PENGARUH BERBAGAI BAHAN PEMBENAH TANAH TERHADAP SIFAT FISIK TANAH LATOSOL UNTUK BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN. Oleh: IMA MAFTUHAH A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH BERBAGAI BAHAN PEMBENAH TANAH TERHADAP SIFAT FISIK TANAH LATOSOL UNTUK BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN. Oleh: IMA MAFTUHAH A"

Transkripsi

1 PENGARUH BERBAGAI BAHAN PEMBENAH TANAH TERHADAP SIFAT FISIK TANAH LATOSOL UNTUK BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN Oleh: IMA MAFTUHAH A PROGRAM STUDI ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 SUMMARY IMA MAFTUHAH. The Effect of Various Soil Ameliorant on Physical Properties of Latosol soils for Vegetables Cultivation. Supervised by ASTIANA SASTIONO and BASUKI SUMAWINATA. Vegetables need proper physical conditions of soil, for instance fertile, porous, has a good aeration and drainage, and also capable to holding enough water. Those conditions are required by the smooth root of vegetables to support its growth. Vegetables are generally cultivated on Andosol soils which are spread around the mountain areas and eroded easily, in order that, most of Andosol soils are used as conservation areas or protected forest. The best alternative to bear vegetables cultivation areas is Latosol soils since the soils are dominant and widely spread in Indonesia. However, the physical properties of Latosol soils are not good enough for vegetables cultivation compared with Andosol soils. To overcome these, in this research some soil ameliorant were added into Latosol soils to increase the good properties condition to support the growth of vegetables. The research was aimed to study the effect of various soil ameliorant on physical properties of Latosol soils for vegetables cultivation. There were six treatments in this research, i.e. soil and husk charcoal (1/2:1/2), soil and cocopeat (1/2:1/2), soil and compost (1/2:1/2), soil and compost and mixed husk charcoal (1/3:1/3:1/3), soil and compost and mixed with cocopeat (1/3:1/3:1/3), and control (soil tillage without soil ameliorant additi on). Soil sampling for each treatment was carried out after the soils were used to cultivate vegetables and after the harvest time, and those soils still in the naturally condition after for one year. The results showed that ameliorant treatments that were husk charcoal, cocopeat, compost, compost and mixed with husk charcoal, compost and mixed with cocopeat reduced the value of bulk density (BD). Husk charcoal treatment showed the lowest bulk density of the two upper layers (0-5) and (5-10) cm is 0.70 and 0.80 g/cm 3, whereas the control showed the highest bulk density of the two upper layers (0-5) and (5-10) cm is 0.83 and 0.93 g/cm 3. Application of soil ameliorant treatments also changed the distribution of pore size in soils and improved the water holding capacity of soils. The volume of soil field water from the lowest to the highest in sequence were husk charcoal treatment (39.90%), control (45.61%), compost (47.10%), cocopeat (48.42%), compost and mixed with husk charcoal (52.27%), compost and mixed wi th cocopeat (52.84%). Treatment with aggregate size 2 mm and 2 mm from the highest to the lowest in sequence were husk charcoal treatment, cocopeat, compost and mixed with husk charcoal, compost, compost and mixed with cocopeat, control. Soils with 2 mm and 2 mm too high aggregate sized were not ideal for plant root growth. Therefore, the ideal treatment for plant root growth was compost treatment.

3 RINGKASAN IMA MAFTUHAH. Pengaruh Berbagai Bahan Pembenah Tanah terhadap Sifat Fisik Tanah Latosol untuk Budidaya Tanaman Sayuran. Di bawah bimbingan ASTIANA SASTIONO dan BASUKI SUMAWINATA. Tanaman sayuran membutuhkan kondisi fisik tanah yang gembur, porous, memiliki aerasi dan drainase yang baik, serta mampu menahan air yang cukup banyak. Kondisi tersebut merupakan prasyarat agar akar tanaman sayuran yang relatif halus dapat berkembang dengan baik. Pada umumnya tanaman sayuran dibudidayakan pada tanah Andosol yang tersebar di daerah pegunungan dan memiliki sifat mudah tererosi sehingga sebagian besar tanah Andosol digunakan sebagai lahan konservasi atau hutan lindung. Jenis tanah yang dapat dipakai sebagai alternatif terbaik untuk mendukung pengembangan areal budidaya tanaman sayuran yaitu tanah Latosol karena sebarannya yang dominan dan areanya luas di Indonesia. Namun, tanah Latosol memiliki kondisi fisik yang masih kurang baik untuk budidaya tanaman sayuran dibandingkan dengan tanah Andosol. Untuk mengatasi hal tersebut, dalam penelitian ini diperlukan perlakuan untuk meningkatkan beberapa sifat fisik yang baik dengan pemberian bahan pembenah tanah pada tanah Latosol agar dapat mendukung pertumbuhan tanaman sayuran. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian berbagai jenis bahan pembenah tanah terhadap sifat fisik tanah Latosol untuk budidaya tanaman sayuran. Penelitian terdiri atas enam perlakuan yaitu, tanah dengan arang sekam (1/2:1/2), tanah dengan cocopeat (1/2:1/2), tanah dengan kompos (1/2:1/2), tanah dengan kompos ditambah arang sekam (1/3:1/3:1/3), tanah dengan kompos ditambah cocopeat (1/3:1/3:1/3), serta kontrol (perlakuan pengolaha n tanah tanpa penambahan bahan pembenah tanah). Pengambilan contoh tanah pada masingmasing perlakuan tersebut dilakukan setelah ditanami dengan tanaman sayuran dan setelah pemanenan, dan tanah dibiarkan secara alami selama satu tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan bahan pembenah tanah yaitu arang sekam, cocopeat, kompos, kompos dan arang sekam, dan kompos ditambah cocopeat dapat menurunkan nilai bobot isi (BI). Perlakuan arang sekam menunjukkan nilai bobot isi terendah pada dua lapisan kedalaman (0-5) dan (5-10) cm masing-masing yaitu 0.70 dan 0.80 g/cm 3, sedangkan perlakuan kontrol menunjukkan nilai bobot isi tertinggi untuk dua lapisan kedalaman (0-5) dan (5-10) cm masing-masing yaitu 0.83 dan 0.93 g/cm 3. Pemberian perlakuan tersebut menyebabkan perubahan distribusi ukuran pori dalam tanah dan kemampuan tanah dalam menahan air. Volume air lapang tanah berturut turut dari yang terendah yaitu perlakuan arang sekam (39.90%), kontrol (45.61%), kompos (47.10%), cocopeat (48.42%), kompos ditambah arang sekam (52.27%), kompos ditambah cocopeat (52.84%). Perlakuan yang mempunyai ukuran agregat 2 mm berturut turut dari yang tertinggi yaitu perlakuan arang sekam, cocopeat, kompos ditambah arang sekam, kompos, kompos ditambah cocopeat, kontrol. Tanah dengan ukuran agregat 2 mm dan 2 mm yang terlalu tinggi tidak ideal untuk pertumbuhan akar tanaman. Menanggapi hal ini perlakuan yang ideal untuk pertumbuhan akar tanaman adalah perlakuan kompos.

4 PENGARUH BERBAGAI BAHAN PEMBENAH TANAH TERHADAP SIFAT FISIK TANAH LATOSOL UNTUK BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN Oleh: IMA MAFTUHAH A Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 Judul : Pengaruh Berbagai Bahan Pembenah Tanah terhadap Sifat Fisik Tanah Latosol untuk Budidaya Tanaman Sayuran Nama : Ima Maftuhah Nomor NRP : A Program Studi : Ilmu Tanah Menyetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Astiana Sastiono, M.Sc Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP Tanggal Lulus:

6 RIWAYAT HIDUP Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Mursid dan Ibu Suharni. Penulis dilahirkan di Pandeglang, pada tanggal 19 Juli Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Tegal Wangi II Menes, Pandeglang pada tahun Selanjutnya pada tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan di MTS Swasta Mathla ul Anwar Menes, Pandeglang dan di SMA Swasta Mathla ul Anwar Menes, Pandeglang pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis bergabung dalam FKRJ (Forum Komunikasi Rohis Jurusan) BEM -A periode 2004/2005 dan periode 2005/2006 serta Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Pertanian periode 2006/2007. Penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum Sistem Informasi Geografis dan Kartografi pada tahun ajaran 2007/2008.

7 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim. Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. Skripsi ini merupakan hasil penelitian sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi yang berjudul Pengaruh Berbagai Bahan Pembenah Tanah terhadap Sifat Fisik Tanah Latosol untuk Budidaya Tanaman Sayuran ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan masukan dan dukungan baik dalam penelitian maupun dalam penulisan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada: 1. Dr. Ir. Astiana Sastiono, M.Sc dan Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing, memberikan pelajaran hidup yang tidak terlupakan, memotivasi dan membantu selama proses penelitian dan penulisan skripsi. 2. Dr. Ir. Suwardi, M.Agr dan Dr. Rahayu Widyastuti selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam penulisan skripsi. 3. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc terimakasih atas saran-sarannya. 4. Kak Oka terima kasih atas bantuannya. 5. Bapak dan mamah, atas kasih sayang, kepercayaan, kesabaran serta dukungan moril dan materiil yang telah diberikan selama ini yang dicurahkan semata-mata demi keberhasilan anak-anaknya. Serta adik-adikku tersayang Imam Maulana dan Levi St Nurkhafidzoh atas canda tawa dan kebersamaanya.

8 6. Segenap keluarga yang senantiasa mendukung dalam do a dan mencurahkan kasih sayangnya serta segala bantuan untuk kelancaran penyelesaian studi dan penulisan skripsi. 7. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, khususnya bagian Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor atas segala ilmu yang diberikan. 8. Dina Alva terima kasih atas bantuannya. 9. Teman-teman di Wisma La-Sapienza atas kebersamaan yang begitu indah. 10. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penulisan ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin. Bogor, November 2009 Penulis

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... xi xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Hipotesis... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Sayuran Bahan Pembenah Tanah Arang Sekam Cocopeat Kompos Sifat Umum Tanah Andosol Sifat Umum Tanah Latosol Sifat Fisik Tanah dan Pertumbuhan Tanaman... 9 III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perlakuan Penelitian Pengamatan Penelitian... 13

10 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Bobot Jenis Partikel, Bobot Isi dan Total Ruang Pori Tanah Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Volume Air Lapang Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Distribusi Ukuran Pori Tanah Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap C-Organik Tanah Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Distribusi Ukuran Agregat Tanah V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran VI. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 33

11 DAFTAR TABEL No Halaman Teks 1. Parameter dan Metode yang Dipergunakan Hasil Pengukuran Bobot Jenis Partikel (BJP), Bobot Isi (BI) dan Total Ruang Pori Tanah Hubungan Berbagai Jenis Perlakuan terhadap Volume Air Lapang dan Kurva pf (pf 1, pf 2, pf 2.54, pf 4.2) Hubungan Berbagai Jenis Perlakuan terhadap Volume Air Lapang dan Distribusi Ukuran Pori Tanah Hubungan Berbagai Jenis Perlakuan terhadap Volume Air Lapang dan C-Organik Tanah Pengaruh Berbagai Jenis Perlakuan terhadap Distribusi Ukuran Agregat Tanah Setelah Pengayakan Selama 5 Menit Lampiran 1. Hasil Analisis Volume Padatan Tanah dengan Three Phase Meter Hasil Analisis Volume Air Lapang Hasil Analisis Bobot Tanah Basah Hasil Analisis Bobot Tanah Kering Hasil Analisis Kadar Air Tanah dengan Metode Gravimetrik Hasil Analisis C-Organik Tanah Hasil Analisis Bobot Jenis Partikel dengan Three Phase Meter Hasil Analisis Bobot Jenis Partikel dengan Piknometer Hasil Analisis Total Ruang Pori Tanah Hasil Analisis Bobot Isi Tanah... 40

12 DAFTAR GAMBAR No Halaman Teks 1. Bagan Kerja Three Phase Meter Hubungan Hasil Pengukuran Bobot Jenis Partikel-1 dengan Menggunakan Metode Piknometer dan Hasil Pengukuran Bobot Jenis Partikel-2 dengan Menggunakan Metode Three Phase Meter... 20

13 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman sayuran membutuhkan kondisi fisik tanah yang gembur, porous, memiliki aerasi dan drainase yang baik, serta mampu menahan air yang cukup banyak. Kondisi tanah yang demikian merupakan prasyarat agar akar tanaman sayuran yang relatif halus dapat berkembang dengan baik. Tanaman sayuran pada umumnya dibudidayakan pada tanah Andosol yang memiliki kondisi fisik yang relatif lebih baik dari pada jenis tanah lainnya. Akan tetapi, budidaya tanaman sayuran pada tanah Andosol sangat terbatas pemanfaatannya. Hal ini dikarenakan sebaran tanah tersebut luasannya sangat terbatas, yaitu menempati dataran tinggi volkan mulai dari 1000 meter dari permukaan laut (Soepardi, 1983). Selain itu, tanah Andosol umumnya ditemukan di daerah pegunungan memiliki sifat yang mudah tererosi sehingga sebagian besar tanah Andosol merupakan lahan konservasi atau hutan lindung, meskipun tanah Andosol berpotensi untuk budidaya tanaman sayuran. Secara umum dapat disimpulkan bahwa tanah Andosol sulit dikembangkan untuk perluasan budidaya tanaman sayuran. Oleh karena itu, untuk pengembangan budidaya tanaman sayuran perlu dipelajari teknik perbaikan sifat tanah pada tanah-tanah selain tanah Andosol agar mampu mendukung budidaya tanaman sayuran. Tanah Latosol merupakan jenis tanah yang sebarannya dominan dan memiliki area yang luas di Indonesia dengan ketinggian dari 10 meter sampai 1000 meter dari permukaan laut (Soepardi, 1983). Oleh karena itu, tanah Latosol dapat menjadi alternatif terbaik untuk mendukung pengembangan area budidaya tanaman sayuran. Namun demikian, tanah Latosol memiliki kondisi fisik yang

14 masih kurang baik untuk budidaya tanaman sayuran dibandingkan dengan tanah Andosol. Agar kondisi ini dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman sayuran, maka perlu adanya pemberian bahan pembenah tanah pada tanah Latosol. Beberapa penelitian tentang pemberian bahan organik sebagai bahan pembenah tanah sudah banyak dilakukan (Hakim, 1982; Situmorang, 1999; Wahjudin, 2003) akan tetapi para peneliti tersebut umumnya lebih memfokuskan terhadap perbaikan sifat kimia tanah dari pengaruh pemberian berbagai bahan pembenah tanah tersebut. Sedangkan pengaruh perlakuan bahan pembenah tanah terhadap sifat fisik tanah dalam kondisi di lapangan belum banyak didentifikasi. Oleh karena itu, analisis terhadap sifat fisik tanah sebagai akibat dari pemberian bahan pembenah tanah dalam kondisi di lapangan perlu dipelajari. 1.2 Tujuan Mempelajari pengaruh pemberian berbagai jenis bahan pembenah tanah terhadap sifat fisik tanah Latosol untuk budidaya tanaman sayuran. 1.3 Hipotesis 1. Penambahan bahan pembenah tanah/bahan amelioran akan dapat memperbaiki beberapa sifat fisik tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman sayuran yang lebih baik. 2. Setiap jenis bahan pembenah tanah mempunyai sifat yang spesifik dan memberikan pengaruh yang berbeda-beda.

15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Sayuran Istilah sayuran biasanya digunakan untuk merujuk pada tunas, daun, buah, dan akar tanaman yang lunak dan dapat dimakan secara utuh atau sebagian, segar/mentah atau dimasak. Sayuran biasanya dipanen bila tanaman segar dan kandungan airnya tinggi dan dengan demikian dibedakan dari tanaman pangan yang lain (Williams et al, 1991). Tanaman sayuran dikenal sebagai tanaman hortikultura. Hortikultura berasal dari bahasa latin yaitu hortus (tanaman kebun) dan cultura (budidaya), sehingga dapat diartikan pengusahaan tanaman di kebun atau di seputar tempat tinggal (Janick, 1986 dalam Ashari, 1995). Hortikultura mencakup budidaya tanaman pekarangan, budidaya tanaman buah, budidaya tanaman sayuran, dan budidaya tanaman hias. Menurut Terra (19 48 dalam Notohadinegoro, 2006) lahan yang baik untuk pengembangan hortikultura adalah lahan yang bertopografi datar/dataran dengan atau sedikit landai. Lahan yang terlalu miring tidak cocok karena biasanya miskin unsur hara dan memerlukan penterasan untuk pengendalian erosi. Pemilihan tapak penanaman tanaman sayuran yang baik sebetulnya lebih ditentukan oleh iklim seperti suhu, dan curah hujan. Budidaya tanaman sayuran memerlukan pengelolaan dan perhatian yang lebih dari tanaman lain. Agar hasil bertanam sayuran maksimal, perlu diperhatikan dasar usaha teknik budidaya bertanam, diantaranya pengolahan tanah, pemupukan, pengelolaan air, penyemaian benih, penanaman, dan pemeliharaan tanaman.

16 Komoditas hortikultura yang memiliki prospek di masa depan adalah tanaman sayuran. Pemerintah berusaha memenuhi kebutuhan tanaman sayuran dalam negeri dengan produksi dalam negeri dan sebagian diimpor. Namun demikian, Indonesia masih mengimpor tanaman sayuran dalam jumlah yang besar terutama dari Cina, Taiwan, dan Jepang. 2.2 Bahan Pembenah Tanah Bahan pembenah tanah merupakan bahan-bahan sintetis atau alami bahan organik atau mineral berbentuk padat atau cair yang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Salah satu bahan pembenah tanah yaitu bahan organik. Bahan organik/kompos merupakan hasil penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Menurut Soepardi (1983) bahan organik berfungsi sebagai pemantap tanah, pengatur aerasi dan cenderung dapat meningkatkan jumlah air yang tersedia bagi tanaman serta berpengaruh terhadap hampir semua sifat fisik tanah kecuali tekstur. Bahan seperti ini merupakan bentuk aktif dilapuk dan menjadi sasaran serangan organisme tanah, karena itu bahan ini merupakan bahan transisi dan harus terus menerus diperbaharui dengan penambahan sisa-sisa tanaman. Pupuk kandang juga menyediakan kemungkinan pengembalian sejumlah besar bahan organik yang diambil tanaman. Menurut Dalzell et al., (1987) bahan organik tanah terbentuk dari tanaman dan hewan yang telah mati. Bahan organik ini selalu mengandung C, H, dan O serta bermacam-macam unsur anorganik tambahan seperti N, P, dan K. Akibat temperatur yang tinggi di tanah-tanah tropik dan subtropik, maka laju pelapukan

17 tinggi sehingga sering kali sulit untuk mempertahankan kadar bahan organik tanah tetap tinggi. Kondisi ini memerlukan usaha keras yang harus dilakukan untuk mempertahankan bahan organik pada tingkat yang memuaskan kesuburan tanah dan produksi tanaman. Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah dengan jumlah yang tidak besar, hanya sekitar 3-5%, tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Bahan organik berfungsi sebagai pemantap tanah, pengatur aerasi dan cenderung meningkatkan jumlah air yang tersedia bagi tanaman serta berpengaruh terhadap hampir semua sifat fisik tanah kecuali tekstur (Soepardi, 1983) Arang Sekam Arang sekam merupakan sekam/kulit padi yang dibakar secara anaerob. Pembakaran sekam padi dilakukan pada suatu lubang yang berukuran panjang 50 cm, tinggi 30 cm dan diameter 50 cm dengan kapasitas 5 kg. Sekam yang sudah terbakar tersebut ditutup tanah dan diatasnya diberi sampah. Pada salah satu sudut lubang diberi pipa udara. Arang sekam yang dihasilkan dari pembakaran tersebut dapat digunakan sebagai media tanam karena mikroba pathogen telah mati selama proses pembakaran sehingga untuk penggunaanya arang sekam tidak perlu disterilisasi lagi. Sedangkan jika sekam mentah yang digunakan langsung sebagai media tanaman dapat mendorong tumbuhnya bakteri pembusuk akar dan jamur rhizophonia, serta mendorong tumbuhnya tanaman rumput pengganggu. Oleh karenanya pembuatan arang sekam ini bertujuan untuk memperbaiki sifat sekam agar lebih mudah ditangani dan dimafaatkan lebih lanjut sebagai media tumbuh tanaman.

18 Arang sekam mempunyai sifat yang sangat ringan, bobot isi 0.20 g/cm 3, kasar sehingga sirkulasi udara tinggi, kapasitas menahan air tinggi, dan dapat mengurangi pengaruh penyakit khususnya bakteri (Douglas, 1985 dalam Wuryan dan Darliah, 2008). Selanjutnya Djatmiko (1985 dalam Purnamasari, 2008) mengatakan bahwa arang sekam yang ditambahkan ke dalam suatu media tanam dapat menurunkan bobot isi media tanam, meningkatkan ruang pori drainase sangat cepat dan menurunkan pori drainase lambat Cocopeat Cocopeat merupakan gabus yang berasal dari serabut buah kelapa. Cocopeat bersifat mampu menyimpan dan menahan air (Anonim, 2009). Sifat ini dibutuhkan untuk menjamin ketersediaan air bagi tanaman yang menyukai kelembaban atau media tanam yang tidak terlalu kering. Cocopeat juga mempunyai porositas 95% dan bobot isi 0.25 g/cm 3 serta mengandung unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman seperti P 330 ppm, K 9787 ppm, Ca 2521 ppm, Mg 2006 ppm (Heart, 1993 dalam Nurdini, 2008). Untuk memenuhi syarat sebagai media tanam, cocopeat terlebih dahulu mengalami pengomposan. Tahapan penting dalam pengomposan adalah dengan memberikan perlakuan secara alami selama 3 bulan. Perlakuan secara alami tersebut dilakukan dengan mengemas cocopeat dengan karung dalam keadaan terbuka dan membiarkannya di udara terbuka selama 3 bulan. Tujuan proses ini untuk menetralisir unsur hara yang terkandung di dalamnya dan menjaga ph 6-7.

19 2.2.3 Kompos Kompos merupakan bahan organik yang terdiri dari sisa-sisa tanaman, hewan ataupun sampah-sampah kota yang telah mengalami pelapukan sebelum bahan tersebut ditambahkan ke dalam tanah. Jadi kompos merupakan bahan organik matang dengan sifat-sifat yang berbeda dengan bahan organik segar. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembuatan kompos sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi proses perombakan bahan organik. Tetapi pada umumnya perombakan bahan organik di dalam timbunan kompos lebih dipengaruhi oleh aerasi dari pada faktor-faktor lain (Russel dan Russel, 1956 dalam Yustiningsih, 1981). Jika timbunan kompos terlalu kompak, kering atau terlalu jenuh, maka hanya sedikit perombakan bahan organik yang terjadi sedangkan jika timbunan lepas dan cukup mengandung air maka perombakan akan terjadi secara maksimum. Perbedaan yang nyata antara kompos dan bahan organik yang belum matang adalah di dalam sifat fisiknya. Bahan organik yang belum matang mempunyai struktur yang lebih kasar dan kapasitas menahan air yang lebih kecil. Menurut Russel dan Russel (1956 dalam Yustiningsih, 1981) tanaman mempunyai respon yang lebih baik terhadap pengaruh bahan organik yang perombakannya berlangsung di dalam tanah dari pada bahan organik yang membusuk di dalam timbunan kompos. Hal ini disebabkan hilangnya sejumlah N dalam bentuk amonia selama berlangsungnya proses pengomposan. Hal ini tidak terjadi jika proses perombakan berlangsung di dalam tanah.

20 Kompos bersifat hidrofilik sehingga dapat meningkatkan kemampuan tanah memegang air, dan mengandung unsur C yang relatif tinggi (Paul dan Clark, 1989 dalam Lesmanawati, 2005). Kompos sangat berguna untuk memperbaiki kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia, maupun biologi. Sifat fisik tanah yang dapat diperbaiki berupa perubahan struktur, perbaikan sifat kimia berupa penambahan unsur hara makro N, P, dan K, dan perbaikan sifat biologi berupa penambahan populasi mikroorganisme Sifat Umum Tanah Andosol Andosol terbentuk dari bahan induk tufa atau abu volkan, memiliki reaksi tanah berkisar dari agak masam sampai netral, kejenuhan basa sekitar 20-40% dengan KTK 24 me/100 g, dengan mineral liat didominasi oleh liat alofan, permeabilitasnya sedang, peka terhadap erosi (Soepardi, 1983). Andosol juga mempunyai bobot isi 0.85 g/cm 3, lembab dengan kandungan bahan organik cukup tinggi (5-20% pada lapisan atas), mempunyai kemampuan mengikat air yang tinggi, sangat gembur serta memiliki derajat ketahanan struktur yang tinggi sehingga mudah diolah akan tetapi mudah tererosi (Soil Survey Staf, 1990). Andosol tersebar pada topografi medan datar, agak miring, datar sampai bergelombang sampai tersebar di sekitar puncak gunung berapi, atau dataran tinggi mulai dari 1000 meter dari permukaan laut dengan curah hujan 2000 mm/th tanpa bulan kering yang pasti. Vegetasi utama adalah hutan hujan tropika lebat atau daerah dengan iklim sedang (Soepardi, 1983).

21 2.4. Sifat Umum Tanah Latosol Latosol adalah tanah mineral yang terbentuk dari bahan induk volkan dengan pelapukan lanjut, sangat tercuci, batas-batas horison baur, kandungan mineral primer dan unsur hara rendah, ph rendah , kandungan bahan organik rendah, kejenuhan basa 35% dengan KTK 24 me/100g, stabilitas agregat tinggi, dan terjadi akumulasi sesquioksida akibat pencucian silika (Dudal dan Soepraptohardjo, 1957 dalam Ningrum, 2006). Menurut Soepardi (1983) Latosol mempunyai sifat fisik baik yaitu permeabilitas lambat sampai sedang, struktur tanah remah hingga bergumpal dan konsistensi gembur. Latosol tersebar pada topografi berombak hingga bergunung dengan ketinggian 10 meter sampai 1000 meter dari permukaan laut, tahan terhadap erosi dan memiliki curah hujan 2000 mm/th dengan bulan kering <3 bulan. Curah hujan yang tinggi merupakan syarat terjadinya latosolisasi yang meliputi proses mineralisasi bahan organik yang dipercepat sehingga tidak terjadi penumpukan bahan organik di permukaan tanah, penimbunan Al, Fe dan pencucian kationkation basa yang menyebabkan tanah-tanah yang berkembang adalah tanah miskin akan hara, silika dan bahan organik serta adanya senyawa Fe yang berwarna merah (Soepardi, 1983). 2.5 Sifat Fisik Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Sifat fisik dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman, khususnya dalam menentukan pengelolaan tanah karena sifat fisik tanah pada tanah-tanah tertentu dapat mempengaruhi tingkat kesuburan tanah, disamping itu sifat fisik tanah relatif sulit diperbaiki.

22 Pemadatan tanah dapat menyebabkan rusaknya struktur, porositas, dan bobot isi sebagai karakter sifat fisik tanah yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Sistem tata air dan aerasi (peredaran udara) yang buruk, secara langsung dapat membawa dampak negatif terhadap fungsi dan perkembangan akar. Akibatnya tanaman tidak dapat berkembang dengan normal dan tetap kerdil. Bobot isi ( bulk density) adalah bobot bagian padat (bobot tanah kering) dibagi dengan volume total, termasuk volume butir-butir padat dan volume ruang pori. Sedangkan kerapatan jenis partikel atau bobot jenis partikel (particle density) yaitu bobot bagian padat dibagi dengan volume bagian padat dari tanah tersebut dan dinyatakan dalam satuan g/cm 3 (Putinella, 2008). Porositas merupakan persentase volume tanah yang di tempati oleh udara dan air (Foth, 1984). Besarnya ukuran pori dan pori total tanah sangat ditentukan oleh bentuk dan ukuran partikel yang menyusun tanah. Tanah yang bertekstur kasar akan mempunyai ruang pori total yang lebih kecil, karena terdiri dari pori makro yang menyebabkan aerasi yang baik. Pada tanah bertekstur liat mempunyai aerasi yang buruk ketika basah karena sebagian pori mikro terisi air. Menurut Brady (1990) pori tanah digolongkan dalam pori makro dan pori mikro. Pori makro yaitu pori yang bersifat memberi kesempatan pergerakan udara dan perkolasi air sangat cepat, sedangkan pori mikro adalah pori yang dapat menghambat pergerakan udara dan air menjadi pergerakan kapiler. Menurut ukurannya total ruang pori dapat dikelompokkan ke dalam: (1) ruang pori kapiler, yang dapat menghambat pergerakan air menjadi pergerakan kapiler, dan (2) ruang pori non kapiler, yang dapat memberi kesempatan pergarakan udara dan perkolasi air secara cepat sehingga sering disebut sebagai pori drainase. Pori drainase dapat

23 dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu: (1) pori drainase sangat cepat (PDSC), bergaris tengah 300 µm dan akan kosong pada pf 1, (2) pori drainase cepat (PDC), bergaris tengah antara µm dan akan kosong pada pf 1 dan pf 2, (3) pori drainase lambat (PDL) bergaris tengah antara 30-9 µm dan akan kosong pada pf antara 2.00 dan 2.54 (Sitorus et al, 1981). Dalam hubungannya ruang pori dengan pertumbuhan tanaman, tanah yang sedikit mempunyai ruang pori non kapiler kurang baik bagi pertumbuhan akar karena aerasinya buruk. Sebaliknya tanah yang didominasi oleh ruang pori non kapiler aerasinya akan baik tetapi kapasitas menahan airnya rendah sehingga tidak baik pula bagi pertumbuhan tanaman. Menanggapi hal ini Baver (1956 dalam Kramer 1983) mengatakan bahwa tanah yang ideal adalah tanah yang seimbang antara pori kapiler dan pori non kapilernya, sehingga tanah mampu memberikan drainase, aerasi, dan mampu menahan air.

24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan percobaan dan Laboratorium bagian Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, IPB. Lahan percobaan merupakan lahan yang telah mengalami pemadatan. Aplikasi bahan pembenah tanah dilakukan pada bulan Mei Penelitian merupakan penelitian lanjutan yang telah dilakukan oleh Oka (tidak dipublikasikan). Tanah untuk percobaan diperlakukan dengan berbagai bahan pembenah tanah yaitu arang sekam, cocopeat dan kompos pupuk kandang dari kompos kotoran sapi. Selanjutnya tanah ditanami dengan tanaman Sawi (Brassica Juncea). Selama penanaman, pemberian air dilakukan melalui sprinkle. Setelah pemanenan, tanah dibiarkan secara alami selama satu tahun. Selanjutnya pada bulan Mei 2008 dilakukan pengambilan contoh tanah untuk melihat pengaruh dari berbagai pemberian bahan pembenah tanah tersebut terhadap beberapa sifat fisik tanah. 3.2 Bahan dan Alat Tanah yang digunakan dalam penelitian adalah Latosol Darmaga dan beberapa macam bahan pembenah tanah yaitu arang sekam, cocopeat, kompos pupuk kandang dari kompos kotoran sapi. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah ring sampel 100 ml dan ring holder, three phase meter, piknometer, mesin pengayakan basah, dan peralatan laboratorium lainnya.

25 3.3 Metode Penelitian Perlakuan Penelitian Perlakuan penelitian dilakukan dengan mengolah tanah sampai kedalaman 30 cm. Kemudian tanah diperlakukan dengan pemberian berbagai bahan pembenah tanah dengan perbandingan volume/volume sebagai berikut: 1. Tanah dicampur Arang Sekam; 1/2 : 1/2 2. Tanah dicampur Cocopeat; 1/2 : 1/2 3. Tanah dicampur Kompos; 1/2 : 1/2 4. Tanah dicampur Kompos dan Arang Sekam; 1/3 : 1/3 : 1/3 5. Tanah dicampur Kompos dan Cocopeat; 1/3 : 1/3 : 1/3 6. Tanah Kontrol/Tanpa Bahan Pembenah Tanah (*/ Tanah : Arang Sekam; ½ : ½ berarti Tanah 50% Volume dan Arang Sekam 50% Volume) Setiap perlakuan diberikan 2 ulangan sehingga terdapat 12 satuan percobaan. Selanjutnya perlakuan tersebut dibuat petakan berukuran 1 x 1 m 2. Setiap petak dipisahkan oleh jarak selebar 20 cm dan antar ulangan dipisahkan oleh jalan selebar 1 m serta dibatasi dengan fiber. Pengambilan contoh tanah untuk pengamatan sifat fisik tanah dilakukan pada dua lapisan kedalaman tanah (0-5) dan (5-10) cm Pengamatan Penelitian Pengamatan sifat fisik tanah akibat pengaruh setelah perlakuan berbagai bahan pembenah tanah dilakukan dengan melihat beberapa parameter dari metode yang dipergunakan. Adapun parameter dan metode yang dipergunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:

26 Tabel 1. Parameter dan Metode yang Dipergunakan No Parameter Uji Metode yang Dipergunakan 1 Bobot Isi, Bobot Jenis Partikel, Total Ruang Pori, Volume Air Lapang, Padatan dan Udara Contoh Tanah tidak Terganggu, Ring Sampel 100 ml dan Ring Holder, Three Phase Meter, Piknometer 2 Kadar Air Tanah Gravimetrik 3 Distribusi Ukuran Pori Pressure Plate Apparatus, Pressure Membrane Apparatus 4 Distribusi Ukuran Agregat Pengayakan Basah 5 C-Organik Walkley & Black Metode selengkapnya dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Bobot Isi (BI) Bobot isi diukur pada dua lapisan kedalaman (0-5) dan (5-10) cm, yaitu mengambil contoh tanah utuh dari tiap petak percobaan dengan menggunakan ring sampel 100 ml dan ring holder. Volume tanah sama dengan volume ring yang digunakan. Bobot isi (BI) tanah diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut: Bobot Tanah Kering BI = (g/cm 3 ) Volume Tanah (Volume Ring) 2. Bobot jenis partikel (BJP) tanah yaitu bobot tanah kering persatuan volume partikel-partikel tanah (volume padatan tanah, tidak termasuk volume poripori tanah), diperhitungkan dengan menggunakan metode three phase meter. Adapun hasil analisis volume padatan tanah dengan menggunakan metode three phase meter disajikan pada Tabel Lampiran 1 sedangkan cara kerjanya dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut:

27 Timbang Contoh Tanah Lapang dalam Ring Sampel 100 ml (Bobot Tanah Basah) Ukur Volume Contoh Tanah dalam Ring Sampel 100 ml dengan Three Phase Meter (Volume Padatan+Air Lapang) ±10 g Contoh Tanah dalam Ring Sampel 100 ml Dikering Oven (105 C) Selama 24 Jam (% Kadar Air b/b) Hitung Bobot Tanah Kering Hitung Volume Padatan Tanah Gambar 1. Bagan Kerja Three Phase Meter Selain menggunakan three phase meter, pada penelitian ini juga menggunakan piknometer ( ml) untuk menentukan bobot jenis partikel tanah. Adapun cara kerja penetapan bobot jenis partikel tanah dengan menggunakan piknometer sebagai berikut: (A) 1. Timbang tepat piknometer beserta tutupnya (B) 2. Tambahkan tanah kering ±5 g ke dalam piknometer lalu tutup. Jaga agar tanah tidak menempel di leher piknometer, kemudian timbang tepat. 3. Masak air destilata 500 ml secara terpisah lalu dinginkan sampai suhu kamar (±3 jam).

28 (C) 4. Isilah piknometer dan tanah (No. 2) dengan air destilata (±15 ml) tanpa tutup, lalu masak di hotplat sampai mendidih dan biarkan dalam keadaan mendidih ±30 menit. Jaga tanah jangan sampai tumpah lalu dinginkan. Penuhi piknometer dengan air yang dimasak (No. 3) lalu tutup d i lap bagian luar piknometer yang basah, kemudian timbang tepat. (D) 5. Keluarkan tanah dari piknometer, isi dengan air destilata yang telah dimasak sampai penuh kemudian tutup. Selanjutnya lap bagian luar piknometer yang basah, kemudian timbang tepat. 6. Tentukan kadar air (KA) tanah. 7. Dihitung dengan persamaan sebagai berikut: 100 (B-A) x KA BJP = (g/cm 3 ) 100 ( (B-A) x ) - (C-D) 100+KA 3. Total ruang pori (TRP) tanah adalah volume seluruh pori dalam suatu volume tanah utuh dinyatakan dalam persen volume, dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Bobot Isi TRP = ( ) x 100% Bobot Jenis Partikel (%volume) 4 Volume air lapang (Tabel Lampiran 2) diperoleh dari pengurangan antara bobot tanah basah (Tabel Lampiran 3) dengan bobot t anah kering (Tabel Lampiran 4).

29 Bobot Air = Bobot Tanah Basah-Bobot Tanah Kering (g) (Bobot Air x 1 g/ml) Volume Air Lapang= ( ) x 100% 100 (%volume) 5. Volume udara dihitung dari persamaan sebagai berikut: Volume Udara=Volume Total Ruang Pori-Volume Air Lapang (%volume) 6. Kadar air tanah ditetapkan dengan cara gravimetrik (Tabel Lampiran 5) yaitu menimbang ±10 g contoh tanah dalam keadaan basah (bobot tanah basah), kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C selama 24 jam, dan ditimbang lagi (bobot tanah kering). Kadar air tanah (% b/b) dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Bobot Tanah Basah-Bobot Tanah Kering KA = ( ) x 100% Bobot Tanah Kering (%b/b) 7. Distribusi pori tanah, didasarkan pada kandungan air tanah (% volume) yang berada dalam keseimbangan dengan tekanan udara yang digunakan yaitu 0.1 bar (pf 2.00), 0.3 bar (pf 2.54) dan 15 bar (pf 4.20). Contoh tanah diletakkan di atas piringan ( plate) dalam pressure plate apparatus untuk pf 2.54 dan 2.00 dan pada pressure membrane apparatus untuk pf Dari angka kandungan air tersebut dihitung persentase pori drainase sangat cepat (PDSC), pori drainase cepat (PDC), pori drainase lambat (PDL), pori air tersedia (PAT), dan po ri air tidak tesedia (PATT) dengan persamaan sebagai berikut:

30 PDSC = TRP-kandungan air pada pf 1.00 PDC = k.a pada pf 1.00-k.a pf 2.00 PDL = k.a pada pf 2.00-k.a pf 2.54 PAT = k.a pada pf 2.54-k.a pf 4.20 (kadar air pada kapasitas lapang) PATT = k.a pada pf 4.20 (kadar air pada titik layu permanen) 8. C-organik tanah ditetapkan berdasarkan metode Walkley & Black (Tabel lampiran 6). Prinsip penetapan cara ini adalah sejumlah bahan organik yang mudah teroksidasi dalam tanah akan mereduksi Cr 2 O 7 = yang diberikan dalam jumlah berlebihan. C-organik dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut: (me K 2 Cr 2 O-me FeSO 4 ) x x f % C-Organik = ( ) x 100% dengan melakukan titrasi BKM Keterangan: f = 1.33 me = N x V N = normalitas V = volume BKM = bobot tanah kering oven 105 C contoh tanah yang digunakan 9. Distribusi ukuran agregat, ditetapkan secara kuantitatif di laboratorium dengan cara pengayakan basah selama 5 menit. Metode pengayakan basah mencerminkan stabilitas agregat di lapangan.

31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Bobot Jenis Partikel, Bobot Isi dan Total Ruang Pori Tanah Pengaruh berbagai perlakuan terhadap nilai bobot jenis partikel (BJP) tanah pada dua lapisan kedalaman tanah (0-5) dan (5-10) cm yang diperhitungkan dengan menggunakan metode three phase meter dan piknometer disajikan pada Tabel 2, sedangkan rinciannya disajikan dari pada Tabel Lampiran 7 dan Tabel Lampiran 8. Tabel 2. Hasil Pengukuran Bobot Jenis Partikel (BJP), Bobot Isi (BI) dan Total Ruang Pori Tanah Total Volume-2 (%) Kedalaman BJP-1 BJP-2 BI-2 Perlakuan (cm) (g/cm 3 ) (g/cm 3 ) (g/cm 3 Ruang Air ) Udara Padatan Pori-2 (%) Lapang Arang Sekam Cocopeat Kompos Kompos+Arang Sekam Kompos+Cocopeat Kontrol Keterangan: 1= Metode Piknometer; 2= Metode Three Phase Meter Tabel 2 menunjukkan bahwa pengukuran bobot jenis partikel dengan menggunakan metode three phase meter menghasilkan nilai bobot jenis partikel yang lebih tinggi dari pada pengukuran bobot jenis partikel dengan menggunakan metode piknometer. Walaupun metode three phase meter menghasilkan nilai bobot jenis partikel lebih tinggi dari pada metode piknometer, akan tetapi hasil pengukuran bobot jenis partikel dengan menggunakan kedua metode tersebut memiliki pola/trend yang sama yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi yang baik yaitu R=0.953.

32 Hubungan antara hasil pengukuran bobot jenis partikel dengan menggunakan metode three phase meter dan hasil pengukuran bobot jenis partikel dengan menggunakan metode piknometer disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Hubungan Hasil Pengukuran Bobot Jenis Partikel-1 dengan Menggunakan Metode Piknometer dan Hasil Pengukuran Bobot Jenis Partikel-2 dengan Menggunakan Metode Three Phase Meter Pada metode three phase meter digunakan ring sampel dengan ukuran volume 100 ml sehingga pada saat pengambilan contoh tanah terdapat kemungkinan batu (±0.5 mm) ikut terbawa dalam ring dan mempengaruhi bobot. Sedangkan pada metode piknometer digunakan alat piknometer dengan ukuran ml sehingga bobot contoh tanah yang ditimbang benar-benar partikel tanah. Mengingat bobot jenis partikel yang dimiliki batu yaitu g/cm 3 (Wirjodihardjo, 1952) hal inilah yang menyebabkan nilai bobot jenis partikel dengan menggunakan metode three phase meter lebih tinggi daripada nilai bobot jenis partikel dengan menggunakan metode piknometer. Berikut berat jenis beberapa jenis batuan kristalin penting di dalam penyusunan tubuh bumi: Granit 2.62 g/cm 3, Diorit 2.93 g/cm 3, Amphibolit 3.10 g/cm 3, Basalt g/cm 3.

33 Metode three phase meter dipandang lebih baik dalam menentukan bobot jenis partikel dibandingkan dengan metode piknometer, karena pada metode three phase meter pengukuran dilakukan pada contoh tanah utuh yang sesuai atau sama dengan kondisi di lapangan. Data dari Tabel 2 juga menunjukkan bahwa pengaruh berbagai bahan pembenah tanah tidak mempengaruhi total ruang pori tanah secara nyata terhadap kontrol, (rinciannya disajikan pada Tabel Lampiran 9). Nilai total ruang pori tanah bervariasi dari 69.69% sampai 72.58% untuk lapisan atas (0-5) cm, sedangkan total ruang pori untuk lapisan dibawahnya (5-10) cm bervariasi dari 66.90% sampai 68.93%. Demikian pula untuk nilai bobot isi tanah yang bervariasi, yaitu dari 0.70 g/cm 3 sampai 0.83 g/cm 3 untuk lapisan atas (0-5) cm, sedangkan untuk lapisan dibawahnya (5-10) cm bervariasi dari 0.80 g/cm 3 sampai 0.93 g/cm 3. Kondisi ini menunjukkan bahwa perlakuan-perlakuan yang diberikan sangat mempengaruhi nilai bobot jenis partikel tanah. Nilai bobot jenis partikel terendah dengan menggunakan metode three phase meter adalah bobot jenis partikel tanah akibat pemberian arang sekam yaitu g/cm 3, sedangkan bobot jenis partikel tertinggi adalah g/cm 3 akibat pengolahan tanah tanpa penambahan bahan pembenah tanah. Untuk nilai bobot jenis partikel terendah dengan menggunakan metode piknometer juga menunjukkan kecenderungan yang sama yaitu bobot jenis partikel tanah akibat pemberian arang sekam yaitu g/cm 3, dan bobot jenis partikel tertinggi adalah g/cm 3 akibat pengolahan tanah tanpa penambahan bahan pembenah tanah. Secara umum nilai bobot jenis partikel lapisan atas (0-5) cm cenderung lebih rendah dari pada nilai bobot jenis partikel lapisan dibawahnya (5-10) cm.

34 Penggunaan asumsi bobot jenis partikel tanah seperti yang selalu dipakai oleh para ahli tanah sebesar 2.65 g/cm 3 (Herudjito dan Djojoprawiro, 1986) dapat membuat data total ruang pori dan distribusi ukuran pori tanah yang sangat penting bagi pendugaan karakteristik fisik tanah menjadi kurang valid. Tanahtanah yang diberi perlakuan bahan pembenah tanah sebaiknya ditetapkan dari perhitungan nilai bobot partikel padatan dibagi dengan volume padatan yang diperhitungkan dari alat ukur three phase meter atau piknometer. Pengaruh berbagai perlakuan terhadap nilai bobot isi (BI) tanah pada lapisan atas (0-5) cm dan lapisan dibawahnya (5-10) cm disajikan pada Tabel 2, sedangkan rinciannya disajikan dari pada Tabel Lampiran 10. Dari data pada Tabel Lampiran 10 menunjukkan bahwa rata-rata dari 8 kali pengulangan pengukuran bobot isi dari 2 petak ulangan yang berbeda menghasilkan nilai bobot isi tanah yang cukup teliti yang ditunjukkan oleh nilai standar deviasi ( X) yang sangat kecil. Walaupun pada saat dilakukan pengolahan pada tanah tersebut yaitu dilakukan pengadukan secara merata, akan tetapi berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa pada lapisan atas (0-5) cm untuk semua perlakuan memiliki nilai bobot isi yang lebih rendah dari pada nilai bobot isi pada lapisan dibawahnya (5-10) cm. Hal ini menunjukkan bahwa pergerakan air dapat menimbulkan pergerakan partikel tanah yang lebih halus ke lapisan lebih bawah. Oleh karena itu, tanah dapat menjadi lebih padat pada lapisan lebih bawah. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa pemberian bahan pembenah tanah cenderung menurunkan nilai bobot isi tanah. Perlakuan arang sekam menunjukkan nilai bobot isi terendah pada dua lapisan kedalaman (0-5) dan (5 -

35 10) cm masing-masing yaitu 0.70 dan 0.80 g/cm 3, sedangkan perlakuan pengolahan tanah tanpa bahan penambahan pembenah tanah menunjukkan nilai bobot isi tertinggi untuk dua lapisan kedalaman (0-5) dan (5-10) cm masingmasing yaitu 0.83 dan 0.93 g/cm. Hal ini terjadi karena penambahan arang sekam menyebabkan tanah membentuk rongga-rongga sehingga bobot isi tanah persatuan volume menjadi lebih rendah (Soepardi, 1983). 4.2 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Volume Air Lapang Keadaan air tanah dalam kondisi lapang pada lapisan atas (0-5) cm cenderung lebih rendah dari pada lapisan bawah (5-10) cm (Tabel 3). Hal ini umum terjadi karena pada lapisan atas, air tanah lebih mudah hilang melalui evapotranspirasi dari pada di lapisan dibawahnya. Pada Tabel 3 juga menunjukkan bahwa pemberian bahan pembenah tanah dapat meningkatkan volume air lapang tanah. Berikut ini berturut turut nilai volume air lapang pada lapisan atas (0-5) cm dari yang terendah adalah perlakuan arang sekam, kompos, kontrol, cocopeat, kompos ditambah arang sekam, dan kompos ditambah cocopeat, yaitu 35.03%, 38.41%, 39.99%, 41.30%, 46.64%, dan 47.98%. Untuk volume air lapang pada lapisan dibawahnya (5-10) cm juga menunjukkan kecenderungan yang hampir sama yaitu volume air lapang perlakuan arang sekam lebih rendah dari kontrol, cocopeat dan kompos, yaitu 44.77% untuk perlakuan arang sekam, 51.22% untuk kontrol, 55.54% untuk cocopeat dan 55.79% untuk perlakuan kompos. Perlakuan kompos ditambah arang sekam dan kompos ditambah cocopeat memiliki volume air lapang berkisar pada nilai 57%. Secara umum pada lapisan atas (0-5 cm) dan lapisan dibawahnya (5-10 cm), perlakuan bahan pembenah tanah berturut turut dapat meningkatkan

36 nilai volume air lapang tanah dari yang terendah yaitu perlakuan arang sekam (39.90%), kontrol (45.61 %), kompos (47.10%), cocopeat (48.42%), kompos ditambah arang sekam (52.27%), dan kompos ditambah cocopeat (52.84%). Dari seluruh perlakuan yang digunakan, volume air lapang tanah tersebut masih berada di atas kadar air titik layu permanen (p F 4.2) dan kadar air kapasitas lapang (pf 2.54) (Tabel 3). Tabel 3. Hubungan Berbagai Jenis Perlakuan terhadap Volume Air Lapang dan Kurva pf (pf 1, pf 2, pf 2.54, pf 4.2) Perlakuan Kedalaman Volume Air pf 1 pf 2 pf 2.54 pf 4.2 (cm) Lapang Arang sekam Cocopeat Kompos Kompos+Arang Sekam Kompos+Cocopeat Kontrol Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa volume air lapang baik untuk lapisan atas (0-5) cm maupun lapisan bawah (5-10) cm untuk semua perlakuan sedikit lebih besar dari pf 2.54, kecuali untuk perlakuan kontrol dan perlakuan cocopeat pada lapisan atas (0-5) cm. Hal ini mencerminkan bahwa volume air lapang lebih besar dari kadar air kapasitas lapang, sehingga persentase volume udara tanah akan menjadi lebih rendah dari pada bila tanah tersebut berada pada keadaan kapasitas lapang Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Distribusi Ukuran Pori Tanah Pengukuran dan penentuan distribusi ukuran pori dilakukan berdasarkan pada kurva pf. Di dalam kondisi lapangan, tanah yang mempunyai drainase baik

37 maka ruang pori yang berukuran besar akan diisi udara dan ruang ini disebut pori aerasi tanah atau pori makro tanah. Sedangkan pori-pori yang relatif kecil cenderung untuk diisi air dan umumnya disebut pori-pori kapiler atau pori mikro. Tabel 4. Hubungan Berbagai Jenis Perlakuan terhadap Volume Air Lapang dan Distribusi Ukuran Pori Tanah Perlakuan Kedalaman (cm) Volume Air Lapang PATT PAT PDL PDC PDSC Pori Mikro Pori Makro % Arang Sekam Cocopeat Kompos Kompos+Arang Sekam Kompos+Cocopeat Kontrol Catatan: Bar kelabu menunjukkan air pada pori dalam keadaan lapang Keterangan: Pori Air Tidak Tersedia (PATT): diameter 0.2 μm (akan kosong pada pf 4.20) Pori Air Tersedia (PAT): diameter μm (akan kosong pada pf ) Pori Drainase Lambat (PDL): diameter 30 9 μm (akan kosong pada pf ) Pori Drainase Cepat (PDC): diameter μm (akan kosong pada pf ) Pori Drainase Sangat Cepat (PDSC): diameter 300 μm (akan kosong pada pf 1.00) Dari data pada Tabel 4 terlihat bahwa perlakuan bahan pembenah tanah menyebabkan perubahan distribusi ukuran pori dalam tanah dan kemampuan tanah dalam menahan air. Seluruh perlakuan bahan pembenah tanah memiliki volume air lapang yang melebihi kadar air kapasitas lapang (pf 2.54). Meskipun pengambilan contoh tanah dilakukan pada saat 2 hari tidak ada hujan. Secara umum volume air lapang menduduki pori drainase lambat (PDL), kecuali untuk perlakuan kontrol dan cocopeat pada lapisan atas (0-5) cm. Perlakuan arang sekam pada lapisan atas (0-5) cm dan lapisan dibawahnya (5-10) cm, kompos, kompos ditambah arang sekam, dan kompos ditambah cocopeat pada lapisan atas (0-5) cm memperlihatkan bahwa keadaan volume air lapang, air berkisar

38 menduduki pori drainase lambat (PDL). Sedangkan perlakuan cocopeat, kompos, dan kontrol pada lapisan dibawahnya (5-10) cm, volume air lapang berkisar menduduki pori drainase cepat (PDC ). Selanjutnya untuk perlakuan kompos ditambah arang sekam dan kompos ditambah cocopeat pada lapisan (5-10) cm volume air lapang menduduki pori drainase sangat cepat (PDSC). Data pada Tabel 4 juga dapat dilihat bahwa jumlah pori drainase sangat cepat pada lapisan bawah (5-10) cm lebih sedikit dibandingkan dengan pori drainase sangat cepat pada lapisan diatasnya (0-5) cm. Diduga penurunan jumlah pori drainase sangat cepat disebabkan oleh adanya penghancuran tanah pada lapisan atas (0-5 cm) yang kemudian menimbun atau mengisi pori drainase sangat cepat pada lapisan dibawahnya (5-10 cm). 4.4 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap C-Organik Tanah Kandungan bahan organik sebagai bahan pembenah tanah dihitung dari kandungan C-organik tanah. Menurut Soepardi (1983) bahan organik dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam menahan air. Berikut hubungan berbagai jenis perlakuan terhadap volume air lapang dan C-organik tanah (Tabel 5). Tabel 5. Hubungan Berbagai Jenis Perlakuan terhadap Volume Air Lapang dan C-Organik Tanah Perlakuan Kedalaman (cm) Volume Air Lapang C-Organik % Arang Sekam Cocopeat Kompos Kompos+Arang Sekam Kompos+Cocopeat Kontrol

PENGARUH BERBAGAI BAHAN PEMBENAH TANAH TERHADAP SIFAT FISIK TANAH LATOSOL UNTUK BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN. Oleh: IMA MAFTUHAH A

PENGARUH BERBAGAI BAHAN PEMBENAH TANAH TERHADAP SIFAT FISIK TANAH LATOSOL UNTUK BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN. Oleh: IMA MAFTUHAH A PENGARUH BERBAGAI BAHAN PEMBENAH TANAH TERHADAP SIFAT FISIK TANAH LATOSOL UNTUK BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN Oleh: IMA MAFTUHAH A24104022 PROGRAM STUDI ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi % liat = [ H,( T 68),] BKM % debu = 1 % liat % pasir 1% Semua analisis sifat fisik tanah dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mempengaruhi infiltrasi. 3. 3... pf pf ialah logaritma dari

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN Zurhalena dan Yulfita Farni 1 ABSTRACT Type of plant impact on soil pore distribution and permeability variously. The objectives

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik Awal Tanah Latosol yang di ambil dari lahan percobaan IPB Cikabayan Darmaga memiliki bobot isi 0,86 gram cm -3, pori air tersedia < 20%, pori drainase

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik II. TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Hantaran Hidrolik Hantaran hidrolik adalah salah satu sifat fisik tanah yang penting untuk diperhatikan dalam penggunaan dan pengelolaan tanah. Hantaran hidrolik berperan penting

Lebih terperinci

DISTRIBUSI BENTUK C-ORGANIK TANAH PADA VEGETASI YANG BERBEDA. Oleh : ANRI SUNANTO A

DISTRIBUSI BENTUK C-ORGANIK TANAH PADA VEGETASI YANG BERBEDA. Oleh : ANRI SUNANTO A DISTRIBUSI BENTUK C-ORGANIK TANAH PADA VEGETASI YANG BERBEDA Oleh : ANRI SUNANTO A24103106 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 DISTRIBUSI BENTUK

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Stabilitas Agregat Stabilitas agregat adalah kemampuan tanah untuk menahan tekanan yang dapat menyebabkan terjadinya pemisahan agregat seperti penggemburan,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan tanah untuk penelitian berupa tanah podsolik yang diambil dari Jasinga, Kabupaten Bogor. Pengambilan bahan tanah podsolik dilakukan pada minggu ke-3 bulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah dan Air Secara Umum Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari bahan padat, cair dan gas. Tanah yang ideal terdiri dari sekitar 50% padatan, 25% cairan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

IV. SIFAT FISIKA TANAH

IV. SIFAT FISIKA TANAH Company LOGO IV. SIFAT FISIKA TANAH Bagian 2 Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS SIFAT SIFAT FISIKA TANAH A. Tekstur Tanah B. Struktur Tanah C. Konsistensi Tanah D. Porositas Tanah E. Tata Udara Tanah F. Suhu

Lebih terperinci

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7.

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Konsistensi Warna merupakan petunjuk untuk beberapa sifat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 sampai dengan April 2017 di Rumah Kaca dan Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian. Alat

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI

PENGARUH KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI PENGARUH KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. merill) PADA GRUMUSOL DARI CIHEA Oleh Siti Pratiwi Hasanah A24103066 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah terdiri atas bahan padat dan ruang pori di antara bahan padat,

BAB I PENDAHULUAN. Tanah terdiri atas bahan padat dan ruang pori di antara bahan padat, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah terdiri atas bahan padat dan ruang pori di antara bahan padat, dalam berbagai bentuk dan ukuran. Bahan padat terdiri atas bahan organic pada berbagai tingkat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai arti penting bagi masyarakat. Meskipun disadari bawang merah bukan merupakan kebutuhan pokok, akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting karena sebagai bahan baku produksi gula. Produksi gula harus selalu ditingkatkan seiring

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol Tanah Latosol tergolong tanah yang subur. Tanah Latosol merupakan tanah yang umum terbentuk di daerah tropika basah sehingga dapat digunakan untuk pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan demikian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok dibudidayakan didaerah tropis. Tanaman ini berasal dari amerika selatan ( Brazilia). Tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume

I. PENDAHULUAN. Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume tanah ini termasuk butiran padat dan pori-pori tanah diantara partikel tanah.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai pada bulan April 2010 sampai bulan Maret 2011 yang dilakukan di University Farm Cikabayan, Institut Pertanian Bogor untuk kegiatan pengomposan,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2012) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami proses-proses aliran

Lebih terperinci

PERUBAHAN SIFAT FISIKA ULTISOL AKIBAT KONVERSI HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN

PERUBAHAN SIFAT FISIKA ULTISOL AKIBAT KONVERSI HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN PERUBAHAN SIFAT FISIKA ULTISOL AKIBAT KONVERSI HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN Heri Junedi 1 ABSTRACT The aim of this research is to study the effect of forest conversion to arable land on changes of soil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang memiliki prospek pengembangan cukup cerah, Indonesia memiliki luas areal

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN. Oleh ADE MULYADI A

KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN. Oleh ADE MULYADI A KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN Oleh ADE MULYADI A24101051 PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 1 KARAKTERISTIK KOMPOS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian organik merupakan suatu kegiatan budidaya pertanian yang menggunakan bahan-bahan alami serta meminimalisir penggunaan bahan kimia sintetis yang dapat merusak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas,

PENDAHULUAN. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah yang dalam dan KTK yang tergolong sedang sampai tinggi menjadikan tanah ini memunyai

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Latosol Darmaga 2.2. Peranan Pupuk Kandang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Latosol Darmaga 2.2. Peranan Pupuk Kandang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Latosol Darmaga Latosol Darmaga terbentuk dari bahan volkanik yang bersusunan andesit yang berkembang di bawah iklim tropika basah. Dalam sistem Taksonomi Tanah (USDA,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas Comosus) Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih kurang 1.200 meter diatas permukaan laut (dpl). Di daerah tropis Indonesia,

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOS TERHADAP KETERSEDIAAN HARA DAN PRODUKSI TANAMAN CAISIN PADA LATOSOL DARI GUNUNG SINDUR. Oleh: OIM ABDUROHIM A

PENGARUH KOMPOS TERHADAP KETERSEDIAAN HARA DAN PRODUKSI TANAMAN CAISIN PADA LATOSOL DARI GUNUNG SINDUR. Oleh: OIM ABDUROHIM A PENGARUH KOMPOS TERHADAP KETERSEDIAAN HARA DAN PRODUKSI TANAMAN CAISIN PADA LATOSOL DARI GUNUNG SINDUR Oleh: OIM ABDUROHIM A24102082 PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi 2 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada lahan bekas tambang PT. Aneka Tambang Tbk (ANTAM), Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo, Jawa tengah pada bulan Maret

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Kandungan hara pada 1m3 limbah cair setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36,

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Kandungan hara pada 1m3 limbah cair setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36, TINJAUAN PUSTAKA Limbah Pabrik Kelapa Sawit Dalam proses pengolahan tandan buah segar kelapa sawit (TBS) menjadi minyak sawit mentah (MSM) dihasilkan sisa produksi berupa limbah. Limbah padat dengan bahan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii LEMBAR PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi INTISARI... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik (Effluent Sapi) Pemakaian pupuk buatan (anorganik) yang berlebihan dan dilakukan secara terus menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv RIWAYAT HIDUP... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN... viii KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Daerah Aliran sungai (DAS) Ciujung terletak di provinsi Banten. Terbagi menjadi sub DAS Ciujung Hulu, Ciujung Tengah, dan Ciujung Hilir. Secara geografis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan pengelolaan yang memperhatikan kendala yang ada. Beberapa kendala

II. TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan pengelolaan yang memperhatikan kendala yang ada. Beberapa kendala II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Ultisol Tanah Ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur, tetapi sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian potensial, asalkan dilakukan pengelolaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH

PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea, L) PADA LATOSOL DARI GUNUNG SINDUR Oleh Elvina Frida Merdiani A24103079

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Botani Tanaman Sawi Sendok. Tanaman sawi sendok termasuk family Brassicaceae, berasal dari daerah pantai Mediteranea yang telah dikembangkan di berbagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan komoditas strategis kacang-kacangan yang banyak dibudidayakan setelah kedelai dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan menunjukkan dampak positif terhadap kenaikan produksi padi nasional. Produksi padi nasional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Wibowo, 2009). Umbi bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang

BAB I PENDAHULUAN. (Wibowo, 2009). Umbi bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah merupakan tanaman semusim dan memilik umbi yang berlapis. Tanaman ini mempunyai akar serabut, dengan daun berbentuk silinder berongga, umbi terbentuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penggunaan Lahan Hutan Pinus Penggunaan lahan hutan pinus menempati bagian lahan dengan lereng yang cukup curam. Tumbuhan penutup tanah (basal cover) pada hutan ini

Lebih terperinci

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990).

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). LAMPIRAN 74 Lampiran 1. Klasifikasi fraksi tanah menurut standar Internasional dan USDA. Tabel kalsifikasi internasional fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). Fraksi Tanah Diameter (mm) Pasir 2.00-0.02

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. media tanamnya. Budidaya tanaman dengan hidroponik memiliki banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. media tanamnya. Budidaya tanaman dengan hidroponik memiliki banyak II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidroponik Hidroponik merupakan cara budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya. Budidaya tanaman dengan hidroponik memiliki banyak keuntungan seperti: 1)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Vermikompos adalah pupuk organik yang diperoleh melalui proses yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Vermikompos adalah pupuk organik yang diperoleh melalui proses yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Vermikompos Vermikompos adalah pupuk organik yang diperoleh melalui proses yang melibatkan cacing tanah dalam proses penguraian atau dekomposisi bahan organiknya. Walaupun sebagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah Bawang Merah merupakan tanaman yang berumur pendek, berbentuk rumpun, tingginya dapat mencapai 15-40 cm, Bawang Merah memiliki jenis akar serabut, batang Bawang Merah

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH III. SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH Sifat morfologi tanah adalah sifat sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Sebagian dari sifat morfologi tanah merupakan sifat fisik dari tanah

Lebih terperinci

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa)

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa) Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa) 1. Cara memperbaiki tanah setelah mengalami erosi yaitu dengan cara?? Konservasi Tanah adalah penempatansetiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.)

PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.) PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.) Oleh: Mardhyillah Shofy A34103042 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (±

I. PENDAHULUAN. Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (± 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (± 45 hari), termasuk dalam famili Brassicaceae. Umumnya, pakchoy jarang dimakan mentah,

Lebih terperinci

17/02/2013. Matriks Tanah Pori 2 Tanah. Irigasi dan Drainasi TUJUAN PEMBELAJARAN TANAH DAN AIR 1. KOMPONEN TANAH 2. PROFIL TANAH.

17/02/2013. Matriks Tanah Pori 2 Tanah. Irigasi dan Drainasi TUJUAN PEMBELAJARAN TANAH DAN AIR 1. KOMPONEN TANAH 2. PROFIL TANAH. MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH-AIR-TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2013) Lab. Fisika Tanah FPUB TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ekologi Tanaman Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ekologi Tanaman Tebu TINJAUAN PUSTAKA 4 Botani dan Ekologi Tanaman Tebu Tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk dalam divisi Spermatophyta, kelas Monocotyledone, ordo Graminales dan famili Graminae (Deptan, 2005). Batang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea, L.) merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika, khususnya dari daerah Brazilia (Amerika Selatan). Awalnya kacang tanah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai dengan bulan Desember 2013. Penelitian dilakukan di kebun percobaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dewasa ini, karena sangat mudah dikembangkan dan banyak kalangan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dewasa ini, karena sangat mudah dikembangkan dan banyak kalangan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Tanaman Caisin (Brassica chinensis L.) Caisin merupakan jenis sawi yang paling banyak dijajakan di pasar-pasar dewasa ini, karena sangat mudah dikembangkan dan banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 kilogram sayuran per kapita per tahun. Angka itu jauh lebih rendah dari angka konsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah dikenal sejak dulu. Ada beberapa jenis tomat seperti tomat biasa, tomat apel, tomat keriting,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah Ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia (Subagyo, dkk, 2000). Namun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ARA SUNGSANG UNTUK MENURUNKAN KEPADATAN ULTISOL. Heri Junedi, Itang Ahmad Mahbub, Zurhalena

PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ARA SUNGSANG UNTUK MENURUNKAN KEPADATAN ULTISOL. Heri Junedi, Itang Ahmad Mahbub, Zurhalena Volume 15, Nomor 1, Hal. 47-52 Januari Juni 2013 ISSN:0852-8349 PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ARA SUNGSANG UNTUK MENURUNKAN KEPADATAN ULTISOL Heri Junedi, Itang Ahmad Mahbub, Zurhalena Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tinggal bercabang banyak dan berwarna kuning pucat atau abu-abu sampai merah

TINJAUAN PUSTAKA. tinggal bercabang banyak dan berwarna kuning pucat atau abu-abu sampai merah TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman akar wangi termasuk keluarga Gramineae, berumpun lebat, akar tinggal bercabang banyak dan berwarna kuning pucat atau abu-abu sampai merah tua. Rumpun tanaman akar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah TINJAUAN PUSTAKA Erodibilitas Indeks kepekaan tanah terhadap erosi atau erodibilitas tanah merupakan jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah Ananas comosus (L) Merr. Tanaman ini berasal dari benua Amerika, tepatnya negara Brazil.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting sebagai penghasil gula. Lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (merah). Banyaknya vitamin A pada tanaman tomat adalah 2-3 kali. banyaknya vitamin A yang terkandung dalam buah semangka.

BAB I PENDAHULUAN. (merah). Banyaknya vitamin A pada tanaman tomat adalah 2-3 kali. banyaknya vitamin A yang terkandung dalam buah semangka. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) adalah tumbuhan dari familia Solanaceae. Tomat merupakan tanaman semusim, dapat tumbuh setinggi 1-3 meter. Tomat termasuk sayuran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah disebut padat apabila porositas totalnya, terutama porositas yang terisi

I. PENDAHULUAN. Tanah disebut padat apabila porositas totalnya, terutama porositas yang terisi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pemadatan tanah merupakan salah satu bentuk dari degradasi sifat fisik tanah. Tanah disebut padat apabila porositas totalnya, terutama porositas yang terisi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran. 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang

Lebih terperinci

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanah Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Pengamatan sebaiknya dilakukan pada profil tanah yang baru dibuat. Pengamatan

Lebih terperinci