BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Tesis ini membahas tentang proses reintegrasi di Aceh pasca pendandatanagan MoU Helsinki pada tahun Beberapa badan terlibat dalam proses reintegrasi di Aceh. Reintegrasi di Aceh memiliki target yaitu mantan kombatan GAM. Mantan kombatan GAM merupakan mereka yang dulunya anggota GAM dan akan diubah statusnya menjadi warga sipil pasca penandatanganan perdamaian. Penelitian ini akan melihat tingkat keberhasilan reintegrasi di Aceh dalam penanganan pasca konflik untuk tetap menjaga perdamaian dan menciptakan perdamaian yang berkelanjutan. Pada bab ini penulis akan menjelaskan secara singkat latar belakang dan pertanyaan penelitian yang penulis ajukan untuk menjadi arah penulisan tesis. Kemudian dalam bab ini juga akan menguraikan kerangka konseptual dan hipotesa yang kemudian penulis kembangkan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Penulis juga akan menjelaskan metode penelitian yang digunakan dan diakhiri dengan penjelasan tentang pengorganisasian penulisan tesis ini. I. Latar Belakang Masalah Pada tahun 2005 telah tercapai perjanjian damai antara GAM dan pemerintah Indonesia melalui MoU Helsinki setelah berkonflik cukup lama. MoU Helsinki berhasil menyelesaikan konflik Aceh yang terjadi selama 29 tahun. Penyelesaiaan konflik tidak hanya berhenti pada menghentikan perang dan penandatanganan MoU. Diperlukan usaha lanjutan untuk menjaga perdamaian agar tetap terus terjaga dan berkelanjutan. Penulis akan melihat usaha lanjutan dari proses reintegrasi di Aceh pasca konflik yang dilakukan oleh para pelaku reintegrasi di Aceh sesuai dengan salah 1

2 satu isi dari dari MoU Helsinki. 1 Target utama dari proses reintegrasi di Aceh ini adalah mantan kombatan GAM. Menurut PBB, mantan kombatan adalah mereka yang terdaftar dan telah dinyatakan tidak bersenjata (unarmed). 2 Salah satu usaha reintegrasi yang dilakukan di Aceh adalah dengan membentuk badan yang bertugas untuk melakukan reintegrasi di Aceh. Atas kesepakatan antara pemerintah Aceh dan pemerintah Indonesia dibentuklah Badan Reintegrasi Aceh (BRA) pada tahun 2006 atau setahun setelah penandatanganan MoU Helsinki sebagai salah satu aktor utama reintegrasi di Aceh. BRA mendapat dukungan dana dari pemerintah pusat. Sesuai rencana, dana ini dialokasikan untuk membangun sekitar rumah untuk mengganti rumah-rumah yang hancur dikarenakan konflik Aceh. Kemudian melalui dana ini juga direncanakan untuk membayar 25 Juta Rupiah kepada setiap mantan anggota GAM yang berjumlah sekitar 3000 orang, biaya pengobatan bagi yang terluka, biaya pendidikan anak yatim yang terdaftar, dan juga sebagai dana kompensasi terhadap keluarga mantan-mantan kombatan yang telah meninggal. 3 BRA sebenarnya telah dibubarkan pada januari 2009, namun pada tahun 2015 kembali dibentuk atas kesepakatan Dewan Permusyawaratan Rakyat Aceh (DPRA). Selain dari pemerintah pusat, dana reintegrasi di Aceh juga berasal dari luar negeri seperti NGO, Bank Dunia, dan pemerintah daerah sehingga persoalan reintegrasi di Aceh menjadi isu dalam skala internasional. Reintegrasi adalah salah satu cara untuk menjaga perdamaian pasca konflik. Semua pihak harus bekerjasama untuk melakukan porses reintergrasi sehingga semua pihak yang terlibat dalam konflik termasuk korban akan mendapatkan jaminan mengenai keselamatan hidupnya pasca konflik. Pelaku reintegrasi telah melakukan 1 Kontan, 2013, Apa isi naskah perjanjian Helsinki RI - GAM?, diakses pada 31 Mei Nilsson, Anders, 2005, Reintegrating Ex-combatants in Post-conflict Societies, Hal The Jakarta Post, 2014, Ex-combatants have not even begun vital reintegration in Aceh diakses pada 1 Juni

3 banyak program terkait dengan reintegrasi. Meski begitu masih banyak pro dan kontra terhadap proses reintegrasi yang dilakukan oleh pelaku reintegrasi. Komitmen yang kuat serta aksi yang transparan dalam setiap proses yang dilakukan sangat diperlukan. Hal ini harus diperhatikan karena reintegrasi di Aceh merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menjaga keberlangsungan perdamaian di Aceh. Meski perdamaian Aceh telah terjadi selama 11 tahun. Dana yang masuk ke Aceh sangat besar namun pertumbuhan ekonomi di Aceh masih sangat kecil dan juga masih banyak mantan kombatan yang belum tereintegrasi. Selain itu sempat muncul beberapa gerakan ekstrimis baru dalam skala kecil. II. Rumusan Masalah Pelaksanaan reintegrasi di Aceh menjadi suatu hal yang harus diperhatikan mengingat reintegrasi di Aceh merupakah sebuah usaha untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan. Dalam beberapa alasan reintegrasi di Aceh dianggap tidak mampu menjalankan berbagai program atau bahkan justru menciptakan kondisi yang lebih buruk. Penulis akan menganalisa mengenai keberhasilan reintegrasi di Aceh pasca damai yang telah memasuki tahun kesebelas. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada di atas penulis mengangkat pertanyaan berupa: 1. Mengapa pelaksanaan reintegrasi di Aceh masih belum berhasil secara menyeluruh (terutama dalam dimensi ekonomi)? III. Tinjauan Pustaka Sejauh ini ada beberapa tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu yang membantu penulis dalam menjelaskan latar belakang dan merumuskan kerangka konseptual. Beberapa tinjauan pustaka dan penelitian tersebut berbicara tentang berbagai macam kondisi Aceh yang kemudian digunakan untuk menjabarkan latar belakang. Beberapa penelitian juga telah dilakukan di Aceh untuk melihat kondisi 3

4 Aceh pasca MoU Helsinki. Beberapa penelitian dan literatur juga membahas secara umum konsep reintegrasi dan penggunaannya dalam studi kasus di Aceh. Buku pertama yang digunakan sebagai literatur berjudul Hasan Tiro: Unfinished Story of Aceh yang ditulis oleh Otto Syamsuddin Ishak. 4 Buku ini menjelaskan tentang sejarah Aceh sebelum konflik, penyebab konflik, ketika konflik, dan pasca konflik. Penulis menggunakan buku ini sebagai landasan untuk melihat kondisi Aceh pasca MoU Helsinki tahun Buku ini juga menceritakan tentang kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Aceh serta dampak-dampak yang disebabkan oleh konflik. Buku ini juga membantu penulis untuk melihat arah reintegrasi sesuai dengan permasalahan yang sebenarnya terjadi di Aceh. Literatur kedua adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia pada tahun Penelitian ini yang berjudul Community-Based Reintegration in Aceh: Assesing the Impacts of BRA-KDP. 5 Dalam penelitian ini menjelaskan tentang kondisi Aceh dan evalusasi kinerja BRA sebagai aktor utama dan aktor reintegrasi lainnya dari tahun Bank Dunia melakukan penelitian ini karena mereka merupakan salah satu pendonor dana dalam program reintegrasi di Aceh. Hasil evaluasi tersebut tidak memberikan hasil yang terlalu positif untuk pelaksana reintegrasi namun tetap menjelaskan beberapa program yang telah dilakukan oleh pelaksana tersebut. Selain sebagai panduan, penulis juga bertujuan untuk melanjutkan penelitian ini yaitu melihat kinerja para aktor reintegrasi sampai tahun 2016 Literatur ketiga adalah sebuah jurnal yang di tulis oleh Patrick Baron. Jurnal ini berjudul The Limits of DDR: Reintegration Lesson from Aceh. 6 Jurnal ini hampir sama dengan literatur sebelumnya hanya saja lebih melihat reintegrasi secara umum. Jurnal ini juga menjelaskan tentang definisi reintegrasi serta penjabaran reintegrasi di Aceh secara umum. Selain itu juga dijelaskan tentang kondisi masyarakat ketika reintegrasi 4 Otto Syamsuddin Ishak, dkk, Hasan Tiro: Unfinished Story of Aceh, Bandar Publishing - Banda Aceh. 5 The World Bank, 2009, Artikel: Community-Based Reintegration in Aceh: Assesing the Impacts of BRA-KDP. 6 Patrick Baron, 2009, Artikel: The Limits of DDR: Reintegration Lesson From Aceh. 4

5 di lakukan di Aceh. Pada akhir jurnal ini dikatakan bahawa reintegrasi di Aceh tidak efektif karena reintegrasi di Aceh gagal mengaplikasikan reintegrasi sesuai dengan definisi dan karakteristiknya di Aceh pasca konflik. Ketiga literatur ini digunakan untuk menjelaskan latar belakang dari tesis ini. Literatur keempat merupakan sebuah jurnal penelitian yang menjelaskan tentang program DDR (Disarmamentt, Demobilization, dan Reintegration) yang dilakukan di Afganistan. Judul dari jurnal ini adalah Disarmament, Demobilisation and Reintegration of former Combatants in Afghanistan: Lessons Learned from a Croscultural Perspective yang ditulis oleh Alpaslan Özerdem pada tahun Selain mengevaluasi DDR di Afganistan, Alpaslan juga menjelaskan DDR itu sendiri sebagai sebuah paket untuk menciptakan perdamaian yang berkelanjutan. Dalam jurnal ini juga dijelaskan mengenai aturan operasi DDR itu sendiri untuk menjawab pertanyaan seperti: apa yang harus dilakukan pertama kali dalam pelaksanaan reintegrasi?. Jawaban dari jurnal ini yang pertama kali dilakukan dalam pelaksanaan reintegrasi adalah disarmament atau pelucutan senjata, kemudian demobilisasi, dan yang terakhir reintegrasi. Jawaban ini didasari dengan tingkat kesulitan dan waktu pelaksanaan. Literatur ini membantu penulis dalam kerangka konseptual untuk menlihat aturan operasi DDR di Aceh. Literatur selanjutnya merupakan sebuah buku yang ditulis oleh Anders Nilsson yang berjudul Reintegrating Ex-combatants in Post-conflict Societies pada tahun Penulis menggunakan literatur ini untuk melihat dimensi apa saja yang bisa disentuh oleh reintegrasi. Dalam buku ini dijelaskan bahwa dimensi reintegrasi ada tiga yaitu reintegrasi sosial, reintegrasi ekonomi, dan reintegrasi politik. Buku ini menjelaskan tentang ketiga dimensi tersebut. Literatur ini membantu penulis dalam kerangka konseptual untuk melihat dimensi yang disentuh oleh badan badan yang terlibat dalam reintegrasi. 7 Alpaslan Özerdem, Disarmament, demobilisation and Deintegration of Former Combatants in Afghanistan: Lessons Learned from a Crosscultural Perspective 8 Anders Nilsson, 2005, Reintegrating Ex-combatants in Post-conflict Societies 5

6 Literatur selanjutnya mejelaskan tentang tantangan reintegrasi. Pelaksanaan reintegrasi tidak bisa berjalan dengan mudah. Kondisi pasca konflik masih sangat tidak stabil dan dinamis. Bukan hanya kondisi daerah, tapi kondisi sosial dan masyarakat juga tidak bisa ditebak sehingga hal-hal seperti ini bisa menjadi tantangan reintegrasi itu sendiri. Selain itu tantangan reintegrasi juga bisa muncul dikarenakan siapa aktor yang melakukan reintegrasi tersebut. Literatur ini terdapat dalam buku yang ditulis oleh Jeremy R. McMulli dengan judul Ex-combatants and The Post-conflict State: Challenges of Reintegration. 9 Penulis juga memerlukan indikator untuk melihat keefektifitasan reintegrasi yang dialukan oleh pelaksana reintegrasi dalam kerangka konseptual. Penulis menggunakan dua literatur untuk bagian ini. Yang pertama merupakan sebuah jurnal yang ditulis oleh Macartan Humphreys dan Jeremy M. Weinstein dengan judul Journal of Conflict Resolution: Demobilization and Reintegration pada tahun Sedangkan yang kedua adalah standarisasi reintegrasi oleh PBB yang terdapat dalam jurnal yang ditulis oleh UNDDR dengan judul Post-conflict Stabilization, Peacebuilding, and Recovery Framework pada tahun IV. Kerangka Konseptual Untuk menganalisa rumusan masalah tersebut penulis menggunakan konsep reintegrasi untuk melihat pelaksanaan reintegrasi yang dilakukan di Aceh. A. Reintegrasi Reintegrasi adalah suatu sarana dimana mantan kombatan kembali menjadi warga sipil. Proses ini diperlukan karena kebanyakan mantan kombatan menghabiskan waktu mereka dalam peperangan. Reintegrasi menyadarkan mantan kombatan bahwa 9 Jeremy R. McMulli,2013, Ex-combatants and The Post-conflict State: Challanges of Reintegration 10 Macartan Humphreys and Jeremy M. Weinstein, 2007, Journal of Conflict Resolution: Demobilization and Reintegration. 11 UNDDR, 2006, Post-conflict Stabilization, Peace-building, and Recovery Framework, Integrated Disarmament, Demobilization, and Reintegration. 6

7 ada hidup lain selain berperang dan juga membantu mantan kombatan untuk memiliki keterampilan lain selain berperang. 12 Reintegration is the process by which ex-combatants acquire civilian status and gain sustainable employment and income. Reintegration is essentially a social and economic process with an open time frame, primarily taking place in communities at the local level. It is part of the general development of a country and a national responsibility, and often necessitates long term external assistance. 13 B. DDR (Disarmament, Demobilization, dan Reintegration) Sejak lama reintegrasi dipelajari menjadi sebuah elemen yaitu DDR (Disarmament, Demobilization, dan Reintegration) atau pelucutan senjata, demobilisasi, dan reintegrasi. DDR sangat berperan penting untuk masyarakat terutama mantan kombatan serta perkembangan jangka panjang. 14 Pelucutan senjata (Disarmament) sendiri merupakan sebuah proses pengumpulan, pengaturan, dan pengawasan berbagai macam senjata yang digunakan oleh kombatan ketika konflik terjadi. Proses ini juga dilakukan terhadap warga sipil karena tidak jarang warga sipil juga menyimpan senjata. Senjata senjata tersebut bisa biasanya didapat dari perdagangan atau bekas dari konflik selanjutnya. Selain senjata proses ini juga akan mengumpulkan berbagai macam dokumen yang berhubungan atau memliki informasi mengenai sebuah konflik. Sedangkan demobilisasi adalah proses pemberhentian segala aktifitas kombatan ketika konflik, mengubah status mereka dari kombatan menjadi mantan kombatan, dan memberikan bantuan jangka pendek. Sedangkan reintegration atau reintegrasi yang akan menjadi fokus disini adalah proses dimana mantan kombatan diubah statusnya menjadi warga sipil dan diberikan bantuan serta jaminan sosial. 12 Jeremy R. McMulli,2013, Ex-combatants and The Post-conflict State: Challanges of Reintegration, Hal Ibid, Hal Torjessen, Stina, Research article: Towards a theory of ex-combatant reintegration, diakses pada 31 Mei

8 Reintegrasi juga berbicara dalam hal politik, sosial dan ekonomi. Mantan kombatan harus mendapatkan hak yang sama seperti warga sipil dalam ketiga dimensi tersebut. 15 GAMBAR A Tahapan Reintegrasi Sumber: Alpaslan Özerdem, Disarmament, demobilisation and Deintegration of Former Combatants in Afghanistan: Lessons Learned from a Crosscultural Perspective Reintegrasi menjadi proses terakhir dan ditentukan oleh dua proses sebelumnya. Untuk dua proses sebelumnya yang harus dilakukan dipengaruhi oleh tingkat kesulitan. Proses pertama yang harus dilakukan adalah pelucutan senjata pasca konflik. Pelucutan senjata merupakan bagian paling mudah dalam DDR namun juga yang paling menentukan. Pelucutan senjata dilakukan dengan jangka panjang. Ketika demobilisasi dan reintegrasi sedang dilakukan, proses pelucutan senjata masih bisa terus berlangsung. Ketiga proses ini saling memiliki interkoneksi. 16 Reintegrasi tidak dapat dilakukan jika kedua proses sebelumnya benar-benar belum dilaksanakan. Sebagai proses yang terakhir reintegrasi memiliki kesulitan lebih 15 United Nation Peacekeeping, Disarmament, Demobilization, and Reintegration diakses pada 23 April Alpaslan Özerdem, Disarmament, demobilisation and Deintegration of Former Combatants in Afghanistan: Lessons Learned from a Crosscultural Perspective, Hal

9 dan sangat menentukan kondisi mantan kombatan. Reintegrasi berbicara tentang hal dalam bidang politik, sosial, dan ekonomi sehingga diperlukan keseimbangan dalam pelaksanaannya. Setiap mantan kombatan harus mendapatkan hak yang sama terutama untuk mendapatkan hak sipil. Bukan hanya mantan kombatan, tapi proses reintegrasi juga harus dilakukan terhadap warga sipil agar bisa menerima mantan kombatan tersebut. Reintegrasi membantu mantan kombatan dan warga sipil untuk beradaptasi pada situasi dimana semua pihak akan mendapatkan hak yang sama pasca konflik. Definisi reintegrasi tidak hanya sampai disitu. Definisi reintegrasi di atas baru merupakan permukaan yang dasar atau pengertian secara umum. Untuk memahami sebuah proses reintegrasi diperlukan pengertian reintegrasi yang dalam. Reintegrasi juga merupakan bagian dari aktifitas kemanusian. Para aktor yang melakukan reintegrasi ingin mengurangi penderitaan atau kerugiaan yang dirasakan oleh mantan kombatan atau warga sipil yang dapat timbul setelah konflik terjadi. Reintegrasi harus dilakukan dengan strategi seperti memiliki program yang jelas. Program-program tersebut dapat membantu untuk mendorong agar mantan kombatan beserta keluarganya bisa mendapatkan kehidupan layaknya warga sipil. Reintegrasi, pelucutan senjata, dan demobilisasi sangat krusial untuk menjaga perdamaian dan kemanan pasca konflik. Keadaan pasca konflik bisa dikatakan kondisi yang belum stabil karena daerah pasca konflik akan mengalami transformasi. Jika reintegrasi gagal maka pelucutan senjata dan demobilisasi juga bisa gagal, begitu juga sebaliknya. Kegagalan reintegrasi bisa meningkatkan ketidakstabilan, kegagalan rekonstruksi, dan juga akan memberikan risiko terhadap pembangunan. PBB telah mengatakan bahwa reintegrasi sangat penting dan harus dilakukan secara maksimal (termasuk pembiayaan). Hal ini bertujuan untuk memberikan pengaruh masa panjang. Perencanaan masa pendek memang diperlukan tapi harus pula diikuti dengan rencana masa panjang agar daerah pasca konflik bisa terus berada pada kondisi yang damai Jeremy R. McMulli,2013, Ex-combatants and The Post-conflict State: Challanges of Reintegration, Hal. 2 9

10 C. Dimensi Reintegrasi Reintegrasi setidaknya memiliki tiga dimensi yaitu sosial, ekonomi, dan politik. Pada dasarnya reintegrasi sosial dan ekonomi menjadi hal yang paling penting. Ekonomi dan sosial menjadi tujuan utama dari reintegrasi mengingat kedua hal tersebut merupakan kebutuhan yang sangat mendasar. Dari segi sosial reintegrasi juga harus memperhatikan masyarakat sipil. Tidak semua masyarakat sipil bisa menerima kehadiran mantan kombatan terutama dengan jumlah yang besar. Konflik dan peperangan pastinya memberikan dampak yang tidak baik terhdap warga sipil. Warga sipil akan merasa tidak adil jika reintegrasi hanya memberikan bantuan terhadap mantan kombatan. Perencanaan jangka panjang harus melihat dari sisi kombatan dan masyarakat sipil. Kategorisasi diperlukan untuk jenis-jenis bantuan yang akan diberikan. Diperlukan pula analisa untuk menentukan siapa pihak yang harus ditolong dan siapa pihak yang tidak harus ditolong. Proses reintegrasi juga harus dilakukan secara merata di daerah pasca konflik. Bukan hanya di tempat-tempat umum tapi juga di daerah terpencil. Reintegrasi memerlukan data dan informasi yang jelas seperti jumlah mantan kombatan dan jumlah masyarakat sipil yang merasakan dampak buruk karena konflik. Mantan kombatan sendiri merupakan sebuah label yang dibentuk secara sosial yang mendespripsikan orang-orang yang ikut berperang atau bertempur dalam konflik yang telah berakhir. Mantan kombatan juga merupakan bagian dari masyarakat korban konflik seperti hak politik, anak-anak, wanita, mereka yang mengalami kecacatan karena konflik, etnik, dan perbedaan dalam hal pendidikan. Mantan kombatan dan keluarganya menjadi orang-orang yang rentan. Reintegrasi bisa menciptakan sebuah proses sosial yang dapat membangun sebuah bentuk sistem sosial yang baru. Reintegrasi tidak hanya hadir sebagai sesuatu yang alami dan sekedar untuk memperbaiki tapi juga hadir sebagai pembentuk keadaan sosial. Untuk memberikan hak sipil terhadap mantan kombatan, diperlukan sosialisasi agar mantan kombatan dan masyarakat sipil tidak terkejut dalam proses ini. 10

11 Dari segi ekonomi utamanya reintegrasi membantu mantan kombatan untuk mendapatkan pekerjaan agar memiliki pendapatan yang jelas. Pasca konflik para mantan kombatan pasti akan merasa kebingunan untuk memiliki aktifitas baru. Berperang merupakan aktifitas pasti ketika mereka masih menjadi kombatan. Di masa pasca konflik mereka tidak boleh berperang lagi dan harus menemukan aktifitas baru terutama ketika mereka telah menjadi warga sipil biasa. Mereka harus memiliki aktifitas yang sama seperti masyarakat sipil pada umumnya. Selain bekerjasama dengan instansi lokal untuk membuka lapangan kerja baru, proses reintegrasi juga bisa melatih mantan kombatan untuk memiliki keterampilan sehingga bisa digunakan untuk mendapatkan pendapatan. Selain itu diperlukan pula dorongan agar para mantan kombatan mau bekerja layaknya warga sipil lainnya. Masalah ekonomi menjadi sangat penting dalam reintegrasi. Munculnya ketidakadilan ekonomi bisa memberikan resiko terhadap keamanan yang sedang terjadi. Disini juga berbicara tentang kesejahteraan. Ekonomi merupakan salah satu penyebab yang paling besar terhadap munculnya konflik Aceh. Karena itu reintegrasi harus sedikit memperhatikan kesejahteraan mantan kombatan terutama dalam hal ekonomi. Dimensi ketiga yaitu dimensi politik yang berorientasi mengembalikan hak politik mantan kombatan sehingga memiliki hak politik yang sama dengan warga sipil. Selain sosial dan ekonomi, proses reintegrasi politik juga memerankan peran penting. Pada umumnya proses reintegrasi hanya memasuki dua dimensi saja yaitu sosial dan ekonomi sehingga dimensi politik kerap jarang disentuh. Dari definisi reintegrasi secara teori dan praktikal masih memiliki kesamaan yaitu hanya berfokus pada ekonomi dan sosial. 18 Pengertian ini masih cukup terbatas karena diperlukan juga asimilasi politik sebagai tahap dari reintegrasi. Grup yang menjadi reintegrasi harus memiliki hak politik yang sama seperti warga sipil. Hak ekonomi dan sosial masih 18 Anders Nilsson, 2005, Reintegrating Ex-combatants in Post-conflict Societies, Hal

12 dianggap terlalu kaku dan terbatas. 19 Pemberian hak politik tehadap mantan kombatan akan meningkatkan keberhasilan reintegrasi. Reintegrasi tidak akan berhasil jika tidak ada komitmen dari pemerintah, politisi, komandan pasukan yang berperang, dan warga sipil. Ada beberapa tahap yang harus dilewati untuk melihat keefektifitasan reintegrasi. Yang pertama adalah adanya stabilisasi pasca konflik, rangkaian transisi dan perbaikan, keamanan yang mencakup program peacebuilding, dan kerangka perencanaan transisi dan perbaikan. 20 Menurut Humprey dan Weinstein (2007) keefektifitasan reintegrasi bisa diukur dengan empat cara yaitu delinked, employed, democratic, dan accepted. Dalam delinked pengukuran reintegrasi dilakukan dengan melihat pada komunitas mana seorang individu mantan kombatan melewati masa konflik. Sedangkan employed adalah melihat apakah mantan kombatan telah mendapatkan pekerjaan pasca konflik. Cara yang ketiga yaitu democratic yaitu semua mantan kombatan telah mendapatkan hak politik baik dalam memberikan suara dalam pemilu atau terjun langsung dalam poltik. Cara terakhir yaitu accepted adalah ketika mantan kombatan dan keluarganya telah diterima di masyarakat umum. 21 D. Tantangan Reintegrasi Reintegrasi merupakan sebuah proses yang harus dilakukan dengan serius karena bisa menentukan nasib sebuah daerah. Reintegrasi sendiri memiliki tantangan dalam pelaksanaanya. Seperti dalam buku yang ditulis oleh Jeremy R. McMulli dengan judul Ex-combatants and The Post-conflict State: Challenges of Reintegration. Dalam buku tersebut disebutkan beberapa tantangan dan halangan dalam proses reintegrasi Jeremy R. McMulli, Ex-combatants and The Post-conflict State: Challanges of Reintegration, hal UNDDR, 2006, Post-conflict Stabilization, Peace-building, and Recovery Framework, Integrated Disarmament, Demobilization, and Reintegration, Hal Macartan Humphreys and Jeremy M. Weinstein, 2007, Journal of Conflict Resolution: Demobilization and Reintegration, Hal Ibid, Hal. 5 12

13 Reintegrasi biasanya tidak mengantisipasi masalah yang sebenarnya terjadi terutama masalah keamanan Pelaku reintegrasi memiliki persiapan yang kurang dalam proses reintegrasi karena mereka tidak mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan yang benar dan permasalahan baru yang muncul karena tidak tercantum dalam mandat. Organisasi cenderung melupakan pengalaman dimasa lalu dan hanya memilih untuk belajar dari pengalaman yang baru terjadi, yang untuk beberapa kasus tidak sejalan. Aktor internasional sering merasa skpetis terhadap kelayakan mantan kombatan untuk menerima bantuan Keberhasilan dari reintegrasi cenderung untuk dibesar-besarkan, namun sebenarnya reintegrasi memiliki efek samping yaitu marjinalisasi secara sosiopolitik yang berpotensi untuk menimbulkan konflik. Stereotip buruk terhadap mantan kombatan Beberapa tantangan atau halangan diatas secara garis besar berbicara tentang pelaku dari reintegrasi serta hasil yang akan didapat dengan cara-cara tertentu. Beberapa tantangan diatas secara tidak langsung juga menyentuh sisi sosial dan ekonomi terhadap proses reintegrasi. Dalam prosesnya, reintegrasi bisa melewati berbagai macam cara untuk berhasil dan juga cara-cara tersebut memberikan tantangan masing-masing. 23 Proses reintegrasi harus dilihat dari banyak sisi. Yang pertama harus dilihat dari aktor yang melakukan reintegrasi yang bisa dilakukan oleh PBB, Negara, Organisasi, atau pemerintah lokal maupun nasional seperti yang terjadi di Aceh. Beberapa badan diciptakan melalui poin di perjanjian damai MoU Helsinki. Pembetukan badan yang bertanggung jawab dalam reintegrasi di Aceh memerlukan pengesahan dari pemerintah Aceh dan pemerintah Pusat. Yang kedua dilihat dari 23 Ibid, Hal. 7 13

14 kelompok target reintegrasi itu sendiri seperti mantan kombatan dan masyarakat sipil. Yang ketiga harus dilihat dari dimensi ekonomi, sosial, dan politik. E. Evaluasi Pengaruh Program Reintegrasi Harus dilihat pula hasil dari pengaruh pelaksanaan program reintegrasi. Untuk melihat dan mengevaluasi pengaruh dari program reintegrasi. 24 Dalam artikel Bank Dunia, dikenalkan bahwa cara untuk mengevaluasi pengaruh pelaksanaan program reintegrasi adalah: Melihat implemetasi pelaksanaan reintegrasi Melihat tingkat kesejahteraan Melihat peningkatan perpaduan sosial Melihat Pengaruh terhadap kepercayaan yang terbentuk antara Pemerintah lokal dan masyarakat. Keempat cara tersebut merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi pengaruh atas pelaksanaan reintegrasi. Keempat cara tersbut juga teah memasuki semua dimensi reintegrasi seingga cara evaluasi tersebut mampu melihat reintegrasi secara menyeluruh. Dalam tahap implemetasi pelaksanaan reintegrasi secara umum menggambarkan tentang apa saja yang dilakukan oleh pelaku reintegrasi. Kegiatan pelaku reintegrasi harus selaras dengan penyelesaian masalah reintegrasi. Selain melihat keselarasan pelaksanaan reintegrasi, implementasi reintegrasi juga menentukan target yang akan mendapatkan bantuan reintegrasi. Penentuan target merupakan bagian penting pertama jika berbicara tentang implementasi reintegrasi. Setelah melihat implementasi reintegrasi kemudian akan dilihat pengaruh kesejahteraan yang diberikan oleh pelaksanaan reintegrasi. Kesejahteraan ini nantinya 24 The World Bank, 2009, Artikel: Community-Based Reintegration in Aceh: Assesing the Impacts of BRA-KDP, Hal

15 akan menjelaskan tentang hal hal yang berhubungan dengan dimensi ekonomi seperti tingkat kemiskinan, infrastruktur, pekerjaan, pendapatan, pendidikan, dan pandangan terhadap kesejahteraan itu sendiri. Lalu yang ketiga adalah melihat pengaruh hubungan sosial oleh reintegrasi. Hubungan sosial ini memiliki hubungan dengan masyarakat sipil dimana akan dilihat penerimaan mereka terhadap mantan kombatan, resolusi konflik, dan kehidupan sosial sehari hari. Yang terkahir adalah Melihat Pengaruh terhadap kepercayaan yang terbentuk antara Pemerintah lokal dan masyarakat. Kepercayaan yang muncul nantinya juga akan menentukan pilihan baik dalam level masyarakat maupun pemerintah. V. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tingkat keberhasilan reintegrasi di Aceh pasca MoU Helsinki tahun VI. Hipotesa Keberhasilan pelaku reintegrasi di Aceh bisa dilihat dari berbagai cara. Cara cara tersebut kemudian digunakan sebagai alat ukur untuk melihat tingkat keberhasilan reintegrasi di Aceh. Cara pertama adalah dengan melihat semua proses reintegrasi sesuai dengan kerangka konseptual yaitu mulai dari pelucutan senjata, demobilasi, dan reintegrasi. Kemudian cara lainnya adalah dengan melihat kemampuan para pelaku reintegrasi di Aceh menangani semua tantangan reintegrasi. Cara yang terakhir adalah melihat keberhasilan reintegrasi di Aceh melalui empat alat ukur yaitu delinked, employed, democratic, dan accepted. Dari kerangka teori tersebut penulis memiliki argumen awal dimana para pelaku reintegrasi masih belum berhasil dalam melakukan reintegrasi di Aceh secara keseluruhan pasca MoU Helsinki. Ada tiga alasan, yang pertama adalah pelaku 15

16 reintegrasi di Aceh belum mampu memenuhi segala proses reintegrasi dari semua dimensi (sosial, ekonomi, dan politik). Kedua, masih banyak mantan kombatan yang masih termajinalisasikan secara sosio-politik. Ketiga adalah belum semua mantan kombatan memiliki pekerjaan dan pendapatan tetap seperti mandat yang tertulis dalam MoU Helsinki. VII. Metode Penelitian Metode penelitian akan dilakukan dengan cara pendekatan kualitatif, di mana peneliti sebagai orang utama dalam melakukan pengumpulan serta pengolahan data yang kemudian memusatkan perhatian pada proses dan makna terhadap suatu peristiwa dalam penyelidikan. 25 Proses analisa dilakukan dengan cara mengolah data yang dikumpulkan dan kemudian mengukur sejauh mana keefektifitasan tersebut melalui penyajian fakta-fakta dalam melakukan pengaturan penulisan secara sistematis, dimana dengan demikian hasil penelitian tersebut menghasilkan suatu tolak ukur dan dapat dipahami dengan mudah. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari beberapa tinjauan pustaka (buku, jurnal, dan artikel), dokumen, laporan, artikel. Untuk data primer, penulis akan melakukan wawancara dengan beberapa pihak yang terlibat dalam reintegrasi di Aceh seperti mantan kombatan, politisi Aceh, dan ditambah dengan dokumen resmi pemerintah Aceh yang berhubungan dengan proses reintegrasi pasca MoU Helsinki. Untuk data sekunder akan menggunakan beberapa buku, jurnal, artikel, berita yang dikeluarkan dari surat kabar (lokal dan nasional), dan juga dari hasil penelitian yang resmi. Penyajian data dalam penelitian ini akan berupa teks, gambar, tabel, serta metode lain yang dianggap sesuai. Data sekunder digunakan untuk melengkapi data primer dan juga untuk mengisi data primer yang belum lengkap. Penulis juga akan 25 John W. Creswell, Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches, Sage Publicants, California, 1994, hal

17 menggunakan beberapa alat ukur untuk melihat keefektifitasan pemerintah Aceh yang didapat dari beberapa jurnal. Kumpulan data ini akan diolah dengan menggunakan kerangka konseptual reintegrasi. VIII. Jangkauan Penelitian Tesis ini akan menganalisa proses reintegrasi di Aceh pasca MoU Helsinki tepatnya pada tahun 2006 sampai tahun IX. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dari hasil penelitian ini berupa perkembangan pengolahan analitis data kualitatif yang berisi tentang efektifitas BRA dalam melakukan reintegrasi terhadap mantan kombatan, keluarganya, warga sipil, dan semua pihak yang terkena dampak konflik di Aceh. Di dalam bab satu, penelitian membahas tentang latar belakang masalah yang menjadi dasar penjelasan tentang konflik Aceh dan pelaku reintegrasi pasca MoU Helsinki serta rumusan masalah yang digunakan sebagai arah tujuan penelitian. Kemudian dalam bab satu juga menjelaskan tentang kerangka konseptual dalam memetakan hipotesa dan juga mencantumkan metode penelitian. Di dalam bab dua, penelitian berisi tentang sejarah konflik Aceh secara singkat dan kondisi Aceh pasca MoU Helsinki termasuk keadaan mantan kombatan dan masyarakat sipil ditambah dengan pelaku serta pogram reintegrasi yang telah dilakukan di Aceh. Dalam bab tiga berisi tentang permasalahan permasalahan yang terjadi di Aceh selama reintegrasi berlangsung. Dua bab terakhir yaitu bab empat dan bab lima menganalisa lebih lanjut dengan kerangka konseptual yang dimiliki untuk melakukan pengujian hipotesis dan mencari hasil akhir dari analisis data yang sudah ada pada bab dua dan bab tiga. Di dalam bab empat berisi tentang analisa penggunaan konsep reintegrasi (dimensi, tantangan, dan indikator) terhadap proses reintegrasi dan 17

18 tantangan yang dihadapi dalam reintegrasi Aceh. Bab ini akan menjawab rumusan masalah terkait keberhasilan reintegrasi di Aceh setelah diukur dengan indikator yang terdapat dalam kerangka konseptual. 18

BAB V PENUTUP. Skripsi ini meneliti mengenai peran Aceh Monitoring Mission (AMM)

BAB V PENUTUP. Skripsi ini meneliti mengenai peran Aceh Monitoring Mission (AMM) BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Skripsi ini meneliti mengenai peran Aceh Monitoring Mission (AMM) dalam proses peacebuilding di Aceh paska konflik GAM dengan Pemerintah Indonesia. Paska konflik GAM dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kawasan yang memiliki jumlah perang sipil yang cukup banyak. Bahkan

BAB I PENDAHULUAN. adalah kawasan yang memiliki jumlah perang sipil yang cukup banyak. Bahkan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Konflik atau perang sipil merupakan salah satu fenomena yang terjadi di negara-negara yang memiliki tatanan pemerintahan yang belum stabil. Afrika adalah kawasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan peran organisasi internasional dalam peacebuilding.

Lebih terperinci

Laporan Hasil Pemantauan Konflik di Aceh 1 31 Maret 2006 World Bank/DSF

Laporan Hasil Pemantauan Konflik di Aceh 1 31 Maret 2006 World Bank/DSF Laporan Hasil Pemantauan Konflik di Aceh 1 31 Maret 2006 World Bank/DSF Sebagai bagian dari program dukungan untuk proses perdamaian, Program Konflik dan Pengembangan Masyarakat di Bank Dunia Jakarta menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan rangkaian ribuan pulau di sekitar khatulistiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan rangkaian ribuan pulau di sekitar khatulistiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan rangkaian ribuan pulau di sekitar khatulistiwa yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke. Itulah sebabnya Indonesia dijuluki sebagai

Lebih terperinci

Laporan Hasil Pemantauan Konflik di Aceh 1 31 Mei 2006 Bank Dunia/DSF

Laporan Hasil Pemantauan Konflik di Aceh 1 31 Mei 2006 Bank Dunia/DSF Laporan Hasil Pemantauan Konflik di Aceh 1 31 Mei 2006 Bank Dunia/DSF Sebagai bagian dari program dukungan untuk proses perdamaian, Program Konflik dan Pengembangan Masyarakat di Bank Dunia Jakarta menggunakan

Lebih terperinci

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk BAB IV KESIMPULAN Sejak berakhirnya Perang Dingin isu-isu keamanan non-tradisional telah menjadi masalah utama dalam sistem politik internasional. Isu-isu keamanan tradisional memang masih menjadi masalah

Lebih terperinci

Oleh Prof Dr Abdullah Ali

Oleh Prof Dr Abdullah Ali EVALUASI PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI NAD-NIAS Oleh Prof Dr Abdullah Ali Ketua Dewan Pengawas Rapat Tripartite BRR NAD-Nias Jakarta, 20 Oktober 2005 Isu dalam Pelaksanaan Rehabilitasi dan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diplomasi yang dibawa oleh TNI yang bergabung dalam Kontingen Garuda adalah

BAB V PENUTUP. diplomasi yang dibawa oleh TNI yang bergabung dalam Kontingen Garuda adalah BAB V PENUTUP 1.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tugas pokok TNI tidak hanya sebagai pasukan perang, tetapi juga menjadi pasukan pemelihara perdamaian dalam menjalani

Lebih terperinci

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan BAB V KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini, penulis akan menyimpulkan jawaban atas pertanyaan pertama yaitu mengapa Kanada menggunakan norma keamanan manusia terhadap Afghanistan, serta pertanyaan kedua yaitu

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara pimpinan. Maka hal ini yang membuat para pimpinan tidak memberikan celah untuk para mantan panglima wilayah melakukan hal-hal yang diluar keinginannya, bahkan pasca rapat tersebut para pimpinan tidak pernah

Lebih terperinci

MENGHADIRKAN KOMISI KEBENARAN DI ACEH: SEBUAH TANTANGAN INDONESIA UNTUK BERPIHAK PADA KEBENARAN DAN KEADILAN

MENGHADIRKAN KOMISI KEBENARAN DI ACEH: SEBUAH TANTANGAN INDONESIA UNTUK BERPIHAK PADA KEBENARAN DAN KEADILAN MENGHADIRKAN KOMISI KEBENARAN DI ACEH: SEBUAH TANTANGAN INDONESIA UNTUK BERPIHAK PADA KEBENARAN DAN KEADILAN I. Pengantar 1. Sebuah capaian signifikan dalam mengahiri konflik sipil berkepanjangan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik berdarah selama tiga dekade yang berlangsung di Aceh telah berakhir melalui sebuah perundingan damai. Penandatanganan nota kesepahaman perdamaian antara Gerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tesis ini akan membahas tentang peran Komunitas Internasional dalam menghadirkan dan mendukung Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Bosnia Herzegovina pada proses

Lebih terperinci

Komunitas 3 (1) (2011) : JURNAL KOMUNITAS.

Komunitas 3 (1) (2011) : JURNAL KOMUNITAS. Komunitas 3 (1) (2011) : 12-18 JURNAL KOMUNITAS http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas PERAN BADAN REINTEGRASI DAMAI ACEH DALAM PROSES GENCATAN SENJATA, DEMOBILISASI, DAN REINTEGRASI DI ACEH

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari analisis yang telah dilakukan terkait resolusi konflik yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, baik jangka pendek maupun jangka panjang guna mengatasi konflik di Sampit,

Lebih terperinci

Nota Kesepahaman. antara Pemerintah Republik Indonesia Dan. Gerakan Aceh Merdeka

Nota Kesepahaman. antara Pemerintah Republik Indonesia Dan. Gerakan Aceh Merdeka Lampiran Terjemahan resmi ini telah disetujui oleh delegasi RI dan GAM. Hanya terjemahan resmi ini yang Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Gerakan Aceh Merdeka Pemerintah Republik

Lebih terperinci

RUU ACEH PRESENT UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

RUU ACEH PRESENT UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA RUU ACEH PRESENT UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA PEMERINTAHAN ACEH PASCA KESEPAKATAN HELSINKI Gerakan Aceh Merdeka (GAM) : Dibentuk pada tahun 1975, merupakan gerakan yang didirikan sebagai bentuk perlawanan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN NOTA KESEPAHAMAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN GERAKAN ACEH MERDEKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehadiran Partai Politik Lokal di Aceh merupakan suatu bukti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehadiran Partai Politik Lokal di Aceh merupakan suatu bukti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran Partai Politik Lokal di Aceh merupakan suatu bukti perkembangan demokrasi di Indonesia. Dengan hadirnya Partai Politik Lokal merupakan tambahan sarana

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) PEMERINTAH PROVINSI RIAU BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jalan Jendral Sudirman No. 438 Telepon/Fax. (0761) 855734 DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN NOTA KESEPAHAMAN ANTARA PEMERINTAH DAN GERAKAN ACEH MERDEKA PRESIDEN, Dalam rangka pelaksanaan Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

Post Conflict Need Assessment (PCNA)

Post Conflict Need Assessment (PCNA) Post Conflict Need Assessment (PCNA) ABDUL CHARIS Direktorat Penanganan Daerah Paska Konflik Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Yogyakarta, 20 Juli 2017 Pengantar Penanganan

Lebih terperinci

TERBENTUKNYA GAM DAN RMS SEBAGAI BUKTI LEMAHNYA PENERAPAN PANCASILA

TERBENTUKNYA GAM DAN RMS SEBAGAI BUKTI LEMAHNYA PENERAPAN PANCASILA TERBENTUKNYA GAM DAN RMS SEBAGAI BUKTI LEMAHNYA PENERAPAN PANCASILA Oleh: NAMA : AGUNG CHRISNA NUGROHO NIM : 11.02.7990 KELOMPOK :A PROGRAM STUDI : DIPLOMA 3 JURUSAN DOSEN : MANAJEMEN INFORMATIKA : Drs.

Lebih terperinci

Laporan Hasil Pemantauan Konflik di Aceh 1 28 Februari 2006 World Bank/DSF

Laporan Hasil Pemantauan Konflik di Aceh 1 28 Februari 2006 World Bank/DSF Laporan Hasil Pemantauan Konflik di Aceh 28 Februari 2006 World Bank/DSF Sebagai bagian dari program dukungan untuk proses perdamaian, Program Konflik dan Pengembangan Masyarakat di Bank Dunia Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human rights atau Hak Asasi Manusia menjadi pembahasan penting setelah perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945. Istilah hak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai tinjauan pustaka dalam penelitian ini. Tulisan ilmiah tersebut dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai tinjauan pustaka dalam penelitian ini. Tulisan ilmiah tersebut dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Bagian dari bab ini memaparkan mengenai tulisan ilmiah yang digunakan sebagai tinjauan pustaka dalam penelitian ini. Tulisan ilmiah tersebut dapat berupa jurnal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sejarah perjalanan sistem kepemerintahannya, Indonesia sempat mengalami masa-masa dimana sistem pemerintahan yang sentralistik pernah diterapkan. Di bawah rezim

Lebih terperinci

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan Indonesia dengan Jepang telah berlangsung cukup lama dimulai dengan hubungan yang buruk pada saat penjajahan Jepang di Indonesia pada periode tahun 1942-1945

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari daerah paling barat Indonesia inilah pertama kali denyut dukungan

BAB I PENDAHULUAN. Dari daerah paling barat Indonesia inilah pertama kali denyut dukungan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Aceh adalah jantung dalam anatomi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari daerah paling barat Indonesia inilah pertama kali denyut dukungan kemerdekaan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perang etnis menurut Paul R. Kimmel dipandang lebih berbahaya dibandingkan perang antar negara karena terdapat sentimen primordial yang dirasakan oleh pihak yang bertikai

Lebih terperinci

-1- RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BADAN REINTEGRASI ACEH

-1- RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BADAN REINTEGRASI ACEH -1- RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BADAN REINTEGRASI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

Lebih terperinci

Tantangan dan Peluang bagi Perempuan Kombatan dalam Kepemimpinan di Komunitas Pascaperang:

Tantangan dan Peluang bagi Perempuan Kombatan dalam Kepemimpinan di Komunitas Pascaperang: Tantangan dan Peluang bagi Perempuan Kombatan dalam Kepemimpinan di Komunitas Pascaperang: Pembelajaran dan Aceh dan Mindanao Stina Lundström dan Shadia Marhaban Laporan Lokakarya Berdasarkan pada lokakarya

Lebih terperinci

Indonesia di Tangan Kaum Muda

Indonesia di Tangan Kaum Muda Mimbar Mahasiswa Indonesia di Tangan Kaum Muda Aiman Nabilah Rahmadita - detiknews https://news.detik.com/kolom/d-3940969/indonesia-di-tangan-kaum-muda Rabu 28 Maret 2018, 12:20 WIB Ilustrasi: Mindra Purnomo

Lebih terperinci

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia Dipresentasikan pada The Indonesian Forum seri 3 The Indonesian Institute. Kamis, 3 Maret 2011 Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia Ir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang hampir sama tuanya dengan peradaban kehidupan manusia. Perang merupakan suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN NOTA KESEPAHAMAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN GERAKAN ACEH MERDEKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

Dukungan Masyarakat Sipil Menuju Kota HAM

Dukungan Masyarakat Sipil Menuju Kota HAM Dukungan Masyarakat Sipil Menuju Kota HAM Kedudukan Pemda Kewajiban Negara atas HAM Negara Pihak terikat dalam perjanjian HAM internasional yang diratifikasi. Kewajiban Negara atas HAM: (i) menghormati;

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI NOTA KESEPAHAMAN (MOU) HELSINKI DI PROVINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2005 SAMPAI 2008 TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI NOTA KESEPAHAMAN (MOU) HELSINKI DI PROVINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2005 SAMPAI 2008 TESIS UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI NOTA KESEPAHAMAN (MOU) HELSINKI DI PROVINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2005 SAMPAI 2008 TESIS Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Subur Wahono

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. diskriminasi antar etnis yang telah berlangsung sejak lama merupakan salah

BAB V KESIMPULAN. diskriminasi antar etnis yang telah berlangsung sejak lama merupakan salah BAB V KESIMPULAN Genosida pada tahun 1994 sangat merugikan masyarakat. Adanya diskriminasi antar etnis yang telah berlangsung sejak lama merupakan salah satu penyebab terjadinya genosida di Rwanda selain

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN: 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar pada bentuk konflik yang terjadi. Konflik antar negara (inter-state conflict) yang banyak terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM

Lebih terperinci

PERMASALAHAN HUKUM TERHADAP ISI BUTIR-BUTIR PERJANJIAN RI-GAM DALAM HAL KEWARGANEGARAAN

PERMASALAHAN HUKUM TERHADAP ISI BUTIR-BUTIR PERJANJIAN RI-GAM DALAM HAL KEWARGANEGARAAN MAKALAH PERMASALAHAN HUKUM TERHADAP ISI BUTIR-BUTIR PERJANJIAN RI-GAM DALAM HAL KEWARGANEGARAAN Disusun oleh MAHATMA HADHI RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Jakarta, ABSTRAK Dengan dimulai

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHAKUASA GUBERNUR ACEH,

QANUN ACEH NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHAKUASA GUBERNUR ACEH, QANUN ACEH NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHAKUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Memorandum of Understanding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara merupakan kejadian tunggal yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain

BAB I PENDAHULUAN. Utara merupakan kejadian tunggal yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan pendekatan monodisipliner sejarah, peristiwa konflik Irlandia Utara merupakan kejadian tunggal yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan selama 11 tahun. Konflik ini mempengaruhi keadaan sosial, politik dan

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan selama 11 tahun. Konflik ini mempengaruhi keadaan sosial, politik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sierra Leone mengalami konflik sipil panjang yang dimulai pada tahun 1991 dan berkelanjutan selama 11 tahun. Konflik ini mempengaruhi keadaan sosial, politik dan ekonomi

Lebih terperinci

-1- QANUN ACEH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BADAN REINTEGRASI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

-1- QANUN ACEH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BADAN REINTEGRASI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG -1- QANUN ACEH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BADAN REINTEGRASI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang

Lebih terperinci

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan

Lebih terperinci

Kesimpulan Diskusi Oleh: [Kelompok 3] Aspek-Aspek Sosial Konflik dan Kerentanan

Kesimpulan Diskusi Oleh: [Kelompok 3] Aspek-Aspek Sosial Konflik dan Kerentanan Kesimpulan Diskusi Oleh: [Kelompok 3] Aspek-Aspek Sosial Konflik dan Kerentanan Latar Belakang Masalah Implementasi kebijakan tidak pro rakyat Kerentanan terhadap pluralisme budaya dan sentimen agama Penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016.

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak kebijakan ODA Jepang mulai dijalankan pada tahun 1954 1, ODA pertama kali diberikan kepada benua Asia (khususnya Asia Tenggara) berupa pembayaran kerusakan akibat

Lebih terperinci

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA Pada bab ini penulis akan bercerita tentang bagaimana sejarah konflik antara Palestina dan Israel dan dampak yang terjadi pada warga Palestina akibat dari

Lebih terperinci

BAB IV PERAN CIDA SEBAGAI DEVELOPMENT ASSISTANCE MELALUI PROGRAM AID EFFECTIVENESS

BAB IV PERAN CIDA SEBAGAI DEVELOPMENT ASSISTANCE MELALUI PROGRAM AID EFFECTIVENESS BAB IV PERAN CIDA SEBAGAI DEVELOPMENT ASSISTANCE MELALUI PROGRAM AID EFFECTIVENESS Dalam bab IV penulis akan menjelaskan mengenai bagaimana peran CIDA sebagai development assistance melalui program aid

Lebih terperinci

Society ISSN :

Society ISSN : Pembangunan Demokrasi Pasca Konflik di Aceh Oleh Alfon Kimbal 1 Abstract Tulisan ini akan mengulas tentang pembangunan di Aceh pasca Konflik antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia saat ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia saat ini sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia saat ini sangat mencemaskan. Berdasarkan data BPS 1, dalam satu dekade terakhir jumlah kecelakaan lalu lintas dengan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ini melibatkan aktor lain seperti organisasi internasional untuk mengatasi

BAB V PENUTUP. ini melibatkan aktor lain seperti organisasi internasional untuk mengatasi BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kelaparan di Korea Utara merupakan permasalahan domestik yang telah lama terjadi semenjak 1990 yang masih belum terselesaikan oleh pemerintah. Hal ini melibatkan aktor lain

Lebih terperinci

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu

Lebih terperinci

Kinerja rendah, DPRA harus berbenah!

Kinerja rendah, DPRA harus berbenah! Kinerja rendah, DPRA harus berbenah! (Pandangan Komponen Masyarakat Sipil Untuk Parlemen yang lebih baik terhadap Kinerja DPRA) DPRA merupakan lembaga legislatif di Aceh. Berdasarkan UU No. 11 tahun 2011

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

Daftar isi. Kata Pengantar... i Pengantar Editor... iii Daftar Isi... ix

Daftar isi. Kata Pengantar... i Pengantar Editor... iii Daftar Isi... ix Daftar isi Kata Pengantar... i Pengantar Editor... iii Daftar Isi... ix Prolog :... 1 Tarik Ulur KKR Aceh: Pengungkapan Kebenaran dan Pemenuhan Keadilan di Antara Dikotomi Hitam Putih dan di Atas Fondasi

Lebih terperinci

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini. PAPARAN WAKIL MENTERI LUAR NEGERI NILAI STRATEGIS DAN IMPLIKASI UNCAC BAGI INDONESIA DI TINGKAT NASIONAL DAN INTERNASIONAL PADA PERINGATAN HARI ANTI KORUPSI SEDUNIA JAKARTA, 11 DESEMBER 2017 Yang terhormat

Lebih terperinci

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KESRA. Kepalangmerahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 4) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LEBAK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE PROHIBITION OF THE USE, STOCKPILING, PRODUCTION AND TRANSFER OF ANTI-PERSONNEL MINES AND ON THEIR DESTRUCTION (KONVENSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. partai politik lokal. partai politik lokal telah menjadi instrumen utama rakyat

BAB I PENDAHULUAN. partai politik lokal. partai politik lokal telah menjadi instrumen utama rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi di Indonesia khususnya daerah Aceh terwujud dari adanya partai politik lokal. partai politik lokal telah menjadi instrumen utama rakyat untuk berkompetensi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Pengantar Peneliti memilih topik mengenai partisipasi publik dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan tidak terlepas dari latar belakang keterlibatan peneliti.

Lebih terperinci

RESUME SKRIPSI. Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak. bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar

RESUME SKRIPSI. Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak. bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar RESUME SKRIPSI Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar negara yang melintasi batas negara. Sebagian besar negara-negara di dunia saling

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat

BAB I PENDAHULUAN. salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan peace building atau pembangunan damai pasca konflik menjadi salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat signifikan

Lebih terperinci

Membuka. 10 Tahun Data Mikro. dari Indonesia

Membuka. 10 Tahun Data Mikro. dari Indonesia Membuka 10 Tahun Data Mikro dari Indonesia B A N K D U N I A 2017 BANK DUNIA Local Solutions to Poverty, Jakarta, Indonesia Karya ini merupakan produk staf Bank Dunia, melalui Dana Amanah Local Solutions

Lebih terperinci

ACTION PLAN IMPLEMENTASI PERJANJIAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN

ACTION PLAN IMPLEMENTASI PERJANJIAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN ACTION PLAN IMPLEMENTASI PERJANJIAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN Oleh DR (IPB) H. BOMER PASARIBU, SH,SE,MS.* SOSIALISASI UU NO 4 TH 2006 Tentang Pengesahan Perjanjian Mengenai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan ekonomi yang semakin cepat memberikan hasil produksi yang sangat bervariatif, dari produksi barang maupun jasa yang dapat dikonsumsi oleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sektor pariwisata merupakan salah satu penghasil devisa negara, sebagaimana yang dijelaskan pada UUD No.10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, pariwisata adalah berbagai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.22,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

MATA KULIAH S-2 SOSIOLOGI UGM. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Teori Kritik Sosial dan Postmodernisme. Seminar Proposal Penelitian

MATA KULIAH S-2 SOSIOLOGI UGM. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Teori Kritik Sosial dan Postmodernisme. Seminar Proposal Penelitian 1. Teori sosiologi 1 (klasik modern) 2. Teori sosiologi 2 ( Kritik, Postmo Strukturalis) Teori Sosiologi Klasik Modern Teori Kritik Sosial Postmodernisme Langsung merujuk pada materi mata kuliah ini yakni

Lebih terperinci

Perencanaan Partisipatif Kelompok 7

Perencanaan Partisipatif Kelompok 7 Perencanaan Partisipatif Kelompok 7 Anastasia Ratna Wijayanti 154 08 013 Rizqi Luthfiana Khairu Nisa 154 08 015 Fernando Situngkir 154 08 018 Adila Isfandiary 154 08 059 Latar Belakang Tujuan Studi Kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Proyek yang berfokus pada pemulihan masyarakat adalah yang paling awal dijalankan MDF dan pekerjaan di sektor ini kini sudah hampir

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemerintah negara indonesia yang melindungi segenap bangsa indonesia dan

I. PENDAHULUAN. pemerintah negara indonesia yang melindungi segenap bangsa indonesia dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan berbagai kebijakan pemerintah dalam proses perjalanan kehidupan bernegara diarahkan pada upaya mewujudkan tujuan dari dibentuknya suatu negara. Di Indonesia

Lebih terperinci

Sejarah AusAID di Indonesia

Sejarah AusAID di Indonesia Apakah AusAID Program bantuan pembangunan luar negeri Pemerintah Australia merupakan program yang dibiayai Pemerintah Federal untuk mengurangi tingkat kemiskinan di negaranegara berkembang. Program ini

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. negara berkembang tidak selalu mengalami kegagalan karena faktor-faktor

BAB V KESIMPULAN. negara berkembang tidak selalu mengalami kegagalan karena faktor-faktor BAB V KESIMPULAN Penelitian ini telah menunjukkan bahwa pembangunan sosial di negara berkembang tidak selalu mengalami kegagalan karena faktor-faktor internal. Namun juga dapat disebabkan oleh faktor eksternal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. alam atau krisis kemanusiaan yang diakibatkan oleh benturan kepentingan antara para aktor

PENDAHULUAN. alam atau krisis kemanusiaan yang diakibatkan oleh benturan kepentingan antara para aktor PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bantuan luar negeri (foreign aid) digunakan saat suatu kawasan sedang dilanda bencana alam atau krisis kemanusiaan yang diakibatkan oleh benturan kepentingan antara para aktor

Lebih terperinci

BAGIAN I. PENDAHULUAN

BAGIAN I. PENDAHULUAN BAGIAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Kegiatan di sektor ketenagalistrikan sangat berkaitan dengan masyarakat lokal dan Pemerintah Daerah. Selama ini keberadaan industri ketenagalistrikan telah memberikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2 PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN 2010 2014 1 Ignatius Mulyono 2 1. Misi mewujudkan Indonesia Aman dan Damai didasarkan pada permasalahan bahwa Indonesia masih rawan dengan konflik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika

Lebih terperinci

Asesmen Gender Indonesia

Asesmen Gender Indonesia Asesmen Gender Indonesia (Indonesia Country Gender Assessment) Southeast Asia Regional Department Regional and Sustainable Development Department Asian Development Bank Manila, Philippines July 2006 2

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Agenda 21 yang dicanangkan di Rio de Janeiro tahun 1992

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah organisasi internasional yang paling terkenal saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah organisasi internasional yang paling terkenal saat ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebuah organisasi internasional yang paling terkenal saat ini adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Saat ini PBB memiliki anggota hampir seluruh negara di dunia.

Lebih terperinci