III. STUDI MORFOLOGI DAN FISIOLOGI PERTUMBUHAN BUNGA DAN BUAH PEPAYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. STUDI MORFOLOGI DAN FISIOLOGI PERTUMBUHAN BUNGA DAN BUAH PEPAYA"

Transkripsi

1 26 III. STUDI MORFOLOGI DAN FISIOLOGI PERTUMBUHAN BUNGA DAN BUAH PEPAYA Abstrak Tanaman betina menghasilkan bunga betina dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit serta ekspresi seks bunga tanaman pepaya baru diketahui setelah tanaman berbunga. Letak benang sari yang berdekatan dan di atas stigma bunga terdapat pada bunga pepaya kategori buah kecil, sedangkan letak benang sari lebih jauh dan di bawah stigma bunga terdapat pada kategori buah sedang dan buah besar. Bunga hermafrodit genotipe IPB 1 menunjukkan ketidak teraturan jumlah lekukan pada tangkai kepala putik, berbeda dengan lekukan pada tangkai kepala putik bunga betina IPB 1 yang konsisten berjumlah lima lekukan. Hubungan viabilitas yang dicerminkan oleh daya berkecambah serbuk sari dan kecepatan pertumbuhan tabung sari dapat dijadikan penduga keberhasilan proses pembuahan pada pepaya. Tabung sari dalam empat jam perkecambahan untuk pepaya kategori buah kecil (IPB 1, IPB 3 dan IPB 4) tumbuh paling panjang, sementara jarak antara stigma dengan bakal buah pendek. Pengurangan benang sari pada buah pepaya kategori kecil (IPB 3) mengakibatkan pengurangan karakter kimia buah tetapi tidak pada karakter fisik buah. Pengurangan cuping stigma bunga hermafrodit yang disertai dengan penyungkupan pada pepaya kategori buah kecil menyebabkan pengurangan dalam bobot buah, tebal buah dan jumlah biji. Pada pepaya kategori buah besar (IPB 2) pengurangan benang sari, cuping stigma dan penyungkupan menyebabkan penurunan mutu pada karakter fisik buah tetapi tidak mengurangi mutu kimia buah. Pengurangan cuping stigma bunga betina genotipe IPB 3 mempengaruhi jumlah biji dan bobot biji yang terbentuk. Penghalangan penyerbukan dengan menyungkup bunga betina menghasilkan buah pepaya betina yang tidak berbiji. Mutu karakter fisik dan kimia buah hermafrodit genotipe IPB 3 tidak dipengaruhi oleh genotipe sumber serbuk sari sehingga tidak ada efek metaxenia pada buah pepaya hermafrodit IPB 3. Kata kunci: hermafrodit, betina, penyerbukan, serbuk sari, tabung sari, mutu buah, pepaya.

2 27 Abstract Female plant produce pistillate flowers and hermaprodite plants produce hermaphrodite flowers and sex expression of flowers became known after the flowering plants. Hermaphrodite flower development until the fruitset is formed will occur much longer than pistillate flower. Location of the stamen to the stigma of papaya small fruit and large fruit categories were different. Hermaprodhite flower of IPB 1 genotype has irregular and unstable shape of style lobe, in the other hand pistillate flower has five lobes. The purpose of the pollen germination research was to examine the fertilization process in terms of papaya pollen germination process and growth rate of pollen tubes. Average length of pollen tube within four hours of germination for small papaya fruit category (IPB 1, IPB 3, and IPB 4) was high while the distance between stigma and ovary was short so that the expected of fertilization process occurs sooner. Reduction of stamens in hermaphrodite flower of papaya IPB 3 genotype (small fruit category) resulted in reduction of the chemical characteristics but not the physical characteristics of the fruit. Bagging and reduction of stigma lobes of hermaphrodite flowers IPB 3 causes a reduction in fruit weight, fruit flesh thickness and seed number. In the large category of papaya (IPB 2) reduction of stamens, stigma lobes and bagging in hermaphrodite papaya flower IPB 2 causes a decrease in physical characteristics of the fruit but does not reduce the chemical characteristics of the fruit. Reduction of stigma lobes of female flowers IPB 3 affects the number of seeds and seed weight. Bagging the female flower produce seedless fruit. There is no metaxenia effect or no effect of genotype on pollen sources on physical and chemical characteristics of hermaphrodite IPB 3. Keywords: Carica papaya, hermaphrodite, pistillate, pollination, fruit set, pollen, pollen tube, fruit quality

3 28 Pendahuluan Tanaman pepaya mempunyai tiga tipe bunga yaitu: bunga betina, bunga jantan dan bunga hermafrodit. Bunga pepaya terbentuk pada ketiak daun yang umumnya berada dalam rangkaian inflorescence menggarpu. Tanaman pepaya tergolong tanaman menyerbuk silang, namun ada beberapa yang menyerbuk sendiri. Paterson et al. (2007) mengemukakan bahwa pada tanaman pepaya hermafrodit kemungkinan sangat besar terjadi penyerbukan silang. Keberhasilan penyerbukan pada jaringan permukaan stigma dan pembuahan inti sel sperma dengan sel telur akan menghasilkan mutu buah yang baik. Perkembangan buah terdiri dari tiga fase yaitu: 1. perkembangan bakal buah, fertilisasi dan pembentukan buah, 2. pembelahan sel, pembentukan biji dan perkembangan awal embrio, 3. pembesaran sel dan pematangan embrio. Fase awal pembentukan buah adalah perkembangan bakal buah dan fertilisasi, sehingga bagian tanaman yang terlibat dalam fertilisasi yaitu bakal buah dan serbuk sari, sangat menentukan keberhasilan pembentukan buah (Gillaspy et al., 1993). Faktor-faktor biologi bunga secara keseluruhan yang mempengaruhi keberhasilan pembentukan buah ialah: bentuk bunga, letak benang sari terhadap stigma, jumlah serbuk sari, kematangan serbuk sari, reseptivitas stigma, reseptivitas ovul dan kesempurnaan ovul. Keberhasilan pembentukan buah juga sangat dipengaruhi oleh viabilitas serbuk sari yaitu daya tumbuh kecambah atau kecepatan tumbuh tabung sari. Semakin tinggi daya tumbuh kecambah atau kecepatan tumbuh tabung sari maka proses pembuahan dalam bakal buah akan semakin cepat terjadi. Menurut Bolat dan Pirlak (1999) pengetahuan tentang viabilitas serbuk sari memungkinkan dapat dimanfaatkan oleh petani buah untuk memperkirakan produksi buah. Viabilitas serbuk sari dapat diketahui dengan berbagai macam metode pengujian. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui viabilitas serbuk sari yaitu dengan melakukan perkecambahan serbuk sari secara in vitro (Galletta, 1983). Media perkecambahan serbuk sari secara in vitro yang digunakan untuk beragam spesies pertama kali diformulasikan oleh Brewbaker dan Kwack pada tahun 1963 dengan komposisi 10% sukrosa, 100 ppm H 3 BO 4, 300 ppm Ca(NO 3 ) 2 4H 2 O, 200 ppm MgSO 4 7H 2 O, dan 100 ppm KNO 3. Penelitian viabilitas

4 29 serbuk sari pepaya untuk mengetahui daya simpan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya telah dimulai oleh: Allan (1963), kemudian oleh Cohen et al. (1989) untuk pepaya di Israel dan Perveen et al. (2007) untuk pepaya di Pakistan. Menurut Magdalita et al. (1998) viabilitas serbuk sari pepaya beragam tergantung varietas dan iklim lingkungan tanaman tumbuh. Serbuk sari merupakan materi genetik jantan yang berpotensi sebagai sumber gen untuk perbaikan kualitas tanaman (Malik, 1979). Para peneliti buah sejak lama meyakini bahwa sifat dari tetua jantan yang terbawa dalam serbuk sari akan mempengaruhi kualitas buah yang terbentuk yang dikenal dengan fenomena metaxenia. Pada umumnya fenomena metaxenia dapat mempengaruhi kualitas buah seperti ukuran dan waktu pematangan buah, sehingga kemungkinan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas buah (Sedgley dan Griffin, 1989). Pengendalian penyerbukan dapat dilakukan dengan melakukan modifikasi baik pada organ jantan (benang sari, serbuk sari), organ betina (stigma, ovari) maupun pada keduanya. Pada tanaman durian sudah lama dikembangkan cara untuk meningkatkan produksi dan mutu buah dengan cara melakukan penyerbukan menggunakan serbuk sari dari klon yang berbeda. Hasil penelitian George et al. (1992) pada tanaman durian klon D24 yang diserbuki dengan serbuk sari dari klon lain ternyata dapat meningkatkan produksi dan ketebalan daging buahnya. Widodo (2000) mengemukakan bahwa pada buah anggur yang mengalami pengguguran biji menghasilkan ukuran buah kecil, tetapi dengan pemberian zat pengatur tumbuh tertentu akan memperbesar ukuran buahnya. Menurut Honsho et al. (2004) penyerbukan silang pada tanaman durian menghasilkan fruit set lebih tinggi dan mutu buah lebih baik daripada buah yang dihasilkan dari penyerbukan sendiri. Hasil penelitian Ansari dan Davarynejad (2008) pada penyerbukan bunga sour cherry dengan serbuk sari lain ternyata menghasilkan pertambahan ukuran buah tetapi tidak mempengaruhi sifat kualitatif buahnya. Bentuk buah pepaya pada pohon betina biasanya tidak akan berubah akibat faktor umur, musim atau status nutrisi; karena perubahan bentuk buah dipengaruhi secara kuat oleh stamen yang tidak pernah terbentuk pada bunga betina (Fitch, 2005). Pada buah salak yang bertipe dioecious, perlakuan modifikasi pada bunga betina menghasilkan perkembangan panjang dan diameter buah berbeda. Pada

5 30 perlakuan pengurangan jumlah cuping stigma bunga salak menunjukkan bobot buah yang terbentuk dari bunga yang mempunyai tiga stigma lebih berat dibandingkan dengan buah yang terbentuk dari bunga yang mempunyai dua atau satu stigma yang terserbuki (Ashari, 2002). Dari hasil penelitian dan pendapat diatas tersirat bahwa fertilisasi yang menghasilkan buah sangat tergantung dari kompatibilas morfologi antara bunga betina (stigma, ovari) dengan bunga jantan (benang sari, serbuk sari). Herrero et al., (1988) mengemukaan bahwa mekanisme yang terjadi setelah penyerbukan antara serbuk sari dengan stigma, lalu perkecambahan serbuk sari, sampai serbuk sari menembus tangkai kepala putik dan bakal buah pada pohon buah-buahan belum banyak diketahui. Tetapi diyakini banyak proses terjadi yang melibatkan interaksi antara bagian-bagian bunga jantan dan betina di dalam bakal buah. Pada tanaman pepaya sampai saat ini pengetahuan tentang penyerbukan bunganya belum banyak diketahui, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruhnya terhadap mutu buah pepaya. Mutu pepaya yang diinginkan oleh konsumen dilihat dari segi buahnya biasanya mempunyai ideotipe buah yang mempunyai bentuk sempurna, bobot kg/buah, warna kulit kuning kemerahan pada saat masak, warna daging buah jingga kemerahan, daging buah tebal, edible portion tinggi, rongga buah kecil, dan rasa daging buah manis. Penelitian morfologi dan fisiologi pertumbuhan bunga pepaya dilakukan dalam dua percobaan yang berbeda dan secara umum bertujuan untuk: mengetahui morfologi tunas bunga dan bunga pepaya dengan pengamatan mikroskop biasa dan mikroskop elektron payaran (Scanning Electron Microscope- SEM); mengkaji viabilitas serbuk sari pepaya genotipe: IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 4, IPB 5, IPB 7, IPB 8, IPB 9 dan IPB 10. Penelitian tentang pengaruh penyerbukan bunga pepaya bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyerbukan terhadap perkembangan buah pepaya genotipe IPB 3 yang berkategori buah kecil dan pada pepaya genotipe IPB 2 yang termasuk dalam kategori buah besar.

6 31 Bahan dan Metode Bahan dan metode pada studi morfologi dan fisiologi pertumbuhan bunga dan buah pepaya terdiri dari tiga percobaan, yaitu: 1. Morfologi bunga pepaya, 2. Viabilitas dan pertumbuhan tabung sari pepaya IPB dan 3. Studi penyerbukan bunga dan perkembangan buah pepaya. III.1. Morfologi Bunga Pepaya Waktu dan Tempat Percobaan dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2007 di Laboratorium Anatomi FMIPA Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Cibinong. Bahan uji ialah tunas bunga dan bunga dari populasi tanaman pepaya genotipe IPB 1 hermafrodit, betina dan jantan yang terdapat di Teaching Farm Kebun Buah, Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT), Unit Lapangan Tajur, University Farm, IPB. Bogor. Bahan dan Alat Bahan kimia untuk pengamatan anatomi dengan mikroskop biasa ialah bahan kimia standar untuk sediaan mikroskopis organisme dan jaringan tanaman (asam asetat, asam sulfat, glycerin, parafin, xylol, alkohol 95, 70 dan 50 %, aquadest, pewarna safranin dan fast green). Bahan kimia untuk pengamatan morfologi dengan SEM ialah: Na(CH 3 ) 2 As 2 )O 3. Alat di lapangan yang digunakan ialah meteran, jangka sorong dan kamera digital. Alat yang digunakan di laboratorium ialah peralatan pengamatan anatomi lengkap (pinset, pipet, pisau silet, gelas obyek, gelas obyek cekung, gelas penutup, mikrotom), mikroskop cahaya, mikroskop payaran elektron serta kamera digital. Metode Pelaksanaan Tunas bunga dan bunga pepaya betina, hermafrodit dan jantan diamati perbedaan bentuk dan ukurannya. Studi anatomi dan morfologi tunas bunga dan bunga dilakukan dengan menggunakan metode standar yang dipakai Laboratorium Anatomi FMIPA IPB, Laboratorium Zoologi LIPI, dan metode yang digunakan Ronse Decraene dan Smets (1999). Metode pelaksanaan untuk

7 32 struktur anatomi bunga dilakukan sediaan preparat langsung di bawah mikroskop dan kamera digital. Metode pelaksanaan yang dilakukan untuk membuat sediaan preparat mikroskopis jaringan tanaman meliputi: fiksasi, dehidrasi, dealkoholisasi, infiltrasi, penanaman (embedding), pengirisan dan penyayatan, perekatan, pewarnaan (staining) dan penutupan. Fiksasi dilakukan dengan menggunakan FAA (formaldehyde acetic acid alcohol) dan dehidrasi bertingkat dengan alkohol seri. Proses penanaman material ke dalam cetakan yang berisi parafin cair dilakukan dengan cermat sehingga memudahkan untuk mendapatkan irisan yang sempurna pada saat penyayatan dengan mikrotom. Pengamatan di bawah mikroskop dilakukan setelah sediaan preparat mengalami pewarnaan dengan safranin dan fast green serta pengeringan di oven pada suhu 40 C. Metode yang dilakukan untuk membuat sediaan preparat mikroskopis memakai scanning electron microscope (SEM) ialah: fiksasi, dealkoholisasi, infiltrasi, pengeringbekuan dengan freeze dry system, penyepuhan dengan logam emas dan pengamatan menggunakan SEM merk JEOL tipe 5310 LV. Pengamatan sediaan mikroskopi dilakukan dengan Mikroskop SEM di Laboratorium Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Cibinong Proses pembuataan sampel dan persiapan pengamatan SEM mengacu pada metode yang dibakukan oleh Laboratorium Bidang Zoologi, LIPI. Sampel untuk pengamatan SEM berupa irisan tunas bunga berbentuk kubus berukuran 0.5 cm x 0.5 cm x 0.5 cm dicuci didalam bufer (Na(CH 3 ) 2 As 2 )O M selama lebih kurang 24 jam pada suhu 4 o C, kemudian sampel spesimen dicuci ulang dengan larutan bufer (Na(CH 3 ) 2 As 2 )O M pada alat getar ultra sound sebanyak tiga kali dengan masing-masing tahap berlangsung selama 15 menit pada suhu kamar. Selanjutnya sampel difiksasi dengan larutan glutaraldehid 2% (9 ml larutan bufer (Na(CH 3 ) 2 As 2 )O M + 1 ml glutaraldehid dari larutan stok glutaraldehid 20%) selama 2 jam pada suhu 4 o C, kemudian sampel direndam di dalam larutan tannic acid 2% (2 g tannic acid dalam buffer (Na(CH 3 ) 2 As 2 )O M sehingga volume larutan menjadi 100 ml) yang bersifat sebagai conductive staining, supaya membentuk lapisan yang konduktif pada suhu 4 o C selama kurang lebih dua hari (45 jam). Pada tahap selanjutnya sampel dicuci dengan buffer (Na(CH 3 ) 2 As 2 )O 3

8 M sebanyak empat kali dengan masing-masing tahap berlangsung selama 15 menit pada suhu 4 o C. Kemudian sampel dicuci dengan akuades pada suhu 4 o C selama 15 menit dan diulang sebanyak dua kali. Proses dehidrasi dilakukan dengan seri etanol bertingkat, yaitu sampel direndam di dalam etanol 50% sebanyak empat kali dengan masing-masing tahap berlangsung selama 5 menit pada suhu 4 o C, selanjutnya proses perendaman sampel berturut-turut dalam larutan etanol 75%, larutan etanol 88% masing-masing selama 20 menit pada suhu 4 o C. Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam larutan etanol 95% selama 20 menit pada suhu kamar. Tahap terakhir adalah perendaman sampel di dalam larutan etanol absolut sebanyak dua kali dengan masing-masing tahap berlangsung selama 10 menit pada suhu kamar. Sampel yang telah didehidrasi kemudian dimasukkan ke dalam larutan tertier butil alkohol (TBA) selama 10 menit sebanyak dua kali pada suhu kamar. Kemudian sampel dibiarkan didalam larutan TBA selama tiga hari pada suhu 4 o C sebelum dikeringbekukan ke dalam larutan butanol selama 5 jam pada freeze drier pada suhu -47 o C dengan tekanan vakum 140 x 10-3 M Bar. Tahap selanjutnya sampel direkatkan pada specimen holder menggunakan perekat selotape dua sisi, kemudian permukaannya disepuh dengan logam emas pada alat vacuum evaporation device yang berlangsung lebih kurang 4 menit sehingga didapatkan ketipisan logam sebesar 300 A. Spesimen yang telah dilapisi dengan logam emas ini siap untuk diamati dengan SEM. Pengamatan tunas bunga pepaya secara transversal dan tangensial (dengan memutar posisi sampel sebesar 90 0 ) dilakukan pada 20 kilo-volt. III.2. Viabilitas dan Pertumbuhan Tabung Sari Pepaya IPB Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2008, di Laboratorium Kultur Jaringan dan Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Bahan dan Alat Serbuk sari pepaya diperoleh dari bunga tanaman pepaya genotipe IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 4, IPB 5, IPB 7, IPB 8, IPB 9 dan IPB 10 yang ditanam di

9 34 Teaching Farm Kebun Buah, Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT), Unit Lapangan Tajur, University Farm, IPB. Bogor. Tanaman pepaya dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan ukuran buah yaitu: pepaya kategori buah kecil (genotipe IPB 1, IPB 3 dan IPB 4), pepaya kategori buah sedang (genotipe IPB 5, IPB 9 dan IPB 10), dan kategori buah besar (genotipe IPB 2, IPB 7 dan IPB 8). Komposisi media perkecambahan yang digunakan yaitu: 100 ppm H 3 BO 4, 300 ppm Ca(NO 3 ) 2 4H 2 O, 200 ppm MgSO 4 7H 2 O, 100 ppm KNO 3, 5% sukrosa dan aquades. Alat-alat yang digunakan diantaranya timbangan analitik, cawan petri, gelas objek, spatula, mikroskop Olympus BX41, mikrometer dan perlengkapan fotografi. Metode Pelaksanaan Bunga pepaya diambil pada fase satu hari sebelum antesis. Butir serbuk sari dipisahkan dari kotak sari dengan menggunakan pinset, kemudian serbuk sari diletakkan pada media perkecambahan. Serbuk sari pepaya genotipe IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 4, IPB 5, IPB.7, IPB 8, IPB 9, dan IPB 10 yang telah diisolasi, dikecambahkan dalam media pada gelas objek yang diletakkan di suhu ruang. Peletakan gelas objek pada suhu ruangan mengacu pada penelitian Burke et al. (2004) yang mengamati perkecambahan serbuk sari durian pada suhu sekitar o C dan kelembaban sekitar 50-80%. Satu gelas objek merupakan satu unit percobaan. Untuk setiap percobaan perkecambahan serbuk sari dilakukan 10 kali ulangan. Pengamatan Untuk mengetahui hubungan panjang tabung sari dengan proses pembuahan, terlebih dahulu dilakukan pengukuran jarak antara stigma dan bakal buah bagian tengah serta jarak antara stigma dan bakal buah bagian bawah dengan menggunakan masing-masing 10 sampel bunga hermafrodit untuk setiap genotipenya. Pengukuran diameter dan panjang tabung serbuk sari dilakukan dengan menggunakan perbesaran 100x dan 400x. Daya berkecambah serbuk sari dan panjang tabung sari diamati dengan menggunakan metode seperti yang dilakukan oleh Wahyudin (1999) pada penelitian perkecambahan serbuk sari salak. Pengamatan pertumbuhan kecambah serbuk sari dilakukan setiap 30 menit selama

10 35 empat jam menggunakan mikroskop Olympus BX41 yang telah dilengkapi dengan mikrometer okuler dan perlengkapan fotografi. Data kuantitatif yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA) uji-f pada taraf 5% dan uji perbedaan nilai tengah menggunakan Uji Kontras pada taraf 5 dan 1%. Pengolahan data statistik menggunakan Software SAS (Statistical Analysis System) versi III.3. Studi Penyerbukan Bunga dan Perkembangan Buah Pepaya Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2006 sampai dengan April 2007 di Teaching Farm Kebun Buah, Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT), Unit Lapangan Tajur, University Farm, IPB. Bogor. Pengujian karakter fisik dan kimia buah dilakukan di Laboratorium Produksi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura dan Laboratorium Research Group on Crop Improvement (RGCI), Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah tanaman pepaya IPB 3 dan IPB 2 dan serbuk sari bunga pepaya IPB 4, IPB 7, IPB 8, IPB 9 dan IPB 10. Alat yang digunakan yaitu pinset, plastik tagging, kertas pembungkus, alat-alat titrasi, ph meter, hand refractometer dan hand fruit hardness tester. Bahan kimia yang digunakan adalah NaOH, iod, indikator Phenolphtalein (PP) dan amilum. Metode Penelitian Penelitian ini terbagi atas empat penelitian yaitu: pengurangan benang sari dan cuping stigma pada pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 (kategori buah kecil), pengurangan benang sari dan cuping stigma pada pepaya hermafrodit IPB 2 (kategori buah besar), pengurangaan cuping stigma pada pepaya betina IPB 3, dan penyerbukan dengan serbuk sari berbeda pada pepaya hermafrodit IPB 3. Penelitian pengurangan benang sari dan cuping stigma menggunakan Rancangan Acak Lengkap satu faktor tiga ulangan dengan 13 taraf perlakuan pada buah pepaya hermafrodit IPB 3; sembilan taraf perlakuan pada buah pepaya hermafrodit IPB 2; dan lima taraf perlakuan pada buah pepaya betina IPB 3.

11 36 Penelitian penyerbukan antara IPB 3 sebagai tetua betina dengan serbuk sari enam pepaya IPB lainnya (genotipe IPB 2, IPB 4, IPB 7, IPB 8, IPB 9 dan IPB 10) menggunakan Rancangan Acak Lengkap satu faktor dengan enam taraf perlakuan percobaan, enam ulangan. Pelaksanaan dan Pengamatan Pepaya genotipe IPB 2 dan IPB 3 ditanam pada 9 Maret 2006 dengan jarak tanam 3 x 2 m masing-masing sebanyak 120 tanaman (Gambar 3). a b Gambar 3. Keragaan tanaman pepaya genotipe IPB 3 (a) dan IPB 2 (b). 1. Perlakuan pengurangan benang sari dan cuping stigma pada bunga hermafrodit genotipe IPB 3 (kategori buah kecil). Pengurangan benang sari menjadi 1 (HK1), menjadi 3 (HK3), menjadi 5 (HK5) dan kontrol (HK10) dilakukan pada bunga hermafrodit yang dibiarkan terbuka (HK) dan pada bunga yang disungkup (HK10T, HK5T, HK3T, dan HK1T) untuk menjaga masuknya serbuk sari genotipe lain. Pengurangan jumlah cuping stigma menjadi 1 (HT 1), menjadi 3 (HT3), dan kontrol (HT5) dilakukan pada bunga hermafrodit. Pengurangan cuping stigma dilakukan juga dengan bunga yang disungkup (HT5T, HT3T, dan HT1T). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali pada pohon yang berbeda. Perlakuan dilakukan saat bunga belum mekar, 2-3 kali seminggu. Buah diberi label sesuai dengan perlakuan yang diberikan. 2. Perlakuan pengurangan benang sari dan cuping stigma pada bunga hermafrodit genotipe IPB 2 (kategori buah besar). Pengurangan benang sari menjadi 1 (HK1), menjadi 3 (HK3), menjadi 5 (HK5) dan kontrol (HK10) dilakukan pada bunga hermafrodit yang dibiarkan

12 37 terbuka (HK) dan pada bunga yang disungkup (HK10T, HK5T, HK3T dan HK1T) untuk menjaga masuknya serbuk sari genotipe lain. Pengurangan cuping stigma menjadi 1 (HT1), menjadi 3 (HT3) dan kontrol (HT5) dilakukan pada bunga hermafrodit. Pengurangan cuping stigma dilakukan juga dengan bunga yang disungkup (HT5T, HT3T, dan HT1). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali pada pohon yang berbeda. Perlakuan dilakukan saat bunga belum mekar, 2-3 kali seminggu. 3. Pengurangaan cuping stigma pada bunga pepaya betina genotipe IPB 3. Pengurangan cuping stigma menjadi tiga (T3), menjadi satu (T1), tidak ada stigma (T0) dan kontrol (T5) dilakukan pada bunga betina yang dibiarkan terbuka, dan pada bunga yang disungkup (T5T, T3T, dan T1T). 4. Perlakuan penyerbukan bunga hermafrodit genotipe IPB 3 dengan serbuk sari lain. Perlakuan penyerbukan serbuk sari genotipe lain (IPB 2, IPB 4, IPB 7, IPB 8, IPB 9 dan IPB 10) dilakukan pada bunga hermafrodit IPB 3 sebagai tetua betina. Serbuk sari bunga hermafrodit IPB 3 dikastrasi sesaat sebelum perlakuan dan dilakukan sehari sebelum bunga mekar. Pemeliharaan meliputi penyiraman dan pengendalian gulma secara konvensional serta pengendalian hama dan penyakit dengan membuang bagian tanaman yang terkena hama dan penyakit serta menggunakan pestisida sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) di kebun. Pengamatan meliputi pengamatan panjang dan diameter buah pada setiap minggunya sejak munculnya buah sampai pemanenan dilakukan. Buah dipanen pada stadia 25% kulit buah berwarna kuning. Setelah buah dipanen, buah dibersihkan dan diletakkan pada kondisi ruang. Kemudian dilanjutkan dengan pengkajian pada karakter fisik dan kimia buah pada saat buah mencapai stadia % kulit buah berwarna kuning. Saat pemanenan buah dan pengamatan karakter fisik dan kimia buah mengacu kepada metode dan hasil penelitian sebelumnya. Karakter fisik buah yang diamati meliputi: panjang, diameter, bobot utuh, jumlah biji, bobot biji, persentase bagian buah dapat dimakan (BDD), tebal maksimal dan minimal daging buah, kekerasan kulit dan daging buah. Kekerasan

13 38 kulit dan daging buah diukur menggunakan hand fruit hardness tester. Karakter kimia daging buah yang diamati ialah: kandungan padatan terlarut total (PTT) diukur dengan hand refractometer mengacu pada metode yang dilakukan Muchtadi dan Sugiyono (1992). Derajat kemasaman sari buah (ph) diukur dengan ph meter metode kalibrasi (Apriyantono et al., 1988). Pengukuran Asam Tertitrasi Total (ATT) dilakukan dengan menggunakan metode titrimetri (Sibarani et al., 1986). Kandungan vitamin C diukur menurut metode titrasi iodium dari Sudarmaji et al. (1984). Pengolahan data dilakukan dengan uji F pada sistem SAS (Statistical Analysis System) dan uji t Dunnet pada taraf 5%. Hasil dan Pembahasan III. 1. Morfologi Bunga Pepaya Keragaan tunas bunga betina, bunga hermafrodit dan bunga jantan tanaman pepaya disajikan pada Gambar 4 dan 5. Bunga betina mempunyai bakal buah (ovari) dan stigma, bunga hermafrodit mempunyai bakal buah, stigma dan benang sari (anter), sedangkan bunga jantan hanya mempunyai benang sari. Interaksi antara faktor genetik dan lingkungan diduga dapat menyebabkan terjadinya modifikasi pada jenis bunga pepaya. Perubahan bentuk bunga pepaya akibat interaksi faktor genetik dan lingkungan seperti terjadi pada bunga hermafrodit sehingga terbentuk bunga hermafrodit pentandria disajikan pada Gambar 6 dan bunga hermafrofit rudimenter. Bunga hermafrodit pentandria mempunyai lima benang sari bertangkai agak pendek terletak pada dasar bakal buah, mempunyai bakal buah lonjong dan berkembang menjadi lima sisi buah yang menonjol menyerupai buah dari bunga betina. Bunga hermafrodit rudimenter merupakan bunga hermafrodit elongata yang putiknya mengalami aborsi sehingga tidak memiliki bakal buah, bunga ini mirip dengan bunga jantan namun tabung mahkotanya lebih tipis dibandingkan pada bunga jantan (Nakasone, 1986; dan Villegas,1997). Bunga hermafrodit rudimenter biasanya akan muncul pada saat tanaman mengalami kekeringan dan akhirnya tanaman tidak akan menghasilkan buah (Chan, 1995). Sifat pembungaan tanaman pepaya yang unik terjadi juga pada bunga jantannya yang dapat membentuk buah pada keadaan cuaca tertentu.

14 39 s a s a o o Gambar 4. Tunas bunga betina (1), bunga hermafrodit (2) dan bunga jantan (3) stigma (s), ovari (o), anter (a). 1 4 cm 2 4 cm 3 4 cm Gambar 5. Jenis bunga pepaya: bunga betina (1), bunga hermafrodit (2) dan bunga jantan (3). Bunga jantan berbentuk terompet yang terletak pada malai sepanjang cm, berukuran kecil dengan 10 benang sari yang terbagi menjadi dua kelompok dan terletak pada rongga mahkota bunga. Bunga jantan pepaya tidak memiliki ovari sehingga tidak membentuk buah kecuali terjadi pada pepaya dewasa dalam keadaan iklim tertentu bagian ujung malai bunga jantan dapat

15 40 membentuk bunga hermafrodit tipe elongata yang memiliki bakal buah berbentuk bulat telur, dan mampu berkembang menjadi buah pepaya gantung (Gambar 7) Gambar 6. Bunga (1), bakal buah (2) dan buah pepaya hermafrodit pentandria (3). 1 2 Gambar 7. Tanaman pepaya jantan dengan buah pepaya gantung (1) dan bunga jantan (2). Hasil pengamatan sediaan preparat dengan irisan longitudinal dibawah mikroskop disajikan pada Gambar 8. Meristem apikal tunas bunga pepaya hermafrodit teramati pada saat pengambilan sampel tunas bunga panjangnya 3-5 mm. Pada saat itu diperkirakan terjadi 6 minggu sebelum antesis di lapang. Gambar 8.1 dan 8.2 menunjukkan diferensiasi bagian bunga sepal dan petal, dimana pengambilan sampel dari lapang pada saat 4 minggu sebelum antesis. Hasil penelitian Sippel et al. (1989) menyatakan diferensiasi bunga hermafrodit Sunrise Solo terjadi pada 10-8 minggu sebelum pembungaaan dan diferensiasi ovari dimulai pada 8-7 minggu sebelum pembungaan. Inisiasi anter terjadi sebelum diferensiasi ovari, tetapi diferensiasi anter sempurna pada 5-4 minggu sebelum antesis. Tunas bunga betina dan hermafrodit sudah dapat dibedakan dengan pengamatan di bawah mikroskop (Gambar 9), walaupun pada saat pengambilan

16 41 sampel tunas bunga di lapang belum dapat dibedakan antara bunga betina dan bunga hermafrodit. Keberadaan benang sari pada tunas bunga hermafrodit dapat diamati lebih dini, menunjukkan bahwa tanaman betina menghasilkan bunga betina dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit. Panjang tunas bunga pada saat pengambilan sampel adalah 3-5 mm, diperkirakan pada saat 6 minggu sebelum antesis. p p s s 1 2 Gambar 8. Irisan longitudinal meristem apikal tunas bunga hermafrodit pepaya genotipe IPB 1; diferensiasi sepal, inisiasi stamen (1) dan diferensiasi petal, inisiasi ovari (2); sepal (s), petal (p). p p p p p p o a a s s o o o o s s µm Gambar 9. Irisan longitudinal tunas bunga betina (1) dan tunas bunga hermafrodit pepaya genotipe IPB 1 (2); sepal(s), petal (p), ovari (o), anter (a).

17 42 Arkle dan Nakasone (1984) dan Sippel et al. (1989) mengemukakan bahwa genus Carica didominasi bersifat dioecious sehingga perbedaan bentuk bunga jantan (staminate) dan betina (pistilate) jelas sekali. Inisiasi stamen mulai terjadi pada saat ukuran tunas bunga hermafrodit mencapai 1 mm, 7 minggu sebelum antesis. Diferensiasi ovari dimulai 8 minggu sebelum antesis pada bunga betina dan 6-7 minggu sebelum antesis pada bunga hermafrodit, perkembangan ovari pada bunga betina terjadi lebih awal daripada ovari pada bunga hermafrodit. Menurut Ronse Decraene dan Smets (1999) berdasarkan posisi mikropil terhadap funikulus, maka tipe ovulum bunga pepaya termasuk anatropus yaitu membentuk sudut 180 dari funikulus sehingga tabung serbuk sari akan memutar dahulu ke bawah kemudian masuk melalui mikropil untuk melakukan pembuahan dalam ovul. Hasil pengamatan tunas bunga betina dan hermafrodit pepaya genotipe IPB 1 di bawah mikroskop elektron payaran (SEM) disajikan pada Gambar 10. Permukaan stigma bunga pepaya betina beserta jaringan papila dan lubang tangkai kepala putik teramati pada SEM. Untuk mengetahui jaringan dan bentuk permukaan tangkai kepala putik, maka dilakukan pengamatan tangkai kepala putik (Gambar 11). Jumlah lekukan dalam tangkai kepala putik yang berhubungan dengan bakal buah ada lima buah, diduga bentuk dan jumlah lekukan ini menentukan bentuk rongga buah pepaya. Rongga buah pepaya betina lebih lebar daripada rongga buah pepaya hermafrodit, dan jumlah lekukan tangkai kepala putik buah betina selalu konstan yaitu lima buah. Bentuk stigma bunga pepaya hermafrodit agak mengerucut tidak seperti bentuk stigma bunga pepaya betina yang lebih membuka dan mendatar. Bentuk jaringan papila stigma bunga hermafrodit dan betina memperlihatkan kesamaan. Perbedaan keragaan bentuk tangkai kepala putik ialah jumlah lekukan yang lebih dari lima. Sementara diduga jumlah lekukan ini menentukan bentuk rongga buah dan banyaknya lekukan pada buah. Bentuk rongga dan lekukan buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 1 bervariasi, dari berjumlah lima sampai lebih dari lima (Gambar 12).

18 43 a (1) a (2) a 500 µm 500 µm b b b 200 µm 200 µm c c c 200 µm 200 µm d d d 200 µm 100 µm Gambar 10. Keragaan permukaan stigma bunga pepaya betina (1) dan hermafrodit(2) genotipe IPB 1; stigma bunga pepaya dengan lima cuping (a), jaringan papila (b), bentuk permukaan jaringan antara papila dengan lubang tangkai kepala putik (c), lubang tangkai kepala putik (d).

19 44 (1) a (2) a 500 µm 500 µm a 200 µm a 200 µm 200 µm 200 µm a 100 µm 500 µm a a a 100 µm Gambar 11. Keragaan tangkai kepala putik bunga pepaya betina (1) dan hermafrodit (2) genotipe IPB 1. 5 Gambar 12. Bentuk melintang buah hermafrodit pepaya genotipe IPB 1. Keragaan jaringan saluran tangkai kepala putik bunga pepaya genotipe IPB 1 dan pembesarannya disajikan pada Gambar 13.

20 45 a b a 500 µm µm a a 200 µm µm Gambar 13. Keragaan jaringan saluran tangkai kepala putik; irisan longitudinal bakal buah bagian atas dekat papila stigma bunga (1), saluran tangkai kepala putik (2-4), papila stigma (b). Perkembangan bunga betina di lapang dari mulai tumbuh tunas bunga sampai terbentuk pentil buah disajikan pada Gambar 14. Saat antesis bunga betina biasanya pada pagi hari, petal bunga membuka lebar sehingga stigma terlihat jelas dan siap menerima serbuk sari. Pada hari ke 2-3 stigma terlihat agak mengering dan warna stigma bagian pinggir agak berubah menjadi kecoklatan. Stigma bunga betina mengering dan warnanya berubah menjadi coklat kehitaman pada hari ke 4-5 setelah antesis bunga. Pada saat ini diperkirakan sudah terjadi pembuahan dan bakal buah terlihat jelas karena petal bunga sudah hampir mengering yang biasanya diikuti dengan rontoknya petal bunga tersebut. Perkembangan bunga hermafrodit dari antesis sampai fruit set biasanya terjadi lebih lama 1-2 hari dibandingkan waktu perkembangan bunga betina. Ciri fruit set ditandai dengan keragaan ovari yang membengkak, kelopak bunga dan stigma mengering. Bakal tunas bunga pepaya hermafrodit biasanya muncul 3-4 minggu sebelum antesis. Antesis bunga hermafrodit menampilkan bunga yang tidak terlalu membuka, dan pada hari ke 2-4 stigma bunga terlihat berubah warna menjadi kecoklatan (Gambar 15).

21 46 1 H2-3 D2-3 H1 D1 3 H Gambar 14. Perkembangan bunga pepaya betina; kuncup bunga betina genotipe IPB 1 sehari sebelum antesis (1), antesis bunga betina pada hari pertama (2), hari ke 2-3 stigma terlihat agak mengering (3), hari ke 4-5 setelah antesis bunga, stigma bunga betina mengering dan warnanya berubah menjadi coklat kehitaman (4). Keragaan letak benang sari terhadap kepala putik pada bunga hermafrodit pepaya kategori buah kecil memperlihatkan perbedaan dengan bunga hermafrodit pepaya kategori sedang dan besar. Letak benang sari bunga pepaya kategori buah kecil (genotipe IPB 1, IPB 3 dan IPB 4) berada dekat dengan kepala putik. Keadaan morfologi bunga yang demikian memungkinkan terjadinya penyerbukan sendiri, sehingga diduga bunga pepaya kategori buah kecil melakukan penyerbukan sendiri. Letak benang sari bunga pepaya kategori buah besar (genotipe IPB 2, IPB 7 dan IPB 8) berada di bawah kepala putik sehingga lebih memungkinkan terjadinya penyerbukan terbuka (open pollinated). Pada bunga pepaya kategori buah sedang (genotipe IPB 5, IPB 9 dan IPB 10) ada kecenderungan letak benang sarinya di bawah stigma seperti pada bunga pepaya kategori buah besar. Keragaan buah dan bunga pepaya kategori buah kecil, sedang dan besar disajikan pada Gambar 16.

22 H H3-4 D3-4 D1-2 8 H5-7 D5-7 9 Gambar 15. Perkembangan tunas bunga dan bunga pepaya hermafrodit genotipe IPB 1; tunas bunga hermafrodit muncul dan tumbuh (1, 2, 3, 4, 5), tunas bunga hermafrodit sehari sebelum antesis (6), antesis bunga hermafrodit (7), hari ke 2-4 stigma bunga terlihat berubah warna menjadi kecoklatan (8), hari ke 5-7 setelah antesis petal bunga mengering dan berangsur rontok meninggalkan bakal buah (9). IPB 1 IPB 5 IPB 2 IPB 3 IPB 9 IPB 7 IPB 4 IPB 10 IPB 8 Gambar 16. Buah dan bunga hermafrodit pepaya kategori buah kecil (IPB 1, IPB 3 dan IPB.4), sedang (IPB 5, IPB 9 dan IPB 10), besar (IPB 2, IPB 7 dan IPB 8).

23 48 Penampang membujur bakal buah pepaya betina dan hermafrodit memperlihatkan posisi bakal biji dalam buah (Gambar 17 dan 18). Bakal biji pada buah betina lebih terkonsentrasi pada bagian ujung buah daripada bagian pangkalnya yang kadang-kadang tidak memiliki biji. Hal ini membuktikan bahwa pada bunga betina pembuahan lebih banyak terjadi dekat dengan stigma bunga. 1 2 Gambar 17. Penampang bakal buah pepaya yang menunjukkan posisi bakal biji dalam ovari; buah betina (1) dan hermafrodit (2) Gambar 18. Keragaan buah utuh dan posisi biji pada berbagai tahap perkembangan buah; buah betina (1-2), buah hermafrodit (3-4).

24 49 Perkembangan bakal biji pada buah hermafrodit hampir merata diseluruh dinding bakal buah sehingga menghasilkan buah yang rongga buahnya dipenuhi dengan biji. Menurut Sedgley dan Griffin (1989) ovulum menempel pada funikulus dihubungkan oleh plasenta dan ada dua jenis plasentasi pada buah yaitu plasenta tipe parietal dan plasenta axilar. Tipe plasentasi menentukan letak biji dalam buah. Hasil pengamatan SEM pada bakal buah pepaya hermafrodit yang dilakukan Ronse Decraene dan Smets (1999) terlihat jelas tahapan pembentukan bakal biji pepaya yang termasuk tipe parietal (parietal placentae) sehingga buah pepaya mempunyai rongga buah di bagian tengahnya. III.2. Viabilitas dan Pertumbuhan Tabung Sari Pepaya IPB Jarak antara stigma dengan bakal buah Jarak antara stigma dengan bakal buah bagian tengah pada pepaya kategori buah kecil berbeda nyata dengan pepaya kategori buah besar, demikian juga antara pepaya kategori buah sedang dengan pepaya kategori buah besar. Sedangkan untuk jarak antara stigma dengan bakal buah bagian bawah hanya berbeda antara pepaya kategori buah kecil dengan pepaya kategori buah besar (Tabel 3). Jarak antara stigma dengan bakal buah bagian bawah mencerminkan ukuran panjang bunga dari bagian luar. Jarak antara stigma dengan bakal buah bagian bawah mencerminkan ukuran panjang bunga dari bagian luar. Panjang bunga hermafrodit pepaya kategori buah kecil (genotipe IPB 1, IPB 3 dan IPB 4) dan kategori buah besar (genotipe IPB 2, IPB 7 dan IPB 8) mudah dibedakan berdasarkan ukuran luarnya, tetapi panjang bunga hermafrodit pepaya kategori buah sedang (genotipe IPB 5, IPB 9 dan IPB 10) agak sulit dibedakan ukurannya dengan bunga pepaya kategori buah besar.

25 50 Tabel 3. Jarak antara stigma dengan bakal buah pada beberapa kategori buah pepaya. Kategori Genotipe Jarak antara stigma dengan bakal buah bagian tengah (mm) Jarak antara stigma dengan bakal buah bagian bawah (mm) Pepaya Kecil IPB ± ± 2.31 < 1kg IPB ± ± 3.43 IPB ± ± 2.74 Rata-rata 9.25 ± ± 2.19 Pepaya Sedang IPB ± ± kg IPB ± ± 2.91 IPB ± ± 5.97 Rata-rata ± ± 2.93 Pepaya Besar IPB ± ± kg IPB ± ± 4.22 IPB ± ± 4.38 Rata-rata ± ± 2.06 Kontras Kecil vs Besar 1) ** * Sedang vs Besar 1) * tn Keterangan: 1) Uji beda nilai tengah dilakukan dengan uji kontras taraf 5% dan 1%. Diameter Serbuk Sari Diameter serbuk sari, panjang tabung sari dan daya berkecambah serbuk sari bunga pepaya kategori buah kecil tidak berbeda dengan pepaya kategori buah besar. Demikian juga panjang tabung sari dan daya berkecambah serbuk sari bunga pepaya kategori buah sedang dengan pepaya kategori buah besar. Perbedaan yang nyata hanya pada diameter serbuk sari pepaya kategori buah sedang dengan pepaya kategori buah besar (Tabel 4). Diameter serbuk sari pepaya genotipe IPB 4 (33.25 ±.0.64) µm merupakan diameter serbuk sari terkecil, sedangkan serbuk sari pepaya genotipe IPB 10 dengan ukuran 36.50±1.75µm merupakan diameter serbuk sari terbesar dibandingkan dengan sembilan genotipe yang diamati. Hasil penelitian Erdtman (1972) menunjukkan bahwa serbuk sari bunga pepaya mempunyai ukuran sekitar 35x30 µm dan serbuk sari Caricaceae lainnya seperti C. platanifolia (Peru) berukuran sekitar 41x33 µm dengan pola yang tidak beraturan, sedangkan Jacaratia mexicana (Mexico) berukuran sekitar 33x26 µm.

26 51 Ukuran diameter serbuk sari pepaya yang besar seperti pada genotipe kategori buah besar dan sedang (rata-rata diameter serbuk sari 36.08±0.14 µm dan 35.75±0.66 µm) tidak menghasilkan ukuran panjang tabung sari yang besar (Tabel 4), sehingga dapat disimpulkan bahwa ukuran diameter serbuk sari tidak mempengaruhi kecepatan pertumbuhan tabung sari pepaya. Hasil penelitian pada serbuk sari stroberi yang dilakukan Zebrowska (1997) menunjukkan bahwa diameter serbuk sari tidak mempengaruhi kecepatan pertumbuhan panjang tabung sari. Viabilitas serbuk sari hanya dipengaruhi oleh bentuk dan bobot serbuk sari, dan keberhasilan pembuahan ditentukan oleh jumlah serbuk sari yang diaplikasikan ke jaringan stigma bunga. Tabel 4. Diameter serbuk sari, panjang tabung dan daya berkecambah serbuk sari pepaya selama empat jam perkecambahan pada beberapa kategori buah. Kategori Genotipe Diameter serbuk sari (µm) Panjang tabung sari (µm) Daya berkecambah (%) Pepaya Kecil IPB ± ± ± < 1kg IPB ± ± ± IPB ± ± ± Rata-rata ± ± ± 6.03 Pepaya IPB ± ± ± 5.88 Sedang 1-2 kg IPB ± ± ± IPB ± ± ± Rata-rata ± ± ± 3.29 Pepaya IPB ± ± ± 6.81 Besar 2 kg IPB ± ± ± 8.55 IPB ± ± ± 8.39 Rata-rata ± ± ± Kontras Kecil vs Besar tn tn tn Sedang vs Besar 1) * tn tn Keterangan: 1) Uji beda nilai tengah dilakukan dengan uji kontras taraf 5%. Pada tanaman apel dan pear yang diteliti Janse dan Verhaegh (2004), jumlah serbuk sari yang diaplikasikan ke jaringan stigma mempengaruhi jumlah biji yang terbentuk dalam buah. Menurut Aizen dan Searcy (1998) diameter

27 52 serbuk sari bunga Alstroemeria aurea tidak mempengaruhi keberhasilan pembuahan tetapi jumlah serbuk sari yang diaplikasikan ke jaringan stigma akan mempengaruhi jumlah biji dan bobot biji yang terbentuk. Walaupun demikian, menurut Kelly et al. (2002) pada tanaman Mimulus guttatus ukuran butir serbuk sari dapat digunakan untuk memperkirakan viabilitas serbuk sari. Serbuk sari dengan viabilitas yang tinggi biasanya mempunyai diameter butir serbuk sari yang lebih besar daripada serbuk sari dengan viabilitas rendah. Pertumbuhan Panjang Tabung Sari. Pertumbuhan tabung sari pepaya genotipe IPB 1 (kategori buah kecil) disajikan pada Gambar 19. Panjang tabung sari tidak berbeda antara serbuk sari bunga pepaya kategori buah kecil, sedang maupun besar. Perbandingan panjang tabung sari pepaya ketiga kategori buah pada saat 0.5 jam dan satu jam perkecambahan ditunjukkan pada Gambar 20. Pengamatan terhadap panjang tabung sari dari masing-masing genotipe pada saat 0.5 jam hingga empat jam perkecambahan menunjukkan terjadinya peningkatan panjang tabung sari yang hampir sama. a b c d e f 50 µm 50 µm Gambar 19. Pertumbuhan tabung sari pepaya genotipe IPB 1; a = butir serbuk sari; b, c = jam perkecambahan; d = jam perkecambahan; e = 1 jam perkecambahan; f 1.5 jam perkecambahan. Genotipe IPB 4, IPB 3 dan IPB 10 mempunyai pertumbuhan panjang tabung sari berturut-turut 115.5, dan 99.5 µm pada saat 0.5 jam perkecambahan. Pada saat satu jam perkecambahan genotipe IPB 8 dan IPB 10 mempunyai pertumbuhan panjang tabung sari µm dan µm.

28 53 IPB Jam 1 Jam IPB 3 IPB 4 50 µm (a) IPB Jam 1 Jam IPB 9 IPB µm (b) IPB Jam 1 Jam IPB 7 IPB 8 (c) Gambar 20. Perbandingan panjang tabung sari pepaya kategori buah kecil (a), kategori sedang (b) dan kategori besar (c); (perbesaran 100X).

29 54 Pertumbuhan panjang tabung sari genotipe pepaya kategori buah kecil (IPB 1 dan IPB 3) dan genotipe pepaya kategori buah sedang (IPB 10 dan IPB 9) pada saat empat jam perkecambahan berturut-turut adalah µm, µm, µm dan µm (Gambar 21). Gambar 21. Panjang tabung sari pada jam perkecambahan. Hasil penelitian Wahyudin (1999) pada perkecambahan serbuk sari salak ialah tabung sari salak varietas Mawar, Sidempon dan Sidempuan setelah diinkubasi selama 24 jam mempunyai panjang masing-masing µm, µm dan µm. Menurut Buyyukkartal (2003) pada Trifolium pratense L. pada saat satu jam perkecambahan panjang tabung sari sekitar µm, saat dua jam perkecambahan µm, tiga jam perkecambahan 324 µm dan empat jam perkecambahan mencapai µm. Pertumbuhan perkecambahan maksimum terjadi pada dua sampai tiga jam setelah perkecambahan awal, kemudian

30 55 pemanjangan tabung sari melambat enam jam setelah perkecambahan. Hasil penelitian pada bunga Eustoma yang dilakukan Shimizu-Yumoto dan Ichimura (2006) menunjukkan pertumbuhan tabung sari dalam tangkai stilus terjadi lebih cepat pada bunga yang diserbuki lebih banyak serbuk sari. Panjang tabung sari jika dihubungkan dengan jarak antara stigma dan bakal buah diduga ada kaitannya dengan kecepatan terjadinya proses pembuahan. Semakin panjang tabung sari dan semakin pendek jarak antara stigma dan bakal buah maka proses pembuahan akan terjadi semakin cepat. Pepaya kategori buah kecil seperti genotipe IPB 1, IPB 3 dan IPB 4 diduga akan lebih cepat melakukan proses pembuahan. Panjang rata-rata tabung sari pepaya kategori kecil lebih panjang dibandingkan panjang tabung sari pepaya kategori buah sedang dan besar, sedangkan jarak antara stigma dan bakal buah lebih pendek, sehingga tabung sari diduga akan lebih cepat menembus kantung embrio untuk melakukan pembuahan. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan sembilan genotipe pepaya yang diamati, pepaya genotipe IPB 1 diduga akan lebih cepat melakukan proses pembuahan karena memiliki panjang tabung sari panjang (1 052± µm) dengan jarak antara stigma dan bakal buah bagian bawah pendek (12.80±2.31 mm). Menurut Cheung (1996) pertumbuhan tabung sari dimulai dari jaringan papilla di permukaan stigma, masuk ke tangkai putik melalui jaringan transmisi tabung sari (pollen tube transmitting tissue) lalu memasuki bakal buah melalui mikropil dan akhirnya menembus kantung embrio. Jarak antara stigma dengan bakal buah mencerminkan jarak perjalanan pertumbuhan tabung sari mencapai kantung embrio, semakin pendek jarak antara stigma dengan bakal buah memungkinkan semakin cepat tabung sari mencapai sel telur untuk proses pembuahan. Daya Berkecambah Serbuk Sari Daya berkecambah serbuk sari merupakan salah satu tolok ukur untuk mengetahui viabilitas serbuk sari. Daya berkecambah serbuk sari pepaya setiap kategori buah pada 0.5, 1.5, 2.5 dan 4 jam pengamatan mengalami peningkatan yang beragam (Gambar 22). Pada pepaya kategori buah kecil, daya berkecambah serbuk sari genotipe IPB 3, IPB 1 dan IPB 4 selama empat jam berturut-turut

31 56 sebesar 62.66%, 50.68% dan 55.46%; demikian juga pada pepaya kategori buah besar, daya berkecambah serbuk sari genotipe IPB 2, IPB 7 dan IPB 8 berturutturut sebesar 65.65%, 42.56% dan 60.37%. Daya berkecambah serbuk sari pepaya kategori buah sedang (genotipe IPB 5, IPB 9 dan IPB 10) berturut-turut ialah 65.09%, 58.95% dan 59.97%. Gambar 22. Persentase daya berkecambah pada jam perkecambahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kategori pepaya berdasarkan ukuran buah dengan viabilitas serbuk sari yang diukur dari daya berkecambah dan panjang tabung sari. Setiap genotipe pepaya yang diuji menunjukkan karakteristik viabilitas serbuk sari yang berbeda dengan genotipe lainnya. Hasil penelitian viabilitas serbuk sari pepaya yang dilakukan oleh Magdalita et al. (1998) juga bervariasi dan nilainya tergantung dari varietas.

32 57 Herrero et al. (1988) mengemukakan bahwa mekanisme yang terjadi setelah penyerbukan antara serbuk sari dengan stigma, lalu perkecambahan serbuk sari sampai tabung sari menembus tangkai putik dan bakal buah pada pohon buahbuahan belum banyak diketahui, tetapi tentu akan melibatkan interaksi antara bagian-bagian bunga jantan dan betina. Menurut Cheung (1996) reproduksi seksual pada tanaman dikendalikan oleh banyak faktor dengan sistem biokimia dan molekuler yang kompleks karena banyak sel yang berinteraksi. Oleh karena itu pemahaman tentang mekanisme dan arah pemanjangan tabung sari berbagai tanaman akan menjadi penelitian yang menarik pada waktu yang akan datang, terkait dengan fenomena kompatibilitas antara serbuk sari dan stigma. Hasil penelitian Tamaki et al. (2011) tentang perkecambahan serbuk sari pepaya menunjukkan bahwa produksi buah dan biji di daerah cekaman suhu yang ekstrim dapat ditingkatkan melalui penyerbukan buatan dengan serbuk sari yang telah disimpan. III.3. Studi Penyerbukan Bunga dan Perkembangan Buah Pepaya 1. Pengurangan benang sari dan cuping stigma pada bunga hermafrodit genotipe IPB 3. Pengurangan benang sari pada bunga hermafrodit IPB 3 yang dibiarkan terbuka tidak menghasilkan perbedaan karakter fisik buah seperti: bobot buah, bobot biji dan jumlah biji. Tetapi pada bunga yang disungkup, pengurangan benang sari menghasilkan perbedaan pada karakter fisik: panjang buah, diameter buah, bobot buah, bobot buah dapat dimakan (Tabel 5), jumlah biji dan bobot biji (Tabel 6). Pengurangan benang sari menjadi lima, tiga dan satu pada bunga yang disungkup menghasilkan ukuran buah yang lebih kecil dari buah yang berasal dari bunga dengan benang sari 10. Buah yang diberi perlakuan pengurangan benang sari dengan menyisakan satu helai (HK1T) menurunkan diameter buah sebesar 26% dan menurunkan panjang buah sebesar 11 % dibandingkan dengan buah dengan bunga tanpa pengurangan benang sari (HK10T).

33 58 Tabel 5. Karakter fisik buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3. Perlakuan Panjang buah (cm) Diameter buah (cm) Bobot buah (g) Bobot dapat dimakan (g) Persen bobot dapat dimakan (%) HK10T ± ± ± ± ± 4.52 HK 5T ± ± ± ± ± 4.37 HK 3T ± ± ± ± ± 1.95 HK 1T ± ± ± ± ± 3.37 HK ± ± ± ± ± 3.94 HK ± ± ± ± ± 2.00 HK ± ± ± ± ± 1.91 HT5T ± ± ± ± ± 3.18 HT3T ± ± ± ± ± 7.31 HT1T ± ± ± ± ± 4.28 HT ± ± ± ± ± 2.17 HT ± ± ± ± ± 3.51 HT ± ± ± ± ± 3.55 Uji kontras HK10 vs HK10T tn tn tn tn tn HT5 vs HT5T tn tn * ** tn HT5T HT5 vs HT3 HT3T * tn ** ** tn HT5T vs HT3T ** ** ** ** tn HT5T HT5 vs HT1 HT1T tn tn tn tn tn HK10 HK10T vs HK5 HK5T tn tn tn tn * HK10 vs HK5 tn tn tn tn tn HK10 vs HK3 tn tn tn tn tn HK10T vs HK3T ** ** ** ** tn HK5 HK3 vs HK5T HK3T * * tn tn tn Keterangan: HK10,HK5,HK3,HK1= bunga hermafrodit, benang sari berjumlah 10, 5, 3, 1; HK10T, HK5T, HK3T, HK1T= bunga disungkup, benang sari berjumlah 10, 5, 3, 1; HT5, HT3, HT1=bunga hermafrodit, cuping stigma berjumlah 5, 3, 1; HT5T, HT3T, HT1T = bunga disungkup, cuping stigma berjumlah 5, 3, 1. Uji beda nilai tengah dilakukan dengan uji kontras taraf 5%; tn = tidak nyata. Pengurangan benang sari pada bunga yang ditutup merupakan perlakuan pengurangan serbuk sari pada penyerbukan terkendali, sehingga diperkirakan serbuk sari yang menyerbuk di permukaan stigma akan berkurang yang akhirnya dapat mempengaruhi keberhasilan pembentukan biji. Jumlah biji pada buah yang dikurangi benang sarinya tinggal satu (HK1T) menghasilkan jumlah biji berkurang 62% sehingga bobot biji tinggal setengah dari buah yang mempunyai benang sari normal (HK10T). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Harder et al. (1985) pada tanaman Liliaceae, Kumar et al. (2003) pada tanaman apel serta Pahlavani dan Abolhasani (2006) pada tanaman kapas yang menyerbuk sendiri menghasilkan bobot buah dan jumlah biji dalam buah lebih rendah daripada yang

34 59 menyerbuk terbuka. Kemudian hasil penelitian Aizen dan Searcy (1998) pada tanaman alstroemeria menunjukkan bahwa jumlah biji meningkat 10 % pada buah yang bunganya banyak mendapatkan serbuk sari. Menurut Al-Khalifah (2006) serbuk sari dapat mempengaruhi ukuran buah, bobot biji dan stadia kematangan buah kurma, sehingga keragaman genetik serbuk sari dapat dimanfaatkan sebagai dasar seleksi sumber organ jantan untuk meningkatkan produksi dan kualitas serta penundaan atau percepatan kematangan buah. Tabel 6. Jumlah biji dan bobot biji buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3. Perlakuan Jumlah biji Bobot biji (g) HK10T ± ± 6.61 HK5T ± ± HK3T ± ± HK1T ± ± 9.65 HK ± ± 3.13 HK ± ± 2.48 HK ± ± HT5T ± ± 5.65 HT3T ± ± HT1T ± ± 1.20 HT ± ± HT ± ± 7.06 HT ± ± Uji kontras HK10 vs HK10T tn tn HT5 vs HT5T tn tn HT5T HT5 vs HT3 HT3T tn tn HT5T vs HT3T ** ** HT5T HT5 vs HT1 HT1T * tn HK10 HK10T vs HK5 HK5T tn tn HK10 vs HK5 tn tn HK10 vs HK3 tn tn HK10T vs HK3T ** ** HK5 HK3 vs HK5T HK3T ** ** Keterangan : sama dengan keterangan Tabel 5. Keragaan buah hermafrodit IPB 3 yang diberi perlakuan pengurangan jumlah benang sari disajikan pada Gambar 23. Buah hermafrodit dengan pengurangan serbuk sari menjadi tinggal satu (HK1T) mempunyai diameter yang lebih kecil dari buah lainnya. Perlakuan pengurangan benang sari pada bunga yang dibiarkan terbuka bersari bebas tidak memperlihatkan perbedaan pada keragaan buahnya. Secara umum bentuk buah pada pengurangan benang sari yang bunganya disungkup adalah lonjong sedangkan pada perlakuan tanpa

35 60 penyungkupan bentuk buahnya membulat. Hasil penelitian Hassan et al. (2007) pada buah plum menunjukkan bahwa bentuk buah membulat pada buah yang penyerbukannya bersari bebas atau bunga dibiarkan terbuka, sedangkan pada bunga yang disungkup atau melakukan penyerbukan sendiri, buahnya berbentuk oblong. HK10T HK5T HK3T HK1T HK10T HK10 HK5 HK3 Gambar 23. Keragaan buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 pada perlakuan pengurangan benang sari; HK10, HK5, HK3 = bunga hermafrodit, benang sari berjumlah 10, 5, 3; HK10T, HK5T, HK3T, HK1T= bunga disungkup, benang sari berjumlah 10, 5, 3, 1.

36 61 Pertumbuhan panjang dan diameter pada buah dari bunga hermafrodit yang dikurangi benang sarinya memperlihatkan kurva sigmoid. Pertumbuhan diameter buah tidak berbeda antar perlakuan, sedangkan pada buah yang bunganya dikurangi serbuk sarinya menghasilkan buah yang lebih panjang (Gambar 24) Panjang & Diameter (cm) Panjang Diameter HK1 HK3 HK5 HK10 HK1T HK3T HK5T HK10T Minggu Setelah Anthesis Antesis Gambar 24. Pertumbuhan panjang dan diameter buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 pada perlakuan pengurangan benang sari; HK10, HK5, HK3 = bunga hermafrodit, benang sari berjumlah 10, 5, 3; HK10T, HK5T, HK3T, HK1T = bunga disungkup, benang sari berjumlah 10, 5, 3, 1. Pengurangan cuping stigma pada bunga menyebabkan permukaan tempat terjadinya penyerbukan berkurang sehingga diduga keberhasilan serbuk sari untuk melakukan pembuahan akan berkurang. Pengurangan cuping stigma pada bunga hermafrodit yang disungkup tidak menyebabkan perbedaan pada karakter fisik buah, tetapi pengurangan cuping stigma yang disertai dengan penyungkupan mengakibatkan penurunan: panjang, diameter, bobot buah, bobot buah dapat dimakan (Tabel 5), jumlah biji dan bobot biji (Tabel 6). Bobot buah dan jumlah biji tidak terpengaruh oleh pengurangan jumlah benang sari dan cuping stigma pada bunga hermafrodit IPB 3. Fenomena ini terjadi juga pada buah-buahan lainnya, seperti yang diteliti oleh Janse dan Verhaegh (2004) bahwa jumlah

37 62 serbuk sari yang diserbukkan ke permukaan stigma tidak mempengaruhi keberhasilan pembentukan biji yang akan menentukan bobot buah apel dan pear. Tetapi hasil penelitian Walters dan Taylor (2006) pada buah pumpkin, menunjukkan bahwa jumlah serbuk sari pada stigma mempengaruhi pembentukan biji yang akhirnya menentukan ukuran buah. Bunga pepaya hermafrodit yang dikurangi jumlah cuping stigmanya menghasilkan buah yang berbentuk memanjang dengan diameter buah mengecil (Gambar 25). Perkembangan buah dipengaruhi oleh keberhasilan pembentukan biji pada buah. Jumlah cuping stigma bunga yang terserbuki akan menentukan perkembangan buah. Pada tanaman salak yang pembungaannya dioecious membutuhkan bantuan penyerbukan supaya terjadi pembuahan, bila stigmanya diserbuki secara sempurna maka buah berbentuk trigonous mengandung tiga biji. Hasil penelitian Ashari (2002) pada perlakuan pengurangan jumlah cuping stigma bunga salak menunjukkan bobot buah yang terbentuk dari bunga yang mempunyai tiga lobus stigma lebih berat dibandingkan dengan buah yang terbentuk dari bunga yang mempunyai dua atau satu lobus stigma yang terserbuki. Pertumbuhan panjang dan diameter pada buah hermafrodit yang dikurangi cuping stigmanya memperlihatkan kurva sigmoid, polanya hampir sama dengan kurva pertumbuhan buah yang dikurangi benang sarinya. Pertumbuhan panjang buah yang terpanjang terdapat pada buah yang cuping stigma bunganya tidak dikurangi, yang terpendek terdapat pada buah yang cuping stigma bunganya dikurangi menjadi tinggal satu dan disungkup. Pertumbuhan diameter buah tidak banyak berbeda antar perlakuan, pada buah yang cuping stigma bunganya dikurangi menghasilkan pertumbuhan yang lebih kecil (Gambar 26). Kekerasan kulit dan daging buah dipengaruhi oleh perlakuan pengurangan cuping stigma. Pengurangan jumlah serbuk sari tidak mempengaruhi tingkat kekerasan kulit buah. Tebal maksimum daging buah pepaya genotipe IPB 3 berkisar antara 1.60 sampai 2.07 cm. Pengurangan cuping stigma terkendali menghasilkan tebal daging buah yang lebih kecil dari perlakuan lainnya (Tabel 7).

38 63 HT5 HT1 HT3 HT3T Gambar 25. Keragaan buah pepaya hermafrodit genotipe IPB3 pada perlakuan pengurangan cuping stigma; HT5, HT3, HT1 =bunga hermafrodit, cuping stigma berjumlah 5, 3, 1; HT3T = bunga disungkup, cuping stigma berjumlah Panjang & Diameter (cm) Panjang Diameter HT1 HT3 5 HT5 HT1T HT3T HT5T Minggu Minggu Setelah Setelah Anthesis Antesis Gambar 26. Pertumbuhan panjang dan diameter buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 pada perlakuan pengurangan cuping stigma; HT5, HT3, HT1 = bunga hermafrodit, cuping stigma berjumlah 5, 3, 1; HT5T, HT3T, HT1T = bunga disungkup, cuping stigma berjumlah 5,3,1.

39 64 Tabel 7. Kekerasan kulit dan daging buah serta tebal daging buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3. Perlakuan Kekerasan kulit buah Kekerasan daging buah Tebal maksimal daging buah (cm) Tebal minimum daging buah (cm) HK10T 2.37 ± ± ± ± 0.15 HK5T 1.80 ± ± ± ± 0.05 HK3T 2.73 ± ± ± ± 0.15 HK1T 2.15 ± ± ± ± 0.30 HK ± ± ± ± 0.10 HK ± ± ± ± 0.26 HK ± ± ± ± 0.15 HT5T 2.20 ± ± ± ± 0.17 HT3T 1.60 ± ± ± ± 0.06 HT1T 1.50 ± ± ± ± 0.10 HT ± ± ± ± 0.06 HT ± ± ± ± 0.26 HT ± ± ± ± 0.00 Uji kontras HK10 vs HK10T tn tn tn tn HT5 vs HT5T * tn tn tn HT5T HT5 vs HT3 HT3T tn tn tn * HT5T vs HT3T ** tn ** tn HT5T HT5 vs HT1 HT1T tn tn ** tn HK10 HK10T vs HK5 HK5T tn * tn tn HK10 vs HK5 tn tn tn tn HK10 vs HK3 * tn tn tn HK10T vs HK3T tn tn tn tn HK5 HK3 VS HK5T HK3T tn * tn tn Keterangan : sama dengan keterangan Tabel 5. Mutu buah pepaya yang ditunjukkan dengan karakter kimia seperti kandungan padatan terlarut total dan asam tertitrasi total dipengaruhi oleh perlakuan pengurangan benang sari. Jumlah benang sari makin sedikit dalam bunga menghasilkan mutu kandungan padatan terlarut total dan asam terlarut total menurun. Sedangkan perlakuan pengurangan cuping stigma hanya mempengaruhi ph dan kandungan asam terlarut total daging buah (Tabel 8).

40 65 Tabel 8. Karakter kimia daging buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3. Perlakuan ph PTT ( Brix) ATT Vit C HK10T 5.71 ± ± ± ± HK5T 5.45 ± ± ± ± HK3T 5.52 ± ± ± ± HK1T 5.59 ± ± ± ± HK ± ± ± ± HK ± ± ± ± HK ± ± ± ± HK ± ± ± ± HT5T 5.65 ± ± ± ± HT3T 5.49 ± ± ± ± HT1T 5.68 ± ± ± ± HT ± ± ± ± HT ± ± ± ± HT ± ± ± ± Kontras HK10 vs HK10T ** ** ** ** HT5 vs HT5T ** ** tn tn HT5T HT5 vs HT3 HT3T ** tn ** tn HT5T vs HT3T ** tn ** tn HT5T HT5 vs HT1 HT1T ** tn tn tn HK10 HK10T vs HK5 HK5T ** ** tn ** HK10 vs HK5 tn ** ** tn HK10 vs HK3 tn tn * tn HK10T vs HK3T ** ** tn ** HK5 HK3 vs HK5T HK3T ** * tn tn HK1 VS HK1T tn * tn tn Keterangan : sama dengan keterangan Tabel 5. Mutu buah pepaya kategori buah kecil (genotipe IPB 3) akibat perlakuan pengurangan benang sari sejalan dengan hasil penelitian Kumar et al. (2003) pada buah apel, ternyata jumlah serbuk sari yang menyerbuki stigma dapat meningkatkan kandungan padatan terlarut total dan ph daging buah.

41 66 2. Pengurangan benang sari dan cuping stigma pada bunga hermafrodit genotipe IPB 2. Pengurangan benang sari yang disertai dengan penyungkupan pada bunga pepaya hermafrodit genotipe IPB 2 menghasilkan perbedaan karakter fisik buah seperti panjang buah, diameter buah, bobot buah, tebal daging buah dan jumlah biji. Pengurangan cuping stigma pada bunga yang disungkup mempengaruhi karakter fisik buah: panjang buah, diameter buah, bobot buah dan bobot buah dapat dimakan, tetapi tidak mempengaruhi jumlah biji. Buah yang berasal dari bunga yang mengalami pengurangan cuping stigma mempunyai bobot yang lebih rendah dari buah yang dibiarkan menyerbuk biasa. Pengurangan bobot buah yang paling besar yaitu sekitar 62-70% terjadi pada buah yang bunganya mengalami pengurangan jumlah cuping stigma menjadi tinggal tiga buah (Tabel 9). Hasil penelitian pada apel yang dilakukan Kumar et al. (2003) menunjukkan bahwa jumlah serbuk sari pada stigma menentukan bobot buah yang terbentuk. Jumlah biji pada buah yang cuping stigma bunganya dikurangi menjadi tinggal tiga buah, mengalami penurunan 58-95% dibandingkan jumlah biji pada buah yang tidak dikurangi jumlah cuping stigma (Tabel 9). Karakter kimia daging buah seperti kadar padatan terlarut total, kandungan asam dan vitamin C ternyata hanya dipengaruhi oleh perlakuan pengurangan cuping stigma pada bunga yang dibiarkan terbuka (Tabel 10). Pertumbuhan panjang dan diameter buah pepaya genotipe IPB 2 memperlihatkan kurva sigmoid. Pertumbuhan diameter buah pepaya tidak berbeda antara buah yang mempunyai benang sari 10 dengan buah yang dikurangi benang sarinya. Perlakuan pengurangan benang sari mempengaruhi pertumbuhan panjang buah. Pertumbuhan panjang buah yang cepat terjadi pada minggu ke empat sampai minggu ke delapan setelah antesis. Buah yang mempunyai benang sari kurang dari 10 dan disungkup memperlihatkan pertumbuhan panjang buah yang lebih lambat dibandingkan dengan buah lainnya (Gambar 27).

42 67 67 Tabel 9. Karakter fisik buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 2. Perlakuan Panjang buah (cm) Diameter buah (cm) Bobot buah (g) Bobot dapat dimakan (g) Persen bobot dapat dimakan Kekerasan kulit buah Kekerasan daging buah Tebal daging buah (cm) Jumlah biji Bobot biji (g) HK ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± HK ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± 1.50 HK ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± 0.60 HK10T ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± HK5T ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± HT ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± HT ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± 0.30 HT5T ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± 5.31 HT3T ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± Kontras HK10 vs HK10T tn tn tn tn * tn tn tn tn tn HT5 vs HT5T ** ** ** ** tn ** ** * ** ** HT5T HT5 vs HT3 HT3T ** * ** ** ** tn tn ** tn tn HK10 HK10T vs HK5 HK5T tn tn tn tn * tn tn ** tn tn HK10 vs HK5T * ** ** ** * tn tn ** * tn HK5 vs HK5T ** * ** ** tn tn ** * ** tn HT5 vs HT3 tn tn tn tn ** tn tn * * * Keterangan: HK10, HK5, HK1 = bunga hermafrodit, benang sari berjumlah 10, 5, 1; HK10T, HK5T, HK1T = bunga disungkup, benang sari berjumlah 10, 5, 1; HT5, HT3 = bunga hermafrodit, cuping stigma berjumlah 5, 3, 1; HT5T, HT3T, HT1T = bunga disungkup, cuping stigma berjumlah 5,3,1. Uji beda nilai tengah dilakukan dengan uji kontras taraf 5%; tn = tidak nyata.

43 68 Tabel 10. Karakter kimia daging buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 2. Perlakuan ph PTT ( Brix) ATT Vit C HK ± ± ± ± HK ± ± ± ± HK ± ± ± ± HK10T 5.17 ± ± ± ± HK5T 5.39 ± ± ± ± HT ± ± ± ± HT ± ± ± ± HT5T 4.91 ± ± ± ± HT3T 5.42 ± ± ± ± Kontras HK10 vs HK10T tn tn tn tn HK5 HK1 vs HK5T HK1T tn tn tn tn HT5 vs HT5T tn ** tn tn HK10 HK10T vs HK5 HK5T tn tn tn tn HK10 vs HK5T tn tn tn tn HK5 vs HK5T tn * tn tn HT5 vs HT3 tn tn * ** Keterangan : sama dengan keterangan Tabel 9. Keragaan buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 2 yang bunganya mengalami perlakuan pengurangan benang sari terlihat berbeda panjangnya tetapi diameternya hampir sama (Gambar 28). Perbedaan pertumbuhan panjang buah terlihat jelas pada buah hermafrodit yang mengalami perlakuan pengurangan cuping stigma. Diperkirakan pengurangan cuping stigma mempengaruhi jumlah serbuk sari yang menyerbuk pada permukaan stigma. Pertumbuhan panjang buah yang cepat terjadi pada minggu ke empat sampai minggu ke delapan setelah antesis (Gambar 29). Keragaan buah yang mengalami pengurangan jumlah cuping stigma menjadi tinggal tiga berbeda dalam panjang buah (Gambar 30). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Walters dan Taylor (2006) pada buah pumpkin, yaitu jumlah serbuk sari yang dapat menyerbuk pada stigma menentukan ukuran buah.

44 Panjang Panjang & Diameter (cm) Diameter HK1 HK5 HK3 10 HK10 HK1T 5 HK3T HK5T HK10T Minggu Setelah Antesis Gambar 27. Pertumbuhan panjang dan diameter buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 2 pada perlakuan pengurangan benang sari; HK10, HK5, HK3, HK1 = bunga hermafrodit, benang sari berjumlah 10, 5, 3,1; HK10T, HK5T, HK3T, HK1T = bunga disungkup, benang sari berjumlah 10, 5, 3, 1. HK10 HK5 HK10T Gambar 28. Keragaan buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 2 pada perlakuan pengurangan benang sari; HK10, HK5= bunga terbuka, benang sari berjumlah 10, 5; HK10T, HK5T= bunga disungkup benang sari berjumlah 10, 5.

45 Panjang & Diameter (cm) Panjang Diameter HT3 HT5 5 HT1T HT3T HT5T Minggu Setelah Antesis Gambar 29. Pertumbuhan panjang dan diameter buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 2 pada perlakuan pengurangan cuping stigma; HT5, HT3 =bunga hermafrodit, cuping stigma berjumlah 5, 3; HT5T, HT3T, HT1T = bunga disungkup, cuping stigma berjumlah 5,3,1. HT3 HT5 Gambar 30. Keragaan buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 2 pada perlakuan pengurangan cuping stigma; HT5, HT3= bunga terbuka, cuping stigma berjumlah 5, Pengurangaan cuping stigma pada bunga pepaya betina genotipe IPB 3. Pertumbuhan panjang dan diameter buah betina genotipe IPB 3 menunjukkan kurva sigmoid seperti pada pertumbuhan buah hermafrodit IPB 3, hanya laju pertumbuhannya lebih lambat. Pertumbuhan buah baik panjang

46 71 maupun diameter buah melambat mulai dari minggu ke delapan setelah antesis (Gambar 31). 20 Panjang & Diameter (cm) Panjang Diameter TO T1 T3 T5 T5T Minggu Setelah Antesis Anthesis Gambar 31. Panjang dan diameter buah pepaya betina genotipe IPB 3 pada perlakuan pengurangan cuping stigma bunga betina; T5, T3, T1,T0 =bunga betina,cuping stigma berjumlah 5, 3, 1, tanpa cuping stigma, dan penghalangan penyerbukan (T5T). Keragaan buah pepaya betina yang mengalami pengurangan cuping stigma (T3, T1, T0) terlihat jelas lebih kecil ukuran buahnya daripada buah yang tidak mengalami pengurangan cuping stigma (T5). Penghalangan penyerbukan pada bunga betina (T5T) menghasilkan buah tanpa biji dan ukurannya lebih kecil dari buah betina biasa (Gambar 32). T0 TO T1 T3 T5 T5T Gambar 32. Keragaan buah pepaya betina genotipe IPB 3 pada perlakuan pengurangan cuping stigma bunga betina; T5, T3, T1,T0 =bunga betina, cuping stigma berjumlah 5, 3, 1, tanpa lobus stigma, dan penghalangan penyerbukan (T5T).

47 72 Pengurangan cuping stigma bunga betina mempengaruhi jumlah biji dan bobot biji yang terbentuk. Pengurangan cuping stigma menjadi tak ada (T0) dan perlakuan penghalangan penyerbukan dengan menyungkup bunga betina (T5T) menghasilkan buah pepaya yang tidak memiliki biji. Panjang buah, diameter buah, bobot buah, bobot buah yang dapat dimakan serta kekerasan kulit buah dipengaruhi oleh perlakuan pengurangan cuping stigma. Tebal daging buah menurun 27 dan 57% pada perlakuan pengurangan cuping stigma menjadi T0 dan T5T (Tabel 11). Karakter kimia daging buah pepaya tidak dipengaruhi oleh pengurangan cuping stigma (Tabel 12). 4. Penyerbukan bunga hermafrodit genotipe IPB 3 dengan serbuk sari genotipe lain. Penyerbukan bunga dengan serbuk sari genotipe lain dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya efek metaxenia pada buah pepaya. Metaxenia terjadi apabila ada pengaruh langsung dari serbuk sari pada biji, lapisan luar embrio dan endosperm buah. Pengaruh langsung dari serbuk sari bunga jantan terhadap perkembangan buah terjadi dan sangat bervariasi tergantung pada genotipe dan viabilitas serbuk sari yang digunakan dalam penyerbukan. Panjang dan diameter buah pepaya hermafrodit IPB 3 yang bunganya diserbuki genotipe lain menghasilkan pertumbuhan yang beragam tergantung genotipe sumber serbuk sarinya. Kurva pertumbuhan buah menunjukkan bahwa ukuran buah tidak ditentukan oleh sumber serbuk sari. Panjang dan diameter buah yang pendek dipunyai oleh genotipe IPB 3 x (10) (Gambar 33). Keragaan buah pepaya hermafrodit IPB 3 yang diserbuki berbagai serbuk sari genotipe lain sedikit terlihat perbedaan dalam bentuk dan ukuran buahnya (Gambar 34). Tetapi dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa tidak ada efek metaxenia pada karakter fisik dan kimia buah (Tabel 13 dan 14). Hasil penelitian pada pepaya hermafrodit IPB 3 sama dengan hasil penelitian metaxenia yang dilakukan Widodo et al. (2010) pada pepaya hermafrodit IPB 9, yang juga menunjukkan tidak ada efek metaxenia pada seluruh peubah yang diamati sehingga dapat disimpulkan tidak ada pengaruh genotipe sumber serbuk sari terhadap mutu fisik dan kimia buah pepaya.

48 26 73 Tabel 11. Karakter fisik buah pepaya betina genotipe IPB 3. Perlakuan Panjang buah Diameter buah Bobot buah Bobot dapat dimakan Persen bobot dapat dimakan (%) Kekerasan kulit buah Kekerasan daging buah Tebal maksimal daging buah Tebal minimum daging buah (cm) (cm) (cm) (g) (g) (kg/det) (kg/det) (cm) (g) Kontrol (T5) T * * T * 8.00 * * * * * * T * 6.60 * * * * 0.75 * 1.45 * * 0.00 * T5T * 5.55 * * * * * * 0.00 * Keterangan: T5, T3, T1,T0 =bunga terbuka, lobus stigma berjumlah 5, 3, 1, tanpa lobus stigma, dan penghalangan penyerbukan (T5T) * : berbeda nyata dengan kontrol (T5) pada uji dunnett 5%. Tabel 12. Karakter kimia daging buah pepaya betina genotipe IPB 3. Perlakuan ph PTT ( Brix) ATT Vit C T5 (Kontrol) T * T T * Keterangan: sama dengan keterangan Tabel 11. Jumlah biji Bobot biji

49 74 25 Panjang & Diameter (cm) Panjang Diameter Minggu Setelah Anthesis Minggu Setelah Antesis IPB3X2 IPB3X4 IPB3x7 IPB3X8 IPB3X9 IPB3X10 Gambar 33. Panjang dan diameter buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 pada perlakuan penyerbukan dengan serbuk sari genotipe lain. IPB 3 x (2) IPB 3 x (4) IPB 3 x (7) IPB 3 x (8) IPB 3 x (9) IPB 3 x (10) HK10 HK10T Gambar 34. Keragaan buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 pada perlakuan penyerbukan dengan serbuk sari genotipe lain; HK10= bunga terbuka benang sari 10, HK10T= bunga disungkup benang sari berjumlah 10.

Hasil penelitian menunjukkan tanaman betina menghasilkan bunga betina dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit, dan ekspresi seks

Hasil penelitian menunjukkan tanaman betina menghasilkan bunga betina dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit, dan ekspresi seks V. PEMBAHASAN UMUM Pepaya berpotensi menjadi buah utama Indonesia karena sifatnya yang multi fungsi. Indonesia mempunyai banyak plasma nutfah pepaya yang menjadi kekuatan dan modal dasar untuk pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang Pepaya merupakan salah satu komoditi buah penting dalam perekonomian Indonesia. Produksi buah pepaya nasional pada tahun 2006 mencapai 9.76% dari total produksi buah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010 di kebun percobaan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB, Tajur dengan elevasi 250-300 m dpl

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Curah hujan harian di wilayah Kebun Percobaan PKBT IPB Tajur 1 dan 2 pada Februari sampai Juni 2009 berkisar 76-151 mm. Kelembaban udara harian rata-rata kebun tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan viabilitas diperlukan untuk menduga keberhasilan proses fertilisasi atau viabilitas suatu polen yang ditunjukkan oleh diameter polen pepaya, daya berkecambah polen pepaya,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pepaya

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pepaya 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) adalah tanaman yang berasal dari daerah Amerika tropis. Tanaman ini termasuk dalam ordo Caricales, famili Caricaceae, dan genus Carica

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 15 Tabel 8 Daftar komposisi media pada kultur mangga Komponen A B C D E Unsur makro ½ MS B5 B5 B5 ½B5 Unsur mikro MS MS MS MS MS Fe-EDTA ½MS MS MS MS MS Vitamin dan asam amino MS MS MS MS MS Asam askorbat

Lebih terperinci

TEKNIK PERSILANGAN BUATAN

TEKNIK PERSILANGAN BUATAN MODUL II TEKNIK PERSILANGAN BUATAN 2.1 Latar Belakang Keragaman genetik merupakan potensi awal di dalam perbaikan sifat. Salah satu upaya untuk memperluas keragaman genetik ialah melalui persilangan buatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Pepaya (Carica papaya L.) termasuk dalam famili Caricaceae dan genus Carica. Famili Caricaceae ini terdiri dari empat genus yaitu Carica, Jarilla dan Jacaratial yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Segunung dengan ketinggian 1 100 m dpl (di atas permukaan laut). Penelitian dilakukan pada Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Yogyakarta (lokasi 1) dari pusat kota ke arah Gunung Merapi sebagai lokasi yang relatif tercemar dan di Kota Solo

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA. B.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada November 2011 sampai April 2012 dan bertempat di Kebun Manggis Cicantayan-Sukabumi dengan ketinggian tempat sekitar 500-700 m dpl (di atas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Maret 2009. Tempat penelitian di Kebun IPB Tajur I dan analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Jenis Data Data Primer

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Jenis Data Data Primer 21 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Yogyakarta sebagai kota yang terkena dampak langsung erupsi Gunung Merapi dan di lokasi yang relatif tidak terlalu

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan Bahan yang digunakan antara lain daun salak [Salacca zalacca (Gaertn.) Voss] kultivar Kedung Paruk,

Lebih terperinci

STUDI MORFOLOGI BUNGA, PENYERBUKAN DAN PERKEMBANGAN BUAH SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN MUTU BUAH PEPAYA IPB KETTY SUKETI

STUDI MORFOLOGI BUNGA, PENYERBUKAN DAN PERKEMBANGAN BUAH SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN MUTU BUAH PEPAYA IPB KETTY SUKETI STUDI MORFOLOGI BUNGA, PENYERBUKAN DAN PERKEMBANGAN BUAH SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN MUTU BUAH PEPAYA IPB KETTY SUKETI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 SURAT PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca. Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca. Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Dramaga, Bogor untuk pengujian

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi dan Deskripsi Lokasi 1. Bahan Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah daun 10 kultivar kacang tanah ( kultivar Bima, Hypoma1, Hypoma2, Kancil, Kelinci, Talam,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

STUDI PERKECAMBAHAN POLEN PEPAYA SECARA IN VITRO. Cenra Intan Hartuti Tuharea A

STUDI PERKECAMBAHAN POLEN PEPAYA SECARA IN VITRO. Cenra Intan Hartuti Tuharea A STUDI PERKECAMBAHAN POLEN PEPAYA SECARA IN VITRO Cenra Intan Hartuti Tuharea A34304013 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 STUDI PERKECAMBAHAN POLEN PEPAYA

Lebih terperinci

BAB II. PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN BENIH SECARA GENERATIF

BAB II. PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN BENIH SECARA GENERATIF BAB II. PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN BENIH SECARA GENERATIF PEMBUNGAAN: Struktur Bunga: Bunga merupakan modifikasi dari tunas vegetatif/batang dengan bagian daun khusus yang berubah fungsi menjadi alat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

Mengenal Morfologi Bunga untuk Meningkatkan Kualitas Benih Pepaya

Mengenal Morfologi Bunga untuk Meningkatkan Kualitas Benih Pepaya Mengenal Morfologi Bunga untuk Meningkatkan Kualitas Benih Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman buah tropika yang mempunyai manfaat untuk kesehatan, nilai komersial tinggi, dan tersedia sepanjang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daerah Asal dan Penyebaran Pepaya Taksonomi dan Botani Pepaya

TINJAUAN PUSTAKA Daerah Asal dan Penyebaran Pepaya Taksonomi dan Botani Pepaya TINJAUAN PUSTAKA Daerah Asal dan Penyebaran Pepaya Genus Carica merupakan tanaman asli Amerika tropika yang berasal dari persilangan alami Carica peltata Hook. & Arn. dari Amerika tropika dibawa ke Karibia

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Agustus 2013 sampai Oktober

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi dan Deskripsi Lokasi 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah daun jambu air (Syzygium aqueum). Kemikalia yang digunakan yaitu larutan alkohol 96%, ethanol,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung pada bulan Juni November 2014. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Alat dan bahan tercantum dalam Lampiran 1. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Struktur dan Perkembangan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015.

III. BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015. 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Perkebunan dan rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan pengamatan. Proses

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 7 bulan pada bulan Mei sampai bulan Desember 2015 di kebun salak Tapansari, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Salak yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi Alat dan Bahan Materi yang digunakan dalam penelitian yaitu sampel daun jambu semarang Buah Pink, Hijau Bulat, Unsoed, Merah Lebar', Kaget Merah, Camplong Putih, Irung

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A. Komposisi Media MS (Murashige & Skoog) 1962 Bahan Kimia Konsentrasi Dalam Media (mg/l) Makro Nutrien NH 4 NO 3 1650,000 KNO 3 1900,000 CaCl 2. H 2 O 440,000 MgSO 4. 7H 2 O 370,000

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

Siti Noorrohmah, Sobir, Sriani Sujiprihati 1)

Siti Noorrohmah, Sobir, Sriani Sujiprihati 1) Keragaan Morfologi dan Kualitas Buah Pepaya Di Empat Lokasi di Wilayah Bogor pada Dua Musim (Morphological Performance and Fruit Quality of Papaya on Four Locations at Bogor Areas in Two Seasons) Siti

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika,

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika, III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2010 di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2012. Pengamatan berat telur, indeks bentuk telur, kedalaman kantung udara, ketebalan kerabang, berat kerabang

Lebih terperinci

Metode Penelitian. commit to user 100% 13,33% 50% 26,67% 30% 46,67% 25% 60,00% 15% 66,67% 10% 73,33% 4% 80,00% 2% 86,67%

Metode Penelitian. commit to user 100% 13,33% 50% 26,67% 30% 46,67% 25% 60,00% 15% 66,67% 10% 73,33% 4% 80,00% 2% 86,67% III. Metode Penelitian A. Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Oktober 2013 bertempat di Desa Karanggeneng, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Lapang Terpadu dan Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Lapang Terpadu dan Laboratorium 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Lapang Terpadu dan Laboratorium Benih dan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan

Lebih terperinci

PENGARUH PENYERBUKAN TERHADAP KUALITAS BUAH PEPAYA BETINA GENOTIPE IPB 1 TRI LESTARI HANDAYANI A

PENGARUH PENYERBUKAN TERHADAP KUALITAS BUAH PEPAYA BETINA GENOTIPE IPB 1 TRI LESTARI HANDAYANI A i PENGARUH PENYERBUKAN TERHADAP KUALITAS BUAH PEPAYA BETINA GENOTIPE IPB 1 TRI LESTARI HANDAYANI A24051509 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ii RINGKASAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada November 2013-Mei 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada November 2013-Mei 2014 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada November 2013-Mei 2014 di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family Caricaceae dan merupakan tanaman herba (Barus dan Syukri, 2008). Sampai saat ini, Caricaceae itu diperkirakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Tulungrejo, Batu dekat Raya Selekta, Wisata petik apel kota Batu, dan Laboratorium Biosistematika Departemen Biologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan, mulai bulan Januari sampai dengan bulan April 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. bulan, mulai bulan Januari sampai dengan bulan April 2012. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biosistematika dan Laboratorium Histologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca Gedung Hortikultura, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2009 sampai bulan Juli 2010

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2009 sampai bulan Juli 2010 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2009 sampai bulan Juli 2010 di laboratorium Struktur Tumbuhan Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Januari 2016 di kebun salak Tapansari, Candibinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Luas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan September 2012 sampai bulan Januari 2013. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Pepaya Pepaya diklasifikasikan kedalam Kingdom Plantae, Divisio Spermatophyta, Class Angiospermae, Subclass Dicotyledonae, Familia Caricaceae, Genus Carica dan Species Carica

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 38 Pencemaran Getah Kuning Pencemaran getah kuning pada buah manggis dapat dilihat dari pengamatan skoring dan persentase buah bergetah kuning pada aril dan kulit buah, serta persentase

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas 23 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Kampus Gedung Meneng, Bandar Lampung pada bulan Desember 2013

Lebih terperinci

III. METODE PELAKSANAAN. Penelitian ini dilakukan di kebun budidaya Ds. Junrejo, Kec. Junrejo,

III. METODE PELAKSANAAN. Penelitian ini dilakukan di kebun budidaya Ds. Junrejo, Kec. Junrejo, III. METODE PELAKSANAAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di kebun budidaya Ds. Junrejo, Kec. Junrejo, Batu, Malang. Ds. Junrejo, Kec. Junrejo berada pada ketinggian 800 m dpl, memiliki suhu

Lebih terperinci

METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Rancangan Penelitian

METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Rancangan Penelitian METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penyemprotan kalsium pada buah manggis dilakukan di sentra produksi manggis yaitu di kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pengamatan sifat

Lebih terperinci

KAJIAN METAXENIA PADA BUAH PEPAYA GENOTIPE IPB 9 NURUL FEBRIYANTI A

KAJIAN METAXENIA PADA BUAH PEPAYA GENOTIPE IPB 9 NURUL FEBRIYANTI A KAJIAN METAXENIA PADA BUAH PEPAYA GENOTIPE IPB 9 NURUL FEBRIYANTI A24061724 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN NURUL FEBRIYANTI. Kajian Metaxenia

Lebih terperinci

Teknologi Praktis : Agar Populasi Tanaman Pepaya Bisa 100 Persen Berkelamin Sempurna (Hermaprodit) dan Seragam

Teknologi Praktis : Agar Populasi Tanaman Pepaya Bisa 100 Persen Berkelamin Sempurna (Hermaprodit) dan Seragam iptek hortikultura Teknologi Praktis : Agar Populasi Tanaman Pepaya Bisa 100 Persen Berkelamin Sempurna (Hermaprodit) dan Seragam Buah pepaya telah menjadi buah trend setter sejak beredarnya beberapa varietas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Pascapanen, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai bulan April 2012 sampai dengan Mei 2012. Bahan dan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh konsentrasi dan lama perendaman IAA (Indole Acetic

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh konsentrasi dan lama perendaman IAA (Indole Acetic BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian pengaruh konsentrasi dan lama perendaman IAA (Indole Acetic Acid) terhadap pertumbuhan vegetatif bibit tebu (Saccharum officinarum L.) G2 varietas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan, diperkirakan dari lereng pegunungan Andes, di negara-negara Bolivia, Peru, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eskperimental yang menggunakan Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: 1. Faktor pertama: konsentrasi

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI PHALAENOPSIS AMABILIS (L.) BL.

BIOLOGI REPRODUKSI PHALAENOPSIS AMABILIS (L.) BL. BIOLOGI REPRODUKSI PHALAENOPSIS AMABILIS (L.) BL. ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenai biologi reproduksi Phalaenopsis amabilis (L.) B1. (anggrek bulan) untuk mengetahui morfologi perkembangan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data 17 BAHAN DAN METODE Studi pewarisan ini terdiri dari dua penelitian yang menggunakan galur persilangan berbeda yaitu (1) studi pewarisan persilangan antara cabai besar dengan cabai rawit, (2) studi pewarisan

Lebih terperinci

Sediaan Mikroskopis untuk Pengamatan dengan Mikroskop Elektron Transmisi (TEM). Pengukuran Parameter Fotosintesis . Pengamatan Anatomi Daun HASIL

Sediaan Mikroskopis untuk Pengamatan dengan Mikroskop Elektron Transmisi (TEM). Pengukuran Parameter Fotosintesis . Pengamatan Anatomi Daun HASIL dan dihitung status air medianya (Lampiran 1). Pengukuran kadar air relatif dilakukan dengan mengambil 1 potongan melingkar dari daun yang telah berkembang penuh (daun ke-3 dari atas) dengan diameter 1

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Pepaya

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Pepaya 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman asli Amerika tropis yang dibawa ke Kepulauan Karibia dan Asia Tenggara semasa penjajahan Spanyol pada abad ke-16.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Institut Pertanian Bogor, Dramaga Bogor, pada bulan November

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap kadar glukosa darah dan histologi pankreas tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan utama yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Durian lokal

MATERI DAN METODE. Bahan utama yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Durian lokal III. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2012. Persiapan telur tetas dan penetasan dilaksanakan di Laboratorium Penetasan Telur, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan Kebun percobaan Petani Ciherang. Kebun ini terletak di Ciherang pada ketinggian 250 m dpl. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat dan waktu pengambilan sampel Sampel diambil di Pantai Timur Surabaya, tepatnya di sebelah Timur Jembatan Suramadu (Gambar 3.1).

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini berlangsung sejak bulan September 2013 sampai dengan Juli 2014 di Desa Sotol Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan. 3.2. Bahan dan Alat Bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Bandar Lampung,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) secara faktorial, dengan faktor I varietas kedelai dan faktor II tingkat ketersediaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai dengan Januari

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai dengan Januari III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai dengan Januari 2012 di Jalan Palapa VI, Bandar Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca, Laboratorium Produksi Tanaman, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pembentukan buah tanpa biji per tandan. 1. Persentase keberhasilan pembentukan buah tanpa biji

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pembentukan buah tanpa biji per tandan. 1. Persentase keberhasilan pembentukan buah tanpa biji IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pembentukan buah tanpa biji per tandan 1. Persentase keberhasilan pembentukan buah tanpa biji Berdasarkan hasil penelitian terhadap buah tanaman Salak Pondoh didapatkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Buah per Tandan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah,

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Buah per Tandan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah, 20 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Buah per Tandan Salah satu ciri perkembangan pada buah yang baik yaitu ditentukan bertambahnya volume dan biomassa selama proses tersebut berlangsung.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lahan Kebun salak dalam penelitian ini terletak di Desa Tapansari, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Umur pohon salak yang digunakan sekitar 2 tahun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok,

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok, BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan dan Desain Penelitian Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian eksperimen, rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai Cabai merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan. Cabai dikenal di Eropa pada abad ke-16, setelah diintroduksi oleh Colombus saat perjalanan pulang

Lebih terperinci