Gambar 3. Segitiga konsep pembangunan berkelanjutan (modifikasi dari Munasinghe, 1993)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 3. Segitiga konsep pembangunan berkelanjutan (modifikasi dari Munasinghe, 1993)"

Transkripsi

1 13 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi yang akan datang untuk dapat memenuhi kebutuhannya (WCED, 1987). Menurut Komisi Burtland pembangunan berkelanjutan bukan merupakan kondisi yang kaku mengenai keselarasan, namun lebih dari itu diartikan sebagai suatu proses perubahan yang mana eksploitasi sumberdaya, arah investasi, orientasi perkembangan teknologi, dan perubahan institusi dibuat konsisten dengan masa depan seperti halnya kebutuhan saat ini. Sesuai dengan pendapat Munasinghe (1993) dalam mengoperasionalkan paradigma pembangunan berkelanjutan, World Bank telah menjabarkan konsep pembangunan berkelanjutan dalam bentuk kerangka segitiga pembangunan berkelanjutan (sustainable development triangle) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3 Gambar 3. Segitiga konsep pembangunan berkelanjutan (modifikasi dari Munasinghe, 1993)

2 Konsep pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini dengan tanpa mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. Pembangunan berkelanjutan mencakup upaya memaksimumkan net benefit dari pembangunan ekonomi yang berhubungan dengan pemeliharaan jasa dan kualitas sumberdaya alam setiap waktu. Oleh sebab itu pembangunan ekonomi tidak hanya mencakup peningkatan pendapatan per kapita riil, tetapi juga mencakup elemen-elemen lain dalam kesejahteraan sosial (Pearce and Turner, 1990). Pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai paradigma pembangunan yang diarahkan untuk tidak saja memenuhi kebutuhan generasi saat ini melainkan juga generasi mendatang. Menurut Setiawan (2004) konsepsi pembangunan berkelanjutan mengandung tiga prinsip utama yakni : (1) prinsip ekologis atau lingkungan (environmental/ecological principles); (2) prinsip sosial-politis (socio-political principles); dan (3) prinsip ekonomi (economi principles) Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, Munasinghe (1993) menawarkan konsep pembangunan yang seimbang antara tiga dimensi berkelanjutan yakni ekologi/lingkungan, ekonomi dan sosial. Oleh karena itu tujuan pembangunan perikanan yang berkelanjutan memerlukan analisis multikriteria. Untuk mencapai tujuan tersebut tidak dapat diukur hanya dengan satu dimensi, diperlukan interaksi analisis tiga dimensi berkelanjutan yakni masalah lingkungan, ekonomi dan sosial didalam proses pengambilan keputusan pembangunan. Salah satu aspek lingkungan yang saat ini banyak mendapat perhatian berbagai pihak adalah upaya mewujudkan perencanaan penggunaan lahan secara optimal yang dapat mendorong pencapaian tujuan pembangunan perdesaan secara berkelanjutan. Seperti telah dijelaskan di atas, dalam pembangunan berkelanjutan salah satu fokus utamanya adalah perhatian terhadap lingkungan, begitu pula dalam implementasi pembangunan berkelanjutan yang sangat sinergi dengan pengelolaan lingkungan. Adapun pengelolaan lingkungan ini didefinisikan sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,

3 pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup (UU Nomor 23 tahun 1997). Definisi pengelolaan lingkungan hidup ini cakupannya luas, karena meliputi upaya-upaya pelestarian lingkungan sekaligus juga mencegah berbagai hal yang mengakibatkan terjadinya degradasi lingkungan, khususnya melalui proses penataan lingkungan. Hal ini sesuai juga dengan pernyataan dalam Undangundang No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil bahwa yang dimaksud dengan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil antar sektor, antar pemerintah dan pemerintah daerah antara ekosistem darat dan laut serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karenanya maka pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi keijaksanaan penataan, pemanfaatan pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup adalah agar manusia hidup lebih nyaman, sehat, tenteram dan bebas beraktivitas. Sumberdaya alam sering dieksploitasi secara berlebihan, sehingga muncul ketidak seimbangan lingkungan. Dalam konteks usahatani (agribisnis), keberlanjutan diartikan sebagai kualitas sumberdaya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem ditingkatkan sehingga tetap produktif untuk memenuhi kebutuhan manusia (Reijntjes et al., 1999). Hal tersebut mengisyaratkan bahwa paradigma pembangunan berkelanjutan dalam sektor pertanian dalam arti luas, termasuk di dalamnya perikanan, termasuk pangan menjadi sangat penting. Kondisi tersebut dapat diupayakan melalui pengelolaan agribisnis berdasarkan agroekosistem yang mencerminkan interaksi pembudidaya dengan potensi sumberdaya alam. Kondisi ini menurut Mosher (1981), FAO dan WHO (1992) merupakan salah satu strategi yang dapat mempercepat pencapaian tujuan kegiatan usaha berbasis pertanian, termasuk di dalamnya perikanan, sekaligus juga merupakan komponen dalam sistem ketahanan pangan yang meliputi aspek ketersediaan, akses dan pemanfaatan pangan secara berkelanjutan. Dan menurut Suryana (2002) ketiga aspek tersebut merupakan subsistem yang saling berinteraksi secara berkesinambungan.

4 2.2 Pembangunan Pertanian, Perikanan dan Lingkungan Dalam pembangunan masyarakat yang terintegrasi dan berkesinambungan, kehidupan dan berbagai implikasi sosial diperhitungkan, begitu juga potensipotensi lingkungan hidup setempat dimanfaatkan dengan tetap menjaga kelestariannya (Koestoer, 1995). Ada dua hal yang menjadi perhatian pada Konsep Bruntland dalam pembangunan yaitu : (1) menyangkut pentingnya memperhatikan kendala sumberdaya alam dan lingkungan terhadap pola pembangunan dan konsumsi, (2) menyangkut perhatian pada kesejahteraan pada generasi yang akan datang (Fauzi, 2004). Pada hakekatnya pembangunan yang berkesinambungan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan hidup masa sekarang tanpa merugikan generasi yang akan datang (Anwar, 2005). Sektor pertanian akan tetap memegang peranan strategis dalam perekonomian rakyat, disamping berfungsi dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dalam artian luas juga meningkatkan kesempatan kerja serta usaha terutama perdesaan (Anwar, 2005). Kondisi yang sama juga diduga akan terjadi pada sektor perikanan. Oleh karenanya, maka seperti halnya pada bidang pertanian, kegiatan perikanan juga dituntut untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup pembudidaya ikan, mengisi dan memperluas pasar baik dalam negeri maupun luar negeri. Menurut Anwar (2005) dalam mewujudkan pertanian yang tangguh maka peranan sistem agribisnis yang berorientasi pada komersialisasi usaha atau industri perdesaan dan perikanan rakyat modern sangat dibutuhkan. Kondisi ini juga diduga akan terjadi pada sektor perikanan. Permasalahan yang ada dalam pembangunan perikanan adalah keseimbangan kepentingan antara pemenuhan kebutuhan dengan upaya mempertahankan kelestarian lingkungan. Pembangunan yang berbasis sumberdaya alam yang tidak mengindahkan aspek lingkungan akan berdampak negatif pada lingkungan, karena kapasitas daya dukung dan sumberdaya alam itu terbatas (Fauzi, 2004). Ketersediaan sumberdaya alam yang terbatas, arus barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam tidak dapat dilakukan secara terus menerus (Meadow et al., 1972 dalam Fauzi, 2004) tanpa dilakukan upaya keberlanjutannya. Perlu diupayakan suatu sistem perikanan yang mencari

5 optimasi dan kontinuitas penggunaan sumberdaya lokal dengan mengkombinasikan komponen-komponen yang berbeda dari suatu usaha tani yang saling melengkapi (komplementer) dengan memiliki kemungkinan pengaruh yang sinergik yang besar. Pembangunan pertanian berkelanjutan merupakan suatu usaha dalam pemenuhan kebutuhan akan hasil-hasil perikanan secara bijak untuk generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka (Anwar, 2005). Kondisi yang sama juga diduga sama pada pembangunan perikanan berkelanjutan, Oleh karenanya maka pembangunan perdesaan melalui sistem perikanan berkelanjutan selaras dengan pendekatan agropolitan. 2.3 Perikanan Berkelanjutan Pada dasarnya kegiatan pertanian dalam arti luas, di dalamnya mencakup kegiatan perikanan dan kegiatan lain seperti peternakan, kehewanan, perkebunan dan kehutanan. Kegiatan ini sudah dilakukan di berbagai lokasi, bahkan tidak jarang kegiatan-kegiatan pertanian tersebut dilakukan secara terpadu. Dalam rangka mencapai kegiatan pertanian yang dapat berjalan secara kontinyu dan menguntungkan masyarakat, kita mengenal istilah pertanian berkelanjutan. Berkenaan dengan pertanian berkelanjutan ini FAO mendefinisikan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) sebagai suatu praktek pertanian yang melibatkan pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia bersamaan dengan upaya mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan mengkonservasi sumberdaya alam. Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) juga diartikan sebagai pengelolaan sumberdaya pertanian dalam arti luas untuk memenuhi perubahan kebutuhan manusia sambil mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan SDA. Pembangunan pertanian berkelanjutan dapat diartikan sebagai upaya pengelolaan sumberdaya dan usaha pertanian melalui penerapan teknologi pertanian dan kelembagaan secara berkesinambungan bagi generasi kini dan masa depan. Kesinambungan usaha dapat diartikan bahwa usaha tani tersebut dapat memberikan kontribusi ekonomi bagi petani dan keluarganya,

6 sehingga pemilihan jenis komoditas dan usaha harus yang bernilai ekonomis, pasar tersedia dan produksi kontinyu (Departemen Pertanian, 2005). Mengingat perikanan merupakan salah satu kegiatan dari pertanian secara umum, maka seperti halnya pada pertanian berkelanjutan, pada dunia perikananpun kita mengenal istilah perikanan berkelanjutan. Pada dasarnya perikanan berkelanjutan merupakan kegiatan perikanan yang melibatkan pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia bersamaan dengan upaya mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan mengkonservasi sumberdaya alam. Seperti halnya dengan istilah minapolitan yang merupakan pengembangan dari agropolitan, maka istilah perikanan berkelanjutan ini juga berasal dari pengembangan pertanian berkelanjutan. Sejalan dengan definisi tersebut, maka secara lebih luas pembangunan perikanan berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai upaya pengelolaan dan konservasi sumberdaya perikanan (lahan, air dan sumberdaya genetik) melalui orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan sedemikian rupa sehingga menjamin tercapainya kebutuhan yang diperlukan secara berkesinambungan baik dari waktu ke waktu maupun dari generasi ke generasi. Aktivitas kegiatan ekonomi yang mencerminkan pembangunan berkelanjutan dapat dilihat kualitas lingkungan yang ada. Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan adalah: (1) struktur: jenis barang dan jasa yang diproduksi dalam lingkungan, (2) efisiensi: input yang digunakan untuk menghasilkan per unit output dalam perekonomian, (3) substitusi: kemampuan substitusi sumberdaya langka dengan bahan lain, dan (4) teknologi bersih lingkungan: kemampuan mempengaruhi kerusakan lingkungan per unit dari penggunaan input atau output yang dihasilkan. Sistem usaha pertanian dikatakan berwawasan lingkungan apabila dalam pengelolaannya menerapkan teknologi maju yang sesuai dengan potensi sumberdaya dan tidak menimbulkan eksternalitas negatif kepada lingkungan biofisik maupun sosial ekonomi pada tingkat mikro dan makro (Kasryno, 1998). Berdasarkan pendapat tersebut maka system usaha perikanan yang berwawasan lingkunganpun merupakan kegiatan usaha yang tidak saja menimbulkan keuntungan secara ekonomi, namun juga tidak menimbulkan eksternalitas negatif

7 kepada lingkungan biofisik maupun sosial ekonomi pada tingkat mikro dan makro. Sejalan dengan hal itu menurut Kasryno (1998) pertanian berkelanjutan mengandung arti bahwa dalam jangka panjang secara simultan harus mampu: (1) mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan, (2) mampu menyiapkan insentif sosial dan ekonomi bagi semua pelaku dalam sistem produksi, (3) mampu memproduksii pangan secara cukup dan setiap penduduk memiliki akses terhadap pasokan pangan. Mengingat pertanian dalam arti umum di dalamnya mencakup kegiatan perikanan, maka perikanan berkelanjutanpun dalam jangka panjang harus mampu melaksanakan ketiga hal tersebut di atas. 2.4 Pengembangan Wilayah dengan Pendekatan Agropolitan Konsep pembangunan agropolitan dibahas oleh John Friedmann dan Mike Douglas pada suatu seminar di Nagoya (1975), dengan judul Pengembangan Agropolitan : Menuju Siasat Baru Perencanaan Regional di Asia. 1 Menurut pemikiran Jhon Friedmann dan Mike Douglass, konsep agropolitan terdiri dari distrik-distrik agropolitan. Distrik agropolitan didefinisikan sebagai kawasan pertanian perdesaan yang memiliki kepadatan penduduk rata-rata 200 jiwa per km2. Dalam distrik agropolitan ini akan dijumpai kota-kota tani yang berpenduduk jiwa. Batas distrik dinyatakan dalam radius sejauh 5-10 km atau kurang lebih setara dengan 1 jam perjalanan dengan sepeda. Dimensi luasan geografis wilayah agropolitan ini akan menghasilkan jumlah penduduk total antara jiwa yang mayoritas bekerja di sektor pertanian. Disini Friedmann tidak membedakan secara spesifik bentuk pertanian modern atau tidaknya, tetapi lebih cenderung menggunakan referensi pertanian modern yang ada di Amerika atau di Eropa. Menurut definisi ini apabila besaran penduduk yang menjadi ukuran, maka suatu distrik agropolitan setara dengan 1 wilayah pengembangan partial (WPP) permukiman transmigrasi. Namun bila dilihat dari luas wilayahnya (sekitar km2) atau Ha, ukurannya dapat lebih kecil dari luasan 1 WPP. Secara administratif luasan dan besaran penduduk ini setara dengan luasan

8 wilayah Kecamatan, dapat berpenduduk sampai dengan jiwa dan sudah dapat berfungsi sebagai suatu simpul jasa distribusi (Hadjisaroso1 2 ) Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang yang mampu memacu berkembangnya sistem & usaha agribisnis sehingga dapat melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan perikanan (agribisnis) di wilayah sekitarnya (Suwandi, 2005). Berdasarkan definisi tersebut, maka agropolitan (mina = perikanan : politan = kota) dapat diartikan sebagai kota perikanan yang tumbuh dan berkembang yang mampu memacu berkembangnya sistem & usaha agribisnis sehingga dapat melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan perikanan (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Berdasarkan hal tersebut, maka yang dimaksud dengan kawasan minapolitan, terdiri dari kota perikanan dan desa-desa sentra produksi perikanan yang ada di sekitarnya, dengan batasan yang tidak ditentukan oleh batasan administrasi Pemerintahan, tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan skala ekonomi yang ada. Pembangunan agropolitan merupakan model pembangunan yang dapat mengintegrasikan pembangunan sistem dan usaha agribisnis secara simultan dan harmonis dengan pembangunan wilayah dalam suatu kluster industri, untuk mendukung peningkatan produksi pertanian, mendukung tumbuhnya industri agro-processing skala kecil-menengah dan mendukung kemudahan dalam pemasaran hasil-hasil pertanian sampai outletnya. Segala aktivitas pengembangan ke-lima subsistem agribisnis, harus diorganisasikan dan diintegrasikan terutama untuk membangun keterkaitan antara kawasan yang menjadi sentra produksi, sentra industri pengolahan, serta sentra pemasaran hasil, untuk menyediakan infrastruktur yang dibutuhkan di kawasan agropolitan. Kawasan agropolitan adalah kawasan agribisnis yang memiliki fasilitas perkotaan (Harun, 2004) mencakup sistem produksi, distribusi dan pemerintah yang mempunyai 20 sampai 100 ribu populasi, dengan modal sebesar ribu (Friedmann, 1979). Besaran ini merupakan ukuran efisien untuk mencapai ekonomi eksternal pada produksi dan pasar lokal untuk keluaran industri yang 1 Konsep pengembangan wilayah dengan menggunakan simpul-simpul jasa koleksi dan distribusi barang ini dikembangkan oleh Dr. Poernomosidhi Hadjisaroso (alm) ketika beliau menjadi Dirjen Bina Marga, Dep. PU. untuk pengembangan dan pembinaan sistem jaringan jalan di Indonesia.

9 kecil. Mengacu pada hal tersebut maka kawasan agropolitan adalah kawasan agribisnis yang memiliki fasilitas perkotaan mencakup sistem produksi, distribusi dan pemerintah yang mempunyai 20 sampai 100 ribu populasi, dengan modal sebesar ribu. Pengembangan kawasan agropolitan adalah pembangunan ekonomi berbasis pertanian di kawasan agribisnis, yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi, yang digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah (Anwar, 2005). Pengembangan agropolitan tidak berarti mengubah perdesaan menjadi perkotaan, tetapi bagaimana potensi desa dapat dikembangkan melalui peningkatan kemampuan dan peran aktif masyarakat dan dengan fasilitasi pemerintah yang konsisten dalam mengelola sumberdaya perikanan secara arif untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan mereka. Oleh karena itu agropolitan merupakan gerakan masyarakat dalam membangun ekonomi berbasis pertanian di perdesaan. Adapun prinsip dasar pengembangan kawasan agropolitan (Suwandi, 2005) : 1. Ciri-ciri kawasan agropolitan a. Pendapatan masyarakat pada umumnya bersumber dari pertanian (agribisnis) b. Kegiatan agribisnis (ada komoditi unggulan) c. Hubungan kota dan kawasan (timbal balik) yang harmonis d. Kehidupan masyarakat di kawasan agropolitan mirip suasana Desa Modern. 2. Persyaratan kawasan agropolitan a. Memiliki lahan yang didukung oleh sumber daya alam (sda) yang memadai dan telah memiliki komoditi unggulan yang sesuai budaya lokal b. Memiliki kelembagaan dan prasarana/sarana agribisnis c. Pasar (pasar untuk hasil pertanian, sarana pertanian, pasar lelang/sub agribisnis) d. Lembaga keuangan (bank dan non bank/lkm)

10 e. Balai penyuluhan pertanian sebagai klinik konsultasi agribisnis (tempat agribisnis, sumber informasi, dan pusat pemberdayaan dan usaha agribisnis) f. Percobaan/pengkajian teknologi agribisnis (termasuk inovasi teknologi tepat guna untuk teknologi pertanian dan produk olahannya) g. Prasarana aksebilitasi (jalan, irigasi, dsb) h. Memiliki kelembagaan petani (koperasi, asosiasi petani/gapoktan, tani, kelompok usaha) i. Memiliki sarana dan prasarana umum (listrik, telepon, dsb) j. Memiliki sarana dan prasarana kesejahteraan sosial k. Menjamin kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup, sosial budaya dan keharmonisan hubungan kota desa Ditinjau dari aspek tata ruang maka secara umum struktur hierarki sistem kota-kota agropolitan dapat digambarkan sebagai berikut : 3 Orde yang paling tinggi (kota yang menjadi outlet ) dalam lingkup wilayah agropolitan skala besar yang berfungsi sebagai : Kota perdagangan yang berorientasi ekspor ke luar daerah (nasional dan internasional) dan bila berada di tepi pantai maka kota ini memiliki pelabuhan samudra Pusat berbagai kegiatan final manufacturing industri pertanian (packing), stock pergudangan dan perdagangan bursa komoditas Pusat berbagai kegiatan tertier agribisnis, jasa perdagangan, asuransi pertanian, perbankan dan keuangan Pusat berbagai pelayanan (general agro industri services) Orde kedua (kota tani utama/agropolis) yang berfungsi sebagai : Pusat perdagangan wilayah yang ditandai dengan adanya pasar-pasar grosir dan pergudangan komoditas sejenis Pusat kegiatan agroindustri berupa pengolahan barang pertanian jadi dan setengah jadi serta kegiatan agribisnis 3 DR. Uton Rustan Harun, dalam kertas kerja No : KK , yang berjudul Tinjauan Kembali Konsep Agropolitan dalam Konsep Pengembangan Wilayah di Indonesia, halaman 24

11 Pusat pelayanan agro industri khusus (special agro-industry services), pendidikan, pelatihan dan pengembangan tanaman unggulan Orde ketiga (kawasan yang menjadi sentra produksi pertanian) yang berfungsi sebagai Pusat perdagangan lokal yang ditandai dengan adanya pasar harian Pusat koleksi komoditas pertanian yang dihasilkan sebagai bahan mentah industri Pusat penelitian, pembibitan dan percontohan komoditas Pusat pemenuhan pelayanan kebutuhan permukiman pertanian Koperasi dan informasi pasar barang perdagangan Pusat produksi komoditas pertanian primer yang di pasok dari beberapa desa-desa hinterland yang ada disekitarnya. Gambar 4. Struktur dan hierarki sistem kota-kota agropolitan 2.5 Keberlanjutan Pembangunan Perikanan Keberlanjutan pembangunan pertanian dipengaruhi oleh jenis komoditas yang diusahakan. Hal yang sama juga akan terjadi pada keberlanjutan

12 pembangunan perikanan yang sangat dipengaruhi oleh jenis komoditas yang diusahakan. Komoditas unggulan merupakan jenis pilihan komoditas yang diusahakan pada daerah setempat yang memiliki sifat-sifat unggul bagi daerah tersebut bila dibandingkan dengan daerah lainnya. Sifat unggul pada kegiatan penelitian yang akan dilakukan ini dapat ditera antara lain dengan : (1) dari segi ekologi pengusahaan komoditas pada suatu lahan dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat di masa sekarang tanpa merugikan generasi yang akan datang, (2) dari segi ekonomi komoditas yang diusahakan menguntungkan secara finansial dengan jangkauan pasar yang luas dan permintaan yang tinggi, (3) dari segi sosial pengusahaan komoditas didukung dengan adanya partisipasi masyarakat maupun pemerintah dan (4) dari segi kelembagaan komoditas yang diusahakan didukung pula oleh kebijakan maupun sumberdaya pendukung lainnya. Pembangunan perdesaan melalui sistem pertanian berkelanjutan yang didukung oleh komoditi unggulan dalam pendekatan agropolitan diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi dan menjawab berbagai permasalahan kesenjangan antara desa dengan kota. Seperti halnya pada pembangunan perdesaan melalui sistem pertanian berkelanjutan, maka pada pembangunan perdesaan melalui sistem perikanan berkelanjutan yang didukung oleh komoditi unggulan dalam pendekatan minapolitan juga akan dapat memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi dan menjawab berbagai permasalahan kesenjangan antara desa dengan kota, sehingga pada akhirnya dapat mencegah terjadinya urbanisasi dari perdesaan ke perkotaan. Mengingat masih belum ada acuan pada minapolitan, keberlanjutan perikanan dari setiap aspek masih mengacu pada aspek-aspek yang ada pada agropolitan Segi Ekologi Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan khususnya untuk keperluan produksi pertanian memerlukan pemanfaatan yang paling menguntungkan dari sumberdaya lahan yang terbatas dan juga melakukan tindakan konservasinya untuk penggunaan masa mendatang (Reijntjes, 1992). Kondisi yang sama juga terjadi pada penggunaan lahan untuk kegiatan

13 minapolitan. Melihat hal tersebut maka dibutuhkan suatu perencanaan penggunaan lahan menyeluruh mengenai tersedianya informasi faktor fisik lingkungan meliputi sifat dan potensi lahan dengan evaluasi sumberdaya lahan yang berkaitan dengan kesesuaian lahan (Djaenudin et al., 2003). Djaenudin et al. (2003) juga mengemukakan bahwa definisi evaluasi sumberdaya lahan adalah proses untuk menduga potensi sumberdaya lahan untuk berbagai penggunaan dengan menerjemahkan informasi-informasi atau arahan penggunaan lahan yang diperoleh dalam bentuk yang dapat dipahami oleh para praktisi seperti petani. Hasil evaluasi sumberdaya lahan dapat digunakan untuk membantu perencanaan kegiatan berdasarkan kesesuaian lahan pertanian yang dibutuhkan dengan harapan produksi yang akan diperoleh. Salah satu sistem evaluasi lahan yang banyak dikembangkan adalah sistem matching atau mencocokkan antara kualitas dan sifat-sifat lahan dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang disusun berdasarkan persyaratan tumbuh komoditas pertanian yang berbasis lahan yang dirancang untuk pemetaan tanah tingkat semi detil pada skala 1 : (Djaenudin et al., 2003). Evaluasi sumberdaya lahan dibagi berdasarkan penggunaan lahan yang dipakai diarahkan pada beberapa kelompok yaitu: kelompok tanaman pangan, kelompok tanaman hortikultura, kelompok tanaman perkebunan, kelompok tanaman hijauan pakan ternak dan pertanian. Berbeda dengan evaluasi sumberdaya lahan untuk kegiatan pertanian, yang disusun berdasarkan persyaratan tumbuh komoditas pertania, maka pada evaluasi lahan untuk kegiatan perikanan, parameter utamanya adalah keberadaan air untuk memelihara ikan. Selanjutnya setelah ada air, parameter berikutnya di dasarkan pada kualitas air yang menjadi persyaratan hidup dan kehidupan ikan yang hidup di dalamnya. Masalah lingkungan yang banyak terjadi di bidang pertanian salah satunya disebabkan karena eksploitasi lahan yang berlebihan. Beberapa diantaranya adalah penggunaan pestisida dan pupuk buatan yang semakin meningkat dan pengolahan lahan serta penggunaan air (irigasi) secara berlebihan menyebabkan degradasi kesuburan tanah dan penyusutan air tanah (Coen et al., 1992). Melihat kenyataan tersebut dibutuhkan suatu cara pengolahan lahan maupun produksi agroindustri yang mampu memaksimalkan penggunaan limbah yang dihasilkan

14 dari produk yang dihasilkan dan meminimalkan kegiatan pencemaran lingkungan yang mempercepat kerusakan tanah tersebut. Kegiatan analisis penentuan kualitas lingkungan adalah salah satu cara untuk mengkaji kegiatan pertanian dengan komoditas yang mampu menekan eksploitasi lahan yang berlebihan tetap terjaga. Berbeda dengan pertanian yang masalah lingkungannya didominasi oleh eksploitasi lahan yang berlebihan, pada perikanan ada indikasi bahwa yang menjadi masalah utama justru masalah pencemaran air yang pada umumnya berasal dari kegiatan antropogenik (Riani dan Cordova, 2008). Selanjutnya dikatakan bahwa masalah lingkungan lain pada perikanan adalah alih fungsi ekosistem perairan untuk kegunaan lain terutama diperuntukan bangunan serta pendangkalan akibat erosi Segi Ekonomi Dari segi ekonomi ciri yang menonjol pada pengelolaan lahan dan komoditas yang dilakukan petani adalah terbatasnya sumberdaya, wawasan dan teknologi yang dimiliki serta kekurangan modal (Soekartawi, 1986). Kondisi ini juga terjadi pada kegiatan usaha perikanan. Segala keterbatasan pada bidang pertanian secara umum, termasuk di dalamnya perikanan, diharapkan dapat diminimalkan dengan penentuan komoditas yang layak (feasible) secara ekonomi dengan biaya manfaat yang lebih dibandingkan dengan komoditas lainnya atau memiliki keunggulan komparatif. Beberapa faktor yang dapat mengubah keunggulan komparatif diantaranya adalah: a. Pengembangan pola usahatani baru atau perbaikan teknologi. b. Perubahan biaya produksi dan harga relatif komoditi c. Perubahan biaya angkutan seperti bila jalan diperbaiki atau rusak. d. Perbaikan kualitas lahan seperti karena drainase dan irigasi. e. Pengembangan produk substitusi yang lebih murah. Dengan demikian setiap daerah dapat memperbaiki posisi ekonominya dengan komoditi tanaman atau ternak dengan mencapai keunggulan komparatif komoditas yang diusahakan.

15 2.5.3 Segi Sosial dan Kelembagaan Kondisi sumberdaya dan ekosistem pertanian (secara umum, termasuk perikanan di dalamnya) di Indonesia relatif beragam, dan hal itu membutuhkan variasi jenis (kompleks) teknologi untuk menanganinya sesuai dengan kondisi spesifik lokasi. Penyediaan teknologi (usahatani) secara fisik dari luar, terutama yang diperkenalkan secara top-down (oleh pemerintah), belum tentu sesuai dengan permasalahan atau agro-region setempat. Kliksberg (1999) mengatakan bahwa faktor kunci keberhasilan pembangunan adalah modal sosial dan budaya (social capital and culture). Jika konsep dasar atau paradigma yang melatarbelakangi pembangunan pertanian masih terus-menerus mengecilkan peran sosiobudaya, maka kegagalan demi kegagalan tinggal menghitung bilangan tahun ke tahun atau (bahkan) musim ke musim. Oleh sebab itu sangat wajar jika di berbagai tempat ditemui gejala bahwa kebijakan atau program pembangunan pertanian tidak bisa diterima oleh sistem sosial setempat. Elemen kebijakan sosio-budaya yang diperkirakan akan berpengaruh besar terhadap percepatan transformasi usaha pertanian dan usaha perikanan (paling tidak) mencakup lima hal, yaitu: kompetensi sumberdaya manusia (SDM), tata nilai, keorganisasian usaha pertanian atau perikanan, kepemimpinan, dan struktur sosial. 2.6 Budidaya Perikanan Berkelanjutan Budidaya ikan (aquakultur) adalah adanya proses memelihara oranisme air dibawah kondisi yang terkendali atau semi-terkendali, yang dapat dilaksanakan dan berpotensi untuk dikembangkan pada perairan waduk. Teknologi yang diterapkan pada budidaya ikan lebih bersifat bio-teknologis, yang dalam hal ini, pertumbuhan ikan dapat diupayakan lebih pesat, perkembangbiakannya dikendalikan dan atau mortalitasnya ditekan (Rifai, 1989). Sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan ikan dan tumbuhan teknoloi tidak hanya menuntut pencurahan pemikiran juga karya dan besar kecilnya biaya sesuai dengan rumit tidaknya teknologi yan diterapkan. Teknologi yang sederhana memerlukan masukan yang relatif sedikit, sebaliknya yang rumit memerlukan masukan yang lebih banyak, yang selanjutnya mengarah kepada

16 usaha yang komersil. Untuk itu, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan perikanan budidaya, antara lain adalah jenis komoditas ikan yang diusahakan harus berorientasi kepada pasar, termasuk di dalamnya adalah harga, jaminan pasokan dan kualitas produk (Roice, 1987). Adapun jenis komoditas ikan yang relatif mudah dibudidayakan, banyak diminati berbagai kalangan dan harganya lumayan tinggi serta masuk pada komoditi yang menguntungkan jika dibudidaya adalah ikan lele. 2.7 Rapid Apraissal Analysis Analisis keberlanjutan pengelolaan suatu kawasan atau keberlanjutan pembangunan wilayah secara multidisipliner dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya melalui pendekatan multidimensional scaling (MDS) dengan analisis rapid apraissal analysis atau yang dikenal dengan istilah rapfish. Dalam MDS ini pada umumnya dilihat keberlanjutan dari beberapa dimensi yang menyangkut berbagai aspek. Setiap dimensi ini akan memiliki atribut atau indikator yang terkait dengan keberlanjutan pembangunan kawasan. Berdasarkan indikator tersebut dilakukan analisis status masing-masing dimensi pengelolaan lingkungan apakah mendukung atau tidak terhadap keberlanjutan sumberdaya dalam suatu wilayah tertentu untuk jenis kegiatan yang spesifik. Dasar dari penentuan status ini pada akhirnya akan menjadi barometer dalam penentuan kebijakan yang harus dilakukan guna terjaminnya keberlanjutan pengelolaan suatu kawasan. Penggunaan teknik MDS mempunyai berbagai keunggulan diantaranya adalah sederhana, mudah dinilai, cepat serta biaya yang diperlukan relatif murah (Pitcher, 1999). Selain itu, teknik ini dapat menjelaskan hubungan dari berbagai aspek keberlanjutan, dan juga mendefenisikan pembangunan kawasan yang fleksibel. Pada pendekatan MDS, data yang diperoleh pada umumnya dianalisis dengan menggunakan software pendukung MDS dengan menggunakan software pendukung MDS yang dimodifikasi dari software Rapfish (rapid assesment techniques for fisheries) Rapid apraissal (RAP) adalah teknik yang digunakan untuk mengevaluasi keberlanjutan sumberdaya perikanan secara multidisiplin yang dikembangkan

17 oleh University of British Columbia, Canada (Pitcher, 1999 serta Fauzi dan Anna, 2005), namun saat ini RAP dimodifikasi untuk mengevaluasi keberlanjutan berbagai pembangunan yang saat ini dilakukan, karena pada dasarnya RAP merupakan teknik yang bersifat multidisiplin dan dengan sedikit modifikasi dapat digunakan untuk mengevaluasi comparative sustainability dari sejumlah atribut/indikator yang mudah untuk dibuat skor-nya. Oleh karena itu maka apilkasi dari RAP ini juga dapat digunakan untuk melihat keberlanjutan dari pembangunan minapolitan beserta infrastrukturnya. Adapun yang dimaksud dengan atribut/indikator di sini adalah variabel atau komponen ekosistem serta variabel dan komponen pengelolaan yang digunakan untuk menyimpulkan status kriteria. Penggunaan analisis RAP ini bisa mencakup berbagai aspek seperti ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, hukum, kelembagaan, dan sebagainya, sehingga dari sini akan diperoleh gambaran yang jelas dan jelas mengenai kondisi saat tersebut. Sebagai contoh kaitannya dengan pembangunan minapolitan beserta infrastrukturnya, hasil analisis RAP-nya akan memperoleh gambaran situasi pembangunan minapolitan beserta infrastrukturnya yang ada saat ini sekaligus akan dapat dibuat kebijakannya yang tepat dalam rangka menciptakan pembangunan minapolitan beserta infrastrukturnya yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Hasil analisis keberlanjutan ini dapat dilanjutkan dengan analisis keterkaitan dan ketergantungan antar faktor, sehingga dari sini akan dapat ditentukan urutan prioritas kebijakannya, dan selanjutnya dari faktor-faktor dominannya akan dibangun model pembangunan minapolitan beserta infrastrukturnya yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan (Kavanagh, 2001). Menurut Kavanagh (2001) serta Fauzi dan Anna (2005) ada lima tahapan yang harus dilalui dalam prosedur RAP indeks keberlanjutan sumberdaya, yakni: 1. Menganalisis data yang diteliti, baik data statistik maupun data yang berasal dari studi literatur maupun data yang berasal dari hasil pengamatan di lapang (kondisi eksisting) 2. Membuat skoring yang mengacu pada literatur yang sudah ada, untuk keperluan ini biasanya menggunakan excell)

18 3. Melakukan analisis multi dimentional scalling (MDS) dengan menggunakan software SPSS, sehingga dari sini akan dapat ditentukan ordinasi dan nilai stress melalui ALSCAL algoritma 4. Melakukan rotasi, sehingga akan dapat ditentukan posisi sumberdayanya pada ordinasi bad dan good. Untuk keperluan ini biasanya digunakan excell dan visual basic 5. Melakukan analisis sensitifitas (analisis leverage) dan analisis montecarlo sehingga dapat memperhitungkan aspek ketidak pastiannya. 2.8 Analisis Prospektif Analisis prospektif adalah analisis yang digunakan untuk mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan di masa depan. Hasil dari analisis prospektif ini akan diperoleh informasi mengenai faktor kunci yang berperan dalam sistem berdasarkan kebutuhan stakeholders yang terlibat dalam sistem tersebut. Untuk keperluan analisis prospektif ini akan ditentukan faktor kunci dan tujuan strategis. Pada penentuan faktor kunci dan tujuan strategis tersebut sepenuhnya didasarkan pada pendapat dari pihak yang berkompeten sebagai stakeholders yang terkait dengan system yang akan dikaji dengan cara melakukan wawancara secara mendalam (indepth interview) di wilayah studi melalui bantuan kuesioner (Trayer, 2000). Menurut Bourgeois (2004) tahapan analisis prospektif ada tiga yaitu: (1) Mengidentifikasi faktor kunci penentu untuk masa depan dari sistem yang di kaji. Pada tahap ini dilakukan identifikasi semua faktor penting dengan menggunakan kriteria faktor variabel, menganalisis pengaruh dan kebergantungan seluruh faktor dengan melihat pengaruh timbal balik dengan menggunakan matriks dan menggambarkan pengaruh dan kebergantungan dari masing- masing faktor ke dalam 4 kuadran utama; (2) Menentukan tujuan strategis dan kepentingan pelaku utama; dan (3) Mendefinisikan dan mendeskripsikan evolusi kemungkinan masa depan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi bagaimana elemen kunci dapat berubah dengan menentukan keadaan (state) pada setiap faktor, memeriksa perubahan mana yang dapat terjadi bersamaan, dan menggambarkan skenario

19 dengan memasangkan perubahan yang akan terjadi dengan cara mendiskusikan skenario dan implikasinya terhadap sistem. Analisis prospektif juga akan menentukan faktor kunci keberlanjutan pengelolaan suatu system. Pada tahap penentuan faktor kunci ini seluruh faktor penting dengan menggunakan kriteria faktor pengungkit yang sudah didapat dari hasil analisis MDS. Untuk keperluan analisis prospektif ini, data-data yang digunakan berasal dari pendapat pakar dan stakeholder yang terlibat dengan pengelolaan sistem tersebut. Adapun cara yang dilakukan pada pengumpulan data tersebut adalah wawancara mendalam dengan bantuan kuesioner dan melalui diskusi. Pada analisis prospektif ini akan dilihat pengaruh dan ketergantungan seluruh faktor serta akan melihat pengaruh timbal baliknya yang digambarkan dengan menggunakan matriks yang memperlihatkan pengaruh dan ketergantungan dari masing-masing faktor pada empat kuadran utama.

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 31 III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Minapolitan Kampung Lele Kabupaten Boyolali, tepatnya di Desa Tegalrejo, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali. Penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris dengan berbagai produk unggulan di setiap daerah, maka pembangunan ekonomi berbasis pertanian dan perikanan di Indonesia harus berorientasi pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Penetapan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan mempunyai potensi yang memungkinkan untuk

Lebih terperinci

dan berbagai implikasi sosial diperhitungkan, begitu juga potensi-potensi lingkungan hidup setempat dimanfaatkan dengzin*tetap menjaga kelestariannya

dan berbagai implikasi sosial diperhitungkan, begitu juga potensi-potensi lingkungan hidup setempat dimanfaatkan dengzin*tetap menjaga kelestariannya I1 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian dan Lingkungan Pembangunan merupakan upaya terencana dan sistematik yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Arti dari pembangunan

Lebih terperinci

IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN

IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN 185 IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN 9.1 Karakteristik Responden Dalam rangka pengambilan keputusan maka perlu dilakukan Analytical Hierarchy Process (AHP) Pengelolaan Usahatani Sayuran Dataran

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 43 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di Kawasan Minapolitan Bontonompo yang mencakup 5 (lima) kecamatan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

AKTIVITAS EKONOMI HULU-HILIR DI PERBATASAN. ARIS SUBAGIYO Halama n

AKTIVITAS EKONOMI HULU-HILIR DI PERBATASAN. ARIS SUBAGIYO Halama n AKTIVITAS EKONOMI HULU-HILIR DI PERBATASAN ARIS SUBAGIYO Halama n 1 & PUSAT PERTUMBUHAN PELAYANAN Halama n Penentuan Pusat Pertumbuhan & Pusat Pelayanan 4 ciri pusat pertumbuhan : Adanya hubungan internal

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN

CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN 2001-2004: VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN Visi Pembangunan Pertanian Visi pembangunan pertanian dirumuskan sebagai : Terwujudnya masyarakat yang sejahtera

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG I - 1 LAPORAN AKHIR D O K U M E N

PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG I - 1 LAPORAN AKHIR D O K U M E N 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pendekatan pembangunan yang lebih menonjolkan pertumbuhan ekonomi secara cepat tidak dapat dipungkiri dan telah mengakibatkan pertumbuhan di perkotaan melampaui kawasan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN. HIDUP. Sumber Daya Alam. Perkebunan. Pengembangan. Pengolahan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Penelitian pendahuluan telah dilakukan sejak tahun 2007 di pabrik gula baik yang konvensional maupun yang rafinasi serta tempat lain yang ada kaitannya dengan bidang penelitian.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam proses Pembangunan Indonesia disadari oleh Pemerintah Era reformasi terlihat dari dicanangkannya Revitaslisasi Pertanian oleh Presiden

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN 39 III. METODOLOGI KAJIAN 3. Kerangka Pemikiran Pengembangan ekonomi lokal merupakan usaha untuk mengoptimalkan sumberdaya lokal yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal, dan organisasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 51 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teori Selama ini, pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara besar-besaran

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Oleh : Sigit Pranoto F34104048 2008 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

VI KESIMPULAN DAN SARAN

VI KESIMPULAN DAN SARAN 237 VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan di

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata dan Potensi Obyek Wisata

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata dan Potensi Obyek Wisata 9 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata dan Potensi Obyek Wisata Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan, pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan perbatasan di Kalimantan Timur yang berbatasan langsung dengan negara tetangga (Malaysia) memiliki panjang sekitar 1,02 ribu km, membentang dari Kabupaten Nunukan,

Lebih terperinci

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 1 Oleh: Almasdi Syahza 2 Email: asyahza@yahoo.co.id Website: http://almasdi.staff.unri.ac.id Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan daerah sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan, terutama di kawasan yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB V KELAYAKAN KAWASAN DISTRIK AIMAS KABUPATEN SORONG

BAB V KELAYAKAN KAWASAN DISTRIK AIMAS KABUPATEN SORONG BAB V KELAYAKAN KAWASAN DISTRIK AIMAS KABUPATEN SORONG Pada bagian terakhir dalam tugas akhir ini akan dikemukakan kelayakan kawasan dari hasil studi berdasarkan hasil analisis studi kelayakan kawasan

Lebih terperinci

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis 5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat

Lebih terperinci

I.1. Latar Belakang strategi Permasalahan Dari sisi pertanian

I.1. Latar Belakang strategi  Permasalahan Dari sisi pertanian 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai industri yang mengolah hasil pertanian, yang menggunakan dan memberi nilai tambah pada produk pertanian secara berkelanjutan maka agroindustri merupakan tumpuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Padi Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Kasryno dan Pasandaran (2004), beras serta tanaman pangan umumnya berperan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana mengenai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang semakin mengarah pada kebijakan untuk menciptakan kawasan-kawasan terpadu sebagai cara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Baru Bumi Serpong Damai, Provinsi Banten, serta di wilayah sekitarnya. Penelitian dilakukan pada bulan Mei September

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015

POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015 POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015 Dr. Sahat M. Pasaribu Pendahuluan 1. Semua Negara anggota ASEAN semakin menginginkan terwujudnya kelompok masyarakat politik-keamanan,

Lebih terperinci

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kegiatan budidaya rumput laut telah berkembang dengan pesat di Kabupaten Bantaeng. Indikasinya dapat dilihat dari hamparan budidaya rumput laut yang

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 71 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Status Keberlanjutan dan Faktor Pengungkit Aspek Kelompok Sasaran Dari hasil RapAnalysis diketahui nilai indeks keberlanjutan Kelompok Sasaran dalam Pengembangan

Lebih terperinci

INDIKATOR KAWASAN PETERNAKAN BERWAWASAN LINGKUNGAN HIDUP FAKULTAS PETERNAKAN

INDIKATOR KAWASAN PETERNAKAN BERWAWASAN LINGKUNGAN HIDUP FAKULTAS PETERNAKAN INDIKATOR KAWASAN PETERNAKAN BERWAWASAN LINGKUNGAN HIDUP FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN INDIKATOR KAWASAN PETERNAKAN BERWAWASAN LINGKUNGAN HIDUP Pengembangan Kawasan Peternakan dalam dimensi

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan pembangunan daerah, sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan terutama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

AGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah

AGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah AGRIBISNIS Sessi 3 MK PIP Prof. Rudi Febriamansyah AGRIBISNIS Agribisnis dalam arti sempit (tradisional) hanya merujuk pada produsen dan pembuat bahan masukan untuk produksi pertanian Agribisnis dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan sistem usahatani yang selama ini dilakukan pada umumnya belum sepenuhnya menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya produktivitas

Lebih terperinci

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA 2015-2019 Dalam penyusunan Rencana strategis hortikultura 2015 2019, beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang Hortikultura Nomor

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

Perkembangan m-krpl Di Kabupaten Dompu Dan Dukungan Penyuluh Pertanian Lapangan

Perkembangan m-krpl Di Kabupaten Dompu Dan Dukungan Penyuluh Pertanian Lapangan Prinsip Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) yaitu dibangun dari kumpulan rumah tangga agar mampu mewujudkan kemandirian pangan melalui pemanfaatan pekarangan dengan berbagai jenis tanaman pangan, sayuran,

Lebih terperinci

Arahan Pengembangan Kawasan Sumbing Kabupaten Magelang sebagai Agropolitan

Arahan Pengembangan Kawasan Sumbing Kabupaten Magelang sebagai Agropolitan C12 Arahan Pengembangan Kawasan Sumbing Kabupaten Magelang sebagai Agropolitan Ellen Deviana Arisadi dan Ema Umilia Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan. PENDAHULUAN Latar Belakang Sejarah menunjukkan bahwa sektor pertanian di Indonesia telah memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Beberapa peran penting sektor pertanian antara

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kawasan pedesaan di Indonesia akan semakin menantang dimasa depan dengan kondisi perekonomian daerah yang semakin terbuka dan kehidupan berpolitik yang lebih

Lebih terperinci

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net Pengembangan Kawasan Pertanian Industrial

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa agribisnis memberikan kontribusi

Lebih terperinci

Penataan Wilayah Pengembangan FAKULTAS PETERNAKAN

Penataan Wilayah Pengembangan FAKULTAS PETERNAKAN Sistem Produksi Pertanian/ Peternakan Penataan Wilayah Pengembangan FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Tradisi pertanian masyarakat Indonesia ------ integrasi tanaman dan ternak pertanian campuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan sub-sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan wilayah dapat diartikan sebagai peningkatan taraf hidup masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan wilayah dapat diartikan sebagai peningkatan taraf hidup masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sehingga dinilai lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan pembangunan wilayah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN I. UMUM Ketersediaan lahan untuk usaha pertanian merupakan

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Strategi dan Tiga Agenda Utama Strategi pembangunan daerah disusun dengan memperhatikan dua hal yakni permasalahan nyata yang dihadapi oleh Kota Samarinda dan visi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 12 ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Tahap ketiga adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH MALUKU 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Peningkatan kapasitas pemerintah Meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin 22 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Analisis Dewasa ini pengembangan sektor pertanian menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat disebabkan adanya perubahan lingkungan strategis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 25 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 26 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Timur Tahun 2015 2019

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG,

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG, PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong percepatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a bahwa

Lebih terperinci