HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Tepung Komposit Tepung komposit adalah campuran lebih dari satu jenis tepung dengan perbandingan tertentu untuk melengkapkan zat gizi yang tidak atau kurang terdapat dalam salah satu bahan. Tepung komposit dalam penelitian ini adalah tepung yang terbuat dari campuran tepung labu kuning (Curcubita moschata), pisang raja bulu (Musa paradisiaca.sp) dan kacang hijau (Phaseolus radiatus). Alasan pemilihan bahan baku dari penelitian ini adalah pemanfaatan labu kuning sebagai bahan baku biskuit yang belum banyak sedangkan penggunaan tepung kacang hijau dan pisang karena pemanfaatannya telah banyak digunakan dalam industri MPASI.Tepung ini didapat dari penelitian sebelumnya karena penelitian ini merupakan salah satu bagian dari penelitian labu kuning yang dilaksanakan oleh BBPP Pascapanen Pertanian Bogor. Tepung komposit yang terpilih didasarkan pada tepung yang memenuhi syarat MPASI dan memiliki kandungan βkaroten dan protein serta daya cerna pati yang tinggi. Berdasarkan respon dari RSM didapatkan bahwa tepung komposit yang terpilih adalah tepung dengan kandungan tepung labu kuning 60%, tepung pisang 15% dan tepung kacang hijau 25% untuk berat basah bahan baku. Berdasarkan kandungan tepung labu kuning sebanyak 60%, maka tepung komposit ini bisa dinyatakan berbasis labu kuning didasarkan pendapat Rahmawati (2010) bahwa suatu bahan pangan dapat dikatakan basis jika memiliki kandungan bahan lebih dari 50%. Tepung komposit ini mengalami beberapa perlakuan untuk mendapatkan kualitas bahan baku yang optimal sebagai bahan dalam pembuatan makanan bayi. Proses pentingnya adalah pengurangan oligosakarida yang dilakukan dengan beberapa cara yaitu perendaman kultur enzim αgalaktosidase 10 8 CFU/ml selama 18 jam pada labu kuning, perendaman dengan natrium metabisulfit 150 ppm selama 5 menit pada pisang dan perendaman dengan air bersih selama 6 jam pada kacang hijau sebelum proses pengeringan dan penepungan dilakukan. Tepung komposit memiliki sifat higroskopis sehingga mengalami penggumpalan jika diletakkan di udara terbuka. Tepung komposit memiliki kadungan protein yang cukup tinggi yaitu 11,17% dibandingkan kandungan tepung terigu sebanyak 8,9%. Lemak yang dikandung tepung komposit sebanyak 3,6% menjadi penyumbang 10% kandungan energi total tepung komposit. Kecernaan pati pada

2 28 tepung komposit cukup baik karena sama dengan kecernaan tepung tepungan yang lain. Kandungan zat gizi dan daya cerna tepung komposit disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Kandungan zat gizi dan daya cerna tepung komposit (per 100 gram) Komponen Kandungan Kadar Air (g) 7,12 Abu (g) 4.66 Protein (g) Lemak (g) 3.6 Karbohidrat (g) Energi (kkal) 372 βkaroten (mg) 23.9 Besi (mg) 8.59 Seng (mg) 0.87 Kalsium (mg) 666 Total Pati (g) 64.5 Daya Cerna Pati (%) 84,7 Sumber: Rahmawati (2010) Pati garut Pati garut adalah pati yang berasal dari umbi garut (Maranta arundinaceae L) yang merupakan tanaman herba berumpun yang berkembang biak dengan bertunas (Deptan 2007). Pati ini biasa digunakan sebagai bahan baku atau tambahan dalam proses pembuatan produk MPASI salah satu biskuit komersil MPASI yang menggunakan pati garut sebagai bahan utama dikenal dengan biskuit arrowroot. Menurut Puspowati (2003) serat dalam pati garut sangat halus dan memiliki daya cerna pati yang cukup tinggi yaitu 30% untuk pati garut mentah, meningkatnya kecernaan pati garut yang disangrai mencapai 60,16% dan kecernaan dalam bentuk dekstrin pati garut mencapai 81,63. Pati yang digunakan sebagai bahan baku didapatkan dari hasil produksi BBPP Pascapanen Pertanian Bogor. Kandungan karbohidrat pada tepung garut cukup tinggi karena menyumbang 96% dari total kandungan energi pati garut (Tabel 10). Hal ini menjadikan alasan pemilihan pati garut sebagai bahan baku tambahan pembuatan biskuit MPASI karena karakteristik biskuit bayi yang memiliki syarat pemenuhan 50% dari total energi biskuit berasal dari karbohidrat. Kandungan zat gizi pati garut dapat dilihat pada Tabel 10.

3 29 Tabel 10. Kandungan zat gizi pati garut (per 100 gram) Komponen Gizi Kadar Air (g) 13.6 Abu (g) 0.3 Protein (g) 0.7 Lemak (g) 0.2 Karbohidrat (g) 85.2 Energi (kkal) 355 Besi (mg) 1.5 Kalsium (mg) 8 Sumber : Persagi (2009) Kandungan Formulasi Biskuit Pembuatan biskuit yang berasal dari tepung komposit berbasis labu kuning sebagai MPASI yang ditujukan untuk anak umur 1224 bulan. Biskuit MPASI adalah biskuit yang dapat dikonsumsi langsung (anak langsung dapat memegangnya) dan merupakan jenis makanan yang disukai oleh anakanak. Hal ini didasarkan bentuk dan warnanya yang menarik seta rasa dan nilai gizi yang memenuhi syarat MPASI. Formulasi biskuit dikembangkan melalui nilai optimum yang didapat dari teknik RSM (Response Surface Methodology). Nilai optimum ini diperoleh dari enam faktor bahan penyusun yang mempengaruhi pembuatan biskuit yaitu jumlah tepung komposit, pati garut, susu, margarin, gula dan kuning telur. Desain baku yang digunakan dengan teknik RSM, dimana keenam faktor tersebut diacak adalah Mixture DOptimal Design agar di dapat formula yang optimum. Batasan yang digunakan untuk pembuatan tepung komposit berbasis labu kuning ini adalah jumlah tepung komposit 2023%, pati garut 30 33%, susu %, margarin %, gula % dan telur 20 %. Jumlah dari seluruh bahan formula adalah 100 % yang menghasilkan 25 formula. Penentuan formulasi biskuit yang terpilih dari formula yang dihasilkan dengan metode RSM adalah dengan memasukkan persyaratan untuk MPASI yaitu biskuit untuk bayi berusia 1224 bulan. Persyaratan tersebut adalah kandungan energi minimal 400 kkal, protein 812 gram dan lemak 1018 gram dalam 100 gram biskuit (standar MPASI Depkes 2007). Penghitungan kandungan energi, protein dan lemak pada tahap formulasi dihitung dari bahan bahan penyusunnya menggunakan data sekunder dari TKPI (Tabel Komposisi Pangan Indonesia) (Persagi 2009) dan hasil penelitian tepung komposit.

4 30 Formula hasil metode RSM dihitung total kandungan zat gizinya berdasarkan bahan penyusunnya. Kandungan zat gizi penyusun biskuit MPASI ditentukan dengan menggunakan TKPI (Persagi 2009) dan hasil analisis penelitian tepung komposit yang disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Kandungan zat gizi bahan penyusun biskuit (per 100 gram) Nama Pangan Energi Protein Lemak Tepung Garut (arrowroot)* Telur Ayam, bagian kuning * Tepung Susu Skim * Gula Pasir * Margarine * Tepung Komposit ** Keterangan: * Persagi (2009), ** Rahmawati (2010) Setelah semua data kandungan zat gizi terpenuhi, langkah selanjutnya adalah memasukkan persyaratan MPASI untuk bayi usia 1224 bulan sebagai response formula biskuit yang memenuhi syarat. Formula optimum yang dihasilkan melalui metode RSM didapatkan sepuluh formula terpilih yang dibandingkan dengan biskuit kontrol yaitu biskuit Depkes untuk anak usia 1224 bulan. Bahan bahan penyusun dari biskuit Depkes adalah tepung terigu, margarin, gula, susu, lesitin kedelai, garam bikarbonat, diperkaya dengan vitamin dan mineral serta ditambah dengan penyedap rasa dan aroma (flavour). Formula biskuit yang memenuhi standar MPASI dapat dilihat di Tabel 12. Tabel 12 Formula biskuit yang memenuhi standar MPASI (per 100 gram) Formula Komponen Energi Protein Lemak F F F F F F F F F F Depkes* Keterangan: * Kemasan Biskuit MPASI Depkes

5 31 Pembuatan Biskuit Pembuatan biskuit dilakukan dengan pencetakan ukuran yang sama dan mirip dengan biskuit kontrol. Masing masing biskuit dicetak dengan ukuran berdiameter 5 cm dengan berat berkisar 1011 gram. Biskuit yang dibuat adalah 10 formula yang memenuhi syarat MPASI dari 25 formula yang ada. Bahan bahan penyusun setiap biskuit dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Komposisi bahan penyusun biskuit yang memenuhi syarat MPASI Formula Tepung Komposit Pati Garut Susu Margarin Gula Kuning Telur F F F F F F F F F F Warna biskuit dengan tepung komposit menghasilkan warna kuning kecoklatan. Warna coklat pada biskuit dengan tepung komposit disebabkan warna karatenoid yaitu kelompok pigmen yang berwarna kuning dan larut dalam lemak yang terdapat pada tepung komposit, kuning telur dan margarin sebagai bahan pembuat biskuit (Winarno 1997). Warna coklat juga dipengaruhi oleh reaksi Maillard selama proses pemanggangan. Sifat Fisik Biskuit Sifat fisik biskuit komposit yang dianalisis dalam penelitian ini adalah densitas kamba, uji seduh dan waktu rehidrasi. Hasil ratarata pengujian sifat fisik biskuit dengan tepung komposit tanpa perlakuan disajikan pada Tabel 14. Densitas Kamba (bulk) Densitas kamba merupakan salah satu karakteristik fisik penting yang diperlukan untuk evaluasi proses pemanggangan produk pangan terutama biskuit dan dinyatakan dalam satuan gram/ml. Selain itu tingkat kepadatan gizi suatu produk makanan terutama MPASI dapat dinyatakan dengan nilai densitas kamba. Menurut Wirakartakusumah, Abdullah & Bobor (1992) bahwa densitas kamba (bulk) adalah masa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu. Densitas kamba ditentukan oleh berat wadah yang diketahui volumenya dan merupakan hasil

6 32 pembagian dari berat bahan dengan volume wadah. Suatu bahan dikatakan kamba jika densitas kambanya kecil. Densitas kamba yang kecil berarti bahan tersebut membutuhkan volume yang besar untuk sejumlah kecil bahan sehingga semakin sedikit pula kandungan gizi yang akan diterima anak karena kapasitas perut bayi yang terbatas. Makanan bayi tidak boleh memiliki sifat kamba sebab memberikan rasa cepat kenyang yang ditunjukkan dengan nilai densitas kamba yang paling kecil. Hasil pengamatan menunjukkan biskuit Depkes sebagai kontrol memiliki nilai densitas kamba paling kecil yaitu g/ml. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap densitas kamba (Tabel 14). Berdasarkan uji lanjut Beda Nyata jujur (BNJ) menunjukkan densitas kamba semua biskuit perlakuan berbeda nyata dengan biskuit kontrol. Namun demikian, densitas kamba antar biskuit perlakuan adalah tidak berbeda nyata (Tabel 14). Bila dikaitkan dengan kandungan lemak dan densitas kamba didapat bahwa semakin besar kandungan lemaknya maka densitas kambanya juga semakin besar. Menurut Winarno (1989) bahwa lemak dapat mempengaruhi densitas kamba suatu produk karena lemak dapat mengkompakkan struktur bahan sehingga kadar lemak yang lebih besar cenderung menyebabkan densitas kamba yang semakin besar. Kekerasan Kekerasan merupakan sifat fisik yang perlu diketahui pada produk biskuit. Biskuit yang dirancang untuk MPASI sebaiknya memiliki kekerasan yang rendah. Kekerasan produk produk makanan kering dikaitkan dengan sifat kerenyahannya. Kekerasan umumnya diuji menggunakan alat texture analyzer, sedangkan kerenyahan diuji secara inderawi karena terkait kesan digigit dalam mulut semakin tinggi nilai kekerasan makan semakin keras biskuit. Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa nilai kekerasan biskuit terbesar adalah biskuit F22 yaitu 5.99 kg/mm/s dan terkecil adalah biskuit kontrol dari Depkes yaitu 1.92 kg/mm/s. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap kekerasan (Tabel 14). Berdasarkan uji lanjut Beda Nyata jujur (BNJ) menunjukkan kekerasan semua biskuit perlakuan berbeda nyata dengan biskuit kontrol. Namun demikian, kekerasan antar biskuit perlakuan untuk F2, F4, F5, dan F7 adalah tidak berbeda nyata satu sama lain (Tabel 14). Biskuit dengan tepung komposit F5, F7 dan F10 juga tidak berbeda nyata antara satu sama lain. Sedangkan, biskuit dengan tepung komposit F18 dan F22 tidak berbeda nyata antara satu sama lain serta biskuit dengan tepung komposit F22 dab F23 tidak berbeda nyata antara satu sama lain.

7 33 Kekerasan biskuit MPASI berkaitan dengan kekambaan produk yaitu semakin keras biskuit maka densitas kambanya semakin besar pula (Puspowati 2003). Produk biskuit MPASI diharapkan tidak terlalu keras juga tidak terlalu renyah. Bila terlalu keras, biskuit tersebut tidak renyah maka tidak akan disukai anak anak. Sedangkan bila terlalu renyah (kekerasan rendah) maka biskuit tersebut mudah pecah atau rusak sehingga akan merugikan baik bagi produsen maupun bagi konsumen. Uji Seduh Jumlah air yang dibutuhkan untuk uji seduh per sajian juga dapat menunjukkan sifat kepadatan gizi biskuit. Jumlah air matang yang ditambah hingga kekentalannya sama dengan biskuit kontrol adalah jumlah air yang cocok untuk uji seduh sebagai petunjuk penyajiannya bila akan disajikan dalam bentuk bubur. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan jumlah air hangat yang ditambahkan adalah 80 ml untuk membuat biskuit kontrol per saji (40 g). Banyaknya air yang dibutuhkan biskuit perlakuan untuk menyerupai bubur pada biskuit kontrol adalah berkisar antara 74.5 ml sampai ml. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap uji seduh (Tabel 14). Oleh karena itu, jumlah air yang diperlukan untuk menyeduh agar diperoleh bubur biskuit yang serupa baik antar perlakuan maupun antar perlakuan dengan kontrol adalah tidak nyata jumlah atau volume airnya. Namun demikian, pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa jumlah air yang dibutuhkan biskuit perlakuan cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan biskuit kontrol. Hal ini diduga ada hubungannya dengan densitas kamba produk. Hal ini dapat dilihat dari adanya kecenderungan bahwa biskuit dengan densitas kamba yang semakin besar maka semakin sedikit air yang dibutuhkan unyuk memperoleh bubr biskuit dengan konsistensi yang serupa. Bahan pangan yang densitas kambanya kecil akan membutuhkan tempat yang lebih luas dibandingkan dengan bahan yang densitas kambanya besar. Waktu Rehidrasi Waktu rehidrasi adalah waktu untuk menyatakan mulai biskuit diberi air sampai menjadi bubur yang dihitung dan dinyatakan sebagai waktu rehidrasi biskuit. Hasilnya diperoleh bahwa biskuit kontrol memiliki waktu rehidrasi yang paling cepat yaitu 58 detik dan biskuit perlakuan berkisar 149 sampai 155 detik. Berdasarkan uji Anova menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap waktu rehidrasi biskuit (Tabel 14). Berdasarkan uji lanjut Beda Nyata jujur

8 34 (BNJ) menunjukkan bahwa antara biskuit dengan tepung komposit F2 dan F23 berbeda nyata satu sama lain, namun tidak berbeda nyata dengan biskuit lainnya. Semua formula biskuit dengan tepung komposit berbeda nyata waktu rehidrasi dengan biskuit kontrol. Waktu rehidrasi berkaitan dengan kekerasan produk pangan dan jumlah air yang diperlukan untuk membuat bubur biskuit dengan konsistensi serupa. Dengan demikian, semakin keras suatu produk, maka memerlukan waktu rehidrasi yang lebih lama dan jumlah air yang lebih banyak (Puspowati 2003). Tabel 14. Hasil pengujian sifat fisik biskuit dengan tepung komposit Sifat Fisik Biskuit Formula Densitas Kamba (g/ml) Kekerasan (kg/mm/s) Uji Seduh per saji* (ml) Waktu Rehidrasi Saji (detik) F2 0,614a 4,43a 74,5a 149a F4 0,636a 5,35a 75,5a 150ab F5 0,645a 4,99ab 77,25a 152ab F7 0,644a 5,80ab 75,5a 150ab F10 0,640a 3,74b 76,5a 153ab F16 0,642a 4,25c 75,75a 154ab F17 0,646a 5,93c 77a 155ab F18 0,644a 5,80d 75,5a 150ab F22 0,648a 5,99e 76a 154ab F23 0,645a 4,99e 77,25a 152b Depkes 0,405b 1,92f 80a 58c Keterangan: * per saji = 40 gram. Angka yang diikuti huruf yang sama pada tiap kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5% BNJ. Sifat Organoleptik Biskuit Penilaian mutu suatu produk pangan pada umumnya sangat ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah: citarasa, warna, tekstur dan nilai gizinya (Winarno 1997). Pengujian indrawi (uji organoleptik) dilakukan untuk semua perlakuan dan dijadikan sebagai salah satu parameter untuk menentukan biskuit komposit terbaik. Hasil pengujian indrawi disajikan pada Tabel 15. Sifat biskuit yang diuji organoleptik adalah kehalusan dalam mulut, kemudahan di telan, kerenyahan di mulut dan kemudahan melarut dalam mulut. Uji ini dilakukan oleh 30 panelis semi terlatih. Nilai transformasi dari nilai 1 sampai 5, dimana nilai terkecil (1) diperuntukkan bagi sifat indrawi produk yang tidak diinginkan dan nilai terbesar (5) diperuntukkan bagi sifat diinginkan. Misalnya untuk sifat indrawi kehalusan dimulut nilai 1 untuk sifat kasar dan

9 35 nilai 5 untuk sangat halus. Penjelasan secara rinci tentang skala uji organoleptik ini dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 15. Hasil pengujian indrawi biskuit dengan tepung komposit Formula Kehalusan Kemudahan ditelan Rata Rata Kerenyahan dimulut Kemudahan melarut F F F F F F F F F F Depkes Berdasarkan uji organoleptik hampir semua formula biskuit dengan tepung komposit perlakuan memiliki kehalusan di mulut yaitu agak kasar, kecuali untuk formula F5, F10 dan F23 yang agak halus. Sifat indrawi untuk kemudahan ditelan untuk semua formula biskuit komposit adalah bersifat agak mudah ditelan, dibandingkan biskuit Depkes bersifat mudah ditelan. Sifat indrawi untuk kerenyahan dimulut untuk formula biskuit komposit semuanya bersifat agak renyah, sedangkan biskuit Depkes bersifat renyah. Sifat indrawi untuk kemudahan melarut dalam mulut, hampir semua formulasi biskuit komposit bersifat agak sukar melarut dalam mulut, kecuali untuk biskuit komposit F4, F5, F10, dan F23 yang bersifat agak mudah melarut. Hal ini berbeda nyata dengan biskuit Depkes yang memiliki sifat kemudahan melarut dalam mulut. Semua nilai uji organoleptik pada biskuit perlakuan memiliki nilai yang lebih rendah daripada biskuit Depkes. Hal ini disebabkan karakteristik biskuit perlakuan yang memiliki kekerasan yang relatif tinggi dan kekompakkan biskuit yang padat serta kurangnya porosnya tekstur biskuit dibandingkan dengan biskuit Depkes. Pertimbangan Formula Biskuit Terpilih Penentuan formula biskuit MPASI terbaik dilakukan dengan mempertimbangkan hasil pengujian sifat fisik dan organoleptik. Berdasarkan sifat fisik yaitu densitas kamba damba dan uji seduh, F10 memiliki nilai paling kecil dibandingkan

10 36 formula lainnya walaupun memiliki perbedaan yang tidak nyata. Berdasarkan syarat MPASI yang memiliki sifat kekambaan yang kecil, maka F10 merupakan formula terbaik. Berdasarkan sifat organoleptik yang memiliki rata rata nilai yang baik untuk semua uji adalah F10 dengan nilai lebih besar sama dengan 3. Berdasarkan kedua parameter yaitu karakteristik sifat fisik dan sifat organoleptik maka formula biskuit yang terpilih adalah F10, yaitu dengan kandungan tepung komposit sebanyak 20% dan pati garut 30%. Gambar biskuit F10 dan Depkes dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Biskuit F10 dan Depkes Biskuit terpilih kemudian diuji sifat kimia untuk melihat kandungan zat gizi yang terkandung dalam biskuit yang didapat melalui analisis proksimat, vitamin dan mineral. Sifat biologinya meliputi daya cerna pati dan protein serta sifat mikrobiologi meliputi uji cemaran bakteri Salmonella sp, Staphylococcus aureus, dan E. coli. Kandungan Gizi Biskuit Uji kimia dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi biskuit terpilih yang dibandingkan dengan kandungan gizi biskuit kontrol. Uji ini meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), seng (Zn), fosfor (P), timbal (Pb), dan raksa (Hg). Hasil uji untuk per 100 gram biskuit dibandingkan dengan kandungan gizi biskuit Depkes pada kemasan biskuit serta standar MPASI menurut SK Menkes (2007) yang disajikan pada Tabel 16. Berdasarkan hasil analisis kandungan gizi biskuit, maka yang memenuhi syarat standar MPASI Depkes (2007) adalah kandungan energi, protein dan kalsium. Sedangkan kandungan lemak masih terlalu tinggi daripada biskuit kontrol. Hal ini berkaitan dengan adonan biskuit dan kandungan biskuit perlakuan yang dihitung melalui perkiraan dengan TKPI berbeda dengan kandungan zat gizi biskuit dengan hasil analisis.

11 37 Tabel 16. Kandungan gizi biskuit (per 100 gram) Standar SK Menkes Ket Komponen (%bb) Biskuit MPASI Biskuit Depkes (2007) erang an : * Protein * 810 = label Lemak * 1018 produk biskuit Total Gula Maks 30 MP Energi Total * Min 400 ASI Βkaroten 70 Depke Vitamin A (ppm) 350* Vitamin D (μg) * 310 s Vitamin E (mg) 5* 46 Vitamin K (μg) 4.9 Min 10 Serat Vitamin B1 (mg) < * Vitamin B2 (mg) * meru Vitamin B6 (mg) * pakan komp Asam Folat (μg) 60* onen pentin Zn (mg) * 2.53 g dalam Selenium (μg) 13* 1015 pemb P (mg) * uatan Pb (ppm) 0 0* <0.3 Hg (ppm) 0 0* <0.03 MP ASI, jumlah serat pada MPASI harus dibatasi karena serat yang terlalu banyak Air Karbohidrat Vitamin B12 (μg) Fe (mg) Ca (mg) * 0.9* 6* 200* Abu Serat Makanan Niasin (mg) Iodine (μg) Natrium (mg) * 70* 80* Maks Maks 800 mengganggu pencernaan bayi. Jumlah serat yang melebihi standar MPASI menjadikan biskuit lebih aman dikonsumsi untuk anak dengan umur lebih dari dua tahun yang membutuhkan serat di atas 5 gram seiring dengan bertambahnya umur (Prabantini 2010). Kandungan mineral hasil biskuit MPASI hasil formulasi adalah Ca ppm, Zn 0,59 mg, dan P 5.47 mg serta cemaran Pb 0 ppm Hg 0 ppm berada di bawah standar Menkes (2007). Hal ini diduga disebabkan oleh mineral yang relatif mudah rusak pada saat terjadi proses pengolahan (Almatsier 2002). Sedangkan untuk kandungan vitamin yang masih jauh dibawah standar persyaratan MPASI yaitu vitamin A, B1 dan B12. Padahal vitamin ini berperan penting dalam proses diferensiasi sel dan metabolisme zat gizi makro (Almatsier 2003). Oleh karena itu perlu

12 38 dipertimbangkan untuk mengurangi kandungan lemak dan serat serta meningkatkan kandungan vitamin dan mineral yang dapat dilakukan dengan cara fortifikasi pada saat formulasi biskuit tersebut. Daya Cerna Pati dan Protein Biskuit Kemampuan suatu bahan pangan untuk dihidrolisis menjadi komponen yang lebih sederhana dan mudah dicerna oleh tubuh oleh enzim pencernaan dikenal dengan istilah daya cerna (Muchtadi 1989). Dalam penelitian ini dilakukan analisis daya cerna pati dan protein secara in vitro untuk mengetahui kualitas biskuit MPASI. Analisis in vitro dipilih karena menurut Fennema (1996), analisis dengan metode biologis atau secara in vivo membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama. Hasil uji daya cerna pati dan protein biskuit disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17. Daya cerna pati dan protein biskuit dengan tepung komposit (%) Biskuit Daya Cerna Pati Daya Cerna Protein Biskuit Depkes (kontrol) Biskuit MPASI Daya Cerna Pati Analisis daya cerna pati secara in vitro menggunakan enzim αamilase. Pati dihidrolisis oleh enzim αamilase menjadi gula gula sederhana dan dekstrin. Jumlah glokosa dan maltosa diukur secara spektrofotometri setelah direaksikan dengan asam dinitrosalisilat (DNS). Daya cerna dihitung sebagai persentase pati murni (Muchtadi 1989). Pada biskuit MPASI yang dibuat dari tepung komposit memiliki daya cerna pati yang lebih tinggi daripada biskuit Depkes. Hal ini berarti kecernaan pati pada biskuit dengan tepung komposit lebih tinggi dibandingkan dengan biskuit Depkes. Menurut Muchtadi (1993) beberapa hal yang dapat menyebabkan tingginya daya cerna pati diantaranya pemanasan dengan suhu tertentu hingga mencapai suhu gelatinisasi optimum pati serta interaksi antara pati dan non pati. Pati resisten merupakan fraksi pati yang tidak dapat dihidrolisis pada usus halus tetapi kemudian difermentasi oleh mikroflora usus. Menurut Tharanthan & Mahadevamma (2003), proses pencernaan pati dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang menyebabkan pati dicerna lambat pada usus halus yaitu jika bentuk fisik makanan mengganggu pengeluaran amilase pankreatik, khususnya jika granula pati terhalang oleh material lain. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi pencernaan pati

13 39 adalah transit time, bentuk makanan, konsentrasi amilase pada usus, jumlah pati dan keberadaan komponen pangan lainnya. Daya Cerna Protein Daya cerna menurut Fennema (1996) adalah proporsi nitrogen pangan yang dapat diserap setelah proses pencernaan. Prinsip dasar pengukuran daya cerna protein secara in vitro dengan teknik multienzim adalah dengan menghidrolisis sampel protein dengan larutan multienzim (Hsu et al (1977) dalam Muchtadi (1989). Daya cerna protein pada biskuit dengan tepung komposit memiliki nilai yang lebih rendah daripada biskuit Depkes. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah kandungan serat pada biskuit dengan tepung komposit yang lebih tinggi daripada biskuit Depkes. Menurut Fennema (1996) beberapa hal yang mempengaruhi daya cerna protein adalah konformasi protein, faktor antinutrisi, ikatan dengan senyawa lain seperti polipeptida dan serat serta proses pengolahan. Pemanggangan dapat menyebabkan daya cerna menurun karena asam amino bebas dapat berikatan dengan gugus karboksil gula pereduksi seperti fruktosa, laktosa dan maltosa membentuk reaksi nonenzimatik Maillard. Hal ini bisa dilihat pada roti yang dipanggang selama 30 menit dengan suhu oven C menunjukkan penyusutan protein sebesar 15% dan meningkat seiring dengan lamanya pemanggangan. Reaksi Maillard bertanggung jawab dalam proses pembentukan aroma dan cita rasa produk melalui proses pemanggangan. Daya cerna biskuit MPASI yang dibuat dengan tepung komposit yaitu 80,41%. Daya cerna ini dapat dikatakan sedang karena nilainya menyerupai daya cerna kacang kacangan dan nasi (Fennema 1996). Sifat Mikrobiologi Biskuit Analisis mikrobiologi dilakukan dengan cara penentuan Total Plate Count (TPC). Analisis kuantitatif mikrobiologi sangat penting dilakukan untuk mengetahui jumlah mikroba yang terdapat dalam bahan pangan. Pada Tabel 18 adalah data hasil analisis biskuit terpilih yang dibandingkan dengan standar MPASI (SK Menkes 2007). Tabel 18. Hasil Pengujian sifat mikrobiologi biskuit dengan tepung komposit Jenis Bakteri Biskuit MPASI Standar MPASI SK Menkes (2007) Salmonella sp. negatif Negatif Staphylococcus aureus negatif <1.0x10 2 koloni/g E. coli (cfu/100 gram) negatif <1.0x10 4 koloni/g

14 40 Salmonella sp. Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa pada biskuit MPASI yang dibuat dari tepung komposit tidak mengandung Salmonella sp. yang ditunjukkan dengan hasil negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa biskuit tersebut telah memenuhi standar aman untuk dikonsumsi. Salmonella sp. merupakan bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia dan hewan lainnya. Habitat utamanya adalah saluran usus hewan dan manusia. Salmonella juga terdapat di bagian tubuh yang lain serta di udara terutama udara yang tercemar. Salmonella sp. sensitif terhadap panas sehingga dapat mati pada suhu pasteurisasi dan dapat bertahan hidup pada suhu rendah (Jay 2000). Staphylococcus aureus Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa pada biskuit MPASI yang dibuat dari tepung komposit tidak mengandung Staphylococcus aureus yang ditunjukkan dengan hasil negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa biskuit tersebut telah memenuhi standar aman untuk dikonsumsi. Staphylococcus aureus adalah mikroba yang banyak ditemukan di udara, tanah, debu dan air serta hidup pada pada kulit dan organ luar manusia seperti hidung dan tangan. Staphylococcus stabil pada suhu dingin dan dapat musnah dengan perlakuan suhu pasteurisasi dan suhu pemasakkan pangan. Pencemaran bakteri ini disebabkan kontaminasi dari pekerja melalui batuk, bersin, dan jatuhnya rambut (Gaman & Sherrington 1992). E.coli (Escherichia coli) Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa pada biskuit MPASI yang dibuat dari tepung komposit tidak mengandung E. coli (Escherichia coli) yang ditunjukkan dengan hasil negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa biskuit tersebut telah memenuhi standar aman untuk dikonsumsi. E. Coli adalah bakteri gram negatif yang banyak terdapat dalam usus manusia dan hewan. Beberapa strain E.coli dapat menyebabkan keracunan dan banyak terdapat pada air dan makanan yang tercemar kotoran hewan. E coli tidak dapat hidup pada suhu rendah dan suasana asam. Bakteri ini menjadi penyebab diare dan memiliki peningkatan risiko terkena tekanan darah tinggi, masalah ginjal dan juga penyakit jantung di kemudian hari (Supardi dan Sukamto 1999). Berdasarkan hasil uji mikrobiologi, produk MPASI ini relatif aman dari cemaran dan layak untuk dikonsumsi. Biskuit telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh (SK Menkes 2007) yaitu bebas dari cemaran dan bakteri patogen. Penggunaan aluminium foil sebagai pembungkus biskuit menjadi salah satu cara menjaga keamanan biskuit dan kandungan zat gizinya.

15 41 Penentuan Takaran Saji Angka kecukupan gizi yang dianjurkan adalah suatu kecukupan ratarata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktivitas untuk mencegah defisiensi zat gizi. Produk biskuit pada penelitian ini hanya menekankan konstribusi protein yang diberikan biskuit terhadap pemenuhan AKG bayi 1224 bulan. Menurut Widya Karya Pangan dan Gizi (2004), AKG untuk energi dan protein bayi 1224 bulan ( berat badan 12 kg) adalah 1000 kkal energi dan 25 gram protein per hari. Bila AKG untuk bayi yang digunakan adalah 20% dari 25 gram protein adalah 5 gram protein yang harus dipenuhi dari sajian. Biskuit dengan tepung komposit berdasarkan hasil proksimat dan perhitungan energi per 100 gram sajian menyumbangkan 464 kkal energi dan 10,16 gram (bb) protein. Berarti untuk memenuhi target pemenuhan 20% protein, maka jumlah biskuit yang dikonsumsi adalah 49,21 gram biskuit (perhitungan disajikan dalam Lampiran 6). Apabila dari biskuit MPASI diharapkan dapat menyumbang 20% dari AKG (25 gram) atau setara dengan 5 gram protein dan memperhitungkan daya cerna protein produk sebesar 80,41%, maka biskuit yang harus dikonsumsi untuk memenuhi 20% AKG adalah sebanyak 61,19 gram (perhitungan disajkan dalam Lampiran). Bila satu keping biskuit sekitar 11 gram, untuk memenuhi kebutuhan tersebutmaka bayi harus mengkonsumsi 6 keping biskuit atau 66 gram biskuit. Dengan demikian akan diperoleh kandungan zat gizi per takaran penyajian yang disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Kandungan zat gizi per takaran penyajian (66 gram) Zat Gizi Jumlah per sajian (gram) Energi (kkal) 278 Protein (gram) 6.1 Karbohidrat (gram) 35 Lemak (gram) 12.6 Biskuit MPASI yang terbuat dari tepung komposit memiliki konstribusi yang cukup untuk pemenuhan zat gizi terutama protein dan energi. Konstribusi yang diberikan untuk 6 keping biskuit adalah protein 24.4 % dan energi 27.8 % dari AKG.

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Persiapan Bahan Baku

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Persiapan Bahan Baku 18 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai Februari 2010 yang merupakan bagian dari penelitian labu kuning yang dilaksanakan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI)

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia bayi dibawah tiga tahun merupakan fase emas pertumbuhan yang harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. Winarno dan Rika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 13 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Mei 2012 bertempat di Laboratorium Analisis makanan, Laboratorium pengolahan pangan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG (Penaeus sp) UNTUK PENGANEKARAGAMAN MAKANAN RINGAN BERBENTUK STICK Tri Rosandari dan Indah Novita Rachman Program Studi Teknoogi Industri Pertanian Institut Teknologi Indonesia

Lebih terperinci

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max)

PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max) PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max) Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur pembangunan. Peningkatan kemajuan teknologi menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA Agus Budiyanto, Abdullah bin Arif dan Nur Richana Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian n Disampaikan Pada Seminar Ilmiah dan Lokakarya Nasional 2016

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat 33 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian KKP3T (Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi) yang berjudul Pengembangan Produk Pangan Fungsional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumbangan zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya

Lebih terperinci

MAKANAN SIAP SANTAP DALAM KEADAAN DARURAT

MAKANAN SIAP SANTAP DALAM KEADAAN DARURAT MAKANAN SIAP SANTAP DALAM KEADAAN DARURAT Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI 2014 Wilayah Indonesia Rawan Bencana Letak geografis Wilayah Indonesia Pertemuan 3 lempengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Fase perkembangan fisik dan fungsi fisiologis bayi sangat didukung oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, kebutuhan gizi bayi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Es Krim Es krim merupakan produk susu beku yang banyak dikonsumsi masyarakat karena memiliki gizi tinggi dan banyak dikembangkan dari berbagai bahan alternatif (Aboulfalzli

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

TINJAUAN PUSTAKA. Susu TINJAUAN PUSTAKA Susu segar Susu adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

I PENDAHULUAN. dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pembuatan tahu. Bahan utama pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan protein sekitar 33-42% dan kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging Penelitian tahap pertama ini adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam (TDTLA) Pedaging. Rendemen TDTLA Pedaging

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Proksimat Sampel Tabel 8 menyajikan data hasil analisis proksimat semua sampel (Lampiran 1) yang digunakan pada penelitian ini. Data hasil analisis ini selanjutnya

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU 1 Taufik Rahman, 2 Agus Triyono 1,2 Balai Besar

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Program

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pisang merupakan salah satu buah tropis yang paling banyak ditemukan dan dikonsumsi di Indonesia. Produksi pisang di Indonesia adalah yang tertinggi dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. Kedelai adalah salah satu tanaman jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi sangat penting bagi kehidupan. Kekurangan gizi pada balita dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit,

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI

PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI OLEH DIKA YULANDA BP. 07117007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN. (Depkes RI, 2014).

4. PEMBAHASAN. (Depkes RI, 2014). 4. PEMBAHASAN Snack atau yang sering disebut dengan makanan selingan adalah suatu produk yang biasannya dikonsumsi diantara waktu makan utama. Snack biasa dikonsumsi dengan jangka waktu 2-3 jam sebelum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu dekat adalah tepung yang berkualitas

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI Definisi : * Bahan makanan olahan yang harus diolah kembali sebelum dikonsumsi manusia * Mengalami satu atau lebih proses pengolahan Keuntungan: * Masa simpan lebih panjang

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN 7 2013, No.709 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cookies Cookies (kue kering) adalah makanan ringan yang terbuat dari tepung protein rendah. Proses pembuatan cookies dengan cara dipanggang hingga keras namun masih renyah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan buah-buahan dengan jenis yang banyak di Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok dan masih banyak lagi. Menurut Kementrian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cake merupakan adonan panggang yang dibuat dari empat bahan dasar yaitu tepung terigu, gula, telur dan lemak. Cake banyak digemari masyarakat terutama bagi anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dadih merupakan hasil olahan susu fermentasi yang berasal dari Sumatera Barat, Jambi dan Riau.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dadih merupakan hasil olahan susu fermentasi yang berasal dari Sumatera Barat, Jambi dan Riau. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dadih merupakan hasil olahan susu fermentasi yang berasal dari Sumatera Barat, Jambi dan Riau. Bahan dasar dadih yang sering digunakan yaitu susu kerbau segar yang difermentasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar 1. Pengertian Ubi jalar atau ketela rambat diduga berasal dari Amerika tengah, mulai menyebar keseluruh dunia diperkirakan abad ke 16, termasuk tanaman semusim yang

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ceker ayam Ceker adalah bagian dari tubuh ayam yang berhubungan langsung dengan benda-benda kotor. Meski demikian, tanpa ceker ayam tidak mungkin menjadi gemuk untuk diambil

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air 4. PEMBAHASAN Produk snack bar dikategorikan sebagai produk food bar, dan tidak dapat dikategorikan sama seperti produk lain. Standart mutu snack bar di Indonesia masih belum beredar sehingga pada pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. setelah padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Singkong (Manihot utillisima) merupakan makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh sepanjang tahun di daerah tropis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biji Jali Tanaman jali termasuk dalam tanaman serealia lokal. Beberapa daerah menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai. Klasifikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat (Chasanah dkk., 2013).

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat (Chasanah dkk., 2013). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belalang kayu adalah serangga herbivora berwarna coklat yang termasuk ordo Orthoptera. Belalang kayu banyak ditemui pada pohon turi, ketela, jati, dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi. Hampir semua zat yang dibutuhkan oleh tubuh kita terdapat dalam susu. Susunan nilai gizi yang sempurna ini

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang I PENDAHULUAN Cookies merupakan salah satu produk yang banyak menggunakan tepung. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang dihasilkan. Tepung kacang koro dan tepung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbukti berperan penting dalam menunjang kesehatan tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. terbukti berperan penting dalam menunjang kesehatan tubuh. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan daerah tropis yang kaya akan hasil sumber daya alam. Salah satu hasilnya adalah sayuran. Seperti yang kita ketahui sayuran dan buahbuahan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Terigu Standar Nasional Indonesia 01-3751-2006 mendefinisikan tepung terigu sebagai tepung yang berasal dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L.(Club wheat) dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah dengan mengembangkan alternatif pangan. Program diversifikasi pangan belum dapat berhasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci