HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Yanti Leony Sasmita
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Daerah Aliran sungai (DAS) Ciujung terletak di provinsi Banten. Terbagi menjadi sub DAS Ciujung Hulu, Ciujung Tengah, dan Ciujung Hilir. Secara geografis DAS Ciujung berbatasan dengan dengan sub DAS Cisimeut di sebelah barat, DAS Cilaman di sebelah timur, sub DAS Ciujung tengah di sebelah utara dan DAS Cimandur disebelah selatan. DAS Ciujung memiliki luas sekitar 1850 km 2 dengan panjang sungai 142 kilometer. DAS Ciujung mengalir dari sumber mata air yang berada di Gunung Endut dan Gunung Karang ke Laut Jawa dengan melewati kabupaten Lebak dan kabupaten Serang. Sub DAS Ciujung Hulu mempunyai tiga anak sungai utama yaitu sungai Ciujung Hulu, sungai Ciberang, dan sungai Cisimeut dengan pertemuan di daerah Kota Rangkasbitung. Lokasi penelitian meliputi semua bagian DAS Ciujung yang meliputi kabupaten Bogor, Serang, Lebak, Pandeglang, dan Kota Serang. Kabupaten Bogor meliputi kecamatan Jasinga (desa Cileuksa). Kabupaten Lebak meliputi (desa Jatimulya dan Lebakgedong). Kabupaten Pandeglang meliputi Kecamatan Pandeglang Desa Sukaratu. Kabupaten Serang meliputi Kecamatan Petir Desa Kadugenep. Kota Serang meliputi Kecamatan Ciruas Desa Kaserangan. Semua lokasi penelitian memiliki topografi yang cenderung datar. Gambar 1 Peta lokasi penelitian di DAS Ciujung
2 6 Penggunaan lahan di lokasi penelitian meliputi hutan dan kebun campuran dengan vegetasi berupa tanaman tahunan seperti Jati, Jabon, Albasia, Afrika, Rambutan, Duren dan Kelapa. Jenis tanah di lokasi penelitian sebagian besar adalah latosol. Latosol Coklat Kemerahan Banten termasuk ke dalam order (ordo) Inceptisol, suborder Udepts, greatgroup Dystrudepts, subgrup Typic Dystrudepts menurut sistem klasifikasi USDA Tanah Latosol ini terbentuk dari bahan induk tuf volkan, pada topografi berombak hingga bergunung pada ketinggian m dpl dengan vegetasi utama hutan tropis. Menurut Dudal dan Soepraptohardjo (1957) tanah Latosol terbentuk melalui proses latosolisasi. Proses latosolisasi terjadi di bawah pengaruh curah hujan dan suhu tinggi di daerah tropik dimana gaya-gaya hancuran bekerja lebih cepat dan pengaruhnya lebih ekstrim daripada daerah dengan curah hujan dan suhu sedang. Hutan Tanaman Deskripsi Penggunaan Lahan Hutan tanaman merupakan kawasan yang sengaja ditumbuhi oleh tanaman berkayu yang biasanya berumur lebih dari sepuluh tahun dan tanaman lainnya dengan penggunaan lahan yang tidak berubah. Lokasi penelitian dengan penggunaan lahan berupa hutan tanaman berada di lokasi Lebakgedong dan Cileuksa, yang didominasi oleh pohon Maesopsis eminii atau lebih dikenal dengan pohon Afrika dan pohon Albizia chinensis yang lebih dikenal dengan pohon Sengon dengan tutupan lantai hutan yang sangat rapat. Tanaman penutup tanah didominasi oleh semak dan rerumputan yang sangat rapat yang dapat menghasilkan bahan organik lebih tinggi dibandingkan lokasi lainnya. Hal ini menyebabkan aliran air mudah masuk ke dalam tanah dikarenakan pori yang terbentuk oleh perakaran serta aktivitas organisme tanah. Selain itu kapasitas tanah dalam menampung air akan meningkat sehingga kehilangan air akibat aliran permukaan dapat dikurangi. Gambar 2 Penggunaan lahan hutan tanaman
3 7 Yanrilla (2001) mengemukakan bahwa laju infiltrasi hutan lebih tinggi dibandingkan dengan laju infiltrasi pada penggunaan lahan semak dan lahan pertanian. Hal ini dikarenakan hutan tidak mengalami pengolahan tanah. Sehingga tidak terjadi pemadatan tanah, tanah hutan cenderung memiliki kandungan bahan organik yang lebih tinggi, bobot isi yang lebih rendah dan struktur serta agregat tanah yang lebih stabil. Sofyan (2006) juga menyatakan bahwa laju infiltrasi tanah hutan lebih tinggi daripada laju infiltrasi tanah pada lahan tegalan dan lahan kebun campuran. Kandungan bahan organik dan jumlah pori makro yang tinggi menjadi faktor utama tingginya laju infiltrasi lahan hutan dibandingkan laju infiltrasi lahan tegalan maupun lahan agrofrestry. Rapat Kebun campuran adalah kebun yang ditanami berbagai jenis tanaman dengan minimal satu jenis tanaman berkayu. Beberapa tanaman jenis lain, berupa tanaman tahunan dan atau tanaman setahun yang tumbuh sendiri maupun ditanam (Martini et al 2010). Kebun campuran rapat merupakan pengelompokkan dari dua lokasi kebun campuran dengan tingkat kerapatan pohon dan tanaman penutup tanah yang cukup rapat. Lokasi penggunaan lahan ini berada di desa Jatimulya dan Kadugenep. Adapun tanamannya terdiri dari pohon Jabon, Bambu, Kakao, Kecapi, Rambutan, Duren, dan Pisang dengan tanaman penutup tanah berupa rumput rumputan dan tanaman Harendong. Umur tanaman pada penggunaan lahan kebun campuran rapat berkisar antara 2 8 tahun. Pada kebun campuran rapat masih terjadi gangguan aktivitas manusia tetapi relatif lebih sedikit sehingga tanah tidak mengalami pemadatan yang signifikan. Dengan rapatnya tanaman menghasilkan serasah yang banyak yang mampu meningkatkan kemampuan tanah dalam meresapkan air. Gambar 3 Penggunaan lahan kebun campuran rapat Menurut Sofyan (2006) lahan tegalan dan lahan kebun campuran mengalami proses pengolahan tanah. Namun pengolahan tanah pada lahan tegalan lebih intensif daripada pengolahan tanah pada lahan kebun campuran sehingga laju infiltrasi pada lahan kebun campuran lebih tinggi daripada laju infiltrasi lahan tegalan. Hal ini membuktikan bahwa pada penggunaan lahan yang berbeda
4 8 memiliki laju infiltrasi yang berbeda pula. Dimana penggunan lahan sangat mempengaruhi besarnya laju infiltrasi. Tidak Rapat Penggunaan lahan kebun campuran tidak rapat merupakan pengelompokan dari dua kebun campuran yang tersebar di desa Kaserangan dan Sukaratu. Pengelompokkan berdasarkan pada kerapatan vegetasi dan kerapatan tanaman bawah. Tanaman yang ada di lokasi ini yaitu pohon Jati, Albasia, Kelapa, Kecapi dan Rambutan. Sedangkan tanaman penutup tanahnya berupa rerumputan dan tanaman semak seperti Harendong. Umur tanaman pada penggunaan lahan kebun campuran tidak rapat berkisar antara 2 10 tahun. Gambar 4 Penggunaan lahan kebun campuran tidak rapat Banyaknya aktivitas manusia yang melewati kebun ini menyebabkan tanah mengalami pemadatan. Hal ini didukung dengan bahan organik yang sedikit akibat kurang rapatnya tanaman penutup tanah serta sedikitnya serasah yang dihasilkan, sehingga kemampuan tanah dalam meresapkan air sangat rendah. Sifat Fisik Kimia Tanah Penggunaan lahan yang berbeda akan menghasilkan karakteristik sifat fisik dan kimia tanah yang berbeda pula. Penggunaan lahan berpengaruh terhadap jumlah bahan organik terkait dengan banyaknya sisa tanaman yang dapat disumbangkan melalui pelapukan batang, ranting, bunga dan daun yang jatuh ke permukaan tanah (Arsyad 2010). Bahan organik yang dihasilkan tersebut turut mempengaruhi pembentukan sifat fisik dan kimia tanah. Dari hasil análisis di laboratorium diperoleh data sifat fisik kimia tanah dilokasi penelitian dengan berbagai penggunaan lahan. Tanah pada penggunaan lahan HT memiliki C- organik serta ISA (indeks stabilitas agregat) yang paling tinggi dibandingkan dengan KCR dan KCTR. Hal ini dikarenakan HT memiliki karapatan tanaman yang paling tinggi sehingga menghasilkan serasah lebih banyak. Poerwowidodo (1984), mengemukakan bahwa salah satu peranan penting dari bahan organik tanah adalah dalam
5 9 perbaikan struktur tanah. Penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat mengakibatkan penurunan bobot isi tanah, peningkatan ruang pori total, ruang pori drainase cepat serta ruang pori drainase lambat. Tanah dengan kandungan bahan organik yang lebih tinggi akan menghasilkan proses agregasi tanah yang lebih baik, dimana semakin baik agregasi tanah tersebut maka ruang pori total tanah juga akan semakin meningkat, sehingga air akan lebih mudah terinfiltrasi dan laju infiltrasi akan semakin tinggi (Tabel 4). Kandungan bahan organik yang tinggi juga mampu membentuk agregat - agregat tanah yang lebih stabil sehingga partikel tanah tidak mudah hancur oleh air. Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Tabel 4 Sifat fisik kimia tanah pada setiap penggunaan lahan Penggunaan Lahan C -organik (%) Sifat - sifat tanah Kadar debu (%) Kadar pasir (%) Kadar klei (%) Hutan Sekunder (HS) 3,9 8,9 16,3 74,9 1656,4 Rapat (KCR) 2,2 22,7 21,5 55,9 560,4 Tidak Rapat (KCTR) 1,1 24,3 42,3 33,4 262,3 Keterangan : KA : Kadar air, ISA : Indeks Stabilitas Agregat Kelas stabilitas agregat tanah pada penggunaan lahan ketiganya tergolong sangat stabil sekali (Tabel 2). Pratiwi (2012) menyatakan bahwa semakin stabil agregat tanah semakin meningkatkan laju infiltrasi, hal ini karena tanah dengan agregat yang stabil tidak mudah hancur oleh air sehingga pori tanah tidak mudah tertutup oleh agregat tanah yang hancur, dengan begitu pori tanah tetap mudah dilewati oleh air. Agregat tanah juga memiliki peranan penting dalam menentukan jumlah dan distribusi ruang pori tanah, yang berkaitan dengan kerentanan agregat terhadap erosi angin dan air (Baver et al 1972). Menurut Haridjadja (1980) tekstur tanah adalah distribusi besar butir-butir tanah atau perbandingan secara relatif dari besar butir-butir tanah. Butir-butir tersebut adalah pasir, debu dan klei. Gabungan dari ketiga fraksi tersebut dinyatakan dalam persen dan disebut sebagai kelas tekstur. Kelas tekstur tanah pada ketiga penggunaan lahan tersebut tergolong kedalam kelas tekstur klei. Menurut Herlina (2003) tanah dengan kandungan klei yang tinggi memiliki laju infiltrasi yang lebih lambat, terutama bila tidak memiliki agregasi yang baik. Data distribusi ruang pori dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai distribusi ruang pori pada setiap penggunaan lahan Penggunaan Lahan ISA Distribusi ruang pori RPT PDSC PDC PDL PPA PM Hutan Sekunder (HS) 73,5 18,4 6,8 3,7 20,4 28,9 Rapat (KCR) 56,6 5,0 2,6 4,2 28,8 11,8 Tidak Rapat (KCTR) 51,5 2,1 11,3 2,3 25,4 15,6 Keterangan : RPT : Ruang pori total, PDC : Pori drainase cepat, PDSC : Pori drainase sangat cepat, PDL : Pori drainase lambat, PPA : Pori pemegang air, PM : Pori makro.
6 10 Ruang pori total (RPT) tanah merupakan bagian tanah yang ditempati oleh air dan udara (Soepardi, 1983). RPT tanah dihitung berdasarkan penetapan bobot isi dan bobot jenis partikel tanah (Hiller 1971). RPT terdiri dari pori drainase (PD) atau pori makro (PM), pori air tersedia (PAT), dan pori pemegang air (PPA) atau disebut juga pori higroskopis. Pori drainase dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu (1) Pori Drainase Sangat Cepat (PDSC) adalah pori yang berukuran 300 μm dan akan kosong (tidak mengandung air) pada tekanan 10 cm (pf 1), (2) Pori Drainase Cepat (PDC) adalah pori yang berukuran antara μm dan akan kosong antara tekanan 10 cm (pf 1) dan tekanan 100 cm (pf 2), dan (3) Pori Drainase Lambat (PDL) adalah pori yang berukuran antara 30-9 μm dan akan kosong pada tekanan 100 cm (pf 2) dan tekanan sekitar 1/3 atmosfer atau 330 cm (pf 2.54) (Sitorus et al 1981). Sedangkan Menurut Hardjowigeno (2003) pori tanah terbagi menjadi dua yaitu pori makro dan pori mikro. Dimana pori makro berisi udara atau air gravitasi, sedangkan pori mikro berisi udara serta air kapiler dan air higroskopis. Tanah pada penggunaan lahan HT memiliki jumlah pori drainase sangat cepat (PDSC) dan pori makro (PM) yang paling tinggi dibandingkan dengan KCR dan KCTR. Menurut Arsyad (2010) pori yang berukuran besar adalah pori yang paling berpengaruh untuk infiltrasi tanah. Meskipun pada HT memiliki kadar pasir dan debu yang paling sedikit namun HT memiliki agregasi tanah yang baik yang mampu mempentuk pori lebih tinggi dan lebih beragam. Foth (1984) menyatakan bahwa keadaan pori dan kandungan air merupakan faktor terpenting yang menentukan infiltrasi dan jumlah aliran permukaan. Sedangkan menurut Arsyad (2010) Asdak (2002) Mashall and Holmes (1988) tanah yang memiliki kontinuitas pori tanah yang baik akan memiliki laju infiltrasi yang cepat. Keragaan Infiltrasi Infiltrasi adalah proses masuknya air kedalam tanah yang biasanya melalui permukaan tanah (Arsyad 2010). Laju infiltrasi adalah kecepatan masuknya air ke dalam tanah sedangkan kapasitas infiltrasi adalah laju maksimum gerakan air masuk ke dalam tanah (Seyhan 1990). Laju infiltrasi bervariasi sesuai dengan penggunaan lahan. Laju infiltrasi awal tertinggi pada penggunaan lahan HT kemudian KCR dan KCTR. Begitupun laju infiltrasi pada menit ke 15, menit ke 30, dan laju infiltrasi konstan. Laju infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan turut dipengaruhi oleh sifat fisik tanah. Pada penggunaan lahan HT memiliki porositas tanah (73,5%) dan pori makro (28,9%) yang lebih tinggi dibandingkan dengan KCR dan KCTR. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya bahan organik pada HT sehingga aktivitas organisme tanah juga turut meningkat sehingga kontinuitas pori tanah lebih stabil. Berbeda dengan HT, KCR dan KCTR yang mengalami lebih banyak pengaruh aktivitas manusia yang menyebabkan pemadatan tanah sehingga porositas tanah menjadi lebih rendah yaitu sebesar (56,6%) pada KCR dan (51,5%) pada KCTR. Dibandingkan KCTR, KCR memiliki laju infiltrasi konstan yang lebih tinggi dikarenakan tanaman penutup tanahnya jauh lebih rapat dibandingkan dengan KCTR sehingga pembentukan pori tanah oleh aktivitas perakaran juga tinggi. Adapun kurva infiltrasi dapat dilihat pada Gambar 5.
7 Laju Infiltrasi (cm jam -1 ) Laju Infiltrasi (cm jam -1 ) Laju Infiltrasi (cm jam -1 ) Hutan Tanaman f = 30 + (54,66)e -3,473t R 2 = 0,78 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 Waktu (jam) f = 16,8 + (44,84)e -1,520t R 2 = 0,88 LG Lapang CS Lapang LG Horton CS Horton Rapat 0 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 f = 12 + (15,565)e -1,210t R 2 = 0,74 f = 14,4 + (21,20)e -1,389t R 2 = 0,67 Waktu (jam) KG Lapang JM Lapang KG Horton JM Horton Tidak Rapat f= 9,6 + (16,41)e -3,252t R 2 = 0,50 0,0 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 Waktu (jam) f = 2,4 + (3,86)e -1,270t R 2 = 0,63 SR Lapang KS Lapang SR Horton KS Horton Keterangan : LG : Lebakgedong, CS : Cileuksa, KG : Kadugenep, JM : Jatimulya, KS : Kaserangan, SR : Sukaratu, Lapang : Laju infiltrasi lapang, Horton : laju infiltrasi hasil persamaan Horton. Gambar 5 Laju infiltrasi pada setiap penggunaan lahan
8 12 Pada penggunaan lahan KCR dan KCTR memiliki laju infiltrasi lebih rendah karena kerapatan tanaman penutup tanah yang semakin berkurang, hal ini menyebabkan air hujan lebih cepat bahkan langsung mengenai permukaan tanah, sehingga menyebabkan pemadatan tanah dan aliran permukaan yang lebih besar. Hal ini terjadi karena tertutupnya pori pori pada agregat tanah oleh butir primer tanah yang terdispersi karena pukulan butir hujan. Oleh karena itu agar tanah tetap memiliki laju infiltrasi yang baik maka sebaiknya tanah tetap dalam kondisi tertutup vegetasi sehingga air mudah meresap kedalam tanah dan mampu meningkatkan cadangan air bawah tanah, serta turut mencegah banjir pada musim hujan dan kekeringan dimusim kemarau. Kurva infiltrasi di atas dibuat dari penggabungan antara kurva infiltrasi lapang dan kurva hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan Horton. Dari gambar kurva tersebut terlihat bahwa laju infiltrasi hasil analisis dengan model Horton memiliki korelasi yang positif dengan laju infiltrasi lapang. Hal ini terlihat dari nilai R 2 yang bervariasi dan lebih besar atau sama dengan 0,5. Oleh karena itu model Horton sesuai digunakan untuk memprediksi laju infiltrasi tanah pada penggunaan lahan hutan tanaman (HT), kebun campuran rapat (KCR) dan kebun campuran tidak rapat (KCTR) di DAS Ciujung. Dari kurva hasil perhitungan Horton yang diperoleh menunjukkan bahwa laju infiltrasi Horton tidak jauh berbeda dengan laju infiltrasi di lapangan. Namun pada penggunaan lahan KCTR memiliki nilai R 2 yang paling rendah dibandingkan dengan HT dan KCR khususnya di desa Sukaratu. Hal ini disebabkan karena pada penggunaan lahan KCTR memiliki nilai indeks stabilitas agregat paling rendah sehingga partikel tanah mudah hancur ketika terkena air, hancuran tanah tersebut menyebabkan terjadinya penyumbatan pori tanah sehingga laju infiltrasi di lapangan lebih berfluktuatif dan tidak stabil. Menurut klasifikasi Kohnke (1968) laju infiltrasi konstan pada HT dan KCR termasuk kedalam kelas cepat. Pada KCTR laju infiltrasi konstan termasuk kelas sedang hingga cepat. Dari ketiga penggunaan lahan tersebut terlihat bahwa HT memiliki laju infiltrasi yang paling tinggi dari awal (75 cm jam -1 ) hingga konstan (23,4 cm jam -1 ) dan paling stabil dibandingkan dengan KCR dan KCTR. Pada penggunaan lahan KCR terlihat laju infiltrasi konstan lebih tinggi daripada KCTR. Hal ini dipengaruhi oleh nilai indeks stabilitas agregat (ISA), dimana pada KCR memiliki nilai ISA yang lebih tinggi (560,4) dibandingkan pada KCTR (262,3). Semakin stabil agregat tanah akan menghasilkan kontinyuitas pori yang stabil pula dimana pori tanah tidak mudah hancur dan tertutup oleh tanah sehingga kapasitas infiltrasi tanah menjadi lebih besar. Laju Infiltrasi Awal Laju infiltrasi awal (t = jam) tertinggi pada penggunaan lahan HT. Meskipun memiliki kadar air awal yang lebih tinggi (67,3%) dibandingkan penggunaan lahan lainnya tetapi HT memiliki porositas (73,5%) serta pori makro (24,3%) yang lebih tinggi sehingga mempermudah air masuk kedalam tanah. Arsyad (2010) mengemukakan bahwa selain dipengaruhi oleh kelembaban tanah laju infiltrasi juga turut dipengaruhi oleh ukuran pori tanah, dimana semakin besar ukuran pori maka air akan mudah masuk kedalam tanah. Penggunaan lahan KCR memiliki laju infiltrasi awal yang lebih tinggi dibandingkan dengan KCTR. Faktor yang lebih mempengaruhi laju infiltrasi awal
9 Laju Infiltrasi (cm jam -1 ) 13 pada KCR dan KCTR yaitu kadar air tanah awal. KCR memiliki kadar air tanah awal yang lebih rendah (43,05%) dibandingkan dengan KCTR (47,85%). Kadar air tanah awal yang rendah dapat menyebabkan hisapan matriks yang menyebabkan air akan masuk ke dalam tanah lebih cepat atau lebih banyak, sehingga tanah tanah yang lebih kering memiliki kemampuan menarik dan memasukkan air lebih besar (Arstad 2010). Sedangkan PDSC mampu mempercepat laju infiltrasi karena memiliki ukuran pori yang lebih besar sehingga lebih mudah dilalui air. Grafik laju infiltrasi awal dapat dilihat pada Gambar a Hutan Tanaman 45 ab Rapat 24 b Tidak Rapat Gambar 6 Laju infiltrasi awal pada setiap penggunaan lahan Berdasarkan hasil análisis ANOVA menunjukkan bahwa laju infiltrasi awal tidak berbeda nyata pada penggunaan lahan HT dan KCR, sedangkan HT dengan KCTR memiliki nilai yang berbeda nyata, begitupun dengan KCR dan KCTR memiliki nilai yang tidak berbeda nyata pada taraf (p<0,05). Laju Infiltrasi Menit Ke 15 dan Menit Ke - 30 Berdasarkan data laju infiltrasi pada menit ke 15 pada penggunaan lahan HT memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan penggunaan lahan lainnya, disusul oleh KCR kemudian KCTR. Hal ini karena laju infiltrasi pada menit ke 15 masih dipengaruhi oleh jumlah pori makro yang belum seluruhnya terisi air sehingga laju infiltrasi masih sangat cepat. Laju infiltrasi pada menit ke 15 nyata dipengaruhi jumlah pori makro khususnya pori drainase sangat cepat (PDSC). Hal ini karena pori drainase sangat cepat (PDSC) memiliki ukuran pori besar yang mempermudah air masuk kedalam tanah. Serta sangat nyata dipengaruhi oleh laju infiltrasi awal, dimana semakin tinggi laju infiltrasi awal maka laju infiltrasi pada menit ke 15 juga akan tinggi. Demikian juga laju infiltrasi pada menit ke 30 dimana penggunaan lahan HT memiliki laju infiltrasi yang paling tinggi dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya. Hal ini karena HT memiliki ruang pori total (RPT) dan pori drainase sangat cepat (PDSC) yang lebih tinggi daripada KCR dan KCTR sehingga tanah pada HT mampu meresapkan air lebih banyak dibandingkan dengan KCR dan KCTR. Hal ini sesuai dengan analisis statistik dimana laju infiltrasi pada menit ke 30 juga sangat nyata dipengaruhi oleh pori drainase sangat cepat (PDSC). Grafik laju infiltrasi pada menit ke 15 dan menit ke 30 dapat di lihat pada Gambar 7.
10 Laju Infiltrasi (cm jam -1 ) a a ab 21 ab 14 b 7,2 b 0 Hutan Tanaman Rapat Tidak Rapat Laju menit ke - 15 Laju menit ke - 30 Gambar 7 Laju infiltrasi menit ke 15 dan menit ke - 30 pada setiap penggunaan lahan Laju infiltrasi pada menit ke-15 dan menit ke 30 juga nyata dipengaruhi oleh sifat fisik kimia tanah lainnya yaitu, kadar C-organik, ruang pori total (RPT), dan indeks stabilitas agregat (ISA). Semakin tinggi C-organik tanah maka aktivitas perakaran serta organisme tanah akan semakin meningkat. Aktivitas tersebut mampu meningkatkan pori tanah sehingga daya jerap tanah dan kemampuan tanah dalam melalukan air akan lebih cepat. Sedangkan nilai indeks stabilitas agregat (ISA) yang tinggi menandakan bahwa tanah memiliki agregat yang stabil yang menyebabkan tanah tidak mudah hancur ketika terkena air, sehingga tidak terjadi penyumbatan pori akibat hancurnya agregat tanah. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Analisi statistika antara laju infiltrasi menit ke - 15 dan menit ke - 30 dengan sifat - sifat tanah Variabel terikat Variabel bebas R R2 P y Laju Infiltrasi menit ke - 15 (cm jam -1 ) Laju Infiltrasi menit ke 30 (cm jam -1 ) RPT 0,63 0,40 0,0378 y = *x C Organik (%) 0,77 0,59 0,0056 y = *x ISA 0,68 0,47 0,0204 y = *x PDSC 0,82 0,68 0,0018 y = *x Pori makro 0,66 0,43 0,0278 y = *x RPT 0,60 0,36 0,053 y = *x C Organik (%) 0,74 0,55 0,0094 y = *x ISA 0,64 0,41 0,0342 y = *x PDSC 0,76 0,58 0,0065 y = *x Keterangan : RPT : Ruang pori total, ISA : Indeks stabilitas agregat, PDSC : Pori drainase sangat cepat. Dari hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa laju infiltrasi pada menit ke 15 dan menit ke - 30 pada penggunaan HT tidak berbeda nyata dengan KCR namun berbeda nyata dengan KCTR. Tabel pada Lampiran.
11 Laju Iniltrasi (cm jam -1 ) 15 Laju Infiltrasi Konstan Laju infiltrasi konstan disebut juga kapasitas infiltrasi yaitu laju maksimum infiltrasi pada suatu tanah (Arsyad 2010). Hasil análisis laju infiltrasi konstan pada penggunaan lahan HT memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan pada KCR dan KCTR, diikuti oleh KCR dan KCTR. Menurut klasifikasi Kohnke (1968) pada HT dan KCR memiliki laju infiltrasi konstan yang tergolong cepat sedangkan pada KCTR tergolong sedang sampai cepat. Adapun data laju infiltrasi konstan pada setiap penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Laju infiltrasi konstan rata rata pada berbagai penggunaan lahan Penggunaan Lahan Laju Infiltrasi Konstan (cm jam -1 ) Kelas Infiltrasi Hutan Tanaman (HT) 23,4 a Cepat Rapat (KCR) 13,2 a Cepat Tidak Rapat (KCTR) 6,0 a Sedang cepat Keterangan : Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada (p<0,05). Tanah kering akan memiliki daya hisap air yang lebih tinggi dibandingkan tanah yang lembab (Arsyad 2010). Pada saat laju infiltrasi telah konstan kondisi tanah sudah sangat lembab sehingga laju infiltrasi lebih dipengaruhi oleh ruang pori tanah dan indeks stabilitas agregat (ISA). Adapun grafik laju infiltrasi konstan dapat dilihat pada Gambar ,4 a ,2 a ,0 a 0 Hutan Tanaman Rapat Tidak Rapat Gambar 8 Laju infiltrasi konstan pada setiap penggunaan lahan Sifat fisik kimia yang nyata mempengaruhi laju infiltrasi konstan adalah kadar C-organik, indeks stabilitas agregat (ISA), ruang pori tanah, kadar pasir dan debu, serta kadar klei. Laju infiltrasi konstan dengan C organik, indeks stabilitas agregat (ISA), ruang pori total (RPT) dan kadar klei memiliki korelasi yang positif, semakin tinggi C-organik akan meningkatkan agregasi oleh aktivitas perakaran dan organisme tanah yang akhirnya akan menghasilkan ruang pori tanah yang semakin tinggi sehingga mempermudah masuknya air ke dalam tanah. Pengaruh klei pada laju infiltrasi konstan terjadi karena pada saat laju infiltrasi telah konstan pori berukuran besar telah jenuh air sehingga air yang masuk kedalam tanah akan mengisi pori yang berukuran mikro yang terdapat diantara
12 16 partikel klei. Laju infiltrasi konstan pada setiap penggunaan lahan tidak memiliki nilai yang berbeda nyata. Hasil analisis regresi dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Analisis statistik antara laju infiltrasi konstan dan sifat - sifat tanah Variabel terikat Variabel bebas R R2 P y Laju Infiltrasi konstan (cm jam -1 ) RPT 0,72 0,51 0,0131 y = *x C Organik (%) 0,66 0,44 0,0262 y = *x Kadar Pasir Debu (%) -0,80 0,63 0,0033 y = *x Kadar Klei (%) 0,80 0,63 0,0033 y = *x PDSC 0,84 0,70 0,0014 y = *x PDSC + PDC 0,61 0,37 0,0462 y = *x Pori makro 0,73 0,54 0,01 y = *x Keterangan : RPT : Ruang pori total PDSC : Pori drainase sangat cepat, PDC : Pori drainase cepat Volume Air Infiltrasi setelah Satu Jam Volume air yang dapat masuk kedalam tanah sangat ditentukan oleh kapasitas infiltrasi tanahnya. Semakin tinggi kapasitas infiltrasi tanah maka volume air yang masuk kedalam tanah akan lebih banyak sehingga mengurangi terjadinya aliran permukaan (Seyhan 1990). Keragaan volume infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Volume infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan Penggunaan Lahan Volume Infiltrasi setelah Satu Jam (dm 3 ) Laju Infiltrasi Konstan (cm jam -1 ) Hutan Tanaman (HT) 6,8 a 23,4 a Rapat (KCR) 3,66 b 13,2 a Tidak Rapat (KCTR) 2,48 b 6,0 a Keterangan : Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada (p<0,05). Volume air yang terinfiltrasi setelah satu jam pada penggunaan lahan HT paling tinggi dibandingkan KCR dan KCTR. Hal ini menunjukkan HT selain memiliki ruang pori total (RPT) dan pori makro (PM) paling tinggi juga memiliki indeks stabilitas agregat (ISA) yang paling stabil, dimana semakin stabil agregat tanah maka tanah tidak akan mudah hancur oleh air dan hancuran partikel tanah tersebut tidak menyumbat pori yang dilalui oleh air, sehingga air akan lebih mudah dan lebih banyak yang masuk kedalam tanah. Sifat fisik dan kimia tanah yang memiliki pengaruh nyata terhadap volume infiltrasi yaitu kadar C-organik, indeks stabilitas agregat (ISA), kadar klei, dan ruang pori total (RPT). Semakin tinggi bahan organik tanah maka aktivitas organisme tanah akan semakin tinggi sehingga proses agregasi tanah juga semakin baik yang mampu meningkatkan kestabilan tanah. Agregasi tanah yang baik juga turut meningkatkan ruang pori tanah serta mampu membentuk pori tanah dengan ukuran yang lebih beragam yang mampu meningkatkan daya tampung air dalam
13 Volume Infiltrasi (dm 3 ) 17 tanah. Adapun grafik perbedaan volume infiltrasi pada setiap penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar ,8 a Hutan Tanaman 3,66 b Rapat 2,48 b Tidak Rapat Gambar 9 Volume air terinfiltrasi pada berbagai penggunaan lahan Hasil analisis statistik dapat di lihat pada Tabel 10. Tabel 10 Analisis statistik antara volume infiltrasi dengan sifat - sifat tanah Variabel terikat Variabel bebas R R2 P y Volume Infiltrasi (dm 3 ) RPT 0,64 0,41 0,0345 y = *x % C - Organik 0,73 0,54 0,0101 y = *x % Pasir Debu -0,61 0,37 0,0467 y = *x % Klei 0,61 0,37 0,0467 y = *x ISA 0,64 0,41 0,0351 y = *x PDSC + PDC 0,77 0,59 0,0057 y = *x Laju Infl. Konstan 0,86 0,73 0,0008 y = *x Keterangan : RPT : Ruang pori total, ISA : Indeks stabilitas agregat, PDSC : Pori drainase sangat cepat, PDC : Pori drainase cepat. Sedangkan hubungan kadar klei dengan volume air yang terinfiltrasi adalah klei memiliki ukuran yang sangat kecil, maka semakin banyak klei luas permukaan akan semakin besar sehingga daya menahan air menjadi lebih besar, berbeda dengan kadar pasir dan debu yang memiliki korelasi negatif dengan volume infiltrasi. Hasil tersebut didukung oleh Hardjowigeno (1995), tanah-tanah bertekstur pasir mempunyai daya menahan air lebih kecil daripada tanah bertekstur halus karena tanah yang bertekstur pasir butir-butirnya berukuran lebih besar, maka setiap satuan berat (setiap gram) mempunyai luas permukaan yang lebih kecil. Tanah-tanah bertekstur klei karena lebih halus maka setiap satuan berat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air tinggi. Menurut Rachman et al (2013) tanah tanah bertekstur halus (klei) memiliki kandungan air yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang bertekstur kasar (pasir, debu). Hal ini berhubungan dengan luas permukaan dan kemampuan klei dalam menjerap serta mengikat air yang lebih besar dibandingkan partikel debu dan pasir. Hasil análisis ANOVA menunjukkan bahwa penggunaan lahan berpengaruh nyata terhadap volume infiltrasi pada taraf (p<0.05). Volume infiltrasi pada
14 18 penggunaan lahan HT berbeda nyata dengan KCR pada taraf (p<0,05%). Sedangkan KCR dan KCTR memiliki nilai volume infiltrasi yang tidak berbeda nyata pada taraf (p<0,05). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Laju infiltrasi sangat nyata dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Laju infiltrasi tertinggi pada penggunaan lahan hutan tanaman (HT) dan terendah pada kebun campuran tidak rapat (KCTR). Laju infiltrasi konstan tergolong cepat pada penggunaan lahan hutan tanaman (HT) dan kebun campuran rapat (KCR) dan tergolong sedang hingga cepat pada kebun campuran tidak rapat (KCTR). Volume air terinfiltrasi setelah satu jam tertinggi pada penggunaan lahan hutan tanaman (HT) (6,80 dm 3 ) dan terendah pada kebun campuran tidak rapat (KCTR) (2,48 dm 3 ). 2 Laju infiltrasi juga dipengaruhi oleh sifat fisik tanah dan sifat lainnya seperti kandungan bahan organik, indeks stabilitas agregat, ruang pori tanah, tekstur, dan pori makro. 3. Laju infiltrasi Horton dapat digunakan untuk memprediksi laju infiltrasi tanah pada penggunaan lahan hutan tanaman, kebun campuran rapat dan kebun campuran tidak rapat di DAS Ciujung. Saran Perlu dilakukan upaya pengelolaan tanah dengan kaidah konservasi seperti menjaga agar tanah tetap tertutup oleh vegetasi baik tanaman tahunan seperti pada hutan tanaman dan kebun campuran rapat, rumput maupun semak khususnya pada kebun campuran tidak rapat. Selain itu dapat dilakukan dengan memanfaatkan sisa sisa tanaman yang ada sebagai sumber bahan organik. Hal tersebut guna meningkatkan laju infiltrasi tanah serta meningkatkan kemampuan tanah dalam memegang air, sehingga mampu meningkatkan cadangan air tanah dan mencegah terjadinya kekeringan pada musim hujan dan banjir dalam musim hujan. DAFTAR PUSTAKA Arsyad S Konservasi Tanah dan Air. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Bogor (ID): IPB Press. Asdak C Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Press. Baver LD, WH Gardner, and WR Gardner Soil Physics. London (GB) Sidney (AU) and Toronto (US): John Willey and Sons Inc. Dudal R. dan M. Soepraptohardjo Soil Clasification in Indonesia. Bogor (ID): Pemberitaan Balai Besar Penyelidikan Tanah.
KERAGAAN INFILTRASI TANAH LATOSOL PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CIUJUNG LAELA RAHMI
KERAGAAN INFILTRASI TANAH LATOSOL PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CIUJUNG LAELA RAHMI DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi
2 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke
Lebih terperinciGambar 1. Lahan pertanian intensif
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
11 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penggunaan Lahan Hutan Pinus Penggunaan lahan hutan pinus menempati bagian lahan dengan lereng yang cukup curam. Tumbuhan penutup tanah (basal cover) pada hutan ini
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah dan Air Secara Umum Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari bahan padat, cair dan gas. Tanah yang ideal terdiri dari sekitar 50% padatan, 25% cairan,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik Awal Tanah Latosol yang di ambil dari lahan percobaan IPB Cikabayan Darmaga memiliki bobot isi 0,86 gram cm -3, pori air tersedia < 20%, pori drainase
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi
12 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai peristiwa masuknya air ke dalam tanah. Jika cukup air, maka air infiltrasi akan bergerak terus ke bawah yaitu ke dalam profil tanah. Gerakan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai komunitas tumbuhan juga memiliki fungsi hidrologis dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai peran yang sangat penting dalam
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. C-organik Tanah Andosol Dusun Arca 4.1.1. Lahan Hutan Hasil pengukuran kadar C-organik tanah total, bebas, terikat liat, dan terikat seskuioksida pada tanah Andosol dari
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik
II. TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Hantaran Hidrolik Hantaran hidrolik adalah salah satu sifat fisik tanah yang penting untuk diperhatikan dalam penggunaan dan pengelolaan tanah. Hantaran hidrolik berperan penting
Lebih terperinciANALISIS INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI KEBUN PERCOBAAN CIKABAYAN, DRAMAGA NUR AUFAH KURNIA
ANALISIS INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI KEBUN PERCOBAAN CIKABAYAN, DRAMAGA NUR AUFAH KURNIA DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. siklus hidrologi. Siklus air adalah rangkaian peristiwa yang terjadi pada air
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air mengalami siklus yang sering kita kenal sebagai siklus air atau siklus hidrologi. Siklus air adalah rangkaian peristiwa yang terjadi pada air dari saat
Lebih terperinciDISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN
DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN Zurhalena dan Yulfita Farni 1 ABSTRACT Type of plant impact on soil pore distribution and permeability variously. The objectives
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas Comosus) Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih kurang 1.200 meter diatas permukaan laut (dpl). Di daerah tropis Indonesia,
Lebih terperinciNo. Parameter Sifat Fisik Metode Bobot Isi Porositas Total Pori Drainase Indeks Stabilitas Agregat Tekstur
No. Parameter Sifat Fisik Metode 1. 2. 3. 4. 5. Bobot Isi Porositas Total Pori Drainase Indeks Stabilitas Agregat Tekstur Gravimetri Gravimetri pf Pengayakan Kering dan Basah Bouyoucus (Hidrometer) 6.
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin 2004). Erosi merupakan tiga proses
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit
TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Morfometri Sungai Berdasarkan hasil pengukuran morfometri DAS menggunakan software Arc-GIS 9.3 diperoleh panjang total sungai di Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Sekayu
Lebih terperinciANALISIS HANTARAN HIDROLIK JENUH TANAH DAN KETERKAITANNYA DENGAN KARAKTERISTIK TANAH DI SEKITAR KAMPUS IPB DRAMAGA BOGOR MIRNA FEBRIANA
ANALISIS HANTARAN HIDROLIK JENUH TANAH DAN KETERKAITANNYA DENGAN KARAKTERISTIK TANAH DI SEKITAR KAMPUS IPB DRAMAGA BOGOR MIRNA FEBRIANA DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi
TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk ke dalam tanah. Perkolasi merupakan kelanjutan aliran air tersebut ke tanah yang lebih dalam. Dengan
Lebih terperinciKEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah
TINJAUAN PUSTAKA Erodibilitas Indeks kepekaan tanah terhadap erosi atau erodibilitas tanah merupakan jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan
TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang
Lebih terperinciTabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian
14 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Tanah Deskripsi profil dan hasil analisis tekstur tiap kedalaman horison disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting sebagai penghasil gula. Lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman
Lebih terperinciPENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG
Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN
Lebih terperinciKONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik
KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan
Lebih terperincimampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan
Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari
Lebih terperinciHUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN
MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2012) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami proses-proses aliran
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat
4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM
BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara
Lebih terperinciPANDUAN PRAKTIKUM INFILTRASI. Oleh: Dr. Badaruddin,S.Hut,MP
PANDUAN PRAKTIKUM INFILTRASI Oleh: Dr. Badaruddin,S.Hut,MP FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2017 PRAKATA Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. karena dengan rahmat,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
8 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor untuk menganalisis sifat fisik tanah. Pengukuran lapang
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik Tanah Pada penelitian ini, bahan utama yang digunakan dalam pembuatan model tanggul adalah tanah jenis Gleisol yang berasal dari Kebon Duren, Depok, Jawa Barat.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4.1. Karakteristik Fisik Tanah di Sekitar Lubang Resapan Biopori 4.1.1. Bobot Isi Tanah Hantaran hidrolik merupakan parameter sifat fisik tanah yang berperan dalam pengelolaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim lainnya menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi tanah, di laut atau badan-
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Mulsa Vertikal terhadap Sifat Fisik Tanah 4.1.1 Infiltrasi Kumulatif Hasil analisis sidik ragam menunjukan pemberian mulsa vertikal tidak berbeda nyata
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut
TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar dan tersebar di Kalimantan, Sumatera, Maluku, Papua, Sulawesi, Jawa dan Nusa Tenggara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Curah Hujan Data curah hujan sangat diperlukan dalam setiap analisis hidrologi, terutama dalam menghitung debit aliran. Hal tersebut disebabkan karena data debit aliran untuk
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap
Lebih terperinciEROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN
EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN Quis 1. Jelaskan pengertian erosi. 2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi. 3. Apakah erosi perlu dicegah/dikendalikan?
Lebih terperinciTANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd
TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara
Lebih terperinci17/02/2013. Matriks Tanah Pori 2 Tanah. Irigasi dan Drainasi TUJUAN PEMBELAJARAN TANAH DAN AIR 1. KOMPONEN TANAH 2. PROFIL TANAH.
MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH-AIR-TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2013) Lab. Fisika Tanah FPUB TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium Sentraldan Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Lebih terperinciKAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA TANJUNG PUTUS KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT
KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA TANJUNG PUTUS KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT (Study of soil infiltration rate in some land uses at Desa Tanjung Putus Kecamatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok dibudidayakan didaerah tropis. Tanaman ini berasal dari amerika selatan ( Brazilia). Tanaman
Lebih terperinciMODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)
MODEL PENANGGULANGAN BANJIR Oleh: Dede Sugandi*) ABSTRAK Banjir dan genangan merupakan masalah tahunan dan memberikan pengaruh besar terhadap kondisi masyarakat baik secara social, ekonomi maupun lingkungan.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infiltrasi Menurut Munaljid dkk. (2015) infiltrasi adalah proses masuknya air dari atas (surface) kedalam tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori pori tanah dipengaruhi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan
31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE
BAB III LANDASAN TEORI A. Metode USLE Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) merupakan model empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian,
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan bencana alam yang paling sering terjadi di dunia. Hal ini juga terjadi di Indonesia, dimana banjir sudah menjadi bencana rutin yang terjadi setiap
Lebih terperinciPENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F
PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tank Model Penerapan Tank Model dilakukan berdasarkan data harian berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan debit aliran sungai. Data-data tersebut digunakan untuk menentukan
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS
Lebih terperinciKARAKTERISTIK INFILTRASI TANAH PADA PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN DAN PEMUKIMAN DI DESA SUKARESMI, KECAMATAN MEGAMENDUNG, KABUPATEN BOGOR
i KARAKTERISTIK INFILTRASI TANAH PADA PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN DAN PEMUKIMAN DI DESA SUKARESMI, KECAMATAN MEGAMENDUNG, KABUPATEN BOGOR MAWAR KUSUMAWARDANI A14063015 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Inventarisasi Tahap inventarisasi merupakan tahap yang dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang mendukung dan dibutuhkan pada perencanaan jalur hijau jalan ini. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai tempat terutama daerah tropis khususnya di daerah pegunungan yang nantinya akan sangat berpengaruh
Lebih terperinciKARAKTERISASI FISIK DAN KELEMBABAN TANAH PADA BERBAGAI UMUR REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG
KARAKTERISASI FISIK DAN KELEMBABAN TANAH PADA BERBAGAI UMUR REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG Physical Characterization and Soil Moisture at Different Reclamation s Age of Mined Land Rahmat Hidayatullah Sofyan
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi merupakan proses penghancuran dan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh tenaga erosi (presipitasi, angin) (Kusumandari, 2011). Erosi secara umum dapat disebabkan
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang
1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah masam yang terbentuk dari bahan bahan induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi
IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal
TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal penggunaan dan pengelolaan suatu lahan, maka hal pokok yang perlu diperhatikan adalah tersedianya informasi faktor
Lebih terperinciOleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)
Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Disampaikan pada PELATIHAN PENGELOLAAN DAS (25 November 2013) KERJASAMA : FORUM
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pergerakan Air Dalam Tanah
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pergerakan Air Dalam Tanah Salah satu sifat tanah yang penting adalah kemampuan tanah untuk melalukan air yang mengalir melalui ruang pori yang disebabkan oleh gaya gravitasi
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa Sumber Brantas Kota Batu Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember
Lebih terperinciPETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan dalam 5 kali periode hujan pada lahan pertanian jagung dengan
55 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Erosi Permukaan dan Unsur Hara Tanah Hasil pengukuran erosi permukaan dan kandungan unsur hara N, P, K tanah yang ikut terbawa oleh aliran permukaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu dalam penyediaan
Lebih terperinciKAJIAN BEBERAPA SIFAT FISIKA ANDISOL PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DAN BEBERAPA KELERENGAN DI KECAMATAN GUNUNG KERINCI. Endriani dan Zurhalena
KAJIAN BEBERAPA SIFAT FISIKA ANDISOL PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DAN BEBERAPA KELERENGAN DI KECAMATAN GUNUNG KERINCI Endriani dan Zurhalena Jurusan Budidaya Pertanian Program Studi Ilmu Tanah Fakultas
Lebih terperinciPENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani
ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani Abstrak Daerah penelitian adalah DAS Deli yang meliputi tujuh subdas dan mempunyai luas
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hubungan Laju Infiltrasi Dengan Penggunaan Lahan Penggunaan lahan hutan menempati tingkat yang paling dominan di lokasi penelitian. Sebagian besar termasuk ke dalam kawasan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol
27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol Tanah Latosol tergolong tanah yang subur. Tanah Latosol merupakan tanah yang umum terbentuk di daerah tropika basah sehingga dapat digunakan untuk pertanian
Lebih terperinciRate Infiltration Evaluation on Several Land Uses Using Infiltration Method of Horton at Sub DAS Coban Rondo Kecamatan Pujon Kabupaten Malang
Evaluasi Laju Infiltrasi Horton di Sub DAS Coban Rondo (Wirosoedarmo dkk) EVALUASI LAJU INFILTRASI PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN MENGGUNAKAN METODE INFILTRASI HORTON DI SUB DAS COBAN RONDO KECAMATAN PUJON
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik (Effluent Sapi) Pemakaian pupuk buatan (anorganik) yang berlebihan dan dilakukan secara terus menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan
Lebih terperinciIRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR. Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1) Semester Genap 2011/2012
Nama : Yudhistira Wharta Wahyudi NIM : 105040204111013 Kelas : J, Jumat 09:15 Dosen : Dr. Ir. Zaenal Kusuma, SU IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1)
Lebih terperinciKARAKTERISTIK FISIK TANAH, INFILTRASI, DAN ALIRAN PERMUKAAN DAS CISADANE HULU HADIANTI DELIANA
KARAKTERISTIK FISIK TANAH, INFILTRASI, DAN ALIRAN PERMUKAAN DAS CISADANE HULU HADIANTI DELIANA DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 i PERNYATAAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng 2.1.1 Kemiringan Lereng Kemiringan lereng menunjukan besarnya sudut lereng dalam persen atau derajat. Dua titik yang berjarak horizontal 100 meter yang mempunyai selisih
Lebih terperinciPERMEABILITAS TANAH LAHAN PERTANIAN, SEMAK, DAN HUTAN SEKUNDER PADA TANAH LATOSOL DARMAGA
i PERMEABILITAS TANAH LAHAN PERTANIAN, SEMAK, DAN HUTAN SEKUNDER PADA TANAH LATOSOL DARMAGA LUQMANUL ABIDIN A14070103 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
Lebih terperinciBAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel
Lebih terperinciBKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi
% liat = [ H,( T 68),] BKM % debu = 1 % liat % pasir 1% Semua analisis sifat fisik tanah dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mempengaruhi infiltrasi. 3. 3... pf pf ialah logaritma dari
Lebih terperinciDASAR-DASAR ILMU TANAH
DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 SIFAT FISIK TANAH AIR UDARA PADATAN Massa Air = M A Volume Air = V A Massa Udara = 0 Volume Udara =
Lebih terperinci