STRUKTUR ANATOMI DAN SIFAT FISIS SERTA ALTERNATIF TUJUAN PENGGUNAAN TIGA JENIS KAYU ASAL KALIMANTAN GILANG TEGUH RAHARJO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRUKTUR ANATOMI DAN SIFAT FISIS SERTA ALTERNATIF TUJUAN PENGGUNAAN TIGA JENIS KAYU ASAL KALIMANTAN GILANG TEGUH RAHARJO"

Transkripsi

1 STRUKTUR ANATOMI DAN SIFAT FISIS SERTA ALTERNATIF TUJUAN PENGGUNAAN TIGA JENIS KAYU ASAL KALIMANTAN GILANG TEGUH RAHARJO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Struktur Anatomi dan Sifat Fisis serta Alternatif Tujuan Penggunaan Tiga Jenis Kayu Asal Kalimantan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2013 Gilang Teguh Raharjo NIM E

4

5 ABSTRAK GILANG TEGUH RAHARJO. Struktur Anatomi dan Sifat Fisis serta Alternatif Tujuan Penggunaan Tiga Jenis Kayu Asal Kalimantan. Dibimbing oleh IMAM WAHYUDI. Kayu merupakan produk organisme hidup sehingga masing-masing jenis mempunyai sifat, karakter dan penampilan yang khas dan unik. Indonesia memiliki sekitar 4000 jenis pohon penghasil kayu, tetapi baru sekitar 95 jenis yang telah diteliti sifatnya secara lengkap. Oleh karena itu penelitian tentang sifatsifat kayu penting untuk terus dilakukan sebagai dasar untuk menentukan tujuan penggunaan dan proses pengolahan yang paling optimal. Diantara ribuan jenis pohon yang ada, Belangeran (Shorea Balangeran (Korth.) Buck), Bungur (Lagerstroemia speciosa Pers.) dan Medang (Cinnamomum spp.) merupakan tiga jenis pohon asal Kalimantan yang pemanfaatan kayunya masih belum optimal. Melalui penelitian tentang struktur anatomi dan sifat fisisnya diharapkan dapat lebih mengoptimalkan penggunaan ketiga jenis kayu tersebut dan bila memungkinkan dapat dijadikan alternatif sebagai kayu-kayu pengganti jenis-jenis yang selama ini telah digunakan yang ketersediaannya cenderung terus berkurang. Bahan utama adalah potongan kecil berupa lempengan kayu setebal 5 cm yang diambil dari bagian batang utama masing-masing jenis pada ketinggian 1,30 m dari permukaan tanah. Dari setiap lempeng diambil contoh uji yang mewakili parameter yang diteliti. Ciri makroskopis yang diamati terdiri dari warna, corak, tekstur kayu, arah serat, kilap, kesan raba, bau dan kekerasan, sedangkan ciri mikroskopisnya meliputi susunan, penggabungan, pengelompokan, tipe bidang perforasi dan isi pori; komposisi, ukuran, tipe dan isi jari-jari; tipe sel parenkim; serta dimensi serat. Pengamatan mikroskopis dilakukan terhadap preparat maserasi Schlutze dan preparat mikrotom Sass. Sifat fisis yang diuji meliputi kadar air, berat jenis dan kerapatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna ketiga jenis kayu yang diteliti bervariasi. Kayu Belangeran coklat kemerahan, kayu Bungur coklat pucat kemerahan, sedangkan kayu Medang coklat kekuningan. Perbedaan antara kayu teras dan gubalnya hanya terlihat jelas pada kayu Belangeran, sedangkan lingkaran tumbuh hanya terlihat jelas pada kayu Bungur. Kayu Belangeran dan Medang memiliki pola penyebaran pori tata baur, sedangkan kayu Bungur memiliki pola penyebaran pori tata lingkar. Susunan sel pembuluh (pori-pori kayu)nya soliter dan bergabung secara radial 2-4 sel. Noktah berumbai, tilosis dan saluran interseluler merupakan ciri khas pada kayu Belangeran, sedangkan ciri khas kayu Bungur adalah noktah berumbai dan kristal prismatik. Ciri khas pada kayu Medang berupa padatan putih kekuningan dan sel minyak. Kualitas serat ketiga jenis kayu yang diteliti dalam hubungannya sebagai bahan baku pulp dan kertas termasuk Kelas III. Dari segi kekuatan, kayu Belangeran cocok untuk tujuan struktural Kelas Kuat II, sedangkan kayu Bungur dan Medang Kelas Kuat III. Kayu Belangeran dan Bungur juga berpotensi sebagai bahan baku mebel dan furniture Kata kunci: Belangeran, Bungur, Medang, anatomi, fisis

6

7 ABSTRACT GILANG TEGUH RAHARJO. Anatomical Structure, Physical Properties and the Alternative Utilization of Three Wood Species from Kalimantan. Supervised by IMAM WAHYUDI. Wood is a product of living organism that has special characteristic and appearance. Every single species has its own character. Indonesia has about 4000 species of woody plants, but only 95 species have been studied comprehensively. Therefore, study on wood properties is very important not only for determining their proper utilization, but also for better processing and further treatments. Among thousands of existing wood species in Kalimantan, utilization of Belangeran (Shorea Balangeran (Korth.) Buck), Bungur (Lagerstroemia speciosa Pers.) and Medang (Cinnamomum spp.) woods is still limited and has not optimize yet. Through well understanding of their wood characteristics and properties, utilization of these three wood species become more optimize. It was hope that these three woods could be utilized as the alternative to replace the conventional species which tended to decrease year by year. The main material used is a small piece of wood (a disc 5 cm thick) extracted from tree stem at 1.3 meters above the ground from each species. From each disc, wood sample for every measurement was taken representatively following procedural standard. Macroscopic characteristics consist of wood color, figure, texture, grain, lustre, odor and hardness, while microscopic characteristics consist of pore (its arrangement and distribution, perforation plate, pitting structure on the cell wall and contain); ray parenchym (its size, composition and contain); type of axial parenchym and fiber morphology. Microscopic observation was conducted through the maceration specimens of Schlutze and the microtome specimens of Sass. Physical properties of wood consist of moisture content as well as density and specific gravity. The result showed that wood color of three species studied varied: reddish brown in Belangeran, pale brown to reddish in Bungur and yellowish brown in Medang. Heartwood and sapwood demarcation is clearly distinguished only in Belangeran wood, while growth ring is clearly only in Bungur wood. Diffuse pattern of pore was found in Belangeran and Medang woods, while ring porous pattern in Bungur wood. Generally, their vessels are solitary and radially multiple 2-4 cells. Vestured pit, tilosis and axial intercellular channels are the specific characters of Belangeran wood, while Bungur wood are vestured pit and prismatic crystal. Specific characters of Medang wood is yellowish white of amorphous material and oil cell (laticifer). Regarding to pulp and paper raw material, fiber quality of three wood species studied belong to Class III. In term of strengthness, these three wood species are suitable for structural purposes: Belangeran is for Strength Class II, while Medang and Bungur Strength Class III. Belangeran and Bungur woods are also potential as raw material of meubel and furniture. Keywords: Belangeran, Bungur, Medang, anatomy, physical

8

9 STRUKTUR ANATOMI DAN SIFAT FISIS SERTA ALTERNATIF TUJUAN PENGGUNAAN TIGA JENIS KAYU ASAL KALIMANTAN GILANG TEGUH RAHARJO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

10

11 Judul Skripsi : Struktur Anatomi dan Sifat Fisis serta Alternatif Tujuan Penggunaan Tiga Jenis Kayu Asal Kalimantan Nama NIM : Gilang Teguh Raharjo : E Disetujui oleh Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS Dosen Pembimbing Diketahui oleh Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, MSc Ketua Departemen Tanggal Lulus:

12

13 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini ialah struktur anatomi dan sifat fisis kayu, dengan judul Struktur Anatomi dan Sifat Fisis serta Alternatif Tujuan Penggunaan Tiga Jenis Kayu Asal Kalimantan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS selaku pembimbing, Bapak Dr. Ir. Jarwadi Budi Hernowo, M.Sc dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata sebagai Dosen Penguji serta Dr. Ir. Sucahyo Sadiyo, MS sebagai Ketua Sidang. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada bapak, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa, keikhlasan, bantuan, dukungan, pengertian dan perhatian yang diberikan. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Rizka Fitriani Wahyuningtyas, S.Hut dan keluarga atas perhatian, keikhlasan, bantuan dan dukungannya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Esti Prihatini, S.Si, Bapak Kadiman, Ibu Dra. Sri Rulliaty S, M.Sc, Bapak Usep, Bapak Romi, bi Isay, serta seluruh keluarga Bagian TPMK dan seluruh pegawai Pustekolah Bogor atas bantuannya selama melaksanakan penelitian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Februari 2013 Gilang Teguh Raharjo

14

15 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Ciri Makroskopis Kayu 2 Ciri Makroskopis Kayu 4 Sifat Fisis Kayu 8 Belangeran 9 Bungur 9 Medang 10 METODE 11 Waktu dan Tempat 11 Alat dan Bahan 11 Pelaksanaan Penelitian 12 Analisis Data 15 HASIL DAN PEMBAHASAN 15 Shorea balangeran (Korth.) Burck. - Dipterocarpaceae 15 Lagerstroemia speciosa Pers. - Lythraceae 18 Cinnamomum spp. - Lauraceae 21 Alternatif Penggunaan Berdasarkan Sifat Kayu 24 SIMPULAN DAN SARAN 26 Simpulan 26 Saran 26 DAFTAR PUSTAKA 26 LAMPIRAN 28 RIWAYAT HIDUP 44

16 DAFTAR TABEL 1 Kriteria kualitas serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dan kertas 8 2 Berat jenis dan kelas kuat beberapa jenis kayu Medang 11 3 Rata-rata dimensi serat dan sifat fisis kayu Belangeran 18 4 Rata-rata dimensi serat dan sifat fisis kayu Bungur 21 5 Rata-rata dimensi serat kayu Medang 24 6 Nilai turunan dimensi serat dan kualitas serat ketiga jenis kayu yang diteliti 25 7 Corak, sifat fisis dan kelas kuat ketiga jenis kayu yang diteliti 25 DAFTAR GAMBAR 1 Diagram Pengambilan Contoh Uji 12 2 Shorea balangeran (Korth.) Burck Shorea balangeran (Korth.) Burck Lagerstroemia speciosa Pers Lagerstroemia speciosa Pers Cinnamomum spp Cinnamomum spp. 23 DAFTAR LAMPIRAN 1 Rata-rata panjang serat kayu Belangeran dari empulur ke kulit 28 2 Rata-rata tebal dinding serat kayu Belangeran dari empulur ke kulit 29 3 Rata-rata tebal dinding serat kayu Belangeran dari empulur ke kulit 30 4 Rata-rata diameter lumen serat kayu Belangeran dari empulur ke kulit 31 5 Rata-rata panjang pori kayu Belangeran dari empulur ke kulit 32 6 Rata-rata diameter pori kayu Belangeran dari empulur ke kulit 32 7 Rata-rata panjang serat kayu Bungur dari empulur ke kulit 33 8 Rata-rata tebal dinding serat kayu Bungur dari empulur ke kulit 34 9 Rata-rata diameter serat kayu Bungur dari empulur ke kulit Rata-rata diameter serat kayu Bungur dari empulur ke kulit Rata-rata panjang pori kayu Bungur dari empulur ke kulit Rata-rata diameter pori kayu Bungur dari empulur ke kulit Rata-rata panjang serat kayu Medang dari empulur ke kulit Rata-rata tebal dinding serat kayu Medang dari empulur ke kulit Rata-rata diameter serat kayu Medang dari empulur ke kulit Rata-rata diameter serat kayu Medang dari empulur ke kulit Rata-rata panjang pori kayu Medang dari empulur ke kulit Rata-rata diameter pori kayu Medang dari empulur ke kulit Nilai kadar air, berat jenis dan kerapatan tiga jenis kayu yang diteliti 43

17 PENDAHULUAN Latar Belakang Kayu merupakan produk organisme hidup sehingga mempunyai sifat dan karakteristik yang sangat berbeda dibandingkan logam, plastik atau kaca. Masingmasing jenis kayu bahkan memiliki sifat, karakter dan penampilan yang unik dan khas. Sifat, karakter dan penampilan kayu yang unik dan khas tersebut inherent dalam struktur anatomi sel-sel penyusunnya (Bodig and Jayne 1982; Bowyer et al, 2003). Oleh karena itu dalam rangka pemanfaatan kayu secara bijak, sifat dan karakter yang ada dalam satu jenis perlu mendapat perhatian. Di hutan alam Indonesia diperkirakan terdapat lebih dari 4000 jenis tumbuhan penghasil kayu potensial. Sepuluh persen diantaranya atau sekitar 400 jenis memegang peranan penting sebagai penghasil kayu untuk berbagai tujuan penggunaan, dimana 258 jenis sudah diperdagangkan paling tidak secara lokal. Menurut Mandang dan Martawijaya (1987), sampai tahun 1986 baru sekitar 95 jenis yang telah diteliti sifat dasarnya secara lengkap. Oleh karena itu penelitian tentang sifat-sifat dasar kayu, khususnya kayu kurang dikenal sehingga kurang dimanfaatkan penting untuk terus dilakukan. Kegunaan kayu sangat bervariasi mulai dari sebagai bahan konstruksi bangunan dan perumahan, papan komposit, pulp dan kertas, hingga energi dan kayu bakar. Hal tersebut menjadikan kayu sebagai salah satu kebutuhan utama bagi manusia. Meskipun tersedia bahan lain sebagai pengganti kayu, manfaat penggunaan kayu tidak tergantikan. Sumberdaya hutan di Indonesia tersebar seluruh wilayah dari Sabang hingga Merauke. Jumlah flora di Pulau Kalimantan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah flora yang ada Benua Afrika. Kekayaan flora di Pulau Kalimantan bahkan setara dengan kekayaan flora di hutan Amazon yang ada di Brazilia, yang merupakan 2/3 kekayaan flora di dunia. Di pulau Kalimantan tercatat ada sebanyak 3000 jenis pohon. Pulau ini dikenal juga sebagai pusatnya famili Dipterocarpaceae, yaitu jenis pohon penghasil kayu komersial terpenting di Asia Tenggara. Diantara ribuan jenis pohon yang ada, tiga jenis pohon khas dari Kalimantan adalah Belangeran (Shorea balangeran (Korth.) Buck), Bungur (Lagerstroemia speciosa Pers.) dan Medang (Cinnamomum spp.). Meskipun ketiga jenis kayu tersebut telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, pemanfaatannya masih belum optimal karena masih bisa ditingkatkan. Melalui penelitian struktur anatomi dan sifat fisis kayunya, diharapkan dapat mengarahkan tujuan penggunaan yang lebih tepat. Kegiatan ini sekaligus dapat digunakan untuk menemukan kayu-kayu alternatif pengganti jenis-jenis kayu yang selama ini telah digunakan yang ketersediaannya cenderung terus berkurang. Dengan pengetahuan yang lebih lengkap tentang sifat-sifat dasar yang dimiliki, maka tujuan pemanfaatan ketiga jenis kayu tersebut dipastikan akan lebih optimal.

18 2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari struktur anatomi termasuk nilai turunan dimensi serat serta beberapa sifat fisis dari kayu Belangeran, Bungur dan Medang asal Kalimantan. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar dalam menentukan tujuan pemanfaatan dan pengolahan kayu yang lebih optimal. Informasi ilmiah terkait struktur anatomi, nilai turunan dimensi serat serta beberapa sifat fisis kayu yang dihasilkan akan berkontribusi langsung dalam kegiatan promosi pemanfaatan kayu tersebut dan dalam hal pengembangan proses serta teknologi pengolahan lebih lanjut. TINJAUAN PUSTAKA Ciri Makroskopis Kayu Sifat makroskopis kayu adalah sejumlah sifat atau ciri kayu yang dapat dilihat dengan jelas hanya dengan menggunakan mata atau maksimal dengan bantuan kaca pembesar (loupe) 10-20X. Disebut makroskopis karena pengamatan ini tidak membutuhkan mikroskop. Ciri makroskopis kayu juga penting karena sering ciri tersebut memberikan petunjuk tentang kondisi tumbuh pohonnya, sifatsifat fisiknya dan membantu dalam pengenalan jenis kayunya (Haygreen dan Bowyer, 1989). Mandang dan Pandit (2002) menyebutkan bahwa ciri umum kayu yang dapat diamati secara makroskopis diantaranya adalah warna dan corak, tekstur, arah serat, kilap, kesan raba, bau dan rasa serta kekerasan. Warna dan Corak Warna asli kayu sangat bervariasi dari hampir putih sampai berwarna hitam. Perbedaan warna kayu tidak terjadi pada macam atau jenis kayu yang berbeda saja, tetapi juga dapat terjadi dalam jenis yang sama, bahkan pada sebatang pohon. Warna kayu terkait dengan kandungan zat ekstraktif yang ada. Warna merupakan salah satu karakteristik kayu yang paling mencolok dan merupakan salah satu unsur penting yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi serta menambahkan nilai estetika suatu jenis. Biasanya, hanya kayu teras yang memiliki warna khusus. Warna kayu teras pada umumnya berwarna krem hingga hitam dengan corak yang paling umum adalah coklat dan coklat kemerahan (Core et al., 1979). Corak kayu terdapat pada beberapa jenis tertentu dan corak tersebut sulit untuk dijelaskan. Corak kayu merupakan gambaran khas pada permukaan kayu. Menurut Mandang dan Pandit (2002), corak dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor yaitu: 1. Adanya lingkaran tumbuh yang jelas akibat perbedaan kerapatan antara bagian kayu awal dan kayu akhir dalam satu riap tumbuh. Contoh pada kayu jati (Tectona grandis).

19 2. Adanya perbedaan warna jaringan penyusun kayu, seperti pada kayu bintangur (Calophyllum bicolor). 3. Adanya perbedaan intensitas pewarnaan pada lapisan-lapisan kayu yang dibentuk dalam jangka waktu yang berbeda, seperti pada kayu eboni (Diospyros celebica). Tekstur Tekstur berkaitan dengan kualitas permukaan kayu yang ditentukan oleh ukuran relatif sel-sel dominan penyusun kayu. Dikatakan bertekstur halus jika selsel dominan penyusun kayu terutama pembuluh dan serat berukuran kecil, sebaliknya bertekstur kasar jika sel-sel dominannya berukuran relatif besar (Mandang dan Pandit 2002). Menurut Wheeler et al. (2008), apabila diameter pori < 100 μm, maka kayu dikatakan bertekstur halus sedangkan apabila ukurannya > 200 μm, maka kayu dikatakan bertekstur kasar. Dengan diameter pori antara μm, maka kayu dikatakan bertekstur sedang. Arah Serat Arah serat adalah orientasi longitudinal dari sel-sel dominan penyusun kayu (Bowyer et al. 2003). Kayu dikatakan berserat lurus jika orientasi longitudinal dari sel-sel dominan penyusun kayu sejajar dengan arah sumbu batang dan dikatakan berserat miring jika orientasi longitudinal dari sel-sel dominan tersebut membentuk sudut terhadap sumbu batang. Serat miring dibedakan atas 4 macam yaitu serat terpadu (interlocked grain), serat berombak (wavy grain), serat terpilin (spiral grain) dan serat diagonal (Bowyer et al. 2003; Pandit dan Kurniawan 2008). Kilap Suatu jenis kayu dikatakan mengkilap jika permukaannya memantulkan cahaya. Ada jenis-jenis kayu yang kusam, agak mengkilap dan sangat mengkilap (Mandang & Pandit 2002). Kesan Raba Kesan raba dinilai dari licin atau kesatnya permukaan kayu. Penetapannya dilakukan dengan menggosok-menggosokan jari ke permukaan kayu. Beberapa jenis kayu terasa licin jika diraba. Biasanya kayu yang mempunyai tekstur halus dan berat jenis tinggi menimbulkan kesan raba yang licin. Kesan yang licin dapat pula bertambah jika kayu mengadung minyak (Mandang dan Pandit 2002). Bau dan Rasa Pada umumnya kayu mempunyai bau dan rasa tertentu apalagi waktu masih segar, tetapi kebanyakan bau dan rasa tersebut sulit untuk diterangkan. Hanya beberapa diantaranya yang mempunyai bau dan/atau rasa yang mudah dikenal (Mandang dan Pandit 2002). Kekerasan Kekerasan dinilai sangat lunak, lunak, agak lunak, agak keras, dan sangat keras. Penetapannya dilakukan dengan menyayat kayu pada arah tegak lurus serat. 3

20 4 Kayu yang semakin keras akan semakin sukar disayat dan bekas sayatannya pun mengkilap (Mandang dan Pandit 2002). Ciri Makroskopis Kayu Menurut Pandit dan Kurniawan (2008), sifat mikroskopis kayu adalah sifatsifat objektif yang baru dapat terlihat dengan jelas apabila menggunakan mikroskop sebagai alat bantu. Sifat mikroskopis umumnya bersifat struktural, artinya berhubungan langsung dengan struktur dan jaringan penyusun kayu. Sifat mikroskopis yang umumnya diamati adalah: Sel Pembuluh (Pori) Sel pembuluh atau pori hanya terdapat pada kayu daun lebar (Tsoumis 1991). Menurut Panshin dan de Zeeuw (1980), daun lebar (hardwood) berbeda dibandingkan kayu daun jarum (softwood) karena memiliki sel pembuluh yang ketika diamati pada penampang lintang terlihat seperti pori-pori kulit. Sel pembuluh berbentuk seperti pipa atau tabung yang tersusun secara longitudinal atau vertikal dan saling berhubungan membentuk saluran. Jaringan ini berfungsi untuk menyalurkan cairan dan sedikit hara mineral di dalam pohon. Ciri pembuluh dapat berbeda dari satu jenis kayu ke jenis yang lain. Ciri tersebut meliputi sebaran, susunan, diameter, frekuensi, bentuk bidang perforasi dan isi (Mandang dan Pandit 2002). Menurut Bowyer et al. (2003); Pandit dan Kurniawan (2008), struktur yang dapat diamati pada sel pembuluh adalah: 1. Bidang perforasi (Perforastion plates) Bidang perforasi adalah pertemuan antar dua sel pembuluh yang berurutan. Bidang perforasi ada tiga macam yaitu bidang perforasi tipe sederhana (simple perforation plate), bentuk tangga (scalariform perforation plate) dan bentuk saringan (reticulate perforation plate) atau bentuk jala (foraminate perforation plate) 2. Penyebaran pori Pola penyebaran pori pada kayu daun lebar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu tata baur (diffuse porous), tata lingkar (ring porous) dan semi tata lingkar (semi ring porous). Dikatakan tata baur apabila pori-pori besar dan kecil tersebar merata di bidang lintang. Pola tata lingkar menandakan adanya zonasi antara pori besar dan pori kecil dalam satu riap tumbuh. Peralihan diantara keduanya merupakan pola semi tata lingkar. 3. Pengelompokkan pori Terdapat tiga susunan pengelompokan pori yaitu: a. Pengelompokan radial dimana pori-pori berderet ke arah radial atau tersusun menurut arah jari-jari. b. Pengelompokan miring (oblique arrangement) dimana pori-pori tersusun menurut deretan miring atau membentuk sudut terhadap jarijari. c. Pengelompokan bentuk gerombol (pore cluster) dimana pori-pori bergerombol pada zona-zona tertentu, sementara pada zona lainnya kosong

21 4. Penyusunan atau penggabungan pori Pori-pori kayu tersusun atas dua pola yakni soliter dan bergabung. Dikatakan soliter apabila pori-pori terpisah satu dengan lainnya dan dikatakan bergabung bila pori-pori bersinggungan sedemikian rupa membentuk bidang singgung yang datar 5. Noktah antar sel pembuluh Noktah memiliki fungsi sebagai penghubung antara pori yang satu dengan pori yang terletak di sebelahnya. Noktah pada dinding pori pada dasarnya ada tiga tipe yaitu berhadap-hadapan (opposite), berselang-seling (alternate) dan berbentuk tangga (scalariform). 6. Diameter pori Diameter pori pada panampang lintang berbeda untuk tiap jenis kayu. Diameter pori dapat diukur dengan bantuan mikrometer. Ukuran diameter pori dibagi menjadi tiga kategori yaitu kecil (< 100 μm), sedang ( μm) dan besar (> 200 μm). 7. Jumlah pori per satuan luas Jumlah pori per mm² terdiri dari tiga kelas: a. Sedikit, bila jumlah pori < 5 sel per mm² b. Sedang, bila jumlah pori 5-10 sel per mm² c. Banyak, bila jumlah pori > 10 sel per mm² 8. Isi sel pembuluh Isi pori dapat berupa tilosis atau endapan padat berwarna tergantung dari jenis kayu. Tilosis adalah suatu zat yang dimampatkan di dalam pori, tidak padat dan juga tidak cair, tidak berwarna tetapi bening dan dapat memantulkan cahaya. Zat pengisi selain tilosis dapat berupa padatan atau amorf dengan warna tertentu. Warna padatan ini sering khas menurut jenis tertentu sehingga mempunyai nilai yang penting untuk identifikasi. Sel Parenkim Parenkim merupakan jaringan yang berfungsi untuk menyimpan bahan makanan cadangan. Menurut penyusunnya, parenkim dibedakan menjadi 2 macam yaitu parenkim aksial yang tersusun vertikal dan parenkim jari-jari yang tersusun secara horizontal (Pandit dan Kurniawan 2008). Wheeler et al. (2008) menyebutkan jenis parenkim yang digunakan sebagai dasar identifikasi, yaitu: 1. Parenkim aksial apotrakeal, yaitu parenkim yang tidak berhubungan dengan pembuluh, terdiri dari parenkim aksial baur (diffuse) dan parenkim aksial kelompok baur (diffuse in aggregate). 2. Parenkim aksial paratrakeal, yaitu parenkim aksial yang berhubungan dengan pembuluh atau trakeida vaskular. Parenkim aksial paratrakeal terdiri dari parenkim aksial paratrakeal jarang, parenkim aksial vasisentrik, parenkim aksial paratrakeal sepihak. 3. Parenkim aksial bentuk pita, terdiri dari parenkim bentuk pita dengan lebar lebih dari tiga sel, parenkim bentuk pita tipis 1-3 sel, parenkim aksial bentuk jala (bentuk retikulat), bentuk tangga (scalariform) dan parenkim marginal atau menyerupai pita-pita marginal. 4. Untaian parenkim, yaitu jajaran sel-sel parenkim aksial yang terbetuk melalui pembagian secara transversal terhadap satu sel kambium fusiform awal. 5

22 6 Serat Serat adalah sel-sel dominan penyusun kayu dan berfungsi sebagai penyedia tenaga mekanis bagi batang. Pada kelompok hardwood, yang dimaksud dengan serat adalah sel-sel serabut, sedangkan pada kelompok softwood adalah sel-sel trakeida aksial. Serat pada umumnya merupakan sel yang langsing (panjangnya lebih dari 10X ukuran diameternya) dan berdinding relatif tebal dibandingkan sel lainnya, meski juga bervariasi (Pandit dan Kurniawan 2008). Dimensi serat yang umum diamati adalah panjang, diameter, tebal dinding dan diameter lumennya. Panjang serat berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik kertas seperti kekuatan dan kekakuan. Serat panjang memungkinkan terjadinya ikatan antar serat yang lebih kuat, tetapi akan mengakibatkan kertas menjadi semakin kasar. Serat kayu yang lebih panjang akan menghasilkan kertas yang semakin kaku karena memiliki daerah ikatan antar serat yang lebih luas pada saat penggilingan, serta sifat penyebaran tekanan (stress transfer) yang lebih baik. Di sisi lain, kertas yang terbuat dari serat yang pendek akan lebih halus dan seragam. Sifat kekuatan lembaran kertas yang dipengaruhi oleh ukuran panjang serat adalah ketahanan sobek, ketahanan tarik dan ketahanan lipat (Casey 1980). Diameter serat berpengaruh terhadap sifat kekuatan pulp, pembentukan lembaran, ikatan antar serat dan kekuatan serat dalam lembaran. Serat dengan diameter besar dan berdinding tipis mampu memberikan ikatan antar serat yang kuat dengan kekuatan lembaran tinggi. Ada dua pengertian diameter yaitu diameter serat dan diameter lumen. Casey (1980) menggolongkan diameter serat menjadi tiga kelas, yaitu: serat berdiameter besar (0,025-0,040 mm), serat berdiameter sedang (0,010-0,025 mm), serat berdiameter kecil (0,020-0,010 mm). Casey (1980) menyatakan bahwa tebal dinding serat dapat menentukan sifat-sifat kertas. Dinding serat yang tebal akan membuat lembaran kertas menjadi kasar dan tebal serta memiliki kekuatan sobek yang tinggi, tetapi kekuatan tarik dan lipat dari lembaran kertas tersebut relatif rendah. Hal tersebut terjadi karena serat berdinding tipis lunak dan mudah memipih, sehingga memberikan permukaan yang luas untuk ikatan antar serat yang lebih baik. Kualitas serat merupakan salah satu dasar untuk mengetahui kemungkinan penggunaan suatu jenis kayu sebagai bahan baku pulp dan kertas. Penetapan kualitas serat diantaranya berdasarkan pada nilai dimensi serat beserta turunannya. Nilai-nilai turunan dimensi serat yang umum digunakan adalah: 1. Perbandingan Runkel atau Runkel ratio (RR) RR menyatakan perbandingan antara dua kali tebal dinding serat dengan diameter lumen. Jenis-jenis kayu tropis digolongkan ke dalam: a. Golongan I : dinding serat sangat tipis, lumen lebar, RR = 0,25 b. Golongan II : dinding serat tipis, lumen lebar, RR = 0,25-0,50 c. Golongan III : dinding serat dan lumen sedang, RR = 0,50-1,00 d. Golongan IV : dinding serat tebal, lumen sempit, RR = 1,00-2,00 e. Golongan V : dinding serat sangat tebal, lumen sempit, RR = 2,00 Serat dengan RR yang rendah menunjukkan bahwa serat tersebut memiliki dinding yang tipis tetapi diameter lumennya lebar, sehingga pulp yang dihasilkan akan lebih mudah digiling dan memiliki daerah ikatan antar serat yang lebih luas sehingga akan menghasilkan lembaran kertas yang memiliki kekuatan tarik dan kekuatan lipat yang tinggi.

23 2. Daya tenun atau felting power (FP) FP adalah perbandingan antara panjang serat dengan diameter serat, yang berpengaruh terhadap kekuatan sobek kertas. Serat berdinding tipis akan cenderung memberikan kekuatan sobek yang rendah. Jalinan ikatan antar serat yang baik dapat diperoleh dari serat yang lebih panjang, dan dapat berperan meningkatkan kekuatan sobek kertas. 3. Perbandingan Muhlsteph atau Muhlsteph ratio (MR) MR adalah perbandingan antara luas penampang dinding serat dengan luas penampang lintang serat yang dihitung dengan rumus: MR = {(d 2 - l 2 ) / d 2 } x 100%, dimana: d = diameter serat, dan l = diameter lumen. MR berpengaruh terhadap kerapatan lembaran pulp. Serat kayu dengan MR yang tinggi memiliki luas permukaan yang lebih kecil sehingga luas daerah ikatan dan kontak antar seratnya berkurang. Hal ini menyebabkan lembaran kertas yang dihasilkan cenderung memiliki ketahan tarik dan ketahanan retak yang rendah. 4. Perbandingan fleksibilitas atau flexibility ratio (FR) FR adalah perbandingan antara diameter lumen dengan diameter serat, yang berperan dalam perkembangan kontak antar serat (fiber to fiber contact). Serat dengan FR tinggi, tebal dindingnya relatif tipis dan mudah berubah bentuk. Kemampuan berubah bentuk ini menyebabkan persinggungan antar permukaan serat lebih leluasa dan lebih mudah ditarik kedalam kontak yang dekat satu sama lain oleh gaya tegangan permukaan ketika air menguap pada tahap pembuatan lembaran dan pengeringan kertas. Hal ini mendukung terjadinya ikatan antar serat yang lebih sempurna sehingga menghasilkan lembaran dengan sifat kekuatan yang baik, porositas yang rendah dan kerapatan kertas yang tinggi. 5. Koefisien kekakuan atau coefficient of rigidity (CR) CR adalah perbandingan antara tebal dinding serat dengan diameter serat, dimana nilai koefisien ini mempunyai hubungan negatif dengan kekuatan tarik kertas. CR yang tinggi menunjukkan bahwa serat tersebut memiliki kerapatan yang tinggi pula. Panshin dan de Zeeuw (1980) menyatakan bahwa kerapatan serat yang tinggi berpengaruh baik terhadap rendemen pulp. Selain itu, jenis serat kayu berkerapatan tinggi juga dapat menghasilkan lembaran kertas dengan opasitas tinggi, lebih kasar, dimensi yang lebih besar dan ketahanan sobek tinggi. Namun, lembaran kertas yang dihasilkan lebih kaku sehingga memiliki ketahanan lipat yang rendah. Jumlah ikatan serat yang terdapat pada lembaran kertas juga lebih sedikit sehingga cenderung memiliki ketahanan tarik dan retak yang rendah. Tabel 1 memuat kriteria kualitas serat sebagai bahan baku pulp dan kertas. 7

24 8 Tabel 1 Kriteria kualitas serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dan kertas Kriteria Kelas I Kelas II Kelas III Syarat Nilai Syarat Nilai Syarat Nilai Panjang Serat (μ) > < Runkel Ratio (RR) < 0, ,25-0, ,50-1,0 25 Felting Power (FP) > < Muhlsteph Ratio (MR) < Flexibility Ratio (FR) > 0, ,50-0,80 50 < 0,50 25 Coefficient of Rigidity (CR) < 0, ,10-0,15 50 > 0,15 25 Nilai < 225 Sumber: Rachman dan Siagian (1976) Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu ialah karakteristik kuantitatif dan ketahanan terhadap pengaruh dari luar. Menurut Bowyer et al. (2003) sifat fisis kayu yang penting dan mempengaruhi sifat mekanis kayu adalah kadar air, kerapatan dan berat jenis. Kadar Air Panshin dan de Zeeuw (1980) mendefinisikan kadar air sebagai banyaknya air yang terkandung dalam kayu. Kadar air kayu sangat dipengaruhi oleh sifat higroskopis kayu. Air dalam kayu tediri dari air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-sama menentukan kadar air kayu. Air yang terdapat dalam rongga sel kayu disebut sebagi air bebas (free water), sedangkan yang terdapat di dalam dinding sel dinamakan air terikat (bounded water). Kadar air segar dalam satu pohon bervariasi tergantung tempat tumbuh dan umur pohon. Kadar air kayu akan berubah sesuai dengan kondisi iklim tempat dimana kayu berada akibat dari perubahan suhu dan kelembaban udara (Bowyer et al. 2003). Berat Jenis (Spesific gravity) Berat jenis merupakan nilai perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan benda standar. Berat standar yang digunakan adalah air destilata yang pada suhu 4ºC mempunyai kerapatan 1 gram per centimeter 2. Berat jenis juga didefinisikan sebagai berat kayu kering per satuan volume (Bowyer et al. 2003). Berat jenis kayu tergantung dari jumlah zat kayu, rongga sel, kadar air dan zat ekstraktif didalamnya. Umumnya makin tinggi BJ kayu, kayu semakin berat dan semakin kuat pula. Kerapatan (Density) Kerapatan kayu merupakan perbandingan antara massa atau berat kayu dengan volumenya yang dinyatakan dalam kg/m³ atau g/cm³. Kerapatan kayu didefinisikan sebagai jumlah bahan penyusun dinding sel kayu maupun zat-zat lain, dimana bahan tersebut memberikan sifat kekuatan pada kayu (Bowyer et al. 2003).

25 9 Belangeran Martawijaya et al. (2005) menjelaskan ciri botanis pohon dan kayu Belangeran sebagai berikut: nama ilmiah dari Belangeran adalah Shorea balangeran (Korth.) Burck anggota dari famili Dipterocarpaceae. Nama daerahnya adalah belangeran, belangir, belangiran dan melangir (Sumatera); serta balangiran, belangiran, kahoi, kahui dan kawi (Kalimantan). Pohon ini tersebar di daerah Sumatera Selatan (Bangka dan Belitung), Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Tinggi pohon dapat mencapai m dengan panjang batang bebas cabang sampai 15 m, diameter 50 cm dan tidak memiliki banir. Kulit luar pohon ini berwarna merah tua sampai hitam, sedikit beralur dangkal, dengan tebal kulit 1-3 cm dan kulit tidak mengelupas. Ciri diagnostik kayu Belangeran dapat dilihat dari aspek warna, yaitu kayu teras berwarna coklat-merah atau coklat tua sedangkan kayu gubalnya berwarna putih kekuning-kuningan atau merah muda. Memiliki tekstur agak kasar sampai kasar dengan arah serat lurus atau agak berpadu. Strukrur anatomi kayu Belangeran yaitu memiliki pori yang sebagian besar soliter kadang-kadang terdapat gabungan pori 2-4 dalam arah radial, diameter pori µm dan berjumlah 4-10 pori per mm 2, dengan pori yang berisi tilosis dan kadang-kadang berisi zat berwarna coklat, dengan bidang perforasi sederhana. Sel parenkim paratrakeal berupa selubung lengkap, aliform dan konfluen, parenkim apotrakeal berbentuk pita di sekeliling saluran damar. Jari-jari heteroselular, umumnya multiseriat, dengan lebar µm, tinggi µm dengan frekuensi 5-10 per mm. Kayu Belangeran memiliki berat jenis 0,86 (0,73-0,98) dengan kelas kuat II- I dan kelas awet II-(I-III). Kayu Belangeran dapat digunakan untuk balok dan papan pada bangunan perumahan dan jembatan, lunas perahu, bantalan dan tiang listrik (diawetkan). Bungur Menurut Martawijaya et al. (2005), ciri botanis pohon dan kayu Bungur adalah sebagai berikut: nama latinnya adalah Lagerstroemia speciosa Pers. dari famili Lythraceae. Nama daerahnya adalah bungur, ketangi dan wungu (Jawa); Bungur dan Bungur lilin (Sumatera); Bungur atau muhur (Kalimantan); langoti, lohuwa dan omdolu (Sulawesi); serta bungir atau mundi (NTT). Pohon ini tersebar di daerah Riau, Jambi, Sumatera Selatan (Palembang), Lampung, seluruh Jawa dan Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, serta seluruh Selawesi dan Nusa Tenggara Timur. Tinggi pohon dapat mencapai 30 m dengan panjang batang bebas cabang sampai 17 m, diameter sampai 90 cm dan tidak berbanir. Kulit luar berwarna kelabu, tidak beralur dan mengelupas dalam lembaran tipis. Ciri umum kayu Bungur diantaranya adalah teras berwarna coklat-merah pucat sampai coklat kuning kemerah-merahan atau coklat-merah. Kayu gubal berwarna coklat-kuning muda sampai putih kelabu, kadang-kadang semu merah jambu. Tekstur kayu agak halus sampai agak kasar dan tidak merata dengan arah serat yang lurus atau berpadu.

26 10 Struktur anatomi kayu Bungur yaitu pori tersusun dalam tata lingkar, sebagian soliter, sebagian bergabung 2-3 dalam arah radial, diameter pori pada batas lingkaran tumbuh µm, sedangkan diantara lingkaran tumbuh µm. Pori berisi tilosis dengan jumlah pori 2-6 pori per mm 2. Kayu Bungur memiliki sel parenkim yang sangat banyak, termasuk tipe paratrakeal bersambungan, terutama pada bagian kayu di antara batas lingkaran tumbuh. Jarijarinya homoselular, uniseriat dan biseriat, dengan lebar µm, tinggi µm dan frekuensi 9-17 per mm. Kayu Bungur memiliki berat jenis 0,69 (0,58-0,81) dengan Kelas Kuat II-III dan Kelas Awet II-III. Kayu Bungur dapat digunakan untuk bangunan perumahan (papan, balok, tiang, rangka pintu dan jendela), jembatan, bantalan, perkapalan (kulit dan gading-gading), roda, jari-jari roda, batang cikar, papan dinding, papan lantai, alat-alat pertanian (misalnya weluku), alu, tong dan barang bubutan. Selain itu karena coraknya yang indah, mungkin baik digunakan juga untuk mebel. Medang Menurut Martawijaya et al. (2005), nama Medang berlaku untuk semua jenis kayu dalam famili Lauraceae, kecuali genus Eusideroxylon. Jumlah genus dan spesies dalam famili ini sangat banyak. Karena terdapat masalah taksonomi yang begitu kompleks dan memerlukan revisi, terdapat ketidakpastian dalam hal pemberian nama genus maupun spesies. Oleh karena itu jenis-jenis kayu dalam famili ini (kecuali Eusideroxylon) untuk sementara masih dikelompokkan dalam satu jenis kayu perdagangan dengan nama medang, meskipun mungkin ada genus atau spesies yang mempunyai sifat yang berlainan. Oleh karena penjelasan di atas, terdapat beberapa nama botanis dari Medang, yaitu Alseodaphne spp., Cinnamomum spp., Dehaasia spp., Litsea spp., family Lauraceae (terutama Alseodaphne umbelliflora Hook.f., Cinnamomum parthenoxylon Meissn., Dehaasia caesia BI., D. cuneata BI., Litsea firma Hook.f., Litsea odorifera Val., Phoebe opaca BI.). Pohon Medang tersebar di seluruh Indonesia. Tinggi pohon dapat mencapai 35 m, panjang batang bebas cabang m, diameter sampai 90 cm. batang pada umumnya berdiri tegak, berbentuk silindris, kulit luar berwarna kelabu, kelabucoklat, coklat-merah sampai merah tua, kadang-kdang beralur dangkal atau mengelupas kecil-kecil. Pada L. firma dan L. odorifera banir dapat mencapai tinggi 2 m, sedangkan C. parthenoxylon tidak berbanir. Ciri umum kayu Medang yaitu teras bervariasi dari kuning sampai hijau zaitun, coklat-merah muda, merah-coklat, coklat-kuning, coklat tua, bahkan sampai coklat kehitam-hitaman tergantung kepada jenis botanisnya. Kayu gubal umumnya berwarna putih atau kuning muda dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras. Tektur kayu Medang agak halus atau agak kasar dan merata dengan arah serat lurus, agak bergelombang atau berpadu. Hampir semua kayu Medang berbau aromatis bila masih segar, terutama pada L. odorifera dan Cinnamomum spp. Bau aromatis ini lambat laun menghilang, tetapi pada beberapa jenis dapat bertahan beberapa tahun atau muncul kembali jika dibuat sayatan baru. Terdapat ciri khas lainnya dari kayu Medang yaitu memiliki noda di bagian empulur.

27 Struktur anatomis kayu Medang (dalam hal ini untuk C. parthenoxylon) adalah pori soliter dan bergabung 2-4 sel dalam arah radial, tersusun dalam kelompok mengarah radial atau tangensial, kadang-kadang bergerombol, diameter µm, terkadang sampai 300 µm dan umumnya berisi tilosis. Sel parenkim jarang sampai agak banyak, termasuk tipe paratrakeal berbentuk selubung lengkap, cenderung untuk bersambungan, kadang-kadang terdapat parenkim terminal. Jari-jari sangat halus atau agak halus, sangat pendek atau pendek, terkadang tampak susunan jari-jari tidak teratur pada bagian transversal. Tabel 2 memuat data berat jenis dan kelas kuat untuk kayu Medang. Tabel 2 Berat jenis dan kelas kuat beberapa jenis kayu Medang Spesies Berat Jenis Kelas Kuat A. umbelliflora 0,52 (0,49-0,75) III C. parthenoxylon 0,63 (0,40-0,86) II-III D. caesia 0,82 (0,70-1,08) II D. cuneata 0,77 (0,59-0,97) II L. firma 0,56 (0,39-0,76) III-(II) L. firma 0,51 (0,42-0,58) III P. opaca 0,57 (0,48-0,62) III Sumber: (Martawijaya et al. 2005) Kayu Medang termasuk Kelas Awet II-IV. Jenis Medang yang kurang awet biasa dipakai untuk membuat papan dan kano, sedangkan jenis yang lebih awet dapat dipakai untuk tiang, balok dan rusuk. Kayu C. parthenoxylon lazim digunakan untuk membuat lesung. Kayu Medang mempunyai banyak jenis yang cocok untuk barang kerajinan (Martawijaya et al. 2005). METODE 11 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai September hingga Desember 2012 di Laboratorium Sifat Dasar Kayu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium Anatomi Tumbuhan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Hutan dan Pengolahan Hasil Hutan (PUSTEKOLAH), Bogor. Alat dan Bahan Bahan utama yang digunakan adalah potongan kayu Belangeran (Shorea balangeran (Korth.) Buck), Bungur (Lagerstroemia speciosa Pers.) dan Medang (Cinnamomum spp.) yang berbentuk lempengan (disk) setebal 5 cm. Lempengan tersebut berasal dari bagian batang utama pada ketinggian sekitar 1,30 m dari permukaan tanah. Umur pohon tidak diketahui, namun diameter batang masingmasing jenis tercatat sebesar 20,25 cm (Belangeran), 23,30 cm (Bungur) dan 23,30 cm (Medang). Ketiga jenis kayu berasal dari Desa Muara Muntai Ilir, Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Bahan lainnya terdiri dari alkohol 10%, 30%, 50%, 70% dan alkohol absolut, safranin, gliserin, aquades, KClO 3, HNO 3 50%, karboksilen, toluena dan entelan.

28 12 Peralatan yang digunakan adalah object glass, cover glass, tabung reaksi, gelas ukur, cawan petri, pipet, waterbath, wadah bekas film, kuas, kertas saring, kertas lakmus, gergaji, cutter, loupe, mikroskop, kamera digital, kamera mikrofoto dan mikrotom datar. Pelaksanaan Penelitian Persiapan contoh uji Untuk keperluan pengamatan makroskopis dan pembuatan sayatan mikrotom dibuat contoh uji dengan ukuran 5 cm x 2 cm x 2 cm, sedangkan untuk pembuatan sayatan maserasi dan uji sifat fisis dibuat contoh uji berukuran 5 cm x 1 cm x 1 cm. Metode pengambilan contoh uji dari masing-masing pohon disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 Diagram Pengambilan Contoh Uji Keterangan: (a) Batang Pohon, (b) Lempengan (disc), (c) Contoh uji ciri makroskopis dan mikrotom, (d) Contoh uji sayatan maserasi (e) Contoh uji sifat fisis Pengamatan ciri makroskopis Ciri makroskopis yang diamati meliputi warna, corak, tekstur dan arah serat, kilap, kesan raba, bau dan kekerasan. Pengamatan dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Warna. Dokumentasi warna kayu dilakukan terhadap penampang tangensialnya. Permukaan kayu terlebih dahulu dihaluskan dan dibasahkan

29 agar lebih segar. Warna kayu bagian teras ataupun gubal dalam kondisi kering pada penampang melintang juga diamati. 2. Corak. Pengamatan corak dilakukan berdasarkan gambaran lingkaran (riap) tumbuh di penampang lintang atau jelas tidaknya perbedaan antara kayu awal dan kayu akhir di penampang tangensial atau radial. 3. Tekstur. Tekstur kayu diamati secara kuantitatif dengan membaginya kedalam beberapa kategori yaitu halus, sedang dan kasar berdasarkan ukuran diameter tangensial pori (Wheeler et al. 2008). 4. Arah Serat. Penentuan arah serat dilakukan dengan mengamati arah orientasi longitudinal sel-sel dominan penyusun kayu terhadap sumbu batang. Arah serat juga dapat diamati melalui hasil dokumentasi warna atau corak kayu. 5. Kilap. Ada jenis kayu yang kusam, agak mengkilap dan ada pula yang sangat mengkilap tanpa dipolitur. Suatu jenis kayu dikatakan mengkilap jika permukaannya bersifat memantulkan cahaya. 6. Kesan raba. Kesan raba dinilai licin atau kesat dengan cara menggosokgosokkan jari ke permukaan kayu. Biasanya kayu yang mempunyai tekstur halus serta berat jenis tinggi menimbulkan kesan raba yang licin. Kesan licin dapat pula bertambah jika kayunya memang mengandung minyak atau lemak. 7. Bau. Pada umumnya kayu mempunyai bau tertentu apalagi waktu masih segar. Akan tetapi kebanyakan bau pada kayu sukar diterangkan. Hanya beberapa diantaranya yang mempunyai bau yang mudah dikenal. 8. Kekerasan. Kekerasan dinilai sangat lunak, lunak, agak lunak, agak keras, keras dan sangat keras. Penetapannya dilakukan dengan cara menyayat contoh pada arah tegak lurus serat. Makin keras makin sukar disayat. Bekas sayatannya pun mengkilap. Pengamatan ciri mikroskopis dan pengukuran dimensi serat 1. Pembuatan preparat maserasi Contoh uji dipotong-potong menjadi seukuran batang korek api (chip) kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi larutan KClO 3 dan HNO 3 50%. Tabung reaksi selanjutnya dimasukkan kedalam waterbath dengan suhu 60 C sampai warna chip berubah menjadi putih kekuningan dan terlihat lunak. Tabung berisi chip didinginkan lalu isinya dituangkan ke kertas saring, kemudian chip yang telah menjadi serat dicuci bersih dengan akuades hingga bebas asam. Serat-serat tersebut selanjutnya dipindahkan ke dalam wadah bekas film, diberi pewarna (safranin) sekitar 3-5 tetes dan didiamkan selama 3-6 jam. Serat yang telah diwarnai selanjutnya dicuci kembali dengan akuades hingga bersih lalu didehidrasi bertingkat menggunakan alkohol 10%, 30% dan 50%. Serat-serat individu terpilih lalu diletakkan di atas object glass, selanjutnya ditutup dengan cover glass dan siap untuk diamati dan diukur. Sel yang diamati adalah pembuluh dan serat (sel serabut). Dimensi sel pembuluh yang diukur meliputi panjang dan diameternya, sedangkan dimensi serat meliputi panjang dan diameter serat serta diameter lumen. Jumlah sel pembuluh yang diukur sebanyak 15 sampel, sedangkan jumlah serat sebanyak 30 sampel. Panjang serat, panjang pembuluh dan diameter pembuluh diukur menggunakan perbesaran empat kali, sedangkan diameter serat dan diameter lumen menggunakan perbesaran kali. 13

30 14 2. Pembuatan sayatan mikrotom Contoh uji direbus dalam air selama 3 hari lalu dipindahkan dan direndam dalam wadah yang berisi larutan gliserin dan alkohol 96% dengan perbandingan 1:1 hingga lunak. Contoh uji diangkat lalu ditiriskan dan siap disayat. Sayatan yang dihasilkan kemudian dicuci dengan akuades lalu diwarnai dengan safranin. Selanjutnya sayatan diproses menurut metode Sass (1961) yaitu didehidrasi dalam alkohol bertingkat mulai 30% hingga alkohol absolut dan kemudian direndam dalam karboksilen lalu dalam toluena selama 5 menit untuk membebaskan sayatan dari sisa safranin yang ada. Sayatan terpilih kemudian diletakkan di atas object glass, ditetesi entelan dan ditutup dengan cover glass. Selanjutnya diamati dibawah mikroskop dan siap untuk didokumentasi. Ciri-ciri mikroskopis yang diamati adalah: a. Pori (sel pembuluh) Pada penampang lintang yang diamati adalah pengelompokan pori, penggabungan pori, pola penyebaran pori, diameter pori dan jumlah pori per mm², sedangkan pada penampang radial dan tangensial meliputi tipe bidang peforasi dan tipe noktah antar pembuluh b. Jari-jari Pada penampang lintang yang diamati adalah ukuran (seri) dan frekuensi jari-jari, di penampang radial komposisi jari-jari, sedangkan di penampang tangensial adalah lebar dan tinggi jari-jari. c. Parenkim aksial Pengamatan tipe sel parenkim aksial dilakukan dengan bantuan mikroskop mikrofoto untuk mempertegas hasil pengamatan makroskopis Pengujian sifat fisis Sifat fisis kayu yang diukur terdiri dari kadar air, kerapatan dan berat jenis: 1. Kadar Air (KA) Contoh uji yang digunakan berukuran 5 cm x 1 cm x 1 cm. Kayu yang telah dikondisikan kemudian ditimbang berat awalnya (BA) lalu dikeringkan di dalam oven bersuhu (103 ± 2)ºC hingga beratnya konstan (BKT). Sebelum ditimbang, contoh uji terlebih dahulu di-conditioning-kan di dalam desikator beberapa menit. Kadar air dihitung dengan persamaan: KA = (BA BKT) / BKT x 100% 2. Berat Jenis (BJ) Contoh uji yang digunakan juga berukuran 5 cm x 1 cm 1 cm. Nilai berat jenis kayu merupakan perbandingan antara nilai kerapatan kayu dengan kerapatan benda standar (air destilata pada suhu 4ºC), yakni sebesar 1 g/cm 3. Contoh uji diukur dimensinya (panjang, lebar dan tebal) lalu dikeringkan dalam oven (103±2)ºC hingga beratnya konstan. Pengukuran dimensi dilakukan dengan caliper masing-masingnya pada dua titik, sedangkan nilai volume kayu diperoleh dari hasil kali dimensi rata-ratanya. Berat jenis kayu dihitung dengan persamaan: BJ = (BKT / Volume Basah) / ρ Air 3. Kerapatan Nilai kerapatan kayu diperoleh dari perbandingan antara berat kayu dengan volumenya pada kondisi basah. Contoh uji yang digunakan berukuran 5 cm x

31 1 cm 1 cm. Pengukuran volume dilakukan dengan mengukur dimensi kayu meliputi panjang, lebar dan tebal menggunakan caliper sebanyak dua kali ulangan. Nilai kerapatan dapat ditentukan dengan persamaan: Kerapatan = Berat Basah/ Volume Basah 15 Analisis Data Data yang bersifat kualitatif seperti warna, corak, tekstur dan arah serat kayu disajikan dalam bentuk deskriptif. Data yang bersifat kuantitatif seperti panjang dan diameter serat, diameter lumen, serta panjang, diameter pembuluh, kadar air, berat jenis dan kerapatan dihitung nilai rata-rata dan simpangan bakunya menggunakan program Microsoft Excel Data yang dihasilkan kemudian ditabulasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Shorea balangeran (Korth.) Burck. - Dipterocarpaceae Nama lokal: Belangeran Sifat Anatomi Ciri makroskopis: Warna: bagian teras coklat kemerahan, dapat dengan jelas dibedakan dari bagian gubal yang coklat keabuan. Corak: bergaris gelap. Tekstur: kasar. Arah serat: lurus. Kilap: mengkilap. Kesan raba: licin. Bau: tidak berbau. Kekerasan: keras. Ciri mikroskopis: Lingkar tumbuh: tidak jelas (ciri nomor 2). Pembuluh: porositas tata baur (5); soliter (9) dan bergabung radial 2-4 sel (10); diameter rata-rata 224,69 ± 35,28 μm (43); frekuensi 3-8 pori/mm 2 (46); panjang rata-rata 417,14 ± 12,72 μm; bidang perforasi sederhana (13); noktah antar pembuluh berselang-seling (22), sedang (26) dan berumbai (29); noktah antara pembuluh dan jari-jari sama dan seukuran dengan noktah antar pembuluh (30); mengandung banyak tilosis (56). Parenkim aksial: apotrakeal yang tersebar dalam kelompok (77) dan paratrakeal tipe vasisentrik (79), aliform (80) dan aliform bersayap (82) yang menyerupai pita (85); rata-rata 3-4 sel per untai (92). Jari-jari: multiseri (2-5 seri) (98), dua ukuran meski kurang jelas, jalur sel baring, 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (107); dengan frekuensi 4-12 per mm (115). Serat: bernoktah sederhana sampai berhalaman kecil (61); dinding serat rata-rata 8,92 μm (70); panjang rata-rata 1113,09 μm; diameter rata-rata 23,86 μm; diameter lumen ratarata 6,02 μm; ditemukan serat bersekat, trakeida vasisentrik dan trakeida vaskular (60). Saluran interseluler: aksial dalam baris tangensial panjang (127). Inklusi mineral: tidak ditemukan. Gambar 2 memuat tampilan makro dan mikroskopis kayu Belangeran, sedangkan Gambar 3 memuat ciri anatomi khusus, corak, dan serat kayu Belangeran.

32 16 Gambar 2. Shorea balangeran (Korth.) Burck. a. Penampang lintang (5x), b. Penampang lintang (5x), c. Penampang radial (5x) dan d. Penampang tangensial (5x)

33 17 Gambar 3 Shorea balangeran (Korth.) Burck. a. Saluran interseluler (5x), b. Noktah berumbai (20x), c. Corak pada bidang tangensial dan d. Serat kayu Dimensi serat dan sifat fisis kayu Rata-rata dimensi serat dan sifat fisis kayu hasil pengujian disajikan pada Tabel 3. Dimensi serat meliputi panjang, diameter, diameter lumen dan tebal dinding; sedangkan sifat fisis kayu terdiri dari kadar air (KA), berat jenis (BJ) dan kerapatan kayu.

34 18 Tabel 3 Rata-rata dimensi serat dan sifat fisis kayu Belangeran Parameter Nilai Panjang (μm) 1113,09 Diameter (μm) 25,66 Diameter Lumen (μm) 7,11 Tebal Dinding (μm) 9,94 KA (%) 21,39 BJ 0,62 Kerapatan (g/cm 3 ) 0,76 Dibandingkan dengan Martawijaya et al. (2005) serat kayu Belangeran hasil penelitian ini lebih pendek tetapi lebih besar. Panjang dan diameter serat kayu Belangeran hasil penelitian Martawijaya et al. (2005) berturut-turut sebesar 1343 μm dan 13,90 μm. Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa rata-rata KA, BJ dan kerapatan kayu Belangeran berturut-turut sebesar 21,39%, 0,62 dan 0,76 g/cm 3. KA kayu berkisar antara 20,72-22,48%, BJ kayu antara 0,55-0,70; sedangkan kerapatan kayunya antara 0,67-0,85 g/cm 3. Dengan KA sebesar 21,39% menunjukkan bahwa kayu yang diuji belum berada dalam kondisi kering udara karena masih di atas nilai KA kering udara untuk daerah Bogor dan sekitarnya. Dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu, BJ kayu yang dihasilkan relatif lebih rendah. Menurut Martawijaya et al. (2005), BJ kayu Belangeran berkisar antara 0,73-0,98 dengan rata-rata sebesar 0,86. Perbedaan nilai ini diyakini berkaitan dengan perbedaan umur sampel. Dengan rata-rata BJ kayu sebesar 0,62, maka berdasarkan PKKI NI , kayu Belangeran masuk kedalam Kelas Kuat II. Lagerstroemia speciosa Pers. - Lythraceae Nama lokal: Bungur Sifat Anatomi Ciri makroskopis: Warna: bagian teras coklat kemerahan pucat, sedangkan gubalnya coklat keputihan. Keduanya sulit untuk dibedakan. Corak: bergaris tipis. Tektur: sedang. Arah serat: bergelombang. Kilap: agak mengkilap. Kesan raba: agak kesat. Bau: tidak berbau. Kekerasan: agak keras. Ciri mikroskopis: Lingkar tumbuh: jelas (1). Pembuluh: porositas tata lingkar (3); soliter (9) dan bergabung radial 2-3 sel (10); diameter rata-rata 162,28 ± 27,23 μm (42); frekuensi 2-8 pori/mm 2 (46); panjang rata-rata 333,64 ± 27,91 μm; bidang perforasi sederhana (13). Noktah antar pembuluh berselang-seling (22), sedang (26) dan berumbai (29); noktah antara pembuluh dan jari-jari sama dan seukuran dengan noktah antar pembuluh (30); tilosis jarang. Parenkim aksial: paratrakeal tipe vasisentrik (79), aliform (80) dan konfluen (83) yang menyerupai pita (85); rata-rata 5-8 sel per untai (3). Jari-jari: uniseri (1-3 seri) (97), seluruhnya sel baring sebanyak 6-13 jalur (104); dengan frekuensi >12 per mm (106). Serat: bernoktah sederhana sampai berhalaman sangat kecil (61), dinding serat rata-rata

35 5,61 μm (69); panjang rata-rata 1028,52 μm; diameter rata-rata 28,22 μm; diameter lumen rata-rata 18,78 μm; dijumpai serat bersekat (65). Saluran interseluler: tidak ditemukan. Inklusi mineral: ditemukan kristal prismatik dalam parenkim aksial berbilik (142). Gambar 4 memuat tampilan makro dan mikroskopis kayu Bungur, sedangkan Gambar 5 memuat ciri anatomi khusus, corak, dan serat kayu Bungur. 19 Gambar 4 Lagerstroemia speciosa Pers. a. Penampang lintang (5x), b. Penampang lintang (5x), c. Penampang radial (5x) dan d. Penampang tangensial (5x)

36 20 Gambar 5 Lagerstroemia speciosa Pers. a. Kristal prismatik (20x), b. Noktah berumbai (20x), c. Corak pada bidang tangensial dan d. Serat kayu Dimensi serat dan sifat fisis kayu Rata-rata dimensi serat dan sifat fisis kayu Bungur yang diteliti disajikan pada Tabel 4. Dimensi serat meliputi panjang, diameter, diameter lumen dan tebal dinding; sedangkan sifat fisis kayu terdiri dari kadar air (KA), berat jenis (BJ) dan kerapatan kayu.

37 Tabel 4 Rata-rata dimensi serat dan sifat fisis kayu Bungur Parameter Nilai Panjang (μm) 1028,52 Diameter (μm) 28,22 Diameter Lumen (μm) 18,78 Tebal Dinding (μm) 5,61 KA (%) 37,19 BJ 0,47 Kerapatan (g/cm 3 ) 0,65 Dibandingkan dengan Martawijaya et al. (2005), serat kayu Bungur hasil penelitian ini juga lebih pendek dan sedikit lebih kecil. Panjang dan diameter serat kayu Bungur hasil penelitian Martawijaya et al. (2005) berturut-turut sebesar 1238 μm dan 29 μm. Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa rata-rata KA, BJ dan kerapatan kayu Bungur berturut-turut sebesar 37,39%, 0,47 dan 0,65 g/cm 3. KA kayu berkisar antara 22,07-48,31%, BJ kayu antara 0,41-0,51; sedangkan kerapatan kayunya antara 0,51-0,73 g/cm 3. Dengan KA sebesar 37,39% menunjukkan bahwa kayu yang diuji relatif masih basah, sedikit di atas KA TJS. Dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu, BJ kayu yang dihasilkan relatif lebih rendah. Menurut Martawijaya et al. (2005), BJ kayu Bungur berkisar antara 0,58-0,81 dengan rata-rata sebesar 0,69. Perbedaan nilai ini diyakini berkaitan dengan perbedaan umur sampel. Dengan rata-rata BJ kayu sebesar 0,47, maka berdasarkan PKKI NI , kayu Bungur yang diteliti masuk kedalam Kelas Kuat III. 21 Cinnamomum spp. - Lauraceae Nama lokal: Medang Sifat Anatomi Ciri makroskopis: Warna: bagian teras coklat kekuningan, sedangkan bagian gubalnya berwarna coklat kuning muda. Keduanya sulit untuk dibedakan. Corak: polos. Tekstur: sedang. Arah serat: bergelombang. Kilap: agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Bau: tidak berbau. Kekerasan: agak keras. Ciri mikroskopis: Lingkar tumbuh: tidak jelas (2). Pembuluh: porositas tata baur (5); soliter (9) dan bergabung radial 2-5 sel (10); diameter rata-rata 178,36 ± 27,02 μm (42); frekuensi 8-21 pori/mm 2 (47); panjang rata-rata 602,97 ± 70,07 μm; bidang perforasi sederhana (13); noktah antar pembuluh berselang-seling (22) dan berukuran kecil (25); noktah antara pembuluh dan jari-jari sama dan seukuran dengan noktah antar pembuluh (30); tilosis tidak dijumpai namun terkesan memiliki padatan berwarna putih kekuningan (58). Parenkim aksial: paratrakea tipe vasisentrik (79) dan sepihak (84) dengan rata-rata 5-8 sel per untai (93). Jari-jari: multiseri (3-4 seri) (98), 5-16 jalur sel baring, 2-4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (107), dengan frekuensi 5-12 per mm (115). Serat: bernoktah sederhana sampai berhalaman sangat kecil (61), dinding serat rata-rata 7,61 μm

38 22 (69); panjang rata-rata 1130,22 μm; diameter rata-rata 25,37 μm; diameter lumen rata-rata 14,67 μm dan ditemukan serat berserat (65). Saluran interseluler: tidak ditemukan. Inklusi mineral: ditemukan sel minyak yang bergabung dengan jarijari dan parenkim aksial (125). Gambar 6 memuat tampilan makro dan mikroskopis kayu Medang, sedangkan Gambar 7 memuat ciri anatomi khusus, noktah, corak, dan serat kayu Medang. Gambar 6 Cinnamomum spp. a. Penampang lintang (5x), b. Penampang lintang (5x), c. Penampang radial (5x) dan d. Penampang tangensial (5x)

39 23 Gambar 7 Cinnamomum spp. a. Sel minyak (5x), b. Noktah antar pembuluh (20x), c. Corak pada bidang tangensial dan d. Serat kayu Dimensi serat dan sifat fisis kayu Rata-rata dimensi serat dan sifat fisis kayu Medang yang diteliti disajikan pada Tabel 5. Dimensi serat meliputi panjang, diameter, diameter lumen dan tebal dinding; sedangkan sifat fisis kayu terdiri dari kadar air (KA), berat jenis (BJ) dan kerapatan kayu.

40 24 Tabel 5 Rata-rata dimensi serat kayu Medang Parameter Nilai Panjang (μm) 1130,22 Diameter (μm) 25,37 Diameter Lumen (μm) 14,67 Tebal Dinding (μm) 7,61 KA (%) 22,09 BJ 0,51 Kerapatan (g/cm 3 ) 0,62 Dibandingkan dengan Martawijaya et al. (2005), serat kayu Medang hasil penelitian ini lebih pendek dan sedikit lebih kecil. Panjang,diameter serat, diameter lumen, dan tebal dinding kayu Medang hasil penelitian Martawijaya et al. (2005) berturut-turut sebesar 1553 μm, 26,3 μm, 19,7 μm, dan 3,3 μm. Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa rata-rata KA, BJ dan kerapatan kayu Medang berturut-turut sebesar 22,09%, 0,51 dan 0,62 g/cm 3. KA kayu berkisar antara 20,88-23,54%, BJ kayu antara 0,47-0,55; sedangkan kerapatan kayunya antara 0,57-0,67 g/cm 3. Dengan KA sebesar 22,09% menunjukkan bahwa kayu yang diuji masih di atas KA kondisi kering udara karena lebih besar dari nilai KA kering udara untuk daerah Bogor dan sekitarnya. Dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu, BJ kayu yang dihasilkan relatif lebih rendah. Menurut Martawijaya et al. (2005), BJ kayu Medang (C. paarthenoxylon) berkisar antara 0,40-0,86 dengan rata-rata sebesar 0,63. Perbedaan nilai ini diyakini berkaitan dengan perbedaan umur sampel. Dengan rata-rata BJ kayu sebesar 0,51, maka berdasarkan PKKI NI , kayu Medang masuk kedalam Kelas Kuat III. Alternatif Penggunaan Berdasarkan Sifat Kayu Tabel 6 memuat nilai turunan dimensi dan kualitas serat ketiga jenis kayu yang diteliti, sedangkan Tabel 7 tentang corak serta sifat fisis dan kelas kuat kayu. Menurut Casey (1980), kualitas serat merupakan salah satu dasar untuk mengetahui kemungkinan penggunaan suatu jenis kayu sebagai bahan baku pulp dan kertas, sedangkan menurut Bowyer et al. (2003), BJ kayu dapat digunakan untuk menduga sifat mekanis lainnya terutama kekuatan. Corak merupakan parameter digunakannya suatu jenis kayu untuk tujuan yang mengutamakan penampilan (appearence) seperti mebel dan furniture. Secara umum, penggunaan kayu yang paling tepat adalah penggunaan yang disesuaikan dengan sifat-sifat yang dimilikinya.

41 Tabel 6 Nilai turunan dimensi serat dan kualitas serat ketiga jenis kayu yang diteliti Jenis kayu Parameter Belangeran Bungur Medang Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Panjang serat (mm) RR 2, , ,01 25 FP 46, , ,86 25 MR 93, , ,50 25 FR 0, , ,60 50 CR 0, , ,30 25 Total Kelas III III III Keterangan: RR = Runkle ratio, FP = felting power, MR = Muhlsteph ratio, FR = flexibility ratio, dan CR = coefficient of rigidity Tabel 7 Corak, sifat fisis dan kelas kuat ketiga jenis kayu yang diteliti Parameter Jenis Belangeran Bungur Medang Corak Kayu Dekoratif Dekoratif Polos Kadar Air (%) 21,39 37,19 22,09 Berat Jenis 0,62 0,47 0,51 Kerapatan (g/cm 3 ) 0,76 0,65 0,62 Kelas Kuat II III III Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa kualitas serat ketiga kayu yang diteliti masuk dalam Kelas III, yang artinya kurang cocok untuk tujuan utama sebagai bahan baku pulp dan kertas. Dengan kualitas serat Kelas III, bila dipaksakan untuk dijadikan bahan baku pulp dan kertas maka kualitas pulp yang dihasilkan akan tergolong rendah. Menurut Rachman dan Siagian (1976), serat dengan kualitas Kelas III sulit digiling karena tebal dan kaku, sehingga lembaran pulp yang dihasilkan akan memiliki kekuatan tarik dan ketahanan jebol yang rendah. Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa kayu Belangeran masuk dalam Kelas Kuat II, sedangkan Bungur dan Medang masuk dalam Kelas Kuat III. Kayu Belangeran termasuk keras, sedangkan kayu Bungur dan Medang termasuk agak keras. Dengan kelas kuat dan kekerasan yang dimilikinya maka kayu Belangeran cocok untuk tujuan penggunaan struktural Kelas II, sedangkan kayu Bungur dan Medang untuk tujuan struktural Kelas III. Menurut Martawijaya et al. (2005), kayu Belangeran dapat digunakan untuk balok dan papan pada bangunan perumahan dan jembatan, lunas perahu, bantalan dan tiang listrik (jika diawetkan); kayu Bungur untuk perumahan (papan, balok, tiang, rangka pintu dan jendela), jembatan, bantalan, perkapalan (kulit dan gadinggading), roda, jari-jari roda, batang cikar, papan dinding, papan lantai, alat-alat pertanian, alu, tong dan barang bubutan; sedangkan kayu Medang untuk papan, tiang, balok, rusuk dan kano. Karena memiliki corak yang indah (dekoratif), kayu Belangeran dan Bungur juga cocok digunakan sebagai bahan baku mebel dan furniture. Khusus kayu Bungur, penggunaannya sebagai bahan baku kerajinan seperti di Bali dan sekitarnya telah terbukti diminati oleh pembeli. Menurut Martawijaya et al. (2005), kayu Medang mempunyai banyak jenis yang cocok untuk barang 25

42 26 kerajinan. Bahkan kayu C. parthenoxylon (salah satu jenis Medang) juga lazim digunakan untuk membuat lesung. Apapun tujuan penggunaan yang ditetapkan, aspek kestabilan dimensi perlu diperhatikan selain memperhitungkan aspek ekonomi penggunaan jenis kayu sebagai bahan baku. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan halhal sebagai berikut. 1. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa kayu Belangeran memiliki struktur anatomi dengan kode: 2, 5, 9, 10, 13, 22, 26, 29, 30, 43, 46, 56, 60, 61, 70, 77, 79, 80, 82, 85, 92, 98, 107, 115 dan 127. Berdasarkan kelas kuat dan kualitas seratnya kayu Belangeran cocok untuk tujuan penggunaan struktural Kelas Kuat II serta mebel dan furniture, namun kurang cocok untuk bahan baku pulp dan kertas. 2. Hasil identifikasi menunjukan bahwa kayu Bungur memiliki struktur anatomi dengan kode: 1, 3, 9, 10, 13, 22, 26, 29, 30, 42, 46, 61, 65, 69, 79, 80, 83, 93, 97, 104, 116 dan 142. Berdasarkan kelas kuat dan kualitas seratnya kayu Bungur cocok untuk tujuan penggunaan struktural Kelas Kuat III serta mebel dan furniture, namun kurang cocok untuk bahan baku pulp dan kertas. 3. Hasil identifikasi menunjukan bahwa kayu Medang memiliki struktur anatomi dengan kode: 2, 5, 9, 10, 13, 22, 25, 30, 42, 47, 58, 61, 65, 69, 79, 84, 93, 98, 107, 115, 124 dan 125. Berdasarkan kelas kuat dan kualitas seratnya kayu Medang cocok untuk tujuan penggunaan struktural Kelas Kuat III namun kurang cocok untuk bahan baku pulp dan kertas serta mebel dan furniture. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat beberapa saran sebagai berikut: 1. Untuk mendukung penggunaan ketiga jenis kayu tersebut secara maksimal, perlu dilengkapi dengan data kestabilan dimensi dan weathering, sifat mekanis, kandungan kimiawi serta keawetan kayu. 2. Perlu dilakukan penelitian tentang sistem silvikultur yang paling tepat untuk masing-masing jenis kayu dalam rangka mendukung promosi penggunaan jenis kayu tersebut. DAFTAR PUSTAKA Bodig, J. and B.A. Jayne Mechanics of Wood and Wood Composites. Van Nostrand Reinhold Company. New York, Toronto, London, Melbourne.

43 Bowyer JL, R Shmulsky, JG Haygreen Forest Products and Wood Science: An Introduction. Fourth Edition. Ames, Iowa, USA: Iowa State Press a Blackwell Publishing Company. Casey J Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology. Third Edition Vol. IA. New York: Willey and Sons Inc. Core HA, WA Cote dan AC Day. Wood Structure and Identification Second Edition. New York : Syracuse University Press. Haygreen JG, JL Bowyer Hasil Hutan dan Ilmu Kayu: Suatu Pengantar. Sutjipta A. Hadikusumo, penerjamah; Soenardi Prawirohatmodjo, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Mandang YI. dan A. Martawijaya, Pemanfaatan Jenis Kayu Kurang Dikenal. Prosiding Diskusi Pemanfaatan Kayu Kurang Dikenal. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor. Mandang YI, IKN Pandit Pedoman Identifikasi Kayu di Lapangan. Bogor: Yayasan PROSEA Indonesia. Martawijaya A, I Kartasujana, K Kadir, SA Prawira Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan., YI Mandang, SA Prawira, K Kadir Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. Pandit IKN, D Kurniawan Struktur Kayu: Sifat Kayu sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Panshin AJ, C de Zeeuw Textbook of Wood Technology: Structure, Identification, Properties and Uses of The Commercial Woods of The United States and Canada. New York: McGraw-Hill Book Company. Rachman AN, RM Siagian Dimensi Serat Jenis Kayu Indonesia Bagian III. Bogor: Laporan LPHH No. 75. Sass JE Botanical Microtechnique. The Iowa State University Press. Tsoumis G Science and Technology of Wood: Structure, Properties, Utilization. New York: Van Nostrand Reinhold. Wheeler EA, P Baas, PE Gasson Identifikasi Kayu: Ciri Mikroskopik untuk Identifikasi Kayu Daun Lebar. Sulistyobudi A, Mandang YI, Damayanti R, Rulliaty S. (Penerjemah). Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Terjemahan dari: IAWA List of Microscopic Features For Hardwood Identification 27

44 28 Lampiran 1 Rata-rata panjang serat kayu Belangeran dari empulur ke kulit No Panjang Serat (μm) R1 R2 R3 R4 R ,67 914, ,52 799, , ,67 914, ,52 871, , , ,23 914, ,94 928, , , , , , , ,94 799, ,09 985, , , ,80 928, , , , , , , , ,51 828, ,38 957, , , , , , , , , ,51 899, ,66 971,38 985, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,94 957, , , , ,66 942, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,24 999, , , ,09 985, , , , , , , , , , , , , , ,81 985, , , , , ,52 957, , , , , , , , , ,66 928, , , , ,38 985, , , ,24 957, , , , ,09 914, , , ,65 Rata-rata 1018, , , , ,85 SD 149,63 114,95 144,90 130,91 143,72

45 Lampiran 2 Rata-rata tebal dinding serat kayu Belangeran dari empulur ke kulit No Tebal Dinding (μm) R1 R2 R3 R4 R5 1 6,67 8,33 11,67 6,67 8,33 2 8,33 8,33 11,67 8,33 10, ,67 6,67 10,00 8,33 5,00 4 8,33 8,33 10,00 10,00 8,33 5 8,33 8,33 13,33 11,67 6, ,00 8,33 13,33 8,33 6,67 7 8,33 10,00 20,00 6,67 10,00 8 8,33 11,67 6,67 8,33 11, ,00 6,67 13,33 10,00 8, ,33 6,67 10,00 3,33 8, ,67 10,00 8,33 8,33 11, ,00 8,33 11,67 6,67 8, ,33 8,33 6,67 11,67 8, ,67 6,67 10,00 8,33 8, ,33 11,67 6,67 8,33 6, ,67 3,33 10,00 6,67 6, ,00 13,33 8,33 8,33 5, ,00 11,67 10,00 8,33 5, ,33 10,00 10,00 15,00 5, ,00 5,00 8,33 10,00 3, ,33 13,33 8,33 8,33 11, ,33 11,67 10,00 6,67 11, ,33 6,67 10,00 10,00 11, ,00 10,00 10,00 13,33 11, ,33 8,33 6,67 6,67 11, ,67 6,67 10,00 6,67 10, ,00 8,33 6,67 11,67 10, ,33 10,00 8,33 8,33 8, ,00 8,33 8,33 6,67 10, ,33 10,00 10,00 8,33 11,67 Rata-rata 8,50 8,83 9,94 8,67 8,67 SD 1,77 2,32 2,71 2,33 2,49 29

46 30 Lampiran 3 Rata-rata tebal dinding serat kayu Belangeran dari empulur ke kulit No Diameter Serat (μm) R1 R2 R3 R4 R5 1 20,00 23,33 30,00 16,67 23, ,00 23,33 30,00 20,00 26, ,00 20,00 26,66 23,33 16, ,33 23,33 26,66 26,66 26, ,33 23,33 30,00 30,00 23, ,33 20,00 33,33 20,00 16, ,66 33,33 43,33 16,67 26, ,00 26,66 20,00 20,00 26, ,33 20,00 33,33 26,66 23, ,00 23,33 26,66 16,67 20, ,00 26,66 23,33 23,33 26, ,00 20,00 33,33 16,67 20, ,00 20,00 20,00 26,66 23, ,66 26,66 26,66 20,00 20, ,33 33,33 16,67 20,00 23, ,67 20,00 23,33 16,67 20, ,66 36,66 23,33 23,33 23, ,66 30,00 26,66 20,00 16, ,33 26,66 23,33 33,33 16, ,00 26,66 20,00 23,33 23, ,00 33,33 26,66 20,00 26, ,00 30,00 26,66 16,67 30, ,00 16,67 26,66 23,33 26, ,67 23,33 23,33 30,00 26, ,00 20,00 20,00 16,67 26, ,66 20,00 26,66 20,00 23, ,66 20,00 16,67 26,66 23, ,33 23,33 20,00 20,00 23, ,33 20,00 23,33 16,67 23, ,33 26,66 23,33 20,00 26,66 Rata-rata 24,11 24,55 25,66 21,66 23,33 SD 4,85 5,06 5,61 4,61 3,61

47 31 Lampiran 4 Rata-rata diameter lumen serat kayu Belangeran dari empulur ke kulit No Diameter Lumen (μm) R1 R2 R3 R4 R5 1 6,67 6,67 6,67 3,33 6,67 2 3,33 6,67 6,67 3,33 6,67 3 6,67 6,67 6,67 6,67 6,67 4 6,67 6,67 6,67 6,67 10,00 5 6,67 6,67 3,33 6,67 10,00 6 3,33 3,33 6,67 3,33 3, ,00 13,33 3,33 3,33 6,67 8 3,33 3,33 6,67 3,33 3, ,33 6,67 6,67 6,67 6, ,33 10,00 6,67 10,00 3, ,67 6,67 6,67 6,67 3, ,00 3,33 10,00 3,33 3, ,33 3,33 6,67 3,33 6, ,33 13,33 6,67 3,33 3, ,67 10,00 3,33 3,33 10, ,33 13,33 3,33 3,33 6, ,67 10,00 6,67 6,67 13, ,67 6,67 6,67 3,33 6, ,67 6,67 3,33 3,33 6, ,00 16,67 3,33 3,33 16, ,33 6,67 10,00 3,33 3, ,33 6,67 6,67 3,33 6, ,33 3,33 6,67 3,33 3, ,67 3,33 3,33 3,33 3, ,33 3,33 6,67 3,33 3, ,33 6,67 6,67 6,67 3, ,67 3,33 3,33 3,33 3, ,67 3,33 3,33 3,33 6, ,33 3,33 6,67 3,33 3, ,67 6,67 3,33 3,33 3,33 Rata-rata 7,11 6,89 5,78 4,33 6,00 SD 4,08 3,60 1,94 1,78 3,32

48 32 Lampiran 5 Rata-rata panjang pori kayu Belangeran dari empulur ke kulit No Panjang Pori R1 R2 R3 R4 R Rata-rata SD Lampiran 6 Rata-rata diameter pori kayu Belangeran dari empulur ke kulit No Panjang Pori R1 R2 R3 R4 R Rata-rata SD

49 33 Lampiran 7 Rata-rata panjang serat kayu Bungur dari empulur ke kulit No Panjang Serat (μm) R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R , , ,80 914,24 971, , ,52 971, , ,09 857, ,24 999, , ,52 928, , , ,38 814, , , , , ,96 914, , , , , ,66 985, , ,09 857,10 957, , ,52 971,38 999, , ,51 928,53 814,25 999, , , , , , , , , , , , , , , ,94 985, ,94 885,67 942, ,67 971,38 885, , , , ,09 957, , ,66 985,67 914,24 899,96 885, , , ,81 742,82 871,39 757, ,52 985,67 999, , ,67 785, , , , , ,66 971, ,39 885, , , , , ,09 985, ,39 857,10 971, ,37 999,95 928,53 942, , , , ,95 971, , , , , , , ,23 999, , , , , ,96 942, ,52 942, , , , , , , , ,95 928, , ,09 885, , , ,09 971, ,52 957,10 971, , , , ,80 942, ,09 957, ,80 857, , ,09 971, , , ,51 999, , ,24 799, , , , , , , ,23 971,38 957, ,24 914, , ,80 928, ,25 999,95 957, , , , ,09 957, , , ,37 971, , , , , ,96 842,82 885,67 999, , , , , ,96 842,82 985, , , , , , ,67 971, , , , ,24 999, , , ,09 871, , , , ,37 928, , , , , , , , ,23 Ratarata 903, , , , , , , ,57 SD 107,60 143,17 98,23 110,12 97,46 112,11 94,46 104,67

50 34 Lampiran 8 Rata-rata tebal dinding serat kayu Bungur dari empulur ke kulit No Tebal Dinding (μm) R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 1 5,00 5,00 5,00 3,33 3,33 6,67 5,00 3,33 2 6,67 6,67 3,33 3,33 6,67 3,33 5,00 3,33 3 5,00 6,67 5,00 8,33 5,00 5,00 6,67 3,33 4 5,00 5,00 6,67 3,33 5,00 3,33 8,33 3,33 5 3,33 6,67 3,33 5,00 3,33 6,67 5,00 5,00 6 3,33 6,67 3,33 5,00 5,00 6,67 5,00 5,00 7 6,67 3,33 8,33 3,33 6,67 5,00 5,00 5,00 8 8,33 5,00 6,67 5,00 5,00 5,00 3,33 6,67 9 6,67 5,00 5,00 5,00 5,00 6,67 5,00 5, ,67 5,00 6,67 3,33 6,67 6,67 6,67 6, ,33 5,00 3,33 5,00 5,00 6,67 6,67 3, ,67 5,00 3,33 6,67 3,33 6,67 3,33 6, ,67 3,33 5,00 5,00 5,00 10,00 5,00 6, ,67 3,33 5,00 5,00 5,00 5,00 3,33 3, ,67 3,33 5,00 3,33 5,00 5,00 5,00 3, ,00 6,67 5,00 5,00 3,33 3,33 3,33 6, ,33 6,67 5,00 5,00 3,33 3,33 6,67 5, ,67 5,00 5,00 6,67 5,00 8,33 5,00 5, ,67 6,67 5,00 5,00 5,00 3,33 6,67 5, ,33 6,67 3,33 5,00 3,33 5,00 3,33 3, ,00 6,67 3,33 6,67 3,33 5,00 5,00 3, ,00 5,00 6,67 6,67 6,67 8,33 5,00 5, ,33 3,33 6,67 5,00 3,33 1,67 5,00 5, ,00 3,33 5,00 3,33 3,33 5,00 8,33 3, ,67 5,00 3,33 5,00 6,67 5,00 3,33 6, ,33 3,33 3,33 6,67 6,67 5,00 6,67 6, ,33 5,00 5,00 3,33 3,33 6,67 6,67 3, ,67 3,33 5,00 6,67 5,00 3,33 3,33 3, ,33 5,00 5,00 3,33 3,33 6,67 6,67 5, ,00 5,00 6,67 3,33 3,33 3,33 5,00 5,00 Ratarata 5,61 5,06 4,94 4,89 4,67 5,39 5,28 4,72 SD 1,61 1,27 1,35 1,38 1,27 1,84 1,46 1,32

51 35 Lampiran 9 Rata-rata diameter serat kayu Bungur dari empulur ke kulit No Diameter Serat (μm) R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 1 20,00 26,66 23,33 20,00 23,33 26,66 26,66 20, ,00 26,66 20,00 20,00 26,66 20,00 23,33 30, ,00 26,66 23,33 26,66 26,66 23,33 26,66 33, ,33 20,00 23,33 20,00 26,66 23,33 26,66 26, ,00 26,66 20,00 26,66 16,67 30,00 26,66 26, ,00 23,33 20,00 23,33 20,00 30,00 30,00 26, ,66 20,00 30,00 23,33 30,00 26,66 23,33 26, ,33 26,66 23,33 26,66 26,66 26,66 23,33 26, ,33 20,00 26,66 23,33 26,66 23,33 20,00 23, ,00 23,33 23,33 16,67 30,00 26,66 33,33 26, ,00 20,00 20,00 23,33 20,00 26,66 33,33 26, ,66 20,00 20,00 30,00 23,33 26,66 23,33 30, ,66 16,67 20,00 23,33 30,00 33,33 20,00 33, ,33 26,66 20,00 20,00 23,33 23,33 20,00 26, ,33 20,00 23,33 23,33 26,66 20,00 33,33 26, ,33 26,66 23,33 20,00 23,33 23,33 23,33 33, ,33 23,33 26,66 20,00 23,33 20,00 26,66 30, ,00 20,00 20,00 26,66 30,00 33,33 30,00 23, ,00 30,00 26,66 20,00 20,00 16,67 30,00 30, ,66 23,33 20,00 20,00 23,33 20,00 30,00 23, ,33 36,66 20,00 23,33 23,33 23,33 26,66 26, ,33 23,33 23,33 26,66 26,66 30,00 30,00 23, ,66 20,00 26,66 20,00 23,33 26,66 30,00 26, ,00 26,66 20,00 26,66 26,66 26,66 30,00 23, ,33 26,66 20,00 30,00 26,66 26,66 26,66 30, ,00 16,67 23,33 23,33 30,00 20,00 33,33 33, ,00 23,33 23,33 23,33 30,00 26,66 30,00 36, ,33 20,00 26,66 30,00 33,33 16,67 20,00 30, ,00 20,00 23,33 23,33 26,66 20,00 33,33 33, ,33 23,33 26,66 20,00 30,00 20,00 33,33 33,33 Ratarata 22,78 23,44 22,89 23,33 25,78 24,55 27,44 28,22 SD 2,78 4,24 2,87 3,50 3,81 4,42 4,44 3,99

52 36 Lampiran 10 Rata-rata diameter serat kayu Bungur dari empulur ke kulit No Diameter Lumen (μm) R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 1 10,00 16,67 13,33 13,33 16,67 13,33 16,67 13,33 2 6,67 13,33 13,33 13,33 13,33 13,33 13,33 23, ,00 13,33 13,33 10,00 16,67 13,33 13,33 26, ,33 10,00 10,00 13,33 16,67 16,67 10,00 20, ,33 13,33 13,33 16,67 10,00 16,67 16,67 16, ,33 10,00 13,33 13,33 10,00 16,67 20,00 16, ,33 13,33 13,33 16,67 16,67 16,67 13,33 16,67 8 6,67 16,67 10,00 16,67 16,67 16,67 16,67 13, ,00 10,00 16,67 13,33 16,67 10,00 10,00 13, ,67 13,33 10,00 10,00 16,67 13,33 20,00 13, ,33 10,00 13,33 13,33 10,00 13,33 20,00 20, ,33 10,00 13,33 16,67 16,67 13,33 16,67 16, ,33 10,00 10,00 13,33 20,00 13,33 10,00 20, ,00 20,00 10,00 10,00 13,33 13,33 13,33 20, ,00 13,33 13,33 16,67 16,67 10,00 23,33 20, ,33 13,33 13,33 10,00 16,67 16,67 16,67 20, ,67 10,00 16,67 10,00 16,67 13,33 13,33 20, ,67 10,00 10,00 13,33 20,00 16,67 20,00 13, ,67 16,67 16,67 10,00 10,00 10,00 16,67 20, ,00 10,00 13,33 10,00 16,67 10,00 23,33 16, ,33 23,33 13,33 10,00 16,67 13,33 16,67 20, ,33 13,33 10,00 13,33 13,33 13,33 20,00 13, ,00 13,33 13,33 10,00 16,67 23,33 20,00 16, ,00 20,00 10,00 20,00 20,00 16,67 13,33 16, ,00 16,67 13,33 20,00 13,33 16,67 20,00 16, ,33 10,00 16,67 10,00 16,67 10,00 20,00 20, ,33 13,33 13,33 16,67 23,33 13,33 16,67 30, ,00 13,33 16,67 16,67 23,33 10,00 13,33 23, ,33 10,00 13,33 16,67 20,00 6,67 20,00 23, ,33 13,33 13,33 13,33 23,33 13,33 23,33 23,33 Ratarata 11,55 13,33 13,00 13,55 16,44 13,78 16,89 18,78 SD 2,73 3,50 2,21 3,15 3,71 3,24 3,91 4,15

53 37 Lampiran 11 Rata-rata panjang pori kayu Bungur dari empulur ke kulit Lampiran 12 Rata-rata diameter pori kayu Bungur dari empulur ke kulit No Panjang Pori R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R Ratarata SD No Panjang Pori R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R Ratarata SD

54 38 Lampiran 13 Rata-rata panjang serat kayu Medang dari empulur ke kulit No Panjang Serat (μm) R1 R2 R3 R4 R5 R6 R , , , ,51 799, , , , , , , , , , ,80 971, , ,94 857, , , , ,09 971, ,80 842,82 999, , ,51 942,81 628, , ,52 999, , , , , ,94 985, , , , , , ,95 985, , , , , , ,37 985, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,09 985, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,81 999, , , , , , , , , , , , ,37 971, ,37 957, , , , , , , , , , , , , ,24 971, , , , ,23 999, , , , , , , , ,08 957, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,09 971, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,37 985, , , ,38 928, ,66 885, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,09 928, , , , ,51 Rata-rata 1031, , , , , , ,37 SD 129,27 111,05 156,56 108,04 110,24 85,16 91,23

55 39 Lampiran 14 Rata-rata tebal dinding serat kayu Medang dari empulur ke kulit No Tebal Dinding (μm) R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 1 3,33 6,67 5,00 6,67 6,67 6,67 8,33 2 5,00 5,00 6,67 5,00 5,00 5,00 6,67 3 8,33 5,00 8,33 3,33 6,67 6,67 6,67 4 6,67 8,33 5,00 6,67 8,33 5,00 8, ,67 3,33 8,33 10,00 5,00 5,00 6, ,00 6,67 8,33 8,33 6,67 6,67 8, ,67 6,67 6,67 6,67 8,33 6,67 6,67 8 6,67 6,67 6,67 5,00 8,33 6,67 5,00 9 6,67 6,67 10,00 6,67 6,67 8,33 8, ,67 6,67 10,00 5,00 3,33 6,67 6, ,00 5,00 8,33 6,67 6,67 6,67 5, ,00 6,67 11,67 10,00 6,67 3,33 5, ,67 6,67 10,00 10,00 6,67 5,00 3, ,00 10,00 8,33 8,33 5,00 6,67 5, ,33 11,67 8,33 3,33 8,33 5,00 6, ,33 10,00 8,33 8,33 5,00 8,33 6, ,67 6,67 6,67 8,33 6,67 11,67 8, ,33 8,33 6,67 8,33 6,67 6,67 13, ,67 8,33 10,00 5,00 8,33 6,67 3, ,67 10,00 6,67 6,67 6,67 8,33 5, ,00 6,67 8,33 10,00 6,67 6,67 3, ,67 6,67 3,33 8,33 8,33 5,00 6, ,67 6,67 5,00 6,67 3,33 6,67 6, ,67 6,67 5,00 6,67 6,67 5,00 3, ,33 6,67 8,33 8,33 6,67 8,33 5, ,33 6,67 10,00 8,33 6,67 8,33 8, ,00 5,00 8,33 5,00 3,33 8,33 6, ,33 6,67 6,67 6,67 8,33 5,00 5, ,33 5,00 8,33 8,33 5,00 6,67 8, ,67 3,33 5,00 10,00 6,67 8,33 5,00 Rata-rata 6,44 6,83 7,61 7,22 6,44 6,67 6,39 SD 2,89 1,87 1,94 1,92 1,50 1,64 2,10

56 40 Lampiran 15 Rata-rata diameter serat kayu Medang dari empulur ke kulit No Diameter Serat (μm) R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 1 11,11 22,22 16,66 22,22 22,22 22,22 27, ,66 16,66 22,22 16,66 16,66 16,66 22, ,77 16,66 27,77 11,11 22,22 22,22 22, ,22 27,77 16,66 22,22 27,77 16,66 27, ,54 11,11 27,77 33,33 16,66 16,66 22, ,33 22,22 27,77 27,77 22,22 22,22 27, ,88 22,22 22,22 22,22 27,77 22,22 22, ,22 22,22 22,22 16,66 27,77 22,22 16, ,22 22,22 33,33 22,22 22,22 27,77 27, ,22 22,22 33,33 16,66 11,11 22,22 22, ,66 16,66 27,77 22,22 22,22 22,22 16, ,66 22,22 38,88 33,33 22,22 11,11 16, ,22 22,22 33,33 33,33 22,22 16,66 11, ,66 33,33 27,77 27,77 16,66 22,22 16, ,11 38,88 27,77 11,11 27,77 16,66 22, ,77 33,33 27,77 27,77 16,66 27,77 22, ,22 22,22 22,22 27,77 22,22 38,88 27, ,11 27,77 22,22 27,77 22,22 22,22 44, ,22 27,77 33,33 16,66 27,77 22,22 11, ,22 33,33 22,22 22,22 22,22 27,77 16, ,33 22,22 27,77 33,33 22,22 22,22 11, ,22 22,22 11,11 27,77 27,77 16,66 22, ,22 22,22 16,66 22,22 11,11 22,22 22, ,22 22,22 16,66 22,22 22,22 16,66 11, ,11 22,22 27,77 27,77 22,22 27,77 16, ,11 22,22 33,33 27,77 22,22 27,77 27, ,66 16,66 27,77 16,66 11,11 27,77 22, ,11 22,22 22,22 22,22 27,77 16,66 16, ,11 16,66 27,77 27,77 16,66 22,22 27, ,22 11,11 16,66 33,33 22,22 27,77 16,66 Rata-rata 21,48 22,77 25,37 24,07 21,48 22,22 21,29 SD 9,65 6,25 6,47 6,41 5,00 5,46 7,01

57 41 Lampiran 16 Rata-rata diameter serat kayu Medang dari empulur ke kulit No Diameter Lumen (μm) R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 1 16,67 13,33 10,00 16,67 10,00 10,00 16, ,67 26,66 13,33 16,67 13,33 20,00 13,33 3 6,67 16,67 13,33 10,00 16,67 20,00 13, ,00 13,33 13,33 13,33 10,00 6,67 13, ,00 20,00 13,33 13,33 16,67 16,67 10,00 6 6,67 20,00 13,33 10,00 16,67 16,67 13, ,00 10,00 20,00 16,67 13,33 10,00 20, ,33 13,33 6,67 6,67 10,00 20,00 13, ,33 10,00 10,00 13,33 13,33 16,67 16, ,67 20,00 16,67 13,33 13,33 3,33 13, ,33 13,33 10,00 10,00 13,33 13,33 13, ,67 16,67 10,00 13,33 16,67 13,33 13, ,00 10,00 10,00 13,33 10,00 16,67 13, ,67 10,00 10,00 6,67 6,67 13,33 10, ,00 10,00 13,33 16,67 10,00 13,33 13, ,67 10,00 16,67 10,00 16,67 16,67 16, ,33 10,00 13,33 13,33 16,67 13,33 20, ,33 10,00 16,67 13,33 6,67 13,33 6, ,67 13,33 10,00 13,33 10,00 16,67 16, ,33 13,33 16,67 10,00 6,67 16,67 13, ,00 16,67 16,67 13,33 10,00 16,67 16, ,33 10,00 20,00 13,33 13,33 13,33 20, ,67 20,00 10,00 10,00 10,00 16,67 16, ,33 10,00 16,67 16,67 20,00 16,67 13, ,00 10,00 10,00 16,67 16,67 16,67 13, ,00 13,33 13,33 16,67 20,00 16,67 13, ,33 10,00 6,67 10,00 10,00 13,33 16, ,67 13,33 16,67 3,33 16,67 16,67 13, ,33 13,33 10,00 13,33 16,67 13,33 16, ,33 13,33 10,00 13,33 10,00 13,33 13,33 Rata-rata 13,33 13,67 12,89 12,55 13,00 14,67 14,44 SD 4,20 4,23 3,58 3,35 3,85 3,67 2,95

58 42 Lampiran 17 Rata-rata panjang pori kayu Medang dari empulur ke kulit No Panjang Pori R1 R2 R3 R4 R5 R6 R Rata-rata SD Lampiran 18 Rata-rata diameter pori kayu Medang dari empulur ke kulit No Panjang Pori R1 R2 R3 R4 R5 R6 R Rata-rata SD

59 Lampiran 19 Nilai kadar air, berat jenis dan kerapatan tiga jenis kayu yang diteliti Kayu: Belangeran Segmen BA (g) BKT (g) Volume Kerapatan (ρ) KA (%) (cm³) (g/cm³) BJ 1 5,1508 4,2054 6,128 22,48 0,84 0,69 2 5,1805 4,2915 6,088 20,72 0,85 0,70 3 4,6210 3,8170 6,204 21,06 0,74 0,62 4 4,0354 3,3175 5,916 21,64 0,68 0,56 5 3,8340 3,1674 5,708 21,05 0,67 0,55 Rata-rata 21,39 0,76 0,62 Kayu: Bungur Segmen BA (g) BKT (g) Volume Kerapatan KA (%) (cm³) (ρ) (g/cm³) BJ BF 1 3,9417 2,7075 5,369 45,58 0,73 0,50 BF 2 3,6991 2,5647 5,369 44,23 0,69 0,48 BF 3 3,8097 2,5687 5,463 48,31 0,70 0,47 BF 4 3,2810 2,3964 5,405 36,91 0,61 0,44 BF 5 3,9046 2,7719 5,442 40,86 0,72 0,51 BF 6 3,5265 2,5974 5,485 35,77 0,64 0,47 BF 7 2,7923 2,2564 5,501 23,75 0,51 0,41 BF 8 3,1351 2,5683 5,430 22,07 0,58 0,47 Rata-rata 37,19 0,65 0,47 Kayu: Medang Segmen BA (g) BKT (g) Volume Kerapatan KA (%) (cm³) (ρ) (g/cm³) BJ 1 3,0241 2,4905 5,279 21,43 0,57 0,47 2 3,1807 2,6146 5,345 21,65 0,60 0,49 3 3,5719 2,9164 5,295 22,48 0,67 0,55 4 3,4787 2,8159 5,295 23,54 0,66 0,53 5 3,3982 2,7585 5,200 23,19 0,65 0,53 6 3,0416 2,5043 5,131 21,46 0,59 0,49 7 3,0947 2,5602 5,306 20,88 0,58 0,48 Rata-rata 22,09 0,62 0,51 Keterangan: BA : berat awal BKT : berat kering tanur KA : kadar air BJ : berat jenis 43

60 44 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 24 Juli 1990 merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Sunardi dan Ibu Sumarni, S.Pd.SD. Penulis memulai pendidikan formal di SDN Kebon Pedes I ( ), kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Bogor ( ) dan SMA Negeri 7 Bogor ( ). Pada tahun 2008 penulis diterima di IPB (Institut Pertanian Bogor) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan diterima di Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan dan kegiatan yakni sebagai anggota divisi eksternal HIMASILTAN (Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan) periode , anggota Kelompok Minat Teknologi Peningkatan Mutu Kayu periode , anggota divisi PDD pada acara KOMPAK pada tahun 2010, anggota UKM Basket Fakultas Kehutanan IPB Penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) tahun 2010 di Baturaden-Cilacap, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) tahun 2011 di Gunung Walat serta melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) tahun 2012 di KBM IK Brumbung, Semarang. Dalam penyelesaian studi di Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian yang berjudul Struktur Anatomi dan Sifat Fisis serta Alternatif Tujuan Penggunaan Tiga Jenis Kayu Asal Kalimantan dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Ikan Tradisional Menurut Nomura dan Yamazaki (1975) dalam Prasetyo (2008), kapal ikan merupakan kapal yang digunakan dalam kegiatan perikanan, mencakup aktivitas penangkapan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil identifikasi herbarium yang dilakukan mempertegas bahwa ketiga jenis kayu yang diteliti adalah benar burmanii Blume, C. parthenoxylon Meissn., dan C. subavenium Miq. 4.1

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung dari bulan Pebruari hingga Juni 2009. Identifikasi herbarium dilakukan di Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor, sementara pengamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jati Tectona grandis Linn. f. atau jati merupakan salah satu tumbuhan yang masuk dalam anggota famili Verbenaceae. Di Indonesia dikenal juga dengan nama deleg, dodolan, jate,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Karakterisitik makroskopis pada enam potongan kayu yang diteliti

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Karakterisitik makroskopis pada enam potongan kayu yang diteliti 4.1 Sifat Makroskopis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan makroskopis meliputi warna, corak, tekstur dan arah serat kayu disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Karakterisitik makroskopis pada enam potongan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik TINJAUAN PUSTAKA Ekaliptus Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Division Sub Divisio Class Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospoermae : Dicotyledone : Myrtiflorae : Myrtaceae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pohon dengan famili Sapindacaeae. Rambutan adalah tanaman tropis yang

TINJAUAN PUSTAKA. pohon dengan famili Sapindacaeae. Rambutan adalah tanaman tropis yang TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Deskripsi Tanaman 1. Rambutan (N. lappaceum) Rambutan (N. lappaceum) merupakan tanaman buah hortikultural berupa pohon dengan famili Sapindacaeae. Rambutan adalah tanaman tropis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pohon Mindi (M. azedarach L.) merupakan jenis pohon cepat tumbuh.

TINJAUAN PUSTAKA. Pohon Mindi (M. azedarach L.) merupakan jenis pohon cepat tumbuh. TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kayu a. Taksonomi Pohon Mindi (M. azedarach L.) merupakan jenis pohon cepat tumbuh. Pohon Mindi menyukai cahaya, agak tahan kekeringan, agak toleran dan tahan terhadap salinitas

Lebih terperinci

STRUKTUR ANATOMI KAYU DAUN LEBAR (HARDWOODS) dan KAYU DAUN JARUM (SOFTWOODS)

STRUKTUR ANATOMI KAYU DAUN LEBAR (HARDWOODS) dan KAYU DAUN JARUM (SOFTWOODS) KARYA TULIS STRUKTUR ANATOMI KAYU DAUN LEBAR (HARDWOODS) dan KAYU DAUN JARUM (SOFTWOODS) Disusun Oleh: APRI HERI ISWANTO, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 844 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978) dalam Utomo (2008) E. urophylla

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978) dalam Utomo (2008) E. urophylla TINJAUAN PUSTAKA Kayu Eucalyptus urophylla Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978) dalam Utomo (2008) E. urophylla termasuk dalam famili Myrtaceae, terdiri atas 500 jenis dan 138 varietas. Pohon ekaliptus

Lebih terperinci

PERBANDINGAN SIFAT ANATOMI KAYU TUSAM (Pinus merkusii) ALAMI DAN TANAMAN

PERBANDINGAN SIFAT ANATOMI KAYU TUSAM (Pinus merkusii) ALAMI DAN TANAMAN PERBANDINGAN SIFAT ANATOMI KAYU TUSAM (Pinus merkusii) ALAMI DAN TANAMAN SKRIPSI Oleh: FRISKA EVALINA GINTING 081203048/ TEKNOLOGI HASIL HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

(Anatomical Structure of Surian Wood (Toona sinensis Roem))

(Anatomical Structure of Surian Wood (Toona sinensis Roem)) (Anatomical Structure of Surian Wood (Toona sinensis Roem)) Atmawi Darwis 1), Imam Wahyudi 2), Ratih Damayanti 3) 1) Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung 2) Departemen Hasil Hutan,

Lebih terperinci

KAJIAN STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT KAYU NORMAL, KAYU TARIK, DAN KAYU OPPOSITE DARI JENIS KAWISTA

KAJIAN STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT KAYU NORMAL, KAYU TARIK, DAN KAYU OPPOSITE DARI JENIS KAWISTA KAJIAN STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT KAYU NORMAL, KAYU TARIK, DAN KAYU OPPOSITE DARI JENIS KAWISTA (Limonia acidissima L.) ASAL BIMA NUSA TENGGARA BARAT DIDINT DWI PREHANTORO S. DEPARTEMEN HASIL

Lebih terperinci

Fakultas Kehutanan, Universitas Negeri Papua, Jl. Gn. Salju Amban, Manokwari

Fakultas Kehutanan, Universitas Negeri Papua, Jl. Gn. Salju Amban, Manokwari Sifat Anatomi Kayu Flindersia pimenteliana F. Muell asal Teluk Wondama Papua Barat (Anatomical Properties of Flindersia pimenteliana F. Muell from Wondama Bay West Papua) Renny Purnawati 1), Imam Wahyudi

Lebih terperinci

DIMENSI SERAT DAN PROPORSI SEL PER LINGKARAN TUMBUH KAYU SUNGKAI (Peronema canescens Jack) DARI KULON PROGO, YOGYAKARTA

DIMENSI SERAT DAN PROPORSI SEL PER LINGKARAN TUMBUH KAYU SUNGKAI (Peronema canescens Jack) DARI KULON PROGO, YOGYAKARTA C9 DIMENSI SERAT DAN PROPORSI SEL PER LINGKARAN TUMBUH KAYU SUNGKAI (Peronema canescens Jack) DARI KULON PROGO, YOGYAKARTA Oleh : Harry Praptoyo, S.Hut 1), Edy Cahyono 2) 1) Staf Dosen Fakultas Kehutanan

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN SIFAT KAYU SUKUN ( Artocarpus communis FORST) DARI HUTAN RAKYAT DI YOGYAKARTA. Oleh: Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada INTISARI

STRUKTUR DAN SIFAT KAYU SUKUN ( Artocarpus communis FORST) DARI HUTAN RAKYAT DI YOGYAKARTA. Oleh: Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada INTISARI STRUKTUR DAN SIFAT KAYU SUKUN ( Artocarpus communis FORST) DARI HUTAN RAKYAT DI YOGYAKARTA Oleh: Fanny Hidayati dan P. Burhanuddin Siagian Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada INTISARI Kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kayu Manis berikut : Sistematika kayu manis menurut Rismunandar dan Paimin (2001), sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Sub kelas Ordo Family Genus Spesies : Plantae : Gymnospermae

Lebih terperinci

VARIASI SIFAT ANATOMI KAYU MERANTI MERAH (Shorea leprosula) PADA 3 KLAS DIAMETER YANG BERBEDA

VARIASI SIFAT ANATOMI KAYU MERANTI MERAH (Shorea leprosula) PADA 3 KLAS DIAMETER YANG BERBEDA ANATOMI DAN SIFAT DASAR KAYU VARIASI SIFAT ANATOMI KAYU MERANTI MERAH (Shorea leprosula) PADA 3 KLAS DIAMETER YANG BERBEDA Harry Praptoyo Bagian Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KAYU MEDANG BERDASARKAN MORFOLOGI SERAT, NILAI TURUNAN DIMENSI SERAT, SUDUT MIKROFIBRIL DAN SIFAT FISISNYA IGNATIUS HANDOKO PRAMANA

PEMANFAATAN KAYU MEDANG BERDASARKAN MORFOLOGI SERAT, NILAI TURUNAN DIMENSI SERAT, SUDUT MIKROFIBRIL DAN SIFAT FISISNYA IGNATIUS HANDOKO PRAMANA PEMANFAATAN KAYU MEDANG BERDASARKAN MORFOLOGI SERAT, NILAI TURUNAN DIMENSI SERAT, SUDUT MIKROFIBRIL DAN SIFAT FISISNYA IGNATIUS HANDOKO PRAMANA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Volume Pohon Secara alami, volume kayu dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi sortimen. Beberapa jenis volume kayu yang paling lazim dipakai sebagai dasar penaksiran,

Lebih terperinci

Gambar (Figure) 1. Bagan Pengambilan Contoh Uji (Schematic pattern for wood sample collection)

Gambar (Figure) 1. Bagan Pengambilan Contoh Uji (Schematic pattern for wood sample collection) H3 Ujung (Thrunk) 2 cm 2 cm 2 cm Sampel kayu untuk mikrotom (Sample for microtom) H2 Tengah (Middle) Sampel kayu untuk maserasi (Sample for maserasion) H1 Pangkal (Bottom) D1 D2 D3 D4 Empulur (Pith) Kulit

Lebih terperinci

CIRI ANATOMI DAN LAJU PENGERINGAN ALAMI TIGA JENIS KAYU CINNAMOMUM ANDIANTO

CIRI ANATOMI DAN LAJU PENGERINGAN ALAMI TIGA JENIS KAYU CINNAMOMUM ANDIANTO CIRI ANATOMI DAN LAJU PENGERINGAN ALAMI TIGA JENIS KAYU CINNAMOMUM ANDIANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 31 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Anatomi, Dimensi Serat dan Microfibril Angle (MFA) Samama (Anthocephalus Macrophyllus)1

Beberapa Sifat Anatomi, Dimensi Serat dan Microfibril Angle (MFA) Samama (Anthocephalus Macrophyllus)1 Beberapa Sifat Anatomi, Dimensi Serat dan Microfibril Angle (MFA) Samama (Anthocephalus Macrophyllus)1 Tekat Dwi Cahyono2 1) Judul Naskah, disampaikan pada Seminar Nasional Penguatan Pembangunan Berbasis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran Microfibril Angle (MFA) Contoh uji persegi panjang diambil dari disk dan dipotong menjadi segmen dengan ukuran 5 cm x 1,5 cm x 1 cm dari empulur hingga kulit dan diberi nomor mulai dari empulur

Lebih terperinci

Oleh: Merryana Kiding Allo

Oleh: Merryana Kiding Allo Corak Indah Kayu Eboni (Diospyros celebica Bakh.) CORAK INDAH KAYU EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Oleh: Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243, telp. (0411)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Data hasil pengujian sifat fisis kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN SIFAT KAYU TREMBESI ( Samanea saman MERR) DARI HUTAN RAKYAT DI YOGYAKARTA

STRUKTUR DAN SIFAT KAYU TREMBESI ( Samanea saman MERR) DARI HUTAN RAKYAT DI YOGYAKARTA STRUKTUR DAN SIFAT KAYU TREMBESI ( Samanea saman MERR) DARI HUTAN RAKYAT DI YOGYAKARTA Fanny Hidayati dan P. Burhanuddin Siagian Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Abstrak Kebutuhan akan kayu semakin

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 7 METODOLOGI PENELITIAN Bahan Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah kayu sengon dan kayu jabon (Gambar 5) yang berumur lima, enam, dan tujuh tahun yang diperoleh dari hutan rakyat di daerah

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG Oleh Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Iwan Risnasari : Kajian

Lebih terperinci

STRUKTUR ANATOMI ENAM JENIS KAYU BAHAN BAKU PEMBUATAN KAPAL IKAN TRADISIONAL SILVANTO REKSO UTOMO E

STRUKTUR ANATOMI ENAM JENIS KAYU BAHAN BAKU PEMBUATAN KAPAL IKAN TRADISIONAL SILVANTO REKSO UTOMO E STRUKTUR ANATOMI ENAM JENIS KAYU BAHAN BAKU PEMBUATAN KAPAL IKAN TRADISIONAL SILVANTO REKSO UTOMO E24080005 DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 ANATOMICAL STRUCTURE

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KAYU KI ACRET (Spatholdea campanulata Beauv) SEBAGAI BAHAN BAKU PULP KERTAS MELALUI UJI TURUNAN DIMENSI SERAT

PEMANFAATAN KAYU KI ACRET (Spatholdea campanulata Beauv) SEBAGAI BAHAN BAKU PULP KERTAS MELALUI UJI TURUNAN DIMENSI SERAT PEMANFAATAN KAYU KI ACRET (Spatholdea campanulata Beauv) SEBAGAI BAHAN BAKU PULP KERTAS MELALUI UJI TURUNAN DIMENSI SERAT Irawati Azhari Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU Abstract The aim of

Lebih terperinci

4 STRUKTUR ANATOMI SALURAN RESIN PADA PINUS MERKUSII KANDIDAT BOCOR GETAH

4 STRUKTUR ANATOMI SALURAN RESIN PADA PINUS MERKUSII KANDIDAT BOCOR GETAH 50 4 STRUKTUR ANATOMI SALURAN RESIN PADA PINUS MERKUSII KANDIDAT BOCOR GETAH 4.1 Pendahuluan Hasil analisis morfogenetika (Bab 3) menunjukkan bahwa produksi getah dipengaruhi oleh faktor genetika dan terdapat

Lebih terperinci

KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus grandis) UMUR 5 TAHUN

KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus grandis) UMUR 5 TAHUN KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus grandis) UMUR 5 TAHUN SKRIPSI FRANS JANUARI HUTAGALUNG 051203045 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVESITAS SUMATERA UTARA 2010 LEMBAR PENGESAHAN

Lebih terperinci

STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT EMPAT JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL ANITA ARUMSARI

STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT EMPAT JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL ANITA ARUMSARI STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT EMPAT JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL ANITA ARUMSARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

PENGENALAN JENIS KAYU Manfaat Pengenalan Jenis Kayu

PENGENALAN JENIS KAYU Manfaat Pengenalan Jenis Kayu PENGETAHUAN DASAR TENTANG KAYU Materi perkuliahan KRIYA KAYU Drs. Yadi Rukmayadi, M.Pd. PENGENALAN JENIS KAYU Manfaat Pengenalan Jenis Kayu Kegiatan penentuan jenis kayu (identifikasi jenis kayu) merupakan

Lebih terperinci

C10. Oleh : Titik Sundari 1), Burhanuddin Siagian 2), Widyanto D.N. 2) 1) Alumni Fakultas Kehutanan UGM, 2) Staf Pengajar Fakultas Kehutanan UGM

C10. Oleh : Titik Sundari 1), Burhanuddin Siagian 2), Widyanto D.N. 2) 1) Alumni Fakultas Kehutanan UGM, 2) Staf Pengajar Fakultas Kehutanan UGM C10 DIMENSI SERAT DAN PROPORSI SEL PADA BEBERAPA VARIASI UMUR POHON DAN LETAK RADIAL BATANG Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex Benth. DARI DESA KEDUNGPOH, GUNUNGKIDUL Oleh : Titik Sundari 1), Burhanuddin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu perlu diperhatikan untuk pengembangan penggunaan kayu secara optimal, baik dari segi kekuatan maupun keindahan. Beberapa sifat fisis kayu yang harus diketahui

Lebih terperinci

PENENTUAN AIR DALAM RONGGA SEL KAYU

PENENTUAN AIR DALAM RONGGA SEL KAYU KARYA TULIS PENENTUAN AIR DALAM RONGGA SEL KAYU Disusun Oleh: Tito Sucipto, S.Hut., M.Si. NIP. 19790221 200312 1 001 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

KAYU JUVENIL (JUVENILE WOOD)

KAYU JUVENIL (JUVENILE WOOD) KARYA TULIS KAYU JUVENIL (JUVENILE WOOD) Disusun oleh : RUDI HARTONO, S.HUT, MSi NIP 132 303 838 JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2006 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar

Lebih terperinci

STRUKTUR ANATOMI, SIFAT FISIS DAN MEKANIS KAYU KAMBELU

STRUKTUR ANATOMI, SIFAT FISIS DAN MEKANIS KAYU KAMBELU Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 No. 1, Maret 2013: 27-35 ISSN: 0216-4329 Terakreditasi No.: 443/AU2/P2MI-LIPI/08/2012 27 STRUKTUR ANATOMI, SIFAT FISIS DAN MEKANIS KAYU KAMBELU ( Buxus rolfie Vidal.) DAN

Lebih terperinci

Karakteristik Struktur Anatomi Kayu Kuku (Pericopsis mooniana Thwaiters) The Anatomical Characteristics of Pericopsis mooniana Thwaiters

Karakteristik Struktur Anatomi Kayu Kuku (Pericopsis mooniana Thwaiters) The Anatomical Characteristics of Pericopsis mooniana Thwaiters Karakteristik Struktur Anatomi Kayu Kuku (Pericopsis mooniana Thwaiters) The Anatomical Characteristics of Pericopsis mooniana Thwaiters I Ketut N. Pandit Abstract The objective of this research is to

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Air dalam Kayu Pengeringan Kayu

TINJAUAN PUSTAKA Air dalam Kayu Pengeringan Kayu 7 TINJAUAN PUSTAKA Air dalam Kayu Kadar air kayu segar atau kadar air pada saat pohon masih berdiri bervariasi antara 30-300%. Variasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, jenis kayu, posisi kayu

Lebih terperinci

SIFAT ANATOMI DAN KUALITAS SERAT JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL: SUKU CAPPARIDACEAE, CAPRIFOLIACEAE, CHLORANTHACEAE DAN COMPOSITAE

SIFAT ANATOMI DAN KUALITAS SERAT JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL: SUKU CAPPARIDACEAE, CAPRIFOLIACEAE, CHLORANTHACEAE DAN COMPOSITAE Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 No. 4, Desember 2014: 341-354 ISSN: 0216-4329 Terakreditasi No.: 443/AU2/P2MI-LIPI/08/2012 SIFAT ANATOMI DAN KUALITAS SERAT JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL: SUKU CAPPARIDACEAE,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSATAKA

BAB II TINJAUAN PUSATAKA BAB II TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Sambungan Kayu Tujuan penyambungan kayu adalah untuk memperoleh panjang yang diinginkan atau membentuk suatu konstruksi rangka batang sesuai dengan yang kita inginkan. Sebuah

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN KISI-KISI TES/CONTOH SOAL UJIAN

KONTRAK PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN KISI-KISI TES/CONTOH SOAL UJIAN KONTRAK PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN KISI-KISI TES/CONTOH SOAL UJIAN MATA KULIAH ANATOMI DAN IDENTIFIKASI KAYU (HHT 212) DEPARTEMEN HASIL

Lebih terperinci

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

Kayu lapis untuk kapal dan perahu Standar Nasional Indonesia Kayu lapis untuk kapal dan perahu ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah, definisi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sambungan Kayu Penggunaan kayu sebagai bahan bangunan masih menjadi pilihan utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini mengingat lebih banyak keuntungan menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).

Lebih terperinci

KAITAN POLA PENYEBARAN SALURAN GETAH

KAITAN POLA PENYEBARAN SALURAN GETAH TEKNIK PENYADAPAN GETAH JELUTUNG YANG EFEKTIF DAN RAMAH LINGKUNGAN UNTUK MENGHASILKAN LATEKS BERMUTU TINGGI KAITAN POLA PENYEBARAN SALURAN GETAH DENGAN TEKNIK PENYADAPANNYA IMAM WAHYUDI 1), RUDI HARTONO

Lebih terperinci

BEBERAPA SIFAT FISIK GUBAL ANGSANA

BEBERAPA SIFAT FISIK GUBAL ANGSANA BEBERAPA SIFAT FISIK GUBAL ANGSANA (Pterocarpus indicus) Some Physical Properties of Angsana (Pterocarpus indicus) Sapwood Belly Ireeuw 1, Reynold P. Kainde 2, Josephus I. Kalangi 2, Johan A. Rombang 2

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS TANAH TERHADAP DIMENSI SERAT DAN NILAI TURUNAN SERAT KAYU AKASIA DAUN LEBAR (Acacia mangium Willd)

PENGARUH JENIS TANAH TERHADAP DIMENSI SERAT DAN NILAI TURUNAN SERAT KAYU AKASIA DAUN LEBAR (Acacia mangium Willd) Jurnal Hutan Tropis Volume 13 No. 1 Maret 2012 ISSN 1412-4645 PENGARUH JENIS TANAH TERHADAP DIMENSI SERAT DAN NILAI TURUNAN SERAT KAYU AKASIA DAUN LEBAR (Acacia mangium Willd) Influence Of Soil Type On

Lebih terperinci

SIFAT ANATOMI EMPAT JENIS KAYU KURANG DIKENAL DI SUMATERA UTARA (Anatomical Properties of Four Lesser Known Species in North Sumatra)

SIFAT ANATOMI EMPAT JENIS KAYU KURANG DIKENAL DI SUMATERA UTARA (Anatomical Properties of Four Lesser Known Species in North Sumatra) SIFAT ANATOMI EMPAT JENIS KAYU KURANG DIKENAL DI SUMATERA UTARA (Anatomical Properties of Four Lesser Known Species in North Sumatra) Oleh /By: Gunawan Pasaribu, Sahwalita & Bonifasius Sipayung ABSTRACT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika

TINJAUAN PUSTAKA. (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika TINJAUAN PUSTAKA Oriented Strand Board (OSB) Awalnya produk OSB merupakan pengembangan dari papan wafer (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika pada tahun 1954. Limbah-limbah

Lebih terperinci

CIRI ANATOMI DAN LAJU PENGERINGAN ALAMI TIGA JENIS KAYU CINNAMOMUM ANDIANTO

CIRI ANATOMI DAN LAJU PENGERINGAN ALAMI TIGA JENIS KAYU CINNAMOMUM ANDIANTO CIRI ANATOMI DAN LAJU PENGERINGAN ALAMI TIGA JENIS KAYU CINNAMOMUM ANDIANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 31 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

SIFAT FISIS KAYU: Berat Jenis dan Kadar Air Pada Beberapa Jenis Kayu

SIFAT FISIS KAYU: Berat Jenis dan Kadar Air Pada Beberapa Jenis Kayu KARYA TULIS SIFAT FISIS KAYU: Berat Jenis dan Kadar Air Pada Beberapa Jenis Kayu Disusun Oleh: APRI HERI ISWANTO, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 844 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi

Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi Standar Nasional Indonesia Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tampilan Kayu Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 16 BAB III BAHAN DAN METODE 3. 1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan mulai April 2008 November 2008 yang dilaksanakan di Laboratorium Peningkatan Mutu dan Laboratorium Kimia Hasil Hutan Departemen

Lebih terperinci

VARIASI SIFAT ANATOMI KAYU SENGON (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) DARI 2 JENIS PERMUDAAN YANG BERBEDA

VARIASI SIFAT ANATOMI KAYU SENGON (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) DARI 2 JENIS PERMUDAAN YANG BERBEDA VARIASI SIFAT ANATOMI KAYU SENGON (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) DARI 2 JENIS PERMUDAAN YANG BERBEDA Harry Praptoyo 1 dan Reni Puspitasari 2 1 Staf Pengajar Bagian Teknologi Hasil Hutan, Fakultas

Lebih terperinci

STRUKTUR ANATOMI DAN SIFAT FISIS KAYU REAKSI PADA KAYU TERAP (ARTOCARPUS ODORATISSIMUS) ASAL KALIMANTAN SELATAN TRISTIANA DWI NURDHITA SARI

STRUKTUR ANATOMI DAN SIFAT FISIS KAYU REAKSI PADA KAYU TERAP (ARTOCARPUS ODORATISSIMUS) ASAL KALIMANTAN SELATAN TRISTIANA DWI NURDHITA SARI STRUKTUR ANATOMI DAN SIFAT FISIS KAYU REAKSI PADA KAYU TERAP (ARTOCARPUS ODORATISSIMUS) ASAL KALIMANTAN SELATAN TRISTIANA DWI NURDHITA SARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL. Tingkat perubahan warna, panjang kedalaman zona perubahan warna serta tingkat wangi dinyatakan dalam nilai rata-rata ± simpangan baku.

HASIL. Tingkat perubahan warna, panjang kedalaman zona perubahan warna serta tingkat wangi dinyatakan dalam nilai rata-rata ± simpangan baku. 4 Tabel 1 Rancangan pemberian MeJA 750 mm secara berulang. Induksi / Pengamatan Perlakuan (hari ke-) Induksi 0 10 25 50 75 M1 * * * * M2 * * * M3 * * M4 * Keterangan : = pemberian * = pengamatan M1= Perlakuan

Lebih terperinci

BABII TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku

BABII TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku BABII TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku laporan tugas akhir dan makalah seminar yang digunakan sebagai inspirasi untuk menyusun konsep penelitian

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di areal KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Jenis-jenis kayu untuk konstruksi di proyek- Pada kesempatan ini saya akan berbagi informasi tentang Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Kayu adalah material

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN KUALITAS SERAT LIMA JENIS KAYU ANDALAN SETEMPAT ASAL JAWA BARAT DAN BANTEN

IDENTIFIKASI DAN KUALITAS SERAT LIMA JENIS KAYU ANDALAN SETEMPAT ASAL JAWA BARAT DAN BANTEN Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 No. 4, Desember 2014: 297-312 ISSN: 0216-4329 Terakreditasi No.: 443/AU2/P2MI-LIPI/08/2012 IDENTIFIKASI DAN KUALITAS SERAT LIMA JENIS KAYU ANDALAN SETEMPAT ASAL JAWA BARAT

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN Pilihan suatu bahan bangunan tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis, dan dari keindahan. Perlu suatu bahan diketahui sifat-sifat sepenuhnya. Sifat Utama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan Bahan yang digunakan antara lain daun salak [Salacca zalacca (Gaertn.) Voss] kultivar Kedung Paruk,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian

Lebih terperinci

SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU BONGIN (Irvingia malayana Oliv) DARI DESA KARALI III KABUPATEN MURUNG RAYA KALIMANTAN TENGAH

SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU BONGIN (Irvingia malayana Oliv) DARI DESA KARALI III KABUPATEN MURUNG RAYA KALIMANTAN TENGAH SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU BONGIN (Irvingia malayana Oliv) DARI DESA KARALI III KABUPATEN MURUNG RAYA KALIMANTAN TENGAH Oleh/By Muhammad Faisal Mahdie Program Studi Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

Lebih terperinci

STRUKTUR ANATOMI KAYU TAHONGAI (Kleinhovia hospita Linn)

STRUKTUR ANATOMI KAYU TAHONGAI (Kleinhovia hospita Linn) Ulin J Hut Trop 1(2): 113-119 pissn 2599 125, eissn 2599 1183 September 217 STRUKTUR ANATOMI KAYU TAHONGAI (Kleinhovia hospita Linn) Kusno Yuli Widiati Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda-Kaltim

Lebih terperinci

EVALUASI KUALITAS PERTUMBUHAN DAN KARAKTERISTIK KAYU JATI (Tectona grandis L. f.) UNGGUL NUSANTARA UMUR 4 TAHUN DICKY KRISTIA DINATA SINAGA

EVALUASI KUALITAS PERTUMBUHAN DAN KARAKTERISTIK KAYU JATI (Tectona grandis L. f.) UNGGUL NUSANTARA UMUR 4 TAHUN DICKY KRISTIA DINATA SINAGA EVALUASI KUALITAS PERTUMBUHAN DAN KARAKTERISTIK KAYU JATI (Tectona grandis L. f.) UNGGUL NUSANTARA UMUR 4 TAHUN DICKY KRISTIA DINATA SINAGA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno,

BAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sengon merupakan salah satu tanaman cepat tumbuh yang dipilih dalam program pembangunan hutan tanaman industri (HTI) karena memiliki produktivitas yang tinggi dengan

Lebih terperinci

KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR BATANG PINANG (Areca catechu L.)

KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR BATANG PINANG (Areca catechu L.) KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR BATANG PINANG (Areca catechu L.) HASIL PENELITIAN Oleh : TRISNAWATI 051203021 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Kayu. Umum. TKS 4406 Material Technology I. (wood or timber)

Kayu. Umum. TKS 4406 Material Technology I. (wood or timber) TKS 4406 Material Technology I Kayu (wood or timber) Dr.Eng. Achfas Zacoeb, ST., MT. Department of Civil Engineering Faculty of Engineering University of Brawijaya Umum Kayu merupakan hasil hutan dari

Lebih terperinci

Kandungan Kayu Gubal dan Teras pada Dolog dan Papan Gergajian. Manglid (Manglieta glauca Bl.))

Kandungan Kayu Gubal dan Teras pada Dolog dan Papan Gergajian. Manglid (Manglieta glauca Bl.)) Kandungan Kayu Gubal dan Teras pada Dolog dan Papan Gergajian Manglid (Manglieta glauca Bl.) (Sapwood and Heartwood Contents on the Logs and Sawn Boards of Manglid (Manglieta glauca Bl.)) Balai Penelitian

Lebih terperinci

PERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN

PERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.1, No.2, Desember 2009 : 19 24 PERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN THE CHARACTERISTIC IMPROVEMENT OF LOW STRENGTH CLASS WOOD BY PRESSING

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763 16 TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa sawit Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Sub famili Genus Spesies : Plantae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerusakan hutan alam di Indonesia periode antara tahun 1985-1997 mencapai 1,6 juta ha setiap tahunnya. Pada periode antara tahun 1997-2000 kerusakan hutan mencapai rata-rata

Lebih terperinci

STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT ENAM JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL (THE LEAST KNOWN WOOD SPECIES) DARI FAMILI LEGUMINOSAE AGUNG PRASETYO

STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT ENAM JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL (THE LEAST KNOWN WOOD SPECIES) DARI FAMILI LEGUMINOSAE AGUNG PRASETYO STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT ENAM JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL (THE LEAST KNOWN WOOD SPECIES) DARI FAMILI LEGUMINOSAE AGUNG PRASETYO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN KISI-KISI TES

KONTRAK PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN KISI-KISI TES KONTRAK PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN KISI-KISI TES MATA KULIAH HASIL HUTAN SEBAGAI BAHAN BAKU (HHT 211) DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Struktur Anatomi Kayu Beberapa Jenis Buah-Buahan. Anatomical Structure of Fruit Woods

Struktur Anatomi Kayu Beberapa Jenis Buah-Buahan. Anatomical Structure of Fruit Woods Struktur Anatomi Kayu Beberapa Jenis Buah-Buahan Anatomical Structure of Fruit Woods Yulia Sandri 1),Tesri Maideliza 1), dan Syamsuardi 2) 1) Laboratorium Struktur dan Perkembangan Tumbuhan, Jurusan Biologi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 %

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 % TINJAUAN PUSTAKA Limbah Penggergajian Eko (2007) menyatakan bahwa limbah utama dari industri kayu adalah potongan - potongan kecil dan serpihan kayu dari hasil penggergajian serta debu dan serbuk gergaji.

Lebih terperinci

Warna Alami Kayu. Evalina Herawati. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Warna Alami Kayu. Evalina Herawati. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Warna Alami Kayu Evalina Herawati Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Kayu telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan oleh manusia sejak zaman dahulu. Dengan berbagai

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kadar air (Ka) adalah banyaknya air yang dikandung pada sepotong kayu yang dinyatakan dengan persentase dari berat kayu kering tanur. Kadar air pohon Jati hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis 4.1.1 Kadar air BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata nilai kadar air (KA) kayu surian kondisi kering udara pada masing-masing bagian (pangkal, tengah dan ujung) disajikan pada Tabel 1.

Lebih terperinci

SIFAT FISIKA DAN DIMENSI SERAT DUA JENIS KAYU BAKAU PADA BERBAGAI POSISI

SIFAT FISIKA DAN DIMENSI SERAT DUA JENIS KAYU BAKAU PADA BERBAGAI POSISI SIFAT FISIKA DAN DIMENSI SERAT DUA JENIS KAYU BAKAU PADA BERBAGAI POSISI Oleh/By YAN PIETER THEO Program Studi Teknologi Hasil Hutan Fakultas Lambung Mangkurat Jl. A. Yani KM 36 Banjarbaru, Kalimantan

Lebih terperinci

STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT ENAM JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL (THE LEAST KNOWN WOOD SPECIES) DARI FAMILI LEGUMINOSAE AGUNG PRASETYO

STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT ENAM JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL (THE LEAST KNOWN WOOD SPECIES) DARI FAMILI LEGUMINOSAE AGUNG PRASETYO STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT ENAM JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL (THE LEAST KNOWN WOOD SPECIES) DARI FAMILI LEGUMINOSAE AGUNG PRASETYO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi dan Deskripsi Lokasi 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah daun jambu air (Syzygium aqueum). Kemikalia yang digunakan yaitu larutan alkohol 96%, ethanol,

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA II.1 UMUM Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, merupakan bahan mentah yang mudah diproses dan dibentuk untuk dijadikan barang maupun konstruksi yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Yogyakarta (lokasi 1) dari pusat kota ke arah Gunung Merapi sebagai lokasi yang relatif tercemar dan di Kota Solo

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN. vii

DAFTAR ISI HALAMAN. vii DAFTAR ISI HALAMAN HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

Macam Kayu Menurut Susunannya. Pengetahuan Bahan

Macam Kayu Menurut Susunannya. Pengetahuan Bahan Macam Kayu Menurut Susunannya Pengetahuan Bahan Bagian Melintang Permukaan Kayu KAYU MASAK Gambar ini menunjukkan pohon yang mempunyai kayu gubal dan kayu teras, dengan nama lain pohon kayu teras Perbedaan

Lebih terperinci

(trees). Terdapat perbedaan pengertian antara pohon dan tanam-tanaman

(trees). Terdapat perbedaan pengertian antara pohon dan tanam-tanaman DASAR-DASAR STRUKTUR KAYU A. MENGENAL KAYU 1. Pengertian kayu Kayu adalah bahan yang kita dapatkan dari tumbuh-tumbuhan (dalam) alam dan termasuk vegetasi hutan. Tumbuh-tumbuhan yang dimaksud disini adalah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan tarik double shear balok kayu pelat baja menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran tertentu ini dilakukan selama kurang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. organisme hidup yaitu tumbuhan (Praptoyo, 2010). Kayu termasuk salah satu hasil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. organisme hidup yaitu tumbuhan (Praptoyo, 2010). Kayu termasuk salah satu hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu adalah suatu material yang merupakan produk hasil metabolisme organisme hidup yaitu tumbuhan (Praptoyo, 2010). Kayu termasuk salah satu hasil sumber daya alam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3. 1. Waktu, Lokasi Pengambilan Tanah Gambut dan Tempat Penelitian Bahan gambut berasal dari Kabupaten Dumai, Bengkalis, Indragiri Hilir, Siak, dan Kampar, Provinsi Riau dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit dan Tandan Kosong Sawit Kelapa sawit (Elaeis quineensis, Jacq) dari family Araceae merupakan salah satu tanaman perkebunan sebagai sumber minyak nabati, dan merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November 2010 di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dan Laboratorium

Lebih terperinci