BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang masih diandalkan negara kita, karena sektor pertanian mampu memberikan pemulihan dalam mengatasi krisis. Keadaan inilah yang menampakkan sektor pertanian sebagai sektor yang mempunyai potensi besar untuk berperan dalam pemulihan ekonomi nasional. Hal ini terbukti bahwa di tengah krisis nasional, sektor ini masih memperlihatkan nilai positif (Husodo, dkk, 2004). Pembangunan pertanian tidak terlepas dari pengembangan kawasan pedesaan yang menempatkan pertanian sebagai penggerak utama perekonomian. Lahan, potensi tenaga kerja menjadi faktor utama pengembangan pertanian. Pembangunan pertanian memerlukan integrasi dengan kawasan dan dukungan sarana serta prasarana yang tidak saja berada di pedesaan (Anonimus, 2010). Dalam usaha, sektor pertanian tidak terlepas dari pengairan untuk lahan usaha tani masyarakat. Untuk meningkatkan produksi dibutuhkan air yang cukup. Oleh karena itu irigasi pertanian sangat diperlukan. Irigasi sudah lama dikenal di Indonesia. Petani membangun irigasi untuk memenuhi kebutuhan air di areal persawahan mereka. Jaringan yang dibangun umumnya berskala kecil dan sederhana. Kegiatan membangun irigasi biasanya dilakukan dengan mendayagunakan sumber daya manusia, secara swadaya dan bergotong royong (Ambler, 1992). 6

2 7 Kegiatan-kegiatan keirigasian selalu menuntut kerja sama antar petani. Pembangunan dan pemeliharaan bangunan pengairan dan saluran, pembagian air antar hamparan sawah dan antar petak sawah membutuhkan kerja sama yang terorganisasi secara baik antara petani (Siskel dan Hutapea, 1995). Dalam rangka pengelolaan irigasi, pemerintah telah melakukan upaya Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI) dengan menerbitkan hukum sebagai dasar pijakan : 1. Peraturan Pemerintah No. 77 tahun 2001 tentang irigasi 2. Keputusan Menteri Pemukiman dan prasarana wilayah No. 529/KPTS/M/2001 tentang pedoman penyerahan kewenangan pengelolaan irigasi kepada perkumpulan petani pemakai air 3. Keputusan Menteri dalam Negeri No. 50 tahun 2001, tentang pedoman pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air (Anonimus, 2010). Dalam mengelola air irigasi secara bersama, selalu ada organisasi, walaupun lembaga itu kerap tidak dibentuk secara formal. Petani biasanya tidak bersedia meluangkan waktu untuk membentuk organisasi yang terlalu rumit jika ekologi dan luas arealnya tidak menuntut adanya organisasi formal (Ambler, 1992). Untuk menangani irigasi, yang merupakan salah satu sumber daya alam yang harus ditangani secara bersama (menurut aturan dan hak-hak yang telah dikembangkan secara bersama pula), petani telah membentuk lembaga-lembaga yang dapat mewadahi kemampuan dan aspirasi petani mengenai pengelolaan air irigasi. Lembaga tradisional, baik formal maupun informal, bersifat dinamis dan terus berkembang bentuk dan fungsinya. Bertahannya lembaga-lembaga

3 8 tradisional hingga sekarang adalah bukti nyata bahwa organisasi tradisonal dapat tetap aktif dan dinamis (Pasandaran, 1991). Organisasi adalah wadah untuk menyatukan orang untuk bersama-sama melakukan apa yang tidak dapat mereka lakukan sendirian. Menurut Hicks (1972) organisasi adalah suatu proses interaksi dari orang-orang yang mengikuti suatu struktur tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan pribadi dan tujuan bersama (Ginting, 1999). Perkumpulan Petani Pemakai Air adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah pelayanan irigasi yang dibentuk oleh petani pemakai air itu sendiri secara demokratis (DPAI, 2011). Organisasi petani pemakai air terkait dengan pemerintahan desa yang merupakan pusat pengaturan kegiatan kemasyarakatan di desa, meskipun ada yang dibentuk sendiri oleh petani dan sesuai dengan kebutuhannya sehingga telah mengakar dalam masyarakat (Anonimus, 2011). Perkumpulan Petani Pemakai Air merupakan organisasi sosial dari petani yang tidak berinduk pada golongan maupun partai politik, tetapi organisasi yang bergerak di bidang pertanian, dalam kegiatan pengelolaan air sehubungan dengan kepentingan pelaksanaaan usaha tani (Kartasapoetra dan Mul, 1994). Berbeda dengan organisasi petani yang bersifat tradisional, P3A merupakan organisasi yang bersifat formal, dengan adanya Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) dan terstruktur (Siskel dan Hutapea, 1995).

4 9 Organisasi P3A menurut peraturannya, rapat anggota harus membuat secara tertulis suatu Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) mengenai tata laksana kegiatanya dan harus disetujui oleh pemerintah daerah (Pasandaran, 1991). Agar P3A mencapai sasaran seperti yang diinginkan pemerintah atas dasar pasal 20 PP No. 23 tahun 1982, maka Presiden RI menginstruksikan kepada tiga menteri, yakni: 1. Menteri Dalam Negeri memberi petunjuk kepada Gubernur dalam usaha membina dan mendorong terbentuknya P3A di daerah masing-masing, 2. Menteri Pekerjaan Umum melakukan pembinaan dalam eksploitasi irigasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, guna terselenggara pengelolaan air secara tepat guna, berdaya guna, dan berhasil guna, 3. Menteri Pertanian melakukan pembinaan dalam pemanfaatan air secara adil dan tepat guna di tingkat petak kuarter dengan memperhatikan faktor tersediannya air sesuai dengan kebutuhan usaha tani dan aspirasi masyarakat setempat (Ambler, 1992). Kelembagaan pengelolaan irigasi yang diharapkan adalah kelembagaan yang sifatnya merupakan kerjasama antara pemerintah daerah dan para pengguna air, karena keduanya mempunyai potensi yang sangat baik untuk disinergikan. Keberadaan kelembagaan pemakai air sebagian besar sudah berstatus badan hukum. Ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa P3A harus kuat dan mapan serta bermanfaat (Anonimous, 2003).

5 10 Organisasi petani pemakai air (P3A) betujuan : 1. untuk menampung masalah dan aspirasi petani yang berhubungan dengan air. 2. Wadah bertemunya petani untuk saling bertukar pikiran dan pendapat serta membuat keputusan-keputusan guna memecahkan masalah yang dihadapi bersama, baik yang dapat dipecahkan sendiri maupun yang memerlukan bantuan dari luar. 3. Memberikan pelayanan kebutuhan petani terutama memenuhi kebutuhan air irigasi untuk usaha taninya dan juga berperan dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi (Anonimus, 2010). Adapun maksud dan tujuan P3A adalah: 1. Agar pengelolaan irigasi dapat dilakukan secara teratur melalui perkumpulan yang mengeluarkan ketentuan yang dapat mengikat dan memuaskan anggota, 2. Dengan adanya ketentuan, perkumpulan dengan didukung kewajiban para anggota akan dapat melaksanakan dan meningkatkan pemeliharaan pengairan, 3. Dengan adanya perkumpulan, para petani dapat dengan tenang dan bergairah melaksanakan usaha taninya, karena selain kebutuhan air tercukupi, pelaksanaan usaha taninya itu juga dapat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi pertanian dan pengairan (Kartasapoetra dan Mul, 1994). Menurut peraturannya, P3A harus mempunyai struktur organisasi yang lengkap, karena dapat menjawab kebutuhan akan organisasi pada lokasi tertentu, walaupun terkadang dianggap berlebihan oleh petani yang lebih menyukai organisasi yang sederhana, sesuai kebutuhan yang nyata di lapangan (Pasandaran, 1991).

6 11 Struktur organisasi adalah kerangka antara hubungan satuan-satuan organisasi yang masing-masing mempunyai peranan tertentu dan kesatuan yang utuh. Struktur organisasi ini akan tampak lebih tegas apabila dituangkan dalam bagan organisasi berikut (Sutarto, 1998). KETUA SEKRETARIS PELAKSANA TEKNIS (ULU- ULU/PEMBANTU ULU-ULU BENDAHARA Anggota P3A (Para Petani Pemakai Air) Keterangan: : menyatakan hubungan Gambar: Skema Struktur Organisasi 2.2 Landasan Teori Kinerja Sedarmayanti (2004) mengemukakan bahwa kinerja (Performance) adalah hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapt diukur dengan dibandingkan dengan standar yang diperlukan Untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu kinerja maka perlu dilakukan pengukuran atau penilaian kinerja. Dalam penerapannya dibutuhkan suatu artikulasi yang jelas mengenai visi, misi, tujuan dan sasaran yang dapat diukur dari satu dan kesuluruhan program. Ukuran tersebut bisa dikaitkan dengan hasil

7 12 dari setiap program yang dilaksanakan. Dengan demikian, pengukuran kinerja organisasi merupakan dasar yang beralasan untuk pengambilan keputusan (Bastian, 2006) Sikap Sikap merupakan kencenderungan individu untuk bereaksi terhadap suatu objek untuk mendekati atau menjauh. Sikap negatif memunculkan kecenderungan untuk menjauh, membenci, menghindar atau tidak menyukai keberadaan objek. Sikap positif memunculkan kecenderungan untuk menyenangi, mendekati atau bahkan menginginkan kehadiran objek tertentu. Sikap adalah kecenderungan individu untuk memahami, merasakan, bereaksi dan berperilaku terhadap suatu objek (Azwar, 2002). Sikap adalah keadaan diri manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya dengan memberi respon terhadap obyek tersebut yakni respon positif maupun negatif (Anonimus, 2012). Sikap ini dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu sikap dalam bentuk fisik dan sikap dalam bentuk nonfisik. Sikap dalam bentuk fisik adalah tingkah laku yang terlahir dalam bentuk gerakan dan perbuatan fisik. Sikap dalam bentuk nonfisik, yang sering juga disebut mentalitas, merupakan gambaran keadaan kepribadian seseorang yang tersimpan dan mengendalikan setiap tindakannya, tidak dapat dilihat serta sulit dibaca (Azwar, 1995). Sikap diklasifikasikan menjadi sikap individu dan sikap sosial. Sikap sosial dinyatakan melalui kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap suatu objek

8 13 sosial dan biasanya dinyatakan oleh sekelompok orang yang bergerak dalam sebuah organisasi. Sikap individu, adalah sikap yang dimiliki dan dinyatakan oleh seseorang. Sikap seseorang pada akhirnya dapat membentuk sikap sosial, manakala ada seragaman sikap terhadap suatu obyek (Anonimus, 2012). Struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang yaitu: 1. Komponen kognitif, merupakan reprentasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, 2. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut emosional 3. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki seseorang (Azwar, 2002). Jika ingin menumbuhkan sikap, maka faktor bawaan berupa bakat dan faktor lingkungan pendidikan dan belajar. Pandangan ini sejalan dengan hukum konvergensi perkembangan yang menyeimbangkan antara faktor bawaan dengan faktor lingkungan tanpa mengorbankan faktor apapun (Anonimus, 2012). Beberapa dimensi arti sikap yang dipandang sebagai karakteristik sikap, dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Sikap didasarkan pada konsep evaluasi berkenaan dengan obyek tertentu, menggunakan motif tertentu, 2. Sikap digambarkan juga dalam berbagai kualitas dan intensitas yang berbeda dan bergerak secara kontiniu dari penambahan malalui arah netral ke arah negatif, 3. Sikap lebih dipandang sebagai hasil belajar dari pada sebagai hasil perkembangan atau sesuatu yang diturunkan,

9 14 4. Sikap mempunyai sasaran tertentu, 5. Tingkat keterpaduan sikap berbeda beda, 6. Sikap bersifat relatif menetap dan berubah ubah. (Anonimus, 2010) Proses belajar sosial terbentuk dari interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, individu membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah: 1. Pengalaman Pribadi Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas. 2. Kebudayaan Pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang. Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki. Pola reinforcement dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain. 3. Orang lain yang dianggap penting Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah dengan sikap orangorang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik

10 15 dengan orang yang dianggap penting tersebut. 4. Media massa Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi dan radio mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam mempersepsikan dan menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. 5. Pendidikan Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap, dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. 6. Faktor emosi dalam diri Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang. Akan tetapi dapat juga merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan lama, contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka. (Anonimus, 2012).

11 16 Keragaman sikap di antara anggota-anggota kelompok sebagian besar disebabkan oleh kenyataan bahwa anggota kelompok tersebut ternyata mempunyai keyakinan yang sama mengenai obyek, orang, peristiwa dan masalah (Krech dkk, 1996). Sikap konsisten dengan perilaku. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan hereditas. Faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku di antaranya adalah pendidikan, nilai dan budaya masyarakat. Sedangkan faktor hereditas merupakan faktor bawaan seseorang yang telah ada dalam diri manusia sejak lahir, yang banyak ditentukan oleh faktor genetik. Kedua faktor secara bersama-sama mempengaruhi perilaku manusia. Seandainya sikap tidak konsisten dengan perilaku, mungkin ada faktor dari luar diri manusia yang membuat sikap dan perilaku tidak konsisten. Faktor tersebut adalah sistem nilai yang berada di masyarakat, diantaranya adalah norma, politik, budaya (Anonimus, 2012). Sikap memiliki komponen yaitu pertama, komponen kognitif merupakan aspek sikap yang berkenaan dengan penilaian individu terhadap obyek. Kedua, komponen afektif dapat dikatakan sebagai perasaan individu terhadap obyek yang sejalan dengan hasil penilaiannya. Ketiga, komponen kecenderungan bertindak berkenaan dengan keinginan individu untuk melakukan perbuatan sesuai dengan keinginannya. Ketiga komponen sikap tersebut bertindak secara bersama-sama membentuk perilaku. Oleh karena itu, sikap secara konsisten sangat mempengaruhi perilaku (Anonimus, 2012).

12 17 Skala Likert Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian (Sugiono, 2004). Skala likert ini berhubungan dengan pernyataan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu, misalnya setuju-tidak setuju, senang-tidak senang, dan baik-tidak baik. Dengan menggunakan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi sub variabel kemudian sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikatorindikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen yang berupa pertanyaan atau pertanyaan yang perlu dijawab responden (Kuncoro dan Ridwan, 2007). Indriantoro dan supomo (2002), skala likert merupakan metode yang mengukur sikap dengan menyatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap subjek, objek atau kejadian tertentu. Metode pengukuran yang paling sering digunakan ini dikembangkan oleh Rensis Likert sehingga dikenal dengan nama skala likert. Nama lain dari skala ini adalah summated rating method. Skala likert umumnya menggunakan lima angka penilaian, yaitu : 1. Sangat setuju, 2. Setuju, 3. Netral, 4. Tidak setuju, 5. Sangat tidak setuju. Urutan setuju atau tidak setuju dapat juga dibalik mulai dari sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju. Alternatif angka penilaian dalam skala ini dapat bervariasi dari tiga sampai dengan sembilan.

13 18 Perilaku Perilaku adalah tindakan (kegiatan atau tindak-tanduk) manusia yang dapat diamati. Sebaliknya sikap merupakan pencerminan dari dorongan-dorongan yang datang dari dalam diri seseorang dan reaksi terhadap stimulus yang datang dari lingkungan. Bila sikap tersebut disalurkan keluar, terjadilah perilaku. Jadi sikap adalah kecenderungan untuk berperilaku (Sastrodiningrat, 1986). Afektif atau afek adalah suatu penilaian positif atau negatif terhadap suatu objek (Azwar, 2002). Berkaitan dengan adopsi teknologi, seorang individu petani akan selalu menilai suatu inovasi terhadap kemampuannya, kesesuaian terhadap kondisi lingkungan, tujuan yang ingin dicapai serta norma-norma dalam masyarakat. Terdapat keterkaitan antara perilaku, karakteristik individu dan lingkungan. Bentuk-bentuk perilaku manusia sangat beragam, sehingga tidak ada satu teoripun yang bisa menjelaskan secara detail bentuk dan arah berperilaku manusia. Bentukbentuk perilaku kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Bloom (1908, dalam Notoatmodjo, 2007) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku kedalam tiga domain atau ranah/kawasan yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain) dan ranah psikomotor (psychomotor domain), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Perilaku Dalam Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dibagi menjadi 2 yaitu : Perilaku Mendukung Perilaku mendukung merupakan Respon positif dari dalam diri petani yaitu dengan mendukung program dan melaksanakan kegiatan yang dibuat

14 19 Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) antara lain ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan Perkumpulan Petani Pemakai Air, mengikuti rapat yang diadakan Perkumpulan Petani Pemakai Air, ikut serta memelihara jaringan irigasi dan membayar iuran tepat waktu. Perilaku Tidak Mendukung Perilaku tidak mendukung merupakan respon negatif dari dalam diri petani yaitu dengan tidak mendukung program dan kegiatan yang dibuat oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air. antara lain tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan Perkumpulan Petani Pemakai Air, tidak mengikuti rapat, tidak ikut serta memelihara jaringan irigasi dan tidak membayar iuran tepat waktu. Hubungan Sikap dengan Perilaku Sikap dan tingkah laku sangat berkaitan, karena manusia akan bertingkah laku ataupun berperilaku biasanya sesuai dengan sikap yang ada dalam diri manusia itu sendiri. Dari sebuah sikap maka terciptalah sebuah perilaku. 2.3 Kerangka Pemikiran Perkumpulan petani pemakai air yang selanjutnya disebut P3A sebagai wadah petani pemakai air dalam suatu daerah layanan/petak tersier atau desa yang termasuk pada kategori lembaga lokal pengelola irigasi perlu dibentuk oleh petani pemakai air di setiap daerah irigasi. Kinerja Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dikatakan berjalan dengan lancar apabila sikap petani terhadap kinerja perkumpulan petani pemakai air (P3A) tersebut positif yang akhirnya menghasilkan perilaku yang mendukung, begitu

15 20 juga sebaliknya. Dengan demikian tingkat keberhasilan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dipengaruhi oleh sikap dan perilaku petani. Skema Kerangka Pemikiran Petani Sikap petani Perilaku Petani Positif Negatif Mendukung Tidak Mendukung Kinerja Perkumpulan Petani Pemakai Air Keterangan: : Menyatakan Pengaruh 2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah dan kerangka pemikiran, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : 1. Kinerja Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) sudah dilakukan dengan baik sesuai dengan kebutuhan petani. 2. Sikap petani positif terhadap Kinerja Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). 3. Perilaku petani mendukung terhadap Kinerja Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A).

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Istilah penyuluhan telah dikenal secara luas dan diterima oleh mereka yang bekerja di dalam organisasi pemberi jasa penyuluhan,

Lebih terperinci

STRUKTUR SIKAP Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Konatif

STRUKTUR SIKAP Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Konatif STRUKTUR DAN PEMBENTUKAN SIKAP STRUKTUR SIKAP Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Konatif Komponen Kognitif Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Berisi persepsi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Dalam masa pembangunan pertanian yang bertujuan meningkatkan hasilhasil pertanian (terutama bahan pangan pokok) untuk mencukupi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengetahuan Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. usaha agribisnis di pedesaan, program pengembangan usaha agribisnis pedesaan

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. usaha agribisnis di pedesaan, program pengembangan usaha agribisnis pedesaan II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Program Usaha Agribisnis Pedesaan Program PUAP adalah program pemberdayaan usaha agribisnis bagi petani di pedesaan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup, kemandirian,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 20 TAHUN : 1996 SERI : D.11.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 20 TAHUN : 1996 SERI : D.11. LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 20 TAHUN : 1996 SERI : D.11. PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 17 TAHUN 1995 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. serta menukarkan produk yang bernilai satu sama lain (Kotler dan AB. Susanto,

II. LANDASAN TEORI. serta menukarkan produk yang bernilai satu sama lain (Kotler dan AB. Susanto, II. LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Sikap 2.1.1 Pengertian Sikap Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan dan menawarkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 33 /PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN P3A/GP3A/IP3A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 33 /PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN P3A/GP3A/IP3A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 33 /PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN P3A/GP3A/IP3A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1984 TANGGAL 26 JANUARI 1984 PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBINAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1984 TANGGAL 26 JANUARI 1984 PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBINAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1984 TANGGAL 26 JANUARI 1984 PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBINAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR BAB I PENGERTIAN UMUM Pasal 1 Dalam Instruksi Presiden ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Pertanian Sesuai dengan tujuan Negara Republik Indonesia dalam Pembukaan Undangundang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1964 TENTANG PEMBINAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1964 TENTANG PEMBINAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1964 TENTANG PEMBINAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha pemanfaatan air irigasi secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

SIKAP PETANI TERHADAP PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A) (Studi Kasus: Desa Simanampang, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara)

SIKAP PETANI TERHADAP PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A) (Studi Kasus: Desa Simanampang, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara) SIKAP PETANI TERHADAP PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A) (Studi Kasus: Desa Simanampang, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara) Dessy Suminta Uli Sitompul*), Meneth Ginting**), Emalisa***) *)Alumni

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Pembangunan agropolitan merupakan wilayah terpadu melalui pembangunan sektor pertanian primer dalam arti luas (pertanian, perkebunan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa keberadaan sistem irigasi beserta keberhasilan pengelolaannya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BUNGO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 SIKAP (ATTITUDE)

BAB 1 SIKAP (ATTITUDE) Psikologi Umum 2 Bab 1: Sikap (Attitude) 1 BAB 1 SIKAP (ATTITUDE) Bagaimana kita suka / tidak suka terhadap sesuatu dan pada akhirnya menentukan perilaku kita. Sikap: - suka mendekat, mencari tahu, bergabung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan dan Sikap 2.1.1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menuturkan apabila seseorang mengenal tentang sesuatu. Suatu hal yang

Lebih terperinci

SIKAP SISWA PADA PEMBELAJARAN PRAKTEK SISTEM BAHAN BAKAR BENSIN DENGAN HASIL BELAJAR

SIKAP SISWA PADA PEMBELAJARAN PRAKTEK SISTEM BAHAN BAKAR BENSIN DENGAN HASIL BELAJAR 284 SIKAP SISWA PADA PEMBELAJARAN PRAKTEK SISTEM BAHAN BAKAR BENSIN DENGAN HASIL BELAJAR Hilman Parid 1, Inu H. Kusumah 2, Tatang Permana 3 Departemen Pendidikan Teknik Mesin Universitas Pendidikan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 1997 SERI D NO. 15

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 1997 SERI D NO. 15 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 1997 SERI D NO. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 2 TAHUN 1996 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN PERKUMPULAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat tergantung pada budaya politik yang berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat tergantung pada budaya politik yang berkembang dalam masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan politik suatu negara, negara tidak lepas dari corak budaya yang ada dalam masyarakatnya. Peran masyarakat dalam kehidupan politik sangat tergantung

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. SIKAP 1. Definisi Sikap Kata attitude berasal dari bahasa Latin yaitu aptus. Kata ini memiliki arti fit dan siap untuk aksi. Jika mengacu pada definisi ini, maka sikap merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH : 2 TAHUN 1995

PERATURAN DAERAH : 2 TAHUN 1995 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MUSI RAWAS NOMOR : 2 TAHUN 1995 T E N T A N G PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A) DI KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MUSI RAWAS DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 143, 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 2009 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5004)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Lebih terperinci

2.1 Analisis Sikap II. LANDASAN TEORI Pengertian Sikap. Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok

2.1 Analisis Sikap II. LANDASAN TEORI Pengertian Sikap. Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok 21 II. LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Sikap 2.1.1 Pengertian Sikap Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan dan menawarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa keberadaan sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 16 II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Definisi pembangunan masyarakat yang telah diterima secara luas adalah definisi yang telah ditetapkan oleh Peserikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Hal ini menjadi tuntutan dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Hal ini menjadi tuntutan dalam dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Hal ini menjadi tuntutan dalam dunia pendidikan diera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Keputusan Pembelian Menurut Kotler dan Keller (2002), keputusan pembelian adalah tindakan dari konsumen untuk mau membeli atau tidak membeli terhadap suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan cakupan batasan penelitian. 1.1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pertanian organik merupakan bagian dari pertanian alami yang dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pertanian organik merupakan bagian dari pertanian alami yang dalam II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pertanian organik merupakan bagian dari pertanian alami yang dalam pelaksanaanya berusaha menghindarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu komponen penting pendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya, masyarakat yang sejahtera memberi peluang besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya, masyarakat yang sejahtera memberi peluang besar bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai fungsi ganda yaitu untuk pengembangan individu secara optimal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kedua fungsi ini saling menunjang dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan menuju bangsa yang maju, mandiri, sejahtera dan berkeadilan bukan merupakan suatu proses yang mudah dilalui. Banyak tantangan dan agenda pembangunan yang

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. terhadap partisipasi politik siswa dalam pemilu presiden tahun 2014, maka

V. KESIMPULAN DAN SARAN. terhadap partisipasi politik siswa dalam pemilu presiden tahun 2014, maka V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan analisis data, pembahasan hasil penelitian, khususnya analisis data yang telah diuraikan mengenai pengaruh media massa dan sikap politik terhadap partisipasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, Menimbang : a. bahwa air mempunyai fungsi sosial dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya penyelenggaraan kesehatan. Sebagian besar intervensi medik menggunakan obat, oleh karena itu diperlukan obat tersedia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN : 2003 NOMOR : 54 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A) DI WILAYAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam tersebut tersebar di seluruh propinsi yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam tersebut tersebar di seluruh propinsi yang ada di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang cukup banyak. Di sektor pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, pertambangan dan energi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menggalakkan pembangunan dalam berbagai bidang, baik bidang ekonomi,

I. PENDAHULUAN. menggalakkan pembangunan dalam berbagai bidang, baik bidang ekonomi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan sebuah negara berkembang yang terus berupaya menggalakkan pembangunan dalam berbagai bidang, baik bidang ekonomi, politik, hingga pembangunan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah pengakuan terhadap sesuatu yang menghasilkan keputusan. Keputusan ini mengutarakan pengetahuan, sehingga untuk berlakunya

Lebih terperinci

EMOSI DAN SUASANA HATI

EMOSI DAN SUASANA HATI EMOSI DAN SUASANA HATI P E R I L A K U O R G A N I S A S I B A H A N 4 M.Kurniawan.DP AFEK, EMOSI DAN SUASANA HATI Afek adalah sebuah istilah yang mencakup beragam perasaan yang dialami seseorang. Emosi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pemkab Sragen, dalam hal ini Disparbudpor, telah melaksanakan komunikasi

BAB V PENUTUP. Pemkab Sragen, dalam hal ini Disparbudpor, telah melaksanakan komunikasi BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian dan pembahasan yang telah peneliti lakukan maka beberapa kesimpulan dapat dibuat. Pertama, hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa Pemkab Sragen, dalam hal ini

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.01/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.01/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.01/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT DI DALAM DAN ATAU SEKITAR HUTAN DALAM RANGKA SOCIAL FORESTRY MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN UPAYA PENINGKATANNYA DALAM PENGELOLAAN JARINGAN IRIGASI MENDUT KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN UPAYA PENINGKATANNYA DALAM PENGELOLAAN JARINGAN IRIGASI MENDUT KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN UPAYA PENINGKATANNYA DALAM PENGELOLAAN JARINGAN IRIGASI MENDUT KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : DHONI SUTRISNO L2D 098 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan peradaban suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kualitas pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan memiliki tempat

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN BUPATI BONDOWOSO NOMOR 30 TAHUN 2010

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN BUPATI BONDOWOSO NOMOR 30 TAHUN 2010 BUPATI BONDOWOSO PERATURAN BUPATI BONDOWOSO NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO,

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEHN MUSI RAWAS NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEHN MUSI RAWAS NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, PERATURAN DAERAH KABUPATEHN MUSI RAWAS NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a. bahwa pemerintah telah mencanangkan pokok-pokok

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktif dan pendekatan keterampilan proses, guru berperan sebagai fasilitator dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktif dan pendekatan keterampilan proses, guru berperan sebagai fasilitator dan 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kreativitas Belajar Belajar mengandung arti suatu kegiatan yang dilakukan guru dan siswa secara bersama-sama. Dalam konsep pembelajaran dengan pendekatan cara belajar siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era persaingan baik secara nasional maupun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era persaingan baik secara nasional maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam menghadapi era persaingan baik secara nasional maupun internasional yang semakin ketat, pihak pesaing akan selalu berusaha dengan sekuat tenaga untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI 1 / 70 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DAN UPAYA PERBAIKANNYA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DAN UPAYA PERBAIKANNYA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DAN UPAYA PERBAIKANNYA Oleh : Sumaryanto Masdjidin Siregar Deri Hidayat Muhammad Suryadi PUSAT ANALISIS SOSIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional harus mencerminkan kemampuan sistem pendidikan nasional untuk mengakomodasi berbagi tuntutan peran yang multidimensional.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa sumber daya air adalah merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR NOMOR: 9 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR NOMOR: 9 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR NOMOR: 9 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOBA SAMOSIR Menimbang : a. bahwa dengan telah dikeluarkannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sikap. adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sikap. adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sikap 1. Pengertian Sikap Walgito (2002 ) mendefinisikan sikap adalah organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang sering terjadi, disertai adanya

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KOMISI IRIGASI KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. b. c. d. e. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 30 /PRT/M/2007

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 30 /PRT/M/2007 MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 30 /PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI PARTISIPATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Executive Summary EXECUTIVE SUMMARY PENGKAJIAN MODEL KELEMBAGAAN DAN PENGELOLAAN AIR IRIGASI

Executive Summary EXECUTIVE SUMMARY PENGKAJIAN MODEL KELEMBAGAAN DAN PENGELOLAAN AIR IRIGASI EXECUTIVE SUMMARY PENGKAJIAN MODEL KELEMBAGAAN DAN PENGELOLAAN AIR IRIGASI Desember, 2011 KATA PENGANTAR Laporan ini merupakan Executive Summary dari kegiatan Pengkajian Model Kelembagaan dan Pengelolaan

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan pertanian yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Gabungan Kelompok Tani (Gapokan) PERMENTAN Nomor 16/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) menetapkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Bab ini akan menjabarkan visi dan misi pembangunan di Kabupaten Malang selama 5 tahun mendatang (2016-2021). Hal ini sejalan dengan amanat di dalam pasal 263

Lebih terperinci

BAB V Perilaku Konsumen pada Pasar Konsumsi dan Pasar Bisnis

BAB V Perilaku Konsumen pada Pasar Konsumsi dan Pasar Bisnis BAB V Perilaku Konsumen pada Pasar Konsumsi dan Pasar Bisnis PASAR KONSUMEN DAN TINGKAH LAKU KONSUMEN DALAM MEMBELI Pasar konsumen: Semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang dan

Lebih terperinci

2 c. bahwa guna memberikan dasar dan tuntunan dalam pembentukan kelembagaan pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, diperlukan komisi i

2 c. bahwa guna memberikan dasar dan tuntunan dalam pembentukan kelembagaan pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, diperlukan komisi i No.640, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. Irigasi. Komisi. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Penelitian mengenai gambaran pengetahuan dan sikap remaja putri

BAB IV PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Penelitian mengenai gambaran pengetahuan dan sikap remaja putri BAB IV PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian mengenai gambaran pengetahuan dan sikap remaja putri ini telah dilakukan di Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah : Perilaku : - Pengetahuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan sistem irigasi serta untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1987 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM KEPADA DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1987 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM KEPADA DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1987 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM KEPADA DAERAH Menimbang : Presiden Republik Indonesia, a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang irigasi di Kabupaten Ciamis telah diatur dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teoritis 2.1.1. Pengertian Partisipasi atau keadaan mengambil bagian dalam suatu aktivitas untuk mencapai suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang dalam situasi

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950); PERATURAN DAERAH JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2000 PENCABUTAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 1997 PELAKSANAAN IURAN PELAYANAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH SALINAN BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLA IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci