KAJIAN STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT KAYU NORMAL, KAYU TARIK, DAN KAYU OPPOSITE DARI JENIS KAWISTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT KAYU NORMAL, KAYU TARIK, DAN KAYU OPPOSITE DARI JENIS KAWISTA"

Transkripsi

1 KAJIAN STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT KAYU NORMAL, KAYU TARIK, DAN KAYU OPPOSITE DARI JENIS KAWISTA (Limonia acidissima L.) ASAL BIMA NUSA TENGGARA BARAT DIDINT DWI PREHANTORO S. DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN Didint Dwi Prehantoro S. E Kajian Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Kayu Normal, Kayu Tarik, dan Kayu Opposite dari Jenis Kawista (Limonia acidissima L.) Asal Bima Nusa Tenggara Barat. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS. Kekayaan jenis tumbuhan penghasil kayu di daerah kering termasuk Bima Nusa Tenggara Barat sangat beragam. Seiring dengan kelangkaan kayu sebagai bahan baku, penelitian intensif akan sifat-sifat kayu dari beberapa jenis potensial perlu dilakukan. Dengan diketahuinya sifat-sifat kayu tersebut, maka peluang pemanfaatan jenis-jenis tersebut semakin terbuka, dan sebagai akibatnya masalah kelangkaan bahan baku untuk berbagai industri perkayuan dapat teratasi. Hal ini sekaligus diharapkan dapat menggerakkan roda perekonomian di daerah tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik struktur anatomi bagian kayu normal, kayu tarik, dan kayu opposite dari jenis kawista (Limonia acidissima L.) anggota famili Rutaceae asal Bima Nusa Tenggara Barat sebagai landasan pemanfaatan yang optimal serta untuk mengetahui kecocokan kayu tersebut sebagai bahan baku pulp dan kertas. Bahan utama yang digunakan adalah bagian kayu normal, kayu tarik, dan kayu opposite dari sebatang pohon kawista. Pohon contoh tidak diketahui umurnya, namun diameter batangnya sekitar 18 cm. Dari masing-masing bagian kayu, sampel dari setiap riap tumbuh yang ada, dari empulur ke arah kulit, digunakan sebagai unit pengujian. Pengamatan karakteristik anatomi dilakukan melalui sayatan mikrotom, sedangkan pengukuran morfologi serat dan nilai turunannya dilakukan terhadap sediaan maserasi. Pembuatan sayatan miktorom menggunakan prosedur International Association of Wood Anatomist Committee, sedangkan sediaan maserasi mengikuti prosedur standar Forest Products Laboratory. Data yang bersifat kuantitatif dihitung nilai rata-rata dan simpangan bakunya serta diuji-beda berdasarkan t-student, sementara data kualitatif dinarasikan. Kualitas serat dievaluasi mengikuti standar sebagaimana Rahman dan Siagian (1976) dan dibandingkan dengan kualitas serat kayu mangium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum ketiga bagian kayu kawista yang diteliti (normal, tarik, dan opposite) memiliki ciri makroskopis yang sama yaitu warna kayu bagian teras kuning jerami sampai coklat, tidak tegas batas antara bagian teras dan bagian gubalnya, tekstur kayu agak kasar, arah serat berpadu, permukaan tidak mengkilap tetapi cukup licin, kayu tergolong keras, dan tidak memiliki bau yang khas. Ciri mikroskopis pada ketiga bagian kayu tersebut juga sama kecuali dalam hal komposisi jari-jari dan saluran minyak. Jari-jari jayu pada umumnya homoseluler dimana sel tegak hanya terdapat pada jari-jari kayu dari bagian kayu opposite. Saluran minyak hanya pada bagian kayu normal. Ciri struktur anatomi kayu kawista adalah sebagai berikut: lingkar tumbuh jelas; pori tata baur, dalam arah diagonal hingga radial dengan 2-3 sel, memiliki bidang perforasi sederhana dan bentuk tangga, tidak memiliki tilosis tetapi memiliki endapan berwarna kuning tua, ukuran ceruk pada dinding bersama sangat kecil; jari-jari dua ukuran tidak jelas, lebar 1-6 seri, didominasi oleh sel baring; ditemukan adanya sel-sel parenkima jarang dan parenkima marjinal; tidak ditemukan adanya saluran interselular maupun saluran inklusi lainnya.

3 Rata-rata diameter pembuluh sekitar µm, dengan frekuensi 16 per mm 2, panjang µm, dan ukuran ceruk di dinding bersama 4 µm. Tinggi jari-jari rata-rata µm, dengan frekuensi 6-8 sel per mm 2. Rata-rata panjang sel serat 1007 µm, dengan diameter serat 18,9 µm, diameter lumen 12,5 µm, dan tebal dinding 3,2 µm. Nilai turunan dimensi serat kayu kawista adalah sebagai berikut: rata-rata nilai Runkel ratio 0,55; felting power 52-56; Muhlsteph ratio 55-66%; flexibility ratio 1,54-1,78; dan coeffisien of rigidity 0,17-0,21. Berdasarkan kriteria penilaian serat kayu untuk bahan baku pulp dan kertas, maka serat kayu kawista secara keseluruhan masuk dalam kualitas II. Total nilai kayu ini lebih tinggi dibandingkan dengan total nilai kayu mangium yang dikenal sebagai penghasil pulp kayu daun lebar terbaik.. Kata kunci: Kawista, kayu normal, kayu tarik, kayu opposite, kualitas serat.

4 KAJIAN STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT KAYU NORMAL, KAYU TARIK, DAN KAYU OPPOSITE DARI JENIS KAWISTA (Limonia acidissima L.) ASAL BIMA NUSA TENGGARA BARAT DIDINT DWI PREHANTORO S. E Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Kayu Normal, Kayu Tarik, dan Kayu Opposite dari Jenis Kawista (Limonia acidissima L.) Asal Bima Nusa Tenggara Barat adalah benarbenar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2011 Didint Dwi Prehantoro S. NRP E

6 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian : Kajian Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Kayu Normal, Kayu Tarik, dan Kayu Opposite dari Jenis Kawista (Limonia acidissima L.) Asal Bima Nusa Tenggara Barat Nama Mahasiswa : Didint Dwi Prehantoro S. NRP Departemen : E : Hasil Hutan Menyetujui, Dosen Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS NIP: Mengetahui, Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. I Wayan Darmawan, MScF. NIP: Tanggal Ujian: 19 Agustus 2011 Tanggal Lulus:

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Kajian Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Kayu Normal, Kayu Tarik, dan Kayu Opposite dari Jenis Kawista (Limonia acidissima L.) Asal Bima Nusa Tenggara Barat. Karya tulis yang merupakan hasil penelitian ini dilakukan di dua laboratorium, yaitu Laboratorium Sifat Dasar Kayu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB dan Laboratorium Anatomi Kayu PusLitBang Hasil Hutan Gunung Batu dari bulan Desember 2010 sampai Maret Dengan diketahuinya karakteristik struktur anatomi dan kualitas serat dari bagian kayu normal, tarik, dan opposite dari jenis kawista (L. acidissima L.) asal Bima Nusa Tenggara Barat diharapkan dapat membantu dalam mengarahkan penggunaan kayu kawista secara bijaksana. Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Semoga hasil-hasil yang dituangkan dalam skripsi ini bermanfaat bagi mereka yang memerlukannya. Bogor, Agustus 2011 Penulis

8 ii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bima pada tanggal 7 Juni 1989 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Sarsono, SSos. dan Agustina, SE. Pada tahun 2006 setelah lulus dari SMAN 1 Kota Bima, penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih Program Studi / Mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif diberbagai kegiatan kemahasiswaan antara lain di Unit Kegiatan Mahasiswa Paduan Suara Mahasiswa IPB Agriaswara dan Himpunan Profesi Mahasiswa Departemen Hasil Hutan (HIMASILTAN). Sebagai anggota Agriaswara IPB, penulis telah berpartisipasi dalam The 11 th International Choir Competition and Festival di Budapest, Hungaria tahun 2007, dan The 1 st ITB International Choir Competition di Bandung tahun Di HIMASILTAN, penulis adalah anggota devisi Kewirausahaan pada periode 2007/2008 dan anggota devisi Eksternal periode 2008/2009. Pada tahun akademik 2010/2011, penulis juga merupakan asisten praktikum di dua mata ajaran, yaitu Anatomi dan Identifikasi Kayu di Fakultas Kehutanan IPB serta Dasar-dasar Komunikasi di Fakultas Ekologi Manusia IPB. Kegiatan praktek yang telah dilakukan adalah Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) jalur Baturaden-Cilacap tahun 2008, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi tahun 2009, serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Cahaya Sakti Furintraco, Bogor, Jawa Barat tahun Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Kajian Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Kayu Normal, Kayu Tarik, dan Kayu Opposite dari Jenis Kawista (Limonia acidissima L.) Asal Bima Nusa Tenggara Barat dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS.

9 iii UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang judul Kajian Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Kayu Normal, Kayu Tarik, dan Kayu Opposite dari Jenis Kawista (Limonia acidissima L.) Asal Bima Nusa Tenggara Barat. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan. 2. Ayah, ibu serta mas dan adikku tercinta atas semua dukungan dan kasih sayang selama ini. 3. Ir. Oemijati Rachmatsjah, MS selaku dosen penguji pada ujian akhir program sarjana dan Dr. Ir. Trisna Priadi, MEngSc. selaku pemimpin sidang. 4. Seluruh laboran dan staf DHH yang banyak memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis, khususnya kepada mbak Esti Prihatini, SSi. dan pak Kadiman dari Laboratorium TPMK. 5. Teman-teman THH 43, 44, dan 46 khususnya Arief, Iedo, Mamo, Syifa, Zule, Ema, Dian M, Wulan, Dwi Permada L., atas dukungan semangat dan kerjasamanya. 6. Teman-teman di Agriaswara, Seluruh penghuni Asrama Mahasiswa NTB, dan Alief Collection atas kebersamaannya. 7. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, Agustus 2011 Penulis

10 iv DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.. 1 B. Tujuan Penelitian... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Jenis Kawista (Limonia acidissima L.). 3 B. Kayu Tarik... 4 C. Ciri Anatomi Kayu Ciri Makroskopis Ciri Mikroskopis. 6 D. Kualitas Serat Dimensi Serat Turunan Dimensi Serat 16 E. Pulp dan Kertas BAB III BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat B. Bahan dan Alat 21 C. Metode Penelitian Pembuatan Sediaan Maserasi dan Pengukuran Pengamatan Struktur Anatomi Kayu Pengolahan Data.. 23 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Karakteristik Makro dan Mikroskopis Bagian Kayu Normal Bagian Kayu Tarik Bagian Kayu Opposite 28 B. Dimensi dan Kualitas Serat Kayu Kawista Panjang Serat Runkle Ratio (RR) Felting Power (FP) Muhlsteph Ratio (MR) Flexibility Ratio (FR).. 36

11 v 6. Coefficient of Rigidity (CR). 37 C. Perbandingan Kualitas Serat Kayu Kawista L. acidissima L. dengan Kualitas Serat Kayu Mangium 38 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan.. 40 B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN.. 44

12 iv DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Kriteria kualitas serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dan kertas Perbandingan beberapa karakteristik anatomi kayu kawista Rata-rata dimensi serat kayu kawista Rata-rata dan kisaran nilai panjang serat kawista Hasil uji beda nyata panjang serat berdasarkan sebaran t-student pada selang kepercayaan 95% Scoring kualitas serat kayu kawista Perbandingan kualitas serat kayu normal kawista dengan kayu mangium... 38

13 v DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Pohon kawista L. acidissima L Bagian-bagian serat kayu yang diukur Penyusunan sayatan pada gelas obyek Bagian kayu normal kawista Bagian kayu tarik kawista Bagian kayu oppositekawista Corak penampang papan tangensial kawista Ceruk antar pembuluh sangat kecil < 4 µm Variasi radial panjang serat kayu permasing-masing riap tumbuh Serat kayu kawista Nilai runkle ratio kayu kawista Nilai felting power kayu kawista Nilai muhlsteph ratio kayu kawista Nilai flexibility ratio kayu kawista Nilai coefficient of rigidity kayu kawista... 37

14 vi No. DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Prosedur pembuatan sediaan mikrotom Prosedur pembuatan sediaan maserasi Kriteria pengukuran pori dan jari-jari Pengukuran hasil preparat mikrotom Hasil pengukuran dimensi serat kayu Uji beda nyata... 54

15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara dengan kekayaan sumberdaya alam yang melimpah. Salah satunya adalah sumberdaya hutan yang sangat luas. Berdasarkan luasnya, hutan hujan tropis Indonesia menempati urutan ketiga setelah Brasil dan Republik Demokratik Kongo (FWI/GFW, 2001). Kekayaan jenis tumbuhan di Indonesia, termasuk di daerah kering khususnya di Bima Nusa Tenggara Barat juga sangat beragam. Sayangnya, pemanfaatan kayu dari jenis tumbuhan yang ada di daerah tersebut baru sebatas sebagai kayu bakar. Bila dilakukan penelitian yang mendalam, bukan tidak mungkin beberapa diantaranya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan lain yang mampu memberikan nilai tambah. Hal ini sekaligus membuka peluang pemanfaatan jenis-jenis potensial sebagai bahan baku alternatif untuk berbagai industri perkayuan. Kayu merupakan produk dari proses metabolisme organisme hidup yaitu pohon. Selama masa pertumbuhannya, pohon dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat kompleks, sehingga sifat-sifat kayu menjadi sangat bervariasi. Variasi sifat kayu tidak hanya terjadi antar jenis, tetapi dapat terjadi dalam jenis yang sama, bahkan di dalam satu batang pohon. Pada pohon terdapat berbagai macam cacat yang terjadi secara alamiah. Salah satunya adalah kayu tarik (tension wood), yaitu massa kayu yang terbentuk pada sisi atas atau sisi tarikan batang atau cabang yang miring sebgai reaksi untuk mengembalikan posisi batang atau cabang ke posisi semula (Haygreen dan Bowyer, 1989). Kayu tarik sangat berbeda dengan kayu normal, dalam hal sifat fisik maupun struktur anatominya dimana kayu tarik cenderung menghasilkan permukaan kayu yang tidak rata saat digergaji atau diketam. Selama pengeringan, sortimen penggergajian yang memiliki kayu tarik cenderung untuk collapse. Penyusutan arah longitudinal pada kayu tarik juga tidak normal karena dapat lebih dari 5%, lebih tinggi dari nilai penyusutan longitudinal pada bagian kayu normal (Haygreen dan Bowyer, 1989).

16 2 Salah satu jenis pohon yang potensial untuk dikembangkan adalah kawista (Limonia acidissima L.). Kayu dari pohon yang banyak ditemukan di daerah Bima Nusa Tenggara ini selama ini hanya digunakan sebagai kayu bakar. Mengingat potensinya dan belum ada penelitian tentang sifat-sifat kayu ini maka dilakukanlah penelitian ini. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini secara khusus ditujukan untuk mempelajari karakteristik struktur anatomi dan kualitas serat kayu kawista. Meskipun merupakan penelitian pionir, bagian kayu tarik, kayu normal dan kayu opposite dari sebatang pohon kawista asal Bima Nusa Tenggara Barat digunakan sebagai sampel penelitian. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mengarahkan penggunaan kayu kawista secara optimal berdasarkan struktur anatomi dan kualitas seratnya.

17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Jenis Kawista (Limonia acidissima L.) Pohon kawista Limonia acidissima L. dari suku Rutaceae (jeruk-jerukan), tumbuh di daerah tropis dengan kondisi tanah yang kering. Tumbuhan penghasil buah ini merupakan tanaman dataran rendah yang mampu tumbuh hingga pada ketinggian 400 mdpl serta memiliki kebiasaan meluruhkan daun (Gambar 1). Gambar 1 Pohon Kawista L. acidissima L. Sumber: Wikipedia (2010) Batang utamanya relatif kecil tetapi dapat mencapai tinggi hingga 12 meter dengan cabang dan ranting yang ramping. Cabang pohon biasanya ditumbuhi duri. Daunnya majemuk berukuran hingga 12 cm, dengan anak daun berhadapan, dua sampai tiga pasang. Bunga biasanya bergerombol berwarna putih atau hijau dan kemerahan. Buah berbentuk bulat, berkulit keras dan bersisik, serta berwarna coklat putih. Daging buahnya berbau harum berwarna coklat kehitaman. Buahnya dapat dimakan langsung atau diolah menjadi berbagai komoditas seperti sirup dan dodol. Buah matang juga dipercaya mampu menjadi obat penurun panas dan sakit perut, atau sebagai tonikum. Kulit batang pohon dipercaya dapat menjadi campuran jamu untuk mengatasi haid yang berlebihan,

18 4 gangguan hati, mual-mual, bahkan untuk mengobati luka akibat gigitan serangga (Anonim 2010). Di Indonesia pohon kawista belum banyak dibudidayakan. Di beberapa negara seperti Sri Lanka, kawista telah dibudidayakan bahkan krim dari buahnya merupakan salah satu komoditas eksport yang handal. B. Kayu Tarik Kayu tarik adalah kayu reaksi pada kayu daun lebar (hardwood). Kayu ini terbentuk pada sisi atas atau sisi tarikan batang atau cabang yang miring. Kayu reaksi berfungsi untuk mengembalikan posisi batang atau cabang ke posisi semula. Sifat kayu tarik sangat berbeda dibandigkan sifat kayu normal (Haygreen dan Bowyer, 1989). Menurut Haygreen dan Bowyer (1989), penyusutan arah sejajar serat (longitudinal) kayu tarik bisa mencapai lebih dari 5%. Nilai ini lebih besar dari nilai penyusutan longitudinal kayu normal yang biasanya 1% atau kurang. Adanya kayu tarik di sepanjang salah satu sisi atau pinggir sebuah sortimen, akan mengakibatkan terjadinya pelengkungan sepihak atau pemuntiran. Saat dikeringkan, sortimen kayu yang mengandung kayu tarik cenderung untuk collaps sehingga dapat mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk pada sortimen. Kekuatan tekan kayu tarik umumnya tidak sebanding dengan kayu normal dewasa. Kebanyakan hasil pengukuran membuktikan bahwa kekuatan tekan kayu tarik lebih kecil dari pada kekuatan tekan kayu normal pada kerapatan yang sama, begitu pula dengan kekuatan tekan sejajar seratnya. Pada keadaan kering udara, kayu tarik sedikit lebih tinggi dalam kekuatan pukulnya (Panshin and de Zeeuw, 1964). Dinding serabut kayu tarik sering sangat tebal dengan rongga sel yang sangat sempit. Ikatan antara dinding sekunder dan dinding primer pada umumnya lemah. Ikatan yang lemah tersebut akan mengurangi kekuatan kayu. Ikatan yang lemah tersebut juga mengakibatkan tidak rata (keriting) nya permukaan sortimen gergajian saat digergaji atau diserut. Permukaan sortimen yang mengandung kayu tarik biasanya berbulu (fussy grain). Dinding serabut yang tebal juga mengakibatkan rendahnya kekuatan kertas yang dihasilkan. Sel-sel yang kaku ini tidak mudah melengkung dan

19 5 memipih dan karenanya ikatan antar serat menjadi terhalang. Dinding sekunder kayu tarik yang tebal dan terikat secara lemah hampir seluruhnya merupakan selulosa murni dengan porsi kritalin yang tinggi. Karena lapisan ini mengandung sedikit lignin, maka lapisan ini relatif lunak seperti gelatin (G). Disamping hampir seluruhnya selulosa murni, lapisan G tersusun atas mikrofibril-mikrofibril yang tersusun hampir sejajar sumbu sel. Variasinya hanya sekitar 5 o (Haygreen dan Bowyer, 1989). Inilah yang mengakibatkan susut longitudinalnya tidak normal. C. Ciri Anatomi Kayu Struktur antomi kayu dapat diamati melalui pengamatan makroskopis (sifat kasar kayu) dan pengamatan mikroskopis. 1. Ciri Makroskopis Menurut Tsoumis (1991), sifat makroskopis kayu adalah sifat yang terlihat pada kayu tanpa harus menggunakan mikroskop. Bila perlu hanya dibantu dengan lup dengan perbesaran kali. Mandang dan Pandit (2002) menyebutkan bahwa ciri umum kayu yang dapat diamati secara makroskopis diantaranya adalah warna dan corak, tekstur, arah serat, kilap, kesan raba, bau dan rasa, serta kekerasan. a. Warna Kayu Warna asli kayu sangat bervariasi dari hampir putih sampai hitam. Warna kayu disebabkan karena adanya zat ekstraktif. Perbedaan warna tidak hanya terjadi antar jenis, tetapi juga dalam jenis yang sama, bahkan dalam sebatang pohon. Warna dari suatu jenis kayu dipengaruhi oleh lokasi kayu di dalam batang, umur pohon waktu ditebang, dan kelembaban udara. Kayu yang berasal dari pohon yang lebih tua umumnya lebih gelap dibandingkan dengan kayu yang berasal dari pohon yang lebih muda dari jenis yang sama (Pandit & Ramdan 2002). b. Tekstur Tekstur berkaitan dengan kualitas permukaan kayu yang ditentukan oleh ukuran relatif sel-sel dominan penyusun kayu. Dikatakan bertekstur halus jika sel-sel dominan penyusun kayu terutama pembuluh dan serat berukuran kecil, sebaliknya bertekstur kasar jika sel-sel dominannya berukuran relatif besar (Mandang & Pandit 2002).

20 6 c. Arah Serat Arah serat kayu adalah orientasi longitudinal dari sel-sel dominan penyusun kayu terhadap sumbu batang pohon atau terhadap orientasi sel-sel dominan yang ada di lapisan sebelah atas atau sebelah bawahnya. Dikatakan berserat lurus jika orientasi sel-sel dominan tadi searah dengan sumbu batang. Kayu berserat miring apabila orientasi sel-sel dominan tadi membentuk sudut terhadap sumbu batang pohon (Mandang & Pandit 2002). d. Kilap Suatu jenis kayu dikatakan mengkilap jika permukaannya memantulkan cahaya. Ada jenis-jenis kayu yang kusam, agak mengkilap, dan sangat mengkilap (Mandang & Pandit 2002). e. Kesan Raba Kesan raba dinilai dari licin atau kesat permukaan kayu. Penetapannya dilakukan dengan menggosok-menggosokan jari ke permukaan kayu. Beberapa jenis kayu terasa licin jika diraba. Biasanya kayu yang mempunyai tekstur halus dan berat jenis tinggi menimbulkan kesan raba yang licin. Kesan yang licin dapat pula bertambah jika kayu mengadung minyak (Mandang & pandit 2002). f. Bau dan Rasa Pada umumnya kayu mempunyai bau dan rasa tertentu apalagi waktu masih segar, tetapi kebanyakan bau dan rasa tersebut sulit untuk diterangkan. Hanya beberapa diantaranya yang mempunyai bau dan/atau rasa yang mudah dikenal (Mandang & Pandit 2002). g. Kekerasan Kekerasan dinilai sangat lunak, lunak, agak lunak, agak keras, dan sangat keras. Penetapannya dilakukan dengan menyayat kayu pada arah tegak lurus serat. Kayu yang semakin keras akan semakin sukar disayat dan bekas sayatannya pun mengkilap (Mandang & Pandit 2002). 2. Ciri Mikroskopis Sifat mikroskopis adalah sifat yang tidak dapat diamati dengan mata telanjang tetapi harus menggunakan bantuan mikroskop. Pengamatan

21 7 menggunakan mikroskop terutama ditujukan pada sel-sel penyusun kayu meliputi macam dan kondisi yang ada. a. Lingkar Tumbuh Lingkar tumbuh adalah batas antara sel-sel yang dibentuk akibat perubahan musim namun tidak mesti dalam satu tahun. Lingkar tumbuh berbeda dengan lingkaran tahun dalam hal waktu pembentukannya. Lingkaran tahun adalah lingkaran tumbuh yang terbentuk setiap satu tahun. Pengelompokan suatu jenis kayu berdasarkan lingkaran tumbuh atau lingkaran tahunnya dibagi menjadi 2 golongan yaitu: Kayu yang mempunyai batas lingkar tumbuh yang jelas, yaitu kayu yang mempunyai perubahan struktur yang mendadak pada batas antara kayu awal dan kayu akhir. Biasanya termasuk perubahan pada ketebalan dinding sel dan atau perubahan pada diameter radial seratnya. Kayu yang mempunyai batas lingkar tumbuh yang tidak jelas atau tidak ada, yaitu lingkar tumbuh yang samar yang ditandai oleh perubahan struktur yang terjadi secara berangsur-angsur pada zona tertentu, atau sama sekali tidak dapat dilihat dengan jelas. Lingkar tumbuh dapat ditandai oleh satu atau beberapa perubahan sebagai berikut: Serat atau trakeida kayu akhir berdinding tebal dan menggepeng radial dibandingkan serat atau trakeida kayu awal yang berdinding tipis. Perbedaan mencolok diameter pembuluh kayu awal dan diameter pembuluh kayu akhir. Parenkim marjinal (terminal atau insial) tidak teratur dan tanpa adanya perubahan diameter serat atau ketebalan dinding serat. Trakeida vaskular dan sel pembuluh yang sangat kecil dan sangat banyak membentuk jaringan dasar kayu akhir, yang tidak ditemukan pada kayu awal. Penurunan frekuensi parenkim pita pada zona kayu akhir yang menyebabkan keberadaan wilayah serat makin jelas. Pembengkakan jari-jari.

22 8 b. Sel pembuluh (pori) Menurut Tsoumis (1991), sel pembuluh atau pori hanya terdapat pada kayu daun lebar. Dalam batang, sejumlah sel pori tersusun secara bertingkat membentuk suatu kesatuan ke arah longitudinal menyerupai pipa (saluran) yang panjangnya bervariasi. Struktur yang demikian lebih dikenal sebagai jaringan pembuluh. Panjang satu sel pembuluh pada umumnya berkisar antara 200 sampai 100 m dengan diameter berkisar antara 40 sampai 400 m tergantung pada jenis kayunya. Jarang yang kurang atau lebih dari itu. Pada pohon, sel-sel inilah yang berfungsi sebagai penyalur air dan zat hara dari akar ke daun dan sebaliknya. Ciri pembuluh dapat berbeda dari satu jenis kayu ke jenis yang lain. Ciri tersebut meliputi sebaran, susunan, diameter, frekuensi, bentuk bidang perforasi, dan isi (Mandang & Pandit 2002). Wheeler et al. (1989) menyebutkan ciri-ciri pembuluh yang digunakan sebagai dasar identifikasi, antara lain : 1. Sebaran Pori (Porositas) Berdasarkan sebaran porinya, kayu dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu: Kayu berpori tata lingkar (ring porous) Kayu berpori tata lingkar adalah kayu dimana letak pori besar terpisah dari pori kecilnya dalam satu riap sehingga membentuk zona pemisah yang jelas. Pada kayu yang demikian terdapat perubahan yang mendadak dari kayu awal ke kayu akhir. Kayu pori semi tata lingkar Berpori semi tata lingkar atau disebut juga berpori setengah tata lingkar zonasi pemisahan antara pori besar dan pori kecil tidak begitu jelas. Kayu semi tata lingkar dapat terbentuk dari kepadatan porinya, misalnya pada kayu awal keberadaan pori lebih banyak atau lebih rapat (jumlah per satuan luasnya lebih banyak) dari pada keberadaan pori pada kayu akhirnya. Atau dengan kata lain kayu yang termasuk semi tata lingkar yaitu kayu-kayu yang mempunyai

23 9 susunan pori pertengahan antara kayu berpori tata lingkar dengan kayu berpori tersebar (diffuse). Kayu berpori tata baur (diffuse) Kayu berpori tata baur apabila pori besar dan pori kecil tersebar merata pada permukaan kayu atau tidak ada perbedaan lokasi pori besar dan pori kecil dalam satu riap tumbuh atau tidak ada perbedaan ukuran pori dalam satu lingkaran tahun. Kelompok ini hampir mencakup seluruh jenis kayu dari tropis dan juga kebanyakan kayu dari daerah sub tropis. 2. Susunan Pori Pori tersusun sebagai pita tangensial, yaitu pori yang tersusun tegak lurus jari-jari dan membentuk pita tangensial pendek maupun panjang. Pita-pita ini dapat berbentuk lurus maupun bergelombang. Pori tersusun secara diagonal dan atau pola radial, yaitu pori yang tersusun mengarah radial atau semi tangensial dan radial. Pori tersusun dendritik, yaitu pori yang tersusun dengan pola bercabang, atau tersusun seperti lidah api. 3. Pengelompokan Pori Pori hampir seluruhnya soliter, yaitu 90% atau lebih dari pori tersebut secara keseluruhan terpisah dengan yang lainnya karena dikelilingi oleh jaringan lain, misalnya 90% atau lebih tidak berhubungan antar pori. Kebanyakan berkelompok secara radial dari 4 atau lebih, yaitu pori yang saling berdekatan bergabung 4 atau lebih. Kebanyakan membentuk cluster, yaitu pori sering terlihat membentuk grup-grup dari tiga atau lebih dan terjadi kontak baik pada bidang radial maupun tangensial 4. Bidang Perforasi Bentuk sederhana yaitu bidang perforasi yang berbentuk lubang tunggal daru bulat sampai oval. Bentuk tangga yaitu bidang perforasi dengan lubang yang memanjang kesamping dan tersusun bertingkat kebawah menyerupai

24 10 tangga. Bidang perforasi yang demikian dapat dibedakan menurut jumlah palang (anak tangga), yaitu 10 palang, palang, dan yang 40 palang. Bentuk retikulat yakni bidang perforasi yang terdiri dari lubanglubang kecil kadang tidak teratur yang menyerupai jala. Bentuk foraminat yakni bidang perforasi dengan bukan berbentuk bulat atau elips dan terdapat lubang-lubang seperti bentuk ayakan. Biasanya dinding pori lebih tebal dari pada dinding pada retikular itu sendiri. Tipe lain dengan bentuk yang kompleks atau seperti pada bentuk radiat. 5. Ceruk (d/h. noktah) Ceruk antar pembuluh (di antara elemen pembuluh) - Bentuk tangga, yaitu ceruk memanjang atau linier tersusun mirip deretan anak tangga. - Berhadapan, yaitu ceruk antar pembuluh yang tersusun dalam barisan pendek sampai panjang yaitu baris arah melintang panjang pembuluh. - Selang-seling, yaitu ceruk antar pembuluh yang tersusun berupa deretan diagonal - Selang-seling bentuk poligonal, yaitu garis luar ceruk bersegi dan lebih dari 4 sisi bila dilihat pada permukaan (bidang) longitudinal. Ceruk persilangan antara pembuluh dengan jari-jari : - Dengan halaman yang jelas; sama dalam ukuran dan bentuk dengan curuk antar pembuluh pada seluruh sel jari-jari - Dengan halaman yang sangat dipersempit sampai terlihat sederhana : ceruk budar atau bersudut - Dengan halaman yang sangat dipersempit sampai tampaknya sederhana: ceruk horizontal, bentuk tangga atau jala sampai vertikal - Dengan dua macam ukuran atau tipe yang jelas dalam sel yang sama

25 11 - Bergabung searah, kasar (< 10 µm) - Terbatas pada baris marjinal. 6. Diameter Lumen Pembuluh Diameter pori diukur pada bidang lintang. Pembuluh yang diukur harus mewakili ukuran sel pembuluh yang ada. Diameter tangensial lumen pembuluh (tidak termasuk dinding selnya) diukur pada bagian terlebar terowongan pembuluh. Pengukuran minimum harus sebanyak 25 kali ulangan. 7. Jumlah atau Frekuensi Pembuluh per mm 2 Jumlah pembuluh persatuan luas permukaan lintang dapat mempunyai nilai yang cukup besar di dalam identifikasi kayu. Setiap individu dihitung sebagai satuan individu. 8. Rata-rata Panjang Sel Pembuluh Diukur melalui hasil proses maserasi sebanyak 25 elemen pembuluh. 9. Tilosis dan Bahan Endapan di dalam Pori Tilosis dikatakan ada jika terdapat suatu bahan (gelembung, tonjolan) yang keluar dari dinding pori yang berasal dari sel parenkim jari-jari maupun parenkim aksial melalui ceruk, sehingga sebagian maupun keseluruhannya menyumbat lumen pori tersebut. Sering terdapat pada bagian kayu teras (jarang terdapat di bagian luar pada kayu gubal). c. Serat Sel-sel yang berbentuk panjang langsing dikenal dengan nama serat. Dinding umumnya lebih tebal daripada dinding parenkima maupun dinding pembuluh. Panjangnya antara µm tergantung pada jenis pohon dan posisinya dalm batang. Diameternya antara 15 sampai 50 µm. Ketebalan dindingnya relatif dibanding diameter, dapat tipis, tebal atau sangat tebal. Serat dikatakan berdinding sangat tebal jika lumen atau rongga selnya terisi dengan lapisan-lapisan dinding. Dari ciri inilah dapat dipahami bahwa serat berfungsi sebagai penguat batang pohon (Mondang & Pandit 2002). Serat berfungsi sebagai penyedia tenaga mekanik pada batang karena mempunyai dinding sel yang relatif tebal. Berdasarkan jenis ceruk. Serat

26 12 pada kayu daun lebar dibagi atas dua macam, yaitu serat libriform (libriform fiber) dan serat trakeida (tracheid fiber). Serat libriform memiliki ceruk sederhana yang lebih kecil dan bersifat memberikan kekuatan karena diantaranya lebih kecil dan lumen selnya lebih sempit. Serat libriform terlihat lebih ramping bila dibandingkan dengan serat trakeida sehingga terlihat lebih panjang. Umunya ceruk-ceruk pada serat libriform ini lebih banyak terdapat pada dinding radial dibandingkan dinding tangensialnya. Pada dinding vertikal dari sel serat sering terdapat modifikasi-modifikasi seperti yang terdapat pada serat trakeid. Serat libriform dan serat trakeida mungkin terdapat secara bersama-sama dalam satu jenis kayu. Perbedaan antara kedua macam sel ini sangat sedikit, sehingga dalam preparat anatomi kedua sel ini sulit dibedakan karena sifat-sifat ceruk yang menjadi ciri kadang-kadang sulit terlihat. Oleh karena itu kedua macam sel ini disebut sel serat. Sering kali 50% atau lebih volume dari kayu daun lebar ini disusun oleh sel serat (Pandit & Ramdan 2002). Wheeler et al. (1989) menyebutkan ciri-ciri serat yang digunakan sebagai dasar identifikasi, sebagai berikut: 1. Jaringan Dasar Serat Pengamatan terhadap bentuk dan distribusi dari ceruk serat hanya pada radial dan tangensial karena pengamatan pada bidang lintang tidak seteliti pada bidang radial atau tangensial. Namun pada bidang radial dan tangensial maupun bidang lintang dapat ditunjukan jenis ceruk yaitu berhalaman atau (semuanya) sederhana. 2. Serat Bersekat Serat bersekaat adalah serat dengan dinding tipis dan tidak berceruk. Sekat terjadi setelah dinding sekunder telah terbentuk. Oleh karenanya sekat tidak berhubungan dengan lamela tengah. Antar serat biasanya tidak terlignifikasi. 3. Tebal Dinding Serat Menurut ketebalannya dinding serat dapat dibagi tiga, yakni: Sangat tipis: jika diameter lumen (l) tiga kali lipat atau lebih dari tebal dua dinding serat (2w)

27 13 Tipis sampai tebal: diameter lumen kurang dari 3 kali tebal dua dinding serat (2w) dan masih terlihat terbuka. Sangat tebal: jika lumen hampir tertutup. d. Parenkim Parenkim merupakan jaringan yang berfungsi untuk menyimpan serat mengatur bahan makanan cadangan. Menurut penyusunnya, parenkim dibedakan menjadi 2 macam yaitu parenkim aksial yang tersusun vertikal dan parenkim jari-jari yang tersusun secara horizontal (Pandit & Ramdan 2002). Wheeler et al. (1989) menyebutkan jenis parenkim yang digunakan sebagai dasar identifikasi, yaitu: 1. Parenkim aksial apotrakeal, yaitu parenkim yang tidak berhubungan dengan pembuluh, terdiri dari parenkim aksial baur (diffuse) dan parenkim aksial kelompok baur (diffuse in aggregate). 2. Parenkim aksial paratrakeal, yaitu parenkim aksial yang berhubungan dengan pembuluh atau trakeida vaskular. Parenkim aksial paratrakeal terdiri dari parenkim aksial paratrakeal jarang, parenkim aksial vasisentrik, parenkim aksial paratrakeal sepihak. 3. Parenkim aksial bentuk pita, terdiri dari parenkim bentuk pita dengan lebar lebih dari tiga sel, parenkim bentuk pita tipis 1-3 sel, parenkim aksial bentuk jala (bentuk retikulat), bentuk tangga (scalariform) dan parenkim marginal atau menyerupai pita-pita marginal. 4. Untaian parenkim, yaitu jajaran sel-sel parenkim aksial yang terbetuk melalui pembagian secara transversal terhadap satu sel kambium fusiform awal. e. Jari-jari Jari-jari berfungsi sebagai jalan angkutan bagi cairan pohon dalam arah horizontal dari dan ke lapisan floem. Sel jari-jari diproduksi dari pembelahan sel inisial jari-jari dalam kambium. Inisial jari-jari sendiri berasal dari pembelahan inisial jari-jari sendiri atau yang lain atau dari pembelahan yang tidak sama dari inisial bentuk kumparan (Haygreen & Bowyer 1989).

28 14 Wheeler et al. (1989) menyebutkan ciri-ciri dari jari-jari yang digunakan sebagai dasar identifikasi, yaitu: 1. Lebar Jari-Jari Jari-jari seluruhnya uniseri - Lebar jari-jari 1-3 sel - Lebar jari-jari 4-10 seri - Lebar jari-jari lebih dari 10 seri Jari-jari dengan bagian multiseri (berseri banyak) mempunyai lebar yang sama dengan bagian uniseri (berseri satu). 2. Tinggi Jari-Jari Jari-jari > 1 mm adalah termasuk jari-jari yang berkategori tinggi. 3. Jari-Jari yang terdiri dari dua ukuran Jari-jari yang membentuk dua populasi yang tegas dam lebar maupun tinggi jika dilihat pada penampang tangensial. 4. Komposisi Sel Jari-Jari Seluruh sel jari-jari baring Semua sel jari-jari tegak dan atau bentuk persegi Badan jari-jari berupa sel-sel baring dengan satu baris sel marginal yang berupa sel tegak dan atau persegi. Badan jari-jari berupa sel-sel baring dengan 2-4 baris sel marginal yang berupa sel tegak dan atau persegi. Badan jari-jari berupa sel-sel baring dengan umumnya punya lebih dari 4 baris sel marginal yang berupa sel tegak dan atau persergi. Jari-jari terdiri dari sel campuran antara sel baring, persegi dan sel tegak. 5. Sel seludang Sel seludang adalah sel yang terletak di sepanjang kedua sisi jari-jari yang besar (lebih dari 3 seri) sebagaimana dapat dilihat pada bidang tangensial. Umumnya lebih besar (lebih tinggi dan lebih lebar) daripada sel-sel jari bagian tengahnya.

29 15 6. Jumlah jari per mm Jumlah jari-jari per mm paling baik dihitung pada bidang tangensial sepanjang garis tegak lurus pada sumbu aksis jari-jari. f. Inklusi Mineral Kristal prismatik, yaitu kristal-kristal berbentuk rhomboidal atau oktahedral yang terdiri dari kalsium oksalat, yang jika dilihat dengan sinar polarisasi memantulkan warna berkilau. Butir silika, yaitu butir yang tersusun dari silikon dioksida yang bentuknya bundar atau tidak teratur. D. Kualitas Serat 1. Dimensi Serat Dimensi serat yang diukur terdiri dari panjang, diameter, dan tebal dinding serat. a. Panjang Serat Handayani (1991) dalam Sofyan et al., (1993) menyatakan bahwa panjang serat dianggap sebagai salah satu dimensi yang memegang peranan utama dalam kekuatan sobek. Hasil penelitian Pasaribu dan Silitonga (1974) dan Sofyan et al., (1993) menunjukkan bahwa semakin tinggi perbandingan panjang serat dengan diameter serat akan semakin tinggi pula kekuatan sobek dan semakin baik daya tenunnya. Panjang serat berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik kertas seperti kekuatan dan kekakuan. Serat panjang memungkinkan terjadinya ikatan antar serat yang lebih luas tetapi dengan semakin panjang serat maka kertas akan semakin kasar. Serat kayu yang lebih panjang akan menghasilkan lembaran kertas yang mempunyai sifat kekuatan yang lebih baik karena memiliki daerah ikatan antar serat (bonding area) yang lebih luas pada saat penggilingan dan sifat penyebaran tekanan (stres transfer) yang lebih baik. Sifat kekuatan lembaran yang dipengaruhi oleh ukuran panjang serat adalah ketahanan tarik, ketahanan lipat, terutama ketahanan sobek. Di sisi lain, serat kayu yang lebih pendek mampu menghasilkan lembaran kertas yang lebih halus dan seragam (Casey 1980b).

30 16 b. Diameter Serat Diameter serat berpengaruh terhadap sifat kekuatan pulp, pembentukan lembaran, ikatan antar serat, dan kekuatan serat dalam lembaran. Serat dengan diameter besar dan berdinding tipis mampu memberikan ikatan antar serat yang kuat dengan kekuatan lembaran tinggi. Ada dua pengertian diameter yaitu diameter serat dan diameter lumen. Casey (1980b) menggolongkan diameter serat menjadi tiga kelas, yaitu: serat berdiameter besar (0,025-0,04 mm), serat berdiameter sedang (0,01-0,025 mm), serat berdiameter keci (0,02-0,01 mm). Diameter serat menunjukkan kelangsingan serat. Serat yang langsing mudah membentuk jalinan sehingga terbentuk lembaran dengan sifat-sifat yang baik. Serat yang berdinding tipis menyebabkan kekuatan sobek kecil. Dalam menjalin ikatan antar serat yang lebih baik diinginkan ukuran serat yang relatif panjang karena berperan meningkatkan kekuatan sobek kertas. Hal ini disebabkan karena gaya sobek akan terbagi dalam luas yang panjang (Casey 1980b). c. Tebal Dinding Serat Tebal dinding serat menentukan sifat-sifat kertas. Dinding yang tebal menyebabkan terbentuknya lembaran yang kasar dan tebal, kekuatan sobek yang tinggi tetapi kekuatan jebol, tarik dan lipat relatif rendah. Serat berdinding tipis mudah melembek dan menjadi pipih, sehingga memberikan permukaan yang luas bagi terjadinya ikatan antar serat, sedangkan serat dengan dinding tebal sukar melembek dan bentuknya tetap membulat pada saat pembentukan lembaran. Struktur tersebut menyulitkan dalam penggilingan dan akan memberikan kekuatan sobek yang tinggi, berbeda dengan serat berdinding tipis yang memberikan sifat kekuatan sobek rendah, tetapi kekuatan tarik, jebol dan kekuatan lipatnya tinggi (Casey 1980b). 2. Turunan Dimensi Serat Kualitas serat merupakan salah satu dasar untuk mengetahui kemungkinan penggunaan suatu jenis kayu sebagai bahan baku pulp dan kertas (Casey, 1980b). Penetapan kualitas serat ini di antaranya berdasarkan pada

31 17 nilai dimensi serat nilai-nilai turunan dimensinya serat yang mempunyai hubungan erat dengan sifat-sifat pulp dapat dihitung dari data panjang serat, tebal dinding, diameter serat, dan diameter lumen. Turunan dimensi serat itu adalah: a. Runkle Ratio (RR), adalah perbandingan antara dua kali lipat tebal dinding serat dengan diameter lumen yang dinyatakan dalam persamaan: RR = 2w / l, dimana: w = tebal dinding serat, l = diameter lumen. Jenis-jenis kayu tropis digolongkan ke dalam: Golongan I : dinding serat sangat tipis, lumen lebar, RR = 0,25 Golongan II : dinding tipis, lumen lebar, RR = 0,25-0,50 Golongan III : dinding dan lumen sedang, RR = 0,50-1,00 Golongan IV : dinding tebal, lumen sempit, RR = 1-2 Golongan V : dinding sangat tebal, lumen sangat sempit, RR = 2 Serat dengan RR yang rendah menunjukkan bahwa serat tersebut memiliki dinding yang tipis tetapi diameter lumen lebar. Pulp yang dihasilkan dari jenis serat yang demikian lebih mudah digiling (beaten) dan memiliki daerah ikatan antar serat yang lebih luas sehingga diduga akan menghasilkan lembaran pulp dengan kekuatan jebol, tarik dan lipat yang tinggi. b. Felting Power (FP) atau Daya Tenun, adalah perbandingan antara panjang serat dengan diameter serat dengan persamaan: FP = L / d, dimana: L = panjang serat, d = diameter serat. Semakin tinggi nilai daya tenun maka sifat serat cenderung lebih lentur. Daya tenun berpengaruh terhadap kekuatan sobek kertas. Serat berdinding tipis akan cenderung memberikan kekuatan sobek yang rendah. Jalinan ikatan antar serat yang baik dapat diperoleh dari serat yang lebih panjang karena berperan meningkatkan kekuatan sobek kertas. Hal ini disebabkan karena gaya sobek akan terbagi dalam luas yang panjang. Diameter serat menunjukan tingkat kelangsingannya. Serat yang langsing mudah membentuk jalinan sehingga terbentuk lembaran dengan sifat-sifat yang baik (Tamolang dan Wangaard dalam Sofyan et al., 1993).

32 18 c. Muhstep Ratio (MR), adalah perbandingan antara luas penampang dinding serat dengan luas penampang lintang serat yang berpengaruh terhadap keraptan lembaran pulp, dengan persamaan: MR = {(d 2 -l 2 ) / d 2 x 100%}, dimana: d = diameter serat, l = diameter lumen MR berpengaruh terhadap kerapatan lembaran pulp. Serat kayu dengan MR yang tinggi memiliki luas permukaan yang lebih kecil sehingga luas daerah ikatan dan kontak antar seratnya menurun. Hal ini menyebabkan lembaran kertas yang dihasilkan cenderung memiliki ketahanan tarik dan ketahanan retak yang rendah. d. Flexibility Ratio (FR), adalah perbandingan antara diameter lumen dengan diameter serat, dengan persamaan: FR = l / d, dimana: d = diameter serat, l = diameter lumen FR mempunyai peran dalam perkembangan kontak antar serat (fiber to fiber contact) serat dengan FR tinggi, tebal dindingnya relatif tipis dan mudah berubah bentuk. Kemampuan berubah bentuk ini menyebabkan persinggungan antar permukaan serat lebih leluasa dan lebih mudah ditarik kedalam kontak yang dekat satu sama lain oleh gaya tegangan permukaan ketika air dihilangkan pada tahap pembuatan lembaran dan pengeringan kertas. Hal ini mendukung terjadinya ikatan antar serat. e. Coefficient of Rigidity (CR), adalah perbandingan antara tebal dinding serat dengan diameter serat. Koefisien ini mempunyai hubungan negatif dengan kekuatan tarik kertas dengan persamaan: CR = w / d, dimana: w = tebal dinding serat, d = diameter serat CR yang tinggi menunjukkan bahwa serat tersebut memiliki kerapatan yang tinggi pula. panshin dan de Zeeuw (1990) menyatakan bahwa kerapatan serat yang tinggi berpengaruh baik terhadap rendemen pulp. Selain itu, jenis serat kayu berkerapatan tinggi juga dapat menghasilkan lembaran kertas dengan opasitas tinggi, lebih kasar, dimensi yang rebih besar dan ketahanan sobek tinggi. Namun, lembaran kertas yang dihasilkan lebih kaku sehingga memiliki ketahanan lipat yang rendah. Jumlah ikatan serat yang terdapat pada lembaran kertas juga lebih sedikit sehingga cenderung memiliki ketahanan tarik dan retak yang rendah.

33 Tabel 1. Kriteria kualitas serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dan kertas Kriteria Kelas I Kelas II Kelas II Panjang serat (mm) Runkle Ratio (RR) Felting Power (FP) Muhlsteph Ratio (MR) Flexibility Ratio (FR) Coefficient of Rigidity (CR) Syarat Nilai Syarat Nilai Syarat Nilai >2.000 <0,25 >90 <30 >0,80 <0, ,25-0, ,50-0,80 0,10-0, < ,50-1,0 <0, <0,50 >0,15 Nilai <225 Sumber: Rachman dan Siagian (1976) E. Pulp dan Kertas Kayu lebih disukai sebagai sumber serat untuk industri kertas walaupun menurut sejarahnya kertas dapat dibuat dari tumbuhan non kehutanan atau bahan berlignoselulosa lainnya. Alasan untuk mengguanakan kayu adalah kadar kualitas pulp tinggi (Casey 1980a). Kualitas bahan baku berpengaruh terhadap kualitas pulp dan kertas yang dihasilkan. Meskipun pada awalnya softwood lebih banyak digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas dibandingkan hardwood karena struktur sel penyusunnya lebih homogen (hampir 90% adalah trakeid) dan memiliki serat yang lebih panjang (rata-rata 3-5 mm) sehingga menghasilkan kertas yang lebih kuat, bukan berarti hardwood tidak cocok. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa pulp hardwood mampu memiliki nilai kekuatan tertentu yang sama dengan atau bahkan lebih besar daripada pulp softwood. Hal ini disebabkan adanya variasi pada kayu dan morfologi serat secara statistika dapat mempengaruhi sifat dan kualitas kertas (Casey 1980a). Kertas adalah suatu benda yang disusun terutama oleh serat-serat selulosa disamping bahan penolong lainnya. Perkembangan konsumsi kertas dan produk serat di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, yaitu ratarata 14% pertahun pada periode Namun produksi dalam negeri periode tahun hanya bisa memenuhi konsumsi rata-rata 34%. Pulp kayu merupakan bahan yang terbanyak dikonsumsi untuk memproduksi kertas dan produk serat lainnya (Departemen Perindustrian 1982).

34 20 Menurut Pasaribu dan Silitonga (1974) dalam Sofyan et al., (1993), panjang pendeknya serat dapat mempengaruhi kekuatan pulp kertas. Namun, hubungan panjang serat, tebal dinding serat, dan diameter terhadap kualitas pulp dan kertas yang dihasilkan secara terpisah kurang nyata dibandingkan dengan hubungan niali turunannya yaitu Runkle ratio, felting power, Muhlstep ratio, flexibility ratio, dan coefficient of rigidity.

35 BAB III BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sifat Dasar Kayu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu DHH Fakultas Kehutanan IPB dan Laboratorium Anatomi Kayu PusLitBang Hasil Hutan Gunung Batu mulai bulan Desember 2010 sampai Maret B. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah: 1. Bagian kayu normal, kayu tarik, dan kayu opposite dari sebatang pohon kawista (Limonia acidissima L.) asal Bima Nusa Tenggara Barat. Massa kayu dari masing-masing riap tumbuh dari empulur ke arah kulit, digunakan sebagai sampel penelitian. Umur pohon tidak diketahui dengan pasti, namun diameter batang nya 18 cm. 2. Air keran, akuades, asam asetat glasial, hidrogen peroksida, alkohol teknis, alkohol absolut, gliserin, safranin, toluen, karbolxylene, dan ethilen. Adapun peralatan penelitian terdiri dari gelas obyek, gelas penutup, botol timbang, watch glass, waterbath, mikroskop, dan pipet. Untuk pembuatan preparat sayat digunakan mikrotom gelincir merek Reichert, sedangkan untuk dokumentasi digunakan kamera digital Sony. C. Metode Penelitian 1. Pembuatan Sediaan Maserasi dan Pengukuran Pembuatan sediaan maserasi dilakukan dengan metode FPL (Forest Products Laboratory) dengan ukuran contoh uji sebesar batang korek api dari seluruh riap tumbuh yang ada. Maserasi diawali dengan merebus kayu dalam larutan 60% asam asetat glasial dan 30% hidrogen peroksida pada suhu ± 60 o C selama 24 jam atau sampai contoh uji berubah warna menjadi putih dan lunak. Perbandingan volume asam asetat glasial dan hidrogen peroksida yang digunakan adalah 1:20. Setelah itu sampel dicuci dengan air hingga bebas asam dan direndam dalam safranin 2% selama 6-8 jam. Kemudian zat warna dibuang dan dilakukan penghilangan air (dehidrasi) bertingkat menggunakan

36 22 alkohol berturut-turut 10%, 30%, 50%, 70%, 90% dan absolut masing-masing selama 2 menit. Setelah didehidrasi, serabut pilihan dipindahkan ke kaca preparat (Gambar 2) kemudian dilanjutkan dengan pengamatan dengan mikroskop. d b c a Gambar 2 Bagian-bagian serat yang diukur Keterangan: Panjang serat (a), Diameter serat (b), Diameter lumen (c), dan Tebal dinding sel (d) 2. Pengamatan Struktur Anatomi Kayu Pengamatan struktur anatomi kayu dilakukan pada masing-masing contoh uji kayu. Kegiatannya meliputi tiga tahapan, yaitu: a. Pembuatan Preparat Contoh uji berukuran (1,5 x 1,5 x 1,5) cm dilunakkan dengan cara direndam dengan aquades selama 2 malam kemudian dilanjutkan dengan perendaman dalam larutan alkohol dan gliserin dengan perbandingan 1:1 selama 2-3 hari. Setelah lunak, contoh uji disayat dengan rotary mikrotom untuk menghasilkan sayatan setebal µm. Sayatan yang dibuat meliputi penampang lintang (X), radial (R), dan tangensial (T). Lima sayatan terbaik dipilih untuk diamati strukturnya menggunakan mikroskop. Hasil sayatan kemudian dicuci dengan akuades untuk menghilangkan gliserin dan direndam dalam safranin selama 1 jam untuk pewarnaan. Setelah itu sayatan dicuci kembali dengan akuades sampai bersih, lalu didehidrasi bertingkat menggunakan alkohol 30%, 50%, 70%, 90%, dan alkohol absolut masing-masingnya selama 5-10 menit. Selanjutnya sayatan dibeningkan dengan cara merendamnya beberapa saat, berturut-turut dalam karboxylol dan tuluen. Sesudah itu sayatan direkat dengan entelan di atas

37 23 gelas obyek, ditutup dengan gelas penutup, diberi label dan siap untuk diamati. b. Pengamatan Ciri anatomi yang diamati meliputi ciri-ciri yang dianjurkan oleh International Association Of Wood Anatomist (Wheeler et al, 1989). X R T Label 3. Pengolahan Data Gambar 3 Penyusunan sayatan pada gelas obyek Keterangan: X = Penampang lintang, R = penampang radial T = penampang tangensial, dan pelabelan dengan label Data yang bersifat kualitatif disajikan secara deskripsi naratif, sedangkan data yang bersifat kuantitatif dihitung nilai rata-rata dan standar deviasinya menggunakan sebaran t-student pada selang kepercayaan 95% sebagai berikut: Dimana: µ ȳ t(α/2.df) α df s n : nilai tengah rata-rata : nilai rat-rata : nilai sebaran t pada selang kepercayaan 95% : taraf nyata : derajat bebas (n-1) : standar deviasi : jumlah pengulangan contoh Untuk mengetahui perbedaan panjang serat antar bagian kayu yang diteliti dilakukan uji beda nyata dengan menggunakan sebaran t-student pada selang kepercayaan 95%. Rata-rata pengulangan contoh (x) digunakan untuk menduga nilai tengah populasi (µ). Sedangkan ragam pengulangan contoh per jenis (s 2 ) digunakan untuk menduga ragam populasi per jenis (σ 2 ).

38 24 Nilai rata-rata panjang serat dan nilai turunan dimensi serat yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar kualitas serat untuk bahan baku pulp dan kertas yang disusun oleh Rachman dan Siagian (1976).

39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Karakter Makro dan Mikroskopis Ciri makroskopis dan mikroskopis yang terdapat pada masing-masing bagian kayu kawista yang diteliti adalah sebagai berikut: 1. Bagian Kayu Normal Ciri Makroskopis Warna: kayu teras berwarna kuning jerami sampai coklat, serta tidak tegas batas antara kayu teras dan kayu gubalnya. Tekstur: agak kasar. Arah serat: berpadu. Kilap: permukaan tidak mengkilap. Kekerasan: keras. Bau: tidak berbau. Ciri Mikroskopis Lingkar tumbuh: jelas. Pembuluh: porositas tata baur, tersusun secara diagonal hingga radial dengan diameter lumen rata-rata 79±9,7 µm, penyebaran pori sebagian besar bergabung radial 2-3 sel dan beberapa soliter. frekuensi 16±2,5 per mm 2, panjang rata-rata 168±28,1 µm, bidang perforasi sederhana dan bentuk tangga, tidak memiliki tilosis tetapi memiliki endapan berwarna kuning pekat dan saluran minyak, ceruk antar pembuluh berbentuk tangga sampai berhadapan, berukuran sangat kecil 3±1,7 µm, tidak berumbai, percerukan pembuluh dengan jari-jari berhalaman jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim: aksial paratrakeal jarang dan parenkim marjinal. Jari-jari: lebar 1-6 seri, 2 ukuran meski kurang jelas, didominasi oleh sel baring, tidak dijumpai adanya sel tegak, tinggi sampai 914 µm dengan rata-rata 440±161,7 µm, frekuensi 6±1,6 sel per mm 2. Serat: bersekat dengan ceruk berhalaman, ketebalan dinding sel sedang, panjang sampai 1428,6 µm dengan rata-rata 1007±209 µm, diameter sampai 29 µm dengan rata-rata 18,9±3,4 µm, diameter lumen 12,5±3,4 µm, dan tebal dinding 3,2±0,5 µm. Saluran interseluler: tidak ada. Inklusi mineral: tidak ditemukan. Struktur mikroskopis bagian kayu normal yang diteliti disajikan pada Gambar 4.

40 26 a b c d Gambar 4 Bagian Kayu Normal Kawista L. acdissima L. a. Penampang lintang (10x), b. saluran sel minyak (anak panah), dan parenkim aksial paratrakeal jarang serta parenkim marjinal, jari-jari 1-6 seri (penampang lintang, 10x), c. jari-jari multiseriate 1-6 seri (anak panah) (penampang tangensial, 10x) d. sel baring (anak panah) (penampang radial, 10x) 2. Bagian Kayu Tarik Ciri Makroskopis Warna: kayu teras berwarna kuning jerami sampai coklat, tidak tegas batas antara kayu teras dan gubalnya. Tekstur: agak kasar. Arah serat: berpadu. Kilap: permukaan tidak mengkilap, namun cukup licin. Kekerasan: keras. Bau: tidak berbau. Ciri Mikroskopis Lingkar tumbuh: jelas. Pembuluh: porositas tata baur, tersusun secara diagonal hingga radial dengan rata-rata diameter lumen 71±13,5 µm, penyebaran pori sebagian besar bergabung radial 2-3 pori dan beberapa soliter, frekuensi 17±3,0 per mm 2, panjang rata-rata 160±33,6 µm, bidang perforasi bentuk tangga, tidak memiliki tilosis tetapi memiliki endapan berwarna kuning pekat,

41 27 ceruk antar pembuluh bentuk tangga sampai berhadapan, berukuran sangat kecil 3±1,6 µm, tidak berumbai, percerukan pembuluh dengan jari-jari berhalaman jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim: aksial paratrakeal jarang dan parenkim marjinal. Jarijari: lebar l-6 seri, 2 ukuran meski kurang jelas, didominasi oleh sel baring, tidak dijumpai adanya sel tegak, tinggi sampai 914 µm dengan rata-rata 435±167,6 µm, frekuensi 6±1,6 sel per mm 2. Serat: bersekat dengan ceruk berhalaman, ketebalan dinding sel sedang, panjang sel sampai 1400 µm dengan rata-rata 986±182,1 µm, diameter sampai 32,3 µm dengan rata-rata 18±3,7 µm, diameter lumen 10,5±3,2 µm, dan tebal dinding 3,7±0,9 µm. Saluran interseluler: tidak ditemukan. Inklusi mineral: tidak ditemukan. Struktur mikroskopis bagian kayu tarik yang diteliti disajikan pada Gambar 5. a b c d Gambar 5 Bagian Kayu Tarik Kawista L. acdissima L. a. Pembuluh dominan ganda, frekuensi rapat (penampang lintang, 10x), b. Endapan pada pembuluh (anak panah), parenkim aksial paratrakeal jarang, dan lapisan gelatin yang tebal (penampang lintang, 40x), c. Jari-jari 1-6 seri (penampang tangensial, 10x), d. Jari-jari sel baring (penampang radial, 10x)

42 28 3. Bagian Kayu Opposite Ciri Makroskopis Warna: kayu teras berwarna kuning jerami sampai coklat, serta tidak tegas batas antara kayu teras dan gubalnya. Tekstur: agak kasar. Arah serat: berpadu. Kilap: permukaan tidak mengkilap tetapi cukup licin. Kekerasan: keras. Bau: tidak berbau. Ciri Mikroskopis Lingkar tumbuh: jelas. Pembuluh: porositas tata baur, tersusun secara diagonal hingga radial dengan diameter lumen rata-rata 79±9,7 µm, penyebaran pori sebagian besar bergabung radial 2-3 pori dan beberapa soliter, frekuensi 16±2,5 per mm 2, panjang rata-rata 167±27,3 µm, bidang perforasi sederhana dan bentuk tangga, tidak memiliki tilosis tetapi memiliki endapan berwarna kuning pekat, ceruk antar pembuluh bentuk tangga sampai berhadapan, berukuran sangat kecil 2±2,2 µm, berumbai, percerukan pembuluh dengan jari-jari berhalaman jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim: aksial paratrakeal jarang dan parenkim marjinal. Jarijari: lebar 1-6 seri, 2 ukuran meski kurang jelas, selain terdapat sel baring juga terdapat 1 seri sel tegak berupa sel bujur sangkar, tinggi sampai 1114 µm dengan rata-rata 568±290,4 µm, frekuensi 7±1,3 sel per mm 2. Serat: bersekat dengan ceruk berhalaman, ketebalan dinding sel sedang, panjang sel sampai 1714 µm dengan rata-rata 1023±239,4 µm, diameter sampai 32,3 µm dengan rata-rata 20,9±5,5 µm, diameter lumen 14,3±5,4 µm, dan tebal dinding 3,3±0,8 µm. Saluran interseluler: tidak ditemukan. Inklusi mineral: tidak ditemukan. Struktur mikroskopis bagian kayu opposite yang diteliti disajikan pada Gambar 6.

43 29 a b c d Gambar 6 Bagian Kayu Opposite Kawista L. acdissima L. a. Pembuluh dominan ganda, serta frekuansi rapat (penampang lintang, 10x), b. Endapan dalam pembuluh (anak panah) dan parenkim aksial paratrakeal jarang (penampang lintang, 10x), c. Percerukan pembuluh dengan jari-jari berhalaman jelas (anak panah), dan jari-jari 1-6 seri (penampang tangensial, 10x), d. Jari-jari dengan 1 seri sel bujur sangkar (anak panah) (penampang radial, 10x) Gambar 7 memperlihatkan corak kayu kawista yang diteliti sedangkan Gambar 8 memperlihatkan bentuk dan ukuran ceruk yang terdapat pada dinding bersama antar dua sel pembuluh yang berdempetan. Dari Gambar 7 tampak bahwa kayu kawista memiliki corak mirip dengan corak kayu jati, sedangkan ukuran ceruk pada dinding bersamanya sangat kecil. Tabel 2 memperlihatkan rekapitulasi struktur anatomi ketiga bagian kayu kawista yang diteliti.

44 30 Gambar 7 Corak penampang papan tangensial Kawista L. acidissima L. Gambar 8 Ceruk antar pembuluh sangat kecil 4µm (Skala 40 µm)

45 Tabel 2 Perbandingan Beberapa Karakteristik Anatomi Kayu Kawista No Karakteristik Bagian Kayu Anatomi Normal Tarik Opposite 1 Lingkar Tumbuh Jelas Jelas Jelas 2 Sel Pembuluh: a Porositas Baur Baur Baur b Sebaran / Susunan Diagonal/radial Diagonal/radial Diagonal/radial c Pengelompokan Berganda/ berkelompok Berganda/ berkelompok Berganda/ berkelompok d Bentuk pembuluh soliter Bundar Bundar Bundar e Bidang perforasi Sederhana dan bentuk tangga Sederhana dan bentuk tangga Sederhana dan bentuk tangga f Susunan ceruk (µm) Sangat kecil <4 Sangat kecil <4 Sangat kecil <4 g Ukuran rata-rata ceruk (µm) 3±1,7 3±1,6 2±2,2 h Ceruk berumbai i Ceruk pada persilangan pembuluh dengan jari-jari Dengan halaman jelas; serupa dengan ceruk antar pembuluh Dengan halaman jelas; serupa dengan ceruk antar pembuluh Dengan halaman jelas; serupa dengan ceruk antar pembuluh j Penebalan ulir/spiral k Diameter tangensial 79±9,7 71±13,5 77±18,2 lumen pembuluh (µm) l Pembuluh per mm 2 16±2,5 17±3,0 16±4,4 m Rata-rata panjang sel 168±28,1 160±33,6 167±27,3 (µm) n Tilosis dan endapan dalam pembuluh Tidak ada tilosis; ada endapan berwarna Tidak ada tilosis; Endapan berwarna Tidak ada tilosis; Endapan berwarna o Elemen trakeida tak berlubang Jari-jari a Lebar 1-6 seri 1-6 seri 1-6 seri b Macam / Ukuran 2 macam tidak jelas 2 macam tidak jelas 2 macam tidak jelas c Jari-jari agregat d Tinggi (µm) 440±161,7 435±167,6 568±290,4 e Komposisi Seluruhnya sel baring Seluruhya sel baring Ditemukan 1 baris sel tegak f Sel selubung dan sel persegi g Sel jari-jari yang berperforasi h Frekuensi per mm 6±1,6 6±1,6 7±1,3 4 Parenkim Aksial: a Apotrakeal b Paratrakeal Jarang Jarang Jarang c Marjinal Pita tangensial panjang Pita tangensial panjang Pita tangensial panjang 31

46 Tabel 2 Lanjutan No Karakteristik Anatomi 5 Serat: a Jaringan dasar serat Bersekat dengan ceruk berhalaman yang jelas; ceruk umum pada bidang radial dan tangensial Bagian Kayu Normal Tarik Opposite Bersekat dengan ceruk berhalaman yang jelas; ceruk umum pada bidang radial dan tangensial Berhalaman sangat kecil 32 Bersekat dengan ceruk berhalaman yang jelas; ceruk umum pada bidang radial dan tangensial Berhalaman sangat kecil b Bentuk Ceruk Berhalaman sangat kecil c Penebalan ulir/spiral d Serat bersekat Tidak bersekat Tidak bersekat Tidak bersekat e Tebal dinding serat Tipis sampai Tipis sampai Tipis sampai tebal tebal tebal f Rata-rata panjang 1007±209,7 986±182,1 1023±239,4 6 Inkulsi mineral: a Kristal prismatic Tidak ada Tidak ada Tidak ada B. Dimensi dan Kualitas Serat Kayu Kawista Hasil pengukuran dan perhitungan dimensi serat disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Rata-rata dimensi serat Kayu Kawista L. acidissima L. Dimensi Serat Bagian Kayu Panjang (L) Diameter (d) Lumen (l) Tebal Dinding (w) Normal 1007±209,7 18,9±3,4 12,5±3,4 3,2±0,5 Tarik 986±182,1 18±3,7 10,5±3,2 3,7±0,9 Opposite 1023±239,4 20,9±5,5 14,3±5,4 3,3±0,8 1. Panjang Serat Rata-rata dan kisaran nilai panjang serat per masing-masing bagian kayu kawista yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan Tabel 5 memuat hasil uji beda nyata panjang serat berdasarkan seberan t student pada selang kepercayaan 95%. Tabel 4 Rata-rata dan kisaran nilai panjang Serat Kawista L. acidissima L. Bagian Kayu Panjang Serat (µ) Rata-Rata Selang Rataan** Normal 1007,5 714,29 µ 1428,57 Tarik 985,56 714,29 µ 1400 Opposite 1023,33 642,29 µ 1714,29 Keterangan: * Rataan dari pengulangan contoh uji ** Selang kepercayaan 95% dari rata-rata panjang serat

47 Tabel 5 Hasil uji beda nyata panjang serat berdasarkan seberan t student pada selang kepercayaan 95% Jenis Kayu Tarik Opposite Normal Normal - Tarik - Opposite - Keterangan: - = tidak nyata Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa rata-rata panjang serat kayu kawista bervariasi dari 985,56 hingga 1023,33 μm. Bagian kayu tarik cenderung memiliki panjang serat yang lebih pendek dibandingkan kedua bagian kayu lainnya. Namun demikian, secara keseluruhan panjang serat tidak dipengaruhi oleh bagian kayu dimana serat tersebut berada (Tabel 5). Variasi radial panjang serat kayu per masing-masing riap tumbuh disajikan pada Gambar Gambar 9 Variasi radial panjang serat kayu per masing-masing riap tumbuh Berdasarkan Gambar 9 dapat diketahui bahwa variasi radial panjang serat per masing-masing riap tumbuh pada seluruh bagian kayu kawista yang diteliti relatif sama, dimana serat terpendek dijumpai pada daerah yang dekat empulur (riap tumbuh 1), sedangkan serat terpanjang pada daerah dekat kulit. Phenomena ini memperlihatkan bahwa semakin ke arah kulit, panjang serat cenderung bertambah.

48 34 Berdasarkan kriteria penilaian serat kayu untuk bahan baku pulp dan kertas yang disusun oleh Rachman dan Siagian (1976), nilai panjang serat dari seluruh bagian kayu kawista yang diteliti masuk ke dalam kelas II. Gambar 10 memuat contoh serat kayu kawista pada masing-masing bagian kayu yang diteliti. a b c Gambar 10 Serat kayu Kawista: a. kayu normal, b. kayu tarik, c. kayu opposite 2. Runkle Ratio (RR) Nilai RR ketiga bagian kayu kawista yang diteliti disajikan pada Gambar 11. Rata-rata nilai RR berkisar antara 0,54 hingga 0,78. Meski nilai RR tidak dipengaruhi oleh bagian kayu, bagian kayu tarik cenderung memiliki nilai RR yang lebih besar, sedangkan nilai RR pada bagian kayu normal dan opposite-nya hampir sama. Berdasarkan kriteria penilaian mutu serat kayu untuk bahan baku pulp dan kertas, nilai RR ketiga bagian kayu tersebut masuk ke dalam kelas mutu II.

49 35 Gambar 11 Nilai Runkle Ratio Kayu Kawista L. acidissima L. 3. Felting Power (FP) Nilai FP ketiga bagian kayu kawista yang diteliti ternyata juga tidak berbeda, dengan rata-rata berkisar antara 52,21 hingga 56,67 (Gambar 12). Berdasarkan kriteria penilaian mutu serat kayu untuk bahan baku pulp dan kertas, maka nilai FP ketiga bagian kayu kawista yang diteliti masuk kedalam kelas mutu II dengan nilai terbesar dimiliki oleh bagian kayu tarik. Gambar 12 Nilai Felting Power Kayu Kawista L. acidissima L.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jati Tectona grandis Linn. f. atau jati merupakan salah satu tumbuhan yang masuk dalam anggota famili Verbenaceae. Di Indonesia dikenal juga dengan nama deleg, dodolan, jate,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil identifikasi herbarium yang dilakukan mempertegas bahwa ketiga jenis kayu yang diteliti adalah benar burmanii Blume, C. parthenoxylon Meissn., dan C. subavenium Miq. 4.1

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pohon dengan famili Sapindacaeae. Rambutan adalah tanaman tropis yang

TINJAUAN PUSTAKA. pohon dengan famili Sapindacaeae. Rambutan adalah tanaman tropis yang TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Deskripsi Tanaman 1. Rambutan (N. lappaceum) Rambutan (N. lappaceum) merupakan tanaman buah hortikultural berupa pohon dengan famili Sapindacaeae. Rambutan adalah tanaman tropis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Ikan Tradisional Menurut Nomura dan Yamazaki (1975) dalam Prasetyo (2008), kapal ikan merupakan kapal yang digunakan dalam kegiatan perikanan, mencakup aktivitas penangkapan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung dari bulan Pebruari hingga Juni 2009. Identifikasi herbarium dilakukan di Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor, sementara pengamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik TINJAUAN PUSTAKA Ekaliptus Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Division Sub Divisio Class Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospoermae : Dicotyledone : Myrtiflorae : Myrtaceae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pohon Mindi (M. azedarach L.) merupakan jenis pohon cepat tumbuh.

TINJAUAN PUSTAKA. Pohon Mindi (M. azedarach L.) merupakan jenis pohon cepat tumbuh. TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kayu a. Taksonomi Pohon Mindi (M. azedarach L.) merupakan jenis pohon cepat tumbuh. Pohon Mindi menyukai cahaya, agak tahan kekeringan, agak toleran dan tahan terhadap salinitas

Lebih terperinci

(Anatomical Structure of Surian Wood (Toona sinensis Roem))

(Anatomical Structure of Surian Wood (Toona sinensis Roem)) (Anatomical Structure of Surian Wood (Toona sinensis Roem)) Atmawi Darwis 1), Imam Wahyudi 2), Ratih Damayanti 3) 1) Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung 2) Departemen Hasil Hutan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978) dalam Utomo (2008) E. urophylla

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978) dalam Utomo (2008) E. urophylla TINJAUAN PUSTAKA Kayu Eucalyptus urophylla Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978) dalam Utomo (2008) E. urophylla termasuk dalam famili Myrtaceae, terdiri atas 500 jenis dan 138 varietas. Pohon ekaliptus

Lebih terperinci

STRUKTUR ANATOMI KAYU DAUN LEBAR (HARDWOODS) dan KAYU DAUN JARUM (SOFTWOODS)

STRUKTUR ANATOMI KAYU DAUN LEBAR (HARDWOODS) dan KAYU DAUN JARUM (SOFTWOODS) KARYA TULIS STRUKTUR ANATOMI KAYU DAUN LEBAR (HARDWOODS) dan KAYU DAUN JARUM (SOFTWOODS) Disusun Oleh: APRI HERI ISWANTO, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 844 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Anatomi, Dimensi Serat dan Microfibril Angle (MFA) Samama (Anthocephalus Macrophyllus)1

Beberapa Sifat Anatomi, Dimensi Serat dan Microfibril Angle (MFA) Samama (Anthocephalus Macrophyllus)1 Beberapa Sifat Anatomi, Dimensi Serat dan Microfibril Angle (MFA) Samama (Anthocephalus Macrophyllus)1 Tekat Dwi Cahyono2 1) Judul Naskah, disampaikan pada Seminar Nasional Penguatan Pembangunan Berbasis

Lebih terperinci

DIMENSI SERAT DAN PROPORSI SEL PER LINGKARAN TUMBUH KAYU SUNGKAI (Peronema canescens Jack) DARI KULON PROGO, YOGYAKARTA

DIMENSI SERAT DAN PROPORSI SEL PER LINGKARAN TUMBUH KAYU SUNGKAI (Peronema canescens Jack) DARI KULON PROGO, YOGYAKARTA C9 DIMENSI SERAT DAN PROPORSI SEL PER LINGKARAN TUMBUH KAYU SUNGKAI (Peronema canescens Jack) DARI KULON PROGO, YOGYAKARTA Oleh : Harry Praptoyo, S.Hut 1), Edy Cahyono 2) 1) Staf Dosen Fakultas Kehutanan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KAYU KI ACRET (Spatholdea campanulata Beauv) SEBAGAI BAHAN BAKU PULP KERTAS MELALUI UJI TURUNAN DIMENSI SERAT

PEMANFAATAN KAYU KI ACRET (Spatholdea campanulata Beauv) SEBAGAI BAHAN BAKU PULP KERTAS MELALUI UJI TURUNAN DIMENSI SERAT PEMANFAATAN KAYU KI ACRET (Spatholdea campanulata Beauv) SEBAGAI BAHAN BAKU PULP KERTAS MELALUI UJI TURUNAN DIMENSI SERAT Irawati Azhari Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU Abstract The aim of

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb. KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.) FARIKA DIAN NURALEXA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

C10. Oleh : Titik Sundari 1), Burhanuddin Siagian 2), Widyanto D.N. 2) 1) Alumni Fakultas Kehutanan UGM, 2) Staf Pengajar Fakultas Kehutanan UGM

C10. Oleh : Titik Sundari 1), Burhanuddin Siagian 2), Widyanto D.N. 2) 1) Alumni Fakultas Kehutanan UGM, 2) Staf Pengajar Fakultas Kehutanan UGM C10 DIMENSI SERAT DAN PROPORSI SEL PADA BEBERAPA VARIASI UMUR POHON DAN LETAK RADIAL BATANG Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex Benth. DARI DESA KEDUNGPOH, GUNUNGKIDUL Oleh : Titik Sundari 1), Burhanuddin

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).

Lebih terperinci

STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT EMPAT JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL ANITA ARUMSARI

STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT EMPAT JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL ANITA ARUMSARI STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT EMPAT JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL ANITA ARUMSARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno,

BAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sengon merupakan salah satu tanaman cepat tumbuh yang dipilih dalam program pembangunan hutan tanaman industri (HTI) karena memiliki produktivitas yang tinggi dengan

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL

Lebih terperinci

PERBANDINGAN SIFAT ANATOMI KAYU TUSAM (Pinus merkusii) ALAMI DAN TANAMAN

PERBANDINGAN SIFAT ANATOMI KAYU TUSAM (Pinus merkusii) ALAMI DAN TANAMAN PERBANDINGAN SIFAT ANATOMI KAYU TUSAM (Pinus merkusii) ALAMI DAN TANAMAN SKRIPSI Oleh: FRISKA EVALINA GINTING 081203048/ TEKNOLOGI HASIL HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

MEMAHAMI ANTIKLINAL DAN PERIKLINAL DALAM PROSES PERTUMBUHAN POHON DAN KUALITAS KAYU MUHDI

MEMAHAMI ANTIKLINAL DAN PERIKLINAL DALAM PROSES PERTUMBUHAN POHON DAN KUALITAS KAYU MUHDI MEMAHAMI ANTIKLINAL DAN PERIKLINAL DALAM PROSES PERTUMBUHAN POHON DAN KUALITAS KAYU MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Antiklinal adalah tahapan pembelahan

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN SIFAT KAYU SUKUN ( Artocarpus communis FORST) DARI HUTAN RAKYAT DI YOGYAKARTA. Oleh: Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada INTISARI

STRUKTUR DAN SIFAT KAYU SUKUN ( Artocarpus communis FORST) DARI HUTAN RAKYAT DI YOGYAKARTA. Oleh: Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada INTISARI STRUKTUR DAN SIFAT KAYU SUKUN ( Artocarpus communis FORST) DARI HUTAN RAKYAT DI YOGYAKARTA Oleh: Fanny Hidayati dan P. Burhanuddin Siagian Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada INTISARI Kebutuhan

Lebih terperinci

VARIASI SIFAT ANATOMI KAYU MERANTI MERAH (Shorea leprosula) PADA 3 KLAS DIAMETER YANG BERBEDA

VARIASI SIFAT ANATOMI KAYU MERANTI MERAH (Shorea leprosula) PADA 3 KLAS DIAMETER YANG BERBEDA ANATOMI DAN SIFAT DASAR KAYU VARIASI SIFAT ANATOMI KAYU MERANTI MERAH (Shorea leprosula) PADA 3 KLAS DIAMETER YANG BERBEDA Harry Praptoyo Bagian Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pohon Kawista Kawista atau Kawis (L. acidissima syn. Feronia limonia) adalah tumbuhan buah, termasuk dalam suku jeruk-jerukan (Rutaceae). Tumbuhan ini berasal dari India selatan

Lebih terperinci

4 STRUKTUR ANATOMI SALURAN RESIN PADA PINUS MERKUSII KANDIDAT BOCOR GETAH

4 STRUKTUR ANATOMI SALURAN RESIN PADA PINUS MERKUSII KANDIDAT BOCOR GETAH 50 4 STRUKTUR ANATOMI SALURAN RESIN PADA PINUS MERKUSII KANDIDAT BOCOR GETAH 4.1 Pendahuluan Hasil analisis morfogenetika (Bab 3) menunjukkan bahwa produksi getah dipengaruhi oleh faktor genetika dan terdapat

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerusakan hutan alam di Indonesia periode antara tahun 1985-1997 mencapai 1,6 juta ha setiap tahunnya. Pada periode antara tahun 1997-2000 kerusakan hutan mencapai rata-rata

Lebih terperinci

Fakultas Kehutanan, Universitas Negeri Papua, Jl. Gn. Salju Amban, Manokwari

Fakultas Kehutanan, Universitas Negeri Papua, Jl. Gn. Salju Amban, Manokwari Sifat Anatomi Kayu Flindersia pimenteliana F. Muell asal Teluk Wondama Papua Barat (Anatomical Properties of Flindersia pimenteliana F. Muell from Wondama Bay West Papua) Renny Purnawati 1), Imam Wahyudi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika

TINJAUAN PUSTAKA. (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika TINJAUAN PUSTAKA Oriented Strand Board (OSB) Awalnya produk OSB merupakan pengembangan dari papan wafer (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika pada tahun 1954. Limbah-limbah

Lebih terperinci

PENENTUAN AIR DALAM RONGGA SEL KAYU

PENENTUAN AIR DALAM RONGGA SEL KAYU KARYA TULIS PENENTUAN AIR DALAM RONGGA SEL KAYU Disusun Oleh: Tito Sucipto, S.Hut., M.Si. NIP. 19790221 200312 1 001 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT ENAM JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL (THE LEAST KNOWN WOOD SPECIES) DARI FAMILI LEGUMINOSAE AGUNG PRASETYO

STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT ENAM JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL (THE LEAST KNOWN WOOD SPECIES) DARI FAMILI LEGUMINOSAE AGUNG PRASETYO STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT ENAM JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL (THE LEAST KNOWN WOOD SPECIES) DARI FAMILI LEGUMINOSAE AGUNG PRASETYO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Karakterisitik makroskopis pada enam potongan kayu yang diteliti

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Karakterisitik makroskopis pada enam potongan kayu yang diteliti 4.1 Sifat Makroskopis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan makroskopis meliputi warna, corak, tekstur dan arah serat kayu disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Karakterisitik makroskopis pada enam potongan

Lebih terperinci

Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi

Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi Standar Nasional Indonesia Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

BABII TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku

BABII TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku BABII TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku laporan tugas akhir dan makalah seminar yang digunakan sebagai inspirasi untuk menyusun konsep penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kayu Manis berikut : Sistematika kayu manis menurut Rismunandar dan Paimin (2001), sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Sub kelas Ordo Family Genus Spesies : Plantae : Gymnospermae

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Yogyakarta (lokasi 1) dari pusat kota ke arah Gunung Merapi sebagai lokasi yang relatif tercemar dan di Kota Solo

Lebih terperinci

Oleh: Merryana Kiding Allo

Oleh: Merryana Kiding Allo Corak Indah Kayu Eboni (Diospyros celebica Bakh.) CORAK INDAH KAYU EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Oleh: Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243, telp. (0411)

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN SIFAT KAYU TREMBESI ( Samanea saman MERR) DARI HUTAN RAKYAT DI YOGYAKARTA

STRUKTUR DAN SIFAT KAYU TREMBESI ( Samanea saman MERR) DARI HUTAN RAKYAT DI YOGYAKARTA STRUKTUR DAN SIFAT KAYU TREMBESI ( Samanea saman MERR) DARI HUTAN RAKYAT DI YOGYAKARTA Fanny Hidayati dan P. Burhanuddin Siagian Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Abstrak Kebutuhan akan kayu semakin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Data hasil pengujian sifat fisis kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran Microfibril Angle (MFA) Contoh uji persegi panjang diambil dari disk dan dipotong menjadi segmen dengan ukuran 5 cm x 1,5 cm x 1 cm dari empulur hingga kulit dan diberi nomor mulai dari empulur

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN KISI-KISI TES/CONTOH SOAL UJIAN

KONTRAK PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN KISI-KISI TES/CONTOH SOAL UJIAN KONTRAK PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN KISI-KISI TES/CONTOH SOAL UJIAN MATA KULIAH ANATOMI DAN IDENTIFIKASI KAYU (HHT 212) DEPARTEMEN HASIL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Volume Pohon Secara alami, volume kayu dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi sortimen. Beberapa jenis volume kayu yang paling lazim dipakai sebagai dasar penaksiran,

Lebih terperinci

KAYU JUVENIL (JUVENILE WOOD)

KAYU JUVENIL (JUVENILE WOOD) KARYA TULIS KAYU JUVENIL (JUVENILE WOOD) Disusun oleh : RUDI HARTONO, S.HUT, MSi NIP 132 303 838 JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2006 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar

Lebih terperinci

KAITAN POLA PENYEBARAN SALURAN GETAH

KAITAN POLA PENYEBARAN SALURAN GETAH TEKNIK PENYADAPAN GETAH JELUTUNG YANG EFEKTIF DAN RAMAH LINGKUNGAN UNTUK MENGHASILKAN LATEKS BERMUTU TINGGI KAITAN POLA PENYEBARAN SALURAN GETAH DENGAN TEKNIK PENYADAPANNYA IMAM WAHYUDI 1), RUDI HARTONO

Lebih terperinci

STRUKTUR ANATOMI DAN SIFAT FISIS SERTA ALTERNATIF TUJUAN PENGGUNAAN TIGA JENIS KAYU ASAL KALIMANTAN GILANG TEGUH RAHARJO

STRUKTUR ANATOMI DAN SIFAT FISIS SERTA ALTERNATIF TUJUAN PENGGUNAAN TIGA JENIS KAYU ASAL KALIMANTAN GILANG TEGUH RAHARJO STRUKTUR ANATOMI DAN SIFAT FISIS SERTA ALTERNATIF TUJUAN PENGGUNAAN TIGA JENIS KAYU ASAL KALIMANTAN GILANG TEGUH RAHARJO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN

Lebih terperinci

REVISI DAN PROPOSISI MIKRO TEKS DASAR

REVISI DAN PROPOSISI MIKRO TEKS DASAR REVISI DAN PROPOSISI MIKRO TEKS DASAR Ria mahardika 109016100072 No Teks Dasar Revisi Proposisi Mikro 1. Pertumbuhan Sekunder Batang Kambium Pembuluh dan Pembentukan Jaringan Pembuluh Sekunder. Kambium

Lebih terperinci

DIMENSI DAN NILAI TURUNAN SERAT PADA BATANG DAN. CABANG KAYU ANGGERUNG (Trema orientalis BL) Oleh : Syahriani NIM

DIMENSI DAN NILAI TURUNAN SERAT PADA BATANG DAN. CABANG KAYU ANGGERUNG (Trema orientalis BL) Oleh : Syahriani NIM DIMENSI DAN NILAI TURUNAN SERAT PADA BATANG DAN CABANG KAYU ANGGERUNG (Trema orientalis BL) Oleh : Syahriani NIM. 080 500 082 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. organisme hidup yaitu tumbuhan (Praptoyo, 2010). Kayu termasuk salah satu hasil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. organisme hidup yaitu tumbuhan (Praptoyo, 2010). Kayu termasuk salah satu hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu adalah suatu material yang merupakan produk hasil metabolisme organisme hidup yaitu tumbuhan (Praptoyo, 2010). Kayu termasuk salah satu hasil sumber daya alam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu perlu diperhatikan untuk pengembangan penggunaan kayu secara optimal, baik dari segi kekuatan maupun keindahan. Beberapa sifat fisis kayu yang harus diketahui

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN Pilihan suatu bahan bangunan tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis, dan dari keindahan. Perlu suatu bahan diketahui sifat-sifat sepenuhnya. Sifat Utama

Lebih terperinci

STRUKTUR ANATOMI DAN SIFAT FISIS KAYU REAKSI PADA KAYU TERAP (ARTOCARPUS ODORATISSIMUS) ASAL KALIMANTAN SELATAN TRISTIANA DWI NURDHITA SARI

STRUKTUR ANATOMI DAN SIFAT FISIS KAYU REAKSI PADA KAYU TERAP (ARTOCARPUS ODORATISSIMUS) ASAL KALIMANTAN SELATAN TRISTIANA DWI NURDHITA SARI STRUKTUR ANATOMI DAN SIFAT FISIS KAYU REAKSI PADA KAYU TERAP (ARTOCARPUS ODORATISSIMUS) ASAL KALIMANTAN SELATAN TRISTIANA DWI NURDHITA SARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG Oleh Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Iwan Risnasari : Kajian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Asal usul kelapa belum ada kesepakatan para ahli. Child (1974) dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Asal usul kelapa belum ada kesepakatan para ahli. Child (1974) dalam TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kelapa (Cocos nucifera Linn) Asal usul kelapa belum ada kesepakatan para ahli. Child (1974) dalam Suhardiyono (1995) melakukan penelaahan menyeluruh terhadap literatur tentang

Lebih terperinci

Kayu. Umum. TKS 4406 Material Technology I. (wood or timber)

Kayu. Umum. TKS 4406 Material Technology I. (wood or timber) TKS 4406 Material Technology I Kayu (wood or timber) Dr.Eng. Achfas Zacoeb, ST., MT. Department of Civil Engineering Faculty of Engineering University of Brawijaya Umum Kayu merupakan hasil hutan dari

Lebih terperinci

Panduan Praktikum. Botani. Tahun Akademik 2015/2016. Oleh : Nurcahyo Widyodaru Saputro, S.Si., M.Sc

Panduan Praktikum. Botani. Tahun Akademik 2015/2016. Oleh : Nurcahyo Widyodaru Saputro, S.Si., M.Sc Panduan Praktikum Botani Tahun Akademik 2015/2016 Oleh : Nurcahyo Widyodaru Saputro, S.Si., M.Sc PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG KARAWANG 2016 PENGAMATAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tampilan Kayu Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kadar air merupakan berat air yang dinyatakan dalam persen air terhadap berat kering tanur (BKT). Hasil perhitungan kadar air pohon jati disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, yang mengakibatkan peningkatan konsumsi

Lebih terperinci

3. KISI-KISI INSTRUMEN SOAL JARINGAN TUMBUHAN. Jenis sekolah. Kurikulum : 2013

3. KISI-KISI INSTRUMEN SOAL JARINGAN TUMBUHAN. Jenis sekolah. Kurikulum : 2013 3. KISI-KISI INSTRUMEN SOAL JARINGAN TUMBUHAN Jenis sekolah Mata Pelajaran Kelas / Semester : SMA : Biologi : XI / 2 (dua) Kurikulum : 2013 Kompetensi Dasar : 3.3 Menerapkan konsep tentang keterkaitan

Lebih terperinci

VARIASI SIFAT ANATOMI KAYU SENGON (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) DARI 2 JENIS PERMUDAAN YANG BERBEDA

VARIASI SIFAT ANATOMI KAYU SENGON (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) DARI 2 JENIS PERMUDAAN YANG BERBEDA VARIASI SIFAT ANATOMI KAYU SENGON (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) DARI 2 JENIS PERMUDAAN YANG BERBEDA Harry Praptoyo 1 dan Reni Puspitasari 2 1 Staf Pengajar Bagian Teknologi Hasil Hutan, Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS TANAH TERHADAP DIMENSI SERAT DAN NILAI TURUNAN SERAT KAYU AKASIA DAUN LEBAR (Acacia mangium Willd)

PENGARUH JENIS TANAH TERHADAP DIMENSI SERAT DAN NILAI TURUNAN SERAT KAYU AKASIA DAUN LEBAR (Acacia mangium Willd) Jurnal Hutan Tropis Volume 13 No. 1 Maret 2012 ISSN 1412-4645 PENGARUH JENIS TANAH TERHADAP DIMENSI SERAT DAN NILAI TURUNAN SERAT KAYU AKASIA DAUN LEBAR (Acacia mangium Willd) Influence Of Soil Type On

Lebih terperinci

SIFAT ANATOMI DAN KUALITAS SERAT JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL: SUKU CAPPARIDACEAE, CAPRIFOLIACEAE, CHLORANTHACEAE DAN COMPOSITAE

SIFAT ANATOMI DAN KUALITAS SERAT JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL: SUKU CAPPARIDACEAE, CAPRIFOLIACEAE, CHLORANTHACEAE DAN COMPOSITAE Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 No. 4, Desember 2014: 341-354 ISSN: 0216-4329 Terakreditasi No.: 443/AU2/P2MI-LIPI/08/2012 SIFAT ANATOMI DAN KUALITAS SERAT JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL: SUKU CAPPARIDACEAE,

Lebih terperinci

Gambar (Figure) 1. Bagan Pengambilan Contoh Uji (Schematic pattern for wood sample collection)

Gambar (Figure) 1. Bagan Pengambilan Contoh Uji (Schematic pattern for wood sample collection) H3 Ujung (Thrunk) 2 cm 2 cm 2 cm Sampel kayu untuk mikrotom (Sample for microtom) H2 Tengah (Middle) Sampel kayu untuk maserasi (Sample for maserasion) H1 Pangkal (Bottom) D1 D2 D3 D4 Empulur (Pith) Kulit

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN KISI-KISI TES

KONTRAK PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN KISI-KISI TES KONTRAK PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN KISI-KISI TES MATA KULIAH HASIL HUTAN SEBAGAI BAHAN BAKU (HHT 211) DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGARUH

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA i PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 i PENGARUH PERENDAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan akan banyak terjadi peristiwa yang bisa dialami oleh pohon yang

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan akan banyak terjadi peristiwa yang bisa dialami oleh pohon yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pertumbuhan tumbuhan berkayu/pohon tidak tertutup kemungkinan akan banyak terjadi peristiwa yang bisa dialami oleh pohon yang tumbuh secara normal. Salah satu

Lebih terperinci

JARINGAN PENGANGKUT/ JARINGAN PEMBULUH

JARINGAN PENGANGKUT/ JARINGAN PEMBULUH JARINGAN PENGANGKUT/ JARINGAN PEMBULUH Pada tumbuhan berpembuluh yaitu pada Pterydophyta, dan Spermatophyta pengangkutan air serta garam-garam tanah maupun hasil-hasil fotosintesis dilakukan oleh jaringan

Lebih terperinci

PENGHALUSAN TEKS DASAR

PENGHALUSAN TEKS DASAR PENGHALUSAN TEKS DASAR Ria Mahardika 109016100072 Unit Enam Bab: Bentuk dan fungsi tumbuhan Sub Bab: Struktur dan pertumbuhan tumbuhan Sub Sub Bab: Pertumbuhan tumbuhan Sub Sub Sub Bab: Pertumbuhan sekunder:

Lebih terperinci

Deskripsi Anatomi Tanaman Katuk dan Patah Tulang

Deskripsi Anatomi Tanaman Katuk dan Patah Tulang Deskripsi Anatomi Tanaman Katuk dan Patah Tulang Anatomi Batang Patah Tulang Pengamatan anatomi secara mikroskopis pada tanaman patah tulang dilakukan untuk melihat susunan sel penyusun organ tanaman.

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN

V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN Sebelum diuraikan mengenai pola dan tehnik pembelahan kayu bulat, terlebih dahulu akan diuraikan mengenai urut-urutan proses menggergaji, dan kayu bulat sampai menjadi kayu

Lebih terperinci

STRUKTUR ANATOMI LIMA JENIS KAYU KELOMPOK SANGAT KURANG DIKENAL ANGGOTA FAMILI ULMACEAE DAN STERCULIACEAE EFAN FATRA JAYA

STRUKTUR ANATOMI LIMA JENIS KAYU KELOMPOK SANGAT KURANG DIKENAL ANGGOTA FAMILI ULMACEAE DAN STERCULIACEAE EFAN FATRA JAYA STRUKTUR ANATOMI LIMA JENIS KAYU KELOMPOK SANGAT KURANG DIKENAL ANGGOTA FAMILI ULMACEAE DAN STERCULIACEAE EFAN FATRA JAYA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Akustik Akustik menurut ilmu fisika didefinisikan sebagai penyalur, transmisi, dan penerima dari energi gelombang akibat getaran, gesekan, atau pukulan (Sejati 2008).

Lebih terperinci

Lampiran. Ria mahardika

Lampiran. Ria mahardika Ria mahardika 109016100072 Lampiran No Gambar dan Teks Asli Penghapusan Penyisipan Teks Dasar 1. GAMBAR 35.13 Lokasi meristem utama: gambaran umum pertumbuhan tumbuhan. Meristem adalah populasi sel-sel

Lebih terperinci

HASIL. Tingkat perubahan warna, panjang kedalaman zona perubahan warna serta tingkat wangi dinyatakan dalam nilai rata-rata ± simpangan baku.

HASIL. Tingkat perubahan warna, panjang kedalaman zona perubahan warna serta tingkat wangi dinyatakan dalam nilai rata-rata ± simpangan baku. 4 Tabel 1 Rancangan pemberian MeJA 750 mm secara berulang. Induksi / Pengamatan Perlakuan (hari ke-) Induksi 0 10 25 50 75 M1 * * * * M2 * * * M3 * * M4 * Keterangan : = pemberian * = pengamatan M1= Perlakuan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Berat Jenis dan Kerapatan Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara 0.2-1.28 kg/cm 3. Berat jenis kayu merupakan suatu petunjuk dalam menentukan kekuatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763 16 TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa sawit Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Sub famili Genus Spesies : Plantae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan, [ TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Nigeria (Afrika Barat). Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 24 m sedangkan diameternya

Lebih terperinci

PENGARUH PENYUSUNAN DAN JUMLAH LAPISAN VINIR TERHADAP STABILITAS DIMENSI KAYU LAPIS (PLYWOOD)

PENGARUH PENYUSUNAN DAN JUMLAH LAPISAN VINIR TERHADAP STABILITAS DIMENSI KAYU LAPIS (PLYWOOD) PENGARUH PENYUSUNAN DAN JUMLAH LAPISAN VINIR ERHADAP SABILIAS DIMENSI KAYU LAPIS (PLYWOOD) Oleh Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si UNIVERSIAS SUMAERA UARA MEDAN 2008 DAFAR ISI Halaman Kata Pengantar.. i Daftar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang sesuai dengan bentuk daunnya yang meruncing dan memanjang.

Lebih terperinci

REVISI PROPOSISI MIKRO DAN PROPOSISI MAKRO TEKS DASAR

REVISI PROPOSISI MIKRO DAN PROPOSISI MAKRO TEKS DASAR Ria Mahardika 1099016100072 REVISI PROPOSISI MIKRO DAN PROPOSISI MAKRO TEKS DASAR No Proposisi Mikro Proposisi Makro I Proposisi Makro II 1. 1. Kambium Pembuluh dan Pembentukan Jaringan Pembuluh Sekunder.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saninten (Castanopsis argentea Blume A.DC) Sifat Botani Pohon saninten memiliki tinggi hingga 35 40 m, kulit batang pohon berwarna hitam, kasar dan pecah-pecah dengan permukaan

Lebih terperinci

STRUKTUR ANATOMI KAYU TAHONGAI (Kleinhovia hospita Linn)

STRUKTUR ANATOMI KAYU TAHONGAI (Kleinhovia hospita Linn) Ulin J Hut Trop 1(2): 113-119 pissn 2599 125, eissn 2599 1183 September 217 STRUKTUR ANATOMI KAYU TAHONGAI (Kleinhovia hospita Linn) Kusno Yuli Widiati Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda-Kaltim

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN. vii

DAFTAR ISI HALAMAN. vii DAFTAR ISI HALAMAN HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit dan Tandan Kosong Sawit Kelapa sawit (Elaeis quineensis, Jacq) dari family Araceae merupakan salah satu tanaman perkebunan sebagai sumber minyak nabati, dan merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Jenis Data Data Primer

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Jenis Data Data Primer 21 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Yogyakarta sebagai kota yang terkena dampak langsung erupsi Gunung Merapi dan di lokasi yang relatif tidak terlalu

Lebih terperinci

.:::: Powered By Ludarubma ::::. KAYU CENDANA

.:::: Powered By Ludarubma ::::. KAYU CENDANA Page 1 of 6 Standar Nasional Indonesia SNI 01-5008.6-1999/ Revisi SNI 01-2026-1990 KAYU CENDANA 1. Ruang lingkup Standar ini meliputi acuan, definisi, lambang dan singkatan, istilah, spesifikasi, klasifikasi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kolom lentur. Kolom merupakan elemen struktur yang menahan gaya aksial dan momen 2.1.1. Pengertian dan prinsip dasar kolom Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame)

Lebih terperinci

XILEM SEKUNDER. Merupakan jaringan pembuluh pengangkut air & garam2 mineral yg dihasilkan sebagai aktifitas kambium pembuluh.

XILEM SEKUNDER. Merupakan jaringan pembuluh pengangkut air & garam2 mineral yg dihasilkan sebagai aktifitas kambium pembuluh. XILEM SEKUNDER Merupakan jaringan pembuluh pengangkut air & garam2 mineral yg dihasilkan sebagai aktifitas kambium pembuluh. 1 2 Xilem sekunder Biasanya agak sulit utk membedakan antara xilem primer &

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 Pengaruh Variasi Penyusunan

Lebih terperinci

REVISI DAN PROPOSISI MIKRO LAMPIRAN

REVISI DAN PROPOSISI MIKRO LAMPIRAN REVISI DAN PROPOSISI MIKRO LAMPIRAN Ria mahardika 109016100072 No Teks Dasar Revisi Proposisi Mikro 1. GAMBAR 35.13 Lokasi meristem utama: gambaran umum pertumbuhan tumbuhan. Meristem adalah sel-sel yang

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kadar air (Ka) adalah banyaknya air yang dikandung pada sepotong kayu yang dinyatakan dengan persentase dari berat kayu kering tanur. Kadar air pohon Jati hasil penelitian

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial Densifikasi parsial, baik kompresi maupun impregnasi, terbukti dapat meningkatkan sifat-sifat kayu Agatis maupun Mangium. Dari hasil

Lebih terperinci

Representasi teks makro *teks dasar* Ria mahardika

Representasi teks makro *teks dasar* Ria mahardika 1 Representasi teks makro *teks dasar* Ria mahardika 109016100072 1 1. Kambium Pembuluh dan Pembentukan Jaringan Pembuluh Sekunder. 2 2. Pengertian kambium.(2 generalisasi) 3 4 3. Kerja kambium.(3 generalisasi)

Lebih terperinci

PENGENALAN JENIS KAYU Manfaat Pengenalan Jenis Kayu

PENGENALAN JENIS KAYU Manfaat Pengenalan Jenis Kayu PENGETAHUAN DASAR TENTANG KAYU Materi perkuliahan KRIYA KAYU Drs. Yadi Rukmayadi, M.Pd. PENGENALAN JENIS KAYU Manfaat Pengenalan Jenis Kayu Kegiatan penentuan jenis kayu (identifikasi jenis kayu) merupakan

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis Tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk famili Clusiaceae yang diperkirakan berasal dari Asia Tenggara khususnya di semenanjung Malaya, Myanmar, Thailand, Kamboja,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo

Lebih terperinci