CACING PARASITIK DAN GAMBARAN LEUKOSIT PADA IKAN MASKOKI (Carassius auratus) BANJAR ARSI PURBO SEJATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "CACING PARASITIK DAN GAMBARAN LEUKOSIT PADA IKAN MASKOKI (Carassius auratus) BANJAR ARSI PURBO SEJATI"

Transkripsi

1 CACING PARASITIK DAN GAMBARAN LEUKOSIT PADA IKAN MASKOKI (Carassius auratus) BANJAR ARSI PURBO SEJATI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ABSTRACT BANJAR ARSI PURBO SEJATI (B ). Parasitic Worm and Leukocyte Profile of Goldfish (Carassius auratus). Under direction Dr. drh. Risa Tiuria, Ms. And Dr. drh. Damiana Rita Ekastuti, Ms. This research was conducted to observe the parasitic worms on the goldfish and see the relationship between the infestation of worms with the hematology of goldfish. The organs which examined were the gills and the intestines. This research used 30 samples. Ten samples were taken from the Pasar Anyar Bogor Tengah, ten samples from Batu Tulis Bogor Selatan and ten samples from Baranang Siang Bogor Timur. The results showed that the gills of goldfish were 100% infected with parasitic worms. The intestines were not infected with parasitic worms. Parasites that identificated in goldfish s gills were Monopisthocotylea and Dactylogyrus sp.. Leukocyte profile of the goldfish showed an increase in the neutrophils and the eosinophils. Keywords: Parasitic Worm, Gills, Goldfish, Leukocyte, Intestines

3 RINGKASAN BANJAR ARSI PURBO SEJATI (B ). Cacing Parasitik dan Gambaran Leukosit Ikan Maskoki (Carassius auratus). Dibawah Bimbingan Dr. drh. Risa Tiuria, Ms. Sebagai Pembimbing I dan Dr. drh. Damiana Rita Ekastuti, Ms. Sebagai Pembimbing II. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati cacing parasitik yang berada pada ikan maskoki serta melihat pengaruh kecacingan terhadap gambaran leukosit ikan. Organ yang diperiksa berupa insang dan usus. Penelitian ini menggunakan 30 sampel ikan. Sepuluh sampel ikan diambil dari Pasar Anyar Bogor Tengah, sepuluh sampel Batu Tulis Bogor Selatan dan sepuluh sampel Baranang Siang Bogor Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa insang ikan maskoki 100% terinfeksi cacing parasitik. Usus ikan tidak terinfeksi cacing parasitik. Parasit yang menyerang insang ikan maskoki teridentifikasi berupa cacing dari sunkelas Monopisthocotylea dan Dactylogyrus sp.. Gambaran leukosit ikan maskoki menunjukkan adanya peningkatan sel neutrofil dan sel eosinofil. Kata kunci: Cacing Parasit, Insang, Ikan Maskoki, Leukosit, Usus

4 CACING PARASITIK DAN GAMBARAN LEUKOSIT PADA IKAN MASKOKI (Carassius auratus) SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut PertanianBogor Oleh: BANJAR ARSI PURBO SEJATI B FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : CACING PARASITIK DAN GAMBARAN LEUKOSIT IKAN MASKOKI (Carassius auratus) Adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skirpsi ini. Bogor, November 2011 Banjar Arsi Purbo Sejati NIM : B

6 Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencatumkan dan menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang Mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian Nama NIM : Cacing parasitik dan gambaran darah pada ikan maskoki (Carassius auratus) : Banjar Arsi Purbo Sejati : B Disetujui Pembimbing I Pembimbing II Dr.drh. Risa Tiuria, M.S. Dr.drh. Damiana Rita Ekastuti,M.S. NIP: NIP: Diketahui Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB Dr. Nastiti Kusumorini NIP: Tanggal Lulus:

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya sehingga skripsi ini mampu terselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis menyampaiksn penghargaan dan ucapan terimakasih setinggi-tingginya kepada orang-orang yang telah berperan dalam penyusunan tugas akhir ini. Ucapan terimakasih tersebut disampaikan kepada: 1. Dr. Drh. Risa Tiuria, MS selaku dosen pembimbing pertama dan Dr. drh. Damiana Rita Ekastuti, MS selaku dosen pembimbing kedua atas kesempatan, bimbingan, petunjuk, masukan dan dorongan yang sangat membantu penulis dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Drh. H Muchidin Noordin selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan bagi kesempurnaan skripsi ini. 3. My Beloved Family: Papa, Mama, kak Putri Indonesia Sejati, Kak Gati, adek Anjar dan seluruh keluarga besar serta eyang atas dukungan yang diberikan selama ini. 4. Rekan satu penelitian, Amalia Mukhlis Rahman dan David Kusmawan atas kerjasama dan dukungan selama penelitian. 5. Pak Eman (staf bagian Helminthologi), Bu Wiwik dan Pak Engkos atas bantuannya. 6. Adi N, Wulan, Ati, Sheila, Mega, dan Tami atas bantuan, koreksian, dukungan, dan saran berharga yang diberikan. 7. Teman-teman Gianuzi 44 atas kebersamaannya selama ini. 8. Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak mungkin disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terimakasih. Terlepas dari kekurangan yang ada penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi mereka yang memerlukan. Bogor, November 2011 Penulis

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Abepura pada tanggal 19 Juni 1989 sebagai anak Kedua dari empat bersaudara, dari Pasangan Sudarmo Di Suryo dan Wahtu Kustiarini. Pendidikan dasar ditempuh di SDN Perumnas 1 Waena, kemudian dilanjutkan pada SMP Negeri 11 Jayapura, lalu dilanjutkan pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Abepura. Penulis diterima sebagai mahasiswi IPB pada Fakultas Kedokteran Hewan tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengenyam pendidikan di IPB, penulis pernah menjadi salah satu pengurus HIMPRO HKSA. Penulis pernah menjadi anggota STERIL dan pengurus VISI II.

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR. iv DAFTAR TABEL... v PENDAHULUAN. 1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA.. 3 Ikan Maskoki (Carassius auratus).. 3 Darah Ikan Maskoki Cacing Parasitik Pada insang dan Usus. 8 BAHAN DAN METODE. 14 Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Analisis Data Tingkat Infeksi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pemeliharaan Ikan Maskoki (Carassius auratus) Prevalensi Kecacingan Pada Ikan Maskoki Identifikasi Cacing Parasitik pada Ikan Maskoki (Carassius auratus) Jumlah Cacing Parasitik pada Ikan Maskoki (Carassius auratus).. 20 Sel Leukosit Ikan Maskoki (Carassius auratus). 22 SIMPULAN DAN SARAN.. 25 Simpulan 25 i

11 Saran.. DAFTAR PUSTAKA ii

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Oranda Fancy Goldfish Saluran Pencernaan Ikan Maskoki. 5 3 Gambaran Sel Darah Putih Ikan 7 4 Gyrodactylus sp Dactylogyrus Diplectanum Collinsi 12 8 Cacing-cacing Parasitik di Insang Ikan Maskoki iii

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Gambaran Leukosit Normal Ikan Maskoki. 6 Tabel 2 Kondisi Pemeliharaan Ikan Maskoki.. 17 Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor Tabel 4 Jumlah cacing pada ikan di Bogor 21 Tabel 5 Diferensial Leukosit ikan maskoki. 22 iv

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan hias air tawar merupakan salah satu komoditas perikanan Indonesia yang mempunyai peluang besar untuk menghasilkan devisa negara di sektor non migas. Ikan hias air tawar memiliki keindahan yang menjadi daya tarik tersendiri bagi penghobi maupun untuk pembudidaya ikan hias. Salah satu jenis ikan hias air tawar yang populer adalah ikan maskoki (Carassius auratus). Ikan ini memiliki kemampuan yang cukup adaptif terhadap kondisi lingkungan. Namun di dalam pemeliharaannya, ikan maskoki tetap tidak lepas dari masalah kesehatan seperti terserang penyakit. Penyakit dapat disebabkan oleh berbagai agen. Menurut Gusrina (2008), ada dua jenis agen yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit yaitu agen patogen dan agen non patogen. Kehadiran agen patogen dapat mempengaruhi pemilik ikan dan individu ikan itu sendiri. Penyakit pada ikan menyebabkan penurunan kualitas ikan, kematian ikan, kerugian materiil, kegagalan budidaya, dan dapat berujung pada bangkrutnya usaha (Prayitno 2002). Kehadiran agen patogen tertentu dalam tubuh inang dapat menyebabkan timbulnya kerusakan, stres bahkan kematian. Menurut Gusrina (2008), contoh agen non patogen berupa keracunan dan kekurangan gizi, sedangkan contoh agen patogen berupa virus, bakteri, dan cacing parasit. Ikan maskoki merupakan anggota dari famili Cyprinidae. Menurut Anshary (2008), ikan dari famili tersebut termasuk jenis ikan yang paling rentan terhadap berbagai infeksi parasit. Kehadiran cacing parasit menyebabkan adanya respon pada tubuh, salah satunya berupa perubahan gambaran leukosit ikan. Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi cacing parasitik pada ikan maskoki dan untuk melihat pengaruh kecacingan terhadap gambaran leukosit pada ikan maskoki. 1

15 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai jenis cacing parasitik yang menyerang insang dan saluran pencernaan ikan maskoki (Carassius auratus) serta gambaran leukosit darah dari ikan tersebut. 2

16 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Maskoki (Carassius auratus) Ikan Maskoki (Carassius auratus) pertama kali dibudidayakan oleh masyarakat Cina pada tahun Awalnya bentuk ikan maskoki seperti ikan Mas (Cyprinus carpio L), bedanya ikan maskoki tidak memiliki sepasang sungut di mulutnya (Bachtiar 2002). Pada masa dinasti Ming (tahun ) popularitas ikan maskoki mulai menanjak. Di sinilah bermunculan ikan maskoki dengan bentuk tubuh yang bervariasi dan unik. Perkembangan ikan maskoki kemudian merambah hingga ke negeri Jepang. Di negeri matahari terbit ikan maskoki terus mengalami perkembangan pesat sehingga menghasilkan bentuk yang lebih bervariatif seperti saat ini. Dari negeri Sakura, ikan maskoki mulai menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia (Bachtiar 2002). Umumnya, bentuk tubuh ikan maskoki unik, bermata besar agak menonjol ke luar dan warna sisik yang menarik. Ikan maskoki tergolong mudah dipelihara karena sifatnya cukup adaptif terhadap lingkungan yang baru. Tak mengherankan jika ikan maskoki dengan berbagai varietasnya tersebar di seluruh dunia (Bachtiar 2002). Ikan maskoki masuk ke dalam Kingdom Animalia, Subkingdom Eumetazoa, Filum Chordata, Subfilum Vertebrata, Infrafilum Gnathostomata, Kelas Actinopterygii, Subkelas Neopterygii, Superordo Teleostei, Ordo Clupeiformes, Family Cyprinidae, Genus Carassius dan Spesiesnya berupa Carassius auratus (Freyhof 2004). Salah satu jenis ikan maskoki yang populer adalah Ikan maskoki varietas Oranda (Spencer). Ikan ini memiliki keunikan yang terletak pada kepalanya yang berjambul dan memiliki sirip punggung (Iskandar dan Sitanggang 2003), hal tersebut dapat diamati pada Gambar 1. Ikan maskoki merupakan ikan hias air tawar yang hidup di perairan dengan air yang mengalir tenang serta berudara sejuk (Bachtiar 2002). Ikan ini merupakan hewan omnivora (Watson et al 2004) dan bukan hewan kanibal sehingga dapat dipelihara secara koloni dalam satu lingkungan pemeliharaan (Iskandar dan Sitanggang 2003). 3

17 Gambar 1 Oranda Fancy Goldfish (Sarkar 2010) Suhu optimal air untuk hidup ikan maskoki adalah 18-24ºC. Mempertahankan suhu untuk terus berada dalam kisaran suhu optimal perlu dilakukan. Karena pemeliharaan di luar suhu optimal dapat menekan sistem kekebalan tubuh ikan dan akan menyebabkan penurunan nafsu makan serta gangguan pada pertumbuhan ikan. Ikan maskoki dapat hidup dalam air yang memiliki kandungan oksigen minimal 5 mg/l, ph 7-7.8, tingkat amoniak terlarut maksimal 0,05 mg/l dan tingkat nitrit terlarut maksimal 0,05 mg/l (Watson et al 2004). Ikan maskoki dianggap sebagai ikan yang tangguh karena dapat bertahan hidup di air berkualitas buruk. Walaupun demikian, kualitas air penting di perhatikan agar pertumbuhan, reproduksi dan kesehatan ikan berjalan optimal (Watson et al 2004). Ikan maskoki dapat hidup hingga umur 30 tahun dengan panjang mencapai 23 inches (58 cm) dan berat mencapai 2,7 kg. Ikan maskoki memiliki organ interna dan eksterna yang keseluruhan organ tersebut memiliki ciri dan fungsi tertentu untuk mendukung kelangsungan hidup ikan (Yanong 2003). Insang merupakan salah satu organ interna ikan maskoki yang memiliki peranan penting bagi kelangsungan hidup ikan. Peranan penting tersebut adalah sebagai media pertukaran gas (Campbell et al 2004). Insang terdiri dari lamela insang primer, lamela insang sekunder dan tulang rawan insang. Lamela primer adalah lamela yang bersentuhan langsung dengan tulang rawan insang dan lamela sekunder merupakan percabangan dari lamela primer (Yanong 2003). Insang akan mengoptimalkan ekstraksi oksigen dari air dan merupakan tempat untuk melepaskan karbon dioksida. Ikan memompa air melalui mulut dan 4

18 keluar diantara celah insang lewat gerakan terkoordinasi dari rahang dan operculum (penutup insang), agar terjadi ventilasi. Ventilasi yang dimaksudkan berupa aktivitas inhalasi dan ekshalasi atau proses mengambil oksigen dan melepaskan karbon dioksida lewat pernafasan. Ketika ventilasi terjadi, darah mengalir dengan arah yang berlawanan dengan aliran air yang mengalir, oksigen akan masuk ke dalam aliran darah dan CO 2 akan dibuang ke air (Campbell et al 2004). Usus merupakan salah satu organ interna ikan yang mengambil peranan dalam sistem pencernaan. Usus berbentuk seperti tabung memanjang yang melingkar-lingkar dan mengisi sebagian besar rongga abdomen. Makanan yang ditangkap oleh mulut akan masuk ke dalam rongga mulut, melewati faring, esofagus, bola usus (intestinal bulb), usus kemudian sisa makanan yang tidak diserap akan dikeluarkan lewat anus (Sarbahi 1951). Gambar 3 Saluran Pencernaan ikan Maskoki (Sarbahi 1951) 5

19 Bola usus merupakan kantung hasil pembengkakan anterior usus yang berfungsi untuk menyimpan makanan. Bola usus tidak memiliki kelenjar lambung dan memiliki mukosa yang mirip dengan mukosa usus (Khanna dan Yadav 2004). Usus ikan maskoki sendiri terbagi atas usus depan, usus belakang dan rektum. Perbedaan antara usus depan, usus belakang, dan rektum terletak pada pola lipatan dari membran mukosa. Usus depan memiliki pola lipatan berupa garis dan sudut sedangkan usus belakang memiliki pola lipatan berupa garis yang berbelit-belit. Pola lipatan rektum ikan maskoki berupa pola miring melintang (Sarbahi 1951). Darah Ikan Maskoki Seperti pada mamalia, ikan memiliki komponen darah berupa sel darah merah atau eritrosit dan sel darah putih atau leukosit. Setiap spesies pada hewan, baik itu mamalia, reptil maupun ikan memiliki kisaran nilai parameter hematologi yang berbeda. Gambaran leukosit normal pada ikan maskoki dapat terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Gambaran leukosit normal ikan maskoki No Diferensial leukosit Leukosit Normal Ikan Maskoki (%) Watson (1963) Loventhal (1930) Lewbart (2006) 1. Limfosit Eosinofil Neutrofil Monosit Basofil Dari Stoskopf MK Fish Medicinal. Philadelphia:W.B. Saunders Company. Limfosit merupakan sel leukosit berbentuk bulat, tidak teratur dengan inti yang besar (Gao et al. 2007). Limfosit merupakan sel leukosit yang paling umum ada dalam darah ikan, berupa 85% dari seluruh total populasi sel leukosit (V azquez dan Guererro 2007). Limfosit berfungsi memediasi respon imun humoral dan respon imun seluler. Ketika sel limfosit berkontak dengan bahan asing (antigen), akan terjadi proliferasi sel limfosit yang kemudian akan menyebabkan dikeluarkannya antibodi imunoglobulin oleh sistem imun. Respon imun humoral merupakan respon kekebalan tubuh yang dimediasi oleh antibodi dalam sirkulasi (Aqualex Multimedia Consortium [AMC] 2008). 6

20 Monosit merupakan sel-sel besar dengan nukleus besar dan sitoplasmanya berisi granul-granul kecil yang tersebar. Monosit berfungsi dengan menanggapi infeksi dan merupakan prekursor dari makrofag. Hal ini menyebabkan sel monosit memainkan peran penting dalam imunitas non spesifik dan respon inflamasi (AMC 2008). Eosinofil, neutrofil dan basofil pada ikan termasuk dalam granulosit leukosit atau sel leukosit yang memiliki granul-granul (V azquez dan Guererro 2007). Granulosit terlibat dalam mekanisme pertahanan non-spesifik, yaitu mereka menanggapi adanya bahan asing dalam tubuh tetapi tidak mengenali antigen tertentu. Sel-sel ini bermigrasi ke bagian tubuh di mana invasi terjadi dan menghancurkan partikel asing dengan fagositosis atau dengan membunuh langsung yang dikenal sebagai respon sitotoksik (AMC 2008).. Gambar 3. Gambaran sel darah Putih ikan: A) l adalah Limfosit; B) m adalah Monosit; C) eo adalah Eosinofil; D) Neutrofil; E) eosinofil (V azquez dan Guererro 2007); F) Monosit; G) Limfosit (Gao et al. 2007). Pada ikan sehat, yang paling umum ditemukan diantara ketiga granulosit tersebut adalah sel neutrofil dan granulosit leukosit yang sangat jarang ditemukan adalah sel basofil (V azquez dan Guererro 2007). Neutrofil umumnya memiliki ukuran yang lebih besar dari eritrosit, dapat berbentuk bulat, seperti buah pir, 7

21 berbentuk elips tidak teratur. Memiliki inti yang dapat diamati seperti berbentuk pita, bentuk tapal kuda, membentuk segmen terhadap sumbu dan tidak simetris. Eosinofil merupakan sel darah putih khusus (leukosit PMN) yang dapat diwarnai dengan pewarna asam seperti eosin, namun sel eosinofil dapat pula di identifikasi dengan pewarnaan sederhana seperti pewarnaan giemsa (AMC 2008). Eosinofil memiliki sitoplasma yang besar berbentuk bola dengan granul-granul yang hampir menutupi. Inti sel eosinofil biasanya berbentuk bulat, kadang berbentuk seperti ginjal atau tapal kuda tetapi lebih teratur (Gao et al. 2007). Selsel ini terlibat dalam penghancuran parasit internal dan dalam modulasi inflamasi reaksi alergi (AMC 2008). Cacing Parasitik Pada Insang dan Usus Ikan Cyprinidae termasuk jenis ikan yang paling rentan terhadap berbagai infeksi parasitik (Anshary 2008). Menurut FAO (1991), Metazoa yang bersifat parasit seperti cacing parasit pada kelas tertentu (monogenea, cestoda dan digenea) merupakan agen-agen yang memegang peranan pada penyakit ikan. Monogenea merupakan salah satu kelas dari hewan yang tak bertulang belakang yang termasuk dalam phylum Platyhelminthes. Monogenea memiliki arti sebagai dilahirkan sekali, hal ini mengacu pada siklus hidupnya yang sederhana (Williams dan Williams 1994) dan tanpa inang perantara (Lasee 2004). Pada infeksi yang berat, cacing dari kelas monogenea dapat membunuh ikan yang menjadi inangnya. Umumnya monogenea memiliki bentuk tubuh panjang dan transparan (Williams dan Williams 1994). Monogenea memiliki organ lampiran berbeda pada bagian belakang tubuh mereka (haptor) yang dilengkapi dengan kait atau klem khusus. Kait atau klem khusus ini dapat dipakai untuk menusuk epitel dan berpegangan pada inang. Sebagian besar monogenea berkembang biak dengan meletakkan telur yang menetaskan larva bersilia (onchomiracidia) dan cepat menjadi dewasa dan melekat pada inang (William dan William 1994). Ikan air tawar yang terserang monogenea akan terlihat lesu, berenang di dekat permukaan, mencari sisi kolam dan nafsu makan menjadi menurun. Insang terlihat bengkak dan pucat, laju respirasi meningkat dan ikan menjadi tidak 8

22 toleran terhadap oksigen yang rendah. Infeksi monogenea yang parah pada kulit dan insang dapat menyebabkan kerusakan hebat bahkan kematian. Investasi monogenea yang besar juga akan memicu terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri dan jamur (Klinger dan Floyd 2009). Monogenea memiliki dua sub kelas yaitu Monopisthocotylea dan Polyopisthocotylea. Monopisthocotylea merupakan salah satu subkelas dari monogenea. Cacing dari subkelas Monopisthocotylea memiliki organ tubuh sederhana dan biasanya satu haptor dengan 1-2 jangkar dengan lingkaran yang interkoneksi. Umumnya parasit cacing dari subkelas ini memiliki ukuran yang jauh lebih kecil daripada cacing dari subkelas Polyopisthocotylea. Parasit ini dapat ditemukan di kerokan permukaan kulit atau di insang yang diamati dengan menggunakan mikroskop (Wiliams dan Wiliams 1994). Pada infeksi cacing yang berat, kait cacing dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan insang serta meningkatkan produksi lendir. Kulit mungkin memiliki bercak putih terutama di belakang sirip. Ikan akan menunjukkan kebiasaan berupa menggosokkan tubuh mereka pada sisi kolam dan berenang dengan terlalu liar atau dengan lesu (Wiliams dan Wiliams 1994). Monopisthocotylea memiliki tiga ordo yaitu Capsalidea, Dactylogridea dan Gyrodactylidea (David 2010a), namun Monopisthocotylea yang menyerang insang ikan air tawar biasanya berasal dari ordo Dactylogridea dan Gyrodactylidea (Wiliams dan Wiliams 1994). Cacing parasitik pada Gambar 4 masuk ke dalam genus Gyrodactylus, Famili Gyrodactylidae, Ordo Gyrodactylidea, Sub Kelas Monopisthocotylea, Kelas Monogenea, Subphylum Neodermata, Phylum Platyhelminthes, Subkingdom Eumetazoa dan Kingdom Animalia (David 2010b). Gyrodactylus merupakan salah satu genus cacing parasit yang menginfeksi insang dari ikan air tawar. Cacing ini memiliki embrio yang sedang berkembang yang dapat terlihat di dalam saluran reproduksi cacing dewasa (parasit vivipar). 9

23 Gambar 4. Gyrodactylus sp. memiliki kait yang terletak pada embrio (E). The episthaptor (O) mengandung banyak kait dan jangkar. Perbesaran /xm (Yanong 2003). Strategi reproduksi ini memungkinkan populasi Gyrodactylus dapat menjadi banyak dengan cepat, terutama pemeliharaan di dalam sistem tertutup. (Klinger dan Floyd 2009). Gyrodactylus dewasa memiliki Ophisthaptor yang tidak mengandung batil isap, tetapi memiliki sederet kait-kait kecil berjumlah 16 buah di sepanjang tepinya dan sepanjang kait besar di tengah-tengah (Gusrina 2008). Dactylogyrus (Gambar 5) masuk dalam genus Dactylogyrus, Famili Dactylogyridae, Subordo Dactylogyrinea, Ordo Dactylogyridea, Subkelas Monopisthocotylea, Kelas Monogenea, Subphylum Neodermata, Phylum Platyhelminthes, Subkingdom Eumetazoa dan Kingdom Animalia (David 2010a). Gambar 5. Dactylogyrus (Jarkovskỳ et al dalam Abdullah 2009) Dactylogyrus dewasa memiliki ukuran mm. Dactylogyrus sering menyerang insang ikan air tawar, payau dan laut. Tubuh Dactylogyrus memiliki posterior haptor, 1-2 pasang kait besar dan 14 kait marginal (jangkar) yang 10

24 terdapat pada bagian posterior. Kepala Dactylogyrus memiliki 4 lobe dengan dua pasang mata yang terletak di daerah pharynx (Gusrina 2008). Cacing dari subkelas Polyopisthocotylea memiliki ukuran tubuh yang jauh lebih besar daripada cacing parasit Monopisthocotylea dan biasanya dapat dengan mudah dilihat dengan mata telanjang. Cacing dari subkelas ini memiliki haptor sederhana dengan organ perlekatan atau pengisap yang kompleks dan umumnya cacing ini memakan darah. Cacing parasit dari subkelas Polyopisthocotylea menghasilkan telur yang lebih sedikit dari pada cacing dari subkelas Monopisthocotylea. Namun cacing parasit dari subkelas Polyopisthocotylea lebih patogen dibandingkan cacing parasit dari subkelas Monopisthocotylea (Wiliams dan Wiliams 1994). Cacing parasit dari subkelas Polyopisthocotylea cenderung lebih umum hidup di lingkungan laut. Beberapa spesies dari subkelas Polyopisthocotylea yang berada di air tawar biasanya memiliki inang alami yang berasal dari laut. Peningkatan jumlah cacing yang menginfeksi inang yang sama tidak cepat namun kebiasaan memakan darah menyebabkan kerusakan serius pada inang (Wiliams dan Wiliams 1994). Diplectanum collinsi (Gambar 6) merupakan salah satu spesies yang berasal dari ordo Polyopisthocotylea. Diplectanum collinsi berasal dari genus Diplectanum, Famili Diplectanidae, Ordo Monopisthocotylea, Kelas Trematoda, filum Platyhelminthes, Kingdom Animalia (Marine Biological Laboratory 2003). Cacing parasit ini ditemukan di air tawar. Inang asli cacing parasit ini berasal dari laut, namun ia dapat hidup dengan menjadi parasit di beberapa ikan air tawar. Cacing ini memiliki Squamodisks yang menempati sebagian besar haptor. Lingkaran haptor berbentuk seperti bumerang dan memiliki dua pasang jangkar. Cacing ini memiliki ukuran panjang sekitar mm (Wiliams dan Wiliams 1994). Secara garis besar, Ikan dapat terjangkit dan tertular penyakit melalui air yang tercemar oleh penyakit, melalui gesekan atau kontak badan (mekanik) dengan ikan yang sakit, melalui peralatan yang digunakan dalam menangani ikan, terbawa oleh pakan hidup atau tumbuhan ke kolam baru (Afrianto dan Liviawati 1992). 11

25 Gambar 6. Diplectanum Collinsi (Wiliams dan Wiliams 1994). Cestoda atau cacing pita memiliki bentuk tubuh pipih seperti pita dan bersifat parasit pada saluran pencernaan vertebrata (Natadisastra dan Agoes 2005). Cestoda memiliki scolex yang dilengkapi dengan kait-kait, organ penghisap, atau keduanya. Skolex tersebut terdiri atas proglotida dengan tingkat kematangan yang berbeda pada tiap segmen. Semakin jauh proglotida dari leher maka proglotida itu semakin matang atau dewasa (Levine 1990). Cestoda merupakan cacing hemafrodit yaitu memiliki kelamin jantan juga kelamin betina. Cestoda memiliki siklus hidup yang kompleks sebab membutuhkan inang antara dalam siklus hidupnya. Ikan dapat menjadi inang perantara kedua atau dapat pula menjadi inang definitif tergantung pada jenis cestoda yang menyerang. Jika ikan adalah inang perantara, larva akan menembus keluar dari sistem pencernaan untuk pengembangan lebih lanjut dan menunggu sampai inang tersebut (ikan) dimakan oleh inang berikutnya (inang definitif). Jika ikan adalah inang definitif, cacing dewasa akan hidup dalam sistem pencernaan inang akhir tanpa melakukannya banyak kerugian (Aquafarmer 2004). Kehadiran cacing dewasa pada saluran cerna dapat menyebabkan penurunan berat badan dan perut menjadi kurus (Afrianto dan Liviawaty 1992). Sebab cacing akan menyerap nutrisi yang berada di usus ikan. Menurut Noble dan Noble (1989) digenea merupakan cacing parasit yang memiliki batil hisap berbentuk mangkuk dan lubang ekskretoris posterior. Batil hisap digenea ada dua yaitu batil hisap anterior atau batil hisap mulut dan asetabulum yang terletak di tengah tubuh cacing. Telur digenea yang menetas menjadi larva bersilia (mirasidium) akan dimakan oleh inang perantara pertama (biasanya siput). Mirasidium tersebut akan berubah menjadi sebuah sporosist. 12

26 Setiap sporosist parasit aseksual menghasilkan banyak larva (rediae) yang pada gilirannya menghasilkan larva infektif (serkaria) yang akan berenang meninggalkan siput. Serkaria ini akan menginfeksi inang perantara kedua, encyst, dan menjadi metaserkaria. Jika menemukan inang yang tepat (inang definitif), metasersaria akan berkembang menjadi cacing dewasa. Digenea merupakan parasit permanen pada banyak ikan laut, ikan air tawar, amfibi, reptil, mamalia dan burung. Tahap larva terjadi pada berbagai invertebrata dan vertebrata. Digenea dapat berada di dalam usus, perut, atau mulut, atau kadang-kadang paru-paru dan organ lainnya. Bentuk larva terjadi di hampir semua jaringan (Williams dan Williams 1996). 13

27 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Helmintologi Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan maskoki, akuades, NaCl fisiologis, Giemsa 10%, gliserol, etanol, xylol, dan pewarna Acetocarmine. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquarium, timbangan, alas bedah berupa gabus yang dilapisi plastik berwarna hitam, penggaris, tissue, gelas objek, gelas penutup, kertas label, botol plastik, alat bedah (gunting, pinset, dan skalpel), cawan petri, lemari pendingin bersuhu 4 ⁰C, pipet, mikroskop stereo, mikroskop cahaya, video mikrometer, dan jarum. Metode Penelitian 1. Isolasi Cacing Penelitian ini diawali dengan melakukan pemilihan lokasi pengambilan sampel ikan (di Pasar Anyar Bogor Tengah, di Batu Tulis Bogor Selatan dan Baranang Siang Bogor Timur) yang dilakukan secara acak dengan jumlah 10 ekor dari tiap lokasi. Ikan-ikan yang telah dipilih secara acak dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diberi air dan oksigen secukupnya lalu dibawa ke laboratorium. Sesampainya di laboratorium Helmintologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, ikan dimasukkan ke dalam aquarium dan dibiarkan semalaman dengan tujuan mengurangi stres. Keesokan harinya, satu demi satu ikan sampel ditimbang berat badannya menggunakan timbangan digital dan diukur panjang tubuhnya. Setelah diukur, ekor ikan digunting lalu dibuat ulas darah. Kemudian dibunuh dengan cara digunting bagian medulla oblogatanya. Setelah hewan mati, organ 14

28 insang dan saluran pencernaan dipisahkan dari tubuh lalu dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diisi NaCl Fisiologis. Cawan petri tersebut dimasukkan ke dalam lemari pendingin bersuhu 4 ⁰C minimal selama 10 jam dengan tujuan agar cacing tersebut dapat berelaksasi dan mengeluarkan kaitnya agar dapat terlepas dari organ insang dan saluran pencernaan. Cacing yang telah diisolasi dari sampel organ, dimasukkan ke dalam botol plastik berisi alkohol 70% dan ditambahkan 2 tetes gliserin dengan tujuan untuk mengurangi penguapan di dalam botol. Tahap selanjutnya yaitu dilakukan proses pewarnaan terhadap cacing parasitik. 2. Pewarnaan darah Pewarnaan darah ikan maskoki diawali dengan pembuatan preparat ulas darah lalu dilanjutkan dengan pewarnaan Giemsa. Pembuatan preparat ulas darah dilakukan dengan cara meneteskan darah pada gelas objek. Gelas objek kedua diletakkan dengan sudut 45º di atas gelas objek pertama, kemudian digeser ke belakang menyentuh darah sehingga darah menyebar. Gelas objek kedua kemudian digeser ke arah yang berlawanan sehingga membentuk suatu lapisan tipis darah. Preparat ulas darah dibiarkan kering. Setelah itu dilanjutkan dengan proses fiksasi dengan cara merendam preparat di dalam larutan metanol selama 5 menit, kemudian dikeringkan. Preparat kemudian dimasukkan ke dalam larutan Giemsa selama 30 menit setelah itu dicuci dan dikeringkan. Selanjutnya preparat diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000x (dengan minyak imersi), dan dilakukan penghitungan masing-masing jenis leukosit hingga mencapai jumlah 100 sel leukosit (AMC 2008). 3. Pewarnaan Cacing Spesimen cacing direndam dengan pewarnaan Acetocarmine selama 30 menit sampai 3 jam hingga spesimen berwarna merah cerah. Setelah perendaman, spesimen dibilas dengan etanol 70% dan direndam dengan larutan asam alkohol yang merupakan 99 bagian etanol 70% dan 1 bagian HCl selama 5-7 menit. Kemudian spesimen tersebut direndam dengan etanol secara bertingkat yaitu etanol 70%, 85%, 95%, dan absolute selama 5 menit untuk tujuan dehidratasi. Kemudian dilanjutkan dengan clearing yang terdiri dari lactophenol dan xylol untuk membuat spesimen transparan dan di mounthing dengan entelan. 15

29 Larutan Acetocarmine diperoleh dari 100 ml aquades dicampur dengan 100 ml asam asetat glasial. Kemudian ditambahkan bubuk lithium carmine ke dalam larutan tersebut hingga menjadi jenuh. Selanjutnya larutan tersebut dipanaskan pada suhu 90 0 C selama 15 menit dan ditambahkan etanol 70% sebanyak 200 ml ke dalam larutan tersebut (Yamaguti 1958). Spesimen cacing dibilas dengan etanol 70% dan direndam dengan larutan asam alkohol yang merupakan 99 bagian etanol 70% dan 1 bagian HCl selama 5-7 menit hingga menjadi warna merah. Kemudian spesimen tersebut direndam dengan etanol secara bertingkat yaitu etanol 70%, 85%, 95%, dan absolute selama 5 menit. Hal ini bertujuan untuk dehidratasi. Kemudian dilanjutkan dengan clearing yang terdiri dari lactophenol dan xylol untuk membuat spesimen transparan dan di mounting dengan Entellan. (Yamaguti 1958). Analisis Data Tingkat Infeksi Analisis data kecacingan dilakukan dengan penghitungan prevalensi (pendugaan proporsi) dari cacing parasit di sampel dan menggunakan rumus penghitungan statistik berupa jumlah ikan yang terinfeksi cacing parasitik dibagi dengan jumlah ikan yang diperiksa lalu hasil pembagian tersebut dikalikan dengan 100%. 16

30 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pemeliharaan Ikan Maskoki (Carassius auratus) Pengambilan sampel ikan maskoki dilakukan di tiga tempat berbeda di daerah bogor, yaitu Pasar Anyar Bogor Tengah, Batu Tulis Bogor Selatan dan Baranang Siang Bogor Timur. Dari ketiga lokasi pengambilan sampel ikan maskoki tersebut diketahui bahwa ikan maskoki dipelihara pada kondisi yang tidak berbeda jauh (Tabel 2). Namun ikan maskoki di Bogor Tengah ditempatkan di satu akuarium tanpa diberi tanaman hias, sedangkan ikan maskoki di Bogor Timur dan Bogor Selatan ditempatkan pada satu akuarium bersama ikan hias jenis lain. Tabel 2 Kondisi pemeliharaan ikan maskoki No Parameter Bogor Tengah Bogor Selatan Bogor Timur Tempat pemeliharaan Aerator Hiasan aquarium Asal air Makanan Akuarium Ada Tidak ada Sumur Pelet Ikan Akuarium Ada Tanaman Hias Sumur Pelet Ikan Akuarium Ada Tanaman Hias Sumur Pelet Ikan Prevalensi Kecacingan Pada Ikan Maskoki Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki di Bogor disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor No. Lokasi Pengambilan Jumlah Ikan yang diperiksa Prevalensi cacing di insang (%) Prevalensi cacing di usus (%) Bogor Tengah Bogor Selatan Bogor Timur Ikan maskoki di Pasar Anyar Bogor Tengah, Batu Tulis Bogor Selatan dan Baranang Siang Bogor Timur memiliki nilai prevalensi kecacingan sebesar 100% di insang dan 0% di usus. Berdasarkan kategori yang dikembangkan oleh Williams dan Williams (1996), tingkat prevalensi kecacingan pada insang ikan maskoki tersebut masuk ke dalam kategori infeksi always (99-100%). Sedangkan 17

31 tingkat prevalensi kecacingan pada usus ikan maskoki masuk kedalam kategori infeksi almost never (<0.01). Tingkat prevalensi kecacingan yang tinggi di insang mungkin dikarenakan insang ikan bersentuhan langsung dengan lingkungan luar (air), sehingga kemungkinan cacing parasit insang yang ada di lingkungan dapat menempel pada insang. Nilai prevalensi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor eksterinsik. Faktor intrinsik berupa kekebalan individu, jenis kelamin, dan ukuran tubuh ikan. Sementara itu, faktor eksterinsik berupa kualitas air, kualitas sanitasi kolam, dan populasi ikan yang terlalu padat (Noble & Noble 1989). Identifikasi Cacing Parasitik pada Ikan Maskoki (Carassius auratus) Hasil dari identifikasi cacing Parasitik Pada Ikan Maskoki adalah insang ikan maskoki dari Pasar Anyar Bogor Tengah terinfeksi oleh cacing parasitik dari kelas Monogenea yaitu Dactylogyrus sp. (gambar 1A, 1B, 1C) dan cacing dari subkelas Monophytochotylea (1D). Sedangkan insang ikan maskoki dari Batu Tulis Bogor Selatan dan Baranang Siang Bogor Timur terinfeksi oleh Dacytylogyrus sp. (gambar 2A dan 2B untuk Batu Tulis Bogor Selatan, Gambar 3A dan 3B untuk Baranang Siang Bogor Timur). Cacing cacing parasit (Cacing gambar 1A, 1B,1C, 2A, 3A, 3B) teridentifikasi sebagai Dacytylogyrus sp. karena memiliki seperti kepala kelenjar, 2 pasang spot mata, garis haptor, 1-2 pasang kait utama dan beberapa pasang jangkar (kait marginal) di bagian opishaptor seperti Dacytylogyrus sp. pada umumnya. Cacing parasitik (Gambar 2B) awalnya sulit teridentifikasi dikarenakan bagian anterior cacing tersebut terlipat. Namun, adanya dua pasang kait, dua pasang spot mata, dan bagian anterior yang diperkirakan memiliki kepala kelenjar menyebabkan cacing ini teridentifikasi sebagai Dactylogyrus sp.. Cacing-cacing yang ditemukan memiliki bentuk anterior dan posterior yang mirip satu sama lain yang membedakan adalah bentuk kait, ukuran panjang dan lebar tubuh. Hal tersebut mungkin dikarenakan cacing-cacing yang ditemukan merupakan spesies yang berbeda. Identifikasi cacing parasit belum dapat dilakukan hingga tingkat spesies dikarenakan organ dalam preparat yang tidak begitu jelas. 18

32 1B 1C Kait Utama 2A 2B 3A 3B Gambar 7 Cacing-cacing parasitik yang berada di insang ikan maskoki 1A) Dactylogyrus sp.; 1B) Dactylogyrus sp.; 1C) Dactylogyrus sp.; 1D) Monopisthocotylea; 2A) Dactylogyrus sp.; 2B) Dactylogyrus sp.; 3A) Dactylogyrus sp.; 3B) Dactylogyrus sp.. 19

33 Cacing pada gambar 1D memiliki haptor serta kait pada bagian ujung posterior tubuh seperti pada cacing-cacing pada kelas monogenea. Cacing tersebut juga memiliki satu pasang kait dan 2 pasang spot mata seperti cacing dari genus Dactylogyrus namun karena bentuk mulut penghisap yang berbeda menyebabkan cacing ini tidak dapat digolongkan ke dalam genus Dactylogyrus. Walaupun begitu, cacing parasitik ini (Gambar 1D) masih masuk ke dalam subkelas Monopisthocotylea karena memiliki posisi mulut di ventral. Infeksi yang berat dari Monogenea baik itu Dactylogyrus sp. maupun cacing dari subkelas Monophytochotylea dapat menyebabkan hiperplasia epitel, hancurnya epitel insang dan hipersekresi lendir yang menyebabkan terganggunya pertukaran oksigen sehingga menyebabkan terjadinya kematian karena sesak nafas. Selain itu, keberadaan parasit Monogenea juga dapat meyebabkan terjadinya lesi sekunder oleh jamur, bakteri, dan mikroorganisme lain. Infestasi yang berat biasanya disebabkan oleh sanitasi yang buruk, kualitas air yang buruk, atau aliran air yang tidak memadai. Walaupun demikian, cacing parasit Monogenea trematoda tidak bersifat zoonosis (Kent dan Fournie 2007). Dactylogyrus sp. merupakan cacing parasit yang melekat pada insang ikan air tawar. Cacing parasit tersebut dapat menyerang insang dari ikan maskoki, ikan mas, Fundulus grandis, dan spesies lainnya. Ikan yang terinfeksi dalam jumlah besar dapat menunjukkan tanda-tanda klinis berupa gerakan pernapasan yang cepat, menjadi lesu, berenang di dekat permukaan, dan menolak makanan. Infeksi oleh Dactylogyrus sp. dengan jumlah cacing parasit yang tinggi akan mempengaruhi kesehatan ikan dan dapat menyebabkan kematian (Kent dan Fournie 2007). Keadaan tersebut menyebabkan gangguan contohnya kerugian pada budidaya ikan. Jumlah Cacing Parasitik pada Ikan Maskoki (Carassius auratus) Jumlah cacing parasitik pada ikan maskoki dari Pasar Anyar Bogor tengah, Batu Tulis Bogor Selatan dan Baranang Siang Bogor Timur dapat diamati pada Tabel 4. 20

34 Tabel 4 Jumlah cacing pada ikan di Bogor No Lokasi Berat Badan ikan (gr) Panjang tubuh ikan (cm) Ʃ Cacing di insang (ekor) Ʃ Cacing di usus (ekor) 1. Bogor Tengah 20.28± ± ± Bogor Selatan Bogor Timur 9.32± ± ± ± ± ± Tabel 4 menunjukkan bahwa ikan maskoki yang berasal dari Bogor Tengah memiliki ukuran tubuh yang paling besar dan memiliki rata-rata jumlah cacing paling banyak jika dibandingkan dengan ikan sampel dari Bogor Selatan dan Bogor Timur. Menurut Ozer dan Ozturk (2005), ikan berukuran besar memiliki jumlah parasit yang lebih banyak. Ukuran tubuh yang besar akan memberikan area permukaan insang yang lebih luas untuk parasit, peningkatan aliran air yang lebih tinggi dan ketersediaan makanan yang lebih banyak. Keberadaan cacing parasit di ikan juga bergantung pada tingkat stres dan imunitas dari tiap individu ikan. Timbulnya stres akan mempengaruhi kemampuan ikan untuk secara efektif melindungi diri terhadap infeksi parasit. Imunitas ikan yang rendah akan menyebabkan ikan dapat terinfeksi parasit dalam jumlah banyak. Selain stres dan imunitas, faktor intrinsik seperti umur ikan juga akan mempengaruhi kecacingan. Menurut Noble dan Noble (1989), semakin tua inang akan semakin resisten. Inang yang lebih tua dapat mengandung jumlah parasit yang lebih besar. Ikan muda memiliki respon antibodi yang lebih lambat karena imunitas bawaan pada hewan muda belum cukup untuk menghadapi ektoparasit yang ada di lingkungan karena belum cukup berkembang (Abdulghani et al 2009). Menurut Reed et al. (2009) salah satu pencegahan yang efektif untuk menghilangkan parasit patogen pada ekspor dan impor ikan hidup adalah dengan dilakukannya karantina. Saat karantina, perlu dilakukan biopsi pada ikan hidup tersebut untuk mengidentifikasi cacing parasit. Untuk mengurangi atau meminimalkan jumlah cacing parasitik monogenea pada ikan air tawar, ikan dapat dimasukkan ke dalam air garam selama 30 menit. Perlakuan tersebut akan menyebabkan pengurangan jumlah parasit bahkan kematian parasit karena ketidakmampuan parasit dalam mentoleransi salinitas. Dengan adanya adaptasi lingkungan maka inang menjadi saling toleran terhadap parasitnya. 21

35 Sel Leukosit Ikan Maskoki (Carassius auratus) Leukosit pada ikan maskoki terdiri dari sel limfosit, sel neutrofil, sel eosinofil, sel monosit, dan sel basofil. Pengamatan terhadap diferensial sel leukosit dilakukan untuk mengetahui komposisi dari leukosit. Tabel 5 Diferensial Leukosit ikan maskoki No Diferensial leukosit Bogor Tengah Bogor Selatan Bogor Timur Leukosit Normal Ikan Maskoki (%) Watson Loewenthal Lewbart (1963) (1930) (2006) 1. Limfosit 31.7± ± ± ( ) ( ) ( ) 2. Neutrofil 32.5± ± ± ( ) ( ( ) 3. Eosinofil 24.9± ± ± (9.5-42) ( ) ( ) 4. Monosit 10.9±3.1 ( ) 4.4±2.1 (1.5-10) 5±5.2 (0.5-18) Basofil Menurut Loewenthal (Loewenthal 1930, diacu dalam Stoskopf 1993), persentase leukosit normal ikan maskoki berupa 10.5% neutrofil, 0.5% basofil, 73% Limfosit, 8.6% monosit dan 8% eosinofil. Menurut Watson (Watson 1930, diacu dalam Stoskopf 1993), ikan maskoki memiliki kisaran leukosit normal berupa 5% neutrofil, 0.2% basofil, 92% limfosit dan 2% eosinofil. Sedangkan menurut Lewbart (2006) ikan maskoki memiliki 29% neutrofil, nilai limfosit sebesar 70% dan nilai monosit sebesar 1%. Jumlah sel limfosit sampel ikan maskoki dari Bogor Tengah sebesar 31.7%, 49.5% untuk sampel ikan dari Bogor Selatan, dan 34.9% untuk sampel ikan dari Bogor Timur. Persentase tersebut dinilai jauh lebih rendah dari persetase sel limfosit ikan maskoki normal baik menurut Loewenthal (Loewenthal 1930, diacu dalam Stoskopf 1993) yaitu 73%, Watson (Watson 1930, diacu dalam Stoskopf 1993) yaitu 92%, dan menurut Lewbart (2006) yaitu 70%. Ikan maskoki dari Bogor Tengah memiliki jumlah sel eosinofil sebesar 24.9%, ikan dari Bogor Selatan memiliki jumlah sel eosinofil 20.2%, dan ikan dari Bogor Timur memiliki jumlah sel eosinofil sebesar 23.6%. Jumlah sel eosinofil tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah sel eosinofil normal. 22

36 Jumlah sel neutrofil ikan maskoki dari Bogor Tengah sebesar 32.5%, 23.1% untuk ikan dari Bogor Selatan, dan 36.5% untuk ikan dari Bogor Timur. Persentase tersebut dinilai lebih tinggi dari persetase sel neutrofil ikan maskoki normal menurut Loewenthal (Loewenthal 1930, diacu dalam Stoskopf 1993) yaitu 10.5% dan menurut Watson (Watson 1930, diacu dalam Stoskopf 1993) yaitu 5%. Ikan maskoki dari Bogor Tengah memiliki 10% sel monosit, ikan dari Bogor Selatan memiliki jumlah sel monosit 4.4%, dan ikan dari Bogor Timur memiliki jumlah sel monosit sebesar 5%. Dari hasil penelitian didapatkan 0% untuk semua sel basofil baik dari ikan maskoki Bogor Tegah, Bogor Selatan maupun Bogor Timur. Menurut Hrubec dan Smith (2010). Kehadiran sel basofil jarang dilaporkan. Hal ini dikarenakan jumlah sel basofil yang rendah atau dikarenakan morfologi sel basofil yang tidak terawetkan dengan baik pada preparat yang difiksasi dengan alkohol. Identifikasi sel basofil paling baik dengan menggunakan acid toluidine blue stain. Jika dibandingkan antara hasil penelitian dengan diferensial sel leukosit normal menurut Loewenthal (Loewenthal 1930, diacu dalam Stoskopf 1993) serta Watson (Watson 1930, diacu dalam Stoskopf 1993) dan Lewbart (2006) ditemukan bahwa diferensial sel leukosit sampel ikan mengalami peningkatan sel eosinofil dan peningkatan sel neutrofil. Hal tersebut dapat dikarenakan ikan maskoki terinfestasi cacing parasit (Tabel 3). Kecacingan dapat memberikan pengaruh pada leukosit berupa peningkatan persentase sel eosinofil. Kecacingan juga dapat menyebabkan stres yang akan meningkatkan persentase sel neutrofil serta akan menurunkan persentase sel limfosit dari kisaran normal. Hal tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Martins et al. (2004) bahwa infestasi cacing parasitik dapat menyebabkan terjadinya neutrofilia dan eosinofilia pada ikan yang terinfeksi. Kehadiran cacing parasit dapat menyebabkan kerusakan pada lamela insang dan menimbulkan stres. Menurut Menurut Hrubec dan Smith (2010), stres dan inflamasi dapat menyebabkan peningkatan jumlah sel neutrofil. Hal ini mungkin didukung oleh fungsi sel neutrofil sebagai pertahanan pertama tubuh terhadap banyak infeksi (Brooker 2005). Fagosit akan menyerang cacing dan melepaskan 23

37 bahan mikrobisidal untuk membunuh parasit yang terlalu besar untuk dimakan. Banyak juga cacing yang memiliki lapisan permukaan yang tebal sehinga resisten terhadap mekanisme sitosidal neutrofil dan makrofag (Baratawidjaja 2006). Hal tersebut diantisipasi tubuh dengan memunculkan sel eosinofil sebagai pertahanan tubuh spesifik terhadap kecacingan. Cacing dapat merangsang produksi antibodi nonspesifik. Selanjutnya eosinofil diaktifkan dan mensekresikan granul enzim yang menghancurkan parasit. sel Eosinofil lebih efektif dibandingkan leukosit lain karena sel eosinofil memiliki granul yang lebih toksik jika dibandingkan dengan enzim proteoilitik dan ROI (Reactive Oxygen Intermediates) yang diproduksi neutrofil dan makrofag (Baratawidjaja 2006). 24

38 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sampel ikan maskoki yang diperiksa positif mengalami kecacingan pada insang dengan nilai prevalensi kecacingan yaitu 100%. Tingkat infestasi parasit cacing di usus ikan maskoki adalah 0%. Jenis cacing parasitik yang menyerang insang berasal dari subkelas monogenea berupa Dactylogyrus sp. dan cacing dari subkelas Monopisthocotylea. Hasil perhitungan leukosit menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan jumlah sel eosinofil dan sel neutrofil yang disebabkan oleh adanya infeksi cacing parasit. Saran 1. Pembudidayaan ikan maskoki perlu dilakukan dalam lingkungan yang terjaga kebersihan lingkungan pemeliharaannya. Hal tersebut dilakukan agar terhindar dari cacing parasit yang dapat mengganggu kesehatan dari ikan maskoki. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan kepadatan populasi ikan maskoki terhadap infeksi cacing parasitik. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh lingkungan pemeliharaan seperti kualitas air, jenis makanan terhadap kecacingan pada ikan maskoki. 25

39 DAFTAR PUSTAKA Abdulghani N, Nurhayati APD, Nugraha MA Derajat infeksi Argulus sp. Pada ikan maskoki (Carassius auratus) di desa Bangoan kecamatan Kedungwaru kabupaten Tulungagung. BSS 1:1-8. Abdullah SMA Additional Records of Dactylogyrus (Monogenea) from Some Cyprinid Fishes From Darbandikhan Lake Iraq. Jordan Journal of Biological Sciences 2: Afrianto E, Liviawaty E Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. [AMC] Aqualex Multimedia Consortium Basic Techniques in Fish Haematology. [terhubung berkala]. elearning/fish_haematology/english/index.html. [12 Februari 2011]. Anshary H Tingkat infeksi parasit pada ikan mas koi (Cyprinus carpio) pada beberapa lokasi budidaya ikan hias di Makassar dan Gowa (Parasitic Infections Of Koi Carp Cultured In Makassar And Gowa). K. Sains & Teknologi 8: Aquafarmer Tapeworms (Cestoda). [Terhubung berkala] is/ ~aquafarmer/node1. html [13 Oktober 2011] Bachtiar Y, Tim Lentera Mencegah Maskoki Mudah Mati. Jakarta: Agromedia Pustaka. Baratawidjaja KG Imonologi Dasar Edisi Ke-7. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Brooker C Churchill Livingstone s Mini Encyclopaedia Of Nursing 1 st edition. Elsevier Ltd: Singapura. Campbell NA Reece JB, Mitchell LG Biologi Jilid 3 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. David G. 2010a. Dactylogyrus. Fauna europaea versi 2.4. [terhubung berkala]. [14 Mei 2011]. David G. 2010b. Gyrodactilus. Fauna europaea versi 2.4. [terhubung berkala] [14 Mei 2011]. FAO Diagnostics, Prevention And Therapy Of Fish Diseases And Intoxications. [Terhubung berkala] /AC160E/AC160E03.htm [14 Mei 2011]. Freyhof, Jorg Carassius auratus. Fauna Europaea version 2.4, [14 Mei 2011]. 26

40 Gao Z et al Haematological characterization of loach Misgurnus anguillicaudatus: Comparison among diploid, triploid and tetraploid specimens. Elsevier 147: Gusrina Budidaya Ikan Jilid 3. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Hrubec TC, Smith SA Hematology of Fishes. Di dalam: Weiss DJ dan Wardrop KJ, editor. Schalm s Veterinary Hematology Sixth Edition: Hematology of fishes. Singapure: Wiley-Blackwell. Hlm Iskandar, Sitanggang M Memilih dan merawat Maskoki Impor Berkualitas. Jakarta: Agromedia Pustaka. Kent ML, Fournie JW Parasites of fishes. Di dalam Baker ED, editor: Flynn s Parasites Of Laboratory Animals. Ed ke-2. State avenue: Blackwell publishing. Khanna DR, Yadav PR Biology of Fishes. New delhi: Discovery Publishing House. Klinger RE, Floyd RF Introduction to Freshwater Fish Parasites 1. University of Florida IFAS Extension; CIR716. Lasee B Parasitology Capter 8 on Laboratory NWFHS Procedures Manual. Ediki ke-2. [terhubung berkala]. /aquatichandbook/volume_2/chapter8parasitology.pdf [10 Feb 2011]. Levine ND Buku Ajar Protozoologi Verteriner. Ashadi G, Penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Textbook of Veterinary Parasitology. [Marine Biological Laboratory] Universal Biological Indexer and Organizer. [terhubung berkala]. classifications.php?concept ID= &expand=1&namebankID= [14 Mei 2011]. Martins ML, Dias MT, Fujimoto RY, Onaka EM, Nomura DT Hematological alteration of Leporinus macrocephalus (Osteichtyes: Anostomidae) naturally infected by Goezia leporini (Nematoda: Anisakidae) in fish pond. Arq. Bras Med Vet Zootec 56(5): Natadisastra D, Agoes R Parasitologi kedokteran. EGC: Jakarta Noble ER, Noble GA Parasitology. Di dalam: Soeripto N, editor. The Biology of animal parasites. Edisi ke-5. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 27

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pemeliharaan Ikan Maskoki (Carassius auratus) Pengambilan sampel ikan maskoki dilakukan di tiga tempat berbeda di daerah bogor, yaitu Pasar Anyar Bogor Tengah, Batu Tulis Bogor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio) 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Spesies Kingdom : Animalia Filum : Chordata Class

Lebih terperinci

(Infestation of Parasitic Worm at Mujair s Gills (Oreochromis mossambicus)) ABSTRAK

(Infestation of Parasitic Worm at Mujair s Gills (Oreochromis mossambicus)) ABSTRAK ACTA VETERINARIA INDONESIANA ISSN 2337-3202, E-ISSN 2337-4373 Vol. 1, No. 1: 8-14, Januari 2013 Penelitian Infestasi Cacing Parasitik pada Insang Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) (Infestation of Parasitic

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Prevalensi Kecacingan Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan bawal air tawar dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Tingkat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. B. Alat

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Bahan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Bahan Alat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2009 sampai dengan April 2010. Sampel diperoleh dari Kepulauan Seribu. Identifikasi cacing parasitik dilakukan di

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT DAN ENDOPARASIT PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus Linn) Di KOLAM BUDIDAYA PALEMBANG,SUMATERA SELATAN

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT DAN ENDOPARASIT PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus Linn) Di KOLAM BUDIDAYA PALEMBANG,SUMATERA SELATAN IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT DAN ENDOPARASIT PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus Linn) Di KOLAM BUDIDAYA PALEMBANG,SUMATERA SELATAN Erwin Nofyan 1, Moch Rasyid Ridho 1, Riska Fitri 1 Jurusan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Identifikasi Parasit Jenis parasit yang ditemukan adalah Trichodina (Gambar 2), Chilodonella (Gambar 3), Dactylogyrus (Gambar 4), Gyrodactylus (Gambar 5), dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA PENELITIAN

BAHAN DAN METODA PENELITIAN 10 BAHAN DAN METODA PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Sampel ikan diambil dari beberapa lokasi yang mewakili perairan Indonesia bagian Selatan (Selat Sunda, Bali, dan Nusa Tenggara Timur) yang terletak

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. B.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan di penangkaran PT. Mega Citrindo di Desa Curug RT01/RW03, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Entomologi Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Persentase Parasit Darah Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo 2.1.1. Taksonomi Klasifikasi atau pengelompokkan ikan lele dumbo menurut Bachtiar (2007) adalah sebagai berikut : Filum Kelas Sub kelas Ordo Sub ordo Famili

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data KKP menunjukkan bahwa produksi ikan mas pada tahun 2010 mencapai 282.695 ton, dengan persentasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. strain baru ikan maskoki yang tersebar di seluruh dunia (Lingga dan Susanto

TINJAUAN PUSTAKA. strain baru ikan maskoki yang tersebar di seluruh dunia (Lingga dan Susanto TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Mas Koki Ikan maskoki (Carassius auratus) merupakan salah satu ikan hias populer dan banyak penggemar. Kelebihan dari ikan ini adalah karena strainnya tidak mirip dengan aslinya.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada April hingga Juni 2008. Isolasi dan identifikasi bakteri, cendawan serta parasit dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitemia Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur tertunas (TET). Namun terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas perairan sekitar 5,8 juta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas perairan sekitar 5,8 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan luas perairan sekitar 5,8 juta km 2, sehingga memiliki potensi perikanan baik laut maupun tawar (Anonimous, 2010). Permintaan

Lebih terperinci

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22 Dikenal sebagai nila merah taiwan atau hibrid antara 0. homorum dengan 0. mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair. Ikan

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Intensitas Trichodina sp pada Ukuran Ikan Nila yang Berbeda

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Intensitas Trichodina sp pada Ukuran Ikan Nila yang Berbeda BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Intensitas Trichodina sp pada Ukuran Ikan Nila yang Berbeda Hasil pengamatan secara mikroskopis yang dilakukan terhadap 90 ekor sampel ikan nila (Oreochromis nilotica),

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Morfologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Klasifikasi ikan lele dumbo menurut Saanin (1984) dalam Hadiroseyani et al. (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia.

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. A. WAKTU BEKU DARAH Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. Prinsip Darah yang keluar dari pembuluh darah akan berubah sifatnya, ialah dari sifat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kandang Fapet Farm dan analisis proksimat bahan pakan dan pemeriksaan darah dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

TEKNIK DIAGNOSTIK IKAN

TEKNIK DIAGNOSTIK IKAN TEKNIK DIAGNOSTIK IKAN PENCATATAN SEJARAH IKAN Supaya kegiatan budidaya ikan yang kita jalani dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka dalam kegiatan budidaya terdapat beberapa hal yang harus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI 2016 PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI LABORATORIUM JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI AS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR I. IDENTIFIKASI EKTOPARASIT A. Pengantar Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kerbau lumpur betina, diperoleh jumlah rataan dan simpangan baku dari total leukosit, masing-masing jenis leukosit, serta rasio neutrofil/limfosit

Lebih terperinci

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba 3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Mei 2011, bertempat di kandang pemuliaan ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. a b C d

TINJAUAN PUSTAKA. a b C d TINJAUAN PUSTAKA Ikan Nila BEST (Oreochromis niloticus) Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar yang berasal dari Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya. Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Road-map Penelitian

Lampiran 1. Road-map Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Road-map Penelitian Persiapan Penelitian Persiapan wadah dan ikan uji Bak ukuran 40x30x30cm sebanyak 4 buah dicuci, didesinfeksi, dan dikeringkan Diletakkan secara acak dan diberi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta KESEHATAN IKAN Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta Penyakit adalah Akumulasi dari fenomena-fenomena abnormalitas yang muncul pada organisme (bentuk tubuh, fungsi organ tubuh, produksi lendir,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perkembangan usaha budidaya ikan air tawar di Indonesia. merupakan salah satu sektor usaha yang sangat potensial, sehingga

PENDAHULUAN. Perkembangan usaha budidaya ikan air tawar di Indonesia. merupakan salah satu sektor usaha yang sangat potensial, sehingga PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan usaha budidaya ikan air tawar di Indonesia merupakan salah satu sektor usaha yang sangat potensial, sehingga memberikan peranan yang nyata dalam pembangunan perikanan

Lebih terperinci

INFESTASI CACING PARASITIK PADA INSANG IKAN TONGKOL (Euthynnus sp.) SIONITA GLORIANA GUNAWAN

INFESTASI CACING PARASITIK PADA INSANG IKAN TONGKOL (Euthynnus sp.) SIONITA GLORIANA GUNAWAN INFESTASI CACING PARASITIK PADA INSANG IKAN TONGKOL (Euthynnus sp.) SIONITA GLORIANA GUNAWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK SIONITA GLORIANA GUNAWAN. B04104180. Infestasi

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani²

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² ¹Mahasiswa Program S1 Biologi ²Dosen Bidang Zoologi Jurusan Biologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Gurami Menurut Saanin (1984) ikan gurami dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Sub Kelas

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2008 sampai dengan bulan Juli 2009 di Kolam Percobaan Babakan, Laboratorium Pengembangbiakkan dan Genetika Ikan

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak II. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit, kapasitas serap

Lebih terperinci

HAMA DAN PENYAKIT IKAN

HAMA DAN PENYAKIT IKAN HAMA DAN PENYAKIT IKAN I. MENCEGAH HAMA DAN PENYAKIT IKAN Hama dan penyakit ikan dapat dibedakan berdasarkan penyerangan yaitu hama umumnya jenis organisme pemangsa (predator) dengan ukuran tubuh lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2012. Pengamatan berat telur, indeks bentuk telur, kedalaman kantung udara, ketebalan kerabang, berat kerabang

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Morfologi ikan bawal air tawar (C. macropomum)

Gambar 2.1. Morfologi ikan bawal air tawar (C. macropomum) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Ikan Bawal Air Tawar (C.macropomum) Ikan bawal air tawar (C.macropomum) atau lebih dikenal dengan sebutan tambaqui adalah ikan introduksi yang berasal dari Amerika

Lebih terperinci

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi, Waktu dan Lokasi Penelitian 1. Materi Penelitian Bahan yang akan digunakan meliputi ikan plati, kultur mikroorganisme yang diisolasi dari asinan sawi, Paramaecium sp.,

Lebih terperinci

GAMBARAN DARAH IKAN II (SDP, AF DAN DL)

GAMBARAN DARAH IKAN II (SDP, AF DAN DL) Laporan Praktikum ke-3 Hari/Tanggal : Jumat/ 17 Maret 2017 m.k Manajemen Kesehatan Kelompok : VII Organisme Akuatik Asisten : Niar Suryani GAMBARAN DARAH IKAN II (SDP, AF DAN DL) Disusun oleh: Nuralim

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Menurut Williamson dan Payne (1993),

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Patin Menurut Mahyuddin (2010), ikan patin dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Sub Kelas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung tepatnya di Laboratorium Pembenihan Kuda

Lebih terperinci

Lampiran 1. Road-map Penelitian

Lampiran 1. Road-map Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Road-map Penelitian Persiapan Penelitian Persiapan wadah dan ikan uji (15-30 Agustus 2013) Bak ukuran 45x30x35cm sebanyak 4 buah dicuci, didesinfeksi, dan dikeringkan Diletakkan secara

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 TUJUAN Mampu membuat, mewarnai dan melakukan pemeriksaan mikroskpis sediaan darah malaria sesuai standar : Melakukan

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ternak Itik Itik ( Anas sp.) merupakan unggas air yang cukup dikenal masyarakat. Nenek moyangnya berasal dari Amerika Utara dan merupakan itik liar ( Anas moscha) atau Wild

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 2 Februari 2016 ISSN: 2302-3600 IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada saat diisolasi dari ikan, sel trophont menunjukan pergerakan yang aktif selama 4 jam pengamatan. Selanjutnya sel parasit pada suhu kontrol menempel pada dasar petri dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut (Saanin, 1984 dalam Mones, 2008):

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut (Saanin, 1984 dalam Mones, 2008): II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) Klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut (Saanin, 1984 dalam Mones, 2008): Kingdom Filum Sub-filum Kelas Ordo Sub-ordo Famili Sub-famili Genus Spesies

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Jumlah Leukosit Data perhitungan terhadap jumlah leukosit pada tikus yang diberikan dari perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 6. Rata-rata leukosit pada tikus dari perlakuan

Lebih terperinci

GAMBARAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR YULIA ERIKA

GAMBARAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR YULIA ERIKA GAMBARAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR YULIA ERIKA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 GAMBARAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara umum A. salmonicida merupakan penyebab utama penyakit infeksi pada ikanikan salmonid yang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PROTOZOA PARASITIK PADA KULIT, INSANG DAN USUS IKAN MAS (Cyprinus carpio) dan IKAN NILA (Oreochromis sp) DI PASAR EMPANG, BOGOR

IDENTIFIKASI PROTOZOA PARASITIK PADA KULIT, INSANG DAN USUS IKAN MAS (Cyprinus carpio) dan IKAN NILA (Oreochromis sp) DI PASAR EMPANG, BOGOR IDENTIFIKASI PROTOZOA PARASITIK PADA KULIT, INSANG DAN USUS IKAN MAS (Cyprinus carpio) dan IKAN NILA (Oreochromis sp) DI PASAR EMPANG, BOGOR HENDRO KARNO B04103090 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang diindikasikan mampu menyerang semua spesies ikan baik ikan air tawar maupun air laut, tergolong hama penyakit

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Koi 2.1.1 Klasifikasi Klasifikasi merupakan pengelompokkan makhluk hidup berdasarkan ciri yang dimilikinya. Klasifikasi adalah lanjutan dari identifikasi. Nenek moyang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan penularannya melalui tanah. Di Indonesia terdapat lima species cacing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN. (Penyesuaian Hewan Poikilotermik Terhadap Oksigen Lingkungan)

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN. (Penyesuaian Hewan Poikilotermik Terhadap Oksigen Lingkungan) LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN (Penyesuaian Hewan Poikilotermik Terhadap Oksigen Lingkungan) Disusun oleh : Aida Fitriah (1110016100006) Musliyadi (1110016100025) Qumillailah (1110016100026) Izkar Sobhah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus var) Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah sebagai berikut : Phylum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada tahun Ikan nila merupakan ikan konsumsi air tawar yang diminati oleh

I. PENDAHULUAN. pada tahun Ikan nila merupakan ikan konsumsi air tawar yang diminati oleh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus L.) adalah ikan yang hidup di air tawar dan berasal dari Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya. Ikan nila mulai didatangkan ke Bogor

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin TINJAUAN PUSTAKA Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2012. Persiapan telur tetas dan penetasan dilaksanakan di Laboratorium Penetasan Telur, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN ORGAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus VIKA YUNIAR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA. B.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU BAB 1 PENDAHULUAN

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan hias merupakan satu komoditas ekonomi non migas yang potensial dengan permintaan semakin meningkat baik di dalam maupun di luar negri (Dewontoro, 2001). Keindahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian adalah penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten Purbalingga.

Lebih terperinci

MAKALAH BIOLOGI HEWAN VERTEBRATA DAN INVERTEBRATA. Disusun Oleh : Ira Melita Kelas : XII. IPA. 1

MAKALAH BIOLOGI HEWAN VERTEBRATA DAN INVERTEBRATA. Disusun Oleh : Ira Melita Kelas : XII. IPA. 1 MAKALAH BIOLOGI HEWAN VERTEBRATA DAN INVERTEBRATA Disusun Oleh : Ira Melita Kelas : XII. IPA. 1 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA MADRASAH ALIYAH NEGERI SURADE 2016 KATA PENGANTAR Assallamu alaikum

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2 III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei hingga November 2006 di Laboratorium Kesehatan Ikan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi dan Laboratorium

Lebih terperinci

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan ii EFEKTIFITAS EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) DENGAN PELARUT AIR HANGAT TANPA EVAPORASI DAN KAJIAN DIFFERENSIAL LEUKOSIT PADA AYAM YANG DIINFEKSI DENGAN Eimeria tenella DENY HERMAWAN

Lebih terperinci

MAKALAH SISTEM RESPIRASI PADA IKAN

MAKALAH SISTEM RESPIRASI PADA IKAN MAKALAH SISTEM RESPIRASI PADA IKAN OLEH : MUSTAIN FAKULTAS BUDIDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PERIKANAN PONTIANAK 2012 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memerlukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sediaan mikroteknik atau yang juga dikenal sebagai sediaan Histologi.

BAB I PENDAHULUAN. sediaan mikroteknik atau yang juga dikenal sebagai sediaan Histologi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pengetahuan mengenai anatomi mikroskopis baik tentang hewan maupun tumbuhan banyak diperoleh dari hasil pengembangan sediaan mikroteknik atau yang juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Lele Sangkuriang Lele Sangkuriang merupakan jenis lele hasil perbaikan genetik melalui cara silang balik (back cross) antara induk betina generasi kedua (F2) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ikan mas tergolong dalam jenis ikan air tawar. Ikan mas terkadang juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ikan mas tergolong dalam jenis ikan air tawar. Ikan mas terkadang juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ikan mas tergolong dalam jenis ikan air tawar. Ikan mas terkadang juga dapat ditemukan pada perairan payau atau muara sungai. Ikan mas tergolong jenis omnivora

Lebih terperinci

Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA. Pisces: Evolusi Kelas Agnatha

Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA. Pisces: Evolusi Kelas Agnatha Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA Pisces: Evolusi Kelas Agnatha Kelas Agnatha Merupakan vertebrata pertama kali muncul Muncul pada 500

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian 2.2 Persiapan wadah 2.3 Penyediaan larva ikan patin

II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian 2.2 Persiapan wadah 2.3 Penyediaan larva ikan patin II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 kali ulangan. Rancangan perlakuan yang diberikan pada larva ikan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci