GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG.
|
|
- Hartono Tan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG Dyna Apriany ABSTRAK Usia balita merupakan masa-masa kritis sehingga diperlukan rangsangan/stimulasi agar berkembang optimal. Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan interaksi sosial, oleh karenanya lingkungan keluarga melalui pola asuh orangtua yang mengandung dimensi kehangatan dan dimensi kendali akan mempengaruhi perkenbangan anak. Penyakit epilepsi sering dikaitkan dengan penyakit jiwa dan tidak bisa disembuhkan. Sehingga orangtua akan merasa cemas/khawatir dan menolak keberadaan anak penyandang epilepsi. Kondisi psikologis demikian seringkali menimbulkan perilaku yang salah dalam mendidik dan membesarkan anak tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran pola asuh orangtua pada anak penyandang epilepsi usia balita di poliklinik anak RSUP.Perjan Dr. Hasan Sadikin Bandung. Metode penelitian yang digunakan deskriptif eksploratif. Teknik pengumpulan data melalui kuesioner tertutup. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik aksidental sampling sebanyak 41 responden. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa usia orangtua (ibu 92,7%dan ayah 80,5%) termasuk kedalam kelompok usia dewasa muda yaitu berkisar antara tahun. Dimensi kendali responden (46,3%) menunjukan kendali rendah.dimensi kehangatan responden tinggi (100%). Kategori pola asuh yang menerapkan authoritative (53,7%), dimana pola asuh ini merupkan pola asuh ini merupakan pola asuh terbaik dan 46,3% menerapkan pola asuh permissive,dimana pola asuh ini dapat menybabkan anak tidak mandiri dan memiliki tanggung jawab sosial yang rendah. Sedangkan untuk pola asuh authotarian dan neglectfull tidak ada dari responden yang menerapkannya. Melihat hasil penelitian dimana sebagian orangtua menerapkan pola asuh permissive, maka perlu kiranya perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan di poliklinik anak memuat tentang pola asuh yang baik untuk diterapkan pada anak penyandang epilepsi usia balita dengan mengarahkan pola asuh kearah authoritative. Kata Kunci : Deskriptif, Pola Asuh Orangtua, Epilepsi A. PENDAHULUAN Epilepsi adalah suatu penyakit syaraf tertua didunia dan menempati urutan kedua penyakit syaraf setelah gangguan peredaran darah otak yang dimanifestasikan dengan berbagai gejala klinis, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik dari neuron-neuron otak secara berlebihan dan berkala tetapi reversibel dengan berbagai etiologi. Epilepsi dapat menyerang semua kelompok usia, semua jenis bangsa dan keturunan diseluruh dunia, dengan insidensi yang lebih tinggi di negara berkembang dibandingkan di negara industri. Insidensi epilepsi tertinggi ada pada masa kanak-kanak. Sebanyak 75% kasus ini terjadi sebelum usia 20 tahun (Price,1995). Distribusi frekuensi terbanyak adalah pada masa kanak-kanak, menurun pada usia remaja dan pertengahan (Mardjono, 1996). Insiden epilepsi diberbagai negara bervariasi antara 4 7%. Di Indonesia prevalensinya 5/1000 populasi (Harsono, 1996). Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 30
2 Kurangnya pengertian mengenai epilepsi baik dari keluarga penderita sendiri maupun masyarakat umum, menyebabkan sebagian besar penderita tidak dapat hidup secara normal dan bahagia. Epilepsi dianggap sebagai penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan sering dikaitkan dengan penyakit jiwa, sehingga penderita dikucilkan, tidak dapat bersekolah dan dilarang bermain diluar rumah. Sikap masyarakat yang menganggap penderita epilepsi sebagai orang yang tidak normal dan keluarga penderita yang melalaikannya/sebaliknya melindungi secara berlebihan akan mempengaruhi perkembangan watak para penderita kearah yang tidak wajar dengan segala akibatnya. Sebenarnya anak penyandang epilepsi adalah anak yang normal diluar terjadinya serangan. Sebanyak 80% penderita epilepsi dapat ditolong dengan pengobatan modern. Hasil survei terhadap 321 kasus epilepsi, 46% menunjukkan adanya kelainan perilaku (Thompson, 1988). Penelitian awal yang dilakukan Lazuardi tahunn 1994 pada 100 penderita epilepsi yang mengunjungi klinik PERPEI (Perhimpunan Penanggulangan Epilepsi Indonesia) dan RSUP. Dr. Cipto Mangunkusumo menunjukkan hasil 64% penderita malu menyandang epilepsi, 45% merasa rendah diri, 42% depresi, 12% isolasi, 12% keluar dari sekolah dan 7% cemas. Diagnosa epilepsi membawa dampak emosional pada setiap anggota keluarganya, mereka khawatir serangan epilepsi dapat menyebabkan anak cedera, terjadi kemunduran intelektual, kelainan kepribadian dan perilaku. Keadaan yang dialami penderita epilepsi akan mempengaruhi anggota keluarga yang lain, sehingga keluarga akan menampilkan sikap overprotective atau sikap rejected dari kehidupan keluarga terhadap anak yang menyandang epilepsi. Sikap overprotective terjadi karena keluarga tidak ingin penderita epilepsi terluka secara fisik dan mental. Sikap rejected pada anak epilepsi ditampilkan karena mereka merasa malu dan akhirnya keluarga mengucilkan anak epilepsi, menjauhkan dari sosialisasi dengan masyarakat, mengurung anak bermain bersama teman-temannya (Markum, 1991). Menurut Markum (1991) menyatakan bahwa akibat dari penolakan orangtua terhadap anak penyandang epilepsi, anak akan merasa terasing, tidak diasayangi dan serba salah dalam bertindak sehingga anak akan rendah diri, sukar bergaul dan tidak percaya diri. Akibat dari orangtua yang terlalu khawatir dan terlalu melindungi, akan menjadikan anak cenderung menjadi penakut, tidak percaya diri, sering ragu, tidak bisa mandiri dan kadang-kadang berontak, selain itu akan memberikan dampak yang kurang baik bagi perkembangan anak. Orangtua yang bijaksana tidak akan memberikan perlakuan yang berbeda antara anak yang normal dengan anak yang menyandang epilepsi, memberikan tanggungjawab yang sama pada semua anak, membebaskan anak untuk berkreativitas. Semua itu adalah agar anak epilepsi dapat hidup selayaknya anak yang normal, karena pada dasarnya anak penyandang epilepsi adalah anak yang normal diluar terjadinya serangan. Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 31
3 Dalam keluarga yang mula-mula memberikan pendidikan dan pengaruh bagi anak adalah orangtua. Anak diasuh dalam unit keluarga melalui pengasuhan orangtua, keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam perkembangan anak. Kemampuan dan keterampilan anak tegantung dari cara orangtua mendidik dan membesarkan anak yang dimanifestasikan dalam bentuk pola asuh orangtua (Markum. 1991). Menurut Baumrind (1971) dalam Papalia (1986) pola asuh orangtua terdiri dari 2 dimensi yaitu parent warmth (dimensi kehangatan) dan parent control (dimensi kendali) yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dimensi kehangatan menunjukkan respon dan afeksi pada anak. Sedangkan dimensi kendali adalah aspek dimana orangtua mengendalikan perilaku anak untuk memastikan bahwa peraturan mereka dipatuhi. Berdasarkan kedua dimensi diatas, maka terdapat empat kategori pola asuh orangtua yaitu permissive, authoritarian, authoritative, dan neglectfull. Orangtua yang menerapkan pola asuh authoritative memperlihatkan kehangatan tetapi keras, menjungjung tinggi kemandirian tetapi menuntut tanggungjawab akan sikap anak. Pada pola asuh authoritarian, orangtua menjungjung tinggi kepatuhan, kenyamanan dan disiplin yang berlebihan/orangtua lebih menekankan pemberian hukuman terhadap kesalahan, tanya jawab verbal dan penjelasan tidak diterapkan. Pola asuh permissive, orangtua bersikap menerima, murah hati dan agak pasif dalam hal kedisiplinan, menerima seluruh tingkah laku yang ditampilkan anak, mengabulkan setiap permintaan anak/terlalu memberikan perhatian yang berlebihan tanpa menegakkan otoritasnya sebagai orangtua. Sedangkan pola asuh neglectfull, orangtua memberikan kendali dan afeksi yang rendah pada anaknya, mereka membiarkan anak mengambil keputusan sendiri, orangtua dan anak tidak ada kedekatan emosi dan orangtua cenderung mengabaikan kesejahteraan anak (Maccoby, 1980). Dalam mengasuh anak, orangtua harus menyesuaikan dengan tahap perkembangan dan kondisi anak. Menurut Sotjiningsih (2002) bahwa periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Selain itu masa balita merupakan masa kritis, dimana diperlukan rangsangan/stimulasi yang berguna agar dapat berkembang sehingga perlu mendapat perhatian dari lingkungan terutama keluarga sehingga apabila keluarga atau lingkungan tidak mendukung justru akan menghambat perkembangan anak.oleh karena itu untuk mengatasi dampak pengasuhan orangtua yang tidak seharusnya terhadap anak penyandang epilepsi diperlukan perhatian dan keterlibatan dari berbagai profesi terutama perawat sebagai tenaga profesional. Data rekam medik pada awal Maret 2006 sampai akhir Juli 2006 didapatkan jumlah pasien penyandang epilepsi di Poliklinik Anak RSUP Perjan Dr. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 32
4 Tabel 1. Data Jumlah Kunjungan Pasien Epilepsi di Poliklinik Anak RSUP. Perjan Dr. Hasan Sadikin Bandung Periode Maret-Juli 2006 Bulan Usia Maret April Mei Juni Juli Bayi (0- < 1 tahun) Balita (1- < 5 tahun) Sekolah (6-12 tahun) Remaja (13-21 tahun) Pada tabel diatas didapatkan jumlah pasien penyandang epilepsi di Poliklinik Anak RSUP Perjan Dr. Hasan Sadikin Bandung yang terbanyak adalah pada usia balita (1 - < 5 tahun) untuk setiap bulannya. Tabel 2. Data Jumlah Pasien Baru Penyandang Epilepsi di Poliklinik Anak RSUP. Perjan Dr. Hasan Sadikin Bandung Periode Maret-Juli 2006 Bulan Usia Maret April Mei Juni Juli Bayi (0- < 1 tahun) Balita (1- < 5 tahun) Sekolah (6-12 tahun) Remaja (13-21 tahun) Sumber : Rekam Medik RSUP. Perjan Dr. Hasan Sadikin Bandung Dari hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 15 Juli dan 17 Juli 2006 terhadap 8 orang ibu yang mengantar anaknya berobat ke Poliklinik Anak RSUP Perjan Dr. Hasan Sadikin Bandung, hasil yang didapatkan bahwa 3 orang ibu mengatakan selalu memberikan perhatian yang berlebihan dan mengabulkan setiap permintaan anak serta menerima seluruh tingkah laku yang dilakukan oleh anak, sehingga perilaku anak yang terbentuk saat ini yaitu anak menjadi tidak mandiri, disiplin diri rendah, tidak bertanggungjawab dan sangat tergantung pada orangtua. Sedangkan 3 orang ibu mengatakan bahwa ia merasa malu dengan penyakit anaknya sehingga ia membatasi aktivitas anaknya dengan cara tidak mengijinkan anaknya keluar rumah, tidak menyekolahkan anaknya, menjauhkan anak dari sosialisasi dengan masyarakat, mengurung anak dan melarang anak bermain bersama teman-temannya, sehingga perilaku yang terbentuk pada anaknya saat ini yaitu anak menjadi nakal, serba takut, sering ragu dan menjadi sukar bergaul/menarik diri. Sedangkan 2 orang ibu mengatakan bahwa ia memberikan bimbingan dan perhatian dalam batas wajar sesuai dengan kebutuhan anak dan memberikan kebebasan pada anak untuk melakukan segala aktivitasnya serta memperlakukan sama pada semua anaknya, walaupun ada salah satu anaknya yang menyandang epilepsi. Sehingga perilaku yang terbentuk pada anaknya saat ini yaitu anak memiliki rasa tanggungjawab, mandiri, percaya diri, patuh dan sopan. Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 33
5 Berdasarkan uraian latarbelakang diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana gambaran pola asuh orangtua pada anak penyandang epilepsi usia balita di Poliklinik RSUP Perjan Dr. Hasan Sadikin Bandung. Dengan tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Mengindentifikasi karakteristik usia orangtua pada anak penyandang epilepsi usia balita di Poliklinik anak RSUP. Perjan Dr. Hasan Sadikin Bandung. 2. Mengindentifikasi dimensi kehangatan dalam pola asuh orangtua pada anak penyandang epilepsi usia balita di Poliklinik anak RSUP Perjan Dr. Hasan Sadikin Bandung. 3. Mengindentifikasi dimensi kendali dalam pola asuh orangtua pada anak penyandang epilepsi usia balita anak RSUP Perjan Dr.Hasan Sadikin Bandung. 4. Mengindentifikasi kombinasi dimensi kendali dan kehangatan yang membentuk pola asuh orangtua yang memiliki anak penyandang epilepsi usia balita di Poliklinik anak RSUP Perjan Dr. Hasan Sadikin Bandung. B. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif eksploratif. Penelitian ini akan memberikan gambaran tentang pola asuh orangtua pada anak penyandang epilepsi usia balita di Poliklinik Anak RSUP Perjan Dr. Hasan Sadikin Bandung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orangtua ( ayah dan ibu ) yang memiliki anak penyandang epilepsi usia balita di Poliklinik Anak RSUP. Perjan Dr. Hasan Sadikin Bandung yaitu sebanyak 34 orang dan jumlah pasien baru penyandang epilepsi usia balita selama periode bulan Maret Juli 2006 sebanyak 31 orang, sehingga di dapatkan jumlah populasi sebanyak 65 orang. Adapun perolehan sampel melalui teknik aksidental sampling. Sehingga pada waktu penelitian diperoleh sampel sebanyak 41 orang/responden. Teknik pengumpulan data pola asuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket atau kuesioner. Adapun jenis pertanyaan yang digunakan adalah pertanyaan tertutup.instrumen dibuat berdasarkan teori tentang pola asuh orangtua dari Maccoby (1998) yang membagi pola asuh orangtua menjadi dua dimensi, yaitu: dimensi kehangatan dan dimensi kendali. C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini memberikan gambaran mengenai dimensi kendali, dimensi kehangatan,kategori pola asuh orangtua dan karakteristik usia orangtua balita di poliklinik anak RSUP Perjan Dr. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 34
6 Tabel 3. Distribusi Frekuensi Usia Orangtua yang memiliki anak Penyandang Epilepsi Usia Balita di Poliklinik Anak RSUP. Perjan Dr. Hasan Sadikin Bandung Usia (Tahun) Ibu Bapak N Prosentase N Prosentase ,7% 33 80,5% ,3% 8 19,5% >60 0 0,0% 0 0,0% Jumlah % % Berdasarkan tabel 3 terlihat bahwa orangtua (ayah dan ibu) yang memiliki anak penyandang epilepsi usia balita sebagian besar (ibu 92,7% dan ayah 80,5%) termasuk ke dalam kelompok usia dewasa muda yaitu bekisar antara tahun yang pada umumnya lebih mengerti dan memahami tentang anaknya jika dibandingkan dengan orangtua yang berusia lebih tua. Menurut Hurlock (1978) salah satu faktor yang mempengaruhi pola asuh orangtua adalah usia orangtua, dimana usia orangtua yang muda lebih memilih pola asuh demokratis (authoritative) dan permissive dibandingkan dengan orangtua yang usia nya lebih tua. Semakin kecil perbedaan usia orangtua dan anak semakin kecil pula perbedaan mereka tentang suatu keadaan karena sedikit pula perubahan budaya dalam kehidupan mereka, sehingga akan lebih mendekatkan hubungan antara orangtua dan anak. Tabel 4. Distribusi Frekuensi Orangtua Berdasarkan Dimensi Kendali dan Dimensi Kehangatan di Poliklinik Anak RSUP. Perjan Dr. Hasan Sadikin Bandung Variabel Orangtua N Prosentase Dimensi Kendali 38 53,7 % Dimensi Kehangatan 3 7,3% Jumlah % Dari Hasil Penelitian didapatkan bahwa semua orangtua memiliki deminsi kehangatan (7,3%) yang menunjukkan kasih sayang orangtua dan penerimaan yang positif dari orangtua terhadap anaknya, dan sebagian besar responden / orangtua memiliki kendali tinggi (53,70%). Tabel 5. Distrubusi Kategori Pola Asuh Orangtua Yang Memiliki Anak Penyandang Epilepsi Usia Balita di Poliklinik Anak RSUP Perjan Dr. Hasan Sadikin Bandung Kehangatan Rendah Tinggi Kendali Rendah Neglectfull Tidak ada (0%) Permissive 19 orang (46,3%) Tinggi Authoritarian Tidak ada (0%) Authoritative 22 orang (53,7%) Dari tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa pola asuh orangtua sebagian besar authoritatifve (53,7) yang merupakan kombinasi dimensi kehangatan tinggi dan kendali yang tinggi. Pola asuh Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 35
7 permissive diterapkan oleh 19 orangtua (46,3%) dan tidak ada orangtua yang menerapkan pola asuh authoritarian dan pola asuh neglectfull. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian responden ( 22 responden = 53,7%) memiliki kendali tinggi. Dan sebagian (19 responden = 46,3%) lagi memiliki kendali rendah. Menurut Baumrind (1971) dalam Maccoby (1980) dimensi kendali diperlukan orangtua agar peraturan mereka dipatuhi oleh anak sehingga menjadi anak yang disiplin. Menurut Harlock (1990) disiplin diperlukan dalam perkembangan anak karena dapat memberikan arasa aman kepada anak dengan memberitahukan mana yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Pada tahap balita ini kedali orangtua diperlukan untuk memberikan aturan-aturan pada anak sehingga akan terbentuk perilaku yang disiplin pada anak. Sedangkan anak yang diasuh dengan kendali rendah akan berakibat pada terbentuknya suatu perilaku anak yang kurang disiplin, anak tidak mampu mandiri, manja, tanggungjawab sosialnya rendah, kurang bisa diterima secara sosial akibat tidak mengetahui norma serta aturan yang harus dimiliki untuk dapat bergabung kedalam lingkungan sosialnya. Tuntutan harus dimiliki oleh setiap orangtua. Tuntutan tersebut diperlukan agar anak dapat memiliki standar tingkahlaku, sikap, kemampuan dan tanggungjawab sosial. Tuntutan yang baik adalah tuntutan yang disesuaikan dengan usia dan perkembangan anak. Penggunaan kekuasan diperlukan untuk menunjukkan bahwa orangtua menerapkan kendali yang ketat terhadap pelaksanaan aturan dan tugas yang diberikan. Menurut Lewis (1982) seorang anak selalu mengharapkan kasih sayang, penghargaan dan perhatian dari orangtua. Kehangatan yang tinggi akan memberikan dukungan pada anak secara psikologis terutama pada anak yang menderita suatu penyakit dalam hal ini adalah penyakit epilepsi, karena menurut Smet (1994) konsekuensi yang timbul pada anak yang menderita suatu penyakit adalah sering timbulnya masalah penyesuaian diri, seperti agresi dan tempertantrum, penarikan diri, penghargaan diri yang rendah dan kurang dalam prestasi. Selain itu ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi orangtua dalam memilih pola asuh permissive diantaranya yaitu situasi atau keadaan dimana anak yang mengalami kecemasan dan menderita suatu penyakit epilepsi seringkali menangani anak penyandang epilepsi dengan lebih ringan tanpa diberi hukuman dan juga usia orangtua yang sebagian besar (ibu 92,7% dan ayah 80.5%) termasuk kelompok usia dewasa muda lebih memilih pola asuh permissive dan authoritative (Hurlock,1978). Anak yang menderita epilepsi biasanya bergaul hanya terbatas dalam lingkungan keluarga saja dan mereka kurang beraktifitas dan kurang mampu untuk bersosialisasi dengan orang lain sehingga pola asuh yang diterapkan orangtua biasanya pola asuh permissive atau neglectfull. Menurut Baumrind (1971) dalam Papalia (1986) pola asuh authoritative merupakan pola asuh yang terbaik karena pada pola asuh ini dimensi kendali dan kehangatan diterapkan dengan Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 36
8 seimbang. Orangtua authoritative cenderung memberikan kehangatan yang tinggi dengan disertai kendali yang tinggi pula. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa orangtua yang memiliki anak epilepsi sebagian (46.3%) menerapkan pola asuh permissive dimana pola asuh tersebut memiliki efek buruk terhadap perkembangan terutama perkembangan psikososial. Oleh karena itu untuk membantu anak agar perkembangan anak sesuai dengan kebutuhan, maka perawat sebagai pendidik harus berusaha mengarahkan pola asuh orangtua yang memiliki anak penyandang epilepsi yang sebelumnya menerapkan pola asuh permissive menjadi authoritative.agar anak dapat mengembangkan kedisiplinan dan anak dapat terlatih untuk mentaati dan menjalankan norma-norma yang diakui secara sosial dan untuk melatih kemandirian annak sehingga anak dapat belajar untuk memecahkan masalah dalam menghadapi tantangan dimasa depan. Selain itu perawat dapat memberikan penekanan pada orangtua bahwa bagaimanapun pola asuh orangtua merupakan salah satu hal mendasar bagi pencapaian perkembangan anak apalagi bagi anak yang menderita suatu penyakit sedangkan untuk pola asuh authoritative dan neglectfull tidak satupun orangtua yang menerapkannya. D. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Poliklinik anak RSUP Perjan Dr. Hasan Sadikin Bandung terhadap orangtua yang memiliki anak epilepsi usia balita, diketahui bahwa : 1. Sebagian besar (ibu 92.7% dan ayah 80,5%) termasuk kedalam kelompok usia dewasa muda yaitu berkisar antara tahun yang pada umumnya lebih mengerti dan memahami tentang anaknya jika dibandingkan dengan orangtua yang berusia lebih tua. 2. Dimensi kehangatan orangtua yang memiliki anak penyandang epilepsi usia balita seluruhnya (41 orang = 100%) menggambarkan kehangatan yang tinggi ditunjukkan dengan sikap orangtua yang selalu memperhatikan kesejahteraan anak dengan penuh kasih sayang,berusaha memenuhi kebutuhan dan mendampingi anak dalam kegiatannya. 3. Dimensi kendali orangtua yang memiliki anak penyandang epilepsi usia balita sebagian besar (53,7%) menggambarkan kendali tinggi dan sebagian lagi (46,3%) menggambarkan kendali rendah. Kendali dibutuhkan orangtua agar anak patuh terhadap peraturan dan tuntutan orangtua sehingga akan terbentuk perilaku yang disiplin pada anak. 4. Bentuk pola asuh orangtua yang memiliki anak penyandang epilepsi usia balita adalah sebagian besar (22 responden = 53,7%) menerapkan pola asuh authoritative yang merupakan kombinasi dari kendali tinggi dan kehangatan tinggi. Dan sebagian lagi (19 responden = 46,3%) menerapkan pola asuh permissive yang merupakan kombinasi kehangatan tinggi dan kendali rendah. Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 37
BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP INTERAKSI SOSIAL PADA PENDERITA EPILEPSI DI KECAMATAN MANYARAN DAN KECAMATAN JATIPURNO KABUPATEN WONOGIRI
0 HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP INTERAKSI SOSIAL PADA PENDERITA EPILEPSI DI KECAMATAN MANYARAN DAN KECAMATAN JATIPURNO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,
Lebih terperinciMENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK
Artikel MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK Oleh: Drs. Mardiya Selama ini kita menyadari bahwa orangtua sangat berpengaruh terhadap pengasuhan dan pembinaan terhadap anak. Sebab
Lebih terperinciPerilaku Koping pada Penyandang Epilepsi
Perilaku Koping pada Penyandang Epilepsi SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S-1 Oleh Nadiarani Anindita F 100 050 050 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki
I. PENDAHULUAN Epilepsi adalah terganggunya aktivitas listrik di otak yang disebabkan oleh beberapa etiologi diantaranya cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, dan tumor otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan
Lebih terperinciBE SMART PARENTS PARENTING 911 #01
BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01 Coffee Morning Global Sevilla School Jakarta, 22 January, 2016 Rr. Rahajeng Ikawahyu Indrawati M.Si. Psikolog Anak dibentuk oleh gabungan antara biologis dan lingkungan.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang menarik untuk dikaji, karena pada masa remaja terjadi banyak perubahan yang dapat mempengaruhi kehidupan, baik bagi remaja itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan
Lebih terperinciFAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH
GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Lebih terperinciGAMBARAN KONSEP DIRI ORANG TUA DENGAN ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB NEGERI WIRADESA KABUPATEN PEKALONGAN
GAMBARAN KONSEP DIRI ORANG TUA DENGAN ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB NEGERI WIRADESA KABUPATEN PEKALONGAN Oleh : Adi Widiyanto dan Aulia Muhammad Afif Abstrak Masalah retardasi mental terkait dengan semua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemampuan intelektual dan kognitif. Kemampuan intelektual ini ditandai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa kanak-kanak akhir disebut juga sebagai usia sekolah dasar. Pada periode ini, anak dituntut untuk melaksanakan tugas belajar yang membutuhkan kemampuan intelektual
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan begitu banyak perguruan tinggi seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa kanak-kanak awal biasanya dikenal dengan masa prasekolah. Pada usia ini, anak mulai belajar memisahkan diri dari keluarga dan orangtuanya untuk masuk dalam lingkungan
Lebih terperinciGAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA
GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kompetensi fisiologis dan psikososial secara bertahap. Setiap tahap psikososial
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan anak perlu mendapatkan perhatian khusus, baik dari pemerintah, petugas kesehatan maupun masyarakat. Hal ini merupakan dampak dari semakin meningkatnya jumlah
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah periode waktu yang membentang dari masa pubertas ke awal usia 20-an. Individu mengalami perubahan
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah periode waktu yang membentang dari masa pubertas ke awal usia 20-an. Individu mengalami perubahan besar, baik perubahan fisik, kognitif, sosial, dan emosional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering ditemukan di dunia. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan epilepsi menyerang 70 juta dari penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang giatgiatnya membangun. Agar pembangunan ini berhasil dan berjalan dengan baik, maka diperlukan partisipasi
Lebih terperinciPENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA
PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak
TINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak Dalam kehidupan berkeluarga, ayah biasanya diidentikkan sebagai orang tua yang banyak meninggalkan rumah, menghukum, mempunyai pengetahuan yang lebih luas, berkedudukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya beban ekonomi, makin lebarnya kesenjangan sosial, serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi suatu hal yang mengancam bagi setiap
Lebih terperinciBAB l PENDAHULUAN. peningkatan jumlah anak di Indonesia. Hal ini memberi konsekuensi
BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia berdampak pada peningkatan jumlah anak di Indonesia. Hal ini memberi konsekuensi meningkatnya masalah kesehatan anak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. intelektualnya (IQ), namun juga ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecerdasan seseorang tidak hanya dilihat dari kecerdasan intelektualnya (IQ), namun juga ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat mengelola emosionalnya. Kecerdasan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA
HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di daerah tropis seluruh dunia. Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah suatu infeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang
Lebih terperinciPENGARUH POLA ASUH IBU TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 4-6 TAHUN ABSTRAK
PENGARUH POLA ASUH IBU TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 4-6 TAHUN Syaifurrahman Hidayat, Prodi Ilmu Keperawatan FIK Universitas Wiraraja Sumenep, e-mail: dayat.fik@wiraraja.ac.id ABSTRAK Anak yang sehat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan lingkungannya dan mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua menginginkan dan mengharapkan anak yang dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan pintar. Anak-anak yang patuh, mudah diarahkan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan nasional di Indonesia memiliki tujuan sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Beban Pengasuhan Orang Tua Kepada Anak Intellectual Disability
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Beban Pengasuhan Orang Tua Kepada Anak Intellectual Disability Beban pengasuhan orang tua dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dirasakan orang tua akibat
Lebih terperinciMateri kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu
Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta Selamat membaca, mempelajari dan memahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah sesuatu yang berharga bagi seluruh makhluk hidup di dunia karena tanpa kesehatan, manusia tidak akan dapat menjalani kegiatan hidupnya dengan optimal.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya anak-anak. Anak menghabiskan hampir separuh harinya di sekolah, baik untuk kegiatan pembelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nirma Shofia Nisa, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan individu yang sedang mengalami perkembangan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Remaja berada diantara anak-anak dan dewasa, oleh sebab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi perilaku, yaitu bagaimana prestasi kerja yang ditampilkan oleh individu baik proses maupun hasilnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kesakitan anak di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4 tahun sebesar 25,8%, usia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada usia remaja awal yaitu berkisar antara 12-15 tahun. Santrock (2005) (dalam http:// renika.bolgspot.com/perkembangan-remaja.html,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat lepas berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi atau bergaul dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, yaitu suatu periode yang berada dalam dua situasi antara kegoncangan, penderitaan, asmara dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Pola Asuh a. Pengertian Pola Asuh Orang tua hendaknya selalu memberikan kasih sayang kepada anaknya. Yusuf (2010:37) menyatakan bahwa orang tua bertanggung jawab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa adalah gangguan secara psikologis atau perilaku yang terjadi pada seseorang, umumnya terkait dengan gangguan afektif, perilaku, kognitif dan perseptual.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku psikologik seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Insiden epilepsi di dunia berkisar antara tiap penduduk tiap
12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epilepsi merupakan suatu manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi, dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang lebih dari 24 jam yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar berlangsung. Para guru dan siswa terlibat secara. Sekolah sebagai ruang lingkup pendidikan perlu menjamin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekolah dipahami sebagai lembaga pendidikan formal. Di tempat inilah kegiatan belajar mengajar berlangsung. Para guru dan siswa terlibat secara interaktif dalam proses
Lebih terperinciHUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN PERKEMBANGAN EMOSI ANAK USIA PRA SEKOLAH DI TK ROHMATUL MAGFIROH DESA PAKISAJI KECAMATAN PAKISAJI KABUPATEN MALANG
HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN PERKEMBANGAN EMOSI ANAK USIA PRA SEKOLAH DI TK ROHMATUL MAGFIROH DESA PAKISAJI KECAMATAN PAKISAJI KABUPATEN MALANG Heni Dwi Windarwati*, Asti Melani A*, Rika Yustita*
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak adalah individu yang unik dan memerlukan perhatian khusus untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah individu yang unik dan memerlukan perhatian khusus untuk optimalisasi tumbuh kembang. Salah satu tahap tumbuh kembang adalah usia prasekolah yang mempunyai
Lebih terperinciHUBUNGAN PENGGUNAAN MEKANISME KOPING DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI UNIT ORTHOPEDI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA
HUBUNGAN PENGGUNAAN MEKANISME KOPING DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI UNIT ORTHOPEDI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad
Lebih terperinciHUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012
46 HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012 Oleh : Siti Dewi Rahmayanti dan Septiarini Pujiastuti STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi ABSTRAK Pola asuh orang
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1. Pengertian Motivasi Berprestasi Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi adalah penting karena dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Skizofrenia merupakan salah satu gangguan kejiwaan berat dan menunjukkan adanya disorganisasi (kemunduran) fungsi kepribadian, sehingga menyebabkan disability (ketidakmampuan)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, ditandai oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Lombanotobing (2001) bahwa retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, ditandai oleh adanya kelemahan (impairment)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keadaan ini sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan jiwa seseorang. yang berarti akan meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa.
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan kebudayaan masyarakat banyak membawa perubahan dalam segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan individu baik positif maupun negatif
Lebih terperinciS A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y
PERKEMBANGAN SOSIAL : KELUARGA S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y PENGANTAR Keluarga adalah tempat dan sumber perkembangan sosial awal pada anak Apabila interaksi yang terjadi bersifat intens maka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia, khususnya dalam setiap dunia pendidikan, sehingga tanpa belajar tak pernah ada pendidikan. Belajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan professional yang didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan
Lebih terperinciB A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya
B A B 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi, dan tingkah laku dimana individu tidak mampu menyesuaikan diri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja sering kali disebut masa transisi atau masa peralihan dari anak-anak sebelum akhirnya masuk ke masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perubahan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan payudara. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat termasuk penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif lain (NAPZA), tetapi juga meliputi berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 menyatakan kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari seseorang dengan kualitas hidup
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Siswa 1. Pengertian Siswa Siswa adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses di dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualiatas
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan akademik (kognitif) saja namun juga harus diseimbangkan dengan kecerdasan emosional, sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terjadi hampir bersamaan antara individu satu dengan yang lain, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia selalu mengalami perubahan sepanjang kehidupan yakni sejak dalam kandungan sampai meninggal. Fase-fase perkembangan yang terjadi hampir bersamaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pada saat yang sama usia onset depresi menjadi semakin muda. WHO
1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Depresi merupakan masalah kejiwaan yang utama. Prevalensinya meningkat secara stabil selama abad pertengahan hingga akhir abad ke-20 dan pada saat yang sama usia onset
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I dikemukakan latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, metode, lokasi dan sampel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindakan operasi merupakan pengalaman yang biasa menimbulkan kecemasan, kecemasan biasanya berhubungan dengan segala macam prosedur asing yang dijalani pasien dan juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan perubahan dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi pemenuhan kebutuhan perasaan bahagia, sehat, serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat, secara garis besar masalah kesehatan jiwa. Masalah psikososial membutuhkan kemampuan penyesuaian dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan jiwa di masyarakat sedemikian luas dan kompleks, saling berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia. Mengacu pada UU no. 23 Tahun 1992 tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemudikan oleh orangtua. Kartini Kartono menyebutkan bahwa keluarga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil terbentuk oleh ikatan dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin, wanita dan pria serta anakanak yang mereka lahirkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemui
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemui pada wanita. Setiap tahun lebih dari 250.000 kasus baru kanker payudara terdiagnosa di Eropa dan kurang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kekerasan pada anak telah menjadi perhatian dunia, begitu banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s Fund (UNICEF) (2012)
Lebih terperinci