BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kekuasaan Dalam Konsep Piere Bourdieu Istilah kekuasaan memiliki pengertian yang sangat beragam, digunakan dalam berbagai aspek pengetahuan dan tatanan kehidupan. Istilah ini bisa menunjukan pada kekuasaan ekonomis, kekuasaan politik, kekuasaan militer. Lazimnya, kekuasaan berbicara mengenai hubungan antara yang menguasai dan yang dikuasai dalam sebuah institusi yang disebut Negara. Kemajemukan makna kekuasaan mengisyaratkan perbedaan dalam hal mengidentifikasi sumber-sumber kekuasaan, penyelenggara kekuasaan, dan siapa yang berhak memegang kekuasaan. Pada level teoritik, ada yang mengartikan kekuasaan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi kemampuan orang lain, ada pula yang melihat kekuasaan dari segi kemampuan untuk menentukan keputusan sehingga orang lain mengikuti putusan tersebut sesuai dengan kehendak yang membuat keputusan. (Fashri, 2014: 26) Kalau piranti kekuasaan diandaikan terbentuk dalam sebuah topografi ruang sosial, maka ruang sosial terdiri dari berbagai ranah-ranah yang berbeda tetapi saling terkait. Perwujudan kekuasaan yang dominan membutuhkan perangkat-perangkat simbolik untuk melegitimasi kekuasaan tersebut. Artinya legitimasi kekuasaan tidak akan bisa terbentuk tanpa adanya akumulasi capital (entah itu capital ekonomi, sosial, cultural, maupun simbolik). Semakin besar jumlah capital yang dimiliki seseorang atau institusi, semakin besar pula kekuasaan yang diwujudkannya. Dengan demikian, kekuasaan sangat dipengaruhi oleh konsepsi ranah (field), Kapital dan praktik social. Kekuasaan tidaklah berada diluar sana dan berjarak dengan kita atau dalam hubungan State-society. Ia hadir dekat dengan kita dan menyebar dalam setiap ranah social (social field) melalui praktek social. Istilah yang dikemukakan di atas mengenai kekuasaan sangat berkaitan dengan istilah rana (field) dalam pengertian Piere Bourdieu, Bagong, Suyanto M. Khusna Amal (Rindawati, 1988: 429) menyebutkan bahwa: Ranah diartikan sebagai sesuatu yang dinamis dimana ranah merupakan kekuatan yang bersifat otonom dan didalamnya berlangsung perjuangan posisi-posisi. Perjuangan ini dipandang 6

2 mentransformasikan atau mempertahankan ranah kekuatan. Posisi-posisi ditentukan oleh pembagian modal untuk parah aktor yang berlokasi di ranah tersebut. Ketika posisi telah dicapai maka mereka dapat melakukan interaksi dengan habitus untuk menghasilkan sikap-sikap yang berbeda dan memiliki efek tersendiri pada ekonomi, pengambilan posisi di dalam ranah tersebut. (Rindawati, 1988; 429) 2.2. Ranah (field) Sebagai Arena Pertarungan Dan Perjuangan Ranah merupakan arena kekuatan yang didalamnya terdapat upanya perjuangan untuk memperebutkan sumberdaya (modal) dan juga demi meperoleh akses tertentu yang dekat dengan hierarki kekuasaan. Ranah juga merupakan arena pertarungan dimana mereka yang menempatinya dapat mempertahankan atau merubah konfigurasi kekuasaan yang ada. Struktur ranahlah yang membimbing dan memberikan strategi bagi penghuni posisi, baik individu maupun kelompok, untuk melindungi atau meningkatkan posisi mereka dalam kaitanya dengan jenjang pencapainyan sosial. Apa yang mereka lakukan berdasarkan pada tujuan yang paling menguntungkan bagi produk mereka sendiri. Strategi-strategi aktor tersebut bergantung pada posisi mereka dalam ranah. Konsep ranah tak bisa dilepaskan dari ruang social (social space) yang mengacu pada keselurahan konsepsi tentang dunia social. Konsep ini memandang realitas social sebagai suatu topologi (ruang) artinya pemehaman ruang social mencangkup banyak ranah di dalamnya yang memiliki keterkaitan satu sama lain dan terdapat titik-titik kontak yang saling berhubungan. (Habitus x Modal) + Ranah = Pratik Konsep ranah mengandaikan hadirnya berbagai macam potensi yang dimiliki oleh individu maupun kelompok dalam posisinya masing-masing. Tidak saja sebagai arena kekuatan-kekuatan, ranah juga merupakan domain perjuangan demi meperebutkan posisi-posisi didalmnya. Field is a field of forces, but it is also a field of struggles tending to transform or conserve this field of forces, tulis Bourdieu. Posisi-posisi terebut di tentukan oleh alokasi modal atas para pelaku yang mendiami suatu ranah. (Fashri, 2014; ). Memahami konsep ranah berarti mengaitkannya dengan modal. Istilah modal digunakan oleh Bourdieu untuk mematahkan hubungan-hubungan kekuasaan dalam masyarakat. Istilah modal sering dipakai dalam ilmu ekonomi tidak berarti Bourdie 7

3 jatuh kedalam pandangan Ekonomisme. Istilah modal memuat beberapah cirri penting yaitu : (1) Modal terakumulasi melalu investasi; (2) Modal bisa diberikan kepada yang lain melalu warisan; (3) Modal dapat member keuntungan sesuai dengan kesempatan yang dimiliki oleh pemiliknya untuk mengoperasikan penempatannya. Ide Bourdie tentang modal mencakup kemampuan melakukan control terhadap masa depan diri sendiri dan orang lain. Ini merupakan pemusatan segala kekuatan dan hanya bisa ditemukan dalam sebuah ranah. Melalui modal, individu dan masyarakat dapat dimediasi secara teoritik. Disatu sisi, masyarakat dibentuk oleh perbedaan distribusi dan penguasaan modal. Di sisi lain, para individu juga berjuang memperbesar modal mereka. Hasil dari pembagian dan akumulasi modal inilah yang nantinya menentukan posisi dan status mereka dalam masyarakat (Social trajectory dan class distinction). lewat ranah perjuangan (juga kekuatan) dan modal sebagai logika yang mengatur perjuangan-perjuangan tersebut, Bourdieu berkeinginan menampilkan sosiologi kritisnya bahwa dalam masyarakat terkandung praktik dominansi antara yang mendominasi dan didominasi. (Fashri, 2014; 109) Modal sosial, Modal Ekonomi dan Modal Budaya Dalam Konsep Piere Bourdieu Modal menurut Bourdieu mempunyai definisi yang sangat luas dan mencakup hal-hal material yang dapat memiliki nilai simbolik dan signifikansi secara kultural. Misalnya seperti status, dan otoritas yang dirujuk sebagai modal simbolik serta modal budaya yang didefinisikan sebagai selera bernilai budaya dan pola-pola konsumsi. Modal budaya juga dapat berupa seni, bahasa dan pendidikan. Menurut Bourdieu modal merupakan relasi sosial yang terdapat di dalam suatu sistem pertukaran baik material maupun simbol tanpa adanya perbedaan. Modal harus ada di dalam sebuah ranah. Di dalam rumusan generatif Boudieu dijelaskan tentang keterkaitan antara habitus, modal, dan ranah yang bersifat langsung. Di mana nilai yang diberikan modal dihubungkan dengan berbagai karakteristik sosial dan kultural habitus. Dalam hal ini Bourdieu juga memandang modal sebagai basis dominasi yang dapat dipertukarkan dengan jenis modal yang lainnya. Penukaran yang paling hebat menurut Bourdieu adalah pertukaran simbolis, karena dalam bentuk inilah bentuk modal yang berbeda dipersepsi dan dikenali sebagai sesuatu yang legitimate. Contoh yang jelas untuk menggambarkan penjelasan mengenai modal diatas adalah 8

4 penggunaan kekuasaan sebagai modal simbolis untuk mewakili pendapat umum mencoba mempresentasikan dunia sosial melalui penggunaan hukum yang bertujuan untuk memberikan negara sebuah jaminan dalam segalah bentuk nominasi resmi. Pada akhirnya, akan memberikan sebuah identitas yang resmi. Identitas ini akan dapat memunculkan pengidentitasan baru tentang modal ekonomi dan modal budaya. (Rindawati, 1988; 432) Menunjuk Bourdieu modal bisa digolongkan kedalam empat jenis yaitu : pertama modal ekonomi mencangkup alat-alat produksi ( Mesin, Tanah, Buruh), materi (pendapatan dan bendah-bendah) dan uang yang dengan mudah digunakan untuk segala tujuan serta diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kedua Modal budaya adalah keseluruhan kualifikasi intelektual yang bisa diproduksi melalui pendidikan formal maupun warisan keluarga. Termasuk modal budaya antara lain kemampuan menampilkan diri di depan publik, pemilikan benda-benda budaya bernialai tinggi, pengetahuan dan keahlian tertentu dari hasil pendidikan. Ketiga Modal sosial menunjuk kepada jaringan sosial yang dimiliki pelaku (individu atau kelompok) dalam hubunganya dengan pihak lain yang memiliki kuasa. keempat segala bentuk prestise, status, otoritas, dan legitimasi yang terakumulasi sebagai bentuk modal simbolik. (Fauzi Fashri, 2014; 109). Semua bentuk-bentuk modal yang ada, modal ekonomi dan modal budayalah yang memiliki daya besar untuk menentukan jenjang hierarkis dalam masyarakat maju. Prinsip hierarki dan diferensiasi masyarakat tergantung pada jumlah modal yang diakumulasi dan struktur modal itu sendiri. Mereka yang menguasai keempat modal tadi dalam jumlah yang besar akan memperoleh kekuasaan yang besar pula dan menempati posisi hierarki tertinggi (kelas dominan). Tercakup di dalamnya pemilik perusahaan besar, kaum intelektual jebolan institusi pendidikan. Sementara yang hanya menguasai beberepah modal dari keseluruhan modal menempati posisi hierarki sebagai kelas menengah. Peningkatan jenjang bagi kelompok ini sangat tergantung pada kemampuan mereka memperbesar dan mengembangkan modal yang mereka miliki. Kelompok ini bisa kaum wiraswasta, karyawan, dosen baru. Berbeda dari dua kelas tersebut mereka yang tidak memilii modal sama sekali menempati jenjang hierarki social terendah. Contohnya ; para buru, petani pengemis dan lainnya. 9

5 2.4. Habitus Habitus adalah struktur mental atau kognitif yang dengannya Aktor berhubungan dengan dunia sosial. Aktor dibekali dengan serangkaian tema terinternalisasi yang mereka gunakan untuk merasakan, memahami, mengapresiasi dan mengevaluasi dunia sosial, melalui skema inilah orang menghasilkan praktik mereka, merasakan dan mengevaluasinya, secara dealektis habitus adalah produk dari internalisasi struktur dunia sosial (Bourdieu, 1989; 18) Sebenarnya kita dapat menganggap habitus sebagai akal sehat Cammon sense (Halton, 2000). Mereka merefleksikan pembagian objektif dalam struktur kelas, seperti kelompok usia, jenis kelamin, dan kelas sosial. Habitus di peroleh sebagai akibat dari ditempatinya posisi di dunia sosial dalam waktu yang panjang. Jadi habitus bervariasi tergantung pada sifat posisi seseorang di dunia tersebut; tidak semua orang memiliki habitus yang sama. Namun mereka yang menempati posisi sama di dunia sosial cenderung memiliki habitus yang sama (Agar adil bagi Bourdieu, disini harus kita tambahkan ia mengemukakan pernyataan sedemikian rupa sehingga diarahkan oleh keiginan untuk memperkenalkan kembali praktik agen, kemampuan, penemuan dan improvisasinya (Bourdieu, 1990; 13) Dalam hal ini habitus bisa jadi merupakan fenomena kolektif. Habitus memungkinkan orang memahami dunia sosial, namun keberadaan berbagai habitus berarti bahwa dunia sosial dan strukturnya tidak menancapkan dirinya secara seragam pada setiap aktor. (Ritzer, dan Goodman, 2004) 2.5. Jaringan Irigasi Irigasi sudah sangat lama di kenal di Indonesia, dan petanilah yang mula-mula membangunnya. Petani membagun irigasi untuk memenuhi kebutuhan mengairi areal persawahan yang mereka miliki. Jaringan irigasi yang dibangun umumnya berskala kecil dan bentuknya sederhana sekali. Kegiatan membangun irigasi biasanya dilakukan petani dengan mendayagunakan sumberdaya mereka, secara swadaya dan bergotong royong. Diberbagai daerah kita masih menjumpai irigasi-irigasi yang di bangun oleh petani, yang hingga sekarang masih berjalan dengan baik. Irigasi semacam ini biasa disebut irigasi desa atau irigasi tradisional. Sejarah irigasi yang panjang di indonesia telah memberi kesempatan bagi petani untuk menumbuhkan kelembagaan-kelembagaan pengelolaan air irigasi secara 10

6 tradisional. Apabilah sarana fisik sebuah jaringan irigasi merupakan perangkat keras nya, maka lembaga-lembaga tersebut baik yang formal maupun yang tidak formal, merupakan perangkat lunak nya, yang mutlak di perlukan untuk mengelola air irigasi sebagaimana mestinya. Lembaga-lembaga yang telah di kembangkan oleh petani itu merupakan semacam sumber daya nasional yang sangat berharga, yang patut dipelajari dan dipahami agar potensi air irigasi dan kemakmuran penghuni pedesaan dapat di tingkatkan. Dalam Perkembangan selanjutnya, Jhon S. Ambler (Lubis dan Harahap, 1988: 75). Menyebutkan bahwa: irigasi bukan menjadi kebutuhan petani saja, melainkan juga kebutuhan pemerintah, terus berlanjut hingga sekarang. Irigasi merupakan salah satu subsektor dari sektor pertanian yang sejak Pembagunan Lima Tahun (pelita 1) secara intensif di kembangkan seiring dengan program pemerintah untuk mencapai swasembada pangan, terutama beras. Di indonesia perlu di bedakan antara irigasi yang di kelola oleh pemerintah dan irigasi yang di kelola oleh petani, yang dulu di sebut irigasi rakyat atau irigasi tradisional tetapi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku resminya disebut irigasi pedesaan. Irigasi tersebut yang telah dibangun dengan atau tanpa bantuan pemerintah di kelola sepenuhnya oleh petani yang bersangkutan. Irigasi sejenis ini dapat di sebut irigasi petani. Irigasi yang di kelola oleh pemerintah lazim disebut sebagai irigasi Dinas Pekerjaan Umum (PU). Irigasi tersebut umumnya telah dibangun baru atau di bantu oleh pemerintah, departemen pekerjaan umum, dan sebagian tugas pengelolaan dikerjakan oleh dinas pekerjaan umum propinsi. Dalam duapuluh tahun terakhir ini selain dari membagun irigasi baru dan meningkatkan irigasi PU lainnya, banyak juga irigasi petani yang di ambil ali oleh pemerintah menjadi irigasi PU. (Jhon S. Amber, 1991: 5) Di jaringan irigasi berukuran besarpun, usaha pengelolaan air untuk menunjang produksi pangan tidaklah semata-mata sesuatu kegiatan teknis berkala. Air perlu di atur oleh manusia supaya pemberiannya kepada lahan tepat jumlahnya dan waktunya. Berhasil tidaknya usaha itu tergantung pada tegnologi yang di pergunakan. Namun dengan teknologi manapun untuk mengelola air irigasi dengan baik perlu dilaksanakan serangkainyan kegiatan yang menyangkut seluruh aspek operasi dan 11

7 pemeliharaan, mulai dari pengerahan tenaga untuk membersihkan saluran atau memperbaiki bendung sampai kepada penyelesaiaan konflik mengenai pembagian air dan perencanaan untuk musim tanam berikutnya. Pola Pengelolaan irigasi pada dasarnya dapat di bagi dalam 2 kategori utama yaitu; pertama, pengelolaan irigasi yang didominasi oleh intervensi pemerintah sebagai warisan dari Pola tata tanam yang di tetapkan dalam pengaturan air yang mendukung tata tanam. Pola ini dapat di sebut sebagai pola berwawasan teknis. Pola kedua didominasi oleh peranan masyarakat setempat dalam mengatur alokasi dan distribusi air. Pola ini dapat disebut pola yang berwawasan sosial Organisasi Petani Pemakai Air Dalam usaha mencapai swasembada beras, setiap Negara di Asia Tenggara menginvestasikan dana yang sangat besar untuk mengembangkan infrastruktur irigasi dan memperluas lahan yang dapat diari. tetapi agar petani dapat berperan secara efektif dalam pengelolaan jaringan irigasi, mereka harus terhimpun dalam organisasi sehingga kebutuhan yang sama dan keinginan yang berbeda dapat ditangani. Kebutuhan akan kerja sama yang sisitematis merupakan hal yang fundamental dalam irigasi karena ada tingkat saling ketergantungan yang tinggi antara para pemakai air yang memanfaatkan jaringan irigasi yang sama. Apabila petani dibagian hulu tidak membersihkan saluran air mungkin tidak sampai ke petani bagian hilir. Atau apabilah sala satu petani memakai air terlalu banyak akan menimbulkan kebanjiran bagi petani yang lahannya berdekatan dan kekeringan bagi petani yang jauh. Keadaan saling tergatung ini membutuhkan organisasi dimana petani dapat menyampaikan kebutuhannya dan dapat melaksanakan kesepakatan- kesepakatan mereka. (Frances F. Korten 1991; 30). Memakai air merupakan alasan dasar untuk pengadaan organisasi pemakai air. Alasan penting dari organisasi itu adalah memiliki hak-hak pemakainyan air dari sumber umum: sungai, danau, mata air, atau sumber air tanah. Diberbagai daerah di Asia Tenggara petani sudah lama menyadari pentingnya organisasi irigasi dan dari abad ke abad sudah menciptakan sistem sosial yang memperbolehkan mereka membangun dan melestarikan irigasi dalam pada jangka waktu yang panjang. Pada waktu sekarang Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) merupakan organisasi sosial 12

8 para petani yang bertugas sebagai wadah pengelolaan jaringan irigasi, irigasi desa maupun irigasi subak dengan tujuan agar memperoleh efesiensi. Namun di dalam perjalanan hidup P3A yang oleh pasal 20 peraturan pemerintah No 23 tahun 1982 tentang irigasi diharapkan mampu secara organisatoris, teknis dan finansial diserahkan tugas pembangunan, rehabilitasi, exploitasi, dan pemeliharaan jaringan irigasi di tingkat usaha tani. Tentunya banyak kebutuhan, terutama modal yang tak kecil yang tidak dapat diperoleh dari iuran atau sumbangan namun perlu juga dari pinjaman dan lain-lain sumber dana. P3A yang semulanya berfungsi sebagai wadah bagi para petani untuk maksudmaksud sosial, yaitu mengupanyakan efesiensi pengelolaan jaringan irigasi pada tingkat usaha tani, dalam pengalamannya akan bergeser fungsinya sebagai organisasi ekonomi. Hal ini disebabkan oleh perkembangan kebutuhan para anggotanya dalam memenuhu peningkatan kebutuhan ekonomi. (Soediro 1991;70) 1 1 Ane Booth, Tinjauan Sejarah Perkembangan Irigasi di Indonesia pada masa sebelum kemerdekaan, dalam effendi pansadaran dan Donald C. Tailor (peyunting). Irigasi: Kelembagaan dan Ekonomi. Jilid 2, PT Gramedia, Jakarta, Hal

9 2.7. Kerangka Pikir Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan pada bab serta memperhatikan tinjauan pustaka pada bab 2, maka secara skematis kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini: PETANI & PERTANIAN Habitus Nilai FAKTA SOSIAL Habitus Nilai AKTOR Habitus Nilai IRIGASI & PERTANIAN Habitus Nilai AKTOR TINDAKAN SOSIAL (Habitus x Modal) + Ranah 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bourdieu tentang Habitus Menurut Bourdieu (dalam Ritzer 2008:525) Habitus ialah media atau ranah yang memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Teoritis

Bab II Tinjauan Teoritis Bab II Tinjauan Teoritis Pengantar Perspektif Pierre Bourdieu mengenai habitus, ranah, modal dan praktik akan dimanfaatkan untuk menganalisa pengalaman berwirausaha para pengusaha seni kerajinan perak

Lebih terperinci

BAB V RELASI KEKUASAAN KELOMPOK DAN AKTOR DALAM PENGELOLAAN JARINGAN IRIGASI DI DESA LINAMNUTU

BAB V RELASI KEKUASAAN KELOMPOK DAN AKTOR DALAM PENGELOLAAN JARINGAN IRIGASI DI DESA LINAMNUTU BAB V RELASI KEKUASAAN KELOMPOK DAN AKTOR DALAM PENGELOLAAN JARINGAN IRIGASI DI DESA LINAMNUTU Dalam Pengelolaan jaringan Irigasi di desa Linamnutu muncul peran Kelompok dan Aktor dalam pengelolaan jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam perspektif ilmu-ilmu sosial terutama filsafat dan sosiologi, oposisi diantara subjektivisme dan objektivisme merupakan bagian yang selama ini tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pertanian. Jumlah penduduk Idonesia diprediksi akan menjadi 275 juta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pertanian. Jumlah penduduk Idonesia diprediksi akan menjadi 275 juta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Irigasi Indonesia adalah Negara yang sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian dengan makanan pokoknya bersumber dari beras, sagu, serta ubi hasil pertanian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengertian dari irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air

BAB I PENDAHULUAN. pengertian dari irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 2006 disebutkan bahwa pengertian dari irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Dalam masa pembangunan pertanian yang bertujuan meningkatkan hasilhasil pertanian (terutama bahan pangan pokok) untuk mencukupi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di Studi Kasus: Kontestasi Andi Pada Pilkada Kabupaten Pinrang 1 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di lapangan yang menyajikan interpretasi saya

Lebih terperinci

JURNAL PENA INDONESIA (JPI) Jurnal Bahasa Indonesia, Sastra, dan Pengajarannya Volume 2, Nomor 1, Maret 2016 ISSN:

JURNAL PENA INDONESIA (JPI) Jurnal Bahasa Indonesia, Sastra, dan Pengajarannya Volume 2, Nomor 1, Maret 2016 ISSN: JURNAL PENA INDONESIA (JPI) Jurnal Bahasa Indonesia, Sastra, dan Pengajarannya Volume 2, Nomor 1, Maret 2016 ISSN: 22477-5150 INTELEKTUAL ARENA PADA KKPK NEW BESTIES KARYA ORYZA SATIVA APRIYANI Rizky Dian

Lebih terperinci

INTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMBAHARUAN KEBIJAKSANAAN PENGELOLAAN IRIGASI PRESIDEN REBUBLIK INDONESIA,

INTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMBAHARUAN KEBIJAKSANAAN PENGELOLAAN IRIGASI PRESIDEN REBUBLIK INDONESIA, 1 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMBAHARUAN KEBIJAKSANAAN PENGELOLAAN IRIGASI PRESIDEN REBUBLIK INDONESIA, Menimbang : 1. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara

BAB I PENDAHULUAN. Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara menyeluruh, terpadu, berwawasan lingkungan dan berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh

BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh 180 BAB V PENUTUP Penelitian Pertarungan Tanda dalam Desain Kemasan Usaha Kecil dan Menengah ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 5.1. Kesimpulan 5.1.1. Praktik dan Modal Usaha Kecil Menengah

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara Pertanian, artinya sektor pertanian dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara Pertanian, artinya sektor pertanian dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Pertanian, artinya sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting, karena selain bertujuan menyediakan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran Berita Politik Dalam Surat Kabar Pikiran Rakyat Terhadap Pengetahuan Politik Mahasiswa Ilmu Sosial se-kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Peran Berita Politik Dalam Surat Kabar Pikiran Rakyat Terhadap Pengetahuan Politik Mahasiswa Ilmu Sosial se-kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini, terutama teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang dengan cepat,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menggalakkan pembangunan dalam berbagai bidang, baik bidang ekonomi,

I. PENDAHULUAN. menggalakkan pembangunan dalam berbagai bidang, baik bidang ekonomi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan sebuah negara berkembang yang terus berupaya menggalakkan pembangunan dalam berbagai bidang, baik bidang ekonomi, politik, hingga pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Talempong goyang awalnya berasal dari Sanggar Singgalang yang. berada di daerah Koto kociak, kenagarian Limbanang, kabupaten

BAB IV KESIMPULAN. Talempong goyang awalnya berasal dari Sanggar Singgalang yang. berada di daerah Koto kociak, kenagarian Limbanang, kabupaten 99 BAB IV KESIMPULAN Talempong goyang awalnya berasal dari Sanggar Singgalang yang berada di daerah Koto kociak, kenagarian Limbanang, kabupaten Lima Puluh Koto, diestimasi sebagai hiburan alternatif musik

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 616 TAHUN : 2003 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG Menimbang :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor utama bagi perekonomian sebagian besar negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Peran sektor pertanian sangat penting karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengertian Tanah dan Fungsinya Sejak adanya kehidupan di dunia ini, tanah merupakan salah satu sumberdaya yang penting bagi makhluk hidup. Tanah merupakan salah satu bagian

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Latar belakang Sejarah pertumbuhan dan perkembangan fisik Kota Tarakan berawal dari lingkungan pulau terpencil yang tidak memiliki peran penting bagi Belanda hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lipat pada tahun Upaya pencapaian terget membutuhkan dukungan dari

BAB I PENDAHULUAN. lipat pada tahun Upaya pencapaian terget membutuhkan dukungan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prediksi peningkatan populasi di Asia pada tahun 2025 sekitar 4,2 milyar. Menurut International Policy Research Institute, prediksi tersebut berdampak pada peningkatan

Lebih terperinci

Bab VII Pemanfaatan Modal (Capital) Oleh Pengusaha Penduduk Lokal dan Pengusaha Migran dalam Dinamika Berwirausaha

Bab VII Pemanfaatan Modal (Capital) Oleh Pengusaha Penduduk Lokal dan Pengusaha Migran dalam Dinamika Berwirausaha Bab VII Pemanfaatan Modal (Capital) Oleh Pengusaha Penduduk Lokal dan Pengusaha Migran dalam Dinamika Berwirausaha Pengantar Pemanfaatan Modal oleh pengusaha penduduk lokal dan pengusaha migran, menunjukan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. masyarakat hidup bersama biasanya akan terjadi relasi yang tidak seimbang. Hal

BAB VI KESIMPULAN. masyarakat hidup bersama biasanya akan terjadi relasi yang tidak seimbang. Hal BAB VI KESIMPULAN Pada sebuah kondisi masyarakat multikultural di mana berbagai kelom pok masyarakat hidup bersama biasanya akan terjadi relasi yang tidak seimbang. Hal tersebut ditandai dengan hadirnya

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan pertanian yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Relativitas Kekuasaan dan Strategi Modal Sosial Perkembangan teori sosiologi melalui proses yang panjang sehingga sampai pada tahap postmodern. Dalam tahap ini postmodern menurut

Lebih terperinci

Bab VI: Kesimpulan. 1 Pemilih idealis mengaktualisasikan suaranya berdasarkan ideologi untuk memperjuangkan nilai-nilai

Bab VI: Kesimpulan. 1 Pemilih idealis mengaktualisasikan suaranya berdasarkan ideologi untuk memperjuangkan nilai-nilai Bab VI Kesimpulan Studi ini telah mengeksplorasi relasi dari kehadiran politik klan dan demokrasi di Indonesia dekade kedua reformasi. Lebih luas lagi, studi ini telah berupaya untuk berkontribusi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk Republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk Republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia lahir pada 17 Agustus 1945 adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah Indonesia terdiri atas beberapa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga saat ini, relasi antara Pemerintah Daerah, perusahaan dan masyarakat (state, capital, society) masih belum menunjukkan pemahaman yang sama tentang bagaimana program CSR

Lebih terperinci

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh : Purba Robert Sianipar Assisten Deputi Urusan Sumber daya Air Alih fungsi lahan adalah salah satu permasalahan umum di sumber daya air yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini masih dalam proses pembangunan disegala bidang baik dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. saat ini masih dalam proses pembangunan disegala bidang baik dari sektor 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dimana pada saat ini masih dalam proses pembangunan disegala bidang baik dari sektor alam, infrastruktur, ekonomi, politik,

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP. khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP. khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP 3.1 Kerangka Berpikir Subak sangat berperan dalam pembangunan pertanian beririgasi, khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya air irigasi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi areal vital bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan akan air. Pemanfaatan air sungai banyak digunakan sebagai pembangkit

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini

Lebih terperinci

Sosiologi Pendidikan Sosiologi Politik Sosiologi Hukum Sosiologi Agama Sosiologi Komunikasi

Sosiologi Pendidikan Sosiologi Politik Sosiologi Hukum Sosiologi Agama Sosiologi Komunikasi Sosiologi Pendidikan Sosiologi Politik Sosiologi Hukum Sosiologi Agama Sosiologi Komunikasi Sosiologi Kesehatan Sosiologi Industri Sosiologi Desain Sosiologi Budaya Sosiologi Ekonomi 1 Kajian Sosiologi

Lebih terperinci

AgroinovasI. Badan Litbang Pertanian. Edisi Desember 2011 No.3436 Tahun XLII

AgroinovasI. Badan Litbang Pertanian. Edisi Desember 2011 No.3436 Tahun XLII Dusun Subak Berbasis Social-Industry of Agriculture Meningkatkan Potensi Pertanian Bali dan Kesejahteraan Para Abdi Bumi Melalui Dusun Subak Berbasis Social-Industry of Agriculture Indonesia adalah salah

Lebih terperinci

sebagai penjembatan dalam berinteraksi dan berfungsi untuk

sebagai penjembatan dalam berinteraksi dan berfungsi untuk BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Dalam penelitian kualitatif teknik analisis dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data yang di peroleh dari berbagai macam sumber, baik itu pengamatan, wawancara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

SOSIOLOGI PENDIDIKAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL KONFLIK TOKOH PEMIKIR ANTARA LAIN: 1. KARL MARX (1818-1883) 5. JURGEN HABERMAS 2. HEGEL 6. ANTONIO GRAMSCI 3. MAX HORKHEIMER (1895-1973) 7. HERBERT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal ini terjadi karena manusia mempunyai kepentingan-kepentingan yang berbeda, dan perubahan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Hutan lindung sesuai fungsinya ditujukan untuk perlindungan sistem

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Hutan lindung sesuai fungsinya ditujukan untuk perlindungan sistem BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan lindung sesuai fungsinya ditujukan untuk perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Pada tahun 1960, Indonesia mengimpor beras sebanyak 0,6 juta ton. Impor beras mengalami peningkatan pada tahun-tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7

BAB I PENDAHULUAN. kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam kehidupan seharihari kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Konferensi Bali dan berbagai organisasi dunia, baik lembaga swadaya masyarakat maupun lembaga pemerintah, sudah mengakui dampak perubahan iklim terhadap berbagai sektor, khususnya

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Dari berbagai deskripsi dan analisis yang telah penulis lakukan dari bab I

BAB VI PENUTUP. Dari berbagai deskripsi dan analisis yang telah penulis lakukan dari bab I BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Dari berbagai deskripsi dan analisis yang telah penulis lakukan dari bab I hingga V penulis menyimpulkan beberapa hal berikut. Pertama, bahwa tidur tanpa kasur di dusun Kasuran

Lebih terperinci

REALITAS SOSIAL TINGKAT MIKRO

REALITAS SOSIAL TINGKAT MIKRO REALITAS SOSIAL TINGKAT MIKRO Pertemuan adalah episode interaksi tatap muka. Hampir semua pertemuan dibatasi oleh struktur tingkat meso dan budaya terkait dari unit gabungan dan kategorik dan, dengan perluasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan

Lebih terperinci

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA Nindyantoro Permasalahan sumberdaya di daerah Jawa Barat Rawan Longsor BANDUNG, 24-01-2008 2008 : (PR).- Dalam tahun 2005 terjadi 47 kali musibah tanah longsor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi daerah asal padi adalah India Utara bagian timur, Bangladesh Utara dan daerah

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi daerah asal padi adalah India Utara bagian timur, Bangladesh Utara dan daerah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Padi merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai sekarang menjadi tanaman utama dunia. Bukti sejarah di Propinsi Zheijiang, Cina Selatan menunjukkan bahwa padi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih tinggi (kuliah). Pada hakikatnya pendidikan merupakan upaya untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih tinggi (kuliah). Pada hakikatnya pendidikan merupakan upaya untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang " Bocah jaman saiki kudu sekolah sing dhuwur ben dadi wong sukses." (Anak jaman sekarang harus sekolah sampai tinggi agar menjadi orang yang sukses) Nasehat seseorang

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pemimpin Lokal dalam Pembangunan Kartodirdjo (1986) menyebutkan bahwa dalam setiap masyarakat secara wajar timbullah dua kelompok yang berbeda peranan

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok, atau antara kelompok dengan kelompok selalu terjadi, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. kelompok, atau antara kelompok dengan kelompok selalu terjadi, baik secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Dalam masyarakat, interaksi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau antara kelompok dengan kelompok selalu terjadi, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi individu serta sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. SIMPULAN

BAB V PENUTUP A. SIMPULAN 101 BAB V PENUTUP A. SIMPULAN Memperoleh pendidikan pada dasarnya merupakan suatu hak bagi tiap individu. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang ditakdirkan untuk memperoleh pendidikan. Perolehan pendidikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penyuluhan Kelompok Tani merupakan proses perubahan dan pembelajaran. Melalui perannya, petani mandiri di Desa Karangmojo belajar dan hasil dari pembelajaran tersebut membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan. kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan. kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Strategi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang masih diandalkan negara kita, karena sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB.I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB.I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB.I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak dapat dicapai semata-mata dengan menyingkirkan hambatan yang menghalang kemajuan ekonomi. Pendorong utama pertumbuhan ekonomi ialah upaya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 50 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR MENTERI DALAM NEGERI,

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 50 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR MENTERI DALAM NEGERI, KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 50 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam meningkatkan pengelolaan irigasi secara

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka menunjang ketahanan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu komponen penting pendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 275 juta orang pada tahun Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari

BAB I PENDAHULUAN. 275 juta orang pada tahun Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia (Syarief, 2011). Jumlah penduduk Indonesia diprediksi akan menjadi 275 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB IV PENILAIAN PENGEMBANGAN KAPASITAS PETANI PEMAKAI AIR DAERAH IRIGASI WAY RAREM

BAB IV PENILAIAN PENGEMBANGAN KAPASITAS PETANI PEMAKAI AIR DAERAH IRIGASI WAY RAREM BAB IV PENILAIAN PENGEMBANGAN KAPASITAS PETANI PEMAKAI AIR DAERAH IRIGASI WAY RAREM Pada bab ini akan dibahas mengenai penilaian pengembangan kapasitas komunitas petani pemakai air dalam pengelolaan irigasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN Menimbang : a. bahwa dalam rangka untuk mencapai keberlanjutan

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel.

BAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel. BAB VIII KESIMPULAN Puisi Maḥmūd Darwīsy merupakan sejarah perlawanan sosial bangsa Palestina terhadap penjajahan Israel yang menduduki tanah Palestina melalui aneksasi. Puisi perlawanan ini dianggap unik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi serta perubahan struktur sosial ekonomi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I UMUM Menyadari bahwa peran sektor pertanian dalam struktur dan perekonomian nasional sangat strategis dan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai

BAB VI PENUTUP. Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai 286 BAB VI PENUTUP A. Simpulan Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai lembaga yang mengalami proses interaksi sosial, baik secara pribadi maupun kolektif, tetap saja dipahami

Lebih terperinci

BAB VI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENCIPTAKAN PERUBAHAN

BAB VI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENCIPTAKAN PERUBAHAN 68 BAB VI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENCIPTAKAN PERUBAHAN Pengorganisasian lebih dimaknai sebagai suatu kerangka menyeluruh dalam rangka memecahkan masalah ketidakadilan sekaligus membangun tatanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, berinteraksi, bermasyarakat dan menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Hierarki Kebutuhan Terdapat berbagai macam teori motivasi, salah satu teori motivasi yang umum dan banyak digunakan adalah Teori Hierarki Kebutuhan. Teori

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, Menimbang : a. bahwa air mempunyai fungsi sosial dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak akan pernah hilang selama kehidupan manusia berlangsung. Karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang harus dididik dan dapat dididik.

Lebih terperinci

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA TUJUAN PERKULIAHAN Mahasiswa memahami manusia sebagai makhluk budaya Mahasiswa mampu mengapresiasi kebudayaan Mahasiswa memahami problematika kebudayaan MANUSIA MANUSIA Apa

Lebih terperinci

Hari Depan Petani dan Pertanian : Rekonstruksi dan Restrukturisasi

Hari Depan Petani dan Pertanian : Rekonstruksi dan Restrukturisasi Hari Depan Petani dan Pertanian : Rekonstruksi dan Restrukturisasi Prof. Dr. Bungaran Saragih, M.Ec Menteri Pertanian Republik Indonesia Pidato kunci pembukaan Konferensi Nasional Perhimpunan Ekonomi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia memposisikan pembangunan pertanian sebagai basis utama

I. PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia memposisikan pembangunan pertanian sebagai basis utama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pemerintah Indonesia memposisikan pembangunan pertanian sebagai basis utama untuk menanggulangi dampak krisis ekonomi yang lebih parah lagi. Sejalan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor unggulan yang berkontribusi sebesar 15,3 persen pada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2009. Pertimbangan lain yang menguatkan

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Sofyan Sjaf Turner dalam bukunya yang berjudul The Structure of Sociological Theory pada bab 11 13 dengan apik menjelaskan akar dan ragam teori konflik yang hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam

BAB V P E N U T U P. bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam BAB V P E N U T U P A. Kesimpulan Berdasarkan uraian bab demi bab dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam kepercayaan kepada Gikiri Moi

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan

Lebih terperinci

Kesimpulan. Bab Sembilan. Subak sebagai organisasi tradisional yang memiliki aturan (awigawig)

Kesimpulan. Bab Sembilan. Subak sebagai organisasi tradisional yang memiliki aturan (awigawig) Bab Sembilan Kesimpulan Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian di Indonesia hingga saat ini masih berperan penting dalam penyediaan dan pemenuhan pangan bagi masyarakatnya. Dengan adanya eksplositas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budi Koentjaraningrat (dalam Soeloeman, 2007:21). Kebudayaan dapat

BAB I PENDAHULUAN. budi Koentjaraningrat (dalam Soeloeman, 2007:21). Kebudayaan dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta kata budhayah yaitu dari kata buddhi yang berarti budi atau akal dengan demikian kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 50 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR MENTERI DALAM NEGERI,

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 50 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR MENTERI DALAM NEGERI, KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 50 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam meningkatkan pengelolaan irigasi secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menuju kemandirian sebagai daerah otonom tersebut, pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menuju kemandirian sebagai daerah otonom tersebut, pemerintah daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah yang telah digulirkan sejak tahun 2001 memotivasi daerah untuk berusaha mencukupi kebutuhan daerahnya tanpa harus tergantung pada pemerintah pusat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lampau dimana kawasan Sumatera Utara masuk dalam wilayah Sumatera Timur

BAB I PENDAHULUAN. lampau dimana kawasan Sumatera Utara masuk dalam wilayah Sumatera Timur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Utara adalah suatu kawasan yang banyak menyimpan bentukbentuk kesenian tradisional Melayu. Hal ini berkaitan dengan sejarah masa lampau dimana kawasan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN : 2003 NOMOR : 54 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A) DI WILAYAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB VI LANGKAH KE DEPAN BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perluasan areal tanam melalui peningkatan intensitas pertanaman (IP) pada lahan subur beririgasi dengan varietas unggul baru umur super ultra genjah. Potensi tersebut

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perkembangan kota kecil di Joglosemar

BAB VI PENUTUP. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perkembangan kota kecil di Joglosemar BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perkembangan kota kecil di Joglosemar dalam konteks sistem perkotaan wilayah Jawa Tengah dan DIY. Ada empat pertanyaan yang ingin dijawab

Lebih terperinci