BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP SOSIOLOGI SASTRA, SETTING MASYARAKT PADA ZAMAN EDO, MUSASHI, DAN RIWAYAT EIJI YOSHIKAWA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP SOSIOLOGI SASTRA, SETTING MASYARAKT PADA ZAMAN EDO, MUSASHI, DAN RIWAYAT EIJI YOSHIKAWA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP SOSIOLOGI SASTRA, SETTING MASYARAKT PADA ZAMAN EDO, MUSASHI, DAN RIWAYAT EIJI YOSHIKAWA 2.1 Sosiologi Sastra Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari akar kata sosio/socius (Yunani) yang berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antarmanusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris. Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi, sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik. Makna kata sastra bersifat lebih spesifik sesudah terbentuk menjadi kata jadian, yaitu kesusatraan, artinya kumpulan hasil karya yang baik (Nyoman, 2003: 1). Sesungguhnya kedua ilmu tersebut yaitu sosiologi dan sestra memiliki objek yang sama, yaitu menusia dalam masyarakat. Meskipun demikian, hakikat sosiologi dan sastra berbeda, bahkan bertentangan secara diametral. Sosiologi adalah ilmu objektif kategoris, membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini (das sein), bukan apa yang seharusnya terjadi (das sollen). Sebaliknya, karya sastra jelas bersifat evaluatif, subjektif, dan imajinatif. Perbedaan antara sastra dan sosiologi merupakan perbedaan hakikat, sebagai perbedaan ciri-ciri, sebagaimana

2 ditunjukkan melalui perbedaan antara rekaan dan kenyataan, fiksi dan fakta (Nyoman, 2003: 2). Dari penjelasan di atas dapat dikemukakan mengenai definisi sosiologi sastra, yaitu analisis terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspekaspek kemasyarakatannya. Ada beberapa alasan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat. Nyoman (2004: ), mengemukakan sebagai berikut. 1. Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat. 2. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat. 3. Medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui kompetensi masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung masalah-masalah kemasyarakatan. 4. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat, dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetika, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut. 5. Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya. Pengarang, melalui kemampuan intersubjektivitasnya yang menggali kekayaan masyarakat, menuangkannya ke dalam karya sastra, yang kemudian dinikmati oleh pembaca. Kekayaan suatu karya sastra berbeda-beda, pertama,

3 tergantung dari kemampuan pengarang dalam melukiskan hasil pengalamannya. Kedua, adalah kemampuan pembaca dalam memahami suatu karya sastra. Pada umumnya para pengarang yang berhasil adalah para pengamat sosial sebab merekalah yang mampu untuk mengkombinasikan antara fakta-fakta yang ada dalam masyarakat dengan ciri-ciri fiksional. Dengan kata lain, pengarang merupakan indikator penting dalam menyebarluaskan keberagaman unsur-unsur kebudayaan, sekaligus perkembangan tradisi sastra. Eiji yoshikawa, pengarang novel Musashi dapat dikatakan sebagai salah satu pengarang yang berhasil, karena ia telah menyebarluaskan segala unsur-unsur kebudayaan Jepang, khususnya kebudayaan pada zaman Edo ke seluruh dunia. Di antara genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa, dan drama, genre prosalah yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial. Alasan yang dapat dikemukakan, diantaranya adalah novel menampilkan unsurunsur cerita yang paling lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang juga paling luas, bahasa novel juga cenderung merupakan bahasa sehari-hari, bahasa yang umum digunakan dalam masyarakat. Oleh karana itulah, dikatakan bahwa novel merupakan genre yang paling sosiologis dan responsif sebab sangat peka terhadap fluktuasi sosiohistoris. Oleh karena itu pulalah, menurut Hauser dalam Nyoman (2003: 336) karya sastra lebih jelas dalam mewakili ciri-ciri zamannya. Seperti dalam novel Musashi yang menunjukkan kehidupan manusia Jepang dalam zaman feodal keshogunan. Kebebasan sekaligus kemampuan karya sastra untuk memasukkan hampir seluruh aspek kehidupan manusia menjadikan karya sastra sangat dekat dengan aspirasi masyarakat. Ciri-ciri utama karya sastra adalah aspek-aspek estetika,

4 tetapi secara intens karya sastra juga mengandung etika filsafat, logika, bahkan juga ilmu pengetahuan. Cara-cara penyajian yang berbeda dibandingkan dengan ilmu sosial dan humaniora jelas membawa ciri-ciri tersendiri terhadap sastra. Penyajian secara tak langsung, dengan menggunakan bahasa metaforis konotatif, memungkinkan untuk menanamkan secara lebih intern masalah-masalah kehidupan terhadap pembaca. Artinya ada kesejajaran antara ciri-ciri karya sastra dengan hakikat kemanusiaan. Fungsi karya sastra yang penting yang sesuai dengan hakikatnya yaitu imajinasi dan kreativitas adalah kemampuannya dalam menampilkan dunia kehidupan yang lain yang berbeda dengan dunia kehidupan sehari-hari. Inilah aspek-aspek sosial karya sastra, di mana karya sastra diberikan kemungkinan yang sangat luas untuk mengakses emosi, obsesi, dan berbagai kecenderungan yang tidak mungkin tercapai dalam kehidupan sehari-hari. Selama membaca karya sastra pembaca secara bebas menjadi raja, dewa, perampok, dan berbagai sublimasi lain. Sebagai multidisiplin, maka ilmu-ilmu yang terlibat balam sosiologi sastra adalah sastra dan sosiologi. Dengan pertimbangan bahwa karya sastra juga memasukkan aspek-aspek kebudayaan yang lain, maka ilmu-ilmu yang juga terlibat adalah sejarah, filsafat, agama, ekonomi, dan politik. Yang perlu diperhatikan dalam penelitian sosiologi sastra adalah dominasi karya sastra, sedangkan ilmu-ilmu yang lain berfungsi sebagai pembantu. Dengan pertimbangan bahwa sosiologi sastra adalah analisis karya sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, maka model analisis yang dapat dilakukan menurut Nyoman (2004: ) meliputi tiga macam, yaitu:

5 1. Menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung di dalam karya sastra itu sendiri, kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah terjadi. Pada umumnya disebut sebagai aspek intrinsik, model hubungan yang terjadi disebut refleksi. 2. Sama dengan di atas, tetapi dengan cara menemukan hubungan antarstruktur, bukan aspek-aspek tertentu, dengan model hubungan yang bersifat dialektika. 3. Menganalisis karya sastra dengan tujuan untuk memperoleh informasi tertentu, dilakukan oleh disiplin tertentu. Model analisis inilah yang pada umumnya menghasilkan karya sastra sebagai gejala kedua. Di dalam menganalisis dengan menggunakan sosilogi sastra, masyarakatlah yang harus lebih berperan. Masyarakatlah yang mengkondisikan karya sastra, bukan sebaliknya. 2.2 Kondisi Umum Masyarakat Jepang Pada Zaman Edo Selama beberapa dasawarsa, dua orang yaitu Oda Nobunaga dan Toyotomi Hideyoshi mengarahkan reunifikasi Jepang yang telah dibuat cerai-berai oleh Shogunat Ashikaga yang tidak kompeten. Oda Nobunaga ( ) bangkit secara tiba-tiba dari penguasa tak dikenal di sebuah wilayah kecil di propinsi Owari dan hampir sukses dalam mempersatukan negeri Jepang dengan kejeniusan militernya yang kreatif dan tak kenal ampun. Ia hanya bisa dihentikan ketika tewas dibunuh oleh salah seorang jenderalnya sendiri, Akechi Mitsuhide. Yang menggantikan Nobunaga adalah seorang jenderalnya yang bernama Toyotomi Hideyoshi ( ), seorang pemimpin samurai yang berasal dari

6 keluarga petani dan naik sampai menjadi jendreral berkat kecakapan dan kesetiaannya kepada Oda Nobunaga. Toyotomi Hideyoshi memindahkan markasnya ke Osaka dari mana ia mulai menaklukkan daimyo-daimyo yang belum tunduk. Dalam usahanya ia dibantu oleh Tokugawa Ieyasu dan berhasil, sehingga Tokugawa Ieyasu kemudian memeperoleh tanah luas di daerah Kanto, di mana ia mendirikan markasnya di Edo (daerah Tokyo sekarang). Setelah menguasai seluruh Jepang, Toyotomi Hideyoshi mengerahkan kekuatannya ke Korea, dan selanjutnya ke Cina. Kekuatan militer Jepang dalam ekspedisi ini sampai ke sungai Yalu, yaitu perbatasan antara Korea dan Cina (Manchuria). Tetapi karena masalah-masalah logistik, Jepang akhirnya terpaksa mundur. Karena untuk dapat diakui sebagai shogun, seorang harus dikenal mempunyai garis keturunan Kamakura atau Minamoto, maka Toyotomi Hideyoshi yang berasal dari petani, tidak pernah mengangkat dirinya sebagai shogun. Ia bersandar sepenuhnya pada prestise Tenno yang mendukungnya. Namun ia memperoleh sebutan kampaku (wali) setelah berhasil mengadaptasi dalam keluarga Fujiwara. Selama kekuasaannya, Toyotomi Hideyoshi menegakkan penentuan kelas dalam masyarakat Jepang, yaitu pemisahan yang tegas antara samurai, petani, tukang, dan pedagang. Selain itu, usaha Oda Nobunaga untuk menjadikan Jepang suatu pasaran bebas dengan mematahkan kekuasaan ekonomi dari para gilde (serikat kerja) dilanjutkan kembali. Untuk berfungsinya pasaran bebas, ia menciptakan mata uang emas. Kemudian ia juga mengadakan pengetatan hak penguasaan atas tanah dan merampas semua senjatan milik petani.

7 Meninggalnya Toyotomi Hideyoshi menimbulkan persaingan antara para daimyo, mengenai siapa yang akan menggantikannya. Sebelum meninggal, Hideyoshi menunjuk sebuah dewan yang terdiri atas lima Tairo, atau menteri utama, untuk memerintah negri sampai anak lelakinya yang bernama Hideyori, mencapai usia dewasa, dengan harapan bahwa melalui cara itu, klan Toyotomi akan terus memerintah negri Jepang. Salah satu dari kelima Tairo itu adalah Tokugawa Ieyasu. Dengan wafatnya Toyotomi Hideyoshi, Tokugawa Ieyasu meneruskan pekerjaannya dan menyempurnakan persatuan bangsa. Ia putra keluarga kaya di Mikawa dan dengan tekun memperkuat kedudukannya selama zaman Nobunaga dan Hideyoshi. Tetapi tampuk kekuasaan akhirnya diperebutkan antara Tokugawa Ieyasu dan Mori Terumoto, di mana masing-masing dibantu oleh daimyo yang memihak mereka. Pertempuran hebat di Sekigahara pada tahun 1600 memberikan kemenangan pada Tokugawa Ieyasu. Tiga tahun kemudian (1603), ia diangkat oleh Tenno Heika menjadi Seii-Taishogun dan bermarkas di Edo yang kemudian menjadi pusat kekuasaan politik dan militer Jepang selama kurang lebih 265 tahun ( ) Keshogunan Masa Tokugawa yang berlangsung hingga tahun 1867 telah memberikan landasan kepada Jepang dalam membentuk Jepang modern dewasa ini. Tokugawa mengakui supremasi Tenno sebagai lambang kelangsungan Jepang. Ia menyediakan tanah untuk keluarga Tenno dan keluarga-keluarga aristokrat di sekeliling Tenno. Tetapi Tenno dan keluarga-keluarga di sekelilingnya tidak boleh

8 meninggalkan Kyoto dan dilarang mencampuri urusan pemerintahan serta berhubungan dengan para daimyo. Untuk itu ditempatkan seorang Shoshidai atau gubernur-jenderal dengan pasukan besar bertempat di sebelah istana Tenno di Kyoto. Selama masa shogunat Tokugawa dari tahun 1603 hingga 1867, ada 15 orang keluarga Tokugawa yang telah diangkat menjadi shogun. Dimulai dengan Ieyasu ( ) sebagai pendiri kekuasaan Tokugawa, kemudian berturutturut dilanjutkan oleh Hidetada ( ), Iemitsu ( ), Ietsuna ( ), Tsunayoshi ( ), Ienobu ( ), Ietsugu ( ), Yoshimune ( ), Ieshige ( ), Ieharu ( ), Ienari ( ), Ieyoshi ( ), Iesada ( ), Iemochi ( ), dan terakhir Yoshinobu ( ), (Sayidiman, 1982: 18). Sebagaimana beberapa pemimpin Jepang sebelumnya, Ieyasu juga menginginkan anak cucunya dapat memegang terus kekuasaan tertinggi di Jepang. Tindakan-tindakan yang dirasa perlu pun diambilnya. Ieyasu memilih Edo sebagai ibukota pemerintahannya. Di sekitar kota Edo dibuka tanah-tanah sewa, yang disewakannya pada anggota-anggota keluarganya sendiri, keluarga Tokugawa. Semua kedudukan penting diberikannya kepada orang-orang yang dapat ia percaya. Apabila kelihatan ada tanda-tanda munculnya kerusuhan, Ieyasu membagikan tanah-tanah sewa kepada anggota keluarganya dan para daimyo. Dengan begitu seorang daimyo yang berniat mengadakan pemberontakan, akan dapat melihat bahwa disekitar wilayahnya ada tanah-tanah sewa yang dikuasai oleh seorang anggota keluarga Tokugawa. Untuk menghindari lebih jauh keadaan yang tidak diinginkan, Ieyasu juga memaksa daimyo-daimyo yang kesetiaannya agak diragukan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, misalnya

9 membangun istana benteng, sehingga daimyo itu tidak mempunyai waktu untuk tujuan-tujuan lain. Pemerintahan samurai pusat didirikan sebagai langkah untuk menjamin pengendalian para daimyo, tekanan atas istana serta pengawasan terhadap para petani. Pengendalian terhadap para daimyo memakan hampir seluruh tenaga Ieyasu. Setelah pertempuran Sekigahara, Ieyasu mengadakan perubahanperubahan penting, seperti yang dikemukakan Sakamoto (1982: 38): 1. Pembagian wilayah dengan memberikan daerah-daerah Kinai, Kanto, dan Tokai kepada daimyo yang telah mengabdi kepadanya secara turun-temurun. Ia juga menempatkan daimyo yang tidak mempunyai ikatan erat dengan keluarga Tokugawa di daerah-daerah yang jauh seperti daerah Tohoku, Shikoku, dan Kyushu. 2. Menetapkan kitab undang-undang bagi keluarga ksatria yang mengatur secara tertulis kewajiban para daimyo. 3. Menetapkan sistem yang dikenal sebagai sankinkotai yang mewajibkan para daimyo untuk mengabdi secara bergantian di Edo dan di wilayahwilayahnya sendiri, sementara istri dan anak-anak mereka harus tetap tinggal di Edo. Mereka berada di bawah pengawasan lembaga bakufu dan secara mutlak bertugas mengabdi kepada shogun. 4. Kitab undang-undang untuk keluarga bangsawan ditetapkan untuk mengatur istana, kitab ini mengizinkan bakufu untuk campur tangan dalam kegiatan kaisar dan untuk diajak bicara dalam hal penunjukan dan pemberian pangkat.

10 5. Menetapkan sistem yang menentukan kedudukan sosial seseorang dengan cara menggolongkannya dalam salah satu dari keempat kelas, yaitu samurai, petani, buruh (tukang) atau pedagang (shi-nô-kô-shô) diterapkan secara ketat. Kemudian Ieyasu mengambil langkah-langkah positif dalam bidang perdagangan karena terdapat keuntungan dari usaha itu. Pada tahun tahun 1600 kapal Belanda pertama tiba di Jepang di pelabuhan Bungo di Kyushu. Ieyasu kemudian mengundang dua orang awak kapal yang berkebangsaan Belanda itu ke Edo dan memperlakukan mereka secara khusus dengan cara mengangkat mereka menjadi penasehat untuk urusan luar negri. Sejak itu bangsa Belanda mulai mengunjungi Jepang secara teratur dan membangun kantor dagang di Hirado sebagai basis perdagangan mereka dengan Jepang. Sebuah kapal Inggris juga memasuki pelabuhan dan mendirikan kantor dagang, tetapi mereka tidak berhasil menyaingi bangsa Belanda dan terpaksa meninggalkan usaha itu. Karena dorongan Ieyasu, perjalanan ke luar negri dan kegiatan perdagangan Jepang mulai maju. Jumlah sertifikat bersegel merah yang diberikan kepada pedagang sebagai ijin resmi untuk pergi ke luar negri antara yahun berjumlah lebih dari 180. Perdagangan luar negri yang maju ini mendorong perluasan agama kristen dan sekitar tahun 1605 jumlah penganutnya mencapai angka lebih dari tujuh ratus ribu orang. Akan tetapi berbagai hal meyakinkan Ieyasu bahwa agama kristen merupakan ancaman terhadap masa depan bangsa dan ia mulai menjalankan tindakan-tindakan untuk menekan agama itu, yaitu dengan cara Shogun ketiga Iemitsu menolak orang Spanyol yang ingin datang ke Jepang dan berdagang, ia juga melarang orang Jepang pergi ke luar

11 negri atau kalau mereka pergi, dilarang pulang kembali ke Jepang. Sekitar zaman itu tejadi suatu ikki (pemberontakan petani) yang dilancarkan oleh petani-petani yang beragama kristen di Shimabara, Kyushu. Ini menyebabkan kesukaran besar bagi militer bakufu, dan mengakibatkan tindakan yang semakin keras terhadap agama kristen. Pada tahun 1639 larangan yang serupa berlaku bagi kapal Portugis dan pada tahun 1641 kantor dagang Belanda di Hirado dipindahkan ke Pulau Dejima, pelabuhan Nagasaki. Kunjungan kunjungan orang Belanda ke daerah lain dilarang. Nagasaki menjadi satu-satunya pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar dan hanya orang Belanda dan Cina yang diijinkan berdagang. Dengan cara inilah isolasi nasional Jepang dimulai. Isolasi membantu memperkuat dan mengamankan pengendalian bakufu atas seluruh negara dan juga membantu perkembangan kebudayaan khas Jepang. Semenjak zaman shogun keempat, Ietsuna, bakufu mulai melonggarkan cara pemarintahan militer yang ketat untuk lebih memberi tekanan pada usaha pendidikan dan kebudayaan. Kecenderungan ini menjadi semakin lebih nyata dibawah shogun kelima, Tsunayoshi. Zaman yang bertepatan dengan masa pemerintahan Tsunayoshi dinamakan zaman Genroku, nama lain dari masa perdamaian dan kemakmuran. Ia mengkhususkan perhatian pada pengajaran neo Kong Hu Cu dari Chu Shi (Shushi-gaku) yang menekankan kewajiban penguasa dan rakyat serta hormat kepada moralitas biasa, memenuhi syarat sebagai dukungan teoritis bagi pemerintahan feodal bakufu. Dengan masuknya ekonomi uang ke seluruh bangsa dan dengan semakin banyaknya tuntutan selera masyarakat, maka kekayaan juga semakin menumpuk ditangan kelas pedagang, sedangkan bakufu berada dalam kesulitan keuangan dan

12 para samurai serta petani tenggelam dalam kemiskinan. Selam zaman Genroku bakufu berusaha untuk membangun kembali keuangannya dengan cara mencetak ulang mata uang, menetapkan pajak kemewahan (goyoukin) bagi pedagang kaya, tapi tindakan ini tidak berhasil. Yoshimune, shogun kedelapan, mengeluarkan larangan keras terhadap kemewahan dan dekadensi. Ia mendorong berkembangnya seni bela diri di kalangan kaum samurai dan memerintahkan seluruh bangsa untuk hidup sederhana. Ia juga mendorong pembukaan lahan pertanian dan pertumbuhan industri untuk membantu keadaan keuangan. Hasil-hasil perbaikan ini juga tidak memuaskan. Di bawah shogun kesepuluh, Ieharu, kaum samurai menjadi dekaden dan korupsi merajalela. Di bawah shogun kesebelas, Ienari, menteri utama Matsudaira Sadanobu menjalankan kebijaksanaan memperkuat pemerintahan yang dicontohkan dari tindakan Yoshimune. Ia mendorong tumbuhnya ilmu dan seni bela diri, memaksa hidup sederhana dan mengambil langkah lain yang cukup ekstrim dan keras. Dalam bidang pendidikan, tersebar luas ke seluruh negara. Selain sekolahsekolah yang diselenggarakan oleh bakufu dan klan, juga terdapat terakoya atau sekolah di kuil yang merupakan sumber pendidikan bagi anak-anak pedagang dan petani, dan merupakan tempat di mana mereka dapat memeperoleh dasar-dasar pendidikan, yaitu membaca, menulis, dan berhitung. Pada zaman ini muncul dalam bidang ilmu pengetahuan yang disebut dengan koku gaku (studi nasional), yang mulai mengimbangi perhatian yang berlebihan pada ilmu pengetahuan dari Cina dengan studi bahasa Jepang kuno, dan menganjurkan kembalinya cara hidup dan pemikiran kuno dan bersifat pribumi. Cabang ilmu pengetahuan lainnya ialah

13 Ran-gaku atau ilmu pengetahuan Belanda. Bahasa Belanda telah lama dikenal oleh para penterjemah untuk orang Belanda di Nagasaki, tetapi shogun Yoshimune menyuruh Aoki Konyo dan sarjana lain untuk mempelajari bahasa tersebut. Melalui ilmu bahasa, cabang ilmu pengetahuan lain berkembang sampai palajaran dalam berbagai bidang dari dunia barat, seperti ilmu kedokteran, astronomi, ilmu alam dan kimia diperkenalkan di Jepang. Bangsa pertama yang mengetuk pintu Jepang untuk memohon dibukanya hubungan dagang ialah Rusia. Kemudian, pada tahun 1853 Komodor Perry dari Amerika Serikat, memasuki pelabuhan Uraga dengan kapal-kapal perangnya. Ia membawa surat dari presiden Amerika yang ingin membuka hubungan dagang dengan Jepang. Tetapi kalangan istana dan daimyo menuntut supaya orang-orang biadab itu diusir. Tetapi ketika Perry kembali pada tahun berikutnya untuk minta jawaban, bakufu menyerah dan perjanjian persahabatan antara Jepang dan Amerika ditandatangani. Perjanjian itu mengatur bahwa dua pelabuhan, Shimoda dan Hakodate akan dibuka bagi kapal-kapal Amerika untuk memberi persediaan bahan bakar, air, dan makanan. Ini disusul dengan perjanjian serupa dengan Inggris, Rusia, dan Belanda. Dengan demikian, pintu negara Jepang sekali lagi dibuka setelah pengasingan yang berlangsung sepanjang dua abad. Menyusul perjanjian persahabatan tersebut, Amerika Serikat mendorong bakufu untuk mengadakan perjanjian dagang, tetapi istana tidak mengijinkan. Menteri bakufu Ii Naosuke tidak mengindahkan penolakan dari istana dan menandatangani perjanjian dan pada tahun 1858 perjanjian dagang dan persahabatan ditandatangani antara Jepang dan Amerika Serikat.

14 Setelah wafatnya Ii Naosuke, bakufu berusaha mengendalikan krisis melalui kerjasama dengan istana. Klan Choshu menembak kapal asing melalui selat Shimonoseki, sementara klan Satsuma diserang pasukan Inggris di Kagoshima. Klan yang kuat ini menyadari bahwa mengusir orang biadab sebenarnya mustahil, tetapi terus bersikeras dalam usaha pengusiran sebagai cara untuk mempersulit kedudukan bakufu. Dalam Taro Sakamoto (1982: 47), klan Choshu pada mulanya menyerukan kesetiaan pada kaisar dan pengusiran orangorang asing, sementara klan Satsuma menyerukan kerjasama antara istana dan bakufu. Kemudian fraksi yang menyerukan dijatuhkannya bakufu berkuasa di kedua klan tersebut, dan pada tahun 1866 kedua klan itu menandatangani perjanjian alisansi rahasia. Di istana, Iwakura Tomomi dan bangsawan berpangkat rendah lainnya, berusaha mengeluarkan perintah rahasia dari kaisar untuk menjatuhkan bakufu ketangan kedua klan itu. Tetapi pada hari itu shogun kelima belas, Yoshinobu, atas kehendaknya sendiri mengusulkan pengembalian tampuk pemerintahan kepada istana. Ia melakukan ini sebagai hasil peringatan yang disampaikan oleh penguasa klan Tosa kepada bakufu yang menyatakan bahwa satu-satunya jalan untuk menghindari campur tangan asing dan untuk memelihara kemerdekaan Jepang, ialah dengan mengembalikan pemerintahan langsung oleh kaisar secara damai. Istana menerima petisi Yoshinobu dan mengeluarkan perintah yang menyatakan pemulihan pemerintahan kaisar di tangan kaisar Meiji (Tahun 1868). Lembaga bakufu pun runtuh 265 tahun setelah Ieyasu diangkat sebagai shogun.

15 2.2.2 Daimyo Pada zaman Muromachi, ada yang disebut dengan shugo (pelindung) dan jito (pengawas) yang ditunjuk untuk memerintah di propinsi. Para shugo dan jito dari zaman Kamakura merupakan tenaga bayaran keluarga Minamoto dan terikat pada keluarga ini dengan ikatan kesetiaan kuat. Para shugo dari zaman Muromachi bukan tenaga bayaran keluarga Ashikaga. Mereka tidak mengabdi secara mutlak kepada shogun, melainkan bertindak sesuai dengan kepentingannya masing-masing dan dengan demikian mengakibatkan landasan lembaga bakufu menjadi sangat rapuh. Lebih dari itu, kekuasaan para shugo telah semakin besar selama pertikaian antara Istana Utara dan Selatan. Mereka tidak hanya memperoleh kedudukan dimana mereka memiliki hak sebagai penguasa lokal atas seluruh tanah dan rakyat di propinsinya sendiri, tetapi ada beberapa orang shugo yang menguasai beberapa propinsi sekaligus. Seorang penguasa yang memiliki wilayah yang luas pada saat itu dikenal sebagai daimyo, dan istilah shugo-daimyo mulai dikenal. Pada zaman berikutnya daerah yang dikuasai seorang daimyo lebih kecil dari propinsi sebelumnya, tetapi diorganisasikan lebih kompak dan daimyo berkuasa penuh di dalamnya. Di dalam daerah inti seluruh tanah menjadi milik daimyo dan semua samurai yang hidup di situ menjadi anak buahnya. Dalam masa Tokugawa, tanah pada umumnya dimiliki oleh para daimyo yang menjadi penguasa-penguasa daerah sebagai kelas samurai. Tetapi bagian terbesar rakyat, 80 persen adalah petani. Daimyo yang jumlahnya hanya sekitar 270 orang itu memperoleh desentralisasi wewenang dari shogun Tokugawa untuk menguasai suatu daerah. Dalam fungsi tersebut, mereka dibantu oleh para samurai.

16 Daimyo di masa Tokugawa dibagi 3 golongan yaitu: Shimpan, yaitu yang ada hubungan keluarga dengan Tokugawa. Fudai, yaitu yang mendukung Tokugawa sejak sebelum pertempuran Sekigahara ketika Tokugawa Ieyasu mengalahkan musuhnya. Tozama atau daimyo luar, yaitu mereka yang ditundukkan Tokugawa setelah Sekigahara (Sayidiman, 1982: 18). Di antara seluruh daimyo, 63 persen termasuk dua golongan pertama, sedangkan Tozama hanya 37 persen. Meskipun begitu, wilayah yang dikuasai golongan Tozama dan tanah yang dimilikinya lebih besar dari Shimpan ataupun Fudai daimyo. Namun letak wilayah Shimpan dan Fudai lebih strategis, yaitu sekitar Edo sebagai pusat kekuasaan Tokugawa, sedangkan kedudukan daimyo Tozama jauh dari Edo yakni di bagian barat dan utara negara serta sepanjang pesisir laut Jepang. Para daimyo sepenuhnya dikuasai oleh shogun, sehingga shogun dapat memindahkan seorang daimyo dari satu tempat ke tempat lain serta merampas tanahnya. Bahkan bakufu, yaitu sistem pemerintahan militer zaman Tokugawa, dapat membatasi gerak-gerik daimyo, sampai pada masalah perkawinan, pemeliharaan benteng tempat tinggalnya dan lain-lain. Bakufu juga menentukan adanya Sankin kotai, yaitu keharusan para daimyo untuk mempunyai tempat tinggal di Edo, tempat istri dan anak-anaknya harus ditinggalkan. Para daimyo dapat tinggal berpindah-pindah di Edo dan di tempat kekuasaannya, selama setahun atau setengah tahun berturut-turut. Kalau berada di Edo, mereka harus bekerja di markas shogun atau menjalankan fungsi-fungsi protokoler. Tanah yang dimiliki Tokugawa adalah sekitar 7 juta koku ( 1 koku = jumlah tanah yang menghasilkan jumlah beras yang dikonsumsi satu orang dalam

17 satu tahun), sedangkan milik para daimyo yang terbesar adalah sekitar satu juta koku, milik daimyo Maeda, seorang daimyo Tozama di daerah Kaga (sekarang bernama Kanazawa) Samurai Samurai sebagai golongan yang paling tinggi diatas kaum petani, tukang dan pedagang, merupakan golongan elit yang berkuasa di jepang sampai akhir masa Tokugawa. Pada saat itu jumlah mereka 7 persen dari jumlah penduduk Jepang. Kalau sebelum masa Tokugawa kaum samurai lebih bersifat pejuang militer, maka pada masa Tokugawa yang penuh perdamaian mereka tidak atau sangat kurang mendapat kesempatan untuk mempraktekkan kemahiran militernya. Karena itu, kaum samurai lebih aktif sebagai pemimpin administrasi dan politik. Kaum samurai mamakai kedua pedang tradisionalnya sebagai tanda pangkatnya, dan mereka masih juga memelihara kecakapan perangnya, tetapi sesungguhnya mereka lebih menjadi penguasa administrasi negara daripada pejuang militer. Melalui peranannya itu, pengaruh sikap hidup kaum samurai meluas kepada golongan-golongan lainnya. Tetapi, mereka juga senantiasa memelihara apa yang dinamakan Bushido atau sikap hidup seorang samurai. Bushido adalah suatu kode etik kaum samurai yang tumbuh sejak terbentuknya samurai yang merupakan penyatuan prinsip-prinsip kesetiaan dan keberanian seorang militer dengan sikap moral tinggi yang diajarkan Konfusius. Sumbernya adalah pelajaran agama Buddha, khususnya ajaran Zen dan Shinto, karena ajaran ini menimbulkan harmoni dengan apa yang dikatakan orang Jepang kekuasaan yang absolut. Melalui meditasi, kaum samurai berusaha mencapai tingkat berfikir yang lebih

18 tinggi dari ucapan verbal. Di samping itu, kepercayaan Shinto mengajarkan kesetiaan kepada yang berkuasa, sehingga menetralisasi kemungkinan sifat sombong seorang pejuang militer. Bushido mengandung keharusan seorang samurai untuk senantiasa memeperhatikan: kejujuran, keberanian, kemurahan hati, kesopanan, kesungguhan, kehormatan atatau harga diri, dan kesetiaan. Untuk itu semua diperlukan pengendalian diri. Dalam alam pikiran yang berhubungan dengan Bushido bagi seorang samurai, hidup dan mati dua keadaan yang berbeda secara fundamental. Hal ini diperkuat lagi oleh keharusan-keharusan yang tercantum dalam Bushido. Karena itu, kalau ia merasa tidak dapat mencapai tujuannya dalam keadaan hidup, maka lebih baik ia memilih mati. Apabila kehormatan samurai merasa terpukul atau terganggu, ia tidak ragu-ragu untuk bunuh diri yang dinamakan seppuku. Buat samurai, seppuku bukanlah peristiwa bunuh diri yang kosong, tetapi merupakan satu kelembagaan yang legal dan seremonial. Bushido tidak dapat dipisahkan dari sikap samurai dalam menjalankan kepercayaannya. Umumnya kaum samurai menganut dan menjalankan kepercayaan Zen, maka berdasarkan pendalamannya itu, timbul suatu sikap yang senantiasa mencari harmoni dengan alam semesta, khususnya dengan alam lingkungan. Harmoni ini mencari ketenangan, kesederhanaan, dan keindahan yang antara lain dapat dilihat pada taman batu-batu Ryoan-ji, pada upacara minum teh, dan rangkaian bunga (ikebana). Pada zaman Edo ini kaum samurai juga mencurahkan perhatian kepada ilmu pengetahuan dan filsafat. Karena sifat-sifat samurai ini, maka banyak ahli ilmu pengetahuan Jepang yang berasal dari samurai. Di samping mempelajari sejarah Jepang melalui Kojiki dan pengembangan Shinto,

19 pada saat itu orang Jepang juga mulai mempelajari ilmu-ilmu Barat melalui orang-orang Belanda yang ada di Deshima Seniman dan Kesusastraan Zaman Edo Pada awal zaman Edo keadaan kehidupan rakyat dalam bidang ekonomi dan masyarakat cukup kuat dan stabil. Oleh karena itu keharmonisan kedua factor tersebut banyak menunjang lahirnya bentuk-bentuk kesusastraan rakyat yang menggambarkan segi-segi kehidupan mereka. Selain itu juga sebagai akibat meluasnya pendidikan rakyat sehingga arus pembaca bertambah besar dan bersamaan dengan itu percetakan sebagai sarananya mulai terbentuk. Dengan demikian menyebabkan bidang ilmu pengetahuan dan bidang kesenian lainnya yang selama ini hanya terbatas pada golongan bangsawan saja mulai menyebar ke segenap lapisan masyarakat biasa. Kesusastraan pada zaman ini yang disebut kesuasastraan pramodern dibagi dalam dua bagian: pertama, Kamigata, yang berpusat di Kyoto merupakan masa awal, yaitu masa yang terdiri dari masa pencerahan dari Keicho sampai tahun Kanbun ( ) dan masa perkembangan sekitar zaman Genroku ( ). Kedua, masa akhir, yang terbagi atas masa kebangkitan dari tahun An-ei sampai tahun Tenmei ( ) dan masa kematangan dari tahun Bunka sampai tahun Bunsei ( ). Dengan muncul dan mengalirnya buku bacaan rakyat, percetakan maju dengan pesatnya sehingga banyak diterbitkan buku-buku yang bersifat pencerahan yang sesuai dengan selera rakyat biasa. Karena buku-buku tersebut ditujukan untuk pembaca yang berpendidikan rendah, maka huruf yang dipakai adalah huruf

20 hiragana, buku yang ditulis dengan hiragana ini disebut Kanazoushi. Diantaranya yang terkenal adalah Kashouki (kisah tawa) oleh Nyoraishi, yang didalam kelucuannya diselipkan sindiran dan ajaran, Seisuisho dan Chikusai oleh Asai Ryooi (Isoji Asoo, 1983: 114). Keberhasilan novel-novel Kanazoushi hanya dalam ide cerita yang berwujudkan tema yang membawa semangat zaman baru pramodern. Isinya bernacam-macam tetapi belum bernilai sastra. Walaupun demikian, buku-buku ini telah menyebar luas pada lapisan pembaca rakyat biasa. Setelah Kanazoushi, timbul buku Ukiyozoushi yang berbobot sastra dan ternyata ikut mengambil peranan dalam mempengaruhi perkembangan sastra berikutnya. Ukiyozoushi adalah sejenis novel yang menceritakan cara kehidupan para chounin (pedagang) berekonomi kuat yang suka berfoya-foya. Dalam Isoji Asoo (1983: 115), pada tahun Tenna 2 (1682) terbit buku Koshoku Ichidai Otoko (kisah laki-laki penggemar wanita) karangan Ihara Saikaku yang mencerminkan realitas keborosan hidup para chounin. Saikaku mula-mula terkenal sebagai penulis puisi uatama dari aliran Danrin. Novel-novel Saikaku yang lain diantaranya Koshokumono (tentang mata keranjang), Bukemono (tentang kehidupan masyarakat samurai), Chouninmono (tentang kehidupan masyarakat pedagang), dan Zatsumono (tentang sumber macam-macam cerita lain). Setelah Saikaku meninggal, banyak terbit novel-novel yang meniru karyanya. Bentuk atau ide novel itu diperbarui sesuai dengan selera masyarakat, sehingga bila dibandingkan dengan karya Saikaku kurang objektif dalam pengamatan dan pengungkapan gejala-gejala masyarakat. Diantara novel-novel tersebut yang terbaik adalah Katagimono (tentang sifat dan karakter orang) oleh Ejima Kiseki. Katagimono

21 adalah sejenis novel yang menceritakan orang yang memiliki karakter, kebiasaan, dan kegemaran stereotip yang berdasarkan kedudukan sosial dan pekerjaan, kemudian dilebih-lebihkan sehingga menimbulkan ekspresi lucu dan berwujud fatal. Karena buku-buku Ukiyozoushi ini diterbitkan oleh perusahaan hachimonjiya di Kyoto, maka disebut Hachimonjiyabon. Dalam bidang seni drama di zaman Edo salah satunya adalah Joruri (drama boneka). Pada permulaan tahun Keicho (kira-kira 1600), boneka Joruri berkembang dengan pesatnya di Kyoto. Pada tahun Kan-ei (1624) juga popular di Edo. Pada tahun Jokyo ( ) di Osaka muncul orang yang bernama Takemoto Gidayu. Berkat usaha kerjasama yang baik antara Takemoto Gidayu sebagai pemetik samisen dan Chikamatsu Monzaemon sebagai penulis skenario terbentuklah teater boneka Joruri. Joruri sebelum ini disebut Kojoruri (joruri tua) dan pada masa itu bahannya diambil dari Kowaka (drama Noh) dan yokyoku (nyanyian pada zaman Noh) yang sedikit mengalami perbaikan. Kemudian, drama joruri mengalami kemajuan dalam bidang boneka, perlengkapan alat-alat dan penampilan, tetapi setelah tahun Meiwa (1772) dikalahkan oleh Kabuki yang berakibat Joruri mengalami kemunduran. Drama Kabuki dimulai dengan tarian Kabuki yang ditarikan oleh Izumono Okuni pada tahun Kaichô (1600). Tetapi, kegiatan Kabuki wanita ini dilarang karena terjadi pelanggaran tata susila diantara mereka sendiri. Kemudian dimainkan laki-laki dewasa yang disebut Yaro Kabuki, dan sejak saat itu kabuki sebagai drama mengalami kemajuan yang sangat pesat. Pada zaman Genroku muncul aktor-aktor terkenal antara lain Ichikawa Danjuro dari Edo dan Sakata Tojuro dari Kyoto. Danjuro berhasil memerankan samurai romantis dengan

22 keberanian luar biasa yang merupakan kesenangan orang Edo dan sekitarnya. Tojuro terkenal sebagai aktor yang mengisahkan kehidupan realitas masyarakat pada waktu itu misalnya roman percintaan. Setelah zaman Genroku Kabuki dikalahkan oleh drama boneka Joruri, akan tetapi pada tahun Horeki (1751) dan seterusnya mengalami kemajuan yang sangat mengejutkan. Pada tahun Bunka ( ) dan Bunsei ( ) pusat kegiatan Kabuki berpindah ke Edo dan pada waktu itu penulisan tentang Kizewa Kyogen disempurnakan oleh Tsuruya Nanboku. Nanboku sangat mahir dalam melukiskan kehidupan masyarakat antara lain menggambarkan refleksi keadaan zaman itu tentang suasana kekejaman. Dalam kelompok sastra Haikai (pantun), ketika memasuki zaman Edo, berkembang sangat pesat karena sesuai dengan selera rakyat. Perkembangan Haikai ini berkat jasa Matsunaga Teitoku. Pada masa ini ada beberapa aliran Haikai, yaitu Haikai aliran Teimon, aliran Danrin, dan aliran Basho (Matsuo Basho). Pada masa mudanya Basho menaruh perhatian pada gubahan-gubahan Matsunaga Teitoku. Ia keluar dari kehidupannya sebagai samurai dan pergi merantau ke Edo. Di situ ia mulai memupuk karirnya. Pada mulanya ia sering membaca pantun-pantun Danrin, tapi lambat laun ia lebih menjurus pada terbentuknya gaya gubahannya sendiri yang bersifat sunyi, sepi, tapi mulia yang terinspirasi dari Zen. Pada masa tuanya ia sering mengadakan perjalanan kemanamana sampai akhir hayatnya. Karyanya antara lain Oku no Hosomichi, Nozarashi Kikou, dan lain-lain. Pengarang Haikai pada zaman Chuukouki yang terkenal adalah Yosa Buson dan pada zaman Kaseiki adalah Kobayashi Issa.

23 Bentuk-bentuk sastra itu hanya sedikit hubungannya dengan kaum bangsawan berpangkat tinggi atau dengan keluarga samurai berpangkat tinggi, tetapi mewakili pandangan rakyat biasa dan karenanya tersebar kemana-mana. Dalam bidang kesenian, aliran Kanô menjadi sumber pelukis-pelukis resmi bagi lembaga shogun, dan oleh karena itu hanya mengerjakan penerusan corak dan gaya tertentu secara turun-temurun, tetapi gaya baru yang menarik muncul di antara pelukis-pelukis tidak resmi di masa itu. Salah satu contoh adalah lukisan dekoratif oleh Hon ami Koetsu, Tawaraya Sotatsu, dan Ogata Korin. Seni mencetak gambar dengan cukilan kayu yang disebut ukiyo-e mengalami kemajuan dalam segi teknis yang menuju kepada zaman emas nishiki-e (gambar cetak polychrome). Baik dalam tema maupun pada pribadi senimannya, nishiki-e merupakan hasil karya murni yang berasal dari kelas pedagang, yang kebudayaannya menemukan perwujudan paling lengkap dan bebas dalam bentuk ini Pendeta dan Ajaran Agama Zaman Edo Dalam bahasa maupun agama, Jepang telah membuka diri dan mau mengambil dari luar, kemudian diintegrasikan dengan miliknya sendiri dan membentuk sesuatu yang baru sebagai hasil sintesa itu. Pengaruh kebudayaan Cina terhadap Jepang, selain dalam perkembangan bahasa dan agama, juga terdapat dalam sikap hidup. Di antara ajaran-ajaran yang dibawa pulang ke Jepang, yang terpenting adalah ajaran Konfusius atau Kongfutse. Meskipun ajaran Konfusius masuk ke Jepang lama sebelumnya, namun perkembangan

24 pengaruhnya terbesar di Jepang adalah selama masa isolasi Tokugawa ( ). Sebelum masa Tokugawa, kaum samurai banyak terlibat pada peperangan, maka mereka lebih menaruh perhatian pada hal-hal yang memberikan kepercayaan pada diri sendiri yang memperkuat rasa batinnya dengan menekankan konsep meditasi, kesederhanaan, dan keakraban dengan alam. Sebab itu agama Buddha Zen sangat digemari oleh kaum samurai. Tetapi dalam masa isolasi, Jepang berada dalam keadaan damai selama 250 tahun. Selama itu kaum samurai menjalankan fungsi administrator. Untuk itu, para shogun dari keluarga Tokugawa melihat manfaat dari ajaran Konfusius yang mengajarkan agar bawahan setia dan tunduk sepenuhnya kepada atasannya, sehingga tercipta suatu keutuhan organisasi. Tetapi sebaliknya, pihak atasan atau yang berkuasa harus menunjukkan kecakapan dan keunggulan moralnya. Ajaran Konfusius juga mengajarkan pentingnya keteraturan dan kestabilan yang sesuai dengan keperluan masa isolasi jepang (Sayidiman, 1982: 200). Pembesar-pembesar negri menyukai agama Buddhisme dan melindunginya. Tetapi mereka tidak menaikkan Buddhisme menjadi agama negara, yang menjadi agama negara adalah Konfusianisme. Karena shogunat Tokugawa lebih mengutamakan agama Buddha dan Konfusianisme dibandingkan Shinto, berarti bahwa para shogun Tokugawa mementingkan hal-hal yang datang dari Cina untuk memperkuat bangsa Jepang Sendiri. Tokugawa Ieyasu mengangkat seorang sarjana Konfusianisme menjadi filsuf resmi di istananya untuk mengajarkan kitab-kitab klasik Cina, diantaranya Fujiwara Seika dan Hahashi Doshun.

25 Filsafat Konfusianistis yang diakui oleh shogun Tokugawa adalah sebagaiman yang ditafsirkan oleh Chu Hsi ( ), seorang filsuf zaman Sung, yang mengajarkan bahwa orang bijaksana harus memberi pelajaran kepada rakyat bagaimana harus bersikap. Doktrin ini memberi tunjangan yang menyenangkan pada shogunat dan oleh karena itu dipuji oleh semua pembesar feodal. Tetapi ada juga yang mengikuti ajarannya filsuf Wang Yang-Ming ( ), yang dalam bahasa Jepang disebut O Yomei, dari zaman Ming. Menurut O Yomei, pengetahuan sendiri (self knowledge) adalah bentuk tertinggi pengetahuan. Orang dapat menemukan asas kelakuanyang tepat dengan memahami sifat sendiri tanpa membuang-buang waktu dengan menebak-nebak undang-undang alam. Rational Empiricism disukai oleh golongan tinggi kauam samurai karena berdasarkan intuisi dan self control. Sarjana-sarjana yang telah biasa dengan pemikiran merdeka, condong pada O Yomei. Beberapa diantara sarjana yang tidak menyembunyikan pemikiran mereka, ditegur dan dihukum oleh bakufu. (Nio Joe Lan, 1962: ). Pengikut-pengikut pertama dari ajaran O Yomei adalah Nakae Toju, yang meninggal dalam tahun 1648, dan Kumazawa Banzan, yang wafat dalam tahun 1691 ketika masa pembuangan. Hukuman yang didapatnya karena mencela pemerintah dalam sejumlah ceramah dihadapan kaum ningrat istana. Maka menjelang akhir abad ke-18, bakufu atas anjuran filsuf-filsuf resmi mereka melarang dibicarakannya doktrin-doktrin yang bukan doktrin Chu Hsi, yang diakui dengan resmi oleh shogun dan sekolah-sekolah (Nio Joe Lan, 1962: 108). Ogyu Sorai ( ) adalah satu diantara pemimpin-pemimpin sekte filsafat yang menyebut dirirnya sekolah kuno kerena menolak untuk menerima

26 tafsiran modern doktrin Cina dan berpaling balik sehingga sampai kepada Konfusius dan Mensius dengan mengambil juga pikiran-pikiran baru. Adanya berbagai pikiran Konfusianistis di Jepang memperbesar perhatian pada sastra Cina klasik. Dalam agama Shinto, pada pertengahan pertama abad ke-19 dibangun sekte-sekte baru. Wanita juga mengambil bagian aktif pada kegiatan-kegiatan mengenai agama Shinto. Beberapa sekte dibangun oleh mereka. Salah satunya dalam tahun 1838 seorang wanita, Nakayama Miki, membangun sebuah sekte Shinto yang dinamakan Tenrikyo Kehidupan Masyarakat Jelata Pada Zaman Edo Selama masa kekuasaan Tokugawa, peraturan empat kelas dalam masyarakat (Shi-nou-kou-shou) makin diperketat. Garis pemisah antara samurai dengan kelas-kelas lainnya makin dipertegas. Hanya kaum samurai yang boleh memakai nama keluarga dan nama kecil serta menggunakan dua buah pedang. Bahkan antara kelas-kelas petani, tukang, dan pedagang pun diadakan pemisahan, sehingga orang tidak dapat berganti status. Meskipun di dalam zaman ini mereka yang berhubungan dengan ekonomi mempunyai tingkat yang rendah dalam masyarakat, namun pada satu ketika, kaum samurai menjadi sangat tergantung kepada mereka. Apalagi untuk membiayai kehidupan mereka di kota Edo, kaum samurai mau tidak mau harus berhubungan dengan para pedagang. Pedagang yang seperti ini biasanya berfungsi sebagai bangkir. Dengan demikian bertambahlah pengaruh para pedagang yang secara resmi berada dalam tingkat sosial terendah. Para pedagang pun tahu bahwa

27 pengaruh itu hanya bermanfaat kalau mereka tidak menonjolkan diri dalam politik. Sebab itu, pengaruh tersebut digunakan secara tidak langsung melalui para samurai yang berhubungan dengan mereka. Dengan cara itulah Mitsui dan pedagang lain tumbuh, bahkan di antara ada yang diberi status samurai (Sayidiman, 1982: 78-78). Pada saat terjadi kesulitan keuangan, bakufu dan daimyo semakin keras dalam memungut pajak dari petani, yang mengakibatkan petani menderita kemiskinan yang semakin parah. Banyak di antara mereka yang terpaksa melepaskan tanahnya dan menjadi buruh tani meskipun beberapa petani yang lebih baik keadaannya mulai membuka toko minuman keras atau menjadi lintah darat. Dengan cara ini mereka menjadi kaya. Petani yang paling miskin mulai berkelompok untuk membela haknya dengan cara memeberontak. Pemberontakan petani pun semakin sering dan terjadi dengan hebat. Bahkan di Osaka dalam tahun 1837 keadaan petani sampai pada tingkat putus harapan. Kebencian mereka pada orang-orang kaya terwujud dalam penyerangan ke rumah-rumah saudagar beras besar (Samson dalam Nio Joe Lan, 1962: 111). Dengan latar belakang kegelisahan sosial, kebudayaan mencapai tingkat kegemerlapan. Kebudayaan yang berasal dari zaman sebelumnya berlangsung terus di Kyoto dan Osaka, tetapi kota Edo yang menjadi pusat baru menjadi tempat orang-orang borjuis, sehingga muncul lah kebudayaan pedagang kota (chounin). Kebudayaan ini berpusat sekitar tempat-tempat hiburan kota, tempat para pedagang yang pada hakikatnya adalah orang orang yang bekerja keras, sederhana, menghasilkan uang banyak dan cinta keluarga, bersantai disertai penghibur-penghibur profesional yang disebut dengan geisha dalam zaman

28 modern. Di sini mereka bebas dari tanggung jawab perusahaan, keluarga, dan ketentuan-ketentuan yang menekan dari penguasa-penguasa feodal. Dalam lingkungan bebas seenaknya ini timbul seni yang kaya, teater, dan sastra yang berbeda sekali dari seni kaum samurai. Diantaranya drama Kabuki dan Joruri, sajak Haiku, Ukiyo e, dan lain-lain. Kebudayaan chounin ini matang dalam abad ke-17 akhir. 2.3 Musashi Miyamoto Musashi, merupakan tokoh utama dalam novel Musashi karya Eiji Yoshikawa. Ia lahir tahun 1584 di propinsi Harima, di sebuah desa bernama Miyamoto. Ia lahir dari seorang ayah, Hirata Munisai, seorang samurai pemilik tanah dengan status hamba senior bagi klan Shinmen, dan akhirnya diizinkan untuk menggunakan nama keluarga itu. Dan ibunya yang bernama Yoshiko, istri kedua dari Munisai. Musashi menyatakan nama lengkapnya Shinmen Musashi Fujiwara Genshin. Sewaktu kecil, ia dipanggil dengan nama Bennosuke, tapi di dalam novel Musashi, ia dipanggil dengan nama Takezo. Musashi kecil tumbuh sebagai anak yang liar, nakal, licik dengan tubuh yang kuat. Ia disebut dengan Gaki Daisho lokal atau Komandan Tertinggi dari setiap anak nakal dan menjadi sasaran utama dari setiap sumpah serapah di wilayah Hirafuku. Umur 13 tahun, ia berkelahi (dengan pedang) dengan Arima Kihei, seorang samurai hebat yang menguasai aliran Shinto-ryu. Pertarungan pertamanya ini sekaligus sukses pertamanya. Usia 16 tahun, ia bertarung dengan seorang ahli pedang bernama Akiyama, yang ia kalahkan.

29 Tahun 1600, ia ikut dalam perang besar Sekigahara di bawah komando Ukita. Dalam pertempuran ini, Ukita Hideie bertempur di Kubu Barat (keluarga Hideyoshi) yang melawan Kubu Timur (keluarga Tokugawa). Peperangan ini dimenangkan oleh Kubu Timur dan sekaligus sebagai pertanda keshogunan jatuh ke tangan keluarga Tokugawa. Walaupun tentara Ukita habis tewas terbunuh, Musashi tetap selamat. Musashi mulai menjalani kehidupan sebagai seorang shugyosha (pendekar pedang di masa pelatihan yang mengembara keseantero negri, yang hidupnya tanpa uang atau pekerjaan tetap) yang menggelandang. Kehidupan yang kelak ia teruskan dari bentuk yang satu ke bentuk lainnya sampai ke akhir hayatnya. Harta miliknya hanya satu-dua pakaiannya di punggungnya, sedikit peralatan menjahit, sejumlah kecil uang saku, sebatang pena, kuas, tinta, dan tentu saja pedang. Empat tahun kemudian, pada usia 20 tahun, ia menantang perguruan pedang Yoshioka di Kyoto. Pertama pertarungan melawan Yoshioka Seijuro (kepala klan Yoshioka) di Propinsi Yamashiro, di luar ibukota, di padang Rendai (sebelah barat gunung Funaoka, Kita-Ku, Kyoto), kemudian melawan Yoshioka Denshichiro dan pertarungan melawan Yoshioka Matashichiro di hutan pinus di Ichijoji. Ia memenangkan ketiga pertarungan itu, semua dilakukannya dengan dua bilah bokken-pedang kayu. Gaya dua pedang ini akhirnya menjadi aliran Musashi sendiri, yang disebut dengan Niten-Ichiryu. Usia 28 tahun, setelah bertahun-tahun mendalami pedang dengan caranya sendiri dan menjadi terkenal karena banyak mengalahkan samurai hebat. Musashi sampai pada pertarungan yang ia yakini sebagai pertarungan yang sulit yaitu ketika melawan Sasaki Kojiro, ahli pedang tampan yang menggunakan nodachi

30 (pedang panjang yang dipegang dengan kedua tangan), yang disebutnya Galah Pengering. Pada waktu pertarungan, Musashi sengaja datang terlambat ke pulau Ganryu, membiarkan Kojiro memendam jengkel yang ia yakini akan mempengaruhi mental bertempurnya. Ia pun mengubah dayung kapalnya yang sangat panjang untuk menandingi nodachi Kojiro. Dalam pertarungan, Kojiro kalah hanya dalam satu sabetan (dayung) ke kepalanya. Antara tahun , ia ikut dalam usaha menjatuhkan kastil Osaka di bawah pimpinan Tokugawa Ieyasu melawan Sanada Yukimura. Setelah sukses, ia ditunjuk menjadi pengawas konstruksi pembangunan oleh klan Ogasawara. Diyakini karena ia dianggap ahli dalam material kayu. Tahun 1627, dalam usia 43 tahun, ia mengembara kembali sebagai shugyosha. Pada saat ini ia tidak mempunyai keinginan menambah rekor pertarungan samurainya. Musashi bukanlah tipe samurai yang menantang setiap samurai yang ia temui. Tahun 1637, usia 54 tahun, Musashi ikut bertempur melawan para pemberontak di Shimabara (prefektur Nagasaki). Tahun 1640, ia mengajar melukis dan bertempur pada tentara keluarga Ogasawara Tadazane. Tiga tahun kemudian, merasa tidak menemukan lagi lawan yang seimbang, ia bermeditasi di gua Reigan, sebuah gua di pegunungan Kumamoto (prefektur Kumamoto). Di sana ia menulis karyanya yang terkenal tentang filosofi pertarungan, yang berjudul Go Rin no Sho (Kitab Lima Lingkaran). Beberapa minggu setelahnya, tanggal 13 juni 1645, Musashi meninggal. Jepang kemudian mencatatnya dalam sejarah sebagai samurai terhebat yang pernah mereka miliki. Menurut monumen Kokura Hibun yang didirikan pada 1654:

31 Keperkasaan dan ketenaran Musashi tidak bisa dilebih-lebihkan lagi, bahkan sekalipun lautan mempunyai mulut atau lembah mempunyai lidah (Wilson, 2006: 21). Kokura Hibun adalah sebuah monumen batu yang dipersembahkan untuk Musashi oleh anak angkatnya, Iori. Musashi mempunyai dua orang anak angkat. Yang pertama bernama Miyamoto Mikinosuke, yang melakukan junshi ketika usianya 23 tahun. Kemudian dua tahun sebelum kematian Mikinosuke, ia mengadopsi seorang anak laki-laki yang bernama Iori. Dalam bab pembuka Kitab Lima Lingkaran, Musashi menulis bahwa sampai usia 28 atau 29 tahun, ia telah melakukan enam puluh pertarungan. Setelah itu, pertarungan pribadinya menjadi jauh lebih jarang. Pengalaman bertarung dengan Sasaki Kojiro memengaruhi kehidupan Musashi berikutnya. Kemudian pertarungan-pertarungan individualnya tidak pernah lagi berakhir dengan kematian atau cedera yang membuat cacat. Ia lebih banyak terlibat dalam disiplin kuat yang kelak memperhalus seninya dan meneranginya sampai ke titik artikulasi. Keakrabannya semakin mendalam dengan ajaran Buddha terutama aliran Zen. Musashi adalah salah satu pendekar sekaligus seniman yang diilhami oleh ajaran Zen. Ia ahli dalam berbagai bidang seni diantaranya, seni minum teh, puisi, lukisan tinta India (suibokuga), seni patung, ahli dalam merancang taman resmi, dan ahli metalurgi. Musashi sangat aktif selama zaman yang dikenal dengan sebutan Renaissans Kyoto (tahun ). Adapun buku-buku yang ditulis oleh Musashi, yang diantaranya diwariskan kepada murid-muridnya, yaitu. 1. Cermin Jalan Perang (tahun 1604)

32 2. Tiga Puluh Lima Petunjuk Tentang Seni Bela Diri 3. Kitab Lima Lingkaran (Go Rin no Sho) Kitab Lima Lingkaran yang ditulis oleh Musashi dipengaruhi oleh beberapa ahli, yaitu : 1. Sun Tzu, Merupakan penulis China abad kelima atau keenam yang menulis kitab dengan judul yang sama, yang diterjemahkan menjadi Seni Perang. Itu adalah kitab China pertama dan yang paling dihormati tentang doktrindoktrin strategis dan taktis dalam perang, dan dibaca oleh para jenderal serta ksatria baik di China maupun Jepang. Kitab itu menekankan gagasan bahwa kemenangan dalam pertempuran didasarkan pada tipu daya dan fleksibilitas. 2. Takuan Soho ( ) Biksu Zen yang terkenal karena kaligrafi, syair, dan tulisan-tulisan lain, menciptakan acar, yang disebut dengan acar takuan. Menulis Pikiran Tak Terbatas, yang membahas hubungan antara Zen dengan permainan pedang. 3. Yagyu Munenori ( ) Anak Yagyu Sekishusai. Mendirikan Yagyu Shinkage-ryu cabang Edo. Menjadi instruktur pedang resmi bagi tiga Shogun Tokugawa berturutturut, dan menulis manual pedang terkenal, Pedang Pemberi Kehidupan. 4. Kitab Hsinhsinming Yang dalam bahasa Jepang disebut Shinjinmei. Ini adalah sebuah syair panjang yang terdiri atas kaplet-kaplet pendek yang mudah diingat, yang

ABSTRAK PEMERINTAHAN REZIM SHOGUN TOKUGAWA YANG TERAKHIR

ABSTRAK PEMERINTAHAN REZIM SHOGUN TOKUGAWA YANG TERAKHIR ABSTRAK PEMERINTAHAN REZIM SHOGUN TOKUGAWA YANG TERAKHIR Pada zaman Edo, pemerintahan Negara Jepang berada di bawah kendali Shogun Tokugawa. Akan tetapi, pimpinan tertinggi di jepang bukan Shogun tokugawa,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa ( ). Demikian pula sistem politik yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa ( ). Demikian pula sistem politik yang telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bulan November 1867, Tokugawa Yoshinobu mengembalikan pemerintahan kepada kaisar ( tenno ). Ini berarti jatuhnya bakufu yang sampai saat itu dikuasai oleh keluarga

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM AWAL KESHOGUNAN TOKUGAWA. Taira pada perang Heijin tahun Setelah kekalahan tersebut keluarga

BAB II GAMBARAN UMUM AWAL KESHOGUNAN TOKUGAWA. Taira pada perang Heijin tahun Setelah kekalahan tersebut keluarga BAB II GAMBARAN UMUM AWAL KESHOGUNAN TOKUGAWA 2.1 Awal Munculnya Kekuasaan Shogun Awal munculnya kekuasaan shogun bermula dari konflik antara keluarga Minamoto dan keluarga Taira. Keluarga Minamoto dikalahkan

Lebih terperinci

BAB 5 RINGKASAN. jatuh. Padahal ia telah menetapkan segala peraturan untuk dalam dan luar negeri. menyebabkan jatuhnya kekuasaan politik Tokugawa.

BAB 5 RINGKASAN. jatuh. Padahal ia telah menetapkan segala peraturan untuk dalam dan luar negeri. menyebabkan jatuhnya kekuasaan politik Tokugawa. BAB 5 RINGKASAN Bakufu Tokugawa yang berhasil menguasai negeri selama 267 tahun akhirnya jatuh. Padahal ia telah menetapkan segala peraturan untuk dalam dan luar negeri untuk mempertahankan pemerintahannya.

Lebih terperinci

Jepang (Bagian III) Feodalisme Jepang

Jepang (Bagian III) Feodalisme Jepang Jepang (Bagian III) Feodalisme Jepang Sistem kepemilikan hak atas tanah di Jepang berbeda dengan Eropa (sistem shoen) Biaya untuk Samurai Jepang lebih murah, tanah imbalan untuk samurai lebih kecil daripada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman Edo (1603-1867) adalah zaman dimana Jepang diperintah oleh keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan Tokugawa pada waktu itu

Lebih terperinci

BAB II SEJARAH SHOGUN TOKUGAWA Latar Belakang Berdirinya Shogun Tokugawa. berlangsung pada zaman Edo ( ) dari kesinambungan keberadaan

BAB II SEJARAH SHOGUN TOKUGAWA Latar Belakang Berdirinya Shogun Tokugawa. berlangsung pada zaman Edo ( ) dari kesinambungan keberadaan BAB II SEJARAH SHOGUN TOKUGAWA 2.1. Latar Belakang Berdirinya Shogun Tokugawa Shogun Tokugawa adalah Shogun generasi ketiga dan terakhir yang berlangsung pada zaman Edo (1603-1867) dari kesinambungan keberadaan

Lebih terperinci

membuka diri terhadap dunia internasional. Peristiwa ini mengakibatkan kepercayaan Daimyo terhadap kekuasaan Tokugawa menjadi menurun.

membuka diri terhadap dunia internasional. Peristiwa ini mengakibatkan kepercayaan Daimyo terhadap kekuasaan Tokugawa menjadi menurun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jepang merupakan negara di Asia yang pernah menjadi Negara imperialis. Dengan usaha melakukan politik ekspansi ke kawasan Asia Pasifik termasuk Indonesia, Jepang

Lebih terperinci

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. Awal penyebaran agama Kristen yang dilakukan oleh Xavier di Jepang tidak

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. Awal penyebaran agama Kristen yang dilakukan oleh Xavier di Jepang tidak BAB IV SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan Awal penyebaran agama Kristen yang dilakukan oleh Xavier di Jepang tidak membawa sukses yang besar dibandingkan dengan penyebaran yang dilakukannya di negara Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang adalah sebuah negara maju yang berada di Asia Timur. Dalam Hal keyakinan, Jepang merupakan negara yang membebaskan warga negaranya dalam beragama, seperti yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak kedatangan orang Portugis pada awal abad ke-16, agama Kristen mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak kedatangan orang Portugis pada awal abad ke-16, agama Kristen mulai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Kedatangan Para Misionaris Portugis 1.1.1.1Zaman Momoyama Sejak kedatangan orang Portugis pada awal abad ke-16, agama Kristen mulai mencoba menanamkan pengaruh

Lebih terperinci

BAB II RESTORASI MEIJI ATAU MODERNISASI JEPANG. Edo. Zaman Edo ( ) adalah zaman dimana Jepang diperintah oleh

BAB II RESTORASI MEIJI ATAU MODERNISASI JEPANG. Edo. Zaman Edo ( ) adalah zaman dimana Jepang diperintah oleh BAB II RESTORASI MEIJI ATAU MODERNISASI JEPANG 2.1 Runtuhnya Pemerintahan Tokugawa Berbicara mengenai Tokogawa, maka sangat erat kaitannya dengan zaman Edo. Zaman Edo (1603-1867) adalah zaman dimana Jepang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dari posisinya sebagai kanpaku untuk melancarkan jalan bagi Hideyori menjadi

BAB V KESIMPULAN. dari posisinya sebagai kanpaku untuk melancarkan jalan bagi Hideyori menjadi BAB V KESIMPULAN Perang Sekigahara yang terjadi pada tahun 1600 dipicu adanya pertentangan diantara dua istri Hideyoshi yaitu Yodogimi dan Kodaiin. Karena kecemburuan yang besar terhadap Yodogimi, kelahiran

Lebih terperinci

BAB II SEJARAH SAMURAI. pergolakan sosial, intrik politik, dan konflik militer hampir konstan yang berlangsung sekitar dari

BAB II SEJARAH SAMURAI. pergolakan sosial, intrik politik, dan konflik militer hampir konstan yang berlangsung sekitar dari BAB II SEJARAH SAMURAI 2.1 Sengoku Jidai Sengoku jidai atau yang disebut juga zaman sengoku dalam sejarah Jepang adalah masa pergolakan sosial, intrik politik, dan konflik militer hampir konstan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang yang dimulai sejak shogun pertama Tokugawa Ieyasu. Keshogunan

BAB I PENDAHULUAN. Jepang yang dimulai sejak shogun pertama Tokugawa Ieyasu. Keshogunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman Edo (1603-1867) adalah salah satu pembagian periode dalam sejarah Jepang yang dimulai sejak shogun pertama Tokugawa Ieyasu. Keshogunan Tokugawa di Edo

Lebih terperinci

Jepang pada masa sebelum Perang Dunia (PD) II

Jepang pada masa sebelum Perang Dunia (PD) II Kata Pengantar Jepang pada masa sebelum Perang Dunia (PD) II merupakan negara yang menganut sistim kenegaraan monarki absolute, yaitu sebuah negara yang dipimpin langsung oleh Raja. Di Jepang, seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG RESTORASI MEIJI

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG RESTORASI MEIJI BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG RESTORASI MEIJI 2.1. Faktor-Faktor Yang Mendorong Timbulnya Restorasi Meiji A. Keadaan Pemerintah Sebelum Restorasi Meiji Pada zaman Meiji, kekuasaan pemerintah sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Secara umum, pendekatan penelitian atau disebut dengan paradigma penelitian yang cukup dominan adalah pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. surut. Dua periode penting tersebut adalah masa Kaisar Meiji ( ) dan. yang kemudian dikenal dengan Restorasi Meiji.

BAB I PENDAHULUAN. surut. Dua periode penting tersebut adalah masa Kaisar Meiji ( ) dan. yang kemudian dikenal dengan Restorasi Meiji. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sepanjang sejarah, kekaisaran Jepang beberapa kali mengalami masa pasang surut. Dua periode penting tersebut adalah masa Kaisar Meiji (1868-1912) dan Kaisar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia, (dan masyarakat) melalui

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia, (dan masyarakat) melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia, (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemenangan Klan Tokugawa dalam Perang Sekigahara (Sekigahara no

BAB I PENDAHULUAN. Kemenangan Klan Tokugawa dalam Perang Sekigahara (Sekigahara no 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemenangan Klan Tokugawa dalam Perang Sekigahara (Sekigahara no Tatakai) pada tahun 1600, menjadikan Tokugawa Ieyasu sebagai shogun 1 dan tanda dimulainya Tokugawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP FEODALISME DAN KONDISI MASYARAKAT JEPANG PADA ZAMAN EDO. Martin (1990 : ) mengatakan bahwa masyarakat feodal

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP FEODALISME DAN KONDISI MASYARAKAT JEPANG PADA ZAMAN EDO. Martin (1990 : ) mengatakan bahwa masyarakat feodal BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP FEODALISME DAN KONDISI MASYARAKAT JEPANG PADA ZAMAN EDO 2.1 Konsep Feodalisme Pada Zaman Edo Martin (1990 : 165-166) mengatakan bahwa masyarakat feodal adalah masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman sejarah Jepang yaitu dimulai dari zaman Nara, zaman Heian (794 1192) sampai dengan zaman Meiji (1868 sekarang). Dari urutan-urutan zaman sejarah Jepang

Lebih terperinci

BAB II SEJARAH DAN PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DI JEPANG PADA ZAMAN YAMATO SAMPAI ZAMAN EDO

BAB II SEJARAH DAN PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DI JEPANG PADA ZAMAN YAMATO SAMPAI ZAMAN EDO BAB II SEJARAH DAN PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DI JEPANG PADA ZAMAN YAMATO SAMPAI ZAMAN EDO 2.1 Masuknya Agama Buddha di Jepang Ketika penyerahan hadiah sebagai simbol dimulainya hubungan diplomatik dari

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Selama hampir 700 tahun, dari 1192 sampai 1867, Jepang dikuasai oleh pemerintahan

Bab 1. Pendahuluan. Selama hampir 700 tahun, dari 1192 sampai 1867, Jepang dikuasai oleh pemerintahan Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Selama hampir 700 tahun, dari 1192 sampai 1867, Jepang dikuasai oleh pemerintahan samurai. Pada mulanya samurai adalah ksatria yang mengendarai kuda yang kemudian terorganisir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kimono merupakan pakaian tradisional sekaligus pakaian nasional Jepang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kimono merupakan pakaian tradisional sekaligus pakaian nasional Jepang. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kimono merupakan pakaian tradisional sekaligus pakaian nasional Jepang. Perkembangan Jepang yang begitu pesat dalam berbagai bidang, salah satunya bidang fashion,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Plato,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan yang keberadaannya tidak merupakan keharusan (Soeratno dalam

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan yang keberadaannya tidak merupakan keharusan (Soeratno dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bagian dari kebudayaan yang dipengaruhi oleh segi-segi sosial dan budaya. Istilah sastra dipakai untuk menyebut gejala budaya yang dapat

Lebih terperinci

BAB I. 1.1 Latar Belakang

BAB I. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada jaman Edo tepatnya pada tahun 1633, shogun Tokugawa Iemitsu mengeluarkan kebijakan untuk mentutup atau mengisolasi total seluruh Jepang dari semua hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua penelitian ilmiah dimulai dengan perencanaan yang seksama, rinci, dan mengikuti logika yang umum, Tan (dalam Koentjaraningrat, 1977: 24). Pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika Komodor Matthew Perry berhasil memaksa Jepang keluar dari masa

BAB I PENDAHULUAN. Ketika Komodor Matthew Perry berhasil memaksa Jepang keluar dari masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Ketika Komodor Matthew Perry berhasil memaksa Jepang keluar dari masa isolasi, menyebabkan munculnya kegelisahan dan kekacauan di dalam negeri. Ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang selain dikenal sebagai negara maju dalam bidang industri di Asia, Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra prosa,

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Sudah sejak berabad-abad yang lalu berbagai kebudayaan asing masuk ke Jepang,

Bab 5. Ringkasan. Sudah sejak berabad-abad yang lalu berbagai kebudayaan asing masuk ke Jepang, Bab 5 Ringkasan Sudah sejak berabad-abad yang lalu berbagai kebudayaan asing masuk ke Jepang, dan tidak ada satu pun dari kebudayaan asing tersebut ditolak oleh kerajaan Jepang. Semua kebudayaan asing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM BAB II GAMBARAN UMUM 2.1. Jepang Pasca Perang Dunia II Pada saat Perang Dunia II, Jepang sebagai negara penyerang menduduki negara Asia, terutama Cina dan Korea. Berakhirnya Perang Dunia II merupakan kesempatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijamah. Sedangkan Ienaga Saburo (dalam Situmorang, 2008: 3) membedakan

BAB I PENDAHULUAN. dijamah. Sedangkan Ienaga Saburo (dalam Situmorang, 2008: 3) membedakan 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ada terdapat berbagai macam definisi kebudayaan, ada yang membedakan antara budaya dan kebudayaan. Budaya adalah sesuatu yang semiotik, tidak kentara atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik perhatian umat manusia karena berbagai hal. Jepang mula-mula terkenal sebagai bangsa Asia pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah setiap peristiwa (kejadian). Dalam Wikipedia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. adalah setiap peristiwa (kejadian). Dalam Wikipedia Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah secara sempit adalah sebuah peristiwa manusia yang bersumber dari realisasi diri, kebebasan dan keputusan daya rohani. Sedangkan secara luas, sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jepang adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur. Letaknya di ujung barat Samudra Pasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan bertetangga dengan Republik

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Masyarakat Jepang pada masa Tokugawa merupakan masyarakat yang

BAB V KESIMPULAN. Masyarakat Jepang pada masa Tokugawa merupakan masyarakat yang BAB V KESIMPULAN Masyarakat Jepang pada masa Tokugawa merupakan masyarakat yang bersifat feodalisme Hal itu dapat dilihat dengan adanya pembagian status sosial menurut mata pencahariannya yakni golongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal ini terbukti dengan banyaknya sastrawan sastrawan yang terkenal di dunia

BAB I PENDAHULUAN. hal ini terbukti dengan banyaknya sastrawan sastrawan yang terkenal di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur. Letaknya di ujung barat Samudera Fasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan bertetangga dengan Republik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1853, dengan kapal perangnya yang besar, Komodor Perry datang ke Jepang. Pada saat itu, Jepang adalah negara feodal yang terisolasi dari negara-negara lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI SASTRA. Novel berasal dari bahasa Italia, yaitu novella yang secara harfiah berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI SASTRA. Novel berasal dari bahasa Italia, yaitu novella yang secara harfiah berarti BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI SASTRA 2.1 Definisi Novel Novel berasal dari bahasa Italia, yaitu novella yang secara harfiah berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya terdapat daya kreatif dan daya imajinasi. Kedua kemampuan tersebut sudah melekat pada jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan, yang dapat membangkitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang adalah negara maju dan modern, tetapi negara Jepang tidak pernah meninggalkan tradisi dan budaya mereka serta mempertahankan nilai-nilai tradisi yang ada sejak

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Fukutake Tadashi.1988.Masyarakat Jepang Dewasa Ini.Jakarta: Gramedia.

DAFTAR PUSTAKA. Fukutake Tadashi.1988.Masyarakat Jepang Dewasa Ini.Jakarta: Gramedia. DAFTAR PUSTAKA Fukutake Tadashi.1988.Masyarakat Jepang Dewasa Ini.Jakarta: Gramedia. Kusuma Aprilyna.2011.Dampak Perubahan Undang-Undang Tentang Pendidikan Wanita Terhadap Kemajuan Jepang.Skripsi Universitas

Lebih terperinci

JEPANG. Part IV Edo - Meiji

JEPANG. Part IV Edo - Meiji JEPANG Part IV Edo - Meiji Perkembangan Kondisi Masyarakat Edo Perang seratus tahun justru mendorong perekonomian Jepang Sumber Kekayaan : tanah/pertanian (samurai) dan berdagang Kelas Penguasa : Shogun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh masyarakat (Damono, 2002: 1). Selain dimanfaatkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh masyarakat (Damono, 2002: 1). Selain dimanfaatkan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dihayati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat (Damono, 2002: 1). Selain dimanfaatkan sebagai media hiburan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Jepang Wikipedia dan Foklor Jepang, tercatat keterangan Jepang seperti dibawa (bahasa Jepang: Nippon/nihon, nama resmi: Nipponkoku/Nihonkoku) adalah

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang

Bab 1. Pendahuluan. Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang memiliki kekayaan teknologi yang berkembang pesat dikarenakan adanya sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. berbatasan dengan Samudra Pasifik, sedangkan di bagian utara berbatasan dengan

BAB I. Pendahuluan. berbatasan dengan Samudra Pasifik, sedangkan di bagian utara berbatasan dengan BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang adalah negara kepulauan. Secara geografis terletak di bagian timur berbatasan dengan Samudra Pasifik, sedangkan di bagian utara berbatasan dengan Rusia dan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan sosial yang dibahas dalam studi ini terjadi di Semenanjung

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan sosial yang dibahas dalam studi ini terjadi di Semenanjung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gerakan sosial yang dibahas dalam studi ini terjadi di Semenanjung Shimabara, Kyushu. Sebagian besar pelaku dari gerakan ini adalah para petani dan ronin (samurai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata sastra diambil dari bahasa latin dan juga sansekerta yang secara harafiah keduanya diartikan sebagai tulisan. Sastra merupakan seni dan karya yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari akar kata Cas atau sas dan tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang diturunkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a. bahwa pertahanan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai perwujudan kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jepang adalah negara kepulauan yang terdiri dari 3000 pulau bahkan lebih. Tetapi hanya ada empat pulau besar yang merupakan pulau utama di negara Jepang,

Lebih terperinci

BAB II GEOGRAFI JEPANG DAN ZAMAN MEIJI. astronomis, Jepang berada antara 30 LU - 46 LU dan 128 BT 179 BT. Luas

BAB II GEOGRAFI JEPANG DAN ZAMAN MEIJI. astronomis, Jepang berada antara 30 LU - 46 LU dan 128 BT 179 BT. Luas BAB II GEOGRAFI JEPANG DAN ZAMAN MEIJI 2.1 Geografi Jepang Jepang merupakan negara kepulauan yang terletak di kawasan Asia Timur, tepatnya terletak di sebelah Timur daratan Semenanjung Korea. Secara astronomis,

Lebih terperinci

Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat. Negara dan bangsa akan maju jika ada prinsip kejujuran. Salah satu bangsa yang

Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat. Negara dan bangsa akan maju jika ada prinsip kejujuran. Salah satu bangsa yang BAB II GAMBARAN UMUM PRODUKTIFITAS ORANG JEPANG 2.1 Pengertian Karakter Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain termasuk teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan

BAB I PENDAHULUAN. lain termasuk teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepanjang sejarahnya, Jepang telah menyerap banyak gagasan dari negaranegara lain termasuk teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan kebudayaan. Jepang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pertahanan keamanan negara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pertahanan keamanan negara untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan ungkapan kehidupan manusia yang memiliki nilai dan disajikan melalui bahasa yang menarik. Karya sastra bersifat imajinatif dan kreatif

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN SISTEM PEMERINTAHAN FEODALISME TERHADAP PEMBENTUKAN SISTEM STRATIFIKASI SOSIAL (SHINOKOSHO) PADA ZAMAN EDO

DAMPAK PELAKSANAAN SISTEM PEMERINTAHAN FEODALISME TERHADAP PEMBENTUKAN SISTEM STRATIFIKASI SOSIAL (SHINOKOSHO) PADA ZAMAN EDO DAMPAK PELAKSANAAN SISTEM PEMERINTAHAN FEODALISME TERHADAP PEMBENTUKAN SISTEM STRATIFIKASI SOSIAL (SHINOKOSHO) PADA ZAMAN EDO Sri Dewi Andriani Jurusan Sastra Jepang, Fakultas Humaniora, BINUS University

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KESHOGUNAN DI JEPANG TAHUN SKRIPSI. Oleh. Edy Supriyadi NIM

PEMERINTAHAN KESHOGUNAN DI JEPANG TAHUN SKRIPSI. Oleh. Edy Supriyadi NIM PEMERINTAHAN KESHOGUNAN DI JEPANG TAHUN 1192-1867 SKRIPSI Oleh Edy Supriyadi NIM 100210302061 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bagian ini merupakan pemaparan tentang hasil analisis yang dilakukan pada bab

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bagian ini merupakan pemaparan tentang hasil analisis yang dilakukan pada bab BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Bagian ini merupakan pemaparan tentang hasil analisis yang dilakukan pada bab sebelumnya. Untuk mengarahkan deskripsi kepada kesimpulan penelitian terhadap respon

Lebih terperinci

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom RAGAM TULISAN KREATIF C Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom HAKIKAT MENULIS Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra (sansekerta/shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta sastra, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang pengarang dalam memaparkan berbagai permasalahan-permasalahan dan kejadian-kejadian dalam kehidupan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. kepulauan di Asia Timur dengan ibukota Tokyo. Jepang merupakan salah satu negara

Bab 1. Pendahuluan. kepulauan di Asia Timur dengan ibukota Tokyo. Jepang merupakan salah satu negara Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Jepang atau disebut juga dengan 日本 (Nippon/Nihon) adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur dengan ibukota Tokyo. Jepang merupakan salah satu negara

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : bahwa perlu diadakan Peraturan Disiplin Tentara untuk seluruh Angkatan Perang Republik Indonesia;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : bahwa perlu diadakan Peraturan Disiplin Tentara untuk seluruh Angkatan Perang Republik Indonesia; PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1949 TENTANG DISIPLIN TENTARA UNTUK SELURUHNYA ANGKATAN PERANG. PRESIDEN, Menimbang Mengingat : bahwa perlu diadakan Peraturan Disiplin Tentara untuk seluruh Angkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan industri di dunia pada saat ini. Hal ini dapat kita lihat dengan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan industri di dunia pada saat ini. Hal ini dapat kita lihat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jepang merupakan salah satu negara Asia yang maju dalam bidang teknologi dan industri di dunia pada saat ini. Hal ini dapat kita lihat dengan menjamurnya barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Moral, kebudayaan, kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki ruang lingkup yang luas di kehidupan masyarakat, sebab sastra lahir dari kebudayaan masyarakat. Aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu diadakan Peraturan Disiplin Tentara untuk seluruh Angkatan Perang Republik Indonesia;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu diadakan Peraturan Disiplin Tentara untuk seluruh Angkatan Perang Republik Indonesia; PERATURAN PEMERINTAH (PP) 1949 NO. 24 (24/1949) TENTARA. DISIPLIN. Peraturan tentang Disiplin Tentara untuk seluruhnya Angkatan Perang Republik Indonesia. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

Coba perhatikan sekitar Anda di kantor atau lingkungan

Coba perhatikan sekitar Anda di kantor atau lingkungan Jalan Pikiranmu Akan Menjadi Jalan Hidupmu Coba perhatikan sekitar Anda di kantor atau lingkungan lainnya, adakah orang yang gemar mengeluh? Keluhannya bervariasi, mulai dari mengeluh tentang kinerja pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya di takdirkan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader, terutama

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya di takdirkan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader, terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemimpin atau seorang Leader tentu sudah tidak asing di telinga masyarakat pada umumnya, hal ini disebabkan karena setiap manusia yang diciptakan didunia ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang pada abad ke-16 sampai abad ke-17 merupakan negara yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Jepang pada abad ke-16 sampai abad ke-17 merupakan negara yang masih BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Jepang pada abad ke-16 sampai abad ke-17 merupakan negara yang masih banyak terdapat perang perebutan supremasi kekuasaan di dalam negeri, walaupun kepala pemerintahan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum,

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu wilayah baru dapat dikatakan sebagai negara apabila wilayah tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum, pengakuan dari negara lain, dan

Lebih terperinci

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai Lampiran Ringkasan Novel KoKoro Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai Kamakura menjadi sejarah dalam kehidupan keduanya. Pertemuannya dengan sensei merupakan hal yang

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan Latar Belakang Untuk dapat memahami makna dari suatu ukiyo-e (seni lukisan kuno Jepang) tidak

Bab 1. Pendahuluan Latar Belakang Untuk dapat memahami makna dari suatu ukiyo-e (seni lukisan kuno Jepang) tidak Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Untuk dapat memahami makna dari suatu ukiyo-e (seni lukisan kuno Jepang) tidak akan cukup dengan melihat gambar atau lukisannya saja, tetapi harus mengetahui pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu bentuk hasil pemikiran dan pekerjaan seni yang kreatif

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu bentuk hasil pemikiran dan pekerjaan seni yang kreatif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu bentuk hasil pemikiran dan pekerjaan seni yang kreatif dimana manusia beserta kehidupannya menjadi objeknya. Sebagai hasil seni kreatif sastra juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, memberi petunjuk atau intruksi, tra artinya alat atau sarana sehingga dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Novel Nijūshi No Hitomi ( 二二二二二 ) merupakan karya seorang penulis

BAB I PENDAHULUAN. Novel Nijūshi No Hitomi ( 二二二二二 ) merupakan karya seorang penulis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Novel Nijūshi No Hitomi ( 二二二二二 ) merupakan karya seorang penulis cerita anak-anak sekaligus penulis novel wanita terkenal dari negara Jepang yang bernama Tsuboi

Lebih terperinci

BAB III MAKNA FILOSOFI BUSHIDOU DI DALAM SIKAP AIKIDOUKA. 3.1 Filosofi Gi (Kebenaran) di dalam Sikap Aikidouka

BAB III MAKNA FILOSOFI BUSHIDOU DI DALAM SIKAP AIKIDOUKA. 3.1 Filosofi Gi (Kebenaran) di dalam Sikap Aikidouka BAB III MAKNA FILOSOFI BUSHIDOU DI DALAM SIKAP AIKIDOUKA 3.1 Filosofi Gi (Kebenaran) di dalam Sikap Aikidouka Prinsip utama aikidou adalah gi. Gi terdapat dalam diri aikidouka yaitu jasmani dan jiwa. Jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan rumpun. Koentjaraningrat (1976 : 28) menjelaskan budaya adalah daya

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan rumpun. Koentjaraningrat (1976 : 28) menjelaskan budaya adalah daya 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan dimiliki oleh setiap bangsa,oleh karena itu kebudayaan dari setiap bangsa saling berbeda, walaupun terkadang ada kesamaan seperti halnya kesamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci