STUDI MORFOLOGI BUNGA, PENYERBUKAN DAN PERKEMBANGAN BUAH SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN MUTU BUAH PEPAYA IPB KETTY SUKETI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI MORFOLOGI BUNGA, PENYERBUKAN DAN PERKEMBANGAN BUAH SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN MUTU BUAH PEPAYA IPB KETTY SUKETI"

Transkripsi

1 STUDI MORFOLOGI BUNGA, PENYERBUKAN DAN PERKEMBANGAN BUAH SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN MUTU BUAH PEPAYA IPB KETTY SUKETI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI yang berjudul: Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam disertasi STUDI MORFOLOGI BUNGA, PENYERBUKAN DAN PERKEMBANGAN BUAH SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN MUTU BUAH PEPAYA IPB adalah benar-benar karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing, bukan hasil jiplakan atau tiruan serta belum pernah diajukan dalam bentuk apapun untuk memperoleh gelar program sejenis di perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah dituliskan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Agustus 2011 Ketty Suketi NIM. A

3 ABSTRACT KETTY SUKETI. Study on flower morphology, pollination and fruit development of IPB s papaya for fruit quality control. Supervised by: ROEDHY POERWANTO as the chairman, SRIANI SUJIPRIHATI, SOBIR and WINARSO D. WIDODO as the member of advisory committee. The purpose of this study were to identify the mechanism of flowering and fruit development of IPB s papaya for fruit quality control. This experiments were consisted study of: papaya flower morphology, papaya pollen viability and pollen tube growth, pollination and fruit development, and papaya fruit quality for papaya fruit quality control. The general conclusion from this study is that information about pollination and flower morphology associated with sex expression of plants can be used to control the shape, size and quality of papaya fruit. Female plants produce pistillate flowers and hermaprodite plants produce hermaphrodite flowers and sex expression of flowers became known after the flowering plants. Hermaphrodite flower development until the fruitset formed will occur much longer than pistillate flower. Location of the stamen to the stigma of papaya small fruit and large fruit categories were different. Hermaphrodite style flower of IPB 1 genotype has irregular and unstable shape of lobe, in the other hand pistillate style flower has five lobes. The purpose of the pollen germination research was to examine the fertilization process in terms of papaya pollen germination process and growth rate of pollen tubes. Average length of pollen tube within four hours of germination for small papaya fruit category (IPB 1, IPB 3, and IPB 4) was long, while the distance between stigma and base of ovary was short so that the expected of fertilization process occurred sooner. Pollination by decreasing the number of stamens in hermaphrodite papaya flower of IPB 3 genotype (small fruit category) resulted in reduction of the chemical characteristics but not the physical characteristics of the fruit. Bagging and reduction of stigma lobes of hermaphrodite flowers IPB 3 causes a reduction in fruit weight, fruit flesh thickness and seed number. In the large fruit category of papaya (IPB 2 genotype) reduction of stamens, stigma lobes and bagging in hermaphrodite papaya flower IPB 2 causes a decrease in physical characteristics of the fruit but does not reduce the chemical characteristics of the fruit. Reduction of stigma lobes of pistillate flowers IPB 3 affects the number of seeds and seed weight. Isolated pollination by bagging pistillate flower of IPB 3 genotype was showed seedless fruit. There is no metaxenia effect or no effect of genotype on pollen sources on physical and chemical characteristics of hermaphrodite IPB 3. The IPB 1 genotype could be harvested at all stadia of maturity stage: stadium 25% (130 DAA-Days after anthesis), 50% (135 DAA) and 75% (140 DAA). The other genotype could be harvested at stadium 25 % ripe and consumed at 75 % ripe. There was no significant different on physical and chemical characteristics between papaya at stadium 75% and 100% ripe. Flesh firmness of IPB 9 genotype was better than IPB 1, IPB 4 and IPB 8. The longest shelf life was shown by IPB 10A (8-9 days after picking), while the other genotypes had a similar shelf life of 6-7 days. Keyword: flower morphology, pollen viability, pollen tube, pollination, fruit development, fruit quality, pistillate, hermaphrodite.

4 RINGKASAN KETTY SUKETI. Studi morfologi bunga, penyerbukan dan perkembangan buah sebagai dasar pengendalian mutu buah pepaya IPB. Komisi Pembimbing: ROEDHY POERWANTO (Ketua), SRIANI SUJIPRIHATI, SOBIR dan WINARSO D. WIDODO (Anggota). Tujuan dari studi ini ialah: untuk mengetahui keragaan morfologi bunga pepaya IPB; mengetahui fisiologi pembuahan melalui viabilitas dan pertumbuhan tabung sari pepaya; mengetahui pengaruh penyerbukan terhadap mutu buah pepaya IPB 3 dan IPB 2, dan karakter mutu buah yang dapat dijadikan dasar pengendalian mutu buah pepaya. Penelitian dilakukan dengan percobaanpercobaan yang terdiri dari studi: morfologi bunga, viabilitas dan pertumbuhan tabung sari, penyerbukan bunga dan mutu buah pepaya. Kesimpulan umum dari penelitian ini ialah informasi tentang penyerbukan dan morfologi bunga terkait dengan ekspresi seks tanaman dapat digunakan untuk mengatur bentuk, ukuran dan mutu buah pepaya. Tanaman betina menghasilkan bunga betina dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit serta ekspresi seks bunga tanaman pepaya baru diketahui setelah tanaman berbunga. Letak benang sari yang berdekatan dan di atas stigma bunga terdapat pada bunga pepaya kategori buah kecil, sedangkan letak benang sari lebih jauh dan di bawah stigma bunga terdapat pada kategori buah sedang dan buah besar. Bunga hermafrodit genotipe IPB 1 menunjukkan ketidak teraturan jumlah lekukan pada tangkai kepala putik, berbeda dengan lekukan pada tangkai kepala putik bunga betina IPB 1 yang konsisten berjumlah lima lekukan. Perkembangan bunga betina genotipe IPB 1 sampai terbentuk bakal buah berlangsung selama 4-5 hari, sedangkan pada hermafrodit lebih lama yaitu sekitar 5-7 hari. Hubungan viabilitas yang dicerminkan oleh daya berkecambah serbuk sari dan kecepatan pertumbuhan tabung sari dapat dijadikan parameter penduga keberhasilan proses pembuahan pada pepaya. Tabung sari dalam empat jam perkecambahan untuk pepaya kategori buah kecil (IPB 1, IPB 3 dan IPB 4) tumbuh paling panjang, sementara jarak antara stigma dengan bakal buah pendek sehingga diduga proses pembuahan akan terjadi lebih cepat dibandingkan pada pepaya kategori buah lainnya. Pengurangan benang sari pada buah pepaya kategori kecil (IPB 3) mengakibatkan pengurangan karakter kimia buah tetapi tidak pada karakter fisik buah. Pengurangan cuping stigma bunga hermafrodit yang disertai dengan penyungkupan pada pepaya kategori buah kecil menyebabkan pengurangan dalam bobot buah, tebal buah dan jumlah biji. Pada pepaya kategori buah besar (IPB 2) pengurangan benang sari, cuping stigma dan penyungkupan menyebabkan penurunan pada karakter fisik buah tetapi tidak mengurangi mutu kimia buah. Pengurangan cuping stigma bunga betina IPB 3 mempengaruhi jumlah biji dan bobot biji yang terbentuk. Penyungkupan bunga betina genotipe IPB 3 menghasilkan buah pepaya betina yang tidak berbiji. Mutu karakter fisik dan kimia buah hermafrodit IPB 3 tidak dipengaruhi oleh genotipe sumber serbuk sari sehingga tidak ada efek metaxenia pada buah pepaya hermafrodit IPB 3.

5 Buah pepaya genotipe IPB 1 dapat dipanen pada stadia kematangan buah 25% (130 HSA-Hari setelah antesis), 50 % (135 HSA) dan 75 % (140 HSA). Genotipe lainnya dapat dipanen pada stadia kematangan buah 25 % dan dikonsumsi pada stadia kematangan 75%. Karakter mutu fisik dan kimia buah tidak berbeda.pada stadia warna kuning kulit buah 75% dan 100%. Genotipe IPB 9 memiliki nilai kekerasan daging buah lebih baik dari IPB 1, IPB 4 dan IPB 8. Kandungan vitamin C (ascorbic acid) dan karoten genotipe IPB 4 lebih besar dari IPB 2A, IPB 3A. Buah genotipe IPB 10 A memiliki daya simpan (8-9 hari), sedangkan daya simpan buah genotipe lainnya rata-rata mencapai 6-7 hari. Kata kunci: hermafrodit, betina, penyerbukan, tabung sari, serbuk sari, mutu buah pepaya.

6 @Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor tahun Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.

7 STUDI MORFOLOGI BUNGA, PENYERBUKAN DAN PERKEMBANGAN BUAH SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN MUTU BUAH PEPAYA IPB KETTY SUKETI Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Agronomi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

8 Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Sri Setyati Harjadi, M.Sc. (Guru Besar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB) Dr. Ir. Endah Retno Palupi M.Sc. (Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB) Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto (Guru Besar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB) Dr. Ir. Winny Dian Wibawa, M.Sc. (Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian)

9 Judul Disertasi : Studi Morfologi Bunga, Penyerbukan dan Perkembangan Buah sebagai Dasar Pengendalian Mutu Buah Pepaya IPB Nama : Ketty Suketi Nomor Pokok : A Program Studi : Agronomi Disetujui, Komisi Pembimbing Prof.Dr.Ir. Roedhy Poerwanto, M.Sc. Ketua Prof.Dr.Ir. Sriani Sujiprihati, MS. Anggota Dr.Ir. Sobir, MS. Anggota Dr.Ir. Winarso D.Widodo, MS. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Dr.Ir. Munif Ghulamahdi, MS. Tanggal Ujian: Dr.Ir. Dahrulsyah M.Sc.Agr. Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Pengembangan buah-buahan tropika Indonesia memegang peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Strategi yang dilakukan untuk pengembangan buah-buahan tropika seyogyanya berdasarkan kepada pengelolaan sumber daya genetik yang dimiliki sehingga dapat menghasilkan produk yang mempunyai daya saing tinggi. Pengembangan buah pepaya di Indonesia diharapkan dapat menghasilkan pepaya Indonesia yang mempunyai kemampuan untuk bersaing dalam agribisnis buah-buahan Dalam rangka mendukung pengembangan buah pepaya, maka dilakukan serangkaian penelitian berjudul: Studi Morfologi Bunga, Penyerbukan dan Perkembangan Buah sebagai Dasar Pengendalian Mutu Buah Pepaya IPB. Dengan rahmat Allah SWT, penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik. Disertasi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi Program Doktor (S3) di Sekolah Pascasarjana, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, M.Sc. sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS., Dr. Ir. Sobir, MS. dan Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS. sebagai Anggota Komisi yang telah banyak membantu dalam membimbing dan mengarahkan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada: 1. Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan beasiswa BPPS dan Hibah Penelitian Program Doktor 2009 sehingga penulis dapat menyelesaikan studi Program Doktor di Institut Pertanian Bogor. 2. Rektor Institut Pertanian Bogor, Wakil Rektor IPB Bidang Akademik, Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Pertanian IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, Kepala Bagian Laboratorium Produksi Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB atas pemberian ijin dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini dengan baik. 3. Staf Pengajar Program Studi Agronomi, Sekolah Pasca Sarjana IPB yang telah memberikan ilmu selama penulis kuliah untuk Program Doktor di IPB.

11 4. Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto dan Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.Sc. yang telah menguji penulis pada Ujian Prakualifikasi Program Doktor di IPB. 5. Prof. Dr. Ir. Sri Setyati Harjadi, Dr. Ir. Endah Retno Palupi MSc., Dr.Ir. Aris Munandar dan Dr.Ir. Trikoesoemaningtyas yang telah menguji penulis pada Ujian Tertutup Program Doktor di IPB. 6. Prof.Dr.Ir. Slamet Susanto, Dr. Ir. Winny Dian Wibawa, M.Sc., Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.Sc. dan Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA. yang telah menguji penulis pada Ujian Terbuka Program Doktor di IPB. 7. Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB yang telah banyak memberikan dukungan, pengertian, bantuan dan kerjasama dalam pelaksanaan tugas penulis sebagai staf pengajar. 8. Rekan rekan di Laboratorium Produksi, Laboratorium RGCI dan Laboratorium Ekofisiologi Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB serta berbagai pihak yang telah banyak membantu pelaksanaan penelitian penulis. 9. Mellyawati Widjaya, Devis Suni, Dita Reninda, Isyana Rafikasari, Krisna D. Purba, Cenra I.H. Tuharea dan Wiwit Widyastuti yang telah membantu penelitian penulis. 10. Kedua orang tua penulis, Bapak Soma Rustama dan Ibu Isus Sukesih (almarhumah) yang telah mendidik dan senantiasa mendoakan penulis. 11. Suami tercinta Ir. Yuyu Rahayu, M.Sc. dan ananda Gilang Aditya Rahayu SP., Gitta Fatima Rahayu serta Genta Muhammad Rahayu, atas segala pengertian, dorongan dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi Program Doktor. Semoga Allah SWT membalas budi baik yang telah diberikan, dan semoga disertasi ini dapat memberikan manfaat dalam pengembangan buah-buahan di Indonesia. Bogor, Agustus 2011 Penulis

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 13 September 1961 di Bandung sebagai anak ketiga dari Soma Rustama dan Isus Sukesih. Tahun 1973 penulis lulus dari SD Negeri Nilem I Bandung. Sekolah Menengah diselesaikan pada tahun 1976 dari SMP Negeri II Bandung, dan pada tahun 1980 dari SMA Negeri III Bandung. Sarjana Pertanian diperoleh penulis dari Institut Pertanian Bogor pada tahun Pada bulan Desember 1985 penulis menikah dengan Ir. Yuyu Rahayu, M.Sc. dan telah dikaruniai tiga orang putra putri, Gilang Aditya Rahayu SP., Gitta Fatima Rahayu dan Genta Muhammad Rahayu. Penulis diterima menjadi pegawai negeri sipil pada bulan Januari 1987 dan sampai saat ini bekerja sebagai staf pengajar di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan Agustus 1988 sampai Januari 1990 penulis mengikuti program pendidikan non gelar di Department of Horticulture, Purdue University, USA. Penulis memperoleh gelar Magister Sains dari Institut Pertanian Bogor pada tahun Penelitian-penelitian penulis yang telah diterbitkan dalam Jurnal ilmiah ialah: 1. Karakter fisik dan kimia buah pepaya pada stadia kematangan berbeda. Physical and chemical characteristics of papaya at different maturity stages. J. Agron. Indonesia 38(1):60-66 (2010). 2. Analisis kedekatan hubungan antar genotipe pepaya berdasarkan karakter morfologi dan buah. Relationships among papaya genotypes based on morphological and fruit characters. J. Agron. Indonesia 38(2): (2010). 3. Studi karakter mutu buah pepaya IPB. Fruit quality study of IPB s papaya. J. Hortikultura Indonesia 1(1):17-26 (2010). 4. Pollen viability and pollen tube growth of IPB s papaya. J. Agron. Indonesia 39(1): (2011).

13 Penelitian-penelitian penulis yang telah disajikan dalam Seminar ialah: 1. Kajian pertumbuhan, ekspresi seks tanaman dan kualitas buah pepaya genotipe IPB 1 dan IPB 2 dengan pupuk organik. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai Oleh Hibah Kompetitif. Bogor, 1-2 Agustus Kajian daya simpan buah pepaya. hal Dalam: Rostini N, Nurmala T, Karuniawan A, Nuraini A, Amien S, Ruswandi D, Qosim WA (eds.). Prosiding Seminar dan Kongres IX Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI). Pengembangan dan Optimalisasi Produksi Komoditas Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan dan Bioenergi. Bandung, November Analysis diversity among PKBT s papaya genotypes. Poster 4th International Symposium on Tropical and Subtropical Fruits. Bogor, 3-7 November Papaya pollen germination. Poster Congress and Scientific Annual Seminar on Publication and Dissemination of Indonesian Horticultural Research. Bogor, Oktober 2009.

14 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... XIII DAFTAR GAMBAR... XV I. PENDAHULUAN UMUM... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 4 Kerangka Berpikir... 5 II. TINJAUAN PUSTAKA III. STUDI MORFOLOGI DAN FISIOLOGI PERTUMBUHAN BUNGA DAN BUAH PEPAYA Abstrak Abstract Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan III.1. Morfologi Bunga Pepaya III.2. Viabilitas dan Pertumbuhan Tabung Sari Pepaya IPB III.3. Studi Penyerbukan Bunga dan Perkembangan Buah Pepaya Kesimpulan IV. STUDI MUTU BUAH PEPAYA Abstrak Abstract Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan IV.1. Mutu Buah Pepaya pada Tiga Stadia Kematangan Berbeda IV.2. Mutu Buah Pepaya IPB IV.3. Mutu Buah Pepaya pada Umur Petik dan Waktu Simpan Berbeda Kesimpulan V. PEMBAHASAN UMUM VI. KESIMPULAN UMUM DAN SARAN Kesimpulan Umum Saran DAFTAR PUSTAKA

15 DAFTAR TABEL No. Judul Halaman 1. Kandungan zat gizi daging buah pepaya (per 100 g edible portion) Sistem persilangan pada pepaya Jarak antara stigma dengan bakal buah pada beberapa kategori buah pepaya Diameter serbuk sari, panjang tabung dan daya berkecambah serbuk sari pepaya selama empat jam perkecambahan pada beberapa kategori buah Karakter fisik buah pepaya hermafrodit genotipe IPB Jumlah biji dan bobot biji buah pepaya hermafrodit genotipe IPB Kekerasan kulit dan daging buah serta tebal daging buah pepaya hermafrodit genotipe IPB Karakter kimia daging buah pepaya hermafrodit genotipe IPB Karakter fisik buah pepaya hermafrodit genotipe IPB Karakter kimia daging buah pepaya hermafrodit genotipe IPB Karakter fisik buah pepaya betina genotipe IPB Karakter kimia daging buah pepaya betina genotipe IPB Karakter fisik buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 yang diserbuki genotipe lain Karakter kimia daging buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 yang diserbuki genotipe lain Tiga stadia kematangan buah pepaya Ukuran buah pepaya Bobot buah pepaya Kekerasan kulit buah, ph dan vitamin C daging buah pepaya Karakter kimia (PTT, ATT dan PTT/ATT) daging buah pepaya... 94

16 20. Karakter fisik buah pepaya IPB Kekerasan kulit, daging buah, dan karakter kimia buah pepaya IPB Kandungan zat gizi daging buah pepaya IPB Kandungan kimia daging buah pepaya IPB Karakter fisik buah pepaya Karakter kimia (PTT dan ATT) buah pepaya pada umur petik dan waktu simpan berbeda Karakter kimia (ph dan vitamin C) buah pepaya pada umur petik dan waktu simpan berbeda Daya simpan buah pepaya hingga tidak layak konsumsi Penerimaan panelis terhadap aroma, rasa, warna dan kekerasan daging buah pepaya

17 DAFTAR GAMBAR No. Judul Halaman 1. Kerangka pemikiran Alur dan output penelitian pepaya Keragaan tanaman pepaya genotipe IPB 3 (a) dan IPB 2 (b) Tunas bunga betina (1), bunga hermafrodit (2) dan bunga jantan (3) Jenis bunga pepaya: bunga betina (1), bunga hermafrodit (2) dan bunga jantan (3) Bunga (1), bakal buah (2) dan buah pepaya hermafrodit pentandria (3) Tanaman pepaya jantan dengan buah pepaya gantung (1) dan bunga jantan (2) Irisan longitudinal meristem apikal tunas bunga hermafrodit pepaya genotipe IPB 1; diferensiasi sepal, inisiasi stamen (1); dan diferensiasi petal, inisiasi ovari (2) Irisan longitudinal tunas bunga betina (1) dan tunas bunga hermafrodit pepaya genotipe IPB 1 (2) Keragaan permukaan stigma bunga pepaya betina (1) dan hermafrodit (2) genotipe IPB 1; stigma bunga pepaya dengan lima cuping (a), jaringan papila (b), bentuk permukaan jaringan antara papila dengan lubang tangkai kepala putik (c), lubang tangkai kepala putik (d) Keragaan tangkai kepala putik bunga pepaya betina (1) dan hermafrodit (2) genotipe IPB Bentuk melintang buah hermafrodit pepaya genotipe IPB Keragaan jaringan saluran tangkai kepala putik; irisan longitudinal bakal buah bagian atas dekat papila stigma bunga (1), saluran tangkai kepala putik (2-4), papila stigma (b)... 45

18 14. Perkembangan bunga pepaya betina; kuncup bunga betina genotipe IPB 1 sehari sebelum antesis (1), antesis bunga betina pada hari pertama (2), hari ke 2-3 stigma terlihat agak mengering (3), hari ke 4-5 setelah antesis bunga, stigma bunga betina mengering dan warnanya berubah menjadi coklat kehitaman Perkembangan tunas bunga dan bunga pepaya hermafrodit genotipe IPB 1; tunas bunga hermafrodit muncul dan tumbuh (1, 2, 3, 4, 5), tunas bunga hermafrodit sehari sebelum antesis (6), antesis bunga hermafrodit (7), hari ke 2-4 stigma bunga terlihat berubah warna menjadi kecoklatan (8), hari ke 5-7 setelah antesis petal bunga mengering dan berangsur rontok meninggalkan bakal buah (9) Buah dan bunga hermafrodit pepaya kategori buah kecil (IPB 1, IPB 3 dan IPB 4), sedang (IPB 5, IPB 9 dan IPB 10), besar (IPB 2, IPB 7 dan IPB 8) Penampang bakal buah pepaya yang menunjukkan posisi bakal biji dalam ovari; buah betina (1) dan hermafrodit (2) Keragaan buah utuh dan posisi biji pada berbagai tahap perkembangan buah; buah betina (1-2), buah hermafrodit (3-4) Pertumbuhan tabung sari pepaya genotipe IPB 1; a = butir serbuk sari; b,c = jam perkecambahan; d = jam perkecambahan; e = 1 jam perkecambahan; f 1.5 jam perkecambahan Perbandingan panjang tabung sari pepaya kategori buah kecil (a), kategori sedang (b) dan kategori besar (c) Panjang tabung sari pada jam perkecambahan Persentase daya berkecambah pada jam perkecambahan Keragaan buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 pada perlakuan pengurangan benang sari Pertumbuhan panjang dan diameter buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 pada perlakuan pengurangan benang sari Keragaan buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 pada perlakuan pengurangan cuping stigma Pertumbuhan panjang dan diameter buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 pada perlakuan pengurangan cuping stigma Pertumbuhan panjang dan diameter buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 2 pada perlakuan pengurangan benang sari... 69

19 28. Keragaan buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 2 pada perlakuan pengurangan benang sari Pertumbuhan panjang dan diameter buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 2 pada perlakuan pengurangan cuping stigma Keragaan buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 2 pada perlakuan pengurangan cuping stigma Panjang dan diameter buah pepaya betina genotipe IPB 3 pada perlakuan pengurangan cuping stigma bunga betina Keragaan buah pepaya betina genotipe IPB 3 pada perlakuan pengurangan cuping stigma bunga betina Panjang dan diameter buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 pada perlakuan penyerbukan dengan serbuk sari genotipe lain Keragaan buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 pada perlakuan penyerbukan dengan serbuk sari genotipe lain Stadia kematangan buah pepaya berdasarkan warna kuning kulit buah Grafik pertumbuhan panjang dan diameter buah pepaya

20 I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang Pepaya merupakan salah satu komoditi buah penting dalam perekonomian Indonesia. Produksi buah pepaya nasional pada tahun 2006 mencapai 9.76% dari total produksi buah pepaya dunia atau 32.68% dari total produksi buah pepaya di Asia. Total produksi pepaya menempati urutan ke-9 produksi buah-buahan di Indonesia setelah pisang, jeruk, mangga, nenas, salak, rambutan, durian dan nangka. Produksi buah pepaya di Indonesia menurut data Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2009 mencapai ton, meningkat sebesar 18.3 % dari tahun 2008 sebesar ton. Sentra produksi di Jawa Timur, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Tengah dan Lampung (FAO, 2010). Pepaya yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah kultivar-kultivar dengan buah besar, antara lain Dampit, Bangkok, Jingga, dan Paris. Selain menyukai tipe pepaya berbuah besar, konsumen pepaya Indonesia lebih memilih buah yang berasal dari bunga hermafrodit dengan bentuk buah lonjong (elongata). Sejak tahun 1990-an, kultivar-kultivar dengan buah kecil dengan bobot kurang dari 1 kg/buah yang memiliki rasa manis mulai diusahakan dalam jumlah terbatas dan dipasarkan dengan harga lebih tinggi dari harga pepaya ukuran besar dengan bobot buah > 1 kg. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan pepaya secara umum adalah: produktivitas masih rendah, beberapa varietas unggul yang ada tidak disukai konsumen karena mutu buah belum optimum, kadar kemanisan rendah atau warna daging buah tidak menarik, varietas unggul yang bersifat genjah masih jarang dan benih bukan merupakan galur murni. Dilain pihak hal yang perlu diketahui oleh para peneliti untuk pengembangan pepaya di Indonesia saat ini adalah tantangan faktor iklim yang tidak menentu yang dapat mengakibatkan perubahan ekspresi seks bunga hermafrodit menjadi bunga pentandria yang dapat menurunkan produksi dan mutu buah. Selain itu meningkatnya serangan hama kutu putih (Paracoccus marginatus) dan penyakit antraknosa (Colletotrichum gloeosporoides), merupakan faktor lain yang perlu diatasi. Dari permasalahan umum yang dihadapi pada pengembangan pepaya di atas, upaya untuk meningkatkan mutu buah yang belum optimum dapat dipelajari

21 2 melalui penelitian dalam lingkup teknik budidaya tanaman. Faktor mutu, bentuk dan ukuran buah sangat menentukan nilai ekonomi buah pepaya. Penetapan mutu baku pepaya ekspor yang ketat menyebabkan ekspor buah pepaya dari Indonesia masih rendah dan baru mencakup ke negara-negara tetangga di Asia, karena pepaya produksi Indonesia jarang yang dapat memenuhi mutu baku tersebut. Pasar ekspor menuntut keseragaman buah (mutu, bentuk dan ukuran) dan kontinuitas ketersediaan. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2007) dan Direktorat Mutu dan Standardisasi (2009) ketentuan minimum yang harus dipenuhi buah pepaya untuk diperdagangkan ialah: buah utuh, penampilan segar, padat (firm), bebas dari (benda asing dan aroma asing, hama dan penyakit, memar, kerusakan mekanis) dan layak konsumsi. Ukuran buah < 1 kg termasuk ke dalam kode ukuran buah 6, 7, 8, 9, 10; dan ukuran buah > 1 kg termasuk ke dalam kode ukuran buah 1, 2, 3, 4, 5. Mutu buah pepaya digolongkan ke dalam tiga kelas, yaitu: kelas super, kelas A dan kelas B. Kelas super merupakan kelas pepaya bermutu paling baik yang mencerminkan ciri varietasnya dan bebas dari kerusakan yang mempengaruhi mutu dan penampilan buah secara umum. Kelas A merupakan kelas pepaya bermutu baik dengan tingkat kerusakan total maksimum 10% dari luas permukaan kulit dan tidak mempengaruhi mutu daging buah. Kelas pepaya B mentolerir penyimpangan faktor-faktor mutu seperti: penyimpangan bentuk, penyimpangan warna dengan kerusakan total maksimum 15% dari luas permukaan kulit dan tidak mempengaruhi mutu daging buah. Permasalahan mutu buah pepaya yang belum optimum disebabkan oleh beragamnya buah yang dihasilkan sehingga tidak memenuhi standar mutu SNI. Keberagaman buah pepaya tersebut meliputi bentuk buah (bulat dan lonjong) yang sangat dipengaruhi oleh ekspresi seks bunga, dan ukuran buah. Keberagaman mutu baik dari sisi penampilan (warna) dan kualitas kimia buah disebabkan oleh belum adanya ketentuan kriteria pemanenan (indeks kematangan buah) yang dapat dijadikan acuan. Permasalahan mutu buah yang pertama adalah bentuk buah terkait dengan sifat ekspresi seks tanaman. Ekspresi seks tanaman pepaya ditentukan oleh faktor genetik: M 1 yang dominan untuk sifat jantan, M 2 yang dominan untuk sifat hermafrodit, dan m yang resesif untuk sifat betina. Dengan demikian genotipe

22 3 tanaman jantan adalah M 1 m dan tanaman hermafrodit M 2 m yang keduanya heterosigot, genotipe tanaman betina adalah homosigot mm. Ekspresi seks tanaman menentukan bentuk buah yaitu: bentuk lonjong yang dihasilkan dari bunga hermafrodit dan bentuk buah membulat yang dihasilkan dari bunga betina. Permasalahan dalam mutu pepaya yang terkait juga dengan eskspresi seks tanaman ialah sifat penyerbukannya. Tanaman pepaya secara umum digolongkan ke dalam kelompok tanaman menyerbuk silang, walaupun dilaporkan ada beberapa kultivar yang menyerbuk sendiri. Menurut Cruden (1977); Frankel dan Galun (1977) pada bunga yang memiliki tingkat kematangan serbuk sari dan reseptivitas stigma yang terjadi bersamaan sebelum bunga membuka (kleistogami) dan ratio antara jumlah serbuk sari dengan jumlah ovul rendah memungkinkan terjadinya penyerbukan sendiri. Menurut Rodriguez et al. (1990) pepaya tipe Solo mempunyai stigma bunga hermafrodit dan bunga betina yang bersifat reseptif sebelum dan setelah bunga antesis sehingga memungkinkan persentase biji yang berasal dari penyerbukan sendiri tinggi. Paterson et al. (2007) mengemukakan bahwa walaupun tanaman pepaya hermafrodit melakukan penyerbukan sendiri, tetapi karena ukuran stigma bunga dan anter besar sehingga sangat besar kemungkinan tanaman pepaya melakukan penyerbukan silang. Hasil penelitian Damasceno Jr. et al. (2009) menggolongkan penyerbukan pepaya ke dalam penyerbukan sendiri yang bersifat fakultatif dengan tingkat penyerbukan silang rendah. Permasalahan kedua dalam mutu buah yaitu standar mutu yang belum terpenuhi karena belum adanya informasi yang memadai untuk menentukan kriteria pemanenan dan faktor yang mempengaruhinya sehingga belum dapat dihasilkan buah pepaya yang bermutu optimum. Kriteria panen pepaya buah perlu dirumuskan, karena keragaman buahnya yang sangat tinggi yang terkait dengan ekspresi seks tanaman dan tipe penyerbukannya. Oleh karena itu, dari kedua permasalahan mutu dalam buah pepaya di atas tersirat bahwa bunga pepaya dan karakteristik penyerbukan bunganya sangat menentukan mutu buah pepaya. Tanaman pepaya mempunyai sifat pembungaan yang berbeda dengan tipe pembungaan tanaman buah lainnya. Pepaya tipe dioecious mempunyai ekspresi seks bunga betina (pistillate) pada pohon betina

23 4 dan bunga jantan (staminate) pada pohon jantan. Pepaya tipe gynodioecious mempunyai ekspresi seks bunga betina dan bunga hermafrodit pada pohon hermafrodit dan bunga jantan pada pohon jantan. Ekspresi seks bunga dan jenis pohon yang demikian, menyebabkan permasalahan dalam pemuliaan pepaya. Usaha perbaikan tanaman pepaya melalui pemuliaaan dengan persilangan konvensional akan menghasilkan tanaman hermafrodit yang bersifat heterozygot. Sifat ini akan menghasilkan ketidakseragaman bentuk buah. Buah yang dihasilkan dari bunga dan tanaman hermafrodit berbentuk lonjong dan buah dari bunga dan tanaman betina berbentuk membulat, yang akan mempengaruhi keseragaman buah yang menentukan mutu buah dan di beberapa lokasi sentra pepaya dapat mempengaruhi nilai ekonominya. Permasalahan dalam standar mutu buah pepaya terkait dengan persoalan penentuan stadia kematangan, penentuan umur petik dan waktu simpan buah yang terbaik untuk dikonsumsi. Umur petik buah pepaya di lapangan berdasarkan stadia kematangan menentukan mutu buah pepaya pada saat dikonsumsi. Herrero et al. (1988) mengemukakan bahwa perkembangan buah dipengaruhi oleh keberhasilan penyerbukan pada stigma sampai pembentukan biji pada buah dan banyak proses terjadi yang melibatkan interaksi antara bagian-bagian bunga jantan dan bunga betina. Jumlah serbuk sari dan bakal biji yang terbuahi akan menentukan perkembangan buah. Dari permasalahan yang terkait dengan mutu buah pepaya tersebut, maka perlu dilakukan penelitian yang dilengkapi dengan pengamatan morfologi bunga, ritme pertumbuhan bunga; viabilitas dan pertumbuhan tabung sari; penyerbukan bunga yang menentukan pembentukan dan perkembangan buah pepaya; serta karakter pematangan yang menentukan mutu buah pepaya. Melalui serangkaian penelitian ini diharapkan dapat diketahui mekanisme penyerbukan bunga sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk mengendalikan mutu buah pepaya. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini ialah mengetahui keragaan morfologi bunga, penyerbukan dan perkembangan buah untuk mengendalikan mutu buah pepaya IPB. Tujuan khusus dari penelitian ini ialah:

24 5 1. Memperoleh informasi tentang keragaan morfologi bunga pepaya. 2. Mengetahui fisiologi pembungaan pepaya IPB melalui viabilitas dan pertumbuhan tabung sari pepaya. 3. Mengetahui pengaruh penyerbukan terhadap pembentukan dan perkembangan buah pepaya. 4. Memperoleh informasi tentang stadia kematangan buah dan pengaruhnya terhadap mutu. 5. Mengetahui mutu buah pepaya IPB pada stadia kematangan tertentu. 6. Mengetahui umur petik dan waktu simpan untuk mendapatkan mutu buah optimum. Kerangka Berpikir Pepaya merupakan salah satu buah tropika Indonesia yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi buah sumber gizi masyarakat. Buah pepaya mengandung vitamin A, vitamin C serta mineral terutama kalsium. Selain sebagai sumber gizi yang potensial, pepaya tergolong tanaman tidak bermusim, sehingga buah tersedia setiap saat harganya juga relatif murah dan terjangkau. Peran pepaya dalam menunjang pengembangan buah-buahan Indonesia dari lingkup teknik budidaya secara garis besar disajikan dalam kerangka pemikiran (Gambar 1). Berdasarkan hasil pengamatan PKBT-LPPM IPB (2004) maka tipe pepaya yang diinginkan produsen buah pepaya ialah: memiliki sifat pohon pendek (dwarf), masa pembungaannya genjah, produktivitas tinggi, warna daging buah jingga sampai merah, edible portion tinggi, rasanya manis dan tahan terhadap hama dan penyakit. Dalam rangka menunjang pengembangan pepaya, Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) IPB telah mengembangkan tiga kategori pepaya yang digunakan dalam penelitian. Genotipe pepaya yang dihasilkan diantaranya genotipe IPB 1, IPB 3 dan IPB 4 yang dikategorikan sebagai pepaya kecil; IPB 5, IPB 9 dan IPB 10 yang dikategorikan sebagai pepaya sedang serta IPB 2, IPB 7 dan IPB 8 yang dikategorikan sebagai pepaya besar. Pepaya genotipe IPB 1 merupakan pepaya berperawakan pendek dan buahnya berukuran kecil yang dikembangkan oleh PKBT IPB dari kultivar introduksi. Menurut Sujiprihati dan Suketi (2009) pepaya genotipe IPB 1 mempunyai bobot buah

25 6 605±167 g, panjang buah 14.1±1.6 cm, dan diameter buah 10.1± 0.7 cm. Pepaya genotipe IPB 2 adalah salah satu genotipe juga yang dikembangkan dari kultivar introduksi. Buah pepaya genotipe IPB 2 tergolong kategori pepaya berbuah besar, mencapai matang pada 150 hari setelah antesis dengan bobot buah ± kg/buah. Permasalahan penting dalam pengembangan mutu buah pepaya dapat dipelajari dari teknik budidaya. Permasalahan pertama yaitu dari sisi genotipe ekspresi seks tanaman yang menghasilkan variasi dalam karakter fisik buah (bentuk dan ukuran) dan karakter kimia buah (mutu). Dalam teknik budidaya, cara pembiakan yang efisien untuk tanaman pepaya adalah dengan penanaman benih, sehingga menghasilkan tanaman yang beragam terutama dalam ekspresi seks tanaman. Ekspresi seks tanaman sangat mempengaruhi mutu buah yang dihasilkan, terutama dalam bentuk dan ukuran buah. Permasalahan kedua pada tanaman pepaya yang terkait dengan rendahnya mutu buah karena kurangnya pengetahuan dan informasi tentang karakter pematangan dan pasca panen buah, sehingga belum ada standar atau indikator pemanenan yang dapat dijadikan acuan untuk melakukan pemanenan yang tepat. Belum adanya kriteria panen yang baku, menyebabkan penanganan pasca panen yang belum optimum untuk menghasilkan buah pepaya yang memenuhi standar mutu. Dari permasalahan yang ada tersebut, maka dilakukan studi pada pepaya. Permasalahan pertama tentang pembungaan pepaya yang unik ini diteliti dengan mempelajari karakter komponen-komponen bunga, karakter penyerbukan dan karakter masing-masing seks tanaman serta morfologi buah. Dalam studi ini juga dipelajari tentang berbagai pengendalian penyerbukan bunga yang melibatkan pepaya kategori buah kecil dan besar untuk memperoleh buah dengan bentuk, ukuran dan mutu konsumsi yang baik. Permasalahan kedua tentang karakter pematangan dan pasca panen buah dipelajari dengan studi stadia kematangan dan penyimpanan serta studi mutu buah pasca panen sehingga diharapkan diperoleh standar indikator panen buah pepaya.

26 7 PEPAYA Potensial sebagai buah utama Menunjang pengembangan buah-buahan Indonesia MULTIFUNGSI PEPAYA Buah manis, Sumber Vit A, Vit C, Kalsium Tersedia setiap saat, tanpa musim Harga relatif murah dan terjangkau PEPAYA HASIL PEMULIAAN IPB Preferensi Konsumen Produktivitas dan Kualitas Tinggi Tiga Kategori Ukuran Buah (Kecil, Sedang, Besar) Tantangan BENTUK BUAH BETINA DAN HERMAFRODIT MUTU BUAH Buah Bervariasi Standar Mutu Sifat Ekspresi Seks Tanaman Tipe Penyerbukan Stadia Kematangan Umur Petik Waktu Simpan Morfologi Bunga dan Mekanisme Penyerbukan diketahui Mutu Buah Optimum Bentuk dan Keragaan Buah Optimum MUTU BUAH SESUAI PREFERENSI Indeks Panen Optimum Gambar 1. Kerangka pemikiran

27 8 Gabungan dari kedua studi di atas diharapkan bermanfaat untuk merakit kultivar pepaya yang dapat memenuhi keinginan konsumen. Oleh karena itu untuk menunjang tujuan pengembangan pepaya dilakukan serangkaian penelitian yang digambarkan dalam alur penelitian (Gambar 2). Pada bagian awal disertasi yaitu pada bagian studi morfologi, pertumbuhan dan penyerbukan bunga pepaya, dilakukan tiga penelitian tentang: morfologi bunga, pertumbuhan tabung sari, dan penyerbukan bunga dan perkembangan buah pepaya. Hubungan antara daya berkecambah serbuk sari dan kecepatan pertumbuhan tabung sari dapat dijadikan parameter dugaan keberhasilan proses pembuahan pada pepaya. Pengaruh penyerbukan terhadap mutu buah pepaya diamati dengan melakukan percobaan penyerbukan pada buah hermafrodit dan betina genotipe IPB 3 (buah kategori kecil) dan pada buah hermafrodit genotipe IPB 2 (buah kategori besar). Percobaan penyerbukan dilakukan dengan melakukan modifikasi baik pada organ jantan (benang sari), organ betina (stigma) maupun pada keduanya. Morfologi Bunga, Penyerbukan dan Perkembangan Buah Pepaya Studi Morfologi dan Fisiologi Pertumbuhan Bunga dan Buah Pepaya Morfologi dan Pertumbuhan Bunga Pepaya Viabilitas dan Pertumbuhan Tabung Sari Pepaya Penyerbukan Bunga dan Perkembangan Buah Pepaya Studi Mutu Buah Pepaya Mutu Buah Pepaya pada Stadia Kematangan Berbeda Mutu Buah Pepaya IPB Mutu Buah Pepaya pada Umur Petik dan Waktu Simpan Berbeda Mekanisme Penyerbukan dan Mutu Buah Pepaya Gambar 2. Alur dan output penelitian pepaya

28 9 Pengamatan mutu buah pepaya untuk tujuan konsumsi segar dilakukan pada stadia kematangan IV (dari enam stadia kematangan buah pepaya) atau pada saat persentase warna kuning pada kulit buah 75%. Metode pengamatan pada percobaan sebelumnya mengenai mutu diterapkan pada percobaan untuk mengetahui mutu buah pepaya genotipe IPB 1, IPB 2A, IPB 3, IPB 3A, IPB 4, IPB 7, IPB 8, dan IPB 9. Diharapkan output penelitian ialah mengetahui mekanisme penyerbukan dan mutu buah pepaya berdasarkan pengetahuan morfologi bunga, penyerbukan, perkembangan buah serta mutu pada stadia kematangan dan waktu simpan buah. Dari hasil serangkaian penelitian ini diharapkan dapat menjadi jembatan peluang serta kesempatan untuk menghasilkan buah pepaya sebagai buah lokal yang memenuhi preferensi konsumen sehingga dapat menggeser buah-buahan impor yang sekarang memenuhi pasar buah di kota-kota besar Indonesia. Manfaat yang secara tidak langsung didapat adalah akan lebih banyak lagi petani menanam pepaya yang bermutu baik sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani.

29 II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Pepaya Pepaya diklasifikasikan kedalam Kingdom Plantae, Divisio Spermatophyta, Class Angiospermae, Subclass Dicotyledonae, Familia Caricaceae, Genus Carica dan Species Carica papaya L. (Pandey, 1997). Famili Caricaceae mempunyai empat genus utama yaitu genus: Carica, Jarilla, Jacaratia, dan Cylicomorpha. Dari keempat genus ini, hanya spesies-spesies dari genus Carica yang dibudidayakan. Genus Carica mempunyai 40 spesies di daerah tropis dan subtropis Amerika. Selain Carica papaya L., spesies lain yang dapat dikonsumsi adalah C. candamarcensis Hook. F., C. monoica Desf., C. pentagona Heiborn, C. erythrocarpa Heilborn, C. goudotiana Solms-Laubach, dan C. quercifolia Benth dan Hook (Chan et al., 1994; Sankat dan Maharaj, 1997; Department of Health and Ageing, 2008). Habitus genus Carica adalah pohon herba tahunan (perennial herbaceous) berbatang tunggal tegak dengan payungan daun di ujungnya. Seluruh bagian pohon pepaya banyak mengandung getah putih. Berdasarkan sistem percabangan pohon dan irama pertumbuhannya, pohon pepaya diklasifikasikan pada kelompok pohon berbatang tunggal (single stemmed) yang tumbuh dan berbuah terus menerus setelah dewasa (Verheij, 1986). Menurut Chan (1994b) batang pepaya berbentuk silinder, berdiameter cm, semi berkayu, berongga dan bergabus dengan kulit yang lembut berwarna abu-abu. Arah pertumbuhan batang tegak lurus ke atas dan tidak bercabang kecuali bagian ujung pucuk mengalami pelukaan atau titik tumbuhnya terpotong. Samson (1980); Villegas (1997) dan Nakasone dan Paull (1999) menyatakan bahwa tinggi tanaman pepaya dapat mencapai lebih dari sembilan meter. Tanaman pepaya mempunyai tiga tipe bunga (basic flower type) yaitu: bunga betina (pistillate), bunga jantan (staminate) dan bunga hermafrodit (hermaphrodite) (Storey, 1976; Samson, 1980; Nakasone, 1986; Villegas, 1997). Bunga pepaya terbentuk pada ketiak daun yang umumnya berada dalam rangkaian inflorescence menggarpu (cymose). Berdasarkan tipe-tipe bunga tersebut ada tiga macam pohon pepaya berdasarkan tipe bunganya, yaitu: pohon betina, pohon jantan dan pohon

30 11 hermafrodit (Nakasone, 1986). Pohon betina hanya memiliki bunga betina dengan tangkai bunga yang pendek, yang dapat soliter atau berada dalam karangan bunga cymose. Bunga betina tidak memiliki benang sari, mempunyai bakal buah besar berbentuk bulat telur dengan rongga yang mengandung banyak bakal biji. Bunga betina mempunyai lima cuping stigma yang menyerupai kipas tidak bertangkai dan bercelah lima. Panjang bunga betina 3-5 cm, daun kelopaknya (calyx) berbentuk cawan dengan ukuran antara 3-4 mm, memiliki lima daun mahkota yang berwarna hijau kekuningan. Panjang bakal buahnya 2-3 cm, mahkota bunga terdiri dari lima helai daun mahkota yang melekat di bagian dasar bunga (Samson, 1980; Nakasone, 1986; Storey,1986; Chan, 1994b; Villegas, 1997). Pohon jantan memiliki bunga jantan yang tersusun menggantung pada malai yang panjangnya cm. Bunga jantan berbentuk tabung yang ramping dengan panjang kira-kira 2.5 cm. Mahkota bunga terdiri dari lima helai berukuran kecil. Benang sari berjumlah sepuluh tersusun menjadi dua lapis dan melekat pada leher tabung mahkota (corolla tube). Bunga jantan tersusun dalam malai yang panjangnya antara cm, menggantung tidak bertangkai, daun kelopaknya berjumlah lima berbentuk cawan berukuran kecil, daun mahkotanya berbentuk terompet, dan warnanya kuning cerah (Samson, 1980; Nakasone, 1986; Storey, 1986; Chan, 1994b; Villegas, 1997). Pohon hermafrodit memiliki bunga sempurna, berkelompok, bertangkai pendek, memiliki daun mahkota yang menyatu sebagian sampai dua pertiga bagian panjangnya membentuk tabung mahkota, benang sarinya sepuluh helai bersusun dalam dua seri, dan bakal buah memanjang. Ciri dasar bunga hermafrodit adalah bentuk pistil yang memanjang dengan lima cuping kepala putik yang menyatu (Villegas, 1997). Bunga hermafrodit terdiri atas empat tipe, yaitu: elongata, pentandria, rudimenter dan antara (intermediate). Perbedaan bunga hermafrodit elongata dan pentandria terletak pada jumlah benang sari dan bentuk putik. Bunga hermafrodit elongata mempunyai sepuluh benang sari yang tersusun melingkar pada bakal buah, lima bertangkai panjang dan lima lainnya bertangkai pendek. Bunga hermafrodit elongata akan berkembang menjadi buah berbentuk panjang lonjong. Tipe hermafrodit pentandria mempunyai lima benang sari bertangkai agak pendek terletak pada dasar bakal buah, mempunyai bakal

31 12 buah lonjong dan berkembang menjadi lima sisi buah yang menonjol menyerupai buah dari bunga betina. Bunga hermafrodit rudimenter sebenarnya merupakan bunga hermafrodit elongata yang putiknya mengalami aborsi sehingga tidak memiliki bakal buah. Bunga hermafrodit rudimenter menyerupai bunga jantan namun memiliki tabung mahkota bunga yang lebih tebal dibandingkan dengan tabung mahkota bunga jantan (Nakasone, 1986; Villegas, 1997). Bunga hermafrodit tipe antara mempunyai mahkota bunga berjumlah lima helai, benang sari 2-10 helai yang telah mengalami perubahan bentuk serta letaknya tidak beraturan, maka putik dan benang sari bunga hermafrodit tumbuh tidak wajar dan berbentuk karpeloid atau tidak sempurna. Bakal buah berbentuk mengkerut dan menghasilkan buah yang bentuknya tidak beraturan (Samson, 1980). Berdasarkan jumlah ruang yang terdapat dalam bakal buah, pepaya termasuk ke dalam bakal buah beruang satu yang tersusun atas lebih dari satu daun buah. Buah berkulit tipis, halus, serta berwarna kekuning-kuningan atau jingga ketika masak. Daging buah berwarna kekuning-kuningan sampai dengan warna jingga merah (Villegas, 1997). Bentuk buah pepaya beragam dari yang bulat, pyriform (pear shaped), oval dan elongata. Buah yang berasal dari bunga betina selalu berbentuk bulat, sedangkan buah dari bunga hermafrodit bentuknya bisa elongata atau pentandria. Bentuk buah pada pohon betina biasanya tidak berubah akibat faktor lingkungan, stadia kematangan, atau status nutrisi; karena perubahan bentuk buah dipengaruhi secara kuat oleh benang sari yang tidak terbentuk pada bunga betina (Fitch, 2005). Kandungan Zat Gizi Buah Pepaya Kualitas merupakan hal terpenting bagi produk hortikultura, baik yang dimanfaatkan dalam bentuk segar maupun setelah diproses. Ada lima parameter penentu kualitas yaitu rasa, bau, keragaan, tekstur, dan nutrisi. Parameter nutrisi merupakan faktor yang paling bermanfaat karena peranannya sebagai penyedia sumber gizi bagi manusia (Joyce, 2001). Buah pepaya sangat potensial untuk dijadikan bahan pangan pelengkap sebagai buah segar karena harga yang relatif murah, mudah didapat dan mengandung vitamin A, vitamin C serta mineral terutama kalsium. Analisis

32 13 komposisi zat gizi buah pepaya yang dilakukan oleh Pal et al. (1980), Yon (1994), Desai dan Wagh (1995), Puslitbang Gizi RI (1995), Sankat dan Maharaj (1997) dan Villegas (1997) menunjukkan hasil agak bervariasi, misalnya untuk kandungan vitamin C dari 40 sampai 126 mg/100 g, mineral kalium dari 39 sampai 337 mg/100 g dan kalsium dari 8 sampai 51 mg/100 g (Tabel 1). Menurut Chan et al. (1994) dan Sankat dan Maharaj (1997) buah pepaya mengandung % protein, % vitamin A, dan mg/100g vitamin C, 0.1% lemak, 7-13% karbohidrat, kkal/100g kalori, 200 kj energi dan 85-90% air. Mineral penting yang terkandung dalam buah pepaya diantaranya kalsium sebesar mg/100 g. Tabel 1. Kandungan zat gizi daging buah pepaya (per 100 g edible portion) Kandungan Air (%) Abu (%) Serat (%) Energi (kj) Protein % 0.6 g 0.50 g g Lemak % 10.0 g 0.30 g 0.2 g KH total % 0.9 g g g Sukrosa (%) Glukosa (%) Fruktosa (%) Kalsium (mg) Kalium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Sodium (mg) Vit. A (IU) Vit. B1 (mg) Vit. B2 (mg) Vit C (mg) Thiamine (mg) Riboflafin (mg) Keterangan: 1) Pal et al. (1980). 2) Yon (1994). 3) Desai dan Wagh (1995) 4) Sankat dan Maharaj (1997) 5) Villegas (1997) 6) Direktorat Gizi Depkes RI (1981), Puslitbang Gizi RI (1995) Kandungan gula utama pepaya yaitu 48.3% sukrosa, 29.8% glukosa dan 21.9% fruktosa (Villegas, 1997). Padatan terlarut total (PTT) buah pepaya diukur dari kandungan sukrosa dengan alat refractometer dalam skala o Brix (Kader, 1985). Kandungan sukrosa buah pepaya tertinggi sebesar 80% dari kandungan

33 14 gula total diperoleh saat 135 hari setelah antesis (Chan, 1979). Kandungan PTT buah pepaya sangat bervariasi dan tergantung pada varietasnya. Pepaya kultivar Dampit mempunyai PTT sebesar o Brix, kultivar Jingga dengan o Brix, kultivar Paris dengan o Brix dan kultivar Sunrise Solo dengan o Brix (Chan et al., 1994). Kandungan vitamin A buah pepaya mencapai IU dalam 100 g bagian dapat dimakan, lebih kecil dari buah mangga yang mencapai IU, namun lebih tinggi dari buah apokat, pisang dan nenas yang masing-masing buah tersebut mempunyai kandungan vitamin A sebesar 802, dan 53 IU (Nakasone dan Paull, 1999). Karoten merupakan pigmen warna kuning yang merupakan prekursor vitamin A (Edmond et al., 1997), tepatnya adalah β-karoten yang menjadi sumber utama vitamin A (Acquaah, 2002). Menurut Yon (1994) kandungan karoten pada pepaya berkisar antara mg/100 g daging buah. Pepaya mempunyai kandungan vitamin C (asam askorbat) tinggi sebesar 74 mg (Villegas, 1997), atau berkisar antara mg vitamin C dalam 100 g bagian dapat dimakan (Yon, 1994). Namun beberapa kultivar mempunyai kandungan yang lebih tinggi seperti kultivar Sunrise Solo yang mempunyai kandungan vitamin C mencapai 137 mg, kultivar Dampit dengan 108 mg vitamin C serta kultivar Jingga dengan 94.7 vitamin C dalam 100 g bagian dapat dimakan (Chan et al., 1994). Berdasarkan penelitian Broto et al. (1991) kandungan vitamin C tertinggi terdapat pada buah pepaya Sunrise Solo yaitu ±16.48 mg/100 g dan yang terendah pada buah pepaya Paris yaitu 35.37±1.25 mg/100 g. Hasil olahan daging buah pepaya dimanfaatkan untuk: manisan, dodol, campuran selai, campuran saos tomat dan campuran saos cabai. Biji dan daun pepaya dimanfaatkan sebagai obat serta getah pepaya yang diperoleh dengan menyadap dari buah muda mempunyai kegunaan yang luas di bidang industri seperti: kosmetika, pelunak daging dan pelembut kain wol (Popenoe, 1974; Samson, 1980; Villegas, 1997; Persley dan Ploetz, 2003). Getah pepaya mengandung papain yang tergolong enzim yang mampu melarutkan protein dan fibrin. Getah ini digunakan dalam ilmu kedokteran dalam jumlah yang terbatas untuk mengobati kanker dan penyakit-penyakit lambung, terutama di Amerika

34 15 (Heyne, 1987). Menurut Krishna et al. (2008) akar, daun, buah dan biji pepaya mengandung fitokimia: polisakarida, vitamin, mineral, enzim, protein, alkaloid, glikosida, saponin dan flavonoid yang semuanya dapat digunakan sebagai nutrisi dan obat. Pembiakan Pepaya Pembiakan pepaya umumnya dilakukan secara generatif karena benihnya yang mudah dan murah didapat. Pembiakan secara generatif pada pepaya menghasilkan segregasi keturunan terutama dalam hal ekspresi seks tanaman. Ekspresi seks tanaman pepaya ditentukan oleh faktor genetik: M 1 adalah dominan untuk sifat jantan, M 2 adalah dominan untuk sifat hermafrodit, m adalah gen resesif betina. Gen dominan (M 1 dan M 2 ) merupakan gen letal, sehingga embrio hasil rekombinasi genetik yang mengandung M 1 M 1, M 1 M 2, dan M 2 M 2 tidak terbentuk. Dengan demikian, genotipe tanaman betina adalah homosigot mm, tanaman jantan M 1 m dan tanaman hermafrodit M 2 m yang keduanya heterosigot. (Samson, 1980; Somsri et al., 1998). Pepaya mempunyai sifat pembungaan yang unik, sehingga berdasarkan genetika bunganya digolongkan sebagai tanaman trioecious karena mempunyai tiga jenis bunga yaitu bunga jantan, betina dan hermafrodit (Yu et al., 2007). Sampai saat ini banyak yang berpendapat bahwa pepaya mempunyai dua tipe, yang pertama bertipe dioecious (M 1 m) yang berdasarkan ekspresi seksnya, terdiri dari pohon dengan bunga betina dan bunga jantan pada tanaman yang berbeda. Tipe kedua ialah gynodioecious (M 2 m) karena bunga jantan, bunga betina dan bunga hermafrodit terdapat pada tanaman yang berbeda dan jika mengalami penyerbukan sendiri atau penyerbukan silang akan menghasilkan tanaman betina dan tanaman hermafrodit (Storey,1976; Fitch, 2005; Yu et al., 2007; Paterson et al., 2007 dan Damasceno et al., 2009). Pembiakan secara generatif dapat menghasilkan segregasi terutama dalam ekspresi seks pohon. Bila benih yang didapat berasal dari persilangan betina dan jantan (mm x M 1 m) maka hasil yang didapat adalah pohon betina : jantan = 1:1 (Tabel 2). Menurut Chan et al. (1994) beberapa kultivar pepaya mempunyai struktur bunga yang memungkinkan mengalami kleistogami (secara alami seperti struktur

35 16 bunga yang menyebabkan terjadinya pernyerbukan sendiri, misalnya tangkai anter pendek dan anter tepat menempel pada stigma), yaitu pada Sunrise Solo dan Eksotika. Petani pepaya umumnya tidak memperhatikan penyerbukan yang terjadi, sehingga keragaman materi genetik yang diturunkan melalui biji tidak dapat dikendalikan. Tabel 2. Sistem persilangan pada pepaya Persilangan Betina (mm) Hermafrodit (M 2 m) Jantan (M 1 m) Betina x Jantan Hermafrodit (selfed) Hermafrodit x Hermafrodit Hermafrodit x Jantan Betina x Hermafrodit Sumber : Samson (1980) Kultivar pepaya yang diproduksi di Indonesia seperti kultivar Cibinong, Dampit, Jingga, dan Paris umumnya yang ditanam adalah pohon hermafrodit. Dari sistem persilangan pada bunga pepaya, diketahui bahwa tidak ada kepastian bahwa seluruh buah mengandung biji hermafrodit. Tanaman pepaya pada umumnya tergolong tanaman menyerbuk silang (cross pollinated crop), namun ada beberapa kultivar yang menyerbuk sendiri (self pollinated crop). Menurut Cruden (1977); Frankel dan Galun (1977) pada bunga yang memiliki tingkat kematangan serbuk sari dan reseptivitas stigma terjadi bersamaan sebelum bunga membuka (kleistogami) dan ratio antara jumlah serbuk sari dengan jumlah bakal biji rendah memungkinkan terjadinya penyerbukan sendiri. Menurut Rodriguez et al. (1990) pepaya tipe Solo mempunyai stigma bunga hermafrodit dan bunga betina yang bersifat reseptif sebelum dan setelah bunga antesis sehingga memungkinkan persentase biji yang berasal dari penyerbukan sendiri tinggi. Paterson et al. (2007) mengemukakan bahwa walaupun tanaman pepaya hermafrodit melakukan penyerbukan sendiri, tetapi karena ukuran stigma bunga dan anter besar sehingga sangat besar kemungkinan tanaman pepaya melakukan penyerbukan silang. Hasil penelitian Damasceno et al. (2009) menggolongkan penyerbukan pepaya kedalam penyerbukan sendiri yang bersifat fakultatif dengan tingkat penyerbukan silang rendah.

36 17 Pembentukan buah dimulai dengan proses penyerbukan yang meliputi jatuhnya butir-butir serbuk sari di atas permukaan stigma. Selanjutnya serbuk sari membentuk tabung sari dan masuk ke tangkai putik melalui jaringan transmisi tabung sari (Pollen Tube Transmiting Tissue - PTT) untuk mencapai bakal biji. Pembuahan (fertilisasi) terjadi saat serbuk sari (sel jantan) membuahi sel telur di dalam bakal buah. Menurut Herrero et al. (1988) perkembangan buah dipengaruhi oleh keberhasilan penyerbukan pada stigma sampai pembentukan biji pada buah dan banyak proses terjadi yang melibatkan interaksi antara bagian-bagian bunga jantan dan bunga betina. Pada tanaman salak yang pembungaannya dioecious membutuhkan bantuan penyerbukan supaya terjadi pembuahan, bila stigmanya diserbuki secara sempurna maka buah berbentuk trigonous mengandung tiga biji. Jumlah stigma yang terserbuki akan menentukan perkembangan buah. Perlakuan pengurangan jumlah stigma bunga salak menunjukkan bobot buah yang terbentuk dari bunga yang mempunyai tiga stigma lebih berat dibandingkan dengan buah yang terbentuk dari bunga yang mempunyai dua atau satu stigma yang terserbuki (Ashari, 2002). Pada tanaman durian sudah lama dikembangkan cara untuk meningkatkan produksi dan kualitas buah dengan cara melakukan penyerbukan menggunakan serbuk sari dari klon yang berbeda. Serbuk sari dari bunga klon lain dapat meningkatkan produksi dan ketebalan aril durian klon D 24 (George et al., 1992). Perubahan Fisiologi selama Pematangan Buah Pepaya Perkembangan buah berlangsung dalam tiga fase yaitu: 1. perkembangan ovari, fertilisasi dan pembentukan buah, 2. pembelahan sel, pembentukan biji dan perkembangan awal embrio, 3. pembesaran sel dan pematangan embrio (Gillaspy et al., 1993). Secara garis besar perkembangan buah dari mulai fruit set sampai senesens meliputi beberapa tahapan antara lain pertumbuhan buah (growth), pematangan (maturation), matang fisiologis ( physiological maturity), pemasakan (ripening), dan penuaan (senescence) (Kader, 1985; Reid, 1985). Pepaya mulai berbunga pada umur 3-4 bulan setelah tanam dan buahnya dapat dipanen ± 4-6 bulan setelah bunga mekar, tergantung kultivarnya (Chay-Prove et al., 2000).

37 18 Perkembangan buah pepaya dari penyerbukan hingga warna kulit buah semburat kuning adalah hari untuk tipe Sunrise Solo, hari untuk kultivar Thailand, dan hari untuk kultivar Washington pada kondisi iklim sejuk di India. Pepaya kultivar Washington memerlukan waktu hari untuk mencapai warna kulit buah semburat kuning pada kondisi iklim lembab (Sankat dan Maharaj, 1997). Buah pepaya dapat dipanen pada beberapa stadia kematangan, bisa pada saat buah masih muda, setengah tua atau pada saat tua, tergantung peruntukannya. Setiap genotipe mempunyai sifat fisik dan kimia yang berbeda sehingga penggunaannya juga disesuaikan dengan kandungan yang ada didalamnya. Kays (1991) mengemukakan bahwa stadia kematangan buah pada saat dipanen merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi ketahanan buah dari kerusakan-kerusakan setelah panen. Mutu buah yang baik akan diperoleh jika pemanenan buah dilakukan pada stadia kematangan yang tepat. Ukuran buah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan teknik budidaya, tetapi Sedgley dan Griffin (1989) mengemukakan bahwa ukuran buah dan waktu pematangan buah dapat pula dipengaruhi oleh genotipe sumber serbuk sari yang menyerbuki bunga, dikenal dengan fenomena metaxenia. Para peneliti buah-buahan sudah lama berpendapat bahwa tingkat kematangan buah sangat dipengaruhi oleh tingkat kematangan biji, oleh karena itu perlu diteliti efek metaxenia pada komponen buah pepaya. Proses pematangan buah sebagian besar selesai pada saat buah tersebut masih menempel pada pohonnya, sedangkan proses pemasakan dan senescence akan berlanjut pada saat buah masih di pohon atau setelah dipetik dari pohonnya. Pada saat proses pemasakan buah mengalami banyak perubahan fisik dan kimia setelah panen yang menentukan mutu buah untuk dikonsumsi. Menurut Birth et al. (1984) selama perkembangan buah pepaya sejak bunga hingga menjadi buah matang, terjadi beberapa perubahan fisik dan kimia, yaitu: bertambahnya ukuran buah, kandungan padatan terlarut total (PTT) meningkat dari 3% hingga 9% pada 110 hari setelah antesis (HSA), perubahan warna kulit biji dari putih menjadi hitam (110 HSA), perubahan warna daging buah bagian dalam dari putih menjadi

38 19 kuning (120 HSA), perubahan warna kulit buah dari hijau menjadi kuning (130 HSA). Menurut Pantastico et al. (1986) penentuan waktu panen buah dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: secara visual dengan melihat warna kulit dan ukuran buah; secara fisik dengan mudah tidaknya buah terlepas dari tangkai; dengan analisis kimia seperti: kandungan padatan terlarut total (PTT), asam tertitrasi total (ATT); dengan perhitungan jumlah hari setelah berbunga mekar dan secara fisiologi dengan mengukur laju respirasi. Perubahan Warna Kulit Buah Pepaya mengalami perubahan warna kulit buah pada proses pematangannya, ada enam tingkatan perubahan kulit buah pepaya yaitu: hijau penuh, hijau dengan garis-garis kuning, 50% hijau dan 50% kuning, lebih banyak kuning daripada hijau, kuning dengan garis-garis hijau dan kuning penuh (Kader, 1985). Dari fenomena tersebut maka ditentukan stadia kematangan buah pepaya berdasarkan persentase warna kuning pada kulit buah. Pepaya memiliki empat stadia kematangan buah berdasarkan persentase area berwarna kuning pada kulit buah, yaitu : mature green, quarter ripe (25% kuning), 50% kuning dan 75% kuning (Chay-Prove et al., 2000). Secara umum pada buah pepaya terdapat enam stadia kematangan yaitu munculnya semburat warna kuning pada kulit buah (mature green), warna kuning pada kulit buah sebanyak 25, 50, 75, 100% dan lewat masak (Bron dan Jacomino, 2006; Bari et al., 2006 dan Abeywickrama et al., 2008) Pemanenan pepaya untuk ekspor biasanya dilakukan ketika warna kulit buah 25% kuning, dengan perkiraan ketika sampai di konsumen buah mencapai stadia kematangan 75% warna kuning kulit buah. Menurut Kays (1991) perubahan warna adalah perubahan yang jelas terjadi pada banyak buah sehingga dapat dijadikan sebagai kriteria utama bagi konsumen untuk menentukan apakah buah tersebut sudah matang atau masih mentah. Warna hijau disebabkan adanya klorofil yang merupakan kompleks organik magnesium. Kemudian klorofil mengalami degradasi struktur sehingga warna hijau menghilang. Faktor utama yang berperan dalam degradasi klorofil ini adalah perubahan ph yang disebabkan kebocoran asam organik dari vakuola,

39 20 sistem oksidatif, dan adanya enzim chlorophyllase. Kehilangan warna tergantung pada satu atau seluruh faktor-faktor yang bekerja berurutan untuk merusak struktur klorofil. Degradasi klorofil berkaitan juga dengan sintesis karotenoid dan antosianin selama proses pematangan buah. Oleh karena itu, perubahan warna dalam pematangan dan penyimpanan buah menjadi faktor yang penting untuk diamati. Menurut Winarno dan Wirakartakusumah (1981) karotenoid adalah kelompok senyawa yang tersusun dari unit isoprene atau turunannya. Pada dasarnya ada dua jenis karotenoid, yaitu karoten (tanpa atom oksigen dalam molekulnya) dan xantofil (mempunyai atom oksigen dalam molekulnya). Karoten adalah anggota karotenoid yang paling banyak terdapat dalam daging buah, pigmen ini pada umumnya menyebabkan warna jingga dan mempunyai peranan yang penting dalam sintesis vitamin A. Kandungan karbohidrat sederhana seperti sukrosa dan fruktosa merupakan parameter kualitas buah yang sangat penting sebagai kriteria berbagai stadia kematangan. Buah pepaya merupakan buah klimakterik yaitu buah yang mengalami kenaikan produksi CO2 secara mendadak dan kemudian mengalami penurunan dengan cepat pada saat mencapai matang penuh (full ripe). Pada buah klimakterik terjadi perubahan pati menjadi gula yang memberikan rasa manis (Kays, 1991). Akamine dan Goo (1971) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara warna kuning pada kulit buah dan kandungan padatan terlarut total buah. Gula merupakan komponen utama bahan padat yang terlarut. Selama proses pemasakan buah, padatan terlarut total buah meningkat karena terjadi pemecahan polimer karbohidrat, khususnya perubahan pati menjadi gula sehingga kandungan gula dalam daging buah secara umum meningkat. Pada tahap selanjutnya padatan terlarut total daging buah akan menurun karena hidrolisis gula menjadi asam-asam organik yang digunakan untuk proses respirasi. Pada buah pepaya Sunrise Solo kandungan padatatan terlarut total daging buah meningkat dengan semakin menguningnya kulit buah Kandungan padatan terlarut total daging buah kemudian menurun setelah warna kuning pada kulit buah mencapai 80%. Menurut Chan (1979) kandungan padatan terlarut total biasa digunakan sebagai indikator kualitas buah dan kematangan buah pepaya. Padatan terlarut

40 21 total dapat digunakan sebagai indikator tingkat kemanisan. Asam organik yang dominan dalam buah umumnya asam sitrat dan asam malat. Pada umumnya kandungan asam organik menurun selama pemasakan buah karena direspirasikan atau diubah menjadi gula. Menurut Arriola et al. (1980) pada buah pepaya masak terjadi peningkatan baik kandungan asam maupun padatan terlarut total, namun kandungan gula jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan asam organiknya sehingga rasa manis lebih dominan. Kandungan asam pada daging buah akan menurun pada saat buah lewat masak (over ripe). Sankat dan Maharaj (1997) menyatakan pada tahap awal perkembangan buah terdapat kandungan glukosa yang dominan. Kemudian pada masa awal pemasakan dan pada tahap pemasakan buah, sukrosa meningkat dua sampai lima kali mencapai tingkat tertinggi dalam buah melebihi fruktosa dan glukosa. Menurut Matto et al. (1993) pada proses pemasakan buah biasanya meningkatkan jumlah gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asamasam organik dan senyawa-senyawa fenolik yang mengurangi rasa sepet dan masam, dan kenaikan zat-zat atsiri yang memberi aroma khas pada buah. Hasil penelitian Suketi et al. (2007) menunjukkan bahwa karakter kimia buah yang mempengaruhi tingkat kesukaan adalah kandungan padatan terlarut total buah. Hal ini membuktikan bahwa rasa manis pada buah pepaya sangat menentukan selera konsumen. Yon dan Serrano (1994) menyatakan bahwa buah pepaya yang dipanen pada tingkat kematangan yang tepat dapat menghasilkan rasa dan aroma yang baik. Perubahan Kandungan Vitamin Beberapa vitamin yang terdapat pada bahan pangan seperti karoten dan vitamin C merupakan bahan yang sangat peka terhadap oksidasi. Vitamin C merupakan salah satu bahan penyusun organik yang kadarnya pada buah berfluktuasi tergantung pengaruh temperatur dan ph. Perubahan asam organik, protein, asam amino dan lipida dapat mempengaruhi kualitas rasa pada buah pepaya. Kehilangan kandungan vitamin C pada buah akan menurunkan kualitas nutrisi. Hasil penelitian Purwoko dan Fitradesi (2000) pada buah pepaya menunjukkan bahwa kadar vitamin C meningkat sejalan dengan semakin lama

41 22 buah disimpan. Broto et al. (1991) mengemukakan dalam hasil penelitiannya bahwa kandungan vitamin C pada pepaya Sunrise adalah mg/ 100 g dan yang rendah terdapat pada pepaya Paris. Kandungan vitamin C pada buah tergantung dari kultivar, teknik budidaya dan perbedaan umur petik buah pepaya. Perubahan Tekstur Buah Tekstur buah dipengaruhi oleh kelembaban, kandungan serat dan lemak dalam buah. Senyawa pektin biasanya terdapat diantara dinding sel yang berfungsi sebagai perekat. Enzim pembentuk senyawa pektin pada lamela tengah yaitu pektin methyl esterase (PME) dan polygalakturonase (PG) meningkat aktivitasnya pada waktu buah mengalami pemasakan. Aktivitas enzim-enzim tersebut mengakibatkan pemecahan senyawa pektin menjadi senyawa-senyawa lain. Proses pemasakan dapat menambah jumlah senyawa pektin yang dapat larut dalam air dan mengurangi bagian yang tidak terlarut sehingga mengakibatkan sel mudah terpisah dan mengakibatkan buah menjadi lunak (Pantastico et al., 1986). Kultivar Pepaya Saat ini hanya sedikit kultivar pepaya hasil persilangan yang terdapat di dunia. Hal ini disebabkan tidak banyak negara yang mau mengembangkan pepaya, dan beberapa varietas kehilangan cirinya karena gagal mempertahankan cirinya tersebut pada turunannya saat penyerbukan (Chan, 1994a). Kultivar pepaya dapat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan ukuran buahnya. Kelompok yang pertama adalah pepaya yang buahnya berukuran besar dan panjang, umumnya digunakan dalam campuran es buah atau dimakan segar. Contohnya antara lain kultivar Paris, Cibinong, Batu Arang, Subang 6, Sitiawan, Dampit, dan Jingga (Chan, 1994b; Kalie, 2001). Pepaya Bangkok yang dikenal dan banyak diusahakan di Jawa Barat sama dengan kultivar Dampit yang banyak diusahakan di Jawa Timur. Pepaya Dampit mempunyai bentuk buah oval dengan permukaan kulit yang kasar (tidak rata), daging buah jingga kemerahan, keras, dan manis. Pepaya Dampit memiliki ukuran buah yang besar dengan bobot rata-rata 2.5 kg/buah dan dapat mencapai 3.5 kg/buah. Pepaya Jingga dan Paris

42 23 mempunyai permukaan kulit yang halus serta pepaya Paris mempunyai kulit kuning pada saat matang optimal. Kelompok kedua adalah pepaya yang buahnya berukuran kecil dan bentuknya agak membulat dengan kualitas rasa yang baik yaitu rasa yang sangat manis, biasanya disajikan segar dalam keadaan terbelah membujur dan lebih baik dikonsumsi dengan menggunakan sendok. Jenis pepaya kecil ini memiliki nilai jual yang tinggi dan mulai disukai konsumen. Contohnya adalah Sunrise Solo, Eksotika, dan Eksotika II (Chan, 1994b). Konsumen di Indonesia masih banyak yang memilih pepaya jenis besar, tetapi konsumen kelas menengah ke atas lebih menyukai jenis pepaya bentuk kecil (Broto et al., 1991). Pepaya Sunrise Solo merupakan kultivar yang paling populer di ASEAN, mempunyai kulit buah yang halus, dengan semburat dan warna kulit buah yang kuning kehijauan pada saat matang. Tekstur akan semakin empuk untuk konsumsi segar pada saat warna kulit menjadi kuning secara keseluruhan. Ukuran buah tergantung dari lokasi pertumbuhan. Di Malaysia, ukuran buah pepaya Sunrise Solo berkisar 350 g untuk buah hermafrodit, dan 500 g untuk buah betina. Di Indonesia, rata-rata ukuran buah pepaya bertipe kecil berkisar 300 g, dan di Filipina berkisar 450 g. Meskipun buahnya berukuran kecil, pepaya ini mempunyai rasa yang enak dan kandungan gula yang tinggi. Karena mutu dan warna daging buah yang cukup bagus, pepaya Sunrise Solo digunakan pada program pemuliaan di negara-negara ASEAN untuk mengembangkan mutu buah pada kultivar lokal (Chan, 1994b). Pengembangan Pepaya Mutu buah pepaya terkait dengan rasa yang harus diperhatikan adalah kandungan padatan terlarut total (PTT), asam tertitrasi total (ATT) dan rasio antara keduanya. Mutu buah pepaya yang diinginkan oleh konsumen biasanya mempunyai ideotipe yang sama. Ideotipe buah pepaya versi Balai Penelitian Tanaman Buah menurut Purnomo (1999) ialah: ukuran buah sedang dengan bobot kg/buah, ukuran sangat besar lebih dari 2.85 kg/buah, mempunyai bentuk sempurna, warna kulit kuning kemerahan pada saat masak, warna daging buah jingga kemerahan, daging buah tebal, dan kadar padatan terlarut total lebih

43 24 besar dari 13 Brix. Mutu buah pepaya yang diinginkan oleh konsumen menurut laporan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PKBT-LPPM) IPB (2004) mempunyai: ukuran buah medium ( kg), warna daging buah jingga sampai merah, edible portion tinggi (rongga buah kecil), bentuk buah lonjong, dan rasa daging buah manis. Pengembangan kualitas tanaman dan mutu buah pepaya dari segi pemuliaan memerlukan pengetahuan tentang keragaman genetika yang menjadi modal dasar bagi para peneliti untuk melakukan perbaikan sifat genetik tanaman. Makin tinggi tingkat keragaman akan memberikan potensi perbaikan yang lebih baik, karena peluang untuk merakit varietas baru yang sesuai dengan berbagai segmen konsumen akan lebih tinggi. Hal ini penting diperhatikan karena perluasan pasar pepaya mulai dari pasar domestik hingga ekspor membutuhkan varietas dengan karakteristik yang berbeda. Ketersediaan sumberdaya genetik dengan keragaman tinggi akan meningkatkan daya saing Indonesia dalam pasar pepaya global. Penelitian tentang pemuliaan pepaya di Indonesia yang dilaporkan oleh Budiyanti et al. (2005) dimulai dengan mengkarakterisasi buah pepaya berdasarkan: bobot buah, panjang buah, lingkar buah, diameter buah, bentuk buah, warna daging buah, kadar padatan terlarut total, tebal daging buah dan rasa daging buah. Dari penelitian ini dihasilkan delapan aksesi dari 88 aksesi pepaya yang mempunyai karakter unggul, seperti: rasa daging buah yang manis, ukuran buah sedang dan warna daging buah oranye-merah. Program pemuliaan pepaya di Thailand untuk mendapatkan genotipe yang berumur genjah, dwarf, berproduksi tinggi, berbobot buah kg dengan kualitas tinggi, adalah dengan melakukan beberapa penelitian terintegrasi diantaranya dengan menganalisis sifat daya gabung dari genotipe-genotipe pepaya yang akan dikembangkan (Subhadrabandhu dan Nontaswatsri, 1997). Perbaikan varietas pepaya di Thailand menghasilkan varietas Tainung, Khaek Dam dan Khaek Nuan yang menghasilkan produksi tingggi dan kualitas daging buah yang sesuai untuk dikonsumsi segar (Kumcha et al., 2009). Pemuliaan pepaya di Malaysia dimulai tahun 1971 dengan melakukan seleksi galur murni yang diikuti

44 25 dengan hibridisasi antar tetua homosigot, diantaranya menghasilkan kultivar Eksotika pada tahun 1987 dan Sunrise Solo yang berasal dari galur Subang 6 dan Batu Arang. Pada tahun 1991 dihasilkan kultivar Eksotika II (Chan, 2007). Kultivar pepaya yang diusahakan di India untuk dimanfaatkan produksi papainnya ialah Pusa dwarf yang bersifat dioecious, CO 3 dan CO 7 yang bersifat gynodioecious (Kamalkumar et al., 2007). Sedangkan di Filipina pemuliaan pepaya dimulai tahun 1980 menghasilkan hibrida Sinta yang toleran terhadap papaya ring spot virus (PRSV) pada tahun Sekarang pemuliaan pepaya diarahkan untuk mendapatkan kultivar yang dapat memenuhi kriteria pasar dan industri seperti: buah besar, warna daging buah merah dan tebal, rasa manis dan aroma baik (Magdalita et al., 2007).

45 26 III. STUDI MORFOLOGI DAN FISIOLOGI PERTUMBUHAN BUNGA DAN BUAH PEPAYA Abstrak Tanaman betina menghasilkan bunga betina dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit serta ekspresi seks bunga tanaman pepaya baru diketahui setelah tanaman berbunga. Letak benang sari yang berdekatan dan di atas stigma bunga terdapat pada bunga pepaya kategori buah kecil, sedangkan letak benang sari lebih jauh dan di bawah stigma bunga terdapat pada kategori buah sedang dan buah besar. Bunga hermafrodit genotipe IPB 1 menunjukkan ketidak teraturan jumlah lekukan pada tangkai kepala putik, berbeda dengan lekukan pada tangkai kepala putik bunga betina IPB 1 yang konsisten berjumlah lima lekukan. Hubungan viabilitas yang dicerminkan oleh daya berkecambah serbuk sari dan kecepatan pertumbuhan tabung sari dapat dijadikan penduga keberhasilan proses pembuahan pada pepaya. Tabung sari dalam empat jam perkecambahan untuk pepaya kategori buah kecil (IPB 1, IPB 3 dan IPB 4) tumbuh paling panjang, sementara jarak antara stigma dengan bakal buah pendek. Pengurangan benang sari pada buah pepaya kategori kecil (IPB 3) mengakibatkan pengurangan karakter kimia buah tetapi tidak pada karakter fisik buah. Pengurangan cuping stigma bunga hermafrodit yang disertai dengan penyungkupan pada pepaya kategori buah kecil menyebabkan pengurangan dalam bobot buah, tebal buah dan jumlah biji. Pada pepaya kategori buah besar (IPB 2) pengurangan benang sari, cuping stigma dan penyungkupan menyebabkan penurunan mutu pada karakter fisik buah tetapi tidak mengurangi mutu kimia buah. Pengurangan cuping stigma bunga betina genotipe IPB 3 mempengaruhi jumlah biji dan bobot biji yang terbentuk. Penghalangan penyerbukan dengan menyungkup bunga betina menghasilkan buah pepaya betina yang tidak berbiji. Mutu karakter fisik dan kimia buah hermafrodit genotipe IPB 3 tidak dipengaruhi oleh genotipe sumber serbuk sari sehingga tidak ada efek metaxenia pada buah pepaya hermafrodit IPB 3. Kata kunci: hermafrodit, betina, penyerbukan, serbuk sari, tabung sari, mutu buah, pepaya.

46 27 Abstract Female plant produce pistillate flowers and hermaprodite plants produce hermaphrodite flowers and sex expression of flowers became known after the flowering plants. Hermaphrodite flower development until the fruitset is formed will occur much longer than pistillate flower. Location of the stamen to the stigma of papaya small fruit and large fruit categories were different. Hermaprodhite flower of IPB 1 genotype has irregular and unstable shape of style lobe, in the other hand pistillate flower has five lobes. The purpose of the pollen germination research was to examine the fertilization process in terms of papaya pollen germination process and growth rate of pollen tubes. Average length of pollen tube within four hours of germination for small papaya fruit category (IPB 1, IPB 3, and IPB 4) was high while the distance between stigma and ovary was short so that the expected of fertilization process occurs sooner. Reduction of stamens in hermaphrodite flower of papaya IPB 3 genotype (small fruit category) resulted in reduction of the chemical characteristics but not the physical characteristics of the fruit. Bagging and reduction of stigma lobes of hermaphrodite flowers IPB 3 causes a reduction in fruit weight, fruit flesh thickness and seed number. In the large category of papaya (IPB 2) reduction of stamens, stigma lobes and bagging in hermaphrodite papaya flower IPB 2 causes a decrease in physical characteristics of the fruit but does not reduce the chemical characteristics of the fruit. Reduction of stigma lobes of female flowers IPB 3 affects the number of seeds and seed weight. Bagging the female flower produce seedless fruit. There is no metaxenia effect or no effect of genotype on pollen sources on physical and chemical characteristics of hermaphrodite IPB 3. Keywords: Carica papaya, hermaphrodite, pistillate, pollination, fruit set, pollen, pollen tube, fruit quality

47 28 Pendahuluan Tanaman pepaya mempunyai tiga tipe bunga yaitu: bunga betina, bunga jantan dan bunga hermafrodit. Bunga pepaya terbentuk pada ketiak daun yang umumnya berada dalam rangkaian inflorescence menggarpu. Tanaman pepaya tergolong tanaman menyerbuk silang, namun ada beberapa yang menyerbuk sendiri. Paterson et al. (2007) mengemukakan bahwa pada tanaman pepaya hermafrodit kemungkinan sangat besar terjadi penyerbukan silang. Keberhasilan penyerbukan pada jaringan permukaan stigma dan pembuahan inti sel sperma dengan sel telur akan menghasilkan mutu buah yang baik. Perkembangan buah terdiri dari tiga fase yaitu: 1. perkembangan bakal buah, fertilisasi dan pembentukan buah, 2. pembelahan sel, pembentukan biji dan perkembangan awal embrio, 3. pembesaran sel dan pematangan embrio. Fase awal pembentukan buah adalah perkembangan bakal buah dan fertilisasi, sehingga bagian tanaman yang terlibat dalam fertilisasi yaitu bakal buah dan serbuk sari, sangat menentukan keberhasilan pembentukan buah (Gillaspy et al., 1993). Faktor-faktor biologi bunga secara keseluruhan yang mempengaruhi keberhasilan pembentukan buah ialah: bentuk bunga, letak benang sari terhadap stigma, jumlah serbuk sari, kematangan serbuk sari, reseptivitas stigma, reseptivitas ovul dan kesempurnaan ovul. Keberhasilan pembentukan buah juga sangat dipengaruhi oleh viabilitas serbuk sari yaitu daya tumbuh kecambah atau kecepatan tumbuh tabung sari. Semakin tinggi daya tumbuh kecambah atau kecepatan tumbuh tabung sari maka proses pembuahan dalam bakal buah akan semakin cepat terjadi. Menurut Bolat dan Pirlak (1999) pengetahuan tentang viabilitas serbuk sari memungkinkan dapat dimanfaatkan oleh petani buah untuk memperkirakan produksi buah. Viabilitas serbuk sari dapat diketahui dengan berbagai macam metode pengujian. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui viabilitas serbuk sari yaitu dengan melakukan perkecambahan serbuk sari secara in vitro (Galletta, 1983). Media perkecambahan serbuk sari secara in vitro yang digunakan untuk beragam spesies pertama kali diformulasikan oleh Brewbaker dan Kwack pada tahun 1963 dengan komposisi 10% sukrosa, 100 ppm H 3 BO 4, 300 ppm Ca(NO 3 ) 2 4H 2 O, 200 ppm MgSO 4 7H 2 O, dan 100 ppm KNO 3. Penelitian viabilitas

48 29 serbuk sari pepaya untuk mengetahui daya simpan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya telah dimulai oleh: Allan (1963), kemudian oleh Cohen et al. (1989) untuk pepaya di Israel dan Perveen et al. (2007) untuk pepaya di Pakistan. Menurut Magdalita et al. (1998) viabilitas serbuk sari pepaya beragam tergantung varietas dan iklim lingkungan tanaman tumbuh. Serbuk sari merupakan materi genetik jantan yang berpotensi sebagai sumber gen untuk perbaikan kualitas tanaman (Malik, 1979). Para peneliti buah sejak lama meyakini bahwa sifat dari tetua jantan yang terbawa dalam serbuk sari akan mempengaruhi kualitas buah yang terbentuk yang dikenal dengan fenomena metaxenia. Pada umumnya fenomena metaxenia dapat mempengaruhi kualitas buah seperti ukuran dan waktu pematangan buah, sehingga kemungkinan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas buah (Sedgley dan Griffin, 1989). Pengendalian penyerbukan dapat dilakukan dengan melakukan modifikasi baik pada organ jantan (benang sari, serbuk sari), organ betina (stigma, ovari) maupun pada keduanya. Pada tanaman durian sudah lama dikembangkan cara untuk meningkatkan produksi dan mutu buah dengan cara melakukan penyerbukan menggunakan serbuk sari dari klon yang berbeda. Hasil penelitian George et al. (1992) pada tanaman durian klon D24 yang diserbuki dengan serbuk sari dari klon lain ternyata dapat meningkatkan produksi dan ketebalan daging buahnya. Widodo (2000) mengemukakan bahwa pada buah anggur yang mengalami pengguguran biji menghasilkan ukuran buah kecil, tetapi dengan pemberian zat pengatur tumbuh tertentu akan memperbesar ukuran buahnya. Menurut Honsho et al. (2004) penyerbukan silang pada tanaman durian menghasilkan fruit set lebih tinggi dan mutu buah lebih baik daripada buah yang dihasilkan dari penyerbukan sendiri. Hasil penelitian Ansari dan Davarynejad (2008) pada penyerbukan bunga sour cherry dengan serbuk sari lain ternyata menghasilkan pertambahan ukuran buah tetapi tidak mempengaruhi sifat kualitatif buahnya. Bentuk buah pepaya pada pohon betina biasanya tidak akan berubah akibat faktor umur, musim atau status nutrisi; karena perubahan bentuk buah dipengaruhi secara kuat oleh stamen yang tidak pernah terbentuk pada bunga betina (Fitch, 2005). Pada buah salak yang bertipe dioecious, perlakuan modifikasi pada bunga betina menghasilkan perkembangan panjang dan diameter buah berbeda. Pada

49 30 perlakuan pengurangan jumlah cuping stigma bunga salak menunjukkan bobot buah yang terbentuk dari bunga yang mempunyai tiga stigma lebih berat dibandingkan dengan buah yang terbentuk dari bunga yang mempunyai dua atau satu stigma yang terserbuki (Ashari, 2002). Dari hasil penelitian dan pendapat diatas tersirat bahwa fertilisasi yang menghasilkan buah sangat tergantung dari kompatibilas morfologi antara bunga betina (stigma, ovari) dengan bunga jantan (benang sari, serbuk sari). Herrero et al., (1988) mengemukaan bahwa mekanisme yang terjadi setelah penyerbukan antara serbuk sari dengan stigma, lalu perkecambahan serbuk sari, sampai serbuk sari menembus tangkai kepala putik dan bakal buah pada pohon buah-buahan belum banyak diketahui. Tetapi diyakini banyak proses terjadi yang melibatkan interaksi antara bagian-bagian bunga jantan dan betina di dalam bakal buah. Pada tanaman pepaya sampai saat ini pengetahuan tentang penyerbukan bunganya belum banyak diketahui, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruhnya terhadap mutu buah pepaya. Mutu pepaya yang diinginkan oleh konsumen dilihat dari segi buahnya biasanya mempunyai ideotipe buah yang mempunyai bentuk sempurna, bobot kg/buah, warna kulit kuning kemerahan pada saat masak, warna daging buah jingga kemerahan, daging buah tebal, edible portion tinggi, rongga buah kecil, dan rasa daging buah manis. Penelitian morfologi dan fisiologi pertumbuhan bunga pepaya dilakukan dalam dua percobaan yang berbeda dan secara umum bertujuan untuk: mengetahui morfologi tunas bunga dan bunga pepaya dengan pengamatan mikroskop biasa dan mikroskop elektron payaran (Scanning Electron Microscope- SEM); mengkaji viabilitas serbuk sari pepaya genotipe: IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 4, IPB 5, IPB 7, IPB 8, IPB 9 dan IPB 10. Penelitian tentang pengaruh penyerbukan bunga pepaya bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyerbukan terhadap perkembangan buah pepaya genotipe IPB 3 yang berkategori buah kecil dan pada pepaya genotipe IPB 2 yang termasuk dalam kategori buah besar.

50 31 Bahan dan Metode Bahan dan metode pada studi morfologi dan fisiologi pertumbuhan bunga dan buah pepaya terdiri dari tiga percobaan, yaitu: 1. Morfologi bunga pepaya, 2. Viabilitas dan pertumbuhan tabung sari pepaya IPB dan 3. Studi penyerbukan bunga dan perkembangan buah pepaya. III.1. Morfologi Bunga Pepaya Waktu dan Tempat Percobaan dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2007 di Laboratorium Anatomi FMIPA Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Cibinong. Bahan uji ialah tunas bunga dan bunga dari populasi tanaman pepaya genotipe IPB 1 hermafrodit, betina dan jantan yang terdapat di Teaching Farm Kebun Buah, Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT), Unit Lapangan Tajur, University Farm, IPB. Bogor. Bahan dan Alat Bahan kimia untuk pengamatan anatomi dengan mikroskop biasa ialah bahan kimia standar untuk sediaan mikroskopis organisme dan jaringan tanaman (asam asetat, asam sulfat, glycerin, parafin, xylol, alkohol 95, 70 dan 50 %, aquadest, pewarna safranin dan fast green). Bahan kimia untuk pengamatan morfologi dengan SEM ialah: Na(CH 3 ) 2 As 2 )O 3. Alat di lapangan yang digunakan ialah meteran, jangka sorong dan kamera digital. Alat yang digunakan di laboratorium ialah peralatan pengamatan anatomi lengkap (pinset, pipet, pisau silet, gelas obyek, gelas obyek cekung, gelas penutup, mikrotom), mikroskop cahaya, mikroskop payaran elektron serta kamera digital. Metode Pelaksanaan Tunas bunga dan bunga pepaya betina, hermafrodit dan jantan diamati perbedaan bentuk dan ukurannya. Studi anatomi dan morfologi tunas bunga dan bunga dilakukan dengan menggunakan metode standar yang dipakai Laboratorium Anatomi FMIPA IPB, Laboratorium Zoologi LIPI, dan metode yang digunakan Ronse Decraene dan Smets (1999). Metode pelaksanaan untuk

51 32 struktur anatomi bunga dilakukan sediaan preparat langsung di bawah mikroskop dan kamera digital. Metode pelaksanaan yang dilakukan untuk membuat sediaan preparat mikroskopis jaringan tanaman meliputi: fiksasi, dehidrasi, dealkoholisasi, infiltrasi, penanaman (embedding), pengirisan dan penyayatan, perekatan, pewarnaan (staining) dan penutupan. Fiksasi dilakukan dengan menggunakan FAA (formaldehyde acetic acid alcohol) dan dehidrasi bertingkat dengan alkohol seri. Proses penanaman material ke dalam cetakan yang berisi parafin cair dilakukan dengan cermat sehingga memudahkan untuk mendapatkan irisan yang sempurna pada saat penyayatan dengan mikrotom. Pengamatan di bawah mikroskop dilakukan setelah sediaan preparat mengalami pewarnaan dengan safranin dan fast green serta pengeringan di oven pada suhu 40 C. Metode yang dilakukan untuk membuat sediaan preparat mikroskopis memakai scanning electron microscope (SEM) ialah: fiksasi, dealkoholisasi, infiltrasi, pengeringbekuan dengan freeze dry system, penyepuhan dengan logam emas dan pengamatan menggunakan SEM merk JEOL tipe 5310 LV. Pengamatan sediaan mikroskopi dilakukan dengan Mikroskop SEM di Laboratorium Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Cibinong Proses pembuataan sampel dan persiapan pengamatan SEM mengacu pada metode yang dibakukan oleh Laboratorium Bidang Zoologi, LIPI. Sampel untuk pengamatan SEM berupa irisan tunas bunga berbentuk kubus berukuran 0.5 cm x 0.5 cm x 0.5 cm dicuci didalam bufer (Na(CH 3 ) 2 As 2 )O M selama lebih kurang 24 jam pada suhu 4 o C, kemudian sampel spesimen dicuci ulang dengan larutan bufer (Na(CH 3 ) 2 As 2 )O M pada alat getar ultra sound sebanyak tiga kali dengan masing-masing tahap berlangsung selama 15 menit pada suhu kamar. Selanjutnya sampel difiksasi dengan larutan glutaraldehid 2% (9 ml larutan bufer (Na(CH 3 ) 2 As 2 )O M + 1 ml glutaraldehid dari larutan stok glutaraldehid 20%) selama 2 jam pada suhu 4 o C, kemudian sampel direndam di dalam larutan tannic acid 2% (2 g tannic acid dalam buffer (Na(CH 3 ) 2 As 2 )O M sehingga volume larutan menjadi 100 ml) yang bersifat sebagai conductive staining, supaya membentuk lapisan yang konduktif pada suhu 4 o C selama kurang lebih dua hari (45 jam). Pada tahap selanjutnya sampel dicuci dengan buffer (Na(CH 3 ) 2 As 2 )O 3

52 M sebanyak empat kali dengan masing-masing tahap berlangsung selama 15 menit pada suhu 4 o C. Kemudian sampel dicuci dengan akuades pada suhu 4 o C selama 15 menit dan diulang sebanyak dua kali. Proses dehidrasi dilakukan dengan seri etanol bertingkat, yaitu sampel direndam di dalam etanol 50% sebanyak empat kali dengan masing-masing tahap berlangsung selama 5 menit pada suhu 4 o C, selanjutnya proses perendaman sampel berturut-turut dalam larutan etanol 75%, larutan etanol 88% masing-masing selama 20 menit pada suhu 4 o C. Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam larutan etanol 95% selama 20 menit pada suhu kamar. Tahap terakhir adalah perendaman sampel di dalam larutan etanol absolut sebanyak dua kali dengan masing-masing tahap berlangsung selama 10 menit pada suhu kamar. Sampel yang telah didehidrasi kemudian dimasukkan ke dalam larutan tertier butil alkohol (TBA) selama 10 menit sebanyak dua kali pada suhu kamar. Kemudian sampel dibiarkan didalam larutan TBA selama tiga hari pada suhu 4 o C sebelum dikeringbekukan ke dalam larutan butanol selama 5 jam pada freeze drier pada suhu -47 o C dengan tekanan vakum 140 x 10-3 M Bar. Tahap selanjutnya sampel direkatkan pada specimen holder menggunakan perekat selotape dua sisi, kemudian permukaannya disepuh dengan logam emas pada alat vacuum evaporation device yang berlangsung lebih kurang 4 menit sehingga didapatkan ketipisan logam sebesar 300 A. Spesimen yang telah dilapisi dengan logam emas ini siap untuk diamati dengan SEM. Pengamatan tunas bunga pepaya secara transversal dan tangensial (dengan memutar posisi sampel sebesar 90 0 ) dilakukan pada 20 kilo-volt. III.2. Viabilitas dan Pertumbuhan Tabung Sari Pepaya IPB Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2008, di Laboratorium Kultur Jaringan dan Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Bahan dan Alat Serbuk sari pepaya diperoleh dari bunga tanaman pepaya genotipe IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 4, IPB 5, IPB 7, IPB 8, IPB 9 dan IPB 10 yang ditanam di

53 34 Teaching Farm Kebun Buah, Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT), Unit Lapangan Tajur, University Farm, IPB. Bogor. Tanaman pepaya dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan ukuran buah yaitu: pepaya kategori buah kecil (genotipe IPB 1, IPB 3 dan IPB 4), pepaya kategori buah sedang (genotipe IPB 5, IPB 9 dan IPB 10), dan kategori buah besar (genotipe IPB 2, IPB 7 dan IPB 8). Komposisi media perkecambahan yang digunakan yaitu: 100 ppm H 3 BO 4, 300 ppm Ca(NO 3 ) 2 4H 2 O, 200 ppm MgSO 4 7H 2 O, 100 ppm KNO 3, 5% sukrosa dan aquades. Alat-alat yang digunakan diantaranya timbangan analitik, cawan petri, gelas objek, spatula, mikroskop Olympus BX41, mikrometer dan perlengkapan fotografi. Metode Pelaksanaan Bunga pepaya diambil pada fase satu hari sebelum antesis. Butir serbuk sari dipisahkan dari kotak sari dengan menggunakan pinset, kemudian serbuk sari diletakkan pada media perkecambahan. Serbuk sari pepaya genotipe IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 4, IPB 5, IPB.7, IPB 8, IPB 9, dan IPB 10 yang telah diisolasi, dikecambahkan dalam media pada gelas objek yang diletakkan di suhu ruang. Peletakan gelas objek pada suhu ruangan mengacu pada penelitian Burke et al. (2004) yang mengamati perkecambahan serbuk sari durian pada suhu sekitar o C dan kelembaban sekitar 50-80%. Satu gelas objek merupakan satu unit percobaan. Untuk setiap percobaan perkecambahan serbuk sari dilakukan 10 kali ulangan. Pengamatan Untuk mengetahui hubungan panjang tabung sari dengan proses pembuahan, terlebih dahulu dilakukan pengukuran jarak antara stigma dan bakal buah bagian tengah serta jarak antara stigma dan bakal buah bagian bawah dengan menggunakan masing-masing 10 sampel bunga hermafrodit untuk setiap genotipenya. Pengukuran diameter dan panjang tabung serbuk sari dilakukan dengan menggunakan perbesaran 100x dan 400x. Daya berkecambah serbuk sari dan panjang tabung sari diamati dengan menggunakan metode seperti yang dilakukan oleh Wahyudin (1999) pada penelitian perkecambahan serbuk sari salak. Pengamatan pertumbuhan kecambah serbuk sari dilakukan setiap 30 menit selama

54 35 empat jam menggunakan mikroskop Olympus BX41 yang telah dilengkapi dengan mikrometer okuler dan perlengkapan fotografi. Data kuantitatif yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA) uji-f pada taraf 5% dan uji perbedaan nilai tengah menggunakan Uji Kontras pada taraf 5 dan 1%. Pengolahan data statistik menggunakan Software SAS (Statistical Analysis System) versi III.3. Studi Penyerbukan Bunga dan Perkembangan Buah Pepaya Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2006 sampai dengan April 2007 di Teaching Farm Kebun Buah, Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT), Unit Lapangan Tajur, University Farm, IPB. Bogor. Pengujian karakter fisik dan kimia buah dilakukan di Laboratorium Produksi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura dan Laboratorium Research Group on Crop Improvement (RGCI), Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah tanaman pepaya IPB 3 dan IPB 2 dan serbuk sari bunga pepaya IPB 4, IPB 7, IPB 8, IPB 9 dan IPB 10. Alat yang digunakan yaitu pinset, plastik tagging, kertas pembungkus, alat-alat titrasi, ph meter, hand refractometer dan hand fruit hardness tester. Bahan kimia yang digunakan adalah NaOH, iod, indikator Phenolphtalein (PP) dan amilum. Metode Penelitian Penelitian ini terbagi atas empat penelitian yaitu: pengurangan benang sari dan cuping stigma pada pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 (kategori buah kecil), pengurangan benang sari dan cuping stigma pada pepaya hermafrodit IPB 2 (kategori buah besar), pengurangaan cuping stigma pada pepaya betina IPB 3, dan penyerbukan dengan serbuk sari berbeda pada pepaya hermafrodit IPB 3. Penelitian pengurangan benang sari dan cuping stigma menggunakan Rancangan Acak Lengkap satu faktor tiga ulangan dengan 13 taraf perlakuan pada buah pepaya hermafrodit IPB 3; sembilan taraf perlakuan pada buah pepaya hermafrodit IPB 2; dan lima taraf perlakuan pada buah pepaya betina IPB 3.

55 36 Penelitian penyerbukan antara IPB 3 sebagai tetua betina dengan serbuk sari enam pepaya IPB lainnya (genotipe IPB 2, IPB 4, IPB 7, IPB 8, IPB 9 dan IPB 10) menggunakan Rancangan Acak Lengkap satu faktor dengan enam taraf perlakuan percobaan, enam ulangan. Pelaksanaan dan Pengamatan Pepaya genotipe IPB 2 dan IPB 3 ditanam pada 9 Maret 2006 dengan jarak tanam 3 x 2 m masing-masing sebanyak 120 tanaman (Gambar 3). a b Gambar 3. Keragaan tanaman pepaya genotipe IPB 3 (a) dan IPB 2 (b). 1. Perlakuan pengurangan benang sari dan cuping stigma pada bunga hermafrodit genotipe IPB 3 (kategori buah kecil). Pengurangan benang sari menjadi 1 (HK1), menjadi 3 (HK3), menjadi 5 (HK5) dan kontrol (HK10) dilakukan pada bunga hermafrodit yang dibiarkan terbuka (HK) dan pada bunga yang disungkup (HK10T, HK5T, HK3T, dan HK1T) untuk menjaga masuknya serbuk sari genotipe lain. Pengurangan jumlah cuping stigma menjadi 1 (HT 1), menjadi 3 (HT3), dan kontrol (HT5) dilakukan pada bunga hermafrodit. Pengurangan cuping stigma dilakukan juga dengan bunga yang disungkup (HT5T, HT3T, dan HT1T). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali pada pohon yang berbeda. Perlakuan dilakukan saat bunga belum mekar, 2-3 kali seminggu. Buah diberi label sesuai dengan perlakuan yang diberikan. 2. Perlakuan pengurangan benang sari dan cuping stigma pada bunga hermafrodit genotipe IPB 2 (kategori buah besar). Pengurangan benang sari menjadi 1 (HK1), menjadi 3 (HK3), menjadi 5 (HK5) dan kontrol (HK10) dilakukan pada bunga hermafrodit yang dibiarkan

56 37 terbuka (HK) dan pada bunga yang disungkup (HK10T, HK5T, HK3T dan HK1T) untuk menjaga masuknya serbuk sari genotipe lain. Pengurangan cuping stigma menjadi 1 (HT1), menjadi 3 (HT3) dan kontrol (HT5) dilakukan pada bunga hermafrodit. Pengurangan cuping stigma dilakukan juga dengan bunga yang disungkup (HT5T, HT3T, dan HT1). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali pada pohon yang berbeda. Perlakuan dilakukan saat bunga belum mekar, 2-3 kali seminggu. 3. Pengurangaan cuping stigma pada bunga pepaya betina genotipe IPB 3. Pengurangan cuping stigma menjadi tiga (T3), menjadi satu (T1), tidak ada stigma (T0) dan kontrol (T5) dilakukan pada bunga betina yang dibiarkan terbuka, dan pada bunga yang disungkup (T5T, T3T, dan T1T). 4. Perlakuan penyerbukan bunga hermafrodit genotipe IPB 3 dengan serbuk sari lain. Perlakuan penyerbukan serbuk sari genotipe lain (IPB 2, IPB 4, IPB 7, IPB 8, IPB 9 dan IPB 10) dilakukan pada bunga hermafrodit IPB 3 sebagai tetua betina. Serbuk sari bunga hermafrodit IPB 3 dikastrasi sesaat sebelum perlakuan dan dilakukan sehari sebelum bunga mekar. Pemeliharaan meliputi penyiraman dan pengendalian gulma secara konvensional serta pengendalian hama dan penyakit dengan membuang bagian tanaman yang terkena hama dan penyakit serta menggunakan pestisida sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) di kebun. Pengamatan meliputi pengamatan panjang dan diameter buah pada setiap minggunya sejak munculnya buah sampai pemanenan dilakukan. Buah dipanen pada stadia 25% kulit buah berwarna kuning. Setelah buah dipanen, buah dibersihkan dan diletakkan pada kondisi ruang. Kemudian dilanjutkan dengan pengkajian pada karakter fisik dan kimia buah pada saat buah mencapai stadia % kulit buah berwarna kuning. Saat pemanenan buah dan pengamatan karakter fisik dan kimia buah mengacu kepada metode dan hasil penelitian sebelumnya. Karakter fisik buah yang diamati meliputi: panjang, diameter, bobot utuh, jumlah biji, bobot biji, persentase bagian buah dapat dimakan (BDD), tebal maksimal dan minimal daging buah, kekerasan kulit dan daging buah. Kekerasan

57 38 kulit dan daging buah diukur menggunakan hand fruit hardness tester. Karakter kimia daging buah yang diamati ialah: kandungan padatan terlarut total (PTT) diukur dengan hand refractometer mengacu pada metode yang dilakukan Muchtadi dan Sugiyono (1992). Derajat kemasaman sari buah (ph) diukur dengan ph meter metode kalibrasi (Apriyantono et al., 1988). Pengukuran Asam Tertitrasi Total (ATT) dilakukan dengan menggunakan metode titrimetri (Sibarani et al., 1986). Kandungan vitamin C diukur menurut metode titrasi iodium dari Sudarmaji et al. (1984). Pengolahan data dilakukan dengan uji F pada sistem SAS (Statistical Analysis System) dan uji t Dunnet pada taraf 5%. Hasil dan Pembahasan III. 1. Morfologi Bunga Pepaya Keragaan tunas bunga betina, bunga hermafrodit dan bunga jantan tanaman pepaya disajikan pada Gambar 4 dan 5. Bunga betina mempunyai bakal buah (ovari) dan stigma, bunga hermafrodit mempunyai bakal buah, stigma dan benang sari (anter), sedangkan bunga jantan hanya mempunyai benang sari. Interaksi antara faktor genetik dan lingkungan diduga dapat menyebabkan terjadinya modifikasi pada jenis bunga pepaya. Perubahan bentuk bunga pepaya akibat interaksi faktor genetik dan lingkungan seperti terjadi pada bunga hermafrodit sehingga terbentuk bunga hermafrodit pentandria disajikan pada Gambar 6 dan bunga hermafrofit rudimenter. Bunga hermafrodit pentandria mempunyai lima benang sari bertangkai agak pendek terletak pada dasar bakal buah, mempunyai bakal buah lonjong dan berkembang menjadi lima sisi buah yang menonjol menyerupai buah dari bunga betina. Bunga hermafrodit rudimenter merupakan bunga hermafrodit elongata yang putiknya mengalami aborsi sehingga tidak memiliki bakal buah, bunga ini mirip dengan bunga jantan namun tabung mahkotanya lebih tipis dibandingkan pada bunga jantan (Nakasone, 1986; dan Villegas,1997). Bunga hermafrodit rudimenter biasanya akan muncul pada saat tanaman mengalami kekeringan dan akhirnya tanaman tidak akan menghasilkan buah (Chan, 1995). Sifat pembungaan tanaman pepaya yang unik terjadi juga pada bunga jantannya yang dapat membentuk buah pada keadaan cuaca tertentu.

58 39 s a s a o o Gambar 4. Tunas bunga betina (1), bunga hermafrodit (2) dan bunga jantan (3) stigma (s), ovari (o), anter (a). 1 4 cm 2 4 cm 3 4 cm Gambar 5. Jenis bunga pepaya: bunga betina (1), bunga hermafrodit (2) dan bunga jantan (3). Bunga jantan berbentuk terompet yang terletak pada malai sepanjang cm, berukuran kecil dengan 10 benang sari yang terbagi menjadi dua kelompok dan terletak pada rongga mahkota bunga. Bunga jantan pepaya tidak memiliki ovari sehingga tidak membentuk buah kecuali terjadi pada pepaya dewasa dalam keadaan iklim tertentu bagian ujung malai bunga jantan dapat

59 40 membentuk bunga hermafrodit tipe elongata yang memiliki bakal buah berbentuk bulat telur, dan mampu berkembang menjadi buah pepaya gantung (Gambar 7) Gambar 6. Bunga (1), bakal buah (2) dan buah pepaya hermafrodit pentandria (3). 1 2 Gambar 7. Tanaman pepaya jantan dengan buah pepaya gantung (1) dan bunga jantan (2). Hasil pengamatan sediaan preparat dengan irisan longitudinal dibawah mikroskop disajikan pada Gambar 8. Meristem apikal tunas bunga pepaya hermafrodit teramati pada saat pengambilan sampel tunas bunga panjangnya 3-5 mm. Pada saat itu diperkirakan terjadi 6 minggu sebelum antesis di lapang. Gambar 8.1 dan 8.2 menunjukkan diferensiasi bagian bunga sepal dan petal, dimana pengambilan sampel dari lapang pada saat 4 minggu sebelum antesis. Hasil penelitian Sippel et al. (1989) menyatakan diferensiasi bunga hermafrodit Sunrise Solo terjadi pada 10-8 minggu sebelum pembungaaan dan diferensiasi ovari dimulai pada 8-7 minggu sebelum pembungaan. Inisiasi anter terjadi sebelum diferensiasi ovari, tetapi diferensiasi anter sempurna pada 5-4 minggu sebelum antesis. Tunas bunga betina dan hermafrodit sudah dapat dibedakan dengan pengamatan di bawah mikroskop (Gambar 9), walaupun pada saat pengambilan

60 41 sampel tunas bunga di lapang belum dapat dibedakan antara bunga betina dan bunga hermafrodit. Keberadaan benang sari pada tunas bunga hermafrodit dapat diamati lebih dini, menunjukkan bahwa tanaman betina menghasilkan bunga betina dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit. Panjang tunas bunga pada saat pengambilan sampel adalah 3-5 mm, diperkirakan pada saat 6 minggu sebelum antesis. p p s s 1 2 Gambar 8. Irisan longitudinal meristem apikal tunas bunga hermafrodit pepaya genotipe IPB 1; diferensiasi sepal, inisiasi stamen (1) dan diferensiasi petal, inisiasi ovari (2); sepal (s), petal (p). p p p p p p o a a s s o o o o s s µm Gambar 9. Irisan longitudinal tunas bunga betina (1) dan tunas bunga hermafrodit pepaya genotipe IPB 1 (2); sepal(s), petal (p), ovari (o), anter (a).

61 42 Arkle dan Nakasone (1984) dan Sippel et al. (1989) mengemukakan bahwa genus Carica didominasi bersifat dioecious sehingga perbedaan bentuk bunga jantan (staminate) dan betina (pistilate) jelas sekali. Inisiasi stamen mulai terjadi pada saat ukuran tunas bunga hermafrodit mencapai 1 mm, 7 minggu sebelum antesis. Diferensiasi ovari dimulai 8 minggu sebelum antesis pada bunga betina dan 6-7 minggu sebelum antesis pada bunga hermafrodit, perkembangan ovari pada bunga betina terjadi lebih awal daripada ovari pada bunga hermafrodit. Menurut Ronse Decraene dan Smets (1999) berdasarkan posisi mikropil terhadap funikulus, maka tipe ovulum bunga pepaya termasuk anatropus yaitu membentuk sudut 180 dari funikulus sehingga tabung serbuk sari akan memutar dahulu ke bawah kemudian masuk melalui mikropil untuk melakukan pembuahan dalam ovul. Hasil pengamatan tunas bunga betina dan hermafrodit pepaya genotipe IPB 1 di bawah mikroskop elektron payaran (SEM) disajikan pada Gambar 10. Permukaan stigma bunga pepaya betina beserta jaringan papila dan lubang tangkai kepala putik teramati pada SEM. Untuk mengetahui jaringan dan bentuk permukaan tangkai kepala putik, maka dilakukan pengamatan tangkai kepala putik (Gambar 11). Jumlah lekukan dalam tangkai kepala putik yang berhubungan dengan bakal buah ada lima buah, diduga bentuk dan jumlah lekukan ini menentukan bentuk rongga buah pepaya. Rongga buah pepaya betina lebih lebar daripada rongga buah pepaya hermafrodit, dan jumlah lekukan tangkai kepala putik buah betina selalu konstan yaitu lima buah. Bentuk stigma bunga pepaya hermafrodit agak mengerucut tidak seperti bentuk stigma bunga pepaya betina yang lebih membuka dan mendatar. Bentuk jaringan papila stigma bunga hermafrodit dan betina memperlihatkan kesamaan. Perbedaan keragaan bentuk tangkai kepala putik ialah jumlah lekukan yang lebih dari lima. Sementara diduga jumlah lekukan ini menentukan bentuk rongga buah dan banyaknya lekukan pada buah. Bentuk rongga dan lekukan buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 1 bervariasi, dari berjumlah lima sampai lebih dari lima (Gambar 12).

62 43 a (1) a (2) a 500 µm 500 µm b b b 200 µm 200 µm c c c 200 µm 200 µm d d d 200 µm 100 µm Gambar 10. Keragaan permukaan stigma bunga pepaya betina (1) dan hermafrodit(2) genotipe IPB 1; stigma bunga pepaya dengan lima cuping (a), jaringan papila (b), bentuk permukaan jaringan antara papila dengan lubang tangkai kepala putik (c), lubang tangkai kepala putik (d).

63 44 (1) a (2) a 500 µm 500 µm a 200 µm a 200 µm 200 µm 200 µm a 100 µm 500 µm a a a 100 µm Gambar 11. Keragaan tangkai kepala putik bunga pepaya betina (1) dan hermafrodit (2) genotipe IPB 1. 5 Gambar 12. Bentuk melintang buah hermafrodit pepaya genotipe IPB 1. Keragaan jaringan saluran tangkai kepala putik bunga pepaya genotipe IPB 1 dan pembesarannya disajikan pada Gambar 13.

64 45 a b a 500 µm µm a a 200 µm µm Gambar 13. Keragaan jaringan saluran tangkai kepala putik; irisan longitudinal bakal buah bagian atas dekat papila stigma bunga (1), saluran tangkai kepala putik (2-4), papila stigma (b). Perkembangan bunga betina di lapang dari mulai tumbuh tunas bunga sampai terbentuk pentil buah disajikan pada Gambar 14. Saat antesis bunga betina biasanya pada pagi hari, petal bunga membuka lebar sehingga stigma terlihat jelas dan siap menerima serbuk sari. Pada hari ke 2-3 stigma terlihat agak mengering dan warna stigma bagian pinggir agak berubah menjadi kecoklatan. Stigma bunga betina mengering dan warnanya berubah menjadi coklat kehitaman pada hari ke 4-5 setelah antesis bunga. Pada saat ini diperkirakan sudah terjadi pembuahan dan bakal buah terlihat jelas karena petal bunga sudah hampir mengering yang biasanya diikuti dengan rontoknya petal bunga tersebut. Perkembangan bunga hermafrodit dari antesis sampai fruit set biasanya terjadi lebih lama 1-2 hari dibandingkan waktu perkembangan bunga betina. Ciri fruit set ditandai dengan keragaan ovari yang membengkak, kelopak bunga dan stigma mengering. Bakal tunas bunga pepaya hermafrodit biasanya muncul 3-4 minggu sebelum antesis. Antesis bunga hermafrodit menampilkan bunga yang tidak terlalu membuka, dan pada hari ke 2-4 stigma bunga terlihat berubah warna menjadi kecoklatan (Gambar 15).

65 46 1 H2-3 D2-3 H1 D1 3 H Gambar 14. Perkembangan bunga pepaya betina; kuncup bunga betina genotipe IPB 1 sehari sebelum antesis (1), antesis bunga betina pada hari pertama (2), hari ke 2-3 stigma terlihat agak mengering (3), hari ke 4-5 setelah antesis bunga, stigma bunga betina mengering dan warnanya berubah menjadi coklat kehitaman (4). Keragaan letak benang sari terhadap kepala putik pada bunga hermafrodit pepaya kategori buah kecil memperlihatkan perbedaan dengan bunga hermafrodit pepaya kategori sedang dan besar. Letak benang sari bunga pepaya kategori buah kecil (genotipe IPB 1, IPB 3 dan IPB 4) berada dekat dengan kepala putik. Keadaan morfologi bunga yang demikian memungkinkan terjadinya penyerbukan sendiri, sehingga diduga bunga pepaya kategori buah kecil melakukan penyerbukan sendiri. Letak benang sari bunga pepaya kategori buah besar (genotipe IPB 2, IPB 7 dan IPB 8) berada di bawah kepala putik sehingga lebih memungkinkan terjadinya penyerbukan terbuka (open pollinated). Pada bunga pepaya kategori buah sedang (genotipe IPB 5, IPB 9 dan IPB 10) ada kecenderungan letak benang sarinya di bawah stigma seperti pada bunga pepaya kategori buah besar. Keragaan buah dan bunga pepaya kategori buah kecil, sedang dan besar disajikan pada Gambar 16.

66 H H3-4 D3-4 D1-2 8 H5-7 D5-7 9 Gambar 15. Perkembangan tunas bunga dan bunga pepaya hermafrodit genotipe IPB 1; tunas bunga hermafrodit muncul dan tumbuh (1, 2, 3, 4, 5), tunas bunga hermafrodit sehari sebelum antesis (6), antesis bunga hermafrodit (7), hari ke 2-4 stigma bunga terlihat berubah warna menjadi kecoklatan (8), hari ke 5-7 setelah antesis petal bunga mengering dan berangsur rontok meninggalkan bakal buah (9). IPB 1 IPB 5 IPB 2 IPB 3 IPB 9 IPB 7 IPB 4 IPB 10 IPB 8 Gambar 16. Buah dan bunga hermafrodit pepaya kategori buah kecil (IPB 1, IPB 3 dan IPB.4), sedang (IPB 5, IPB 9 dan IPB 10), besar (IPB 2, IPB 7 dan IPB 8).

67 48 Penampang membujur bakal buah pepaya betina dan hermafrodit memperlihatkan posisi bakal biji dalam buah (Gambar 17 dan 18). Bakal biji pada buah betina lebih terkonsentrasi pada bagian ujung buah daripada bagian pangkalnya yang kadang-kadang tidak memiliki biji. Hal ini membuktikan bahwa pada bunga betina pembuahan lebih banyak terjadi dekat dengan stigma bunga. 1 2 Gambar 17. Penampang bakal buah pepaya yang menunjukkan posisi bakal biji dalam ovari; buah betina (1) dan hermafrodit (2) Gambar 18. Keragaan buah utuh dan posisi biji pada berbagai tahap perkembangan buah; buah betina (1-2), buah hermafrodit (3-4).

68 49 Perkembangan bakal biji pada buah hermafrodit hampir merata diseluruh dinding bakal buah sehingga menghasilkan buah yang rongga buahnya dipenuhi dengan biji. Menurut Sedgley dan Griffin (1989) ovulum menempel pada funikulus dihubungkan oleh plasenta dan ada dua jenis plasentasi pada buah yaitu plasenta tipe parietal dan plasenta axilar. Tipe plasentasi menentukan letak biji dalam buah. Hasil pengamatan SEM pada bakal buah pepaya hermafrodit yang dilakukan Ronse Decraene dan Smets (1999) terlihat jelas tahapan pembentukan bakal biji pepaya yang termasuk tipe parietal (parietal placentae) sehingga buah pepaya mempunyai rongga buah di bagian tengahnya. III.2. Viabilitas dan Pertumbuhan Tabung Sari Pepaya IPB Jarak antara stigma dengan bakal buah Jarak antara stigma dengan bakal buah bagian tengah pada pepaya kategori buah kecil berbeda nyata dengan pepaya kategori buah besar, demikian juga antara pepaya kategori buah sedang dengan pepaya kategori buah besar. Sedangkan untuk jarak antara stigma dengan bakal buah bagian bawah hanya berbeda antara pepaya kategori buah kecil dengan pepaya kategori buah besar (Tabel 3). Jarak antara stigma dengan bakal buah bagian bawah mencerminkan ukuran panjang bunga dari bagian luar. Jarak antara stigma dengan bakal buah bagian bawah mencerminkan ukuran panjang bunga dari bagian luar. Panjang bunga hermafrodit pepaya kategori buah kecil (genotipe IPB 1, IPB 3 dan IPB 4) dan kategori buah besar (genotipe IPB 2, IPB 7 dan IPB 8) mudah dibedakan berdasarkan ukuran luarnya, tetapi panjang bunga hermafrodit pepaya kategori buah sedang (genotipe IPB 5, IPB 9 dan IPB 10) agak sulit dibedakan ukurannya dengan bunga pepaya kategori buah besar.

69 50 Tabel 3. Jarak antara stigma dengan bakal buah pada beberapa kategori buah pepaya. Kategori Genotipe Jarak antara stigma dengan bakal buah bagian tengah (mm) Jarak antara stigma dengan bakal buah bagian bawah (mm) Pepaya Kecil IPB ± ± 2.31 < 1kg IPB ± ± 3.43 IPB ± ± 2.74 Rata-rata 9.25 ± ± 2.19 Pepaya Sedang IPB ± ± kg IPB ± ± 2.91 IPB ± ± 5.97 Rata-rata ± ± 2.93 Pepaya Besar IPB ± ± kg IPB ± ± 4.22 IPB ± ± 4.38 Rata-rata ± ± 2.06 Kontras Kecil vs Besar 1) ** * Sedang vs Besar 1) * tn Keterangan: 1) Uji beda nilai tengah dilakukan dengan uji kontras taraf 5% dan 1%. Diameter Serbuk Sari Diameter serbuk sari, panjang tabung sari dan daya berkecambah serbuk sari bunga pepaya kategori buah kecil tidak berbeda dengan pepaya kategori buah besar. Demikian juga panjang tabung sari dan daya berkecambah serbuk sari bunga pepaya kategori buah sedang dengan pepaya kategori buah besar. Perbedaan yang nyata hanya pada diameter serbuk sari pepaya kategori buah sedang dengan pepaya kategori buah besar (Tabel 4). Diameter serbuk sari pepaya genotipe IPB 4 (33.25 ±.0.64) µm merupakan diameter serbuk sari terkecil, sedangkan serbuk sari pepaya genotipe IPB 10 dengan ukuran 36.50±1.75µm merupakan diameter serbuk sari terbesar dibandingkan dengan sembilan genotipe yang diamati. Hasil penelitian Erdtman (1972) menunjukkan bahwa serbuk sari bunga pepaya mempunyai ukuran sekitar 35x30 µm dan serbuk sari Caricaceae lainnya seperti C. platanifolia (Peru) berukuran sekitar 41x33 µm dengan pola yang tidak beraturan, sedangkan Jacaratia mexicana (Mexico) berukuran sekitar 33x26 µm.

70 51 Ukuran diameter serbuk sari pepaya yang besar seperti pada genotipe kategori buah besar dan sedang (rata-rata diameter serbuk sari 36.08±0.14 µm dan 35.75±0.66 µm) tidak menghasilkan ukuran panjang tabung sari yang besar (Tabel 4), sehingga dapat disimpulkan bahwa ukuran diameter serbuk sari tidak mempengaruhi kecepatan pertumbuhan tabung sari pepaya. Hasil penelitian pada serbuk sari stroberi yang dilakukan Zebrowska (1997) menunjukkan bahwa diameter serbuk sari tidak mempengaruhi kecepatan pertumbuhan panjang tabung sari. Viabilitas serbuk sari hanya dipengaruhi oleh bentuk dan bobot serbuk sari, dan keberhasilan pembuahan ditentukan oleh jumlah serbuk sari yang diaplikasikan ke jaringan stigma bunga. Tabel 4. Diameter serbuk sari, panjang tabung dan daya berkecambah serbuk sari pepaya selama empat jam perkecambahan pada beberapa kategori buah. Kategori Genotipe Diameter serbuk sari (µm) Panjang tabung sari (µm) Daya berkecambah (%) Pepaya Kecil IPB ± ± ± < 1kg IPB ± ± ± IPB ± ± ± Rata-rata ± ± ± 6.03 Pepaya IPB ± ± ± 5.88 Sedang 1-2 kg IPB ± ± ± IPB ± ± ± Rata-rata ± ± ± 3.29 Pepaya IPB ± ± ± 6.81 Besar 2 kg IPB ± ± ± 8.55 IPB ± ± ± 8.39 Rata-rata ± ± ± Kontras Kecil vs Besar tn tn tn Sedang vs Besar 1) * tn tn Keterangan: 1) Uji beda nilai tengah dilakukan dengan uji kontras taraf 5%. Pada tanaman apel dan pear yang diteliti Janse dan Verhaegh (2004), jumlah serbuk sari yang diaplikasikan ke jaringan stigma mempengaruhi jumlah biji yang terbentuk dalam buah. Menurut Aizen dan Searcy (1998) diameter

71 52 serbuk sari bunga Alstroemeria aurea tidak mempengaruhi keberhasilan pembuahan tetapi jumlah serbuk sari yang diaplikasikan ke jaringan stigma akan mempengaruhi jumlah biji dan bobot biji yang terbentuk. Walaupun demikian, menurut Kelly et al. (2002) pada tanaman Mimulus guttatus ukuran butir serbuk sari dapat digunakan untuk memperkirakan viabilitas serbuk sari. Serbuk sari dengan viabilitas yang tinggi biasanya mempunyai diameter butir serbuk sari yang lebih besar daripada serbuk sari dengan viabilitas rendah. Pertumbuhan Panjang Tabung Sari. Pertumbuhan tabung sari pepaya genotipe IPB 1 (kategori buah kecil) disajikan pada Gambar 19. Panjang tabung sari tidak berbeda antara serbuk sari bunga pepaya kategori buah kecil, sedang maupun besar. Perbandingan panjang tabung sari pepaya ketiga kategori buah pada saat 0.5 jam dan satu jam perkecambahan ditunjukkan pada Gambar 20. Pengamatan terhadap panjang tabung sari dari masing-masing genotipe pada saat 0.5 jam hingga empat jam perkecambahan menunjukkan terjadinya peningkatan panjang tabung sari yang hampir sama. a b c d e f 50 µm 50 µm Gambar 19. Pertumbuhan tabung sari pepaya genotipe IPB 1; a = butir serbuk sari; b, c = jam perkecambahan; d = jam perkecambahan; e = 1 jam perkecambahan; f 1.5 jam perkecambahan. Genotipe IPB 4, IPB 3 dan IPB 10 mempunyai pertumbuhan panjang tabung sari berturut-turut 115.5, dan 99.5 µm pada saat 0.5 jam perkecambahan. Pada saat satu jam perkecambahan genotipe IPB 8 dan IPB 10 mempunyai pertumbuhan panjang tabung sari µm dan µm.

72 53 IPB Jam 1 Jam IPB 3 IPB 4 50 µm (a) IPB Jam 1 Jam IPB 9 IPB µm (b) IPB Jam 1 Jam IPB 7 IPB 8 (c) Gambar 20. Perbandingan panjang tabung sari pepaya kategori buah kecil (a), kategori sedang (b) dan kategori besar (c); (perbesaran 100X).

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang Pepaya merupakan salah satu komoditi buah penting dalam perekonomian Indonesia. Produksi buah pepaya nasional pada tahun 2006 mencapai 9.76% dari total produksi buah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pepaya

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pepaya 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) adalah tanaman yang berasal dari daerah Amerika tropis. Tanaman ini termasuk dalam ordo Caricales, famili Caricaceae, dan genus Carica

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Pepaya Pepaya diklasifikasikan kedalam Kingdom Plantae, Divisio Spermatophyta, Class Angiospermae, Subclass Dicotyledonae, Familia Caricaceae, Genus Carica dan Species Carica

Lebih terperinci

Hasil penelitian menunjukkan tanaman betina menghasilkan bunga betina dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit, dan ekspresi seks

Hasil penelitian menunjukkan tanaman betina menghasilkan bunga betina dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit, dan ekspresi seks V. PEMBAHASAN UMUM Pepaya berpotensi menjadi buah utama Indonesia karena sifatnya yang multi fungsi. Indonesia mempunyai banyak plasma nutfah pepaya yang menjadi kekuatan dan modal dasar untuk pengembangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Pepaya (Carica papaya L.) termasuk dalam famili Caricaceae dan genus Carica. Famili Caricaceae ini terdiri dari empat genus yaitu Carica, Jarilla dan Jacaratial yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Curah hujan harian di wilayah Kebun Percobaan PKBT IPB Tajur 1 dan 2 pada Februari sampai Juni 2009 berkisar 76-151 mm. Kelembaban udara harian rata-rata kebun tersebut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daerah Asal dan Penyebaran Pepaya Taksonomi dan Botani Pepaya

TINJAUAN PUSTAKA Daerah Asal dan Penyebaran Pepaya Taksonomi dan Botani Pepaya TINJAUAN PUSTAKA Daerah Asal dan Penyebaran Pepaya Genus Carica merupakan tanaman asli Amerika tropika yang berasal dari persilangan alami Carica peltata Hook. & Arn. dari Amerika tropika dibawa ke Karibia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Pisang Pisang (Musa spp.) merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia (Prihatman,2000).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Pepaya

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Pepaya 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman asli Amerika tropis yang dibawa ke Kepulauan Karibia dan Asia Tenggara semasa penjajahan Spanyol pada abad ke-16.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010 di kebun percobaan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB, Tajur dengan elevasi 250-300 m dpl

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman melon sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman melon sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Klasifikasi tanaman melon sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Cucurbitales, Famili: Cucurbitaceae,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

KAJIAN METAXENIA PADA BUAH PEPAYA GENOTIPE IPB 9 NURUL FEBRIYANTI A

KAJIAN METAXENIA PADA BUAH PEPAYA GENOTIPE IPB 9 NURUL FEBRIYANTI A KAJIAN METAXENIA PADA BUAH PEPAYA GENOTIPE IPB 9 NURUL FEBRIYANTI A24061724 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN NURUL FEBRIYANTI. Kajian Metaxenia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman buah dari famili caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat. Tanaman pepaya banyak ditanam baik di daerah

Lebih terperinci

(Prihatman,2000). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Amerika Tengah (Rabani, 2009; Swennen & Ortiz, 1997).

(Prihatman,2000). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Amerika Tengah (Rabani, 2009; Swennen & Ortiz, 1997). II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Taksonomi Tanaman Pisang Pisang (Musa spp.) merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia (Prihatman,2000).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family Caricaceae dan merupakan tanaman herba (Barus dan Syukri, 2008). Sampai saat ini, Caricaceae itu diperkirakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

KAJIAN PERTUMBUHAN, EKSPRESI SEKS TWAMAN, DAN KUALITAS BUAH PEPAYA GENOTIPE IPB 1 DAN IPB 2 DENGAN PUPUK ORGANIK

KAJIAN PERTUMBUHAN, EKSPRESI SEKS TWAMAN, DAN KUALITAS BUAH PEPAYA GENOTIPE IPB 1 DAN IPB 2 DENGAN PUPUK ORGANIK KAJIAN PERTUMBUHAN, EKSPRESI SEKS TWAMAN, DAN KUALITAS BUAH PEPAYA GENOTIPE IPB 1 DAN IPB 2 DENGAN PUPUK ORGANIK Ketty suketil, Sriani sujiprihatil, ~eliyawati~, dan Devis suni2 'st Pengqm Departemen Agrommi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan, diperkirakan dari lereng pegunungan Andes, di negara-negara Bolivia, Peru, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar

TINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Kambing Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar Nasional Indonesia nomor 01-3141-1998 didefinisikan sebagai cairan yang berasal dari ambing ternak

Lebih terperinci

KAJIAN KUALITAS BUAH DELAPAN GENOTIPE PEPAYA KOLEKSI PKBT

KAJIAN KUALITAS BUAH DELAPAN GENOTIPE PEPAYA KOLEKSI PKBT Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor 2009 KAJIAN KUALITAS BUAH DELAPAN GENOTIPE PEPAYA KOLEKSI PKBT Wiwit Widyastuti 1), Ketty Suketi 2), Sriani Sujiprihati 2)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Umur Simpan Penggunaan pembungkus bahan oksidator etilen dapat memperpanjang umur simpan buah pisang dibandingkan kontrol (Lampiran 1). Terdapat perbedaan pengaruh antara P2-P7 dalam

Lebih terperinci

Siti Noorrohmah, Sobir, Sriani Sujiprihati 1)

Siti Noorrohmah, Sobir, Sriani Sujiprihati 1) Keragaan Morfologi dan Kualitas Buah Pepaya Di Empat Lokasi di Wilayah Bogor pada Dua Musim (Morphological Performance and Fruit Quality of Papaya on Four Locations at Bogor Areas in Two Seasons) Siti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas tanaman hortikultura khususnya buah-buahan mempunyai prospek yang bagus untuk dikembangkan mengingat bertambahnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia yang digunakan sebagai sayuran maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas tanaman ditentukan oleh interaksi antara lingkungan dan

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas tanaman ditentukan oleh interaksi antara lingkungan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan salah satu jenis buah tropika yang mempunyai potensi cukup tinggi untuk dikelola secara intensif dengan berorientasi agribisnis,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang saat ini

I. PENDAHULUAN. Tanaman melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang saat ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang saat ini banyak dibudidayakan di Indonesia. Buah melon banyak digemari oleh masyarakat karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai Cabai merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan. Cabai dikenal di Eropa pada abad ke-16, setelah diintroduksi oleh Colombus saat perjalanan pulang

Lebih terperinci

Teknologi Praktis : Agar Populasi Tanaman Pepaya Bisa 100 Persen Berkelamin Sempurna (Hermaprodit) dan Seragam

Teknologi Praktis : Agar Populasi Tanaman Pepaya Bisa 100 Persen Berkelamin Sempurna (Hermaprodit) dan Seragam iptek hortikultura Teknologi Praktis : Agar Populasi Tanaman Pepaya Bisa 100 Persen Berkelamin Sempurna (Hermaprodit) dan Seragam Buah pepaya telah menjadi buah trend setter sejak beredarnya beberapa varietas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

Kriteria Kemasakan Buah Pepaya (Carica papaya L.) IPB Callina dari Beberapa Umur Panen

Kriteria Kemasakan Buah Pepaya (Carica papaya L.) IPB Callina dari Beberapa Umur Panen Kriteria Kemasakan Buah Pepaya (Carica papaya L.) IPB Callina dari Beberapa Umur Panen Criteria of Postharvest Ripeness of IPB Callina Papaya Fruit (Carica papaya L.) of Several Harvesting Age M. Luthfan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Naga Buah naga atau dragon fruit merupakan buah yang termasuk kedalam kelompok tanaman kaktus. Buah naga berasal dari Negara Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Lebih terperinci

VARIASI MORFOLOGI PEPAYA (Carica papaya L.) DI KOTA PEKANBARU

VARIASI MORFOLOGI PEPAYA (Carica papaya L.) DI KOTA PEKANBARU VARIASI MORFOLOGI PEPAYA (Carica papaya L.) DI KOTA PEKANBARU Heria Nova 1, Nery Sofiyanti 2 dan Fitmawati 2 1 Mahasiswi Jurusan Biologi FMIPA-UR 2 Dosen Botani Jurusan Biologi FMIPA-UR Fakultas Matematika

Lebih terperinci

III. STUDI MORFOLOGI DAN FISIOLOGI PERTUMBUHAN BUNGA DAN BUAH PEPAYA

III. STUDI MORFOLOGI DAN FISIOLOGI PERTUMBUHAN BUNGA DAN BUAH PEPAYA 26 III. STUDI MORFOLOGI DAN FISIOLOGI PERTUMBUHAN BUNGA DAN BUAH PEPAYA Abstrak Tanaman betina menghasilkan bunga betina dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit serta ekspresi seks bunga

Lebih terperinci

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 3511/Kpts/SR.120/10/2009 TANGGAL : 12 Oktober 2009 DESKRIPSI SALAK VARIETAS SARI INTAN 541

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 3511/Kpts/SR.120/10/2009 TANGGAL : 12 Oktober 2009 DESKRIPSI SALAK VARIETAS SARI INTAN 541 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 3511/Kpts/SR.120/10/2009 TANGGAL : 12 Oktober 2009 DESKRIPSI SALAK VARIETAS SARI INTAN 541 Asal : Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Silsilah : Gondok x

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. m yang mempunyai batang di bawah tanah atau rhizom. Bonggol (Corm) mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. m yang mempunyai batang di bawah tanah atau rhizom. Bonggol (Corm) mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Pisang Barangan Pisang merupakan tanaman monokotil dan herba perennial dengan tinggi 2-9 m yang mempunyai batang di bawah tanah atau rhizom. Bonggol (Corm) mempunyai pucuk

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 514/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN JERUK BESAR KOTARAJA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 514/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN JERUK BESAR KOTARAJA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 514/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN JERUK BESAR KOTARAJA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dikenal berkembang luas di Indonesia, merupakan tanaman monodioecious

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dikenal berkembang luas di Indonesia, merupakan tanaman monodioecious II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pepaya Pepaya (Carica papaya L.), salah satu buah introduksi yang telah lama dikenal berkembang luas di Indonesia, merupakan tanaman monodioecious (berumah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom Divisi Sub-divisi Class Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

Karakterisasi Morfologi Bunga, Buah, dan Kualitas Buah Tiga Genotipe Pepaya Hibrida

Karakterisasi Morfologi Bunga, Buah, dan Kualitas Buah Tiga Genotipe Pepaya Hibrida Bul. Agrohorti 6(1) : 114 121 (2018) Karakterisasi Morfologi Bunga, Buah, dan Kualitas Buah Tiga Pepaya Hibrida Morphological Characterization of flowers, fruit and fruit quality three genotypes of hybrid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirumuskanberdasarkanlatarbelakangdanrumusanmasalah, Indonesia mempunyai banyak wilayah yang dapat dijadikan sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. dirumuskanberdasarkanlatarbelakangdanrumusanmasalah, Indonesia mempunyai banyak wilayah yang dapat dijadikan sebagai lahan 1 BAB I PENDAHULUAN Padababiniakandibahasmengenaipendahuluan merupakanbagianawaldarisuatupenelitian. pendahuluaniniterdiridarilatarbelakangmasalah yang Bab yang menjelaskantimbulnyaalasan-alasanmasalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 307/Kpts/SR.120/4/2006 TENTANG PELEPASAN JERUK KEPROK BATU 55 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 307/Kpts/SR.120/4/2006 TENTANG PELEPASAN JERUK KEPROK BATU 55 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 307/Kpts/SR.120/4/2006 TENTANG PELEPASAN JERUK KEPROK BATU 55 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

Mengenal Morfologi Bunga untuk Meningkatkan Kualitas Benih Pepaya

Mengenal Morfologi Bunga untuk Meningkatkan Kualitas Benih Pepaya Mengenal Morfologi Bunga untuk Meningkatkan Kualitas Benih Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman buah tropika yang mempunyai manfaat untuk kesehatan, nilai komersial tinggi, dan tersedia sepanjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Desa Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangreja,

I. PENDAHULUAN. Desa Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangreja, I. PENDAHULUAN Desa Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Desa Serang terletak pada ketinggian 800-1200 dpl dan memiliki curah hujan bulanan mencapai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 38 Pencemaran Getah Kuning Pencemaran getah kuning pada buah manggis dapat dilihat dari pengamatan skoring dan persentase buah bergetah kuning pada aril dan kulit buah, serta persentase

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 KENTANG (Disarikan dari PPPVH 2004) Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura I. UJI ADAPTASI 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buahan juga bersifat spesifik lokasi, responsif terhadap teknologi maju, produk

BAB I PENDAHULUAN. buahan juga bersifat spesifik lokasi, responsif terhadap teknologi maju, produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditi buah buahan mempunyai keragaman dalam jenisnya serta memiliki nilai ekonomi yang tinggi dibandingkan dengan tanaman pangan. Selain itu, buah buahan juga bersifat

Lebih terperinci

KARAKTERISASI KUALITAS BUAH EMPAT GENOTIP PEPAYA (Carica papaya L.) KOLEKSI BALAI PENELITIAN TANAMAN BUAH TROPIKA

KARAKTERISASI KUALITAS BUAH EMPAT GENOTIP PEPAYA (Carica papaya L.) KOLEKSI BALAI PENELITIAN TANAMAN BUAH TROPIKA KARAKTERISASI KUALITAS BUAH EMPAT GENOTIP PEPAYA (Carica papaya L.) KOLEKSI BALAI PENELITIAN TANAMAN BUAH TROPIKA Characterizing Fruit Quality of Four Papaya Genotypes, Collection of Tropical Fruit Research

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan, dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tomat Tanaman tomat (Lycopersicon lycopersicum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang mempunyai prospek cukup cerah untuk dibudidayakan. Buah tomat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, ordo Solanes, famili Solanaceae, dan genus Capsicum. Tanaman ini berasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KUALITAS BUAH PEPAYA HIBRIDA WULANDARI KUSWAHARIANI A

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KUALITAS BUAH PEPAYA HIBRIDA WULANDARI KUSWAHARIANI A PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KUALITAS BUAH PEPAYA HIBRIDA WULANDARI KUSWAHARIANI A24080098 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 PENDUGAAN PARAMETER GENETIK

Lebih terperinci

Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana)

Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana) SNI 01-7158-2006 Standar Nasional Indonesia Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Umum Nanas

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Umum Nanas II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Umum Nanas Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Nanas berasal dari Brazilia (Amerika Selatan) yang telah didomestikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Snack telah menjadi salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat di dunia mengonsumsi snack karena kepraktisan dan kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Capsicum annuum L. merupakan tanaman annual berbentuk semak dengan tinggi mencapai 0.5-1.5 cm, memiliki akar tunggang yang sangat kuat dan bercabang-cabang.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Botani Buah Naga TINJAUAN PUSTAKA 4 Botani Buah Naga Buah naga termasuk famili Cactaceae dengan biji berkeping dua (dikotil). Famili ini meliputi 120-200 genera yang terdiri atas 1 500-2 000 spesies yang ditemukan khususnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Steenis (1987) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L) dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Steenis (1987) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L) dalam TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Steenis (1987) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L) dalam taksonomi adalah: Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta, sub Divisi Angiospermae, Class Monocotyledoneae,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Stroberi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Stroberi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Stroberi Stroberi merupakan tanaman herba tahunan. Batang utama tanaman ini sangat pendek. Daun stroberi merupakan daun majemuk beranak daun tiga (trifoliate) dengan tepi daunnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Botani Pepaya

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Botani Pepaya TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Botani Pepaya Genus carica merupakan satu dari empat genus yang ada dalam famili Caricaceae. Semua spesies yang ada pada genus carica berasal dari Amerika tropis (Villegas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Caisin Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan tanaman asli Asia. Caisin dibudidayakan di Cina Selatan dan Tengah, di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya

TINJAUAN PUSTAKA. pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Pisang Raja Pisang raja termasuk jenis pisang buah. Menurut ahli sejarah dan botani secara umum pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian

II. TINJAUAN PUSTAKA. terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terung Ungu 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Terung Ungu Terung merupakan tanaman asli daerah tropis yang diduga berasal dari Asia, terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman setelah perkecambahan. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MORFOLOGI BUNGA, BUAH DAN KUALITAS BUAH TIGA GENOTIPE PEPAYA HIBRIDA SHALATI FEBJISLAMI A

KARAKTERISASI MORFOLOGI BUNGA, BUAH DAN KUALITAS BUAH TIGA GENOTIPE PEPAYA HIBRIDA SHALATI FEBJISLAMI A KARAKTERISASI MORFOLOGI BUNGA, BUAH DAN KUALITAS BUAH TIGA GENOTIPE PEPAYA HIBRIDA SHALATI FEBJISLAMI A24080035 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 KARAKTERISASI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pakchoy (Brasicca chinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari

TINJAUAN PUSTAKA. Pakchoy (Brasicca chinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan pakchoy di Indonesia Pakchoy (Brasicca chinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari Tiongkok (Cina) dan Asia Timur, dan masuk ke Indonesia diperkirakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. unggulan, baik untuk tujuan ekspor mau pun kebutuhan dalam negeri. Ditinjau

I. PENDAHULUAN. unggulan, baik untuk tujuan ekspor mau pun kebutuhan dalam negeri. Ditinjau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Durian ( Durio zibethinus, Murr.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki prospek cukup cerah untuk menjadi komoditas unggulan, baik untuk tujuan ekspor

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Panjang Secara Umum Dilihat dari hubungan kekerabatannya dalam dunia tumbuhan, kacang panjang dapat disusun klasifikasinya mulai dari division, class, ordo, familia, genus

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN ASPARAGUS (Asparagus officinalis L.) OLEH MUTIARA HANUM A

PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN ASPARAGUS (Asparagus officinalis L.) OLEH MUTIARA HANUM A PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN ASPARAGUS (Asparagus officinalis L.) OLEH MUTIARA HANUM A24050822 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA HASIL SEMBILAN HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI REMBANG OLEH DIMAS PURWO ANGGORO A

EVALUASI DAYA HASIL SEMBILAN HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI REMBANG OLEH DIMAS PURWO ANGGORO A EVALUASI DAYA HASIL SEMBILAN HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI REMBANG OLEH DIMAS PURWO ANGGORO A34304035 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DIMAS PURWO ANGGORO.

Lebih terperinci

PENGARUH PENYERBUKAN TERHADAP KUALITAS BUAH PEPAYA BETINA GENOTIPE IPB 1 TRI LESTARI HANDAYANI A

PENGARUH PENYERBUKAN TERHADAP KUALITAS BUAH PEPAYA BETINA GENOTIPE IPB 1 TRI LESTARI HANDAYANI A i PENGARUH PENYERBUKAN TERHADAP KUALITAS BUAH PEPAYA BETINA GENOTIPE IPB 1 TRI LESTARI HANDAYANI A24051509 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ii RINGKASAN

Lebih terperinci

TINJAUANPUSTAKA. ujung tanaman. Semua bagian tanaman dari buah, daun, maupun batang

TINJAUANPUSTAKA. ujung tanaman. Semua bagian tanaman dari buah, daun, maupun batang 5 II. TINJAUANPUSTAKA A. Pepaya 1. Botani Pepaya Tanaman pepaya mungkin berasal dari kawasan sekitar Meksiko dan Costa Rica. Tanaman pepaya berupa pohon kecil atau perdu dengan daunnya terletak pada ujung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang

I. PENDAHULUAN. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang peranan penting bagi pembangunan pertanian di Indonesia. Fungsi buah-buahan sangat penting bagi

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika,

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika, III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Lebih terperinci