SKRIPSI OLEH : DORIS ROASIANNA L TOBING HPT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI OLEH : DORIS ROASIANNA L TOBING HPT"

Transkripsi

1 PENGGUNAAN BERBAGAI KONSENTRASI KHITOSAN DAN FIPRONIL TERHADAP PENGENDALIAN HAMA RAYAP TANAH Macrotermes gilvus Hagen (Isoptera ; Termitidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI OLEH : DORIS ROASIANNA L TOBING HPT DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007

2 PENGGUNAAN BERBAGAI KONSENTRASI KHITOSAN DAN FIPRONIL TERHADAP PENGENDALIAN HAMA RAYAP TANAH Macrotermes gilvus Hagen (Isoptera ; Termitidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI OLEH : DORIS ROASIANNA L TOBING HPT Skripsi Merupakan Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan Disetujui Oleh Komisi Pembimbing ( Prof. Dr. Ir. Darma Bakti,MS ) ( Ir. Syahrial Oemry, MS ) Ketua Anggota DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007

3 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sidikalang pada tanggal 03 Oktober 1984, anak dari Bapak T. H. L Tobing dan Ibu R br Purba Tondang. Penulis merupakan anak pertama dari 7 (tujuh) bersaudara. Pendidikan yang telah ditempuh adalah : - Tahun 1996 lulus dari SD Negeri No Belang Malum, Sidikalang - Tahun 1999 lulus dari SLTP Swasta St. Paulus Sidikalang - Tahun 2002 lulus dari SMUN I Sidikalang - Tahun 2002 diterima di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit, Fakultas Pertanian USU, Medan melalui jalur SPMB. Selama Perkuliahan penulis mengikuti beberapa kegiatan, yaitu : - Tahun 2002 menjadi anggota dalam organisasi IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman) FP, USU. - Tahun 2003 hingga sekarang mengikuti kegiatan mahasiswa UKM KMK USU UP FP sebagai Anggota Kelompok Kecil. Tahun menjadi pengurus sebagai Anggota Komisi Doa dan PI dan sebagai Tim Koordinator Komisi Doa dan PI di UKM KMK USU UP FP - Tahun 2006 menjadi Asisten di Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub-Hama, Fakultas Pertanian USU, Medan - Tahun 2006 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Pengembangan Proteksi Tanaman Perkebunan (BP2TP) Sumatera Utara, Medan - Tahun 2007 melaksanakan Praktek Skripsi di Laboratorium Hama dan Penyakit, FP USU, Medan

4 ABSTRAK Doris Roasianna L Tobing, Penggunaan berbagai konsentrasi khitosan terhadap pengendalian hama rayap tanah Macrotermes gilvus ( Isoptera : Termitidae ) di laboratorium. Rayap merupakan serangga sosial dan hidup dalam suatu koomunitas. Di dalam koloni rayap terdapat 3 kasta yaitu kasta prajurit, kasta pekerja dan kasta reproduktif. Rayap mengakibatkan kerugian yang sangat besar dan kerusakan yang cukup parah bagi kehidupan manusia dan merupakan rayap perusak seperti bangunan, perumahan, tanaman, arsip, buku. Berbagai metode telah dilakukan untuk mengendalikan serangan rayap dari yang sederhana sampai yang rumit hingga yang ramah lingkungan sehingga ditemukan khitosan. Khitosan sebagai bahan aktif pengganti bahan kimia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan berbagai konsentrasi khitosan terhadap pengendalian hama rayap tanah Macrotermes gilvus di laboratorium. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama, Fakultas Pertanian, USU, dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap non faktorial terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Hasil pengamatan terakhir menunjukkan persentase mortalitas berturut-turut sebagai berikut K0,K1,K2,K3,K4,K5 adalah 83,29 %, 100 %, 100 %, 100 %, 100 %, 100 %.

5 KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul Penggunaan Berbagai Konsentrasi Khitosan Terhadap Pengendalian Hama Rayap Tanah Macrotermes gilvus Hagen (Isoptera : Termitidae) di Laboratorium. Adapun tujuan dan kegunaan Skripsi ini adalah merupakan salah satu syarat untuk dapat melaksanakan penelitian di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkannya. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen yang telah membimbing penulis, yaitu bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS selaku ketua pembimbing dan bapak Ir. Syahrial Oemry, MS selaku anggota pembimbing. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada ibu Ir. Marheni, MP selaku ketua Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian USU, bapak Prof. Dr. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, Ph.D selaku Dekan Fakultas Pertanian USU, bapak Darsono dan Kak Helmi selaku KTU di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan FP USU. Penulis mengucapkan terimakasih buat kedua orang tua penulis, Ayah dan Ibu tercinta beserta adik-adik dan keluarga penulis yang lainnya, yang telah banyak memberi dukungan, baik moril, spirituil maupun materi kepada penulis.

6 Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih kurang sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan sumbangan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terimakasih, semoga Skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Medan, April 2006 Penulis

7 DAFTAR ISI ABSTRAK... i RIWAYAT HIDUP... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 Hipotesa Penelitian... 3 Kegunaan penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA Rayap sebagai Hama Perusak... 4 Biologi Rayap... 5 Perilaku Rayap... 7 Siklus Hidup Rayap... 9 Ekologi Rayap... 9 Pengendalian Rayap Sumber dan Cara Membuatnya BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan serbuk Khitosan Persiapan Serangga Uji dan aplikasi Khitosan Peubah Pengamatan Persentase Mortalitas Macrotermes gilvus HASIL DAN PEMBAHASAN Hal

8 Persentase Mortalitas Macrotermes gilvus Gejala Serangan Khitosan terhadap Rayap tanah KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

9 DAFTAR TABEL NO Keterangan Hal 1. 1.Rataan Persentase Mortalitas Rayap untuk setiap Perlakuan selama 3 kali pengamatan Rataan Persentase Mortalitas M gilvus untuk pengama tan I ( 1 HSA) Rataan Persentase Mortalitas M gilvus untuk pengama tan II ( 3 HSA ) 21

10 DAFTAR GAMBAR NO. Keterangan Hal Koloni Rayap Macrotermes gilvus Hagen Serbuk Khitosan Larutan Khitosan dengan Fipronil Grafik Rataan Persentase Mortalitas Rayap Gejala Serangan rayap akibat pemberian Khitosan Tempat Penelitian 37

11 DAFTAR LAMPIRAN NO Keterangan Hal Data Persentase Mortalitas rayap Macrotermes gilvus Hagen Data Pengamatan Suhu dan Kelembaban 36

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Rayap adalah serangga sosial yang hidup dalam suatu komunitas yang disebut koloni. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk hidup lebih lama bila tidak berada dalam koloninya. Komunitas tersebut bertumbuh efisien dengan adanya spesialisasi (kasta) dimana masing-masing kasta mempunyai bentuk dan peran yang berbeda dalam kehidupannya. Di dalam setiap koloni rayap, terdapat tiga kasta yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing yaitu ; kasta prajurit, kasta pekerja dan kasta reproduktif (Nandika, dkk, 2003). Penyebaran rayap berhubungan dengan suhu dan curah hujan sehingga sebagian besar jenis rayap terdapat di dataran rendah tropik dan hanya sebagian kecil ditemukan di dataran tinggi. Sebarannya cenderung meluas ke daerah-daerah temperate dengan batas-batas 50 0 LU dan 50 0 LS. Demikian juga beberapa genus rayap hidup di daerah daerah yang sangat dingin, seperti ; Archotermepsis, Zootermepsis, Prototermes, sedangkan Coptotermes banyak di jumpai di daerahdaerah tropik Afrika, Australia, Kepulauan Pasifik, Jepang. Rayap tingkat tinggi (Termitidae) hanya dijumpai di daerah tropik (Nandika, dkk, 2003). Diseluruh dunia jenis rayap yang telah dikenal ada sekitar 2000 spesies (ada sekitar 120 spesies merupakan hama) sedangkan di negara kita lebih kurang dari 20 spesies yang diketahui berperan sebagai hama perusak kayu serta hama hutan atau pertanian (Tarumingkeng, 2005 a ).

13 Beberapa jenis serangga yang mengakibatkan kerugian bagi kehidupan manusia, seperti rayap perusak yang merusak bangunan, perumahan, tanaman, buku, arsip atau dokumen lainnya. Saat ini rayap perusak termasuk serangga yang meresahkan masyarakat. Serangannya sangat cepat dan menimbulkan kerusakan yang cukup parah. Di Indonesia, kerugian akibat serangan rayap perusak bisa mencapai milyar per tahun. Untuk ukuran dunia akan dipastikan lebih besar dari nilai tersebut (Metcalf and Flint, 1982). Semua jenis rayap bisa memakan jenis kayu dan bahan berselulosa tinggi, tetapi perilaku makan (feeding behavior) setiap jenis rayap berbeda. Inilah yang menjadi salah satu keunikan perilaku rayap. Di dalam usus bagian belakang rayap dari sistem pencernaannya terdapat berbagai protozoa flagellate yang berperan sebagai simbion dalam sistem pencernaan rayap yang mampu menguraikan selulosa menjadi bahan yang dapat diserap rayap (Prasetiyo dan Yusuf, 2005). Upaya pencegahan dan pengendalian serangan rayap harus memperhatikan karakteristik rayap seperti jenis rayap, habitat rayap, cara menyerang dan tanda serangan rayap. Berbagai metode telah dilakukan untuk pengendalian serangan rayap dari metode yang murah sampai yang mahal serta dari yang sederhana sampai yang rumit hingga yang ramah lingkungan (Prasetiyo dan Yusuf, 2005). Sehingga ditemukan bahan yang efektif untuk mengendalikan serangan rayap sebagai pengganti bahan kimia yang selama ini umum digunakan yaitu khitosan, memiliki bentuk yang spesifik, mengandung gugus amin dalam rantai karbonnya yang bermuatan positif yang berlawanan dengan polisakarida lainnya.

14 Khitosan berasal dari khitin yang telah mengalami proses kehilangan gugus asetil (deasetilasi) (Prasetiyo dan Yusuf, 2005). Saat ini di Indonesia sebagian kecil dari limbah udang sudah termanfaatkan dalam hal pembuatan kerupuk udang, petis, tersi dan bahan pakan pencampur ternak. Sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang, limbah udang telah dimanfaatkan di dalam industri sebagai bahan dasar pembuatan khitin dan khitosan (Marganof, 2005). Tujuan Penelitian Untuk mengetahui penggunaan berbagai konsentrasi khitosan terhadap pengendalian rayap tanah Macrotermes gilvus Hagen (Isoptera : Termitidae) di Laboratorium. Hipotesa Penelitian Di duga semakin tinggi konsentrasi Khitosan yang diberikan maka semakin tinggi tingkat mortalitas rayap. Kegunaan Penelitian - Sebagai salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. - Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

15 TINJAUAN PUSTAKA Rayap Sebagai Hama Perusak Rayap dalam biologi adalah sekelompok hewan dalam salah satu ordo yaitu ordo Isoptera dari kelas Arthropoda. Ordo Isoptera beranggotakan sekitar 2000 spesies dan di Indonesia tercatat kurang lebih 200 jenis (spesies). Nama lain dari rayap adalah anai-anai, semut putih, rangas dan laron (khusus individu bersayap, alates) (Tarumingkeng, 2005 a ). Terdapat tiga famili rayap perusak kayu yaitu famili Kalotermitidae, Rhinotermitidae dan Termitidae. Masih banyak jenis-jenis rayap yang juga penting tetapi agak jarang di jumpai menyerang bangunan (Tarumingkeng, 2005 b ). Rayap Macrotermes gilvus Hagen termasuk ke dalam famili Termitidae sebagai rayap tingkat tinggi. Jenis rayap ini sebagian besar menyerang tanaman perkebunan, seperti kelapa, karet, kelapa sawit dan kakao. Mereka hidup di dalam tanah yang banyak mengandung bahan berlignoselulosa seperti kayu yang telah mati. Adanya serangan rayap pada tanaman tidak dapat dilihat sejak awal karena bagian yang biasa di serang ada di bawah permukaan tanah (Prasetiyo dan Yusuf, 2005). Ketika hutan telah dituntut untuk pengolahan dan dibersihkan dari sisa kayu, tanaman-tanaman muda pada karet dan kapuk, muncul menjadi sangat

16 cocok untuk di serang. Kerusakan juga telah dilaporkan pada tanaman kopi, sawit, kelapa, pohon buah-buahan dan singkong. Mereka membuat lumpur sebagai penutup pada kulit kayu di batang pohon setinggi 2-3 m (Kalshoven, 1981). Rayap Macrotermes gilvus Hag. merupakan hama penting pada tanaman perkebunan khususnya pada perkebunan kelapa sawit dan kelapa, juga menyerang beberapa spesies tanaman kehutanan. Tingkat serangannya pada tanaman kayu putih menyebabkan kematian hingga 71 % (Nandika, dkk, 2003) Biologi Rayap Menurut Nandika (2003), Macrotermes gilvus berasal dari ordo Isoptera, famili dari Termitidae. Telur Individu betina pertama yang disebut ratu meletakkan beribu-ribu telur yang kemudian menetas dan berkembang menjadi individu-individu yang polimorfis-sub kelompok yang berbeda bentuk yaitu kasta pekerja, kasta prajurit dan neoten (Tarumingkeng, 2005 b ). Nimfa Nimfa muda akan mengalami pergantian kulit sebanyak 8 kali, sampai kemudian berkembang menjadi kasta pekerja, prajurit dan calon laron. Jenis rayap Macrotermes melakukan kopulasi 3-8 hari (Nandika, dkk, 2003). Kepala berwarna coklat tua. Mandibel berkembang dan berfungsi; mandibel kanan dan kiri simetris dan tidak memiliki gigi marginal. Mandibel melengkung pada ujungnya dan digunakan untuk menjepit. Ujung dari labrum

17 tidak jelas, pendek dan melingkar. Labrum mempunyai hialin pada ujungnya. Antena terdiri dari ruas (Nandika, dkk, 2003). Kasta Rayap Terdapat 2 jenis kasta prajurit M. gilvus kasta prajurit yang besar dan kasta prajurit yang kecil. Kasta prajurit mayor, kepala berwarna coklat kemerahan dengan lebar 2,88-3,10 mm. panjang kepala dengan mandible 4,80-5,00 mm. Antena 17 ruas, ruas ketiga sama panjang dengan ruas kedua, ruas ketiga lebih panjang dari ruas ke empat. Sedangkan kasta prajurit minor, kepala berwarna coklat tua, dengan lebar 1,52-1,71 mm, panjang kepala dengan mandibel 3,07-3,27 mm, panjang kepala tanpa mandibel 1,84-2,08 mm. Antena 17 ruas, ruas kedua sama panjang dengan ruas keempat (Nandika, dkk, 2003). Koloni rayap yang merupakan jenis serangga sosial terbagi atas tiga kasta yang memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda. Ketiga kasta tersebut adalah kasta reproduktif, kasta pekerja dan kasta prajurit. Tidak kurang dari 80-90% populasi koloni rayap merupakan rayap kasta pekerja (Prasetiyo dan Yusuf, 2005). Kasta reproduktif terbagi atas ratu yang tugasnya bertelur untuk menghasilkan rayap yang baru dan raja yang bertugas membuahi ratu. Kasta ini terdiri dari kasta reproduktif primer dan suplementer (neoten) (Prasetiyo dan Yusuf, 2005). Kasta reproduktif suplementer memiliki sayap yang pendek dan memiliki warna pucat dan biasanya memiliki mata yang lebih kecil. Mereka bereproduksi di

18 dalam sarang dan ratu tambahan di bangun di dalam koloni (Boror and De Long, 1971). Kasta pekerja terdiri dari nimpha dan dewasa yang steril, memiliki warna yang pucat dan mengalami penebalan di bagian kutikula, tanpa sayap dan biasanya kekurangan komposisi mata, memiliki mandibel yang relatif kecil, setiap individu ini kebanyakan bertanggungjawab pada seluruh koloni, mengumpulkan makanan dan memberi makan ratu dan prajurit dan menetaskan individu baru, membangun sarang dan daya jelajah, terowongan dan serambi (Borror and De Long, 1971). Kasta prajurit terdiri dari dewasa steril yang memiliki kepala dan mandibel yang membesar. Karena mandibel yang besar sehingga serangga tidak mampu dimasukkan sebagai makanannya sendiri dan harus di beri makan oleh pekerja. Tidak memiliki komposisi mata, ketika mereka di ganggu, tentara menyerang hama yang masuk; jika lobang kecil ditusukkan ke dinding serambi, mereka berusaha untuk menyumbatnya dengan kepalanya (Borror and De Long, 1971). Gambar 1. Koloni rayap Macrotermes gilvus Sumber :

19 Diakses tanggal 25 Agustus 2006 Perilaku Rayap Satu koloni terbentuk dari sepasang laron (alates) betina dan jantan yang melakukan kopulasi dan mampu memperoleh habitat yang cocok yaitu bahan berselulosa untuk membentuk sarang utama. Koloni rayap juga terbentuk dari fragmen koloni yang terpisah dari koloni utama karena sesuatu bencana yang menimpa koloni utama itu (Tarumingkeng, 2005 a ). Pola perilaku rayap adalah sifat kriptobiotik atau sifat selalu menyembunyikan diri, mereka hidup dalam tanah dan bila akan invasi mencari objek makanan juga menerobos di bagian dalam, bila perlu lapisan logam tipis dan tembok (apalagi plastik) ditembusinya dan bila terpaksa harus berjalan di permukaan yang terbuka. Mereka membentuk pipa pelindung dari bahan tanah atau humus (Sheltertubes) (Tarumingkeng, 2005 a ). Untuk mendeteksi jalur yang dijelajahinya, individu rayap yang berada di depan mengeluarkan feromon penanda jejak (trail following pheromone) yang keluar dai kelenjar sternum (sternal gland di bagian bawah, belakang abdomen) yang dapat dideteksi oleh rayap berada di belakangnya. Terhambatnya pembentukan neoten yang disebabkan oleh adanya semacam feromon dasar yang dikeluarkan oleh ratu, yang menghambat diferensiasi kelamin (Anonimus, 2006 a ). Semua rayap makan kayu dan bahan selulosa, tetapi perilaku makanan (feeding behavior) jenis-jenis rayap bermacam-macam. Hampir semua jenis kayu

20 potensial untuk di makan rayap. Bagi rayap subteran (bersarang di dalam tanah tetapi dapat mencari makanan sampai jauh di atas tanah) keadaan lembab mutlak diperlukan (Tarumingkeng, 2005 b ). Rayap muda yang baru saja di tetaskan dari telur belum memiliki protozoa yang diperlukannya untuk mencerna selulosa. Demikian pula setiap individu rayap yang baru saja berganti kulit tidak memiliki protozoa karena simbion ini telah dikeluarkan bersama kulit yang ditanggalkannya. Individu rayap diberi reinfeksi protozoa oleh para pekerja dengan melalui trofalaksis. Trofalaksis adalah perilaku berkerumun di antara anggota-anggota koloni dan saling menjilat anus dan mulut, sehingga protozoa ini dapat ditularkan pada individu-individu lain (Tarumingkeng, 2005 b ). Siklus Hidup Rayap Siklus hidup perkembangan rayap adalah melalui metamorfosa hemimetabola, yaitu secara bertahap, yang secara teori melalui stadium (tahap petumbuhan) telur, nimfa, dewasa. Walau stadium dewasa pada serangga umumnya terdiri atas individu-individu bersayap (laron) (Tarumingkeng, 2005 b ). Perubahan yang gradual ini berakibat terhadap kemasaman bentuk badan secara umum, cara hidup dan jenis makanan antara nimfa dan dewasa. Namun nimfa yang memiliki tunas, sayapnya akan tumbuh sempurna pada instar terakhir ketika rayap telah mencapai tingkat dewasa (Prasetiyo dan Yusuf, 2005). Ekologi rayap

21 Koloni rayap berperan penting dalam siklus biogeochemical (dekomposer bahan organik) seperti siklus nitrogen, karbon, sulfur, oksigen dan fosfor. Rayap mudah beradaptasi dengan lingkungannya di hampir semua bentuk ekosistem. Suhu dan kelembaban berpengaruh terhadap aktivitas rayap. Rayap lebih senang di sarangnya pada tengah hari sampai awal sore hari. Curah hujan juga berpengaruh dalam membangun sarang dan aktivitas jelajah rayap (Prasetiyo dan Yusuf, 2005). Sarang rayap Macrotermes dapat mencapai ketinggian lebih dari 10 meter dan berdiri dengan sangat kokoh yang tidak mudah hancur oleh hujan atau hempasan angin (Kalshoven, 1981). Rayap tanah seperti Macrotermes memerlukan kelembaban yang tinggi. Perkembangan optimumnya dicapai pada kisaran kelembaban %. Pada sebagian besar serangga kisaran suhu optimum adalah C (Nandika, dkk, 2003). Pengendalian Rayap 1. Pengendalian Hama Terpadu Pada Rayap Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah pengendalian jenis OPT dengan meminimalisasi penggunaan pestisida dengan menggabungkan beberapa jenis atau komponen pengendalian secara terpadu. Penerapan pengendalian secara terpadu pada rayap memperhatikan tingkat bahaya serangan, derajat kerusakan (Nandika,dkk, 2003).

22 Dampak penggunaan pestisida merupakan kekhawatiran yang telah lama muncul. Oleh karena itu, pengendalian rayap di masa kini dan di masa depan tidak hanya bertumpu pada pemakaian pestisida. Pengendalian rayap dan lingkungan agroekosistem harus mulai menggunakan pendekatan pengendalian hama secara terpadu (Integrated Termite Manajemen). Pengendalian ini memiliki dasar ekologis, biologi dan tingkah laku serangga. Pengendalian secara terpadu, pada lingkungan agroekosistem akan memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi. Pengendalian rayap secara terpadu adalah bagian dari tindakan budidaya (Nandika, dkk, 2003). Pelaksanaan teknis penanggulangan rayap yang menyerang agrikultura adalah terdiri atas tindakan-tindakan, tanah di sekeliling lingkungan tanaman harus dibersihkan dari sampah tanaman, sisa-sisa kayu membusuk yang terpendam dan sisa-sisa akar (Hasan, 1986). Dengan demikian pada umumnya, dan penggunaan secara klasik pengendalian biologis mempunyai keunggulan ekonomis yang besar. Pemakaian bahan kimia jauh lebih menyerap biaya-biaya yang terjadi berulang kali (Huffaker dan Messenger, 1989). Program pembangunan telah menunjukkan hasil dalam meningkatkan pendapatan nasional, namun karena keterbatasan daya dukung lingkungan maka kegiatan tersebut menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan hidup baik di tanah, air, dan udara. Oleh karena itu setiap program harus selalu berwawasan lingkungan (Untung, 1996).

23 2. Khitosan Rouget pada tahun 1859, telah menyediakan suatu bahan yang dinamainya kitin dengan merefleksikan kitin dengan larutan KOH pekat. Bahan tersebut didapati melarut di dalam asid organik cair. Komposisi kitin dan khitosan telah dipastikan pada tahun 1902 oleh Frankel dan Kelly. Sehingga pada tahun 1970-an penekanan terhadap kitin dan kitosan telah dipelopori. Semenjak itu penyelidikan berkembang dengan pesat di seluruh dunia, terutama di AS, Korea dan Eropah Utara sampai pada tahun 1980, dikenal pasti dengan proses kimia (Anonimus, 2006 b ). Sumber : Diakses 28 Januari 2006 Khitin dari limbah udang dapat diubah menjadi khitosan melalui proses deasetilasi. Lama proses deasetilasi mempengaruhi nilai derajat deasetilasi khitosan yang dihasilkan. Dalam penelitian khitosan ini mempunyai derajat deasetilasi khitosan sebesar 58,50%; 60,66%; 60,90 % dan 64, 04 %, sesuai dengan lama proses deasetilasi selama 1,3,5,7 jam (Mulyono, 2005). 3. Fipronil

24 Fipronil dipergunakan untuk mengendalikan rayap pada tanaman. Fipronil memiliki mekanisme mengganggu sistem syaraf pusat khususnya gangguan pada pertukaran ion-ion klorida melalui Gamma Amino Butyric Acid (GABA) pada serangga lebih tinggi bila dibandingkan dengan mamalia, sehingga penggunaan insektisida ini diharapkan relatif kurang berbahaya pada hewan mamalia maupun manusia ( Nandika, dkk, 2003). Fipronil diproduksi oleh percobaan pada 5-amino-3-cyani-1-(2,6-dichloro- 4-4trifluoromethyl phenyl) pyrazole dengan trifluoromethyl sulfenyl chloride. Fipronil adalah insektisida berspektrum luas untuk mengendalikan spesies serangga pada range yang luas sewaktu panen (Muller, 2000). Fipronil mempunyai selektivitas yang tinggi terhadap hama sasaran. Fipronil efektif melawan serangga hama yang tebal resisten oleh pestisida konvensional karena cara kerjanya yang berbeda dengan insektisida sebelumnya (Anonimus, 1996). Sumber : Diakses 13 September 2007 Sumber dan Cara Membuatnya Dalam budidaya udang sedapat mungkin tidak menggunakan senyawa antibiotik. Sebab negara-negara pengimpor udang kini semakin ketat menetapkan

25 senyawa tersebut. AS misalnya, mengenakan embargo udang dari Indonesia karena disinyalir kandungan antibiotik pada tubuh udang tersebut cukup tinggi. Salah satu dampaknya adalah produksi limbah udang akan meningkat. Ternyata, kulit dan cangkang udang juga merupakan bahan baku untuk membuat khitin dan khitosan (Anonimus, 2004). Limbah udang yang berupa kulit kepala dan ekor dengan mudah didapatkan mengandung senyawa kimia berupa kitin dan khitosan. Senyawa ini dapat dimanfaatkan dan diolah sebagai bahan penyerap logam, karena senyawa khitin dan khitosan mempunyai sifat sebagai bahan pengemulsi koagulasi, reaktifitas kimia yang tinggi (Marganof, 2006). Pengaplikasian khitosan diperkirakan dapat membasmi seluruh koloni rayap karena memiliki perilaku trofalaksis, sehingga khitosan cepat menyebar kepada rayap lainnya. Khitosan bersifat nontoksik dan akan mengganggu kinerja protozoa dalam sistem pencernaan rayap yang menyebabkan rayap sulit memperoleh sumber makanan yang dihasilkan protozoa (Prasetiyo dan Yusuf, 2005).

26 Gbr 2. Serbuk Khitosan (Foto Langsung) Gbr 3. Larutan Khitosan dengan fipronil sebagai pembanding (Foto langsung) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan

27 ketinggian ± 25 m di atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2007 hingga selesai. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah hama rayap tanah (Macrotermes gilvus Hagen), limbah cangkang udang, ekstrak kulit udang (serbuk khitosan) dengan konsentrasi yang ditentukan, Air, CH 3 COOH (asam asetat) 1 %, HCl 1 N, Sodium Hidroksida 3,5 %, Fipronil sebagai pembanding. Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah stoples, kain kasa, karet gelang, handsprayer, label nama, kaca pembesar, mikroskop, handcounter, ayakan mesh, gilingan (blender), oven, panci, kain muslin, erlenmeyer, kompor gas. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial yang terdiri dari 6 perlakuan : K0 K1 K2 K3 K4 : Kontrol (tanpa perlakuan) : 5 gr serbuk khitosan/ 500 ml CH 3 COOH : 10 gr serbuk khitosan/ 500 ml CH 3 COOH : 15 gr serbuk khitosan/ 500 ml CH 3 COOH : 20 gr serbuk khitosan/ 500 ml CH 3 COOH K5 : Fipronil ( 3 ml/ L) Untuk ulangan perlakuan dicari dengan menggunakan rumus ; t (n-1) 15

28 6 (n-1) 15 6 n n 21 n 3,5 ulangan yang digunakan = 4 Model linier rancangan yang digunakan adalah : Yij = µ + αi + βj + εij Keterangan : Yij = Data pengamatan dari setiap perlakuan µ = Nilai tengah umum αi βj εij = Pengaruh ulangan ke-i = Pengaruh perlakuan ke-j = Galat percobaan pada ulangan ke-i dan ke-j Jika hasil analisa menunjukkan nilai nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan (DMRT) (Sastrosupadi, 2000). Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan Serbuk Khitosan Khitosan dapat dihasilkan dari limbah cangkang melalui beberapa proses yaitu demineralisasi, deproteinasi cangkang udang, deasetilasi khitin menjadi khitosan. a. Demineralisasi Limbah cangkang udang dicuci dengan air mengalir sampai air cuciannya menjadi bening, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. Selanjutnya

29 cangkang udang tadi di cuci menggunakan air panas sebanyak 2 kali sambil diaduk, kemudian di rebus selama 10 menit. Setelah di rebus, cangkang udang ditiriskan dan dikeringkan. Cangkang udang yang sudah kering digiling sampai menjadi serbuk berukuran mesh. Setelah itu, serbuk cangkang udang dicampur dengan asam klorida (HCl) 1 N dengan perbandingan 10 : 1. Larutan tersebut diaduk secara merata selama 1 jam, lalu dipanaskan pada suhu 90 0 C selama 1 jam. Residu berupa padatan dicuci dengan air sampai ph netral. Selanjutnya, residu padatan ini dikeringkan dalam oven pada suhu 80 0 C selama 24 jam atau dijemur sampai kering. b. Deproteinasi Limbah udang yang telah didemineralisasi (residu padatan yang sudah kering) dicampur dengan larutan Sodium Hidroksida 3,5 % dengan perbandingan pelarut dan cangkang udang sebesar 6 : 1. Larutan tadi diaduk secara merata selama 1 jam, lalu dipanaskan pada suhu 90 0 C selama 1 jam. Setelah itu, larutan disaring dan didinginkan hingga diperoleh residu padatan. Residu padatan ini dicuci dengan air sampai ph netral dan dikeringkan pada suhu 80 0 C selama 24 jam atau dijemur sampai kering. c. Deasetilasi khitin menjadi khitosan Khitosan dibuat dengan menambahkan Sodium Hidroksida (50%) dengan perbangdingan 20 : 1 (pelarut pembanding khitin). Larutan tersebut diaduk selama 1 jam, lalu dipanaskan selama 90 menit pada suhu C. Larutan tadi disaring hingga diperoleh residu berupa padatan. Residu padatan tadi dicuci

30 dengan air sampai ph netral. Lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 70 0 C selama 24 jam atau dijemur sampai kering. 2. Persiapan Hama dan Pengaplikasian Khitosan Rayap tanah Macrotermes gilvus sebagai hama yang diberi perlakuan, diambil koloninya pada kayu yang diserang bersama dengan sarang-sarangnya. Kemudian disediakan stoples lalu dimasukkan hama beserta sarangnya. Diaplikasikan khitosan dengan berbagai konsentrasi terhadap perlakuan yang telah ditentukan dengan cara dioleskan. Lalu setelah satu hari aplikasi dihitung persentase mortalitas kasta rayap per perlakuan, dihitung rayap yang mati dan diamati gejala kematian pada rayap akibat pemberian khitosan tersebut. Peubah Amatan Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah : 1.Persentase Mortalitas Rayap Persentase mortalitas rayap yang dihitung adalah mortalitas rayap per perlakuan. Pengamatan terhadap persentase mortalitas dilakukan pada waktu dengan interval 2 hari, yaitu 1,3,5.setelah aplikasi kitosan. Pengamatan persentase kematian rayap setelah aplikasi diperoleh dari hasil pengamatan parameter jumlah rayap yang mati/ ekor kemudian dihitung persentase mortalitas rayap dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Σ rayap yang mati Persentase Mortalitas = x 100 % Σ rayap yang diaplikasikan

31 Untuk membandingkan perlakuan terhadap control digunakan rumus Abbott s Formula,CRI ( Corrective Relative Infestation) yaitu : Control pre x Treatment post CRI = x 100% Control post x Treatment pre Keterangan : Control pre Control post : Jumlah populasi control sebelum aplikasi : Jumlah populasi pada plot control setelah aplikasi Treatment pre : Jumlah populasi pada plot perlakuan sebelum aplikasi Treatment post: Jumlah populasi pada plot perlakuan setelah aplikasi

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Mortalitas Rayap Macrotermes gilvus Hagen. Hasil analisis sidik ragam penggunaan berbagai konsentrasi khitosan terhadap pengendalian hama rayap tanah Macrotermes gilvus Hagen di laboratorium menunjukkan pengaruh nyata. Hasil Uji jarak Duncan beserta persentase mortalitas pada masing-masing perlakuan selama pengamatan (Tabel 1), Tabel 1. Rataan Persentase Mortalitas Rayap tanah Macrotermes gilvus Hagen setiap perlakuan selama 3 kali pengamatan untuk Perlakuan KO (Kontrol) K1 (Khitosan 5 gr/ 500 ml CH 3 COOH) K2 (Khitosan 10 gr / 500 ml CH 3 COOH) K3 (Khitosan 15 gr / 500 ml CH 3 COOH) K4 (Khitosan 20 gr / 500 ml CH 3 COOH) K5 (Fipronil 3 ml / 1 l) Pengamatan I II III 0,00 c 11,77 c 83,29 b 0,00 c 36,67 b 100,00 a 0,00 c 45,66 b 100,00 a 1,43 b 44,08 b 100,00 a 16,23 b 50,50 b 100,00 a 60,98 a 100,00 a 100,00 a Keterangan : Angka dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata pada taraf 5 % dengan Uji Jarak Duncan Dari Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa setiap perlakuan pada setiap pengamatan mengalami peningkatan persentase mortalitas rayap. Pemberian khitosan (20 gr) pada perlakuan K4 menunjukkan banyaknya mortalitas rayap. Hal ini sesuai dengan literatur Prasetyo dan Yusuf (2005) yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi khitosan yang diberikan semakin tinggi mortalitas rayap.

33 Table 2. Rataan Persentase mortalitas M. gilvus untuk pengamatan I (1 hari setelah aplikasi ) pada taraf 0,05 Perlakuan Ulangan Total Rataan Notasi I II III IV 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 c 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 c 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 c 0,00 2,94 2,77 0,00 5,71 1,43 b 0,00 4,41 9,30 51,20 64,91 16,23 b 61,50 71,10 43,40 67,90 243,90 60,98 a KO (Kontrol) K1 ( 5 gr khitosan ) K2 (10 gr khitosan) K3 (15 gr khitosan) K4 (20 gr khitosan) K5 ( 3 ml fipronil ) Total 61,50 78,45 55,47 119,10 314,52 Rataan 10,25 13,08 9,25 19,85 13,11 Keterangan : Angka dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata pada taraf 5 % dengan Uji Jarak Duncan Pada pengamatan pertama (1 HSA) terlihat bahwa perlakuan K5,K4,K3 berbeda nyata dengan perlakuan K0,K1 dan K2. Sedangkan pada perlakuan K0,K1 dan K2 menunjukkan perbedaan tidak nyata antara satu dengan yang lainnya dari ketiga perlakuan tersebut. Dari Tabel 2 juga dapat dilihat bahwa untuk pengamatan I (1 HSA) perlakuan K5 juga berbeda nyata dengan perlakuan K3 dan K4. Dari hasil penelitian bahwa konsentrasi terendah belum menunjukkan gejala kematian pada rayap pada perlakuan K1 dan K2 tetapi pada K3 dan K4 sudah langsung menunjukkan gejala kematian. Demikian juga pada perlakuan fipronil sudah langsung menunjukkan gejala kematian dan lebih cepat membunuh rayap. Tabel 3. Rataan Persentase mortalitas M. gilvus untuk pengamatan II (3 hari setelah aplikasi ) pada taraf 0,05 Perlakuan Ulangan Total Rataan Notasi I II III IV KO (Kontrol) K1 (5 gr khitosan) K2 (10 gr khitosan) K3 (15 gr khitosan) K4 (20 gr khitosan) 11,90 25,40 23,80 43,00 25,00 13,15 59,10 45,90 50,00 72,00 14,63 35,29 45,31 38,88 51,16 7,40 26,90 67,64 44,44 53,84 47,08 146,69 182,65 176,32 11,77 36,67 45,66 44,08 50,50 c b b b b

34 K5 ( 3 ml fipronil ) 100,00 100,00 100,00 100,00 202,00 100,00 a 400,00 Total 229,10 340,15 285,27 300, ,74 Rataan 38,18 56,69 47,55 50,04 48,11 Dari Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa pada perlakuan K5 berbeda nyata dengan K0,K1,K2,K3,K4. Sedangkan K4,K3,K2,K1 berbeda nyata dengan kontrol (K0). Pada pengamatan ini diketahui bahwa pada kontrol (K0) terjadi mortalitas pada rayap M. gilvus yaitu sebesar 11,77 %. Untuk melihat persentase mortalitas rayap M. gilvus yang murni akibat efektifitas dari insektisida digunakan rumus Abbout, tetapi rumus Abbout tidak dapat digunakan untuk data hasil pengamatan karena jumlah populasi serangga uji pada kontrol tidak sama di masing-masing perlakuan ( hal ini berlaku untuk masing-masing ulangan ), sehingga plot kontrol tidak bisa sebagai pembanding untuk setiap perlakuan. Pada pengamatan ini juga dapat dilihat bahwa mortalitas rayap akibat pemberian fipronil menunjukkan hasil 100 %. Penggunaan fipronil (3 ml/l) dibandingkan dengan khitosan lebih cepat menunjukkan angka kematian pada setiap ulangan. Daya bunuh fipronil sebagai insektisida memberikan pengaruh yang sangat cepat terhadap mortalitas rayap M. gilvus. Hal ini dapat dilihat pada 1 HSA dengan jumlah 60,98 %. Perlakuan K5 dengan penggunaan fipronil adalah untuk membandingkan terhadap penggunaan khitosan. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan insektisida kimia dengan bahan fipronil lebih efektif yang mempengaruhi susunan saraf serangga dan berdaya racun kontak dibandingkan dengan penggunaan khitosan, karena kecepatan efektifitas untuk membunuh rayap lebih tinggi (toksik) dibandingkan khitosan yang bersifat non toksik ( slow action). Hal ini sesuai teori

35 Prasetyo dan Yusuf ( 2005 ) khitosan bersifat non toksik dan mengganggu kinerja protozoa dalam sistem pencernaan rayap yang menyebabkan rayap sulit mendapatkan makanan yang dihasilkan oleh protozoa. Khitosan yang berinteraksi dengan kutikula rayap sehingga rayap mengalami kematian. Sesuai dengan Marganof yang menyatakan senyawa kutikula serangga yang mengandung khitin dan khitosan mudah bereaksi dengan protein yang dikandung oleh makanan rayap. Pada pengamatan yang terakhir dapat dilihat bahwa perlakuan K0 berbeda nyata terhadap perlakuan yang diberi khitosan (K1,K2,K3,K4,K5). Sedangkan perlakuan yang diberi khitosan (K1,K2,K3,K4) menunjukkan tidak berbeda nyata, diantara masing-masing perlakuan tersebut. Hal ini ditandai dengan matinya semua rayap pada setiap perlakuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik dibawah ini; Mortalitas (%) KO K1 K2 K3 K4 K5 PI PII PIII Perlakuan Gambar 4. Grafik Rataan Persentase Mortalitas Rayap M. Gilvus (Keterangan: PI = pengamatan I, PII= pengamatan II, PIII= pengamatan III) Dari hasil penelitian bahwa pemberian khitosan terhadap rayap kasta prajurit dan kasta pekerja, diamati bahwa kasta pekerja lebih banyak mati. Hal ini sesuai dengan sifat rayap yang trofalaksis. Sesuai dengan teori Tarumingkeng

36 (2005) Trofalaksis yaitu menjilati mulut antar rayap untuk memberikan cairan makanan, sehingga kinerja protozoa dalam sistem pencernaan terganggu. Gejala serangan Khitosan terhadap Macrotermes gilvus Hagen. Berdasarkan hasil pengamatan pada pemberian perlakuan khitosan dapat dilihat bahwa M. gilvus pada awalnya, beberapa hari setelah aplikasi menunjukkan perubahan kurang aktif bergerak, baik pada kasta prajurit dan pekerja. Tetapi kemudian rayap pekerja aktif kembali bergerak dan berusaha untuk menghindar dari cahaya. Pada hari pertama setelah aplikasi, ditemukan rayap yang mati pada konsentrasi yang lebih tinggi (K4) menunjukkan perubahan warna pada abdomen kasta pekerja berwarna kehitaman dan pada kasta prajurit berwarna lebih tua dari coklat kemerahan, tubuh rayap juga menjadi kering dan mudah hancur. Dengan adanya perubahan tersebut sesuai dengan Nandika,dkk (2003) dapat diketahui bahwa komponen esensial di dalam kutikula rayap adalah khitin, yang sangat resisten terhadap bahan kimia sangat keras dan sukar diuraikan. A B Keterangan : Perubahan yang terjadi pada tubuh rayap M gilvus beberapa Doris Roasianna hari L Tobing setelah : Penggunaan aplikasi. A. Berbagai Rayap kasta Konsentrasi pekerja dan Khitosan B. kasta Dan prajurit Fipronil Terhadap Pengendalian

37 Gbr 5. Gejala serangan akibat khitosan terhadap Rayap KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pemberian khitosan memiliki pengaruh yang nyata dan efektif dalam mengendalikan hama rayap tanah Macrotermes gilvus. 2. Persentase mortalitas tertinggi terdapat pada perlakuan K4 dengan konsentrasi khitosan sebesar 50,5 % dan terendah pada perlakuan K2 36,67 % pada pengamatan kedua. 3. Pada pengamatan terakhir semua perlakuan memiliki persentase 100 % kecuali pada kontrol sebesar 83,29 %. 4. Gejala kematian rayap akibat perlakuan khitosan pada abdomen kasta pekerja berwarna kehitaman dan kering. 5. Kecepatan membunuh fipronil lebih cepat (60,98 %) pada pengamatan pertama karena bahan aktif kimia yang sangat tinggi sehingga merusak system saraf dibandingkan dengan khitosan. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui tingkat konsentrasi yang tepat untuk mengendalikan hama rayap tanah

38 (Macrotermes gilvus) dan dicobakan pada spesies rayap lain seperti Cryptotermes cynocephalus yang merusak di lapangan. DAFTAR PUSTAKA Anonimus, Technical Buletin Asia. Pasific Zone. PT. Rhone Poulenc Agricarb. Jakarta. 18 Hal, Kelautan dan Perikanan, Mengharap Kenaikan Devisa dan Menurunnya Stok Udang. (diakses 28 Januari 2006)., 2006 a. Feromon. Diakses tanggal 3 April 2006., 2006 b. Sejarah Khitosan. (diakses 28 Januari 2006)., Fipronil. : (diakses 13 September 2007). Borror, D.J. and D.M. DeLong, An Introduction to The Study of Insects. United State of America. Hal Hasan, T Rayap dan Pemberantasannya (Penanggulangan dan Pencegahan). Yasaguna. Jakarta. Kalshoven, L.G.E., Pest Of Crops In Indonesia. Ichtiar baru-van Hoeve. Jakarta. Hal Marganof, Potensi Limbah Udang Sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal, Kadmium, dan Tembaga) di Perairan. At Available at Google.com. Diakses Januari 2006.

39 Metcalf C.L. and W.P. Flint, Destructive and Useful insects Their Habits and Control. Tata McGraw-Hill Publishing Company. New Delhi. Hal Muller, F., 2000 a. Agrochemicals, Composition, Production, Toxicology, Application. Wiley-VCH. Federal Republik of Germany. Mulyono, S., Pengaruh Derajat Deasetilasi Khitin Terhadap Permeabilitas Membrane Khitosan Berikat Silang &PHPSESSID. (diakses 4 April 2006). Nandika, D., Y. Rismayadi dan F. Diba, Rayap, Biologi dan Pengendaliannya. Muhammadiyah University Press. Surakarta. Prasetiyo, K.W. dan S. Yusuf, Mencegah dan Membasmi Rayap Secara Ramah Lingkungan dan Kimiawi. Agromedia Pustaka. Jakarta.. Sastrosupadi, A., Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. Tarumingkeng a, R.C., 2005 a. Biologi dan Perilaku Rayap. dan perilaku rayap. htm (Diakses tanggal 28 Januari 2006).., 2005 b. Biologi dan Pengendalian rayap hama bangunan di Indonesia. dan perilaku rayap.htm (diakses 28 Januari 2006). Untung, Pengendalian Hama Terpadu. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

40 BAGAN PENELITIAN U I II III IV K5 K4 K0 K2 S K2 K3 K4 K1 K0 K5 K1 K4 K4 K2 K2 K3 K3 K0 K5 K5 K1 K1 K3 K0

41 Keterangan : Ko K1 K2 K3 K4 K5 : Kontrol : Konsentrasi Khitosan 5 gr/500 ml CH 3 COOH : Konsentrasi Khitosan 10 gr/500 ml CH 3 COOH : Konsentrasi Khitosan 15 gr/500 ml CH 3 COOH : Konsentrasi Khitosan 20 gr/500 ml CH 3 COOH : Fipronil sebagai pembanding (3 ml/l) Lampiran 1. Data Persentase Mortalitas Rayap Macrotermes gilvus Hagen Data Persentase Mortalitas Rayap 1 HSA Perlakuan Ulangan I II III IV Total Rataan K 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 K 1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 K 2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 K 3 0,00 2,94 2,77 0,00 5,71 1,43 K 4 0,00 4,41 9,30 51,20 64,91 16,23 K 5 61,50 71,10 43,40 67,90 243,90 60,98 Total 61,50 78,45 55,47 119,10 314,52 Rataan 10,25 13,08 9,25 19,85 13,11 Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Arcsin x Perlakuan Ulangan I II III IV Total Rataan K 0 6,42 6,42 6,42 6,42 25,68 6,42 K 1 6,42 6,42 6,42 6,42 25,68 6,42 K 2 6,42 6,42 6,42 6,42 25,68 6,42 K 3 6,42 9,87 9,58 6,42 32,29 8,07 K 4 6,42 12,12 17,76 6,42 42,72 10,68 K 5 51,65 57,48 41,21 55,49 205,83 51,46 Total 83,74 98,73 87,80 87,59 357,87

42 Rataan 13,96 16,46 14,63 14,60 14,91 Daftar Sidik Ragam SK db JK KT F Hit F 0,05 F 0,01 Perlakuan , ,24 90,56 ** 2,77 4,25 Galat ,06 14,28 Total ,27 KK = 25,34% FK = 5336,15 Keterangan : ** = Sangat Nyata * = Nyata tn = Tidak Nyata Uji Jarak Duncan Sy = 1,89 P SSR ,97 3,12 3,21 3,27 3,32 LSR ,61 5,90 6,07 6,18 6,27 Perlakuan K0 K1 K2 K3 K 4 K5 Rataan 6,42 6,42 8,07 10,68 51,46 b a

43 Data Persentase Mortalitas Rayap 2 HSA Perlakuan Ulangan I II III IV Total Rataan K 0 11,90 13,15 14,63 7,40 47,08 11,77 K 1 25,40 59,10 35,29 26,90 146,69 36,67 K 2 23,80 45,90 45,31 67,64 182,65 45,66 K 3 43,00 50,00 38,88 44,44 176,32 44,08 K 4 25,00 72,00 51,16 53,84 202,00 50,50 K 5 100,00 100,00 100,00 100,00 400,00 100,00 Total 229,10 340,15 285,27 300, ,74 Rataan 38,18 56,69 47,55 50,04 48,11 Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Arcsin x Perlakuan Ulangan I II III IV Total Rataan K 0 20,18 21,26 22,49 15,79 79,71 19,93 K 1 30,26 50,24 36,45 31,24 148,19 37,05 K 2 29,20 42,65 42,31 55,33 169,49 42,37 K 3 40,98 45,00 38,57 41,81 166,36 41,59 K 4 30,00 58,05 45,66 47,20 180,92 45,23

44 K 5 83,58 83,58 83,58 83,58 334,32 83,58 Total 234,20 300,79 269,06 274, ,00 Rataan 39,03 50,13 44,84 45,82 44,96 Daftar Sidik Ragam SK db JK KT F Hit F 0,05 F 0,01 Perlakuan , ,08 30,36 ** 2,77 4,25 Galat ,83 57,94 Total ,24 KK = 16,93% FK = 48509,62 Keterangan : ** = Sangat Nyata * = Nyata tn = Tidak Nyata Uji JarakDuncan Sy = 3,81 P SSR ,97 3,12 3,21 3,27 3,32 LSR ,30 11,87 12,22 12,44 12,64 Perlakuan KO K1 K2 K3 K 4 K5 Rataan 19,93 37,05 42,37 41,59 45,23 83,58 a c b

45 Data Persentase Mortalitas Rayap 3 HSA Perlakuan Ulangan I II III IV Total Rataan K 0 80,76 82,60 85,41 84,37 333,14 83,29 K 1 100,00 100,00 100,00 100,00 400,00 100,00 K 2 100,00 100,00 100,00 100,00 400,00 100,00 K 3 100,00 100,00 100,00 100,00 400,00 100,00 K 4 100,00 100,00 100,00 100,00 400,00 100,00 K 5 100,00 100,00 100,00 100,00 400,00 100,00 Total 580,76 582,60 585,41 584, ,14 Rataan 96,79 97,10 97,57 97,40 97,21 Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Arcsin x Perlakuan Ulangan I II III IV Total Rataan K 0 64,01 65,34 67,54 66,74 263,63 65,91 K 1 83,58 83,58 83,58 83,58 334,32 83,58

46 K 2 83,58 83,58 83,58 83,58 334,32 83,58 K 3 83,58 83,58 83,58 83,58 334,32 83,58 K 4 83,58 83,58 83,58 83,58 334,32 83,58 K 5 83,58 83,58 83,58 83,58 334,32 83,58 Total 481,91 483,24 485,44 484, ,24 Rataan 80,32 80,54 80,91 80,77 80,64 Daftar Sidik Ragam SK db JK KT F Hit F 0,05 F 0,01 Perlakuan ,14 208,23 514,80 ** 2,77 4,25 Galat 18 7,28 0,40 Total ,42 KK = 0,79% FK = ,77 Keterangan : ** = Sangat Nyata * = Nyata tn = Tidak Nyata Uji Jarak Duncan Sy = 0,32 P SSR ,97 3,12 3,21 3,27 3,32 LSR ,94 0,99 1,02 1,04 1,06 Perlakuan K0 K1 K2 K3 K4 k5 Rataan 65,91 83,58 83,58 83,58 83,58 83,58 b a Lampiran 4. Data Pengamatan Suhu dan Kelembaban No Tanggal Pengamatan Suhu ( o C) Kelembaban (% rel)

47 Maret Maret Maret Gbr. 5. Tempat Penelitian

BIOLOGI DAN PENGENDALIAN RAYAP HAMA BANGUNAN DI INDONESIA

BIOLOGI DAN PENGENDALIAN RAYAP HAMA BANGUNAN DI INDONESIA BIOLOGI DAN PENGENDALIAN RAYAP HAMA BANGUNAN DI INDONESIA 5 Rayap dalam biologi adalah sekelompok hewan dalam salah satu ordo yaitu ordo Isoptera dari kelas Artropoda. Ordo Isoptera beranggotakan sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika hama rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren) menurut

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika hama rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren) menurut TINJAUAN PUSTAKA Biologi Coptotermes curvignathus Holmgren Sistematika hama rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren) menurut Nandika, dkk (2003) adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup perkembangan rayap adalah melalui metamorfosa. pertumbuhan) telur, nimfa, dewasa. Walau stadium dewasa pada serangga

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup perkembangan rayap adalah melalui metamorfosa. pertumbuhan) telur, nimfa, dewasa. Walau stadium dewasa pada serangga TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus) Siklus hidup perkembangan rayap adalah melalui metamorfosa hemimetabola, yaitu secara bertahap, yang secara teori melalui stadium (tahap

Lebih terperinci

Uji Suspensi Kitosan untuk Mengendalikan Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) pada Tanaman Karet di Lapangan

Uji Suspensi Kitosan untuk Mengendalikan Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) pada Tanaman Karet di Lapangan Uji Suspensi Kitosan untuk Mengendalikan Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) pada Tanaman Karet di Lapangan The Study of Chitosan Suspension to Control Termites (Coptotermes curvignathus Holmgren)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

PENGENALAN RAYAP PERUSAK KAYU YANG PENTING DI INDONESIA

PENGENALAN RAYAP PERUSAK KAYU YANG PENTING DI INDONESIA PENGENALAN RAYAP PERUSAK KAYU YANG PENTING DI INDONESIA 4 Pengantar Jenis-jenis rayap (Ordo Isoptera) merupakan satu golongan serangga yang paling banyak menyebabkan kerusakan pada kayu yang digunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kota Medan mempunyai 805 sekolah dasar dengan perincian 401 buah

TINJAUAN PUSTAKA. Kota Medan mempunyai 805 sekolah dasar dengan perincian 401 buah TINJAUAN PUSTAKA Bangunan Sekolah Dasar Kota Medan mempunyai 805 sekolah dasar dengan perincian 401 buah milik pemerintah dan 404 buah milik pihak swasta. Rincian sebaran SD di Kota Medan disajikan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sebaran rayap tanah di berbagai vegetasi Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki luas wilayah 359 ha, dari penelitian ini diperoleh dua puluh enam contoh rayap dari lima

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. setiap kecamatan di Kota Medan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Data jumlah sekolah menengah pertama di setiap kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. setiap kecamatan di Kota Medan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Data jumlah sekolah menengah pertama di setiap kecamatan TINJAUAN PUSTAKA Bangunan Sekolah Menengah Pertama Kota Medan memiliki 350 sekolah menengah pertama dengan perincian 45 buah milik pemerintah dan 305 buah milik pihak swasta. Rincian sebaran SMP di setiap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (C curvinagthus Holmgren) adalah sebagai berikut : Gambar 1 : Siklus hidup rayap Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. (C curvinagthus Holmgren) adalah sebagai berikut : Gambar 1 : Siklus hidup rayap Sumber : TINJAUAN PUSTAKA Biologi Coptotermes curvignathus Holmgren Menurut Nandika et al. (2003) sistematika dari rayap (C curvinagthus Holmgren) adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus

Lebih terperinci

Bentar UJI TOKSISITAS KITOSAN UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera : Rhinotermitidae) DI LABORATORIUM

Bentar UJI TOKSISITAS KITOSAN UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera : Rhinotermitidae) DI LABORATORIUM 1 Bentar UJI TOKSISITAS KITOSAN UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera : Rhinotermitidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI OLEH : GUSTI ENDAH WULANDARI 040302002 HPT DEPARTEMEN

Lebih terperinci

KEMAMPUAN Actinote anteas Doub. (Lepidoptera:Nymphalidae) SEBAGAI SERANGGA PEMAKAN GULMA

KEMAMPUAN Actinote anteas Doub. (Lepidoptera:Nymphalidae) SEBAGAI SERANGGA PEMAKAN GULMA KEMAMPUAN Actinote anteas Doub. (Lepidoptera:Nymphalidae) SEBAGAI SERANGGA PEMAKAN GULMA SKRIPSI M. ISNAR REZA 060302015 HPT DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu pembuatan kertas dengan modifikasi tanpa tahap penghilangan lemak, penambahan aditif kitin, kitosan, agar-agar, dan karagenan,

Lebih terperinci

Muhammad Sayuthi Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala

Muhammad Sayuthi Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala RAYAP MACROTERMES GILVUS (HAGEN) (ISOPTERA: TERMITIDAE) SEBAGAI HAMA PENTING PADA TANAMAN JARAK PAGAR (J. CURCAS) DI KEBUN INDUK JARAK PAGAR (KIJP) PAKUWON SUKABUMI JAWA BARAT (The Macrotermes gilvus Hagen

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Farmasetika Program

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Farmasetika Program I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Farmasetika Program Studi

Lebih terperinci

UJI BEBERAPA INSEKTISIDA NABATI TERHADAP PENGENDALIAN KUMBANG BERAS (Sitophylus oryzae) (Coeloptera: Curculionidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI

UJI BEBERAPA INSEKTISIDA NABATI TERHADAP PENGENDALIAN KUMBANG BERAS (Sitophylus oryzae) (Coeloptera: Curculionidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI UJI BEBERAPA INSEKTISIDA NABATI TERHADAP PENGENDALIAN KUMBANG BERAS (Sitophylus oryzae) (Coeloptera: Curculionidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI OLEH VOLTRA SIJABAT 050302002 HPT DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan siklus hidup rayap dapat dilihat gamabar dibawah ini: Gambar 1. Siklus hidup rayap

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan siklus hidup rayap dapat dilihat gamabar dibawah ini: Gambar 1. Siklus hidup rayap TINJAUAN PUSTAKA Biologi Coptotermes curvignathus Holmgren Menurut Nandika, dkk (2003) sistematika dari rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren) adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Insecta

Lebih terperinci

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah

Lebih terperinci

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA TUNGAU PARASIT (Arachnida:Parasitiformes) TERHADAP PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera:Scarabaeidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI Oleh : FAZARIA HANUM NASUTION

Lebih terperinci

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR Noor Isnawati, Wahyuningsih,

Lebih terperinci

Uji Daya Hidup Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera : Rhinotermitidae) dalam Berbagai Media Kayu di Laboratorium

Uji Daya Hidup Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera : Rhinotermitidae) dalam Berbagai Media Kayu di Laboratorium Uji Daya Hidup Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera : Rhinotermitidae) dalam Berbagai Media Kayu di Laboratorium Power On Termite Soil Test (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera:

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. penelitian ini dilakukan di Gang Metcu, Desa Guru Singa, Kecamatan

BAHAN DAN METODE. penelitian ini dilakukan di Gang Metcu, Desa Guru Singa, Kecamatan III. BAHAN DAN METODE 3.1.Tempat dan Waktu Penelitian penelitian ini dilakukan di Gang Metcu, Desa Guru Singa, Kecamatan Brastagi, Kabupaten Karo, dan jarak penelitian 15 km dari letak gunung sinabung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian

Lebih terperinci

DENGAN MENGGUNAKAN DAUN SIRSAK

DENGAN MENGGUNAKAN DAUN SIRSAK PENGENDALIAN RAYAP Coptotermes curvignatus Holmgren. (Isoptera: Rhinotermitidae) DENGAN MENGGUNAKAN DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn.) PADA BERBAGAI JENIS UMPAN DI LABORATORIUM SKRIPSI ADE GUNAWAN MANURUNG

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan menurut Wahyuni (2000), di Kabupaten

I. PENDAHULUAN. tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan menurut Wahyuni (2000), di Kabupaten 1 I. PENDAHULUAN Indonesia mengalami kerugian ekonomi akibat serangan rayap pada kayu bangunan rumah penduduk mencapai 12,5% dari total biaya pembangunan perumahan tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan

Lebih terperinci

UJI EFEKTIFITAS BEBERAPA ENTOMOPATOGEN PADA LARVA Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabaeidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI. Oleh :

UJI EFEKTIFITAS BEBERAPA ENTOMOPATOGEN PADA LARVA Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabaeidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI. Oleh : UJI EFEKTIFITAS BEBERAPA ENTOMOPATOGEN PADA LARVA Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabaeidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI Oleh : RIDHA HASANAH SIHOMBING 090301048 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA FERMENTASI & JENIS SUMBER NITROGEN TERHADAP PRODUKTIVITAS & SIFAT FISIK NATA DE LONTAR

PENGARUH LAMA FERMENTASI & JENIS SUMBER NITROGEN TERHADAP PRODUKTIVITAS & SIFAT FISIK NATA DE LONTAR PENGARUH LAMA FERMENTASI & JENIS SUMBER NITROGEN TERHADAP PRODUKTIVITAS & SIFAT FISIK NATA DE LONTAR (Borassus flabellifer) NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: ANISA INDRIANA TRI HASTUTI A 420 100 062 FAKULTAS

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2016 di Laboratorium Proteksi

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2016 di Laboratorium Proteksi III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2016 di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian dan Laboratorium Farmasetika Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian true experiment dengan rancangan penelitian pre test and post test control group design

Lebih terperinci

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et.

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. B) DI PERSEMAIAN Balai Besar Penelitian Dipterokarpa RINGKASAN Kendala

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS TOKSISITAS KITOSAN UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP (Coptotermes curvignathus HOLMGREN) PADA TANAMAN KARET

EFEKTIVITAS TOKSISITAS KITOSAN UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP (Coptotermes curvignathus HOLMGREN) PADA TANAMAN KARET EFEKTIVITAS TOKSISITAS KITOSAN UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP (Coptotermes curvignathus HOLMGREN) PADA TANAMAN KARET THE EFFECTIVENESS OF CHITOSAN TOXICITY TO CONTROL THERMITES (Coptotermes curvignathus HOLMGREN)

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TINGKAT SERANGAN DAN JENIS RAYAP YANG MERUSAK BANGUNAN DI KOTA AMBON

IDENTIFIKASI TINGKAT SERANGAN DAN JENIS RAYAP YANG MERUSAK BANGUNAN DI KOTA AMBON Bimafika, 2012, 3, 393-398 IDENTIFIKASI TINGKAT SERANGAN DAN JENIS RAYAP YANG MERUSAK BANGUNAN DI KOTA AMBON Tekat Dwi Cahyono Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Darussalam Ambon Diterima 29-02-2012;

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

UJI PATOGENITAS JAMUR

UJI PATOGENITAS JAMUR UJI PATOGENITAS JAMUR Metarhizium anisopliae DAN JAMUR Cordyceps militaris TERHADAP LARVA PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT (Oryctes rhinoceros) (Coleoptera; Scarabaeidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI Oleh : WIRDA

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) PADA TUMPANGSARI TERHADAP INTENSITAS SERANGAN HAMA SKRIPSI OLEH:

PENGARUH TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) PADA TUMPANGSARI TERHADAP INTENSITAS SERANGAN HAMA SKRIPSI OLEH: PENGARUH TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) PADA TUMPANGSARI TERHADAP INTENSITAS SERANGAN HAMA SKRIPSI OLEH: FEBRIYANTI SARI DEWI 110301239 AGROEKOTEKNOLOGI / HPT PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di III. TATA LAKSANA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di laboratorium fakultas pertanian UMY. Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. tanaman singkong. Daun singkong sebanyak 4 kg segar diperoleh dari

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. tanaman singkong. Daun singkong sebanyak 4 kg segar diperoleh dari 22 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian (1) Daun Singkong Daun singkong yang digunakan yaitu seluruh daun dari setiap bagian tanaman singkong. Daun singkong sebanyak 4 kg segar diperoleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Keberadaan sekolah-sekolah sekarang ini dianggap masih kurang

TINJAUAN PUSTAKA. Keberadaan sekolah-sekolah sekarang ini dianggap masih kurang TINJAUAN PUSTAKA Bangunan Sekolah Dasar Keberadaan sekolah-sekolah sekarang ini dianggap masih kurang memadai baik dari segi jumlah maupun kelengkapan fasilitas di dalamnya. Saat ini terdapat hampir lebih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat Kehilangan berat dapat menjadi indikasi respon serangan rayap terhadap contoh uji yang diberi perlakuan dalam hal ini berupa balok laminasi. Perhitungan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sayuran, kacang-kacangan, tomat, jagung dan tembakau. Helicoverpa

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sayuran, kacang-kacangan, tomat, jagung dan tembakau. Helicoverpa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Helicoverpa armigera (Hubner) merupakan hama yang umum menyerang tanaman sayuran, kacang-kacangan, tomat, jagung dan tembakau. Helicoverpa armigera (Hubner) merupakan

Lebih terperinci

Rayap, Serangannya, dan Cara Pengendalian

Rayap, Serangannya, dan Cara Pengendalian Rayap, Serangannya, dan Cara Pengendalian Moh. Wahyu Taufiq/10612028 ( Biologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati) Salah satu serangga yang dapat menjadi hama dan mengganggu serta sangat merugikan bagi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium pada suhu rata-rata 27,7 C dan kelembaban 91,5% (Lampiran 4), dengan hasil sebagai berikut: 4.L Awal Kematian Rayap (Jam) Hasil pengamatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan November 2011 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu

Lebih terperinci

UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK NIKOTIN FORMULA 1 (PELARUT ETHER) TERHADAP MORTALITAS Aphis gossypii (HOMOPTERA; APHIDIDAE)

UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK NIKOTIN FORMULA 1 (PELARUT ETHER) TERHADAP MORTALITAS Aphis gossypii (HOMOPTERA; APHIDIDAE) AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 1 MARET 2012 ISSN 1979 5777 47 UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK NIKOTIN FORMULA 1 (PELARUT ETHER) TERHADAP MORTALITAS Aphis gossypii (HOMOPTERA; APHIDIDAE) Sujak dan Nunik Eka Diana Balai

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Desember 2016 April 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Desember 2016 April 2017 di 15 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada Desember 2016 April 2017 di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan Tanaman, Universitas Diponegoro, Semarang. Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Rayap Pada Kayu Umpan Di Kampung Babakan Cimareme Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Rayap Pada Kayu Umpan Di Kampung Babakan Cimareme Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, berasal dari bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi. Kayu merupakan

Lebih terperinci

VI. PEMBUATAN PESTISIDA NABATI. Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP

VI. PEMBUATAN PESTISIDA NABATI. Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP PEMBUATAN PESTISIDA NABATI VI. PEMBUATAN PESTISIDA NABATI Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP MODUL-06 Department of Dryland Agriculture Management, Kupang State Agriculture Polytechnic

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit singkong dengan penggunaan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau atau tauge. Nata yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi

TINJAUAN PUSTAKA. terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayu Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi organisme yang bersangkutan (Duljapar,

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : SITI HARDIANTI WAHYUNI / HPT

SKRIPSI OLEH : SITI HARDIANTI WAHYUNI / HPT EFEKTIFITAS TUNGAU MESOSTIGMATA TERHADAP IMAGO PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera: Scarabidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI OLEH : SITI HARDIANTI WAHYUNI 070302030 / HPT DEPARTEMEN

Lebih terperinci

III. BAIIAN DAN METODE

III. BAIIAN DAN METODE III. BAIIAN DAN METODE 3.1. Tcmpat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan dan Kebun Percobaan Organik (KPO) Fakultas Pertanian Universitas Riau, kampus Bina Widya, Kelurahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di 14 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian,, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di atas permukaan laut, pada

Lebih terperinci

EFEK PERENDAMAN POLS DALAM URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum) DAN RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum)

EFEK PERENDAMAN POLS DALAM URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum) DAN RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum) EFEK PERENDAMAN POLS DALAM URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum) DAN RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum) SKRIPSI RUTH CAROLINA PANJAITAN 060306015 DEPARTEMEN PETERNAKAN

Lebih terperinci

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Rayap Rayap adalah serangga sosial yang termasuk ke dalam ordo Blatodea, kelas heksapoda yang dicirikan dengan metamorfosis sederhana, bagian-bagian mulut mandibula.

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 SURVEI INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DAN PERSENTASE SERANGAN RAYAP PADA PERTANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT BILAH PLANTINDO KABUPATEN LABUHAN BATU SKRIPSI OLEH KRISNO JONO ARIFIN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Proses Fermentasi Substrat Padat Tepung Kulit Ubi Kayu

Lampiran 1. Proses Fermentasi Substrat Padat Tepung Kulit Ubi Kayu LAMPIRAN 45 44 Lampiran 1. Proses Fermentasi Substrat Padat Tepung Kulit Ubi Kayu Tepung Kulit Ubi Kayu + air Dengan perbandingan 1 : 2 Dikukus ± 30 menit Didinginkan dan diinokulasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI

SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI Suryani Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh Medan Buketrata - Lhokseumawe Email : suryani_amroel@yahoo.com Abstrak Pati (khususnya

Lebih terperinci

LAMPIRAN. % dari pakan

LAMPIRAN. % dari pakan LAMPIRAN Lampiran 1. Formulasi Pakan dengan penambahan 30 % kulit daging buah kopi tanpa diamoniasi. No % dari pakan PK LK SK TDN Bahan pakan 1 Kulit Daging Buah Kopi tanpa amoniasi 15.00 2.02 0.22 5.12

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan penelitian Ulangan I Ulangan II Ulangan III Ulangan IV

Lampiran 1. Bagan penelitian Ulangan I Ulangan II Ulangan III Ulangan IV Lampiran 1. Bagan penelitian Ulangan I Ulangan II Ulangan III Ulangan IV P0V1 P0V1 P0V1 P0V1 P1V1 P1V1 P1V1 P1V1 P2V1 P2V1 P2V1 P2V1 P3V1 P3V1 P3V1 P3V1 P4V1 P4V1 P4V1 P4V1 P0V2 P0V2 P0V2 P0V2 P1V2 P1V2

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat penelitian BAB III BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2014 di Laboratorium Kimia Universitas Medan Area. 3.2 Alat dan Bahan Alat Alat yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kabupaten Karo, Desa Kuta Gadung dengan ketinggian tempat m diatas

BAHAN DAN METODE. Kabupaten Karo, Desa Kuta Gadung dengan ketinggian tempat m diatas BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kabupaten Karo, Desa Kuta Gadung dengan ketinggian tempat 1.250 m diatas permukaan laut.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian ini, terbukti bahwa pada akar tomat memang benar terdapat nematoda setelah dilakukan ekstraksi pertama kali untuk mengambil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hayati Di beberapa perkebunan kelapa sawit masalah UPDKS khususnya ulat kantong M. plana diatasi dengan menggunakan bahan kimia sintetik yang mampu menurunkan populasi hama

Lebih terperinci

PATOGENISITAS Beauveria bassiana PADA Spodoptera litura Fabricius. (Lepidoptera : Noctuidae) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT SKRIPSI OLEH :

PATOGENISITAS Beauveria bassiana PADA Spodoptera litura Fabricius. (Lepidoptera : Noctuidae) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT SKRIPSI OLEH : PATOGENISITAS Beauveria bassiana PADA Spodoptera litura Fabricius. (Lepidoptera : Noctuidae) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT SKRIPSI OLEH : HENDRA SAMUEL SIBARANI 100301172 AGROEKOTEKNOLOGI/ HPT PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini diawali dengan mensintesis selulosa asetat dengan nisbah selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu Rudi Firyanto, Soebiyono, Muhammad Rif an Teknik Kimia Fakultas Teknik UNTAG Semarang Jl. Pawiyatan Luhur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit pisang dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Agroteknologi Fakultas

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Agroteknologi Fakultas III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Medan Area dan lahan persawahan di Desa Kolam,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (BALITTAS) Karangploso,

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (BALITTAS) Karangploso, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2010, bertempat di Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2013 di lahan

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2013 di lahan III. MATERI DAN METODE 2.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2013 di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri tapioka merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif bila dilihat dari segi ekonomis. Namun dampak pencemaran industri tapioka sangat dirasakan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. ayam broiler berumur hari dengan bobot badan 1,0-1,3 kg. berasal dari pedagang sayur pasar Cileunyi.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. ayam broiler berumur hari dengan bobot badan 1,0-1,3 kg. berasal dari pedagang sayur pasar Cileunyi. 1 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1. Bahan Penelitian 1. Karkas ayam broiler yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari ayam broiler berumur 23-28 hari dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Empat Jenis Kayu Rakyat berdasarkan Persentase Kehilangan Bobot Kayu Nilai rata-rata kehilangan bobot (weight loss) pada contoh uji kayu sengon, karet, tusam,

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI OLEH : ANDY CHRISTIAN 0731010003 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti ordo Ultisol. Ditinjau dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS

LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS SKRIPSI Oleh : NURITA DEWI 051202011/BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu merupakan tanaman asli daerah tropika basah. Tanaman ini dapat tumbuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu merupakan tanaman asli daerah tropika basah. Tanaman ini dapat tumbuh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu merupakan tanaman asli daerah tropika basah. Tanaman ini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di daerah subtropika. Tanaman tebu dapat tumbuh pada berbagai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pakcoy (deskripsi

MATERI DAN METODE. dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pakcoy (deskripsi III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat (Weight Loss) Contoh Uji Kehilangan berat (WL) merupakan salah satu respon yang diamati karena berkurangnya berat contoh uji akibat aktifitas makan rayap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu merupakan hasil hutan yang dibutuhkan manusia untuk berbagai penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi. Namun pada kenyataannya,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR RK 0502 PEMANFAATAN KITOSAN LIMBAH CANGKANG UDANG PADA PROSES ADSORPSI LEMAK SAPI

TUGAS AKHIR RK 0502 PEMANFAATAN KITOSAN LIMBAH CANGKANG UDANG PADA PROSES ADSORPSI LEMAK SAPI TUGAS AKHIR RK 0502 PEMANFAATAN KITOSAN LIMBAH CANGKANG UDANG PADA PROSES ADSORPSI LEMAK SAPI HELMI RIZA SUSANTO NRP. 2307 030059 ABDULLAH AL MUKHSI NRP. 2307 030 063 Dosen Pembimbing Ir. Sri Murwanti,

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. I. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam

Lebih terperinci