Kesimpulan. Bab Sembilan. Subak sebagai organisasi tradisional yang memiliki aturan (awigawig)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kesimpulan. Bab Sembilan. Subak sebagai organisasi tradisional yang memiliki aturan (awigawig)"

Transkripsi

1 Bab Sembilan Kesimpulan Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian di Indonesia hingga saat ini masih berperan penting dalam penyediaan dan pemenuhan pangan bagi masyarakatnya. Dengan adanya eksplositas jumlah penduduk Indonesia maupun dunia, maka penyediaan pangan pun akhirnya banyak yang mengeksploitasi sumberdaya alam. Sehingga ancaman kerusakan alam mulai menghantui masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Walaupun Bali secara keseluruhan mengalami kemajuan ekonomi berkat sumbangan sektor pariwisata, akan tetapi di sisi lain, Bali mengalami degradasi sumber daya alam, sosial dan budaya. Hal ini terutama terjadi di Bali Selatan, di mana pembangunan sarana pariwisata tidak terkendali. Industri pariwisata yang mulai dikembangkan di Bali sejak tahun 1970-an, ternyata belum mampu menunjang kesejahteraan masyarakat Bali secara menyeluruh. Hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat di Bali masih berpenghasilan pokok sebagai petani. Di samping itu kestabilan perekonomian yang berbasis pertanian ternyata terbukti lebih kuat di bandingkan dengan ekonomi yang berbasis industri pariwisata. Hal ini disebabkan karena sektor pariwisata lebih rentan dengan isu-isu keamanan. Berkaitan dengan hal tersebut maka saat ini Bali berusaha untuk merevitalisasi pertaniannya dengan penguatan kearifan lokal dalam hal ini subak, sebagai sebuah organisasi yang tetap mempertahankan pertanian. Subak sebagai organisasi tradisional yang memiliki aturan (awigawig) yang mengikat baik secara internal maupun eksternal, sangat 213

2 Perempuan Bali dalam Ritual Subak memiliki peluang untuk penjaminan keberhasilan ketahanan pangan dan ketahanan hayati di Bali. Di samping itu dengan adanya 4 (empat) elemen subak yang mendasari terbentuknya subak, turut serta menguatkan posisi subak pada tingkat masyarakat pedesaan. Apalagi diikuti dengan konsep religius agama Hindu yang menjadi filosofi kehidupan subak yaitu Tri Hita Karana. Dengan konsep Tri Hita Karana ini subak mampu menjaga harmonisasi bagi seluruh segi kehidupan subak baik hubungan antar anggota, hubungan dengan Tuhan dan hubungan dengan alam. Atas panduan tersebut maka bagaimana subak sebagai sebuah kearifan lokal di Bali mampu menjadi penjamin ketahanan pangan dan ketahanan hayati, maka dalam bab ini akan dikemukakan beberapa simpulan. Posisi Sentral Perempuan dalam Ritual Subak Di tengah perubahan-perubahan yang dialami oleh elemen subak, ternyata keberadaan pura subak dan pelaksanaan ritual yang dilakukan tetap tidak berubah. Walaupun terjadi perubahan pada pola tanam, saluran irigasi dan keanggotaan tetapi pelaksanaan ritual di pura subak yang sudah terjadwal, tetap dilaksanakan. Malahan pelaksanaan ritual ini merupakan pendorong juga dalam mempertahankan lahan pertanian, sehingga penjaminan ketahanan pangan dapat berkelanjutan. Masa revolusi hijau yang mengharuskan subak untuk merubah pola tanam sehingga berdampak pada serangan hama penyakit yang merajalela, kondisi tanah tambah buruk, dan panen terus menurun merupakan pengalaman buruk bagi anggota subak. Anggota subak menganggap kejadian ini sebagai salah satu akibat dari tidak digunakannya caracara tradisional yang diwariskan oleh leluhur. Sehingga dengan tidak menanam padi lokal, anggota subak merasa bersalah, karena padi lokal sangat erat kaitannya dengan salah satu ritual yaitu ngusaba nini. Pada pelaksanaan ritual ini, padi lokal biasanya digunakan sebagai perlambangan dewa-dewi. Dominasi peran perempuan dalam pelaksanaan ritual menjadikan posisi sentral perempuan dalam subak. Dalam pelaksanaan ritual, anggota perempuan memerlukan waktu yang lebih banyak (Nakatani, 214

3 Kesimpulan 2003) dibandingkan dengan anggota pria. Hal ini karena dalam pelaksanaan ritual ada tahapan persiapan ritual yang dilakukan oleh anggota perempuan. Walaupun dalam pelaksanaannya sudah ada pembagian kerja yang khas, akan tetapi khusus dalam pelaksanaan ritual, perempuan berperan lebih banyak dibandingkan anggota pria. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan dalam subak menempati posisi penting, bahkan pada posisi pengambil keputusan terutama berkaitan dengan kegiatan-kegiatan ritual yang dilakukan di pura subak. Dari realitas ini maka penghayatan religius masing-masing individu (dalam hal ini perempuan) akan berdampak pada proses internalisasi dalam diri masing-masing individu anggota subak perempuan. Dengan adanya internalisasi tersebut maka akan timbul kesadaran untuk melaksanakan secara mandiri kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas subak, menurut istilah (Berger and Luckman,1996) disebut pemaknaan. Pemaknaan individu ini akan mendorong terjadinya kegiatan kolektif dimana menurut Bourdieu (1990) disebut habitus. Jadi pembentukan habitus dalam pelaksanaan ritual sebenarnya lebih berpeluang pada anggota subak perempuan. Karena pada kenyataannya, perempuan lebih intens dalam pelaksanaan seluruh proses ritual yang dilakukan subak. Di tengah keraguan akan keberlanjutan subak sebagai elemen pelestari pertanian di Bali, maka sumber daya perempuan justru menjadi penopang kehidupan keluarga subak. Karena dengan sempitnya lahan, secara realistis sangat sulit untuk menyebutkan kalau kesejahteraan keluarga anggota subak dapat terpenuhi hanya melalui hasil pertanian. Oleh karena itu maka adanya jiwa kewirausahaan yang ditunjukkan perempuan dengan pengolahan padi menjadi kopi dan teh beras organik melalui kelompok Kuntum Sari menunjukkan peran penting perempuan dalam subak. Di samping itu keterlibatan dalam kegiatan di lahan pertanian dari pembibitan sampai panen, juga merupakan bukti betapa eksisnya perempuan dalam subak. Akan tetapi kajian-kajian perempuan masih sangat kurang mendapat perhatian dari peneliti-peneliti subak di Bali. Melalui penelitian ini dengan adanya keterikatan antara keberlanjutan subak dengan pura subak, maka perempuan memiliki posisi penting dalam menjaga keberlanjutan 215

4 Perempuan Bali dalam Ritual Subak tersebut, sehingga keterjaminan ketahanan pangan dan ketahanan hayati sangat terkait dengan peran perempuan dalam subak. Bercermin pada teori gender yang dikemukakan oleh penganut feminisme barat (western feminism) (Saulnier, 2000) maka kenyataan yang terjadi di Subak Wongaya Betan sangat berbeda. Pendekatan gerakan feminisme barat adalah kesamaan peran antara laki-laki dan perempuan, sedangkan pendekatan feminisme di Indonesia adalah kesetaraan peran antara laki-laki dan perempuan. Pada komunitas subak, peran perempuan dalam berbagai aktivitas baik sosial, ritual maupun di lahan pertanian didasarkan pada kesetaraan peran dan kekhasan peran. Jadi pendekatan isu gender dalam hal ini lebih menekankan pada pendekatan budaya dan agama. Menurut penulis percepatan gerakan kesetaraan gender di Indonesia memerlukan pendekatan dengan mempertimbangkan waktu, tempat dan latar belakang budaya dan agama di masing-masing daerah. Konsep habitus yang terbentuk dalam subak agak berbeda dengan konsep habitus Bourdieu yang masih sangat kuat dipengaruhi oleh struktur sosial. Habitus yang terbentuk pada anggota subak ini adalah habitus tanpa pembatas status sosial. Karena begitu seseorang bergabung dalam subak (baik laki-laki maupun perempuan), maka yang ada adalah status petani. Jadi menurut analisa penulis dengan adanya hubungan yang sejajar antar individu dalam habitus akan lebih menguatkan dalam mendorong kegiatan-kegiatan kolektif untuk kepentingan bersama. Subak sebagai Penjamin Ketahanan Pangan dan Ketahanan Hayati Subak adalah kearifan lokal di Bali yang mampu melestarikan lingkungan termasuk lahan pertanian secara berkelanjutan. Sesuai dengan gagasan Triguna (2006) bahwa landasan kearifan lingkungan adalah ajegnya pertanian. Dengan elemen pendukung seperti lahan pertanian, anggota subak, pengorganisasian air dan pura subak maka subak memiliki kekuatan secara vertikal maupun horisontal dalam mengikat anggotanya. Apalagi dengan adanya awig-awig yang menga- 216

5 Kesimpulan tur masing-masing hubungan tersebut, awig-awig akan mengikat masyarakat petani untuk tetap taat pada aturan subak. Konsep lumbung (jineng) sebagai cadangan pangan, juga merupakan konsep ekonomi yang memiliki visi keberlanjutan dan gotong royong serta semangat penjaminan ketahanan pangan. Penggunaan pupuk organik atau kembali ke pertanian organik juga merupakan konsep penjaminan ketahanan hayati. Walaupun organisasi subak mengalami perubahan karena adanya perubahan-perubahan pada tatanan aturan pemerintah, akan tetapi ada elemen subak yang tidak mengalami perubahan dan tetap dilaksanakan dengan taat oleh anggotanya. Konsep ini mengikuti Nordholt (2004) tentang changing and continuities. Elemen-elemen subak yang mengalami perubahan adalah luas lahan garapan, jumlah anggota dan sistem irigasi yang digunakan oleh subak. Luas lahan garapan sangat terkait dengan alih fungsi lahan untuk keperluan perumahan dan lainnya, sehingga untuk saat ini petani hanya memiliki lahan garapan yang relatif sempit. Akan tetapi seperti telah disebutkan pada bab sebelumnya, walaupun dengan lahan garapan yang relatif sempit, tetapi mereka tetap berkontribusi pada pencapaian ketahanan pangan dan ketahanan hayati bagi kota Tabanan (Kompas, 2011). Jumlah anggota subak juga terkadang mengalami perubahan, hal ini karena beberapa anggota subak memiliki mobilitas cukup tinggi berkaitan dengan pekerjaan dan tempat tinggal. Sejak adanya program pemerintah untuk meningkatkan produksi pertanian melalui revolusi hijau, pola tanam dan penggunaan benih lokal pun diubah dengan menggunakan bibit unggul. Penggunaan bibit unggul selain meningkatkan kebutuhan akan pupuk kimia juga meningkatkan kebutuhan air tanaman. Di samping itu perubahan sistem irigasi tradisional menjadi irigasi teknis yang di fasilitasi oleh pemerintah melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU) ternyata juga menyebabkan perubahan-perubahan pada elemen-elemen subak. Secara umum perubahan-perubahan yang dialami pada masa revolusi hijau pada elemen subak menimbulkan dampak negatif. Misalnya saja dengan perubahan sistem menjadi irigasi teknis lebih sering terjadi konflik terhadap pembagian air di antara anggota subak. Di sisi lainnya dengan 217

6 Perempuan Bali dalam Ritual Subak penggunaan bibit unggul yang sangat responsif terhadap pupuk kimia, berdampak negatif bagi keseimbangan lingkungan serta kelembagaan. Tri Hita Karana Spirit Harmonisasi Pencapaian Ketahanan Pangan dan Hayati Kearifan lokal subak ternyata bukan semata berkaitan dengan pertanian dan pencapaian ketahanan pangan dan ketahanan hayati yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi rumah tangga, akan tetapi lebih pada pemeliharaan hubungan sosial dan religius antara anggota yang menganut agama Hindu, sehingga setiap pikiran, tindakan dan ucapan selalu berlandaskan pada nilai-nilai keseimbangan Tri Hita Karana. Dengan konsep kebersamaan seperti ini maka sering usahausaha ekonomis subak dikelola secara komunal (bersama). Akan tetapi dengan konsep ini setiap anggota subak merasa aman dan tetap menjaga etika dalam pelaksanaan kegiatan di lahan pertanian mereka. Dalam situasi seperti ini akan terbangun suasana saling menghargai karena pelanggaran pola tanam oleh salah satu anggota subak akan mempengaruhi pola tanam anggota subak yang lainnya. Di samping itu dengan melakukan pelanggaran pola tanam, dikhawatirkan akan menimbulkan serangan hama dan terkena sanksi. Kepercayaan dan keyakinan akan karma pala dan reinkarnasi juga membuat anggota subak enggan untuk melakukan pelanggaran, karena mereka merasa bahwa apa yang dilakukan saat ini tidak hanya akan dinikmati hari ini tetapi juga akan dinikmati oleh generasi berikutnya. Identitas Hindu Melekat dalam Kearifan Subak Gerakan kembali ke pertanian organik, semakin menguatkan kedudukan subak baik di aras anggotanya maupun di aras pemerintah daerah dan nasional, maka di sini terbukti ada pendorong yang mengarahkan untuk kembali ke warisan leluhur. Pendapat Gough (1977) dalam Triguna (2006) juga menegaskan bahwa kearifan lokal termasuk pengetahuan lokal akan secara turun temurun diwariskan, dan sering menjadi teladan dalam kehidupan generasi berikutnya. Sehingga dalam 218

7 Kesimpulan konteks penelitian yang mendasari tulisan ini maka subak adalah salah satu kearifan lokal di Bali yang harus dilestarikan karena memiliki kekuatan untuk mempertahankan budaya pertanian di Bali. Di samping itu keberhasilan Subak Wongaya Betan untuk bangkit kembali setelah adanya revolusi hijau dengan melakukan gerakan kembali ke pertanian organik karena adanya dorongan spiritualitas dan religiositas anggota subak. Hal ini dibuktikan dengan keyakinan dan kepercayaan akan ritual yang mengikat hampir semua sisi kehidupan anggota subak. Kekuatan spiritualitas dan religiositas anggota subak juga sangat dipengaruhi oleh historical capital, human capital dan social capital mereka untuk bergerak kembali ke nilai-nilai leluhur yang dirasakan lebih memiliki keseimbangan dan keharmonisan antara tiga unsur Tri Hita Karana. Pelestarian subak sebagai organisasi yang bersifat religius, tidak terlepas dari identitas anggota subak sebagai umat Hindu. Kalau dikaitkan dengan konsep identitas Castlles (2002) maka identitas subak adalah identitas yang sahih (legitimizing identity) karena berkaitan dengan kepercayaan terhadap agama Hindu yang dianut anggota subak. Jadi sebagai umat Hindu akan terasa tidak nyaman kalau tidak melaksanakan ritual dalam subak, dan akan merasa bersalah kalau tidak melaksanakan ritual Subak Wongaya Betan dalam subak. Hal ini juga diperkuat dengan adanya sanksi ritual bagi anggota subak yang melanggar pelaksanaan ritual yang telah ditetapkan dalam awig-awig subak. Jadi subak selain berperan pada tata kelola ketahanan pangan dan hayati di Subak Wongaya Betan, ternyata elemen pura subak menempatkan ritual sebagai spirit untuk tetap menjamin tercapainya ketahanan pangan dan ketahanan hayati di Bali. Dengan kekuatan mengikat secara internal maupun eksternal dari awig-awig subak, maka subak merupakan perpanjangan tangan pemerintah dalam mensosialisasikan kebijakan-kebijakan pertanian di wilayah pedesaan. Pada masa sekarang subak merupakan alat yang paling tepat untuk menggaungkan gerakan pencapaian ketahanan pangan dan ketahanan hayati dalam rangka menyongsong pembangunan berkelanjutan. 219

8 Perempuan Bali dalam Ritual Subak Tantangan dan Peran Kearifan Lokal dalam Pembangunan Berkelanjutan Menyikapi batasan pembangunan berkelanjutan dari Bank Dunia (1998) bahwa penekanannya ada pada keberlanjutan dari kelestarian sumberdaya alam agar berguna bagi generasi berikutnya, maka revitalisasi kearifan lokal adalah suatu gerakan yang bernilai positif. Di tengah kerusakan sumber daya alam dan kesulitan pencapaian ketahanan pangan (terutama di tingkat rumah tangga), maka spirit yang ada pada subak di Bali sangat prospektif untuk dikembangkan. Spirit yang berlandaskan Tri Hita Karana, menjaga harmonisasi dengan Tuhan, manusia dan alam yang sangat relevan untuk menjadi landasan pembangunan berkelanjutan, karena spirit pembangunan yang dianut subak adalah pencapaian tujuan kesejahteraan dengan tetap menjaga hubungan yang seimbang dengan alam. Keyakinan dan kepercayaan terhadap agama (religius capital) ternyata mampu dimanfaatkan sebagai modal spiritual (spiritual capital) untuk mendorong peningkatan kualitas human capital dan sosial capital masyarakat. Dengan kesadaran individu, gerakan pembangunan akan didorong ke arah gerakan masyarakat yang lebih luas. Subak yang memiliki otonomi dalam mengatur kebutuhan mereka melalui awigawig subak, akan dapat dimanfaatkan sebagai kontrol dan perpanjangan tangan pemerintah dalam mensosialisasikan kebijakan terutama di bidang pertanian. Jadi prinsip pemberdayaan masyarakat dengan sistem bottom up yang dikemukanan oleh Ife (2002) dan Crewe (1998) yang menekankan bahwa pembangunan memerlukan peran dan keterlibatan nilai-nilai lokal masyarakat (agama dan budaya) sangat sesuai dengan prinsip-prinsip pemberdayaan dalam subak. Segala keputusan untuk pembangunan di ambil secara bersama dan masing-masing menyumbangkan peran yang khas dalam proses pembangunan tersebut. Pembangunan pada negara yang memiliki multi budaya dan multi etnik sangat dianjurkan untuk tetap memperhatikan kearifan lokal, yang berlandaskan kepentingan rakyat. Memberikan kesempatan masyarakat untuk terlibat dalam pembangunan akan mendorong masyarakat untuk mandiri dan kreatif, sehingga masyarakat tidak 220

9 Kesimpulan sepenuhnya bergantung pada negara, akan tetapi mampu berperan sebagai mitra negara dalam proses pembangunan. Tema-tema Kajian di Masa Mendatang Keberadaan subak di Bali memiliki dua sisi yang dewasa ini menimbulkan permasalahan baru. Pada satu sisi keajegan subak merupakan berkah bagi pelestarian lahan pertanian dan keberlanjutan kelestarian lingkungan, di sisi lainnya ternyata legitimasi subak oleh pemerintah memunculkan permasalahan klasik. Permasalahan yang akhir-akhir ini muncul adalah menjamurnya organisasi subak yang baru, karena diprediksi hanya untuk memperoleh bantuan material dari pemerintah setiap tahunnya. Pemerintah Daerah (kabupaten dan kota) sampai saat ini belum memiliki aturan setingkat Perda dalam pengaturan pembentukan subak. Berkaitan dengan permasalahan tersebut maka kajian-kajian yang mengarah pada penguatan kebijakan pemerintah dalam mendorong penguatan sumber daya manusia (human capital) dalam subak sangat dibutuhkan agar subak tetap pada konsep-konsep nilai adi luhung Tri Hita Karana. Kajian lainnya adalah penguatan elemen terkait dalam upaya memberdayakan subak dalam rangka menyongsong pengakuan sebagai kawasan budaya dunia (world heritage). Karena penguatan sumberdaya manusia terutama petani di wilayah kawasan budaya dunia sangat penting untuk memperkuat dan menjaga agar penduduk setempat termasuk petani tetap memiliki kedaulatan di wilayah mereka sendiri. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya kasus-kasus rakyat menjadi orang asing di negeri mereka sendiri. Karena keberhasilan pembangunan adalah menyejahterakan masyarakat secara spiritual, moril dan materiil. Bercermin pada realitas bahwa perempuan memiliki posisi penting dalam kegiatan-kegiatan subak baik sebagai mitra dalam pelaksanaan pertanian maupun sebagai aktor dalam pelaksanaan ritual, maka kajian tentang penguatan posisi perempuan dan pengakuan terhadap kredibilitas anggota subak perempuan menjadi tema kajian yang cukup menarik dan penting bagi peneliti-peneliti berikutnya. 221

10 Perempuan Bali dalam Ritual Subak Catatan Akhir Penulis Di tengah banyaknya pertanyaan dan kerisauan tentang kemampuan subak untuk bertahan sebagai satu-satunya lembaga yang ajeg mempertahankan pertanian, maka Subak Wongaya Betan justru bangkit dengan kekuatan sendiri untuk tetap bertahan. Walaupun pada akhirnya ada perhatian dari pemerintah, akan tetapi kesabaran, keuletan, kemauan keras dan keyakinan warga subak akan kekuasaan Sang Pencipta melalui pelaksanaan ritual yang berkelanjutan mencerminkan bagaimana spirit (kekuatan) kebertahanan mereka sangat diinspirasi oleh keinginan untuk tetap menjamin ketahanan pangan dan ketahanan hayati di lingkungan mereka. Spirit ini tentu saja harus menjadi kekuatan bagi kita sebagai orang Bali yang cinta Bali dan meyakini Hindu sebagai agama. Maka kata terakhir yang terucap adalah semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa memberikan petunjuk dan bimbingan-nya kepada semua yang menggantungkan kehidupan pada alam untuk tetap mempertahankan sumberdaya alam dan lahan sawah sebagai sumber pangan pokok rakyat Indonesia. 222

Sumber Daya Perempuan dalam Ritual Subak

Sumber Daya Perempuan dalam Ritual Subak Bab Delapan Sumber Daya Perempuan dalam Ritual Subak Pengantar Dari bahasan bab-bab empiris sebelumnya, pada bab sintesa ini saya membahas tentang bagaimana perempuan memiliki peran yang sentral dalam

Lebih terperinci

Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi

Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi I. Pendahuluan Visi pembangunan pertanian di Indonesia adalah terwujudnya masyarakat yang sejahtra khususnya petani melalui pembangunan sistem agribisnis

Lebih terperinci

Pendahuluan. Bab Satu

Pendahuluan. Bab Satu Bab Satu Pendahuluan Pagi menjelang siang hari itu, di satu petak sawah di sebuah desa di kawasan Jatiluwih, Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan-Bali beberapa wisatawan asing bergegas turun dari mobil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana

Lebih terperinci

Bab Tiga Metode Penelitian

Bab Tiga Metode Penelitian Bab Tiga Metode Penelitian Seperti Menatap Cermin Ketertarikan saya dengan bidang pertanian berawal ketika pada masa kanak-kanak sampai remaja (masa Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas) sering menemani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Subak merupakan lembaga irigasi dan pertanian yang bercorak sosioreligius terutama bergerak dalam pengolahan air untuk produksi tanaman setahun khususnya padi berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sistem informasi adalah suatu sistem yang menerima input data dan instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya (Davis, 1991). Dalam era globalisasi

Lebih terperinci

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN AKTIVITAS ASPEK TRADISIONAL RELIGIUS PADA IRIGASI SUBAK: STUDI KASUS PADA SUBAK PILING, DESA BIAUNG, KECAMATAN PENEBEL, KABUPATEN TABANAN I Nyoman Norken I Ketut

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA Dalam mengemban amanat masyarakat desa, pemerintah desa melakukan upaya terencana dan terprogram yang tersusun dalam dokumen perencanaan desa baik RPJMD maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki julukan lumbung beras Provinsi Bali, memiliki luas 839,33

I. PENDAHULUAN. memiliki julukan lumbung beras Provinsi Bali, memiliki luas 839,33 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tabanan merupakan salah satu kabupaten di Bali yang memiliki peran sentral dalam pertanian. Kabupaten Tabanan yang memiliki julukan lumbung beras Provinsi Bali,

Lebih terperinci

Kearifan Lokal Modal Pelestarian Ketahanan Pangan dan Hayati di Subak Wongaya Betan

Kearifan Lokal Modal Pelestarian Ketahanan Pangan dan Hayati di Subak Wongaya Betan Bab Tujuh Kearifan Lokal Modal Pelestarian Ketahanan Pangan dan Hayati di Subak Wongaya Betan Pengantar Ada tantangan yang dihadapi subak saat ini dan masa yang akan datang yaitu dalam menghadapi globalisasi

Lebih terperinci

Pemberdayaan Kearifan Lokal menuju Ketahanan Pangan dan Ketahanan Hayati: Kajian Pustaka

Pemberdayaan Kearifan Lokal menuju Ketahanan Pangan dan Ketahanan Hayati: Kajian Pustaka Bab Dua Pemberdayaan Kearifan Lokal menuju Ketahanan Pangan dan Ketahanan Hayati: Kajian Pustaka Pengantar Analisa Howe (2005) menyebutkan bahwa orang Bali terutama generasi muda sangat sulit bersaing

Lebih terperinci

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi : Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih menuju maju dan sejahtera Misi I : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan, akuntabel

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi petani tersebut berwatak sosio agraris religius. Subak sebagai lembaga sosial dapat dipandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI

BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI Bab ini akan menjelaskan mengenai Dasar Pertimbangan, Konsep Pelestarian, Arahan pelestarian permukiman tradisional di Desa Adat

Lebih terperinci

PERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI

PERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI BAB 9 KESIMPULAN Dari apa yang telah diuraikan dan dibahas pada bab-bab sebelumnya, tergambarkan bahwa perdesaan di Tabola pada khususnya dan di Bali pada umumnya, adalah perdesaan yang berkembang dinamis.

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Sawah. memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Sawah. memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan Sawah Lahan sawah dapat dianggap sebagai barang publik, karena selain memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan manfaat yang bersifat sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

PELESTARIAN KAWASAN PUSAKA BERKELANJUTAN (Studi Kasus: Kawasan Taman Ayun, Kabupaten Badung, Provinsi Bali)

PELESTARIAN KAWASAN PUSAKA BERKELANJUTAN (Studi Kasus: Kawasan Taman Ayun, Kabupaten Badung, Provinsi Bali) PELESTARIAN KAWASAN PUSAKA BERKELANJUTAN (Studi Kasus: Kawasan Taman Ayun, Kabupaten Badung, Provinsi Bali) Dr. Taufan Madiasworo, ST., MT. Kepala Sub Direktorat Kawasan Permukiman Perdesaan Disampaikan

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan, kepercayaan kepada leluhur

BAB I PENDAHULUAN. dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan, kepercayaan kepada leluhur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa Adat Kuta sebagaimana desa adat lainnya di Bali, merupakan suatu lembaga adat yang secara tradisi memiliki peran dalam mengorganisasi masyarakat dan menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Perumusan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran pembangunan daerah lima tahun kedepan yang dituangkan dalam RPJMD Semesta Berencana Kabupaten Badung Tahun 2016-2021

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peran pertanian antara lain adalah (1) sektor pertanian menyumbang sekitar 22,3 % dari

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak.

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak. ABSTRAK Ahmad Surya Jaya. NIM 1205315020. Dampak Program Simantri 245 Banteng Rene Terhadap Subak Renon di Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar. Dibimbing oleh: Prof. Dr. Ir. I Wayan Windia, SU dan Ir.

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

I. DESKRIPSI KEGIATAN

I. DESKRIPSI KEGIATAN I. DESKRIPSI KEGIATAN 1.1 JUDUL KKN PPM Manggis. 1.2 TEMA Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Produksi Buah Manggis Sebagai Komoditas Ekspor Unggulan 1.3 LOKASI Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pokok akan dapat menggoyahkan. masa yang akan datang IPB, 1998 (dalam Wuryaningsih, 2001).

I PENDAHULUAN. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pokok akan dapat menggoyahkan. masa yang akan datang IPB, 1998 (dalam Wuryaningsih, 2001). I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian pangan khususnya beras, dalam struktur perekonomian di Indonesia memegang peranan penting sebagai bahan makanan pokok penduduk dan sumber pendapatan sebagian

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia juga memiliki keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa dan sub-suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T (Transportation, Technology, Telecommunication, Tourism) yang disebut sebagai The Millenium 4.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan perpindahan lokasi kerja dari satu tempat ke tempat lain (Sears dalam

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan perpindahan lokasi kerja dari satu tempat ke tempat lain (Sears dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu pekerjaan dengan tingkat tekanan yang tinggi adalah auditor internal. Pekerjaan ini memiliki beban kerja yang berat, batas waktu pekerjaan yang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Lembaga Subak sebagai bagian dari budaya Bali merupakan organisasi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA Lampiran 1 Questioner ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA 1. Pertanyaan dalam Kuisioner ini tujuannya hanya semata-mata untuk penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Selain

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 5.1 Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Untuk Masing masing Misi Arah pembangunan jangka panjang Kabupaten Lamongan tahun

Lebih terperinci

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun RPJMD Kota Pekanbaru Tahun 2012-2017 BAB V VISI, MISI, DAN V - 1 Revisi RPJMD Kota Pekanbaru Tahun 2012-2017 5.1. VISI Dalam rangka mewujudkan pembangunan jangka panjang sebagaimana tercantum di dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 275 juta orang pada tahun Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari

BAB I PENDAHULUAN. 275 juta orang pada tahun Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia (Syarief, 2011). Jumlah penduduk Indonesia diprediksi akan menjadi 275 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan sawah memiliki manfaat sebagai media budidaya yang menghasilkan bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki manfaat bersifat fungsional

Lebih terperinci

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III TEMUAN DATA. penelitian ini yaitu umur responden dan luas perubahan peruntukan lahan

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III TEMUAN DATA. penelitian ini yaitu umur responden dan luas perubahan peruntukan lahan BAB III TEMUAN DATA 3.1 Identitas Responden Identitas responden merupakan data diri yang dimiliki oleh individu untuk mengetahui karakteristik guna mengenali dan mengetahui jati diri dan informasi informasi

Lebih terperinci

Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia kaya ragam budaya, adat istiadat, suku bangsa, bahasa, agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan potensi dari sektor pertanian di Indonesia didukung oleh ketersediaan sumber

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU,

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013-

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013- BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi 2017 adalah : Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013- ACEH TAMIANG SEJAHTERA DAN MADANI MELALUI PENINGKATAN PRASARANA DAN SARANA

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 Oleh: I Gede Oka Surya Negara, SST.,MSn JURUSAN SENI TARI

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Sunda dan Islam dalam carita pantun Sunda Sri Sadana berlangsung secara

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Sunda dan Islam dalam carita pantun Sunda Sri Sadana berlangsung secara BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Khusus. Jikalau menganalisis secara seksama dalam tulisan tesis ini, maka tujuan penelitianya sudah tercapai dan tergambarkan secara utuh. Secara

Lebih terperinci

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 10 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

Community Development di Wilayah Lahan Gambut

Community Development di Wilayah Lahan Gambut Community Development di Wilayah Lahan Gambut Oleh Gumilar R. Sumantri Bagaimanakah menata kehidupan sosial di permukiman gambut? Pertanyaan ini tampaknya masih belum banyak dibahas dalam wacana pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan arah/kebijakan pembangunan. 2

BAB I PENDAHULUAN. menentukan arah/kebijakan pembangunan. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Bali sebagai daerah yang terkenal akan kebudayaannya bisa dikatakan sudah menjadi ikon pariwisata dunia. Setiap orang yang mengunjungi Bali sepakat bahwa

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN A. Visi Mengacu kepada Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Semarang Tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha mencapai tujuan organisasi. Partisipasi menurut Kamus Besar Bahasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha mencapai tujuan organisasi. Partisipasi menurut Kamus Besar Bahasa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi 2.1.1 Pengertian partisipasi Menurut Rodliyah (2013) partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosi dalam situasi kelompok sehingga dapat dimanfaatkan sebagai motivasi

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan penduduk dunia khususnya di negara-negara Asia Tenggara menghendaki adanya pemenuhan kebutuhan bahan makanan yang meningkat dan harus segera diatasi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam terdiri dari puncak-puncak kebudayaan daerah dan setiap kebudayaan daerah mempunyai ciri-ciri khas masing-masing. Walaupun

Lebih terperinci

RPJMD KABUPATEN LINGGA BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

RPJMD KABUPATEN LINGGA BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I BAB 5 I VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Pengertian visi secara umum adalah gambaran masa depan atau proyeksi terhadap seluruh hasil yang anda nanti akan lakukan selama waktu yang ditentukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada 47 Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada Abstrak Berdasarkan data resmi BPS, produksi beras tahun 2005 sebesar 31.669.630 ton dan permintaan sebesar 31.653.336 ton, sehingga tahun 2005 terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN SEMINAR TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN SEMINAR TUGAS AKHIR BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang; rumusan masalah; tujuan; serta metodologi penelitian penyusunan landasan konsepsual Museum Nelayan Tradisional Bali di Kabupaten Klungkung.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan bangsa yang besar dan memiliki berbagai potensi sumber daya baik nasional maupun aras lokal. Sumberdaya tersebut semestinya harus dikelola secara bijak

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA SEMINAR INTERNASIONAL TEMU ILMIAH NASIONAL XV FOSSEI JOGJAKARTA, 4 MARET 2015 DR HANIBAL HAMIDI, M.Kes DIREKTUR PELAYANAN SOSIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, berinteraksi, bermasyarakat dan menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melaksanakan usaha-usaha yang paling baik untuk menghasilkan pangan tanpa

I. PENDAHULUAN. melaksanakan usaha-usaha yang paling baik untuk menghasilkan pangan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat dunia mulai memperhatikan persoalan lingkungan dan ketahanan pangan yang dilanjutkan dengan melaksanakan usaha-usaha yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Highmore, 2008 (dalam Bambang,2010: 33), Pangan adalah sebuah barang pemenuh kebutuhan manusia yang merupakan hasil dari usaha budidaya, artinya bahwa keberadaan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi didefinisikan sebagai suatu kondisi ideal masa depan yang ingin dicapai dalam suatu periode perencanaan berdasarkan pada situasi dan kondisi saat ini.

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PERORANGAN MODAL SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL: STUDI SOSIOLOGI TERHADAP KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT YOGYAKARTA DAN BALI

LAPORAN PENELITIAN PERORANGAN MODAL SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL: STUDI SOSIOLOGI TERHADAP KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT YOGYAKARTA DAN BALI LAPORAN PENELITIAN PERORANGAN MODAL SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL: STUDI SOSIOLOGI TERHADAP KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT YOGYAKARTA DAN BALI Ujianto Singgih Prayitno BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL PUSAT PENELITIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian dalam arti luas mencakup perkebunan, kehutanan, peternakan dan

I. PENDAHULUAN. pertanian dalam arti luas mencakup perkebunan, kehutanan, peternakan dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah dunia pertanian mengalami lompatan yang sangat berarti, dari pertanian tradisional menuju pertanian modern. Menurut Trisno (1994), ada dua pertanian yaitu pertanian

Lebih terperinci

Pengaruh Perubahan Penguasaan Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Eksistensi Subak Di Desa Medewi Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana

Pengaruh Perubahan Penguasaan Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Eksistensi Subak Di Desa Medewi Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana Pengaruh Perubahan Penguasaan Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Eksistensi Subak Di Desa Medewi Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana Oleh Putu Gede Wira Kusuma Made Suryadi, I Nyoman Suditha *) Jurusan

Lebih terperinci

Schulte Nordholt (2009) ini merupakan kritik atas penelitian Geertz (1980) atas negara teater dalam masyarakat Bali pra-kolonial yang menunjukkan

Schulte Nordholt (2009) ini merupakan kritik atas penelitian Geertz (1980) atas negara teater dalam masyarakat Bali pra-kolonial yang menunjukkan Bab VII. KESIMPULAN Pembentukan identitas merupakan sebuah proses yang dinamis. Proses ini tidak terhenti pada satu titik tertentu, tetapi terus berjalan seiring dengan berjalannya waktu dan sejarah identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi

TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Alih Fungsi Lahan dan Faktor-Faktor Penyebabnya Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.01/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.01/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.01/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT DI DALAM DAN ATAU SEKITAR HUTAN DALAM RANGKA SOCIAL FORESTRY MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia dikenal sebagai negara agraris dan memiliki iklim tropis yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata pencaharian utama

Lebih terperinci

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN 8.1. Rekomendasi Kebijakan Umum Rekomendasi kebijakan dalam rangka memperkuat pembangunan perdesaan di Kabupaten Bogor adalah: 1. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat, adalah

Lebih terperinci

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Platform Bersama Masyarakat Sipil Untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global Kami adalah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH Bengkulu Tengah yang Lebih Maju, Sejahtera, Demokratis, Berkeadilan, Damai dan Agamis 1. Maju, yang diukur dengan : (a) meningkatnya investasi;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Subak telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh

BAB I PENDAHULUAN. Subak telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subak telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui The United Nations Educational and Cultural Organization (UNESCO)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertanian Konvensional Pertanian Konvensional adalah sistem pertanian tradisional yang mengalami perkembangan dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga bisa dikatakan

Lebih terperinci

AgroinovasI. Badan Litbang Pertanian. Edisi Desember 2011 No.3436 Tahun XLII

AgroinovasI. Badan Litbang Pertanian. Edisi Desember 2011 No.3436 Tahun XLII Dusun Subak Berbasis Social-Industry of Agriculture Meningkatkan Potensi Pertanian Bali dan Kesejahteraan Para Abdi Bumi Melalui Dusun Subak Berbasis Social-Industry of Agriculture Indonesia adalah salah

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pada Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA 6.1 Motif Dasar Kemitraan dan Peran Pelaku Kemitraan Lembaga Petanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. revolusi hijau. Hasilnya pada tahun 1984 Indonesia dapat mencapai swasembada

I. PENDAHULUAN. revolusi hijau. Hasilnya pada tahun 1984 Indonesia dapat mencapai swasembada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain berperan sebagai makanan pokok, beras juga merupakan sumber perekonomian sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB VI LANGKAH KE DEPAN BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam beragam bentuk, maksud, dan tujuan. Mulai dari keluarga, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. dalam beragam bentuk, maksud, dan tujuan. Mulai dari keluarga, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan hal yang penting bagi siapapun manusia dan dimanapun ia berada. Kebutuhan manusia akan pangan harus dapat terpenuhi agar keberlansungan hidup manusia

Lebih terperinci

Diterbitkan melalui:

Diterbitkan melalui: SEGORES TINTA UNTUK NEGERI: Pemberdayaan Dalam Konteks Ketahanan Pangan Guna Mencapai Kemandirian dan Kedaulatan Pangan Oleh: Ahmad Satori Copyright 2014 by Ahmad Satori Penerbit Wafda Press www.kliksatori.blogspot.com

Lebih terperinci

pengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai bisa dijadikan sebagai buktinya.

pengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai bisa dijadikan sebagai buktinya. Bab Enam Kesimpulan Masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata di suatu kawasan atau daerah tujuan wisata (DTW), seringkali diabaikan dan kurang diberikan peran dan tanggung jawab dalam mendukung aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan berbagai suku bangsa mempunyai keanekaragaman kearifan lokal, kearifan tradisional, dan budaya yang didalamnya terkandung nilai-nilai etik dan moral,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci