KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN LEBAK ANNETTE ANGGRAENY SIHOMBING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN LEBAK ANNETTE ANGGRAENY SIHOMBING"

Transkripsi

1 KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN LEBAK ANNETTE ANGGRAENY SIHOMBING DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajan Daya Dukung Lingkungan Aspek Sumber Daya Air di Kabupaten Lebak adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Annette Anggraeny S NIM F

4

5 ABSTRAK ANNETTE ANGGRAENY. Kajian Daya Dukung Lingkungan Aspek Sumber Daya Air di Kabupaten Lebak. Dibimbing oleh PRASTOWO. Abstrak : Aktivitas pembangunan yang dilakukan manusia berimplikasi kepada banyaknya aspek yang perlu diperhatikan, yaitu aspek fisik, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Dampak terhadap lingkungan yang dapat disebabkan oleh pembangunan antara lain perubahan proporsi tutupan lahan, meningkatnya jumlah lahan kritis, kerusakan daerah aliran sungai (DAS), perubahan kapasitas simpan air, perubahan ekosistem, dan keanekaragaman hayati. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hierarki daya dukung lingkungan, dalam hal ini aspek sumber daya air, meliputi penetapan status daya dukung lingkungan berbasis neraca air, analisis potensi suplai air, kajian sumberdaya iklim untuk pertanian (agroklimat) dan kajian indikator degradasi sumberdaya air di Kabupaten Lebak serta membandingkan hasil analisis dengan muatan lingkungan yang tercantum dalam RTRW Kabupaten Lebak Status daya dukung lingkungan tahunan Kabupaten Lebak berada dalam kondisi aman, dan berada pada status terlampaui (overshoot) pada bulan Agustus dan September, serta debit andalan minimum Sungai Ciujung bagian hulu masih dapat memenuhi total kebutuhan air aktual. Berdasarkan Metode Oldeman untuk agroklimat, Kabupaten Lebak berada pada Zona C1, C2, D2 artinya wilayah di Kabupaten Lebak dapat ditanami padi dan palawija dengan pola tanam tertentu sesuai bulan basah dan bulan kering. Berdasarkan analisis neraca air yang dilakukan, besar curah hujan lebih adalah 217 mm dan defisit terjadi pada bulan Mei hingga November sebesar 232 mm Nilai limpasan dan pengisian air tanah berturut turut 102 mm dan 115 mm. Berdasarkan simulasi komposisi luas lahan diperoleh luas minimum untuk hutan sebesar 30%. Salah satu indikator degradasi kualitas air di Kabupaten Lebak adalah banjir. Pengelolaan limpasan untuk konservasi sumber daya air dan pencegahan erosi dan banjir dibangun teras gulud yang dilengkapi dengan 1050 rorak dibangun di areal perkebunan rakyat. Kata kunci : agroklimat, daya dukung lingkungan, neraca air, sumberdaya air, rencana tata ruangwilayah ABSTRACT ANNETTE ANGGRAENY. Environmental Carrying Capacity Assessment Based On Water Resources In Lebak Regency.Supervised by PRASTOWO. Abstract : Development activities have affected many aspects that need to be considered, namely the physical, economic, social, cultural and environmental aspect. Environmental impacts happen, such as changes in the proportion of land cover, the increasing number of critical areas, watershed damage, changes in water storage capacity, changes in ecosystems and biodiversity. The purpose of this study was to analyze the environmental carrying capacity based on water resources, including the determination of the status of environmental carrying capacity, water supply potential analysis, climate resources for agriculture (agro-climatic) and assessment of water resource degradation indicators and to compare the results of the analysis to the environmental contents in RTRW Lebak Regency Annual environmental capacity of Lebak is in a sustain condition, and discharge of Ciujung watershed can supply the water needs. Based on Oldeman method for agro-climatic, Lebak Regency is in C1, C2, D2 Zone, means Lebak can be planted with rice and corps. Based on the analysis on water balance, surplus rainfall is 217 mm and the deficit is 232 mm that occurred in May November. Runoff and groundwater recharging are 102 mm and 115 mm. By simulating of the land composition, minimum area for forest is 30 %. Degradation of water quality in Lebak occured by flood. Recommended water resources conservation for flood and erosion prevention is terrace which is equipped with 1050 rorak that built in the plantation area. Keywords : agro-climatic, environmental carrying capacity, spatial planning document, water balance, water resources

6

7 KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN LEBAK ANNETTE ANGGRAENY SIHOMBING Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8

9 Judul Skripsi : Kajian Daya Dukung Lingkungan Aspek Sumber Daya Air di Kabupaten Lebak Nama : Annette Anggraeny Sihombing NIM : F Disetujui oleh Dr. Ir. Prastowo, M.Eng Pembimbing Diketahui oleh Prof. Dr Ir Budi Indra Setiawan, M.Agr Ketua Departemen Tanggal Lulus:

10

11 PRAKATA Puji dan syukur dipanjatkan atas berkat dan rahmat Tuhan Yesus sehingga penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul Kajian Daya Dukung Lingkungan Aspek Sumber Daya Air di Kabupaten Lebak ini dibuat atas bantuan berbagai pihak, sehingga ucapan terimakasih disampaikan kepada Dr. Ir. Prastowo, staf pengajar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB sebagai Dosen Pembimbing Akademik, Bapak, Mama dan adik adik (Friedrik, Rossy, Yopie, Jere) terkasih, rekan seperjuangan satu dosen pemimbing (Rima, Libna, Melinda, Annisa), rekan rekan mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan 2010 (47), Keluarga BILO (Liza, Weni, Icha, Sepha, Vio, Saima) serta dukungan dari Viana, Revina, Ria A dan Citra. Demikian skripsi ini dibuat, dengan harapan dapat bermanfaat untuk dunia pendidikan dan penelitian. Terimakasih atas perhatiannya. Bogor, Juli 2014 Annette Anggraeny S

12

13 DAFTAR ISI PRAKATA... xi DAFTAR ISI... xiii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xiv PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Ruang Lingkup Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 2 Konsep Daya Dukung Lingkungan dalam Penyediaan Air... 2 Potensi Suplai Air... 3 Sumber Daya Iklim Pertanian (Agroklimat)... 4 Daerah Aliran Sungai... 6 Neraca Air, Presipitasi, dan Evapotranspirasi... 6 Simpanan Air, Limpasan, dan Pengisian Air Tanah... 8 Indikator Degradasi Sumber Daya Air METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Alat dan Bahan Metode Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wilayah Kabupaten Lebak Penetapan Status Daya Dukung Lingkungan dan Analisis Potensi Suplai Air Sumber Daya Iklim Pertanian (Zona Agroklimat) Neraca Air, Limpasan, dan Pengisian Air Tanah Indikator Degradasi Sumberdaya Air Muatan Lingkungan dalam Dokumen RTRW SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA 38

14 DAFTAR TABEL 1 Kriteria penetapan status daya dukung lingkungan aspek sumber daya air Standar kebutuhan air Zona agroklimat utama berdasarkan klasifikasi Oldeman Penjabaran tipe agroklimat menurut Oldeman Koefisien tanaman (Kc) Nilai kapasitas cadangan lengas tanah Kelerengan wilayah Kabupaten Lebak Proporsi penggunaan lahan di Kabupaten Lebak Tahun Hasil Perhitungan untuk penetapan status DDL tahunan Hasil perhitungan untuk penetapan status DDL bulanan Proyeksi kebutuhan air Data teknis Waduk Karian Zona Agroklimat dan penjelasan pola tanam berdasarkan Metode Oldeman Rencana pola ruang Kabupaten Lebak Penetapan kawasan strategis fungsi dan daya dukung lingkungan Produksi padi dan palawija di Kabupaten Lebak Tahun DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran Peta penggunaan lahan Kabupaten Lebak Peta Wilayah SUBDAS di DAS Ciujung (Bagian Hulu) Kondisi sungai Ciuung Hulu Kondisi sungai Ciberang Kondisi sungai Cisemeut Penetapan status DDL tahunan Kabupaten Lebak menggunakan nomogram Grafik debit andalan minimum dan kebutuhan air aktual Potongan melintang dam Waduk Karian Tipe Rock Fill Dam Grafik curah hujan dan evaotranspirasi Grafik surplus dan defisit Kurva neraca air hasil simulasi luas hutan Skema teras glud yang dilengkapi rorak Peta potensi banjir di Provinsi Banten Skema lebar sempadan sungai berdasarkan konsep eko-hidraulik DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air Simulasi Neraca Air untuk Variasi Luas Hutan Peta Curah Hujan Peta Kemiringan Lahan Peta Rawan Bencana... 50

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai tujuan agar wilayah tersebut berkembang menuju tingkat perkembangan yang diinginkan, melalui terwujudnya keterpaduan penggunaan potensi sumber daya dengan jumlah penduduk, serta keterpaduan antara sektor pembangunan dan prinsip berkelanjutan. Pertumbuhan jumlah penduduk meningkatkan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya dan mencapai tingkat kesejahteraan sosial ekonomi yang diinginkan. Hal ini berbanding lurus dengan peningkatan kebutuhan pokok serta sarana dan prasarana sehingga harus diikuti dengan pengembangan sektor sektor pembangunan. Setiap aktivitas pembangunan yang dilakukan manusia berimplikasi kepada banyaknya aspek yang perlu diperhatikan, antara lain aspek fisik, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup. Rencana tata ruang yang salah akan menyebabkan penurunan kualitas alam dan erosi tanah, perubahan pada keseimbangan hidrologi, pencemaran air, kerusakan habitat makhluk hidup, peningkatan kebutuhan energi, dan polusi udara (Randolph, 2004). Undang undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mewajibkan pemerintah daerah melaksanakan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam penyusunan dan evaluasi rencana pembangunan jangka panjang daerah, rencana pembangunan jangka menengah daerah, dan kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau resiko terhadap lingkungan hidup. Rencana pengembangan sektor sektor pembangunan, dan pemanfaatan ruang setiap wilayah dituangkan dalam Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sehingga perlu dilakukan kajian muatan lingkungan dalam dokumen tersebut untuk memastikan kualitas RTRW sebagai upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Perumusan Masalah Setiap aktivitas yang dilakukan manusia berimplikasi kepada banyaknya aspek yang perlu diperhatikan, antara lain aspek fisik, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup. Dampak terhadap lingkungan yang dapat disebabkan oleh pembangunan antara lain perubahan proporsi tutupan lahan, meningkatnya jumlah lahan kritis, kerusakan daerah aliran sungai (DAS), perubahan kapasitas simpan air, perubahan ekosistem dan keanekaragaman hayati dan lain sebagainya. Rencana pengembangan sektor sektor pembangunan dituangkan dalam Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sehingga perlu dilakukan kajian terhadap muatan lingkungan dalam dokumen tersebut. Kajian yang menghasilkan arahan perbaikan dan rekomendasi untuk pengambilan keputusan, kebijakan, rencana dan/atau program yang mengintegrasikan pembangunan berkelanjutan terkait dengan RTRW ditetapkan setelah dilakukan pengkajian terhadap hierarki analisis daya dukung lingkungan, dalam hal ini aspek sumber daya air. Kajian meliputi penetapan status daya dukung lingkungan berbasis neraca air, kajian

16 2 sumberdaya iklim untuk pertanian (agroklimat), analisis potensi suplai air, dan kajian indikator degradasi sumber daya air. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis empat hierarki daya dukung lingkungan aspek sumber daya air di Kabupaten Lebak 2. Mengkaji muatan lingkungan dalam dokumen RTRW Kabupaten Lebak berdasarkan analisis daya dukung lingkungan aspek sumber daya air Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk masyarakat khususnya masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai informasi penting dalam upaya pengelolaan sumber daya air serta peringatan dini mengenai neraca air di Kabupaten Lebak. Selain itu, penelitian bermanfaat untuk memberikan masukan tentang muatan lingkungan dalam Materi Teknis RTRW Kabupaten Lebak berupa kesesesuaiannya dengan prinsip pembangunan berkelanjutan dilihat dari aspek sumber daya air. Penelitian bermanfaat untuk dunia pendidikan, khususnya untuk bidang Teknik Sipil dan Lingkungan. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada kajian daya dukung lingkungan aspek sumber daya air di Kabupaten Lebak dan DAS Ciujung bagian hulu serta muatan lingkungan dalam Materi Teknis RTRW Kabupaten Lebak TINJAUAN PUSTAKA Konsep Daya Dukung Lingkungan dalam Penyediaan Air Daya dukung lingkungan berbasis neraca air suatu wilayah dapat diketahui dengan menghitung kapasitas ketersediaan air pada wilayah tersebut, yang besarnya sangat tergantung pada kemampuan menjaga dan mempertahankan dinamika siklus hidrologi pada daerah aliran sungai (DAS). Menurut Prastowo (2010), upaya mempertahankan siklus hidrologi dan pengendalian status daya dukung lingkungan sangat ditentukan oleh kemampuan dalam meningkatkan kapasitas simpan air, distribusi (alokasi) air, serta pemanfatan air yang efisien, melalui prasarana penyediaan air. Kuantitas air tersedia ditentukan oleh beberapa parameter dalam perhitungan neraca air meliputi karakteristik DAS, seperti sifat fisik tanah, jenis penggunaan lahan, pola drainase, kapasitas infiltrasi, kapasitas simpanan air, curah hujan dan debit sungai. Ketersediaan air juga ditentukan oleh kualitas air tersedia serta tingkat pencemaran dari berbagai sumber. Pemanfaatan sumber sumber air yang tidak terkendali dapat menyebabkan pasokan air

17 3 cenderung berkurang akibat inefisensi pemakaian air baik untuk domestik, pertanian, industri, dan lain lain. Analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air menunjukkan perbandingan antara kondisi kebutuhan air pada suatu wilayah dengan ketersediaan air yang ada. Kriteria penetapan status daya dukung lingkungan disajikan pada Tabel 1 berikut : Tabel 1 Kriteria penetapan status daya dukung lingkungan (DDL) aspek sumber daya air Kriteria Status DDL-Air Rasio supply/demand > 2 Daya dukung lingkungan aman (sustain) Rasio supply/demand 1-2 Daya dukung lingkungan aman bersyarat (conditional sustain) Rasio supply/demand < 1 Daya dukung lingkungan telah terlampaui (overshoot) Sumber : Prastowo (2010) Ketersedian air dinyatakan sebagai curah hujan andalan dihitung dengan peluang kejadian > 50% dikalikan dengan total luas lahan. Menurut Prastowo (2010), perhitungan kebutuhan air dapat dihitung dari hasil konversi terhadap kebutuhan hidup layak, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:... (1) dengan : DA : Total kebutuhan air (m 3 /tahun) N : Jumlah penduduk (jiwa) KHLA : Kebutuhan air untuk hidup layak (2 x 800 m 3 air/kapita/tahun) 800 m 3 air/kapita/tahun adalah kebutuhan air untuk keperluan domestik dan untuk menghasilkan pangan 2.0 adalah faktor koreksi untuk memperhitungkan kebutuhan hidup layak yang mencakup kebutuhan pangan, domestik dan lainnya Potensi Suplai Air Menurut Rustiadi et al (2010), analisis potensi suplai air menentukan jumlah curah hujan lebih dalam bentuk limpasan maupun pengisian air tanah yang potensial dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan air. Analisis potensi suplai air dapat dimulai dengan memprediksi kebutuhan air aktual di wilayah tersebut, meliputi kebutuhan air untuk kegiatan domestik, pertanian, peternakan, dan industri. Laju pertumbuhan di setiap sektor dapat dihitung menggunakan pendekatan eksponensial yang telah direkomendasikan di dalam buku Pedoman Perencanaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai yang telah diterbitkan Direktorat Jenderal Sumberdaya Air Tahun Laju pertumbuhan pengguna tiap tahun dianggap konstan, dan dapat dihitung dengan rumus berikut : {( ) }... (2) dengan : r : Angka pertumbuhan pengguna (%) Pt : Jumlah pengguna pada tahun n (jiwa/luas) Po : Jumlah pengguna pada tahun awal dasar (jiwa/luas)

18 4 t : Selisih tahun Pt dan Po Proyeksi jumlah pengguna pada tahun yang akan datang dihitung menggunakan rumus : ( )... (3) dengan : Pt : Jumlah pengguna pada tahun n (jiwa/luas) Po : Jumlah pengguna pada tahun awal dasar (jiwa/luas) r : Angka pertumbuhan pengguna (%) t : Banyaknya tahun yang diproyeksikan Besarnya kebutuhan air aktual setiap sektor diperoleh dengan persamaan berikut ini : dengan : Kd Pt d...(4) : Kebutuhan air (m 3 /detik) : Jumlah pengguna : Standar kebutuhan air Standar kebutuhan air pada persamaan diatas berbeda beda pada setiap sektor ditinjau dari jenis kegiatan dan jumlah pengguna. Besaran standar kebutuhan air pada setiap sektor dapat dilihat pada Tabel 2 berikut : No Jenis Pengguna 1 Domestik Kebutuhan Tinggi 120 Kebutuhan rendah 60 2 Industri Besar Kecil 2000 Tabel 2 Standar kebutuhan air Standar Satuan Kebutuhan liter/org/hari liter/hari 3 Pertanian 1.2 liter/detik/ha 4 Peternakan Sapi/kerbau 40 Kambing/domba 5 Babi 6 Unggas 0.6 liter/ekor/hari Sumber Daya Iklim Pertanian (Agroklimat) Sumber Pedoman Konstruksi dan Bangunan, PU Pedoman Konstruksi dan Bangunan, PU Direktorat Pengairan dan Irigasi, BAPPENAS, 2006) Direktorat Pengairan dan Irigasi, BAPPENAS, 2006) Arahan perwilayahan komoditas pertanian dapat disusun berdasarkan pedoman agroklimat, karena setiap jenis tanaman mempunyai persyaratan tumbuh tertentu untuk berpotensi optimal. Persyaratan itu pada dasarnya berkaitan dengan faktor iklim, tipologi lahan dalam hal ini ketinggian tempat dan jenis tanah.

19 5 Pengkajian menggunakan Metode Oldeman dengan memperhitungkan jumlah bulan basah (CH > 200 mm), bulan lembab (CH antara mm) dan bulan kering (CH>200). Tipe utama klasifikasi Oldeman dibagi menjadi 5 tipe yang didasarkan pada jumlah bulan basah berturut turut dari rata rata curah hujan masing masing bulan selama periode pengamatan tertentu. Sub divisi dibagi menjadi 4 tipe berdasarkan jumlah bulan kering berturut turut. Dari 5 tipe utama dan 4 sub divisi maka tipe iklim dapat dikelompokan menjadi 17 daerah agroklimat mulai A1 sampai E4 (Handoko, 1994). Pembagian tipe iklim menutut Oldeman beserta agroklimatnya ditunjukkan pada Tabel 3 dan 4 di bawah ini : Tabel 3 Zona agroklimat utama berdasarkan klasifikasi Oldeman Tipe Utama Jumlah Bulan Basah berturut - turut A 9 B 7-9 C 5-6 D 3-4 E <3 Sub Divisi Jumlah Bulan Kering berturut - turut 1 < >6 Sumber : Oldeman (1980) dalam Prastowo (2010) Tipe Agroklimat A1,A2 B1 B2 C1 C2, C3, C4 D1 D2, D3, D4 Tabel 4 Penjabaran tipe agroklimat menurut Oldeman Penjelasan Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang tahun Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim tanam yang baik dan produksi tinggi bila panen pada musim kemarau Dapat menanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim kering yang pendek cukup untuk tanaman palawija Tanaman padi hanya dapat ditanam sekali setahun dan palawija dapat dua kali setahun Setahun hanya dapat satu kali padi dan penanaman palawija yang kedua harus hati - hati jangan jatuh pada bulan kering Tanam padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi bias tinggi karena fluks radiasi tinggi, dan waktu untuk menanam palawija cukup Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun, tergantung pada adanya persediaan airirigasi E Daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palawija, itupun tergantung adanya hujan Sumber : Oldeman (1980) dalam Prastowo (2010)

20 6 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat didefinisikan sebagai areal yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya, baik dalam bentuk aliran permukaan, aliran bawah tanah dan aliran bumi ke sungai yang akhirnya bermuara ke danau atau laut (Manan, 1976). Menurut Asdak (2007), paramater hidrologis yang dapat dimanfaatkan untuk menelaah kondisi suatu DAS adalah data klimatologi (curah hujan, suhu, klimatologi), limpasan (run off), debit sungai, sedimentasi, potensi air tanah, koefisien regim sungai, koefisien limpasan, nisbah debit maksimum minimum serta frekuensi dan periode banjir. Kondisi yang biasa terjadi pada faktor curah hujan dan komponennya termasuk limpasan, pengisian air tanah dan evapotrasnpirasi tergantung pada tipe daerah iklim dan zona penutupan lahan (Falkenmark dan Rockström, 2004). Menurut Seyhan (1990), faktor utama di dalam DAS yang sangat mempengaruhi kapasitas sumberdaya air adalah vegetasi dan tanah. Vegetasi merupakan pelindung bagi permukaan bumi terhadap hempasan air hujan, hembusan angin dan teriknya matahari. Fungsi utama dari vegetasi adalah melindungi tanah. Perlindungan ini berlangsung dengan cara melindungi tanah terhadap daya rusak akibat butir-butir hujan yang jatuh, melindungi tanah terhadap daya merusak aliran air di atas permukaan tanah, dan memperbaiki kapasitas infiltrasi dan struktur tanah serta daya absorbsi dan daya simpan air. Tanah selain berfungsi sebagai media tempat tumbuhnya vegetasi juga berfungsi sebagai pengatur tata air. Peranan tanah dalam mengatur tata air tergantung pada tingkat kemampuan tanah untuk meresapkan air yang dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi dan permeabilitas tanah. Semakin banyak air yang dapat diserap dan masuk ke dalam profil tanah persatuan waktu, maka jumlah air yang tersimpan menjadi lebih banyak. Neraca Air, Presipitasi dan Evapotranspirasi Neraca air merupakan persamaan yang menggambarkan prinsip bahwa selama selang waktu tertentu, masukan air total pada suatu ruang tertentu harus sama dengan keluaran total ditambah perubahan bersih dalam cadangan (Seyhan, 1990). Penyusunan neraca air di suatu tempat dimaksudkan untuk mengetahui jumlah netto dari air yang diperoleh sehingga dapat diupayakan pemanfaatannya sebaik mungkin. Berdasarkan cakupan ruang dan manfaat untuk perencanaan pertanian, Nasir dan Effendy (2002) membedakan analisis neraca air menjadi tiga model berikut : 1. Neraca air umum, berguna untuk mengetahui kondisi agroklimatik terutama air secara umum 2. Neraca air lahan, dimanfaatkan untuk mengetahui kondisi agroklimatik terutama dinamika kadar air tanah untuk perencanaan pola tanam dan ; 3. Neraca air tanaman, digunakan untuk mengetahui kondisi agroklimatik terutama dinamika kadar air tanah dan penggunaan air tanaman untuk perencanaan tanam tiap kultivar.

21 7 Neraca air dapat dihitung pada luasan dan periode waktu tertentu menurut keperluannya. Perhitungan neraca air pada suatu daerah tangkapan (Thornthwaite and Mather, 1957) dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan : dengan : P ET St... (5) : Presipitasi (mm/bulan) : Evapotranspirasi (mm/bulan) : Perubahan cadangan air (mm/bulan) Presipitasi adalah peristiwa jatuhnya air atau es dari atmosfer ke permukaan bumi atau laut. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan untuk masa tertentu seperti perhari, perbulan, permusim, dan pertahun (Arsyad, 1989). Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata rata di daerah yang bersangkutan. Curah hujan rata-rata yang terjadi di suatu wilayah,diperkirakan berdasarkan titik-titik pengamatan curah hujan. Stasiun pengamat/penakar hujan hanya memberikan tebal hujan di titik di mana stasiun tersebut berada, sehingga hujan pada suatu luasan harus diperkirakan dari titik pengukuran tersebut. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menghitung curah hujan rata rata dalam Suripin (2004) adalah metode Thiessen dengan rumus berikut : ( ) ( ) ( )...(6) dengan : P : Curah hujan rata rata wilayah (mm) Pn : Curah hujan tiap pos (mm) An : Luas poligon tiap pos hujan (km 2 ) Metode Thiessen digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata, memperhitungkan faktor bobot luas lahan DAS dan stasiun. Selain itu metode lain yang dapat digunakan untuk menghitung curah hujan rata rata adalah metode aljabar dan isohyet. Analisis curah hujan dengan peluang tertentu dapat menggunakan persamaan Weibul yaitu : dengan: P m n... (7) ( ) : Peluang : Urutan kejadian menurut besarnya : Jumlah tahun pengukuran Evapotranspirasi merupakan kombinasi dari dua proses, evaporasi dan transpirasi. Evapotranspirasi sangat sulit dijelaskan sebagi proses, namun bisa dihitung sebagai besaran (Murdiyarso, 1991). Evapotranspirasi dinyatakan sebagai besaran kebutuhan air tanaman. Kebutuhan air berbeda beda untuk setiap jenis tanaman, dan tergantung pada jenis tanaman dan fase perkembangan tanaman,

22 8 jenis tanah sebagai sumber tersedianya air, dan kondisi cuaca pada lingkungan sekitar tanaman, terutama suhu dan kelembaban (Dorenbos dan Pruit, 1975). Evapotranspirasi potensial umumnya diduga dari unsur-unsur iklim. Beberapa contoh pendugaan besarnya evapotranspirasi yang telah dikembangkan adalah metode Blaney-Criddle, metode Thornthwaite, dan metode Penman. Metode yang dipilih disesuaikan dengan data klimatologi yang dimiliki. Dengan data curah hujan dan suhu pada periode tertentu, perhitungan evapotranspirasi dapat dilakukan dengan metode Thornwhaite dan Matter yang telah dimodifikasi (1975). Persamaan persamaan yang digunakan pada metode ini adalah sebagai berikut : ( )...(8)...(9) ( )...(10)...(11) dengan : Eto : Evapotranspirasi acuan (mm) T : Suhu udara rata-rata bulanan ( 0 C) f : Faktor koreksi lama penyinaran matahari bulanan berdasarkan letak lintang i : Indeks panas bulanan I : Indeks panas tahunan Nilai evapotranspirasi potensial (ETP) tergantung nilai evapotranspirasi acuan dan koefisien tanaman. Perhitungan nilai ETP dapat dilihat pada persamaan berikut : (12) dengan : ETp ETo Kc... : Evapotranspirasi potensial tanaman (mm) : Evapotranspirasi acuan tanaman (mm) : Koefisien pertanaman Jenis Tanaman Tabel 5 Koefisien tanaman (Kc) Kebun Campuran 0.8 Tegalan/ ladang 0.9 Permukiman 0 Sawah irigasi 1.15 Semak belukar 0.8 Sawah tadah hujan 0.8 Rumput 0.8 Sumber : Doorenbos and Pruitt (1977) Simpanan Air, Limpasan dan Pengisian Air Tanah Simpanan atau cadangan air merupakan besaran yang menunjukkan jumlah air tersedia di dalam suatu batasan ruang tertentu, yang merupakan hasil interaksi Kc

23 9 antara aliran masuk dan aliran keluar pada ruang tersebut. Menurut Thornthwaite dan Mather (1957), kapasitas cadangan lengas tanah bergantung pada dua faktor jenis dan struktur tanah serta jenis tanaman yang terdapat pada permukaan tanah tersebut. Besarnya cadangan lengas tanah pada suatu daerah perakaran dapat berubah-ubah dan dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi serta daya menahan air oleh tanah. Perubahan ini diidentifikasi dengan adanya perubahan kelembaban pada zona perakaran. Menurut Thornthwaite dan Mather (1957), kapasitas simpanan air tanah (STo) dihitung dengan persamaan berikut : ( )... (13) dengan : KLfc : Kadar lengas tanah kapasitas lapang (mm) KLwp : Kadar lengas tanah titik layu permanen (mm) dz : Kedalaman jeluk tanah (mm) Thornthwaite dan Mather (1957) telah memberikan pedoman untuk menentukan nilai kapasitas cadangan lengas tanah di daerah seperti terlihat pada Tabel 6 berikut : Tabel 6 Nilai kapasitas cadangan lengas tanah berdasarkan tekstur tanah dan kelompok tanaman Daerah Cadangan Air tersedia Klasifikasi tanaman Tekstur tanah perakaran lengas tanah (mm/m) (m) (mm) Tanaman berakar dangkal Tanaman berakar sedang Pasir halus Lempung berpasir halus Lempung berdebu Lempung berliat Liat Pasir halus Lempung berpasir halus Lempung berdebu Lempung berliat Liat Tanaman berakar dalam Pasir halus Lempung berpasir halus Lempung berdebu Lempung berliat Liat Tanaman buah-buahan Pasir halus Lempung berpasir halus Lempung berdebu Lempung berliat Liat Tanaman hutan Pasir halus Lempung berpasir halus Lempung berdebu Lempung berliat Liat Sumber: Thornthwaite dan Mather (1957)

24 10 Analisis perubahan cadangan lengas tanah pada suatu daerah, dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut : dengan : ST STi ( )...(14) : perubahan cadangan lengas tanah : cadangan lengas tanah pada bulan ke-i (mm/bulan) Setelah simpanan air telah mencapai kapasitas cadangan lengas tanah (water holding capacity), kelebihan curah hujan akan dihitung sebagai surplus atau curah hujan lebih. Surplus merupakan kelebihan setelah air tanah terisi kembali. Dengan demikian curah curah hujan lebih dikurangi dengan nilai evapotranspirasi. Selanjutnya curah hujan lebih akan menjadi limpasan dan pengisian air tanah. Besarnya limpasan sebanding dengan proporsi koefisien limpasan pada wilayah tersebut sedangkan besarnya pengisian air tanah merupakan sisa nilai curah hujan lebih yang tidak menjadi limpasan. dengan : S : CH lebih (mm/bulan)... (15) Apabila nilai evapotranspirasi potensial lebih kecil dibandingkan evapotranspirasi aktual, maka akan terjadi defisit air. Hal ini ditunjukkan pada persamaan : dengan : D ETp ETa...(16) : Defisit air (mm) : Evapotranspirasi Potensial (mm) : Evapotranspirasi Aktual (mm) Indikator Degradasi Sumber Daya Air Tinjauan atas daya dukung lingkungan aspek sumber daya air berbasis neraca air, dapat pula dilihat dari berbagai indikator kerusakan lingkungan, seperti banjir dan kekeringan. Beberapa parameter hidrologi yang dpat digunakan menjadi indikator kerusakan sumber daya air, antara lain : koefisien limpasan, hidrograf sungai, rating curve, fluktuasi debit sepanjang tahun, debit sedimen dan penurunan muka air tanah (Prastowo, 2010). Nilai koefisien limpasan menunjukkan bagian curah hujan yang tidak masuk ke dalam tanah, yang mengalir sebagai aliran permukaan. Semakin tinggi nilai koefisien limpasan pada suatu wilayah, semakin rendahpenutupan vegetasi pada wilayah tersebut. Peningkatan nilai koefisien limpasan akibat adanya konversi lahan bervegetasi mendai peruntukan lainnya. Menurut Prastowo (2010), selain oleh faktor penutupan lahan, nilai koefisien lahan juga dipengaruhi oleh sifat fisik tanah dan kemiringan lahan.

25 11 Prinsip konservasi air yaitu penggunaan air yang jatuh ke tanah seefisien mungkin, dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Setiap perlakuan yang diberikan kepada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan tempat tempat di hilirnya (Harahap, 2007). Teknologi konservasi air dirancang untuk meningkatkan air yang masuk ke dalam tanah melalui pengisian kantong air di daerah cekungan serta mengurangi kehilangan air melalui evaporasi (Subagyono et al, 2004). Rekomendasi yang dapat diberikan dalam konservasi air, khususnya dalam area daerah aliran sungai adalah dengan pengelolaan limpasan, waduk, reservoir, pembuatan sumur resapan, sumur resapan, lubang biopori dan penghijauan daerah aliran sungai. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan selama 3 bulan, selama bulan Februari April 2014 Pengambilan data sekunder dari beberapa instansi pemerintahan dan balai penelitian terkait di Kabupaten Lebak, Banten dan Kota Bogor. Pengolahan data dilakukan di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Kampus IPB Dramaga, Bogor. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer dengan program Microsoft Excel, AutoCAD, ArcGIS dan alat tulis. Data sekunder yang dibutuhkan untuk mengkaji daya dukung lingkungan aspek sumber daya air di kabupaten Lebak, adalah : 1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lebak 2. Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Sungai Ciujung Bagian Hulu 3. Data Klimatologi, berupa data Curah hujan Lebak dalam Angka 5. Data Pokok Kabupaten Lebak 6. Peta Tata Guna Lahan Kabupaten Lebak Metode Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Studi pustaka Studi pustaka digunakan untuk mempelajari berbagai metode untuk menganalisis daya dukung lingkungan aspek sumber daya air.

26 12 2. Pengumpulan data dan informasi Keseluruhan data yang dianalisis merupakan data sekunder berupa RTRW dan Arahan Pemanfaatan Wilayah Sungai Ciujung Bagian Hulu yang diperoleh dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Data Klimatologi yang diperoleh dari Balai Besar Wilayah Sungai Ciujung-Ciliman-Cidurian (BBWSC3), Data Pokok Kabupaten Lebak dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lebak dan Peta Tata Guna Lahan yang diperoleh dari Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum Ciliwung. 3. Pengolahan dan Analisis Data a) Menentukan status daya dukung lingkungan 1) Menghitung curah hujan rata rata dengan persamaan (6) 2) Menghitung curah hujan andalan bulanan dan tahunan peluang 80% sebagai nilai ketersediaan air dengan persamaan (7) 3) Menghitung jumlah kebutuhan air (water footprint) menggunakan persamaan (1). 4) Membandingkan nilai rasio perbandingan nilai ketersediaan dan kebutuhan air untuk mendapatkan status daya dukung lingkungan berdasarkan Tabel 1. b) Menghitung potensi suplai air 1) Menghitung kebutuhan air aktual saat ini hingga tahun 2030 di sektor domestik, pertanian, peternakan dan industri menggunakan persamaan (2), (3) dan (4). Standar kebutuhan masing masing sektor dapat dilihat pada Tabel 2. 2) Menghitung debit andalan 80% sungai Ciujung Hulu dengan persamaan (7) 3) Membandingkan besar kebutuhan air aktual dan ketersediaan air dalam hal ini debit andalan minimum sungai. c) Menentukan zona agroklimat 1) Menentukan bulan basah, lembab dan kering berturut turut menggunakan metode Oldeman, kemudian dibandingkan nilainya dengan Tabel 3 dan 4 untuk mendapatkan tipe agroklimat wilayah tersebut. d) Melakukan analisis neraca air 1) Mengidentifikasi penutupan lahan pada DAS Ciliwung melalui peta penggunaan lahan. 2) Melakukan perhitungan evapotranspirasi potensial tanaman dengan metode Thornwhaite dan Matter yang telah dimofikasi dengan persamaan (8), (9), (10) dan (11). 3) Menghitung selisih hujan (P) dan evapotranspirasi potensial (ETP). 4) Menghitung accumulated potential water losses (APWL) dengan akumulasi air bulan ke-i = {Akumulasi air bulan ke-(i-1) + nilai P- ETP bulan i}. Nilai negatif P-ETP menununjukkan potensi defisit

27 13 air yang merupakan hasil penjumlahan setiap bulannya. Untuk wilayah basah, jumlah P-E dari setiap bulan bernilai positif. Oleh karena itu, perhitungan akumulasi kehilangan air dimulai dari 0. 5) Menghitung kapasitas simpan air (water storage capacity (STo)) 6) Menghitung cadangan lengas tanah (water holding capacity/st). Nilai cadangan lengas tanah pada awal periode dianggap sama dengan nilai cadangan lengas tanah maksimum (kapasitas simpan air tanah). Selanjutnya, jika nilai P>ETP, nilai cadangan lengas tanah tidak akan berubah. Namun, jika nilai P<ETP, nilai cadangan lengas tanah akan ditentukan dengan persamaan : 7) Menghitung perubahan cadangan lengas tanah ( St) dengan menggunakan persamaan (14). Jika nilai cadangan lengas tanah sama dengan nilai kapasitas simpannya, diasumsikan tidak terjadi perubahan dalam penyimpanan air. 8) Menghitung evapotranspirasi aktual (ETa) Untuk bulan basah (P>ETp), maka ETa = Etp Untuk bulan kering (P<ETp), maka ETa = P + - St 9) Menghitung defisit (D), dengan menggunakan persamaan (16).Menghitung CH lebih/ surplus air (S) yaitu pada kondisi P>ETp, dengan persamaan neraca air Thornthwaite and Mather (15). 10) Membuat kurva neraca air. e) Mengidentifikasi indikator degradasi sumberdaya air 1) Mengidentifikasi lahan dan kesesuaian lahan. Hasil neraca air sebagai dasar penentuan wilayah yang perlu dilakukan konservasi. 2) Mengidentifikasi rawan bencana dan kejadian bencana alam yang berpotensi menurunkan kualitas air 4. Interpretasi Hasil Mengkaji muatan lingkungan dalam RTRW Kabupaten Lebak berdasarkan hasil analisis daya dukung lingkungan aspek sumberdaya air 5. Rekomendasi Merumuskan rekomendasi dan arahan perbaikan untuk RTRW berdasarkan kajian analisis daya dukung lingkungan aspek sumber daya air berupa elemen hasil yang tidak tercantum di dalam RTRW dan rekomendasi berupa bangunan sipil dan vegetatif.

28 14 Kajian Daya Dukung Lingkungan Aspek Sumber Daya Air Daya Dukung Lingkungan Sumberdaya Iklim untuk Pertanian Neraca Air Degradasi Sumberdaya Air Data Curah Hujan, Data Debit Sungai, Luas Wilayah, Data Pokok Jumlah Penduduk, Kegiatan Pertanian, Peternakan dan Industri Data Curah Hujan 10 Tahun dari 4 Stasiun Data Curah Hujan, Suhu, Nilai Kc, Nilai Sto, Nilai C, Proporsi Tutupan Lahan Proporsi Tutupan Lahan, dan Peta Potensi Rawan Banjir 1. Curah Hujan Rata rata (Metode Thiessen) 2. Curah Hujan Andalan 3. Water footprint 4. Debit Sungai Andalan (Potensi Suplai Air) 5. Proyeksi Kebutuhan Air Aktual 1. Curah Hujan Andalan 2. Penentuan Bulan Basah dan Kering Metode Oldeman 1. Curah Hujan Rata rata (Metode Thiessen) 2. Curah Hujan Andalan 3. Evapotranspirasi (Metode Thornwaite) 4. Surplus, Limpasan dan Pengisian Air Tanah 5. Simulasi 1. Proporsi Penggunaan Lahan 2. Review peta rawan bencana dan kejadian bencana alam Status Daya Dukung (Aman, Aman Bersyarat, Terlampaui) Zona Agroklimat Suplus, Defisit, Limpasan, Pengisian Air Tanah, Luas Minmum Hutan Indikator Kerusakan Sumberdaya Air Kesesuaian Analisis Hierarki Daya Dukung Lingkungan dengan Muatan Lingkungan Dalam RTRW Kabupaten Lebak Rekomendasi Gambar 1 Kerangka pemikiran HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wilayah Kabupaten Lebak Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lebak dilakukan di seluruh wilayah Kabupaten Lebak dengan luas wilayah Ha yang mencakup 28 kecamatan dan 345 Desa/Kelurahan. Kabupaten Lebak terletak pada posisi 105º25' -106º30' BT dan 6º18' - 7º00' LS berbatasan langsung dengan Kabupaten Serang dan Tangerang di sebelah Utara, Kabupaten Bogor dan Sukabumi di sebelah Timur, Kabupaten Pandeglang di sebelah Barat dan Samudera Hindia di sebelah Selatan. Jumlah penduduk Kabupaten Lebak tahun

29 berdasarkan data Lebak dalam Angka Tahun 2011 adalah jiwa dengan pertumbuhan penduduk dari 1.59%. Berdasarkan pengaruh 5 (lima) faktor pembentuk tanah yaitu batuan induk, topografi, umur, iklim, dan vegetasi, maka Kabupaten Lebak secara umum tersusun oleh jenis tanah latosol, podsolik, alluvial, andosol, regosol dan rensina (RTRW, 2013). Kabupaten Lebak mempunyai keadaan topografi yang cukup bervariasi dengan ketinggian berkisar antara 100 meter hingga di atas 1000 meter dari permukaan laut. Kabupaten Lebak berdasarkan lerengnya terbagi menjadi beberapa kelas,yaitu ; 0 2%, 2 15%,15 25%, 25 40%, dan >40%. Wilayah Kabupaten Lebak mencapai 52.9 % dari total luas wilayah berada pada kelas lereng 2 15 %. Kelerengan wilayah Kabupaten Lebak berdasarkan kelas lebih lengkap disajikan pada Tabel 7 berikut : Tabel 7 Kelerengan wilayah Kabupaten Lebak Kemiringan Lahan (%) Luas (Ha) Persentase (%) > Total Luas (Ha) Sumber : RTRW (2013) Peruntukan penggunaan lahan di Kabupaten Lebak berdasarkan RTRW (2013) didominasi oleh kebun campuran, diikuti dengan sawah beririgasi dan perkebunan. Peta tata guna lahan Kabupaten Lebak dapat dilihat pada Gambar 2 dan proporsi luas penggunaan lahan pada tahun 2012 disajikan pada Tabel 8 di bawah ini : Tabel 8 Proporsi penggunaan lahan di Kabupaten Lebak Tahun 2010 Peruntukan Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%) Hutan Belukar Hutan Lebat Kampung Kebun Campuran Padang Rumput Perkebunan Besar Perkebunan Rakyat Perumahan Rawa Sawah Irigasi (1XPadi) Sawah Irigasi (2XPadi) Sawah Tadah Hujan Semak Sungai/Danau Tanah Rusak Tegalan/ Ladang Jumlah Sumber : RTRW (2013)

30 16 Kabupaten Lebak dialiri 3 sungai yaitu sungai Ciujung, Ciliman dan Cibalung dengan sungai Ciujung memiliki potensi debit terbesar mencapai 1400 m 3 /s dan mengalir sepanjang tahun. DAS Ciujung secara keseluruhan terletak dalam wilayah administrasi Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten dan Kabupaten Bogor di Provinsi Jawa Barat. Wilayah studi DAS Ciujung bagian Hulu sebagian besar merupakan wilayah Kabupaten Lebak dengan luas Ha. Wilayah hulu DAS Ciujung yang terbagi menjadi 3 sub DAS utama, yaitu sub DAS Ciujung Hulu, sub DAS Cisimeut dan sub DAS Ciberang. Penduduk di sekitar DAS Ciujung menggunakan air sungai tersebut sebagai sumber air utama untuk keperluan domestik, kegiatan pertanian, perikanan, pertanian dan irigasi. Sepanjang sempadan sungai terdapat vegetasi seperti rumput, bambu, dan pohon kelapa dan pada jarak kurang dari 10 meter di sub DAS Cisemeut terdapat pemukiman penduduk. Peta wilayah sub DAS Ciujung Hulu disajikan pada Gambar 3 dan kondisi eksisting sungai dapat dilihat pada Gambar 4,5 dan 6. Gambar 4 Foto Sungai Ciujung Hulu di Kecamatan Bojongmanik Gambar 5 Foto sungai Ciberang di Kecamatan Cipanas Gambar 6 Foto Sungai Cisemeut di Kecamatan Leuwidamar

31 Gambar 2 PetaLebak Penggunaan Lahan Gambar 2 Peta penggunaan lahan Kabupaten

32 Gambar 3 Wilayah DAS Ciujung Huluhulu) Gambar 3 Peta wilayah SUBDAS di DAS Ciujung (bagian

33 19 Penetapan Status Daya Dukung Lingkungan (DDL) dan Analisis Potensi Suplai Air Penetapan status daya dukung lingkungan Kabupaten Lebak dilakukan dengan pendekatan analisis berbasis neraca air. Analisis tersebut menunjukkan perbandingan antara kondisi kebutuhan air pada suatu wilayah dengan ketersediaan air yang ada. Ketersediaan air yang dinyatakan sebagai curah hujan andalan bulanan dan tahunan dihitung dengan peluang kejadian 80%. Data curah hujan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data dari empat stasiun penakar hujan BBWSC3 yang tersebar di DAS Ciujung Hulu, yaitu Banjar Irigasi, Bojong Manik, Sajira dan Warung Gunung. Data hujan 10 tahun tersebut diolah menggunakan metode Thiessen untuk mendapatkan curah hujan rata rata yang menggambarkan kondisi hujan aktual di DAS tersebut. Besar curah hujan andalan kemudian dibandingkan dengan kebutuhan air (water footprint) yang merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengetahui jumlah air yang dibutuhkan oleh individu, komunitas, dan kegiatan produksi. Nilai kebutuhan air domestik untuk hidup layak adalah 800 m 3 / kapita/ tahun (Prastowo, 2010). Nilai tersebut kemudian dikalikan dengan faktor koreksi 2 untuk memperhitungkan kebutuhan pangan, produksi dan aktivitas lainnya sehingga diperoleh nilai sebesar 1600 m 3 /kapita/tahun. Nilai curah hujan andalan tahunan sebesar 1349 mm/tahun dihitung dengan Metode Weibul peluang kejadian 80%. Nilai tersebut dikalikan dengan luas wilayah Kabupaten Lebak 3.09 x 10 9 m 2 sehingga diperoleh ketersediaan air tahunan sebesar 4.46 x 10 9 m 3. Ketersediaan air dibagi dengan hasil perkalian nilai kebutuhan air hidup layak dengan jumlah penduduk, sehingga diperoleh rasio sebesar 2.31 yang menetapkan status daya dukung lingkungan berbasis neraca air berada dalam kondisi aman (sustain), yang artinya jumlah air yang tersedia lebih besar dibandingkan total kebutuhan air sehingga mampu mencukupi kebutuhan penduduk. Hasil perhitungan untuk penetapan status daya dukung lingkungan tahunan disajikan pada Tabel 9 berikut ini : Tabel 9 Hasil Perhitungan untuk penetapan status DDL tahunan Curah Hujan (mm/tahun) Luas Wilayah (m 2 ) 3.09 x 10 9 Ketersediaan Air (m 3 ) 4.46 x 10 9 Jumlah penduduk (Jiwa) Konsumsi Air (m 3 /tahun) Kebutuhan Air (m 3 /tahun) 1.92 x 10 9 Rasio 2.31 Status Aman (Sustain) Prosedur perhitungan yang sama dilakukan untuk menetapkan status daya dukung lingkungan tahunan untuk empat stasiun penakar hujan penakar hujan BBWSC3 yang tersebar di DAS Ciujung Hulu dan diperoleh hasil untuk wilayah Banjar Irigasi, Bojong Manik berada dalam status aman (sustain), Sajira berada pada status aman bersyarat dan Warung Gunung berada pada status terlampaui (overshoot). Besar curah hujan andalan dari stasiun Bnajar Irigasi dan Bojong Manik tersebut hasil perhitungan menggunakan metode Thiessen berturut turut 1455 mm dan 1343 mm. Berbeda dengan Wilayah Sajira dan Warung Gunung

34 20 yang curah hujan andalan tahunannya 1245 mm dan 830 mm. Status aman bersyarat dan terlampaui di Wilayah Kecamatan sajira dan Warung Gunung, selain disebabkan curah hujan rendah, daerah tersebut juga memilki tingkat kepadatan penduduk yang lebih tinggi. Peta Sebaran Hujan di Kabupaten Lebak dapat dilihat pada Lampiran 3. Hubungan antara kepadatan penduduk dan besar curah hujan andalan tahunan dalam nomogram menunjukkan status daya dukung lingkungan tahunan Kabupaten Lebak disajikan pada Gambar 7 berikut : Curah Hujan (mm/tahun) DDL Kabupaten Lebak DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat (Conditional Sustain) DDL - telah terlampaui (Overshoot) Kepadatan Penduduk (jiwa/km 2 ) Gambar 7 Penetapan status daya dukung lingkungan tahunankabupaten Lebak berdasarkan nomogram Kabupaten Lebak dengan curah hujan andalan sebesar mm termasuk wilayah dengan curah hujan rendah dan kering. Berdasarkan nomogram dapat dilihat bahwa Kabupaten lebak berada pada status aman karena kepadatan penduduk 420 jiwa/km 2. Dengan besar curah hujan andalan tersebut, Kabupaten Lebak akan tetap berada pada status aman (sustain) jika pertumbuhan penduduk dikontrol sehingga kepadatan penduduk tidak lebih dari 430 jiwa/km 2. Apabila kepadatan penduduk melebihi nilai tersebut, maka status daya dukung lingkungan akan berubah menjadi aman bersyarat atau terlampaui. Prosedur perhitungan yang sama dilakukan untuk menetapkan status daya dukung lingkungan bulanan Kabupaten Lebak. Rekapitulasi hasil perhitungan untuk penetapan status daya dukung lingkungan bulanan disajikan pada Tabel 10 berikut :

35 21 Tabel 10 Hasil perhitungan untuk penetapan status DDL bulanan Bulan Curah Hujan (mm/bulan) Ketersediaan Air (m 3 ) Rasio Status Jan x aman Feb x aman Mar x aman Apr x aman May x bersyarat Jun x bersyarat Jul x bersyarat Aug x terlampaui Sep x terlampaui Oct x bersyarat Nov x bersyarat Dec x aman Status daya dukung lingkungan bulanan bervariasi tergantung besar curah hujan andalan bulanan. Berdasarkan Tabel 10, curah hujan >100 mm yang jatuh pada bulan Desember April menunjukkan nilai rasio >2, sehingga berada pada status aman. Bulan Mei Juli dan Oktober November berada pada status aman bersyarat dengan curah hujan bervariasi antara mm. Musim kemarau yang terjadi pada bulan Agustus September dengan curah hujan <50 mm berada status terlampaui, dimana ketersediaan air berdasarkan curah hujan pada bulan bulan tersebut tidak dapat mencukupi total kebutuhan air untuk hidup layak. Faktor utama yang mempengaruhi besar kebutuhan air saat ini adalah jumlah penduduk, kegiatan budidaya pertanian, antara lain peternakan dan perikanan, serta kegiatan industri. Perubahan jumlah dan pola penyebaran penduduk akan mempengaruhi kuantitas kebutuhan air, sedangkan perubahan penggunaan lahan mempengaruhi kuantitas kebutuhan air untuk pertanian dan industri. Prediksi kebutuhan air untuk masa yang akan datang dihitung menggunakan metode pendekatan eksponensial. Hasil analisa perkembangan jumlah pengguna dan peningkatan kebutuhan air kemudian dibandingkan dengan debit andalan sungai dan jumlah air tanah berdasarkan data hidrogeologi untuk mengetahui status ketersediaan air mencukupi kebutuhan air atau perlu dibangun sistem penyediaan air. Data jumlah penduduk, luas lahan pertanian, jumlah hewan ternak, jumlah kegiatan industri diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Lebak yang kemudian dikalikan dengan standar kebutuhan masing masing kegiatan untuk mendapatkan nilai kebutuhan air aktual dalam satuan m 3 /s. Proyeksi kebutuhan air berdasarkan jumlah dan jenis kegiatan hingga tahun 2030 yang telah dihitung menggunakan metode pendekatan eksponensial disajikan dalam Tabel 11 berikut ini: Tabel 11 Proyeksi kebutuhan air Tahun Domestik (m 3 /s) Pertanian (m 3 /s) Peternakan (m 3 /s) Industri (m 3 /s) Jumlah (m 3 /s)

36 22 Secara keseluruhan terjadi peningkatan kebutuhan air aktual semua sektor dari tahun ke tahun. Berdasarkan Tabel 11 di atas, dapat dilihat bahwa kebutuhan air aktual untuk kebutuhan pertanian, dalam hal ini sawah untuk beririgasi, lahan dan palawija, lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan di sektor yang lain yaitu sebesar m 3 /s pada 2010 dan dengan pertumbuhan 1.2% kebutuhan air aktual bertambah menjadi m 3 /s pada Pertumbuhan penduduk sebesar 1.59% dianggap konstan, sehingga pada tahun 2030 jumlah penduduk diprediksikan mencapai 1.7 juta jiwa dengan total kebutuhan air aktual 2.03 m 3 /s. Peningkatan juga terjadi pada kebutuhan air aktual untuk peternakan dan kegiatan industri masing masing 0.07 m 3 /s dan m 3 /s pada 2010 menjadi 0.1 m 3 /s dan m 3 /s pada 2030 dengan laju pertumbuhan berturut - turut 0.2% dan 1.3%. Total kebutuhan air dari semua sektor pada tahun 2010 adalah m 3 /s dan bertambah menjadi m 3 /s pada tahun Keadaan ini sesuai dengan yang disebutkan Husein (1992) bahwa kebutuhan air mengalami peningkatan sesuai dengan perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat yang memerlukan air baku untuk rumah tangga, perkotaan, industri, terlebih lagi kebutuhan air akan irigasi untuk meningkatkan pendapatan para petani pemakai air. Data sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan air aktual dalam penelitian ini menggunakan data debit DAS Ciujung Hulu yang mengalir di Kabupaten Lebak. Data debit sungai bulanan pada tahun diolah menggunakan Metode Weibul peluang kejadian 80%. Keseimbangan air wilayah dapat diketahui dengan membandingkan nilai total kebutuhan air aktual dan ketersediaan air baku. Berdasarkan grafik pada Gambar 5 terlihat bahwa debit andalan bulanan minimum Sungai Ciujung sebagai sumber ketersediaan air baku mencukupi kebutuhan air actual. Keseimbangan air wilayah Labupaten Lebak dari tahun 2010 hingga 2030 dapat dilihat pada grafik di bawah ini : (m 3 /s) Kebutuhan Air Aktual Debit Minimum (tahun) Gambar 8 Grafik debit andalan minimum dan kebutuhan air aktual Terkait dengan kawasan sungai Ciujung, kawasan ini merupakan daerah pengaliran sungai yangmendukung dan melayani kota-kota yang berperan sebagai pusat pelayanan, selain Kabupaten Lebak antara lain Cilegon dan Merak sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pandeglang dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)

37 23 sehingga perlu arahan pengembangan sumberdaya pemenuhan kebutuhan air bersih untuk irigasi, konservasi, pengendalian pencemaranair dan intrusi air laut. Pengembangan sistem prasarana sumber daya air bertujuan untuk mewujudkan keseimbangan ketersediaan air dalam rangka ketahanan pangan. Kebijakan pengelolaan sumber daya air yang akan dikembangkan terdiri dari pengembangan jaringan irigasi sawah yang diprioritaskan di Kabupaten Lebak serta pengembangan waduk dalam rangkamendukung pengembangan PKN dan PKW, yaitu dengan terbangunnya Waduk Karian di Sungai Ciujung. Waduk ini dibangun untuk menampung air dan memenuhi kebutuhan air baku di wilayah Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari BBWSC3, Waduk Karian yang akan dibangun dengan spesifikasi teknis sebagai berikut : Tipe Tabel 12 Data teknis Waduk Karian Rock Fill Dam Luas DAS km 2 DAM Crest Level 72.5 M Elevasi Muka Air Banjir 70.9 M Elevasi Muka Air Normal 67.5 M Tinggi Bendung 60.5 M Luas Genangan Waduk 1740 ha Volume Tampungan Efektif 2.08 x 10 8 m 3 Debit Inflow m 3 /s Debit Outflow m 3 /s Sumber : BBWSC3 (2009) Gambar 9 Skema potongan melintang dam Waduk Karian Tipe Rock Fill Dam Sumber Daya Iklim Pertanian (Agroklimat) Arahan perwilayahan komoditas pertanian dapat disusun berdasarkan pedoman agroklimat, karena setiap jenis tanaman mempunyai persyaratan tumbuh tertentu untuk berpotensi optimal. Persyaratan itu pada dasarnya berkaitan dengan

38 24 faktor iklim, tipologi lahan dalam hal ini ketinggian tempat dan jenis tanah. Pengkajian menggunakan Metode Oldeman dilakukan pada data iklim berupa curah hujan andalan bulanan 80% dari beberapa stasiun yang tersebar di Kabupaten Lebak dengan memperhitungkan jumlah bulan basah, bulan lembab dan bulan kering. Zonasi tipe agroklimat dan penjelasan pola tanam untuk 4 Kecamatan di Kabupaten Lebak disajikan pada Tabel 13 berikut ini : Tabel 13 Zona Agroklimat dan penjelasan pola tanam berdasarkan Metode Oldeman Zona Stasiun BK BB Penjelasan Agroklimat Banjar Irigasi 1 6 C1 Bojongmanik 2 6 C2 Sajira 3 5 C2 Warunggunung 3 3 D2 Tanaman padi dapat sekali setahun dan palawija dua kali setahun Setahun hanya dapat satu kali padi dan penanaman palawija yang kedua harus hati - hati jangan jatuh pada bulan kering Setahun hanya dapat satu kali padi dan penanaman palawija yang kedua harus hati - hati jangan jatuh pada bulan kering Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun, tergantung adanya persediaan air irigasi Berdasarkan analisis sumberdaya iklim untuk pertanian menggunakan Metode Oldeman yang disajikan pada Tabel 13, Kabupaten Lebak berada di zona C1 untuk Kecamatan Banjar Irigasi, C2 untuk Kecamatan Bojong Manik dan Sajira, D2 untuk Kecamatan Warunggunung yang artinya secara umum Kabupaten Lebak dapat ditanami padi (pertanian basah) dan palawija (pertanian kering) dengan pola tanam tertentu tergantung bulan basah dan bulan kering, pengelolaan ketersediaan air dan keberadaan jaringan irigasi pada masing masing wilayah. Berdasarkan zona agroklimat ini dapat disimpulkan pula bahwa Kabupaten Lebak beriklim kering dengan curah hujan rendah. Neraca Air, Limpasan, dan Pengisian Air Tanah Menurut Hillel (1971), neraca air adalah perincian tentang masukan (gains), keluaran (loses), dan perubahan kapasitas simpan air yang terdapat pada suatu lahan dalam periode dan waktu tertentu. Dengan melakukan analisis neraca air lahan, dapat ditentukan langkah selanjutnya untuk pengelolaan air secara efisien untuk perencanaan agroklimatik dan struktur ruang penggunaan lahan. Parameter masukan yang digunakan dalam neraca air adalah presipitasi, evapotranspirasi dan kapasitas simpan air. Curah hujan yang digunakan adalah curah hujan bulanan pada yang kemudian diolah menggunakan Metode Weibul peluang kejadian 80% untuk mendapatkan nilai curah hujan andalan bulanan. Evapotranspirasi acuan (Eto) dihitung menggunakan Metode Thornwaite, dan data yang dibutuhkan adalah data suhu rata rata Kabupaten Lebak. Nilai Eto akan dikalikan dengan Kc tertimbang untuk mendapatkan nilai Evapotanspirasi Potensial (ETP). Dalam hal ini, nilai Kc disesuaikan dengan komposisi penggunaan lahan pada tahun Grafik hubungan curah hujan andalan dan nilai ETP dapat dilihat pada Gambar 10.

39 25 Menurut Thornwaite dan Matter (1957), faktor utama yang mempengaruhi kapasitas simpan air yaitu jenis dan struktur tanah serta jenis tanaman yang terdapat pada lahan tersebut. Nilai kapasitas simpan air (STo) tertimbang Kabupaten Lebak ditentukan juga berdasarkan penggunaan lahan. Ketiga parameter masukan tersebut, yaitu curah hujan andalan, ETP dan STo digunakan untuk mendapatkan nilai defisit, surplus, limpasan dan pengisian air tanah. Kondisi surplus dan defisit neraca air Kabupaten Lebak ditampilkan pada Gambar 11 berikut : P ETP (mm) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des 150 Gambar 10 Grafik curah hujan dan evapotranspirasi 100 (mm) 50 0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Surplus Defisit Gambar 11 Grafik surplus dan defisit Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa curah hujan berfluktuasi setiap bulannya dan curah hujan andalan pada bulan Mei November tidak dapat memenuhi kebutuhan air tanaman potensial, sehingga terjadi defisit pada bulan bulan tersebut. Hal tersebut terjadi karena curah hujan pada bulan tersebut rendah dan nilainya kurang dari 100 mm. Diketahui berdasarkan grafik tersebut, defisit terjadi pada bulan Mei hingga November dan defisit terbesar terjadi pada bulan Agustus sebesar mm, dan besar total defisit tahunan mm melebihi nilai STO sebesar 183.5mm. Besarnya surplus yang menjadi limpasan akan ditentukan berdasarkan nilai koefisien limpasan (C) tertimbang berdasarkan McGuen (1989) dalam Suripin (2004). Total curah hujan lebih (surplus) tahunan berdasarkan neraca air dan penggunaan lahan tahun 2012 sebesar mm,

40 26 dikalikan dengan nilai C tertimbang 0.47 diperoleh nilai limpasan dan pengisian air tanah berturut turut mm dan mm. Perubahan penggunaan lahan akan mempengaruhi kapasitas infiltrasi air tanah. Apabila intensitas curah hujan tinggi dan melebihi kapasitas air tanah, maka curah hujan leih akan menjadi limpasan, mengisi cekungan dan saluran, dan menaikkan muka air sungai. Analisis neraca air kemudian dilakukan dengan memperhatikan perubahan penggunaan lahan, dalam hal ini komposisi luas hutan dan dengan skenario 10%, 20 %, hingga 100% dan asumsi tutupan lahan vegetasi bertajuk tinggi. Grafik hubungan nilai curah hujan lebih, limpasan dan pengisian air tanah pada skenario hutan dapat dilihat pada Gambar 12. (mm) Luas Minimum dan Ideal Hutan = 30% CH Lebih Limpasan Pengisian Air Tanah Gambar 12 Kurva neraca air hasil simulasi luas hutan Berdasarkan grafik pada Gambar 12 terlihat bahwa, semakin tinggi persentase luas hutan maka jumlah limpasan dan curah hujan semakin menurun. Hutan mempengaruhi penguapan (evapotranspirasi) karena semakin baik kondisi hutan, maka pada umumnya jumlah kehilangan air semakin besar, hal tersebut disebabkan oleh fungsi hutan yang memperbesar turbulensi angin karena surface roughness, tingginya kelembaban sehingga penguapan dari muka tanah hampir tidak dapat terjadi, dan dengan adanya sistem perakaran menyebabkan tingginya evapotranspirasi (Harto, 1993). Hal yang berbeda terjadi pada jumlah pengisian air tanah bertambah seiring dengan bertambahnya persentase luas lahan. Berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan, maka luas minimum dan ideal hutan adalah 30% dari total keseluruhan penggunaan lahan. Luas minimum hutan yang diperoleh dari perbandingan ideal antara limpasan dan pengisian air tanah terhadap curah hujan lebih (surplus) adalah 50 : 50 (Falkenmark and Rockstrom, 2004). Dengan nilai STo sebesar mm, dan pengisian air tanah maksimum sebesar 165 mm pada luas ideal hutan ditentukan 30% untuk mengatasi defisit.

41 R R R R R R GULUD BIDANG OLAH R R R R R R SALURAN AIR SKEMA DENAH TERAS GULUD BERORAK GULUD R = RORAK Teras direncanakan akan dibangun di areal perkebunan rakyat yang tersebar di Kecamatan Bojong Manik, Leuwidamar, dan Muncang DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 GAMBAR / SKEMA TERAS GULUD YANG DILENGKAPI RORAK SKEMA POTONGAN MELINTANG TERAS GULUD / / / SKEMA DIMENSI RORAK 60 SKALA : SATUAN : NON SKALA - NAMA : ANNETTE ANGGRAENY SIHOMBING NRP : F DOSEN PEMBIMBING : DR. IR. PRASTOWO, M.ENG JUDUL PENELITIAN : SKETSA PENAMPANG 3D TERAS GULUD DENGAN RORAK KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN LEBAK

42 28

43 Teknik pengelolaan limpasan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu teknik konservasi mekanik dan vegetatif. Konservasi tanah secara mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk mengurangi aliran permukaan guna menekan erosi dan meningkatkan kemampuan tanah mendukung usahatani secara berkelanjutan. Pada prinsipnya konservasi mekanik dalam pengendalian erosi harus selalu diikuti oleh cara vegetatif, yaitu penggunaan tumbuhan/tanaman dan sisa-sisa tanaman/tumbuhan (mulsa), serta penerapan pola tanam yang dapat menutup permukaan tanah sepanjang tahun. Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari satu tempat ke tempat lain melalui media alami, khususnya air (Arsyad, 1989). Erosi terjadi karena adanya aliran permukaan (limpasan) yang merupakan akibat dari adanya hujan lebih. Erosi dapat menyebabkan kerusakan tanah, menyebabkan penurunan kualitas air sungai, pendangkalan dan penurunan kapasitas waduk, irigasi dan sungai. Teknologi konservasi yang diterapkan berdasarkan faktor kemiringan lahan, kedalaman tanah, dan kepekaan tanah terhadap erosi lahan.salah satu metode konservasi tanah yang dijadikan rekomendasi dalam penelitian ini adalah teras gulud yang dilengkapi dengan rorak. Teras gulud adalah barisan guludan yang dilengkapi dengan saluran air di bagian belakang gulud sehingga teknik ini dikenal pula dengan istilah guludan bersaluran.fungsi dari teras gulud yaitu untuk menahan laju aliran permukaan dan meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah. Saluran air dibuat untuk mengalirkan aliran permukaan dari bidang olah ke saluran pembuangan air. Bagian-bagian dari teras gulud terdiri atas guludan, saluran air, dan bidang olah dalam skema dapat dilihat pada Gambar 13. Teras gulud cocok diterapkan pada lahan dengan kemiringan 10-40%, dapat juga ada lahan dengan kemiringan 40-60% namun relatif kurang efektif. Pemilihan teras gulud sesuai dengan kondisi lereng Kabupaten Lebak yaitu lebih dari 80% berada pada kemiringan 2-40%. Teras gulud dilengkapi dengan rorak yangmerupakan lubang penampungan atau peresapan air, dibuat di bidang olah atau saluran resapan. Pembuatan rorak bertujuan untuk memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi dan sebagai tempat pemanen air hujan dan aliran permukaan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan rorak sangat efektif dalam mengendalikan erosi dan aliran permukaan. Rorak yang dikombinasikan dengan mulsa vertikal mampu mengurangi erosi sampai 94% dibandingkan erosi pada petak tanpa teknik konservasi tanah. Teknik tersebut termasuk teknik pemanenan air yang tergolong efektif, khususnya pada lahan agak curam (10-25%) (Noeralam, 2001). Dimensi rorak yang disarankan bervariasi, menurut Arsyad (2000) dimensi panjang cm, lebar 50 cm dan kedalaman sebesar 60 cm. Agus et al (1999) menyatakan umumnya rorak berukuran panjang cm, lebar cm dan kedalaman cm. Rorak yang direkomendasikan penelitian kopi dan kakao (1998) berukuran panjang 100 cm, lebar 30 cm dan kedalaman 30 cm. Dimensi rorak yang dipilih disesuaikan degan kapasitas air, sedimen dan bahan bahan lain yang akan ditampung. Dimensi rorak yang disarankan pada penelitian ini sesuai dengan Arsyad (2000) yaitu panjang 400 cm, lebar 50 cm dan kedalaman 60 cm dengan volume rata rata rorak 1 m 3 sesuai Dariah et al (2007). 29

44 30 Rorak direncanakan dibangun pada lahan perkebunan rakyat. Peruntukan lahan untuk perkebunan rakyat sebesar % dari total luas Kabupaten Lebak dan sebaran terbesar berada di Kecamatan Bojongmanik, Leuwidamar dan Muncang. Berdasarkan peta kemiringan lahan, ketiga wilayah ini berada pada kemiringan 2 15 % sehingga layak untuk dibangun teras gulud yang dilengkapi dengan rorak. Menurut Dariah et al (2007), rorak sebanyak 200 buah per hektar dengan volume rata rata 1 m 3, diperkirakan dapat menghambat atau menampung aliran permukaan sebanyak+ 200 m 3 /Ha, atau setara dengan 20 mm limpasan. Berdasarkan analisis neraca air yang dilakukan, diperoleh nilai besar limpasan sebesar mm. Apabila 200 buah rorak dapat menampung limpasan sebesar 20 mm, maka untuk mengakomodasi nilai limpasan tersebut dibutuhkan 1050 buah rorak. Untuk meningkatkan efektivitas teras gulud dan rorak dalam menanggulangi erosi dan aliran permukaan, guludan diperkuat dengan tanaman penguat teras. Gulud sendiri mengurangi luas bidang olah dan kompensasi dari kehilangan luas tersebut, bidang teras gulud dapat pula ditanami dengan tanaman bernilai ekonomi (cash crops). Indikator Degradasi Sumberdaya Air Menurut UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air tidak menyebutkan definisi bencana secara eksplisit, namun dikategorikan dalam aspek pengendalian daya rusak air, antara lain banjir, erosi dan sedimentasi, tanah longsor, banjir lahar dingin, tanah ambles, perubahan sifat dan kandungan kimiawi, biologi dan fisika air, terancam punahnya jenis tumbuhan dan/atau satwa, wabah penyakit, intrusi dan perembesan.tinjauan atas daya dukung lingkungan aspek sumber daya air berbasis neraca air, dapat pula dilihat dari berbagai indikator kerusakan lingkungan, seperti banjir, kekeringan, perubahan tata guna lahan dan aktivitas manusia. Indikator degradasi sumberdaya air di Kabupaten Lebak dalam penelitian ini adalah banjir. Wilayah rawan bencana banjir menengah di Kabupaten Lebak meliputi kecamatan Banjarsari, Bayah, Bojongmanik, Cimarga, Leuwidamar, Malingping, dan Sajira, sedangkan daerah dengan potensi banjir rendah yaitu Cimargadan Rangkasbitung. Penetapan wilayah tersebut sesuai dengan Peta Potensi Banjir di Provinsi Banten yang disajikan pada Gambar 14. Banjir adalah suatu kondisi tidak tertampungnya air dalam saluran (palung sungai) atau terhambatnya aliran air di dalam saluran pembuang.sehingga meluap menggenangi daerah (dataran banjir) sekitarnya (Suripin 2004).Bencana banjir dapat dikategorikan sebagai proses alamiah atau fenomena alam, yang dipicu oleh beberapa faktor penyebab seperti curah hujan, iklim, geomorfologi wilayah, dan aktivitas manusia yang tidak terkendali dalam mengeksploitasi alam, yang mengakibatkan kondisi alam dan lingkungan menjadi rusak.terjadinya banjir dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu, curah hujan (intensitas dan distribusi) dan kondisi daerah aliran sungai dan dungai itu sendiri (penggunaan lahan, topografi, bentuk DAS, jenis tanah dan karakteristik jaringan sungai).bencana banjir besar yang terakhir terjadi pada tahun 2001, hujan turun dengan intensitas tinggisehingga penampang sungai yang ada tidak mampu menampung debit banjir pada beberapa sungai, yaitu: Sungai Cilemer, Ciliman, Ciujung, Cigondang dan sungai lainnya di wilayah SWS Ciujung-Ciliman.Kejadian banjir dengan curah

45 31 hujan mencapai 212 mm tersebut mengakibatkan genangan banjir mencapai Ha meliputi 4 Kabupaten di Provinsi Banten. Gambar 14 Peta potensi banjir di Provinsi Banten Pengelolaan dataran banjir sebagaimana dalam Pasal 37 Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No. 8 Tahun 2011 tentang Sungai meliputi penetapan batas dataran banjir, penetapan zona peruntukan lahan sesuai resiko banjir, pengawasan peruntukan lahan di dataran banjir, persiapan menghadapi banjir, penanggulangan banjir dan pemulihan setelah banjir.salah satu penanganan banjir yang dapat dilakukan adalah penataan ruang di daerah kawan rawan bencana banjir.sasaran yang akan dicapai adalah terwujudnya pengendalian pemanfaatan ruang, termasuk mekanisme kriteria dan perijinan pemanfaatan ruang sesuai dan mendukung upaya penerapan rencana pemanfaatan ruang, dan prosedur penanganan yang tepat.selain dituangkan dalam peraturan daerah, kriteria dan arahan pemanfaatan ruang kawasan rawan banjir,salah satunya penetapan kawasan sempadan dituangkan dalam pola ruang RTRW Kabupaten Lebak tentang kawasan lindung. Penetapan batas garis sempadan harus mempertimbangkan karakteristik geomorfologi sungai, kondisi sosial budaya masyarakat setempat, serta memperhatikan jalan akses bagi peralatan, bahan, dan sumber daya manusia untuk melakukan kegiatan operasi dan pemeliharaan sungai. Penentuan lebar sempadan ini sangat penting kaitannya dengan penetapan batas di mana bangunan fisik tidak boleh dibangun di dalam batas tersebut. Pada dasarnya penentuan lebar bantaran sungai harus didasarkan pada peta kontur geografi-morfologi (geo-morfo) sungai, tinggi muka air banjir maksimum, dan garis sliding (longsoran), sehingga lebar bantaran untuk sepanjang sungai sebenarnya tidak bisa diambil secara seragam. Secara teknis lebar keamanan sungai ini diambil sesuai dengan tingkat resiko banjir. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirangkum bahwa lebar sempadan sungai terdiri dari lebar bantaran banjir (flood plain), lebar bantaran longsor (sliding zone), lebar bantaran ekologi penyangga (ecological buffer zone),

46 32 dan lebar keamanan (safety zone). Berikut ini adalah gambaran lebar sempadan sungai yang dikembangkan dari konsep eko-hidraulik. Gambar 15 Skema sempadan sungai dengan pendekatan konsep eko-hidrolik Muatan Lingkungan dalam Dokumen RTRW Rencana pengembangan sektor sektor pembangunan, dan pemanfaatan ruang setiap wilayah dituangkan dalam Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lebak, RTRW Kabupaten Lebak mempunyai tujuan mewujudkan ruang wilayah Kabupaten Lebak yang memenuhi kebutuhan pembangunan dengan senantiasa berwawasan lingkungan, efisien dalam alokasi, bersinergi dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program pembangunan untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat. Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Lebak dituangkan dalam BAB VI RTRW Kabupaten Lebak tentang arahan pemanfaatan wilayah ditujukan untuk mewujudkan rencana struktur dan pola ruang kabupaten serta kawasan strategis kabupaten. Arahan pemanfaatan ruang diprioritaskan untuk mendukung perwujudan struktur ruang (yang meliputi pusat kegiatan dan sistem prasarana yang mengikatnya), perwujudan pola ruang, serta perwujudan kawasan strategis kabupaten dan kawasan lain di luar kawasan strategis kabupaten yang hendak dituju dalam kurun waktu yang sama dengan jangka waktu perencanaan yang dijabarkan secara bertahap dalam waktu 5 tahunan. Arahan pemanfaatan ini mencakup progam-program utama untuk perwujudan rencana struktur dan pola ruang yang hendak dituju sampai akhir tahun perencanaan. Berdasarkan kebijakan tersebut, maka rencana pola ruang Kabupaten Lebak Tahun 2033 dikembangkan dengan proporsi untuk kawasan lindung sebesar Ha (30.54%) dan kawasan budidaya sebesar Ha (69.46%). Undang undang No.26 Tahun 2007 menyebutkan bahwa untuk

47 33 menghindari dampak dampak lingkungan, maka setiap penggunaan lahan diwajibkan untuk menyediakan 30% dari total luas lahan sebagai kawasan hutan. Berdasarkan Tabel 14, total luas hutan gabungan, antara lain hutan produksi terbatas dan tetap sebesar % masih berada di bawah luas minimum hutan hasil simulasi dan peraturan sebesar 30%. Hutan merupakan kawasan yang karena keadaan sifat alamnya diperuntukkan guna pengaturan tata air, pencegahan bencana banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. Luas hutan produksi di Kabupaten Lebak terus berkurang, yang disebabkan adanya alih fungsi lahan hutan produksi menjadi fungsi lain. Kondisi kualitas dan kuantitas air di Kabupaten Lebak semakin menurun. Hal ini akan berdampak pada degradasi lingkungan, yang merupakan ancaman bagi mahluk hidup dan lingkungannya. Berdasarkan analisis terhadap hierarki daya dukung lingkungan aspek sumber daya air, perlu dilakukan revisi muatan RTRW Kabupaten Lebak tentang komposisi kawasan lindung, khususnya rencana pola untuk luas hutan agar memenuhi angka 30% dari total luas wilayah. Secara lebih lengkap, rencana pola ruang Kabupaten Lebak pada Tahun dapat dilihat dalam Tabel 14 berikut : Tabel 14 Rencana pola ruang Kabupaten Lebak No Rencana Pola Ruang Luas (Ha) % 1 Kawasan Lindung Hutan Lindung Kawasan Resapan Air Sempadan Pantai Sempadan Sungai Kawasan sekitar danau atau waduk Kawasan Pelestarian Alam (TNGHS) Kawasan Baduy Rawan Banjir Rawan Longsor Rawan Tsunami Sempadan Mata Air Kawasan Budidaya Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Perkebunan Pertanian Pangan Lahan Basah Pertanian Pangan Lahan Kering Pertambangan Industri Permukiman Perdesaan Minapolitan Permukiman Perkotaan Permukiman Pedesaan Luas Total Sumber : RTRW (2013) Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun ditetapkan 9 kawasan strategis yang berada di wilayah Kabupaten Lebak yang ditinjau dari 4 sudut kepentingan, yaitu pertahanan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial budaya, serta pendayagunaan sumberdaya alam (fungsi dan daya dukung lingkungan) dan atau teknologi tinggi. Penetapan suatu wilayah termasuk

48 34 dalam kawasan strategis kabupaten terkait lingkungan hidup dan dilihat dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan ditetapkan setelah memenuhi kriteria bahwa wilayah tersebut merupakan asset nasional berupa kawasan perlindungan untuk perlindungan ekosistem, memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air, memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro dan wilayah prioritas dalam peningkatan kualitas lingkungan hidup. Berdasarkan BAB V Penetapan Kawasan Strategis dalam RTRW Kabupaten Lebak ditetapkan kawasan beserta arahan penanganan berupa pemanfaatan sumber daya alam yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, sinergitas dengan pembangunan, rehabilitasi kawasan dan pembatasan dan pengendalian pembangunan. Hasil rencana penetapan kawasan strategis untuk kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/ atau teknologi tinggi yang mendukung fungsi dan daya dukung lingkungan disajikan dalam Tabel 15 berikut ini : Tabel 15 Penetapan kawasan strategis dilihat dari fungsi dan daya dukung lingkungan Kawasan Strategis Waduk Karian Waduk Pasir Kopo Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Kawasan Penyangga Taman Nasional Gunung Halimun Salak Sumber : RTRW (2013) Fungsi Pengembangan Memenuhi kebutuhan air baku selain di wilayah Kabupaten Lebak juga di Kabupaten Serang, Kota Serang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Memenuhi kebutuhan pertanian, yaitu mensuplai air irigasi ke daerah irigasi Ciujung Daerah resapan air, ekosistem, lokasi penelitian Daerah resapan air, ekosistem, lokasi penelitian Berdasarkan Tabel 15, Materi teknis RTRW Kabupaten Lebak juga telah memuat fungsi pengembangan yang mendukung daya dukung lingkungan, khususnya sumber daya air. Pembangunan waduk Karian yang direncanakan untuk pengelolaan ketersediaan air dan pemenuhan kebutuhan air ditetapkan sebagai salah satu kawasan strategis yang menunjukkan perhatian pemerintah dalam pendayagunaan sumber daya air yang tepat untuk mendukung pembangunan dan perekonomian. Pengembangan pola ruang kawasan budidaya bertujuan untuk menjaga kualitas daya dukung lingkungan Kabupaten Lebak, menciptakan penyerapan lapangan pekerjaan dan terciptanya keserasian dengan rencana struktur ruang yang dikembangkan.untuk menciptakan stabilitas ekonomi dan memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Lebak, maka setiap luasan pengembangan kawasan budidaya harus memperhatikan potensi tenaga kerja dan daya dukung lingkungan yang dimiliki.berdasarkan pada potensi dan ketersediaan tenaga kerja tersebut, maka rencana pola ruang kawasan budidaya sesuai Tabel 15 adalah Ha (69.43%) dari luas Kabupaten Lebak. Strategi pengembangan kawasan budidaya pertanian di Kabupaten Lebak, antara lain setiap kawasan diarahkan bagi suatu kegiatan budidaya yang sesuai dengan daya dukung kawasan dan daya tampung kawasan Sektor ini memberikan kontribusi besarbagi pertumbuhan ekonomi daerah didukung dengan

49 35 pengembangan kawasan agropolitan dengan fungsi utama sebagai pusat pengembangan potensi pertanian dan peningkatan ketahanan pangan agribisnis berbasis kewilayahanwilayah potensial untuk pengembangan pertanian pangan lahan basah meliputi hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Lebak. Rencana luas pertanian lahan basah dan pertanian lahan kering di Kabupaten Lebak berturut turut Ha (12.15 %) dan Ha (13.34 %) dari total luas Kabupaten Lebak. Dalam Bab I Pendahuluan Materi Teknis RTRW telah disebutkan tentang potensi sumber daya alam bidang sektor pertanian. Berdasarkan analisis sumberdaya iklim untuk pertanian menggunakan Metode Oldeman yang disajikan pada Tabel 13, Kabupaten Lebak berada di zona C1 untuk Kecamatan Banjar Irigasi, C2 untuk Kecamatan Bojong Manik dan Sajira, D2 untuk Kecamatan Warunggunung yang artinya secara umum Kabupaten Lebak dapat ditanami padi (pertanian basah) dan palawija (pertanian kering) dengan pola tanam tertentu tergantung bulan basah dan bulan kering, pengelolaan ketersediaan air dan keberadaan jaringan irigasi pada masing masing wilayah. Sesuai dengan hasil analisis sumberdaya iklim untuk pertanian bahwa Kabupaten Lebak dapat ditanamai padi dan palawija. Jumlah produksi padi sawah pada tahun 2011 sebesar ton sedangkan produksi padi ladang sebesar ton. Produksi terbesar tanaman padi sawah terdapat di Kecamatan Wanasalam yaitu ton dan Kecamatan Malimping sebesar ton, sedangkan untuk jumlah produksi paling sedikit adalah sebesar 7263 ton di Kecamatan Kalanganyar. Tanaman palawija yang diusahakan di Kabupaten Lebak pada tahun 2011 terdiridari 6 (enam) jenis tanaman, yaitu: jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. Dari keseluruhan tanaman palawija tersebut, ubi kayu merupakan tanaman yang memiliki produksi terbesar dengan jumlah ton yang diikuti oleh tanaman jagung sebesar 5104 ton. Tanaman palawija yang belum dioptimalkan dalam pengusahaannya adalah tanaman kacang hijau yang hanya memproduksi 60 ton dan kacangtanah sebesar 535 ton. Potensi sumberdaya pertanian yang tercantum dalam RTRW Kabupaten Lebak perlu dikaji lebih lanjut berdasarkan sumber daya iklim tiap kecamatan agar pertanian berbasis kewilayahan dapat dioptimalkan dengan baik. Tabel 16 Produksi padi dan palawija di Kabupaten Lebak Tahun 2011 Jenis Tanaman Luas Panen (Ha) Produksi (ton) Produktivitas (Ton/Ha) Padi Sawah Padi Ladang Jagung Ubi Jalar Ubi Kayu Kacang Kedelai Kacang Hijau Kacang Tanah Sumber : RTRW (2013)

50 36 Muatan lingkungan dalam dokumen RTRW Kabupaten Lebak berdasarkan hierarki daya dukung lingkungan yang keempat, yaitu indikator degradasi sumber daya air erat hubungannya dengan pola ruang untuk kawasan lindung, yaitu kawasan rawan bencana (banjir) dan kawasan yang memberikan perlindungan untuk kawasan setempat (sempadan). Pendekatan penentuan pola ruang pada kawasan rawan bencana dilakukan melalui kajian terhadap tingkat kerawanan bahaya serta tingkat resiko yang dihadapi suatu wilayah terhadap suatu jenis bahaya.penetapan batas garis sempadan harus mempertimbangkan karakteristik geomorfologi sungai, kondisi sosial budaya masyarakat setempat, serta memperhatikan jalan akses bagi peralatan, bahan, dan sumber daya manusia untuk melakukan kegiatan operasi dan pemeliharaan sungai. Kawasan perlindungan setempat yang ditetapkan meliputi sempadan sungai dan ruang terbuka hijau. Kawasan sempadan sungai adalah kawasan di sepanjang kiri - kanan sungai (termasuk sungai buatan, kanal/saluran irigasi primer) yang mempunyai manfaat penting dalam mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Dalam mempertahankan fungsi kawasan perlindungan setempat ditetapkan peraturan zonasi untuk masing-masing kawasan adalah sempadan sungai ditetapkan sekurang-kurangnya 100 m di kiri kanan sungai untuk sungai besar dan 50 m dari kiri kanan anak sungai yang berada di luar permukiman. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sempadan yaitu tidak diperbolehkan adanya kegiatan dan bangunan pada kawasan sempadan sungai. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi taman rekreasi terbuka dan fungsi pengamanan sempadan. Sempadan mata air sekurang-kurangnya memiliki jari-jari 200 m di sekitar mata air yang berfungsi untuk melindungi mata air. Ketentuan umum peraturan zonasi, antara lain diperbolehkan adanya pemulihan vegetasi di sekitar radius mata air, pemanfaatan sempadan mata air untuk air minum dan irigasi, tidak diperbolehkan kegiatan yang menyebabkan pencemaran kualitas air dan daerah tangkapan air, tidak diperbolehkan untuk mengalihkan fungsi kawasan lindung yang dapat menyebabkan kerusakan kualitas sumber air dan dalam kawasan sempadan mata air tidak diperkenankan kegiatan budidaya terbangun di dalam kawasan sekitar mata air dalam radius 200 meter. Muatan lingkungan terkait kriteria dan batasan batasan sesuai zonasi untuk daerah rawan banjir dan sempadan sungai sebagai zona kawasan lindung sumber daya air telah diuraikan secara lengkap. Hal yang perlu dilakukan adalah peningkatan pengawasan dan pengendalian ruang di zona kawasan lindung tersebut. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Analisis terhadap hierarki daya dukung lingkungan aspek sumberdaya air telah dilaksanakan dengan hasil sebagai berikut : a. Status daya dukung lingkungan tahunan berada dalam stasus aman (sustain), sedangkan status daya dukung lingkungan pada bulan dengan curah hujan <50, yaitu bulan Agustus dan September, berada dalam kondisi terlampaui (overshoot).

51 37 b. Berdasarkan metode Oldeman untuk penetapan zona agroklimat, Kabupaten Lebak berada pada Zona C1, C2, D2 artinya wilayah masih dapat ditanami padi dan palawija dengan pola tanam tertentu sesuai bulan basah dan bulan kering masing masing wilayah. c. Berdasarkan analisis neraca air yang dilakukan, besar curah hujan lebih adalah 217 mm. Defisit terjadi pada bulan Mei hingga November sebesar 232 mm. Nilai limpasan dan pengisian air tanah berturut turut 102mm dan 115 mm. Berdasarkan simulasi komposisi luas lahan diperoleh luas minimum untuk hutan sebesar 30% dan komposisi untuk mengatasi defisit air ditentukan sebesar 30%. d. Salah satu indikator degradasi sumberdaya air di Kabupaten Lebak adalah kejadian banjir. 2. Kajian muatan lingkungan dalam RTRW Kabupaten Lebak berdasarkan kajian daya dukung lingkungan aspek sumberdaya air telah dilaksanakan dengan hasil sebagai berikut: a. Materi teknis RTRW Kabupaten Lebak telah memuat fungsi pengembangan yang mendukung status daya dukung lingkungan dan potensi suplai air, khususnya sumber daya air yaitu dengan ditetapkannya kawasan strategis untuk pembangunan waduk Karian dalam memenuhi kebutuhan air baku. b. Penetapan kawasan budi daya dalam pola ruang untuk pertanian Kabupaten Lebak mengembangkan potensi pertanian dan meningkatan ketahanan pangan agribisnis berbasis kewilayahan, dalam hal ini pertanian lahan basah (padi) dan lahan kering (kebun campuran) berturut turut seluas 12.15% dan 13.34% dari total luas wilayah. c. Rencana pola ruang Kabupaten Lebak Tahun 2033 dikembangkan dengan proporsi untuk total luas hutan gabungan, antara lain hutan produksi terbatas dan tetap sebesar % masih berada di bawah luas minimum hutan hasil simulasi dan luas ideal untuk mengatasi defisit maupun UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebesar 30%. d. Muatan lingkungan terkait kriteria dan batasan batasan sesuai zonasi untuk daerah rawan banjir dan sempadan sungai sebagai zona kawasan lindung sumber daya air telah diuraikan secara lengkap. Sempadan sungai ditetapkan sekurang-kurangnya 100 m di kiri kanan sungai untuk sungai besar dan 50 m dari kiri kanan anak sungai yang berada di luar permukiman. e. Muatan lingkungan terkait analisis daya dukung lingkungan berdasarkan aspek sumberdaya air yang belum tercantum dalam Materi Teknis RTRW adalah pola tanam pertanian sumberdaya iklim di masing masing wilayah. Saran 1. Rencana pembangunan waduk Karian dalam pengelolaan ketersediaan air dan pemenuhan kebutuhan air baku harus direalisasikan.

52 38 2. Dengan besar curah hujan andalan tahunan Kabupaten Lebak sebesar 1349 mm, maka status daya dukung lingkungan akan tetap berada pada status aman (sustain) apabila pertumbuhan penduduk dikontrol sehingga kepadatan penduduk tidak lebih dari 430 jiwa/km Pola tanam yang disarankan adalah penanaman padi sekali setahun dan palawija dua kali setahun. 4. Salah upaya satu pengelolaan limpasan untuk pengelolaan sumber daya air dan pencegahan erosi dan banjir dibangun di areal perkebunan rakyat berupa teras gulud yang dilengkapi dengan 1050 buah rorak 5. Perlu dilakukan peningkatan pengawasan dan pengendalian ruang di zona kawasan lindung, dalam hal ini kawasan rawan bencana banjir dan kawasan yang memberikan perlindungan setempat (sempadan). 6. Perlu dilakukan review terhadap rencana pola ruang dalam dokumen RTRW agar luas areal hutan agar memenuhi luas 30% dari luas wilayah berdasarkan hasil simulasi neraca air, luas minimum untuk mengatasi defisit maupun UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. DAFTAR PUSTAKA Agus, F., S. Damanik, A. Syam, T. Hendarto, B, R. Prawidaputra, dan N. Syafa at Analisis agroekosistem di DAS Cimanuk Hulu: Desa Cintamanik, Kecamatan Sukawening, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Prosiding Lokakarya Pembahasan Hasil Penelitian 199/1995 dan Rencana Penelitian 1995/1996 : Analisis Agroekosistem dan Pengelolaan DAS Agustus 15 17; Bogor (ID). Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Hlm Arsyad S Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press. Arsyad S Pengawetan Tanah dan Air. Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Asdak C Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Dariah A, N.L Nurida dan Sutono Formulasi Bahan Pembenah Tanah untuk Rehabilitasi Lahan terdegradasi.prosiding Seminar Nasional Sumber Daya Lahan dan Lingkungan Pertanian.hlm Doorenbos J, Pruitt WO Crop Water Requirements. Rome : FAO Irrigation And Drainage Paper. Falkenmark M, Rockström J Balancing Water for Humans and Nature.London : Cromwell Press Handoko Klimatologi Dasar. Jakarta : PT Dunia Pustaka Jaya Harto, Sri Analisis Hidrologi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Hilel D Soil and Water, Physical Principles and Processes. New York : Academic Press. Husen H Berbagai Aspek Hukum Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Jakarta : Bumi Aksara. Manan, S Pengaruh Hutan Dan Manajemen Daerah Aliran Sungai. Bogor: IPB Press. Murdiyarso D Kebutuhan Air Tanaman ; Kapita Selekta dalam Agrometerologi. Direktorat Jenderal pendidikan Tinggi, departemen Pendidikan dan kebudayaan.

53 Nasir AA, Effendy S Neraca Air Agroklimatik. Makalah Pelatihan Bimbingan Pengamanan Tanaman Pangan dari Bencana Alam. Departemen Geometereologi, FMIPA IPB Bogor. Noeralam, A Teknik Pemanenan Air yang Efektif dalam Pengelolaan Lengas Tanah pada Usaha Tani Lahan kering.[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Pedoman Teknis Budai daya Tanaman Kopi (Coffea sp.). Jember (ID) : Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Prastowo Daya Dukung Lingkungan Aspek Sumberdaya Air.Working Paper P4W.Bogor : Crestpent Press Rustiadi, E., Barus, B., Prastowo, dan Iman, L. S Kajian Daya Dukung Lingkungan Hidup Provinsi Aceh. Jakarta :Crestpent Press. Randolph, John Environmental Land Use Planning and Management. Washington : Island Press. Seyhan, E Dasar dasar Hidrologi. Penerjemah : Ir. Sentot Subagyo. yogjakarta : Gadjah Mada University Press Subagyono, K., T. Vadari, R. L. Watung, Sukristiyonubowo, and F. Agus Managing Soil Erosion Control in Babon Catchment, Central Java, Indonesia: Toward community-based soil conservation measures. Proceeding International Soil Conservation Organization (ISCO 2004). Brisbane, Australia, 4-8 July Suripin Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta : Penerbit Andi. Thornthwaite CW, Mather JR Instruction and Table For Computing Potensial Evaotrasnpiration and Water Balance. New Jersey : Centerton 39

54 40 LAMPIRAN

55 36 Lampiran 1 Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase Luas (%) Kc STO (mm) C Hutan Kebun Campuran Padang Rumput Pemukiman Perkebunan Sawah Irigasi Sawah tadah Hujan Semak Tanah Rusak Tegalan/Ladang Luas Kc Tertimbang 0.8 STO tertimbang C tertimbang 0.47 Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total P ETP P-ETP APWL ST ST Eta Defisit Surplus Limpasan Pengisian Air tanah

56 42 36 Lampiran 2 Simulasi Neraca Air untuk Variasi Luas Hutan Komposisi Luas Hutan 100% Nilai Kc : 0.9 Kapasitas Cadangan Air Tanah : 200 mm Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total P Etp P-ETP APWL ST ST Eta Defisit Surplus Limpasan Pengisian Air Tanah Komposisi Luas Hutan 90% Nilai Kc : 0.87 Kapasitas Cadangan Air Tanah : 195 mm Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total P Etp P-ETP APWL ST ST Eta Defisit Surplus Limpasan Pengisian Air tanah

57 37 Lampiran 2 (lanjutan) Simulasi Neraca Air untuk Variasi Luas Hutan Komposisi Luas Hutan 80% Nilai Kc : 0.84 Kapasitas Cadangan Air Tanah : 190 mm Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total P Etp P-ETP APWL ST ST Eta Defisit Surplus Limpasan Pengisian Air tanah Komposisi Luas Hutan 70% Nilai Kc : 0.81 Kapasitas Cadangan Air Tanah :185 mm Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total P Etp P-ETP APWL ST ST Eta Defisit Surplus Limpasan Pengisian Air tanah

58 38 44 Lampiran 2 (lanjutan) Simulasi Neraca Air untuk Variasi Luas Hutan Komposisi Luas Hutan 60% Nilai Kc : 0.78 Kapasitas Cadangan Air Tanah : 180 mm Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total P Etp P-ETP APWL ST ST Eta Defisit Surplus Limpasan Pengisian Air tanah Komposisi Luas hutan 50% Nilai Kc : 0.75 Kapasitas Cadangan Air Tanah :175 mm Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total P Etp P-ETP APWL ST ST Eta Defisit Surplus Limpasan Pengisian Air tanah

59 39 Lampiran 2 (lanjutan) Simulasi Neraca Air untuk Variasi Luas Hutan Komposisi Luas Hutan 40% Nilai Kc : 0.72 Kapasitas Cadangan Air Tanah : 170 mm Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total P Etp P-ETP APWL ST ST Eta Defisit Surplus Limpasan Pengisian Air tanah Komposisi Luas Hutan 30% Nilai Kc : 0.69 Kapasitas Cadangan Air Tanah : 159mm Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total P Etp P-ETP APWL ST ST Eta Defisit Surplus Limpasan Pengisian Air tanah

60 46 40 Lampiran 2 (lanjutan) Simulasi Neraca Air untuk Variasi Luas Hutan Komposisi Luas Hutan 20% Nilai Kc : 0.69 Kapasitas Cadangan Air Tanah : 160 mm Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total P Etp P-ETP APWL ST ST Eta Defisit Surplus Limpasan Pengisian Air tanah ` Komposisi Luas Hutan 10% Nilai Kc : 0.63 Kapasitas Cadangan Air Tanah : 155 mm Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total P Etp P-ETP APWL ST ST Eta Defisit Surplus Limpasan Pengisian Air tanah

61 41 Lampiran 2 (lanjutan) Simulasi Neraca Air untuk Variasi Luas Hutan Komposisi Luas Hutan 0% Nilai Kc : 0.6 Kapasitas Cadangan Air Tanah : 150 mm Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total P Etp P-ETP APWL ST ST Eta Defisit Surplus Limpasan Pengisian Air tanah

62 Lampiran 5 Peta Rawan Bencana 50 44

63 Lampiran 4 Peta Kemiringan Lahan 43 49

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Daerah Aliran Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Daerah Aliran Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Menurut Manan (1976) Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat didefinisikan sebagai areal yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ASPEK SUMBERDAYA AIR DI KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT LIBNA CHAIRA

KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ASPEK SUMBERDAYA AIR DI KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT LIBNA CHAIRA KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ASPEK SUMBERDAYA AIR DI KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT LIBNA CHAIRA DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SIKLUS HIDROLOGI 2.2 DAERAH ALIRAN SUNGAI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SIKLUS HIDROLOGI 2.2 DAERAH ALIRAN SUNGAI II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SIKLUS HIDROLOGI Persediaan air segar dunia hampir seluruhnya didapatkan dalam bentuk hujan sebagai hasil dari penguapan air laut. Proses proses yang tercakup dalam peralihan uap

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4 DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Pengesahan Skripsi... ii Halaman Pernyataan... iii Halaman Persembahan... iv Kata Pengantar... vi Daftar Isi... vii Daftar Tabel... ix Daftar Gambar... x Daftar

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS SIMPAN AIR PADA DAS CISARUA, KABUPATEN BOGOR ABDUL AZIZ

ANALISIS KAPASITAS SIMPAN AIR PADA DAS CISARUA, KABUPATEN BOGOR ABDUL AZIZ ANALISIS KAPASITAS SIMPAN AIR PADA DAS CISARUA, KABUPATEN BOGOR ABDUL AZIZ DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS MONEV TATA AIR DAS ESTIMASI KOEFISIEN ALIRAN Oleh: Agung B. Supangat Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Jl. A.Yani-Pabelan PO Box 295 Surakarta Telp./fax. (0271)716709, email: maz_goenk@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin lama semakin meningkat telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan. Salah satu permasalahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ASPEK SUMBERDAYA AIR DI KABUPATEN BOGOR MUHAMMAD RAMDAN SHALIHUDIN

KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ASPEK SUMBERDAYA AIR DI KABUPATEN BOGOR MUHAMMAD RAMDAN SHALIHUDIN KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ASPEK SUMBERDAYA AIR DI KABUPATEN BOGOR MUHAMMAD RAMDAN SHALIHUDIN DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

ESTIMASI NERACA AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE MATTER. RAHARDYAN NUGROHO ADI BPTKPDAS

ESTIMASI NERACA AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE MATTER. RAHARDYAN NUGROHO ADI BPTKPDAS ESTIMASI NERACA AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE MATTER RAHARDYAN NUGROHO ADI (dd11lb@yahoo.com) BPTKPDAS Pendahuluan Analisis Neraca Air Potensi SDA Berbagai keperluan (irigasi, mengatur pola

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR..... ii DAFTAR ISI...... iv DAFTAR TABEL..... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN.... 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah. 7 C. Tujuan Penelitian......

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan bencana alam yang paling sering terjadi di dunia. Hal ini juga terjadi di Indonesia, dimana banjir sudah menjadi bencana rutin yang terjadi setiap

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 217 ISBN: 978 62 361 72-3 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Esa Bagus Nugrahanto Balai Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Hidrologi adalah ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam, yang meliputi bentuk berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan-perubahannya antara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Menurut Seyhan (1990), siklus atau daur hidrologi diberi batasan sebagai suksesi tahapan-tahapan yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN KAPASITAS SIMPAN AIR PADA DAS CISADANE HULU, JAWA BARAT ARRASYID MAULANA

ANALISIS PERUBAHAN KAPASITAS SIMPAN AIR PADA DAS CISADANE HULU, JAWA BARAT ARRASYID MAULANA ANALISIS PERUBAHAN KAPASITAS SIMPAN AIR PADA DAS CISADANE HULU, JAWA BARAT ARRASYID MAULANA DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 ii PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satu dari komoditas tanaman pangan yang penting di Indonesia selain padi dan jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki arti penting

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 44 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Paninggahan Berdasarkan analisis penggunaan lahan tahun 1984, 1992, 22 dan 27 diketahui bahwa penurunan luas lahan terjadi pada penggunaan lahan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016 73 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik,

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret-Agustus 2015 9 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan 3.3.2 Pengolahan Data Pengolahan data terdiri dari dua tahap, yaitu pendugaan data suhu Cikajang dengan menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997) dan penentuan evapotranspirasi dengan persamaan Thornthwaite

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi 4 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi Siklus hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang terjadi secara terus menerus, air

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi 2.1.1 Curah hujan rata-rata DAS Beberapa cara perhitungan untuk mencari curah hujan rata-rata daerah aliran, yaitu : 1. Arithmatic Mean Method perhitungan curah

Lebih terperinci

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat. 11 yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan komponen penting bagi proses kehidupan di bumi karena semua organisme hidup membutuhkan air dan merupakan senyawa yang paling berlimpah di dalam sistem

Lebih terperinci

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7) 7 Persamaan-persamaan tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik (Persamaan 5) yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam % volume. 3.3.5 Pengukuran Curah Hujan dan Tinggi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi 2.1. Alur Studi Alur studi kegiatan Kajian Tingkat Kerentanan Penyediaan Air Bersih Tirta Albantani Kabupaten Serang, Provinsi Banten terlihat dalam Gambar 2.1. Gambar 2.1. Diagram Alir Studi II - 1 2.2.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

ANALISA KETERSEDIAAN AIR ANALISA KETERSEDIAAN AIR 3.1 UMUM Maksud dari kuliah ini adalah untuk mengkaji kondisi hidrologi suatu Wilayah Sungai yang yang berada dalam sauatu wilayah studi khususnya menyangkut ketersediaan airnya.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

Kebutuhan Informasi Perencanaan Sumberdaya Air dan Keandalan Ketersediaan Air yang Berkelanjutan di Kawasan Perdesaan

Kebutuhan Informasi Perencanaan Sumberdaya Air dan Keandalan Ketersediaan Air yang Berkelanjutan di Kawasan Perdesaan Kebutuhan Informasi Perencanaan Sumberdaya Air dan Keandalan Ketersediaan Air yang Berkelanjutan di Kawasan Perdesaan M. Yanuar J. Purwanto a dan Sutoyo b Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F

OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F14102075 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Kebutuhan Tanaman Padi UNIT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Evapotranspirasi (Eto) mm/hr 3,53 3,42 3,55 3,42 3,46 2,91 2,94 3,33 3,57 3,75 3,51

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam esensial, yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan air, maka bumi menjadi planet dalam tata surya yang memiliki

Lebih terperinci

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*) PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS Oleh: Suryana*) Abstrak Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan secara integratif dari komponen biofisik dan sosial budaya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN Jonizar 1,Sri Martini 2 Dosen Fakultas Teknik UM Palembang Universitas Muhammadiyah Palembang Abstrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi dan Neraca air Menurut Mori (2006) siklus air tidak merata dan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan atmosfir, angin, dan lain-lain) dan kondisi

Lebih terperinci

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai.

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai. 6 KAT i = KAT i-1 + (CH-ETp) Hingga kandungan air tanah sama dengan kapasitas lapang yang berarti kondisi air tanah terus mencapai kondisi kapasitas lapang. Dengan keterangan : I = indeks bahang KL =Kapasitas

Lebih terperinci

Penentuan Masa Tanam Kacang Hijau Berdasarkan Analisis Neraca Air di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara

Penentuan Masa Tanam Kacang Hijau Berdasarkan Analisis Neraca Air di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara Penentuan Masa Tanam Kacang Hijau Berdasarkan Analisis Neraca Air di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara Musyadik 1), Agussalim dan Pungky Nungkat 2) 1) BPTP Sulawesi Tenggara 2) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Curah Hujan Data curah hujan yang terekam pada alat di SPAS Cikadu diolah menjadi data kejadian hujan harian sebagai jumlah akumulasi curah hujan harian dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS

MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang meliputi semua benda penyusun biosfer (atmosfer, tanah dan batuan induk, topografi, air, tumbuhtumbuhan dan binatang),

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat mengandung pengertian yang mendalam, bukan hanya berarti penambahan pembangunan

Lebih terperinci

III. DATA DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 2.11 Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen

III. DATA DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 2.11 Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen 7 radiasi surya, suhu udara, kecepatan angin, dan kelembaban udara dalam penentuan evapotranspirasi. Sedangkan faktor tanah yang mempengaruhi seperti tekstur, kedalaman tanah, dan topografi. Kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai

TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat didefinisikan sebagai areal yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan yang

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan No Makalah : 1.17 EROSI LAHAN DI DAERAH TANGKAPAN HUJAN DAN DAMPAKNYA PADA UMUR WADUK WAY JEPARA Dyah I. Kusumastuti 1), Nengah Sudiane 2), Yudha Mediawan 3) 1) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 ABSTRAK DADAN SUHENDAR. Dampak Perubahan

Lebih terperinci

Analisis Neraca Air di Kecamatan Sambutan - Samarinda

Analisis Neraca Air di Kecamatan Sambutan - Samarinda Jurnal AGRIFOR Volume XII Nomor 1, Maret 2013 ISSN : 1412 6885 Analisis Neraca Air di Kecamatan Sambutan - Samarinda (Water Balance Analysis at Kecamatan Sambutan - Samarinda) 1 Program Studi Teknik Sipil,

Lebih terperinci

AKIBAT PERUBAHAN KAPASITAS SIMPAN AIR PEMBANGUNAN KAWASAN BOGOR NIRWANA RESIDENCE SKRIPSI. Oleh : LISMA SAFITRI F

AKIBAT PERUBAHAN KAPASITAS SIMPAN AIR PEMBANGUNAN KAWASAN BOGOR NIRWANA RESIDENCE SKRIPSI. Oleh : LISMA SAFITRI F AKIBAT PERUBAHAN KAPASITAS SIMPAN AIR PEMBANGUNAN KAWASAN BOGOR NIRWANA RESIDENCE SKRIPSI Oleh : LISMA SAFITRI F14053278 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIANN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI SUMBER AIR BERSIH PDAM JAYAPURA Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT Nohanamian Tambun 3306 100 018 Latar Belakang Pembangunan yang semakin berkembang

Lebih terperinci

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON Christy C.V. Suhendy Dosen Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon e-mail: cherrzie@yahoo.com ABSTRACT Changes in land use affects water availability

Lebih terperinci

ANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH

ANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH ANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH Wenas Ganda Kurnia, Laura Prastika Stasiun Pemantau Atmosfer Global Lore Lindu Bariri Palu Email: gaw.lorelindubariri@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM Dalam suatu penelitian dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar penelitian agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam analisis penelitian yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Daerah Irigasi Lambunu Daerah irigasi (D.I.) Lambunu merupakan salah satu daerah irigasi yang diunggulkan Propinsi Sulawesi Tengah dalam rangka mencapai target mengkontribusi

Lebih terperinci

NERACA AIR METEOROLOGIS DI KAWASAN HUTAN TANAMAN JATI DI CEPU. Oleh: Agung B. Supangat & Pamungkas B. Putra

NERACA AIR METEOROLOGIS DI KAWASAN HUTAN TANAMAN JATI DI CEPU. Oleh: Agung B. Supangat & Pamungkas B. Putra NERACA AIR METEOROLOGIS DI KAWASAN HUTAN TANAMAN JATI DI CEPU Oleh: Agung B. Supangat & Pamungkas B. Putra Ekspose Hasil Penelitian dan Pengembangan Kehutanan BPTKPDAS 212 Solo, 5 September 212 Pendahuluan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifatsifatnya dan hubungan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

Klasifikasi Iklim. Klimatologi. Meteorology for better life

Klasifikasi Iklim. Klimatologi. Meteorology for better life Klasifikasi Iklim Klimatologi Klasifikasi?? Unsur-unsur iklim tidak berdiri sendiri tetapi saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Terdapat kecenderungan dan pola yang serupa apabila faktor utama

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN BERBASIS NERACA AIR DI KABUPATEN SERANG, BANTEN RATU RIMA NOVIA RAHMA

KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN BERBASIS NERACA AIR DI KABUPATEN SERANG, BANTEN RATU RIMA NOVIA RAHMA KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN BERBASIS NERACA AIR DI KABUPATEN SERANG, BANTEN RATU RIMA NOVIA RAHMA DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan Lahan Aktual Berdasarkan hasil interpretasi citra satelit Landsat ETM 7+ tahun 2009, di Kabupaten Garut terdapat sembilan jenis pemanfaatan lahan aktual. Pemanfaatan lahan

Lebih terperinci

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2014 KEMENHUT. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Evaluasi. Monitoring. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 61 /Menhut-II/2014 TENTANG MONITORING

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-1 BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-2 Metodologi dalam perencanaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN 4.1. Perencanaan Pengelompokan Area Kelurahan Kedung Lumbu memiliki luasan wilayah sebesar 55 Ha. Secara administratif kelurahan terbagi dalam 7 wilayah Rukun Warga (RW) yang

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hidrologi Siklus hidrologi menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Selama berlangsungnya Siklus hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah permukaan bumi sebagai tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang mempunyai

Lebih terperinci

Studi Kasus Penggunaan Sumber Daya Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Ketibung Kabupaten Lampung Selatan

Studi Kasus Penggunaan Sumber Daya Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Ketibung Kabupaten Lampung Selatan Studi Kasus Penggunaan Sumber Daya Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Ketibung Kabupaten Lampung Selatan Sumiharni 1) Amril M. Siregar 2) Karina H. Ananta 3) Abstract The location of the watershed that

Lebih terperinci