Pengelompokan berdasarkan Warna Koloni (Colour Grouping)
|
|
- Liana Sumadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi Aktinomiset Asal Tanah Gambut Terdapat 80 koloni aktinomiset yang berhasil diisolasi dari contoh tanah gambut, yang tumbuh pada media agar-agar HV dan dimurnikan di media YMA. Hasil seleksi berdasarkan keragaman bentuk koloni dari 80 isolat diperoleh 20 isolat murni yang memiliki beragam morfologi koloni, menghasilkan miselia aerial dan mampu tumbuh baik serta bersporulasi pada umur 7-14 hari. Karakteristik morfologi ini mengindikasikan isolat-isolat tersebut adalah Streptomyces sp. Zenova et al. (2008) menyatakan bahwa karakteristik tanah gambut sebagai habitat yang memiliki penampakan zona anaerob dan aerob serta mampu menahan cadangan air yang besar kemungkinan merupakan faktor yang mendukung kelompok mikrob pengurai yang bersifat aerob atau mikroaerofilik, termasuk aktinomiset dan genus Streptomyces secara alamiah dapat hidup. Jumlah dan jenis aktinomiset yang terdapat dalam tanah tertentu akan sangat dipengaruhi oleh lokasi geografis seperti letak, suhu, jenis tanah, ph tanah, kandungan bahan organik, budidaya, aerasi dan kadar air. Populasi aktinomiset relatif lebih rendah dari mikrob tanah lain tetapi didominasi Streptomyces yang toleran terhadap kondisi asam (Arifuzzaman et al. 20). Tanah kering dengan ph basa cenderung mengandung Streptomyces yang lebih sedikit dan dan lebih banyak dari genera langka seperti Actinoplanes dan Streptosporangium (Tsujibo et al. 2003). Pengelompokan berdasarkan Warna Koloni (Colour Grouping) Berdasarkan morfologi koloni pertumbuhan isolat pada media YMA, YSA, dan OM selama hari pada suhu ruang, 20 isolat yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok warna miselium udara dan sporanya yaitu putih, abu-abu dan coklat. Ambarwati et al. (2011) menyatakan bahwa karakteristik Streptomycetes memiliki hifa vegetatif dan miselium udara, dimana hifa vegetatif (dengan diameter 0.5 hingga 2.0 µm) menghasilkan miselium bercabang luas yang jarang memiliki fragmen. Miselium udara pada fase dewasa membentuk tiga hingga banyak spora (lebih dari 50 spora). Beberapa spesies memiliki rantai spora pendek pada miselium substrat. Spora bersifat nonmotil.
2 Koloni yang muncul relatif halus, tetapi kemudian terjadi perkembangan yang menampakkan miselium udara dalam bentuk floccose, butiran bubuk, atau beludru (Korn Wendisch & Kutzner 1992). Sebagian besar isolat dalam penelitian ini termasuk ke dalam kelompok warna abu-abu, warna putih dan warna coklat (Lampiran 2). Warna-warna ini disebabkan oleh pembentukan metabolit khusus yang disebut pigmen, beberapa pigmen terdiri atas 2 sampai 3 senyawa, sementara yang lain dapat terdiri atas 7 sampai atau bahkan 15 senyawa (Abdulla et al. 2008). Data yang tersedia mengenai sifat kimia dari sekitar 200 pigmen aktinomiset telah dibagi ke dalam beberapa produk yaitu senyawa asiklik, senyawa aromatik, quinon, oksigen yang mengandung senyawa heterosiklik, nitrogen yang mengandung senyawa heterosiklik, sidromisin. Setiap jenis pigmen ini dapat memberikan warna tertentu dan dapat digunakan untuk mengklasifikasi Streptomyces. Pigmen kehijauan yang dapat mengindikasikan viridomisin dihasilkan oleh Streptomyces dengan miselia udara berwarna abu-abu, merah muda, dan kuning-kehijauan. Pigmen yang terkait dengan antibiotik dari jenis rodomisin, griseorodin-rubromisin dan litmosidin diproduksi oleh Streptomyces dengan miselia udara berwarna abu-abu juga merah muda (Salvameenal et al. 2009). Warna miselium udara adalah salah satu karakter menonjol dari identifikasi isolat Streptomyces di tingkat spesies. Internasional Streptomyces Project (ISP) telah merekomendasikan warna miselium udara di media yang berbeda untuk digunakan sebagai karakter taksonomi (Oskay 2009). Karakterisasi morfologi adalah informasi dasar dalam mendeskripsikan aktinomiset yang meliputi pembentukan miselium substrat, miselium udara, dan dihasilkannya pigmen terlarut (Wink 2011). Berdasarkan pengamatan mikroskopis diketahui bahwa isolat-isolat aktinomiset yang diperoleh dari isolasi tanah gambut ini memiliki 3 tipe penataan rantai spora yang dimiliki genus Streptomyces yaitu rectiflexibiles (RF), retinaculiaperti (RA) dan spirales (S). Sebagian besar isolat dalam penelitian ini memiliki tipe penataan rantai spora spirales, kemudian rectiflexibiles dan terakhir retinaculiaperti (Gambar 1). Penataan rantai spora dapat digunakan untuk membedakan morfologi antar isolat. Beragam spesies yang termasuk genus
3 Streptomyces dapat memiliki penataan rantai spora rectiflexibiles (RF), retinaculiaperti (RA) dan Spirales (S) (Jeffrey 2008) µm Gambar 1 Keragaman penataan rantai spora dari 20 isolat aktinomiset. Spirales (isolat 1, 4, 5, 9, 16, 25, 34, 37, 39, ), Rectiflexibiles (isolat 8, 11, 12, 15, 32, 35, 42), dan Retinaculiaperti (isolat 6,, 24, 43). Kemampuan Selulolitik Aktinomiset Asal Tanah Gambut Pengujian kemampuan selulolitik 20 isolat aktinomiset dilakukan dengan menggunakan uji pembentukan zona bening sebagai langkah penapisan awal untuk identifikasi kemampuan kualitatif selulolitik isolat. Hasil uji menunjukkan bahwa setelah inkubasi selama 4 hari, 20 isolat aktinomiset menunjukkan hasil positif dengan terbentuknya zona bening yang ukurannya berkisar antara mm sehingga diperoleh nilai indeks selulolitik yang berkisar antara -3.5 (Tabel 1). Indeks selulolitik adalah rasio diameter zona bening terhadap diameter
4 koloni. Sumber karbon tunggal pada media Carboxy Methyl Cellulose (CMC) 1% adalah selulosa, sehingga indeks selulolitik tersebut menunjukkan aktivitas selulolitik aktinomiset uji yang beragam. Aktivitas spesifik enzim selulase ini ditandai dengan nisbah diameter zona bening terhadap diameter koloni isolat yang ditumbuhkan pada media agar-agar bersumber karbon CMC (Fikrinda et al. 2000). Hasil telaah literatur menunjukkan bahwa Streptomyces sp. galur J2 dari sampel tanah di Yordania yang diisolasi dengan medium Cellulose Agar (CA) mampu memproduksi enzim selulase setelah 4 hari inkubasi dengan memperlihatkan diameter zona bening berukuran 22 mm (Jaradat et al. 2008). Streptomyces noboritoensis TBG-V20 yang diisolasi dari tanah di daerah Tamilnadu, India, setelah ditumbuhkan pada media agar Inorganic Salt Cellulose selama 7 hari inkubasi memperlihatkan diameter zona bening berukuran 26 mm (Arunachalam et al. 20). Waktu inkubasi yang optimal memberikan rasio yang tinggi dari diameter zona bening terhadap diameter koloni. Pada inkubasi dua hari, zona bening hanya terlihat samar-samar dan rasio maksimal diameter zona bening terhadap diameter koloni terjadi antara 4 dan 9 hari (Ibrahim & El Diwany 2007). Kemampuan membentuk zona bening pada media CMC menunjukkan adanya enzim endo-β-1.4-glukanase yang dapat memutuskan ikatan β-1.4 glikosida pada serat selulosa secara acak dan banyaknya daerah amorf pada substrat tersebut menyebabkan CMC dapat dihidrolisis dengan lebih efisien (Goto et al. 1992).
5 Tabel 1 Kemampuan selulolitik isolat aktinomiset asal tanah gambut Kode Isolat Diameter Zona Bening (mm) Diameter Koloni (mm) Indeks Selulolitik Isolat 15 dan 42 merupakan dua isolat dengan nilai indeks selulolitik masing-masing 3.5 dan 2 yang lebih tinggi dibandingkan isolat-isolat uji lainnya (Lampiran 3). Pengukuran aktivitas selulase berdasarkan zona bening yang terbentuk bersifat kualitatif, lebar zona bening tidak menunjukkan jumlah aktivitas selulase, sehingga diperlukan uji aktivitas selulase secara kuantitatif. Aktivitas Selulase Aktivitas selulase isolat 15 dan 42 meningkat seiring dengan meningkatnya biomassa sel, namun masing-masing isolat menunjukkan aktivitas selulase dan kemampuan tumbuh yang berbeda. Untuk isolat 15, aktivitas selulase tertinggi diperoleh pada hari ke-30 sebesar nkat/ml (Gambar 2), sedangkan isolat 42 memiliki aktivitas selulase yang lebih tinggi yaitu sebesar 0.8 nkat/ml yang diperoleh pada hari ke 15 (Gambar 3). Produksi metabolit sekunder oleh Streptomyces umumnya bertepatan dengan, atau sedikit mendahului, perkembangan miselia udara di permukaan kultur padat sedangkan pada kultur cair, umumnya terbatas hingga fase stasioner. Metabolit sekunder dihasilkan ketika sel tidak bekerja di bawah kondisi optimum misalnya ketika sumber nutrisi
6 utama habis, disintesis untuk jangka waktu yang terbatas oleh sel yang tidak lagi mengalami pertumbuhan yang seimbang (Bibb 2005). Tamburini et al. (2004) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa aktivitas mendegradasi CMC berlangsung selama fase awal pertumbuhan yang cepat, namun juga meningkat setelah transisi ke fase stasioner dan aktivitasnya sebanding dengan kenaikan bahan sel. Produksi enzim hidrolitik selama metabolisme sekunder sebelumnya juga telah dilaporkan oleh Gonzalez et al. (2002) bahwa S. exfoliatus mengeluarkan lipase LipA hanya selama fase stasioner Aktivitas selulase (nkat/ml) Bobot kering (gram) Waktu inkubasi (hari) 0 Gambar 2 Kurva pertumbuhan dan produksi selulase isolat 15 dalam media cair CMC 1%, ph 4.7, suhu 40 o C. aktivitas selulase isolat 15 bobot kering
7 Aktivitas selulase (nkat/ml) Bobot kering (gram) Waktu inkubasi (hari) Gambar 3 Kurva pertumbuhan dan produksi isolat 42 dalam media cair CMC 1% ph 4.7, suhu 40 o C. aktivitas selulase isolat 42 bobot kering Setiap bakteri selulolitik memiliki aktivitas enzim selulase yang berbedabeda, tergantung pada hubungan kompleks yang melibatkan berbagai faktor seperti sumber karbon, kualitas selulosa, nilai ph, suhu, ketersediaan induser, aditif medium, aerasi dan waktu pertumbuhan (Immanuel et al. 2006). Ukuran partikel dari selulosa dapat mempengaruhi produksi selulase oleh mikroorganisme, dengan pelepasan enzim berbanding terbalik dengan ukuran partikel substrat yang digunakan yaitu enzim yang dilepaskan meningkat, ketika ukuran partikel substrat menurun (Zhang et al. 2006) Pengukuran Aktivitas Selulase pada Substrat Spesifik Isolat 15 dan 42 dapat memanfaatkan ke tiga substrat uji yakni Carboxymethyl cellulose, Avicel, dan Whatmann Filter Paper No.1, yang menunjukkan bahwa kedua isolat tersebut memiliki aktivitas selulolitik melalui CMCase, Avicel, dan FPase. Hal ini menunjukkan adanya sinergi dalam sistem enzim selulase yang dihasilkan isolat uji. Dalam hal ini, disebut endo-ekso sinergi antara endoglukanase dan eksoglukanase (Mehdi et al. 20) karena selulase yang disekresikan memiliki aktivitas pada CMCase dan Avicel. Maki et al. (2011) menyatakan bahwa untuk membandingkan efektivitas aktivitas enzim selulase yang dilepaskan, dibutuhkan teknik untuk mengukur aktivitas selulase total. FPase
8 adalah metode utama untuk analisis aktivitas selulase total sedangkan aktivitas endoglukanase dapat diukur dengan menggunakan derivat selulosa terlarut dengan derajat polimerisasi tinggi seperti CMCase. Avicel digunakan untuk mengukur aktivitas eksoglukanase karena memiliki selulosa dengan derajat polimerisasi rendah yang relatif tidak memiliki akses untuk diputus endoglukanase. Aktivitas CMCase, Avicel, dan FPase dari isolat 15 masing-masing sebesar 0.12, 0.15, dan 4 nkat/ml. Aktivitas terhadap substrat Avicel lebih besar dibandingkan aktivitas terhadap substrat CMCase (Gambar 4) sedangkan untuk isolat 42 aktivitas CMCase, Avicel, dan FPase masing-masing sebesar 0.47, 8, dan 0.61 nkat/ml. Berbeda dengan isolat 15, aktivitas isolat 42 terhadap substrat CMCase lebih besar dibandingkan terhadap substrat Avicel (Gambar 5). Meryandini et al. (2009) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa 4 isolat bakteri selulolitik yang digunakan memiliki aktivitas selulase yang berbeda terhadap substrat sintetik yang berbeda. Selain itu juga memiliki aktivitas enzim selulase pada substrat kertas saring, yaitu selulosa sintetik campuran antara selulosa amorphous dan kristalin. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Das et al. (2007), isolat selulolitik mesofilik Streptomyces olbolongus menunjukkan aktivitas enzim selulase yang tinggi yaitu 12 U/mL pada substrat CMC, 49.2 U/mL pada substrat avicel, dan 46.9 U/mL pada substrat FPase. Schlochtermeier et al. (1992) menyatakan bahwa kekhasan enzim selulolitik seringkali sulit untuk ditentukan karena heterogenitas dan ketidakmurnian dari substrat yang tersedia. Enzim yang menunjukkan aktivitas tinggi pada substrat avicel dan aktivitas kecil pada CMCase diidentifikasi sebagai eksoglukanase. Aktivitas tinggi terhadap substrat CMCase menunjukkan adanya enzim endo-β-glukanase yang dapat memutus ikatan β-1.4 glikosida pada daerah amorf selulosa (Maki et al. 2009). Enzim yang mampu menghidrolisis kristal ini menjadi penting karena kristalinitas selulosa merupakan penghambat utama dalam hidrolisis selulosa alami. Jager et al. (20) menyatakan bahwa kristalinitas selulosa merupakan faktor utama yang menentukan penguraian selulosa secara hayati oleh enzim selulolitik sehingga mikrob yang memiliki kemampuan menghidrolisis kristal yang tinggi berpotensi menghidrolisis selulosa yang terdapat di alam.
9 Aktivitas (nkat/ml) CMCase Avicel FPase Substrat spesifik Gambar 4 Aktivitas selulase isolat 15 pada substrat spesifik (CMCase, Avicel, dan FPase), ph 4.7, suhu 40 o C. Aktivitas (nkat/ml) CMCase Avicel FPase Substrat spesifik Gambar 5 Aktivitas selulase isolat 42 pada substrat spesifik (CMCase, Avicel, dan FPase), ph 4.7, suhu 40 o C.
10 Identifikasi Isolat Aktinomiset Terpilih Gen penyandi 16S rrna teramplifikasi pada ke dua isolat aktinomiset terpilih dengan ukuran pita yang dihasilkan sekitar 1500 bp (Gambar 6) bp Gambar 6 Profil DNA hasil amplifikasi gen penyandi 16S rrna dengan PCR pada isolat 15 (1) dan 42 (2). Pensejajaran (alignment) sekuens nukleotida isolat 15 dan 42, diperoleh pasangan basa sepanjang 1504 bp, dilakukan melalui penyesuaian dengan sekuens gen 16S rrna yang telah dilaporkan di GeneBank. Database dari NCBI Blast yang tersedia di Data tersebut digunakan untuk membandingkan homologi sekuens nukleotida 16S rrna isolat 15 dan 42. Tabel 2 Hasil BlastN sekuens 16S rrna isolat 15 dan 42 Isolat Kemiripan Identitas Nilai No. Akses maksimum E- value 15 Streptomyces diastaticus galur 98% 0.0 NR NRRL B Streptomyces exfoliatus galur NBRC % 0.0 NR Hasil blast sekuens gen 16S rrna dari kedua isolat aktinomiset menunjukkan bahwa isolat 15 berkerabat dengan Streptomyces diastaticus NRRL B-1773 dengan nilai Max Identity 98%. Streptomyces diastaticus var. 8 diketahui mampu menghasilkan dua antibiotik polyene macrolide (rimosidin dan CE-8) (Seco et al. 2005).
11 Isolat 42 berkerabat dengan Streptomyces exfoliatus NBRC dengan nilai Max Identity 94%. Sreenath dan Joseph (1982) dalam penelitiannya menyatakan bahwa fraksinasi dari xilan ekstraseluler dari galur Streptomyces exfoliatus MC1 mengungkapkan adanya lima jenis enzim. Salah satu endo-enzim adalah spesifik untuk xilan sementara yang lain juga bisa menghidrolisis selulosa, inulin dan pektin sedangkan ekso-enzim menunjukkan fungsi xilanolitik dan selulolitik saja. Berbeda galur, Streptomyces exfoliatus K juga diketahui menghidrolisis senyawa polimer seperti selulosa, kitin, xilosa, pullulan (Klingbeil et al. 1996). Isolat 42 diprediksi sebagai novel spesies karena memiliki kekerabatan dengan galur rujukan dengan nilai Max Identity kurang dari 97%. Namun, idealnya, identifikasi taksonomi bakteri untuk validitas dan akurasi ilmiah perlu dilakukan berdasarkan polyphasic approach yaitu pendekatan dengan menggunakan kombinasi dari metode pengujian fenotip (uji biokimia, analisis asam lemak, dan analisis numerik) dan metode pengujian genotip (hibridisasi DNA, analisis kandungan G+C, dan analisis 16S rrna) (Janda & Abbott 2002). Pseudomonas aeruginosa strain BP C isolat isolat Streptomyces fradiae strain RMS4 Streptomyces diastaticus subsp. ardesiacus strain NRRL B-1773 Streptomyces griseoaurantiacus strain NBRC Streptomyces rubrogriseus strain NBRC Streptomyces coelicoflavus strain NBRC Streptomyces tricolor strain NBRC Streptomyces daghestanicus strain NRRL B-5418 Streptomyces albidoflavus strain NBRC 130 Streptomyces somaliensis strain: Sl87 Streptomyces odorifer strain DSM Streptomyces koyangensis strain VK-A60 Streptomyces exfoliatus strain NBRC Gambar 7 Pohon filogenetik dari sekuens 16 rrna isolat 15 dan 42. Hasil konstruksi filogenetik (Gambar 7) yang menggunakan metode neighbor-joining, menunjukkan isolat 15 dan 42 memiliki percabangan yang sama dengan nilai bootstrap sebesar 0. Kedua isolat berada pada satu clade (kelompok) yang sama dan berada di luar clade Streptomyces hasil blast dan outgroup-nya. Nilai bootstrap > 95% adalah signifikan secara statistik dan
12 mengindikasikan support untuk membentuk sebuah clade (Soltis PS & Soltis DE 2003). Nilai bootsrap menunjukkan konsistensi data dalam penentuan takson, hanya memberikan informasi tentang stabilitas topologi, dan bukan menunjukkan akurasi pohon filogeni (Holmes 2003).
AKTIVITAS SELULOLITIK DAN KARAKTERISASI AKTINOMISET ASAL TANAH GAMBUT EKA ASTUTY
AKTIVITAS SELULOLITIK DAN KARAKTERISASI AKTINOMISET ASAL TANAH GAMBUT EKA ASTUTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan energi terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk, peningkatan perekonomian serta keberhasilan pembangunan. Sehubungan dengan hal tersebut dibutuhkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan suatu biokatalisator yang banyak dimanfaatkan saat ini. Bioteknologi enzim telah banyak digunakan dalam industri. Banyak industri telah mengganti proses
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enzim merupakan senyawa protein yang disintesis di dalam sel secara biokimiawi. Salah satu jenis enzim yang memiliki peranan penting adalah enzim selulase. Enzim selulase
Lebih terperinci1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Produk pertanian yang melimpah menyediakan limbah hasil pertanian yang melimpah pula. Umumnya limbah hasil pertanian ini masih mengandung sejumlah nutrien,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) Peremajaan dan purifikasi terhadap kedelapan kultur koleksi isolat bakteri dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian
Lebih terperinciOLEH : ARDIAN PRASETYA ( ) Dosen Pembimbing Nengah Dwianita Kuswytasari, S.Si., M.Si Kristanti Indah Purwani, S.Si., M.
SIDANG TUGAS AKHIR TUGAS AKHIR - SB 1510 Dosen Pembimbing Nengah Dwianita Kuswytasari, S.Si., M.Si Kristanti Indah Purwani, S.Si., M.Si OLEH : ARDIAN PRASETYA (1505 100 047) LATAR BELAKANG Gracillaria
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Seleksi Mikrob pada A. malaccensis Populasi bakteri dan fungi diketahui dari hasil isolasi dari pohon yang sudah menghasilkan gaharu. Sampel yang diambil merupakan
Lebih terperinciBAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik
Tahap I BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik Hasil pengukuran sampel tanah yang digunakan pada percobaan 1 meliputi ph tanah, kadar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman hayati.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati banyak didapatkan di hutan. Hutan yang terdapat di seluruh dunia beragam jenisnya,
Lebih terperinciDAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...
DAFTAR ISI Bab Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xii I II III PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 2 1.4 Kegunaan Penelitian...
Lebih terperinciII. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id
II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi Bakteri Selulolitik dari Tanah Mangrove
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi Bakteri Selulolitik dari Tanah Mangrove Bakteri selulolitik diisolasi dari tanah rhizosfer yang merupakan lapisan tanah tempat perakaran tanaman yang sangat kaya
Lebih terperinciBAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Data pengukuran kompos limbah pertanian (basah) dan sampah kota. Jerami Padi 10 3,94 60,60. Kulit Pisang 10 2,12 78,80
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Percobaan 1 : Penentuan bahan baku pupuk organik Penelitian tahap I bertujuan untuk mendapatkan komposisi bahan baku pupuk organik yang berkualitas dari sampah kota dan limbah
Lebih terperincidilakukan lisis sel untuk memperoleh enzimnya. Kerja enzim ekstraseluler yaitu memecah atau mengurai molekul-molekul kompleks menjadi molekul yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang mempunyai hasil pertanian dan perkebunan yang cukup tinggi. Indonesia merupakan salah satu sumber penghasil selulosa utama
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selulase merupakan salah satu enzim yang dapat dihasilkan oleh beberapa kelompok hewan yang mengandung bakteri selulolitik, tumbuhan dan beberapa jenis fungi.
Lebih terperinciBAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase
BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase Abstrak Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Populasi Bakteri Penambat N 2 Populasi Azotobacter pada perakaran tebu transgenik IPB 1 menunjukkan jumlah populasi tertinggi pada perakaran IPB1-51 sebesar 87,8 x 10 4 CFU/gram
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Selulase merupakan enzim yang menghidrolisis ikatan glikosidik -β- 1,4 pada rantai selulosa. Selulase dapat diproduksi oleh fungi, bakteri, protozoa, tumbuhan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber karbon dan sumber energi (Hardjo et al., 1994: 15).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteri selulolitik adalah bakteri yang memiliki kemampuan menguraikan selulosa menjadi monomer glukosa dan menjadikannya sebagai sumber karbon dan sumber energi
Lebih terperinciISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK 1. Widodo, S.P., M.Sc., Ph.D. 2. Prof. drh. Widya Asmara, S.U., Ph.D. 3. Tiyas Tono Taufiq, S.Pt, M.Biotech
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA
BAB II STUDI PUSTAKA A. Actinomycetes dan Streptomyces Actinomycetes termasuk bakteri yang berbentuk batang, gram positif, bersifat anaerobik atau fakultatif. Struktur Actinomycetes berupa filament lembut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Industri pertanian seperti PT.GGP (Green Giant Pinaeple) Lampung. menggunakan nanas sebagai komoditas utama dalam produksi.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri pertanian seperti PT.GGP (Green Giant Pinaeple) Lampung menggunakan nanas sebagai komoditas utama dalam produksi. Industri pengolahan nanas tidak hanya menghasilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tumbuhan saat ini telah menjadi sumber karbon terbarukan dan sumber energi baru yang ada di bumi. Setiap tahunnya tumbuhan dapat memproduksi sekitar 4 x
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Selulosa, lignin dan hemiselulosa yang saling berikatan pada dinding sel tumbuhan (Holtzapple et al., 2003).
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lignoselulosa Lignoselulosa merupakan biomassa yang berasal dari tanaman dengan komponen utama lignin, hemiselulosa dan selulosa. Ketersediaannya yang cukup melimpah, terutama
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini isolat actinomycetes yang digunakan adalah ANL 4,
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Actinomycetes Pada penelitian ini isolat actinomycetes yang digunakan adalah ANL 4, isolat ini telah berhasil diisolasi dari sedimen mangrove pantai dengan ciri
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
6 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembiakan Streptomyces katrae pada Formulasi Media Beras, Jagung dan Limbah Baglog Jamur S. katrae merupakan aktinomiset dari golongan Streptomyces yang pertama diisolasi dari tanah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Feses kambing merupakan sisa hasil pencernaan hewan yang dikeluarkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Feses kambing merupakan sisa hasil pencernaan hewan yang dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk padatan. Ketersediaan limbah peternakan berupa feses kambing seringkali
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan Danau Kakaban menyimpan berbagai organisme yang langka dan unik. Danau ini terbentuk dari air laut yang terperangkap oleh terumbu karang di sekelilingnya akibat adanya aktivitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Enzim selulase termasuk dalam kelas hidrolase (menguraikan suatu zat dengan bantuan air) dan tergolong enzim karbohidrase (menguraikan golongan karbohidrat)
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk
Lebih terperinciEFEKTIVITAS PENGGUNAAN METODE PENGUJIAN ANTIBIOTIK ISOLAT STREPTOMYCES DARI RIZOSFER FAMILIA POACEAE TERHADAP Escherichia coli
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN METODE PENGUJIAN ANTIBIOTIK ISOLAT STREPTOMYCES DARI RIZOSFER FAMILIA POACEAE TERHADAP Escherichia coli SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. V.1 Seleksi aktinomisetes yang memiiiki aktivitas terhadap R. Solani
V. HASIL DAN PEMBAHASAN V.1 Seleksi aktinomisetes yang memiiiki aktivitas terhadap R. Solani Aktinomistes koleksi Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA UNRI yang berasal dari tanah gambut Riau
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang skrining dan uji aktivitas enzim protease bakteri hasil isolasi dari limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pacar Keling Surabaya menghasilkan data-data sebagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian
I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis
Aktivitas Enzim Selulase (U/ml) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Selulase Berdasarkan penelitian yang dilakukan, data pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim selulase dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Enzim adalah biokatalisis atau polimer biologis yang dihasilkan oleh tubuh untuk mengkatalisis reaksi kimia dan meningkatkan laju reaksi yang terjadi dalam
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapang Rhizopus oligosporus Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker & Moore (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak ramah lingkungan dalam bidang industri (Falch, 1991).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian enzim yang sifatnya efisien, selektif, mengkatalis reaksi tanpa produk samping dan ramah lingkungan meningkat pesat pada akhir dekade ini. Industri enzim
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Enzim ini dapat mempercepat proses suatu reaksi tanpa mempengaruhi
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Enzim Selulase Sel hidup mensintesis zat yang bersifat sebagai biokatalisator, yaitu enzim. Enzim ini dapat mempercepat proses suatu reaksi tanpa mempengaruhi hasilnya (Mc. Kee,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Tauge Kacang Hijau Limbah tauge kacang hijau merupakan sisa produksi tauge yang terdiri dari kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jamur Trichoderma sp. Jamur tanah merupakan salah satu golongan yang penting dari golongangolongan populasi tanah yang tersebar secara luas. Bentuk-bentuk tertentu merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak. peternakan. Gulma tanaman pangan mempunyai potensi untuk dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak merupakan suatu cara untuk menekan biaya produksi dalam pengembangan usaha peternakan. Gulma tanaman
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,
PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar populasi ternak sapi di Indonesia dipelihara oleh petani peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., 2011). Usaha peningkatan produktivitas
Lebih terperinci1.3 TUJUAN PENELITIAN
5 Penelitian ini akan memproduksi enzim selulase dari tongkol jagung mengunakan Trichoderma reesei, Aspergillus niger dan campuran keduanya dengan waktu fermentasi yang divariasikan. Proses yang dilakukan
Lebih terperinciSKRIPSI ISOLASI BAKTERI SELULOLITIK DARI USUS RAYAP YANG MAMPU TUMBUH PADA MEDIA SELULOSA KRISTALIN DAN UJI AKTIVITAS SELULASE
SKRIPSI ISOLASI BAKTERI SELULOLITIK DARI USUS RAYAP YANG MAMPU TUMBUH PADA MEDIA SELULOSA KRISTALIN DAN UJI AKTIVITAS SELULASE Oleh Anita Dwi Devi Lestari NIM 021810401098 Pembimbing Dosen Pembimbing Utama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti morfologi, fisiologi, dan genetik. Setiap habitat yang berbeda memberikan keragaman yang berbeda
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Penyiapan Inokulum dan Optimasi Waktu Inokulasi. a. Peremajaan Biakan Aspergillus flavus galur NTGA7A4UVE10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Penyiapan Inokulum dan Optimasi Waktu Inokulasi a. Peremajaan Biakan Aspergillus flavus galur NTGA7A4UVE10 Setelah dilakukan peremajaan pada agar miring
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam budidaya ternak unggas secara intensif biaya pakan menduduki urutan pertama yaitu mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber pangan terutama pada tumbuhan. Berbagai macam tumbuhan mampu menghasilkan cadangan makanan yang digunakan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat morfologinya dengan bantuan mikroskop. Bakteri merupakan organisme
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri adalah mikroorganisme prokariot bersel tunggal yang hanya dapat dilihat morfologinya dengan bantuan mikroskop. Bakteri merupakan organisme yang penyebarannya
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Gambut Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan tersebut terus bertambah karena proses dekomposisi
Lebih terperinciUji Potensi Bakteri dan Resistensi terhadap Antibiotik
MODUL 7 Uji Potensi Bakteri dan Resistensi terhadap Antibiotik POKOK BAHASAN : 1. Uji Resistensi Bakteri terhadap Antibiotik 2. Uji potensi bakteri sebagai penghasil enzim ekstraseluler (proteolitik, celulase,
Lebih terperinciABSTRAK DAN EKSEKUTIF SUMMARY HIBAH FUNDAMENTAL
ABSTRAK DAN EKSEKUTIF SUMMARY HIBAH FUNDAMENTAL ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI LIGNOSELULOLITIK TOLERAN KAFEIN SEBAGAI AGEN BIODEGRADASI LIMBAH KULIT BUAH KOPI Peneliti Sattya Arimurti, SP., M.Si 0031037401
Lebih terperinciISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI AEROB PENDEGRADASI SELULOSA DARI SERASAH DAUN Avicennia
ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI AEROB PENDEGRADASI SELULOSA DARI SERASAH DAUN Avicennia Angga Premana 1505 100 041 Pembimbing: N.D. Kuswytasari, S.Si., M.Si Kristanti Indah Purwani, S.Si., M.Si Latar
Lebih terperinci3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)
3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan
Lebih terperinciAnalisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri
11 didinginkan. absorbansi diukur pada panjang gelombang 410 nm. Setelah kalibrasi sampel disaring dengan milipore dan ditambahkan 1 ml natrium arsenit. Selanjutnya 5 ml sampel dipipet ke dalam tabung
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN
14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terus menerus tanpa diikuti upaya pemulihan kesuburannya. Menurut Bekti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang kesuburannya, Hal tersebut dikarenakan penggunaan lahan dan pemakaian pupuk kimia yang terus menerus tanpa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tuberosum dari family Solanaceae. Kentang juga termasuk salah satu pangan. pengembangannya di Indonesia (Suwarno, 2008).
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Kentang merupakan bahan pangan dari umbi tanaman perennial Solanum tuberosum dari family Solanaceae. Kentang juga termasuk salah satu pangan utama dunia setelah padi,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. senyawa atau molekul menjadi senyawa atau molekul yang lebih sederhana
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Degradasi Degradasi adalah suatu reaksi perubahan kimia atau peruraian suatu senyawa atau molekul menjadi senyawa atau molekul yang lebih sederhana (Yatim, 2007). Misalnya, penguraian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizki Indah Permata Sari,2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara tropis yang dikelilingi oleh perairan dengan luas lebih dari 60% dari wilayah teritorialnya. Perairan Indonesia memiliki sumberdaya hayati
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam bidang teknologi fermentasi, rekayasa genetika, dan teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin meningkat. Enzim
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin
Lebih terperincikhususnya dalam membantu melancarkan sistem pencernaan. Dengan kandungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri nata de coco di Indonesia saat ini tumbuh dengan pesat dikarenakan nata de coco termasuk produk makanan yang memiliki banyak peminat serta dapat dikonsumsi
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Limbah hasil ekstraksi alginat yang digunakan pada penelitian ini dikeringkan sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Analisis yang dilakukan terhadap limbah ekstraksi
Lebih terperinciIDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM
IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI Oleh Dina Fitriyah NIM 061810401071 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
Lebih terperinciHaris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN
Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.
Lebih terperinciTabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.
4 Tinggi tanaman kumulatif dikonversi menjadi LADKT (luasan area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman) menggunakan rumus sama seperti perhitungan LADKP. KB dihitung dengan rumus (Sutopo 2002): Perhitungan
Lebih terperinciMacam macam mikroba pada biogas
Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dengan keanekaragaman hayati sangat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi (megabiodiversity) termasuk di dalamnya tanaman obat. Banyak tanaman yang dipercaya masyarakat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)
TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan
Lebih terperinci3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung
3. HASIL PENELITIAN 3.1. Fermentasi Asinan Rebung Rebung yang digunakan untuk asinan rebung ialah rebung jenis rebung kuning bambu betung (Dendrocalamus asper) dengan kualitas yang baik (Gambar 5a). Fermentasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi ketiga dari negara-negara penghasil nanas olahan dan segar setelah negara Thailand dan Philippines.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sampah berhubungan erat dengan pencemaran lingkungan yaitu sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampah berhubungan erat dengan pencemaran lingkungan yaitu sebagai sumber pencemaran. Permasalahan sampah timbul karena tidak seimbangnya produksi sampah dengan pengolahannya
Lebih terperinciHasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim
22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Efektivitas Cairan Rumen Domba Penelitian Tahap 1 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui volume enzim cairan rumen domba dan lama waktu inkubasi yang tepat untuk penurunan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL Pada penelitian ini, indikator pertumbuhan jamur tiram putih yang diamati adalah jumlah dan lebar tudung serta waktu panen. Yang dimaksud dengan jumlah tudung ialah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Lahan Gambut
TINJAUAN PUSTAKA Lahan Gambut Lahan gambut merupakan suatu ekosistem lahan basah yang dibentuk oleh adanya penimbunan atau akumulasi bahan organik yang berasal dari reruntuhan vegetasi dalam kurun waktu
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. PREPARASI SUBSTRAT DAN ISOLAT UNTUK PRODUKSI ENZIM PEKTINASE Tahap pengumpulan, pengeringan, penggilingan, dan homogenisasi kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, kulit durian,
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Morfologi Pada penelitian ini digunakan lima sampel koloni karang yang diambil dari tiga lokasi berbeda di sekitar perairan Kepulauan Seribu yaitu di P. Pramuka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. enzim bersifat tahan lingkungan yang mampu melakukan aktifitas pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemanfaatan enzim di dalam bioteknologi semakin menuntut adanya enzim bersifat tahan lingkungan yang mampu melakukan aktifitas pada kondisi ekstrim, salah satunya
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Bakteri Penitrifikasi Sumber isolat yang digunakan dalam penelitian ini berupa sampel tanah yang berada di sekitar kandang ternak dengan jenis ternak berupa sapi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau CH3CH2OH dengan titik didihnya 78,4 C. Sementara bioetanol adalah etanol yang diproduksi dari proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati memberikan harapan baru untuk pengendalian hama pertanian terutama fungi yang bersifat patogen. Secara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecap Kedelai 1. Definisi Kecap Kedelai Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, dengan
Lebih terperinciADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga DAFTAR ISI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERNYATAAN... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii LEMBAR PEDOMAN PENGGUNAAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses hidrolisis minyak/lemak menjadi asam lemak dan gliserol secara komersial yang sampai kini digunakan, beroperasi pada suhu 240-250 o C dan tekanan 45-50 bar.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. dihasilkan, digunakan untuk sintesis makromolekul seperti asam nukleat, lipid
6 BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Bakteri selulolitik Bakteri selulolitik adalah bakteri yang mampu mendegradasi dan memanfaatkan selulosa sebagai sumber karbon dan energinya. Energi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan, umumnya daerah sepanjang pesisir pantai di
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, umumnya daerah sepanjang pesisir pantai di Indonesia banyak ditumbuhi pohon kelapa. Kelapa memberikan banyak hasil misalnya kopra yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tumbuhan merupakan tonggak dari sebagian besar ekosistem terrestrial.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tumbuhan merupakan tonggak dari sebagian besar ekosistem terrestrial. Ketergantungan manusia pada tumbuhan tampak dari papan dan kayu, pakaian, kertas, obat-obatan
Lebih terperinciIV. Hasil dan Pembahasan
IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keasaman Total, ph. Ketebalan Koloni Jamur dan Berat Kering Sel pada Beberapa Perlakuan. Pada beberapa perlakuan seri pengenceran kopi yang digunakan, diperoleh data ph dan
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertanian seperti wortel, kentang, dan kubis yang merupakan sayur sisa panen
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan produk pertanian diikuti pula oleh meningkatnya limbah hasil pertanian seperti wortel, kentang, dan kubis yang merupakan sayur sisa panen para petani
Lebih terperinci