TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Nematoda Puru Akar (NPA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Nematoda Puru Akar (NPA)"

Transkripsi

1 5 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Nematoda Puru Akar (NPA) Nematoda puru akar adalah nama umum untuk spesies Meloidogyne. Kata Meloidogyne berasal dari bahasa Yunani melon (apel atau labu) + oides, oid (menyerupai) + gyne (betina) = betina berbentuk apel (apple-shaped female) (Singh & Sitaramaiah 1994). Klasifikasi Meloidogyne spp. terdiri dari: super kingdom Eukaryota, kingdom Metazoa, phylum Nematoda, kelas Chromadorea, ordo Tylenchida, family Meloidogynidae, subfamili Meloidogyninae, genus Meloidogyne (CABI 2007). Meloidogyne spp. merupakan nematoda penyebab penyakit tanaman (phytonematodes) paling dikenal di seluruh dunia karena gejala pada bagian akar sangat menonjol dan spesifik yaitu menyebabkan puru pada akar tanaman. Hingga saat ini sekitar 100 spesies Meloidogyne yang telah dideskripsikan (Mitkowski & Abawi 2003). Sebanyak enam spesies diantaranya menjadi perhatian utama karena dapat menurunkan produksi tanaman dan merugikan secara ekonomi, yaitu M. incognita, M. javanica, M. arenaria, M. hapla, M. chitwoodi dan M. fallax (Adam et al. 2007). Biologi, Ekologi dan Distribusi Geografis NPA Biologi NPA Meloidogyne spp. termasuk nematoda endoparasit menetap dan bersifat obligat pada bagian akar dan umbi tanaman monokotil, dikotil, perdu dan berkayu. NPA termasuk penyebab penyakit utama pada tanaman pangan, sayuran, buah dan tanaman hias yang tumbuh di daerah tropis, subtropis, dan iklim sedang (Nickle 1991). Cara reproduksi dan siklus hidup Meloidogyne spp. sangat bervariasi antar spesies, beberapa bereproduksi secara amfimiksis (cross-fertilization), ada juga yang bereproduksi secara partenogenesis (obligatory mitotic parthenogenesis), dan yang lain dengan cross-fertilization dan partenogenesis (facultative meiotic parthenogenesis) (Eisenback et al. 1981). M. incognita, M. arenaria, M. hapla (ras B) dan M. javanica bereproduksi secara mitosis partenogenesis. M. chitwoodi,

2 6 M. exigua dan M. hapla (ras A) bereproduksi secara meiosis partenogenesis (Trianthaphyllou 1982) dan M. carolinensis, M. microtyla bereproduksi secara amfimiksis (Castagnone-Sereno 2006). Spesies NPA yang partenogenesis mempunyai perbandingan jenis kelamin bersifat epigenetik, yaitu sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti kepadatan koloni, kualitas tanaman inang dan suhu. Ketika kondisi lingkungan menguntungkan, larva berkembang menjadi betina, tetapi dalam kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, berkembang menjadi nematoda jantan (Trianthaphyllou 1982). Pada dasarnya semua spesies Meloidogyne mempunyai siklus hidup yang sama. Skema siklus hidup Meloidogyne spp. sebagai berikut: Gambar 1 Siklus hidup Meloidogyne spp. : Telur (A), Larva I (B), Larva II (C), Larva III (D), Larva IV (E), Larva V (dewasa) (F), Nematoda jantan dan betina (G) (

3 7 Tahap pertama siklus hidup dimulai dari telur. Nematoda betina dewasa berada di dalam akar menghasilkan telur yang disimpan dalam massa gelatin (paket telur), sebagian atau semuanya melekat pada jaringan akar, menyelubungi telur dan bertindak sebagai penghalang kehilangan air (CABI 2007). Terdapat sekitar telur berbentuk oval dalam satu paket telur, bahkan menurut Shurtleff dan Averre (2000) sampai 1000 atau lebih. Ukuran paket telur kadang lebih besar dari ukuran nematoda betina dewasa (Singh & Sitaramaiah 1994). Selain nematoda dewasa dan telur, ada empat fase larva dan empat kali ganti kulit dalam siklus hidup M. incognita. Larva I berkembang dalam telur, dan ganti kulit pertama biasanya terjadi di dalam cangkang, kemudian berkembang menjadi larva II, yang menembus ke dalam tanah atau jaringan tanaman. Larva II bergerak ke arah akar dan menumpuk di ujung akar, membuat luka kecil atau penetrasi bagian akar. Selanjutnya masuk ke jaringan korteks akar, kemudian bergerak di dalam akar secara interseluler untuk mencari tempat makan di dalam jaringan vaskuler. Meloidogyne spp. dapat menyebabkan terjadinya pembesaran sel yang merupakan respon tanaman terhadap sekresi nematoda (CABI 2007). Setelah nematoda mulai makan pada jaringan tanaman inang, ganti kulit kedua, ketiga dan keempat terjadi sehingga masing-masing menjadi larva stadia ketiga, keempat dan kelima atau dewasa. Fase ganti kulit, pertumbuhan dan perkembangan nematoda bersamaan dengan perkembangan sistem reproduksi pada kedua jenis kelamin. Larva II berganti kulit sebanyak tiga kali untuk menjadi imago jantan dengan tubuh seperti cacing (vermiform). Imago jantan hidup di luar akar dan tidak menginfeksi akar. Nematoda betina berbentuk seperti buah pir/bulat (pyriform), menetap di dalam jaringan tanaman dengan bagian posterior tubuhnya berada di permukaan akar. Betina dewasa mampu menghasilkan telur dalam jumlah banyak dan sebagian besar spesies NPA bereproduksi secara partenogenesis (Bekal & Lambert 2002). Siklus hidup terjadi selama 25 hari pada suhu 27 ºC, tetapi dapat lebih panjang tergantung pada tinggi rendah suhu lingkungan (Agrios 2005) dan tanaman inang (Shurtleff & Averre 2000). Suhu optimum untuk siklus hidup M. hapla adalah ºC. Nematoda M. hapla dapat bertahan hidup pada kondisi dingin (telur dan larva dapat bertahan pada suhu di bawah 0 C). Namun

4 8 nematoda ini kurang toleran terhadap kondisi suhu yang tinggi. Suhu optimum untuk siklus hidup M. javanica, M. incognita, dan M. arenaria sekitar ºC. M. javanica melengkapi siklus hidupnya selama hari pada suhu ºC tetapi pada suhu ºC siklus hidupnya selama hari (Singh & Sitaramaiah 1994). Satu generasi M. arenaria berlangsung selama 3 minggu, sedangkan pada kondisi dingin, siklus hidupnya berlangsung selama 2-3 bulan (CABI 2007). Beberapa jam setelah dihasilkan telur oleh betina, terjadi perkembangan embrio menjadi dua, empat, delapan sel dan seterusnya sampai terbentuk larva melingkar di membran telur dengan dilengkapi stilet (Singh & Sitaramaiah 1994). Ekologi NPA Nematoda parasit tanaman menggunakan kombinasi antara strategi bertahan hidup dan perilaku fisiologis untuk mengatasi kendala faktor biotik dan abiotik. Bagi nematoda endoparasit, bertahan di dalam jaringan tanaman atau membatasi mobilitas di lingkungan tanah merupakan cara menghindari kendala faktor biotik seperti serangan predator. Beberapa nematoda mempunyai kutikula yang tebal untuk melindungi diri dari serangan predator. Nematoda ektoparasit mempunyai strategi pertahanan diri dengan cara berpindah-pindah dari satu inang ke inang yang lain. Faktor suhu dan ketersediaan air menjadi kendala faktor abiotik bagi nematoda. Kemampuan cryptobiosis yang dimiliki nematoda menjadikan nematoda mampu mengatasi kekeringan, panas dan dingin sehingga dapat bertahan hidup (Bekal & Lambert 2002). Distribusi Geografis Kebanyakan NPA terdapat di daerah sekitar perakaran tanaman antara 5 sampai 25 cm dari permukaan tanah. Penyebaran NPA terutama oleh air atau tanah yang menempel pada peralatan pertanian atau terinfeksi oleh bahan tanam yang diangkut dari daerah terinfeksi ke daerah yang bebas infeksi (Agrios 2005). M. incognita, M. javanica, M. arenaria terutama tersebar di daerah tropis, sedangkan M. hapla, M. chitwoodi dan M. fallax terdapat di daerah dengan iklim sedang dan dingin (Adam et al. 2007). M. arenaria, M. hapla, M. incognita dan

5 9 M. javanica sudah ditemukan di Jawa, Sumatera, Nusa Tenggara dan Sulawesi. Nematoda tersebut juga ditemukan dan tersebar di wilayah Asia, Amerika, Oceania, Eropa dan Afrika. Keberadaan M. chitwoodi masih terbatas di Eropa, Afrika Selatan dan Amerika sedangkan M. fallax terdapat di Eropa dan wilayah Oceania (CABI 2007). Delapan spesies NPA yang belum terdapat di Indonesia dan tercantum dalam daftar OPTK A1 Badan Karantina Pertanian, yaitu : M. acronea, M. brevicauda, M. chitwoodi, M. cofeicola, M. decalineata, M. exigua Goeldi, M. naasi, M. oteifae (elm). Morfologi NPA Bentuk pola perineal (perineal pattern) nematoda betina dewasa merupakan karakter utama dalam identifikasi spesies NPA secara morfologi. Karakter lain yang dapat digunakan untuk idenfitikasi secara morfologi, yaitu bentuk nematoda pada setiap tahap siklus hidup, bentuk bagian tubuh dan ukuran dari larva dan nematoda jantan (Eisenback et al. 1980). Larva nematoda fase pertama dan kedua berbentuk seperti cacing dan berkembang di dalam telur masing-masing. Nematoda jantan dan betina dewasa spesies NPA mudah dibedakan berdasarkan bentuknya. Nematoda jantan berbentuk vermiform, yaitu bentuk tubuhnya seperti cacing dengan panjang tubuh mm dan diameter µm (Agrios 2005). Pada bagian kepala terdapat lubang mulut, bibir, stilet, lubang kelenjar dorsal (Dorsal Esophageal Gland Orifice/DEGO) dan median bulb. Bagian tubuh terdapat oesophagus (kerongkongan) dan intestine (usus) serta bagian ekor terdapat spikula dan gubernakulum (Nickle 1991). Nematoda betina dewasa berbentuk pyriform, yaitu bentuk tubuhnya seperti buah pir/bulat dengan panjang tubuh mm dan lebar mm (Agrios 2005). Metode pola perineal (perineal pattern) sering digunakan untuk membedakan spesies NPA berdasarkan bentuk lengkungan pada bagian posterior nematoda betina dewasa (Eisenback et al. 1980). Bentuk lengkungan pada bagian posterior dijadikan penciri utama untuk membedakan spesies NPA (Gambar 2).

6 10 M. javanica M. arenaria M. hapla M. incognita Gambar 2 Pola perineal M. javanica, M. arenaria, M. hapla, M. incognita ( Morfologi M. javanica M. javanica memiliki telur berbentuk oval dengan panjang (81) µm dan lebar (30) µm. Larva berbentuk vermiform dengan ukuran panjang µm. Panjang ekor berukuran µm dengan ujung ekor yang membulat hingga runcing, panjang stilet µm. Nematoda jantan berbentuk vermiform memiliki panjang tubuh µm, stilet kuat dengan panjang sekitar µm. M. javanica betina berbentuk pyriform dengan ukuran panjang (657) µm dan lebar (431) µm. Memiliki stilet yang kuat dengan panjang (16) µm. Pola perineal dengan ciri utama adanya garis lateral yang memisahkan lengkung dorsal dan lengkung ventral (Eisenback et al. 1991). Morfologi M. arenaria M. arenaria memiliki larva berbentuk vermiform dengan ukuran panjang (504) µm dan lebar (15) µm. Larva M. arenaria memiliki ekor yang panjang, berukuran (56) µm dengan ujung ekor yang membulat hingga runcing, memiliki stilet yang panjang, berukuran (11) µm. Nematoda jantan berbentuk vermiform dengan panjang tubuh mm dan lebar µm. Jantan memiliki stilet yang kuat dengan panjang (23µm) dan bagian ujungnya runcing. Betina. M. arenaria berbentuk pyriform, berwarna putih mutiara dengan ukuran panjang µm dan lebar µm. Nematoda betina memiliki stilet yang kuat dengan ukuran panjang (16) µm. Pola perineal mempunyai ciri pertemuan lengkung dorsal dan ventral membentuk

7 seperti bahu, ujung tonjolan kutikula bercabang seperti garpu (Eisenback et al. 1991). 11 Morfologi M. hapla M. hapla memiliki telur berbentuk oval dengan ukuran panjang (78) µm dan lebar (31) µm. Larva memiliki panjang tubuh berukuran (337) µm, panjang ekor (43) µm dan panjang stilet (11) µm. Nematoda jantan memiliki panjang tubuh berukuran (1139) µm, panjang stilet (20.0) µm dan lebar pangkal stilet (3.5) µm, panjang spikula (25.7) µm dan panjang gubernakulum (8.2) µm. Nematoda betina berbentuk pyriform dengan ukuran panjang (612) µm dan lebar (430) µm, memiliki stilet yang panjangnya (11) µm dan lebar pangkal stilet 2-3 (2) µm. Pola perineal memiliki ciri adanya tonjolantonjolan seperti duri pada daerah ujung ekor (Eisenback et al. 1991). Morfologi M. incognita M. incognita memiliki telur berbentuk oval dengan panjang µm dan lebar µm (32 µm). Larva berbentuk vermiform dengan ukuran panjang (405) µm. Panjang ekor berukuran (52) µm dengan ujung ekor yang membulat hingga runcing, panjang stilet µm. Nematoda jantan berbentuk vermiform, panjang tubuh µm memiliki stilet yang kuat dengan panjang µm dan bagian ujungnya runcing. Nematoda betina berbentuk pyriform, dengan ukuran panjang (609) µm dan lebar (415) µm. Betina M. incognita dilengkapi stilet yang kuat dengan ukuran panjang (14) µm. Pola perineal memiliki ciri lengkung dorsal berbentuk persegi (Eisenback et al. 1991). Karakterisasi NPA Berdasarkan Molekuler Metode identifikasi berdasarkan karakter morfologi memerlukan banyak keterampilan dan sering tidak meyakinkan untuk suatu spesies karena mempunyai variasi bentuk dan ukuran dalam suatu populasi. Identifikasi NPA berdasarkan karakter molekuler dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan alternatif deteksi untuk spesies Meloidogyne (Zijlstra et al. 2000).

8 12 Reaksi berantai PCR adalah suatu metode enzimatis untuk melipatgandakan secara eksponensial suatu sikuen nukleotida tertentu dengan cara in vitro. Empat komponen utama pada proses PCR adalah (1) DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan, (2) oligonukleotida primer, yaitu suatu sikuen oligonukleotida pendek (15-25 basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA, (3) deoksiribonukleotida trifosfat (dntp) terdiri atas datp, dctp, dgtp, dttp, dan (4) enzim DNA polimerase, yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA. Komponen lain yang juga penting adalah senyawa bufer. Proses PCR terjadi di dalam mesin PCR yang disebut thermocycler (Yuwono 2006). PCR dilakukan untuk siklus dalam mesin thermocycler dengan program pemanasan dan pendinginan. Tiap siklus reaksi PCR terdiri atas tiga tahap, yaitu pemisahan untai DNA (denaturation) terjadi pada suhu 95 C selama 3-4 menit, penempelan primer (annealing) pada suhu C selama 1-2 menit dan pembentukan untai DNA baru (extension) pada suhu 70 C selama 1-2 menit (Hooper et al. 2005). Metode diagnosa berbasis PCR telah dikembangkan di Inggris dan Amerika Serikat. Teknik ini cepat dan relatif mudah digunakan walaupun di laboratorium terpencil dan laboratorium dengan fasilitas terbatas (Dickinson 2005). Kondisi ini berbeda dengan di Indonesia, untuk deteksi dengan metode PCR diperlukan persiapan sarana, prasarana dan sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Peralatan yang diperlukan dalam proses PCR adalah mesin PCR, gel elektroforesis, alat dan sistem untuk memvisualisasikan hasil (UV transilluminator dan kamera). Sumber daya utama yang diperlukan adalah enzimenzim, bahan kimia dan peralatan plastik sekali pakai (Dickinson 2005). Diagnosa berbasis DNA memberikan solusi yang menarik karena tidak bergantung pada ekspresi genom yang dihasilkan, tidak terpengaruh oleh kondisi lingkungan dan tahap siklus hidup nematoda, sehingga berpotensi sangat diskriminatif (Zijlstra et al. 2000). Pada laporan yang lain Zijlstra (2000) berpendapat bahwa identifikasi spesies NPA yang akurat adalah persyaratan mendasar sebelum program penelitian atau strategi manajemen yang tepat dapat diterapkan khususnya bagi organisme pengganggu tumbuhan karantina.

9 13 Menurut Adam et al. (2007) beberapa metode identifikasi molekuler yang pernah dilakukan untuk mendeteksi Meloidogyne spp yaitu PCR oleh Harris et al. (1990) berhasil melakukan amplifikasi DNA mitokondria dari larva dengan reaksi PCR. Metode tersebut dikembangkan oleh Power dan Harris (1993) dengan merancang primer untuk amplifikasi daerah antara kode gen mitokondria untuk oksidasi sitokrom sub unit II dan primer 16S rrna dan digunakan untuk mengidentifikasi lima spesies Meloidogyne yaitu : M. incognita, M. javanica, M. arenaria, M. hapla dan M. chitwoodi. Metode identifikasi NPA berdasarkan PCR juga dilakukan oleh Cenis (1993) dengan amplifikasi hasil random amplified polymorphic DNA (RAPD) dari larva nematoda dalam dua reaksi terpisah berhasil menghasilkan amplifikasi pita spesies diagnostik dengan beberapa pita minor, meskipun sebagian reaksi tidak berhasil mengamplifikasi pita. Sementara itu Williamson et al. (1997) berhasil mengidentifikasi M. hapla dan M. chitwoodi menggunakan primer khusus sequence characterized amplified region (SCAR) untuk amplifikasi ekstrak DNA dari larva nematoda menggunakan metode gabungan proteinase K. Pada tahun 2000, Ziljstra menggunakan metode nested PCR untuk mengidentifikasi M. hapla, M. chitwoodi dan M. fallax dengan primer SCAR. Sedangkan Randig et al. (2001) berhasil menggunakan empat reaksi PCR dari ekstrak individu betina NPA. Barubaru ini Meng et al. (2004) merancang primer khusus SCAR untuk mengidentifikasi spesies Meloidogyne dari larva nematoda dan tiga reaksi PCR diperoleh dari ekstraksi larva spesies ini. Adam et al. (2007) membuat kunci identifikasi molekuler dan ukuran pita DNA untuk Meloidogyne spp. (Lampiran 2).

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nematoda Meloidogyne spp. adalah sebagai berikut

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nematoda Meloidogyne spp. adalah sebagai berikut TINJAUAN PUSTAKA Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) Klasifikasi Klasifikasi nematoda Meloidogyne spp. adalah sebagai berikut (Dropkin, 1991) : Filum Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Nematoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman Wortel: (a) Umbi wortel, (b) Bunga, (c) Bagian-bagian penampang wortel (Makmum 2007)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman Wortel: (a) Umbi wortel, (b) Bunga, (c) Bagian-bagian penampang wortel (Makmum 2007) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Wortel Tanaman Wortel dalam taksonomi tumbuhan termasuk ke dalam Kelas Dicotyledonae (berkeping dua), Ordo Umbeliferae, Genus Daucus, dan Spesies Daucus carota (L.) (Cahyono

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda Entomopatogen

TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda Entomopatogen 3 TINJAUAN PUSTAKA Nematoda Entomopatogen 1. Taksonomi dan Karakter Morfologi Nematoda entomopatogen tergolong dalam famili Steinernematidae dan Heterorhabditidae termasuk dalam kelas Secernenta, super

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Wortel (Daucus carota L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Wortel (Daucus carota L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Wortel (Daucus carota L.) Sistematika dan Biologi Wortel dalam taksonomi tumbuhan termasuk dalam divisi Spermatophyta, kelas Angiospermae, ordo Umbelliferales, famili Umbelliferae

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Pisang Sistem Perakaran Tanaman Pisang Sistem Bercocok Tanam Pisang

TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Pisang Sistem Perakaran Tanaman Pisang Sistem Bercocok Tanam Pisang 3 TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Pisang Tanaman pisang tumbuh subur di daerah tropis dataran rendah yang curah hujannya lebih dari 1250 mm per tahun dan rata-rata suhu minimum 15 0 C (Simmonds

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Kentang

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Kentang 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Sejarah Awal mulanya kentang diintroduksi dari Amerika Selatan ke Spanyol sekitar tahun 1570. Penerimaan masyarakat Spanyol menyebabkan penanaman dan distribusi kentang

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sekunder, cabang kipas, cabang pecut, cabang balik, dan cabang air

TINJAUAN PUSTAKA. sekunder, cabang kipas, cabang pecut, cabang balik, dan cabang air TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kopi (Coffea sp.) Adapun klasifikasi tanaman kopi (Coffea sp.) dari literatur Hasbi (2009) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisi Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Survei dan Pendataan

METODE PENELITIAN. Survei dan Pendataan METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan identifikasi penyebab penyakit umbi bercabang pada wortel dilakukan di Laboratorium Nematologi dan Laboratorium Virologi Departemen Proteksi Tanaman

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Cendawan Botryodiplodia theobromae Taksonomi Cendawan Bioekologi dan Nilai Ekonomi

TINJAUAN PUSTAKA Cendawan Botryodiplodia theobromae Taksonomi Cendawan Bioekologi dan Nilai Ekonomi 3 TINJAUAN PUSTAKA Cendawan Botryodiplodia theobromae Taksonomi Cendawan Klasifikasi cendawan Botryodiplodia theobromae (Alexopoulos et al. 1996) adalah sebagai berikut: Domain : Eukaryota Kingdom : Fungi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Nematologi, Laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Mycota

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman dioecious. Jenis kelamin betina menjamin keberlangsungan hidup suatu individu, dan juga penting

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada 5. Bioekologi 5.1. Gerak (movement) Nematoda seringkali disebut sebagai aquatic animal, karena pada dasarnya untuk keperluan gerak sangat tergantung adanya film air. Film air bagi nematoda tidak saja berfungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mitokondria Mitokondria merupakan salah satu organel yang mempunyai peranan penting dalam sel berkaitan dengan kemampuannya dalam menghasilkan energi bagi sel tersebut. Disebut

Lebih terperinci

BABn TINJAUAN PUSTAKA

BABn TINJAUAN PUSTAKA BABn TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kedelai {Glycine max L. Merril) Kedelai merupakan salah satu tanaman yang banyak ditanam di Indonesia walaupun bukan tanaman asli Indonesia. Secara sistematika tanaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu dari beberapa tanaman palma penghasil minyak yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan termasuk industri padat karya. Pengusahaan tanaman

Lebih terperinci

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI SPESIES NEMATODA PURU AKAR Meloidogyne PENYEBAB UMBI BERBINTIL PADA KENTANG APRILYANI

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI SPESIES NEMATODA PURU AKAR Meloidogyne PENYEBAB UMBI BERBINTIL PADA KENTANG APRILYANI DETEKSI DAN IDENTIFIKASI SPESIES NEMATODA PURU AKAR Meloidogyne PENYEBAB UMBI BERBINTIL PADA KENTANG APRILYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 iii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kentang (Solanum tuberosum)

TINJAUAN PUSTAKA. Kentang (Solanum tuberosum) TINJAUAN PUSTAKA Kentang (Solanum tuberosum) Kentang (Solanum tuberosum) awalnya didomestifikasi di Pegunungan Andes Amerika Selatan sekitar 8000 tahun yang lalu. Beberapa jenis tanaman di Andes yang memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lebarnya antara 0,3-0,4 mm. Stiletnya lemah, panjang stliet µm,

TINJAUAN PUSTAKA. lebarnya antara 0,3-0,4 mm. Stiletnya lemah, panjang stliet µm, TINJAUAN PUSTAKA Biologi Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) Kingdom : Animalia Filum : Nematoda Kelas : Anelida Ordo : Tylenchida Famili : Meloidogynidae Genus : Meloidogyne Spesies : Meloidogyne spp.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

Gambar 2.1 udang mantis (hak cipta Erwin Kodiat)

Gambar 2.1 udang mantis (hak cipta Erwin Kodiat) 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Udang Mantis 2.1.1 Biologi Udang Mantis Udang mantis merupakan kelas Malocostraca, yang berhubungan dengan anggota Crustasea lainnya seperti kepiting, lobster, krill, amphipod,

Lebih terperinci

REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Debbie S. Retnoningrum Sekolah Farmasi, ITB Pustaka: 1. Glick, BR and JJ Pasternak, 2003, hal. 27-28; 110-120 2. Groves MJ, 2006, hal. 40 44 3. Brown TA, 2006,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit yang sering terjadi pada peternakan ayam petelur akibat sistem

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit yang sering terjadi pada peternakan ayam petelur akibat sistem PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit yang sering terjadi pada peternakan ayam petelur akibat sistem pemeliharaan yang kurang baik salah satunya disebabkan oleh parasit (Murtidjo, 1992). Menurut Satrija

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Indonesia Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah beradaptasi dengan iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal ekor tipis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis, 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Trasmitted Helminth Soil Transmitted Helminth ( STH ) merupakan infeksi kecacingan yang disebabkan oleh cacing yang penyebarannya melalui tanah. Cacing yang termasuk STH

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian ini, terbukti bahwa pada akar tomat memang benar terdapat nematoda setelah dilakukan ekstraksi pertama kali untuk mengambil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: Divisi Kelas Subkelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. 6. Warna buah Buah masak fisiologis berwarna kuning (Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al.

II. TELAAH PUSTAKA. 6. Warna buah Buah masak fisiologis berwarna kuning (Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al. 4 II. TELAAH PUSTAKA Jabon (Neolamarckia sp.) merupakan tanaman yang tumbuh di daerah beriklim muson tropika seperti Indonesia, Malaysia, Vietnam dan Filipina. Jabon juga ditemukan tumbuh di Sri Lanka,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kamboja (Plumeria sp.)

II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kamboja (Plumeria sp.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kamboja (Plumeria sp.) Tanaman kamboja (Plumeria sp.) merupakan salah satu contoh dari famili Apocynaceae. Kamboja diketahui merupakan tumbuhan yang berasal dari Amerika

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit oleh B. theobromae Penyakit yang disebabkan oleh B. theobromae pada lima tanaman inang menunjukkan gejala yang beragam dan bagian yang terinfeksi berbeda-beda (Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis

Lebih terperinci

Induk udang rostris (Litopenaeus stylirostris) kelas induk pokok

Induk udang rostris (Litopenaeus stylirostris) kelas induk pokok Standar Nasional Indonesia Induk udang rostris (Litopenaeus stylirostris) kelas induk pokok ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

UNIVERSITAS SEBELAS MARET Pengaruh populasi awal Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) varietas hot beauty dan tm-888 UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh : Febriana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

ALIH BAHASA. Karakterisasi Molekuler dan Morfologi Populasi Luar Biasa Meloidogyne arenaria dari Pohon Traveler, Ravenala madagascariensis

ALIH BAHASA. Karakterisasi Molekuler dan Morfologi Populasi Luar Biasa Meloidogyne arenaria dari Pohon Traveler, Ravenala madagascariensis ALIH BAHASA Karakterisasi Molekuler dan Morfologi Populasi Luar Biasa Meloidogyne arenaria dari Pohon Traveler, Ravenala madagascariensis Nurul Dwi Handayani, SP. M.Si NIP. 19750621 200003 2 001 POPT Pertama/III-c

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Didalam Al-Qur an tertera dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh kokoh, leher pendek, paruh ramping dan cere berdaging. Distribusi burung Famili Columbidae tersebar

Lebih terperinci

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan: Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi Pertemuan Ke 9-10 TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berikut: Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae,

TINJAUAN PUSTAKA. berikut: Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Van Steenis (2003) bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Morfologi Pada penelitian ini digunakan lima sampel koloni karang yang diambil dari tiga lokasi berbeda di sekitar perairan Kepulauan Seribu yaitu di P. Pramuka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang sangat penting. Lahan tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi jagung tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan penularannya melalui tanah. Di Indonesia terdapat lima species cacing

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda, yaitu: Dusun Sidomukti, Desa Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang pada ketinggian 1200-1400

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SPESIES Meloidogyne PADA TANAMAN WORTEL (Daucus carota L.) DI KAWASAN AGROPOLITAN CIANJUR, JAWA BARAT HALIMAH

IDENTIFIKASI SPESIES Meloidogyne PADA TANAMAN WORTEL (Daucus carota L.) DI KAWASAN AGROPOLITAN CIANJUR, JAWA BARAT HALIMAH IDENTIFIKASI SPESIES Meloidogyne PADA TANAMAN WORTEL (Daucus carota L.) DI KAWASAN AGROPOLITAN CIANJUR, JAWA BARAT HALIMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 ii PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan sekuen non kode (sekuen yang tidak mengalami sintesis

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Sukmantoro et al. (2007) menyebutkan bahwa jumlah burung di Indonesia mencapai 1598 jenis dari

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT BAB I

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT BAB I DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

Meloidogyne incognita Penyebab Umbi Berbintil pada Kentang di Beberapa Sentra Produksi Kentang di Jawa

Meloidogyne incognita Penyebab Umbi Berbintil pada Kentang di Beberapa Sentra Produksi Kentang di Jawa ISSN: 0215-7950 Volume 11, Nomor 5, Oktober 2015 Halaman 143 149 DOI: 10.14692/jfi.11.5.143 Meloidogyne incognita Penyebab Umbi Berbintil pada Kentang di Beberapa Sentra Produksi Kentang di Jawa Meloidogyne

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada 2. Morfologi dan Anatomi Nematoda 2.1. Bentuk tubuh nematoda secara umum Bentuk tubuh nematoda parasit tanaman adalah silindris memanjang atau vermiform, meruncing pada bagian ujung kepala dan ekor, mikroskopis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi (Coffea spp.) Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% diekspor sedangkan

Lebih terperinci

PCR Cabinet, Thermocycler (PCR Mechine) and Real Time -PCR

PCR Cabinet, Thermocycler (PCR Mechine) and Real Time -PCR PCR Cabinet, Thermocycler (PCR Mechine) and Real Time -PCR Meet 6, Instrumentasi Bioteknologi Universitas Esa Unggul By: Seprianto, S.Pi, M.Si Thermocycler (Mesin PCR) Thermocyclers, or thermal

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS Meloidogyne spp., PENYEBAB PENYAKIT UMBI BERCABANG PADA WORTEL, Daucus carota (L.) DI JAWA TENGAH MUHAMAD TAHER

IDENTIFIKASI JENIS Meloidogyne spp., PENYEBAB PENYAKIT UMBI BERCABANG PADA WORTEL, Daucus carota (L.) DI JAWA TENGAH MUHAMAD TAHER IDENTIFIKASI JENIS Meloidogyne spp., PENYEBAB PENYAKIT UMBI BERCABANG PADA WORTEL, Daucus carota (L.) DI JAWA TENGAH MUHAMAD TAHER DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DNA Mitokondria Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga sistem organ. Dalam sel mengandung materi genetik yang terdiri dari DNA dan RNA. Molekul

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

KOMUNIKASI SINGKAT. Spesies Meloidogyne Penyebab Puru Akar pada Seledri di Pacet, Cianjur, Jawa Barat

KOMUNIKASI SINGKAT. Spesies Meloidogyne Penyebab Puru Akar pada Seledri di Pacet, Cianjur, Jawa Barat ISSN: 0215-7950 Volume 13, Nomor 1, Januari 2017 Halaman 26 30 DOI: 10.14692/jfi.13.1.26 30 KOMUNIKASI SINGKAT Spesies Meloidogyne Penyebab Puru Akar pada Seledri di Pacet, Cianjur, Jawa Barat Species

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman andaliman adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisio:

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman andaliman adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisio: 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Hsuang Keng (1978) dalam Wijaya (1999) menyatakan bahwa sistematika tanaman andaliman adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fungsi dan Struktur Mitokondria Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. Mitokondria berfungsi sebagai organ respirasi dan pembangkit energi dengan

Lebih terperinci

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit layu bakteri dapat mengurangi kehilangan hasil pada tanaman kentang, terutama pada fase pembibitan. Penyakit layu bakteri disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum

Lebih terperinci

KONSEP, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI PENYAKIT TANAMAN

KONSEP, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI PENYAKIT TANAMAN KONSEP, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI PENYAKIT TANAMAN DEFINISI PENYAKIT TANAMAN Whetzel (1929), penyakit adalah suatu proses fisiologi tumbuhan yang abnormal dan merugikan yang disebabkan oleh faktor primer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae,

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman semusim yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang mudah dikenali dan distribusinya tersebar luas di dunia. Dominan hidupnya di habitat terestrial. Kelimpahan

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

Ralstonia solanacearum

Ralstonia solanacearum NAMA : Zuah Eko Mursyid Bangun NIM : 6030066 KELAS : AET-2A Ralstonia solanacearum (Bakteri penyebab penyakit layu). Klasifikasi Kingdom : Prokaryotae Divisi : Gracilicutes Subdivisi : Proteobacteria Famili

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil, 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hama Symphilid Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil, berwarna putih dan pergerakannya cepat. Dalam siklus hidupnya, symphylid bertelur dan telurnya

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci