BAB II PERSPEKTIF TENTANG KOMUNITAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PERSPEKTIF TENTANG KOMUNITAS"

Transkripsi

1 BAB II PERSPEKTIF TENTANG KOMUNITAS Hakikat Komunitas Dari sudut sosiologis, kata community berasal dari bahasa Latin Munus, yang bermakna the gift (memberi), cum, dan together (kebersamaan) antara satu sama lain. Dapat diartikan, komunitas adalah sekelompok orang yang saling berbagi dan saling mendukung satu sama lain. Syarat pokok agar mereka dapat saling berbagi adalah adanya interaksi sosal sehari-hari yang intensif. Secara umum, komunitas adalah sekelompok orang yang hidup bersama pada lokasi yang sama, sehingga mereka telah berkembang menjadi sebuah kelompok hidup (group lives) yang diikat oleh kesamaan kepentingan. Dalam sosiologi, secara harfiah makna komunitas adalah masyarakat setempat (Soekanto, 1999). Komunitas juga dapat diartikan sebagai sekumpulan anggota masyarakat yang hidup bersama sedemikian rupa sehingga mereka dapat merasakan dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup yang utama. Artinya, ada social relationship yang kuat diantar mereka, pada satu batasan geografis tertentu. Elemen dasar yang membentuk sebuah komunitas adalah adanya interaksi yang intensif diantara anggotanya, dibandingkan dengan orang-orang di luar batas wilayah. Ukuran derajat hubungan sosial, terkait dengan kesamaan tujuan adalah pemenuhan kebutuhan utama individu dan anggota pembentuk kelompok dalam masyarakat. Pada sebuah komunitas ditemukan dua hal utama, yakni kesamaan dan identitas. Selain itu, juga selalu terdapat sikap saling berbagi, partisipasi, fellowship. Komunitas terbentuk karena memiliki kepentingan yang sama atau disebut community of interest. Dapat dikatakan bahwa makna komunitas adalah sekelompok orang yang 13

2 Komunitas Dibo-dibo (Studi tentang Aktivitas Sosio-Ekonomi Komunitas Dibo-dibo di Sahu Kabupaten Halmahera Barat) didalamnya terdapat elemen berbagi diantara mereka. Substansi dari elemen berbagi tersebut sangat luas, yaitu dari berbentuk situasi sampai ke kepentingan dalam pemenuhan kebutuhan hidup dan bahkan nilainilai. Hal ini diwakili oleh konsep kolektivitas. Komunitas memiliki banyak makna. Ia dapat dimaknai sebagai sebuah kelompok dari suatu masyarakat, atau sebagai sebuah kelompok yang hidup di area yang khusus yang memiliki karakteristik etnik dan kultural yang sama. Salah satu ciri khasnya adalah mereka memiliki sesuatu secara bersama-sama. Jika bertolak dari pengertian ekologi, maka komunitas adalah sekelompok organisme yang saling tergantung pada satu wilayah, dan mereka saling berinteraksi. Pentingnya interaksi dilihat pada intensitasnya yang dengan pasti mendorong terbentuknya solidaritas sosial. Menurut Durkheim (1964), solidaritas sosial adalah : 14 Kesetiakawanan yang menunjuk pada satu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas sosial menurutnya, sebagaimana yang telah diungkapkan, dibagi menjadi dua yaitu: pertama, mekanik adalah solidaritas organik yang didasarkan pada suatu kesadaran kolektif (collective consciousness) bersama yang menunjuk pada totalitas kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama yang ratarata ada pada warga masyarakat yang sama itu. Yang ikatan utamanya adalah kepercayaan bersama, cita-cita, dan komitmen moral. Kemudian dalam pandangan Durkheim (1964) melihat bahwa setiap masyarakat manusia memerlukan solidaritas. Ia membedakan antara dua tipe utama solidaritas: solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik merupakan suatu tipe solidaritas yang didasarkan atas persamaan. Solidaritas mekanik dijumpai pada masyarakat yang masih sederhana yang dinamakan masyarakat segmental. Pada masyarakat seperti ini belum terdapat pembagian kerja yang berarti: apa yang dapat dilakukan oleh seorang anggota

3 Perspektif tentang Komunitas masyarakat biasaya dapat dilakukan pula oleh orang lain. Dengan demikian tidak terdapat saling ketergantungan antara kelompok berbeda, karena masing-masing kelompok dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dan masing-masing kelompok pun terpisah satu dengan yang lain. Tipe solidaritas yang didasarkan atas kepercayaan dan setiakawan ini diikat oleh apa yang oleh Durkheim (1964) dinamakan conscience collective yaitu suatu sistem kepercayaan dan perasaan yang menyebar merata pada semua anggota masyarakat. Lambat laun pembagian kerja dalam masyarakat semakin berkembang sehingga solidaritas mekanik berubah menjadi solidaritas organik. Pada masyarakat dengan solidaritas organik masing-masing anggota masyarakat tidak lagi dapat memenuhi semua kebutuhanya sendiri melainkan ditandai oleh saling ketergantungan yang besar dengan orang atau kelompok lain. Solidaritas organik merupakan suatu sistem terpadu yang terdiri atas bagian yang saling tergantung laksana bagian suatu organisme biologi. Berbeda dengan solidaritas mekanik yang didasarkan pada hati nurani kolektif maka solidaritas organik didasarkan pada hukum dan akal. Dinamika solidaritas organik dan mekanik dalam pandangan Durkheim (1964) di atas merupakan esensi yang menjelaskan tentang dinamika hubungan antar individu dalam masyarakat. Terkait dengan hal ini, Tonnies (1957), dalam pendangannya tentang masyarakat, menegaskan bahwa masyarakat itu sendiri merupakan usaha manusia untuk mengadakan dan memelihara relasi-relasi timbal balik yang mantap. Kemauan manusia yang mendasari masyarakat. Berkenaan dengan kemauan itu, Tonnies membedakan antara Zweckwille, yaitu kemauan rasional yang hendak mencapai suatu tujuan dan Triebwille, yaitu dorongan batin berupa perasaan. Zweckwille, apabila orang hendak mencapai suatu tujuan tertentu dan mengambil tujuan rasional kearah itu. Pembedaan antara Zweckwille dan Triebwille, melahirkan konsep Tonnies (1957) tentang tipologi masyarakat, yakni gemeinschaft dan gesselschaft. Menurut Selo Soemarjan dan Solaeman Soemardi (1974), gemeinschaft atau paguyuban merupakan bentuk 15

4 Komunitas Dibo-dibo (Studi tentang Aktivitas Sosio-Ekonomi Komunitas Dibo-dibo di Sahu Kabupaten Halmahera Barat) kehidupan bersama yang sesuai dengan triebwille. Kebersamaan dan kerja sama tidak diadakan untuk mencapai tujuan dari luar, melainkan lebih dihayati sebagai tujuan dalam dirinya. Sehingga orang lebih merasa dekat satu sama lain dan memperoleh kepuasan tersendiri karenanya. Sedangkan gesselschaft lebih menggambarkan suatu kehidupan bersama yang sesuai dengan zweckwille. Gesellschaft atau petembayan ini lebih mengasosiasikan dimana suatu relasi kebersamaan dan kesatuan timbul dari faktorfaktor lahiriah, seperti persetujuan, peraturan, undang-undang, dan sebagainya. Unsur-unsur individu beserta masing-masing kepentingan dalam pencapaian suatu tujuan lebih ditonjolkan. Tonnies memasukkan Gemeinschaft dan Gesellschaft di bukunya (1887) yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi Community and Society pada tahun 1957, sebagai salah satu teori yang bersifat modern. Menurutnya Gemeinschaft adalah sebagai situasi yang berorientasi nilai nilai, aspiratif, memiliki peran, dan terkadang sebagai kebiasaan asal yang mendominasi kekuatan sosial. Jadi baginya secara tidak langsung Gemeinschaft timbul dari dalam individu dan adanya keinginan untuk memiliki hubungan atau relasi yang didasarkan atas kesamaan dalam keinginan dan tindakan. Individu dalam hal ini diartikan sebagai pelekat/perekat dan pendukung dari kekuatan sosial yang terhubung dengan teman dan kerabatnya (keluarganya), yang dengannya mereka membangun hubungan emosional dan interaksi satu individu dengan individu yang lain. Status dianggap berdasarkan atas kelahiran, dan batasan mobilisasi juga kesatuan individu yang diketahui terhadap tempatnya di masyarakat. Sedang Gesellschaft merupakan sesuatu yang kontras, menandakan terhadap perubahan yang berkembang, berperilaku rasional dalam suatu individu dalam kesehariannya, hubungan individu yang bersifat superficial (lemah, rendah, dangkal), tidak menyangkut orang tertentu, dan seringkali antar individu tak mengenal, seperti tergambar dalam berkurangnya peran dan bagian dalam tataran nilai, latar belakang, norma, dan sikap, bahkan peran 16

5 Perspektif tentang Komunitas pekerja tidak terakomodasi dengan baik seiring dengan bertambahnya arus urbanisasi dan migrasi juga mobilisasi. Tonnies memaparkan Gemeinschaft adalah wessenwill yaitu bentuk-bentuk kehendak, baik dalam arti positif maupun negatif, yang berakar pada manusia dan diperkuat oleh agama dan kepercayaan, yang berlaku didalam bagian tubuh dan perilaku atau kekuatan naluriah. Jadi, wessenwill itu sudah merupakan kodrat manusia yang timbul dari keseluruhan kehidupan alami. Sedangkan Gesselschaft adalah Kurwille yaitu merupakan bentuk-bentuk kehendak yang mendasarkan pada akal manusia yang ditujukan pada tujuan-tujuan tertentu dan sifatnya rasional dengan menggunakan alat-alat dari unsur-unsur kehidupan lainnya. Atau dapat pula berupa pertimbangan dan pertolongan. Tonnies membedakan Gemeinschaft menjadi 3 jenis, yaitu : 1) Gemeinschaft by blood, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ikatan darah atau keturunan. Di dalam pertumbuhannya masyarakat yang semacam ini makin lama makin menipis 2) Gemeinschaft of placo (locality), yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada tempat tinggal yang saling berdekatan sehingga dimungkinkan untuk dapatnya saling menolong. 3) Gemeinschaft of mind, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ideologi atau pikiran yang sama. Dimana, dari ketiga bentuk ini dapat ditemui pada masyarakat, baik di kota maupun di desa. Oleh Tonnies (1957) juga dikatakan bahwa suatu paguyuban (gemeinschaft) mempunyai beberapa ciri pokok, yaitu sebagai berikut. 1. Intimate, yaitu hubungan menyeluruh yang mesra 2. Private, yaitu hubungan yang bersifat pribadi, khusus untuk beberapa orang saja 17

6 Komunitas Dibo-dibo (Studi tentang Aktivitas Sosio-Ekonomi Komunitas Dibo-dibo di Sahu Kabupaten Halmahera Barat) 3. Exclusive, yaitu hubungan itu hanyalah untuk kita saja dan tidak untuk orang-orang diluar kita Di dalam gemeinschaft atau paguyuban terdapat suatu kemauan bersama (common will), ada suatu pengertian (understanding) serta juga kaidah-kaidah yang timbul dengan sendirinya dari kelompok tersebut. Apabila terjadi pertentangan antara anggota suatu paguyuban, pertentangan tersebut tidak akan dapat diatasi dalam suatu hal saja. Hal itu disebabkan karena adanya hubungan yang menyeluruh antara anggota-anggotanya. Tak mungkin suatu pertentangan yang kecil diatasi karena pertentangan tersebut akan menjalar kebidang-bidang lainnya. Keadaan yang agak berbeda akan dijumpai pada petembayan atau gesselschaft, dimana terdapat aktivitas publik yang artinya bahwa hubunganya bersifat untuk semua orang; batas-batas antara kami dengan bukan kami menjadi kabur. Pertentangan- pertentangan yang terjadi antara anggota dapat dibatasi pada bidang-bidang tertentu sehingga suatu persoalan dapat dialokasikan. Apapun definisinya, komunitas harus memiliki sifat interaksi, yaitu interaksi yang informal dan spontan harus lebih banyak inteaksi yang sifatnya formal. Harus juga memiliki orientasi yang jelas. Keanggotaan dalam komunitas terbentuk lebih karena adanya struktur yang alamiah; lebih dari struktur yang hirarkis. Ciri utama sebuah komunitas adalah adanya keharmonisan egalitarian, serta sikap saling berbagi nilai dan kehidupan. Komunitas dapat dibedakan atas berbagai pola, atas dasar ukuran (besar dan kecil), atas dasar level (lokal, nasional dan internasional), riel atau tidak riel (virtual), bersifat kooperatif atau kompetitif, formal atau tidak formal. Pada perkembangannya, konsep komunitas dapat dipakai secara lebih luas. Untuk kesatuan hidup yang berada pada satu wilayah tertentu disebut sebagai community of places, sedangkan hubungan yang diikat arena kesamaan kepentingan namun tidak tinggal dalam satu wilayah geografis tertentu disebut dengan community of interests. 18

7 Perspektif tentang Komunitas Eksistensi sebuah komunitas dalam kerangka kehidupan bermasyarakat sangat penting perannya. Sebagaimana pendapat PBB (dalam Syahyuti, 2005) :...community provides human beings with the unifying means of elevating the dignity of each person, providing the needs and aspirations of all in a group, doing this in harmony with the natural environment and making possible the communications and interaction between other social and political groups. Begitu besarnya peran komunitas karena dapat menjadi representatif kebutuhan-kebutuhan individu di dalamnya, dapat menciptakan keselarasan dengan alam dan memungkinkan untuk dapat berinteraksi dengan lembaga- lembaga di luarnya. Suatu komunitas tidak akan dapat menutup dirinya sendiri. Ia harus berinteraksi dan berkomunikasi dengan komunitas lain. Komunitas merupakan unit-unit sosial yang memiliki otoritas sendiri dengan nilai-nilai bersama dan rasa memiliki satu sama lain. Suatu komunitas terjaga karena adanya kohesi sosial sesama mereka, dalam situasi di mana individu- individu diikat oleh orang lain oleh komitmen sosial dan kultural. Kohesi sosial selalu terdapat dalam komunitas jenis apa pun itu. Menurut Mitchell (1994), ada 3 karakteristik kohesi sosial, yaitu 1). Komitmen individu untuk norma dan nilai umum; 2). Kesaling-tergantungan yang muncul karena adanya niat untuk berbagi; dan 3). Individu yang mengidentifikasi dirinya dengan grup tertentu. Trust dalam Komunitas Sebelum membahas tentang trust, alangkah baiknya didahului oleh pengantar tentang modal sosial. Hal ini karena perhatian pada kajian trust mulai menguat sejak konsep modal sosial mulai bergulir sebagai wacana akademik pemerhati sosiologi. Modal sosial itu sendiri bukanlah konsep yang baru dalam dunia sosiologi (Portres, 1998), dalam arti bahwa konsep modal sosial yang dikembangkan oleh 19

8 Komunitas Dibo-dibo (Studi tentang Aktivitas Sosio-Ekonomi Komunitas Dibo-dibo di Sahu Kabupaten Halmahera Barat) Putman (2000) dan Woolcook (1998) merupakan konsep yang telah lama diterbitkan sebelumnya. Modal sendiri berarti kapasitas, kemampuan, pasokan, ketersediaan yang dimiliki. Sosial, dapat berarti kelompok, komunitas, masyarakat; atau dalam skala yang besar itu negara, bahkan yang lebih luas lagi yaitu penduduk dunia. Pada definisi kedua kata itu, kita dapat mengatakan bahwa yang disebut modal sosial adalah kapasitas atau kemampuan atau pasokan atau ketersediaan yang dimiliki oleh kelompok, komunitas, masyarakat atau negara dalam melakukan aktivitas-aktivitas yang bersifat sosial. Istilah modal sosial yang diajukan Putnam (2001) merujuk pada hubungan antar individuindividu jaringan sosial dan norma timbal-balik serta saling percaya yang tumbuh di antara mereka. Definisi yang dikemukakan oleh Putman memiliki kemiripan dengan penekanan yang dikemukakan oleh Woolcock (1998), yang mana menegaskan bahwa modal sosial merupakan informasi, trust, dan norma timbal balik dalam suatu kesatuan jaringan sosial. Dari kedua definisi di atas (dari sekian definisi) yang begitu banyak, sebagai bagian dari konsekuensi keragaman level pendekatan terhadap konsep modal sosial, pendapat Putman (2001) dan Woolcock (1998) mewakili pendapat bahwa trust merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari modal sosial. Karena trust pada prinsipnya dapat mendorong unsur utama dari modal sosial, seperti bonding, bridging dan linking. 12 Dalam kaitannya dengan trust, Fukuyama (1995) menegaskan bahwa trust adalah salah satu hal penting dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini kemudian ditekankan oleh Sztompka (1999) yang menegaskan bahwa trust menjadi modal penting yang mengkondisikan masyarakat dapat berfungsi. Dalam kaitannya dengan 12 Sangat disadari bahwa beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada masalah terkait dengan unsur modal sosial ini. Seperti yang dilakukan oleh Leonard dan Onyx (2003) menunjukkan bahwa bonding tidak terlalu kuat dalam ikatan antar komunitas, sedangkan bridging memiliki daya yang kuat pada komunitas atau organisasi skala kecil. Penelitian mereka menegaskan bahwa daya ikatan yang menguat dan melemah tidak bisa dinamakan bonding dan briedging, 20

9 Perspektif tentang Komunitas kehidupan bermasyarakat, dilihat bahwa masing-masing individu dalam relasi sosialnya memiliki ekspektasi tertentu di antara mereka. Hal ini membuat ekspektasi individu yang kemudian bergulir menjadi ekspektasi sosial tersebut menjadi semacam trust yang terbentuk untuk mengukuhkan relasi antar individu. Dalam kaitannya dengan ini, Dasgupta (dalam Seok-Eon Kim, 2005) menegaskan bahwa trust sangat berkaitan dengan ekspektasi antar individu dalam membangun kontrol terhadap setiap tindakan dan perilaku sosial. Kontrol sosial semacam itu, dalam penekanan Fukuyama (1998) dinamakan sebagai kesatuan tanggung jawab personal terhadap tujuan bersama. Möllering (2001) yang berusaha mengelaborasi pemikiran Simmel tentang trust, mengkoseptualisasikan gagasan trust itu sebagai: a state of favorable expectation regarding other people s actions and intentions. As such it is seen as the basis for individual risk-taking behavior, cooperation, reduced social complexity, order, and social capital Dari rumusan tersebut di atas, trust membawa konotasi aspek negosiasi harapan dan kenyataan yang dibawakan oleh tindakan sosial individu-individu atau kelompok dalam kehidupan kemasyarakatan. Ketepatan antara harapan dan realisasi tindakan yang ditunjukkan oleh individu atau kelompok dalam menyelesaikan amanah yang diembannya, dipahami sebagai tingkat kepercayaan. Tingkat kepercayaan akan tinggi, bila penyimpangan antara harapan dan realisasi tindakan, sangat kecil. Sebaliknya, tingkat kepercayaan menjadi sangat rendah apabila harapan yang diinginkan tak dapat dipenuhi oleh realisasi tindakan sosial. Rumusan dari Möllering (2001) tersebut menjelaskan, paling tidak, enam fungsi penting kepercayaan (trust) dalam hubungan- hubungan sosialkemasyarakatan. Keenam fungsi tersebut adalah: 1. Kepercayaan dalam arti confidence, yang bekerja pada ranah psikologis-individual. Sikap ini akan mendorong orang berkeyakinan dalam mengambil satu keputusan setelah memperhitungkan resiko-resiko yang ada. Dalam waktu yang sama, orang lain juga akan berkeyakinan sama atas tindakan 21

10 Komunitas Dibo-dibo (Studi tentang Aktivitas Sosio-Ekonomi Komunitas Dibo-dibo di Sahu Kabupaten Halmahera Barat) 22 sosial tersebut, sehingga tindakan itu mendapatkan legitimasi kolektif. 2. Kerjasama, yang berarti pula sebagai proses sosial asosiatif dimana trust menjadi dasar terjalinnya hubungan-hubungan antar individu tanpa dilatarbelakangi rasa saling curiga. Selanjutnya, semangat kerjasama akan mendorong integrasi sosial yang tinggi. 3. Penyederhanaan pekerjaan, dimana trust membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja kelembagaankelembagaan sosial. Pekerjaan yang menjadi sederhana itu dapat mengurangi biaya-biaya transaksi yang bisa jadi akan sangat mahal sekiranya pola hubungan sosial dibentuk atas dasar moralitas ketidakpercayaan. 4. Ketertiban. Trust berfungsi sebagai inducing behavior setiap individu, yang ikut menciptakan suasana kedamaian dan meredam kemungkinan timbulnya kekacauan sosial. Dengan demikian, trust membantu menciptakan tatanan sosial yang teratur, tertib dan beradab. 5. Pemelihara kohesivitas sosial. Trust membantu merekatkan setiap komponen sosial yang hidup dalam sebuah komunitas menjadi kesatuan yang tidak tercerai-berai. 6. Dalam modal sosial. Trust adalah asset penting dalam kehidupan kemasyarakatan yang menjamin struktur- struktur sosial berdiri secara utuh dan berfungsi secara operasional serta efisien. Dalam kaitannya dengan komunitas, trust memiliki kontribusi yang sangat besar dalam memelihara komitmen bersama. Ketika memakai dasar kepemilikan bersama sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari komunitas, maka trust menjadi modal dasar dalam mengembangkan jaringan di dalam komunitas. Dalam kaitan dengan komitmen, disadari bahwa trust menjadi perangsang dalam mengoperasionalkan komitmen bersama, yang

11 Perspektif tentang Komunitas kemudian bermuara pada kepemilikan dan tujuan secama bersama. Komitmen bersama semacam itu menjadi penting karena pada prinsipnya bahwa akan terjadi pertukaran aksi antar actor dalam komunitas. Pertukaran aksi akan berlangsung dengan baik jika didasarkan pada komitmen yang kuat pula. Hubungan antara komitmen dengan pertukaran aksi antar aktor tersebut telah mengalami pergeseran yang signifikan. Menurut Molm (2001) bahwa pergeseran tersebut lebih mengarah pada minat terhadap resiko yang menimbulkan perhatian khusus pada trust dalam relasi pertukaran. Akibatnya, ada aktor yang mulai mereduksi resiko dan meningkatkan kepercayaan dengan mengembangkan seperangkat komitmen bersama (Molm, 1997). Budaya Komunitas Dalam makna yang lebih filsafatis, Parekh (2008) menegaskan bahwa kebudayaan mempunyai keterkaitan dengan pertanyaanpertanyaan manusia tentang makna dan keyakinan serta praktek kehidupan. Pertanyaan tentang makna dikaitkan dengan kelayakan atau nilai, macam dan tingkat kepentingan yang harus diberikan pada aktivitas manusia; sedangkan pertanyaan tentang aktivitas atau praktek diarahkan pada upaya untuk memahami maksud dan tujuan serta titik penting sebuah aktivitas. Pertanyaan- pertanyaan di atas kemudian dikonstruksikan secara pribadi maupun bersama menjadi praktek-praktek secara kolektif. Dengan demikian, kebudayaan adalah apresiasi individu atau kolektif terhadap keyakinan dan praktekpraktek untuk memahami, mengatur dan menstrukturkan kehidupan bersama. Akhirnya, Parekh (2008) menegaskan bahwa kebudayaan adalah totalitas aktivitas kehidupan manusia. Kebudayaan juga menunjukkan suatu pengertian yang luas dan kompleks, di dalamnya tercakup baik segala sesuatu yang terjadi dan dialami oleh manusia secara personal dan kolektif, maupun bentukbentuk yang dimanifestasikan sebagai ungkapan pribadi seperti yang dapat disaksikan dalam sejarah kebudayaan, baik hasil-hasil pencapaian 23

12 Komunitas Dibo-dibo (Studi tentang Aktivitas Sosio-Ekonomi Komunitas Dibo-dibo di Sahu Kabupaten Halmahera Barat) yang pernah ditemukan oleh umat manusia dan diwariskan secara turun-temurun maupun proses perubahan serta perkembangan yang sedang dilalui dari masa ke masa (Poespowardojo, 1993). Secara lebih khusus, kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, rasa dan tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan cara belajar, dipakai sebagai pedoman dan pola perilaku manusia serta terwujud dalam sistem-sistem sosial tertentu. Kebudayaan sebagai suatu pola yang dimiliki dan diwujudkan oleh manusia - sebagai satu kesatuan - mempunyai beberapa unsur-unsur universal yang dapat ditemukan pada semua bangsa didunia, salah satu unsurnya adalah sistem mata pencaharian hidup (Koentjaraningrat, 1996). Sistem mata pencaharian hidup terdiri dari berburu dan meramu, beternak, bercocok tanam di ladang, menangkap ikan, dan bercocok tanam menetap dengan irigasi. Setiap suku bangsa yang sederhana maupun kompleks memiliki sistem mata pencaharian hidup, dalam memenuhi kebutuhan hidupnya selalu menggunakan dan mengembangkan cara-cara produksi, distribusi dan konsumsi (Koentjaraningrat, 1996). Sistem ekonomi merupakan keseluruhan perilaku manusia dalam organisasi dan pranata yang mengatur penggunaan sumber-sumber terbatas guna memenuhi kebutuhan hidup suatu masyarakat tertentu. Sistem ekonomi berkaitan erat dengan perilaku manusia, lingkungan dan kebudayaan, sehingga sangat erat kaitannya dengan sistem produksi, distribusi dan konsumsi (Koentjaraningrat, 1990). Ketika dipergunakan, kebudayaan tanpa frasa mencakup lebih kurang, keseluruhan kehidupan manusia. Ketika dijadikan sebagai kata sifat, kebudayaan mengacu pada bidang atau aspek kehidupan manusia yang disoroti oleh kata sifatnya. Istilah budaya bisnis, obat, dan moral, politik mengacu pada lembaga kepercayaan dan praktek yang mengatur bidang kehidupan manusia yang relevan termasuk cara bagaimana budaya-budaya ini dikonseptualisasikan, dibatasi, distrukturkan dan diatur. Berbagai istilah seperti budaya gay, budaya kaum muda, budaya massa dan budaya komunitas, mengacu pada cara 24

13 Perspektif tentang Komunitas kelompok ini memahami tempat mereka dalam masyarakat dan mengatur hubungan internal dan eksternalnya (Parekh, 2008). Sebagai ekspresi atas keberadaan mereka di tengah-tengah masyarakat, budaya komunitas diartikulasikan dengan menggunakan keberadaan mereka dalam berinteraksi dengan sesama anggota kelompok maupun anggota kelompok dengan orang di luar komunitas. Tatanan nilai, aturan, jaringan, komunikasi (bahasa), simbol dikonstruksikan dengan mempertimbangkan aktivitas mereka seharihari dalam komunitas. Selain itu pula, unsur-unsur tersebut juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya mereka untuk memahami keberadaan mereka dalam membangun relasi dengan orang lain (konteks eksternal). Komunikasi dan Jaringan dalam Komunitas Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa latin communico yang artinya membagi (Cangara,2006). Menurut Sugiyo, komunikasi merupakan kegiatan manusia menjalin hubungan satu sama lain yang demikian otomatis keadaannya, sehingga sering tidak disadari bahwa ketrampilan berkomunikasi merupakan hasil belajar (Sugiyo, 2005). Dalam kaitanya dengan proses belajar, Steven (dalam Cangara, 2006) berasumsi bahwa komunikasi terjadi kapan saja suatu organisme memberi reaksi terhadap suatu objek stimuli, apakah itu berasal dari seseorang atau lingkungan sekitarnya. Sebuah definisi yang disampaikan oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri kepada studi komunikasi antar manusia (human communication) bahwa: Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan membangun hubungan antar sesama manusia melalui pertukaran informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu. 25

14 Komunitas Dibo-dibo (Studi tentang Aktivitas Sosio-Ekonomi Komunitas Dibo-dibo di Sahu Kabupaten Halmahera Barat) Everrett Rogers (dalam Effendy, 1999) seorang pakar sosiologi pedesaan, Amerika yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat definisi bahwa: Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Definisi ini kemudian dikembangkan oleh Rogers dan Kincaid (1981) yang melahirkan definisi baru bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lain, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang paling dalam. Rogers dan Kincaid (1981) mencoba mendefinisikan hakikat suatu hubungan dengan suatu pertukaran informasi dengan adanya suatu perubahan sikap dan tingkah laku serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengrtian dan orangorang yang ikut serta dalam proses komunikasi. Proses komunikasi hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati (Effendy, 1999). Berangkat dari definisi di atas, terlihat bahwa komunikasi merupakan salah satu unsur terpenting dalam membangun relasi dalam lingkungan sosial. Dalam kaitannya dengan komunitas, Dewey (1916) melihat komunitas terbangun dari ikatan-ikatan (commonalities) yang secara rumit saling terkait melalui komunikasi. Dewey mengamati bahwa masyarakat tidak terus ada karena penyebaran, karena komunikasi, tetapi cukup layak jika dikatakan bahwa masyarakat terwujud dalam komunikasi. Ikatan-ikatan, dalam bentuk seperi tujuan, kepercayaan, dan pengetahuan, adalah keharusan bagi terbentuknya komunitas, dan terbangun melalui komunikasi. Dalam konsepsi Dewey (1916), komunikasi dan cara-cara di mana komunikasi dilakukan adalah krusial bagi pembentukan komunitas, 26

15 Perspektif tentang Komunitas dan bisa disimpulkan juga bahwa kualitas komunikasi menyatu dengan kualitas komunitas tersebut. Wujud nyata dari peran aktif komunikasi dalam interaksi tatap muka adalah partisipasi. Tatkala individu-individu berkerja sama, memasuki aktifitas orang lain dan [mengambil] peran dalam upaya bersama dan kerja sama maka mereka sedang berpartisipasi dalam pengembangan komunitas. Dewey (1916) melihat komponen partisipatif dalam komunitas sebagai hal yang esensial, kalau tidak, hal seperti komunitas menjadi tidak mungkin ada. Dewey (1927) berpendapat bahwa peran interaksi tatap muka dalam pembentukan komunitas tidak bisa digantikan. Ia mengamati bahwa komunitas, Dalam pengertian yang paling mendalam dan kaya harus selalu menyangkut hubungan tatap muka, dan ia menemukan bahwa komunitas lokal adalah yang paling signifikan di antara komunitas-komunitas lain. Meski karya ini ditulis tatkala bentuk-bentuk komunikasi berperantara via media (mediated communications) baru mulai menampakkan pengaruhnya pada masyarakat Amerika, namun dapat dipahami bahwa saat ini mulai dibahas dengan lebih mendalam. Di tengah perkembangan teknologi dan komunikasi berperantara, Dewey (1927) membayangkan bahwa akibat yang mereka [teknologi dan komunikasi berperantara] timbulkan terhadap hubungan tatap muka sungguh besar dan terus-menerus, sehingga tidak berlebihan untuk menyebut adanya zaman baru hubungan manusia. Masyarakat Agung (Great Society) yang ditimbulkan oleh mesin uap dan listrik mungkin membentuk masyarakat, tetapi bukanlah membentuk komunitas. Terlihat bahwa Dewey (1927) menganggap bahwa kekuatan komunitas pada tingkat yang paling dasar terletak pada hubungan interpersonal. Ketika hubungan interpersonal dikaitkan dengan perspektif Luhman (dalam Ritzer-Goodman, 2007) tentang komunikasi dalam sistem, dapat dilihat bahwa pola jaringan sosial, yang dianalogikan 27

16 Komunitas Dibo-dibo (Studi tentang Aktivitas Sosio-Ekonomi Komunitas Dibo-dibo di Sahu Kabupaten Halmahera Barat) dengan autopoetic 13, memiliki kemampuan untuk membangun dirinya sendiri. Dalam kemampuannya untuk membentuk dirinya sendiri, Luhman (dalam Ritzer-Goodman, 2007) membedakan sistem sosial dari keberadaan individu, yang mana individu bukan menjadi bagian dari sistem sosial yang sifatnya tertutup. Individu akan menjadi bagian dengan masyarakat ketika mengambil bagian dari elemen dasar dari masyarakat itu sendiri, yakni komunikasi. Menjadi pribadi yang komunikatif merupakan ciri atau hakikat dasar sebagai individu, namun bukan menjadi bagian yang menyatu dengan masyarakat itu sendiri. Peran utama komunikasi dalam pandangan Luhman (dalam Ritzer-Goodman, 2007) adalan bahwa komunikasi merupakan hakikat utama dari reproduksi jaringan sosial. Mengingat unsur-unsur dalam komunikasi akan dilakukan secara terus-menerus atau dalam arti bahwa akan terjadi reproduksi secara terus-menerus di dalam jaringan itu sendiri. Di sinilah menurut Luhman (dalam Ritzer-Goodman, 2007) komunikasi sebagai elemen dasar jaringan sosial, akan mengalami pembentukan dirinya sendiri, menuju pola yang semakin kompleks, akan terjadi pada dirinya sendiri. Indikator dari pembentukan diri sendiri tersebut adalah pemaknaan terhadap batas-batas yang dibangunnya sendiri, yang dalam hal ini bukan batas-batas secara fisik, melainkan batas-batas berupa harapan, kesetiaan, yang secara terus- menerus dipelihara dalam sistem jaringan tersebut. Dengan asumsi seperti inilah, menurut Luhman (dalam Ritzer- Goodman, 2007) bahwa jaringan atau sistem sosial itu sifatnya tertutup. 13 Istilah ini merupakan istilah biologis yang mengacu pada dinamika pembuatan diri sendiri. Konsep ini dikembangkan oleh ahli biologi yang kemudian dipakai oleh Luhman dalam menterjemahkan teori sistemnya. Namun begitu konsep ini kemudian dipakai juga oleh Humberto Maturana dan Francisco Varella. Konsep ini lebih didekatkan dengan upaya pembuatan diri sendiri yang dilahirkan sebagai bagian dari adaptasi sel terhadap lingkungan sekitarnya. Kemudian, dalam perkembangannya, konsep ini dikaitkan dengan sistem kehidupan sebagai suatu jaringan sistem secara keseluruhan (Lihat Capra, 2009). 28

17 Perspektif tentang Komunitas Dalam kaitannya dengan autopeotic, menurut Maturana dan Varella (1996) bahwa konsep ini tidak tepat untuk dipakai dalam ranah sosial yang lebih luas, karena ketertutupan jaringan sosial tersebut tidak selamanya berlaku secara universal. Oleh karena itu, menurut Capra (2008), konsep autopoetic, yang mengacu pada jaringan komunikasi organisme yang hidup, maka sudah tentunya sistemnya merupakan sistem yang hidup. Sebagai sistem yang hidup, menurut Capra (1996), bahwa pola kehidupan sosial dibangun atas dasar bentuk, materi dan proses 14. Konektivitas dari ketiga perspektif di atas digambarkan dalam diagram segitiga yang pada dasarnya saling berhubungan. Bentuk pola organisasi hanya bisa dikenali bila berwujud materi dan dalam sistem hidup dan perwujudan ini merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Hubungan ketiga perspektif tersebut dapat dilihat pada diagram berikut : Bentuk Proses Materi Gambar 2.1 : Hubungan Organisasi Sosial 14 Ketiga istilah tersebut merupakan sintesis Capra yang mewakili perbedaan perspektif hakikat sistem kehidupan yang terangkum dalam perspektif pola, struktur dan proses. 29

18 Komunitas Dibo-dibo (Studi tentang Aktivitas Sosio-Ekonomi Komunitas Dibo-dibo di Sahu Kabupaten Halmahera Barat) Namun begitu, menurut Capra (2008) bahwa ketiga perspektif tersebut di atas belum menjawab persoalan-persoalan mendalam dalam kehidupan sosial sebagai suatu sistem yang hidup. Mengingat ada aturan perilaku, nilai, maksud, cita-cita, strategi, desain-desain, serta relasi kekuasaan, maka realitas sosial juga memiliki dimensi kesadaran individu akan dirinya sendiri dalam lingkaran kehidupan sosial. Dalam perspektif ini, Capra (2008) menolak pandangan Luhman, yang menegaskan bahwa individu bukan bagian yang menyatu dengan masyarakat. Independensi individu dalam lingkungan sosial ditolak oleh Capra (2008) dengan menegaskan bahwa individu, yang di dalamnya memiliki gagasan, cita-cita, ide, merupakan ciri mental dari fenomena sosial, yang kemudian bermuara pada dimensi hermenutik untuk menyatakan pandangan bahwa bahasa manusia melibatkan komunikasi makna sebagai sebagai pusatnya karena memiliki hakikat simbolis, dan bahwa tindakan-tindakan manusia mengalir dari makna yang lahir dari lingkungan sekitar. Dengan begitu, perspektif makna diletakkan pada upaya untuk memposisikan individu sebagai bagian yang tidak terpisahkan proses pemaknaan. Oleh karena itu, Gambar 2.1. di atas perlu untuk dikembangkan menjadi perspektif segitiga yang saling berhadapan, karena memiliki empat dimensi yang saling berhubungan. Adapun diagramnya dapat dilihat sebagai berikut : 30 Gambar 2.2. : Hubungan Organisasi Sosial dalam Empat Perspektif

19 Perspektif tentang Komunitas Pada Gambar 2.2., terlihat integrasi keempat perspektif dengan mengakui bahwa tiap perspektif memberikan sumbangan penting bagi pemahaman mengenai suatu fenomena sosial. Sebagai contoh bahwa kebudayaan diciptakan dan dipelihara melalui sebuah jaringan (bentuk) komunikasi (proses), dimana makna dihasilkan. Sedangkan perwujudan material dari kebudayaan (materi) adalah mencakup dari benda-benda dan teks-teks tertulis yang menjadi sarana pewarisan makna antar generasi. Dengan model di atas, dapat dilihat bahwa jaringan sosial sebagai sebuah sistem yang hidup akan ditandai dengan kesadaran individu terhadap cita-cita, motivasi, ide atau gagasan, bahasa yang merupakan produk dari sistem kognitif. Karena keterlibatan sistem kognitif semacam itu, maka jaringan sosial akan mengartikulasikan komunikasi sebagai bagian yang inheren, yang dipelihara secara terusmenerus. Dalam konteks ini, perspektif makna adalah ciri yang saling berkaitan untuk memahami realitas sosial. Websters Dictionary mendefinisikan makna (meaning) sebagai suatu gagasan yang disampaikan kepada pikiran yang memerlukan atau memperkenankan penafsiran, dan penafsiran (interpretation) sebagai memahami dengan suatu pengetahuan dari kepercayaan atau nilai yang dianut, atau keadaan individual itu sendiri. Batasan tersebut memposisikan individu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan sosialnya, karena ada proses pemaknaan dirinya sendiri dalam kaitannya dengan adaptasi terhadap lingkungan. Pemahaman semacam di atas akan menggiring individu untuk membangun rasa kepemilikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan sosialnya. Artinya bahwa rasa kepemilikan tersebut terlahir dari akumulasi tatap muka (atau dalam bahasa Dewey sebagai hubungan interpersonal) dalam sebuah jaringan sosial atau komunitas. Dari titik inilah, Capra (2008) menegaskan bahwa kepemilikan adalah ciri utama yang mendefinisikan komunitas. 31

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dijabarkan pada dua bab sebelumnya, dapat diidentifikasi bahwa komunitas karakter sosial dan juga karakter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Kasoos. Untuk itu, di bawah ini akan dijelaskan secara singkat tentang apa

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Kasoos. Untuk itu, di bawah ini akan dijelaskan secara singkat tentang apa BAB II TINJAUAN TEORITIS Tinjauan teoritis merupakan pendekatan teori yang akan digunakan untuk menjelaskan persoalan penelitian. Dalam bab II ini akan membahas pengertian mengenai komunikasi, interaksi

Lebih terperinci

Manusia sebagai Makhluk Sosial

Manusia sebagai Makhluk Sosial persoalan makna menjadi sangat penting ditafsirkan oleh seseorang yang mendapat informasi (pemberitaan) karena makna yang dikirim oleh komunikator (receiver) dan penerima informasi (audience) menjadi sangat

Lebih terperinci

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di BAB II : KAJIAN TEORITIK a. Solidaritas Sosial Durkheim dilahirkan di Perancis dan merupakan anak seorang laki-laki dari keluarga Yahudi. Dia mahir dalam ilmu hukum filsafat positif. Dia terakhir mengajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Modal Sosial Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan. Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku individu berkaitan erat dengan yang namanya peran dalam kehidupan bermasyarakat. Peran mengandung hal dan kewajiban yang harus dijalani oleh seorang

Lebih terperinci

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM Melihat kondisi solidaritas dan berdasarkan observasi, serta wawancara dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. samping terutama untuk tempat tinggal, juga untuk semacam itu yakni yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. samping terutama untuk tempat tinggal, juga untuk semacam itu yakni yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Masyarakat Desa Pertanian Desa merupakan suatu daerah yang dijadikan tempat tinggal masyarakat yang sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian bersumber dari alam. Di

Lebih terperinci

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Bentuk dan Fungsi Lembaga Sosial Pada dasarnya, fungsi lembaga sosial dalam masyarakat beraneka macam berdasarkan jenis-jenis lembaganya. Oleh karena itu, kita

Lebih terperinci

BAB IV KEBUTUHAN SOSIOLOGIS SEBAGAI PEMBENTUK MODAL SOSIAL. diidentifikasi bahwa karakter sosio-teologis mewarnai dasar dan proses Pembentukan

BAB IV KEBUTUHAN SOSIOLOGIS SEBAGAI PEMBENTUK MODAL SOSIAL. diidentifikasi bahwa karakter sosio-teologis mewarnai dasar dan proses Pembentukan BAB IV KEBUTUHAN SOSIOLOGIS SEBAGAI PEMBENTUK MODAL SOSIAL Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, dapat diidentifikasi bahwa karakter sosio-teologis mewarnai dasar dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kebudayaan Tradisional Masyarakat Desa Konsep kebudayaan tradisional mengacu pada gambaran tentang cara hidup (way of life) masyarakat desa yang belum dirasuki oleh penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya dilakukan bagi setiap manusia dalam masyarakat untuk terus berinteraksi. Sama

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya dilakukan bagi setiap manusia dalam masyarakat untuk terus berinteraksi. Sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kunci dalam hidup bermasyarakat ialah interaksi, karena memang sudah menjadi hal yang seharusnya dilakukan bagi setiap manusia dalam masyarakat untuk terus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Perubahan Sosial Perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai perubahan yang terjadi di dalam atau mencakup sistem sosial. Lebih tepatnya terdapat perbedaan antara keadaan sistem

Lebih terperinci

Sosiologi. Kelompok & Organisasi Sosial MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 07

Sosiologi. Kelompok & Organisasi Sosial MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 07 MODUL PERKULIAHAN Kelompok & Organisasi Sosial Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 07 MK61004 Nurwidiana, SKM MPH Abstract Mata kuliah ini merupakan pengantar bagi

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang :

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang : LANDASAN SOSIOLOGIS PENGERTIAN LANDASAN SOSIOLOGIS : Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari

Lebih terperinci

STUDI MASYARAKAT INDONESIA

STUDI MASYARAKAT INDONESIA STUDI MASYARAKAT INDONESIA 1. Prinsip Dasar Masyarakat Sistem Sistem kemasyarakatan terbentuk karena adanya saling hubungan di antara komponenkomponen yang terdapat di dalam masyarakat yang bersangkutan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Modal sosial Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman kita tentang masyarakat dan komunitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat

Lebih terperinci

Sosiologi Komunikasi. Ruang Lingkup & Konseptualisasi Sosiologi Komunikasi serta Struktur dan Proses Sosial

Sosiologi Komunikasi. Ruang Lingkup & Konseptualisasi Sosiologi Komunikasi serta Struktur dan Proses Sosial Sosiologi Komunikasi Ruang Lingkup & Konseptualisasi Sosiologi Komunikasi serta Struktur dan Proses Sosial Manusia Sebagai Makhluk Sosial Makhluk Spiritual Manusia Makhluk individual Makhluk Sosial Manusia

Lebih terperinci

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Melalui komunikasi individu akan merasakan kepuasan, kesenangan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena dibekali dengan akal dan pikiran dalam bertindak. Manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. karena dibekali dengan akal dan pikiran dalam bertindak. Manusia sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena dibekali dengan akal dan pikiran dalam bertindak. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kinerja Kinerja menurut Soetjipto (1997) merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perubahan Sosial Masyarakat tidak dapat dibayangkan dalam suatu keadaan yang tetap dan diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat akan selalu

Lebih terperinci

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL II. TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konflik Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin con yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi, konflik dalam

Lebih terperinci

KELOMPOK SOSIAL GUMGUM GUMILAR, S.SOS., M.SI

KELOMPOK SOSIAL GUMGUM GUMILAR, S.SOS., M.SI KELOMPOK SOSIAL GUMGUM GUMILAR, S.SOS., M.SI Definisi Kelompok Sosial 1. Menurut Soerjono Soekanto, kelompok adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama karena saling berhubungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial (social capital) yang mampu membuat individu individu yang ada didalam komunitas tersebut berbagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Definisi dan pengertian komunikasi juga banyak dijelaskan oleh beberapa ahli komunikasi. Komunikasi mengandung makna bersama sama (common). Istilah komunikasi berasal

Lebih terperinci

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi SOSIOLOGI EKONOMI Persoalan Ekonomi dan Sosiologi Economics and sociology; Redefining their boundaries: Conversations with economists and sociology (Swedberg:1994) Tiga pembagian kerja ekonomi dengan sosiologi:

Lebih terperinci

Eko Nugroho, S.Pt, M.Sc Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya KELOMPOK DAN ORGANISASI SOSIAL

Eko Nugroho, S.Pt, M.Sc Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya KELOMPOK DAN ORGANISASI SOSIAL Eko Nugroho, S.Pt, M.Sc Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya KELOMPOK DAN ORGANISASI SOSIAL Kelompok sosial Himpunan/kesatuan manusia yg hidup bersama dan saling berhubungan untuk mencapai suatu tujuan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan

Lebih terperinci

Kelopok Sosial. Fitri dwi lestari

Kelopok Sosial. Fitri dwi lestari Kelopok Sosial Fitri dwi lestari 2 HASRAT MANUSIA SEJAK LAHIR 1. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya 2. Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam di sekelilingnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG Manusia memiliki dua sisi dalam kehidupannya, yaitu sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Strategi Strategi adalah perencanaan induk yang komprehensif, yang menjelaskan bagaimana mencapai semua tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan misi yang telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial Modal sosial adalah hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shared

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Jaringan Sosial Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Hubunganhubungan

Lebih terperinci

MATERI KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM MATCH DAY 25 ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KENYATAAN (BAGIAN 1)

MATERI KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM MATCH DAY 25 ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KENYATAAN (BAGIAN 1) MATERI KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM MATCH DAY 25 ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KENYATAAN (BAGIAN 1) A. SOSIOLOGI HUKUM 1. Pemahaman Dasar Sosiologi Hukum Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak dahulu kala, hanya saja pada jaman sekarang perubahan-perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. sejak dahulu kala, hanya saja pada jaman sekarang perubahan-perubahan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan-perubahan yang terjadi di dunia ini memang telah berlangsung sejak dahulu kala, hanya saja pada jaman sekarang perubahan-perubahan tersebut telah

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

SOSIOLOGI KOMUNIKASI MODUL PERKULIAHAN SOSIOLOGI KOMUNIKASI Ruang Lingkup Sosiologi komunikasi Fakultas Komunikasi Program Studi Hubungan Masyaraakt TatapMuka Kode MK DisusunOleh 01 85005 Frenia Triasiholan A.D.S.Nababan,

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS A. Teori Fungsionalisme Struktural Untuk menjelaskan fenomena yang diangkat oleh peneliti yaitu Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sebuah kelompok yang dibentuk oleh kepentingan bersama. Durkheim membagi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sebuah kelompok yang dibentuk oleh kepentingan bersama. Durkheim membagi BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Solidaritas Sosial Pengertian solidaritas sosial berasal dari dua pemaknaan kata yaitu solidaritas dan sosial. Solidaritas sosial merupakan perasaan atau ungkapan dalam sebuah

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI

PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI MODUL PERKULIAHAN PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI Pokok Bahasan 1. Alternatif Pandangan Organisasi 2. Perkembangan Teori Dalam Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Ilmu Komunikasi Public

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,

Lebih terperinci

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si. Modul ke: Fakultas FIKOM Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si. Program Studi Periklanan dan Komunikasi Pemasaran. www.mercubuana.ac.id Materi Pembelajaran Pengertian Sosiologi Komunikasi Ruang lingkup Sosiologi

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM. ataupun kelompok sosial karena pada dasarnya setiap masyarakat membutuhkan

BAB II TEORI SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM. ataupun kelompok sosial karena pada dasarnya setiap masyarakat membutuhkan 27 BAB II TEORI SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM A. Teori Solidaritas Emile Durkheim. Solidaritas adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh sebuah masyarakat ataupun kelompok sosial karena pada dasarnya setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial. Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial. Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat yang tercakup atas aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena komunikasi merupakan alat manusia untuk saling berinteraksi satu sama lain. Manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Judi Perjudian adalah permainan di mana pemain bertaruh untuk memilih satu pilihan di antara beberapa pilihan dimana hanya satu pilihan saja yang benar dan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem sosial budaya harus tetap berkepribadian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. sistem sosial budaya harus tetap berkepribadian Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Republik Indonesia adalah negara yang berazazkan Pancasila dengan beragam kebudayaan yang ada. Dengan sistem sosial kebudayan Indonesia sebagai totalitas

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

SOSIOLOGI KOMUNIKASI SOSIOLOGI KOMUNIKASI Modul ke: Teori Teori Sosiologi Komunikasi Fakultas ILMU KOMUNIKASI Yuliawati, S.Sos, M.IKom Program Studi HUBUNGAN MASYARAKAT http://www.mercubuana.ac.id SOSIOLOGI = SOCIOLOGY= Socius

Lebih terperinci

dari modernitas ke postmodernitas secara historis.

dari modernitas ke postmodernitas secara historis. BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Terdapat dua kesimpulan umum yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini. Pertama, media massa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan sikap

Lebih terperinci

Sosiologi Pendidikan Sosiologi Politik Sosiologi Hukum Sosiologi Agama Sosiologi Komunikasi

Sosiologi Pendidikan Sosiologi Politik Sosiologi Hukum Sosiologi Agama Sosiologi Komunikasi Sosiologi Pendidikan Sosiologi Politik Sosiologi Hukum Sosiologi Agama Sosiologi Komunikasi Sosiologi Kesehatan Sosiologi Industri Sosiologi Desain Sosiologi Budaya Sosiologi Ekonomi 1 Kajian Sosiologi

Lebih terperinci

KELOMPOK SOSIAL OLEH : LIA AULIA FACHRIAL, M. SI

KELOMPOK SOSIAL OLEH : LIA AULIA FACHRIAL, M. SI KELOMPOK SOSIAL OLEH : LIA AULIA FACHRIAL, M. SI Pendahuluan Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, memiliki naluri untuk hidup dengan orang lain. Naluri manusia untuk sellau hidup dengan orang lain

Lebih terperinci

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional.

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional. Definisi Global Profesi Pekerjaan Sosial Pekerjaan sosial adalah sebuah profesi yang berdasar pada praktik dan disiplin akademik yang memfasilitasi perubahan dan pembangunan sosial, kohesi sosial dan pemberdayaan

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Masyarakat & Budaya

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Masyarakat & Budaya MODUL PERKULIAHAN Masyarakat & Budaya FAKULTAS Bidang Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh ILMU KOMUNIKASI Public relations/ MK 42005 Yuni Tresnawati,S.Sos., M.Ikom. Humas 5 Abstract Dalam pokok bahasan

Lebih terperinci

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk monodualis, di satu sisi ia berperan sebagai individu yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri (internal individu), namun di sisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. 2005: 502). Jadi kondisi sosial adalah suatu keadaan yang berkaitan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. 2005: 502). Jadi kondisi sosial adalah suatu keadaan yang berkaitan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kondisi Sosial Menurut kamus Bahasa Indonesia kondisi diartikan sebagai suatu keadaan atau situasi. Sedangkan kondisi sosial buruh diartikan sebagai keadaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk BAB II LANDASAN TEORI A. Proses Pengambilan Keputusan Membeli Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk melakukan pemilihan produk atau jasa. Evaluasi dan pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk biologis merupakan individu yang mempunyai potensi-potensi diri yang

BAB I PENDAHULUAN. mahluk biologis merupakan individu yang mempunyai potensi-potensi diri yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang memiliki akal pikiran yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain. Namun demikian sebagai mahluk biologis merupakan individu yang

Lebih terperinci

PANDANGAN HIDUP SISTEM

PANDANGAN HIDUP SISTEM PANDANGAN HIDUP SISTEM SEPERTI APA REALITAS YANG EKOLOGIS? Oleh : Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si (Kaprogdi Akuntansi FE UPN Veteran Jatim) Pemahaman Hidup Sistem Visi atau pandangan hidup akan realitas

Lebih terperinci

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah Tinjauan Buku STUDYING CHRISTIAN SPIRITUALITY Jusuf Nikolas Anamofa janamofa@yahoo.com Judul Buku : Studying Christian Spirituality Penulis : David B. Perrin Tahun Terbit : 2007 Penerbit : Routledge -

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam hubungannya dengan proses sosial, komunikasi menjadi sebuah cara dalam melakukan perubahan sosial (social change). Komunikasi berperan menjembatani perbedaan

Lebih terperinci

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang Bab Dua Kajian Pustaka Pengantar Pada bab ini akan dibicarakan beberapa konsep teoritis yang berhubungan dengan persoalan penelitian tentang fenomena kegiatan ekonomi pedagang mama-mama asli Papua pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Komunikasi merupakan aktivitas makhluk sosial. Menurut Carl I. Hovland (dalam Effendy, 2006: 10) komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain. Dalam praktik

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL DI MASYARAKAT

PRINSIP DASAR MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL DI MASYARAKAT INTERAKSI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL PRINSIP DASAR MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL DI MASYARAKAT 1. Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial 2. Manusia berada di dalam sistem

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Data.

BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Data. 219 BAB VI PENUTUP Dari hasil analisa terhadap ulos dalam konsep nilai inti berdasarkan konteks sosio-historis dan perkawinan adat Batak bagi orang Batak Toba di Jakarta. Juga analisa terhadap ulos dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NEQUALITY DAN MUNCULNYA PERILAKU ANOMI Beberapa konsep yang digunakan pada kajian ini ialah, komunitas, inequality, konflik, dan pola perilaku. Komunitas yang dimaksud disini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini merupakan sifat dasar masyarakat. Perubahan masyarakat tiada hentinya, jika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini merupakan sifat dasar masyarakat. Perubahan masyarakat tiada hentinya, jika BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tahap Pengembangan Masyarakat Masyarakat senantiasa akan mengalami perubahan dikarenakan masyarakat adalah mahluk yang tidak statis melainkan selalu berubah secara dinamis.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 16 II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Definisi pembangunan masyarakat yang telah diterima secara luas adalah definisi yang telah ditetapkan oleh Peserikatan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Gambaran Model Konseptual Keperawatan Menurut Imogene M. King

PEMBAHASAN Gambaran Model Konseptual Keperawatan Menurut Imogene M. King PEMBAHASAN Gambaran Model Konseptual Keperawatan Menurut Imogene M. King Imogene M. King mengawali teori ini melalui studi literatur dalam keperawatan, ilmu-ilmu perilaku terapan, diskusi dengan beberapa

Lebih terperinci

GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7

GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7 GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7 Agus sudarsono 1 VII. KEBUDAYAAN 2 A. BUDAYA DAN KEBUDAYAAN Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 6 POKOK BAHASAN

PERTEMUAN KE 6 POKOK BAHASAN PERTEMUAN KE 6 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan pengertian nilai dengan nilai social. 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Sistem Sosial

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Sistem Sosial MODUL PERKULIAHAN Sistem Sosial FAKULTAS Bidang Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh ILMU KOMUNIKASI Public relations/ Yuni Tresnawati,S.Sos., M.Ikom. Humas 2 Abstract Dalam pokok bahasan ini adalah memperkenalkan

Lebih terperinci

ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI

ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI MODUL PERKULIAHAN ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI FILSAFAT, ETIKA, DAN KOMUNIKASI Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh FIKOM Broadcasting Sofia Aunul Abstract Dalam istilah filsafat, etika

Lebih terperinci

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D a.wardana@uny.ac.id Teori Sosiologi Kontemporer Fungsionalisme Versus Konflik Teori Konflik Analitis (Non-Marxist) Perbedaan Teori Konflik Marxist dan Non- Marxist Warisan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Faktor yang mempengaruhi keberhasilan inisiasi pelembagaan partisipasi perempuan dalam perencanaan dan penganggaran daerah adalah pertama munculnya kesadaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dengan yang lain dan berlangsung dalam situasi yang dialami. Dinamika berarti tingkah laku warga yang satu secara langsung

BAB II KAJIAN TEORI. dengan yang lain dan berlangsung dalam situasi yang dialami. Dinamika berarti tingkah laku warga yang satu secara langsung BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Dinamika Kelompok Dinamika kelompok adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu yang memiliki hubungan psikologis secara jelas antara anggota satu

Lebih terperinci

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA TUJUAN PERKULIAHAN Mahasiswa memahami manusia sebagai makhluk budaya Mahasiswa mampu mengapresiasi kebudayaan Mahasiswa memahami problematika kebudayaan MANUSIA MANUSIA Apa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Struktural Fungsional Suatu fungsi adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Dengan menggunakan defenisi ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997)

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997) BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijabarkan teori-teori yang menjadi kerangka berfikir dalam melaksanakan penelitian ini. Beberapa teori yang dipakai adalah teori yang berkaitan dengan komitmen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu

BAB I PENDAHULUAN. adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dapat memberikan perubahan, perbaikan, dan kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. serba terbatas, dengan konsep pemisahan ruang antara napi laki-laki dengan napi

BAB V KESIMPULAN. serba terbatas, dengan konsep pemisahan ruang antara napi laki-laki dengan napi 128 BAB V KESIMPULAN Seksualitas merupakan bagian penting yang diperlukan dalam pemenuhan kebutuhan biologis seorang napi. Berada dalam situasi dan kondisi penjara yang serba terbatas, dengan konsep pemisahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dengan demikian, istilah ilmu jiwa merupakan terjemahan harfiah dari

BAB II LANDASAN TEORI. Dengan demikian, istilah ilmu jiwa merupakan terjemahan harfiah dari BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Psikologi Sosial Kata psikologi mengandung kata psyche yang dalam bahasa Yunani berarti jiwa dan kata logos yang dapat diterjemahkan dengan kata ilmu. Dengan demikian, istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai. Budaya dan nilai-nilai yang dipandang baik dan dijunjung tinggi oleh

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai. Budaya dan nilai-nilai yang dipandang baik dan dijunjung tinggi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada hakikatnya merupakan upaya transformasi budaya dan nilai-nilai. Budaya dan nilai-nilai yang dipandang baik dan dijunjung tinggi oleh generasi terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat unik dengan berbagai keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Secara tradisional hubungan masyarakat dan hutan meliputi multi aspek yaitu sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan masyrakat sekitar hutan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, letak Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. Indonesia yang terkenal dengan banyak pulau

Lebih terperinci

REALITAS SOSIAL TINGKAT MIKRO

REALITAS SOSIAL TINGKAT MIKRO REALITAS SOSIAL TINGKAT MIKRO Pertemuan adalah episode interaksi tatap muka. Hampir semua pertemuan dibatasi oleh struktur tingkat meso dan budaya terkait dari unit gabungan dan kategorik dan, dengan perluasan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep diri Konsep diri adalah gambaran tentang diri individu itu sendiri, yang terjadi dari pengetahuan tentang diri individu itu sendiri, yang terdiri dari pengetahuan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial manusia tidak lepas dari bantuan orang lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial manusia tidak lepas dari bantuan orang lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial manusia tidak lepas dari bantuan orang lain dalam kehidupannya. Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupannya tidak lepas dari hubungan

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. Dari kajian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut; Pertama, Realitas

BAB VII PENUTUP. Dari kajian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut; Pertama, Realitas BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Dari kajian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut; Pertama, Realitas keberagamaan warga Nelayan Bugis Pagatan yang terkonstruk dalam ritual Massorongritasi sebagai puncaknya

Lebih terperinci

BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN

BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN Fakta-fakta dan analisis di dalam disertasi ini melahirkan satu kesimpulan umum yaitu bahwa keberadaan Jemaat Eli Salom Kele i adalah sebuah hasil konstruksi sosial dan

Lebih terperinci

Hakikat Sosialisasi Politik

Hakikat Sosialisasi Politik Perilaku dan Sikap Politik SOSIALISASI POLITIK 1. Alexis S. Tan dalam Mass Communication; Theories and Research, mengatakan sosialisasi politik merupakan proses perubahan perilaku yang berhubungan erat

Lebih terperinci

1 & 2. Modul Perkuliahan I dan II Sosiologi Komunikasi. Ruang Lingkup Sosiologi Komunikasi. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm.

1 & 2. Modul Perkuliahan I dan II Sosiologi Komunikasi. Ruang Lingkup Sosiologi Komunikasi. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm. Modul ke: 1 & 2 Modul Perkuliahan I dan II Sosiologi Komunikasi Ruang Lingkup Sosiologi Komunikasi Fakultas ILMU KOMUNIKASI Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm Program Studi Broadcasting Judul Sub Bahasan

Lebih terperinci