Metodologi Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Metodologi Penelitian"

Transkripsi

1 MODUL PERKULIAHAN X Metodologi Penelitian FORMULASI MODEL Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Pasca Sarjana Magister Teknik (3) Dr. Hamzah Hilal Elektro 10 Abstract Kuliah keempat ini memuat materi tentang konsep, sistem asumsi, pendekatan sistem, perilaku sistem, dan performansi sistem. Kompetensi Pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep, sistem asumsi, pendekatan sistem, perilaku sistem, dan performansi sistem.

2 Pembahasan 10.1 KONSEP Konsep formulasi model merupakan suatu upaya awal membangun model formal yang menunjukkan ukuran performansi sistem sebagai fungsi dari variabe-variabel model. Secara garis besar dan untuk jelasnya, langkah-langkah konsep formulasi model dapat diilustrasikan pada gambar Gambar Tahap-tahap konsep formulasi model Masalah sistem adalah masalah dengan latar belakang tertentu, sudah dikenali (diidentifikasi) dengan baik dan diketahui batasan-batasannya serta dirumuskan dengan pernyataan-pernyataan interogatif. Melalui pendekatan sistem, eksistensi sistem dan lingkungannya dapat dipahami dengan diketahuinya elemen-elemen sistem, relasi antarelemen, dan atribut dari masingmasing elemen dan relasi. Lingkungan sistem merupakan kumpulan obyek di luar batasan (boundaries) sistem yang mempengaruhi (dipengaruhi) sistem. Setelah sistemnya teridentifikasi dengan baik, kemudian dibuat konseptual model yang akan dibangun. Model konseptual ini berisikan ciri-ciri utama sistem yang penting terhadap pemecahan masalah. 2

3 10.2. SISTEM ASUMSI Setiap pihak yang berkepentin g an dalam pemodelan (analis, pengambil keputusan, dan pemakai) mempunyai keinginan-keinginan yang berbeda yang kerap kali berbenturan dengan hasil-hasil yang dicapai oleh model. Mereka mempunyai kerangka berpikir sendiri-sendiri, misalnya mengenai penyesuaian praktis terhadap situasi-situasi dalam pemecahan masalah, maka asumsi yang hampir bersifat umum (universal) dapat muncul yaitu berupa pertimbangan-pertimbangan akal sehat (common sense) yang tepat dan memenuhi kebutuhan. Dalam hal ini asumsi merupakan pikiran-pikiran dasar yang digunakan sebagai titik tolak atau alasan dalam menjelaskan suatu fenomena dan diyakini kebenarannya. Keyakinan terhadap kebenaran mencakup tiga sifat yaitu: sesuatu yang disadari, mengurangi keraguan; dan ditindaklanjuti. Disadari berarti relevan dengan hakikat masalah, mengurangi keraguan berarti didasari oleh pengenalan teori yang memadai, dan ditindaklanjuti berarti memberikan arah tindakan yang menyatukan status saat ini dengan status yang dikehendaki. Penggunaan asumsi ini juga bemakna bahwa suatu fenomena yang sama bisa dijelaskan secara berbeda, tergantung pada susunan asumsi-asumsinya. Asumsi dapat didefinisikan sebagai suatu pernyataan yang harus diterima keberadaannya dan bukan merupakan obyek untuk dites kebenarannya secara langsung. Pemodelan matematis umumnya menerapkan aturan-aturan formal dan bilamana pemikiran umum yang logis itu diterapkan dalam sistem nyata, maka mau tidak mau mengharuskan adanya perlakukan khusus (asumsi) yang kadang-kadang diterima begitu saja. Asumsi mencakup asumsi umum dan asumsi khusus. Proses ilmiah memerlukan asumsi-asumsi umum tentang realitas dan bagaimana bisa memahami realitas tersebut. Asumsi-asumsi umum tersebut antara lain: a. Ada sesuatu terjadi di luar kita. Kita mempunyai kemampuan untuk memahami dan mengatasi sesuatu itu, melalui penggunaan metode ilmiah untuk memandang dan menilai kejadian-kejadian seakan-akan kita tidak tergantung pada mereka. b. Setiap realitas memiliki keberaturan yang dapat dipahami. Setiap proses dalam kehidupan mempunyai kaitan yang teratur dengan proses yang lain. c. Gejala-gejala sistem timbul secara berurut dan hubungan antar mereka timbul karena bekerjanya hukum-hukum alam, dan bukan karena sesuai dengan keinginan tertentu, atau terjadi dengan begitu saja tanpa alasan. Artinya ada hubungan yang bersifat sebab-akibat (kausal) antara berbagai proses dalam kehidupan. Bila hubungan-hubungan kausal antara gejala tersebut dapat dimengerti, maka ia dapat diperkirakan dan dikendalikan. d. Adalah tidak penting untuk mengetahui cara timbul dan tujuan akhir dari seluruh seri kejadian-kejadian kehidupan, artinya ilmu pengetahuan dapat dikembangkan terlepas dari pertimbangan-pertimbangan metafisik. Tidak seorangpun yang dapat menjelaskan segala seri kejadian sesuatu (fakta, obyek, proses) dengan tuntas dan benar, oleh karena itu 3

4 diperbolehkan adanya pengabaian-pengabaian. e. Tidak ada sesuatu pun yang terbukti dengan sendirinya (self-evident). Kita menjelaskan sesuatu berdasarkan pada pengetahuan dan pengalaman sebelumnya. Suatu ilmu tidak dibuktikan dari benar tidaknya, tetapi kegagalannya dalam menjelaskan sesuatu kejadian anomali. f. Pengetahuan diturunkan dari hasil kumulatif pengalaman dan penelitian. Hal ini menyebabkan setiap pengetahuan selalu terbuka pada pandangan dan formula yang baru. Asumsi di atas bersifat sangat umum (general scientific assumptions). Di samping asumsi umum, dikenal pula asumsi spesifik yang erat kaitannya dengan teori/model yang dikembangkan. Asumsi tersebut dalam pengembangan teori/model merupakan suatu tuntutan yang tidak bisa ditinggalkan karena asumsi tersebut mencerminkan lingkup (scope) teori/model, latar belakang dan perilaku masalah, di mana teori/model dikembangkan. Hal ini bisa saja terdiri atas beberapa pola pikir dalam penetapan asumsi mengenai apa yang menjadi masalah sebenarnya, asumsi pendekatan sistem, asumsi tentang formulasi model, asumsi solusi model, dan asumsi tentang implementasi model. Asumsi memberikan landasan yang kuat mengenai keberadaan masalah, dasar pemikiran, dan sumber perumusan hipotesis. Analis harus benar-benar mengenal asumsi yang digunakan dalam pengembangan modelnya, karena dengan memakai asumsi yang berbeda akan memberikan perbedaan pada konsep pemikiran atau pola pikir (konsepsi awal yang ditetapkan tentang realitas yang digunakan). Walaupun analis telah membebaskan diri dari kecenderunan untuk membenarkan penemuan mereka, mereka masih tetap memilih suatu cara pemikiran tertentu dan pandangan bahwa fakta-fakta tertentu merupakan kebenaran. Cara pikir dan pandangan ini mempengaruhi pengembangan asumsi-asumsi suatu model. Dalam mengembangkan asumsi harus diperhatikan beberapa hal: a. Asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan. Asumsi ini harus operasional dan merupakan dasar dari pengkajian teoritis. Asumsi bahwa manusia adalah "manusia manajemen" kedengarannya memang filsafati namun tidak mempunyai arti apa-apa dalam penyusunan teori-teori manajemen. Asumsi manusia dalam manajemen yang bersifat operasional adalah ekonomik, makhluk sosial, makhluk aktualisasi diri atau makhluk yang kompleks. Berdasarkan asumsi-asumsi ini maka dapat dikembangkan berbagai model, strategi, dan praktek manajemen. Asumsi bahwa manusia adalah manusia manajemen, dalam pengkajian manajemen, akan menyebabkan kita berhenti di situ. Seperti sebuah lingkaran, setelah berputar-putar, kita kembali ke tempat semula, jadi ke situ-situ juga ujungnya. b. Asumsi harus disimpulkan dari "keadaan sebagaimana adanya" bukan 4

5 "bagaimana keadaan yang seharusnya". Contohnya adalah asumsi kegiatan ekonomis yaitu bahwa manusia yang berperan adalah manusia "yang mencari keuntungan sebesar-besarnya", maka itu sajalah yang dijadikan sebagai pegangan, tak usah ditambah dengan sebaiknya begini atau seharusnya begitu. Seandainya asumsi semacam ini dipakai dalam penyusunan kebijaksanaan (policy), atau strategi, serta penjabaran peraturan lainnya, maka hal ini bisa saja dilakukan, asalkan semua itu membantu dalam menganalisis permasalahan. Namun penetapan asumsi yang berdasarkan pada keadaan yang seharusnya ini seyogyanya tidak dilakukan dalam analisis teori keilmuan, tetapi berdasarkan pada kenyataan sesungguhnya sebagaimana adanya. Asumsi yang pertama (a) adalah asumsi yang mendasari telaah ilmiah sedangkan asumsi kedua (b) adalah asumsi yang mendasari telaah moral. Karena kegunaan model pada hakekatnya adalah untuk penerapan secara praktis yang dapat membantu pemecahan masalah manusia secara pragmatis, maka diperkenankan adanya pengembangan asumsi-asumsi model, selama asumsi itu dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya, penggunaan asumsi variansi galat (error) adalah homogen dalam regresi linear memang bertujuan untuk memperoleh penduga parameter model yang tidak bias. Asumsi ini diperkenankan karena dapat dipertanggungjawabkan secara pragmatis, yaitu dengan menguji keseragaman variansi dari data pengamatan. Dalam praktek, pemodelan akhirnya tiba pada pengujian apakah model benarbenar mewakili sistemnya atau tidak, di sini pertimbangan-pertimbangan akal sehat (asumsi) kembali lagi menjadi fokus utama untuk diselidiki lebih lanjut, yang dapat menyebabkan timbulnya perumusan dan penemuan baru. Oleh karena itu seorang analis hendaknya mempunyai teknik-teknik sebagai instrumen untuk memeriksa dan mengoreksi kekurangan-kekurangan mental, keinginan, dan wawasannya sebaikbaiknya sehingga ia mencapai kekuatan tambahan untuk memanfaatkan lingkungan dan dirinya sendiri yang berhubungan dengan pemecahan masalah. Dengan demikian patut diperiksa apakah asumsi yang telah dikembangkan handal atau tidak, kemudian memperhatikan perkembangannya dan bila perlu memperbaharuinya. Ini tidak gampang mengingat asumsi bersumber pada pengalaman dan teori-teori yang relevan dengan pemecahan masalah, dan terkadang terperangkap (pitfalls) dalam pola pikir analis. Bila asumsi yang dipakai salah, maka keputusan yang diambil niscaya akan meleset juga dari sasaran, oleh karena itu tidak cukup hanya memperhatikan asumsi yang benar, namum asumsi yang salah juga patut diperiksa. Sistem asumsi yang dikembangkan dapat diterima bila memenuhi persyaratan berikut: 5

6 a. Adanya konsistensi (taat azas). Sistem asumsi yang terdiri atas preposisi-preposisi (himpunan pernyataan-pernyataan tentang anggapan kita terhadap sistem) perlu dijaga konsistensinya. Artinya, tidak ada preposisi yang bertentangan atau saling menegasikan preposisi lainnya, sebaliknya preposis-preposisi yang ada harus saling mendukung. b. Adanya relevansi. Sistem asumsi yang dikembangkan, yang terdiri atas preposisi-preposisi harus memiliki relevansi yang jelas terhadap obyeknya. Preposisi yang dibuat benar-benar mencerminkan sistem nyatanya dan bukan menerangkan real word yang berbeda (lainnya). c. Adanya independensi. Setiap preposisi dalam sistem asumsi sebaiknya menyatakan pandangannya terhadap suatu realita secara unik dan tidak terikat satu dengan yang lainnya. Artinya, tidak diperkenankan adanya suatu preposisi yang merupakan himpunan bagian dari preposisi lainnya. Jadi tidak perlu diperumit lagi, bila suatu preposisi sudah dinyatakan. d. Adanya Ekuivalensi. Sistem asumsi yang dikembangkan dapat dibandingkan dengan asumsi teori/model lainnya. Bila asumsi A ekuivalen dengan asumsi B, maka dapat dikatakan bahwa teori A setara dengan teori B. Seringkali sulit untuk memeriksa asumsi-asumsi yang mendasari suatu masalah yang tidak tersusun dengan baik (ill-structure), misalnya pada masalah-masalah kebijakan (policy) di mana analis, pengambil kebijakan, dan pelaku-pelaku lain tidak sepaham bagaimana merumuskan masalah. Karena itu diperlukan kriteria pokok untuk menilai kecukupan perumusan masalah yaitu apakah konflik asumsi mengenai situasi problematis telah dimunculkan, dipertentangkan, dan secara kreatif dicari sintesanya. Teknik yang bertujuan menciptakan sintesis kreatif atas asumsi-asumsi yang bertentangan mengenai masalah yang tidak tersusun (masalah kebijakan) ini disebut analisis asumsi. Analisis asumsi membantu kita menemukenali jebakanjebakan dalam pemodelan dan bilamana mungkin untuk menghindarinya. Menurut seorang pakar analisis kebijakan publik, Dunn (1981), analisis asumsi dibuat untuk mengatasi empat kelemahan pokok khususnya dalam analisis kebijakan. a. Analisis kebijakan selalu didasarkan pada asumsi pengambil keputusan tunggal dengan nilai-nilai yang dapat dikemukakan dengan jelas dan dapat dipenuhi dalam jangka waktu tertentu. b. Analisis kebijakan seringkali gagal mempertimbangkan secara sistematis dan eksplisit pandangan-pandangan yang berbeda secara mencolok pada sifat masalah dan potensi pemecahannya. c. Kebanyakan analisis kebijakan diselenggarakan di dalam organisasi yang bersifat menutup diri, sehingga sulit atau tidak mungkin untuk mempertimbangkan pelbagai 6

7 perumusan masalah yang berbeda; dan d. Kriteria yang digunakan untuk menaksir kecukupan masalah dan pemecahannya lebih sering menghadapi karakteristik-karakteristik permukaan (misalnya, konsistensi logika), daripada asumsi dasar yang melatarbelakangi konseptualisasi masalah. Analisis asumsi meliputi penggunaan lima prosedur yang berturut-turut dengan tahapan berikut. a. Identifikasi pelaku. Pada tahap pertama ini dilakukan identifikasi, klasifikasi, dan prioritas para pelaku kebijakan, yaitu orang-orang atau kelompok-kelompok yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perumusan dan pemecahan masalah. b. Pemunculan asumsi. Pada tahap kedua ini, analis bekerja dengan mundur ke belakang dari pemecahan masalah yang diusulkan kepada satuan satuan data terpilih yang mendukung dan mendasari asumsi. Setiap orang atau kelompok mencetuskan asumsi (berdasarkan data) secara eksplisit atau implisit yang melatarbelakangi usulan pemecahan masalah. Dengan membuat daftar semua asumsi, maka dapat ditemukenali spesifikasi masalah ke arah mana usulan pemecahan dialamatkan. c. Pembenturan asumsi. Pada tahap ketiga analis membandingkan dan menilai semua satuan-satuan usulan dan asumsi-asumsi yang mendasarinya. Tahap ini dilakukan dengan memperbandingkan secara sistematis asumsi dan asumsi tandingan yang berbeda secara mencolok satu dengan yang lainnya. Selama proses ini setiap asumsi yang telah diidentifikasi terlebih dahulu dipertentangkan dengan asumsi tandingan. Jika asumsi tandingan tidak masuk akal, ia disingkirkan dari pertimbangan selanjutnya; jika asumsi tandingan tersebut masuk akal, ia diuji untuk menentukan apakah ia dapat dijadikan dasar dalam menyusun konseptualisasi masalah dan pemecahan baru. d. Pengelompokan asumsi. Jika tahap penentangan asumsi telah lengkap, maka dilakukan pengumpulan aneka ragam pemecahan masalah yang ditawarkan dan telah dimunculkan pada tahap sebelumnya. Di sini asumsi-asumsi dirundingkan dan diprioritaskan sesuai dengan kepastian dan tingkat kepentingannya bagi pelaku kebijakan. Hanya asumsiasumsi yang penting dan pasti saja yang dikumpulkan. Tujuan akhirnya adalah menciptakan dasar asumsi yang dapat diterima yang sedapat mungkin disetujui oleh banyak pelaku kebijakan. e. Sintesis asumsi. Tahap akhir adalah penciptaan pemecahan masalah yang bersifat gabungan dan sintesis. Gabungan satuan asumsi yang dapat diterima dapat menjadi dasar dalam menciptakan konseptualisasi masalah yang baru. Jika isu di sekitar konseptualisasi masalah ini dan potensi pemecahan masalah sudah sampai di tahap ini, kebanyakan konflik di antara para pelaku dapat dihilangkan. Akibatnya, aktivitas para pelaku kebijakan dapat menjadi kooperatif dan secara keseluruhan produktif. 7

8 Analisis asumsi dapat digunakan pada pengambilan keputusan di tingkat bisnis dalam bidang pemasaran, produksi, keuangan, strategi, dan personalia. Metode ini cocok dengan masalah yang tidak tersusun dengan baik dan mampu mengusulkan pemecahan yang memadai. Analisis asumsi juga membantu untuk menghindari kesalahan perumusan masalah, yaitu memecahkan masalah yang dirumuskan dengan salah karena menghendaki pemecahan yang benar PENDEKATAN SISTEM Konsep sistem merupakan suatu konsep yang umum atau universal. Konsep sistem ini sangat luas sekali penggunaannya dan meliputi berbagai disiplin ilmu, sehingga timbul berbagai pendapat dalam menafsirkannya. Banyak penulis yang memberikan pengertian yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Kita mendefinisikan sistem sebagai suatu kumpulan objek yang saling berkaitan dan saling bergantungan secara tetap (reguler) untuk mencapai tujuan bersama dalam suatu lingkungan yang kompleks. Ciri suatu sistem ditandai dengan elemen-elemen pembentuknya. Tetapi, sebenarnya suatu sistem lebih dari sekedar penjumlahan elemen-elemennya. Seseorang berbicara tentang sistem bila elemen-elemen tersebut berhubungan satu dengan yang lainnya (lihat gambar 10.2.a). Elemen-elemen suatu sistem selalu mempunyai ciri kualitas. Kualitas ini disebut atribut-atribut (ukuran, berat, harga, warna,...) atau atribut (8 cm, 68 kg, 100 rupiah, biru,...). Kebanyakan hubungan atau relasi antarelemen terletak pada atributnya, bukan pada elemennya. Banyak terdapat kasus, di mana elemen-elemen yang berbeda dapat digabung dalam suatu himpunan atau kelompok elemen (lihat gambar 10.2.b). Hal ini berlaku bila hubungan antar elemen-elemen tersebut memiliki atribut yang sama, walaupun nilai atributnya berbeda. Oleh karena itu, atribut-atribut diasosiasikan den g an kelompok-kelompok elemen, sedangkan nilai-nilai atribut diasosiasikan dengan suatu elemen tunggal. Bila elemen-elemen telah digantikan oleh himpunan elemen, hubungan antar elemen tunggal dapat juga digantikan oleh hubungan antar himpunan; atau kelompck (lihat gambar 10.2.c). Hubungan antar himpunan hanya berlaku untuk atribut-atribut tertentu, sedangkan hubungan antar elemen-elemen tunggal ditunjukkan oleh nilai-nilai atribut. Namun bila elemen-elemen pembentuk himpunan sudah demikian kompleksnya, maka kita berkaitan dengan entiti kompleks dan himpunan entiti kompleks. Kelompok entiti kompleks dan atributnya membawa informasi tentang hubungan antar kelompok elemen (lihat gambar 10.2.d). 8

9 Gambar 10.2 Graf suatu sistem a. Elemen-elemen (lingkaran, bujur sangkar, heksagon) b. Sama seperti (a), elemen-elemen digabung dalam kelompok (lingkaran besar); c. Sama seperti (b), elemen secara simbolis diwakili oleh kelompoknya, d. Sama seperti (c), hubungan antar kelompok ditentukan oleh kelompok entiti yang kompleks (elips) Kelompok entiti yang kompleks dan atributnya dapat membawa data hubungan antar kelompok elemen. Dalam hal ini, hubungan tersebut hendaknya dinyatakan secara eksplisit dalam suatu pernyataan relasi atau hubungan. Ciri sistem yang telah dibahas tadi, berangkat dari perspektif informasional, yakni konsep Elemen-Relasi-Atribut (ERA). Dengan demikian dapat disebutkan bahwa suatu sistem memiliki ciriciri berikut: a. Entiti, objek sistem yang menjadi pokok perhatian. b. Atribut, sifat yang dimiliki oleh entiti. c. Aktivitas, proses yang menyebabkan perubahan dalam sistem, yang dapat mengubah atribut, bahkan entiti. d. Status, keadaan entiti dan aktivitas pada saat tertentu, atau kumpulan variabel yang penting untuk menggambarkan sistem pada sembarang waktu, tergantung pada tujuan studi sistemnya. e. Kejadian, peristiwa sesaat yang dapat mengubah variabel status sistem. Pernyataan sistem yang lengkap mencakup kelima ciri di atas. Istilah endogenus 9

10 digunakan untuk menggambarkan aktivitas dan kejadian yang terjadi di dalam sistem, dan istilah eksogenous digunakan untuk menggambarkan aktivitas dan kejadian di lingkungan yang mempengaruhi sistem. Endogenus melihat sistem dari subsistem-subsistem yang berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu. Eksogenous melihat pengertian sistem dari suprasistem yakni unsur-unsur lingkungan yang kompleks, termasuk juga hierarki yang terbentuk. Contoh komponen sistem dapat dilihat pada tabel Hanya sebagian kecil ciri-ciri yang ditampilkan. Daftar yang lengkap dapat dikembangkan bila tujuan studi diketahui, kemudian mencari berbagai aspek sistem yang relevan dengan tujuan studi. Tabel 10.1 Contoh Sistem dan Komponennya Bank Sistem Entiti Atribut Aktivitas Kejadian Variabel Status Pelanggan Pemeriksaan rekening Melakukan deposito Kedatangan, Kepergian Jumlah teller yang sibuk, Jumlah pelanggan yang menunggu Kereta Cepat Penumpang Asal, tujuan Perjalanan Tiba di stasiun, tiba di tujuan Jumlah penumpang yang menunggu di tiap stasiun; jumlah penumpang yang transit Produksi Mesin Kecepatan, kapasitas, tingkat kerusakan Pengelasan, pengecapan Kerusakan Status mesin (sibuk, nganggur, untuk dikirim) Komunikasi Pesan atau berita Jauhnya, tujuan Pengiriman Sampai di tujuan Jumlah pesan yang menunggu untuk dikirim Persediaan Gedung Kapasitas Pengambilan Permintaan Level persediaan, pesanan yang belum dipenuhi Setiap sistem antara lain seperti contoh yang tertera pada tabel 10.1 secara implisit memiliki karakteristik umum berikut: a. Definisi sitem menunjukkan bahwa sistem paling sedikt terdiri atas dua elemen penyusunannya dan elemen-elemen tersebut saling berhubungan membentuk suatu kesatuan atau holisme. b. Sistem tidak hanya sekedar penjumlahan dari bagian-bagiannya, ia harus dipandang sebagai keseluruhan. Sistem mampu memberikan efek kombinasi yang lebih besar dari efek gabungan semata dari elemen-elemen pembentuknya. Efek kombinasi ini disebut sinergi. Dengan demikian, sistem itu sendiri baru dapat diterangkan dengan menunjukkannya secara keseluruhan atau totalitas. Keseluruhan ini menyebabkan timbulnya tindakan gabungan atau sinergi. Jadi, sinergi adalah perwujudan dimana unsurunsur yang dipadukan menghasilkan suatu hasil yang lebih besar dari pada jumlah hasil masing-masing unsur yang terlibat. 10

11 c. Sistem terbuka melakukan pertukaran informasi, energi, bahan, dengan lingkungannya. Keterkaitan dinamis antara sistem dan lingkungan sering digambarkan dalam hubungan input-transformasi-output. Sistem menerima bermacam-macam masukan dari lingkungan, kemudian mengolahnya dengan cara tertentu dan menghasilkan keluaran untuk lingkungan. Agar sistem terbuka dapat terus hidup atau berlangsung, sedikit-dikitnya ia harus menerima lebih banyak input dari lingkungan untuk mengimbangi outputnya ditambah dengan energi dan bahan yang dipakai selama aktivitas sistem itu. Kondisi stabil atau mantap atau seimbang ini disebut homoestatis dinamis. Konsep homoestatis berasal dari proses biologis dimana tubuh kita menerima temperatur tetap ketika menghadapi lingkungan yang berubah. Sedangkan konsep dinamis muncul dari ide bahwa keadaan mantap itu terus menerus bergerak. d. Sistem mempunyai batas-batas (boundary spanning) yang menangani transaksi antara sistem dengan lingkungannya. Seringkali batas-batas ini kabur terutama pada sistem terbuka. e. Entrofi netatif sistem, dimana sistem dipengaruhi oleh kekuatan entrofi yang bertambah terus sampai seluruh sistem tidak berfungsi lagi. Konsep entrofi berasal dari sistem fisika tertutup yang menunjukkan derajat ketidakteraturan sistem. Kecenderungan pada maksimum entrofi merupakan gerakan menuju kekacauan, kekurangan sumber transformasi, dan kemudian mati. Pada sistem terbuka, entrofi dapat diberhentikan dan bahkan dapat diubah ke dalam entrofi negatif, yakni suatu proses sistem yang lebih lengkap dan sanggup untuk mengambil dan mengolah sumber-sumber dari lingkungan. Pada sistem tertutup, lambat laun harus dicapai keadaan seimbang dengan entrofi maksimum (mati) atau dis-sitem. Sedangkan pada sistem terbuka mungkin saja dicapai keseimbangan dinamis melalui aliran masuk material, energi, dan informasi secara terus menerus. f. Infirmasi tentang keluaran atau proses sistem adalah umpan balik bagi masukan sistem. Input informatif ini berfungsi untuk memberitahu apakah sistem benar-benar mencapai keadaan mantap atau diambang kehancuran. Umpan balik memungkinkan untuk menyebabkan perubahan dalam proses transformasi dan/atau keluaran berikutnya dalam usaha mencari keseimbangan dinamis (homoestatis), pertumbuhan (growth), atau peluruhan (decay). g. Suatu sistem adalah gabungan dari susbsistem tingkatan yang lebih bawah dan juga merupakan bagian dari supra sistem tingkatan yang lebih tinggi. Artinya terdapat hierarki dari elemen-elemen sistem. h. Subsistem pembentuk sistem mempunyai nilai dan tujuan yang berbeda. Hal ini menyebabkan perbedaan perilaku sistem dalam upaya mencapai tujuan majemuk, dimana sasaran akhirnya adalah homoestatis dinamis atau keadaan mantap. Hasil atau 11

12 sasaran tertentu dapat dicapai melalui keadaan awal yang berbeda dan cara yang berbeda. Konsep ini dikenal dengan nama equifinality (kesamaan hasil akhir). Dengan demikian sistem dapat mencapai tujuan, dengan masukan yang berbeda dan dengan kegiatan internal yang berbeda PERILAKU SISTEM Perilaku atau tingkah laku adalah aktivitas sistem dalam bentuk keluaran-keluaran (tindakantindakan) dalam rangka bereaksi terhadap rangsangan atau stimulus. Stimulus itu dapat berupa rangsangan dari dalam sistem maupun dari luar (lingkungan sistem). Perilaku sistem dapat diartikan sebagai semua aktivitas sistem yang dapat diamati atau dicatat dengan menggunakan alat ukur tertentu. Perilaku itu terdiri atas aktivitas sistem yang alngsung terlibat dalam usaha mendapatkan dan menggunakan sumber-sumber, termasuk faktor-faktor yang mendahului dan menentukan aktivitas itu. Pengamatan perilaku suatu sistem bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, karena memerlukan banyak sekali informasi. Banyak pengaruh yang tidak teramati dan mungkin tidak bisa diamati karena terjadi sebelum dilakukan pengamatan terhadap tingkah laku tersebut. Ada kalanya suatu sistem (sistem belajar) mampu mengingat kembali apa yang dialami di masa lalu dan dia juga dapat mengantisipasi konsekuensi-konsekuensi dari tingkah laku di masa depan. Situasi ini dapat dilukiskan seperti pada gambar Pengalaman masa lalu Sistem saat ini Struktur internal Ekspektasi masa depan Lingkungan luar saat ini Gambar 10.3 Diagram perilaku sistem Proses internal sistem adalah proses yang tidak bisa diamati secara langsung. Akibatnya adalah kesimpulan hanya dapat ditarik dari apa yang ditampilkan oleh sistem tersebut PERFORMANSI SISTEM Usaha untuk mengukur atau menjajaki performansi suatu sistem telah banyak dilakukan secara intensif dalam tahun-tahun terakhir ini. Performansi atau kinerja atau unjuk kerja atau penampilan pada dasarnya dilandasi oleh keingintahuan mengenai: a. Pandangan orang tentang performansi suatu sistem; 12

13 b. Faktor apa saja yang mempengaruhi performansi suatu sistem; c. Bagaimana metode yang tepat untuk menetapkan performansi suatu sistem yang menjadi perhatian atau pernyataan keberhasilan suatu sistem dalam mencapai tujuannya. Setiap sistem memiliki sasaran (objective) yang dipengaruhi oleh sistem yang lebih besar lagi, misalnya sasaran sistem produksi dipengaruhi oleh tujuan perusahaan. Oleh karena itu perlu dikembangkan kriteria sebagai ukuran keberhasilan yang menyelaraskan tujuan (goal) sistem dengan sasaran sistem (dalam hal ini sasaran adalah tujuan jangka panjang sistem). Berkenaan dengan sifat kriteria maka terdapat dua macam pendekatan, yakni pendekatan normatif dan pendekatan deskriptif. Pendekatan normatif didasarkan pada pandangan yang menyatakan bahwa untuk setiap sistem supaya dapat disebut efektif, haruslah memiliki beberapa kualitas atas dasar sub-sub sistem. Sedang pendekatan deskriptif didasarkan pada pandangan yang melihat efektivitas sebagai sesuatu yang perlu dijelaskan secara induktif. Pada pendekatan normatif tidak ada landasan empiris yang dapat menjawab mengapa kriteria yang dinyatakan tersebut dapat mencerminkan efektivitas sistem yang sedang diperhatikan, sedangkan pada pendekatan deskriptif pendekatannya sangat empiris sehingga kriteria yang dimunculkan merupakan hasil suatu penelaahan. Sifat yang perlu diperhatikan dalam memilih kriteria adalah sebagai berikut: a. Lengkap. Suatu set kriteria disebut lengkap bila set ini dapat menunjukkan seberapa jauh seluruh tujuan dapat dicapai oleh sistem. Dengan kata lain, dengan mengetahui tingkat pencapaian kriteria, dapat diperoleh gambaran seberapa jauh tujuan dapat dicapai. b. Operasional, Set kriteria harus mempunyai arti yang dapat digunakan dalam analisis, sehingga benar-benar dapat dihayati implikasinya terhadap alternatif yang ada dan dapat dijelaskan. Operasoinal ini juga mencakup sifat dapat diukur, yang dimaksudkan untuk memperoleh tingkat pencapaian kriteria dan mengungkapkan preferensi yang digunakan. c. Tidak berlebihan. Dalam menentukan set kriteria, jangan sampai terdapat kriteria yang pada dasarnya mengandung pengertian yang sama atau duplikasi. d. Minimum. Dalam menentukan set kriteria perlu sedapat mungkin mengusahakan agar jumlah kriteria sesedikit mungkin. Makin banyak kriteria, makin sulit pula untuk dapat mebghayati dengan baik. Dalam beberapa hal mungkin dapat mengkombinasikan dua atau lebih kriteria menjadi satu kriteria. Ini akan mengurangi jumlah kriteria dan membuat proses perhitungan menjadi sederhana. 13

14 Daftar Pustaka 1. Nazir, Moh., Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Noor, J., Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah, Prenadamedia Group, Wijanto, SH., Metode Penelitian: Menggunakan Structural Equation Modelling Dengan LISREL 9, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta, Sugiyono, Metode Penelitian dan Pengembangan, ALFABETA, Taha, H.A., Riset operasi, Binarupa Aksara, Beightler, C.S., et al, Foundation of optimization, Prentice Hall of India, Foundation of optimization, Prentice Hall of India,

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Metodologi Penelitian Modul ke: FORMULASI MODEL Fakultas Program Pasca Sarjana Hamzah Hilal Program Studi Magister Teknik Elektro 10.1 KONSEP Secara garis besar dan untuk jelasnya, langkah langkah konsep

Lebih terperinci

6. PENGEMBANGAN MODEL.

6. PENGEMBANGAN MODEL. 6. PENGEMBANGAN MODEL alsen.medikano@gmail.com 1 1. TAHAPAN PENGEMBANGAN MODEL Kriteria memodelkan suatu sistem : 1. Harus mewakili (representasi) sistem nyatanya 2. Merupakan penyederhanaan dari kompleksnya

Lebih terperinci

Outline 0 PENDAHULUAN 0 TAHAPAN PENGEMBANGAN MODEL 0 SISTEM ASUMSI 0 PENDEKATAN SISTEM

Outline 0 PENDAHULUAN 0 TAHAPAN PENGEMBANGAN MODEL 0 SISTEM ASUMSI 0 PENDEKATAN SISTEM Outline 0 PENDAHULUAN 0 TAHAPAN PENGEMBANGAN MODEL 0 SISTEM ASUMSI 0 PENDEKATAN SISTEM Pendahuluan 0 Salah satu dasar utama untuk mengembangkan model adalah guna menemukan peubah-peubah apa yang penting

Lebih terperinci

Salah satu dasar utama untuk mengembangkan model adalah guna menemukan peubah-peubah apa yang penting dan tepat Permasalahan muncul ketika banyak

Salah satu dasar utama untuk mengembangkan model adalah guna menemukan peubah-peubah apa yang penting dan tepat Permasalahan muncul ketika banyak Salah satu dasar utama untuk mengembangkan model adalah guna menemukan peubah-peubah apa yang penting dan tepat Permasalahan muncul ketika banyak model telah terbentuk. Banyak model yang tersedia yang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL. Teori dan Pemodelan Sistem TIP FTP UB

PENGEMBANGAN MODEL. Teori dan Pemodelan Sistem TIP FTP UB PENGEMBANGAN MODEL Teori dan Pemodelan Sistem TIP FTP UB Pengembangan Model Suatu usaha memperoleh model baru yang memiliki kemampuan lebih di dalam beberapa aspek Pertanyaan klasik Banyak model yang tersedia

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian MODUL PERKULIAHAN IX Metodologi Penelitian PEMODELAN Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Pasca Sarjana Magister Teknik 54001 (3) Dr. Hamzah Hilal Elektro 09 Abstract Kuliah keempat ini

Lebih terperinci

SIMULASI SISTEM. Himpunan elemen-elemen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu.

SIMULASI SISTEM. Himpunan elemen-elemen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu. SIMULASI SISTEM Sistem Himpunan elemen-elemen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu. Karakteristik Sistem: komponen ; Relasi; Tujuan ; Batasan; Lingkungan; Interface; Input; Output. Cara

Lebih terperinci

Perspektif Sistem. Teori dan Pemodelan Sistem Mas ud Effendi

Perspektif Sistem. Teori dan Pemodelan Sistem Mas ud Effendi Perspektif Sistem Teori dan Pemodelan Sistem Mas ud Effendi Komponen Sistem Entiti Atribut Objek sistem yang menjadi pokok perhatian Sifat yang dimiliki oleh entiti Aktivitas Status Proses yang menyebabkan

Lebih terperinci

Bentuk-bentuk Analisis Kebijakan

Bentuk-bentuk Analisis Kebijakan Kuliah 4 Bentuk-bentuk Analisis Kebijakan 1 Pengantar Hubungan antara komponen-komponen informasi yang relevan dengan kebijakan dan metode-metode analisis kebijakan memberikan landasan untuk membedakan

Lebih terperinci

A. Proses Pengambilan Keputusan

A. Proses Pengambilan Keputusan A. Proses Pengambilan Keputusan a) Definisi Menurut James A.F. Stoner, keputusan adalah pemilihan di antara berbagai alternatif. Definisi ini mengandung tiga pengertian, yaitu: (1) ada pilihan atas dasar

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian MODUL PERKULIAHAN V Metodologi Penelitian MENGUMPULKAN DATA Fakultas ProgramStudi TatapMuka KodeMK DisusunOleh PascaSarjana MagisterTeknik 54001(3) Dr.HamzahHilal Elektro 05 Abstract Kuliah keempat ini

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 14 LANDASAN TEORI 2.1 Proses Hierarki Analitik 2.1.1 Pengenalan Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN PENELITIAN. Oleh Agus Hasbi Noor

LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN PENELITIAN. Oleh Agus Hasbi Noor LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN PENELITIAN Oleh Agus Hasbi Noor Ilmu dan Proses Berpikir Ilmu atau sains adalah pengetahuan tentang fakta-fakta, baik natura atau sosial yang berlaku umum dan sistematik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan manusia mampu mempertahankan eksistensi dirinya juga. lingkungannya, namun dalam proses pendidikan banyak faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan manusia mampu mempertahankan eksistensi dirinya juga. lingkungannya, namun dalam proses pendidikan banyak faktor yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak lepas dari kehidupan manusia, karena dengan pendidikan manusia mampu mempertahankan eksistensi dirinya juga lingkungannya, namun dalam proses

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai. Adapun pegertian sistem menurut Jogiyanto :

BAB II LANDASAN TEORI. saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai. Adapun pegertian sistem menurut Jogiyanto : BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Sistem Sistem adalah sekumpulan unsur / elemen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai suatu tujuan. Adapun pegertian

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU DAN PENDAHULUAN. Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

FILSAFAT ILMU DAN PENDAHULUAN. Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI PENDAHULUAN Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengertian Filsafat Secara Etimologis : kata filsafat berasal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Sistem Sistem adalah sekumpulan unsur / elemen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai suatu tujuan. Contoh :

Lebih terperinci

VII. LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN

VII. LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN VII. LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN Langkah penelitian adalah serangkaian proses penelitian dimana seorang peneliti dari awal yaitu merasa menghadapi masalah, berupaya untuk memecahkan masalah, memecahkan

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU DAN CABANG FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 02Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

FILSAFAT ILMU DAN CABANG FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 02Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 02Fakultas Dr. PSIKOLOGI CABANG FILSAFAT H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id CABANG- CABANG FILSAFAT Standar Kompetensi Setelah perkualiahan

Lebih terperinci

14. VALIDASI MODEL.

14. VALIDASI MODEL. 14. VALIDASI MODEL alsen.medikano@gmail.com 1 1. KE-KOMPLEKS-AN MODEL Fungsi sejumlah variabel yang secara eksplisit dimasukkan kedalam struktur model dan ketepatan nilai yang berkaitan dengan setiap variabel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proses Pengambilan Keputusan mengungkapkan bahwa analisis didefinisikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proses Pengambilan Keputusan mengungkapkan bahwa analisis didefinisikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Kebijakan 2.1.1 Pengertian Analisis Bernadus Luankali dalam bukunya Analisis Kebijakan Publik dalam Proses Pengambilan Keputusan mengungkapkan bahwa analisis didefinisikan

Lebih terperinci

FILSAFAT METODE PENELITIAN

FILSAFAT METODE PENELITIAN PAT S2 2017 Minat : Rekayasa Struktur Website: www.zacoeb.lecture.ub.ac.id e-mail : zacoebc93@gmail.com FILSAFAT METODE PENELITIAN PRAPOSITIVISME PERKEMBANGAN FILSAFAT PENELITIAN POSITIVISME POSTPOSITIVISME

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (Research and Development/R&D) melalui pendekatan sistem dinamis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (Research and Development/R&D) melalui pendekatan sistem dinamis BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (Research and Development/R&D) melalui pendekatan sistem dinamis (dynamics system). Metode

Lebih terperinci

PENGUASAAN KETERAMPILAN MENJELASKAN DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBELAJARAN PADA MAHASISWA D-II PGSD

PENGUASAAN KETERAMPILAN MENJELASKAN DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBELAJARAN PADA MAHASISWA D-II PGSD PENGUASAAN KETERAMPILAN MENJELASKAN DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBELAJARAN PADA MAHASISWA D-II PGSD Elmia Umar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan dokumen berharga secara fisik ataupun paper ticket.

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan dokumen berharga secara fisik ataupun paper ticket. 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Ticketing Online E-ticketing atau electronic ticketing adalah suatu cara untuk mendokumentasikan proses penjualan dari aktifitas perjalanan pelanggan tanpa harus

Lebih terperinci

KONSEP SISTEM. Chairul Furqon, S.Sos., MM.

KONSEP SISTEM. Chairul Furqon, S.Sos., MM. KONSEP SISTEM Chairul Furqon, S.Sos., MM. 1 Source: Systems & system thinking, Beynon-Davies: 2004 2 Organisasi/perusahaan dalam Lingkungan Pemerintah Lembaga Keuangan Masyarakat Global Pemasok ORGANISASI

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Strategi Strategi perusahaan menggambarkan arah perusahaan secara keseluruhan mengenai sikap perusahaan secara umum terhadap arah pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Sistem Terdapat dua kelompok pendekatan dalam mendefinisikan sistem yaitu pertama, pendekatan yang menekankan pada prosedur sistem dan yang kedua, pendekatan yang

Lebih terperinci

Perspektif dalam Ilmu Komunikasi

Perspektif dalam Ilmu Komunikasi TEORI KOMUNIKASI MODUL 4 Perspektif dalam Ilmu Komunikasi Membicarakan teori pada dasarnya membicarakan perspektif yang melatarbelakanginya. Dalam materi ini, kita menggunakan perspektif dan paradigma

Lebih terperinci

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR I. Pendahuluan Banyaknya kebijakan yang tidak sinkron, tumpang tindih serta overlapping masih jadi permasalahan negara ini yang entah sampai kapan bisa diatasi. Dan ketika

Lebih terperinci

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 5, NO 1, Edisi Februari 2013 (ISSN : )

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 5, NO 1, Edisi Februari 2013 (ISSN : ) PERAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN (SIM) DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN Anastasia Lipursari Dosen Tetap ASM Semarang Abstrak Sistem informasi mutlak diperlukan dalam pengambilan keputusan yang logis sehingga

Lebih terperinci

PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI

PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI MODUL PERKULIAHAN PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI Pokok Bahasan 1. Alternatif Pandangan Organisasi 2. Perkembangan Teori Dalam Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Ilmu Komunikasi Public

Lebih terperinci

PERTEMUAN 7 HIPOTESIS PENELITIAN

PERTEMUAN 7 HIPOTESIS PENELITIAN PERTEMUAN 7 HIPOTESIS PENELITIAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada pertemuan ini akan dijelaskan hipotesis penelitian. Melalui ekspositori, Anda harus mampu: 7.1. Menjelaskan pengertian hipotesis 7.2. Menjelaskan

Lebih terperinci

Sistem kumpulan dari elemen-elemen atau komponen-komponen atau subsistem-subsistem.

Sistem kumpulan dari elemen-elemen atau komponen-komponen atau subsistem-subsistem. Sistem kumpulan dari elemen-elemen atau komponen-komponen atau subsistem-subsistem. Karakteristik Sistem a. Komponen Sistem (Components) suatu sistem terdiri dari sejumlah komponenyang saling berinteraksi,

Lebih terperinci

Analisis Model dan Simulasi. Hanna Lestari, M.Eng

Analisis Model dan Simulasi. Hanna Lestari, M.Eng Analisis Model dan Simulasi Hanna Lestari, M.Eng Simulasi dan Pemodelan Klasifikasi Model preskriptif deskriptif diskret kontinu probabilistik deterministik statik dinamik loop terbuka - tertutup Simulasi

Lebih terperinci

BAB III SIMULASI Definisi Simulasi Tahapan Simulasi

BAB III SIMULASI Definisi Simulasi Tahapan Simulasi BAB III SIMULASI 3. 1. Definisi Simulasi Simulasi adalah proses merancang model dari suatu sistem yang sebenarnya, mengadakan percobaan-percobaan terhadap model tersebut dan mengevaluasi hasil percobaan

Lebih terperinci

Manajemen Sains. Pengenalan Riset Operasi. Eko Prasetyo Teknik Informatika

Manajemen Sains. Pengenalan Riset Operasi. Eko Prasetyo Teknik Informatika Manajemen Sains Pengenalan Riset Operasi Eko Prasetyo Teknik Informatika Univ. Muhammadiyah Gresik 2011 Pendahuluan Riset Operasi (Operations Research/OR) banyak diterapkan dalam menyelesaikan masalahmasalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif adalah sebagaimana Cress well mendefinisikannya sebagai suatu

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif adalah sebagaimana Cress well mendefinisikannya sebagai suatu BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah sebagaimana Cress well mendefinisikannya sebagai suatu pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin besarnya kebutuhan akan tenaga kerja profesional di bidangnya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diharapkan dapat membekali seseorang dengan pengetahuan yang memungkinkan baginya untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Namun dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada era saat ini, perekonomian adalah salah satu sektor pembangunan yang penting dan harus benar-benar diperhatikan dalam suatu negara. Apalagi

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENYUSUN KARYA ILMIAH MAHASISWA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA. Oleh Selvianingsih Salilama Fatmah AR Umar Supriyadi

KEMAMPUAN MENYUSUN KARYA ILMIAH MAHASISWA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA. Oleh Selvianingsih Salilama Fatmah AR Umar Supriyadi KEMAMPUAN MENYUSUN KARYA ILMIAH MAHASISWA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA Oleh Selvianingsih Salilama Fatmah AR Umar Supriyadi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Perundangan yang terbaru. Yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun tentang Perdaganganyang terkait dengan e Commerce.

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Perundangan yang terbaru. Yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun tentang Perdaganganyang terkait dengan e Commerce. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjual barang melalui media internet tak lagi hemat bagi pengusaha. Mereka harus berpikir ulang mencari untung setelah pemerintah melalui Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memenuhi Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memenuhi Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi PENGGUNAAN STRATEGI PEMBELAJARAN MIND MAP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA POKOK BAHASAN SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA SISWA KELAS XI IPA SMA MUHAMMADIYAH 2 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010 Skripsi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Sistem Menurut Jogiyanto (2005), sistem merupakan kumpulan dari elemenelemen yang satu dengan yang lain berinteraksi dan bersama-sama beroperasi untuk mencapai tujuan tertentu.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinauan Pustaka 2.1.1 Riset Operasi Penelitian Operasi atau Operations Research mulai berkembang pada masa Perang Dunia II, dimana pada waktu itu angkatan perang Inggris membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan

Lebih terperinci

METODOLOGI Kerangka Pemikiran

METODOLOGI Kerangka Pemikiran METODOLOGI Kerangka Pemikiran Semakin berkembangnya perusahaan agroindustri membuat perusahaanperusahaan harus bersaing untuk memasarkan produknya. Salah satu cara untuk memenangkan pasar yaitu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kreativitas bangsa itu sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kreativitas bangsa itu sendiri dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan sepanjang hayat yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maju mundurnya suatu bangsa

Lebih terperinci

6/15/2015. Simulasi dan Pemodelan. Keuntungan dan Kerugian. Elemen Analisis Simulasi. Formulasi Masalah. dan Simulasi

6/15/2015. Simulasi dan Pemodelan. Keuntungan dan Kerugian. Elemen Analisis Simulasi. Formulasi Masalah. dan Simulasi Simulasi dan Pemodelan Analisis lii Model dan Simulasi Klasifikasi Model preskriptif deskriptif diskret kontinu probabilistik deterministik statik dinamik loop terbuka - tertutup Hanna Lestari, M.Eng Simulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

DEFINISI, OBJEK DAN KELAHIRAN SOSIOLOGI. Pertemuan 2

DEFINISI, OBJEK DAN KELAHIRAN SOSIOLOGI. Pertemuan 2 DEFINISI, OBJEK DAN KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 SOSIOLOGI??? APA MANFAAT LETAK LAHIRNYA SOSIOLOGI Berhubungan dengan ilmuwan Perancis bernama Auguste Comte (1789-1857) yang dengan kreatif menyusun

Lebih terperinci

Pendekatan Sistem. Teori dan Pemodelan Sistem TIP FTP UB Mas ud Effendi

Pendekatan Sistem. Teori dan Pemodelan Sistem TIP FTP UB Mas ud Effendi Pendekatan Sistem Teori dan Pemodelan Sistem TIP FTP UB Mas ud Effendi Arti Penting Pendekatan Sistem Pendekatan terpadu yang memandang suatu persoalan sebagai suatu sistem, dimana sifat masalahnya kompleks

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. PENDEKATAN FILSAFATI

I. PENDAHULUAN II. PENDEKATAN FILSAFATI I. PENDAHULUAN Pengembangan Konseptual Teknologi Pendidikan terbagi atas dua bagian, yaitu landasan falsafah dan teori teknologi pendidikan. Pengertian falsafah itu sendiri adalah suatu rangkaian pernyataan

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah.

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah. PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR BERSERI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI PILANGSARI 1 SRAGEN TAHUN AJARAN 2009/2010 (Penelitian Tindakan Kelas) SKRIPSI Untuk

Lebih terperinci

Generasi Santun. Buku 1A. Timothy Athanasios

Generasi Santun. Buku 1A. Timothy Athanasios Generasi Santun Buku 1A Timothy Athanasios Teori Nilai PENDAHULUAN Seorang pendidik terpanggil untuk turut mengambil bagian dalam menumbuhkembangkan manusia Indonesia yang utuh, berakhlak suci, dan berbudi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pada umumnya, setiap perusahaan menganut salah satu konsep atau filosofi pemasaran, yaitu falsafah atau anggapan yang diyakini perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Definisi Penelitian. Tujuan Penelitian Peran Riset bagi Manajemen.

BAB I PENDAHULUAN Definisi Penelitian. Tujuan Penelitian Peran Riset bagi Manajemen. BAB I PENDAHULUAN Definisi Penelitian. Penelitian ilmiah adalah penelitian yang mengandung unsur unsur ilmiah atau keilmuan di dalam aktivitasnya. Ostle pada Nazir (1999), menyatakan penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

(Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG

(Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG (Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG UPT SANGGAR KEGIATAN BELAJAR (SKB) KABUPATEN BANDUNG 2017 DESAIN PEMBELAJARAN Oleh: Yaya Sukarya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Setiap organisasi harus mampu menghadapi tantangan bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Setiap organisasi harus mampu menghadapi tantangan bagaimana BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Setiap organisasi harus mampu menghadapi tantangan bagaimana menganalisis, memanfaatkan dan mengembangkan keterampilan dan kemampuan pegawai untuk menjamin bahwa tujuan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. 47 Universitas Indonesia

BAB 3 METODOLOGI. 47 Universitas Indonesia BAB 3 METODOLOGI 3.1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dengan pendekatan kualitatif. Secara garis besar penelitian ini lebih berorientasi pada upaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sugiyono (2010:38) menjelaskan bahwa objek penelitian adalah suatu atribut atau

BAB III METODE PENELITIAN. Sugiyono (2010:38) menjelaskan bahwa objek penelitian adalah suatu atribut atau BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Salah satu bagian yang menjadi sorotan dalam sebuah penelitian adalah objek penelitian. Sugiyono (2010:38) menjelaskan bahwa objek penelitian adalah suatu

Lebih terperinci

Outline 0 PENDAHULUAN 0 BEBERAPA ASPEK MODEL MATEMATIKA 0 PROSES PEMODELAN MATEMATIKA 0 KARAKTERISASI SISTEM 0 SIFAT MODEL MATEMATIKA YANG BAIK

Outline 0 PENDAHULUAN 0 BEBERAPA ASPEK MODEL MATEMATIKA 0 PROSES PEMODELAN MATEMATIKA 0 KARAKTERISASI SISTEM 0 SIFAT MODEL MATEMATIKA YANG BAIK Outline 0 PENDAHULUAN 0 BEBERAPA ASPEK MODEL MATEMATIKA 0 PROSES PEMODELAN MATEMATIKA 0 KARAKTERISASI SISTEM 0 SIFAT MODEL MATEMATIKA YANG BAIK Pendahuluan 0 Masalah yang berhubungan dengan proyek potensial

Lebih terperinci

PERTEMUAN 1 KONSEP DATA

PERTEMUAN 1 KONSEP DATA PERTEMUAN 1 KONSEP DATA DATA Beberapa definisi tentang data dari sudut pandang yang berbeda-beda: Menurut berbagai kamus bahasa Inggris-Indonesia, data diterjemahkan sebagai istilah yang berasal dari kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini sistem pendidikan masih cenderung mengarah pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini sistem pendidikan masih cenderung mengarah pada dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama ini sistem pendidikan masih cenderung mengarah pada dua masalah pokok, yakni 1) bagaimana mengadaptasikan dengan benar kurikulum dan metode pendidikan

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada A. Pengertian Sistem Secara umum sistem dapat diartikan sebagai sekumpulan objek, ide, berikut sating keterhubungannya (inter-relasi) dalam mencapai tujuan atau sasaran bersama. Kemudian, istilah subsistem

Lebih terperinci

Etika dan Filsafat. Komunikasi

Etika dan Filsafat. Komunikasi Modul ke: Etika dan Filsafat Komunikasi Pokok Bahasan Fakultas Ilmu Komunikasi Pengantar Kepada Bidang Filsafat Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Program Studi Public Relations www.mercubuana.ac.id Pengantar Rasa

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU

PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 09Fakultas Dr. PSIKOLOGI PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id KONSEP PENGETAHUAN Dalam Encyclopedia of

Lebih terperinci

SIKAP ILMIAH 3/27/2014 Metil/dn 1

SIKAP ILMIAH 3/27/2014 Metil/dn 1 SIKAP ILMIAH 3/27/2014 Metil/dn 1 Setiap orang pada saat dan tempat tertentu akan berada dalam suatu situasi. Jika orang tersebut merasa sebagai bagian dari situasi itu, maka orang itu disebut mengalaminya.

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Kinerja di Balai Ternak Embrio Bogor. Hasil penelitian ini menunjukkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian dalam penelitian ini adalah tipe penelitian yang bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian dalam penelitian ini adalah tipe penelitian yang bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian dalam penelitian ini adalah tipe penelitian yang bersifat descriptive research. Descriptive Research bertujuan menguji hipotesis penelitian

Lebih terperinci

Konsep Pengambilan Keputusan untuk Sistem Informasi

Konsep Pengambilan Keputusan untuk Sistem Informasi Konsep Pengambilan Keputusan untuk Sistem Informasi 1. Pendahuluan Banyak manajer yang bergantung pada metode penyelesaian masalah secara informal. Percaya pada tradisi menyebabkan para manajer mengambil

Lebih terperinci

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011 DINAMIKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH HUBUNGANNYA DENGAN PENETAPAN KEBIJAKAN STRATEGIS Oleh: Prof. Dr. Deden Mulyana, SE.,M.Si. Disampaikan Pada Focus Group Discussion Kantor Litbang I. Pendahuluan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 :

Lebih terperinci

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA Modul ke: 08 Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id MATA KULIAH BAHASA INDONESIA PENULISAN KARYA ILMIAH SUPRIYADI, S.Pd., M.Pd. HP. 0815 1300 7353/0812 9479 4583 E-Mail:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terdapat beberapa tempat lapangan Futsal. Sebagai sasaran penelitian ini lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. terdapat beberapa tempat lapangan Futsal. Sebagai sasaran penelitian ini lokasi BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Kota Surakarta, dimana di kota ini terdapat beberapa tempat lapangan Futsal. Sebagai sasaran penelitian ini lokasi yang akan

Lebih terperinci

Di era kiwari efisiensi tidak saja dilakukan terhadap (Desain) Arsitektur atau gedung sebagai sistem secara mandiri, namun harus dilakukan pula

Di era kiwari efisiensi tidak saja dilakukan terhadap (Desain) Arsitektur atau gedung sebagai sistem secara mandiri, namun harus dilakukan pula METODA PERANCANGAN ARSITEKTUR II SEMESTER GENAP 2014/ 2015 PERTEMUAN KETIGA + DUKUNGAN MULTIMEDIA + DISKUSI PENDALAMAN PROSES ARSITEKTUR SEBAGAI SISTEM (DAUR HIDUP GEDUNG) (PROSES) ARSITEKTUR sebagai SISTEM

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Wuryansari Muharini Kusumawinahyu

METODE PENELITIAN. Wuryansari Muharini Kusumawinahyu METODE PENELITIAN Wuryansari Muharini Kusumawinahyu Disarikan dari tulisan M. Laksono Tri Rochmawan, SE, MSi, Akt. Di http://www.sonilaksono.blogspot.com http://www.laksonotri.zoomshare.com Outline O Ilmu

Lebih terperinci

KONSEP SISTEM INFORMASI

KONSEP SISTEM INFORMASI KONSEP SISTEM INFORMASI PENDAHULUAN Tulisan ini akan menjelaskan konsep dasar dari sistem informasi. Sebelum membahas suatu sistem lebih baik jika mengetahui dulu apa sistem itu, pada bagian berikutnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu aktivitas dalam menentukan apa pekerjaan yang dilakukan dan siapa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu aktivitas dalam menentukan apa pekerjaan yang dilakukan dan siapa yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembagian Kerja 2.1.1 Pengertian Pembagian Kerja Induk kajian pembagian kerja adalah analisis jabatan yang merupakan suatu aktivitas dalam menentukan apa pekerjaan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak akan pernah hilang selama kehidupan manusia berlangsung. Karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang harus dididik dan dapat dididik.

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Landasan Teori Landasan teori merupakan dasar-dasar teori dari berbagai penjelasan para ahli yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan pengkajian terhadap fenomena ataupun

Lebih terperinci

Gordon B. Davis (1984)

Gordon B. Davis (1984) Konsep Sistem Sistem Gordon B. Davis (1984) Sebuah sistem terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan yang beroperasi bersama untuk mencapai beberapa sasaran atau maksud. Sistem Raymond Mcleod (2001)

Lebih terperinci

Generasi Santun. Buku 1B. Timothy Athanasios

Generasi Santun. Buku 1B. Timothy Athanasios Generasi Santun Buku 1B Timothy Athanasios Teori Nilai PENDAHULUAN Seorang pendidik terpanggil untuk turut mengambil bagian dalam menumbuhkembangkan manusia Indonesia yang utuh, berakhlak suci, dan berbudi

Lebih terperinci

4-5. PENGENALAN MASALAH SISTEM.

4-5. PENGENALAN MASALAH SISTEM. 4-5. PENGENALAN MASALAH SISTEM alsen.medikano@gmail.com 1 KREATIFITAS Kreativitas berkaitan tersedianya informasi, konsep dan pengetahua secara terbatas, secara parsial, sepotong-potong, tidak utuh, dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa yaitu tahap sensorimotor, pra

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa yaitu tahap sensorimotor, pra BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Piaget Menurut Jean Piaget, seorang anak maju melalui empat tahap perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa yaitu tahap sensorimotor, pra operasional, opersional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup, sebab organisasi adalah himpunan manusia untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. hidup, sebab organisasi adalah himpunan manusia untuk dapat memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Organisasi pada dasarnya merupakan wadah atau sarana untuk bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan sebelumnya. Setiap organisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan teknologi di Indonesia terjadi dengan sangat pesat. Hal tersebut berpengaruh terhadap perkembangan badan usaha, perusahaan, organisasi dan

Lebih terperinci

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 SOSIOLOGI??? APA MANFAAT LETAK LAHIRNYA SOSIOLOGI Sosiologi lahir manakala muncul perhatian terhadap masyarakat karena perubahan yang terjadi Terdapat peristiwa besar di

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Sistem Sosial

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Sistem Sosial MODUL PERKULIAHAN Sistem Sosial FAKULTAS Bidang Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh ILMU KOMUNIKASI Public relations/ Yuni Tresnawati,S.Sos., M.Ikom. Humas 2 Abstract Dalam pokok bahasan ini adalah memperkenalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (Bodnar Hopwood: 2004) Mulyani (1994)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (Bodnar Hopwood: 2004) Mulyani (1994) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin pesatnya persaingan usaha, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi komunikasi, dan perkembangan yang luar biasa pada teknologi komputer jelas akan membawa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEAKTIFAN SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA (PTK Pembelajaran Matematika di Kelas IV SD Negeri Pabelan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pelanggan dengan potensi profitable dengan membangun sebuah

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pelanggan dengan potensi profitable dengan membangun sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelanggan merupakan kunci keberhasilan bisnis. Oleh sebab itu, perusahaan melakukan berbagai cara untuk membuat pelanggan meningkat dan tetap setia, namun

Lebih terperinci

Lecture 5 : Proses Kreatif dalam memecahkan masalah sistem. Hanna Lestari, M.Eng

Lecture 5 : Proses Kreatif dalam memecahkan masalah sistem. Hanna Lestari, M.Eng Lecture 5 : Proses Kreatif dalam memecahkan masalah sistem Hanna Lestari, M.Eng Kreatifitas Kreativitas berkaitan tersedianya informasi, konsep dan pengetahuan secara terbatas, secara parsial, sepotong

Lebih terperinci

Parno, SKom., MMSI Universitas Gunadarma. Personal Khusus Tugas

Parno, SKom., MMSI Universitas Gunadarma.  Personal  Khusus Tugas Parno, SKom., MMSI Universitas Gunadarma Email Personal parno@staff.gunadarma.ac.id Email Khusus Tugas parno2012@gmail.com Personal Website http://parno.staff.gunadarma.ac.id Personal Blog http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/parno

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Sistem Informasi Sebuah sistem terdiri dari bagian-bagian yang saling terkait yang beroperasi bersama-sama untuk mencapai suatu sasaran atau suatu maksud. Hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN. suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pendekatan kualitatif ini

BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN. suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pendekatan kualitatif ini BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penetilitan Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang membahas mengenai

Lebih terperinci