PENGEMBANGAN PROGRAM PENGOLAHAN CITRA REAL-TIME UNTUK DETEKSI RINTANGAN PADA TRAKTOR TANPA AWAK IRRIWAD PUTRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN PROGRAM PENGOLAHAN CITRA REAL-TIME UNTUK DETEKSI RINTANGAN PADA TRAKTOR TANPA AWAK IRRIWAD PUTRI"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN PROGRAM PENGOLAHAN CITRA REAL-TIME UNTUK DETEKSI RINTANGAN PADA TRAKTOR TANPA AWAK IRRIWAD PUTRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Program Pengolahan Citra Real-time untuk Deteksi Rintangan pada Traktor Tanpa Awak adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Irriwad Putri F

4

5 RINGKASAN IRRIWAD PUTRI. Pengembangan Program Pengolahan Citra Real-time untuk Deteksi Rintangan pada Traktor Tanpa Awak. Dibimbing oleh USMAN AHMAD dan DESRIAL. Sensor deteksi rintangan merupakan komponen yang penting dalam pengembangan traktor otomatis dalam rangka mengenal lingkungannya. Pengujian dari beberapa penelitian pada kendaraan dan robot otomatis memperlihatkan bahwa terdapat hanya lima sampai enam perbedaan jenis sensor deteksi rintangan yang efektif. Sensor-sensor ini dapat diurutkan mulai dari harga yang murah sampai sangat mahal. Sensor-sensor ini memiliki perbedaan manfaat yang unik pada berbagai aplikasi. Jika sebuah sensor dapat secara efektis digunakan untuk membangun peta lingkungan kendaraan, maka aplikasi sensor deteksi rintangan pada lingkungan pertanian akan memungkinkan. Sensor ini antara lain kamera CCD, Sensor ultrasonik (sonar), Scanning laser, 3D Sccanning Laser, dan Milimeter Wave Radar Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan algoritma pengolahan citra real-time yang akan digunakan sebagai penghindaran rintangan pada traktor tanpa awak. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini dapat dibagi menjadi dua katagori, yaitu berupa hardware dan software. Peralatan hardware meliputi Traktor Yanmar EF453T, Laptop acer Aspire 2930 dengan slot Express card, ccd camera dan cctv lens, express card d/34 to firewire IEEE 1394A Adapter, kabel firewire, papan (triplek), pointer laser merah dengan daya < 5mW, LM 7805, resistor 82 ohm, kapasitor 100 µf, luxmeter, dan akrilik. Sedangkan software yang digunakan adalah Visual C#, SharpDevelop versi 3.2, dan Paint Shop Pro versi 6. Tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, seperti identifikasi masalah, perancangan sistem deteksi rintangan traktor, pembuatan sistem deteksi rintangan traktor, pengambilan nilai RGB statik dan dinamik, uji kalibrasi dan validasi optis kamera, uji fungsional, uji kinerja statis dan dinamis. Teknik pengolahan citra yang meliputi proses binerisasi dan dilasi berhasil memberikan citra biner yang sempurna. Titik putih pada citra biner merupakan titik yang digunakan untuk mendeteksi adanya rintangan. Sistem ini mampu mengenal rintangan yang berada pada lintasan traktor sehingga mampu memberikan perintah untuk jalan terus, belok kiri, belok kanan, dan berhenti. Traktor yang mendeteksi rintangan pada jarak kurang dari 7 m akan memberikan perintah pada traktor agar belok kiri jika rintangan berada di bagian kanan dan tengah, belok kanan jika rintangan di bagian kiri, berhenti apabila rintangan berada di sepanjang lintasan, dan berjalan terus apabila tidak terdapat rintangan pada lintasan. Namun traktor akan jalan terus apabila rintangan berada pada jarak lebih dari 7 m. Program pengolahan citra real-time diaplikasikan pada kecepatan kerja traktor 0.5 m/det dengan kecepatan proses pengolahan citra rata-rata 1.3 detik/ perintah pada intensitas matahari lux ( WIB pada kondisi normal). Akurasi sebesar 81.6% untuk rintangan yang berada pada jarak 2 m, 77.1% pada jarak rintangan 3 m, 71.5% pada jarak rintangan 4 m, 69.5% pada jarak rintangan 5 m, 68% pada jarak rintangan 6 m, dan 48.4% pada jarak rintangan 7 m. Semakin jauh posisi rintangan berada, maka semakin tidak akurat

6 sistem pendeteksi rintangan dalam membaca jarak rintangan tersebut. Total akurasi sistem deteksi rintangan real-time adalah 67.4%. Pengolahan citra deteksi rintangan secara real-time mengalami kesulitan. Apabila intensitas matahari terlalu tinggi, maka sistem tidak dapat mengenali rintangan dan hal ini akan berbahaya pada traktor. Kata kunci: deteksi rintangan, program pengolahan citra real-time,kamera CCD, sensor laser

7 SUMMARY IRRIWAD PUTRI. Development of Real-time Image Processing Program to Detect Obstacles for Unmanned Tractor. Supervised by USMAN AHMAD and DESRIAL. Obstacle detection sensor is an important task for development of autonomous vehicles in recognizing its environment. An examination of various research studies on autonomous vehicles/robots shows that there are only five to six different types of effective obstacle detection sensors. These sensors ranged in price from inexpensive to very expensive. Each of them has their own unique advantages and disadvantages for different applications. If a sensor can be effectively used to create accurate maps for the vehicle environment then applying of such sensor on detection of obstacles in farming environment would be possible. The sensors were consisted of CCD camera, Ultrasonic sensors, Scanning laser, 3D Scanning lasers, and Millimeter wave radar. The purpose of this research was to develop the algorithm of real-time image processing that will be used as obstacles avoidance for unmanned tractor. The equipments in this research were divided into two catagories, including hardware and software platforms. The hardware consisted of Yanmar Tractor EF453T types, Acer Aspire 2930 with Express card slot, CCD camera, cctv lens, express card d/34 to fire wire IEEE 1394A Adapter, fire wire cable, tripleks wood, red pointer laser<5mw, LM 7805, resistor 82 ohm, capacitor 100 µf, luxmeter, and akrilik. While the software consisted of Visual C#, Sharp Develop 3.2 version, and Paint Shop Pro 6 version. The procedure used in present study consisted of the following steps, such as identifying a problem through observation, designing a system for obstacle detection system of unmanned tractor, fabrication of obstacle detection system, capturing the RGB (Red, Green, Blue) values in both static, and dynamic conditions, testing the calibration and validation of optical camera, functional testing, testing the static and real-time performances on unmanned tractor. Image processing techniques such as threshold, erotion, and dilation has achieved successfully to get perfect binary image. The white drop in binary image was then used to detect potential obstacle. Our system is capable to recognize an obstacle in tractor path so that it could give a motion command such as advance, turn left, turn right, or stop. For instance, if the tractor detects the obstacle at less than 7 m then the system would give the command to turn left if the obstacle located in right tractor path. In contrast, it would command to turn right if the obstacle position located in the left tractor path. In case of the obstacle is located at throughout the tractor path, the system would give a command to stop. However, if there is an obstacle in the path tractor, but its range is more than 7 m, the system would give the tractor command to advance. The speed of the vehicle in outdoor application of real-time obstacle avoidance system 0.5 m/s and required 1.3 second for one data processing. This system worked perfectly in lux ( am in normal condition). This system can read the range of obstacle with an accurate up to 81.6% for obstacle in range 2 m, 77.1% in 3 m, 71.5% in 4 m, 69.5% in 5 m, 68% in 6 m, and 48.4% in 7 m. The more obstacle position is located, the more inaccurate system reads the obstacle distance. This might be due to some causes such as the

8 position pointer laser move from fix position. In spite of the sensor position is little move it can make the system fail or inaccurate to read the range value of obstacle. Total accurate for the real-time obstacle avoidance found in current study was 67.4 %. The development of real-time image processing for detection obstacle in outdoor is rather difficult because of its solar intensity. When the solar intensity is high, the system failed to recognize the obstacle and it would be danger for the tractor. Key words: obstacle detection, real-time image processing programming, CCD camera, laser sensor

9 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

10

11 PENGEMBANGAN PROGRAM PENGOLAHAN CITRA REAL-TIME UNTUK DETEKSI RINTANGAN PADA TRAKTOR TANPA AWAK IRRIWAD PUTRI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

12 Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Tesis: Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr

13 Judul Tesis : Pengembangan Program Pengolahan Citra Real-time untuk Deteksi Rintangan pada Traktor Tanpa Awak Nama : Irriwad Putri NIM : F Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr Ketua Dr. Ir. Desrial, M.Eng Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 20 Juni 2013 Tanggal Lulus:

14

15 PRAKATA Alhamdulillahirabbilalamiin, segala puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas semua karunia, limpahan kesehatan, dan kekuatan sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian ini bertemakan Pengembangan Program Pengolahan Citra Real-time pada Deteksi Rintangan untuk Traktor Tanpa Awak. Penelitian ini dibiayai sepenuhnya oleh Program Hibah Kompetisi IMHERE B2c IPB tahun 2010 hingga Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr dan Dr. Ir. Desrial, M.Eng sebagai komisi pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, arahan dan saran-saran yang sangat membantu untuk penulis mulai dari awal penelitian hingga penyusunan tesis ini. Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr dan Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr selaku penguji luar komisi dan ketua Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan yang telah banyak memberikan masukan untuk pengembangan tesis ini. Penulis menyampaikan ucapan terimakasih pada program I-MHERE B2.c IPB atas biaya penelitian yang telah diberikan. Ucapan rasa syukur dan terimakasih tak terhingga penulis ucapkan kepada Ayahanda Darinas Abdullah dan Ibunda Warnis, keluarga Uda Ib, Uda In, Uda Il, dan Uni Is serta Eko Mujiono atas semua bantuan, arahan, dan pengorbanan yang diberikan kepada penulis. Disamping itu, penulis juga menyampaikan terimakasih dan penghargaan tak terhingga kepada seluruh rekan-rekan yang telah banyak membantu selama penelitian ini, seluruh rekan-rekan di Teknik Mesin Pertanian dan Pangan 2010 dan 2011 terutama Kak Tahir Sapsal dan Cecep Saepul Rahman atas semua bantuan dan ilmu yang diberikan selama penulis melakukan penelitian. Semoga tesis ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Bogor, Juli 2013 Irriwad Putri

16

17 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 Smart tractor 4 Rintangan 5 Sensor Deteksi Rintangan 6 Teknik Pengolahan Citra Digital 9 Thresholding 11 Metode Triangulasi 12 Aplikasi Sensor Deteksi dan Pengolahan Citra Real-Time pada Traktor Pertanian 14 3 METODE 18 Waktu dan Tempat Penelitian 18 Bahan dan Alat 18 Tahapan Penelitian 19 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 29 Penelitian Pendahuluan 29 Perancangan Sistem Deteksi Rintangan Traktor 32 Pembuatan sistem deteksi rintangan traktor 33 Pengambilan Citra dan Kalibrasi Optis Kamera 36 Uji Fungsional 49 Uji Kinerja Statis 52 Uji Kinerja Real-time 62 5 SIMPULAN DAN SARAN 68 Simpulan 68 Saran 68 DAFTAR PUSTAKA 69 LAMPIRAN 73 RIWAYAT HIDUP 107 xiv xv xvii

18 DAFTAR TABEL 1 Perbedaan lima sensor yang digunakan untuk mendeteksi rintangan (Gray 2010) 9 2 Perangkat keras yang digunakan 19 3 Batasan nilai normaslisasi RGB citra rintangan papan (triplek) pada setiap jarak pengambilan 39 4 Rumusan batas luasan binerisasi pada laser 1 dan Jarak rata-rata pusat piksel laser 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 terhadap koordinat pusat citra 44 6 Sebaran nilai normalisasi (rgb) objek pada lintasan 47 7 Sebaran nilai normalisasi (rgb) sinar laser merah dengan rintangan batang pohon 48 8 Rata-rata besar akurasi dan error sistem deteksi rintangan pada proses validasi 49 9 Konsistensi masing-masing laser dalam mendeteksi rintangan Contoh sebaran nilai normalisasi sinar laser merah yang tidak terdeteksi pada citra biner Total akurasi sistem deteksi rintangan secara real-time 67 DAFTAR GAMBAR 1 Traktor mini dengan: (a) Portal Crop Scouting Platform oleh Madsen dan Jakobsen (2001) dan (b) sub canopy robot ISAAC2 yang dikembangkan oleh tim mahasiswa Hohenheim University (Blackmore et al 2005). 5 2 Penggunaan kamera CCD sebagai sensor dalam navigasi dan deteksi rintangana pada: (a) robot indoor HERMES (Bischof 1999) dan (b) nomad robot (Subramanian 2006) 7 3 Penggunaan laser scanner pada SydNav mobile robot (Bailey 1999) 8 4 Gambaran visual dari: (a) 3D Scanning laser, (b) objek sebagai rintangan, dan (c) hasil pembacaan scanning (Surmann 2001) 8 5 Perangkat keras untuk pengolahan citra beserta aliran datanya (Ahmad 2005) 10 6 Contoh dari pengukuran jarak (atas) dan bentuk transformasi citra biner ke jarak (bawah); (a) euclidean, (b) city-block dan (c) chess board (Ahmad 2005) 12 7 Hubungan fungsi trigonometri 13 8 Ilustrasi perhitungan jarak kamera dan citra dengan menggunakan prinsip triangulasi 13 9 Tampilan (a) Traktor-robot DEDALO (b) gambar detail 2D laser range finder dan visual kamera (Alegri 2011) Tampilan citra (a) visual pemandangan outdoor, (b) representasi sudutjarak laser, dan (c) tampilan visual dari dua benda yang terdeteksi oleh laser pada kisaran jarak 1-8 m dan dipetakan pada frame visual putih (Alegri 2011) 14

19 11 (a) citra visual dari penggabungan kamera-laser, (b) segmentasi visual citra oleh region growing algorithm (jarak objek diwakili oleh warna buatan) Citra hasil transformasi HIS (hue, saturation, and intensity) (Torri 2000) Kamera CCD dan laser sensor diatas cabin traktor untuk memandu navigasi kendaraan otomatis (Subramanian 2006) Hasil Machine vision pada barisan tanaman jeruk: (a) gambar asli, (b) segmentasi kanopi, dan (c) batas jalur (Subramanian 2006) Tampilan citra (a) kondisi jalan sebenarnya dan (b) ekstraksi dan prediksi batas titik objek (Chen dan Tsai 1999) Set-up pengujian lahan (Rahman 2013) Pegujian sistem navigasi: (a) lintasan lurus tanpa simpangan, (b)lintasan lurus dengan penggunaan simpangan awal, (c) lintasan persegi panjang, (d) pengolahan tanah menggunakan rotary harrower (Rahman 2013) Bagan alir proses penelitian Dudukan kamera perekam dan pointer laser beserta bagian-bagiannya Pengaturan penempatan pointer laser pada dudukan: (a) tampak samping dan (b) dan tampak atas Bagan alir algoritma pengolahan citra pada sistem real-time Bagan alir tahapan pengambilan citra rintangan Bagan alir tahapan pengambilan citra rintangan batang pohon, manusia, dan derijen Ilustrasi pengambilan citra rintangan pada lintasan: (a) tampak depan dan (b) tampak atas Tampilan visual software PaintShopPro Tahapan uji kinerja: (a) statis dan (b) real-time Pointer laser (a) sinar merah dan (b) hijau dalam citra yang ditangkap kamera Perbedaan nilai normalisasi komponen warna: (a) merah, (b) hijau, dan (c) biru pada beberapa komponen pengujian citra outdoor Perbedaan lebar sudut pandang lintasan dengan focal length yang berbeda pada jarak pemotretan 7 meter Perbedaan hasil pemotretan dengan jenis kamera yang berbeda pada kondisi outdoor Komponen penyusun sistem deteksi rintangan Penempatan sistem deteksi rintangan pada smart tractor Pengembangan program pengolahan citra menggunakan SharpDevelop versi 3.2 menggunakan bahasa C# Tampilan visual pengembangan program pengolahan citra real-time untuk deteksi rintangan traktor Penempatan sistem deteksi rintangan pada smart tractor Bentuk lintasan kerja traktor pada proses pengambilan citra rintangan (a) tampak samping dan (b) tampak depan Urutan proses pengambilan citra rintangan papan (triplek) dengan jarak pengambilan (a) 2 m, (b) 3 m, (c) 4 m, (d) 5 m, (e) 6 m, dan (f) 7 m 37

20 38 Hasil pengambilan citra rintangan papan (triplek) pada jarak pengambilan (a) 2 m, (b) 3 m, (c) 4 m, (d) 5 m, (e) 6 m, dan (f) 7 m Penomoran titik-titik laser pada citra Tampilan visual software Paint Shop Pro versi 6 pada pengambilan nilai RGB citra rintangan papan (triplek) Koordinat piksel pusat masing-masing titik laser pada citra beresolusi 640x480 piksel dengan jarak pengambilan 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 m Visualisasi piksel sinar laser merah pada jarak pengambilan: (a) 2 sampai 7 m, (b) batasan luasan, (c) citra setelah pemisashan luasan, dan (d) citra akhir setelah pemisahan luasan dan binerisasi Contoh interface program hasil binerisasi dan batasan luasan citra rintangan papan (triplek) pada jarak pengambilan 2 m Citra biner rintangan papan (triplek) pada jarak pengambilan: (a) 2 m, (b) 3 m, (c) 4 m, (d) 5 m, (e) 6 m, dan (f) 7 m Perhitungan jarak piksel dengan metoda Euclidean Grafik besar perubahan jarak titik pusat piksel laser terhadap koordinat pusat citra untuk setiap laser pada setiap selang jarak pengambilan Grafik hubungan jarak titik piksel laser terhadap piksel pusat dengan jarak pengambilan citra pada lintasan kerja traktor Pengambilan nilai RGB citra rintangan: (a) batang pohon, (b dan c) kulit manusia, (d) kertas merah, (e) kertas putih, dan (f) kertas hijau Citra lintasan tanpa rintangan dengan objek: (a) tanah merah, (b) tanah hitam, (c) rumput hijau muda, dan (d) rumput hijau tua Citra dengan rintangan batang pohon pada jarak pengambilan: (a) 2 m, (b) 3 m, (c) 4 m, (d) 5 m, (e) 6 m, dan (f) 7 m Uji fungsional sistem deteksi rintangan pada validasi jarak rintangan Tampilan visual program pengolahan citra untuk validasi pada jarak pengambilan 2 m Citra biner hasil uji konsistensi laser pada jarak pengambilan: (a) 2 m, (b) 3 m, (c) 4 m, (d) 5 m, (e) 6 m, dan (f) 7 m Citra asli dan citra biner deteksi rintangan dengan lintasan tanpa rintangan Ilustrasi pemberian koordinat tujuan pada lintasan bebas rintangan dengan resolusi citra 640 x 480 piksel Citra asli dan citra biner deteksi rintangan dengan rintangan batang pohon pada laser 1 dan 6 pada jarak pengambilan 2 m Citra asli dan citra biner deteksi rintangan dengan rintangan batang pohon pada laser 2 dan 5 dengan jarak pengambilan 3 m Citra asli dan citra biner deteksi rintangan dengan rintangan batang pohon pada laser 3 dan 4 dengan jarak pengambilan 4 m Citra asli dan citra biner deteksi rintangan dengan rintangan manusia pada laser 3 dan 4 dengan jarak pengambilan 5 m Citra asli dan citra biner dengan rintangan jerigen pada laser 4 dengan jarak pengambilan 6 m Citra asli dan citra biner yang disertai noise dengan objek rintangan batang pohon pada laser 1 dan 6 dengan jarak pengambilan 4 m Citra asli dan citra biner yang disertai noise dengan objek rintangan jerigen pada laser 5 dengan jarak pengambilan 6 m 57

21 63 Citra asli dan citra biner rintangan manusia pada laser 1 dan 6 dengan jarak pengambilan 3 m Citra asli dan citra biner beberapa rintangan pada laser 4, 5, dan 6 dengan jarak pengambilan 4.5 m Kemampuan masing-masing laser dalam mendeteksi rintangan pada berbagai jarak rintangan Citra (a) awal dan (b) citra biner yang mendeteksi rintangan (kotak kuning) dan terdapat noise (kotak merah) dan (b) citra biner yang mendeteksi rintangan tanpa noise Citra hasil pengolahan sistem deteksi rintangan pada masing-masing jarak pengambilan Akurasi pendugaan jarak rintangan pada pengambilan citra statis Citra asli dan citra biner rintangan pada uji real-time dengan rintangan batang pohon pada laser 2 dan Citra asli dan citra biner rintangan pada uji real-time dengan rintangan batang pohon dan jerigen Citra asli dan citra biner rintangan pada uji real-time dengan rintangan batang pohon Citra asli dan citra biner rintangan batang pohon pada uji real-time yang mengandung noise Ilustrasi keberadaan titik lain (noise) pada citra di luar barisan laser Uji kinerja sistem deteksi rintangan real-time pada traktor tanpa awak Hasil pengujian deteksi rintangan secara real-time 67 DAFTAR LAMPIRAN 1 Rancangan penempatan sistem deteksi rintangan pada traktor 75 2 Rancangan penempatan kamera beserta komponen-komponennya 76 3 Ditail gambar rangka, dudukan kamera, dan laser (box pelindung 77 4 Ditail dimensi Box pelindung 78 5 Rancangann kesatuan sistem deteksi rintangan 79 6 Dimensi rancangan kesatuan sistem deteksi rintangan 80 7 Nilai normalisasi citra sinar merah laser dengan rintangan papan (triplek) pada jarak 2 m 81 8 Koordinat piksel setiap nomor laser pada jarak pengambilan citra 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 m 93 9 Nilai RGB dan normalisasi berbagai warna latar belakang (rintangan) Nilai RGB sinar laser merah pada setiap jarak pengambilan dengan rintangan pohon Nilai normalisasi (rgb) sinar laser merah pada setiap jarak pengambilan dengan rintangan batang pohon Kemampuan masing-masing pointer laser dalam mendeteksi rintangan Akurasi pendugaan jarak rintangan oleh sistem deteksi rintangan 104

22

23 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Operasi dalam bidang pertanian membutuhkan tingkat akurasi dan produktivitas yang tinggi. Peneliti dan pengusaha mengembangkan sistem kontrol mesin untuk mengurangi kebutuhan waktu operasi dan pekerjaan yang membosankan pada lahan pertanian (Ahamed 2006). Salah satu kontrol yang dikembangkan adalah mengenai navigasi otomatis. Penelitian mengenai aplikasi sistem navigasi otomatis pada traktor pertanian merupakan salah satu topik yang banyak diminati pada dua dekade terakhir, terutama di negara-negara maju dalam upaya menerapkan precision farming (PF). Meskipun traktor pertanian otomatis (autonomous farm tractor) bisa direalisasikan, namun masih ada beberapa hal mendasar yang perlu dilakukan. Dua hal mendasar yang penting adalah, bagaimana traktor mengenal lingkungannya dan bagaimana traktor beraksi terhadap lingkungannya (Gray 2000). Traktor tanpa awak (unmanned tractor) meskipun sudah menggunakan teknologi GPS (Global Positioning System) untuk mengenali lintasan kerjanya, namun masih memerlukan kemampuan untuk mengenali medan di depannya agar dapat menghindari rintangan yang mungkin ada dengan tingkat ketelitian yang lebih tinggi (Perez 2008). Easterly et al., (2010), memadukan penggunaan Global Navigation Satelitte System (GNSS) dan sensor penginderaan vision sensing system dengan tingkat ketelitian mencapai 2 in (51 mm) pada kecepatan maju traktor antara 2-5 m/s. Sensor deteksi rintangan (obstacle detection sensor) merupkan komponen yang vital dalam pengembangan traktor otomatis dalam rangka mengenal lingkungannya. Para peneliti telah menggunakan berbagai macam teknologi sensor untuk mendeteksi rintangan pada lintasan kerja traktor. Gray (2010) mengungkapkan hanya terdapat lima sampai enam perbedaan efektif jenis sensor deteksi rintangan. Sensor-sensor ini dapat diurutkan mulai dari harga yang murah sampai sangat mahal. Masing-masing sensor mempunyai keunggulan dan kelemahan untuk aplikasi yang berbeda-beda. Jika sensor yang digunakan efektif untuk menciptakan peta yang akurat untuk lingkungan kendaraan, maka hal ini memungkinkan untuk digunakan dalam mendeteksi rintangan dalam lingkungan pertanian. Kamera CCD (Charge-Coupled Device) merupakan salah satu sensor deteksi rintangan yang dianggap sebagai sensor pasif karena merupakan sensor yang memerlukan cahaya tambahan untuk menerangi bidang pandangnya (Gray 2010). Beberapa peneliti sebelumnya telah menggunakan kamera untuk mendeteksi rintangan, misalnya Apostolopoulos (1999) menggunakan camera vision (dua kamera) yang dilengkapi dengan laser detection untuk menemukan meteorit dibenua Antartika. Bischoff (1999) menggunakan beberapa kamera untuk robot indoor dalam melayani manusia. Sebagian besar peneliti menggunakan dua buah kamera untuk mengenal lingkungan kerja robot. Namun dalam penggunaan camera vision ini terdapat beberapa kendala, diantaranya adalah biaya yang mahal dan sulit untuk diterapkan dalam sistem real-time karena proses komputasinya yang sangat lambat (Langer 1999 dalam Gray 2010). Selain itu, masalah besar dalam pengembangan stereo vision adalah bagaimana membedakan warna background (latar belakang) gambar dan rintangan. Background gambar

24 2 seringkali mempunyai warna yang sama dengan warna tanaman sehingga menjadikan kamera tidak berfungsi (Harper 1999). Dengan adanya permasalahan di atas maka pada penelitian ini dikembangkan suatu sensor deteksi rintangan yang mampu bekerja secara cepat sehingga dapat digunakan dalam kondisi real-time, biaya operasional yang murah, dan dapat dengan mudah membedakan antara warna objek (rintangan) dengan warna background pada gambar. Kamera CCD dan sensor ultrasonik merupakan sensor yang sering digunakan dalam berbagai macam penelitian mengenai deteksi rintangan, terutama pada kendaraan pertanian. Namun sensor ultrasonik memiliki beberapa kekurangan, antara lain menurut Borenstein dan Koren (1998) dalam Gray (2010) menyatakan bahwa sensor ultrasonik akan bekerja secara efektiv apabila berada tegak lurus dengan target (objek) untuk memperoleh data jarak yang benar. Hal ini terjadi karena pantulan energi gelombang tidak akan dibelokkan ke depan sensor jika sensor dan target tidak tegak lurus. Berbeda dengan kamera CCD yang mampu melihat objek dalam berbagai kondisi penempatan objek, yang dalam Hal ini berupa rintangan. Oleh karena itu maka pada penelitian ini digunakan satu kamera CCD yang dilengkapi sensor laser detection (pointer laser) yang berupa visible light sensor untuk mendeteksi rintangan yang berada di lintasan kerja traktor. Namun demikian citra yang ditangkap oleh kamera perlu mengalami beberapa pengolahan untuk mendeteksi kemungkinan adanya rintangan di depan traktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan algoritma pengolahan citra real-time untuk mendeteksi kemungkinan adanya rintangan pada lintasan kerja traktor tanpa awak tersebut. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian program IMHERE B2c IPB tahun 2010 hingga 2012 yang bertemakan Smart Tractor. Keluaran dari penelitian ini merupakan input ke sistem kemudi otomatik yang telah dikembangkan pada penelitian Rancang Bangun Sistem Kemudi Otomatis Traktor Pertanian Berbasis Navigasi GPS (bagian lain dari penelitian IMHERE B2c IPB ). Penggabungan sistem ini nantinya diharapkan berguna ketika sistem GPS mengalami kesalahan dalam pembacaan ataupun adanya rintangan di wilayah kerja traktor sehingga traktor tetap mampu bernavigasi sesuai dengan jalur yang diharapkan. Perumusan Masalah Pendeteksian rintangan secara real-time merupakan suatu masalah dalam sistem kerja traktor tanpa awak (unmanned tractor). Rintangan yang akan menghambat kerja traktor dapat berupa pohon, batu, tiang, dan rintangan lainnya berupa benda-benda di depan traktor yang harus segera dihindari. Dalam pengembangan sistem visual pada deteksi rintangan menggunakan kamera, kecepatan proses pengolahan merupakan hal yang sangat signifikan yang mempengaruhi kinerja traktor dalam pengoperasiannya. Penggabungan sensor deteksi rintangan berupa kamera CCD dan laser detection diharapkan mampu mengenali rintangan pada lintasan traktor, membedakan antara objek rintangan dengan warna latar belakang citra dan mampu memberikan satu nilai jarak antara rintangan dengan traktor, sehingga traktor mampu mengambil keputusan. Keputusan dapat berupa perintah untuk traktor agar berbelok ke kiri lintasan, kanan, berhenti, atau terus berjalan pada lintasan yang sama apabila tidak terdapat

25 rintangan. Keputusan mengenai keberadaan dan jarak rintangan akan ditransfer pada traktor yang dikemudikan secara otomatis untuk melakukan navigasi otomatis pada lintasan kerja. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan program pengolahan citra real-time untuk mendeteksi kemungkinan adanya rintangan pada lintasan kerja traktor tanpa awak, dan mengarahkan traktor pada lintasan yang aman dengan cara memberikan koordinat baru lintasan tanpa rintangan. 3

26 4 2 TINJAUAN PUSTAKA Smart tractor Perkembangan pertanian membutuhkan cara baru untuk meningkatkan efisiensinya. Salah satu pendekatannya adalah dengan menggunakan teknologi informasi dalam bentuk mesin yang lebih cerdas (intelligent machines) untuk menurunkan energi input dengan cara yang lebih efektif dibandingkan dengan sebelumnya. Munculnya arsitektur sistem otonomi (autonomous system) memberikan kesempatan untuk mengembangkan peralatan pertanian baru yang lebih lengkap berdasarkan mesin cerdas dengan ukuran yang lebih kecil. Traktor cerdas (smart tractor) adalah suatu mesin yang ditambahkan kecerdasan ke dalam mesin tersebut sehingga mampu berperilaku seperti manusia, mampu bekerja dalam waktu yang lama, tanpa adanya pengawasan, dan melakukan kerja yang bermanfaat (Blackmore et. al 20004b). Ide mengenai robotic agriculture (pelayanan mesin cerdas pada lingkungan pertanian) bukanlah suatu hal yang baru lagi. Sebelumnya telah banyak dikembangkan penelitian dan kajian mengenai traktor tanpa awak namun hasil penelitian tersebut masih belum memuaskan, hal ini dikarenakan terbatasnya kemampuan untuk menjelaskan betapa kompleksnya dunia nyata (Blackmore et al 2004b). Yu (2009) mengembangkan teori chaotic bionics pada pengembangan navigasi otomatis untuk kendaraan tanpa awak (UAV). Multisensor yang terintegrasi digunakan untuk melakukan kontrol pada lingkungan real-time. Saat ini telah dikembangkan mesin cerdas yang kecerdasasannya cukup untuk bekerja pada lingkungan tetap atau semi alami. Mesin tersebut tidak harus bekerja secerdas manusia pada umumnya, namun harus mampu memerankan tingkah laku yang pantas dalam mengenali situasi dan kondisi sekitarnya. Salah satu cara untuk memahami kompleksitas adalah dengan mengenal apa yang dilakukan oleh manusia pada situasi tertentu dan menguraikan tindakan tersebut kedalam kontrol mesin. Metode ini disebut dengan tingkah laku robot dan konsep penerapan pada pertanian (Blackmore et al 2004b). Pertanian presisi adalah sebuah inovasi yang terintegrasi dan mempunyai tujuan standar secara internasional untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya dan mengurangi kebutuhan yang tidak pasti dengan tujuan akhir untuk mengontrol pertanian yang bervariasi (Schellberg et al 2008). Menurut Shibusawa (1996) dalam Blackmore et al (2005) menyatakan bahwa perlakukan pada tanaman dan tanah secara selektif menurut kebutuhannya oleh mesin otomatis yang berukuran kesil merupakan langkah selanjutnya dalam pengembangan pertanian presisi dalam rangka menurunkan skala lahan menjadi lebih kecil untuk per individu tanaman atau phytotechnology. Pengertian sederhana dari pertanian presisi lainnya adalah melakukan sesuatu pekerjaan secara tepat di tempat yang tepat dalam waktu yang tepat dengan jumlah yang tepat. Definisi ini tidak hanya dipakai untuk robot pertanian (robotic agriculture) dan phytotechnology tetapi juga digunakan pada tingkatan otomatisasi pada mesin pertanian. Penginderaan dan kontrol otomatis untuk masing-masing pekerjaan juga penting dan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem ini layak digunakan tetapi sangat lambat, oleh karena itu tidak

27 berjalan secara ekonomis jika dioperasikan pada traktor tanpa kemudi. (Blackmore et al 2004b). 5 Gambar 1 Traktor mini dengan: (a) Portal Crop Scouting Platform oleh Madsen dan Jakobsen (2001) dan (b) sub canopy robot ISAAC2 yang dikembangkan oleh tim mahasiswa Hohenheim University (Blackmore et al 2005). Menurut Rains dan Thomas (2009) ada lima komponen teknologi yang digunakan dalam pertanian presisi, yaitu Geographical Information System (GIS), Global Positioning System (GPS), sensors, variable rate technology, dan, yield monitoring. Sensor yang dipasang pada kendaraan aplikator dapat memberikan data yang dapat digunakan untuk menilai kondisi lapangan dan untuk menentukan (secara keseluruhan atau sebagian) tingkat aplikasi yang diinginkan. Beberapa contoh sensor yang umum digunakan adalah sensor Doppler seperti radar untuk menentukan kecepatan kendaraan aplikator (Sudduth 1999), kamera CCD untuk aplikasi deteksi rintangan (Ahmad 2006; Apostolopoulos et al 1999). Rintangan Menurut Robert dan Corke (1999) rintangan merupakan sesuatu yang menyebabkan bahaya dan tindakan yang tidak diinginkan jika terkena kendaraan (kendaraan yang dipasang sistem deteksi rintangan). Terdapat tiga kelas umum yang termasuk rintangan, yaitu manusia, kendaraan lain, rintangan lain yang terdapat pada lintasan. Menurut Ribeiro (2005), berdasarkan ilmu pengetahuan mengenai lingkungan dan posisi tujuan, navigasi robot otomatis mengacu kepada kemampuan robot untuk bergerak dengan aman menuju tujuan menggunakan pengetahuannya dan informasi yang diperoleh sensor dari lingkungan sekitarnya. Meskipun terdapat banyak perbedaan cara pendekatan mengenai navigasi, secara umum sebagian besar cara tersebut membaginya ke dalam hal perencanaan jalur (path planning) dan penghindaran rintangan. Pengetahuan mengenai rintangan merupakan suatu tindakan yang erat kaitannya dengan sistem pemanduan suatu kendaraan dalam melakukan navigasi. Wilson (2000) menerangkan upaya peneliti lebih dari 50 tahun dalam mengembangkan sistem pemandu untuk kendaraan pertanian. Berdasarkan kajian yang dilakukan, terdapat dua teknologi terbaru yang digunakan, yaitu: komputer vision dan GPS (Global Positioning System) yang mana teknologi tersebut mempunyai kemampuan dan karakteristik yang mendekati dalam meniru kemampuan operator manusia untuk pelaksanaan sistem pemanduan kendaraan.

28 6 Sensor Deteksi Rintangan Ide mengenai traktor otomatis bukanlah suatu hal yang baru lagi. Dengan menggunakan teknologi GPS dan sistem peralatan pertanian yang berbasis komputer menjadikan mimpi mengenai pertanian otomatis semakin dekat. Secara sederhana pekerjaan yang masih membosankan seperti pembajakan dan pemanenan pada lahan dapat digantikan oleh traktor otomatis yang tidak akan pernah lelah dalam bekerja dan akan melakukan pekerjaan yang diberikan. Kemampuan untuk mengenali lingkungan sekitar merupakan isu terpenting untuk kendaraan otomatis, khususnya traktor pertanian (Gray 2010). Traktor otomatis harus dilengkapi dengan sensor yang dapat mengumpulkan data lingkungan yang cukup yang akan digunakan untuk navigasi kendaraan otomatis dan mempunyai kecepatan kerja yang tinggi dan efektif. Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai kendaraan otomatis dan robot diperoleh bahwa terdapat lima sampai enam perbedaan tipe sensor deteksi rintangan yang efektif. Sensor-sensor ini dapat diklasifikasikan mulai dari harga murah sampai yang sangat mahal. Masing-masing sensor ini mempunyai manfaat tersendiri pada masing-masing aplikasinya. Sensor-sensor ini tidak dibatasi untuk pendeteksian rintangan, namun sebagian sensor digunakan untuk lokalisasi kendaraan. Sensor ini juga dapat digunakan untuk mengekstrak perbedaan fitur daun untuk pengenalan tumbuhan yang digunakan dalam proses pemberian pupuk yang tepat, dalam jumlah yang tepat terhadap tumbuhan yang berbeda (Harper 1999). Sensor juga digunakan untuk proses pemetaan dan lokalisasi sebuah robot. Misalnya Horn (1995) menggunakan 3D laser-range-data pada robot untuk melakukan sistem lokalisasi pada robot yang melakukan navigasi secara otomatis. Jika sensor-sensor yang ada dapat digunakan secara efektif untuk membuat peta dari lingkungan kendaraan maka kemungkinannya sensor-sensor ini mampu mendeteksi rintangan pada lingkungan pertanian (Gray 2000). Sensor ini antara lain CCD kamera, Sensor ultrasonik (sonar), Scanning laser, 3D Sccanning Laser, dan Milimeter Wave Radar. Namun pada bagian ini yang dibahas hanya CCD kamera, Scanning Laser, dan3d Scanning Laser. CCD Kamera Kamera merupakan sebuah sensor pasif karena sensor ini membutuhkan cahaya dari lingkungannya untuk menerangi bidang pandangnya. Kamera dapat dikatakan mirip dalam arti yang sempit dengan mata manusia (Gray 2010). Motta et al (2001) menggunakan kamera CCD tunggal pada robot dalam rangka melakukan kalibrasi menggunakan 3D vision. Ali (2006) menggunakan kamera CCD tunggal dalam mendeteksi keberadaan pohon untuk navigasi otomatis kendaraan di hutan. Selain itu Subramanian (2006) juga menggunakan kamera tunggal untuk mengambangkan sistem machine vision dalam memandu kendaraan otomatis pada navigasi di perkebunan jeruk. Dua kamera bisa juga digunakan bersama sebagai stereo vision yang memberikan jarak ke target objek. Banyak penelitian yang telah menggunakan konsep stereo vision dalam mendeteksi rintangan. Antara lain Bischof (1999) menggunakan dua kamera untuk navigasi robot indoor HERMES yang bertugas dalam melayani manusia. Apostolopoulos (1999) menggunakan dua kamera untuk membantu dalam navigasi dan

29 pendeteksian rintangan untuk robot pencari meteorit di benua Antartika. Tiga kamera CCD juga digunakan pada robot HERMES III digabungkan dengan penggunaan laser range finder dalam melakukan navigasi otomatis (Andersen et al 1992). Meskipun stereo vision menyerupai konsep mata manusia, akan tetapi sistem ini mempunyai beberapa kekurangan. Sistem stereo vision membutuhkan penerangan yang bagus, tanpa ini kamera tidak mampu menerangi bidang pandang sehingga menyebabkan rintangan tidak jelas dan bahkan tak terlihat. Selain itu biaya yang dikeluarkan pada sistem ini sangat mahal dan sangat lambat jika digunakan pada kondisi real-time, serta sulitnya membedakan antara latar belakang dan objek rintangan (Gray 2000). Warna latar belakang sering memiliki warna yang sama dengan warna tanaman sehingga kamera tidak berfungsi secara efektif (Harper 1999). 7 Gambar 2 Penggunaan kamera CCD sebagai sensor dalam navigasi dan deteksi rintangana pada: (a) robot indoor HERMES (Bischof 1999) dan (b) nomad robot (Subramanian 2006) Beberapa peneliti melakukan penggabungan kamera CCD dengan sensor deteksi rintangan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran informasi yang lebih jelas dalam melakukan navigasi otomatis. Wu et al (1996) melakukan penelitian mengenai deteksi rintangan dengan menggunakan kamera CCD dan laser range finder radar (LRFR) dalam rangka mendapatkan informasi mengenai lingkungan. Model 2D lingkungan dibangun dan rintangan pada lintasan dideteksi dengan menggunakan informasi gabungan baik mengenai jarak citra yang diperoleh dari LRFR dan kamera CCD. Scanning Laser Scanning laser adalah jenis ke tiga dari sensor setelah CCD kamera dan sensor ultrasonik. Scanning Laser menggunakan sinar pantulan laser yang melewati kaca yang berputar. Sinar pantulan akan melewati kaca dan menuju target kemudian berbalik menuju sensor untuk perhitungan jarak. Dua tipe utama scanning laser telah digunakan. Pertama beam laser yang memancarkan sinar secara kontinyu dan dari pantulan sinarnya data jarak dihitung. Jenis laser ini termasuk laser kelas 1 dan tidak direkomendasikan karena tidak aman untuk mata.

30 8 Jenis scanning laser kedua adalah pulse laser yang mengirim banyak pulsa-pulsa laser dan rata-rata dari data jarak pada masing-masing pulsa ini digunakan untuk menentukan jarak ke objek. Laser jenis ini merupakan laser kelas 3 dan aman untuk mata. Keuntungan yang lain dari pulse laser ini adalah error pengukuran dapat diminimalisir dibandingkan dengan beam laser. Bailey (1999) menggunakan laser scanner untuk menentukan posisi dari robot seperti terlihat pada Gambar 3. Gambar 3 Penggunaan laser scanner pada SydNav mobile robot (Bailey 1999) 3D Scanning Laser 3D scanning laser adalah jenis sensor deteksi yang keempat. Perbedaannya dengan 2D scanning laser adalah jauhnya perbedaan harga dan kerumitannya. Hasil scanning dari 3D scanning laser terlihat sangat menarik, tetapi untuk sistem real-time tidak memungkinkan. Untuk melakukan scan pada resolusi 8000 piksel membutuhkan waktu 80 detik. Kekurangan yang lain dari sensor ini adalah harganya per unit yang mahal. Beberapa 3D scanning laser dengan spesifikasi yang sama harganya bisa mencapai $150, Harga yang sangat mahal jika digunakan pada kendaraan pertanian meskipun kecepatan scanning nya real-time. Gambar 4 memperlihatkan 3D laser finder pada robot otomatis yang melakukan scanning pada rintangan berupa manusia pada lintasan kerjanya. Gambar 4 Gambaran visual dari: (a) 3D Scanning laser, (b) objek sebagai rintangan, dan (c) hasil pembacaan scanning (Surmann 2001)

31 9 Tabel 1 Perbedaan lima sensor yang digunakan untuk mendeteksi rintangan (Gray 2010) Operasi dalam berbagai cuaca Operasi dalam berbagai pencahayaan Minimal jarak deteksi 15 m Kecepatan waktu respon Harga relatif murah CCD Camera Ultrasonik Scanning laser 3D Scanning laser Milimeter Wave Radar Teknik Pengolahan Citra Digital Menurut Ahmad (2005) pengolahan citra (image processing) merupakan suatu sistem visual yang mengolah data citra dengan hasil pengolahan berbentuk citra lain yang mengandung atau memperkuat informasi khusus pada citra hasil pengolahan sesuai dengan tujuan pengolahannya. Pengertian pengolahan citra (image processing) sedikit berbeda dengan pengertian mesin visual (machine vision), meskipun keduanya seolah-olah dapat digunakan dengan maksud yang sama. Sedangkan terminologi mesin visual digunakan bila data hasil pengolahan citra langsung diterjemahkan dalam bentuk lain, misalnya grafik yang siap diinterpretasikan untuk tujuan tertentu, gerak peralatan atau bagian dari peralatan mekanis, atau aksi lainnya yang berarti bukan merupakan citra lain. Citra digital dapat diperoleh secara otomatis dari sistem penangkap citra digital (digital image acquisition system atau digitizen) yang melakukan penjelajahan citra dan membentuk suatu matriks dimana elemen-elemennya menyatakan nilai intensitas cahaya pada suatu himpunan diskrit dari titik-titik. Sistem tersebut merupakan bagian terdepan dari suatu sistem pengolah citra. Sistem penangkap citra digital sendiri terdiri dari tiga komponen dasar, yaitu: sensor citra yang bekerja sebagai pengukur intensitas cahaya, perangkat penjelajah yang bertugas merekam hasil pengukuran intensitas pada seluruh bagian citra, dan pengubah analog-ke-digital yang mengubah harga kontinu menjadi harga diskrit sehingga dapat diproses dengan komputer (Arymurti dan Setiawan 1992). Ada beberapa perangkat keras yang diperlukan terutama untuk melakukan proses digitasi yaitu sensor citra (image sensor), yang digunakan untuk menangkap pantulan cahaya dari objek yang kemudian akan disimpan dalam bentuk nilai intensitas di dalam memori komputer. Salah satu sensor citra yang paling banyak digunakan saat ini adalah solid-state image sensor karena mempunyai banyak kelebihan seperti konsumsi daya listrik yang kecil, ukurannya kecil dan kompak, dan tahan guncangan. Sensor jenis ini sangat diperlukan bila untuk diintegrasikan ke dalam suatu mesin atau sistem robotik agar bentuknya kompak dan padat (Ahmad 2005).

32 10 Solid-state image sensor mempunyai sebuah larik elemen foto-elektrik yang dapat membangkitkan tegangan listrik dari photon ketika menerima sejumlah energi cahaya. Sensor jenis ini dapat diklasifikasikan berdasarkan caranya melakukan scanning, yang umumnya dibedakan menjadi dua yaitu jenis chargecouple device (CCD) dan complementary metal-oxide semi conductor (CMOS). Jenis CCD mempunyai kelebihan pada resolusi yang tinggi dan kompensasi dari ketersediaan cahaya yang lemah, sedangkan jenis CMOS mempunyai kelebihan pada bentuk yang kecil dan ringan dengan tetap memberikan hasil citra yang tajam. Sebuah kamera TV umumnya terdiri dari satu atau lebih sensor citra. Sebuah lensa, dan rangkaian komponen lain seperti pembangkit scanning, penguat (amplifier) dan rangkaian pemroses sinyal. Sebuah kamera warna mungkin mempunyai tiga sensor citra, masing-masing untuk warna merah (red), hijau (green), dan biru (blue), atau mempunyai satu sensor yang dilengkapi dengan filter warna RGB. Untuk pengoperasian di luar ruangan dimana tingkat iluminasi sangat bervariasi dan tergantung pada keadaan lingkungan, sebuah kontrol otomatik untuk diafragma pembukaan lensa mungkin menjadi suatu kelengkapan yang diperlukan, agar citra yang dihasilkan tidak terlalu tinggi variasinya bila terjadi perubahan tingkat iluminasi (Ahmad 2005). Gambar 7 menunjukkan skema perangkat keras pengolahan citra beserta alirannya. Gambar 5 Perangkat keras untuk pengolahan citra beserta aliran datanya (Ahmad 2005) Sinyal yang dihasilkan oleh kamera TV adalah sebuah sinyal citra yang dapat digambarkan sebagai sinyal analog dari bentuk gelombang listrik yang tidak dapat langsung dipetakan ke dalam memori komputer untuk membentuk suatu citra. Sinyal analog ini kemudian dikonversi menjadi sinyal digital oleh sebuah analog-digital (A/D) converter. Karena konversi ini, bentuk sinyal analog yang kontinyu berubah menjadi sinyal digital yang diskrit atau putus-putus. Selanjutnya sinyal digital keluaran A/D converter ditransmisikan kepada memori komputer untuk membentuk citra digital. Rangkaian perangkat keras yang dilengkapi dengan A/D converter dan memori citra ini disebut penangkap bingkai citra (image frame grabber). Format sinyal digital hasil konversi A/D converter sama dengan format video dan citra yang dipancarkan stasiun-stasiun TV. Phase Alternating Lines (PAL) merupakan format umum yang digunakan untuk Eropa Barat termasuk Jerman dan Inggris, Asia dan Afrika. Perangkat peralatan ini secara umum disebut alat digitasi citra (image digitizer) dan prosesnya disebut digitasi citra (image digitizing) (Ahmad, 2005).

33 Perangkat lainnya yang diperlukan adalah unit display untuk monitor citra yang ditangkap oleh kamera, menampilkan citra yang sudah diproses, baik hasil antara maupun hasil akhir. Tanpa kehadiran monitor, pengolahan citra dapat tetap berlangsung karena data citra disimpan dan diproses dalam memori komputer, namun kita tidak dapat menyaksikan proses yang berlangsung untuk melakukan pemeriksaan terhadap proses yang sedang berlangsung (Ahmad 2005). Perangkat lunak (software) yang digunakan dalam pengolahan citra sangat bergantung pada jenis penangkap bingkai citra yang digunakan. Secara umum, pemrograman pengolahan citra dapat dibedakan menjadi dua, yaitu program tunda, di mana program yang dibuat melakukan manipulasi dan analisis citra yang sudah direkam atau disimpan dalam bentuk file sebelumnya, bukan yang langsung ditangkap oleh kamera. Program jenis ini memanggil file citra yang sudah disimpan berupa bingkai citra ke dalam memori komputer, melakukan manipulasi atau perhitungan terhadap data dalam memori, menyimpan kembali data hasil hasil manipulasi dalam file citra yang baru, atau menampilkan (atau menyimpan) data hasil ekstraksi citra (Ahmad 2005). Jenis pemograman citra yang ke dua adalah program live atau lebih dikenal dengan sebutan real-time program, yaitu program yang menangkap citra, memindahkan bingkai ke dalam memori komputer, melakukan analisis dan perhitungan, dan menghasilkan citra lain atau lebih sering lagi suatu keputusan, tergantung kepada tujuannya. Keputusan ini biasanya digunakan untuk melakukan aksi, misalnya memberi predikat pada objek yang diambil citranya seperti pada sistem sortasi, atau menggerakkan manipulator untuk memetik buah pada robot pemanen buah, dan sebagainya. Sistem ini disebut dengan mesin visual, karena menghasilkan aksi yang berbeda, bukan lagi citra yang baru. Dengan demikian jelas terlihat bahwa program pengolah citra jenis ini lebih kompleks dibandingkan dengan program yang bersifat tunda, karena selain mempunyai modul-modul pengolah citra, ia juga dilengkapi dengan modul-modul interfacing yang berhubungan dengan bagian atau peralatan lain dari sistem yang diperlukan untuk melakukan aksi yang diinginkan (Ahmad 2005). Menurut Sommerville (2004) sistem real-time terdiri dari sistem yang memonitor dan mengontrol lingkungan, sistem yang tidak bisa dipisahkan dari komponen hardware berupa sensor dan aktuator, dan waktu yang merupakan faktor kritis. Dalam hal ini sistem real-time didefinisikan sebagai suatu sistem software dimana sistem dapat berfungsi dengan benar bergantung pada hasil yang diproduksi oleh sistem dan waktu pada hasil tersebut diproduksi. Terlihat bahwa sistem real-time sangat berhubungan dengan respon waktu. Menurut Gray (2010) berdasarkan penelitian yang menggunakan sensor dalam mendeteksi rintangan terlihat bahwa waktu merupakan factor kritis dalam respon traktor. Respon waktu pada penggunaan CCD kamera bergantung pada kecepatan dan kemampuan image processing (pengolahan citra). Komputer yang yang memiliki kemampuan pengolahan yang cepat hal ini tidak menjadi masalah dan respon waktu kamera cukup cepat untuk mendeteksi rintangan pada jarak yang aman. Thresholding Operasi thresholding (binerisasi) merupakan operasi pengolahan citra yang mengubah piksel-piksel objek pada citra warna menjadi piksel-piksel dengan 11

34 12 intensitas maksimum (255) pada citra biner dan mengubah piksel-piksel latar belakang pada citra warna menjadi piksel-piksel dengan intensitas minimum (0) pada citra biner, atau sebaliknya (objek dengan intensitas 0 dan latar belakang dengan nilai intensitas 255 pada citra biner yang dihasilkan). Operasi thresholding dapat dilakukan dengan hanya melihat nilai-nilai intensitas sinyal merah, sinyal hijau, atau sinyal biru. Operasi dapat juga dilakukan dengan melihat nilai intensitas rata-rata sinyal merah, sinyal hijau, dan sinyal biru. Thresholding dengan cara yang terakhir ini sama saja dengan melakukan thresholding terhadap citra grayscale, karena citra grayscale dihasilkan dengan merata-ratakan nilai intensitas ketiga sinyal merah, hijau, dan biru (Ahmad 2009). Pengukuran jarak dua piksel atau dua komponen dari citra diperlukan dalam banyak aplikasi, baik untuk tujuan terakhir maupun untuk tujuan antara. Ada tiga cara yang umum digunakan untuk mengukur jarak dua buah titik pada citra yaitu metode euclidean, city-block, dan chess board seperti yang terlihat pada Gambar 6. Gambar 6 Contoh dari pengukuran jarak (atas) dan bentuk transformasi citra biner ke jarak (bawah); (a) euclidean, (b) city-block dan (c) chess board (Ahmad 2005) Ketiga cara perhitungan jarak diatas memberikan hasil trasnformasi yang berbeda terhadap objek berbentuk persegi dengan ukuran 8x8 piksel. Terlihat pada Gambar 6 bahwa pengukuran jarak dengan menggunakan metode euclidean memberikan hasil yang lebih akurat dan mempunyai variasi yang lebih banyak pada hasil pengukurannya. Pengukuran jarak cara euclidean lebih banyak digunakan dari pada dua cara yang lainnya bila yang dibutuhkan adalah informasi jarak dua buah piksel dalam citra. Metode Triangulasi Trigonometri merupakan suatu metode dalam perhitungan untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan perbandingan-perbandingan pada bangun geometri, khususnya dalam bangun yang berbentuk segitiga. Trigonometri berasal dari bahasa Yunani trigono yang berarti segitiga dan metro berarti mengukur. Trigonometri adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan antara sisi dan sudut suatu segitiga (Corral 2009). Dalam trigonometri dan geometri dasar, triangulasi adalah proses mencari koordinat dan jarak sebuah titik dengan mengukur sudut antara titik tersebut dan dua titik referensi lainnya yang sudah diketahui posisi dan jarak antara keduanya. Gambar 7 menunjukkan hubungan fungsi dasar trigonometri.

35 13 Gambar 7 Hubungan fungsi trigonometri Untuk menentukan jarak suatu titik dari dua posisi jarak yang telah diketahui keberadaannya maka digunakan prinsip triangulasi. Sebagai contoh berikut ilustrasi perhitungan jarak menggunakan prinsip triangulasi. Gambar 8 Ilustrasi perhitungan jarak kamera dan citra dengan menggunakan prinsip triangulasi Gambar 8a dan 8c merupakan penembakan sinar laser merah pada jarak pengambilan yang berbeda (x yang berbeda). Penembakan pada jarak yang berbeda menyebabkan perubahan jarak antara sinar merah pointer laser terhadap koordinat pusat citra (y yang berbeda) namun membentuk sudut α yang cendrung tetap. Dengan memanfaatkan perbandingan trigonometri menggunakan aturan tangensial maka diperoleh nilai perbandingan y dan x. Nilai ini merupakan nilai kalibrasi optis kamera untuk memprediksi jarak sebenanya (x) pada kondisi real-time.

36 14 Aplikasi Sensor Deteksi dan Pengolahan Citra Real-Time pada Traktor Pertanian Beberapa penelitian telah melakukan pengembangkan mesin otomatis. Alegri et al. (2011) mengembangkan suatu navigasi traktor pada kondisi outdoor berdasarkan tampilan visual citra secara real-time dan data citra laser. Kendaraan yang digunakan dalam penelitian ini adalah traktor komersial hidraulik (AGRIA S.A). Sensor untuk keamanan, pengenalan lokasi dan lingkungan sekitar diinstal pada traktor dan adaptasi mekanik telah dilakukan untuk memperoleh kopling, rem, dan strir otomatik. 2D laser range finder dan kamera visual diinstall di bagian depan traktor untuk memudahkan melakukan deteksi dan pengenalan objek yang berjarak dekat. Kamera digital ditempatkan dibagian depan yang dilengkapi dengan pelindung yang tembus cahaya untuk melindungi kamera dari debu, kelembaban, dan getaran. Resolusi citra yang digunakan adalah 640 x 480 piksel. Laser yang digunakan merupakan sinar infrared dengan panjang gelombang 905 nm yang menerima pantulan sinar secara langsung dari objek pada koordinar polar. Seperti pada Gambar 9. Gambar 9 Tampilan (a) Traktor-robot DEDALO (b) gambar detail 2D laser range finder dan visual kamera (Alegri 2011) Cara operasi laser pada kasus ini berdasarkan prinsip pengukuran time-of light (TOF), single laser pulse dikirim dan dipantulan oleh permukaan objek. Waktu yang dibutuhkan antara pengeluaran dan penerimaan digunakan sebagai perhitungan jarak antara laser dan objek. Laser range finder ditempatkan pada ketinggian 0.67 m diatas permukaan tanah yang diset pada jarak maksimum 8 m dengan resolusi angular 1. Gambar 10 Tampilan citra (a) visual pemandangan outdoor, (b) representasi sudut-jarak laser, dan (c) tampilan visual dari dua benda yang terdeteksi oleh laser pada kisaran jarak 1-8 m dan dipetakan pada frame visual putih (Alegri 2011)

37 Contoh hasil metoda penggabungan sensor dapat dilihat pada Gambar 10 di atas. Dua garis hitam pada Gambar 12c menunjukkan objek yang terdeteksi oleh laser pada jarak 3 dan 7 m (Gambar 12b). Dimana laser yang digunakan mempunyai kisaran sudut pada penempatan -37 sampai +37 (74 ) sudut pandang kamera. Pada tahap selanjutnya dilakukan penentuan citra visual yang berkenaan dengan dua garis hitam pada Gambar 12c melalui segmentasi dan klasifikasi citra. Warna buatan pada Gambar 13b menunjukkan objek pada pemandangan outdoor yang diperoleh melalui pengembangan region growing algorithm. 15 Gambar 11 (a) citra visual dari penggabungan kamera-laser, (b) segmentasi visual citra oleh region growing algorithm (jarak objek diwakili oleh warna buatan) Sebuah sistem kendaraan pertanian otomatis telah dikembangkan oleh Torri (2000) di Jepang dengan mengaplikasikan pengolahan citra dan sensor citra. Algoritma pengolahan citra untuk tanaman telah dikembangkan di Tokyo University. Algoritma ini telah dikembangkan untuk pemandu navigasi traktor untuk digunakan pada baris tanaman pertanian, termasuk penyiangan mekanik dan aplikasi pemupukan yang tepat. Untuk pedoman pemandangan yang akurat, analisis citra dari barisan tanaman pada lahan merupakan hal yang sangat diperlukan. Oleh karena itu perbedaan antara tanaman dari tanah atau latar belakang dengan akurasi yang tinggi, deteksi batas baris antara tanaman dengan areal tanah dan identifikasi posisi menggunakan pemandangan tiga dimensi sangat dibutuhkan. Untuk membedakan antara tanaman tersebut, maka digunakan transformasi warna HSI (hue, saturation, and intensity). Gambar 12 berikut memperlihatkan hasil deteksi lahan pertanian dalam navigasi otomatis kendaraan yang berbasis pengolahan citra dan sensor citra. Gambar 12 Citra hasil transformasi HIS (hue, saturation, and intensity) (Torri 2000)

38 16 Subramanian (2006) mengembangkan machine vision dan sensor laser untuk melakukan navigasi otomatis traktor yang bekerja pada tanaman jeruk. Gambar 13 memperlihatkan kendaraan yang dilengkapi dengan sensor kamera CCD dan sensor laser. Citra hasil olahannya dapat dilihat pada Gambar 14. Dari hasil ini diperoleh error rata-rata 2.8 cm jika menggunakan machine vision dan sebesar 2.5 cm jika menggunakan sensor laser (ladar). Gambar 13 Kamera CCD dan laser sensor diatas cabin traktor untuk memandu navigasi kendaraan otomatis (Subramanian 2006) Gambar 14 Hasil Machine vision pada barisan tanaman jeruk: (a) gambar asli, (b) segmentasi kanopi, dan (c) batas jalur (Subramanian 2006) Chen dan Tsai (1999) mengembangkan suatu sistem deteksi dan penghindaran rintangan untuk navigasi autonomous land vehicle (ALV) pada kondisi outdoor dengan menggunakan komputer vision dan teknik pengolahan citra. Untuk memutuskan apakah objek yang terdapat pada citra merupakan sebuah rintangan, maka urutan proses yang dilakukan sebagai berikut: pertama penentuan batas bentuk objek dari citra yang diperoleh, kedua penentuan posisi objek dengan menggunakan teknik transformasi koordinat berdasarkan asumsi tinggi objek 0, dan terakhir titik navigasi yang aman ditentukan dan sudut belok dihitung untuk memandu kendaraan kearah titik navigasi untuk penghindaran rintangan. Gambar 15 menunjukkan hasil ekstraksi citra pada sistem penghindaran rintangan oleh ALV.

39 17 Gambar 15 Tampilan citra (a) kondisi jalan sebenarnya dan (b) ekstraksi dan prediksi batas titik objek (Chen dan Tsai 1999) Penelitian mengenai smart traktor telah dilakukan dibeberapa negara. Rahman (2013) mengembangkan traktor pintar yang dapat bekerja secara otomatis dalam mendukung kegiatan budidaya pertanian presisi yang meliputi pengembangan sistem mekatronika strir, kopling, akselerator, rem dan implemen serta pengaplikasian perangkat RTK-DGPS pada sistem navigasi traktor. Set-up pengujian dapat dilihat pada Gambar 16. Antena radio rover - baseline Antena GPS Lahan pengujian Baseline GPS Traktor yang dikendalikan Gambar 16 Set-up pengujian lahan (Rahman 2013) Pengujian dilakukan pada 3 jenis lintasan, yaitu: lintasan garis lurus, lintasan kotak serta pengolahan tanah menggunakan rotary harrower. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sistem kemudi otomatis yang telah dibangun mampu mengarahkan traktor mengikuti lintasan yang diinginkan dengan error rata-rata pada lintasan lurus sebesar 12 cm, pada lintasan kotak sebesar 11.6 cm dan pada pengolahan tanah sebesar 17.9 cm. Bentuk hasil pengujian dengan lintasan lurus, kotak, dan pengolahan tanah pada pengulangan 3 dapat dilihat pada Gambar 17.

40 18 Gambar 17 Pegujian sistem navigasi: (a) lintasan lurus tanpa simpangan, (b)lintasan lurus dengan penggunaan simpangan awal, (c) lintasan persegi panjang, (d) pengolahan tanah menggunakan rotary harrower (Rahman 2013) 3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2012 sampai Maret 2013 pada dua tempat yang berbeda. Untuk disain, perakitan, dan pembuatan dilakukan di Laboratorium Mekatronika dan Robotika dari bagian Teknik Mesin Otomasi sedangkan pengujian lapangan dilakukan di Laboratorium Lapang Siswadi Supardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi: Perangkat keras Perangkat keras (hardware) yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Perangkat lunak Perangkat lunak (software) yang digunakan dalam penelitian ini adalah Visual C#, SharpDevelop versi 3.2, dan Paint Shop Pro versi 6.

41 Tabel 2 Perangkat keras yang digunakan Spesifikasi Fungsi Spesifikasi Fungsi Proses pembuatan Sensor program dan penangkap citra pengujian visual lintasan 19 Laptop Acer Aspire 2930 dengan slot ExpressCard/54 ExxpressCard/34 to Firewire IEEE 1394A Adapter Kabel Firewire, panjang 3 meter Papan triplek, derijen, batang pohon Luxmeter Krisbow kwcs- 200 Interface firewire antara kamera dan komputer pengendali untuk menampilkan citra lintasan pada layar monitor Mentransfer data citra dari kamera CCD ke expresscard Sampel rintangan Mengukur intensitas cahaya Meredam getaran pada sistem deteksi rintangan Body kamera CCD color 640 x 480 piksel Cctv lens, Focal Length 0 60 mm Pointer laser merah, Daya < 5mW LM 7805,Resistor 82ohm,kapasitor100 µf Traktor Yanmar EF 453T Memperjelas tampilan visual citra lintasan Sensor penghasil sinar merah untuk deteksi rintangan Komponen penurun tegangan Kendaraan untuk melakukan uji deteksi rintangan Dudukan penjepit pointer laser Karet peredam Akrilik Tahapan Penelitian Secara umum, tahapan penelitian terdiri atas tiga tahap, pertama penelitian pendahuluan, kedua perancangan dan pembuatan sistem deteksi rintangan realtime, dan ketiga berupa uji kinerja. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 18.

42 20 Gambar 18 Bagan alir proses penelitian Penelitian Pendahuluan Tahapan ini bertujuan untuk menentukan komponen-komponen sensor sistem deteksi rintangan yang tepat yang bisa diaplikasikan pada lingkungan outdoor dalam mendeteksi rintangan real-time. Sensor disini meliputi jenis pointer laser dan kamera perekam yang tepat. Untuk pemilihan pointer laser digunakan parameter daya dan warna sinar laser sedangkan untuk jenis kamera perekam, parameter yang digunakan berupa besar focal length.

43 Perancangan Sistem Deteksi Rintangan Kamera dan pointer laser digabungkan pada satu dudukan. Posisi laser yang stabil pada dudukan sangat mempengaruhi arah pancaran sinar pointer laser. Gambar 19 menunjukkan ilustrasi rangkaian posisi kamera perekam dan pointer laser pada dudukan. 21 Gambar 19 Dudukan kamera perekam dan pointer laser beserta bagianbagiannya Pengaturan sudut dan posisi pointer laser pada dudukan dilakukan dengan metode trial and error untuk mendapatkan pancaran sinar laser merah yang sejajar yang mampu mewakili pemandangan di depannya. Gambar 20 menunjukkan beberapa komponen pengaturan yang dilakukan pada dudukan. Gambar 20 Pengaturan penempatan pointer laser pada dudukan: (a) tampak samping dan (b) dan tampak atas Pembuatan Sistem Deteksi Rintangan Tahap ini meliputi pembuatan sistem mekanik deteksi rintangan, rangkaian elektronik penurun tegangan untuk sumber daya pointer laser, dan pembuatan program pengolahan citra untuk deteksi rintangan real-time. Pembuatan sistem mekanik meliputi pembuatan komponen-komponen sistem deteksi rintangan yang

44 22 telah dirancang pada tahap sebelumnya seperti dudukan pointer laser, dudukan kamera, dan rangka penopang sistem keseluruhan. Sumber daya untuk semua komponen berasal dari aki yang terdapat pada traktor dengan besar tegangan tegangan 12 volt. Sedangkan komponen-komponen lainnya pada sistem deteksi rintangan memiliki tegangan kecil dari 12 volt sehingga sumber tegangan yang ada perlu diturunkan dengan menggunakan rangkaian sederhana penurun tegangan. Pembuatan program pengolahan citra untuk deteksi rintangan real-time dilakukan dengan spesifikasi kemampuan program dalam mengenali objek, yang dalam hal ini berupa rintangan pada lintasan kerja traktor. Program pengolahan citra berupa binerisasi, operasi morfologi seperti erosi, dilasi dikembangkan pada program ini. Program diharapkan mampu mendeteksi kemungkinan adanya rintangan, membedakan objek rintangan dengan warna latar belakang citra dan mampu memberikan satu nilai jarak antara rintangan dengan traktor, sehingga traktor mampu mengambil keputusan. Keputusan dapat berupa perintah untuk belok kiri lintasan, kanan, berhenti, atau terus berjalan pada lintasan yang sama apabila tidak terdapat rintangan. Pengembangan program dilakukan dengan menggunakan SharpDevelop versi 3.2 dengan bahasa pemrograman C#. Pada tahapan ini program akan bisa digunakan untuk mendeteksi rintangan setelah beberapa coding perintah telah ditambahkan pada proses pengambilan citra rintangan papan (triplek). Algoritma program pengolahan citra rintangan real-time ditunjukkan pada Gambar 21. Pengambilan Citra dan Kalibrasi Optis Kamera Pengambilan citra pada tahap ini bertujuan untuk mendapatkan nilai RGB sinar laser, koordinat laser, dan jarak piksel pusat laser terhadap koordinat pusat citra rintangan papan (triplek) serta mendapatkan nilai RGB citra rintangan batang pohon, dll. Nilai RGB selanjutnya dibinerisasi dengan menggunakan rumus berikut: (1) (2) Di mana: r, g, b = komponen warna merah, hijau, dan biru setelah dinormalisasi R, G, B = komponen warna dasar merah, hijau, dan biru Nilai binerisasi (rgb) akan dicantumkan pada program pengolahan citra deteksi rintangan sebagai coding untuk membedakan antara objek dan latar belakang citra. Koordinat laser pada citra digunakan untuk mendapatkan persamaan dalam membuat batasan daerah binerisasi pada citra. Sedangkan jarak piksel pusat laser terhadap koordinat pusat citra diperoleh dengan menggunakan rumus Euclidean pada persamaan berikut. (3) (4)

45 23 Dimana: i = koordinat sumbu x piksel citra j = koordinat sumbu y piksel citra 1 = titik piksel 1 2 = titik piksel 2 Nilai binerisasi citra rintangan batang pohon, dll digunakan sebagai coding program pengolahan citra untuk binerisasi rintangan pada uji kinerja statis dan real-time. Bagan alir tahapan pengambilan citra ditunjukkan pada Gambar 22 dan 23. Gambar 21 Bagan alir algoritma pengolahan citra pada sistem real-time

46 24 Gambar 22 Bagan alir tahapan pengambilan citra rintangan

47 25 Gambar 23 Bagan alir tahapan pengambilan citra rintangan batang pohon, manusia, dan derijen Pada tahap ini sistem deteksi rintangan telah dipasang pada traktor tepatnya di bagian depan traktor. Rancangan penempatan sistem deteksi rintangan pada traktor dapat dilihat pada Lampiran 1. Untuk pengambilan citra rintangan papan (triplek) sinar laser merah ditembakkan dan kemudian citra direkam pada jarak pengambilan 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 m. Citra direkam pada dua kondisi pencahayaan. Pertama pada intensitas matahari rendah (pukul WIB) dan kedua pada intensitas matahari tinggi (pukul WIB) dimana besarnya intensitas diukur dengan menggunakan luxmeter. Citra yang direkam pada intensitas rendah digunakan sebagai citra kalibrasi dan citra yang direkam pada intensitas tinggi digunakan untuk mendapatkan nilai RGB sinar laser merah papan (triplek). Citracitra yang telah direkam selanjutnya diolah menggunakan software PaintShopPro

48 26 6. Gambar 24 dan Gambar 25 memperlihatkan ilustrasi pengambilan citra rintangan pada lintasan dan tampilan visual software Paint ShopPro 6. (a) (b) Gambar 24 Ilustrasi pengambilan citra rintangan pada lintasan: (a) tampak depan dan (b) tampak atas Gambar 25 Tampilan visual software PaintShopPro 6

49 Uji Fungsional Uji fungsional meliputi uji validasi dan uji konsistensi sinar laser yang terdapat pada citra. Uji fungsional ini dilakukan untuk mengetahui fungsi setiap komponen dari sistem yang telah dikembangkan. Komponen yang memiliki fungsi yang kurang optimal selanjutnya diperbaiki sebelum dilakukan uji kinerja. Untuk proses validasi objek rintangan berupa batang pohon, manusia atau rintangan lainnya direkam pada jarak pengambilan tertentu. Program akan mengolah citra rintangan tersebut dan memberikan hasil pendugaan jarak. Error sistem merupakan selisih pendugaan jarak rintangan oleh program dengan jarak rintangan hasil pengukuran. Pengujian konsistensi dilakukan untuk mengetahui konsistensi sinar laser yang dihasilkan selama sistem bekerja. Pengujian ini dilakukan dengan menembakkan sinar laser merah pada latar belakang papan (triplek) dan citra direkam pada jarak pengambilan 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 m masing-masing dilakukan 10 kali. Uji Kinerja Uji kinerja ini meliputi uji kinerja statis dan uji kinerja real-time. Pada pengujian statis traktor berada dalam kondisi diam dan sampel rintangan yang digunakan berupa manusia, batang pohon, dan jerigen. Tahapan yang dilakukan pada proses uji kinerja statis dapat dilihat pada Gambar 26. Keluaran dari sistem deteksi rintangan pada uji kinerja real-time merupakan input ke sistem kontrol otomatik pada smart tractor yang telah dikembangkan (bagian lain dari penelitian IMHERE B2c IPB ). Smart tractor yang mempunyai sistem kemudi otomatis akan mendapat input keputusan (dalam format.txt) dari sistem deteksi rintangan yang mana keputusan ini berupa ada atau tidaknya rintangan pada lintasan kerja traktor. Sistem otomatik yang dikembangkan pada tahapan real-time ini hanya sebatas perintah untuk berhenti atau berjalan apabila pada lintasan terdapat atau tidaknya rintangan. 27

50 28 (a) (b) Gambar 26 Tahapan uji kinerja: (a) statis dan (b) real-time

51 29 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan beberapa percobaan yang terkait dengan sensor yang akan digunakan. Untuk pemilihan sensor sinar laser yang tepat, maka dilakukan percobaan pengambilan citra outdoor dengan menggunakan dua jenis pointer laser, yaitu: pointer laser dengan sinar warna merah dan hijau. Pointer laser ini merupakan jenis pointer laser yang mudah ditemukan di pasaran. Gambar 27 menunjukkan pointer laser merah dan hijau pada citra yang ditangkap kamera. Gambar 27 Pointer laser (a) sinar merah dan (b) hijau dalam citra yang ditangkap kamera Komponen warna RGB sinar laser merah, hijau, dan latar belakang pada Gambar 27 diperoleh dengan menggunakan PaintShop Pro versi 6. Komponen nilai RGB ini selanjutnya dinormalisasi dengan menggunakan rumus pada persamaan 1, 2, dan 3. Selang nilai hasil normalisasi RGB citra ditunjukkan pada Gambar 28. Pada Gambar 28 terlihat bahwa untuk sinar laser merah memiliki selang nilai normalisasi RGB yang berada diluar selang nilai RGB komponen-komponen lainnya seperti warna hijau daun dan warna putih background citra. Sedangkan sebaran nilai normalisasi RGB sinar laser hijau berada dalam selang nilai normalisasi daun. Hal ini menyatakan bahwa laser yang berwarna hijau tidak bisa digunakan untuk mendeteksi keberadaan suatu objek pada lingkungan outdoor yang didominasi dengan komponen berwarna hijau seperti daun. Berdasarkan perbedaan nilai normalisasi inilah maka digunakan sinar laser berwarna merah yang berupa visible light dengan panjang gelombang 650 nm dengan daya < 5mWatt.

52 30 (a) (b) (c) Gambar 28 Perbedaan nilai normalisasi komponen warna: (a) merah, (b) hijau, dan (c) biru pada beberapa komponen pengujian citra outdoor

53 Jenis kamera perekam yang digunakan sangat berpengaruh terhadap kualitas citra yang dihasilkan. Kamera yang digunakan merupakan kamera yang memungkinkan untuk digunakan di lahan terbuka (outdoor) yang sesuai dengan kondisi pencahayaan di lahan tesebut. Kamera yang dibutuhkan diharapkan mampu fokus dalam membaca sinar merah pointer laser di sepanjang lintasan kerja traktor. Focal length (FL) merupakan parameter pertama yang dilakukan pengujian untuk mendapatkan kamera dengan spesifikasi perekam yang tepat. Pengujian dengan FL yang berbeda memperlihatkan perbedaan lebar sudut pandang lintasan pada jarak pengambilan (pemotretan) yang sama. Kamera perekam yang dibutuhkan diharapkan mampu menangkap citra selebar lintasan kerja traktor pada jarak maksimal 7 m. Untuk melakukan pengujian nilai FL ini digunakan kamera canon 60t yang memiliki nilai FL mm. Parameter kedua yang diuji adalah kemampuan kamera untuk dapat digunakan di lahan terbuka (outdoor). Pada pengujian ini dilakukan pengambilan citra outdoor dengan beberapa jenis kamera perekam yang telah tersedia di laboratorium yang menangani penelitian ini. Berikut hasil pengujian dengan parameter FL dan kondisi pencahayaan kamera. 31 Gambar 29 Perbedaan lebar sudut pandang lintasan dengan focal length yang berbeda pada jarak pemotretan 7 meter Gambar 30 Perbedaan hasil pemotretan dengan jenis kamera yang berbeda pada kondisi outdoor Setelah dilakukan percobaan dengan dua jenis kamera diatas, maka dapat ditentukan spesifikasi kamera perekam yang digunakan untuk deteksi rintangan. Kamera perekam yang digunakan merupakan jenis kamera CCD color dengan resolusi 640 x 480 dan FL 60 mm.

54 32 Perancangan Sistem Deteksi Rintangan Traktor Tahapan ini bertujuan untuk merancang sistem deteksi rintangan real-time secara keseluruhan. Pada tahap ini dilakukan proses perhitungan teknik, rancangan struktural, dan fungsional sistem deteksi rintangan. Kamera CCD dan Lensa CCTV Kamera CCD color berfungsi sebagai mata untuk mengenali lingkungan sekitar secara visual untuk memastikan bahwa rute yang akan dilalui bebas dari rintangan yang dapat mengganggu kerja traktor. Kamera CCD ini mempunyai interfacing firewire yang dihubungkan dengan laptop pengendali melalui expresscard. Kamera ini mempunyai resolusi 640 x 480 piksel dengan dimensi kamera 5x5x5 cm. Kamera ini akan mengirimkan citra secara simultan dan mengirimkan ke sistem pengolahan citra untuk mengetahui kondisi lintasan citra. Kamera ini dilengkapi dengan sebuah lensa berupa cctv lens dengan dimensi panjang 6 cm dan memiliki spesifikasi FL 0 60 mm. Lensa ini memiliki pengaturan fokus, diafragma, dan FL secara menual. Secara keseluruhan lensa ini berfungsi untuk memperjelas tampilan visual citra lintasan. Pointer Laser Pointer laser merah berfungsi sebagai sensor deteksi rintangan. Pointer laser ini berbentuk silinder dengan dimensi panjang 7 cm dan diameter 1 cm. Pada sistem ini digunakan enam pointer laser dengan susunan tiga berada di atas kamera dan tiga lainnya berada di bagian bawah kamera. Susunan ini dibentuk berdasarkan cara pembacaan rintangan pada lintasan yang mewakili view lintasan kerja traktor. Masing-masing pointer laser memancarkan sinarnya secara terus menerus selama sistem dijalankan pada lintasan kerjanya. Akrilik Akrilik berfungsi sebagai penjepit dan tempat dudukan masing-masing pointer laser yang terbuat dari bahan akrilik dengan dimensi tebal 5 mm. Pada bagian ini terdapat penyangga pointer laser yang berada pada bagian atas dan bawah pointer laser. Masing-masing pointer laser diharapkan selalu diam dan tidak bergeser sedikitpun kedudukannya meskipun ada getaran selama traktor dijalankan. Rancangan penempatan kamera, lensa, beserta rangkaian elektronik penurun tegangan dapat dilihat pada Lampiran 2. Kamera dan pointer laser pada sistem deteksi rintangan memiliki sifat yang sangat sensitif terhadap beberapa hal, antara lain cahaya (panas), hujan (air), dan benda keras yang lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu box dudukan yang berfungsi agar kamera dan pointer laser aman dari bahaya tersebut dan juga berfungsi sebagai tempat dudukan dari kamera dan pointer laser. Pelindung ini berbentuk kotak 3 tingkat yang terbuat dari bahan akrilik dengan tebal 5 mm. Kotak pertama terdapat dibagian atas tempat tiga pointer laser, kotak kedua berada dibagian tengah sebagai tempat kamera CCD, dan kotak dibagian bawah sebagai tempat tiga pointer laser. Rangkaian box pelindung ada pada Lampiran 3 dan 4.

55 Rangka dan Karet Peredam Rangka dudukan berfungsi sebagai penopang dan tempat dudukan sistem deteksi rintangan secara keseluruhan. Rangka ini mempunyai dimensi 34.5 x 26 x 25 cm yang terbuat dari besi siku dengan ketebalan 3 mm. Rangka ini dilindungi oleh lembaran karet peredam yang berada pada bagian atas dan bawah rangka. Karet ini berfungsi untuk meredam getaran yang diterima sistem deteksi rintangan yang bersumber dari mesin traktor selama traktor dijalankan. Apabila getaran ini dibiarkan, maka akan merusak komponen-komponen deteksi rintangan seperti pointer laser, kamera, dan lensa. Bentuk rancangan dudukan dan dimensi sistem deteksi rintangan beserta komponen-komponennya dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6. Pembuatan sistem deteksi rintangan traktor Tahapan ini bertujuan untuk membuat sistem deteksi rintangan berdasarkan rancangan yang telah dibuat. Pertama dilakukan pembuatan sistem mekanik deteksi rintangan. Pembuatan sistem mekanik deteksi rintangan dilakukan berdasarkan rancangan yang telah dibuat. Tampilan sistem deteksi rintangan beserta komponen penyusunnya ditunjukkan pada Gambar Gambar 31 Komponen penyusun sistem deteksi rintangan

56 34 Sistem deteksi rintangan ditempatkan dibagian depan smart tractor Yanmar EF 453T. Traktor ini merupakan traktor yang mempunyai kontrol kemudi otomatis yang telah dikembangkan. Pada traktor juga dibuat tempat dudukan untuk laptop pengendali dan kipas untuk pendingin. Penempatan sistem deteksi rintangan pada traktor ditunjukkan pada Gambar 32. Gambar 32 Penempatan sistem deteksi rintangan pada smart tractor Pengembangan program pengolahan citra real-time dilakukan dengan menggunakan SharpDevelop versi 3.2 dengan bahasa pemrograman C#. SharpDevelop merupakan sebuah compiler dan IDE (integrated development environment) open source, salah satunya untuk visual C#. Sedangkan bahasa C# merupakan bahasa pemrograman yang berorientasi objek yang dikembangkan oleh Microsoft. Tampilan visual pemrograman menggunakan SharpDevelop versi 3.2 ditunjukkan pada Gambar 33. Gambar 33 Pengembangan program pengolahan citra menggunakan SharpDevelop versi 3.2 menggunakan bahasa C# Algoritma pengolahan citra yang dikembangkan melibatkan operasi-operasi yang akan dikenakan terhadap citra. Operasi-operasi yang telah dikembangkan

57 dapat dilihat pada tombol-tombol perintah pada tampilan visual program pengolahan citra secara real-time pada Gambar Gambar 34 Tampilan visual pengembangan program pengolahan citra real-time untuk deteksi rintangan traktor Pada tampilan visual diatas dapat dilihat beberapa perintah yang dijalankan oleh program. Sebelum meng-klik tombol start, maka ditulis terlebih dahulu interval waktu (dalam satuan mili second) yang merupakan kecepatan proses pengolahan citra yang diinginkan. Kecepatan ini terhitung mulai dari proses inisialisasi kamera, capture citra, proses pengolahan citra, serta menampilkan hasil deteksi rintangan dan pendugaan jarak. Setelah melakukan start program, maka secara otomatis program melakukan capture citra sesuai dengan interval waktu yang diberikan. Selanjutnya program melakukan proses thresholding dan dilasi (proses pada pengolahan citra) terhadap citra yang di capture. Prosesproses pengolahan citra ini bertujuan untuk mendapatkan citra biner yang sempurna yang mampu memberikan informasi mengenai rintangan pada lintasan dengan tepat. Citra yang tidak mendeteksi adanya rintangan maka pada kolom perintah tertulis perintah agar traktor jalan terus. Namun apabila pada citra yang telah melewati proses binerisasi (thresholding) dideteksi adanya rintangan (berupa titiktitik laser), maka posisi titik-titik tersebut tertulis pada kolom koordinat piksel laser. Koordinat piksel setiap laser dihitung jaraknya terhadap piksel pusat citra dan ditampilkan pada kolom jarak laser dari piksel pusat. Nilai ini dibutuhkan untuk menghitung jarak antara traktor dengan rintangan yang ditampilkan pada kolom perkiraan jarak rintangan (m). Jarak rintangan terdekat akan ditampilkan pada kolom jarak rintangan terdekat sehingga terbaca pada kolom instruksi tindakan apa yang harus dilakukan oleh traktor sekaligus pemberian koordinat tujuan pada kolom koordinat tujuan.

58 36 Dengan menjalankan program pengolahan citra untuk deteksi rintangan ini, maka program diperintahkan untuk membaca citra berdasarkan rumus-rumus dan perintah yang dicantumkan sebagai coding program. Rumus-rumus dan coding perintah tersebut diperoleh pada tahap selanjutnya yaitu pengambilan citra dan kalibrasi optis kamera. Pengambilan Citra dan Kalibrasi Optis Kamera Pengambilan citra pada tahap ini bertujuan untuk mendapatkan nilai RGB, koordinat laser, dan jarak piksel pusat laser terhadap koordinat pusat citra rintangan papan (triplek) serta mendapatkan nilai RGB citra rintangan pohon, dll. Pengambilan citra dilakukan pada dua kondisi pencahayaan, pertama pada intensitas matahari rendah (pukul WIB) dengan selang intensitas lux dan kedua pada intensitas matahari tinggi (pukul WIB) dengan selang intensitas lux. Citra yang direkam dengan intensitas rendah digunakan untuk kalibrasi dan citra pada intensitas tinggi digunakan untuk mendapatkan nilai RGB sinar laser merah pada rintangan papan (triplek). Penempatan sistem deteksi rintangan pada smart tractor ditunjukkan pada Gambar 35. Gambar 35 Penempatan sistem deteksi rintangan pada smart tractor Pada pengambilan citra tahap ini traktor berada pada kondisi diam dan semua pointer laser menembakkan sinarnya ke latar belakang papan (triplek). Citra direkam pada jarak pengambilan 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 m. Jarak pengambilan ini merupakan jarak antara sistem deteksi rintangan yang terdapat di bagian depan traktor terhadap rintangan papan (triplek). Gambar 36 dan 37 memperlihatkan bentuk lintasan kerja traktor dan urutan pengambilan citra dengan latar belakang rintangan papan (triplek).

59 37 Gambar 36 Bentuk lintasan kerja traktor pada proses pengambilan citra rintangan (a) tampak samping dan (b) tampak depan Gambar 37 Urutan proses pengambilan citra rintangan papan (triplek) dengan jarak pengambilan (a) 2 m, (b) 3 m, (c) 4 m, (d) 5 m, (e) 6 m, dan (f) 7 m Hasil pengambilan citra rintangan papan (triplek) ditunjukkan apda Gambar 38. Pada citra yang telah diambil, hal terpenting yang harus dilakukan adalah memberikan penomoran titik-titik laser yang terekam pada citra. Penomoran ini bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman dan menyamakan persepsi dalam merujuk posisi laser. Penomoran posisi-posisi titik laser ditunjukkan pada Gambar 39.

60 38 Keterangan: sinar laser merah pada papan triplek diperbesar Gambar 38 Hasil pengambilan citra rintangan papan (triplek) pada jarak pengambilan (a) 2 m, (b) 3 m, (c) 4 m, (d) 5 m, (e) 6 m, dan (f) 7 m Gambar 39 Penomoran titik-titik laser pada citra Citra rintangan papan (triplek) yang telah direkam pada intensitas tinggi ( lux) a diolah dengan menggunakan software Paint Shop Pro versi 6 untuk mengetahui nilai RGB sinar laser merah dan koordinat pusat piksel laser pada citra. Tampilan visual pengolahan citra dengan menggunakan software Paint Shop Pro versi 6 ditunjukkan pada Gambar 40. Pada software Paint Shop Pro versi 6 diperoleh nilai RGB piksel laser merah dan koordinat pusat piksel laser pada citra. Nilai RGB ini selanjutnya diinput secara manual. Nilai komponen warna merah (R), hijau (G), dan biru (B) dinormalisasi dengan menggunakan persamaan 1, 2, dan 3. Nilai RGB hasil normalisasi (rgb) pada masing-masing jarak pengambilan ditentukan nilai batasan maksimum dan minimumnya seperti yang terlihat pada Tabel 3. Sebaran nilai normalisasi (rgb) piksel laser merah pada citra rintangan papan (triplek) pada jarak pengambilan 2 sampai 7 m dapat di lihat pada Lampiran 7.

61 39 Gambar 40 Tampilan visual software Paint Shop Pro versi 6 pada pengambilan nilai RGB citra rintangan papan (triplek) Tabel 3 Batasan nilai normaslisasi RGB citra rintangan papan (triplek) pada setiap jarak pengambilan Jarak Normalisasi pengambilan r g b (m) minimum maximum minimum maximum minimum maximum Nilai yang diberi warna kuning merupakan selang nilai rgb yang dicantumkan sebagai coding program pengolahan citra untuk proses binerisasi citra rintangan papan (triplek). Digunakan metode trial and error untuk mendapatkan selang nilai rgb yang tepat agar program pengolahan citra menghasilkan citra biner yang paling sempurna. Berdasarkan metode trial and error diperoleh nilai r (merah) = 0.389, g (hijau) = 0.322, dan b (biru) = Berikut tampilan coding program binerisasi citra rintangan papan (triplek). Dimana rn=red, gn=green, dan bn=blue. if (rn>0.389 && gn<0.322 && bn<0.32 && p[2]>100 ) p[0]=p[1]=p[2]=(byte) 255; else p[0]=p[1]=p[2]=(byte) 0; Pada software Paint Shop Pro versi 6 juga diperoleh koordinat piksel pusat masing-masing laser. Koordinat piksel pusat ini digunakan untuk mendapatkan persamaan regresi nilai x dan y laser pada citra. Persamaan ini dibutuhkan untuk membentuk suatu luasan pada citra tepatnya luasan di sekitar titik-titik laser.

62 40 Koordinat piksel masing-masing nomor laser pada jarak pengambilan citra 2 sampai 7 m terdapat pada Lampiran 8. Pada Gambar 41 diperoleh persamaan garis koordinat sumbu x dan y masing-masing titik piksel laser. Garis yang terbentuk merupakan gabungan dari titik-titik sinar laser pada jarak pengambilan 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 m. Persamaanpada masing-masing garis ini digunakan sebagai coding pada program untuk membuat batasan luasan proses binerisasi. Namun sebelum dicantumkan, maka masing-masing persamaan ini ditambahkan suatu konstanta i yang selang nilainya bervariasi untuk masing-masing persamaan. Nilai konstanta i diperoleh dengan metode trial and error agar terbentuk suatu luasan citra mengikuti persamaan yang ada. Penerapan metode batasan luasan binerisasi ini memiliki beberapa tujuan. Pertama mengurangi jumlah noise yang kemungkinan berada di luar luasan piksel laser. Kedua untuk mengurangi lama proses pengolahan citra oleh program karena luasan binerisasi yang diolah lebih kecil. Gambar 41 Koordinat piksel pusat masing-masing titik laser pada citra beresolusi 640x480 piksel dengan jarak pengambilan 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 m Berikut contoh tampilan coding program untuk batasan luasan binerisasi laser 1 dan 6 setelah ditambahkan konstanta i pada masing-masing persamaan garis pada Gambar 41 di atas yang dilengkapi dengan rumus binerisasi. { if ((x>=110) && (x<=130)) { yhitung = Convert.ToInt64( * Convert.ToDouble(x) ); //Laser 1 if ((y>=yhitung-30) && (y<=yhitung+50)) { if (rn>0.389 && gn<0.322 && bn<0.32 && p[2]>100 ) p[0]=p[1]=p[2]=(byte) 255; else p[0]=p[1]=p[2]=(byte) 0; } else p[0]=p[1]=p[2]=(byte) 0; }

63 else if ((x>=120) && (x<=165)) {yhitung = Convert.ToInt64( * Convert.ToDouble(x) );//Laser 1 yhitung2 = Convert.ToInt64( * Convert.ToDouble(x) );//Laser 6 if (((y>=yhitung-30) && (y<=yhitung+50)) ((y>=yhitung2-30) && (y<=yhitung2+30))) { if (rn>0.389 && gn<0.322 && bn<0.32 && p[2]>100 ) p[0]=p[1]=p[2]=(byte) 255; else p[0]=p[1]=p[2]=(byte) 0; } else p[0]=p[1]=p[2]=(byte) 0; } else if ((x>=115) && (x<=170)) { yhitung2 = Convert.ToInt64( * Convert.ToDouble(x) );// Laser 6 if ((y>=yhitung2-30) && (y<=yhitung2+30)) {if (rn>0.389 && gn<0.322 && bn<0.32 && p[2]>100 ) p[0]=p[1]=p[2]=(byte) 255; else p[0]=p[1]=p[2]=(byte) 0; } else p[0]=p[1]=p[2]=(byte) 0; } } 41 Tabel 4 Rumusan batas luasan binerisasi pada laser 1 dan 6 No laser Persamaan batasan luasan pada citra x 0 x 0 - x a x a Konstanta (i) 1 y = (( x) ) + i sd y = (( x) ) + i sd y =(( x) ) + i sd y = (( x) ) + i sd +5 3 y =(( x) ) +i sd y =(( x) ) + i sd +30 Di mana: x = koordinat sumbu x piksel laser y = koordinat sumbu y piksel laser x 0 = nilai awal koordinat x piksel laser x a = nilai akhir koordinat x piksel laser i = konstanta pembentuk luasan binerisasi Contoh tampilan coding program di atas merupakan perintah untuk melakukan batasan luasan pada citra dan perintah untuk binerisasi laser 1 dan 6 pada citra rintangan papan (triplek). Untuk laser 2, 3, 4, dan 5 memiliki perintah yang sama, hanya saja dengan rumusan yang berbeda seperti yang terlihat pada Tabel 4 di atas. Keluaran dari program ini dapat dilihat pada Gambar 40 berupa visualisasi citra hasil binerisasi.

64 42 (a) (b) (c) (d) Gambar 42 Visualisasi piksel sinar laser merah pada jarak pengambilan: (a) 2 sampai 7 m, (b) batasan luasan, (c) citra setelah pemisashan luasan, dan (d) citra akhir setelah pemisahan luasan dan binerisasi Prinsip batasan luasan binerisasi ini dilakukan dengan cara mengubah piksel-piksel citra selain luasan kotak laser menjadi piksel-piksel dengan intensitas minimum (0). Sedangkan proses binerisasi dalam pengolahan citra rintangan hanya berlaku pada luasan kotak laser seperti yang terlihat pada Gambar 42 di atas. Beberapa teknik pengolahan citra seperti erosi dan dilasi digunakan pada program pengolahan citra untuk memperoleh citra biner yang sempurna. Erosi dan dilasi merupakan operasi morfologi yang bertujuan untuk memperbaiki citra biner. Gambar 43 merupakan tampilan program pengolahan citra rintangan papan (triplek) setelah proses binerisasi, batasan luasan, dan operasi morfologi (erosi dan dilasi). Hasil pengolahan citra rintangan papan (triplek) mulai dari pengambilan citra pada jarak 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 m dapat dilihat pada Gambar 44. Gambar 43 Contoh interface program hasil binerisasi dan batasan luasan citra rintangan papan (triplek) pada jarak pengambilan 2 m Citra rintangan papan (triplek) yang telah direkam pada intensitas rendah ( lux) merupakan citra untuk kalibrasi jarak. Pengambilan citra pada intensitas rendah bertujuan untuk mendapatkan warna sinar laser yang lebih jelas. Pengambilan citra ini dilakukan dengan tiga kali pengulangan pada masingmasing jarak pengambilan yang bertujuan untuk memperoleh data citra yang lebih akurat dan menghindari kesalahan-kesalahan yang terjadi pada citra yang diambil sebelumnya. Citra ini selanjutnya diolah dengan menggunakan program pengolahan citra yang telah dilengkapi dengan perintah binerisasi dan morfologi yang diperoleh pada tahap sebelumnya. Keluaran program ini berupa jarak

65 masing-masing pusat piksel laser (dn) terhadap koordinat pusat citra pada jarak pengambilan 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 m. Perhitungan jarak piksel ini dilakukan dengan menggunakan metode Euclidean pada persamaan 4 dengan ilustrasi seperti pada Gambar Keterangan : titik laser diperbesar sebanyak 1 lapis piksel Gambar 44 Citra biner rintangan papan (triplek) pada jarak pengambilan: (a) 2 m, (b) 3 m, (c) 4 m, (d) 5 m, (e) 6 m, dan (f) 7 m Gambar 45 Perhitungan jarak piksel dengan metoda Euclidean Berikut contoh tampilan coding program perhitungan jarak dengan metoda Euclidean pada laser 1. jarak1 = Math.Sqrt(Math.Pow((319-obyek.absis1),2)+ Math.Pow((239-obyek.ordinat1),2)); Keterangan: jarak1 = jarak pusat laser1 ke koordinat pusat citra obyek.absis1 = koordinat x piksel laser1 obyek.ordinat1 = koordinat y piksel laser1

66 44 Tabel 5 Jarak rata-rata pusat piksel laser 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 terhadap koordinat pusat citra Jarak Jarak piksel laser terhadap piksel pusat citra pengambilan citra (m) d1 d2 d3 d4 d5 d Dari nilai Tabel 5 dapat diketahui bahwa semakin jauh jarak pengambilan citra rintangan, maka jarak masing-masing titik piksel laser merah terhadap koordinat pusat citra semakin dekat. Pada Gambar 46 menunjukkan bahwa besar perubahan jarak masing-masing nomor laser terhadap koordinat pusat citra untuk setiap jarak pengambilan tidak seragam. Misalnya pada laser nomor 3 terlihat bahwa pada jarak pengambilan 2-3 m, 3-4 m, 4-5 m, dan 5-6 m perubahan jarak titik laser kekoordinat pusat citra semakin menurun, namun pada jarak pengambilan 6-7 m perubahan jaraknya meningkat. Ketidakseragaman ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama adanya kemungkinan bergesernya posisi pointer laser pada dudukan sehingga berpengaruh terhadap posisi koordinat laser pada citra, kedua disebabkan tidak tegak lurusnya antara sistem deteksi (kamera dan pointer laser) dengan rintangan pada saat pengambilan citra. Hal ini juga diungkapkan oleh Saksono (2010) yang mendapatkan ketidakseragaman penurunan jarak piksel laser nomor 3 dan 4 terhadap koordinat pusat citra yang disebabkan karena konstruksi dudukan laser yang kurang presisi dan kurang kuat. Gambar 46 Grafik besar perubahan jarak titik pusat piksel laser terhadap koordinat pusat citra untuk setiap laser pada setiap selang jarak pengambilan

67 45 Gambar 47 memperlihatkan hubungan jarak titik laser terhadap koordinat piksel pusat citra (dn) dengan jarak rintangan pada masing-masing jarak pengambilan. Di mana rintangan papan (triplek) ditempatkan di bagian depan traktor degan posisi tegak lurus arah sinar. Masing-masing grafik memberikan nilai persamaan regresi yang disebut dengan persamaan kalibrasi. Persamaan kalibrasi ini selanjutnya dicantumkan sebagai coding program pengolahan citra untuk menduga jarak rintangan pada lintasan traktor. Gambar 47 Grafik hubungan jarak titik piksel laser terhadap piksel pusat dengan jarak pengambilan citra pada lintasan kerja traktor Dari grafik yang telah dibuat diperoleh regresi non linear berupa regresi eksponensial antara jarak titik piksel laser terhadap koordinat piksel pusat citra dengan jarak pengambilan citra pada lintasan traktor dengan nilai R 2 rata-rata

68 46 besar dari 96%. Gambar 47 menunjukkan persamaan regresi untuk kalibrasi dan besarnya nilai R 2 pada masing-masing lase. Berikut contoh coding program untuk pendugaan jarak rintangan oleh laser 1 (y1_). y1_ = *Math.Exp( *jarak1); Proses pengambilan citra lainnya adalah citra dengan latar belakang langsung berupa objek rintangan batang pohon, manusia, dan derijen. Pengambilan citra ini bertujuan untuk mendapatkan nilai binerisasi citra rintangan sebagai coding program deteksi rintangan pada uji kinerja. Pertama pengambilan citra langsung pada lintasan untuk mendapatkan nilai RGB objek rintangan berupa batang pohon, manusia, latar belakang kertas, dan jenis rintangan lainnya. Kedua pengambilan citra dilapangan tanpa rintangan untuk mendapatkan nilai RGB rumput dan tanah. Pengambilan citra ini dilakukan pada intensitas matahari lux pada jam pengambilan Gambar 48 memperlihatkan beberapa citra yang diambil dalam mengidentifikasi nilai RGB objek rintangan. Sedangkan citra lintasan kerja traktor tanpa objek rintangan dapat dilihat pada Gambar 49. Keterangan: Objek dalam kotak kuning merupakan luasan yang dideteksi nilai RGB nya Gambar 48 Pengambilan nilai RGB citra rintangan: (a) batang pohon, (b dan c) kulit manusia, (d) kertas merah, (e) kertas putih, dan (f) kertas hijau Keterangan: Objek dalam kotak kuning merupakan luasan yang dideteksi nilai RGB nya Gambar 49 Citra lintasan tanpa rintangan dengan objek: (a) tanah merah, (b) tanah hitam, (c) rumput hijau muda, dan (d) rumput hijau tua

69 47 Nilai-nilai RGB yang diperoleh pada Gambar 48 dan Gambar 49 dibandingkan dengan nilai RGB sinar laser merah. Besar nilai RGB dan normalisasi masing-masing objek pada gambar diatas secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9. Tabel 6 merupakan ringkasan nilai normalisasi objek-objek yang pada lintasan yang telah diidentifikasi. Setelah mendapatkan nilai RGB masing-masing objek pada lintasan, maka dilakukan identifikasi nilai RGB sinar laser merah. Pertama sinar laser merah ditembakkan pada lintasan dengan rintangan batang pohon. Citra direkam pada jarak 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 m dan kemudian dilihat sebaran nilai RGB pada masingmasing jarak pengambilan dengan menggunakan software PaintShop Pro versi 6. Gambar 50 menunjukkan pengambilan citra dengan rintangan batang pohon pada masing-masing jarak pengambilan. Tabel 6 Sebaran nilai normalisasi (rgb) objek pada lintasan Background r g b min max min max min max Kayu Kulit manusia Kertas merah Kertas putih Kertas hijau Tanah merah Tanah hitam Rumput hijau muda Rumput hijau tua Gambar 50 Citra dengan rintangan batang pohon pada jarak pengambilan: (a) 2 m, (b) 3 m, (c) 4 m, (d) 5 m, (e) 6 m, dan (f) 7 m Total nilai RGB dan normalisasi sinar laser merah dengan rintangan batang pohon dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 11. Setelah melewati dua tahap pengambilan data RGB citra ini, maka selanjutnya dilakukan identifikasi setiap nilai normalisasi RGB yang telah diperoleh. Untuk melakukan proses binerisasi citra dengan sempurna atau tanpa adanya noise pada citra, nilai normalisasi objek rintangan seperti batang pohon, dll harus berada diluar selang nilai rgb sinar laser

70 48 merah. Dengan menggunakan metoda pembandingan dan trial and error, maka diperoleh nilai rgb yang tepat untuk melakukan binerisasi secara sempurna. Nilai yang diberi warna kuning pada Tabel 7 merupakan nilai selang normalisasi rgb yang digunakan pada program. Tabel 7 Sebaran nilai normalisasi (rgb) sinar laser merah dengan rintangan batang pohon Jarak Nilai normalisasi (rgb) sinar laser merah pengambilan r g b (meter) min max min max min max Tampilan coding binerisasi pada program pengolahan citra deteksi rintangan ditampilkan pada urain berikut: { if ((x>=110) && (x<=130)) { yhitung = Convert.ToInt64( * Convert.ToDouble(x) ); //Laser 1 if ((y>=yhitung-30) && (y<=yhitung+50)) { if (rn> && rn< && gn> && gn< && bn> && bn< && p[2]>100 ) p[0]=p[1]=p[2]=(byte) 255; else p[0]=p[1]=p[2]=(byte) 0; } else p[0]=p[1]=p[2]=(byte) 0; } else if ((x>=120) && (x<=165)) {yhitung = Convert.ToInt64( * Convert.ToDouble(x) );//Laser 1 yhitung2 = Convert.ToInt64( * Convert.ToDouble(x) );//Laser 6 if (((y>=yhitung-30) && (y<=yhitung+50)) ((y>=yhitung2-30) && (y<=yhitung2+30))) { if (rn> && rn< && gn> && gn< && bn> && bn< && p[2]>100 ) p[0]=p[1]=p[2]=(byte) 255; else p[0]=p[1]=p[2]=(byte) 0; } else p[0]=p[1]=p[2]=(byte) 0; } else if ((x>=115) && (x<=170)) { yhitung2 = Convert.ToInt64( * Convert.ToDouble(x) );// Laser 6 if ((y>=yhitung2-30) && (y<=yhitung2+30)) { if (rn> && rn< && gn> && gn< && bn> && bn< && p[2]>100 ) p[0]=p[1]=p[2]=(byte) 255; else p[0]=p[1]=p[2]=(byte) 0; } else p[0]=p[1]=p[2]=(byte) 0;

71 49 } } Uji Fungsional Uji fungsional meliputi uji validasi dan uji konsistensi sinar laser yang bertujuan untuk mengetahui fungsi sistem deteksi rintangan secara keseluruhan. Uji validasi sistem deteksi rintangan bertujuan untuk mengetahui keakuratan sistem yang telah dikembangkan. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai error yang terbentuk terhadap pendugaan jarak rintangan oleh program. Pada proses validasi ini dilakukan pengambilan citra rintangan papan (triplek) pada lintasan kerja traktor. Papan (triplek) ditempatkan pada lintasan kemudian diukur jarak pengambilannya, selanjutnya citra direkam dan dibaca jarak dugaan oleh program. Proses ini dilakukan pada beberapa jarak pengambilan dan masing-masing jarak pengambilan dilakukan tiga kali pengulangan. Jarak hasil pendugaan kemudian dibandingkan dengan jarak hasil pengukuran. Perbedaan nilai ini merupakan error sistem secara keseluruhan. Rata-rata besar error yang dihasilkan adalah % atau sebesar 0.41 m. Tabel 8 memperlihatkan besar akurasi, error sistem deteksi rintangan. Tabel 8 Rata-rata besar akurasi dan error sistem deteksi rintangan pada proses validasi No Jarak pengukuran (m) Jarak pendugaan (m) Nomor Laser L1 L2 L3 L4 L5 L Besar akurasi (%) Rata-rata akurasi (%) Besar error (%) Rata-rata error (%) Berdasarkan uji validasi sistem deteksi rintangan terlihat bahwa sistem mempunyai tingkat keakuratan yang berbeda-beda antara masing-masing laser. Secara keseluruhan dari grafik yang telah dibuat pada Gambar 51 diperoleh regresi linear antara jarak pengukuran dengan jarak pendugaan dengan R 2 =0.95. Semakin tinggi nilai R 2 maka sistem semakin benar dalam menduga jarak rintangan. Dari hasil persamaan ini dilakukan perbaikan sistem supaya diperoleh nilai R 2 yang lebih tinggi. Tampilan visual program deteksi rintangan untuk proses validasi dapat dilihat pada Gambar 52.

72 50 Gambar 51 Uji fungsional sistem deteksi rintangan pada validasi jarak rintangan Gambar 52 Tampilan visual program pengolahan citra untuk validasi pada jarak pengambilan 2 m Uji konsistensi dilakukan dengan tujuan untuk menguji kinerja pointer laser. Uji konsistensi dilakukan dengan cara menembakkan sinar laser merah pada papan (triplek) di lahan percobaan dengan kondisi mesin traktor dalam keadaan menyala. Penembakan sinar laser merah pada papan triplek dilakukan pada jarak pengambilan 2 sampai 7 m dengan 10 kali pengulangan. Citra selanjutnya direkam dan diolah menggunakan program yang telah dikembangkan. Citra yang telah diolah dapat diketahui konsistensi sinar laser merah pada berbagai jarak pengambilan seperti pada Gambar 53.

73 51 (a) (b) (c) (d) (e) (f) Keterangan : Titik laser diperbesar sebanyak 2 lapis piksel untuk memperjelas tampilan Gambar 53 Citra biner hasil uji konsistensi laser pada jarak pengambilan: (a) 2 m, (b) 3 m, (c) 4 m, (d) 5 m, (e) 6 m, dan (f) 7 m

74 52 Tabel 9 Konsistensi masing-masing laser dalam mendeteksi rintangan Jarak (m) Konsistensi laser dalam mendeteksi rintangan (%) Nomor Laser Pada Tabel 9 terlihat bahwa sinar laser 3, 4, dan 5 mempunyai konsistensi sinar 100%. Namun sinar laser 1, 2, dan 6 mempunyai konsistensi yang tidak seragam terutama pada jarak diatas 5 sampai 7 m. Ketidak konsistensi ini terjadi karena beberapa hal, pertama ketidakstabilan sumber daya yang diberikan pada pointer laser. Kedua adanya faktor yang berasal dari alatnya sendiri dalam memancarkan sinar. Ketidakstabilan ini mengakibatkan tidak terbacanya rintangan oleh sensor pada saat traktor dioperasikan. Uji Kinerja Statis Pengujian kinerja terdiri dari dua tahap, yaitu uji kinerja statis dan real-time. Uji statis bertujuan untuk melihat kinerja sistem deteksi rintangan dalam kondisi statis (traktor diam) sebelum sistem diterapkan pada kondisi real-time (traktor berjalan secara otomatis). Pengujian statis ini dilakukan pada rentang intensitas matahari lux dengan menggunakan sampel rintangan batang pohon, manusia, dan jerigen. Pada keadaan statis, sampel rintangan ditempatkan pada lintasan traktor pada jarak tertentu. Citra lintasan kemudian direkam dan diolah secara manual. Citra statis selanjutnya diolah dengan menggunakan program pengolahan citra sehingga diperoleh informasi jarak keberadaan rintangan. Jarak dugaan dibandingkan dengan jarak hasil pengukuran untuk mengetahui error sistem deteksi rintangan. Pemberian batasan luasan binerisasi ( <red< dan < green< dan <blue< ) sebagai coding program pengolahan citra, dan pemberian operasi morfologi berupa dilasi dapat menghasilkan citra yang berbeda untuk lintasan kerja traktor dengan rintangan dan tanpa rintangan. Perbedaan citra hasil operasi pengolahan citra terletak pada terdeteksinya sinar laser merah (titik-titik putih) pada masingmasing nomor laser tempat terdapatnya rintangan dengan jumlah noise yang sedikit. Sedangkan untuk citra lintasan tanpa rintangan terlihat bahwa pada citra hasil olahan (citra biner) tidak terdeteksi satupun sinar laser merah (titik-titik putih) sehingga citra dipenuhi warna hitam (intensitas 0). Pada sistem deteksi rintangan ini, program tidak memberikan hasil bentuk dan ukuran dari objek rintangan yang terdeteksi akan tetapi apabila ada titik putih (pada citra biner) maka program secara otomatis akan mengganggap titik tersebut sebagai suatu rintangan. Kamera yang memberikan citra visual lintasan hanya

75 berfungsi sebagai background (latar belakang) untuk memantulkan sinar laser merah. Pada beberapa citra hasil olahan juga terdapat noise yang berupa titik-titik putih yang dianggap sebagai rintangan oleh program. Noise ini terjadi ketika nilai normalisasi rgb benda-benda pada lintasan berada diantara selang nilai normalisasi rgb sinar laser merah pada program. Hal ini menyebabkan program menduga titik tersebut sebagai rintangan dan mengkalkulasikan jarak keberadaannya. Jarak ini akan membuat rancu pembacaan jarak rintangan sebenarnya. Untuk menguji algoritma pemrograman yang dikembangkan, maka beberapa citra dibawah ini diolah hingga menghasilkan informasi berupa jarak rintangan, jarak rintangan terdekat, dan koordinat tujuan traktor. Gambar 54 memperlihatkan tampilan visual program pengolahan citra lintasan tanpa rintangan. Citra di sebelah kanan diperoleh setelah melalui operasi binerisasi dan morfologi. Operasi morfologi berupa operasi dilasi yang berfungsi untuk memperbesar obyek sebanyak satu lapis piksel untuk mengembalikan ukuran. Pada gambar tersebut terlihat bahwa program tidak mendeteksi satu pun rintangan pada citra lintasan sehingga program memberikan perintah agar traktor jalan terus pada koordinat tujuan 320,240 piksel. 53 Gambar 54 Citra asli dan citra biner deteksi rintangan dengan lintasan tanpa rintangan Pada penelitian ini pemberian koordinat tujuan hanya berupa koordinat piksel citra pada sumbu x dan y yang bebas dari rintangan. Ilustrasi pemberian koordinat lintasan yang bebas dari rintangan dapat dilihat pada Gambar 55. Citra dengan resolusi 640 x 480 piksel digambarkan sebagai lintasan kerja traktor sehingga pemberian koordinat tujuan traktor mengacu kepada koordinat piksel citra tersebut.

76 54 Gambar 55 Ilustrasi pemberian koordinat tujuan pada lintasan bebas rintangan dengan resolusi citra 640 x 480 piksel Gambar 56 memperlihatkan citra dan hasil pengolahan citra dengan rintangan pada bagian kiri. Citra di sebelah kanan diperoleh setelah melalui operasi binerisasi dan dilasi. Citra mampu mendeteksi rintangan yang berada di sebelah kiri yang dideteksi oleh nomor laser 1 dan 6. Program pengolahan citra menduga jarak rintangan sebesar 1.7 m pada laser 1 dan 1.69 m pada laser 6. Namun program hanya merekam jarak terdekat sebesar 1.69 m. Sedangkan arah jalan traktor diputuskan berdasarkan lintasan yang bebas dari rintangan seperti yang terlihat pada Gambar 52 dimana traktor diperintahkan untuk belok kanan pada arah koordinat 480,240 piksel. Gambar 56 Citra asli dan citra biner deteksi rintangan dengan rintangan batang pohon pada laser 1 dan 6 pada jarak pengambilan 2 m

77 55 Gambar 57 Citra asli dan citra biner deteksi rintangan dengan rintangan batang pohon pada laser 2 dan 5 dengan jarak pengambilan 3 m Gambar 57 memperlihatkan citra dan hasil pengolahan citra dengan rintangan pada bagian tengah lintasan. Citra di sebelah kanan diperoleh setelah melalui operasi binerisasi dan dilasi. Citra mampu mendeteksi rintangan yang berada di bagian tengah yang dideteksi oleh laser 2 dan 5. Program pengolahan citra menduga jarak rintangan sebesar 2.67 m pada laser 2 dan 2.42 m pada laser 5. Jarak rintangan terdekat adalah 1.69 m dan traktor diperintahkan untuk belok kiri pada arah koordinat 250,240 piksel. Gambar 58 Citra asli dan citra biner deteksi rintangan dengan rintangan batang pohon pada laser 3 dan 4 dengan jarak pengambilan 4 m Gambar 58 memperlihatkan citra dan hasil pengolahan citra dengan rintangan berada pada bagian kanan lintasan traktor. Citra disebelah kanan diperoleh setelah melalui operasi binerisasi dan dilasi. Citra mampu mendeteksi rintangan yang berada di bagian kanan yang dideteksi oleh laser 3 dan 4. Program pengolahan citra membaca jarak rintangan sebesar 3.49 m pada laser 3 dan 3.67 m pada laser 4. Jarak terdekat rintangan adalah 3.49 m dan traktor diperintahkan untuk belok kiri pada arah koordinat 250,240 piksel.

78 56 Gambar 59 Citra asli dan citra biner deteksi rintangan dengan rintangan manusia pada laser 3 dan 4 dengan jarak pengambilan 5 m Gambar 59 dan 60 memperlihatkan citra dan hasil pengolahan citra dengan rintangan berada pada bagian kanan lintasan traktor. Citra disebelah kanan diperoleh setelah melalui operasi binerisasi dan dilasi. Program mampu mendeteksi rintangan berupa manusia (Gambar 59) yang berada di bagian kanan yang dideteksi oleh nomor laser 3 dan 4 dengan jarak rintangan terdekat 4.62 m dan rintangan berupa jerigen (Gambar 60) dideteksi oleh laser 4 dengan jarak rintangan terdekat 5.61 m. Hasil pengolahan citra pada Gambar 59 dan 60 memerintahkan pada traktor agar belok kiri pada arah 250, 240 piksel. Gambar 60 Citra asli dan citra biner dengan rintangan jerigen pada laser 4 dengan jarak pengambilan 6 m Pada beberapa citra hasil pengolahan terdapat noise yang berasal dari bendabenda yang terdapat pada lintasan. Noise memberikan akibat salahnya pembacaan jarak oleh program. Gambar 61 dan 62 memperlihatkan kesalahan pembacaan

79 rintangan oleh program karena terdapatnya noise pada citra. Gambar 61 merupakan Citra yang mempunyai rintangan pohon di sebelah kiri dan mampu dideteksi keberadaannya oleh laser 1 dan 6 sehingga program memberikan jarak rintangan sebesar 3.08 m dan 3.17 m. Namun pada pemberian keputusan, program memberikan informasi yang salah karena program tetap menganggap rintangan terdekat berada pada jarak 0.45 m. Traktor diperintahkan dengan benar agar belok kanan pada arah 480, 240 piksel. Kesalahan dalam pembacaan rintangan ini disebabkan oleh adanya noise berupa titik selain titik sinar laser pada citra yang berada pada lintasan tanpa rintangan. Noise ini berasal dari warna rumput dan tanah yang mempunyai nilai RGB pada selang RGB sinar laser merah. 57 Gambar 61 Citra asli dan citra biner yang disertai noise dengan objek rintangan batang pohon pada laser 1 dan 6 dengan jarak pengambilan 4 m Gambar 62 Citra asli dan citra biner yang disertai noise dengan objek rintangan jerigen pada laser 5 dengan jarak pengambilan 6 m Adanya noise ini menyebabkan terjadinya kesalahan dalam pembacaan rintangan terdekat. Sedangkan Gambar 62 merupakan Citra yang mempunyai rintangan jerigen dibagian tengah dan mampu dideteksi keberadaannya oleh laser

80 58 5. Namun program menduga jarak rintangan yang salah yaitu sebesar 0.82 m. Hal ini disebabkan oleh adanya noise berupa titik selain titik sinar laser pada citra yang berada pada lintasan yang sama dengan posisi rintangan. Noise ini berasal dari warna rumput yang mempunyai nilai RGB pada selang RGB sinar laser merah. Gambar 63 Citra asli dan citra biner rintangan manusia pada laser 1 dan 6 dengan jarak pengambilan 3 m Gambar 64 Citra asli dan citra biner beberapa rintangan pada laser 4, 5, dan 6 dengan jarak pengambilan 4.5 m Gambar 63 dan 64 memperlihatkan citra dan hasil pengolahan citra dengan rintangan berada pada bagian kiri dan melintasi lintasan traktor. Gambar 63 merupakan citra yang mempunyai rintangan manusia di sebelah kiri namun program tidak mampu mendeteksi keberadaan rintangan pada laser 1 dan 6 meskipun pada citra asli sinar laser terlihat dengan jelas. Hal ini menyebabkan program tidak memberikan jarak terdekat apapun sehingga traktor diperintahkan untuk terus berjalan maju pada arah 320, 240 piksel. Kejadian ini terjadi akibat

81 keberadaan nilai RGB sinar laser merah tidak berada pada selang nilai RGB binerisasi pada program. Gambar 64 memperlihatkan citra dengan rintangan yang menutupi lintasan. Pada citra asli terlihat bahwa sinar laser mendeteksi keberadaan semua rintangan pada laser 4, 5, dan 6. Namun pada citra biner hanya rintangan pada laser 4 dan 5 yang terdeteksi pada jarak 4.16 dan 4.63 m. Hal ini berakibat pada salahnya perintah yang diberikan pada traktor untuk belok kiri. Apabila hal ini diaplikasikan pada kondisi real, maka mengakibatkan traktor berbelok ke arah kiri dan menambrak rintangan pada bagian kiri lintasan Rintangan terdeteksi (%) Nomor laser Gambar 65 Kemampuan masing-masing laser dalam mendeteksi rintangan pada berbagai jarak rintangan Dari Pengambilan semua citra statik maka diperoleh data mengenai kemampuan deteksi masing-masing pointer laser selama mendeteksi rintangan. Pada Gambar 65 di atas terlihat jelas bahwa laser 1, 2, 3, dan 4 mempunyai kemampuan yang hampir sama dalam mendeteksi rintangan dengan rata-rata 55%. Artinya dalam 100 kali penembakan rintangan, laser ini mampu mendeteksi rintangan sebesar 55 kali. Namun berbeda dengan laser 5 dan 6 yang memiliki kemampuan yang tidak seragam. Laser 5 memiliki kemampuan mendeteksi rintangan lebih banyak sebesar 79.8% sedangkan laser 6 hanya mampu mendeteksi rintangan sebesar 41.4%. Hal yang diharapkan sebenarnya adalah keseragaman penyinaran dari semua laser dan mampu mendeteksi semua rintangan yang ada. Ketidakseragaman ini diakibatkan oleh beberapa faktor. Pertama adanya pengaruh intensitas matahari yang menyebabkan sinar laser merah pada rintangan terlihat terlalu bercahaya atau terlalu lemah. Sinar laser seperti ini menyebabkan selang nilai normalisasi RGB nya berada di luar batas nilai normalisasi RGB pada program seperti yang terlihat pada Tabel 10. Nilai komponen warna blue pada citra 1 berada di bawah selang rumus normalisasi sinar laser merah pada kondisi normal dan pada citra 2 terlihat komponen warna

82 60 green berada di atas selang nilai normalisasi sinar laser merah pada kondisi normal. Faktor kedua terjadi karena adanya perbedaan kontruksi komponen masing-masing laser dalam hal pabrikasi. Hal ini terlihat dari tidak berfungsinya pointer laser secara tiba-tiba pada saat pengambilan citra. Tabel 10 Contoh sebaran nilai normalisasi sinar laser merah yang tidak terdeteksi pada citra biner Komponen warna Selang nilai normalisasi RGB laser merah Citra 1 Citra 2 Rumus binerisasi Min Max Min Max Min Max red green blue Gamba 66 Citra (a) awal dan (b) citra biner yang mendeteksi rintangan (kotak kuning) dan terdapat noise (kotak merah) dan (b) citra biner yang mendeteksi rintangan tanpa noise Gambar 66b diatas memperlihatkan citra biner yang mendeteksi rintangan namun pada citra biner tersebut masih terdapat noise sehingga sistem melakukan kesalahan dalam membaca posisi dan jarak rintangan. Sedangkan pada Gambar 66c memperlihatkan citra biner yang mendeteksi posisi dan jarak rintangan dengan benar. Jumlah citra biner yang masih terdapat noise dan tidak terdapat noise pada masing-masing jarak pengambilan dapat dilihat pada Gambar 67. Dari Gambar 67 di bawah dapat dilihat bahwa terdapat tiga pembagian citra hasil pengolahan sistem deteksi rintangan. Pertama citra yang memberikan informasi keberadaan rintangan dengan benar (rintangan terdeteksi), kedua citra yang memberikan keberadaan rintangan yang salah diakibatkan terdapatnya noise (positive error), dan ketiga citra yang tidak memberikan informasi apapun tentang keberadaan rintangan (negative error). Pada grafik terlihat bahwa pada jarak 2 m rintangan terdeteksi 63.8 %, noise 34%, tidak terdeteksi 2.1%. Jarak 3 m rintangan terdeteksi 53.7 %, noise 25.9%, tidak terdeteksi 20.4%. Jarak 4 m rintangan terdeteksi 64.5 %, noise 14.5%, tidak terdeteksi 21%. Jarak 5 m rintangan terdeteksi 55.7 %, noise 18%, tidak terdeteksi 26.2%. Jarak 6 m rintangan terdeteksi 66.7 %, noise 7.9%, tidak terdeteksi 25.4%. Jarak 7 m rintangan terdeteksi 56.7 %, noise 15%, tidak terdeteksi 28.3%.

83 61 Gambar 67 Citra hasil pengolahan sistem deteksi rintangan pada masing-masing jarak pengambilan Semakin jauh jarak rintangan atau semakin jauh jarak sensor terhadap rintangan maka sistem semakin sulit mendeteksi rintangan karena pengaruh sinar matahari semakin besar dan membuat sinar laser yang tertangkap pada citra semakin lemah. Hal ini berakibat pada kecilnya nilai komponen RGB pada citra sehingga tidak termasuk ke dalam selang nilai batas binerisasi. Hal ini menyebabkan tidak terdeteksinya rintangan pada citra biner meskipun pada citra asli sinar laser merah terlihat. Pada Gambar 67 diatas juga terlihat bahwa jumlah noise pada citra tidak seragam untuk setiap jarak pengambilan citra. Hal ini berarti bahwa jumlah noise tidak dipengaruhi oleh jarak pengambilan citra. Noise pada citra terjadi apabila kandungan warna RGB suatu komponen, benda atau yang lainnya yang terdapat pada citra lintasan berada pada selang nilai RGB binerisasi yang terdapat pada program pengolahan citra. Berdasarkan citra yang telah diperoleh, noise yang terdapat pada citra pada umumnya berasal dari komponen tanah. Tanah kering dan tanah basah dapat dibedakan berdasarkan warna yang dimilikinya. Tanah yang memiliki kandungan air yang banyak, cendrung berwarna gelap. Akan tetapi tanah kering memiliki warna yang mendekati merah sehingga mempunyai komponen warna red yang besar pula. Kemampuan masing-masing sensor (laser merah) dalam mendeteksi rintangan ada pada Lampiran 12.

84 62 Akurasi pendugaan jarak rintangan statis (%) Jarak rintangan (m) Gambar 68 Akurasi pendugaan jarak rintangan pada pengambilan citra statis Gambar 68 memperlihatkan akurasi sistem deteksi rintangan dalam menduga jarak rintangan. Pendugaan jarak rintangan mempunyai tingkat akurasi sebesar 81.6% untuk rintangan yang berada pada jarak 2 m, 77.1% pada jarak rintangan 3 m, 71.5% pada jarak rintangan 4 m, 69.5% pada jarak rintangan 5 m, 68% pada jarak rintangan 6 m, dan 48.4% pada jarak rintangan 7 m. Semakin jauh posisi rintangan berada, maka semakin tidak akurat sistem deteksi rintangan dalam menduga jarak rintangan. Ketidak akuratan ini disebabkan beberapa hal antara lain bergesernya posisi sensor (laser merah) pada dudukan selama proses pengambilan citra rintangan. Bergesernya posisi sensor ini meskipun sedikit namun menyebabkan banyaknya perubahan koordinat piksel laser pada citra. Berubahnya koordinat piksel laser pada citra menyebabkan berubahnya jarak piksel laser terhadap koordinat piksel pusat citra sehingga menyebabkan terjadinya kesalahan dalam pendugaan jarak rintangan oleh program. Data akurasi masing-masing pengambilan jarak rintangan ada pada Lampiran 13. Uji Kinerja Real-time Pengujian real-time dilakukan untuk mengetahui kinerja sistem keseluruhan deteksi rintangan pada kondisi real-time pada smart tractor dalam melakukan navigasi secara otomatatis. Parameter yang digunakan dalam pengujian ini hampir sama dengan parameter pada pengujian statis, hanya saja pada pengujian ini terdapat parameter tambahan berupa kecepatan kerja program pengolahan citra deteksi rintangan. Pengujian ini dilakukan pada smart tractor yang dikemudikan secara otomatis dengan kecepatan kerja 0.5 m/detik dan pada intensitas matahari lux. Sistem deteksi rintangan (sensor deteksi rintangan, kamera, dan program pengolahan citra) dinyalakan apabila traktor mulai melakukan navigasi otomatis pada lintasan kerja. Program akan merekam dan mengolah citra secara

85 simulatan. Smart tractor yang mempunyai sistem kemudi otomatis akan mendapat input keputusan (dalam format.txt) dari sistem deteksi rintangan yang mana keputusan ini berupa ada atau tidaknya rintangan pada lintasan kerja traktor. Output pada penelitian ini berupa perintah yang diberikan oleh program pada sistem kontrol traktor. Apabila terdapat rintangan pada lintasan, program akan memberikan informasi jarak rintangan terdekat dan perintah pada traktor untuk berbelok kebagian lintasan yang bebas dari rintangan. Namun pada uji kinerja real-time pada penelitian ini perintah yang diberikan pada kontrol traktor baru sebatas perintah berhenti atau jalan terus meskipun pada program tertulis perintah untuk belok kiri atau belok kanan. Sistem kopling dan kontrol gas akan secara otomatis menghentikan kerja traktor apabila mendapat perintah ini. Namun apabila dalam lintasan tidak terdapat rintangan, maka traktor diperintahkan untuk berjalan terus. Citra hasil capture, citra hasil binerisasi, dan data mengenai jarak pendugaan rintangan dalam format.txt di simpan secara langsung pada satu folder. Jarak real merupakan penjumlahan jarak berhenti traktor dengan jarak yang ditempuh traktor selama proses pengolahan data oleh program. Jarak real ini dibandingkan dengan jarak hasil pendugaan oleh program. Beberapa contoh citra hasil uji real-time disajikan pada Gambar 69 dan Gambar 70. Gambar 69 dan Gambar 70 memperlihatkan bahwa program deteksi rintangan real-time mampu menghasilkan citra biner yang sempurna sehingga mendeteksi rintangan yang berada pada lintasan. Gambar 69 rintangan terdeteksi oleh laser 2 dan 5 dengan jarak rintangan terdekat 2.76 m dengan perintah traktor belok kiri pada koordinat 250, 340. Sedangkan Gambar 70 merupakan citra lintasan dengan rintangan yang melintasi lintasan traktor yang terdeteksi oleh laser 4, 5, dan 6 dengan jarak rintangan terdekat 3.78 m dan memberikan perintah agar traktor berhenti. Gambar 69 dan Gambar 70 merupakan contoh citra hasil pengolahan yang mampu memberikan informasi dengan tepat hal ini berbeda dengan citra pada Gambar Gambar 69 Citra asli dan citra biner rintangan pada uji real-time dengan rintangan batang pohon pada laser 2 dan 5

86 64 Gambar 70 Citra asli dan citra biner rintangan pada uji real-time dengan rintangan batang pohon dan jerigen Gambar 71 merupakan citra lintasan yang mendeteksi adanya rintangan pada bagian kanan dan tengah lintasan. Hal ini dapat terlihat pada citra asli yang terdeteksi adanya rintangan oleh laser 4 dan 5. Namun pada citra biner rintangan hanya terdeteksi oleh laser 5 saja. Hal ini terjadi karena nilai RGB sinar laser yang mengenai rintangan tidak termasuk pada nilai selang RGB binerisasi program, meskipun daya sinarnya lebih terang. Gambar 71 Citra asli dan citra biner rintangan pada uji real-time dengan rintangan batang pohon

87 65 Gambar 72 Citra asli dan citra biner rintangan batang pohon pada uji real-time yang mengandung noise Pada Gambar 72 di atas terlihat bahwa program tidak mendeteksi adanya rintangan pada bagian kiri lintasan. Namun program mendeteksi suatu titik yang berada diluar barisan sinar laser. Apabila suatu titik pada citra yang berada di luar barisan sinar laser merah, maka titik tersebut dianggap sebagai noise seperti yang terlihat pada ilustrasi Gambar 73 berikut. Gambar 73 Ilustrasi keberadaan titik lain (noise) pada citra di luar barisan laser Hal ini mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam pembacaan keberadaan rintangan dengan memberikan jarak terdekat 0.11 m untuk laser 5. Kejadian ini dapat terjadi disebabkan oleh beberapa hal, antara lain adanya pengaruh intensitas matahari yang cukup tinggi sehingga mengalahkan intensitas sinar laser ketika mendeteksi rintangan. Disisi lain dengan semakin meningkatnya intensitas matahari, benda-benda yang terdapat pada lintasan (latar belakang citra) seperti tanah, batu, dan rumput memancarkan warna yang berbeda dan cendrung bersinar. Hal ini berakibat berubahnya nilai RGB benda tersebut yang menyebabkan selang nilai RGB benda berada pada selang nilai RGB binerisasi sinar laser merah pada program. Peristiwa ini mengakibatkan program mendeteksi rintangan yang salah sehingga memberikan kesalahan dalam pendugaan keberadaan dan jarak rintangan. Pada saat pengoperasian program diset untuk melakukan tindakan berbelok atau berhenti apabila terdapat rintangan pada jarak kurang dari 7 m. Namun apabila terdapat rintangan pada jarak lebih dari 7 m, maka traktor memberi perintah untuk terus berjalan. Lama proses mulai dari auto capture (perekaman

88 66 citra), memindahkan citra ke frame pengolahan citra, analisis dan perhitungan seperti operasi binerisasi, morfologi, perhitungan jarak rintangan, perhitungan koordinat tujuan, dan keputusan hasil pengolahan citra membutuhkan waktu ratarata 1.3 detik. Jika dilihat dari kecepatan proses, sistem ini jauh lebih cepat dibandingkan dengan sistem deteksi rintangan stereo vision oleh Langer (1999) dalam Gray (2000) yang mana untuk melakukan scan lintasan pada resolusi 8000 piksel membutuhkan waktu 80 detik dengan menggunakan 3D scanning laser. Gambar 74 Uji kinerja sistem deteksi rintangan real-time pada traktor tanpa awak Gambar 74 merupakan proses pengujian sistem deteksi rintangan secara real-time. Sistem ini diaplikasikan pada smart tractor dengan kemudi otomatis yang telah diatur kecepatannya sebesar 0.5 m/det. Pada saat traktor memulai operasinya maka sistem deteksi rintangan real-time siap dijalankan. Apabila program mendeteksi keberadaan dan jarak rintangan pada lintasan, maka traktor diperintah untuk melakukan tindakan dan mengarahkan traktor pada lintasan yang bebas dari rintangan. Rintangan yang terdeteksi diukur jaraknya dan dibandingkan dengan hasil pembacaan jarak rintangan oleh program. Tabel 11 memperlihatkan total akurasi sistem deteksi rintangan secara realtime adalah sebesar 67.4%. Citra yang dimasukkan kedalam perhitungan akurasi secara real-time merupakan citra yang mendeteksi adanya rintangan dengan jarak berhenti kurang dari 5 m. Rintangan berjarak kecil dari 1.5 m memiliki tingkat akurasi yang terendah yaitu sebesar 57.1% karena rintangan dibawah 2 m pada penelitian ini tidak masuk kedalam kalibrasi jarak. Perbedaan akurasi masingmasing jarak pengambilan disebabkan oleh beberapa hal. Pertama karena pengaruh noise yang menyebabkan terjadinya kesalahan dalam pendugaan jarak rintangan. Kedua karena kesalahan pengukuran seperti ketelitian alat ukur.

89 67 Kode citra Tabel 11 Total akurasi sistem deteksi rintangan secara real-time Jarak berhenti traktor (m) Jarak tempuh selama pengolahan data(m) Jarak real rintangan (m) Jarak pendugaan rintangan (m) Akurasi Grt Grt Grt Grt Grt Grt Grt Grt Grt Grt Total Akurasi (%) 67.4 (%) Jarak rintangan hasil pendugaan (m) y = 0.912x R² = Jarak rintangan hasil pengukuran (m) Gambar 75 Hasil pengujian deteksi rintangan secara real-time Hasil pengambilan citra rintangan secara real time terlihat bahwa kompleksnya permalasahan mengenai citra outdoor khususnya citra lintasan pada penelitian ini. Intensitas matahari, pengaruh cuaca, dan konstruksi sensor (pointer laser) itu sendiri merupakan masalah terbesar yang harus diatasi dalam menerapkan sistem deteksi rintangan secara real-time. Namun dengan nilai akurasi pada hasil pada Gambar 75 diatas menyatakan bahwa sistem yang dikembangkan dapat memprediksi jarak rintangan pada lintasan traktor secara real-time dan bisa diaplikasikan pada lintasan kerja untuk traktor tanpa awak.

90 68 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pengembangan program pengolahan citra real-time telah berhasil dilakukan untuk mendeteksi rintangan pada lintasan kerja traktror tanpa awak. Pengembangan program pengolahan citra real-time yang meliputi proses binerisasi (thresholding) dan operasi morfologi berupa operasi dilasi berhasil memberikan citra biner yang sempurna. Program pengolahan citra real-time mempunyai kemampuan mendeteksi rintangan yang berada di bagian kiri, tengah dan kanan lintasan traktor. Apabila program mendeteksi rintangan pada jarak kurang dari 7 m maka program memberikan perintah pada traktor agar belok kiri (jika rintangan berada di bagian kanan dan tengah), belok kanan (jika rintangan berada di bagian kiri), berhenti apabila rintangan berada di sepanjang lintasan, dan jalan terus apabila tidak terdapat rintangan pada lintasan. Namun traktor akan jalan terus apabila rintangan berada pada jarak lebih dari 7 m. Program pengolahan citra real-time diaplikasikan pada kecepatan kerja traktor 0.5 m/det dengan kecepatan proses pengolahan citra rintangan sampai menghasilkan keputusan adalah rata-rata 1.3 detik/ perintah dan mampu bekerja secara maksimal pada intensitas matahari lux ( WIB pada kondisi normal). Total akurasi sistem deteksi rintangan real-time adalah 67.4% dan dapat disimpulkan bahwa jangkauan deteksi rintangan dipengaruhi oleh jarak pengambilan dan kondisi pencahayaan di lahan aplikasi. Saran Untuk memaksimalkan kinerja sistem deteksi rintangan real-time maka terdapat beberapa hal yang harus diperbaharui antara lain kamera dan lensa yang digunakan sebaiknya mempunyai kemampuan untuk autofocus dalam menghadapi perubahan pencahayaan outdoor. Sensor yang digunakan (pointer laser merah) sebaiknya mempunyai kemampuan penyinaran yang cukup kuat dan seragam pada berbagai kondisi pencahayaan outdoor. Perlu dilakukan perbaikan dan penyempurnaan tempat dudukan dan susunan pointer laser agar posisi pointer laser lebih stabil. Perlu dikembangkan kinerja sistem deteksi rintangan pada smart tractor untuk melakukan belok otomatis pada traktor ke arah lintasan aman apabila terdapat rintangan.

91 69 DAFTAR PUSTAKA Ahamed T Navigation of an Autonomous Tractor Using Multiple Sensors [Disertasi]. Jepang (JP): University of Tsukuba. Ahmad U Pengolahan Citra Digital dan Teknik Pemogramannya. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Ahmad U Langkah Membuat Program Pengolah Citra Menggunakan Visual C#. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Ahmad U, Desrial, Subrata IDM Pengembangan Algoritma Pengolahan Citra untuk Menghindari Rintangan pada Traktor Tanpa Awak. Seminar Nasional Perteta Revitalisasi Mekanisasi Pertanian dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi. Purwokerto (ID). Alegri et al Real -time Fusion of Visual Images and Laser Data Images for Safe Navigation in Outdoor Environments. J Automation and Robotics Spanish Council for Scientific Research. Spanyol (ES). [29 Juni 2013]. Ali W Tree Detection using Color, and Texture Cues for Autonomous Navigation in Forest Environment [Tesis]. Swedia (SE): Umeå University. Andersen CS et al Navigation using range images on a mobile robot. J Robotics and Autonomous Systems 10: Apostolopoulos D, Wagner M, Whittaker W Technology and field demonstration results in the robotic search for Antarctic meteorites. T. Oomichi. Proceedings of the International Conference on Field and Service Robotics pp Arymukti AM dan Suryana S Pengantar Pengolahan Citra. Jakarta (ID): PT. Gramedia. Bailey, Nebot, Wyte Robust Distinctive Palce Recognition for Topological Maps. Australian center for field robotic (ACFR). Sydney (AU). Bichoff Advances in the development of the humanoid service robot HERMES. Proceedings of the International Conference on Field and Service Robotics. pp Blackmore BS, Fountas S, Vougioukas S, Tang L, Sørensen, CG, dan Jørgensen R. 2004b. Decomposition of agricultural taskinto robotic behaviours, The CIGR. J AE Scientific Researchs and Development In Press.

92 70 Blackmore, BS, Stout B, Wang M., and Runov B Robotic agriculture the future of agricultural mechanisation 5th European Conference on Precision Agriculture. J Stafford, V. the Netherlands, Wageningan Academic Publishers. pp Chen, KH dan Tsai, WH Vision-based obstacle detection and avoidance for autonomous land vehicle navigation in outdoor roads. J Automation in Construction 10: Corral M Trigonometry. Department of Mathematics at Schoolcraft College. Easterly D, Adamchuk VI, Kocher MF, Hoy RM Using a Vision Sensor System for Performance Testing of Satellite-Based Tractor Auto-guidance. Computers and electronics in Agriculture Journal 72: Gray KW Obstacle Detection and Avoidance for an Autonomous Farm Tractor.Tesis. Utah State University. Harper N, McKerrow P Recognising Plants eith Ultrasonic Sensing for Mobile Robot Navigation. School of Information Technology and Computer Science. University of Wollongong. Horn J dan Schmidt G Continuous localization of a mobile robot based on 3D-laser-range-data, predicted sensor images, and dead-reckoning. Elsevier. J of Robotics and Autonomous Systems 14: Motta et al Robot calibration using a 3D vision-based measurement system with a single camera. J of Robotics and Computer Integrated Manufacturing 17: Perez LG, Alegre MCG, Ribeiro A, Guinea An Agent of Behaviour Architecture for Unmanned Control of a Farming Vehicle. Computers and Electronics in Agriculture Elsevier Science B.V. 60: Rahman CS Rancang Bangun Sistem Kemudi Otomatis Traktor Pertanian Berbasis Navigasi GPS (Global Positioning System). Tesis. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Rains GC, Thomas DL Precision Farming: An Introduction. Bulletin the Cooperative Extension Service the University of Georgia College of Agricultural and Environmental Sciences 1186 ( edu/pplications/publications/files/pdf/b%201186_2.pdf). [29 Juni 2013]. Ribeiro M I ObstacleAvoidance Obstacle Avoidance.pdf. [2 Februari 2011].

93 Roberts J dan Corke P Obstacle detection for a Mining Vehicle using a 2D Laser. CSIROManufacturing Science & Technology. au/cmst/automation [5 November 2012]. Saksono M Deteksi Rintangan Menggunakan Kamera CCD untuk Aplikasi pada Traktor Tanpa Awak. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Schellberg J Precision agriculture on grassland: Applications, perspectives and constraints. J European Journal of Agronomy 29: Sommerville I Real-time Software Design. Software Engineering. uence=1. [29 Juni 2013]. Subramanian V, Burks TH, Arroyo AA Development of machine vision and laser radar based autonomous vehicle guidance system for citrus grove navigation. Computers and Electronics in Agriculture Elsevier Science B.V. 53: Sudduth KA Engineering Technologies for Precision Farming. J of Production Agriculture 7: ( download?doi= &rep=rep1&type=pdf) [29 Juni 2013] Surmann H, Lingemann K, Nuchter A, Hertzberg J A 3D Laser Range Finder for Autonomous mobile Robots. German National Research Center for Information Technology. Institute for Autonomous Intelligent System. Sank Augudtin. German. Torri T Research inautonomous Agriculture Vehicles in Japan. Computers and Electronics in Agriculture Elsevier Science B.V. 25: Wilson JN Guidance of Agriculture Vehicles-a historical Perspective. Elsevier. J Computer and Electronics in Agriculture. 25: 3-9. Wu YG, Yang JY, Liu K Obstacle detection and environment modeling based on multisensor fusion for robot navigation. J artificial Intelligence in Engineering. 10: Yu XL, Sun YR, Liu JY, Chen BW Autonomous Navigation for Unmanned Aerial Vehicles Based on Chaotic Bionics Theory. J of Bionic Engineering. 6:

94 72

95 LAMPIRAN 73

96 74

97 Lampiran 1 Rancangan penempatan sistem deteksi rintangan pada traktor 75

98 Lampiran 2 Rancangan penempatan kamera beserta komponen-komponennya 76

99 Lampiran 3 Ditail gambar rangka, dudukan kamera, dan laser (box pelindung) 77

100 78 Lampiran 4 Ditail dimensi Box pelindung 1

101 Lampiran 5 Rancangann kesatuan sistem deteksi rintangan 791

102 80 Lampiran 6 Dimensi rancangan kesatuan sistem deteksi rintangan 1

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 18 Gambar 17 Pegujian sistem navigasi: (a) lintasan lurus tanpa simpangan, (b)lintasan lurus dengan penggunaan simpangan awal, (c) lintasan persegi panjang, (d) pengolahan tanah menggunakan rotary harrower

Lebih terperinci

RANCANG BANGGUN ALAT DETEKSI RINTANGAN PADA LINTASAN KERJA TRAKTOR BERBASIS PENGOLAHAN CITRA

RANCANG BANGGUN ALAT DETEKSI RINTANGAN PADA LINTASAN KERJA TRAKTOR BERBASIS PENGOLAHAN CITRA RANCANG BANGGUN ALAT DETEKSI RINTANGAN PADA LINTASAN KERJA TRAKTOR BERBASIS PENGOLAHAN CITRA Irriwad Putri 1, Usman Ahmad 2, dan Desrial 2 1 Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan beberapa percobaan yang terkait dengan sensor yang akan digunakan. Untuk pemilihan sensor sinar laser yang tepat,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Smart Traktor

II. TINJAUAN PUSTAKA Smart Traktor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Smart Traktor Ide mengenai robotic agriculture (suatu mesin cerdas yang dapat melakukan kegiatan pertanian) bukanlah hal yang baru lagi. Banyak insinyur yang telah mengembangkan

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Konsep Dasar Pengolahan Citra Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Definisi Citra digital: kumpulan piksel-piksel yang disusun dalam larik (array) dua-dimensi yang berisi nilai-nilai real

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODA DETEKSI RINTANGAN MENGGUNAKAN KAMERA CCD UNTUK TRAKTOR TANPA AWAK

PENGEMBANGAN METODA DETEKSI RINTANGAN MENGGUNAKAN KAMERA CCD UNTUK TRAKTOR TANPA AWAK Seminar Nasional PERTETA, Bandung 6-8 Desember 0 PENGEMBANGAN METODA DETEKSI RINTANGAN MENGGUNAKAN KAMERA CCD UNTUK TRAKTOR TANPA AWAK Usman Ahmad, Desrial, Mudho Saksono Dosen pada Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deteksi Dari citra setting yang telah direkam, dengan menggunakan software Paint Shop Pro v.6, diketahui nilai RGB dari tiap laser yang terekam oleh kamera CCD. RGB yang dicantumkan

Lebih terperinci

Pengembangan Metoda Deteksi Rintangan untuk Traktor Tanpa Awak Menggunakan Kamera CCD

Pengembangan Metoda Deteksi Rintangan untuk Traktor Tanpa Awak Menggunakan Kamera CCD Technical Paper Pengembangan Metoda Deteksi Rintangan untuk Traktor Tanpa Awak Menggunakan Kamera CCD Development of Obstacle Detection Method for Unmanned Tractor using CCD Camera Usman Ahmad 1, Desrial

Lebih terperinci

Pengembangan Algoritma Pengolahan Citra untuk Menghindari Rintangan pada Traktor Tanpa Awak

Pengembangan Algoritma Pengolahan Citra untuk Menghindari Rintangan pada Traktor Tanpa Awak Technical Paper Pengembangan Algoritma Pengolahan Citra untuk Menghindari Rintangan pada Traktor Tanpa Awak Development of Image Processing Algorithms for Obstacle Avoidance on Unmanned Tractor Usman Ahmad

Lebih terperinci

Bab III Perangkat Pengujian

Bab III Perangkat Pengujian Bab III Perangkat Pengujian Persoalan utama dalam tugas akhir ini adalah bagaimana mengimplementasikan metode pengukuran jarak menggunakan pengolahan citra tunggal dengan bantuan laser pointer dalam suatu

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Definisi Masalah Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut sudah terintegrasi dengan komputer, dengan terintegrasinya sistem tersebut

Lebih terperinci

ABSTRAK Robovision merupakan robot yang memiliki sensor berupa indera penglihatan seperti manusia. Untuk dapat menghasilkan suatu robovision, maka

ABSTRAK Robovision merupakan robot yang memiliki sensor berupa indera penglihatan seperti manusia. Untuk dapat menghasilkan suatu robovision, maka ABSTRACT Robovision is a robot that has a sensor in the form of the human senses such as vision. To be able to produce a robovision, it is necessary to merge the technologies of robotics and computer vision

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memelihara dan meningkatkan tingkat kualitas hidup, mengurangi keterbatasan pemeliharaan akan fasilitas, efisiensi penggunaan sumber daya dan keamanan atas kepemilikan

Lebih terperinci

INTEGRATION AND EVALUATION USING PATTERN RECOGNITION FOR MOBILE ROBOT NAVIGATION. Iman H. Kartowisastro.; Budiyanto Mulianto; Valentinus Rahardjo

INTEGRATION AND EVALUATION USING PATTERN RECOGNITION FOR MOBILE ROBOT NAVIGATION. Iman H. Kartowisastro.; Budiyanto Mulianto; Valentinus Rahardjo INTEGRATION AND EVALUATION USING PATTERN RECOGNITION FOR MOBILE ROBOT NAVIGATION Iman H. Kartowisastro.; Budiyanto Mulianto; Valentinus Rahardjo Jurusan Sistem Komputer, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV UJI PENENTUAN POSISI TIGA DIMENSI BUAH JERUK LEMON PADA TANAMANNYA

BAB IV UJI PENENTUAN POSISI TIGA DIMENSI BUAH JERUK LEMON PADA TANAMANNYA BAB IV UJI PENENTUAN POSISI TIGA DIMENSI BUAH JERUK LEMON PADA TANAMANNYA A. Pendahuluan Latar belakang Robot selain diterapkan untuk dunia industri dapat juga diterapkan untuk dunia pertanian. Studi yang

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Program Pengolahan Citra untuk Pengukuran Warna pada Produk Hortikultura Pengembangan metode pengukuran warna dengan menggunakan kamera CCD dan image processing adalah dengan

Lebih terperinci

DETEKSI KEBAKARAN BERBASIS WEBCAM SECARA REALTIME DENGAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

DETEKSI KEBAKARAN BERBASIS WEBCAM SECARA REALTIME DENGAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DETEKSI KEBAKARAN BERBASIS WEBCAM SECARA REALTIME DENGAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Ari Sutrisna Permana 1, Koredianto Usman 2, M. Ary Murti 3 Jurusan Teknik Elektro - Institut Teknologi Telkom - Bandung

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan 6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA Pendahuluan Praktek pengendalian gulma yang biasa dilakukan pada pertanian tanaman pangan adalah pengendalian praolah dan pascatumbuh. Aplikasi kegiatan Praolah dilakukan

Lebih terperinci

Copyright Tabratas Tharom 2003 IlmuKomputer.Com

Copyright Tabratas Tharom 2003 IlmuKomputer.Com Pengolahan Citra Pada Mobil Robot Tabratas Tharom tharom@yahoo.com Copyright Tabratas Tharom 2003 IlmuKomputer.Com BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PERANCANGAN PENGOLAHAN CITRA SEBUAH MOBIL ROBOT Perancangan pengolahan

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN REALISASI DINDING PRESENTASI INTERAKTIF DENGAN PENDETEKSIAN POSISI SINAR POINTER LASER SEBAGAI OPERATOR KURSOR MOUSE ABSTRAK

PERANCANGAN DAN REALISASI DINDING PRESENTASI INTERAKTIF DENGAN PENDETEKSIAN POSISI SINAR POINTER LASER SEBAGAI OPERATOR KURSOR MOUSE ABSTRAK PERANCANGAN DAN REALISASI DINDING PRESENTASI INTERAKTIF DENGAN PENDETEKSIAN POSISI SINAR POINTER LASER SEBAGAI OPERATOR KURSOR MOUSE Naftali Inafiar Yonida 0822077 Email : naph_yon@yahoo.com Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM DETEKSI MENGGUNAKAN KAMERA UNTUK MANIPULATOR ROBOT PEMANEN JERUK LEMON (Citrus medica) JAROT PRIANGGONO

PENGEMBANGAN SISTEM DETEKSI MENGGUNAKAN KAMERA UNTUK MANIPULATOR ROBOT PEMANEN JERUK LEMON (Citrus medica) JAROT PRIANGGONO PENGEMBANGAN SISTEM DETEKSI MENGGUNAKAN KAMERA UNTUK MANIPULATOR ROBOT PEMANEN JERUK LEMON (Citrus medica) JAROT PRIANGGONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

DETEKSI RINTANGAN MENGGUNAKAN KAMERA CCD UNTUK APLIKASI PADA TRAKTOR TANPA AWAK SKRIPSI MUDHO SAKSONO F

DETEKSI RINTANGAN MENGGUNAKAN KAMERA CCD UNTUK APLIKASI PADA TRAKTOR TANPA AWAK SKRIPSI MUDHO SAKSONO F DETEKSI RINTANGAN MENGGUNAKAN KAMERA CCD UNTUK APLIKASI PADA TRAKTOR TANPA AWAK SKRIPSI MUDHO SAKSONO F14070071 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli Desember 2007 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

Bab II Teori Dasar 2.1 Representasi Citra

Bab II Teori Dasar 2.1 Representasi Citra Bab II Teori Dasar 2.1 Representasi Citra Citra dapat direpresentasikan sebagai kumpulan picture element (pixel) pada sebuah fungsi analog dua dimensi f(x,y) yang menyatakan intensitas cahaya yang terpantul

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

MENENTUKAN KEPADATAN LALU LINTAS DENGAN PENGHITUNGAN JUMLAH KENDARAAN BERBASIS VIDEO PROCESSING

MENENTUKAN KEPADATAN LALU LINTAS DENGAN PENGHITUNGAN JUMLAH KENDARAAN BERBASIS VIDEO PROCESSING Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Tugas Akhir - 2009 MENENTUKAN KEPADATAN LALU LINTAS DENGAN PENGHITUNGAN JUMLAH KENDARAAN BERBASIS VIDEO PROCESSING Muahamd Syukur¹, Iwan Iwut Tritoasmoro², Koredianto Usman³

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH Fitri Afriani Lubis 1, Hery Sunandar 2, Guidio Leonarde Ginting 3, Lince Tomoria Sianturi 4 1 Mahasiswa Teknik Informatika, STMIK Budi Darma

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENGUKURAN JARAK DENGAN METODA DISPARITY MENGGUNAKAN STEREO VISION PADA ROBOT OTONOMUS PENGHINDAR RINTANGAN

IMPLEMENTASI PENGUKURAN JARAK DENGAN METODA DISPARITY MENGGUNAKAN STEREO VISION PADA ROBOT OTONOMUS PENGHINDAR RINTANGAN IMPLEMENTASI PENGUKURAN JARAK DENGAN METODA DISPARITY MENGGUNAKAN STEREO VISION PADA ROBOT OTONOMUS PENGHINDAR RINTANGAN Disusun oleh : Hendra (1022021) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Jl. Prof.

Lebih terperinci

KAMERA PENDETEKSI GERAK MENGGUNAKAN MATLAB 7.1. Nugroho hary Mindiar,

KAMERA PENDETEKSI GERAK MENGGUNAKAN MATLAB 7.1. Nugroho hary Mindiar, KAMERA PENDETEKSI GERAK MENGGUNAKAN MATLAB 7.1 Nugroho hary Mindiar, 21104209 Mahasiswa Sarjana Strata Satu (S1) Jurusan Sistem Komputer, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Gunadarma mindiar@yahoo.com

Lebih terperinci

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Seminar Nasional Teknologi Terapan SNTT 2013 (26/10/2013) COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Isnan Nur Rifai *1 Budi Sumanto *2 Program Diploma Elektronika & Instrumentasi Sekolah

Lebih terperinci

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY Minati Yulianti 1, Cucu Suhery 2, Ikhwan Ruslianto 3 [1] [2] [3] Jurusan Sistem Komputer, Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura Jl. Prof.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harfiah citra atau image adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada

Lebih terperinci

Traffic IP Camera untuk Menghitung Kendaraan Roda Empat Menggunakan Metode Luasan Piksel

Traffic IP Camera untuk Menghitung Kendaraan Roda Empat Menggunakan Metode Luasan Piksel 1 Traffic IP Camera untuk Menghitung Kendaraan Roda Empat Menggunakan Metode Luasan Piksel Andi Muhammad Ali Mahdi Akbar, Arief Kurniawan, Ahmad Zaini Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Industri Institut

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM KONTROL OTOMATIS UNTUK KEMUDI, KOPLING DAN AKSELERATOR PADA TRAKTOR PERTANIAN

RANCANG BANGUN SISTEM KONTROL OTOMATIS UNTUK KEMUDI, KOPLING DAN AKSELERATOR PADA TRAKTOR PERTANIAN RANCANG BANGUN SISTEM KONTROL OTOMATIS UNTUK KEMUDI, KOPLING DAN AKSELERATOR PADA TRAKTOR PERTANIAN Desrial, Cecep Saepul R, I Made Subrata dan Usman Ahmad Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta,

Lebih terperinci

5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN. Pendahuluan

5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN. Pendahuluan 5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN Pendahuluan Tujuan aplikasi berbasis sensor adalah melakukan penyemprotan dengan presisi tinggi berdasarkan pengamatan real time, menjaga mutu produk dari kontaminasi obat-obatan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KAMERA WIRELESS SEBAGAI PEMANTAU KEADAAN PADA ANTICRASH ULTRASONIC ROBOT

PEMANFAATAN KAMERA WIRELESS SEBAGAI PEMANTAU KEADAAN PADA ANTICRASH ULTRASONIC ROBOT PEMANFAATAN KAMERA WIRELESS SEBAGAI PEMANTAU KEADAAN PADA ANTICRASH ULTRASONIC ROBOT 1 Hilridya Sagita, 2 Eri Prasetyo dan 3 Arifin 1,2 Sistem Komputer, Universitas Gunadarma Jakarta 3 STMIK Bidakara,

Lebih terperinci

Realisasi Sistem Pemantau Kepadatan Lalu-Lintas Menggunakan Teknologi Radar RTMS G4

Realisasi Sistem Pemantau Kepadatan Lalu-Lintas Menggunakan Teknologi Radar RTMS G4 Realisasi Sistem Pemantau Kepadatan Lalu-Lintas Menggunakan Teknologi Radar RTMS G4 Egne Novanda / 0422028 E-mail : E.novanda@yahoo.com Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Jalan Prof. Drg. Suria Sumantri

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROGRAM PENGOLAHAN CITRA BIJI KOPI Citra biji kopi direkam dengan menggunakan kamera CCD dengan resolusi 640 x 480 piksel. Citra biji kopi kemudian disimpan dalam file dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Citra atau gambar merupakan salah satu komponen penting dalam dunia multimedia karena memiliki peranan penting dalam hal menyajikan suatu informasi dalam bentuk gambar

Lebih terperinci

Pendeteksian Arah Jalan pada Gps Googlemaps sebagai Navigasi Mobil Tanpa Pengemudi

Pendeteksian Arah Jalan pada Gps Googlemaps sebagai Navigasi Mobil Tanpa Pengemudi JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F 201 Pendeteksian Arah Jalan pada Gps Googlemaps sebagai Navigasi Mobil Tanpa Pengemudi Hendijanto Dian Pradikta dan Arif Wahyudi

Lebih terperinci

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016 MKB3383 - Teknik Pengolahan Citra Pengolahan Citra Digital Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016 CITRA Citra (image) = gambar pada bidang 2 dimensi. Citra (ditinjau dari sudut pandang matematis)

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERHITUNGAN KECEPATAN OBJEK BERGERAK BERBASIS WEBCAM DAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

IMPLEMENTASI PERHITUNGAN KECEPATAN OBJEK BERGERAK BERBASIS WEBCAM DAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Tugas Akhir - 2009 IMPLEMENTASI PERHITUNGAN KECEPATAN OBJEK BERGERAK BERBASIS WEBCAM DAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Bambang Hermanto¹, Koredianto Usman², Iwan Iwut Tirtoasmoro³

Lebih terperinci

Penghitung Kendaraan Menggunakan Background Substraction dengan Background Hasil Rekonstruksi

Penghitung Kendaraan Menggunakan Background Substraction dengan Background Hasil Rekonstruksi Penghitung Kendaraan Menggunakan Substraction dengan Hasil Rekonstruksi Mohammad Musa Sanjaya #1, Dr. I Ketut Eddy Purnama, ST., MT. *2, Muhtadin,ST.,MT #3 Jurusan Teknik Elektro, ITS Surabaya 1 musopotamia@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB II TEORI PENUNJANG BAB II TEORI PENUNJANG 2.1 Computer Vision Komputerisasi memiliki ketelitian yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan cara manual yang dilakukan oleh mata manusia, komputer dapat melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK A. Pendahuluan Latar Belakang Perhitungan posisi tiga dimensi sebuah obyek menggunakan citra stereo telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ini merupakan penelitian di bidang pemrosesan citra. Bidang pemrosesan citra sendiri terdapat tiga tingkatan yaitu operasi pemrosesan citra tingkat rendah,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama bulan Maret hingga Juli 2011, bertempat di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen

Lebih terperinci

STMIK AMIKOM PURWOKERTO PENGOLAHAN CITRA. Akuisisi dan Model ABDUL AZIS, M.KOM

STMIK AMIKOM PURWOKERTO PENGOLAHAN CITRA. Akuisisi dan Model ABDUL AZIS, M.KOM PENGOLAHAN CITRA Akuisisi dan Model Dasar Image 1 2 Apakah itu image / citra? Gambar atau foto atau data visual lainnya, umumnya dalam bentuk 2D atau 3D. Apakah itu digital image? Sebuah image yang berbentuk

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KAMERA CCTV SEBAGAI ALAT BANTU TRAFFIC SURVEY BIDANG : TRAFFIC ENGINEERING. Ressi Dyah Adriani NPP

PEMANFAATAN KAMERA CCTV SEBAGAI ALAT BANTU TRAFFIC SURVEY BIDANG : TRAFFIC ENGINEERING. Ressi Dyah Adriani NPP PEMANFAATAN KAMERA CCTV SEBAGAI ALAT BANTU TRAFFIC SURVEY BIDANG : TRAFFIC ENGINEERING Ressi Dyah Adriani NPP 10529 ressi.adriani@jasamarga.co.id ABSTRAK Data kepadatan lalu-lintas merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

Pengantar Pengolahan Citra. Ade Sarah H., M. Kom

Pengantar Pengolahan Citra. Ade Sarah H., M. Kom Pengantar Pengolahan Citra Ade Sarah H., M. Kom Pendahuluan Data atau Informasi terdiri dari: teks, gambar, audio, dan video. Citra = gambar adalah salah satu komponen multimedia yang memegang peranan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai dengan Oktober 2010. Perancangan alat dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai Agustus 2010 di Bengkel Departemen

Lebih terperinci

APLIKASI WIROBOT X80 UNTUK MENGUKUR LEBAR DAN TINGGI BENDA. Disusun Oleh: Mulyadi Menas Chiaki. Nrp :

APLIKASI WIROBOT X80 UNTUK MENGUKUR LEBAR DAN TINGGI BENDA. Disusun Oleh: Mulyadi Menas Chiaki. Nrp : APLIKASI WIROBOT X80 UNTUK MENGUKUR LEBAR DAN TINGGI BENDA Disusun Oleh: Nama : Mulyadi Menas Chiaki Nrp : 0422134 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha, Jl. Prof.Drg.Suria

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI ALAT Perhitungan benih ikan dengan image processing didasarkan pada luas citra benih ikan. Pengambilan citra menggunakan sebuah alat berupa wadah yang terdapat kamera

Lebih terperinci

PENGENALAN BILANGAN ARAB MENGGUNAKAN TEMPLATE MATCHING

PENGENALAN BILANGAN ARAB MENGGUNAKAN TEMPLATE MATCHING Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) PENGENALAN BILANGAN ARAB MENGGUNAKAN TEMPLATE MATCHING Muhammad Hanif Dwiadi¹, Sofia Naning Hertiana², Gelar Budiman³ ¹Teknik Telekomunikasi,, Universitas Telkom Abstrak

Lebih terperinci

Jobsheet 3 Cara Kerja Sistem CCTV

Jobsheet 3 Cara Kerja Sistem CCTV Jobsheet 3 Cara Kerja Sistem CCTV I. Tujuan Praktikum 1.Mahasiswa mengetahui cara mengoperasikan CCTV. 2.Mahasiswa dapat mengoperasikan CCTV. 3.Mahasiswa mengetahui cara kerja sistem CCTV. II. Deskripsi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN APLIKASI PERHITUNGAN JUMLAH OBJEK PADA CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE MATHEMATICAL MORPHOLOGY

PENGEMBANGAN APLIKASI PERHITUNGAN JUMLAH OBJEK PADA CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE MATHEMATICAL MORPHOLOGY PENGEMBANGAN APLIKASI PERHITUNGAN JUMLAH OBJEK PADA CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE MATHEMATICAL MORPHOLOGY DAN TEKNIK CONNECTED COMPONENT LABELING Oleh I Komang Deny Supanji, NIM 0815051052 Jurusan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 1 Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Citra atau Image merupakan istilah lain dari gambar, yang merupakan

Lebih terperinci

One picture is worth more than ten thousand words

One picture is worth more than ten thousand words Budi Setiyono One picture is worth more than ten thousand words Citra Pengolahan Citra Pengenalan Pola Grafika Komputer Deskripsi/ Informasi Kecerdasan Buatan 14/03/2013 PERTEMUAN KE-1 3 Image Processing

Lebih terperinci

3. METODE. Metode Penelitian. Waktu dan Lokasi Penelitian

3. METODE. Metode Penelitian. Waktu dan Lokasi Penelitian 3. METODE Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan menggunakan metode pendekatan sistem. Pendekatan sistem merupakan suatu metodologi pemecahan masalah yang diawali dengan identifikasi serangkaian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4. Analisa Hasil Pengukuran Profil Permukaan Penelitian dilakukan terhadap (sepuluh) sampel uji berdiameter mm, panjang mm dan daerah yang dibubut sepanjang 5 mm. Parameter pemesinan

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN. lingkup dari Tugas Akhir ini, serta diakhiri dengan sistematika penulisan laporan.

BAB I: PENDAHULUAN. lingkup dari Tugas Akhir ini, serta diakhiri dengan sistematika penulisan laporan. BAB I: PENDAHULUAN Bab I ini berisikan penjelasan mengenai latar belakang, permasalahan, tujuan, dan ruang lingkup dari Tugas Akhir ini, serta diakhiri dengan sistematika penulisan laporan. 1.1 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

ANALISIS SENSITIVITAS VISION SENSOR UNTUK MENDETEKSI WARNA

ANALISIS SENSITIVITAS VISION SENSOR UNTUK MENDETEKSI WARNA SKRIPSI ANALISIS SENSITIVITAS VISION SENSOR UNTUK MENDETEKSI WARNA Laporan ini disusun guna memenuhi salah satu persyaratan Untuk menyelesaikan program S-1 Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Muria

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Metode Perancangan Perancangan sistem didasarkan pada teknologi computer vision yang menjadi salah satu faktor penunjang dalam perkembangan dunia pengetahuan dan teknologi,

Lebih terperinci

APLIKASI PERINTAH SUARA UNTUK MENGGERAKKAN ROBOT. Disusun Oleh : Nama : Astron Adrian Nrp :

APLIKASI PERINTAH SUARA UNTUK MENGGERAKKAN ROBOT. Disusun Oleh : Nama : Astron Adrian Nrp : APLIKASI PERINTAH SUARA UNTUK MENGGERAKKAN ROBOT Disusun Oleh : Nama : Astron Adrian Nrp : 0422014 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,, Jl. Prof.Drg.Suria Sumantri, MPH no.65, Bandung, Indonesia.

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan September 2011 s/d bulan Februari

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan September 2011 s/d bulan Februari 48 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan September 2011 s/d bulan Februari 2012. Pembuatan dan pengambilan data dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI NOMOR POLISI KENDARAAN BERMOTOR MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN SELF ORGANIZING MAPS (SOMS)

IDENTIFIKASI NOMOR POLISI KENDARAAN BERMOTOR MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN SELF ORGANIZING MAPS (SOMS) Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) IDENTIFIKASI NOMOR POLISI KENDARAAN BERMOTOR MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN SELF ORGANIZING MAPS (SOMS) Inung Wijayanto¹, Iwan Iwut Tritoasmoro², Koredianto Usman³

Lebih terperinci

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

Pembentukan Citra. Bab Model Citra Bab 2 Pembentukan Citra C itra ada dua macam: citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk dari digitalisasi yang sedang berkembang saat ini adalah teknologi 3D Scanning yang merupakan proses pemindaian objek nyata ke dalam bentuk digital.

Lebih terperinci

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses implementasi dari metode pendeteksian paranodus yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini terbagai menjadi empat bagian, bagian 3.1 menjelaskan

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PENENTU AXIS Z ZERO SETTER

BAB II SISTEM PENENTU AXIS Z ZERO SETTER BAB II SISTEM PENENTU AXIS Z ZERO SETTER 2.1 Gambaran Umum Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan pada Bab I, tujuan skripsi ini adalah merancang suatu penentu axis Z Zero Setter menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keakuratan dari penglihatan mesin membuka bagian baru dari aplikasi komputer.

BAB 1 PENDAHULUAN. keakuratan dari penglihatan mesin membuka bagian baru dari aplikasi komputer. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melihat perkembangan teknologi sekarang ini, penggunaan komputer sudah hampir menjadi sebuah bagian dari kehidupan harian kita. Semakin banyak muncul peralatan-peralatan

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

PENDUGAAN PRODUKTIVITAS PADI DENGAN PENGOLAHAN CITRA YANG DIAMBIL DARI PESAWAT TERBANG MINI

PENDUGAAN PRODUKTIVITAS PADI DENGAN PENGOLAHAN CITRA YANG DIAMBIL DARI PESAWAT TERBANG MINI PENDUGAAN PRODUKTIVITAS PADI DENGAN PENGOLAHAN CITRA YANG DIAMBIL DARI PESAWAT TERBANG MINI I Wayan Astika 1, Hasbi M. Suud 2, Radite P.A. Setiawan 1, M. Faiz Syuaib 1, M. Solahudin 1 1 Departemen Teknik

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS DAUN TEMBAKAU DENGAN PERANGKAT MOBILE BERDASARKAN EKSTRASI FITUR RATA-RATA RGB MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR

PENENTUAN KUALITAS DAUN TEMBAKAU DENGAN PERANGKAT MOBILE BERDASARKAN EKSTRASI FITUR RATA-RATA RGB MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR PENENTUAN KUALITAS DAUN TEMBAKAU DENGAN PERANGKAT MOBILE BERDASARKAN EKSTRASI FITUR RATA-RATA RGB MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR Eko Subiyantoro, Yan Permana Agung Putra Program Studi Teknik

Lebih terperinci

APLIKASI IDENTIFIKASI ISYARAT TANGAN SEBAGAI PENGOPERASIAN E-KIOSK

APLIKASI IDENTIFIKASI ISYARAT TANGAN SEBAGAI PENGOPERASIAN E-KIOSK APLIKASI IDENTIFIKASI ISYARAT TANGAN SEBAGAI PENGOPERASIAN E-KIOSK Wiratmoko Yuwono Jurusan Teknologi Informasi Politeknik Elektronika Negeri Surabaya-ITS Jl. Raya ITS, Kampus ITS, Sukolilo Surabaya 60111

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.2. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.2. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dijelaskan tujuan, latar belakang masalah, gambaran sistem, batasan masalah, perincian tugas yang dikerjakan dan garis besar penulisan skripsi. 1.1. Tujuan Merancang dan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ALGORITMA PEMUTUAN EDAMAME MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DEDY WIRAWAN SOEDIBYO

PENGEMBANGAN ALGORITMA PEMUTUAN EDAMAME MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DEDY WIRAWAN SOEDIBYO PENGEMBANGAN ALGORITMA PEMUTUAN EDAMAME MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DEDY WIRAWAN SOEDIBYO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN PENGUCAPAN HURUF VOKAL DENGAN METODA PENGUKURAN SUDUT BIBIR PADA CITRA 2 DIMENSI ABSTRAK

SISTEM PENGENALAN PENGUCAPAN HURUF VOKAL DENGAN METODA PENGUKURAN SUDUT BIBIR PADA CITRA 2 DIMENSI ABSTRAK SISTEM PENGENALAN PENGUCAPAN HURUF VOKAL DENGAN METODA PENGUKURAN SUDUT BIBIR PADA CITRA 2 DIMENSI Adhi Fajar Sakti Wahyudi (0722062) Jurusan Teknik Elektro Email: afsakti@gmail.com ABSTRAK Teknologi pengenalan

Lebih terperinci

Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2)

Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2) Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2) ISSN : 1693 1173 Abstrak Pengenalan obyek pada citra merupakan penelitian yang banyak dikembangkan. Salah satunya pengenalan

Lebih terperinci

IP TRAFFIC CAMERA PADA PERSIMPANGAN JALAN RAYA MENGGUNAKAN METODE LUASAN PIKSEL

IP TRAFFIC CAMERA PADA PERSIMPANGAN JALAN RAYA MENGGUNAKAN METODE LUASAN PIKSEL IP TRAFFIC CAMERA PADA PERSIMPANGAN JALAN RAYA MENGGUNAKAN METODE LUASAN PIKSEL OLEH : ANDI MUHAMMAD ALI MAHDI AKBAR Pembimbing 1: Arief Kurniawan, ST., MT Pembimbing 2: Ahmad Zaini, ST., M.Sc. Page 1

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

PENGUKURAN KECEPATAN OBYEK DENGAN PENGOLAAN CITRA MENGGUNAKAN METODE THRESHOLDING SKRIPSI. Disusun Oleh : Hery Pramono NPM.

PENGUKURAN KECEPATAN OBYEK DENGAN PENGOLAAN CITRA MENGGUNAKAN METODE THRESHOLDING SKRIPSI. Disusun Oleh : Hery Pramono NPM. PENGUKURAN KECEPATAN OBYEK DENGAN PENGOLAAN CITRA MENGGUNAKAN METODE THRESHOLDING SKRIPSI Disusun Oleh : Hery Pramono NPM. 0434010389 JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi saat ini menjadi umpan bagi para ahli untuk mencetuskan terobosan-terobosan baru berbasis teknologi canggih. Terobosan ini diciptakan

Lebih terperinci

DETEKSI GERAK BANYAK OBJEK MENGGUNAKAN BACKGROUND SUBSTRACTION DAN DETEKSI TEPI SOBEL

DETEKSI GERAK BANYAK OBJEK MENGGUNAKAN BACKGROUND SUBSTRACTION DAN DETEKSI TEPI SOBEL DETEKSI GERAK BANYAK OBJEK MENGGUNAKAN BACKGROUND SUBSTRACTION DAN DETEKSI TEPI SOBEL Muhammad Affandes* 1, Afdi Ramadani 2 1,2 Teknik Informatika UIN Sultan Syarif Kasim Riau Kontak Person : Muhammad

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL 2.1 Citra Secara harafiah, citra adalah representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi pada bidang dari suatu objek. Ditinjau dari sudut pandang matematis,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Pendahuluan Sebelumnya telah ada penelitian tentang sistem pengenalan wajah 2D menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- Means dan jaringan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian ini. Terdapat beberapa dasar teori yang digunakan dan akan diuraikan sebagai berikut. 2.1.1 Citra Digital

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi atau gambaran, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda, contohnya yaitu foto seseorang dari kamera yang

Lebih terperinci

PENGUKURAN GETARAN PADA POROS MODEL VERTICAL AXIS OCEAN CURRENT TURBINE (VAOCT) DENGAN METODE DIGITAL IMAGE PROCESSING

PENGUKURAN GETARAN PADA POROS MODEL VERTICAL AXIS OCEAN CURRENT TURBINE (VAOCT) DENGAN METODE DIGITAL IMAGE PROCESSING PRESENTASI TESIS (P3) PENGUKURAN GETARAN PADA POROS MODEL VERTICAL AXIS OCEAN CURRENT TURBINE (VAOCT) DENGAN METODE DIGITAL IMAGE PROCESSING HEROE POERNOMO 4108204006 LATAR BELAKANG Pengaruh getaran terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan salah satu sarana transportasi darat yang penting untuk menghubungkan berbagai tempat seperti pusat industri, lahan pertanian, pemukiman, serta sebagai

Lebih terperinci

SKRIPSI. PEMUTUAN BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis (L) Osbeck) MENGGUNAKAN ALGORITMA PENGOLAHAN CITRA. Oleh: MARIA YUSTINA TAMPUBOLON F

SKRIPSI. PEMUTUAN BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis (L) Osbeck) MENGGUNAKAN ALGORITMA PENGOLAHAN CITRA. Oleh: MARIA YUSTINA TAMPUBOLON F SKRIPSI PEMUTUAN BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis (L) Osbeck) MENGGUNAKAN ALGORITMA PENGOLAHAN CITRA Oleh: MARIA YUSTINA TAMPUBOLON F14101109 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Sistem Deteksi Bola Berdasarkan Warna Bola Dan Background Warna Lapangan Pada Robot Barelang FC

Sistem Deteksi Bola Berdasarkan Warna Bola Dan Background Warna Lapangan Pada Robot Barelang FC Sistem Deteksi Bola Berdasarkan Warna Bola Dan Background Warna Lapangan Pada Robot Barelang FC Hanjaya Mandala (1).EkoRudiawan,S.ST (2).HendawanSoebhakti,ST.,MT (3). (1) (2) (3) Politeknik Negeri Batam

Lebih terperinci

Kendaraan Otonom Berbasis Kendali Teaching And Playback Dengan Kemampuan Menghindari Halangan

Kendaraan Otonom Berbasis Kendali Teaching And Playback Dengan Kemampuan Menghindari Halangan Kendaraan Otonom Berbasis Kendali Teaching And Playback Dengan Kemampuan Menghindari Halangan Aldilla Rizki Nurfitriyani 1, Noor Cholis Basjaruddin 2, Supriyadi 3 1 Jurusan Teknik Elektro,Politeknik Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mikrokontroler merupakan pengontrol mikro atau disebut juga Single Chip

BAB I PENDAHULUAN. Mikrokontroler merupakan pengontrol mikro atau disebut juga Single Chip BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang sangat pesat khususnya kemajuan di dunia elektronika dan komputer menyebabkan banyak dihasilkannya suatu penemuanpenemuan yang dianggap

Lebih terperinci