EVALUASI STATUS HARA MIKRO (Fe, Mn, Zn DAN Cu) PADA TANAH SAWAH DI PULAU JAWA AZRIZAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI STATUS HARA MIKRO (Fe, Mn, Zn DAN Cu) PADA TANAH SAWAH DI PULAU JAWA AZRIZAL"

Transkripsi

1 EVALUASI STATUS HARA MIKRO (Fe, Mn, Zn DAN Cu) PADA TANAH SAWAH DI PULAU JAWA AZRIZAL DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Status Hara Mikro (Fe, Mn, Zn dan Cu) Pada Tanah Sawah di Pulau Jawa adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2015 Azrizal NIM A

4 ABSTRAK AZRIZAL. Evaluasi Status Hara Mikro (Fe, Mn, Zn, dan Cu) pada tanah sawah di Pulau Jawa, Indonesia. Dibimbing oleh ARIEF HARTONO dan SYAIFUL ANWAR. Tanah sawah di Jawa telah mengalami pemupukan berkepanjangan dengan hara makro, khususnya dengan pupuk N, P, K, sedangkan pemupukan hara mikro hanya sedikit atau tidak sama sekali. Pemupukan hara mikro harus diperhatikan dengan seksama karena pemberian yang berlebihan dapat meracuni dan menghambat pertumbuhan tanaman. Hal ini diperlukan dalam mengevaluasi status hara mikro pada tanah sawah di Pulau Jawa untuk keseimbangan pupuk yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi status hara Fe, Mn, Zn, dan Cu pada tanah sawah di Pulau Jawa; untuk membandingkan ketersediaan Fe, Mn, Zn, dan Cu antara Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur; untuk mengkorelasikan ph, Kejenuhan Basa, P-Bray, dan N-total dengan ketersediaan Fe, Mn, Zn, dan Cu. Terdapat 23 sampel tanah yang dianalisis, 7 sampel dari Jawa Barat, 11 sampel dari Jawa Tengah, dan 5 sampel dari Jawa Timur. Ketersediaan Fe, Mn, Zn, Cu dianalisis menggunakan metode DTPA. Secara umum, status Mn dan Cu sudah cukup. Besi (Fe) cukup di Jawa Barat dan Jawa Tengah, tetapi sebagian besar di Jawa Timur kekurangan. Seng (Zn) merupakan yang paling bervariasi ketersediaannya di seluruh wilayah, mulai dari kurang hingga cukup. Hasil uji korelasi menyatakan bahwa terdapat korelasi negatif yang signifikan antara Fe, Mn, Zn, dan Cu dengan ph; korelasi negatif yang signifikan antara Fe Mn dengan P-Bray1; dan korelasi positif yang signifikan antara Fe dan Cu dengan N-total. Kata kunci: DTPA, Hara Mikro, Pulau Jawa, Tanah Sawah ABSTRACT AZRIZAL. Evaluation of Micro Nutrient Status (Fe, Mn, Zn, and Cu) of Paddy Soils in Java, Indonesian. Supervised by ARIEF HARTONO and SYAIFUL ANWAR. Paddy soils in Java has been experiencing prolong fertilization with macronutrients, in particular with N, P, and K fertilizers, while fertilization of micronutrients only minor if not at all. Micronutrients fertilization must be considered carefully because over application can be toxic and inhibit plant growth. It is necessary to evaluate micronutrients status of paddy soils in Java for a better balance fertilization. This research was aimed to evaluate the status of Fe, Mn, Zn, and Cu in paddy soils in Java; to compare the availability of Fe, Mn, Zn, and Cu among West Java, Central Java, and East Java; and to correlate ph, Base Saturation, Bray-P, and total-n with the availability of Fe, Mn, Zn, and Cu. There were 23 soil samples analyzed, 7 samples from West Java, 11 samples from Central Java, and 5 samples from East Java. The availability of Fe, Mn, Zn, and Cu were analyzed using DTPA method. In general, the status of Mn and Cu was sufficient. Iron was sufficient in West Java and Central Java, but mostly deficient

5 in East Java. Zinc was the most varied from deficient to sufficient in all areas. There were significant negative correlations between Fe, Mn, Zn, and Cu with ph; significant negative correlation between Fe and Mn with Bray1-P; and significant positive correlation between Fe and Cu with total-n. Keywords: DTPA, Java, Micro Nutrient, Paddy Soil

6

7 EVALUASI STATUS HARA MIKRO (Fe, Mn, Zn DAN Cu) PADA TANAH SAWAH DI PULAU JAWA AZRIZAL Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

8

9 Judul Skripsi : Evaluasi Status Hara Mikro (Fe, Mn, Zn dan Cu) pada Tanah Sawah di Pulau Jawa Nama Azrizal NIM A Disetujui oleh Dr Ir AriefHartono, MSc Agr Pembimbing I Dr Ir Syaiful Anwar, MSc Pembimbing II Tanggal Lulus: l I 1 DEC 20J5

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini ialah Evaluasi Status Hara Mikro (Fe, Mn, Zn dan Cu) pada Tanah Sawah di Pulau Jawa. Dalam proses penyelesaian penelitian ini banyak pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada: 1. Dr Ir Arief Hartono, MSc Agr dan Dr Ir Syaiful Anwar MSc selaku dosen pembimbing atas segala nasehat, bimbingan, arahan, motivasi, kesabaran, waktu, pikiran dan keikhlasan yang telah diberikan selama proses penyelesaian skripsi ini. 2. Dr Ir Lilik Indriyati, MSc selaku dosen penguji atas saran dan masukan dalam perbaikan skripsi ini. 3. Kedua orang tua tercinta, Bapak, Ibu, kakak dan adik tercinta serta seluruh keluarga yang telah memberikan doa, motivasi, perhatian, pengorbanan, cinta, dan kasih sayang. 4. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang telah memberikan ilmu, nasehat, dan kerjasamanya. 5. Seluruh Sahabat Ilmu Tanah 46, Ilmu Tanah 45, Ilmu Tanah 44. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu tanah khususnya di tanah-tanah sawah di Pulau Jawa. Bogor, Desember 2015 Azrizal

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 BAHAN DAN METODE 2 Lokasi dan Waktu Penelitian 2 Bahan dan Alat 2 Metode Penelitian 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 Evaluasi Status Hara Mikro Fe, Mn, Zn dan Cu 4 Pengaruh Lokasi terhadap Ketersediaan Hara Mikro Fe, Mn, Zn dan Cu 9 Korelasi Beberapa Sifat Tanah (ph, Kb, P-Bray dan N-Total) dengan Ketersediaan Hara Mikro Fe, Mn, Zn dan Cu 10 KESIMPULAN DAN SARAN 11 Simpulan 11 Saran 11 DAFTAR PUSTAKA 11 LAMPIRAN 13 RIWAYAT HIDUP 15 vi

12 DAFTAR TABEL 1. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Berdasarkan Balai Penelitian 4 2. Evaluasi Status Hara Fe Pada Tanah Sawah Di Pulau Jawa 5 3. Evaluasi Status Hara Mn Pada Tanah Sawah Di Pulau Jawa 6 4. Evaluasi Status Hara Zn Pada Tanah Sawah Di Pulau Jawa 7 5. Evaluasi Status Hara Cu Pada Tanah Sawah Di Pulau Jawa 8 6. Perbedaan Ketersediaan Hara Mikro Pada Setiap Lokasi 9 7. Kolerasi hara mikro Fe, Mn, Zn dan Cu Terhadap Sifat Tanah Lainnya 10 LAMPIRAN 1. Hasil Analisis Pedahuluan Tanah Sawah di Pulau Jawa Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan Fe-DTPA pada Setiap Lokasi Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan Mn-DTPA pada Setiap Lokasi Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan Zn-DTPA pada Setiap Lokasi Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan Cu-DTPA pada Setiap Lokasi 14

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2010 menunjukkan jumlah penduduk Indonesia adalah 237 juta jiwa dimana 57.5% tersebar di Pulau Jawa, dan sisanya 42.5% di pulau-pulau lainnya. Hampir seluruh penduduk Indonesia mengkonsumsi beras. Menurut data FAO (Food and Agriculture Organization) tahun 2013 Indonesia menjadi negara dengan konsumsi beras terbesar ketiga setelah Amerika dan India. Data BPS pada tahun 2013 menunjukkan bahwa Pulau Jawa dengan luas panen 6.44 juta ha mampu menyumbang 53% dari produksi gabah kering giling (GKG) di Indonesia (BPS 2013). Salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia adalah dengan melakukan program intensifikasi. Selain menggunakan varietas unggul, pemupukan menjadi kegiatan yang paling menentukan dalam keberhasilan program ini. Hal ini terbukti dengan penggunaan pupuk yang meningkat pesat setelah perencanaan program intensifikasi yang dimulai tahun Rekomendasi pemupukan padi sawah yang berlaku sekarang bersifat umum untuk semua wilayah Indonesia tanpa mempertimbangkan status hara tanah dan kemampuan tanaman menyerap hara. Sementara itu diketahui bahwa status hara P dan K sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi (Adiningsih et al. 1989; Moersidi et al. 1991; Haryani 2013; Sitorus 2013). Pemupukan N, P dan K secara terus-menerus pada tiga dasawarsa terakhir ini menyebabkan sebagian besar lahan sawah di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Lombok dan Bali berstatus hara P dan K tinggi. Selain itu penggunaan pupuk N, P dan K terus-menerus menyebabkan ketidakseimbangan hara tanah. Ketidakseimbangan hara disinyalir mengakibatkan terjadinya pelandaian produktivitas (leveling off) padi sawah. Kadar hara N, P dan K yang tinggi menyebabkan ketersediaan hara mikro seperti Fe, Mn, Zn dan Cu tertekan (Sofyan et al. 2004). Pemupukan N, P, dan K dengan takaran tinggi tanpa pengembalian sisa panen akan mempercepat penurunan ketersediaan hara mikro seperti Fe, Mn, Zn dan Cu serta hara makro lainnya seperti S, Ca, dan Mg. Pemupukan hara mikro harus diperhitungkan dengan sangat hati-hati karena pemberian yang berlebihan dapat meracuni tanaman dan menghambat pertumbuhan (Setyorini et al. 2009). Perhatian terhadap hara mikro di era 1960-an kini meningkat dengan pesat. Hal tersebut disebabkan oleh terangkutnya hara mikro oleh tanaman mengakibatkan ketersediaan hara mikro dalam tanah berkurang sehingga tidak dapat menunjang pertumbuhan normal. Penggunaan varietas unggul dan pemakaian pupuk makro yang dosisnya meningkat mempertajam menurunnya hara mikro dalam tanah. Desakan terhadap efisiensi berproduksi memaksa kita terus memperhatikan hara mikro ini. Evaluasi status hara mikro pada tanah sawah di Pulau Jawa perlu dilakukan dalam kaitan kebijakan pemupukan yang berimbang.

14 2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengevaluasi status hara mikro Fe, Mn, Zn dan Cu pada tanah sawah di Pulau Jawa. 2. Membandingkan ketersediaan hara mikro Fe, Mn, Zn dan Cu antara Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur 3. Mengkorelasi ph, Kejenuhan Basa (KB), P-Bray dan total N dengan ketersediaan hara mikro Fe, Mn, Zn dan Cu. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan September 2013 sampai dengan selesai. Sample diambil dari 3 Provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur) di Pulau Jawa (Gambar 1). Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 23 Sample tanah sawah yang diambil dari 3 provinsi di Pulau Jawa. Alat-alat yang digunakan untuk analisis laboratorium adalah pipet (5 ml, 10 ml, 15 ml dan 20 ml), erlenmeyer, tabung sentrifuge 50 ml, gelas piala, gelas ukur, labu takar 50 ml dan 100 ml, alat ukur timbangan, neraca analitik, botol kocok plasik lemari pendingin, autoclave, kertas saring, corong gelas, pipet tetes, dan alat ukur Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS). Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penetapan hara mikro Fe, Mn, Zn dan Cu adalah Diethilenetriamine-pentaaceticacid (DTPA), HCl, CaCl 2, aquades, dan TEA (Tri Etanol Amin). Gambar 1 Peta Pengambilan Sample Tanah di Pulau Jawa (Satwoko 2013)

15 3 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari 4 (empat) tahap, yaitu tahap persiapan, pengambilan sampel tanah, analisis pendahuluan dan analisis hara mikro, dan pengolahan data. Persiapan Tahap ini meliputi tahap perencanaan sebelum pengambilan contoh tanah dilakukan, yaitu menetapkan lahan sawah yang akan diambil contoh tanahnya, jumlah dan lokasi pengambilan contoh tanah. Penetapan lokasi pengambilan contoh tanah didasarkan atas pertimbangan karena daerah tersebut merupakan sentral pertanian, terutama tanaman padi sawah. Pengambilan Sampel Tanah Sebanyak 23 contoh tanah sawah diambil di Pulau Jawa oleh peneliti terlebih dahulu. Contoh tanah tersebut diambil pada lapisan olah dengan kedalaman 0-20 cm yang diambil secara komposit. Contoh tanah komposit kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diberi label. Setiap contoh tanah sawah yang diambil pada masing-masing lokasi dicatat titik koordinatnya. Jumlah contoh tanah sawah yang diambil di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur berturut-turut sebanyak 7, 11 dan 5 contoh tanah. Analisis Pendahuluan dan Analisis Hara Mikro Contoh tanah yang telah diambil dikeringudarakan dalam ruangan berventilasi. Contoh tanah kemudian ditumbuk dan diayak menggunakan ayakan yang berukuran 2 mm. Analisis pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik sifat kimia tanah sawah yang diambil. Analisis pendahuluan meliputi ph (H2O) yang diukur dengan ph meter. KTK dan basa-basa (Nadd, Cadd, Mgdd) diperoleh dari hasil ekstraksi dengan tanah 1 M NH4OAc ph 7. N-total diperoleh dari hasil destruksi dengan metode Kjeldahl. Kejenuhan basa diperoleh dengan perhitungan yaitu rasio total basa-basa dapat ditukar terhadap KTK tanah dan diekspresikan dalam persen. Analisis pendahuluan tanah dilakukan oleh penelitian sebelumnya oleh Haryani (2013) dan Satwoko (2013). Analisis hara mikro Fe, Mn, Zn, dan Cu dianalisis dengan menggunakan DTPA. Pengolahan Data dan Penentuan Kelas Status Hara Mikro Penilaian dari hasil analisis evaluasi status hara mikro dan hasilnya dibagi menjadi 3 kelas status hara Fe, Mn, Zn, dan Cu yaitu cukup, sedang, rendah. Kriteria yang digunakan dalam penetapan status hara mikro tanah sawah di Pulau Jawa berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Berdasarkan Balai Penelitian Tanah (2009) secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1. Analisis pedahuluan dibutuhkan untuk uji kolerasi dengan hara mikro Fe, Mn, Zn, dan Cu menggunkan software MINITAB 14. Data pengaruh lokasi terhadap hara mikro Fe, Mn, Zn, Cu diolah dengan menggunakan One-way Analysis of Variance (ANOVA) atau sidik ragam satu arah dengan menggunakan software MINITAB 14.

16 4 Tabel 1 Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Berdasarkan Balai Penelitian Tanah (2009) Unsur mikro (DTPA) Rendah Sedang Cukup Fe (ppm) < >4.5 Mn (ppm) <1 >1 Zn (ppm) < >1 Cu (ppm) <0.2 >0.2 HASIL DAN PEMBAHASAN Evaluasi Status Hara Mikro Fe, Mn, Zn dan Cu Evaluasi Status Hara Mikro Fe Besi adalah unsur mikro yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Batas kritis kosentrasi Fe dalam larutan tanah yang dapat menyebabkan keracunan tanaman bervariasi dari ppm, tetapi secara umum terjadi pada konsentrasi Fe tanah >300 ppm (Santoso dan Sofyan 2002). Hasil analisis hara mikro Fe, Mn, Zn dan Cu (Tabel 2) menunjukkan bahwa ketersediaan Fe-DTPA di Jawa Barat berkisar antara 8.90 ppm sampai dengan ppm. Fe-DTPA Jawa Tengah berkisar antara 6.16 ppm sampai dengan ppm.. Fe-DTPA Jawa Timur berkisar antara 0.41 ppm sampai dengan 5.04 ppm. Karawang memiliki Fe-DTPA tertinggi diantara lokasi lainnya di Pulau Jawa dengan. Fe-DTPA sebesar ppm. Sementara Tambak Rejo memiliki Fe-DTPA terendah jika dibandingkan dengan lokasi lainnya di Pulau Jawa dengan Fe-DTPA sebesar 0.41 ppm. Perbedaan Fe-DTPA yang sangat jauh antara Karawang dan Tambak Rejo disebabkan karena kedua daerah tersebut berada di Provinsi yang berbeda iklimnya. Karawang berada di Provinsi Jawa Barat sedangkan Tambak rejo berada di Provinsi Jawa Timur. Kondisi iklim di kedua daerah tersebut mempengaruhi ketersediaan Fe. Tidak hanya itu kedua daerah tersebut memiliki jenis tanah yang berbeda. Berdasarkan nilai rata-rata Fe pada setiap provinsi. Fe-DTPA tertinggi terdapat di Jawa Barat sedangkan terendah di Jawa Timur. Rata-rata Fe-DTPA Jawa Barat sebesar ppm. Rata-rata Fe-DTPA Jawa Tengah sebesar 39.4 ppm. Sementara rata-rata Fe-DTPA Jawa Timur sebesar 2.60 ppm. Untuk status hara Fe pada tanah sawah, dari 23 lokasi yang diambil di Pulau Jawa, 20 lokasi berstatus cukup, tiga lokasi berstatus rendah yaitu Jombang, Nganjuk dan Tambak Rejo di Jawa Timur.

17 5 Tabel 2 Evaluasi Status Hara Fe Pada Tanah Sawah Di Pulau Jawa Fe-DTPA (ppm) Provinsi Lokasi OrderTanah (Soil Taxonomy, 2004) Status Jawa Barat Karawang Inceptisols 90.6 Cukup Rata-rata sd Jatisari Inceptisols 88.4 Cukup Pamanukan Inceptisols 63.7 Cukup Indramayu Inceptisols 38.5 Cukup Palimanan Inceptisols 8.92 Cukup Cicalengka Inceptisols 54.0 Cukup Cikarawang Ultisols 15.5 Cukup Jawa Tengah Brebes Inceptisols 39.8 Cukup Rata-rata sd Suradadi Inceptisols 22.3 Cukup Batang Ultisols 52.5 Cukup Kendal Inceptisols 71.4 Cukup Demak Vertisols 6.16 Cukup Jekulo Vertisols 10.3 Cukup Borobudur Inceptisols 57.6 Cukup Kutoarjo Inceptisols 28.9 Cukup Karanganyar Inceptisols 36.7 Cukup Buntu Inceptisols 76.6 Cukup Jogjakarta Vertisols 31.4 Cukup Jawa Timur Bojonegoro Vertisols 4.87 Cukup Rata-rata sd Tambak Rejo Vertisols 0.41 Rendah Nganjuk Vertisols 0.89 Rendah Jombang Inceptisols 1.80 Rendah Ponorogo Vertisols 5.04 Cukup Evaluasi Status Hara Mikro Mn Kandungan Mn di dalam litosfer kira-kira 900 ppm dan di dalam tanah biasanya mengandung ppm dengan rata-rata 600 ppm (Lindsay 1979). Hasil analisis pada Tabel 3 menunjukkan bahwa Mn-DTPA di Jawa Barat berkisar antara 10.6 ppm sampai dengan 46.4 ppm. Mn-DTPA di Jawa Tengah berkisar antara 2.99 ppm sampai dengan 32.2 ppm. Mn-DTPA di Jawa Timur berkisar antara 4.09 ppm sampai dengan 8.83 ppm.

18 6 Tabel 3 Evaluasi Status Hara Mn Pada Tanah Sawah Di Pulau Jawa Provinsi Lokasi OrderTanah Mn-DTPA (ppm) Status (Soil Taxonomy, 2004) Jawa Barat Karawang Inceptisols 46.4 Cukup Rata-rata sd Jatisari Inceptisols 34.0 Cukup Pamanukan Inceptisols 13.5 Cukup Indramayu Inceptisols 10.6 Cukup Palimanan Inceptisols 20.9 Cukup Cicalengka Inceptisols 11.4 Cukup Cikarawang Ultisols 21.2 Cukup Jawa Tengah Brebes Inceptisols 18.6 Cukup Rata-rata sd Suradadi Inceptisols 6.67 Cukup Batang Ultisols 20.0 Cukup Kendal Inceptisols 7.15 Cukup Demak Vertisols 2.99 Cukup Jekulo Vertisols 32.2 Cukup Borobudur Inceptisols 4.19 Cukup Kutoarjo Inceptisols 12.5 Cukup Karanganyar Inceptisols 10.5 Cukup Buntu Inceptisols 27.1 Cukup Jogjakarta Vertisols 9.26 Cukup Jawa Timur Bojonegoro Vertisols 8.83 Cukup Rata-rata sd Tambak Rejo Vertisols 8.02 Cukup Nganjuk Vertisols 6.99 Cukup Jombang Inceptisols 5.40 Cukup Ponorogo Vertisols 4.09 Cukup Jika dibandingkan dengan semua lokasi di Pulau Jawa. Karawang memiliki Mn-DTPA tertinggi sebesar 46.6 ppm. Sementara Demak memiliki Mn- DTPA terendah dibandingkan dengan lokasi lainnya dengan Mn-DTPA sebesar 2.99 ppm. Perbedaan lokasi serta jenis tanah mengakibatkan perbedaan yang cukup jauh antara jumlah Mn-DTPA di Karawang dan di Demak. Nilai rata-rata Mn pada setiap provinsi pada Tabel 3 menunjukkan bahwa Jawa Barat memiliki Mn-DTPA tertinggi sedangkan terendah Jawa Timur. Rata-rata Mn-DTPA Jawa Barat sebesar 22.6 ppm, rata-rata Mn-DTPA Jawa Tengah sebesar 17.2 ppm, ratarata Mn-DTPA Jawa Timur sebesar 6.7 ppm. Untuk status hara Mn pada tanah sawah, dari 23 lokasi yang diambil di Pulau Jawa berstatus cukup.

19 Evaluasi Status Hara Mikro Zn Seng (Zn) di butuhkan tanaman dalam jumlah yang sangat sedikit. Fungsinya sebagai katalis dalam berbagai kegiatan fisiologis tanaman. Zn rendah umumya terjadi pada tanah yang memiliki ph netral dan tanah berkapur yang mengandung bikarbonat dalam konsentrasi tinggi. Zn rendah juga terdapat pada tanah yang diusahakan intensif dengan pemberian pupuk N, P dan K dalam jumlah yang banyak tanpa penambahan Zn, tanah sodik dan tanah salin, tanah gambut, tanah berpasir, tanah masam bertekstur kasar yang telah melapuk lanjut dan tanah Sulfat Masam yang telah tercuci Ca, Mg, dan K (Santoso dan Sofyan 2002). Tabel 4 Evaluasi Status Hara Zn Pada Tanah Sawah Di Pulau Jawa Provinsi Lokasi OrderTanah Zn-DTPA (ppm) Status (Soil Taxonomy, 2004) Jawa Barat Karawang Inceptisols 0.74 Medium Rata-rata sd Jatisari Inceptisols 1.46 Cukup Pamanukan Inceptisols 0.66 Medium Indramayu Inceptisols 0.20 Rendah Palimanan Inceptisols 0.04 Rendah Cicalengka Inceptisols 0.93 Medium Cikarawang Ultisols 6.13 Cukup Jawa Tengah Brebes Inceptisols 0.20 Rendah Suradadi Inceptisols 1.36 Cukup Batang Ultisols 0.69 Medium Kendal Inceptisols 0.04 Rendah Demak Vertisols 0.09 Rendah Jekulo Vertisols 0.19 Rendah Borobudur Inceptisols 0.76 Medium Kutoarjo Inceptisols 0.21 Rendah Karanganyar Inceptisols 1.84 Cukup Buntu Inceptisols 1.42 Cukup Jogjakarta Vertisols 0.22 Rendah Rata-rata sd Jawa Timur Bojonegoro Vertisols 0.26 Rendah Rata-rata sd Tambak Rejo Vertisols 0.15 Rendah Nganjuk Vertisols Rendah Jombang Inceptisols 2.46 Cukup Ponorogo Vertisols 0.35 Rendah Berdasarkan hasil analisis evaluasi status hara mikro tanah sawah di Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata Zn-DTPA yang tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat sebesar 1.6 ppm, Jawa Tengah sebesar 0.82 ppm, dan Jawa Timur yang terendah yaitu sebesar 0.44 ppm. Hasil analisis pada Tabel 4 menunjukkan 7

20 8 bahwa Zn-DTPA di Jawa Barat berkisar antara 0.04 ppm sampai dengan 6.13 ppm. Zn-DTPA di Jawa Tengah berkisar antara 0.04 ppm sampai dengan 1.84 ppm. Zn-DTPA di Jawa Timur berkisar antara ppm sampai dengan 2.46 ppm. Sementara untuk daerah dengan Zn-DTPA tertinggi adalah Cikarawang di Jawa Barat sebesar 6.13 ppm dan yang terkecil adalah daerah Nganjuk di Jawa Timur sebesar ppm. Untuk Zn-DTPA pada tanah sawah, dari 23 lokasi yang diambil di Pulau Jawa, 12 lokasi berstatus rendah, 6 lokasi bersatus cukup dan 5 lokasi berstatus medium. Evaluasi Status Hara Mikro Cu Rata-rata Cu dalam litosfer sekitar 100 ppm, tetapi yang berada dalam tanah antara 2 sampai 100 ppm (Tisdale dan Nelson 1975). Menurut (Soepardi 1983), bahwa bahan induk merupakan sumber ketersediaan Cu. Ketersediaan Cu sangat tergantung pada ph tanah. Tabel 5 Evaluasi Status Hara Cu Pada Tanah Sawah Di Pulau Jawa Provinsi Lokasi OrderTanah Cu-DTPA (ppm) Status (Soil Taxonomy, 2004) Jawa Barat Karawang Inceptisols 1.94 Cukup Rata-rata sd Jatisari Inceptisols 1.35 Cukup Pamanukan Inceptisols 1.38 Cukup Indramayu Inceptisols 1.52 Cukup Palimanan Inceptisols 0.92 Cukup Cicalengka Inceptisols 2.16 Cukup Cikarawang Ultisols 1.09 Cukup Jawa Tengah Brebes Inceptisols 2.57 Cukup Suradadi Inceptisols 1.03 Cukup Rata -rata sd Batang Ultisols 1.86 Cukup Kendal Inceptisols 2.57 Cukup Demak Vertisols 1.41 Cukup Jekulo Vertisols 1.39 Cukup Borobudur Inceptisols 2.58 Cukup Kutoarjo Inceptisols 2.50 Cukup Karanganyar Inceptisols 2.60 Cukup Buntu Inceptisols 2.65 Cukup Jogjakarta Vertisols 1.63 Cukup Jawa Timur Bojonegoro Vertisols 1.34 Cukup Tambak Rejo Vertisols 0.69 Cukup Rata -rata sd Nganjuk Vertisols 1.07 Cukup Jombang Inceptisols 1.11 Cukup Ponorogo Vertisols 2.50 Cukup

21 Berdasarkan Tabel 5 hasil analisis evaluasi status hara mikro menunjukkan bahwa Cu-DTPA di Jawa Barat berkisar antara 0.92 ppm sampai dengan 2.16 ppm. Cu-DTPA Jawa Tengah berkisar antara 1.03 ppm sampai dengan 2.65 ppm. Cu-DTPA Jawa Timur berkisar antara 0.69 ppm sampai dengan 2.50 ppm. Buntu memiliki Cu-DTPA tertinggi diantara lokasi lainnya di Pulau Jawa dengan Cu sebesar 2.65 ppm. Sementara Tambak Rejo memiliki Cu-DTPA terendah jika dibandingkan dengan lokasi lainnya di Pulau Jawa dengan Cu-DTPAsebesar 0.69 ppm. Perbedaan Cu-DTPA antara Buntu dan Tambak Rejo disebabkan karena kedua daerah tersebut berada di Provinsi yang berbeda. Buntu berada di Provinsi Jawa Tengah sedangkan Tambak Rejo berada di Provinsi Jawa Timur. Kondisi iklim di kedua daerah tersebut mempengaruhi ketersediaan Cu. Tidak hanya itu kedua daerah tersebut memiliki jenis tanah yang berbeda. Berdasarkan nilai ratarata Cu-DTPA pada setiap provinsi, tertinggi terdapat di Jawa Tengah sedangkan terendah di Jawa Timur. Rata-rata Cu-DTPA Jawa Barat sebesar 1.48 ppm, ratarata Cu-DTPA Jawa Tengah sebesar 2.07ppm, sementara ketersediaan rata-rata Cu Jawa Timur sebesar 1.35ppm. Pengaruh Lokasi terhadap Ketersediaan Hara Mikro Fe, Mn, Zn dan Cu Secara keseluruhan atau umum, evaluasi hara mikro di Pulau Jawa bahwa ketersediaan Fe, Mn, dan Zn di Jawa Barat cenderung lebih tinggi diikuti Jawa Tengah kemudian Jawa Timur. Berbeda dengan ketersediaan Cu di Jawa Tengah cenderung lebih tinggi dikuti dengan Jawa barat kemudian Jawa Timur. Perbedaan ketersediaan Fe, Mn, Zn dan Cu pada setiap lokasi disajikan pada Tabel 6. Hasil ANOVA pengaruh lokasi terhadap ketersediaan hara mikro Fe, Mn, Zn, dan Cu secara berturut-turut disajikan pada Tabel lampiran 2, 3, 4, dan 5. Pengaruh lokasi nyata mempengaruhi ketersediaan hara Fe dan Cu, sementara pada Mn dan Zn tidak berpengaruh nyata. Tabel 6 Perbedaan Ketersediaan Hara Mikro Pada Setiap Lokasi Lokasi Jawa Barat (n=7) Jawa Tengah (n=11) Jawa Timur (n=5) Fe-DTPA sd (ppm) Mn-DTPA sd (ppm) Hara mikro Zn-DTPA sd (ppm) Cu-DTPA sd (ppm) 62.84(a) (a) (a) (a) (b) (a) (a) (b) (c) (a) (a) (a) 0.68 Keterangan : Angka rata-rata dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada P<0.05 (Uji Tukey) Untuk Fe-DTPA menghasilkan nilai sebagai berikut: untuk Jawa Barat (n=7), Jawa Tengah (n=11), dan Jawa Timur (n=5). Nilai Cu-DTPA Jawa Barat (n=11), Jawa Tengah

22 10 (n=7), dan Jawa Timur (n=5). Nilai Mn-DTPA sebagai berikut: Jawa Barat (n=7), Jawa Tengah (n=11), dan Jawa Timur (n=5). Untuk Zn-DTPA Jawa Barat (n=7), Jawa Tengah (n=11), dan Jawa Timur (n=5). Nilai standar deviasi yang besar menunjukan bahwa keragaman antar lokasi sangat tinggi. Keragaman ini mungkin disebabkan oleh pemupukan hara Fe dan Cu yang sangat bervariasi pada setiap lokasi. Angka rata-rata konsentrasi Fe, Mn, Zn, dan Cu menunjukkan bahwa lokasi Jawa Timur memiliki angka-angka Fe, Mn, Zn, dan Cu yang lebih rendah dibandingkan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Untuk Fe dan Cu lokasi Jawa Timur nyata lebih rendah dibandingkan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Untuk Mn dan Zn walaupun tidak nyata lokasi Jawa Timur cenderung memiliki Mn dan Zn yang lebih rendah dibandingkan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Distribusi tipe iklim di Jawa menunjukkan bahwa bagian barat Jawa memiliki bulan basah lebih banyak dibandingkan bagian timur atau semakin ke timur lebih kering sehingga pencucian di Jawa Barat lebih intensif bila dibandingkan dengan Jawa Tengah dan Jawa Timur (Nurwadjedi 2011). Selain itu, KB di Jawa Tengah dan Jawa Timur sangat tinggi bila dibandingkan dengan Jawa Barat. Tidak adanya pencucian secara intensif menyebabkan jumlah basa tanah demikian tinggi Korelasi Beberapa Sifat Tanah (ph, Kb, P-Bray dan N-Total) dengan Ketersediaan Hara Mikro Fe, Mn, Zn dan Cu Hasil uji korelasi hara mikro Fe, Mn, Zn dan Cu pada tanah sawah terhadap sifat-sifat kimia tanah seperti ph tanah, kejenuhan basa (KB), P-Bray dan N-Total disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan hasil uji korelasi menunjukkan bahwa keempat hara mikro berkolerasi negatif didalam tanah terhadap ph. Hara mikro Zn dan Cu berkolerasi nyata, sedangkan hara mikro Fe dan Mn berkolerasi sangat nyata terhadap ph tanah. Semakin tinggi ph tanah maka semakin rendah hara mikro yang tersedia dalam tanah. Uji kolerasi antara mikro dengan kejenuhan basa berkolerasi negatif kecuali Cu. Kolerasi P-Bray dengan hara mikro berkolerasi negatif kecuali Cu. Hara Fe dan Mn berkolerasi nyata terhadap P- Bray, dapat dikatakan semakin besar P-Bray didalam tanah akan menekan ketersediaan hara Fe dan Mn. Uji kolerasi N-total dengan hara mikro berkolerasi yang positif. Semakin tinggi total nitrogen didalam tanah, maka semakin tinggi ketersediaan hara mikro di dalam tanah sawah. Tabel 7 Kolerasi hara mikro Fe, Mn, Zn dan Cu Terhadap Sifat Tanah Lainnya ph KB P-Bray Total-N Fe-DTPA ** * 0.411* Mn-DTPA ** * Zn-DTPA * Cu-DTPA * * Keterangan: **berbeda sangat nyata *berbeda nyata

23 11 KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan Status Fe, Mn, Zn dan Cu tersedia (DTPA) dapat dipertukarkan pada tanah sawah di Pulau Jawa di 23 lokasi contoh yang diambil bervariasi mulai dari rendah hingga tinggi. Menurut kriteria Balai Penelitian Tanah (2009), dari 23 lokasi contoh yang diambil kemudian dianalisis ketersediaanhara Fe, Mn, Zn, dan Cu terdapat 20 lokasi berstatus Fe cukup, 3 lokasi berstatus Fe rendah, 23 lokasi berstatus Mn cukup, 6 lokasi Zn cukup, 5 lokasi berstatus Zn medium dan 12 lokasi memiliki staus Zn rendah, dan 23 lokasi berstatus Cu cukup. Provinsi Jawa Timur memiliki hara mikro Fe, Mn, Zn dan Cu lebih rendah dibandingkan Jawa Barat dan Jawa Tengah. ph mempengaruhi ketersediaan hara mikro, dimana ph berkolerasi negatif terhadap hara mikro. Ketersediaan hara mikro dipengaruhi oleh KB dan P-Bray, dimana KB dan P-Bray berkolerasi negatif. N-Total berkolerasi positif dengan hara mikro. Saran Perlu penelitian lebih lanjut mengenai respon produksi pada terhadap penambahan hara mikro Fe dan Zn yang rendah pada tanah sawah di Pulau Jawa. DAFTAR PUSTAKA Adiningsih JS, Moersidi, M Sudjadi, dan AM Fagi Evaluasi keperluan fosfat pada lahan sawah intensifikasi di Jawa. Efesiensi Penggunaan Pupuk. Cipayung, 21 November hlm BPS Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. JakartaBPS Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta. Balai Penelitian Tanah Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Bogor: Balai Penelitian Tanah. Lindsay WL Chemical Equilibria in Soil. Jhon Wiley and Sons: New York. Haryani H Evaluasi status hara kalium pada tanah sawah di Pulau Jawa [skirpsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Moersidi S, D Santoso, M Soepartini, M Al-Jabri, JS Adiningsih, dan M Sudjadi Peta keperluan fosfat tanah sawah Jawa dan Madura. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 6: Nurwadjedi Indeks Keberlanjutan Lahan Sawah untuk Mendukung Penataan Ruang: Studi Kasus di Pulau Jawa [disertasi]. Bogor:Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Setryorini D, A Suriadikarta, Nurjaya Rekomendasi Pemupukan Padi di Lahan Sawah Bukaan Baru. Lahan Sawah Bukaan Baru. Pusat Pelitian Tanah dan Agroklimat: Bogor. hlm

24 12 Sitorus ET Analisis status hara fosfor pada berbagai lahan pertanian pangan di Pulau Jawa. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soepardi G Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sofyan A, Nurjaya, A Kasno Status Hara Sawah untuk Rekomendasi Pemupukan. Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaanya. Bogor: Pusat penelitian Tanah dan Agroklimat. hlm Santoso D dan A Sofyan Pengelolaan Hara pada Lahan Kering, dalam Tekhnologi Pengelolaan lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Pelitian Tanah dan Agroklimat: Bogor. Satwoko A Fraksionasi fosfor pada tanah-tanah sawah di Pulau Jawa [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tisdale S.L and W.L Nelson Soil Fertility and Fertilizers. 4 th. MacMilan Publishing Company. New York.

25 13 LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Analisis Pedahuluan Tanah Sawah di Pulau Jawa Nama Lokasi ph (H 2 O) N-total (%) P-Bray (ppm) Nadd (cmol +1 kg -1 ) Cadd (cmol +1 kg -1 ) Mgdd (cmol +1 kg -1 ) Kdd (cmol +1 kg -1 ) KTK (cmol +1 kg -1 ) KB (%) Jawa Barat Karawang Jatisari Pamanukan Indramayu Palimanan Cicalengka Cikarawang Rata-rata Jawa Tengah Brebes Suradadi Batang Kendal , Demak Jekulo Jogjakarta Borobudur Kutoarjo Karanganyar Buntu Rata-rata Jawa Timur Bojonegoro Tambak Rejo Nganjuk Jombang Ponorogo Rata-rata

26 14 Lampiran 2 Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan Fe-DTPA pada Setiap Lokasi Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat tengah F Hitung P Perlakuan Galat Total Lampiran 3 Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan Mn-DTPA pada Setiap Lokasi Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Perlakuan Galat Total P Lampiran 4 Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan Zn-DTPA pada Setiap Lokasi Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Perlakuan Galat Total P Lampiran 5 Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan Cu-DTPA pada Setiap Lokasi Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Perlakuan Galat Total P

27 15 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 19 Agustus 1991, adalah putra dari pasangan Azhari dan Idawati Rangkuti. Penulis adalah purta kedua dari tiga bersudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA ANGAKASA 1 LANUD MEDAN dan pada tahun yang sama penulis meneruskan ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama masa perkuliahan penulis aktif menjadi asistem praktikum untuk mata kuliah Pengantar Ilmu Tanah di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB. Penulis juga aktif di aktivitas organisasi kemahasiswaan, yaitu BP- HMIT Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB.

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012. Pengambilan contoh tanah dilakukan di beberapa tanah sawah di Pulau

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Tanah Sawah di Pulau Jawa Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah sawah di Pulau Jawa disajikan pada Tabel 3. Status sifat kimia tanah yang diteliti

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan mulai dari bulan Februari 2012 hingga Juni 2012. Pengambilan contoh tanah sebanyak 23 sampel dari 3 Provinsi di Pulau Jawa.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Maret 2012 sampai Agustus 2012. Total pengambilan contoh tanah sebanyak 43 contoh dari tiga provinsi di

Lebih terperinci

EVALUASI STATUS HARA KALIUM PADA TANAH SAWAH DI PULAU JAWA HENI HARIYANI A

EVALUASI STATUS HARA KALIUM PADA TANAH SAWAH DI PULAU JAWA HENI HARIYANI A EVALUASI STATUS HARA KALIUM PADA TANAH SAWAH DI PULAU JAWA HENI HARIYANI A14080008 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan contoh tanah dilaksanakan di petak percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) Lembang, Jawa Barat. Sementara analisis tanah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN

IV. HASIL PENELITIAN IV. HASIL PENELITIAN Karakterisasi Tanah Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki tekstur lempung dan bersifat masam (Tabel 2). Selisih antara ph H,O dan ph KC1 adalah 0,4; berarti

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Lahan Kering di desa Cibadung Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. Tanah di lokasi penelitian masuk dalam sub grup Typic Hapludult.

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 Kandungan dan Dosis Pupuk

LAMPIRAN. Lampiran 1 Kandungan dan Dosis Pupuk 31 LAMIRAN Lampiran 1 Kandungan dan Dosis upuk Jenis upuk Kandungan Dosis upuk daun Mn, Fe, Cu, Mo, Zn, B 3 g/10 liter/20 pohon NK N (15%), (15%), K (15%) 200 g/pohon upuk organik 500 g/pohon Lampiran

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 35 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari penelitian survei dan penelitian pot. Penelitian survei pupuk dilaksanakan bulan Mei - Juli 2011 di Jawa Barat, Jawa

Lebih terperinci

Untuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara

Untuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara Penentuan Takaran Pupuk Fosfat untuk Tanaman Padi Sawah Sarlan Abdulrachman dan Hasil Sembiring 1 Ringkasan Pemanfaatan kandungan fosfat tanah secara optimal merupakan strategi terbaik untuk mempertahankan

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag LAMPIRAN 38 39 Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag Kadar total Satuan BF Slag Korea EF Slag Indonesia Fe 2 O 3 g kg -1 7.9 431.8 CaO g kg -1 408 260.0 SiO 2 g

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA RAFLI IRLAND KAWULUSAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PEMUPUKAN LAHAN SAWAH BERMINERAL LIAT 2:1 UNTUK PADI BERPOTENSI HASIL TINGGI

PEMUPUKAN LAHAN SAWAH BERMINERAL LIAT 2:1 UNTUK PADI BERPOTENSI HASIL TINGGI PEMUPUKAN LAHAN SAWAH BERMINERAL LIAT 2:1 UNTUK PADI BERPOTENSI HASIL TINGGI A. Kasno dan Nurjaya ABSTRAK Padi merupakan makanan pokok yang mempunyai nilai strategis dalam keamanan pangan nasional. Swasembada

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 15 II. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilaksanakan terdiri atas dua percobaan yaitu percobaan inkubasi dan percobaan rumah kaca. Percobaan inkubasi beserta analisis tanah

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM PAKAR UNTUK FORMULASI TAKARAN PUPUK BERIMBANG (N, P, K) UNTUK TANAMAN PADI SAWAH. Oleh : NOVI ANDARYANI F

PENGEMBANGAN SISTEM PAKAR UNTUK FORMULASI TAKARAN PUPUK BERIMBANG (N, P, K) UNTUK TANAMAN PADI SAWAH. Oleh : NOVI ANDARYANI F PENGEMBANGAN SISTEM PAKAR UNTUK FORMULASI TAKARAN PUPUK BERIMBANG (N, P, K) UNTUK TANAMAN PADI SAWAH Oleh : NOVI ANDARYANI F 14101116 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2010 Juli 2011. Pengambilan sampel urin kambing Kacang dilakukan selama bulan Oktober Desember 2010 dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. (Gambar 1. Wilayah Penelitian) penelitian dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium.

BAHAN DAN METODE. (Gambar 1. Wilayah Penelitian) penelitian dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah Desa Hilibadalu Kecamatan Sogaeadu Kabupaten Nias dengan luas 190 ha dan ketinggian tempat ± 18 m di atas permukaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui percobaan rumah kaca. Tanah gambut berasal dari Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Jambi, diambil pada bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

PEMBERIAN KAPUR CaCO 3 DAN PUPUK KCl DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SERTA SERAPAN K DAN Ca TANAMAN KEDELAI SKRIPSI OLEH:

PEMBERIAN KAPUR CaCO 3 DAN PUPUK KCl DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SERTA SERAPAN K DAN Ca TANAMAN KEDELAI SKRIPSI OLEH: 1 PEMBERIAN KAPUR CaCO 3 DAN PUPUK KCl DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SERTA SERAPAN K DAN Ca TANAMAN KEDELAI DI TANAH ULTISOL SKRIPSI OLEH: RANGGA RIZKI S 100301002 AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur terhadap Sifat Kimia Tanah Pengaplikasian Electric furnace slag (EF) slag pada tanah gambut yang berasal dari Jambi

Lebih terperinci

PEMBERIAN PUPUK P DAN Zn UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN P DAN Zn DI TANAH SAWAH SKRIPSI OLEH : KIKI DAMAYANTI

PEMBERIAN PUPUK P DAN Zn UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN P DAN Zn DI TANAH SAWAH SKRIPSI OLEH : KIKI DAMAYANTI PEMBERIAN PUPUK P DAN Zn UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN P DAN Zn DI TANAH SAWAH SKRIPSI OLEH : KIKI DAMAYANTI 110301232 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Unsur Hara Lambang Bentuk tersedia Diperoleh dari udara dan air Hidrogen H H 2 O 5 Karbon C CO 2 45 Oksigen O O 2

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

FRAKSIONASI FOSFOR PADA TANAH-TANAH SAWAH DI PULAU JAWA

FRAKSIONASI FOSFOR PADA TANAH-TANAH SAWAH DI PULAU JAWA FRAKSIONASI FOSFOR PADA TANAH-TANAH SAWAH DI PULAU JAWA ADELIA SATWOKO A14080009 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan tanah gambut dari Kumpeh, Jambi dilakukan pada bulan Oktober 2011 (Gambar Lampiran 1). Penelitian dilakukan mulai dari bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di Soreang, Kabupaten Bandung. Sampel yang diambil berupa tanaman BDI. Penelitian

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HARA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH BUKAAN BARU DI HARAPAN MASA-TAPIN KALIMANTAN SELATAN

PENGELOLAAN HARA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH BUKAAN BARU DI HARAPAN MASA-TAPIN KALIMANTAN SELATAN PENGELOLAAN HARA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH BUKAAN BARU DI HARAPAN MASA-TAPIN KALIMANTAN SELATAN LR. Widowati dan S. Rochayati ABSTRAK Salah satu upaya pemenuhan pangan nasional adalah

Lebih terperinci

ANALISIS STATUS HARA FOSFOR PADA BERBAGAI LAHAN PERTANIAN PANGAN DI PULAU JAWA TUNGGUL EDWARD SITORUS A

ANALISIS STATUS HARA FOSFOR PADA BERBAGAI LAHAN PERTANIAN PANGAN DI PULAU JAWA TUNGGUL EDWARD SITORUS A ANALISIS STATUS HARA FOSFOR PADA BERBAGAI LAHAN PERTANIAN PANGAN DI PULAU JAWA TUNGGUL EDWARD SITORUS A14080004 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara IV. HASIL 4.. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Data fisikokimia tanah awal percobaan disajikan pada Tabel 2. Andisol Lembang termasuk tanah yang tergolong agak masam yaitu

Lebih terperinci

111. BAHAN DAN METODE

111. BAHAN DAN METODE 111. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Tanah dan Rumah Kaca Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. Penelitian terdiri dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan contoh dilakukan pada lahan sawah yang tersebar di sekitar Kota Tangerang (Gambar 3). Analisis fisika dan kimia tanah serta logam berat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

EFISIENSI METODE INKUBASI DAN PENAMBAHAN NAOHDALAM MENENTUKAN KEBUTUHAN KAPUR UNTUK PERTANIAN DI LAHAN PASANG SURUT RINGKASAN

EFISIENSI METODE INKUBASI DAN PENAMBAHAN NAOHDALAM MENENTUKAN KEBUTUHAN KAPUR UNTUK PERTANIAN DI LAHAN PASANG SURUT RINGKASAN EFISIENSI METODE INKUBASI DAN PENAMBAHAN NAOHDALAM MENENTUKAN KEBUTUHAN KAPUR UNTUK PERTANIAN DI LAHAN PASANG SURUT HUSIN KADERI, TATY INDRIAN DAN HARYATUN Balai Peneitian Tanaman Pangan Lahan Rawa, Jl.

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 01/Kpts/SR.130/1/2006 TANGGAL 3 JANUARI 2006 TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh MOCHAMAD IQBAL WALUYO H

SKRIPSI. Oleh MOCHAMAD IQBAL WALUYO H SKRIPSI PEMUPUKAN, KETERSEDIAAN DAN SERAPAN K OLEH PADI SAWAH DI GRUMUSOL untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Oleh

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 212 sampai dengan September 212. Penelitian terdiri dari 2 percobaan, yaitu (1) Percobaan inkubasi

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian lapang dilaksanakan dari bulan Januari s.d. Juli 2010. Lokasi percobaan terletak di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Ceria Prima II, Divisi

Lebih terperinci

EFEK SISA PEMANFAATAN ABU SEKAM SEBAGAI SUMBER SILIKA (Si) UNTUK MEMPERBAIKI KESUBURAN TANAH SAWAH

EFEK SISA PEMANFAATAN ABU SEKAM SEBAGAI SUMBER SILIKA (Si) UNTUK MEMPERBAIKI KESUBURAN TANAH SAWAH SKRIPSI EFEK SISA PEMANFAATAN ABU SEKAM SEBAGAI SUMBER SILIKA (Si) UNTUK MEMPERBAIKI KESUBURAN TANAH SAWAH OLEH CHRISTINE EKA YULFIANTI 06113021 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 Skripsi

Lebih terperinci

Pemupukan berimbang spesifik lokasi merupakan

Pemupukan berimbang spesifik lokasi merupakan Neraca Hara N, P, dan K pada Tanah Inceptisols dengan Pupuk Majemuk untuk Tanaman Padi A. Kasno dan Diah Setyorini Balai Penelitian Tanah Jln. Ir. H. Juanda 98, Bogor ABSTRACT. The N, P, and K Balance

Lebih terperinci

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU Nurmegawati dan Eddy Makruf Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jalan Irian Km. 6,5 Kelurahan Semarang Kota

Lebih terperinci

SIFAT FISIKA DAN KIMIA TANAH PADA TANAHSUPRESIF TERHADAP KEBERADAAN Ganoderma boninensepada KELAPA SAWIT SKRIPSI. Oleh:

SIFAT FISIKA DAN KIMIA TANAH PADA TANAHSUPRESIF TERHADAP KEBERADAAN Ganoderma boninensepada KELAPA SAWIT SKRIPSI. Oleh: SIFAT FISIKA DAN KIMIA TANAH PADA TANAHSUPRESIF TERHADAP KEBERADAAN Ganoderma boninensepada KELAPA SAWIT SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD AL-FAKHRY PUSPIKA 120301033 / AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret 2010 sampai dengan bulan Maret 2011. Pengambilan sampel urin kambing Etawah dilakukan pada bulan Maret sampai

Lebih terperinci

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah Oleh: A. Madjid Rohim 1), A. Napoleon 1), Momon Sodik Imanuddin 1), dan Silvia Rossa 2), 1) Dosen Jurusan Tanah dan Program Studi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT KIMIA DAN FISIK SUB GRUP TANAH ULTISOL DI WILAYAH SUMATERA UTARA

KARAKTERISTIK SIFAT KIMIA DAN FISIK SUB GRUP TANAH ULTISOL DI WILAYAH SUMATERA UTARA KARAKTERISTIK SIFAT KIMIA DAN FISIK SUB GRUP TANAH ULTISOL DI WILAYAH SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh: Ewin Syahputra 110301042 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil Analisis Tanah yang digunakan dalam Penelitian Hasil analisis karakteristik tanah yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 5. Dari hasil analisis

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang bertempat di Laboratorium Pengolahan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor, serta di kebun percobaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah Ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia (Subagyo, dkk, 2000). Namun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

Relationship between WCa Ratios in the Soil Solution with the Dynamic of K in UZtisol and Vertisol of Upland Area ABSTRACT

Relationship between WCa Ratios in the Soil Solution with the Dynamic of K in UZtisol and Vertisol of Upland Area ABSTRACT Iurnal Tanah dan Lingkungan,Vol. 6 No. 1, April 2004: 7-13 ISSN 1410-7333 HUBUNGAN NISBAH K/Ca DALAM LARUTAN TANAH DENGAN DINAMIKA HARA K PADA ULTISOL DAN VERTISOL LAHAN KERING I/ Relationship between

Lebih terperinci

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman 1. Menentukan mudah tidaknya ion-ion unsur hara diserap oleh tanaman. Pada umumnya unsur hara akan mudah diserap tanaman pada ph 6-7, karena pada ph tersebut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Blast Furnace Slag dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 4.1.1. ph Tanah dan Basa-Basa dapat Dipertukarkan Berdasarkan Tabel 3 dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian

Lebih terperinci

KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK

KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK Oleh : DEWI RATNASARI (A24104056) DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi p-issn: Volume 1 Nomor 2 Tahun 2017 e-issn:

Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi p-issn: Volume 1 Nomor 2 Tahun 2017 e-issn: STATUS HARA LAHAN SAWAH DAN REKOMENDASI PEMUPUKAN PADI SAWAH PASANG SURUT DI KECAMATAN RANTAU RASAU KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR JAMBI Busyra Buyung Saidi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kualitas tanah dalam hal kemampuannya untuk menyediakan unsur hara yang cocok dalam jumlah yang cukup serta dalam keseimbangan yang tepat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan dan Produksi Padi pada Berbagai Dosis Pemberian Terak Baja Dengan dan Tanpa Penambahan Bahan Humat Parameter yang digunakan dalam mengamati pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

Penetapan Rekomendasi Pemupukan Dengan PUTK (Perangkat Uji Tanah Lahan Kering)

Penetapan Rekomendasi Pemupukan Dengan PUTK (Perangkat Uji Tanah Lahan Kering) Penetapan Rekomendasi Pemupukan Dengan PUTK (Perangkat Uji Tanah Lahan Kering) Hingga saat ini di sebagian besar wilayah, rekomendasi pemupukan untuk tanaman pangan lahan kering masih bersifat umum baik

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK SLOW RELEASE UREA- ZEOLIT- ASAM HUMAT (UZA) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI VAR. CIHERANG

PENGARUH PUPUK SLOW RELEASE UREA- ZEOLIT- ASAM HUMAT (UZA) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI VAR. CIHERANG PENGARUH PUPUK SLOW RELEASE UREA- ZEOLIT- ASAM HUMAT (UZA) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI VAR. CIHERANG KURNIAWAN RIAU PRATOMO A14053169 MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pembuatan pupuk cair dan karakteristik pupuk cair ini dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 200 yang dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : DESI SIMANJUNTAK

SKRIPSI OLEH : DESI SIMANJUNTAK PENGARUH TEPUNG CANGKANG TELUR DAN PUPUK KANDANG AYAM TERHADAP ph, KETERSEDIAAN HARA P DAN Ca TANAH INSEPTISOL DAN SERAPAN P DAN Ca PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays. L) SKRIPSI OLEH : DESI SIMANJUNTAK 110301002

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Bulan Juni 2014 sampai Januari

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014 s/d juni 2014. Lokasi penelitian dilaksanakan di perkebunan PT. Asam Jawa Kecamatan Torgamba, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai pada bulan April 2010 sampai bulan Maret 2011 yang dilakukan di University Farm Cikabayan, Institut Pertanian Bogor untuk kegiatan pengomposan,

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2015. Lokasi pengambilan sampel tanah dilakukan di kawasan hutan konservasi Desa Kerumutan

Lebih terperinci

KAJIAN STATUS KESUBURAN TANAH DI LAHAN KAKAO KAMPUNG KLAIN DISTRIK MAYAMUK KABUPATEN SORONG. Mira Herawati Soekamto

KAJIAN STATUS KESUBURAN TANAH DI LAHAN KAKAO KAMPUNG KLAIN DISTRIK MAYAMUK KABUPATEN SORONG. Mira Herawati Soekamto KAJIAN STATUS KESUBURAN TANAH DI LAHAN KAKAO KAMPUNG KLAIN DISTRIK MAYAMUK KABUPATEN SORONG Mira Herawati Soekamto Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sorong Abstrak ISSN : 1907-7556 Tujuan penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat, tepatnya di Desa Karanglayung dan Desa Narimbang. Secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi merupakan komoditas utama yang selalu dibudidayakan oleh petani di Indonesia. Tetapi ada banyak hal yang menjadi kendala dalam produktivitas budidaya tanaman padi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan September 2011 di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

RESPON TANAMAN KARET DI PEMBIBITAN TERHADAP PEMBERIAN PUPUK MIKRO MAJEMUK

RESPON TANAMAN KARET DI PEMBIBITAN TERHADAP PEMBERIAN PUPUK MIKRO MAJEMUK RESPON TANAMAN KARET DI PEMBIBITAN TERHADAP PEMBERIAN PUPUK MIKRO MAJEMUK Nurjaya Balai Penellitian Tanah RINGKASAN Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH: JUL BAHORI PANGGABEAN AET - ILMU TANAH

SKRIPSI OLEH: JUL BAHORI PANGGABEAN AET - ILMU TANAH PENGARUH BAHAN MINERAL DAN AIR LAUT TERHADAP SIFAT FISIKA-KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN PADI DI LAHAN GAMBUT DATARAN TINGGI SKRIPSI OLEH: JUL BAHORI PANGGABEAN 090301065 AET - ILMU TANAH PRORGAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada bulan Maret hingga Juli

III. BAHAN DAN METODE. Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada bulan Maret hingga Juli 27 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di kebun percobaan BPTP Lampung, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada bulan Maret hingga Juli 2009.

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)=

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)= LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis ph H 2 O dengan ph Meter 1. Timbang 10 gram tanah, masukkan ke dalam botol kocok. 2. Tambahkan air destilata 10 ml. 3. Kocok selama 30 menit dengan mesin pengocok.

Lebih terperinci

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A34403066 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Tempat, dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Tempat, dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Tempat, dan Waktu Penelitian Lokasi pengambilan tanaman CAF bertempat di perkebunan BALITSA. Penelitian dilakukan dari bulan Januari - Desember

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci