ANALISIS POSISI PUSAT KOTA KENDARI BERDASARKAN ASPEK AKSESIBILITAS WILAYAH. HP: ABSTRACT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS POSISI PUSAT KOTA KENDARI BERDASARKAN ASPEK AKSESIBILITAS WILAYAH. HP: ABSTRACT"

Transkripsi

1 ANALISIS POSISI PUSAT KOTA KENDARI BERDASARKAN ASPEK AKSESIBILITAS WILAYAH Usman Rianse 1), La Ode Muh. Magribi 2), Rice Soesilowati 3) 1) Dosen Fakultas Pertanian dan Pascasarjana UHO 2) Dosen Pascasarjana UHO 3) Mahasiswa Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Pascasarjana UHO, HP: ABSTRACT Research indicates that the stadia development of Kendari city centers and community activities are inclined to change, especially for the villages that have not been examined closely to determine the actual position or the highest order within the city of Kendari. Based on the background of the problem, the purpose of this study was to analyze the orders of each village; to analyze the typologies and models of accessibility; and to analyze the location of the central bussiness district areas within the city of Kendari. This research is of explanatory or descriptive quantitative research. The populations of the study were all villages in the city of Kendari. The sample comprised 64 villages. Secondary data analysis suggests that the order of the city as measured by the total population within each of the village areas of the municipality of Kendari, using Christaler, ZIFT, and Rank Size Rule methods, is as follows: typologically, there were as many as 30 very fast growing villages (46.88%), 15 fast growing villages (23.44%), 11 medium growing villages (17.19%), 6 slow growing villages (9.38%), and 2 very slow growing villages (3.13%). The location of the central bussiness districts in the city of Kendari began to be concentrated in Mandonga, Wua-Wua, Kadia, Poasia and Puwatu. Keywords: stadia, order, christaler, ZIFT, rank-size rule ABSTRAK Penelitian perkembangan Kota Kendari mengindikasikan bahwa pusat-pusat bangkitan perjalanan dan aktivitas masyarakat cenderung untuk berubah, khususnya untuk wilayah kelurahan belum diteliti dengan seksama untuk menentukan sesungguhnya di mana posisi atau orde kota yang tertinggi di Kota Kendari. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis orde-orde pada setiap wilayah kelurahan di Kota Kendari; menganalisis tipologi dan model aksesibilitas wilayah di Kota Kendari; dan menganalisis lokasi pusat kegiatan wilayah di Kota Kendari. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris atau deskriptif kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wilayah kelurahan di Kota Kendari. Jumlah sampel yang ditetapkan sebanyak 64 wilayah kelurahan. Hasil pengolahan data sekunder diperoleh kesimpulan bahwa orde Kota yang diukur melalui jumlah penduduk pada masing-masing wilayah kelurahan se Kota Kendari dengan menggunakan metode Christaler, metode Zift serta metode Rank Size Rule dapat diklasifikasikan sebagai berikut: tipologi wilayah kelurahan yang sangat cepat berkembang sebanyak 30 buah kelurahan (46,88%), cepat berkembang sebanyak 15 kelurahan (23,44%), sedang terdiri dari 11 kelurahan (17,19%), lambat berkembang terdiri dari 6 kelurahan (9,38%) dan sangat lambat berkembang sebanyak 2 kelurahan (3,13%). Lokasi pusat-pusat kegiatan di Kota Kendari mulai terkonsentrasi pada wilayah-wilayah Kecamatan Mandonga, Wua-Wua, Kadia, Poasia dan Puwatu. Kata Kunci: stadia, orde, christaler, zift, rank size rule 1

2 PENDAHULUAN Latar Belakang Persoalan kesenjangan antar wilayah senantiasa merupakan permasalahan pokok yang dihadapi dalam pembangunan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Ketimpangan ini nampak pada tidak meratanya hasil-hasil pembangunan, dimana suatu wilayah dapat mencapai perkembangan yang sangat maju sedangkan wilayah lain mengalami keterbelakangan. Perkembangan suatu wilayah sangat terkait dengan sarana dan prasarana wilayah dan terjangkaunya masyarakat secara keseluruhan dalam penggunaan sarana dan prasarana tersebut. Prasarana seringkali memiliki peranan yang dominan dalam kemajuan suatu wilayah. Pusat perkembangan suatu wilayah yang umumnya juga berfungsi sebagai pusat pelayanan, biasanya mempunyai sarana dan prasarana yang lebih besar secara kuantitas dan kualitas sesuai dengan fungsi dan peranannya. Wilayah yang memiliki sarana dan prasarana maupun utilitas yang lengkap akan cenderung memiliki tingkat perkembangan wilayah yang jauh lebih baik. Ukuran kemampuan masyarakat untuk menjangkau berbagai fasilitas dinyatakan sebagai tingkat aksesibilitas masyarakat (Magribi, 2004). Kota Kendari merupakan ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Tenggara yang memiliki tingkat perkembangan wilayah sangat pesat, hal ini mengakibatkan semakin tingginya permintaan akan lapangan kerja, disamping itu luas wilayah yang sangat terbatas berimplikasi pada pertumbuhan jumlah kawasan hunian dan sebaran fasilitas (sarana, prasara serta utilitas wilayah) dan apabila tidak dapat dikontrol dengan baik maka mengakibatkan permasalahan penataan kota. Kota Kendari mengalami kemajuan pembangunan dan hal ini mengakibatkan semakin tingginya permintaan akan lapangan kerja. Luas wilayah yang sangat terbatas berimplikasi pada pertumbuhan jumlah kawasan hunian dan sebaran fasilitas (sarana, prasarana serta utilitas wilayah), jika tidak dapat terkontrol dengan baik maka dapat mengakibatkan permasalahan penataan kota yang jauh lebih kompleks pada masa yang akan datang. Kota Kendari mempunyai 64 (enam puluh empat) kelurahan dengan tingkat perkembangan dan aksesibilitas yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut diikuti oleh tidak optimalnya pengembangan potensi wilayah yang terdapat pada masing-masing kelurahan. Perbedaan ini menjadi sangat menarik untuk dikaji lebih jauh, agar strategi pembangunan wilayah dapat lebih difokuskan dalam rangka pencapaian kesejahteraan masyarakat secara merata. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini terdiri dari beberapa hal, yaitu: a. Menganalisis orde-orde pada setiap wilayah kelurahan di Kota Kendari; b. Menganalisis tipologi dan model aksesibilitas wilayah di Kota Kendari; c. Menganalisis lokasi pusat kegiatan wilayah di Kota Kendari. TINJAUAN LITERATUR Konsep dan Definisi Wilayah Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyatakan wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam Rustiadi et al., 2006) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah dalam tiga kategori, yaitu: (1) wilayah homogeny (uniform/homogenous region); (2) wilayah nodal (nodal region); dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming region). Glason (1974) dalam Tarigan (2005) menyatakan berdasarkan fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan region/wilayah menjadi: (1) fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan keseragaman/ homogenitas, (2) fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan interdependensi fungsional dan (3) fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Anwar (2005) menyatakan pembangunan wilayah dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan wilayah yang mencakup aspek-aspek pertumbuhan pemerataan dan keberlanjutan yang berdimensi lokasi dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah dengan potensinya akan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran 2

3 penduduk lebih rasional, meningkatkan kesempatan kerja dan produktifitas (Mercado, 2002). Direktorat Pengembangan Kawasan Strategis, Ditjen Penataan Ruang, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002) prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan wilayah adalah: 1. Growth center, memperhatikan sebaran atau pengaruh (spred effect) pertumbuhan yang dapat ditimbulkan bagi wilayah sekitarnya, bahkan secara nasional. 2. Pengembangan wilayah memerlukan upaya kerjasama pengembangan antar daerah dan menjadi persyaratan utama bagi keberhasilan pengembangan wilayah. 3. Pola pengembangan wilayah bersifat integral yang merupakan integrasi dari daerah-daerah yang tercakup dalam wilayah melalui pendekatan kesetaraan. 4. Pengembangan wilayah, mekanisme pasar harus juga menjadi prasyarat bagi perencanaan pengembangan kawasan. Teori Lokasi dan Pusat Pertumbuhan Stohr (1981) dalam Mercado (200 2) menyatakan konsep pusat pertumbuhan mengacu pada pandangan ekonomi neo-klasik. Pembangunan dapat dimulai hanya dalam beberapa sektor yang dinamis, mampu memberikan output rasio yang tinggi dan pada wilayah tertentu, yang dapat memberikan dampak yang luas ( spread effect) dan dampak ganda (multiple effect) pada sektor lain dan wilayah yang lebih luas, sehingga pembangunan sinonim dengan urbanisasi dan industrialisasi. Teori Lokasi Von Thunen Teori ini berasal dari Ernest W. Burgess (1925) dalam Yunus (2005) menggambarkan bahwa perbedaan ongkos transportasi tiap komoditas pertanian dari tempat produksi ke pasar terdekat mempengaruhi jenis penggunaan tanah yang ada di suatu daerah. Teori ini memperhatikan jarak tempuh antara daerah produksi dan pasar. Model Von Thunen mengenai tanah pertanian ini dibuat sebelum era industrialisasi. Teori ini terdapat 7 asumsi yang dikeluarkan oleh Von Thunen dalam uji laboratorium, yaitu: 1. Daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan dengan daerah pedalamannya dan merupakan satu-satunya daerah pemasok kebutuhan pokok yang merupakan komoditi pertanian isolated stated. 2. Perkotaan merupakan daerah penjualan kelebihan produksi daerah pedalaman dan tidak menerima penjualan hasil pertanian dari daerah lain single market. 3. Daerah pedalaman tidak menjual kelebihan produksinya ke daerah lain kecuali ke daerah perkotaan single destination. 4. Daerah pedalaman merupakan daerah berciri sama (homogenous) dan cocok untuk tanaman dan peternakan dalam menengah. 5. Daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk memperoleh keuntungan maksimum dan mampu untuk menyesuaiakan hasil tanaman dan peternakannya dengan permintaan yang terdapat di daerah perkotaan maximum oriented. 6. Satu-satunya angkutan yang terdapat pada waktu itu adalah angkutan darat berupa gerobak yang dihela oleh kuda one moda transportation. 7. Biaya angkutan ditanggung oleh petani dan besarnya sebanding dengan jarak yang ditempuh. Petani mengangkut semua hasil dalam bentuk segar equidistant. Konsep Teori Gravitasi dan Indeks Aksesibilitas Zakaria (2008) menyimpulkan dalam hasil studinya bahwa peningkatan aksesibilitas dan fasilitas akan mempercepat pertumbuhan wilayah, kemudian pembangunan/peningkatan jalan akan membuka akses dan peluang aktifitas ekonomi bagi wilayah yang dilalui oleh ruas jalan tersebut, serta pembukaan akses jalan akan memunculkan pusat-pusat pertumbuhan baru dan cepat berkembang. Aspek aksesibilitas sangat penting bagi peningkatan kapasitas dan potensi sebuah wilayah, maka banyak peneliti yang tertarik untuk melihat lebih jauh tentang peranan aksesibilitas terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, sebagaimana yang dikemukakan oleh Magribi (2004) yang menyimpulkan bahwa ada peranan yang signifikan antara aksesibilitas masyarakat dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Model Gravitasi yang dikembangkan oleh Bergstrand (1985), Deardro ff (1995), dan Guillaumont, Brun dan De Melo (1998), menjelaskan bahwa semakin besar massa ekonomi 2 wilayah, dan semakin dekat jaraknya, akan semakin besar juga volume perdagangannya. Widodo (2007) menyatakan adanya korelasi atau pengaruh jalan tersebut terhadap investasi, Dengan memakai indikator aksesibilitas yang merupakan perkalian fungsi aktivitas (GDP, populasi) dengan fungsi impedansi wilayah (jarak, waktu tempuh). 3

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Kota Kendari pada 64 kelurahan. Teknik penelusuran dokumen dan observasi lapangan. Populasi dan Sampel Penelitian ini mengkaji keseluruhan wilayah kelurahan di Kota Kendari yakni sebanyak 64 kelurahan dari berbagai aspek (variable) yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini tidak ditentukan sampel (teknik non probability sampling) pada keseluruhan jumlah kelurahan yang terdapat di Kota Kendari. Teknik Pengumpulan Data Berdasarkan jenis kebutuhan data dan sumber perolehannya, maka data yang dikumpulkan untuk penyusunan Tipologi Kota Kendari diarahkan pada sumber data sekunder melalui penelusuran data-data resmi dari sumber instansi teknis terkait. Adapun data-data yang diharapkan dapat dikumpulkan dari penelusuran dokumen resmi adalah: 1. Data Kependudukan 2. Data Potensi Wilayah 3. Data Sarana dan Prasarana serta utilitas wilayah Data primer yang dikumpulkan terkait dengan pengukuran nilai aksesibilitas sebuah wilayah terhadap wilayah lainnya adalah data jarak dan waktu perjalanan antar wilayah. Teknik Analisis Data Teknik analisa data dan informasi yang digunakan sesuai dengan tujuan penyusunan studi ini. Model analisis yang dipandang mendukung tujuan tersebut adalah kombinasi dari berbagai perhitungan dan analisa antara lain: 1. Analisis deskriptif kuantitatif (tabulasi dan persentase). 2. Analisis Skalogram, analisa indeks sentralitas terbobot untuk mengetahui pusat-pusat pelayanan kota. 3. Analisis Orde Kota. HASIL DAN PEMBAHASAN Ketersediaan Sarana Dan Prasarana Pendukung Terhadap Tingkat Aksesibilitas Hasil analisis indeks sentralitas terbobot menunjukkan bahwa Kelurahan Mandonga, Puuwatu, Kasilampe, dan Baruga merupakan empat wilayah yang memiliki tingkat aksesibilitas warganya terhadap berbagai fasilitas pelayanan masuk dalam kategori akses sangat tinggi. Kelurahan yang mempunyai tingkat aksesibilitas tinggi terhadap fasilitas pelayanan yaitu Kelurahan Anduonohu, Bende, Korumba, Kemaraya, Kendari Caddi, Kandai, Petoaha, Mokoau, Rahandouna, Tipulu, dan Kadia, sedangkan Kelurahan yang masuk klasifikasi akses rendah yaitu Kelurahan Lahundape, Watu-Watu, Watulondo, Daou-Dapura, Wawowanggu, Lapulu, Sodohoa, Tabuuha dan Gunung Jati. Kelurahan yang mempunyai akses sangat rendah yaitu Kelurahan Sanua, Punggolaka, Labibia, Pundai, Lalodati, Tondonggeu, Watubangga, Padaleu, Lepo-Lepo, Pondambea, Wundudopi, Kambu, Matabubu, Sambuli, Anggoeya, Lalolara, Mata, Wawombalata, Bungkutoko, Punggaloba, Benu- Benua, Abeli Dalam, Nambo, Benuaniarea, Anaiwoi, Alolama, Talia, Kampungsalo, Mangga Dua, Anggilowu, Purirano, Tobimeita, Poasia, Anggalomelai, Jati Mekar, Anawai, Wua-Wua, Metaiwoi dan Bonggoeya. Hasil ini menunjukkan bahwa masih begitu banyak wilayah kelurahan di Kota Kendari yang memerlukan sentuhan atau intervensi pembangunan fasilitas (sarana, prasarana dan utilitas) yang dibutuhkan oleh masyarakat pada tingkat kelurahan. Berbagai fasilitas yang dibutuhkan tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat pada tingkatan kelurahan dengan kategori akses sangat rendah masih menghadapi kesulitan untuk menjangkau berbagai kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan ke berbagai fasilitas pendidikan, kesehatan dan pasar. Klasifikasi Tipologi Kota Berdasarkan Orde Kota dan Analisis Indeks Sentralitas Terbobot Penggambaran tipologi wilayah kelurahan se Kota Kendari dapat disusun berdasarkan perpaduan kedua analisis yang telah dilakukan sebelumnya, yakni analisis orde kota dan analisis indeks sentralitas terbobot. Masingmasing analisis tersebut diklasifikasikan kembali atas dua kategori yakni tinggi dan rendah. Klasifikasi ini dapat dilihat pada Tabel 1. Klasifikasi ini memudahkan peneliti dalam mengkelompokkan keluruhan di Kota Kendari yang mempunyai aksesibilitas yang tinggi, sedang dan rendah. Adapun jumlah Kelurahan yang diletakkan berdasarkan letak kuadran dapat dilihat pada Tabel 2. 4

5 Tabel 1. Klasifikasi Tipologi Klassen Kota kendari Berdasarkan Orde Kota dan Indeks Fungsinya INDEKS ORDE KOTA FUNGSI RENDAH TINGGI RENDAH KUADRAN IV KUADRAN II TINGGI KUADRAN III KUADRAN I Sumber: Hasil Analisis Tabel 2. Tipologi Wilayah Berdasarkan Letak Kuadrannya TIPOLOGI JUMLAH % KUADRAN I KUADRAN II KUADRAN III 0 - KUADRAN IV JUMLAH Sumber : Hasil Analisis Kelurahan yang terletak Kuadran I yaitu Kelurahan Mandonga, Korumba, Bende, Lalolara, Rahandouna, Anduonohu, Bonggoeya, Kadia, Lahundape, Kemaraya, Watulondo, Wua-Wua, Watu-Watu, Tobuha dan Puwatu. Kelurahan yang masuk dalam Kuadran II yaitu Kelurahan Kambu, Punggolaka, Mataiwoi, Baruga, Tipulu, Pondambea, Anawai, Sanua, Kendari Caddi, Anggilowui, Sodoha, Gunung Jati, Wowanggu, Lapulu, Punggaloba, Kasilampe, Padaleu, Watubangga, Dapu-Dapura, Lepo-Lepo, Kandai, Wawombalata, Anggoeya, Jati Mekar, Mokoau, Benu-Benua, Wundudopi, Kampungsalo, Alolama, Anaiwoi, Tobimeita, Labibia, Manggadua, Lalodati, Abeliubu dan Anggalomelai. Kelurahan yang telatak di Kuadran IV yaitu Kelurahan Sambuli, Mata, Benuanirae, Bungkutoko, Talia, Petoaha, Pudai, Poasia, Nambo, Purirano, Matabubu, Tandonggeu dan Abeli Dalam. Kebijakan pembangunan daerah, khususnya pembangunan pada wilayah kelurahan haruslah memprioritaskan pembangunan sarana dan prasarana pada wilayah-wilayah kelurahan yang masuk pada kuadran ke empat. Analisis Pusat-Pusat Kota Berdasarkan Aspek Aksesibilitasnya Sekitar tahun 1960 an, pusat Kota Kendari berada di sekitar Kecamatan Kendari, sedangkan kurun waktu antara tahun 1960 an hingga tahun 1980 an, pusat Kota Kendari berada di Kota Lama yang dikenal dengan nama Kecamatan Kendari Barat. Pada era 1980 an hingga 2000 an pusat kota mulai bergeser di seputaran Mandonga yang menjadi ibukota kecamatan Mandonga saat ini, pusat bangkitan yang menjadi pusat aktivitas perekonomian ditandai dengan tingginya aktivitas pada Pasar mandonga, di lain pihak, ruko-ruko sudah mulai dibangun pada kawasan ini. Terbangunnya Mall Mandonga semakin memperkuat bahwa Cetral Bisnis Distric Kota Kendari pada masa itu terletak di sekitar Mandonga, selain itu Kantor Gubernur yang terletak di seputaran wilayah Kadia (pada masa itu, saat ini telah berubah menjadi Kantor Walikota) menjadi pusat pemerintahan. Kelompok-kelompok perumahan sudah mulai dibangun di seputaran wilayah Kadia hingga ke Wua-Wua. Tahun 2000an kelompok-kelompok permukiman sudah mulai tersebar merata di seluruh kelurahan mulai dari Kecamatan Poasia, Kecamatan Baruga dan Kecamatan Puuwatu, demikian juga dengan tumbuhnya pusat-pusat perekonomian (Pasar Baru, Pasar Andonuhu dan Pasar Baruga). Pusat pemerintahan provinsi bergeser ke Kecamatan Poasia, demikian juga dengan pusat-pusat pendidikan di seputaran Kelurahan Kambu yang masih terdapat di Kecamatan Poasia. Kecamatan Baruga merupakan wilayah pengembangan baru dan akan terus berkembang dengan berbagai fasilitas yang terus dibangun di sekitar wilayah kecamatan ini. Kondisi aksesibilitas wilayah yang diukur melalui indikator jarak perjalanan maupun waktu perjalanan antar wilayah kelurahan juga mengindikasikan bahwa pusat-pusat pertumbuhan (orde kota maupun tipologi I pada wilayahwilayah kelurahan di Kota Kendari) menunjukkan tingkat keakuratan yang ditandai dengan tingginya hubungan antara nilai aksesibilitas wilayahwilayah kelurahan yang menjadi pusat-pusat bangkitan dengan jarak dan atau waktu perjalanan. Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Nilai-nilai koefisien determinansi (R2) pada ke-15 wilayah kelurahan yang masuk ke dalam tipologi kelurahan tipe pertama terlihat bahwa Kelurahan Rahandouna di Kecamatan Poasia serta Kelurahan Watulondo dan Kelurahan Tobuuha di Kecamatan Puuwatu merupakan wilayah-wilayah kelurahan dengan tingkat keakuratan data aksesibilitas terbesar. Hal-hal tersebut disebabkan oleh perkembangan infrastruktur wilayah yang sedemikian cepatnya pada ketiga wilayah ini, di samping itu tumbuh pesatnya lokasi-lokasi lahan permukiman pada ketiga wilayah kelurahan ini. Kedua belas wilayah kelurahan lainnya juga menunjukkan tingkat keakuratan data aksesibilitas yang cukup tinggi, hal ini menunjukkan bahwa keseluruhan (kelima belas) wilayah kelurahan di 5

6 Kota Kendari tersebut merupakan wilayah-wilayah yang saat ini menjadi pusat-pusat pertumbuhan di Kota Kendari. Kebijakan pembangunan yang dikaitkan dengan analisis aksesibilitas ini, juga menunjukkan bahwa masih cukup besar wilayah-wilayah kelurahan di Kota Kendari yang masih perlu banyak sentuhan pembangunan, khususnya infrastruktur dasar wilayah, sehingga wilayahwilayah kelurahan dengan tingkat aksesibilitas yang rendah dapat memiliki peluang untuk dapat berkembang sebagaimana wilayah-wilayah kelurahan yang sudah maju. Tabel 3.Hasil Analisis Hubungan Antara Nilai Aksesibilitas dengan Jaran dan Waktu Perjalanan dari Kelurahan dengan Tipologi I ke masing-masing Wilayah Lainnya di Kota Kendari NAMA KELURAHAN R 2 MODEL PERSAMAAN MANDONGA Y = 511,75X -2,063 KORUMBA Y = 211,24X -1,843 BENDE Y = 212,09X -1,884 LALOLARA Y = 34,345X -1,541 RAHANDOUNA Y = 25,274X -1,550 ANDUONOHU 0,9483 Y = 24,576X -1,554 BONGGOEYA Y = 127,85X -1,952 KADIA Y = 170,92X -1,965 LAHUNDAPE Y = 87,175X -1,850 KEMARAYA Y = 242,68X -2,083 WATULONDO Y = 71,373X -1,932 WUA-WUA Y = 56X -1,792 WATU-WATU Y = 116,05X -1,941 TOBUHA Y = 123,43X -2,028 PUWATU Y = 10,027X -1,54 Sumber: Hasil Analisis KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan analisis hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini adalah: 1. Indeks fungsi wilayah yang diukur dari ketersediaan sarana dan prasarana wilayah menghasilkan indeks fungsi wilayah sebagai berikut: kelurahan dengan akses wilayah sangat tinggi terdapat pada 4 kelurahan (6,25%), akses wilayah tinggi terdapat pada 11 kelurahan (17,19%), akses wilayah rendah sebanyak 9 kelurahan (14,06%) serta akses wilayah sangat rendah sebanyak 40 kelurahan (62,5%). 2. Karakteristik tipologi Kota Kendari dapat diklasifikasikan sebagai berikut: tipologi wilayah yang sangat maju dan berkembang pesat (kuadran 1); tipologi wilayah yang sangat maju dan berpotensi untuk berkembang lebih baik (kuadran 2); tipologi wilayah yang kurang maju namun masih memiliki peluang untuk berkembang (kuadran 3); serta tipologi wilayah-wilayah yang masih sangat membutuhkan sentuhan pembangunan infrastruktur (kuadran 4). 3. Lokasi pusat-pusat kegiatan di Kota Kendari mulai terkonsentrasi pada wilayah-wilayah Kecamatan Mandonga, Wua-Wua, Kadia, Poasia dan Puuwatu. Saran Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka saran yang dapat diberikan yaitu: 1. Perlunya perhatian dan intervensi pembangunan sarana dan prasarana wilayah, khususnya pada kelurahan-kelurahan dengan tipologi wilayah lambat dan sangat lambat berkembang. 2. Wilayah-wilayah yang sangat jauh dari pusat kota seperti Kelurahan Tondonggeu dan Kelurahan Abeli Dalam sangat membutuhkan sentuhan pembangunan, karena kedua wilayah ini jika dibandingkan dengan wilayah kelurahan lainnya di Kota Kendari sangat jauh tertinggal. 6

7 DAFTAR PUSTAKA Anwar, A Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan: Tinjauan Kritis. Bogor: P4Wpress. Bergstrand, Jeffrey H The Gravity Equation in International Trade: Some Microeconomic Foundations and Empirical Evidence. The Review of Economics and Statistics, MIT Press, Vol. 3, No. 67, Direktorat Pengembangan Kawasan Ditjen Penataan Ruang Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah Pendekatan dan Program Pengembangan Wilayah. Bulletin Kawasan Edisi 2. Jakarta: Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, Deputi Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional BAPPENAS. Magribi, La Ode Muh Pengaruh Aksesibilitas Fisik Terhadap Pembangunan Pada Kawasan Perdesaan. Disertasi, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Mercado, R.G Regional Development in The Philippine: A Review of Experience, State of The Art and Agenda for Research and Action, Discussion Paper Series. Phillipine: Phillipine Institute for Development Studies. Rustiadi, E Paradigma Baru Pembangunan Wilayah di Era Otonomi Daerah. Makalah Lokakarya Otonomi Daerah Jakarta: Peck Study Club Jakarta Medic Center Mempercepat Pertumbuhan Pembangunan Wilayah Perbatasan. Pribadi. Makalah disampaikan pada Workshop Pengembangan Wilayah Perbatasan: Sinergitas Kebijakan dalam Mewujudkan Wilayah Perbatasan sebagai Halaman Depan Negara". Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah. Departemen Dalam Negeri. Tarigan, Robinson Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara. Widodo, Eko Kajian Pengaruh Jalan Terhadap Kinerja Perekonomian Wilayah, Tesis, Central Library Institute Technology Bandung. Bandung. Zakaria Potensi dan Interaksi Wilayah Belakang Lamno-Jantho-Keumala Propinsi Nangroe Aceh Darussalam, Tesis, Universitas Diponegoro. Semarang Yunus, Hadi Sabari Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 7

8 8

2.1 Visi Misi Sanitasi

2.1 Visi Misi Sanitasi BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi dan misi sanitasi Kota Kendari disusun dengan mengacu pada visi misi Kota Kendari yang tertuang dalam RPJMD Kota Kendari, dengan adanya

Lebih terperinci

REVIU DOKUMEN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN 2015 S/D 2019 PENGADILAN AGAMA KENDARI KELAS 1 A

REVIU DOKUMEN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN 2015 S/D 2019 PENGADILAN AGAMA KENDARI KELAS 1 A REVIU DOKUMEN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN 2015 S/D 2019 PENGADILAN AGAMA KENDARI KELAS 1 A KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, telah melimpahkan rahmat hidayahnya,

Lebih terperinci

CHAPTER I GEOGRAPHY AND CLIMATE CONDITION BAB I KEADAAN GEOGRAFI DAN IKLIM

CHAPTER I GEOGRAPHY AND CLIMATE CONDITION BAB I KEADAAN GEOGRAFI DAN IKLIM BAB I KEADAAN GEOGRAFI DAN IKLIM Pada bab ini menyajikan gambaran umum daerah Kota Kendari yang mencakup letak geografis, batas wilayah, luas wilayah, jenis tanah dan keadaan iklim. 1.1 Keadaan Geografi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1978 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA ADMINISTRATIF KENDARI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1978 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA ADMINISTRATIF KENDARI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1978 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA ADMINISTRATIF KENDARI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung dengan perkembangan dan kemajuan di

Lebih terperinci

Pengembangan Wilayah dan Penataan Ruang

Pengembangan Wilayah dan Penataan Ruang Pengembangan Wilayah dan Penataan Ruang Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geogra is beserta

Lebih terperinci

LAPORAN PENILAIAN KETANGGUHAN KOTA KENDARI

LAPORAN PENILAIAN KETANGGUHAN KOTA KENDARI LAPORAN PENILAIAN KETANGGUHAN KOTA KENDARI Desember 2017 i LAPORAN PENILAIAN KETANGGUHAN KOTA KENDARI Desember 2017 Laporan ini dibuat dengan dukungan Rakyat Amerika melalui Badan Pembangunan Internasional

Lebih terperinci

Proposal Peduli Sanitasi

Proposal Peduli Sanitasi 0 1 2 3 4 KILOMETERS U T e l u k K e n d a r i PENDAHULUAN berupaya mewujudkan kondisi sanitasi permukiman yang layak, yaitu yang dapat diakses oleh masyarakat sesuai dengan standar teknis, berfungsi secara

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian awal dari penelitian. Pendahuluan adalah awal suatu cara untuk mengetahui suatu masalah dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menemukan pengetahuan baru yang sebelumnya belum pernah diketahui. 1 Dalam

BAB III METODE PENELITIAN. menemukan pengetahuan baru yang sebelumnya belum pernah diketahui. 1 Dalam 95 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui secara obyektif suatu aktifitas dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan Istilah pembangunan atau development menurut Siagian (1983) adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

PENCEGAHAN PENCEMARAN TELUK KENDARI AKIBAT DARI LIMBAH DOMESTIK

PENCEGAHAN PENCEMARAN TELUK KENDARI AKIBAT DARI LIMBAH DOMESTIK PENCEGAHAN PENCEMARAN TELUK KENDARI AKIBAT DARI LIMBAH DOMESTIK I. Pendahuluan. Kota Kendari merupakan Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan luas wilayah daratan sebesar 295,89 Km2. Secara Geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah. Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif.

Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah. Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif. A Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah. Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif. Namun demikian, ada beberapa teori yang secara parsial

Lebih terperinci

Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index (Studi Kasus: Provinsi Maluku)

Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index (Studi Kasus: Provinsi Maluku) TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index (Studi Kasus: Provinsi Maluku) Gilber Payung, Ihsan, Marly Valenti Patandianan Lab.

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG BIOSKOP MINI DI KOTA KENDARI

PERENCANAAN GEDUNG BIOSKOP MINI DI KOTA KENDARI PERENCANAAN GEDUNG BIOSKOP MINI DI KOTA KENDARI TUGAS AKHIR Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Arsitektur (A.Md.Ars) Pada Program Studi D3 Teknik Arsitektur Program Pendidikan

Lebih terperinci

5. PENUTUP. A. Kesimpulan

5. PENUTUP. A. Kesimpulan 5. PENUTUP Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dibuat dalam penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, pada bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran penelitian : A. Kesimpulan 1. Berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS JASA LINGKUNGAN EKOWISATA AIR TERJUN LAHUNDAPE DI KAWASAN TAHURA NIPA-NIPA

ANALISIS JASA LINGKUNGAN EKOWISATA AIR TERJUN LAHUNDAPE DI KAWASAN TAHURA NIPA-NIPA Ecogreen Vol. 3 1, April 2017 Halaman 27 31 ISSN 2407-9049 ANALISIS JASA LINGKUNGAN EKOWISATA AIR TERJUN LAHUNDAPE DI KAWASAN TAHURA NIPA-NIPA Arniawati *, Safril Kasim, Rahmawati Anshar Jurusan Kehutanan

Lebih terperinci

KAJIAN TIPOLOGI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI SUMATERA BARAT

KAJIAN TIPOLOGI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI SUMATERA BARAT KAJIAN TIPOLOGI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI SUMATERA BARAT Muhammad Candra Agusti, Harne Julianti Tou, Hamdi Nur Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Bung Hatta, Padang Email: mchandraagusti@gmail.com,

Lebih terperinci

BUKU PUTIH SANITASI KOTA KENDARI 2012 POKJA SANITASI DAN AIR MINUM KOTA KENDARI

BUKU PUTIH SANITASI KOTA KENDARI 2012 POKJA SANITASI DAN AIR MINUM KOTA KENDARI BUKU PUTIH SANITASI KOTA KENDARI 2012 POKJA SANITASI DAN AIR MINUM KOTA KENDARI KATA PENGANTAR Puji syukur atas segala limpahan rahmat yang telah diberikan Allah SWT khususnya dalam proses penyusunan

Lebih terperinci

ABSTRAK ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI PAPUA

ABSTRAK ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI PAPUA ABSTRAK ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI PAPUA Ketimpangan merupakan masalah dan isu global yang dihadapi hampir semua negara berkembang maupun maju. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah memberikan wewenang dan jaminan bagi masing-masing daerah untuk

BAB I PENDAHULUAN. daerah memberikan wewenang dan jaminan bagi masing-masing daerah untuk 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan wilayah dapat dipacu dengan pembangunan infrastruktur dan sistem jaringan yang memadai di wilayah tersebut. Dalam hal ini otonomi daerah memberikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Wilayah dan Pembangunan wilayah Budiharsono (2001) menyebutkan bahwa ruang atau kawasan sangat penting dalam pembangunan wilayah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Desentralisasi sebagai suatu fenomena yang bertujuan untuk membawa kepada penguatan komunitas pada satuan-satuan pembangunan terkecil kini sudah dicanangkan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM PERSPEKTIF GREEN ECONOMIC DEVELOPMENT

ANALISIS PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM PERSPEKTIF GREEN ECONOMIC DEVELOPMENT ANALISIS PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM PERSPEKTIF GREEN ECONOMIC DEVELOPMENT (Studi Pada Pemanfaatan dan Pengendalian Kawasan Budidaya Kota Malang) SKRIPSI Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana Pada Fakultas

Lebih terperinci

Teori lokasi mempelajari pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Analisis pengaruh jarak terhadap

Teori lokasi mempelajari pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Analisis pengaruh jarak terhadap TEORI LOKASI (Tarigan, 2006:77) : Ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial serta hubungan-nya dengan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengembangan Wilayah penghematan ongkos produksi dan distribusi yang disebabkan oleh kegiatankegiatan produksi yang dilakukan di satu tempat atau terkonsentrasi di suatu lokasi (Sitorus 2012), didekati dengan menganalisis

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI WILAYAH SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN DAN PELAYANAN DI KABUPATEN BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS POTENSI WILAYAH SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN DAN PELAYANAN DI KABUPATEN BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NASKAH PUBLIKASI ANALISIS POTENSI WILAYAH SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN DAN PELAYANAN DI KABUPATEN BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NASKAH PUBLIKASI Oleh: AKHMAD HERMAWAN SAPUTRA NIM E 100 1000 05 FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

CRITICAL REVIEW JURNAL ANALISIS LOKASI DAN KERUANGAN

CRITICAL REVIEW JURNAL ANALISIS LOKASI DAN KERUANGAN KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tugas mata kuliah Analisis Lokasi dan Keruangan yang berjudul

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN 2003 2013 Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 c_rahanra@yahoo.com P. N. Patinggi 2 Charley M. Bisai 3 chabisay@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI ABSTRAK

ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI ABSTRAK ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI Yunan Maulana 1, Janthy T. Hidajat. 2, Noordin Fadholie. 3 ABSTRAK Wilayah pengembangan merupakan bagian-bagian wilayah yang

Lebih terperinci

Analisis Pengembangan Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten Banyuwangi

Analisis Pengembangan Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten Banyuwangi Analisis Pengembangan Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten (Analysis of Regional Development SubDistricts as The Economic Growth and of Service Center in ) Vika

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG TAHUN Publikasi Ilmiah. Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG TAHUN Publikasi Ilmiah. Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG TAHUN 2010-2014 Publikasi Ilmiah Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Geografi Oleh

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR Oleh: NUR ASTITI FAHMI HIDAYATI L2D 303 298 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR POTENSIAL DAN PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN/KOTA (STUDI KASUS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERIODE )

ANALISIS SEKTOR POTENSIAL DAN PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN/KOTA (STUDI KASUS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERIODE ) ANALISIS SEKTOR POTENSIAL DAN PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN/KOTA (STUDI KASUS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERIODE 2007-2012) JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Andreas Andy Permana 0710210057 JURUSAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor terutama sektor transportasi. Luasnya wilayah jasa pelayanan angkutan darat

BAB I PENDAHULUAN. sektor terutama sektor transportasi. Luasnya wilayah jasa pelayanan angkutan darat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan dari pembangunan tidak terlepas dari peran aktif dari semua sektor terutama sektor transportasi. Luasnya wilayah jasa pelayanan angkutan darat yang harus

Lebih terperinci

III. PENDUDUK DAN TENAGA KERJA

III. PENDUDUK DAN TENAGA KERJA III. PENDUDUK DAN TENAGA KERJA 3.1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Penduduk Kota Kendari pada tahun 2004 sebanyak 222.955 jiwa meningkat menjadi 226.056 jiwa, pada tahun 2005 dan pada tahun 2006

Lebih terperinci

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan 18 Desember 2013 STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan Deputi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup 18 Desember 2013 Peran Jakarta

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dengan melihat karakteristik Kabupaten Garut bagian selatan dapat dilihat bagaimana sifat ketertinggalan memang melekat pada wilayah ini. Wilayah Garut bagian selatan sesuai

Lebih terperinci

POLA DAN FAKTOR PENENTU NILAI LAHAN PERKOTAAN DI KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR

POLA DAN FAKTOR PENENTU NILAI LAHAN PERKOTAAN DI KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR POLA DAN FAKTOR PENENTU NILAI LAHAN PERKOTAAN DI KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: MENIK WAHYUNINGSIH L2D 001 443 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PUSAT PERTUMBUHAN DAN AKTIVITAS PELAYANAN

IDENTIFIKASI PUSAT PERTUMBUHAN DAN AKTIVITAS PELAYANAN IDENTIFIKASI PUSAT PERTUMBUHAN DAN AKTIVITAS PELAYANAN Analisis Hierarki Pusat Wilayah Pusat pelayanan mempunyai peranan penting dalam pengembangan wilayah, yaitu sebagai kerangka untuk memahami struktur

Lebih terperinci

SUMMARY STRATEGI DAN MODEL PERENCANAAN POPULIS DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

SUMMARY STRATEGI DAN MODEL PERENCANAAN POPULIS DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH SUMMARY STRATEGI DAN MODEL PERENCANAAN POPULIS DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH Strategi populis dalam pengembangan wilayah merupakan strategi yang berbasis pedesaan. Strategi ini muncul sebagai respon atas

Lebih terperinci

Identifikasi Perkembangan Perkotaaan Metropolitan Cirebon Raya

Identifikasi Perkembangan Perkotaaan Metropolitan Cirebon Raya Identifikasi Perkembangan Perkotaaan Metropolitan Cirebon Raya Rizki Ayu Lestari 1), Endrawati Fatimah 2), Lita Sari Barus 3) Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Trisakti Jalan Kyai

Lebih terperinci

PENENTUAN TIPOLOGI PERKEMBANGAN KECAMATAN DI KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR

PENENTUAN TIPOLOGI PERKEMBANGAN KECAMATAN DI KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR PENENTUAN TIPOLOGI PERKEMBANGAN KECAMATAN DI KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR Oleh: MUHAMMAD SYAHRIR L2D 300 369 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO S E M A R A

Lebih terperinci

KAJIAN PENERAPAN SISTEM DINAMIS DALAM INTERAKSI TRANSPORTASI DAN GUNA LAHAN KOMERSIAL DI WILAYAH PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN PENERAPAN SISTEM DINAMIS DALAM INTERAKSI TRANSPORTASI DAN GUNA LAHAN KOMERSIAL DI WILAYAH PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN PENERAPAN SISTEM DINAMIS DALAM INTERAKSI TRANSPORTASI DAN GUNA LAHAN KOMERSIAL DI WILAYAH PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: BAMBANG WIDYATMOKO L2D 098 412 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perkembangan Pemukiman dan Bangkitan Perjalanan Pada awalnya manusia hidup secara nomad, berpindah-pindah dari suatu tempat ketempat lain untuk bertahan hidup dan mencari makanan.

Lebih terperinci

Analisis Ketersediaan Dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Pada Kawasan Pusat Pelayanan Kota (Studi Kasus Kecamatan Palu Timur, Kota Palu)

Analisis Ketersediaan Dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Pada Kawasan Pusat Pelayanan Kota (Studi Kasus Kecamatan Palu Timur, Kota Palu) Analisis Ketersediaan Dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Pada Kawasan Pusat Pelayanan Kota (Studi Kasus Kecamatan Palu Timur, Kota Palu) ANDI CHAIRUL ACHSAN 1* 1. Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Penerapan desentralisasi di Indonesia sejak tahun 1998 menuntut daerah untuk mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki secara arif dan bijaksana agar peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

UPAYA MEMPERTAHANKAN PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TEGAL

UPAYA MEMPERTAHANKAN PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TEGAL UPAYA MEMPERTAHANKAN PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TEGAL Rizal Imana 1), Endrawati Fatimah 2), Sugihartoyo 3) Jurusan Teknik Planologi Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang diarahkan untuk mengembangkan daerah dan menyerasikan laju pertumbuhan antar kota dan desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan yang rendah, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan yang rendah, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi perkotaan di banyak negara berkembang menghadapi permasalahan dan beberapa diantaranya sudah berada dalam tahap kritis. Permasalahan yang terjadi bukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Umum Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan manusia dan barang dari satu tempat ke tempat lain untuk tujuan tertentu. Manusia selalu berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pola pertumbuhan kota dan tingkat urbanisasi yang terjadi di Indonesia sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya sektor produksi primer seperti kegiatan sektor pertanian di negara negara yang sedang berkembang merupakan sektor yang masih cukup dominan. Secara logis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malnutrisi masih menjadi masalah kesehatan global, salah satu di antaranya adalah gizi buruk. Gizi buruk (severe acute malnutrition) pada anak umur 6-59 bulan didefiniskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bandar Udara Transportasi adalah kegiatan untuk memindahkan, menggerakkan, atau mengalihkan objek, baik itu barang maupun manusia, dari tempat asal ke tempat tujuan (Miro,

Lebih terperinci

Kajian Housing As A Process pada Perumahan Perumnas Study Kasus Perumahan Perumnas Poasia Kota Kendari

Kajian Housing As A Process pada Perumahan Perumnas Study Kasus Perumahan Perumnas Poasia Kota Kendari Kajian Housing As A Process pada Perumahan Perumnas Study Kasus Perumahan Perumnas Poasia Kota Kendari Pembimbing : Ir. MUHAMMAD FAQIH, MSA, PH.D Co. Pembimbing : Ir. PUTU RUDY SATIAWAN, MS LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

Studi Komperatif Ketimpangan Wilayah Antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Rosmeli Nurhayani Universitas Jambi

Studi Komperatif Ketimpangan Wilayah Antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Rosmeli Nurhayani Universitas Jambi Studi Komperatif Ketimpangan Wilayah Antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia Rosmeli Nurhayani Universitas Jambi ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi, pemeratan hasil-hasil pembangunan dan kemampuan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA (RENJA) DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016

RENCANA KERJA (RENJA) DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR RENCANA KERJA (RENJA) DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR JL. GAYUNG KEBONSARI NO. 167 SURABAYA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Sektor unggulan yang terbentuk dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Wilayah

TINJAUAN PUSTAKA Wilayah TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (UU No. 32 tahun 2004) dengan persyaratan wilayah tersebut memiliki. penduduk, luas daerah dan pertimbangan lain yang memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. (UU No. 32 tahun 2004) dengan persyaratan wilayah tersebut memiliki. penduduk, luas daerah dan pertimbangan lain yang memungkinkan 1 1.1. Latar Belakang Penelitian. BAB I PENDAHULUAN Perubahan paradigma pembangunan yang bersifat sentralistik menjadi desentralistik dan otonomi daerah, hal ini mendorong pemekaran wilayah dan pembentukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Ciwidey yang meliputi Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : YUSUP SETIADI L2D 002 447 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 163 BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Kesimpulan 8.1.1 Menjawab Pertanyaan Penelitian dan Sasaran Penelitian Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini dihasilkan pengetahuan yang dapat menjawab

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KENDARI Jl. Balai Kota II No. 97, Kendari Homepage :

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KENDARI Jl. Balai Kota II No. 97, Kendari Homepage : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KENDARI Jl. Balai Kota II No. 97, Kendari 93117 Homepage : http://www.kendarikota.bps.go.id E-mail : bps7471@bps.go.id Ucapan Terima Kasih Jumlah Rumahtangga usaha pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas kehidupan. Perkembangan yang terjadi di perkotaan diikuti dengan

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas kehidupan. Perkembangan yang terjadi di perkotaan diikuti dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia pada umumnya bermuara pada meningkatnya jumlah penduduk, dan meningkatnya berbagai kebutuhan akan fasilitas kehidupan. Perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah No 32 Tahun jajaran pemerintahan di daerah untuk dapat mempercepat terwujudnya

I. PENDAHULUAN. Berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah No 32 Tahun jajaran pemerintahan di daerah untuk dapat mempercepat terwujudnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah No 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-Undang No 22 Tahun 1999 menuntut seluruh jajaran pemerintahan di daerah untuk dapat

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN

PEMBAHASAN UMUM DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN 147 PEMBAHASAN UMUM DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN Pemerintah Kabupaten Banyumas pada tahun 2008 akan mencanangkan pengembangan wilayah dengan pendekatan agropolitan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan dilaksanakan di daerah-daerah, baik yang bersifat sektoral maupun regional. Ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kota menimbulkan permasalahan perkotaan, baik menyangkut penataan ruang penyediaan fasilitas pelayanan kota maupun manajemen perkotaan. Pesatnya pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan 1.1 Latar Belakang Perencanaan BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, hal ini dilihat dari banyaknya pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya yaitu 17.504

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota sebagai salah satu kenampakan di permukaan bumi, menurut sejarahnya kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga timbullah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. tapi tertekan menjadi sektor maju dan tumbuh pesat. Peningkatan kinerja

BAB V PENUTUP. tapi tertekan menjadi sektor maju dan tumbuh pesat. Peningkatan kinerja BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai perubahan struktur ekonomi dan pola hubungannya dengan perkembangan indeks pembangunan manusia di Kawasan Subosukowonosraten, maka dalam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat. 43 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisa

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN STUDI KASUS: KECAMATAN JATEN, KABUPATEN KARANGANYAR

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN STUDI KASUS: KECAMATAN JATEN, KABUPATEN KARANGANYAR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN STUDI KASUS: KECAMATAN JATEN, KABUPATEN KARANGANYAR Yuniar Irkham Fadlli, Soedwiwahjono, Ana Hardiana Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan daerah sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan, terutama di kawasan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Tantangan Pembangunan Berkelanjutan dan Perubahan Iklim di Indonesia

Prosiding Seminar Nasional Tantangan Pembangunan Berkelanjutan dan Perubahan Iklim di Indonesia PENGEMBANGAN PERTANIAN BERBASIS KOMODITI UNGGULAN DALAM RANGKA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Studi Kasus Kabupaten Humbang Hasundutan Hotden Leonardo Nainggolan 1) Johndikson Aritonang 2) Program Studi Agribisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Lahan sebagai ruang untuk tempat tinggal manusia dan sebagian orang memanfaatkan lahan sebagai

Lebih terperinci

Aplikasi Analytical Hierarchy Process dan Goal Programming untuk Merencanakan Pembangunan Perekonomian

Aplikasi Analytical Hierarchy Process dan Goal Programming untuk Merencanakan Pembangunan Perekonomian Performa (2002) Vol. 1, No.1: 14-19 Aplikasi Analytical Hierarchy Process dan Goal Programming untuk Merencanakan Pembangunan Perekonomian Bambang Suhardi * Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi Daerah sebagai wujud dari sistem demokrasi dan desentralisasi merupakan landasan dalam pelaksanaan strategi pembangunan yang berkeadilan, merata, dan inklusif. Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu arti usaha adalah pekerjaan yang melibatkan perbuatan, daya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu arti usaha adalah pekerjaan yang melibatkan perbuatan, daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu arti usaha adalah pekerjaan yang melibatkan perbuatan, daya upaya, ikhtiar untuk menghasilkan sesuatu. Dengan demikian, pengertian dari usaha dalam wirausaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sanitasi. Infrastruktur memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. maupun sanitasi. Infrastruktur memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infrastruktur merupakan prasyarat agar berbagai aktivitas masyarakat dapat berlangsung. Infrastruktur yang sering disebut sebagai prasarana dan sarana fisik dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU

KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU THE CONTRIBUTION OF THE FISHERIES SUB-SECTOR REGIONAL GROSS DOMESTIC PRODUCT (GDP)

Lebih terperinci

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 7 2012, No.54 LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2012 NOMOR : 2 TAHUN 2012 TANGGAL : 6 JANUARI 2012 RENCANA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Penetapan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan mempunyai potensi yang memungkinkan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN DAN DISPARITAS ANTAR DAERAH PADA ERA OTONOMI DAERAH. Adrian Sutawijaya Universitas Terbuka.

ANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN DAN DISPARITAS ANTAR DAERAH PADA ERA OTONOMI DAERAH. Adrian Sutawijaya Universitas Terbuka. 1 ANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN DAN DISPARITAS ANTAR DAERAH PADA ERA OTONOMI DAERAH Adrian Sutawijaya Universitas Terbuka adrian@ut.ac.id ABSTRAK Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI ACEH DENGAN PENDEKATAN INDEKS KETIMPANGAN WILLIAMSON PERIODE TAHUN

ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI ACEH DENGAN PENDEKATAN INDEKS KETIMPANGAN WILLIAMSON PERIODE TAHUN ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI ACEH DENGAN PENDEKATAN INDEKS KETIMPANGAN WILLIAMSON PERIODE TAHUN 2008-2011 INCOME DISPARITY ANALYSIS AMONG DISTRICTS IN ACEH PROVINCE USING INDEX

Lebih terperinci

1/22/2011 TEORI LOKASI

1/22/2011 TEORI LOKASI TEORI LOKASI (Tarigan, 2006:77) : Ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial serta hubungan-nya dengan

Lebih terperinci