KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN BERBASIS NERACA AIR DI KABUPATEN SERANG, BANTEN RATU RIMA NOVIA RAHMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN BERBASIS NERACA AIR DI KABUPATEN SERANG, BANTEN RATU RIMA NOVIA RAHMA"

Transkripsi

1 KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN BERBASIS NERACA AIR DI KABUPATEN SERANG, BANTEN RATU RIMA NOVIA RAHMA DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Daya Dukung Lingkungan Berbasis Neraca Air di Kabupaten Serang, Banten adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014 Ratu Rima Novia Rahma NIM F

4

5 ABSTRAK RATU RIMA NOVIA RAHMA. Kajian Daya Dukung Lingkungan Berbasis Neraca Air di Kabupaten Serang, Banten. Dibimbing oleh PRASTOWO. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), aspek keberlanjutan lingkungan hidup merupakan salah satu prinsip yang penting. Pengkajian terhadap daya dukung lingkungan di Kabupaten Serang dilakukan untuk menggambarkan kondisi kemampuan lingkungan khususnya sumberdaya air.analisis daya dukung lingkungan aspek sumberdaya air dilakukan melalui empat hirarki meliputi penetapan status daya dukung lingkungan berbasis neraca air, kajian sumberdaya iklim untuk pertanian, analisis potensi suplai air, dan kajian indikator degradasi sumberdaya air. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis empat hirarki DDL berbasis neraca air di Kabupaten Serang sertamengkaji muatan lingkungan dalam dokumen RTRW Kabupaten Serang berdasarkan analisis DDL berbasis neraca air. Berdasarkan rasio supply demand status daya dukung lingkungan di Kabupaten Serang dalam satu tahun dengan angka rasio sebesar 1.15 termasuk kategori aman bersyarat. Kabupaten Serang terklasifikasi tipe agroklimat B2 menurut Oldeman. Hasil dari analisis neraca air menunjukkan pada bulan-bulan kering seperti Juli, Agustus, dan September terdapat defisit curah hujan untuk mencukupi kebutuhan tanaman secara berturut-turut sebesar 11 mm/bulan, 64 mm/bulan, dan 35 mm/bulan. Limpasan dan pengisian air tanah terdapat pada rentang bulan Oktober hingga Juni. Diketahui bahwa untuk skenario hutan, proporsi luas hutan yang minimum adalah 30% dan ideal 45%. Ketersediaan air permukaan yaitu Sungai Ciujung masih dapat memenuhi total kebutuhan air per bulan Kabupaten Serang. Kata kunci:daya dukung lingkungan, limpasan, neraca air, pengisian air tanah ABSTRACT RATU RIMA NOVIA RAHMA. Assessment of Environmental Carrying Capacity Based on Water Balance in Kabupaten Serang, Banten. Supervised by PRASTOWO. In the Spatial Planning Document (RTRW), environmental sustainability is one of the important principles. The assessment of environmental carrying capacity in Kabupaten Serang conducted to describe the condition of the environment, especially on water resources. The analysis of environmental carrying capacity of water resource aspectsconducted through four hierarchy includes the status of environmental carrying capacity based on water balance, agroclimate resources assessment, water supply potential analysis, and assessment of water resource degradation indicators. The purpose of this research is analyzing the four hierarchical of environmental carrying capacity based on water balance in Serang and to assess the environmental charges in Serang spatial planning documents based on water balance analysis. Supply-demand ratio obtained that the status of Serang environmental carrying capacity is on conditional sustain with the rate ratio is Serang classified to the type of agro-climatic Oldeman B2. The results of the water balance analysis showed that in July-September there are

6 rainfall deficits, wich is 11 mm/month, 64 mm/month, and 35 mm/month and rainfall surpluses occur from November to June. The runoff and recharging groundwater contained in the span of October to June. The minimum proportion of forest area is 30 %, and ideal is 45%. The availability of surface water from Ciujung river can still meet the total requirement of water per month in Serang. Keywords:environmental carrying capacity, runoff, recharging groundwater, water balance

7 KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN BERBASIS NERACA AIR DI KABUPATEN SERANG, BANTEN RATU RIMA NOVIA RAHMA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8

9 Judul Skripsi :Kajian Daya Dukung Lingkungan Berbasis Neraca Air di Kabupaten Serang, Banten Nama : Ratu Rima Novia Rahma NIM : F Disetujui oleh Dr. Ir. Prastowo, M.Eng Pembimbing Skripsi Diketahui oleh Prof. Dr Ir Budi Indra Setiawan, M.Agr Ketua Departemen Tanggal Lulus:

10

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini adalahdaya dukung lingkungan, dengan judul Kajian Daya Dukung Lingkungan Berbasis Neraca Air di Kabupaten Serang, Banten. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir.Prastowo, M.Eng selaku dosen pembimbingakademik yang telah membimbing dan memberikan arahan dalam penyusunan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Badan Perencanaan dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Kabupaten Serang, Badan Besar Wilayah Sungai Citarum, Ciujung, dan Cidurian (BBWSC3) yang telah membantu selama pengumpulan data. Terima kasih juga disampaikan kepada: 1. Ayah Ir. Tb. Rizal Andriaz, mama Hj. Ma wah, adik Ratu Tasya Andriani dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. 2. Sahabat-sahabat terbaiksiti Utami Dwi Putri, Panji Prasetyo Wicaksono, Mayasari, dan Fasih Huda Wira Tama. 3. Rekan-rekan satu bimbingan Libna Chaira, Melinda, Annette A. Sihombing dan Anisa Ayu Artati yang telah berjuang bersama. 4. Sahabat GP (Ria, Ida, Cindhy), dan teman-teman SIL 47 atas dukungan dan persahabatan yang luar biasa selama tiga tahun ini. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Juni 2014 Ratu Rima Novia Rahma

12

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 3 Ruang Lingkup Penelitian 3 TINJAUAN PUSTAKA 3 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 3 Kondisi Umum Kabupaten Serang 4 Status Daya Dukung Lingkungan 4 Sumberdaya Iklim Untuk Pertanian (Agroklimatologi) 6 Potensi Suplai Air 7 Neraca Air, Limpasan, dan Pengisian Air Tanah 10 Indikator Degradasi Lingkungan 11 METODE 12 Bahan 12 Alat 12 Analisis Data 12 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 Status Daya Dukung Lingkungan 14 Sumberdaya Iklim Untuk Pertanian (Agroklimatologi) 16 Neraca Air, Limpasan, dan Pengisian Air Tanah 19 Potensi Air Permukaan 23 Indikator Degradasi Lingkungan 25 Kajian Muatan Lingkungan dalam RTRW 29 SIMPULAN DAN SARAN 32 Simpulan 32

14 Saran 33 DAFTAR PUSTAKA 34 LAMPIRAN 33 RIWAYAT HIDUP 54

15 DAFTAR TABEL 1 Penjabaran tipe-tipe iklim Oldeman 7 2 Koefisien tanaman (Kc) 9 3 Koefisien tanaman, kapasitas limpasan, dan kapasitas simpan air 20 4 Perhitungan neraca air Kabupaten Serang 21 5 Perhitungan limpasan dan pengisian air tanah 22 6 Debit andalan per bulan Sungai Ciujung 24 7 Besar penurunan jumlah tanah tererosi 28 DAFTAR GAMBAR 1 Segitiga Oldeman 6 2 Kerangka penelitian 14 3 Penetapan status daya dukung lingkungan Kabupaten Serang dengan menggunakan nomogram 16 4 Peta curah hujan Kabupaten Serang 17 5 Grafik curah hujan rata-rata bulanan 19 6 Kurva perbandingan CH andalan, ETP, dan ET Aktual 21 7 Kurva skenario proporsi luas hutan 22 8 Kurva perbandingan debit sungai dan kebutuhan air 24 9 Skema sempadan sungai (Sumber: Maryono, 2007) Potongan melintang longsoran rotasi Peta tutupan lahan DAS Ciujung 27 DAFTAR LAMPIRAN 1 Tabel perhitungan nilai curah hujan andalan (mm) dengan 35 Metode W.Bull ( ) 2 Tabel perhitungan nilai debit andalan (mm) dengan Metode W.Bull 36 ( ) 3 Data Iklim rata-rata Stasiun BMKG Serang 37 4 Nilai evapotranspirasi potensial (mm) pada skenario komposisi luas 38 hutan 5 Perhitungan nilai koefisien tanaman tertimbang, kapasitas simpan 39 air, koefisien limpasan tertimbang 6 Perhitungan neraca air Kabupaten Serang 40 7 Perhitungan neraca air komposisi luas hutan 41 8 Perhitungan kebutuhan air Kabupaten Serang 52 9 Peta rawan bencana banjir Kabupaten Serang Peta rawan bencana tanah longsor Kabupaten Serang 54

16

17 PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007, penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalahsebuah wujud formal kebijakan, rencana, dan program (KRP) yang menjadi acuan dalam pengaturan penataan ruang suatu wilayah. Menurut tingkat administrasi pemerintahan, perencanaan tata ruang dilaksanakan secara berhirarki mulai dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK). Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) bertujuan untuk mewujudkan ruang kehidupan yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Oleh karena itu, aspek keberlanjutan lingkungan hidup (environmental sustainability) merupakan salah satu prinsip yang inheren dalam setiap tahapan penataan ruang, sehingga segala kebijakan, rencana, dan program (KRP) yang dibuat harus mengedepankan pertimbangan-pertimbangan lingkungan. Namun demikian, pada kenyataannya degradasi lingkungan terus terjadi dan tidak dapat dicegah ataupun dikendalikan seiring dengan meningkatnya aktivitas pembangunan. Hal ini terjadi karena pada proses regulasi KRP tidak memperhatikan aspek daya dukung lingkungan. Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007, daya dukung lingkungan adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain. Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan cara mengetahui kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung kegiatan manusia/penduduk yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup. Besarnya kapasitas tersebut di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan dan karakteristik sumber daya. Salah satu aspek sumberdaya yang harus dikaji dalam analisis daya dukung lingkungan adalah sumberdaya air. Menurut Prastowo (2010), analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air pada suatu wilayah dapat dilakukan melalui 4 (empat) hirarki analisis, yaitu meliputi penetapan status daya dukung lingkungan, kajian sumberdaya iklim untuk pertanian, analisis potensi suplai air, dan kajian indikator degradasi sumberdaya air.analisis neraca air merupakan salah satu metode untuk mengkaji kondisi agroklimatik suatu wilayah. Neraca air sebagai rincian tentang masukan (input), keluaran (output) dan perubahan simpanan air yang terdapat pada suatu lingkungan tertentu selama periode waktu tertentu. Salah satu metode perhitungan neraca air yang sering digunakan adalah neraca air Thornthwaite. Analisis neraca air Thornthwaite memerlukan input data curah hujan (CH), evapotranspirasi potensial (ETP), kandungan air tanah pada kapasitas lapang (KL), dan kandungan air pada titik layu permanen (TLP) untuk mengetahui kondisi surplus dan defisit air pada bulan-bulan tertentu. Dalam sebuah RTRW, penentuan status daya dukung lingkungan dan kajian sumberdaya iklim untuk pertanian merupakan salah satu unsur yang wajib dimasukan, sementara potensi suplai air dan indikator degradasi lingkungan harus menjadi pertimbangan dalam KRP di RTRW tersebut. Status daya dukung

18 2 lingkungan berbasis neraca air menggambarkan ketersediaan air hujan untuk memenuhi seluruh kebutuhan air untuk manusia (water footprint) pada suatu wilayah. Kajian sumberdaya iklim untuk pertanian dimaksudkan untuk memberi gambaran ketersediaan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air untuk pertanian, khususnya tanaman pangan dan hortikultura pada wilayah tertentu. Analisis potensi suplai air diperlukan untuk mengetahui berbagai skenario kondisi tutupan hutan, terkait dengan parameter CHlebih, limpasan dan pengisian air tanah. Selain itu, anal isis ini juga perlu dilakukan untuk mengetahui ketersediaan air permukaan dan airtanah, untuk memenuhi kebutuhan air pertanian, domestik, industri, dan PLTA, melalui pengembangan prasarana sistem suplai air. Kabupaten Serang merupakan salah satu dari delapan kabupaten/kota yang ada di Provinsi Banten. Secara geografis Kabupaten Serang terletak pada koordinat Lintang Selatan dan Bujur Timur. Kabupaten Serang merupakan ibukota Provinsi Banten yang konsisten dalam menyusun dokumen RTRW di setiap periodenya. Namun demikian muatan lingkungan yang terangkum dalam dokumen RTRW belum memenuhi standar yang telah ditentukan. Pengkajian terhadap daya dukung lingkungan di Kabupaten Serang dilakukan untuk menggambarkan kondisi kemampuan lingkungan khususnya sumberdaya air sehingga dapat dijadikan dasar KRP yang terangkum dalam dokumen RTRW. Perumusan Masalah Daya dukung lingkungan adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain. Analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air dilakukan untuk mengetahui kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung kegiatan manusia/penduduk yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup. Aktivitas manusia sangat mempengaruhi tingkat daya dukung lingkungan suatu wilayah. Terjadinya degradasi daya dukung lingkungan dapat diakibatkan oleh tata guna lahan yang tidak sesuai, seperti menurunnya luas hutan, kerusakan sungai, semakin bertambahnya areal pemukiman, dan lain sebagainya sehingga menyebabkan wilayah tersebut tidak lagi mampu mendukung aktivitas hidup manusia. Oleh karena itu penting adanya kajian muatan lingkungan dalam kebijakan, rencana, dan program (KRP) untuk merumuskan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Tujuan Penelitian Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah: 1. Menganalisis 4 (empat) hirarki Daya Dukung Lingkungan (DDL) berbasis neraca air di Kabupaten Serang, Banten. 2. Mengkaji muatan lingkungan dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Serang, Banten berdasarkan analisis Daya Dukung Lingkungan (DDL) berbasis neraca air.

19 3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Serang. Sebagai informasi penting ataupun bahan perencanaan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di masa yang akan datang berkaitan dengan daya dukung lingkungan dan analisis neraca air Kabupaten Serang. Penelitian ini memberikan masukan tentang muatan lingkungan dalam dokumen RTRW sehingga diharapkan dapat berguna sebagai acuan pengelolaan tata guna lahan dan kawasan secara tepat. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi hanya pada analisis empat hirarki daya dukung lingkungan meliputi status daya dukung lingkungan, sumberdaya iklim untuk pertanian, potensi suplai air, dan indikator degradasi lingkungan pada Kabupaten Serang. Analisa dititik beratkan pada analisis neraca air yang nantinya akan dibandingkan dengan muatan lingkungan yang terdapat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Serang. TINJAUAN PUSTAKA Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) RTRW merupakan rencana tata ruang yang bersifat umum yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah, rencana struktur ruang, rencana pola ruang, penetapan kawasan strategis, arahan pemanfaatan ruang, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah baik tingkat nasional (RTRWN), provinsi (RTRWP) maupun RTRW kabupaten/kota. Tujuan RTRW merupakan arahan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang pada aspek keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Penyusunan RTRW Kabupaten dilakukan dengan berazaskan kaidah-kaidah perencanaan antara lain keselarasan, keserasian, keterpaduan, kelestarian, keberlanjutan serta keterkaitan antar wilayah baik di dalam propinsi maupun dengan propinsi sekitarnya. Sesuai dengan UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang, RTRW Kabupaten berisi tentang: 1. Tujuan penataan ruang kabupaten, kebijakan dan strategi pengembangan wilayah kabupaten 2. Rencana struktur ruang kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten 3. Rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten 4. Penetapan kawasan strategis kabupaten 5. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan, dan

20 4 6. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi Perencanaan tata ruang dalam RTRW juga harus disusun dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan, sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 22 ayat (1) UU 24/1992 Tentang Penataan Ruang. Perhatian terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan dimaksudkan agar pemanfaatan ruang tidak sampai melampau batas-batas kemampuan lingkungan hidup dalam mendukung dan menampung aktivitas manusia tanpa mengakibatkan kerusakan lingkungan. Kemampuan tersebut mencakup kemampuan dalam menyediakan ruang, kemampuan dalam menyediakan sumberdaya alam, dan kemampuan untuk melakukan perbaikan kualitas lingkungan apabila terdapat dampak yang mengganggu keseimbangan ekosistem. Kondisi Umum Kabupaten Serang Kabupaten Serang merupakan salah satu dari delapan kabupaten/kota di Provinsi Banten, terletak di ujung barat bagian utara Pulau Jawa dan merupakan pintu gerbang utama yang menghubungkan Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa dengan jarak 70 km dari Kota Jakarta, Ibukota Indonesia. Secara geografis, wilayah Kabupaten Serang terletak pada koordinat Lintang Selatan dan Bujur Timur. Jarak terpanjang menurut garis lurus dari utara ke selatan adalah sekitar 60 km dan jarak terpanjang dari barat ke timur adalah sekitar 90 km, sedangkan kedudukan secara administratif berbatasan dengan sebelah utara dibatasi oleh Laut Jawa, sebelah timur dibatasi oleh Kabupaten Tangerang, sebelah selatan dibatasi oleh Kota Cilegon dan Selat Sunda, serta sebelah barat dibatasi oleh Kabupaten Lebak dan Pandeglang Luas wilayah Kabupaten Serang secara administratif tercatat km 2 dan terdiri dari 34 wilayah kecamatan, 353 desa, dan 20 kelurahan. Temperatur udara rata-rata kabupaten Serang adalah 26.3 o C dengan kisaran rata-rata 23.1 o C 31.3 o C. Kadar kelembaban udara sangat tinggi yaitu sekitar 78%, sedangkan angin barat bertiup pada bulan Desember hingga April dan angin timur bertiup pada bulan Mei hingga Oktober serta angin peralihan pada bulan April hingga September. Wilayah Kabuparen Serang berada dalam kisaran ketinggian antara m dari permukaan laut (dpl) dan pada umumnya tergolong pada kelas topografi lahan dataran dan bergelombang. Ketinggian 0 m dari permukaan laut (dpl) membentang dari Kecamatan Tirtayasa sampai Kecamatan Cinangka di Pantai Barat Selat Sunda. Ketinggian 1778 m dari permukaan laut (dpl) terdapat di Puncak Gunung Karang yang terletak di sebelah selatan perbatasan dengan Kabupaten Pandeglang. Pada umumnya (>97.5%) wilayah Kabupaten Serang berada pada ketinggian kurang dari 500 m dari permukaan laut (dpl). Status Daya Dukung Lingkungan Konsepdaya dukungmerupakan indikatorkeberlanjutanhidup suatu wilayah. Daya dukung harus dapat mempertahankan ekosistem yang ada.oleh karena itu,

21 penelitianharusmenghitungkuantitas sumber dayadandaya dukung lingkunganyang dibutuhkan, serta mengevaluasi kebutuhan ekosistem untuk mencapai kehidupan yang berkelanjutan (Xia J, 2002). Daya dukung lingkungan menunjukkan perbandingan antara kebutuhan dan ketersediaan air di suatu wilayah. Menurut Van Den Bergh dan Grazi (2013), kebutuhan hidup manusia dari lingkungan dapat dinyatakan dalam luas area yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan manusia. Luas area untuk mendukung kehidupan manusia ini disebut jejak ekologi (ecological footprint). Untuk mengetahui tingkat keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan, kebutuhan hidup manusia kemudian dibandingkan dengan luas aktual lahan produktif. Perbandingan antara jejak ekologi dengan luas aktual lahan produktif ini kemudian dihitung sebagai perbandingan antara lahan tersedia dan lahan yang dibutuhkan. Carrying capacity atau daya dukung lingkungan mengandung pengertian kemampuan suatu tempat dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara optimum dalam periode waktu yang panjang. Daya dukung lingkungan dapat pula diartikan kemampuan lingkungan memberikan kehidupan organisme secara sejahtera dan lestari bagi penduduk yang mendiami suatu kawasan. Analisis daya dukung lingkungan air membandingkan antara ketersediaan air hujan(nilai CHandalan) dengan waterfootprint atau kebutuhan air masyarakat. Kriteria status daya dukung lingkungan dinyatakan dengan surplus-defisit neraca airdan rasio supply/demand. Untuk menetapkan status daya dukung lingkungan, data yang dibutuhkan adalah data jumlah dan kepadatan penduduk untuk menentukan jumlah kebutuhan air dengan water footprint, dan data curah hujan andalan bulanan untuk menentukan jumlah ketersediaan air dengan metode W. Bull. Water footprint dapat merepresentasikan jumlah volume air yang dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan suatu populasi. Hoekstra dan Chapagain (2007) mendefinisikan waterfootprint adalah total volume air yang digunakan dan dikonsumsi oleh individu. Nilai water footprint umumnya dinyatakan dalam satuan volume air yang digunakan setiap tahunnya. Menurut Prastowo (2010), ketersediaan air yang dinyatakan sebagai CH andalan dihitung dengan peluang kejadian hujan 50%, dengan metode perhitungan yang lazim digunakan, seperti metode Hazen, metode Gumbel, atau metode lainnya. Untuk keperluan analisis ketersediaanair harus menggunakan data curah hujan dan data iklim yang representative, yangdapat diperoleh dari stasiun iklim terdekat, minimal data 10 tahun terakhir.perhitungan kebutuhan air dapat dihitung dari hasil konversi terhadap kebutuhan hidup layak, dengan menggunakan rumus sebagai berikut : DA = N x KHLA (1) dimana : DA : Total kebutuhan air (m 3 /tahun) N : Jumlah penduduk (jiwa) KHLA : Kebutuhan air untuk hidup layak (1600 m 3 air/kapita/tahun) 2 x 800 m 3 air/kapita/tahun, dimana 800 m 3 air/kapita/tahun adalah kebutuhan air untuk keperluan domestik dan untuk menghasilkan pangan. Sedangkan 2.0 adalah faktor koreksi untuk memperhitungkan kebutuhan hidup layak yang mencakup kebutuhan pangan, domestik dan lainnya. 5

22 6 Kriteria penetapan status DDL-air dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1. Rasio supply/demand > 2 : aman (sustain) 2. Rasio supply/demand 1~2 : aman bersyarat (conditional sustain) 3. Rasio supply/demand <1 : telah terlampaui (overshoot) Sumberdaya Iklim Untuk Pertanian (Agroklimatologi) Dalam kaitannya dengan kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman, Oldeman membuat sistem baru dalam klasifikasi iklim yang dihubungkan dengan pertanian menggunakan unsur iklim hujan. Klasifikasi iklim ini diarahkan kepada tanaman pangan seperti padi dan palawija. Oldeman membuat dan menggolongkan tipe-tipe iklim di Indonesia berdasarkan pada kriteria bulan-bulan basah dan bulan-bulan kering secara berturut-turut. Kriteria dalam klasifikasi iklim didasarkan pada perhitungan bulan basah (BB), bulan lembab (BL) dan bulan kering (BK) dengan batasan memperhatikan peluang hujan, hujan efektif dan kebutuhan air tanaman. Menurut sistem klasifikasi Oldeman, suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm. Lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis/varietas yang digunakan, sehingga periode 5 bulan basah berurutan dalan satu tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9 bulan basah maka petani dapat melakukan 2 kali masa tanam. Jika kurang dari 3 bulan basah berurutan, maka tidak dapat membudidayakan padi tanpa irigasi tambahan (Sudrajat, 2009). Oldeman membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi dalam setahun. Sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun. Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu zone A, zone B, zone C, zone D dan zone E sedangkan pemberian nama sub zone berdasarkan angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3 sub 4 dan sub 5. Gambar 1Segitiga Oldeman

23 Menurut Kartasapoetra (2004), klasifikasi tipe iklim Oldeman untuk suatu daerah tertentu dapat dibuat jika mempunyai cukup banyak stasiun/pos hujan. Data yang dipergunakan adalah data curah hujan bulanan selama 10 tahun atau lebih yang diperoleh dari sejumlah stasiun/pos hujan yang kemudian dihitung rata-ratanya. Hasil klasifikasi Oldeman dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan pertanian, seperti penentuan permulaan masa tanam, penentuan pola tanam dan intensitas penanaman. Penjabaran tibe-tipe iklim Oldeman terdapat pada Tabel 1. Tabel 1Penjabaran tipe-tipe iklim Oldeman 7 Tipe Agroklimat A1,A2 B1 B2 C1 C2, C3, C4 D1 D2, D3, D4 Penjelasan Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang tahun Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim tanam yang baik dan produksi tinggi bila panen pada musim kemarau Dapat menanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim kering yang pendek cukup untuk tanaman palawija Tanaman padi hanya dapat ditanam sekali setahun dan palawija dapat dua kali setahun Setahun hanya dapat satu kali padi dan penanaman palawija yang kedua harus hati - hati jangan jatuh pada bulan kering Tanam padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi bias tinggi karena fluks radiasi tinggi, dan waktu untuk menanam palawija cukup Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun, tergantung pada adanya persediaan airirigasi Daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palawija, E itupun tergantung adanya hujan Sumber: Oldeman (1980) dalam Prastowo (2010) Potensi Suplai Air Menurut Prastowo (2010), analisis potensi suplai air diperlukan untuk mengetahui hubungan antara berbagai skenario kondisi tutupan hutan dengan parameter CHlebih, limpasan dan pengisian air tanah. Selain itu, analisis ini juga perlu dilakukan untuk mengetahui ketersediaan air permukaan dan airtanah, untuk memenuhi kebutuhan air pertanian, domestik, industri, dan PLTA, melalui pengembangan prasarana sistem suplai air. Untuk keperluan analisis potensi suplai air, data yang dibutuhkan adalah evapotranspirasi dan kapasitas simpan air. Evapotranspirasi adalah penguapan yang terjadi di permukaan lahan, yang meliputi permukaan tanah dan tanaman yang tumbuh dipermukaan tersebut. Dalam bidang pertanian, evapotranspirasi diartikan sebagai kebutuhan air untuk tanaman. Kebutuhan air untuk tanaman adalah suatu gambaran besarnya kebutuhan air untuk keperluan tumbuhnya tanaman sampai tanaman siap panen. Evapotranspirasi dibedakan menjadi dua, yaitu evapotranspirasi aktual dan evapotranspirasi potensial.

24 8 Evapotranspirasi aktual adalah kebutuhan air untuk tanaman yang terjadi di suatu daerah. Kebutuhan air tanaman berbeda beda tergantung pada jenis tanaman, keadaan medan tanah, sifat-sifat tanah, cara pemberian air, pengolahan tanah, iklim, waktu tanam (pola tanaman), kandungan air tanah, efisiensi irigasi, curah hujan efektif, koefisien tanaman bulanan, pemakaian air konsumtif, perkolasi, kebutuhan air untuk tanaman, dan kebutuhan air di sawah. Evapotranspirasi potensial dapat diartikan sebagai kemampuan atmosfer untuk mengambil air melalui proses evaporasi dan transpirasi dengan asumsi tidak ada kontrol mengenai keberadaan air (air melimpah). ET potensial juga dapat diartikan sebagai kondisi maksimum kemungkinan tanaman mengalami proses evapotranspirasi dengan kondisi meteorologi lingkungan dan fisiologi tanaman sebagai parameter (Triatmodjo, 2010). Evapotranspirasi potensial umumnya diduga dari unsur-unsur iklim. Beberapa contoh pendugaan besarnya evapotranspirasi yang telah dikembangkan adalah metode Blaney Criddle, metode Thonthwaite, metode keseimbangan energi, metode Penman, metode korelasi dengan pengukuran evaporasi dan metode radiasi serta metode Penman-Monteith. Menurut Doorenbos and Pruitt (1977) dalam Abdul Aziz (2013), untuk wilayah dimana terdapat data suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin, dan lama penyiranan matahari, disarankan untuk menggunakan metode Penman. Dibanding dengan metode yang lain, metode ini dianggap memberikan hasil yang memuaskan. Pendugaan nilai evapotranspirasi dengan metode Penman menggunakan software Cropwat berdasarkan persamaan (2). ETo = c [W.Rn + (1-W).f(u).(ea-ed)] (2) dimana : ETo : evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari) W : suhu-berhubungan dengan faktor pembobot Rn : lama penyinaran matahari setara dengan evaporasi (mm/hari) f(u) : faktor kecepatan angin ea-ed : perbedaan antara tekanan jenuh dan aktual rata-rata c : faktor penyesuaian Nilai evapotranspirasi aktual (Etc) harian yang digunakan sebagai masukan diperoleh setelah dilakukan penghitungan ETo dikalikan dengan nilai Kc yakni koefisien tanaman yang tergantung pada jenis tanaman dan tahap pertumbuhan. Nilai Kc tersedia untuk setiap jenis tumbuhan. Perhitungan nilai ETc dapat dilihat pada persamaan (3). ETc = Kc. ETo (3) dimana : etc : Evapotranspirasi potensial tanaman (mm/hari) Kc : koefisien pertanaman

25 9 Tabel 2. Koefisien tanaman (Kc) Jenis lahan Kc Kebun campuran 0.8 Tegalan/ladang 0.9 Pemukiman 0 Sawah Irigasi 1.15 Semak belukar 0.8 Sawah tadah hujan 0.8 Rumput 0.8 Sumber : Doorenbos and Pruitt (1977) dalam Abdul Aziz (2013) Simpanan lengas tanah adalah jumlah air yang ditahan dalam tanah selama waktu tertentu. Jumlah air dalam tanah tergantung pada sifat atanah seperti tekstur tanah dan kandungan bahan organik tanah. Jumlah maksimum air yang dapat ditahan dalam tanah disebut kapasitas simpan air.kapasitas simpan air akan bergantung dengan laju infiltrasi yang terjadi (Lakitan, 2002). Besar kadar air tanah pada suatu daerah perakaran dapat berubah-ubah dan dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi serta daya menahan air (water holding capacity) oleh tanah. Menurut Thonthwaite and Mather (1957) dalam Aziz (2013), kapasitas simpanan air tanah (Sto) dihitung dengan persamaan (4). STo = (KLfc KLwp) x dz (4) dimana : KLfc : kadar lengas tanah kapasitas lapang (mm) KLwp : kadar lengas tanah titik layu permanen (mm) dz : kedalaman jeluk tanah (mm) Analisa perubahan cadangan lengas tanah pada suatu daerah, dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (5): ST = STi ST(i-1) (5) dimana : STi : cadangan lengas tanah pada bulan ke-i (mm/bulan) Nilai cadangan lengas tanah pada awal periode dianggap sama dengan nilai cadangan lengas tanah maksimum (kapasitas simpan air tanah). Selanjutnya, jika nilai P>ETP, nilai cadangan lengas tanah tidak akan berubah. Namun, jika nilai P<ETP, nilai cadangan lengas tanah akan ditentukan dengan persamaan (6), Jika Nilai STi>STo,maka STi=STo, STi = {STi-1 + (P-ETP) } (6) Selain itu, analisis potensi suplai air juga perlu dilakukan untuk mengetahui ketersediaan air permukaan dan airtanah, untuk memenuhi kebutuhan air pertanian, domestik, industri, dan PLTA, melalui pengembangan prasarana sistem suplai air. Analisis potensi air permukaan dilakukan dengan membandingkan kebutuhan air domestik dan non domestik per bulan dengan debit sungai andalan per bulan. Kebutuhan air dihitung dengan mengalikan jumlah penduduk, ternak, serta luas lahan pertanian dan industri dengan standar kebutuhan air. Kebutuhan air domestik, pertanian, industri, peternakan, perikanan, serta non-domestik tersebut kemudian dijumlahkan sehingga didapatkan jumlah kebutuhan air per bulan.

26 10 Neraca Air, Limpasan, dan Pengisian Air Tanah Neraca air merupakan persamaan yang menggambarkan prinsip bahwa selama selang waktu tertentu, masukan air total pada suatu ruang tertentu harus sama dengan keluaran total ditambah perubahan bersih dalam cadangan. (Seyhan, 1990). Neraca air dapat dihitung pada luasan dan periode waktu tertentu menurut keperluannya. Penyusunan neraca air di suatu tempat dimaksudkan untuk mengetahui jumlah netto dari air yang diperoleh sehingga dapat diupayakan pemanfaatannya sebaik mungkin. Perhitungan neraca air pada suatu daerah tangkapan menggunakan metode Thornthwaite dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (7): P = ET + ΔSt (7) dimana : P : Presipitasi (mm/bulan) ET : Evapotranspirasi (mm/bulan) ΔSt : Perubahan cadangan air (mm/bulan) Perhitungan neraca air persamaan Thornthwaite dapat memberikan gambaran surplus dan defisit air pada suatu wilayah. Setelah simpan air mencapai kapasitas cadangan lengas tanah (water holding capacity), kelebihan curah hujan akan dihitung sebagai surplus. Air ini merupakan kelebihan setelah air tanah terisi kembali. Dengan demikian surplus dihitung sebagai nilai curah hujan dikurangi dengan nilai evapotranspirasi dan perubahan kadar air tanah. selanjutnya, surplus air akan menjadi limpasan dan pengisian air tanah (Aziz, 2013). Limpasan adalah bagian presipitasi (juga kontribusi-kontribusi permukaan dan bawah permukaan) yang terdiri atas gerakan gravitasi air dan nampak pada saluran permukaan dari bentuk permanen maupun terputus-putus. Jika intensitas curah hujan maupun lelehan salju melebihi laju infiltrasi, kelebihan air mulai berakumulasi sebagai cadangan permukaan. Limpasan terjadi apabila intensitas hujan yang jatuh di suatu DAS melebihi kapasitas infiltrasi. Setelah laju infiltrasi terpenuhi, air akan mengisi cekungancekungan pada permukaan tanah. Selanjutnya air akan mengalir (melimpas) diatas permukaan tanah setelah cekungan-cekungan tersebut penuh. Limpasan terdiri dari air yang berasal dari tiga sumber, yaitu limpasan permukaan, limpasan antara, dan limpasan air tanah. Menurut Seyhan (1990), faktor-faktor yang mempengaruhi volumen total limpasan yaitu faktor-faktor iklim yang terdiri dari banyaknya presipitasi dan banyaknya evapotranspirasi serta faktor DAS yang terdiri dari ukuran DAS dan tinggi tempat rata-rata daerah aliran sungai (pengaruh orografis). DAS yang sempit akan menyebabkan laju limpasan lebih rendah dibanding pada DAS yang padat dalam luasan yang sama. Tutupan vegetasi dapat memperlambat aliran permukaan dan meningkatkan daya tahan tanah terhadap air sehingga dapat mengurangi laju limpasan puncak. Jika curah hujan yang turun lebih kecil dari evapotranspirasi aktual, akan terjadi defisit air. Nilai defisit air merupakan jumlah air yang perlu ditambahkan untuk memenuhi keperluan evapotranspirasi potensial (ETP) tanaman. Defisit air adalah selisih antara nilai evapotranspirasi potensial (ETP) dan evapotranspirasi aktual (ETA) yang ditunjukkan dengan persamaan (8).

27 D = ETP ETA (8) dimana : D : defisit air (mm/bulan) Kelebihan curah hujan akan dihitung sebagai surplus atau curah hujan lebih. Curah hujan lebih akan menjadi limpasan dan pengisian air tanah dan dapat ditentukan dengan persamaan: S = P ETA (9) dimana : S : Surplus/ CHlebih (mm/bulan) Curah hujan lebih kemudian akan diturunkan dalam bentuk limpasan dan pengisian air tanah. Besarnya limpasan sebanding dengan proporsi koefisien limpasan pada wilayah tersebut. Sedangkan besarnya pengisian air tanah merupakan sisa nilai curah hujan lebih yang tidak menjadi limpasan. Total limpasan dan pengisian air tanah dapat dikelola dan dijadikan water supply. Untuk menduga besaran limpasan yang terjadi di suatu wilayah, perlu diketahui nilai koefisien aliran permukaan. Indikator Degradasi Lingkungan Kerusakan lingkungan hidup mengakibatkan dampak kerugian multi dimensi yang sangat besar seperti pemiskinan lahan (melalui erosi), sumber air tanah yang menipis, hilangnya habitat alami dan berubahnya pola iklim baik setempat (iklim mikro) maupun iklim global (iklim makro). Tanpa upaya yang konsepsional sejumlah dampak negatif tersebut di atas, berbarengan dengan perubahan waktu, akan berjalan/berproses bersamaan secara sinergis sehingga menimbulkan bencana alam/lingkungan yang dahsyat dan akan berjalan secara akseleratif atau berlipat ganda semakin cepat. Untuk itu, skenariodan analisisskenariotelah menjadipendekatanpopulerdalam perencanaanuntuk mengejarpembangunan berkelanjutan (Duinker dan Greig, 2007). Indikator terjadinya degradasi lingkungan hidup dapat terjadi pada sumberdaya tanah/lahan, sumberdaya air, serta sumberdaya flora dan fauna. Untuk sumberdaya air, beberapa indikator terjadinya degradasi lingkungan dapat diketahui dengan: 1. Semakin kecilnya debit sungai dari tahun ke tahun 2. Semakin besarnya perbedaan debit air sungai pada musim hujan dan musim kemarau 3. Semakin dalamnya permukaan air tanah dan mengeringnya sumur penduduk di daerah ketinggian. 4. Adanya penetrasi air asin pada sumur penduduk di beberapa kota pantai/pesisir. 5. Semakin kecilnya Catchment Water Areas (daya serap lahan terhadap curahan air hujan). 6. Semakin tingginya pencemaran air sungai Tinjauan atas daya dukung lingkungan aspek sumberdaya air, selain berbasis neraca air, dapat pula dilihat dari berbagai indikator kerusakan lingkungan, seperti banjir dan kekeringan. 11

28 12 METODE Bahan Data-data yang digunakan dalam penelitian merupakan data sekunder meliputi data suhu, kelembaban, lama penyinaran matahari, dan kecepatan angin Stasiun BMKG Serang selama rentang waktu , data curah hujan Kabupaten Serang tahun dari satelit Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM), data debit Sungai Ciujung tahun , data kejadian bencana, serta dokumen RTRW Kabupaten Serang Alat Alat yang digunakan adalah komputer dengan program Microsoft Office, softwarecropwat, Google Earth, dan Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM). Analisis Data Analisis data menjelaskan cara menganalisis atau teknik mengolah data yang digunakan untuk menarik simpulan dari hasil kajian dari topik yang diteliti. Untuk disertasi dengan pola rangkaian penelitian, Metode diuraikan secara terpisah-pisah sesuai dengan subjudul penelitian. Tahapan penelitian terdiri dari: 1. Studi pustaka Studi pustaka digunakan untuk mempelajari hirarki daya dukung lingkungan berbasis neraca air meliputi penetapan status daya dukung lingkungan, kajian sumberdaya iklim untuk pertanian, analisis potensi suplai air, dan kajian indikator degradasi sumberdaya air, serta melakukan pengkajian RTRW Kabupaten Serang. 2. Pengumpulan data dan informasi Data yang diperlukan seluruhnya merupakan data sekunder meliputi data suhu, kelembaban, lama penyinaran matahari, dan kecepatan angin Stasiun BMKG Serang selama rentang waktu , data curah hujan Kabupaten Serang tahun dari satelit Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM), data debit Sungai Ciujung tahun , data kejadian bencana, serta dokumen RTRW Kabupaten Serang Pengolahan dan analisis data a) Menentukan status daya dukung lingkungan 1) Menghitung CH andalan dengan metode W.Bull peluang 80% sebagai nilai ketersediaan air 2) Menghitung jumlah kebutuhan air (water footprint) menggunakan persamaan (1). 3) Membandingkan nilai rasio perbandingan nilai ketersediaan dan kebutuhan air untuk mendapatkan status daya dukung lingkungan. b) Menentukan tipe iklim untuk pertanian

29 1) Menentukan bulan basah dan bulan kering dengan menggunakan data curah hujan 10 tahun dari satelit Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) 2) Mengidentifikasi tipe iklim Kabupaten Serang dengan klasifikasi Oldeman c) Melakukan analisis neraca air 1) Melakukan perhitungan evapotranspirasi dengan Persamaan (3) dan (4). Nilai evapotranspirasi ditentukan dengan metode Penman yang di aplikasikan menggunakan software CROPWATdengan memasukkan data-data iklim meliputi suhu, kelembaban, lama penyinaran matahari, dan kecepatan angin selama 10 tahun. 2) Menghitung selisih hujan (P) dan evapotranspirasi potensial (ETP). 3) Menghitung accumulated potential water losses (APWL) dengan akumulasi air bulan ke-i = {Akumulasi air bulan ke-(i-1) + nilai P- ETP bulan i}. Nilai negatif P-ETP menununjukkan potensi defisit air yang merupakan hasil penjumlahan setiap bulannya. Untuk wilayah basah, jumlah P-E dari setiap bulan bernilai positif. Oleh karena itu, perhitungan akumulasi kehilangan air dimulai dari 0. 4) Mengidentifikasi jenis penggunaan lahan pada Kabupaten Serang untuk mendapatkan nilai koefisien tanaman, kapasitas limpasan, dan kapasitas simpan air. 5) Menghitung kapasitas simpan air (water storage capacity (STo)). STo ditentukan dengan persamaan (4). 6) Menghitung cadangan lengas tanah (water holding capacity/st) dengan persamaan (5). 7) Menghitung perubahan cadangan lengas tanah ( St) dengan menggunakan persamaan (6). Jika nilai cadangan lengas tanah sama dengan nilai kapasitas simpannya, diasumsikan tidak terjadi perubahan dalam penyimpanan air. 8) Menghitung nilai presipitasi dengan persamaan (7). 9) Menghitung evapotranspirasi aktual (ETa) Untuk bulan basah (P>ETp), maka ETa = Etp Untuk bulan kering (P<ETp), maka ETa = P + - St 10) Menghitung defisit (D), dengan menggunakan persamaan (8).Menghitung CH lebih /surplus air (S) yaitu pada kondisi P>Ep, dengan persamaan neraca air Thornthwaite and Mather (9). 11) Membuat kurva neraca air. d) Menganalisis indikator degradasi lingkungan 1) Melakukan studi literatur mengenai kerusakan-kerusakan lingkungan yang pernah terjadi di Kabupaten Serang khususnya pada aspek sumberdaya air. 2) Memberikan rekomendasi bangunan pengendali sesuai dengan degradasi lingkungan yang terjadi e) Mengkaji muatan lingkungan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 1) Mengidentifikasi muatan lingkungan dalam kebijakan, rencana, dan program (KRP) dan membandingkannya dengan hasil analisis neraca air. 13

30 14 2) Memberikan rekomendasi berupa konservasi dan rehabilitasi serta struktural. Gambar 2Kerangka penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Status Daya Dukung Lingkungan Analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air (DDL-air) menunjukkan perbandingan antara kondisi ketersedian air pada suatu wilayah dengan kebutuhan yang ada. Dari perbandingan keduanya, diperoleh status kondisi ketersediaan air pada wilayah tersebut. Konsep ini membandingkan antara ketersediaan air hujan(nilai CHandalan) dengan waterfootprint untuk menilai status DDL-air. Kriteria status DDL-air dinyatakan dengan surplus-defisit neraca airdan rasio supply/demand. Untuk menetapkan status daya dukung lingkungan, data yang dibutuhkan adalah data jumlah dan kepadatan penduduk untuk menentukan jumlah kebutuhan air dengan water footprint, dan data curah hujan andalan bulanan untuk menentukan jumlah ketersediaan air dengan metode W. Bull.Kriteria curah hujan dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu hujan sangat ringan dengan intensitas <5mm, hujan ringan dengan intensitas 5-20 mm, hujan sedang dengan intensitas mm, hujan lebat dengan intensitas mm, serta hujan sangat lebat dengan intensitas >100 mm dalam 24 jam.

31 Kebutuhan air untuk hidup layak diasumsikan sebesar 1600 m 3 air/kapita/tahun Dengan total penduduk yang terdapat di Kabupaten Serang sebanyak jiwa, didapatkan total kebutuhan air penduduk atau water footprintsebesar 225x10 7 m 3 /tahun atau 187x10 6 m 3 /bulan. Sementara perhitungan ketersediaan air atau dikenal sebagai CH andalan dilakukan dengan metode W.Bull, yaitu perhitungan peluang kejadian hujan. Pada penelitian ini diambil peluang kejadian sebesar 80%. Data curah hujan yang terjadi selama 10 tahun dari tahun disusun berdasarkan jumlah mm/tahun terbesar hingga terkecil untuk ditentukan peluang kejadian 0.8. Dari penentuan peluang tersebut, diambil curah hujan tahun 2009 dan 2011 sehingga didapatkan CH andalan sebesar mm/tahun atau 1.76 m/tahun. Hasil tersebut kemudian dikalikan dengan luas wilayah Kabupaten Serang yaitu seluas 147x10 7 m 2 sehingga didapatkan total ketersediaan air sebesar 258x10 7 m 3 /tahun. Dari selisih jumlah kebutuhan air dan ketersediaan air tersebut didapatkan rasio supply demand sebesar 1.15 per tahun. Sementara rasio supply demand per bulan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Rasio supply demand per bulan Bulan Rasio Januari 2.93 Februari 2.49 Maret 1.70 April 1.86 Mei 1.84 Juni 1.36 Juli 0.67 Agustus 0.37 September 0.60 Oktober 1.42 November 2.80 Desember 2.13 Sumber: Hasil Perhitungan (2014) Menurut Prastowo (2010), kriteria penetapan status DDL-air dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1. Rasio supply/demand > 2 : aman (sustain) 2. Rasio supply/demand 1~2 : aman bersyarat (conditional sustain) 3. Rasio supply/demand <1 : telah terlampaui (overshoot) Dari hasil grafik diatas dapat dilihat bahwa pada Kabupaten Serang terdapat beberapa kondisi. Pada bulan Desember Januari, rasio berada lebih dari dua, sehingga status daya dukung lingkungan aman (sustain), sedangkan untuk bulan Februari April dan bulan November angka rasio berada diantara 1 hingga 2 sehingga kondisi dikatagorikan aman bersyarat (conditional sustain), sementara dari bulan Mei hingga Oktober angka rasio kurang dari 1 sehingga kondisi telah terlampaui (overshoot). Sementara untuk status daya dukung lingkungan di Kabupaten Serang dalam satu tahun dengan angka rasio sebesar 1.15 maka termasuk kategori aman bersyarat (conditional sustain). 15

32 16 Gambar 3Penetapan status daya dukung lingkungan Kabupaten Serang dengan menggunakan nomogram Dengan angka rasio tersebut, daya dukung Kabupaten Serang dalam satu tahunnya masih mampu memenuhi kebutuhan aktivitas hidup manusia, namun dalam bulan-bulan tertentu kondisi tersebut telah terlampaui. Kebutuhan air melebihi total ketersediaan air hujan pada bulan Juli hingga September, sehingga perlu adanya antisipasi agar tidak mengalami kekeringan. Oleh karena itu, Kabupaten Serang perlu mengendalikan laju pertumbuhan penduduk agar tidak melebihi 800 jiwa/km 2 sehingga statusnya menjadi aman. Sumberdaya Iklim Untuk Pertanian (Agroklimatologi) Klasifikasi iklim menurut Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlansung secara berturut-turut. Oldeman membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi dalam setahun. Sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering berturutturut dalam setahun. Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu zone A, zone B, zone C, zone D dan zone E sedangkan pemberian nama sub zone berdasarkana angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3 sub 4 dan sub 5. Suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm.pembagian bulan basah dan bulan kering dilakukan

33 Gambar 4. Peta curah hujan Kabupaten Serang 17

34

35 dengan merata-ratakan jumlah curah hujan selama 10 tahun. Dari hasil perhitungan, didapatkan hasil seperti pada Gambar Gambar 5Grafik curah hujan rata-rata bulanan Berdasarkan hasil tersebut, dapat ditentukan bahwa bulan basah terjadi pada rentang November hingga Mei. Sementara bulan kering terjadi sebanyak 2 bulan yaitu dari Agustus hingga September. Dengan demikian, Kabupaten Serang memiliki 7 bulan basah dan 2 bulan kering sehingga termasuk dalam klasifikasi iklim Oldeman tipe B2. Menurut Oldeman, tipe agroklimat B2 dapat ditanami padi dua kali setahun dengan varietas umur pendekdan musim kering yang pendek cukup untuk tanaman palawija. Kabupaten Serang memiliki persentase luas persawahan yang paling tinggi dibandingkan dengan pemanfaatan-pemanfaatan lahan lainnya. Apabila pertanian aditif atau tanpa irigasi yang akan dikembangkan, maka pola tanam yang disarankan adalah sesuai dengan tipe B2 agroklimat Oldeman yaitu menanam padi dua kali setahun dan tanaman palawija pada musim kering. Neraca Air, Limpasan, dan Pengisian Air Tanah Neraca air merupakan persamaan yang menggambarkan prinsip bahwa selama selang waktu tertentu, masukan air total pada suatu ruang tertentu harus sama dengan keluaran total ditambah perubahan bersih dalam cadangan. (Seyhan, 1990). Perhitungan neraca air pada penelitian ini menggunakan metode Thornthwaite, dengan parameter yang dibutuhkan, yaitu presipitasi, evapotranspirasi, dan kapasitas simpan air. Simpanan atau cadangan air merupakan besaran yang menunjukkan jumlah air tersedia di dalam suatu batasan ruang tertentu, yang merupakan hasil interaksi antara aliran masuk dan aliran keluar pada ruang tersebut. Kapasitas cadangan lengas tanah bergantung pada dua faktor yaitu jenis dan struktur tanah serta jenis tanaman yang terdapat pada permukaan tanah tersebut. Nilai kapasitas simpan air (STo) dihitung setelah mendapatkan luas tutupan lahan, koefisien tanaman, serta koefisien limpasan. Hasil perhitungan STo dapat dilihat pada Tabel 4.

36 20 Tabel 4. Koefisien tanaman, kapasitas limpasan, dan kapasitas simpan air Jenis Koef. Tanaman Kapasitas Kapasitas No Penggunaan Luas (Ha) (mm) Limpasan (mm) Simpan Air (mm) Lahan (Ha) Kc Kc*A C C*A Sto STo*A 1 Hutan Primer Hutan Sekunder Kebun Campuran Ladang/Tegalan Lahan Terbuka Mangrove Perkebunan Pemukiman Sawah Semak Belukar Tambak/Empang Tubuh Air/Sungai Jumlah Gabungan Sumber: Dokumen RTRW dan hasil perhitungan (2014) Sementara evapotranspirasi potensial umumnya diduga dari unsur-unsur iklim. Untuk wilayah dimana terdapat data suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin, dan lama penyiranan matahari, disarankan untuk menggunakan metode Penman karena dibanding dengan metode yang lain, metode ini dianggap memberikan hasil yang memuaskan. Pendugaan evapotranspirasi pada penelitian ini dilakukan dengan metode Penman dengan cara memasukan data iklim berupa suhu, kelembaban, kecepatan angin, serta lama penyinaran matahari selama 10 tahun ke dalam software Penman untuk mendapatkan nilai evapotranspirasi acuan (ETo) per bulan. Sementara nilai evapotranspirasi potensial (ETp) dihitung dengan mengalikan ETo dengan koefisien (Kc). Nilai koefisien yang digunakan adalah nilai koefisien gabungan yang berasal dari tutupan lahan pada tabel diatas, yaitu sebesar Hasil perhitungan neraca air pada Kabupaten Serang dapat dilihat pada Tabel 5.

37 21 Tabel 5Perhitungan neraca air Kabupaten Serang Bulan CH Andalan (mm) ET Potensial (mm) ET aktual (mm) Defisit (mm) Surplus (mm) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Sumber: Hasil perhitungan (2014) Dari hasil perhitungan neraca air, pada bulan-bulan kering sepeti Juli, Agustus, dan September terdapat defisit curah hujan untuk mencukupi kebutuhan tanaman secara berturut-turut sebesar 11 mm/bulan, 65 mm/bulan, dan 36 mm/bulan. Sementara perbandingan curah hujan andalan, evapotranspirasi potensial, dan evapotranspirasi aktual dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6Kurva perbandingan CH andalan, ETP, dan ET Aktual Dasil perbandingan antara curah hujan andalan, evapotranspirasi potensial, dan evapotranspirasi aktual dapat dilihat bahwa curah hujan tidak mampu memenuhi kebutuhan air untuk tanaman pada bulan Juli hingga September. Hal ini menunjukkan bahwa pertanian di Kabupaten Serang tidak hanya mengandalkan curah hujan, melainkan perlunya sistem irigasi yang baik agar defisit pada bulan-bulan tersebut dapat diatasi. Limpasan adalah bagian presipitasi (juga kontribusi-kontribusi permukaan dan bawah permukaan) yang terdiri atas gerakan gravitasi air dan nampak pada

38 22 saluran permukaan dari bentuk permanen maupun terputus-putus (Seyhan, 1990). Berdasarkan perhitungan pada CH lebih dan defisit pada neraca air, kemudian diketahui besar limpasan dan pengisian air tanah untuk Kabupaten Serang. Limpasan dihitung dengan mengalikan CH lebih dengan nilai kapasitas simpan air gabungan pada tutupan lahan, yaitu sebesar 0.46, sementara pengisian air tanah merupakan selisih dari CH lebih dengan limpasan. Nilai limpasan dan pengisian air tanah terdapat pada Tabel 6. Tabel 6Perhitungan limpasan dan pengisian air tanah Bulan Limpasan (mm) Pengisian air tanah (mm) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli 0 0 Agustus 0 0 September 0 0 Oktober November Desember Sumber: Hasil perhitungan (2014) Nilai koefisien limpasan tergantung dengan jenis tutupan lahan di daerah tersebut. Dalam skenario proporsi luas hutan, semakin tinggi persentase luas hutan, nilai CH lebih dan limpasan akan semakin menurun. Hal tersebut berbanding terbalik dengan pengisian air tanah, semakin tinggi persentase luas hutan, nilai pengisian air tanah juga semakin tinggi, seperti tertuang pada Gambar 7. Gambar 7Kurva skenario proporsi luas hutan

39 23 Perbandingan ideal antara limpasan dan pengisian air tanah terhadap CH lebih adalah 50:50, yaitu pada titik yang berpotongan. Dari gambar dapat dilihat bahwa kondisi minimum terletak pada 30% luas hutan.menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dalam pasal 18 ayat 2 disebutkan bahwa luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30 % (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional.pada skenario proporsi luas hutan dapat dilihat bahwa dengan kondisi aktual di Kabupaten Serang yaitu luas hutan sebesar 4.11%, limpasan lebih tinggi dari nilai pengisian air tanah. Sementara menurut perhitungan jumlah defisit air dan pengisian air tanah, didapatkan hasil sebesar 980 mm per tahun sehingga proporsi luas hutan yang ideal untuk Kabupaten Serang adalah 45% dari total luas wilayah. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa dengan limpasan lebih tinggi dibandingkan pengisian air tanah, maka tidak ada sisa curah hujan yang lebih yang masuk ke dalam tanah. Hal ini disebabkan karena rendahnya luas hutan yang menjadi kawasan buffer untuk menjaga keseimbangan tata air. Limpasan dapat mengakibatkan banjir ketika curah hujan tinggi. Dari kondisi eksisting luas hutan di Kabupaten Serang sebesar 4.11% masih sangat jauh dari kondisi minimum sebesar 30% maupun kondisi ideal sebesar 45% luas hutan. Dengan kondisi luas hutan yang ada, dibandingkan dengan pengisian air tanah sebesar mm per tahun dan limpasan sebesar mm per tahun, akan menyebabkan potensi kekeringan di musim kemarau dan banjir pada saat musim penghujan. Untuk itu diperlukan konversi lahan di Kabupaten Serang agar luas hutan 4.11% dapat mencapai kondisi minimum sebesar 30%.Alih fungsi lahan dapat dilakukan dengan mengkonversi kebun-kebun campuran dan ladang/tegalan yang memiliki luas sebesar 26.45% dan 23.96% dari luas wilayah. Kebun-kebun campuran dapat di alihfungsikan menjadi hutan buah, seperti lembo yang diterapkan oleh suku Dayak. Potensi Air Permukaan Analisis potensi air permukaan dilakukan untuk mengetahui ketersediaan air permukaan untuk memenuhi kebutuhan air pertanian, domestik, industri, dan PLTA, melalui pengembangan prasarana sistem suplai air. Kebutuhan air dihitung dengan mengalikan jumlah penduduk, ternak, serta luas lahan pertanian dan industri dengan standar kebutuhan air dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7Kebutuhan air per tahun Kabupaten Serang Kebutuhan air Total per tahun (m 3 ) Domestik 5x10 7 Irigasi/Pertanian 128 x10 7 Industri 3 x10 7 Peternakan 3 x10 7 Perikanan Non-Domestik 2 x10 7 Jumlah 143 x10 7 Sumber: Hasil perhitungan (2014)

40 24 Kabupaten Serang memiliki sejumlah potensi air permukaan dengan tiga sungai besar yang mengalir di wilayahnya, yaitu Sungai Ciujung, Cidanau, serta Sungai Cidurian. Untuk mengetahui ketersediaan air permukaan dalam memenuhi kebutuhan air, digunakan data debit Sungai Ciujung yang diukur oleh Badan Besar Wilayah Sungai Cidanau, Ciujung, dan Cidurian (BBWSC3) tahun hingga diketahui debit andalan seperti pada Tabel 8. Tabel 8Debit andalan per bulan Sungai Ciujung Bulan m 3 /bulan Januari 754x10 7 Februari 943x10 7 Maret 748 x10 7 April 1070 x10 7 Mei 610 x10 7 Juni 546 x10 7 Juli 562 x10 7 Agustus 393 x10 7 September 384 x10 7 Oktober 397 x10 7 November 920 x10 7 Desember 1047 x10 7 Sumber: Hasil perhitungan (2014) Hasil perbandingan total kebutuhan air dengan debit sungai andalan dapat dilihat pada Gambar 8. Dari kurva tersebut dapat disimpulkan bahwa debit Sungai Ciujung masih dapat memenuhi total kebutuhan air per bulan Kabupaten Serang. 1.2E+10 1E+10 8E+09 6E+09 4E+09 2E+09 0 Debit Sungai Andalan Jumlah Kebutuhan Air Gambar 8Kurva perbandingan debit sungai dan kebutuhan air Debit Sungai Ciujung dengan total 1431x10 7 m 3 /tahun dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air di Kabupaten Serang sebanyak Namun demikian, dengan kondisi Sungai Ciujung yang sudah tercemar akibat banyaknya limbahlimbah industri yang dibuang ke badan sungai, perlu adanya program normalisasi

41 sungai agar kualitas Sungai Ciujung dapat kembali memenuhi standar baku mutu. Besarnya debit Sungai Ciujung juga dapat menimbulkan banjir ketika musim penghujan, oleh karena itu daerah sempadan sungai perlu diperhatikan pengawasan dan penggunaannya agar tidak terjadi penyempitan badan sungai yang dapat menyebabkan meluapnya Sungai Ciujung. Pembangunan bendung juga perlu dilakukan, selain untuk menampung debit air, dapat juga dimanfaatkan untuk dialirkan ke persawahan melalui saluran-saluran irigasi. Indikator Degradasi Lingkungan Dalam kondisi alami, lingkungan dengan segala keragaman interaksi yang ada mampu untuk menyeimbangkan keadaannya. Namun tidak tertutup kemungkinan, kondisi demikian dapat berubah oleh campur tangan manusia dengan segala aktivitas pemenuhan kebutuhan yang dapat melampaui batas.keseimbangan lingkungan dapat terganggu bila terjadi perubahan berupa pengurangan fungsi dari komponen maupun terjadi kerusakan komponenkomponen lingkungan tersebut. Saat ini, pengelolaan lingkungan masih kurang memperhatikan daya dukung lingkungan yang ada. Daya dukung lingkungan merupakan kemampuan lingkungan untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan yang ada, serta kemampuan lingkungan dalam mentolerir dampak negatif yang ditimbulkan. Perhatian terhadap daya dukung lahan seharusnya tidak hanya terbatas pada lokasi dimana sebuah kegiatan pemanfaatan sumber daya alam berlangsung, akan tetapi harus mencakup wilayah yang lebih luas dalam satu ekosistem (Arsyad, 2008). Beberapa indikator terjadinya degradasi lingkungan hidup dapat terjadi pada sumberdaya tanah/lahan, sumberdaya air, serta sumberdaya flora dan fauna. Pada Kabupaten Banten, terdapat banyak potensi sumberdaya alam. Namun demikian, seiring perkembangan pembangunan dan aktivitas manusia yang dilakukan berbanding lurus dengan banyaknya kerusakan lingkungan yang terjadi. Degradasi lingkungan menyebabkan banyak dampak negatif, baik terhadap alam maupun manusia itu sendiri. Kabupaten Banten memiliki tiga sungai besar yang mengaliri sepanjang wilayahnya, yaitu Sungai Cidanau, Cidurian, dan Ciujung. Curah hujan yang menyebabkan banjir di daerah Kabupaten Serang adalah 130 mm. Pada 13 Januari 2012, meluapnya Sungai Ciujung menyebabkan terjadinya banjir besaryang merendam 3900 hektar sawah yang sebagian siap panenserta merendam 250 hektar tambak ikan bandeng. Selain itu, banjir besar juga terjadi pada 22 Januari 2014 lalu. Banjir tersebut merendam 14 kecamatan di Kabupaten Serang, meliputi Kecamatan Cikande, Kopo, Kibin, Jawilan, Keragilan, Padarincang, Carenang, Binuang, Tanara, Petir, Tunjung Teja, Pamarayan, Pontang dan Kecamatan Cikeusal. Banjir yang terjadi di Kabupaten Serang sendiri rutin terjadi ketika musim penghujan sejak tahun Hal ini diakibatkan karena terjadinya pendangkalan Bendung Pamarayan sehingga tidak mampu membendung debit Sungai Ciujung yang terus meningkat, khususnya ketika musim hujan tiba. 25

42 26 Gambar 9Skema sempadan sungai (Sumber: Maryono, 2007) Meskipun sering terjadi banjir, Kabupaten Serang juga mengalami kekeringan pada bulan-bulan tertentu. Tahun 2012 merupakan salah satu tahun terparah terjadinya kekeringan. Kabuaten Serang terkena kekeringan 5290 hektar dengan jumlah yang terkena puso atau gagal panen 942 hektar di 11 kecamatan pada Juli hingga Oktober Selain mengakibatkan kerugian pada sektor pertanian, kekeringan yang terjadi juga menyebabkan kekurangan pasokan air bersih ke masyarakat. Pada bulan September 2012, sebanyak tujuh istalasi air milik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta AL-Bantani, Kabupaten Serang sudah tidak berfungsi. Kabupaten Serang mengalami gagal panen akibat kekeringan. Penyebabnya adalah pembangunan parit yang tidak sampai ke daerah tersebut sehingga tidak mendapatkan pasokan air irigasi pada musim kemarau. Selain banjir dan kekeringan, kerusakan lingkungan di Kabupaten Serang juga didominasi oleh tanah longsor, pembakaran dan penebangan hutan hutan secara liar. Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak kebawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor diawali oleh air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai ke tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan diatasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng. Tanah longsor di Kabupaten Serang terjadi didaerah-daerah dataran tinggi seperti di Gunung Karang (meliputi perbatasan wilayah Kecamatan Ciomas, Keduhejo, Pandeglang dan Cadasari) 60% areal hutan gundul dan di Gunung Aseupan (perbatasan wilayah Kecamatan Menes, Mandalawangi, Jiput dan Padarincang) 45% areal gundul, serta di kawasan cagar alam Rawa Dano, Kecamatan Mancak. Tanah longsor yang sering terjadi adalah tanah longsor rotasi, yaitu bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau landai. Kejadian tanah longsor rotasi terdapat pada Gambar 10.

43 27 Gambar 10Potongan melintang longsoran rotasi Dari tutupan lahan, dapat dilihat bahwa Kabupaten Serang didominasi oleh lahan pertanian (terdiri dari sawah dan ladang/tegalan) yang mencapai 57.07% dari total luas lahan di Kabupaten Serang. Selain itu, kebun campuran (mix used antara kebun dan hutan) menempati luas sekitar 26.45% dari total luas lahan. Khususnya di DAS Ciujung, sebagian penggunaan lahan adalah untuk persawahan seperti pada Gambar 10. Lahan-lahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk bangunan pengendali banjir dan erosi. Gambar 11Peta tutupan lahan DAS Ciujung

44 28 Salah satu bangunan struktural yang dapat dibangun adalah terasering. Teras adalah bangunan konservasi tanah dan air yang dibuat dengan penggalian dan pengurugan tanah, membentuk bangunan utama berupa bidang olah, guludan, dan saluran air yang mengikuti kontur serta dapat pula dilengkapi dengan bangunan pelengkapnya seperti saluran pembuangan air (SPA) dan terjunan air yang tegak lurus kontur (Yuliarta et al., 2002). Manfaat teras adalah mengurangi kecepatan aliran permukaan sehingga daya kikis terhadap tanah dan erosi diperkecil, memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung dan mengendalikan kecepatan dan arah aliran permukaan menuju ke tempat yang lebih rendah secara aman. Teras dibedakan menjadi beberapa jenis, diantaranya teras datar, teras guludan, teras kredit, teras bangku, teras kebun, dan lain-lain. Kemampuan lahan di Kabupaten Serang dibedakan menjadi enam, dengan didominasi oleh lahan kelas II dan kelas III secara berturut-turut sebesar 31.41% dan 20.52% dari luas total lahan di Kabupaten Serang. Lahan kelas II memiliki kelerengan 3-8% dengan kedalaman efektif tanah >90 cm, sementara lahan kelas III memiliki sudut lereng 2-13%, kedalaman efektif tanah >90 cm, batuan permukaan sedikit, dan erosi ringan. Penggunaan lahan kelas II dan III tersebut sebagian besar berupa sawah beririgasi, kebun campuran, dan pemukiman. Berdasarkan data tersebut, jenis teras yang cocok dibangun pada lahan kelas II dan III adalah teras kredit. Teras kredit merupakan bangunan konservasi tanah berupa guludan tanah atau batu sejajar kontur, bidang olah tidak diubah dari kelerengan tanah asli. Teras kredit merupakan gabungan antara saluran dan guludan menjadi satu (Yuliarta, et al., 2002). Kriteria teras kredit adalah kemiringan lereng 3-10%, kedalaman tanah. 30 cm, daya infiltrasi dan permeabilitas tinggi, serta penggunaan lahan untuk tanaman semusim. Teras kredit biasanya dibuat pada tempat dengan kemiringan lereng antara 3 sampai 10 persen, dengan cara membuat jalur tanaman penguat teras (lamtoro, kaliandra, gamal) yang ditanam mengikuti kontur. Jarak antara larikan 5 sampai 12 meter. Tanaman pada larikan teras berfungsi untuk menahan butir-butir tanah akibat erosi dari sebelah atas larikan. Lama kelamaan permukaan tanah bagian atas akan menurun, sedangkan bagian bawah yang mendekat dengan jalur tanaman akan semakin tinggi. Proses ini berlangsung terus-menerus sehingga bidang olah menjadi datar atau mendekati datar. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mawardi (2011), untuk lahan berupa tanah tegalan dengan kemiringan 10 % pada jumlah hujan rerata mm/bulan diperoleh bahwa keberadaan teras kredit pada lahan yang bervegetasi mampu menurunkan laju erosi sebesar 5.46 ton/ha/bulan atau sekitar 8.33 % dan aliran permukaan sebesar m 3 /ha/bulan atau 3.91 % dari laju pada kondisi tanah gundul tanpa dilakukan konservasi seperti pada tabel 9. Tabel 9Besar penurunan jumlah tanah tererosi No. Tipe konservasi lahan Besar Penurunan Lahan Bererosi Ton/hektar % 1. Teras pada lahan gundul 10x Vegetasi pada lahan tanpa teras 30 x Teras + vegetasi 37 x Vegetasi pada lahan berteras 26 x Teras pada lahan bervegetasi 6 x Sumber: Mawardi 2011

45 GAMBAR : SKALA : NAMA : NRP : DOSEN PEMBIMBING : SATUAN : F DR. IR. PRASTOWO, M.ENG JUDUL PENELITIAN : cm KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN BERBASIS NERACA AIR DI KABUPATEN SERANG, BANTEN LERENG ASAL C:\Users\User pc\desktop\index.jpg BIDANG OLAH SALURAN AIR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN GULUDAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 DENAH TERAS KREDIT SKEMA TERAS KREDIT SEBAGAI REKOMENDASI DEGRADASI LINGKUNGAN KABUPATEN SERANG lereng asal 40 cm bidang olah saluran air guludan RATU RIMA NOVIA RAHMA 75 cm 40 cm 75 cm

46 JUDUL GAMBAR : SKALA : NRP : DOSEN PEMBIMBING : C:\Users\User pc\desktop\index.jpg SATUAN : F DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN 7900 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 POTONGAN MELINTANG BENDUNG SKEMA BENDUNG SEBAGAI REKOMENDASI DEGRADASI LINGKUNGAN KABUPATEN SERANG 75 cm 50 NAMA : RATU RIMA NOVIA RAHMA DR. IR. PRASTOWO, M.ENG TAMPAK DEPAN BENDUNG JUDUL PENELITIAN : KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN BERBASIS NERACA AIR DI KABUPATEN SERANG, BANTEN

47 Data dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Serang (2013) menyebutkan bahwa curah hujan maksimum yang dapat menyebabkan banjir di Kabupaten Serang adalah bila mencapai 130 mm/hari sehingga debit Sungai Ciujung menjadi sangat tinggi, yaitu 3600 m 3 /detik atau 311x10 6 m 3 /hari. Pada setiap hektar yang dibangun teras kredit dapat menurunkan laju aliran permukaan sebesar m 3 /bulan atau 0.86 m 3 /hari. Jika diasumsikan 70% areal persawahan dari luas total sawah hektar yang ada di Kabupaten Serang dibangun teras kredit, maka dengan luas hektarmampu menurunkan laju aliran permukaan sebesar m 3 /hari. Selain terasering, bangunan pengendali yang telah dibangun di Kabupaten Serang adalah Bendung Pamarayan baru. Bendung gerak Pamarayan baru terletak di Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Bendung yang dibangun pada tahun 1992, mulai dioperasikan pada 1997 ini, merupakan pengganti dari bendung lama yang dibangun di zaman pemerintah Belanda. Bedung lama tersebut merupakan bendung konvensional yang mengalami kerusakan berat di tahun Bendung Pamarayan baru berkapasitas 2000 m 3 /detik dan bertipe bedung gerak mengunakan metode teknologi modern. Bendung menggunakan pintu gerak yang dikendalikan secara otomatis, melalui tenaga listrik dengan daya yang tinggi.tujuan dibangunnya Bendung Pamarayan adalah untuk menjamin kelangsungan tersedianya air bagi D.I. Ciujung seluas ha, melaksanakan rehabilitasi sistem irigasi Ciujung untuk menaikan intensitas tanam dari 126% menjadi 165%, penyediaan air baku industri dan domestik, serta meningkatkan produktivitas pertanian. Kajian Muatan Lingkungan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Dalam RTRW Kabupaten Serang periode , rencana struktur ruang dalam kaitannya dengan sumberdaya air meliputi sistem jaringan sumberdaya air yang terdiri dari pengembangan sungai, waduk, dan embung, pengembangan jaringan irigasi, jaringan air baku, serta sistem pengendalian banjir. Berdasarkan hasil status daya dukung lingkungan dengan menganalisis perbandingan antara kebutuhan dan ketersediaan air Kabupaten Serang, didapatkan rasio sebesar 1.15 yang tergolong aman bersyarat (conditional sustain), namun pada bulan Juli hingga September kondisinya telah terlampaui (overshoot). Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan infrastruktur pengendali sumberdaya air seperti waduk dan embung yang mampu menampung air ketika curah hujan sedang tinggi sehingga tidak terjadi banjir, serta sebagai cadangan air ketika terjadi bulan-bulan kering untuk nantinya disalurkan kepada sektor pertanian melalui jaringan-jaringan irigasi. Dalam RTRW, rencana pengelolaan sungai, waduk, situ, dan embung meliputi pengelolaan sumberdaya air wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian, pengelolaan dan pengembangan bendung dan bendungan berupa Bendungan Sindang Heula di Kecamatan Pabuaran, Bendungan Cidanau di Kecamatan Cinangka, dan Bendung Pamarayan di Kecamatan Cikeusai, serta pengelolaan dan pengembangan embung yang tersebar pada wilayah Kecamatan Pontang dan Waringin Kurung. Kawasan peruntukan pertanian diperinci menurut karakteristiknya yaitu kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan, kawasan peruntukan holtikultura, 29

48 30 kawasan peruntukan perkebunan, dan kawasan peruntukan peternakan. Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan memiliki wilayah terluas yaitu sebesar hektar atau 27.19% dari luas total wilayah Kabupaten Serang. Pertanian lahan basah memiliki luas kurang lebih hektar dan kawasan pertanian lahan kering dengan luas kurang lebih 5549 hektar. Dalam RTRW Kabupaten Serang ini, alokasi lahan untuk pengembangan kawasan pertanian lahan basah sedikit mengurangi lahan yang telah ada, terutama kawasan yang tidak beririgasi teknis dikarenakan terdapat penambahan areal kawasan perkotaan sebagai dampak dari perkembangan wilayah. Dengan dipertahankannya fungsi lahan basah sebagai sektor yang dominan, dimaksudkan untuk mempertahankan wilayah Kabupaten Serang sebagai lumbung padi di Provinsi Banten. Hal ini sesuai dengan hasil analisis sumberdaya iklim untuk pertanian (agroklimatologi) menurut klasifikasi Oldeman. Kabupaten Serang memiliki 7 bulan basah dan 2 bulan kering sehingga termasuk dalam klasifikasi iklim Oldeman tipe B2. Menurut Oldeman, tipe agroklimat B2 dapat ditanami padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek. Sementara potensi pengembangan pertanian lahan kering cukup besar di Kabupaten Banten yang diperuntukkan bagi tanaman poalawija dan hortikultura. Hal ini juga sesuai dengan klasifikasi Oldeman dimana tipe B3 memiliki musim kering pendek yang cukup untuk tanaman palawija. Dalam RTRW Kabupaten Serang juga menetapkan kawasan-kawasan strategis. Kawasan strategis merupakan kawasan yang penataan ruangnya diprioritaskan karena memiliki pengaruh sangat penting dalam lingkup wilayah (nasional, provinsi, kabupaten/kota) terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan. Penetapan kawasan strategis dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan perhatian khusus pada suatu kawasan tertentu yang karena karakteristik kawasannya atau potensi kawasannya dinilai membutuhkan perlakuan khusus untuk dapat dikembangkan dalam rangka pengembangan Wilayah Kabupaten Serang. Dalam RTRW kabupaten Serang, penetapan kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup difokuskan pada kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung dan kawasan yang berfungsi lindung di perbatasan Kabupaten Serang. Kawasan sempadan sungai utama seperti Sungai Ciujung dan Sungai Cidurian dikategorikan ke dalam kawasan perlindungan setempat. Saat ini, belum ada penelitian yang pasti untuk mengukur luas DAS dari sungai-sungai di Kabupaten Serang. Bila melihat dari kondisi eksisting yang ada, arahan sempadan telah menjadi permasalahan khusus karena beberapa daerah sempadan sungai telah berkembang menjadi kawasan-kawasan hunian. Dari hasil analisis potensi air permukaan, sungai terbesar di Kabupaten Serang yaitu Sungai Ciujung memiliki potensi yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat. Hal ini dikarenakan debit Sungai Ciujung masih sangat jauh melampaui total kebutuhan air domestik, pertanian, perikanan, peternakan, industri, dan non domestik Kabupaten Serang, seperti yang terlihat pada grafik di Gambar. Namun demikian, pencemaran di Sungai Ciujung semakin parah, ditandai dengan warna air sungai berubah menjadi hitam. DAS Ciujung menerima 67.4 m 3 buangan limbah cair per hari dari 30 industri di wilayah Serang Timur. (Pemerintah Provinsi Banten, 2011).Hal tersebut mengindikasikan bahwa Sungai Ciujung, meskipun memiliki potensi yang besar dalam memenuhi kebutuhan air Kabupaten Serang harus dikembalikan kualitasnya agar memenuhi standar baku

49 mutu yang berlaku. Rencana sistem pengendalian yang tercantum dalam RTRW meliputi pembangunan talud dan tanggul permanen di sepanjang sungai, normalisasi sungai, pembangunan embung, rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan resapan air dan kawasan sempadan sungai, serta pengendalian dan pembatasan kegiatan budidaya pada kawasan resapan air dan kawasan sempadan sungai. Kawasan lainnya yang menjadi kawasan strategis menurut RTRW adalah kawasan hutan lindung. Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, dan atau yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya yaitu sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi, serta memelihara kesuburan tanah. Di wilayah Kabupaten Serang, pengelolaan kawasan hutan lindung dilaksanakan oleh Perum Perhutani KPH Banten. Luas kawasan hutan lindung di Kabupaten Serang meliputi areal seluas hektar atau 0.33% dari luas keseluruhan wilayah Kabupaten Serang yang tersebar di beberapa kawasan, yaitu hutan lindung Gunung Karang dan hutan lindung Gunung Gede. Sementara kawasan hutan sekunder meliputi hutan produksi dan hutan rakyat di wilayah Kabupaten Serang memiliki luas hektar atau 3.68% dari luas keseluruhan wilayah. Kawasan hutan sekunder berfungsi sebagai kawasan penyangga (buffer) bagi kawasan hutan dan untuk menghindari perambahan hutan. Dalam RTRW, pengelolaan kawasan hutan dikembangkan meliputi pengelolaan terhadap kawasan hutan yang dilakukan untuk memanfaatkan ruang beserta sumberdaya hutan guna menyangga kawasan lindung, meningkatkan produktivitas lahan, serta memiliki kemampuan menjaga keseimbangan tata air dan lingkungan. Berdasarkan pemanfaatan lahan di Kabupaten Serang, luas total hutan primer dan sekunder adalah seluas hektar atau hanya sebesar 4.11% dari luas wilayah Kabupaten Serang. Sementara perbandingan ideal antara limpasan dan pengisian air tanah terhadap CH lebih adalah 50:50, yaitu pada titik yang berpotongan. Dari hasil analisis, diketahui bahwa untuk skenario hutan, proporsi luas hutan yang ideal adalah 30%. Hal ini menunjukkan bahwa daya dukung lingkungan hutan sebesar 4.11% di Kabupaten Serang jauh dari kondisi ideal. Penurunan luas kawasan hutan secara terus menerus akibat banyaknya penebangan hutan yang terjadi dapat berakibat berubahnya vegetasi tutupan lahan sehingga dapat meningkatkan laju erosi, meningkatkan potensi bahaya longsor, dan mengganggu ekosistem hutan. Dari hasil kajian muatan lingkungan meliputi sumberdaya air, pertanian, dan sumberdaya hutan sebagian besar telah tercantum dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Serang periode Pengembangan sumberdaya air meliputi pembangunan waduk, situ, embung serta jaringan irigasi sesuai dengan hasil analisis daya dukung lingkungan dan neraca air Kabupaten Serang, dimana terdapat bulan-bulan surplus dan defisit curah hujan, sehingga memerlukan pembangunan jaringan sumberdaya air agar masalah-masalah seperti banjir dan kekeringan dapat diatasi. Kawasan pertanian di Kabupaten Serang menjadi kawasan terluas dari tata guna lahan, dimana kabupaten Serang memiliki misi untuk menjadi lumbung padi terbesar di Provinsi Banten. Penggunaan lahan pertanian untuk tanaman padi dan palawija sesuai dengan analisis sumberdaya 31

50 32 iklim untuk pertanian dengan menggunakan klasifikasi Oldeman. Sementara luas hutan Kabupaten Serang sebesar 4.11% dari total wilayah masih sangat jauh dari kondisi minimum, yaitu 30% menurut analisis perbandingan limpasan dan pengisian air tanah. Dalam RTRW, perlu adanya pengembangan rehabilitasi dan konservasi kawasan hutan sehingga daya dukung lingkungannya tidak terlampaui. Pemerintah perlu melakukan pengawasan dan bekerjasama dengan seluruh pihak agar kebijakan, rencana, dan program yang telah disusun dalam RTRW dapat terlaksana dengan baik. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Hasil analisis 4 (empat) hirarki Daya Dukung Lingkungan (DDL) berbasis neraca air di Kabupaten Serang, Banten adalah sebagai berikut: a) Status daya dukung lingkungan pada Kabupaten Serang terdapat beberapa kondisi. Pada bulan Desember Januari status aman (sustain), sedangkan untuk bulan Februari April dan bulan November dikatagorikan aman bersyarat (conditional sustain), sementara dari bulan Mei hingga Oktober kondisi telah terlampaui (overshoot). Sementara untuk status daya dukung lingkungan di Kabupaten Serang dalam satu tahun dengan angka rasio sebesar 1.15 termasuk kategori aman bersyarat (conditional sustain). b) Kabupaten Serang memiliki 7 bulan basah dan 2 bulan kering sehingga termasuk dalam klasifikasi iklim Oldeman tipe B2. c) Dari hasil perhitungan neraca air, pada bulan-bulan kering sepeti Juli, Agustus, dan September terdapat defisit curah hujan untuk mencukupi kebutuhan tanaman secara berturut-turut sebesar 11.1 mm/bulan, 64.5 mm/bulan, dan 35.6 mm/bulan.kondisi minimum untuk Kabupaten Serang adalah dengan luas hutan sebesar 30%. d) Debit Sungai Ciujung masih dapat memenuhi total kebutuhan air per bulan Kabupaten Serang mencakup kebutuhan domestik, pertanian, peternakan, industri, dan non-domestik dengan debit total 143x10 7 m 3 /tahun. e) Degradasi lingkungan yang terjadi di Kabupaten Serang didominasi oleh banjir, kekeringan, dan tanah longsor. 2. Hasil kajian muatan lingkungan dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Serang, Banten berdasarkan analisis Daya Dukung Lingkungan (DDL) berbasis neraca air adalah sebagai berikut. a) Muatan lingkungan yang sudah dimuat adalah pengelolaan air permukaan, sumberdaya iklim untuk pertanian, dan indikator degradasi lingkungan. 1) Pengelolaan dan pengembangan air permukaan yaitu rencana pengelolaan sungai, waduk, situ, dan embung meliputi pengelolaan sumberdaya air wilayah Sungai Cidanau- Ciujung-Cidurian, pengelolaan dan pengembangan bendung

51 dan bendungan berupa Bendungan Sindang Heula di Kecamatan Pabuaran, Bendungan Cidanau di Kecamatan Cinangka, dan Bendung Pamarayan di Kecamatan Cikeusai, serta pengelolaan dan pengembangan embung yang tersebar pada wilayah Kecamatan Pontang dan Waringin Kurung. 2) Sumberdaya iklim untuk pertanian yaitu pengelolaan kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan memiliki wilayah terluas yaitu sebesar hektar atau 27.19% dari luas total wilayah Kabupaten Serang. Pertanian lahan basah memiliki luas kurang lebih hektar dan kawasan pertanian lahan kering dengan luas kurang lebih 5549 hektar. 3) Sektor kehutanan dengan luas total hutan primer dan sekunder adalah seluas hektar atau hanya sebesar 4.11% dari luas wilayah Kabupaten Serang. 4) Kawasan rawan bencana di Kabupaten Cianjur difokuskan pada kejadian bencana banjir, tanah longsor, dan kekeringan. b) Muatan lingkungan terkait sumberdaya air yang belum dimuat adalah status daya dukung lingkungan Saran 1. Kabupaten Serang perlu mengendalikan laju pertumbuhan penduduk agar tidak melebihi 800 jiwa/km 2 sehingga status daya dukung lingkungan terkatagorikan aman.. 2. Apabila pertanian pertanian aditif atau tanpa irigasi yang akan dikembangkan, maka pola tanam yang disarankan adalah sesuai dengan tipe B2 agroklimat Oldeman yaitu menanam padi dua kali setahun dan tanaman palawija pada musim kering. 3. Diperlukan konversi lahan di Kabupaten Serang agar luas hutan 4.11% dapat mencapai kondisi minimum sebesar 30%. Untuk memenuhi defisit neraca air sebesar 111 mm/tahun, disarankan luas hutan yang ideal adalah 45%. Alih fungsi lahan dapat dilakukan dengan mengkonversi kebun-kebun campuran dan ladang/tegalan yang memiliki luas sebesar 26.45% dan 23.96% dari luas wilayah. Kebun-kebun campuran dapat di alihfungsikan menjadi hutan buah, seperti limbo. 4. Debit Sungai Ciujung dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air di Kabupaten Serang. Namun demikian, perlu adanya program normalisasi sungai agar kualitas Sungai Ciujung dapat memenuhi standar baku mutu. 5. Perlu dibangun teras kredit dengan luas hektaruntuk menurunkan laju aliran permukaan sebesar m 3 /hari di lahan persawahan DAS Ciujung. Sementara perlu dilakukan pengelolaan Bendung Pamarayan agar mampu menampung debit saat musim penghujan. 6. Dalam dokumen RTRW Kabupaten Serang, pemerintah perlu melakukan review atau kajian ulang untuk upaya konversi lahan agar luas hutan dari kondisi eksisting 4.11% dapat ditingkatkan menjadi kondisi minimum 30% dan/atau kondisi ideal 45% dari luas wilayah. 33

52 34 DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Sitanala dan Rustiadi, Ernan Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan. Bogor: Crestpen Press dan Yayasan Obor Indonesia Aziz, Abdul Analisis Perubahan Kapasitas Simpan Air pada DAS Cisarua. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Bappeda Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Serang Periode Banten Doorenbos J, Pruitt WO Crop Water Requirements. Rome : FAO Irrigation And Drainage Paper. FAO Duinker, P.N. and Greig, Lorne A Scenario Analysis in Environmental Impact Assessment: Improving Explorations of the Future. Jurnal. Environmental Impact Assesment. 27(3): Hoekstra, A.Y. and Chapagain, A.K Water Footprints of Nations: Water Use by Peopleas a Function of Their Consumption Pattern. Jurnal. Water Resources Management. 21(1): Kartasapoetra, A.G KLIMATOLOGI: Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Jakarta: PT. Bumi Aksara Lakitan, B Dasar-Dasar Klimatologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Mawardi Peranan Teras Kredit Sebagai Pengendali Laju Erosi dan Aliran Permukaan (Surface Runoff) Pada Lahan Bervegetasi Kacang Tanah di Tembalang.Tesis. Semarang: Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro Prastowo Daya Dukung Lingkungan Aspek Sumberdaya Air.Working Paper P4W. Bogor: Crestpent Press Seyhan, E Dasar dasar Hidrologi.Penerjemah : Ir. Sentot Subagyo. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press Sudrajat, A Pemetaan Klasifikasi Oldeman Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumberdaya Iklim dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam di Sumatera Utara. Tesis. Medan: Pasca Sarjana Lingkungan dan Sumber Daya Alam Universitas Sumatera Utara Thornthwaite CW, Mather JR Instruction and Table For Computing Potensial Evaotrasnpiration and Water Balance. New Jersey : Centerton Triatmodjo, Bambang Hidrologi Terapan. Yogyakarta : Beta Offset Van Den Bergh, Jeroen and Grazi, Fabio Ecological Footprint Policy Land Use as an Environmental Indicator. Jurnal. Journal of Industrial Ecology. 18(1): Xia J., Zhu Y Z The Measurement of Water Resources Security: A Study and Challenge on Water Resources Carrying Capacity. Jurnal. Journal of Nature Resource.17(3): Yuliarta et al Teknologi Budidaya pada Sistem Usahatani Konservasi. Jakarta: Grafindo

53 LAMPIRAN

54

55 Lampiran 1.Tabel perhitungan nilai curah hujan andalan (mm) dengan Metode W.Bull ( ) No. Urut Bulan (mm) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah p=m/(n+1) CH andalan (mm) dengan peluang 80% di Kabupaten Serang Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah

56 34 37 Lampiran 2.Tabel perhitungan nilai debit andalan Sungai Ciujung (m 3 /detik) dengan Metode W.Bull ( ) No. Bulan (mm) Urut Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah p=m/(n+1) Debit andalan (m 3 /detik) dengan peluang 80% di Kabupaten Serang Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah

57 Lampiran 3.Data Iklim rata-rata Stasiun BMKG Serang BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN : METEOROLOGI SERANG BALAI WILAYAH II Elevasi : 25 m STASIUN KLIMATOLOGI KELAS I Lokasi : 6.11 S SERANG BANTEN : E Data Iklim Stasiun BMKG Serang ( ) Bulan Suhu Udara Rata-rata ( C) Kelembaban Relatif (%) Lama Penyinaran (%) Kecepatan Angin Evapotranspirasi (knot) (m/detik) (mm/bulan) JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES

58 36 39 Lampiran 4.Nilai evapotranspirasi potensial (mm) pada skenario komposisi luas hutan Komposisi Luas Hutan Bulan JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES Jumlah % % % % % % % % % % % %

59 Lampiran 2.Perhitungan nilai koefisien tanaman tertimbang, kapasitas simpan air, koefisien limpasan tertimbang (mm) ` No Luas (Ha) Koef. Tanaman Kapasitas Limpasan Kapasitas Simpan Air Jenis Penggunaan Lahan (Ha) % Kc Kc*A C C*A Sto STo*A 1 Hutan Primer Hutan Sekunder Kebun Campuran Ladang/Tegalan Lahan Terbuka Mangrove Perkebunan Pemukiman Sawah Semak Belukar Tambak/Empang Tubuh Air/Sungai Jumlah Gabungan

60 38 Lampiran 3.Perhitungan neraca air Kabupaten Serang 41 Nilai Kc : 0.83 Tekstur tanah : liat Bulan Parameter Jumlah Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Presipitasi (P, mm) Evapotranspirasi Potensial (ETP, mm) P - ETP (mm) Akumulasi kehilangan air potensial (-) Cadangan lengas tanah (mm) Perubahan cadangan lengas tanah (+/-) Evapotranspirasi Aktual (mm) Defisit cadangan air (mm) Surplus cadangan air (mm) Limpasan (mm) Pengisian air tanah (mm)

61 Lampiran 4.Perhitungan neraca air komposisi luas hutan Komposisi luas hutan 100% Nilai Kc : 0.90 Kapasitas cadangan lengas tanah : 375 mm Parameter Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Presipitasi (P, mm) Evapotranspirasi Potensial (ETP, mm) P - ETP (mm) Akumulasi kehilangan air potensial (-) Cadangan lengas tanah (mm) Perubahan cadangan lengas tanah (+/-) Evapotranspirasi Aktual (mm) Defisit cadangan air (mm) Surplus cadangan air (mm) Limpasan (mm) Pengisian air tanah (mm) Jumlah 42

62 40 43 Lampiran 7.lanjutan Komposisi luas hutan 90% Nilai Kc : 0.85 Kapasitas cadangan lengas tanah : mm Parameter Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah Presipitasi (P, mm) Evapotranspirasi Potensial (ETP, mm) P - ETP (mm) Akumulasi kehilangan air potensial (-) Cadangan lengas tanah (mm) Perubahan cadangan lengas tanah (+/-) Evapotranspirasi Aktual (mm) Defisit cadangan air (mm) Surplus cadangan air (mm) Limpasan (mm) Pengisian air tanah (mm)

63 Lampiran 7.lanjutan Komposisi luas hutan 80% Nilai Kc : 0.80 Kapasitas cadangan lengas tanah : mm Parameter Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah Presipitasi (P, mm) Evapotranspirasi Potensial (ETP, mm) P - ETP (mm) Akumulasi kehilangan air potensial (-) Cadangan lengas tanah (mm) Perubahan cadangan lengas tanah (+/-) Evapotranspirasi Aktual (mm) Defisit cadangan air (mm) Surplus cadangan air (mm) Limpasan (mm) Pengisian air tanah (mm)

64 42 45 Lampiran 7.lanjutan Komposisi luas hutan 70% Nilai Kc : 0.75 Kapasitas cadangan lengas tanah : mm Parameter Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah Presipitasi (P, mm) Evapotranspirasi Potensial (ETP, mm) P - ETP (mm) Akumulasi kehilangan air potensial (-) Cadangan lengas tanah (mm) Perubahan cadangan lengas tanah (+/-) Evapotranspirasi Aktual (mm) Defisit cadangan air (mm) Surplus cadangan air (mm) Limpasan (mm) Pengisian air tanah (mm)

65 Lampiran 7.lanjutan Komposisi luas hutan 60% Nilai Kc : 0.70 Kapasitas cadangan lengas tanah : 260 mm Parameter Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah Presipitasi (P, mm) Evapotranspirasi Potensial (ETP, mm) P - ETP (mm) Akumulasi kehilangan air potensial (-) Cadangan lengas tanah (mm) Perubahan cadangan lengas tanah (+/-) Evapotranspirasi Aktual (mm) Defisit cadangan air (mm) Surplus cadangan air (mm) Limpasan (mm) Pengisian air tanah (mm)

66 44 47 Lampiran 7.lanjutan Komposisi luas hutan 50% Nilai Kc : 0.65 Kapasitas cadangan lengas tanah : mm Parameter Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah Presipitasi (P, mm) Evapotranspirasi Potensial (ETP, mm) P - ETP (mm) Akumulasi kehilangan air potensial (-) Cadangan lengas tanah (mm) Perubahan cadangan lengas tanah (+/-) Evapotranspirasi Aktual (mm) Defisit cadangan air (mm) Surplus cadangan air (mm) Limpasan (mm) Pengisian air tanah (mm)

67 Lampiran 7.lanjutan Komposisi luas hutan 40% Nilai Kc : 0.60 Kapasitas cadangan lengas tanah : mm Parameter Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah Presipitasi (P, mm) Evapotranspirasi Potensial (ETP, mm) P - ETP (mm) Akumulasi kehilangan air potensial (-) Cadangan lengas tanah (mm) Perubahan cadangan lengas tanah (+/-) Evapotranspirasi Aktual (mm) Defisit cadangan air (mm) Surplus cadangan air (mm) Limpasan (mm) Pengisian air tanah (mm)

68 46 49 Lampiran 7.lanjutan Komposisi luas hutan 30% Nilai Kc : 0.55 Kapasitas cadangan lengas tanah : mm Parameter Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah Presipitasi (P, mm) Evapotranspirasi Potensial (ETP, mm) P - ETP (mm) Akumulasi kehilangan air potensial (-) Cadangan lengas tanah (mm) Perubahan cadangan lengas tanah (+/-) Evapotranspirasi Aktual (mm) Defisit cadangan air (mm) Surplus cadangan air (mm) Limpasan (mm) Pengisian air tanah (mm)

69 Lampiran 7.lanjutan Komposisi luas hutan 20% Nilai Kc : 0.50 Kapasitas cadangan lengas tanah : 145 mm Parameter Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah Presipitasi (P, mm) Evapotranspirasi Potensial (ETP, mm) P - ETP (mm) Akumulasi kehilangan air potensial (-) Cadangan lengas tanah (mm) Perubahan cadangan lengas tanah (+/-) Evapotranspirasi Aktual (mm) Defisit cadangan air (mm) Surplus cadangan air (mm) Limpasan (mm) Pengisian air tanah (mm)

70 48 51 Lampiran 7.lanjutan Komposisi luas hutan 10% Nilai Kc : 0.45 Kapasitas cadangan lengas tanah : mm Parameter Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah Presipitasi (P, mm) Evapotranspirasi Potensial (ETP, mm) P - ETP (mm) Akumulasi kehilangan air potensial (-) Cadangan lengas tanah (mm) Perubahan cadangan lengas tanah (+/-) Evapotranspirasi Aktual (mm) Defisit cadangan air (mm) Surplus cadangan air (mm) Limpasan (mm) Pengisian air tanah (mm)

71 Lampiran 7.lanjutan Komposisi luas hutan 0% Nilai Kc : 0.40 Kapasitas cadangan lengas tanah : mm Parameter Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah Presipitasi (P, mm) Evapotranspirasi Potensial (ETP, mm) P - ETP (mm) Akumulasi kehilangan air potensial (-) Cadangan lengas tanah (mm) Perubahan cadangan lengas tanah (+/-) Evapotranspirasi Aktual (mm) Defisit cadangan air (mm) Surplus cadangan air (mm) Limpasan (mm) Pengisian air tanah (mm)

72 50 Lampiran 7.lanjutan 53 Komposisi luas hutan 4.11% Nilai Kc : 0.42 Kapasitas cadangan lengas tanah : mm Parameter Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah Presipitasi (P, mm) Evapotranspirasi Potensial (ETP, mm) P - ETP (mm) Akumulasi kehilangan air potensial (-) Cadangan lengas tanah (mm) Perubahan cadangan lengas tanah (+/-) Evapotranspirasi Aktual (mm) Defisit cadangan air (mm) Surplus cadangan air (mm) Limpasan (mm) Pengisian air tanah (mm)

73 Lampiran 8. Perhitungan kebutuhan air (m 3 /bulan) Kabupaten Serang Bulan Parameter Domestik Pertanian Industri Peternakan Perikanan Non-Domestik Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

74 55 Lampiran 9. Peta rawan bencana banjir Kabupaten Serang

KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ASPEK SUMBERDAYA AIR DI KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT LIBNA CHAIRA

KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ASPEK SUMBERDAYA AIR DI KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT LIBNA CHAIRA KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ASPEK SUMBERDAYA AIR DI KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT LIBNA CHAIRA DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SIKLUS HIDROLOGI 2.2 DAERAH ALIRAN SUNGAI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SIKLUS HIDROLOGI 2.2 DAERAH ALIRAN SUNGAI II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SIKLUS HIDROLOGI Persediaan air segar dunia hampir seluruhnya didapatkan dalam bentuk hujan sebagai hasil dari penguapan air laut. Proses proses yang tercakup dalam peralihan uap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Daerah Aliran Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Daerah Aliran Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Menurut Manan (1976) Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat didefinisikan sebagai areal yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS SIMPAN AIR PADA DAS CISARUA, KABUPATEN BOGOR ABDUL AZIZ

ANALISIS KAPASITAS SIMPAN AIR PADA DAS CISARUA, KABUPATEN BOGOR ABDUL AZIZ ANALISIS KAPASITAS SIMPAN AIR PADA DAS CISARUA, KABUPATEN BOGOR ABDUL AZIZ DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ASPEK SUMBERDAYA AIR DI KABUPATEN BOGOR MUHAMMAD RAMDAN SHALIHUDIN

KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ASPEK SUMBERDAYA AIR DI KABUPATEN BOGOR MUHAMMAD RAMDAN SHALIHUDIN KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ASPEK SUMBERDAYA AIR DI KABUPATEN BOGOR MUHAMMAD RAMDAN SHALIHUDIN DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN KAPASITAS SIMPAN AIR PADA DAS CISADANE HULU, JAWA BARAT ARRASYID MAULANA

ANALISIS PERUBAHAN KAPASITAS SIMPAN AIR PADA DAS CISADANE HULU, JAWA BARAT ARRASYID MAULANA ANALISIS PERUBAHAN KAPASITAS SIMPAN AIR PADA DAS CISADANE HULU, JAWA BARAT ARRASYID MAULANA DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 ii PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satu dari komoditas tanaman pangan yang penting di Indonesia selain padi dan jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki arti penting

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN LEBAK ANNETTE ANGGRAENY SIHOMBING

KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN LEBAK ANNETTE ANGGRAENY SIHOMBING KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN LEBAK ANNETTE ANGGRAENY SIHOMBING DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi 2.1.1 Curah hujan rata-rata DAS Beberapa cara perhitungan untuk mencari curah hujan rata-rata daerah aliran, yaitu : 1. Arithmatic Mean Method perhitungan curah

Lebih terperinci

III. DATA DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 2.11 Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen

III. DATA DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 2.11 Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen 7 radiasi surya, suhu udara, kecepatan angin, dan kelembaban udara dalam penentuan evapotranspirasi. Sedangkan faktor tanah yang mempengaruhi seperti tekstur, kedalaman tanah, dan topografi. Kebutuhan

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hidrologi Siklus hidrologi menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Selama berlangsungnya Siklus hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Hidrologi adalah ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam, yang meliputi bentuk berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan-perubahannya antara

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

ANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH

ANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH ANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH Wenas Ganda Kurnia, Laura Prastika Stasiun Pemantau Atmosfer Global Lore Lindu Bariri Palu Email: gaw.lorelindubariri@gmail.com

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR 1 Rika Sri Amalia (rika.amalia92@gmail.com) 2 Budi Santosa (bsantosa@staff.gunadarma.ac.id) 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Sumber Daya Air dan Lahan Jurusan Teknik Pertanian dan Laboratorium Ilmu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat. 11 yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined.

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined. HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN MOTTO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI ABSTRAK BAB IPENDAHULUAN DAFTAR ISI halaman i ii iii iv v vii

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air tanaman adalah banyaknya air yang dibutuhkan tanaman untuk membentuk jaringan tanaman, diuapkan, perkolasi dan pengolahan tanah. Kebutuhan

Lebih terperinci

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai.

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai. 6 KAT i = KAT i-1 + (CH-ETp) Hingga kandungan air tanah sama dengan kapasitas lapang yang berarti kondisi air tanah terus mencapai kondisi kapasitas lapang. Dengan keterangan : I = indeks bahang KL =Kapasitas

Lebih terperinci

ANALISIS PENENTUAN WAKTU TANAM PADA TANAMAN KACANG TANAH

ANALISIS PENENTUAN WAKTU TANAM PADA TANAMAN KACANG TANAH ANALISIS PENENTUAN WAKTU TANAM PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) BERDASARKAN METODE PENDUGAAN EVAPOTRANSPIRASI PENMAN DI KABUPATEN GORONTALO Widiyawati, Nikmah Musa, Wawan Pembengo ABSTRAK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR..... ii DAFTAR ISI...... iv DAFTAR TABEL..... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN.... 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah. 7 C. Tujuan Penelitian......

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F

OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F14102075 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN Jonizar 1,Sri Martini 2 Dosen Fakultas Teknik UM Palembang Universitas Muhammadiyah Palembang Abstrak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4 DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Pengesahan Skripsi... ii Halaman Pernyataan... iii Halaman Persembahan... iv Kata Pengantar... vi Daftar Isi... vii Daftar Tabel... ix Daftar Gambar... x Daftar

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin lama semakin meningkat telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan. Salah satu permasalahan lingkungan

Lebih terperinci

Penentuan Masa Tanam Kacang Hijau Berdasarkan Analisis Neraca Air di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara

Penentuan Masa Tanam Kacang Hijau Berdasarkan Analisis Neraca Air di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara Penentuan Masa Tanam Kacang Hijau Berdasarkan Analisis Neraca Air di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara Musyadik 1), Agussalim dan Pungky Nungkat 2) 1) BPTP Sulawesi Tenggara 2) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifatsifatnya dan hubungan

Lebih terperinci

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det DEBIT ANDALAN Debit Andalan (dependable discharge) : debit yang berhubungan dgn probabilitas atau nilai kemungkinan terjadinya. Merupakan debit yg kemungkinan terjadinya sama atau melampaui dari yg diharapkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Kebutuhan Tanaman Padi UNIT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Evapotranspirasi (Eto) mm/hr 3,53 3,42 3,55 3,42 3,46 2,91 2,94 3,33 3,57 3,75 3,51

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii MOTTO iv DEDIKASI v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1 ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1 Purwanto dan Jazaul Ikhsan Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jl. Lingkar Barat, Tamantirto, Yogyakarta (0274)387656

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Menurut Seyhan (1990), siklus atau daur hidrologi diberi batasan sebagai suksesi tahapan-tahapan yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA Susilah Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh email: zulfhazli.abdullah@gmail.com Abstrak Kecamatan Banda Baro merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia. Potensi

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia. Potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia. Potensi pertanian tersebut sangat besar, namun masih diperlukan penanganan yang baik agar kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

STUDI POTENSI IRIGASI SEI KEPAYANG KABUPATEN ASAHAN M. FAKHRU ROZI

STUDI POTENSI IRIGASI SEI KEPAYANG KABUPATEN ASAHAN M. FAKHRU ROZI STUDI POTENSI IRIGASI SEI KEPAYANG KABUPATEN ASAHAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh Colloqium Doqtum/Ujian Sarjana Teknik Sipil M. FAKHRU ROZI 09 0404

Lebih terperinci

ESTIMASI NERACA AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE MATTER. RAHARDYAN NUGROHO ADI BPTKPDAS

ESTIMASI NERACA AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE MATTER. RAHARDYAN NUGROHO ADI BPTKPDAS ESTIMASI NERACA AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE MATTER RAHARDYAN NUGROHO ADI (dd11lb@yahoo.com) BPTKPDAS Pendahuluan Analisis Neraca Air Potensi SDA Berbagai keperluan (irigasi, mengatur pola

Lebih terperinci

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung)

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-1 Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung) Anindita Hanalestari Setiawan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tata Guna Lahan Tata guna lahan merupakan upaya dalam merencanakan penyebaran penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Saluran irigasi DI. Kotapala, Kebutuhan air Irigasi, Efisiensi. Pengaliran.

ABSTRAK. Kata kunci : Saluran irigasi DI. Kotapala, Kebutuhan air Irigasi, Efisiensi. Pengaliran. ABSTRAK Daerah Irigasi (DI) Kotapala adalah salah satu jaringan irigasi yang berlokasi di Desa Dajan Peken, Desa Dauh Peken, Desa Delod Peken, dan Desa Bongan yang berada di Kabupaten Tabanan Bali. DI

Lebih terperinci

BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN

BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti diklat ini peseta diharapkan mampu Menjelaskan tentang kebutuhan air tanaman A. Deskripsi Singkat Kebutuhan air tanaman

Lebih terperinci

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN M. Taufik Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo abstrak Air sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI SUMBER AIR BERSIH PDAM JAYAPURA Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT Nohanamian Tambun 3306 100 018 Latar Belakang Pembangunan yang semakin berkembang

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS SIMPAN AIR DI WILAYAH KAMPUS IPB DRAMAGA, BOGOR SKRIPSI. Oleh: SEKAR DWI RIZKI F

ANALISIS KAPASITAS SIMPAN AIR DI WILAYAH KAMPUS IPB DRAMAGA, BOGOR SKRIPSI. Oleh: SEKAR DWI RIZKI F ANALISIS KAPASITAS SIMPAN AIR DI WILAYAH KAMPUS IPB DRAMAGA, BOGOR SKRIPSI Oleh: SEKAR DWI RIZKI F44080019 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ANALYSIS OF WATER STORAGE CAPACITY

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

ANALISA KETERSEDIAAN AIR ANALISA KETERSEDIAAN AIR 3.1 UMUM Maksud dari kuliah ini adalah untuk mengkaji kondisi hidrologi suatu Wilayah Sungai yang yang berada dalam sauatu wilayah studi khususnya menyangkut ketersediaan airnya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Diskripsi Lokasi Studi Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di wilayah Kabupaten Banyumas dengan luas areal potensial 1432 ha. Dengan sistem

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*) PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS Oleh: Suryana*) Abstrak Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan secara integratif dari komponen biofisik dan sosial budaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu 1. Penelitian sejenis mengenai Kajian Kebutuhan Air Irigasi Pada Jaringan Irigasi sebelumnya pernah ditulis oleh (Oktawirawan, 2015) dengan judul Kajian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,

Lebih terperinci

MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS

MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan 3.3.2 Pengolahan Data Pengolahan data terdiri dari dua tahap, yaitu pendugaan data suhu Cikajang dengan menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997) dan penentuan evapotranspirasi dengan persamaan Thornthwaite

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan PENDAHULUAN Latar Belakang Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan gletser (2,15%), air artesis (0,62%) dan air lainnya (0,03%). Air lainnya ini meliputi danau air tawar

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat mengandung pengertian yang mendalam, bukan hanya berarti penambahan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM Dalam suatu penelitian dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar penelitian agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam analisis penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di

BAB I PENDAHULUAN. 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1. URAIAN UMUM Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran luas 100 km x 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di tengah danau terdapat

Lebih terperinci

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM NAMA : ARIES FIRMAN HIDAYAT (H1A115603) SAIDATIL MUHIRAH (H1A115609) SAIFUL

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air adalah salah satu sumber daya alam yang tersedia di bumi. Air memiliki banyak fungsi dalam kelangsungan makhluk hidup yang harus dijaga kelestariannya dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

Aspek Perubahan Lahan terhadap Kondisi Tata Air Sub DAS Cisangkuy-DAS Citarum

Aspek Perubahan Lahan terhadap Kondisi Tata Air Sub DAS Cisangkuy-DAS Citarum Aspek Perubahan Lahan terhadap Kondisi Tata Air Sub DAS Cisangkuy-DAS Citarum Oleh Idung Risdiyanto, Nana Mulyana, F.S. Beny, Sudharsono 1. Analisis perubahan penutupan lahan Dinamika perubahan penggunaan

Lebih terperinci

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi Evapotranspirasi 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi Departemen Geofisika dan Meteotologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Januari 2015 di Jurusan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Januari 2015 di Jurusan 31 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014- Januari 2015 di Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Stasiun Klimatologi

Lebih terperinci

AKIBAT PERUBAHAN KAPASITAS SIMPAN AIR PEMBANGUNAN KAWASAN BOGOR NIRWANA RESIDENCE SKRIPSI. Oleh : LISMA SAFITRI F

AKIBAT PERUBAHAN KAPASITAS SIMPAN AIR PEMBANGUNAN KAWASAN BOGOR NIRWANA RESIDENCE SKRIPSI. Oleh : LISMA SAFITRI F AKIBAT PERUBAHAN KAPASITAS SIMPAN AIR PEMBANGUNAN KAWASAN BOGOR NIRWANA RESIDENCE SKRIPSI Oleh : LISMA SAFITRI F14053278 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIANN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

ANALISIS NERACA AIR UNTUK PENETAPAN POLA TANAM DALAM MENINGKATKAN INDEKS PERTANAMAN 1

ANALISIS NERACA AIR UNTUK PENETAPAN POLA TANAM DALAM MENINGKATKAN INDEKS PERTANAMAN 1 ANALISIS NERACA AIR UNTUK PENETAPAN POLA TANAM DALAM MENINGKATKAN INDEKS PERTANAMAN 1 Tujuan: Budi Indra Setiawan 2 1) Menjelaskan proses perhitungan neraca air di lahan pertanian 2) Mengidentifikasi pergantian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

MASA TANAM KEDELAI BERDASARKAN ANALISIS NERACA AIR DI KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

MASA TANAM KEDELAI BERDASARKAN ANALISIS NERACA AIR DI KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA MASA TANAM KEDELAI BERDASARKAN ANALISIS NERACA AIR DI KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA Musyadik, Agussalim 1) dan Tri Marsetyowati 2) 1) BPTP Sulawesi Tenggara Jl. Prof. Muh. Yamin No. 89 Puuwatu Kendari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Curah hujan dan ketersediaan air tanah merupakan dua faktor utama yang saling berkaitan dalam memenuhi kebutuhan air tanaman. Terutama untuk tanaman pertanian. yang

Lebih terperinci

PENENTUAN MASA TANAM KEDELAI BERDASARKAN ANALISIS NERACA AIR DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

PENENTUAN MASA TANAM KEDELAI BERDASARKAN ANALISIS NERACA AIR DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA PENENTUAN MASA TANAM KEDELAI BERDASARKAN ANALISIS NERACA AIR DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA DETERMINATION OF SOY BEANS PLANTING TIME BASED ON WATER BALANCE SHEET ANALYSIS IN SOUTH KONAWE

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Daerah Irigasi Lambunu Daerah irigasi (D.I.) Lambunu merupakan salah satu daerah irigasi yang diunggulkan Propinsi Sulawesi Tengah dalam rangka mencapai target mengkontribusi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi 2.1. Alur Studi Alur studi kegiatan Kajian Tingkat Kerentanan Penyediaan Air Bersih Tirta Albantani Kabupaten Serang, Provinsi Banten terlihat dalam Gambar 2.1. Gambar 2.1. Diagram Alir Studi II - 1 2.2.

Lebih terperinci

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7) 7 Persamaan-persamaan tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik (Persamaan 5) yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam % volume. 3.3.5 Pengukuran Curah Hujan dan Tinggi

Lebih terperinci