasi Cd dan Cu dalam perairan pada beberapa penelitian di Perairan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

56 Gambar 10. Konsentrasi Cd dan Cu (mg/l) terlarut pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April Konsentrasi Cd dan Cu dalam seston Konsentrasi logam berat dalam seston menunjukkan besarnya kandungan logam dalam padatan tersuspensi dalam kolom perairan. Gambar 11 menunjukkan konsentrasi Cd dan Cu dalam seston di wilayah Delta Berau, Kalimantan Timur pada bulan April Konsentrasi Cu dalam seston berkisar antara 18,667 µg/g 104,388 µg/g dengan konsentrasi terbesar pada Stasiun 4 dan konsentrasi terendah pada Stasiun 12. Konsentrasi Cd dalam seston di perairan Delta Berau berkisar antara <0,001 µg/g 23,048 µg/g dengan konsentrasi terbesar pada Stasiun 18 dan konsentrasi terendah pada Stasiun 2, 5 dan 15. Konsentrasi Cu dalam seston jauh lebih besar dari pada Cd, bahkan pada beberapa stasiun tidak ditemukan kandungan logam berat Cd dalam seston (Lampiran 10).

57 Gambar 11. Konsentrasi Cd dan Cu (µg/g) dalam seston pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April Ukuran butiran sedimen (grain size) Sedimen perairan terdiri dari berbagai tipe substrat dengan ukuran yang berbeda, umumnya sedimen terdiri dari campuran dari bermacam-macam tipe sedimen yang berbeda. Penentuan jenis dan komposisi sedimen pada penelitian ini didasarkan pada tiga tipe fraksi utama yakni pasir, kerikil dan lumpur. Komposisi fraksi sedimen periran Delta Berau pada stasiun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 12 dan Lampiran 12

58 Gambar 12. Tipe sedimen pada stasiun pengamatan Perairan Delta Berau, April 2008 Tipe sedimen perairan Delta Berau pada stasiun pengamatan didominasi oleh lumpur (mud) dengan persentasi antara 6,26% 97,99% dengan persentasi terbesar berada pada Stasiun 18 dan persentasi terkecil pada Stasiun 1. Fraksi pasir mendominasi pada Stasiun 1, 5, 12, 13 dan 21. Kisaran persentasi fraksi pasir pada stasiun pengamatan adalah 2,01% 92,09%, sedangkan hanya sedikit fraksi kerikil yang ditemukan pada stasiun pengamatan. Pada stasiun di daerah aliran sungai dan di daerah muara didominasi oleh fraksi lumpur demikian juga dengan stasiun pada zonasi di daerah laut lebih didominasi oleh fraksi lumpur, hasil analisis butiran sedimen secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 12. Tipe sedimen akan mempengaruhi kandungan logam berat dan spesiasinya dalam sedimen, sedimen yang banyak mengandung fraksi yang lebih halus memiliki kemampuan mengikat logam berat lebih tinggi bila dibandingkan fraksi yang sifatnya kasar seperti pasir maupun kerikil.

59 4.5 Kandungan organik total (Total Organic Matter / TOM) dalam sedimen Persentase bahan organik total pada daerah aliran sungai berkisar antara 0,9% - 13,9%, sedangkan pada daerah muara berkisar antara 2,6% - 15,7% dan persentase bahan organik total pada daerah laut berkisar antara 2,6% - 19,8%. Kandungan bahan organik total yang paling besar pada Stasiun 19 (daerah laut), sedangkan yang paling kecil pada Stasiun 1 (daerah aliran sungai). Persentase Loss on ignition (LOI) mewakili persentase banyaknya bahan organik yang berada dalam sedimen. Gambar 13 menunjukkan persentase bahan organik total dalam sedimen (%LOI). Kandungan organik total dalam sedimen (TOM) sangat berkaitan erat dengan karakteristik dari sedimen. Sedimen yang mengandung fraksi sedimen yang lebih halus akan mengakumulasi bahan organik yang jauh lebih besar dari pada sedimen yang mengandung fraksi lebih kasar seperti pasir dan kerikil karena dengan massa yang sama fraksi sedimen halus memiliki luas permukaan lebih besar daripada sedimen berfraksi yang lebih besar seperti pasir dan kerikil. Pada umumnya jenis sedimen lumpur lebih kaya akan unsur hara daripada sedimen pasir (Situmorang, 2008). Pada Stasiun 1, 12, dan 13 memiliki kandungan organik total dalam sedimen yang lebih rendah, hal ini karena stasiun tersebut lebih didominasi oleh fraksi pasir.

60 Gambar 13. Persentase kandungan bahan organik total dalam sedimen pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April Konsentrasi Cd dan Cu dalam sedimen Konsentrasi Cd total dalam sedimen dapat dilihat pada Gambar 14 dan Lampiran 14. Konsentrasi Cd total dalam sedimen pada stasiun pengamatan Delta Berau berkisar antara 0,022 µg/g - 0, 125 µg/g dengan rata-rata 0,059 µg/g, konsentrasi terbesar berada pada Stasiun 3 dan konsentrasi terkecil berada pada Stasiun 2, 5 dan 15. Konsentrasi Cd pada daerah sungai umumnya jauh lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi logam berat pada daerah muara maupun laut. Konsentrasi Cd pada daerah sungai 0,063 µg/g 0,125 µg/g rata-rata 0,087 µg/g, sedangkan pada daerah muara berada pada kisaran 0,022 µg/g 0,064 µg/g dengan rata-rata 0,046 µg/g dan laut berada pada kisaran 0,026 µg/g 0,077 µg/g dengan rata-rata 0,050 µg/g. Hal ini karena pada konsentrasi logam berat pada

61 daerah sungai sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia di daerah daratan seperti pertambangan, aktivitas pertanian, maupun cairan limbah rumah tangga. Konsentrasi Cu total dalam sedimen berkisar antara 1,575 µg/g 34,112 µg/g dengan rata-rata 16,537 µg/g, konsentrasi terbesar berada pada Stasiun 4 dan terendah berada pada Stasiun 13, Cu banyak ditemukan pada daerah aliran sungai (Gambar 15). Konsentrasi Cu pada penelitan sebelumnya ditemukan dengan kisaran antara 1,890 µg/g 28,740 µg/g (Situmorang, 2008). Konsentrasi Cd di sedimen pada beberapa penelitian di perairan Indonesia umumnya jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan Cu, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Hutagalung (1994) melaporkan bahwa konsentrasi Cd dalam sedimen Perairan Teluk Jakarta berada pada kisaran 0,900-2,660 ppm (1,750 ± 0,620) pada bulan Juni sedangkan konsentrasi Cu 7,600-52,600 ppm (27,600 ± 13,500). Pada bulan November konsentrasi Cd berada pada kisaran nilai 0,950-2,530 ppm (1,720 ± 0,520) dan konsentrasi Cu 7,2-53,9 ppm (27,400 ± 13,400). Konsentrasi Cu dan Cd dalam sedimen Perairan Pelabuhan Ratu berada pada kisaran nilai 0,068-0,343 ppm dan 12,866-47,419 ppm (Anindita, 2002). Keberadaan Cd dan Cu dalam sedimen di Perairan Delta Berau menurut Canadian Environmental Quality Guidelines masih berada pada kondisi alami, konsentrasi alami untuk Cd 4,200 µg/g dan Cu 108 µg/g.

62 Gambar 14. Konsentrasi Cd total (µg/g) dalam sedimen pada stasiun pengamatan berdasarkan zonasi di perairan Delta Berau, April 2008 Gambar 15. Konsentrasi Cu total (µg/g) dalam sedimen pada stasiun pengamatan berdasarkan zonasi di perairan Delta Berau, April Konsentrasi Cd dan Cu dalam fraksi sedimen Konsentrasi Cd pada fraksi sedimen Konsentrasi Cd umumnya banyak dijumpai dalam fraksi organik dan easy reducible (berasosiasi dengan Mn oksida) dan ditemukan pada setiap stasiun,

63 hanya sebagian kecil terdapat dalam fraksi reducible (berasosiasi dengan Fe oksida) dan residual. Konsentrasi Cd dalam fraksi reducible hanya ditemukan pada Stasiun 5, 6, 11, 13 dan 21, sedangkan Cd dalam fraksi residual hanya ditemukan pada Stasiun 11, 17 dan 20 dengan konsentrasi pada masing-masing stasiun 0,049 µg/g, 0,014 µg/g dan 0,007 µg/g (Gambar 16). Konsentrasi Cd pada fraksi organik berkisar antara 0,0075 µg/g - 0,1162 µg/g, dengan konsentrasi tertinggi berada pada Stasiun 10 dan konsentrasi terendah pada Stasiun 11. Konsentrasi Cd pada fraksi easy reducible (berasosiasi dengan Mn oksida) berkisar antara 0,0155 µg/g 0,1055 µg/g, dengan konsentrasi terbesar pada Stasiun 3 dan konsentrasi terendah berada pada Stasiun 12. Fraksi reducible (berasosiasi dengan Fe oksida) untuk Cd hanya ditemukan pada beberapa stasiun pengamatan (Stasiun 5, 6, 9, 13 dan 21), demikian halnya dengan fraksi residual dari Cd hanya ditemukan pada stasiun 11, 17 dan 20. Bahkan pada beberapa stasiun pengamatan nilai fraksi residual maupun fraksi reducible untuk Cd tidak ditemukan pada kedua fraksi tersebut. Konsentrasi Cd umumnya lebih banyak ditemukan berikatan dengan fraksi easy reducible, reducible dan organik dalam sedimen. Thomas dan Bendell- Young (1998) menemukan keberadaan Cd dalam sedimen banyak berikatan dengan fraksi easy reducible maupun reducible bila dibandingkan dengan keberadaan Cd dalam fraksi residual. Pada perairan estuari, penelitian mengenai spesiasi Cd dalam fraksi sedimen menunjukkan bahwa keberadaan Cd dalam fraksi residual sangat sedikit ditemukan jumlahnya dan fraksi reducible berperan sebagai reservoir yang sangat penting bagi keberadaan kadmiun dalam sedimen

64 (Davies-Colley et al., 1984, Kersten dan Forstner, 1987 in Thomas dan Bendell- Young, 1998). Gambar 17 menunjukkan persentase Cd pada fraksi sedimen. Fraksi organik untuk Cd berkisar antara 7,4% - 81,3%, dengan persentase terbanyak pada Stasiun 10 dan persentase terkecil berada pada Stasiun 11. Persentase logam berat Cd pada fraksi easy reducible berkisar antara 18,7% - 79,1%. Fraksi residual hanya ditemukan dengan pada Stasiun 11, 17 dan 20 dengan persentase masing-masing 48,2%, 13,5% dan 16,2%. Gambar 16. Konsentrasi Cd (µg/g) dalam fraksi sedimen pada stasiun pengamatan berdasarkan zonasi di perairan Delta Berau, April 2008

65 Gambar 17. Persentase Cd pada fraksi sedimen pada stasiun pengamatan berdasarkan zonasi di perairan Delta Berau, April Konsentrasi Cu pada fraksi sedimen Konsentrasi Cu umumnya pada stasiun pengamatan banyak djumpai dalam bentuk fraksi residual yang mendominasi pada setiap stasiun. Fraksi residual dari Cu berkisar antara 1,301 µg/g 31,321 µg/g dengan konsentrasi terbesar berada pada Stasiun 4 dan konsentrasi terendah berada pada Stasiun 13. Pada fraksi easy reducible Cu hanya ditemukan pada Stasiun 1 dan Stasiun 2 yang terletak pada daerah sungai. Fraksi reducible untuk Cu berkisar antara 0,075 µg/g 0,652 µg/g dengan konsentrasi terbesar pada Stasiun 4 dan konsentrasi terendah berada pada Stasiun 1. Pada perairan tercemar oleh logam berat, tembaga adalah logam yang paling efisien diadsorpsi oleh mineral kabonat dan mineral Fe-Mn oksida. Tembaga memiliki mobilitas yang rendah dibandingkan daripada kadmium, timbal dan seng (Prusty et al., 1994 in John and Leventhal, 1995). Pada fraksi organik, konsentrasi Cu berkisar antara 0,087 µg/g 3,502

66 µg/g dengan konsentrasi terbesar berada pada Stasiun 2 dan konsentrasi terendah berada pada Stasiun 21 (Gambar 18). Persentase Cu pada fraksi sedimen lebih didominasi oleh fraksi residual dengan kisaran nilai antara 81,90% - 97,70%. Persentase Cu untuk fraksi organik berkisar antara 0,90% - 15,90%, fraksi easy reducible berkisar antara 0,20% - 6,10% dan hanya ditemukan pada dua stasiun (Stasiun 1 dan 2). Pada fraksi reducible Cu berkisar antara 0,01% - 0,09% (Gambar 19). Kisaran nilai yang didapat untuk setiap fraksi sedimen Cu tidak jauh berbeda dengan persentase kisaran konsentrasi Cu pada penelitian sebelumnya. Konsentrasi Cu lebih banyak dijumpai dalam bentuk fraksi residual (92,50%) diikuti fraksi organik (6,18%), reducible (1,32%) dan sangat sedikit djumpai dalam fraksi easy reducible (Situmorang, 2008). Gambar 18. Konsentrasi Cu (µg/g) dalam fraksi sedimen pada stasiun pengamatan berdasarkan zonasi di perairan Delta Berau, April 2008

67 Gambar 19. Persentase Cu pada fraksi sedimen pada stasiun pengamatan berdasarkan zonasi di perairan Delta Berau, April 2008 Fraksi-fraksi dalam sedimen diklasifikasi ke dalam dua tipe yakni logam berat fraksi resisten dan non resisten. Fraksi resistan merupakan fraksi logam berat dalam sedimen yang tidak dapat diserap oleh organisme, sedangkan fraksi nonresistan merupakan fraksi logam berat dalam sedimen yang mampu diserap dan diakumulasi oleh organisme atau dapat dikatakan bahwa fraksi non-resisten bertanggungjawab terhadap ketersediaan logam berat secara biologi (bioavailability) dalam sedimen bagi organisme bentik. Fraksi residual termasuk ke dalam logam berat yang tidak mudah diserap oleh organisme atau fraksi residual termasuk ke dalam tipe fraksi resistan. Fraksi logam berat easy reducible (berasosiasi dengan Mn-oksida), reducible (berasosiasi dengan Fe-oksida) termasuk ke dalam fraksi non-resistan karena proses destruksi untuk fraksi ini menggunakan ph yang mendekati lambung biota (ph lambung kerang-kerangan 5-6), dan fraksi organik (berasosiasi dengan materi organik) termasuk ke dalam

68 fraksi non-resisten karena proses reduksi yang digunakan tidak melalui tahapan destruksi dengan menggunakan asam kuat (HNO 3 /HCl). Keberadaan Cd dalam sedimen lebih banyak dijumpai dalam bentuk non resistan untuk setiap stasiun pengamatan, sedangkan fraksi resistan hanya ditemukan pada beberapa stasiun. Rata-rata Cd dalam fraksi non-resistan adalah 96,76%, sedangkan Cd dalam fraksi resistan sebanyak 3,24% (Tabel 8). Dominannya fraksi non-resistan yang ditemukan menunjukkan bahwa ketersediaan Cd bagi biota sangat besar dari total konsentrasi logam Cd dalam sedimen, keberadaan Cd dalam sedimen berpotensi membahayakan bagi biota khususnya biota bentik. Namun demikian, konsentrasi Cd pada fraksi sedimen pada setiap stasiun pengamatan umumnya sangat kecil, sehingga keberadaan kandungan Cd dalam fraksi sedimen masih bersifat alami. Konsentrasi Cd dalam fraksi organik 0,007 µg/g 0,116 µg/g, dalam fraksi easy reducible 0,015 µg/g 0,105 µg/g dan konsentrasi dalam fraksi reducible ttd 0,028 µg/g sehingga total dari keberadaan logam dalam sedimen masih di bawah konsentrasi alami di alam (jumlah konsentrasi logam dalam fraksi sedimen), kandungan alami Cd di sedimen menurut Canadian Environmental Quality Guidelines ( 2002) adalah 0,7 µg/g. Keberadaan Cu dalam sedimen lebih banyak dijumpai dalam bentuk fraksi resistan dengan persentase berkisar antara 91,46%, sedangkan fraksi non-resistan dengan rata-rata 7,54%. Konsentrasi rata-rata Cu pada fraksi residual, organik, reducible dan easy reducible adalah 91,46 %, 4,57%, 1,94 % dan 1,03%. Berbeda halnya dengan Cd, Cu lebih banyak ditemukan dalam bentuk fraksi resistan pada setiap stasiun pengamatan daripada bentuk fraksi non-resistan

69 (Tabel 8). Konsentrasi Cu yang banyak dalam fraksi non-resistan menunjukkan bahwa ketersediaan Cu bagi biota sangat kecil dari total konsentrasi Cu dalam sedimen dan keberadaan Cu dalam fraksi resistan menunjukkan bahwa dipengaruhi karena faktor alami di alam. Fraksi resistan diperkirakan logam yang terikat dengan mineral silikat atau berasal dari sumber alami logam seperti pelapukan batuan dan dekomposisi dari hewan detritus (Badri dan Aston, 1983 in Fadhlina, 2008) dan umumnya tidak ada ketersediaannya bagi biota (bioavaiability) (John dan Leventhal, 1995). Konsentrasi Cd dan Cu dalam fraksi sedimen secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 16. Tabel 8. Persentase pembagian logam berat dalam fraksi sedimen easily reducible (ER), reducible (RED), organic (ORG), residual (RES), resistan (RES), dan non-resistan (ER+RED+ORG). Nilai diperoleh dari rata-rata semua stasiun pengamatan Logam RES (%) ORG (%) ER (%) RED (%) Non- Resistan (%) Resistan (%) Cd 3,24 41,41 52,03 3,32 96,76 3,24 Cu 91,46 4,57 1,03 1,94 7,54 91,46 Keterangan: Nilai diperoleh dari rata-rata seluruh stasiun pengamatan Easily Reducible (ER): logam berat berasosiasi dengan Mn oksida Reducible (RED) : logam berat berasosiasi dengan Fe oksida Organik (ORG) : logam berat berikatan dengan bahan organik sedimen Residual (RES) : logam berat berikatan dengan mineral sedimen = Resistan ER+RED+ORG : Non resistan 4.8 Hubungan bahan organik total ( Total Organic Matter / TOM) dan konsentrasi Cd dan Cu dalam sedimen Pada Gambar 20a menunjukkan bahwa keberadaan Cd dalam fraksi nonresistan tidak dipengaruhi adanya kandungan bahan organik total (TOM) dalam

70 sedimen, hal ini dapat dilihat bahwa nilai koefisien korelasi yang sangat kecil antara konsentrasi Cd dalam fraksi non- resistan dan kandungan bahan organik total (TOM) dengan koefisien korelasi 0,0893. Konsentrasi Cd total dalam sedimen juga tidak dipengaruhi kandungan bahan organik total dalam sedimen (TOM) karena memiliki koefisien korelasi yang sangat kecil 0,0783 (Gambar 20b). Konsentrasi Cu terbesar dalam fraksi non-resistan dan konsentrasi dalam total sedimen terdapat pada kisaran kandungan TOM antara 5 10% dalam sedimen. Hubungan antara kandungan bahan organik total (TOM) dan total logam berat dalam sedimen menunjukkan hubungan dengan koefisien korelasi 0,5 dimana semakin besar kandungan bahan organik total, semakin besar pula konsentrasi logam Cu dalam total sedimen hal ini terlihat pada Gambar 21b, sedangkan konsentrasi Cu dalam fraksi non-resistan umumnya memiliki hubungan yang tidak erat dengan kandungan bahan organik (TOM) (Gambar 21b.), dimana nilai koefisien korelasinya 0,0675. Konsentrasi Cd dalamfraksi non-resistan (µg/g) TOM vs Cd Regresi Selang kepercayaan 95 % Cd = ( * %TOM) r = % TOM (a)

71 Cd = ( *%TOM) r = Konsentrasi Cd total (µg/g) TOM vs Cd Regresi Selang kepercayaan 95 % % TOM (b) Gambar 20. Hubungan keberadaan kandungan bahan organik dengan Cd (µg/g) dalam fraksi non-resistan (a) dan total sedimen (b) Konsentrasi Cu dalamfraksi non-resistan (µg/g) Cu = ( * TOM) r = TOM vs Cu Regresi Selang kepercayaan 95 % % TOM (a) Cu total = (0.847 * %TOM) r = Konsentrasi Cu total (µg/g) % TOM TOM vs Cu total Regresi Selang kepercayaan 95 % (b) Gambar 21. Hubungan keberadaan kandungan bahan organik dengan Cu (µg/g) dalam fraksi non-resistan (a) dan total sedimen (b)

72 4.9 Hubungan antara persentase lumpur (mud) dengan konsentrasi Cd dan Cu dalam sedimen Keberadaan logam berat dalam sedimen sangat erat hubungan dengan ukuran butiran sedimen, umumnya sedimen yang mempunyai ukuran sedimen yang lebih halus dan mempunyai banyak kandungan organik mengandung konsentrasi logam berat yang lebih besar daripada sedimen yang mempunyai tipe ukuran butiran sedimen berukuran besar (Huang dan Lin, 2003 in Yang et al, 2007). Lumpur mempunyai ukuran sedimen yang halus sehingga mempunyai kemampuan yang baik dalam mengikat logam dalam sedimen, persentase kandungan lumpur yang tinggi cenderung mengandung logam yang tinggi untuk Cu, hubungan antara persentase kandungan lumpur dengan konsentrasi Cu total dalam sedimen memiliki hubungan yang erat dengan nilai koefisien korelasi 0,662 (Gambar 23). Gambar 22 menunjukkan bahwa Cd memiliki kecenderungan yang berbeda dimana kenaikan jumlah persentase mud tidak diikuti dengan kenaikan konsentrasi logam dalam sedimen. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan kandungan lumpur tidak mempengaruhi kenaikan konsentrasi logam dalam sedimen dengan koefisien korelasi 0,048.

73 Gambar 22. Hubungan antara persentase lumpur (mud) dengan konsentrasi Cd (µg/g) dalam sedimen Gambar 23. Hubungan antara persentase lumpur (mud) dengan konsentrasi Cu (µg/g) dalam sedimen 4.10 Konsentrasi Cd dan Cu dalam Anadara granosa Keberadaan logam berat dalam sedimen akan mempengaruhi kehidupan biota bentik, karena kemampuan biota bentik dalam mengakumulasi logam berat yang ada dalam sedimen. Konsentrasi logam berat dalam tubuh Anadara granosa yang

74 ditemukan di perairan Delta Berau dapat dilihat pada Gambar 17 dan Lampiran 16. Pada perairan Delta Berau, tidak setiap biota ditemukan pada stasiun pengamatan sehingga tidak dapat ditentukan bentuk korelasi antara fraksi sedimen dengan konsentrasi logam berat dalam tubuh biota Anadara granosa. Gambar 24. Konsentrasi Cu dan Cd (µg/g) dalam tubuh Anadara granosa Konsentrasi Cu pada Anadara granosa berukuran <2,5 cm adalah sebesar 8,246 µg/g, dan untuk Cd sebesar 3,233 µg/g. Konsentrasi Cu dan Cd pada tubuh Anadara granosa berukuran 2,5 3 cm berturut-turut adalah 4,485 µg/g dan 2,594 µg/g. Kandungan Cu dan Cd dalam Anadara granosa berukuran 3 5 cm adalah 3,358 µg/g dan 3,416 µg/g. Pada umumnya konsentrasi Cu pada Anadara granosa lebih banyak daripada konsentrasi Cd, kecuali pada Anadara granosa berukuran 3 5 cm (Gambar 24). Pada penelitian sebelumnya, ditemukan keberadaan Cu pada tubuh Anadara. Konsentrasi Cu lebih banyak ditemukan pada Anadara berukuran kecil (<2,5 cm) dengan konsentrasi 5,533 µg/g, hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan kandungan Cu dalam tubuh

75 Anadara berukuran kecil. Keberadaan konsentrasi Cd dan Cu dalam Anadara granosa juga ditemukan di Perairan Teluk Banten, Jawa Barat dengan konsentrasi yang berkisar antara 0,010 0,043 ppm untuk Cd dan 0,414 0,908 ppm untuk Cu pada Anadara berukuran panjang cangkang 2 5 cm (Hutagalung dan Sutomo, 1996).

76 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pengamatan terhadap kualitas perairan pada stasiun pengamatan di Perairan Delta Berau dari parameter temperatur, salinitas, ph, DO maupun TSS masih dapat dikatakan berada pada kondisi normal di alam. Konsentrasi logam berat terlarut untuk Cu berkisar antara 0 mg/l 0,001 mg/l, sedangkan untuk Cd berkisar antara 0,0005 mg/l 0,001 mg/l. Konsentrasi Cu dalam seston berkisar 18, ,388 µg/g dan Cd berkisar <0,002 µg/g 23,048 µg/g. Konsentrasi logam berat total Cu dalam sedimen berkisar antara 1,575 µg/g 34,112 µg/g BK, untuk logam berat total Cd berkisar antara 0,022 µg/g - 0, 125 µg/g BK. Konsentrasi Cu dalam tubuh biota Anadara granosa berukuran besar (3 5 cm) yaitu 3,358 µg/g BK dan Cd 3,416 µg/g BK. Untuk Anadara sp. berukuran sedang (2,5-3 cm) konsentrasi Cu dan Cd adalah 4,485 µg/g BK dan 2,594 µg/g BK. Anadara sp. berukuran kecil (< 2,5 cm) konsentrasi Cu 3,358 µg/g BK dan Cd 3,416 µg/g BK. Konsentrasi Cd umumnya banyak dijumpai dalam fraksi organik dan easy reducible, hanya sebagian kecil terdapat dalam fraksi reducible dan residual, sedangkan konsentrasi Cu banyak dijumpai dalam fraksi residual, dan hanya sedikit dijumpai pada fraksi organik, reducible maupun easy reducible. Keberadaan Cd dalam sedimen sangat berbahaya karena lebih banyak ditemukan dalam fraksi non-resistan, sedangkan Cu lebih dominan ditemukan dalam bentuk fraksi resistan sehingga keberadaannya masih aman bagi biota bentik.

77 5.2 Saran Saran yang dapat diberikan penulis adalah diperlukannya contoh biota per stasiun pengamatan, karena pada penelitian ini tidak ditemukan biota pada setiap stasiun pengamatan sehingga dapat mengkorelasikan logam berat dalam biota bentik dengan logam berat dalam sedimen untuk menunjukkan apakah konsentrasi logam berat dalam biota bentik berhubungan dengan geokimia logam berat dalam sedimen.

78 DAFTAR PUSTAKA Anindita, A.D Kandungan Logam Berat Cd, Cu, Ni Pb dan Zn Terlarut dalam Badan Air dan Sedimen pada Perairan Sekitar Pelabuhan Perikanan Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Arifin, Z., D. Hindarti, T. Agustini, P. Widianwari, E. Matondang, dan T. Purbonegoro Nasib Kontaminan Logam dan Implikasinya pada Komunitas Bentik. Penelitian Kompatitif-LIPI. Laporan Akhir P2O- LIPI. Jakarta. Bendell-young, I, M. Dutton dan F. R. Pick, Contrasting two methods for determining trace metal partitioning in oxidized lake sediments. Biogeochemistry 17: Netherlands. Bryan, G.W Heavy Metal Contamination in The Sea. In R. Johnston (Ed.), Marine Pollution. Academic Press. London. Campbell, P.G.C., A.G. Lewis, P.M. Chapman, A.A. Crowder, W.K. Fletcher, B. Imber, S.N. Luoma, P.M. Stokes, dan M.Winfrey Biologically Available Metals in Sediments. NRCC/CNRC. Ottawa, Canada. Canadian Environmental Quality Guidelines Summary of Existing Canadian Environmental Quality Guidelines. CEQGs. Canada. Chester, R Marine geochemistry. London: Unwin Hyman. 698h Clark, R. B Marine Pollution. Clarendon Press. Oxford. 215h. Connel, D.W dan J.G. Miller Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Diterjemahkan oleh Yanti Koestoer. Penerbit UI Press Press. Jakarta. Damaiyanti, Y Kandungan Logam Berat dalam Daging Ikan Demersal di Perairan Estuary Kuala Tungkal Daerah Tingkat I provinsi Jambi. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Darmono Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Penerbit UI Press. Jakarta. Erlangga Efek Pencemaran Perairan Sungai Kampar di Propinsi Riau Terhadap Ikan Baung (Hemibagrus nemurus). Thesis. Pasca Sarjana IPB. Bogor.

79 Fahdlina, D Geokimia Logam Berat Pb, Cd, Cu dan Zn pada Sedimen di Perairan Teluk Jakarta. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Greaney, K.M An Assesment of heavy metal contamination in the marine sediments of las perlas archipelago. Master of Science in Marine Resource Development and Protection. School of Life Sciences. Heriot-Watt University, Edinburgh Hamzah, F Pola Sebaran Menegak Konsentrasi Cd, Pb, Cu dan Zn Terlarut di Perairan Laut Banda. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Harahap, S Tingkat Pencemaran Air Kali Cakung Ditinjau dari Sifat Fisika Kimia Khususnya Logam Berat dan Keanekaragaman Jenis Hewan Benthos Makro. Thesis. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Hutagalung, H.P Pencemaran Laut oleh Logam Berat. Dalam Kunarso, H. D dan Ruyitno (Ed.), Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. P3O-LIPI. Jakarta. Hutagalung, H.P Kandungan Logam Berat dalam Sedimen di Perairan Teluk Jakarta. Seminar Pemantauan Pencemaran Laut, Jakarta, Februari P2O-LIPI. Jakarta. Hutagalung, H.P. dan Sutomo Kandungan Pb, Cd, Cu Zn dalam Air, Sedimen dan Kerang Darah di Perairan Teluk Banten, Jawa Barat. Inventarisasi dan Evaluasi Lingkungan Pesisir. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi. Jakarta. Hal Hutagalung, H.P., D. Setiapermana, dan S.H. Riyono Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota. Buku 2. P3O-LIPI. Jakarta. John, D.A dan J.S. Leventhal Bioavailability of Metals. In Edward A. du Bray (Ed.), Preliminary Compilation of Descriptive Geoenvironmental Mineral Deposit Models. U.S. Departmen of the Interior, U.S. Geological. Denver, Colorado. Julianery, B.E Kabupaten Berau http//: [25 Mei 2008] Monoarfa, W Dampak Pembangunan bagi Kualitas Air di Pesisir Pantai Losari, Makasar. ISSN: Vol.3. No. 3:37-44 Ningtyas, P Tingkat Akumulasi Logam Berat Pb, Cd Cu dan Zn pada Kerang Hijau (Perna viridis) di Perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.

80 Nanty, I.H Kandungan Logam Berat dalam Air dan Sedimen di Muara Sungai Way Kambas dan Way Sekampung, Lampung. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Palar, H Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineke Cipta. Jakarta. Parera, P Heavy Metal Concentrations in the Pacific Oyster; Crassostrea gigas. Tesis. Auckland University of Technology. Auckland Parsons, E.C.M Short Communication: Trace Element Concentration In Whole Fish From North Lantau Water, Hong Kong. ICES Journal of Marine Science. 56: Rahman, A Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Beberap Jenis Krustasea di Pantai Batakan dan Takisung Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Bioscientiae. Vol.3 No. 2. Hal: Razak, H Kandungan Logam Berat dalam Air Laut di Perairan Sekitar Batu Ampar dan Sekupang. Perairan Pulau Batam. P2O-LIPI. Jakarta. Rochyatun, E Pemantauan Kadar Logam Berat (Pb, Cd dan Cr ) dalam sedimen di Muara sungai Dadap, Teluk Jakarta. Inventarisasi dan Evaluasi Potensi Laut Pesisir II. P2O LIPI. Jakarta. Rochyatun, E. Edward dan A. Rozak Kandungan Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn, Ni, Cr, Mn dan Fe dalam Air Laut dan Sedimen di Perairan Kalimantan Timur. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. P2O-LIPI. Jakarta. Romimohtarto, K Kualitas air dalam budidaya laut air dalam budidaya laut/ berita kelautan.htm Sanusi, H.S Kimia Laut, Proses Fisik Kimia dan Interaksinya dengan Lingkungan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 188h. Sianingsih, A Pendugaan Sebaran Spasial Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Ni dalam Air dan Sedimen Perairan Teluk Jakarta. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Simkiss, K dan A.Z. Mason Metal Ions : Metabolic and Toxic Effect. In The Mollusca : Environmental Biochemistry and Physiology. Academic Press. Toronto. Situmorang, S.P Geokimia Pb, Cr, Cu dalam Sedimen dan Ketersediaannya pada Biota Bentik di Perairan Delta Berau, Kalimantan Timur. Skripsi.

81 Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Škvarla, J A Study on the Trace Metal Speciation in the Ružín reservoir sediment.acta Montanistica Slovaca.Rocník 3 (1998), 2, Suprijanto, J Kajian Kandungan Logam Berat pada Jaringan Lunak Kerang Anadara sp di Perairan Semarang: Studi Kuantitatif dan Kualitatif. Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Semarang. Suryanto, D Pendugaan Laju Akumulasi Pb, Cd, Cu Zn dan Ni pada Kerang Hijau (Perna viridis L) Ukuran Lebih Dari 4,7 cm di Perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Tessier, A., P.G.C. Campbell, dan M.Bisson Sequential extraction procedure for the speciation.of particulate trace metals.. Anal. Chem.51: Tessier, A, dan P.G.C. Campbell Partitioning of Trace Metal in Sediments: Relationship With Bioavaiability. Hidrobiologia 149: Dr W Publisher. Netherlands. Thomas, C dan L. I. Bendell-Young Linking The Sediment Geochemistry of An Intertidal Region to Metal Availibility in The Deposit Feeder Macoma balthica. Marine Ecology Progress Series. Vol. 173: Luhe, Germany. Wibisono, M. S Pengantar Ilmu Kelautan. PT. Grasindo. Jakarta. Yang, T., Liu Q., Chan L., dan Liu Z Magnetic signature of heavy metals pollution of sediments: case study from the East Lake in Wuhan, China. Journal of Environmental Geology (2007) 52:

82 LAMPIRAN

83 Lampiran 1. Prosedur analisis logam dalam contoh air laut (Hutagalung et al., 1997) Analisis Logam Berat Cd dan Cu : 1. Ambil 250 ml contoh air laut (telah disaring dengan kertas saring ukuran pori 0,45 µm), standar, dan blanko 2. ph contoh disesuaikan menjadi 3,5-4 dengan menambahkan HNO 3 (1N) dan NaOH (1N) 3. Masukkan ke dalam corong pisah polietylen 4. Contoh ditambahkan larutan APDC/NaDDC (2%) sebanyak 5 ml, lalu dikocok 10 menit (untuk sampel Cr panaskan larutan pada suhu 80ºC selama 10 menit) 5. Kemudian ditambahkan 25 ml MIBK 6. Contoh dikocok (5 menit) dan dibiarkan hingga terbentuk 2 fase (± 10 menit) 7. Fase anorganik (lapisan bawah) di buang dan diambil fase organiknya (lapisan atas) 8. Fase organik ditambahkan HNO 3 sebanyak 0,5 ml dan dikocok 2 5 menit. Diamkan 15 menit 9. Kemudian tambahkan 9,5 ml aquabidest dan kocok kembali 10. Biarkan hingga terbentuk dua fase 11. Ambil fase anorganik (lapisan bawah) dan siap diukur dengan AAS menggunakan nyala udara asetilen. Konsentrasi logam berat terlarut dapat langsung dilihat pada hasil print-out hasil pembacaan AAS. Keterangan : Pembuatan 2% APDC : Larutkan 2 gr Amonium pirolidin ditiokarbonat dengan 100 ml aquades kocok saring dengan kertas saring 0,2 µm destruksi dengan 10 ml MIBK ambil fase air lalu simpan dalam botol polietilen

84 Lampiran 1. (Lanjutan) Pembuatan Larutan 2% NADDC : larutkan 2 gr natrium dietil ditro karbonat dengan 100 ml aquades bebas ion saring, kemudian destruksi dengan 10 ml MIBK ambil fase airnya. Lampiran 2. Prosedur Analisis Logam dalam Seston 1. Contoh seston (bersama kertas saring) dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C selama 24 jam 2. Didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang beratnya 3. Dimasukkan dalam teflon bomb dengan menggunakan pinset plastik 4. Tambahkan aqua regia sebanyak 1 ml dan secara perlahan-lahan ditambahkan 1 ml HF pekat 5. Dipanaskan melalui penangas air pada suhu o C dan didinginkan 6. Larutan contoh dimasukkan dalam labu ukur polietilen (25 ml) yang telah berisi campuran 5 ml asam borat dan bilas dengan aquades teflon bombnya hingga volume penempatan yang diinginkan 7. Kocok, biarkan 24 jam 8. Dekantasi 9. Diukur dengan AAS menggunakan nyala udara asetilen. Konsentrasi, ppm (mg/l) = A V Vp B Keterangan : A V Vp = Kadar hasil pengukuran dengan AAS = Volume akhir penempatan larutan contoh (ml) = Volume pengenceran (ml), bila dilakukan pengenceran B = Berat kertas saring dengan seston - berat kertas saring tanpa seston (gr)

85 Lampiran 3. Prosedur Analisis Logam dalam Sedimen (Young et al., 1992 in Thomas dan Young, 1998 ) 1. Masukkan ± 5 gram sedimen ke dalam erlenmeyer 2. Tambahkan 20 ml aqua regia (3:1 campuran HCl pekat : HNO 3 pekat) 3. Panaskan di penangas 85 o C selama 8 jam 4. Dinginkan, pindahkan ke botol corning, dan tepatkan 25 ml dengan aquadest 5. Kocok, biarkan 24 jam 6. Centrifuge pada 250 RPM dan ambil supernatannya Ukur Cd dan Cu dengan AAS

86 Lampiran 4. Prosedur Analisis Logam dalam Contoh Biota (Parsons, 1999) Analisis Logam Berat Cd dan Cu pada biota 1. Timbang sebanyak ± 10 gram berat basah 2. Masukan dalam teflon bomb yang mempunyai tutup 3. Tambahkan 10 ml HNO 3 65% 4. Tutup, biarkan selama 24 jam 5. Panaskan di atas penangas air pada suhu 100 o C, selama 8 jam (sampai larutan jernih) 6. Tambahkan 3 ml air suling bebas ion, panaskan kembali hingga larutan hampir kering 7. Dinginkan pada suhu ruang 8. Dekantasi sampel menggunakan kertas saring whatman 0,41 µm 9. Tepatkan volume sampel sampai 20 ml dengan air suling bebas ion 10. Siap diukur dengan AAS menggunakan nyala udara asetilen. Konsentrasi (ppm) = (AxVxVp)/B Dimana A : konsentrasi yang terbaca pada AAS V : volume penempatan akhir (ml) B : berat sampel (gr) Vp : volume pengenceran (ml), bila dilakukan pengencera

87 Lampiran 5. Prosedur analisis ukuran butiran sedimen (Rahayuningsih, 2007) Analisa ukuran butiran sedimen dilakukan dengan metode pengayakan basah melalui tahapan sebagai berikut : 1. Sampel sedimen dipindahkan ke wadah untuk dipanaskan dalam oven, diamkan hingga sampel kering 2. Timbang sampel sedimen yang sudah kering pada timbangan analitik, sehingga didapatkan berat kering total sampel 3. Rendam dengan aquades sedimen yang sudah ditimbang, diamkan hingga air menyatu dengan sampel 4. Ayak sampel dengan ayakan berukuran 0,063 mm terlebih dahulu agar fraksi lempung dapat terpisahkan. Air hasil ayakan tersebut ditampung pada gelas beker 5. Sampel yang tertahan pada saringan 0,063 mm tersebut diayak dengan metode pengayakan basah dan saringan bertingkat dengan urutan 4 mm, 2 mm, 1 mm, 0,5 mm, 0,25 mm, 0,125 mm, dan 0,063 mm. 6. Sampel yang tertahan pada tiap ayakan dipindahkan ke dalam suatu wadah untuk dikeringkan 7. Timbang sampel yang telah kering tersebut sesuai dengan mesh size ayakan Catat berat tiap sampel pada tabel ukuran butir sedimen sesuai dengan ukuran butirnya, kemudian hitung persentase tiap ukuran sedimen serta persen kumulatifnya.

88 Lampiran 6. Prosedur analisis kandungan bahan organik total (TOM) dalam sedimen (APHA, 1992) 1. Timbang berat cawan keramik kosong (A) 2. Masukkan sedimen ±3 gram ke dalam cawan keramik, timbang berat cawan + sedimen basah (B) 3. Keringkan dalam oven pada suhu 60 o C selama 24 jam 4. Dinginkan dalam desikator, timbang dan catat berat cawan + sedimen kering (C) 5. Masukkan lagi ke dalam tanur dengan suhu 500 o C selama 4 jam 6. Dinginkan dalam desikator, timbang berat cawan + sedimen (D) 7. Bahan organik dalam sedimen ditunjukkan dengan persentase yang hilang dalam pembakaran (% Loss On Ignition), dengan rumus: %LOI = C D 100 B A

89 Lampiran 7. Prosedur analisis fraksinasi logam Cd dan Cu dalam sedimen (Young et al., 1992 in Thomas dan Young, 1998 ) a) Easily Reducible (Mn oxides) 1. Masukkan ± 5 gram sedimen basah ke dalam botol corning 2. Tambahkan 10 ml 0,1 N NH 2 OH HCl in 0,01N HNO 3, kocok dan biarkan 1 jam 3. Tepatkan dengan aquadest hingga 20 ml. Biarkan 24 jam 4. Centrifuge pada 250 rpm dan ambil supernatant. 5. Ukur Cd dan Cu dengan AAS b) Easily Reducible+Reducible (Mn + Fe oxides) c) Organik 1. Masukkan ± 5 gram sedimen basah ke dalam erlenmeyer 2. Tambahkan 10 ml 0,1 N NH 2 OH HCl in 25% HOAc, kocok 3. Panaskan di hotplate 85 o C selama 6 jam. Tambahkan aquadest bila selama pemanasan ada yang kering 4. Pindahkan ke botol corning, tepatkan 20 ml, kocok, biarkan 24 jam 5. Centrifuge pada 250 RPM dan ambil supernatant 6. Ukur Cd dan Cu dengan AAS 1. Masukkan ±5 gram sedimen basah ke dalam botol corning 2. Tambahkan 15 ml 1 N NH 4 OH, kocok dan biarkan 1 minggu 3. Centrifuge pada 250 RPM dan ambil fase supernatannya 4. Ukur Cd dan Cu dengan AAS d) Aqua Regia/Near Total Metal 7. Masukkan ±5 gram sedimen ke dalam erlenmeyer

90 Lampiran 7. (Lanjutan) Keterangan : 1. Tambahkan 20 ml aqua regia (3:1 campuran HCl pekat : HNO 3 pekat) 2. Panaskan di penangas 85 o C selama 8 jam 3. Dinginkan, pindahkan ke botol corning, dan tepatkan 25 ml dengan aquadest 4. Kocok, biarkan 24 jam 5. Centrifuge pada 250 RPM dan ambil fase supernatannya 6. Ukur Cd dan Cu dengan AAS. Pembuatan NH 2.HCl in 0,01N HNO 3 : Ambil 6,949 gr NH 2 OH.HCl lalu encerkan dengan HNO 3 0,01N hingga volumenya 1000 ml. Pembuatan pembuatan 0,1N NH 2 OH.HCl in 25% HOAc Ambil 6,949 gr NH 2 OH.HCl lalu diencerkan dengan HOAc 25% hingga volumenya 1000 ml. Larutan HOAc 25% dibuat dengan cara pengenceran CH 3 COOH 100%, yakni sebanyak 250 ml CH 3 COOH 100% diencerkan dengan akuades.

91 Lampiran 8. Nilai beberapa parameter kualitas air, kedalaman menurut posisi stasiun pengamatan di Delta Berau, Kalimantan Timur, April 2008 Posisi Kualitas Air Kedalaman Stasiun Bujur (Timur) Lintang (Utara) Salinitas ( ) ph DO (mg/l) Suhu air ( C) (m) 1 117,6879 2, ,46 6,4 26,3 6, ,8557 2, ,76 5,52 27, ,7949 2, ,72 5,11 26, ,8187 2, ,99 5,07 26, ,6914 2, ,04 4,50 28, ,7381 2, ,17 4,34 28, ,8417 2, ,30 4,89 29, ,8917 1, ,65 6,21 29, ,9222 2, ,35 5,53 27, ,9116 2, ,98 4,90 27, ,9711 2, ,55 5,14 28, ,0401 2, ,90 5,72 28, ,0956 2, ,99 5,20 27, ,0453 2, ,81 5,69 29, ,0167 2, ,82 6,22 28, ,0425 1, ,91 5,74 28, ,0000 1, ,87 6,33 28, ,1167 1, ,95 6,17 28, ,1333 1, ,92 6,12 28, ,1092 2, ,93 5,86 28, ,1333 2, ,02 5,74 28,1 10 Lampiran 9. Konsentrasi Cd dan Cu terlarut pada perairan Delta Berau, April 2008 Stasiun Cu (mg/l) Cd (mg/l) 7 0,0010 0, ,0000 0, ,0005 0, ,0005 0, ,0005 0, ,0010 0,0010 Keterangan : Instrument Detection Limit (IDL) pada Atomic Absorption Spectrophotometric (AAS) untuk analisa logam Cd = 0,002mg.L -1 dan Cu = 0,003 mg.l -1.

92 Lampiran 10. Konsentrasi Cd dan Cu dalam seston di Perairan Delta Berau, April 2008 Stasiun Cu (µg/g) Cd (µg/g) ttd ttd ttd Keterangan : ttd = tidak terdeteksi. Instrument Detection Limit (IDL) pada Atomic Absorption Spectrophotometric (AAS) untuk analisa logam Cd = 0,002 µg. g -1 dan Cu = 0,003 µg.g -1.

93 Lampiran 11. Hasil analisis besar butir (grain size analysis) sedimen perairan Delta Berau, Kalimantan Timur, April Jenis Ukuran Butiran Stasiun Sedimen (mm) Kerakal Kerikil Pasir , ,25-0, ,127-0, ,063-0, Lumpur <0, Jumlah

94 Lampiran 11. (Lanjutan) Jenis Ukuran Stasiun Sedimen Butiran (mm) Kerakal Kerikil Pasir , ,25-0, ,127-0, ,063-0, Lumpur <0, Jumlah

95 Lampiran 12. Nilai Persentase tekstur sedimen dan tipe sedimen pada perairan Delta Berau, April 2008 Fraksi sedimen Stasiun % Gravel (Kerikil) % Sand (Pasir) % Mud (Lumpur) Wilayah Sungai Sungai Sungai Sungai Sungai Sungai Muara Muara Muara Muara Muara Laut Laut Laut Laut Laut Laut Laut Laut Laut Laut

96 Lampiran 13. Bahan organik total (Total Organik Matter /TOM) dalam sedimen perairan Delta Berau April 2008 yang ditunjukkan denhan persentase bahan organic yang hilang dalam pembakaran C selama 4 jam Wilayah Sungai Muara Laut Stasiun %LOI (Loss On Ignition) Rata-rata 8.18 SD Rata-rata 8.17 SD Rata-rata 9.66 SD 6.47 Rata-rata 8.92 SD 5.60

97 Lampiran 14. Konsentrasi Cd dan Cu dalam Total sedimen Perairan Delta Berau, April 2008 Wilayah Stasiun Cu (µg/g) Cd (µg/g) 1 4,950 ± 0,073 0,065 ± 0, ,358 ± 2,372 0,096 ± 0,011 Sungai 3 24,787 ± 1,302 0,125 ± 0, ,112 ± 4,950 0,063 ± 0, ,972 ± 0,410 0,085 ± 0, ,843 ± 1,632 0,085 ± 0,035 Rata-rata 22,837 0,087 SD 10,231 0, ,940 ± 0,029 0,054 ± 0, ,354 ± 0,107 0,060 ± 0,029 Muara 9 16,315 ± 2,190 0,022 ± 0, ,322 ± 0,147 0,032 ± 0, ,314 ± 1,302 0,064 ± 0,000 Rata-rata 15,649 0,046 SD 7,415 0, ,548 ± 0,085 0,026 ± 0, ,575 ± 0,053 0,077 ± 0, ,377 ± 0,352 0,047 ± 0, ,200 ± 0,095 0,065 ± 0,008 Laut 16 16,714 ± 0,333 0,048 ± 0, ,758 ± 1,957 0,065 ± 0, ,865 ± 0,622 0,047 ± 0, ,857 ± 0,216 0,046 ± 0, ,645 ± 0,382 0,035 ± 0, ,465 ± 0,327 0,043 ± 0,010 Rata-rata 13,200 0,050 SD 8,573 0,015

98 Lampiran 15. Konsentrasi Cd dan Cu dalam fraksi sedimen (µg/g) Aqua Regia Reducible Organik Easy reducible wilayah Stasiun (Total) Residual Cu Cd Cu Cd Cu Cd Cu Cd Cu Cd < < < <0.002 Sungai < < < < < < < < < <0.002 Rata-rata <0.002 SD < < < < < <0.002 Muara < < < < < < < < Rata-rata < < SD < < < < <0.002 Laut < < < < < < < < < < <

99 Lampiran 15. (Lanjutan) Aqua Regia Reducible Stasiu Organik Easy reducible Residual wilayah (Total) n Cu Cd Cu Cd Cu Cd Cu Cd Cu Cd < < < < < < Laut < < < < < <0.003 Rata-rata <0.002 SD Keterangan : Instrument Detection Limit (IDL) pada Atomic Absorption Spectrophotometric (AAS) untuk analisa logam Cd = 0,002 mg.kg -1 dan Cu = 0,003 mg.kg -1. Easily Reducible (ER) : logam berat berasosiasi dengan Mn oksida Reducible (RED) : logam berat berasosiasi dengan Fe oksida Organik (ORG) : logam berat berikatan dengan bahan organik sedimen Residual : logam berat berikatan dengan mineral sedimen (resistan) Aqua Regia : mendekati konsentrasi logam berat total sedimen Kadar/konsentrasi ( µg/g BK) = (AAS x volume penempatan)/(berat kering sedimen) Reducible (µg/g BK) = [Easily Reducible+Reducible]- [Easily Reducible] Residual = [Aqua Regia]-[(ER+RED+ORG)]

100 Lampiran 16. Nilai konsentrasi Cu dan Cd dalam Anadara granosa (µg/g) di perairan Delta Berau, April 2008 Jenis Biota Konsentrasi Logam Berat (µg/g) BB Cu Cd Anadara granosa (<2,5 cm) 8,246 3,233 Anadara granosa (2,5-3,0 cm) 4,485 2,594 Anadara granosa (3,0-5,0 cm) 3,358 3,416 Tabel 17. Rangkuman data hasil Penelitian di Delta Berau Parameter Nilai Sungai Muara Laut Fisika Suhu ( 0 C) C C Salinitas , Kedalaman (m) 4,0 7 2,0 8 2,0 22 Kimia DO (mg/l) ph TSS (mg/l) 5,50 41,80 10,9 41,8 8,60 24,10 Logam Dalam seston (µg/g) Cd ttd ttd Cu Dalam air (mg/l) Cd Tidak diukur Cu Tidak diukur Dalam sedimen (µg/g) Cd Cu Fraksinasi Cd (µg/g) logam Easy reducible Reducible ttd ttd ttd Organik Residual tt ttd Cu (µg/g) Easy reducible ttd ttd ttd Reducible Organik Residual

101 Lampiran 18. Dokumentasi penelitian Timbangan analitik Centrifuge Corong pisah polietilen AAS Varian Spectra AA Plus DO meter Smith McIntyre grab

102 Proses destruksi sedimen Pengukuran logam dengan AAS Proses ekstraksi logam dalam air Pengambilan sampel sedimen Sampel Anadara granosa Proses penyaringan contoh air

103 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, 20 April 1985 dari pasangan Bapak Amirullah Alwahdy dan Ibu Kholipah. Lulus dari SMA Negeri 5 Bogor pada tahun 2004, penulis langsung melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur SPMB. Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan yaitu Badan Eksekutif Mahasasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (BEM-FPIK) sebagai Staf Divisi Dekapepol dan HIMITEKA sebagai Dewan Formatur periode , dan Staf Divisi Hubungan Luar Negeri dan Komunikasi periode Selain itu, penulis juga aktif menjadi Asisten Praktikum pada mata kuliah Persamaan Differensial Biasa , Oseanografi Kimia , dan Asisten Luar Biasa Oseanografi Kimia Untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis menyusun skripsi dengan judul Konsentrasi Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dalam Air, Seston, Kerang dan Fraksinasinya dalam Sedimen di Perairan Delta Berau, Kalimantan Timur.

GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR

GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR Oleh: Sabam Parsaoran Situmorang C64103011 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Perairan Teluk Jakarta secara geografis terletak pada 5º56 15 LS-6º55 30

2. TINJAUAN PUSTAKA. Perairan Teluk Jakarta secara geografis terletak pada 5º56 15 LS-6º55 30 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Geografis Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta secara geografis terletak pada 5º56 15 LS-6º55 30 LS dan 106º43 00 BT-106º59 30 BT dan terletak di sebelah utara ibukota

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C64102057 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Logam berat terdapat di seluruh lapisan alam, namun dalam konsentrasi yang sangat rendah. Dalam air laut konsentrasinya berkisar antara 10-5 10-3 ppm. Pada tingkat kadar yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Proses pengambilan sampel dilakukan di Perairan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta pada tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 7. Tongkat berskala Mengukur kedalaman cm 8. Van Dorn Water Mengambil sampel air -

METODE PENELITIAN. 7. Tongkat berskala Mengukur kedalaman cm 8. Van Dorn Water Mengambil sampel air - METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan Bulan September Oktober 2005, yang dibagi dalam 2 tahap yaitu : tahap pengambilan sampel di lapangan dan analisis sampel di laboratorium.

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan program penelitian tentang logam berat di Teluk Jakarta yang dilakukan oleh bagian Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi

Lebih terperinci

Konsentrasi Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dalam Air, Seston, Kerang dan Fraksinasinya dalam Sedimen di Perairan Delta Berau, Kalimantan Timur

Konsentrasi Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dalam Air, Seston, Kerang dan Fraksinasinya dalam Sedimen di Perairan Delta Berau, Kalimantan Timur ILMU KELAUTAN. Februari 2010. Vol. 2. Edisi Khusus: 436-446 ISSN 0853-7291 Konsentrasi Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dalam Air, Seston, Kerang dan Fraksinasinya dalam Sedimen di Perairan Delta Berau, Kalimantan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Hidrodinamika Perairan Estuari. Estuari adalah suatu perairan tempat pertemuan air tawar dengan air laut yang mengakibatkan adanya gradien salinitas di sepanjang badan estuari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam PENDAHULUAN Latar Belakang Logam dan mineral lainnya hampir selalu ditemukan dalam air tawar dan air laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam logam baik logam ringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang banyak ditemukan di lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi pada konsentrasi yang rendah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini merupakan bagian dari Kegiatan Penelitian Kompetitif Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI (P2O-LIPI) yang telah dilakukan pada tahun 2010 dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Logam Logam Berat Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Logam Logam Berat Tanah TINJAUAN PUSTAKA Logam Logam Berat Tanah Larutan tanah mengandung berbagai zat terlarut berbentuk ion, baik kation maupun anion. Kation yang umum terdapat dalam larutan tanah ialah H +, Al 3+, Fe 3+ (dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol 18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol Ultisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai horizon argilik atau kandik dengan nilai kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation basa) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu dan teknologi terutama bidang industri di Indonesia memiliki dampak yang beragam. Dampak positifnya adalah pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat, di sisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Panggang adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki berbagai ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu

Lebih terperinci

KONSENTRASI TEMBAGA (Cu) DAN SENG (Zn) PADA FRAKSI TOTAL DAN FRAKSI LABIL DALAM SEDIMEN PERAIRAN TELUK JAKARTA

KONSENTRASI TEMBAGA (Cu) DAN SENG (Zn) PADA FRAKSI TOTAL DAN FRAKSI LABIL DALAM SEDIMEN PERAIRAN TELUK JAKARTA KONSENTRASI TEMBAGA (Cu) DAN SENG (Zn) PADA FRAKSI TOTAL DAN FRAKSI LABIL DALAM SEDIMEN PERAIRAN TELUK JAKARTA RIZQI RAHMAN SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indramayu merupakan salah satu daerah yang penduduknya terpadat di Indonesia, selain itu juga Indramayu memiliki kawasan industri yang lumayan luas seluruh aktivitas

Lebih terperinci

PENGARUH SEDIMEN BERMINYAK TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROALGA Isochrysis sp.

PENGARUH SEDIMEN BERMINYAK TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROALGA Isochrysis sp. PENGARUH SEDIMEN BERMINYAK TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROALGA Isochrysis sp. GESHA YULIANI NATTASYA SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kegiatan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan

BAB III METODE PENELITIAN. kegiatan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yaitu mengadakan kegiatan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lapangan dan di laboratoirum. Pengambilan sampel ikan bertempat di DAS Citarum bagian hulu dengan 4 stasiun yang telah ditentukan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 29 III. BAHAN DAN METODE 3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Sungai Kampar Provinsi Riau (Gambar 6), laboratorium parasit dan penyakit dan laboratorium lingkungan Fakultas Perikanan dan

Lebih terperinci

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Alat dan Bahan Penelitian DO Meter ph Meter Termometer Refraktometer Kertas Label Botol Sampel Lampiran 1. Lanjutan Pisau Cutter Plastik Sampel Pipa Paralon Lampiran 2. Pengukuran

Lebih terperinci

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN KADMIUM (Cd) DALAM UDANG PUTIH (Litopenaeus vannamei) YANG DIPEROLEH DARI MUARA SUNGAI BANJIR KANAL BARAT DAN PERAIRAN PANTAI KOTA SEMARANG Aqnes Budiarti,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Muara Kamal pada bulan Agustus Oktober 2011. Analisis preparasi sampel dilakukan di Laboratorium Produktivitas

Lebih terperinci

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA Oleh; Galih Kurniawan C64104033 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Lampiran 2. Prosedur Analisis Logam Dalam Sedimen dengan metode USEPA 3050B (APHA, 1992)

Lampiran 2. Prosedur Analisis Logam Dalam Sedimen dengan metode USEPA 3050B (APHA, 1992) L A M P I R A N Lampiran 1. Data Kualitas Perairan St. Lokasi Koordinat Kedalaman Temperatur Bujur Lintang (m) (0C) Salinitas 1 Muara Angke 106.7675-6.1035 3.1 27.6 2 2 Laut 106.744-6.0939 3.2 29.7 10

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Hidrodinamika Perairan Estuari

TINJAUAN PUSTAKA Hidrodinamika Perairan Estuari TINJAUAN PUSTAKA Hidrodinamika Perairan Estuari Estuari adalah perairan semi tertutup yang memiliki hubungan bebas dengan laut, tempat dimana air asin dari laut dan air tawar dari sungai bertemu (Cameron

Lebih terperinci

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Lampiran A. Prosedur Analisa Logam Berat Pb dan Cd Dalam Kerang Bulu (Anadara inflata) Diambil daging. Ditambah 25 ml aquades. Ditambah 10 ml HNO 3

Lampiran A. Prosedur Analisa Logam Berat Pb dan Cd Dalam Kerang Bulu (Anadara inflata) Diambil daging. Ditambah 25 ml aquades. Ditambah 10 ml HNO 3 Lampiran A. Prosedur Analisa Logam Berat Pb dan Cd Dalam Kerang Bulu (Anadara inflata) Kerang Diambil daging Ditambah 25 ml aquades Ditambah 10 ml HNO 3 Dipanaskan dengan suhu 120 0 C selama 30 menit Didinginkan

Lebih terperinci

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. BAB I PENDAHULUAN I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. Sumber pencemaran lingkungan diantaranya

Lebih terperinci

DISTRIBUSI LOGAM BERAT DALAM AIR DAN SEDIMEN DI PERAIRAN MUARA SUNGAI CISADANE

DISTRIBUSI LOGAM BERAT DALAM AIR DAN SEDIMEN DI PERAIRAN MUARA SUNGAI CISADANE DISTRIBUSI LOGAM BERAT DALAM AIR DAN SEDIMEN DI PERAIRAN MUARA SUNGAI CISADANE Endang Rochyatun, M. Taufik Kaisupy dan Abdul Rozak Kelompok Penelitian Pencemaran Laut, Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian

Lebih terperinci

LOGO ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION

LOGO ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION LOGO ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION By Djadjat Tisnadjaja 1 Jenis analisis Analisis makro Kuantitas zat 0,5 1 g Volume yang dipakai sekitar 20 ml Analisis semimikro Kuatitas zat sekitar 0,05 g Volume

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar perairan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar perairan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar perairan. Keberadaan logam- logam ini sangat berbahaya, meskipun dalam jumlah yang kecil. Berbagai kegiatan manusia seperti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

KANDUNGAN LOGAM BERAT Cd DAN Cu BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL SEDIMEN DI PERAIRAN TELUK JAKARTA

KANDUNGAN LOGAM BERAT Cd DAN Cu BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL SEDIMEN DI PERAIRAN TELUK JAKARTA KANDUNGAN LOGAM BERAT Cd DAN Cu BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL SEDIMEN DI PERAIRAN TELUK JAKARTA RISNA DWI ASTUTY SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Berat Istilah "logam berat" didefinisikan secara umum bagi logam yang memiliki berat spesifik lebih dari 5g/cm 3. Logam berat dimasukkan dalam kategori pencemar lingkungan

Lebih terperinci

FOSFOR A. KELIMPAHAN FOSFOR

FOSFOR A. KELIMPAHAN FOSFOR FOSFOR A. KELIMPAHAN FOSFOR Fosfor termasuk unsur bukan logam yang cukup reaktif, sehingga tidak ditemukan di alam dalamkeadaan bebas. Fosfor berasal dari bahasa Yunani, phosphoros, yang berarti memiliki

Lebih terperinci

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A PETUNJUK PRAKTIKUM PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A Cemaran Logam Berat dalam Makanan Cemaran Kimia non logam dalam Makanan Dosen CHOIRUL AMRI JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA 2016

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah banyak dikonversi lahan pantainya menjadi kawasan industri, antara lain industri batubara, pembangkit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu unsur alam yang sama pentingnya dengan air dan udara. Tanah adalah suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat ditumbuhi oleh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung pada bulan Juli - Agustus 2011. B. Materi Penelitian B.1. Biota Uji Biota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi. Air digunakan hampir di setiap aktivitas makhluk hidup. Bagi manusia, air

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik sludge 4.1.1. Sludge TPA Bantar Gebang Sludge TPA Bantar Gebang memiliki kadar C yang cukup tinggi yaitu sebesar 10.92% dengan kadar abu sebesar 61.5%.

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi penelitian

Gambar 7. Lokasi penelitian 3. METODA PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di muara Sungai Angke dan perairan Muara Angke, Jakarta Utara (Gambar 7). Lokasi tersebut dipilih atas dasar pertimbangan,

Lebih terperinci

identifikasi masalah sampling ekstraksi AAS analisis data

identifikasi masalah sampling ekstraksi AAS analisis data BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan sesuai dengan metode penelitian seperti tampak pada Gambar 3.1. identifikasi masalah penentuan titik sampling penentuan metode sampling

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan AIR Sumber Air 1. Air laut 2. Air tawar a. Air hujan b. Air permukaan Impurities (Pengotor) air permukaan akan sangat tergantung kepada lingkungannya, seperti - Peptisida - Herbisida - Limbah industry

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA

bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA II. TELAAH PUSTAKA Limbah cair tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dari tahap pengkanjian, penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan.

Lebih terperinci

LOGO ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION

LOGO ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION LOGO ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION 1 LOGO Analisis Kation 2 Klasifikasi Kation Klasifikasi kation yang paling umum didasarkan pada perbedaan kelarutan dari: Klorida (asam klorida) Sulfida, (H 2

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan baik udara, tanah, ataupun air banyak terjadi akibat dari aktivitas manusia. Menurut UU No.32 tahun 2009, yang dimaksud dengan pencemaran adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan

Lebih terperinci

PENGAMBILAN SAMPEL AIR

PENGAMBILAN SAMPEL AIR PENGAMBILAN SAMPEL AIR A. Pemeriksaan : Pengambilan Sampel Air B. Tujuan :Untuk memperoleh sampel air guna pemeriksaan parameter lapangan C. Metode : Langsung D. Prinsip : Sungai dengan debit kurang dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG Oleh: Muhammad Firly Talib C64104065 PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 357-365 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

KANDUNGAN LOGAM BERAT AIR LAUT, SEDIMEN DAN DAGING KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PERAIRAN MENTOK DAN TANJUNG JABUNG TIMUR

KANDUNGAN LOGAM BERAT AIR LAUT, SEDIMEN DAN DAGING KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PERAIRAN MENTOK DAN TANJUNG JABUNG TIMUR KANDUNGAN LOGAM BERAT AIR LAUT, SEDIMEN DAN DAGING KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PERAIRAN MENTOK DAN TANJUNG JABUNG TIMUR (Heavy Metals Content in Seawater Sediment and Anadara granosa, in Mentok and

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

III. METODOLOGI PENELITIAN. di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 30 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Agustus 2011 di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tingkat tinggi merupakan organisme autotrof dapat mensintesa komponen molekular organik yang dibutuhkannya, selain juga membutuhkan hara dalam bentuk anorganik

Lebih terperinci

Ruko Jambusari No. 7A Yogyakarta Telp. : ; Fax. :

Ruko Jambusari No. 7A Yogyakarta Telp. : ; Fax. : MENGENAL PENCEMARAN RAGAM LOGAM oleh : Sherly Ridhowati, S.T.P. M.Sc. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan

Lebih terperinci

Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion

Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion Pembimbing : Endang Kusumawati, MT Disusun Oleh : IndraPranata R 091431013 Irena Widelia 091431014 Irma Ariyanti 091431015

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011 di Laboratorium Kimia Analitik, Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Penggunaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan eksperimental. B. Tempat dan Waktu Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

METODA GRAVIMETRI. Imam Santosa, MT.

METODA GRAVIMETRI. Imam Santosa, MT. METODA GRAVIMETRI Imam Santosa, MT. METODA GRAVIMETRI PRINSIP : Analat direaksikan dengan suatu pereaksi sehingga terbentuk senyawa yang mengendap; endapan murni ditimbang dan dari berat endapan didapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Pengenalan Air Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampah di TPA umumnya masih menggunakan metode open dumping, seperti pada

BAB I PENDAHULUAN. sampah di TPA umumnya masih menggunakan metode open dumping, seperti pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah adalah tempat mengkarantinakan sampah atau menimbun sampah yang diangkut dari sumber sampah sehingga tidak mengganggu lingkungan.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

Oksidasi dan Reduksi

Oksidasi dan Reduksi Oksidasi dan Reduksi Reaksi kimia dapat diklasifikasikan dengan beberapa cara antara lain reduksi-oksidasi (redoks) Reaksi : selalu terjadi bersama-sama. Zat yang teroksidasi = reduktor Zat yang tereduksi

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Sebagian besar bumi terdiri atas air karena luas daratan lebih kecil dibandingkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Logam Berat

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Logam Berat 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Logam Berat Miller (2004) dalam Mukhtasor (2006) mendefinisikan bahwa pencemaran merupakan sebaran penambahan pada udara, air, dan tanah, atau makanan yang membahayakan

Lebih terperinci

Oleh : Siti Rudiyanti Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Oleh : Siti Rudiyanti Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro BIOKONSENTRASI KERANG DARAH (Anadara granosa Linn)Terhadap LOGAM BERAT CADMIUM (Cd) YANG TERKANDUNG DALAM MEDIA PEMELIHARAAN YANG BERASAL DARI PERAIRAN KALIWUNGU, KENDAL Oleh : Siti Rudiyanti Program Studi

Lebih terperinci