KAJIAN SUSUT MUTU WORTEL TEROLAH MINIMAL DALAM KEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI DENGAN PENYIMPANAN DINGIN YANIE PRIHATIN RITONGA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN SUSUT MUTU WORTEL TEROLAH MINIMAL DALAM KEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI DENGAN PENYIMPANAN DINGIN YANIE PRIHATIN RITONGA"

Transkripsi

1 KAJIAN SUSUT MUTU WORTEL TEROLAH MINIMAL DALAM KEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI DENGAN PENYIMPANAN DINGIN YANIE PRIHATIN RITONGA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 YANIE PRIHATIN RITONGA, Kajian Susut Mutu Wortel Terolah Minimal dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi Dengan Penyimpanan Dingin. Dibawah bimbingan Arief Sabdo Yuwono sebagai pembimbing ketua dan Suroso pembimbing anggota. Ringkasan Sayuran dan buah-buahan mudah rusak karena mengandung kadar air tinggi sehingga menuntut penanganan khusus agar susut bobot dan mutu dapat dihindari. Penanganan yang tidak optimal selama penyimpanan, transportasi atau pada saat penjualan menyebabkan sayuran buah yang sampai ke konsumen tidak sesegar aslinya dan sudah mengalami penurunan bobot dan mutu bahkan telah terjadi pembusukan. Rantai distribusi merupakan hal yang penting dalam penanganan dan peyimpanan wortel, terutama pada peyimpanan dingin. Suhu yang digunakan pada masa penyimpanan wortel terolah minimal dapat memperpanjang atau sebaliknya dapat menurunkan kualitas gizi komoditi wortel. (1) Penelitian bertujuan untuk : (1) Menentukan laju respirasi wortel yang terolah minimal, (2) Memilih komposisi atmosfer dan jenis film kemasan yang tepat untuk wortel yang terolah minimal, (3) Menentukan berat wortel terolah minimal untuk tercapainya kondisi atmosfer termodifikasi dalam kemasan, (4) Menduga umur simpan wortel terolah minimal yang sebelumnya mengalami perlakuan penyimpanan dingin. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : wortel varietas lokal yang diperoleh dari petani PT. Pacet Segar, Desa Ciherang-Cianjur. Pengukuran lajurespirasi dilakukan pada berbagai suhu penyimpanan (5 o C, 10 o C dan suhu ruang). Pada tahap penelitian pendahuluan dilakukan pengukuran laju respirasi dan penyimpanan pada atmosfer termodifikasi terhadap wortel yang telah disortasi diiris, ditimbang lalu dimasukkan kedalam stoples dan disimpan pada suhu dingin. Diperoleh komposisi gas terbaik adalah 2% O 2 dan 2% CO 2, serta kemasan terpilih film LDPE. Laju respirasi wortel mengalami penurunan selama penyimpanan karena termasuk komoditi non-klimaterik. Dari hasil penelitian diperoleh semakin tinggi suhu maka semakin tinggi laju respirasi. Nilai kekerasan tertinggi pada wortel utuh dan irisan wortel (LDPE) tanpa penyimpanan dingin yang diperoleh pada

3 hari ke-21, yaitu pada 1.46 kgf dan 1.61 kgf sedangkan dengan penyimpanan dingin yaitu 1.40 kgf dan 1.57 kgf.. Nilai *L pada wortel utuh dan irisan wortel tanpa penyimpanan dingin hari ke-21 masing-masing yaitu : dan Dengan penyimpanan dingin sedangkan pada irisan wortel Nilai (*a) wortel utuh tanpa penyimpanan dingin dan dengan penyimpanan dingin pada hari ke-21 masing-masing adalah : dan Pada irisan wortel dan Nilai (*b) wortel utuh pada penyimpanan tanpa perlakuan penyimpanan dingin dan dengan penyimpanan dingin masing-masing pada hari ke-21 adalah dan dan irisan wortel adalah dan Uji organoleptik pada penyimpanan dengan penyimpanan dingin dan tanpa penyimpanan dingin hingga penyimpanan hari ke-21 masih dapat diterima konsumen. Penyimpanan dingin dapat memperlambat penurunan kandungan betakaroten. Kandungan beta-karoten pada penyimpanan hari ke-3 sebelum penyimpanan dingin turun 3.25%. Penurunan beta- pada komposisi gas 1-2% O 2 dan 2-4% CO 2, dimana karoten 0.57% pada hari ke-6 setelah dilakukan penyimpanan dingin.

4 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : Kajian Susut Mutu Wortel Terolah Minimal dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi dengan Penyimpanan Dingin Adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2006 Yanie Prihatin Ritonga F

5 KAJIAN SUSUT MUTU WORTEL TEROLAH MINIMAL DALAM KEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI DENGAN PENYIMPANAN DINGIN YANIE PRIHATIN RITONGA Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magíster Sains pada Program Studi Teknologi Pascapanen SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

6 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor. sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kutacane, Aceh Tenggara pada tanggal 17 Januari 1978 sebagai anak kedua dari 3 bersaudara, dari pasangan Drs. Zainal Abidin Ritonga (alm) dan Nurmawati (almh). Tahun 1997 menempuh pendidikan di Jurusan Teknik Pertanian Universitas Syiah Kuala, dan lulus tahun Pada tahun menjadi dosen tetap Jurusan Teknologi Industri Pertanianan Universitas Serambi Mekkah. Penulis diterima menjadi mahasiswa Pascasarjana Program Studi Teknologi Pascapanen Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2004.

8 PRAKATA Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah awal dari segalanya Allah SWT, Dialah yang telah memberikan segala sesuatunya yang patut disyukuri, hingga dapat menyelesaikan tesis ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah: Kajian Susut Mutu Wortel Terolah Minimal Dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi Dengan Penyimpanan Dingin. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Bapak Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc, Ph.D dan Bapak. Dr. Ir. Suroso, M.Agr sebagai pembimbing yang telah memberikan pengarahan sejak awal penelitian hingga tesis ini selesai. Serta kepada Bapak Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr sebagai penguji luar komisi, serta pak Sulyaden yang telah banyak membantu selama penelitian. Rasa terimakasih, cinta, sayang, rindu dan haru yang tak hingga juga penulis sampaikan kepada Papa almarhum (Zainal Abidin Ritonga), Mama almarhummah (Nurmawati), abangnda almarhum (Budi Irwansyah Ritonga) yang telah mendahuluiku dalam peristiwa tsunami Aceh. Terimakasih Allah telah memberikan seorang adinda (Surya Iskandar Ritonga) yang setia menemani dan menjaga hidupku, terimakasih untuk bantuan materi dan morilnya. Tidak lupa keluarga besar Ritonga untuk doa dan semangatnya. Asri,Adnan, Kudrat untuk persahabatan yang indah. Teman-teman TPP , TEP , TEP angkatan-39 juga rekan-rekan Assabily dan teman-teman di Aceh. Terima kasih sebesar-besarnya hanya Allah yang mampu membalas semua kebaikan kalian. Semoga tesis ini bermanfaat adanya untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Amin. Bogor, September 2006 Yanie Prihatin Ritonga

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR LAMPIRAN... vi PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Wortel... 3 Fisiologi Pascapanen... 4 Pendinginan Pendahuluan... 4 Distribusi dan Pemasaran... 5 Penyimpanan Dingin... 8 Rantai Dingin (cold chain) Penyimpanan dengan Atmosfer Termodifikasi Teknologi Pengolahan Minimal (Minimal Processing) Pemilihan Kemasan BAHAN DAN METODELOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan Tahapan Penelitian Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal Penentuan Daerah Termodifikasi Penentuan Jenis Film Kemasan Penyimpana n Pada Kemasan Terpilih SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN i

10 DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi gizi per 100 gram baha n Permeabilitas beberapa jenis film plastik pengemas Koefisien permeabilizas film kemasan hasil perhitungan dan penetapan (ml mil/m 2 jam) Pengaruh komposisi gas terhadap kesukaa n panelis pada wortel utuh Pengaruh komposisi gas terhadap kesukaan panelis pada irisan wortel ii

11 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Saluran distribusi buah dan sayur pada pemasaran petani komersial Kurva beberapa film kemasan dan udara Bagan alir pengukuran laju respirasi wortel Bagan alir pemilihan komposisi O 2 dan CO 2 pada suhu terpilih Bagan alir penentuan jenis film kemasan Bagan alir penyimpanan wortel terolah minimal tanpa penyimpanan dingin Bagan alir penyimpanan wortel terolah minimal dengan penyimpanan dingin Laju produksi CO 2 wortel selama penyimpanan ada suhu 5 o C Laju produksi CO 2 wortel selama penyimpanan pada suhu 10 o C Laju produksi CO 2 wortel selama penyimpanan pada suhu ruang Laju konsumsi O 2 wortel selama penyimpanan pada suhu 5 o C Laju konsumsi O 2 wortel selama penyimpanan pada suhu 10 o C Laju konsumsi O 2 wortel selama penyimpanan pada suhu ruang Perubahan kekerasan wortel utuh (W1) pada berbagai komposisi gas selama penyimpanan pada suhu 5 o C Perubahan kekerasan irisan wortel (W2) pada berbagai komposisi gas selama penyimpanan pada suhu 5 o C Perubahan kecerahan (*L) wortel utuh (W1) pada berbagai komposisi gas selama penyimpanan pada suhu 5 o C Perubahan kecerahan (*L) irisan wortel (W2) pada berbagai komposisi gas selama penyimpanan pada suhu 5 o C Perubahan nilai merah (*a) wortel utuh (W1) pada berbagai komposisi gas selama penyimpanan pada suhu 5 o C iii

12 19 Perubahan nilai kuning (*b) wortel utuh (W1) pada berbagai komposisi gas selama penyimpanan pada suhu 5 o C Kurva beberapa film kemasan dan udara dengan daerah kemasan terpilih wortel terolah minimal Laju konsumsi O 2 wortel terolah minimal dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C Laju produksi CO 2 wortel terolah minimal dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C Laju konsumsi O 2 wortel terolah minimal dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C Laju produksi CO 2 wortel terolah minimal dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C Perubahan kerasan wortel utuh (W1) dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C Perubahan kerasan irisan wortel (W2) dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C Perubahan kerasan wortel terolah minimal dalam kemasan PP selama penyimpanan pada suhu 5 o C Perubahan kerasan wortel utuh (W1) dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C Perubahan kerasan irisan wortel (W2) dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C Perubahan kerasan wortel terolah minimal dalam kemasan PP selama penyimpanan pada suhu 5 o C Nilai *L,*a,*b wortel terolah minimal tanpa penyimpanan dingin dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C Nilai *L wortel terolah minimal tanpa penyimpanan dingin dalam kemasan PP selama penyimpanan pada suhu 5 o C Nilai *L,*a,*b wortel terolah minimal dengan penyimpanan dingin dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C iv

13 34 Nilai *L wortel terolah minimal dengan penyimpanan dingin dalam kemasan PP selama penyimpanan pada suhu 5 o C Perubahan susut bobot pada wortel selama penyimpanan pada suhu 5 o C Perubahan susut bobot pada wortel selama penyimpanan pada suhu 5 o C Kandungan beta-karoten pada wortel dengan kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C Kandungan beta-karoten pada wortel dengan kemasan PP selama penyimpanan pada suhu 5 o C Kandungan beta-karoten pada wortel dengan kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C Kandungan beta-karoten pada wortel dengan kemasan PP selama penyimpanan pada suhu 5 o C Perubahan kesukaaan pada warna wortel dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C Perubahan kesukaaan pada warna wortel dalam kemasan PP selama penyimpanan pada suhu 5 o C Perubahan kesukaaan pada warna wortel dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C Perubahan kesukaaan pada warna wortel dalam kemasan PP selama penyimpanan pada suhu 5 o C v

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Laju respirasi dan nilai RQ pada penyimpanan suhu 5 o C pada wortel utuh (W1) Laju respirasi dan nilai RQ pada penyimpanan suhu 5 o C pada irisan wortel (W2) Perubahan *L.*a,*b selama penyimpanan tanpa penyimpanan dingin pada suhu 5 o C Perubahan *L.*a,*b selama penyimpanan dengan penyimpanan dingin pada suhu 5 o C Nilai organoleptik penyimpanan wortel terolah minimal tanpa penyimpanan dingin pada suhu 5 o C Nilai organoleptik penyimpanan wortel terolah minimal dengan penyimpanan dingin pada suhu 5 o C Uji kesukaan irisan wortel penyimpana hari ke-14 pada berbagai komposisi gas Penyimpanan wortel terolah minimal hari ke-6 pada suhu 5 o C Penyimpanan wortel terolah minimal hari ke-18 pada suhu 5 o C Penyimpanan wortel terolah minimal hari ke-21 pada suhu Penentuan berat wortel terolah minimal dalam kemasan LDPE dengan konsentrasi O 2 pada suhu 5 o C Penentuan berat wortel terolah minimal dalam kemasan LDPE dengan konsentrasi CO2 pada suhu 5 o C vi

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Distribusi sayur-sayuran dan buah-buahan dari pemanenan hingga sampai ketangan konsumen membutuhkan waktu yang relative lama. Setelah pemanenan sayur - sayuran dan buah-buahan juga masih mengalami proses fisiologi sehingga proses kehidupan masih berlangsung, salah satunya adalah proses respirasi. Respirasi merupakan proses katabolisme dengan tujuan untuk memperoleh energi yang dibutuhkan dalam melakukan proses kehidupan. Karena itu setelah dipanen mutu sayur-sayuran dan buah-buahan tidak dapat diperbaiki tapi hanya dapat dipertahankan. Selain itu sifat sayur-sayuran dan buah-buahan yang mudah rusak karena mengandung kadar air yang tinggi dan masih melakukan kerja fisiologis, menuntut penanganan khusus sehingga bobot dan susut mutu dapat dihindari. Penanganan yang tidak optimal selama penyimpanan, transportasi atau pada saat penjualan menyebabkan buah yang sampai ke konsumen tidak sesegar buah aslinya dan sudah mengalami susut bobot dan susut mutu. Penyimpanan dingin merupakan hal yang penting dalam penanganan wortel, terutama suhu yang digunakan pada masa penyimpanan dapat memperpanjang masa simpana dan mempertahankan kualitas gizi komoditi wortel. Wortel merupakan jenis sayuran yang digemari, dikarenakan kandungan gizinya cukup tinggi, banyak mengandung beta-karoten sebagai sumber vitamin A. Untuk memperpanjang masa simpannnya dilakukan penyimpanan yang bervariasi, salah satunya dengan penyimpan pada suhu rendah. Pada sisi lain, kemajuan teknologi menuntut suatu sajian praktis dalam mengkonsumsi suatu produk, dimana semakin sedikit waktu yang tersedia yang berkaitan dengan penyajian makanan, terutama dalam pemilihan sayuran siap masak, segar dan praktis sehingga mudah dan cepat penyajiannya. Untuk memenuhi kebutuhan sayuran yang siap untuk dimasak ini, perlu dilakukan pengolahan minimal yang antara lain meliputi kegiatan seleksi, pencucian, pengupasan dan pengirisan/pemotongan. Proses pengupasan dan pengirisan/pemotongan dapat mengakibatkan pelapis alami pada sayuran akan hilang. Proses ini akan menyebabkan terjadinya induksi sintesis etilen, degradasi membran lipid, reaksi pencoklatan,

16 2 pembentukan metabolid sekunder, kehilangan air dan peningkatan laju respirasi. Hal ini menyebabkan sayuran menjadi cepat rusak, hingga umur simpannya pendek. Membungkus wortel dengan kemasan yang sesuai dalam atmosfer termodifikasi pada suhu rendah merupakan salah satu cara mengantisipasi pendeknya umur simpan sayuran terolah minimal. Cara ini berguna untuk menekan laju respirasi, dengan cara menurunkan konsentrasi O 2 yang dibutuhkan, meningkatkan konsentrasi CO 2 dan dikombinasikan dengan penyimpanan suhu rendah, hingga dicapai umur simpan yang panjang. Namun penyimpanan dingin sayuran, termasuk wortel sebelum dilakukan pengolahan minimal akan mempengaruhi mutu fisik dan kimia wortel. Hal tersebut disebabkan adanya fluktuasi suhu, baik selama penyimpanan, transportasi dan penjualan yang menyebabkan wortel yang sampai ke konsumen akhir tidak sesegar wortel yang baru dipanen karena sudah terjadi perubahan mutu (fisik maupun kimia) secara drastis. Oleh karena itu diperlukan data mengenai pengaruh berbagai bentuk penanganan perlakuan suhu terhadap mutu wortel, terutama setelah dilakukan pengolahan minimal, sehingga mutu wortel yang sampai ke konsumen tetap segar dan mutunya dapat dipertahankan. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh penyimpanan dingin terhadap umur simpan dan mutu wortel terolah minimal dalam kemasan Atmosfer Termodifikasi yang digunakan selama pendistribusian wortel. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1 Menentukan laju respirasi wortel yang terolah minimal. 2 Memilih komposisi atmosfer dan jenis film kemasan yang tepat untuk wortel yang terolah minimal. 3 Menentukan berat wortel terolah minimal untuk tercapainya kondisi atmosfer termodifikasi dalam kemasan. 4 Menduga umur simpan wortel terolah minimal yang sebelumnya mengalami perlakuan penyimpanan dingin.

17 TINJAUAN PUSTAKA Wortel Tanaman wortel (Daucus carrota) berasal dari dataran Asia, kemudian berkembang ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Wortel ditanam pada cuaca agak dingin dan lembab, biasa ditanam sepanjang tahun, baik pada musim hujan maupun kemarau. Daerah yang cocok ditanami wortel diatas 400 m dari permukaan laut. Ada berbagai macam jenis wortel, antara lain : 1 Wortel yang berumbi akar panjang, cm dan meruncing. 2 Wortel yang berumbi akar panjang dan bulat. 3 Wortel yang berumbi akar pendek dan bulat. Pemanenan biasanya dilakukan pada saat tanaman berumur 2.5 bulan 4 bulan, dengan garis tengah 2 cm, tergantung pada varietas dan iklim setempat, waktu memanen sebaiknya pada saat masih muda, sebab umbi yang sudah tua terasa keras dan pahit. Umbi wortel berwarna kuning kemerahan karena mengandung beta-karoten yang tinggi, kulitnya tipis rasanya enak renyah dan agak manis (Berlin dan Rahayu, 1995). Komposisi gizi umbi wortel disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi gizi wortel per 100 gram bahan Bahan Penyusun Kandungan Gizi Kalori (kal) 42 Karbohidrat (g) 9.30 Lemak (g) 0.30 Protein (g) 1.20 Kalsium (mg) 39 Phosphor (mg) 37 Besi (mg) 0.80 Vitamin A (SI) Vitamin B (mg) 0.06 Vitamin C (mg) 6 Air (g) Bagian yang dapat 88 dimakan (%) Sumber : Berlian dan Rahayu (1995)

18 4 Fisiologi Pascapanen Pascapanen merupakan semua kegiatan yang dilakukan terhadap komoditi setelah selesai panen yang bertujuan untuk menjaga kondisi produk agar tetap segar hingga tiba ke tangan konsumen. Kegia tan Pasca panen ini meliputi dari pemanenan, ada beberapa urutan persiapan tersebut, meliputi : pembersihan, pemilihan, pencegahan penyakit pasca panen, pengukuran (sizing), pengkelasan (grading), pengemasan (packaging), transportasi dan penyimpanan. Setelah dipanen sayur-sayuran dan buah-buahan segar terus mengalami kegiatan respirasi dan transpirasi, jaringan dan sel masih terus menunjukkan aktivitas metabolisme sehingga selalu mengalami perubahan kimiawi dan biokimiawi (Eskin et al. 1971). Luka-luka ataupun memar selama pemanenan akan memberi pengaruh buruk terhadap komoditas hingga menjadi rusak dan tidak menarik (Pantastico, 1997). Pemanenan dan penanganan perlu dilakukan dengan hati- hati untuk dapat mempertahankan mutu sayursayuran. Pemanenan yang keliru dan penanganan yang kasar di kebun dapat mempengaruhi mutu pemasaran secara langsung (Pantastico, 1997). Vitamin A merupakan salah satu vitamin yang larut dalam lemak, vitamin A umumnya stabil terhadap panas, asam dan alkali. Dalam vitamin A banyak terkandung beta-karoten, tubuh manusia mampu mengubah beta-karoten menjadi vitamin A. Sayuran dan buah berwarna hijau atau kuning biasanya banyak mengandung vitamin A, semakin hijau maka semakin tinggi kadar karotennya (Winarno, 2002). Ada beberapa provitamin A yang termasuk pigmen karatenoid.. yang paling penting adalah beta-karoten. Kerusakan dapat terjadi pada suhu tinggi jika ada oksigen. Senyawa ini juga rentan terhadao oksidasi oleh lipid peroksidase dan yang mendorong oksidasi lipid yang mengakibatkan penguraian vitamin A. Vitamin A juga sangat rentan terhadap sinar dan cahaya (Deman, 1989). Pendinginan Pendahuluan Suatu faktor yang penting dilakukan sebelum penyimpanan dilakukan adalah pendinginan pendahuluan. Pendinginan pendahuluan merupakan salah satu usaha untuk menghilangkan panas lapang pasca panen guna memperlambat respirasi, memperkecil kerentanan terhadap serangan mikroorganisme, mengurangi kehilangan air dan

19 5 meringankan beban sistem pendinginan pada kendaraan pengangkutam (Pantastico, 1997). Pra-pendinginan didefenisikan sebagai proses menghilangkan panas lapang (field heat) dan menurunkan bahan sesegera dan secepat mungkin setelah bauah atau sayuran dipanen. Biasanya pemanenan dilakukan pada pagi hari, dan hasil panen dilindungi dari sinar matahari sebelum dimasukkan ke dalam fasilitas pra-pendinginan. Pra-pendinginan dapat mempertahankan mutu maksimum sayuran atau buah yang telah dipanen melalui;pengurangan panas laten, penurunan laju respirasi, penghambatan laju pematangan akibat penurunan laju etilen, mencegah pengkerutan dan pelayuan akibat kehilangan kadar air yang sangat berlebihan serta mencegah proses pembususkan. Keberhasilan pra-pendinginan tergantung pada : 1) Tengat waktu antara panen dan pendinginan awal, yaitu harus sesingkat mungkin 2) Suhu bahan, setelah pendinginan awal diusahakan mencapai suhu aman simpan bahan 3) Laju pendinginan, diusahakan secepat mungkin 4) Sanitasi media pendingin (air atau udara) untuk mengurangi tersebarnya organisme pembusuk 5) Suhu penyimpanan setelah pendinginan awal. Jika bahan pangan bersuhu tinggi dimasukkan kedalam ruang penyimpanan dingin (cold storage), air akan menguap dari permukaan bahan dan mengembun di bahan lain yang sudah lebih dulu dingin di dalam ruangan tersebut. Hal ini mungkin akan mempengaruhi mutu bahan terdahulu. Untuk menghindari hal tersebut, dilakukan prapendinginan seperti menganginkan bahan pada malam hari, mengunakan air dingin (hydro-cooling) atau es. Distribusi dan Pemasaran Penyaluran atau pemasaran komoditi biasanya melibatkan beberapa lembaga perantara, mulai dari produsen hingga konsumen akhir. Fungsi-fungsi pemasaran tersebut dilakukan oleh lembaga perantara didalam suatu saluran pemasarn atau saluran distribusi adalah saluran yang digunakan produsen untuk menyalurkan produknya kepada konsumen dari produsen (Limbong, 1987).

20 6 Menurut Pantastico (1997), Untuk produk hortikultura terdapat dua model saluran pemasaran tradisional dan pemasaran komersial. Salah satu ciri saluran pemasaran tradisional adalah jumlah perantara pemasaran yang relative demikian besar. Pola yang biasa adalah petani menawarkan hasil produksinya ke tengkulak, tengkulak membawa hasil yang dikumpulkannya menyusuri saluran pemasaran, ke pasar-pasar pengumpul kedua dan seterusnya ke pasar pusat pe njualan dalam partai besar di kota. Saluran pemasaran petani komersial yang terletak dipingiran kota, produsenprodusen itu berhubungan langsung dengan pengumpul, yang langsung menjualnya ke pengecer besar atau pengolah (Pantastico, 1997). Saluran distribusi rantai dingin wortel yang dihasilkan dari perkebunan rakyat pada petani melalui pemasaran petani komersial adalah sebagai berikut : PRODUSEN Konsumen Akhir Pengumpul Kecil Konsumen Akhir Pengumpul Kecil Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Gambar 1 Saluran distribusi buah dan sayur pada pemasaran petani komersial. Dari ketiga saluran distribusi yang ada, pola ketiga yang biasanya terjadi dan dominan, yakni produsen (petani), pedagang pengumpul ke pedagang pengecer lalu konsumen akhir. Setelah melakukan pemanenan sayuran dan buah langsung dijual pada pedagang pengumpul kecil, atau petani sendiri langsung mengantarkannya kepada pedagang pengumpul kecil. Pedagang pengumpul sendiri mengumpulkan berbagai jenis komoditi pertanian, yang selanjutnya akan dijual pada pedagang eceran, baik pedagang eceran tradisional maupun pedagang modern sekelas supermarket. Konsumen selanjutnya membeli langsung komoditi pada pedagang eceran.

21 7 Petani Pasar untuk sayuran selalu terbuka sepanjang tahun, baik pada musim hujan atau kemarau, kebutuhan akan sayuran tetap tinggi. Petani memanen hasil kebunnya hampir setiap hari. Sehingga petani harus mengetahui pengaturan budidaya sayur agar dapat panen secara rutin dan dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Panen rutin dapat diperoleh dengan dua cara, untuk satu jenis sayuran (penanaman monokultur) saja atau untuk beberapa jenis sayuran (penanaman sistem tumpangsari). Untuk selanjutnya hasil pemanenan rutin akan ditampung oleh para pedagang pengumpul. Pedagang Pengumpul Pedagang pengumpul mengangkut hasil panen petani ke gudang penyimpanannya, untuk selanjutnya dilakukan pembersihan, sortasi serta pengemasan untuk sebagian komoditi. Tidak semua komoditi yang dipanen hari itu langsung dijual kepada pedagang pengecer, sebagian komoditi lagi disimpan pada storage pada suhu penyimpanan dingin, hal ini terjadi terutama pada saat hasil panen berlimpah sehingga tidak mungkin semua dapat habis terjual pada hari itu juga. Sayuran yang dipanen dalam penelitian ini adalah wortel yang masa penyimpanannya 1 hingga 3 hari pada storage yang dimiliki pedagang pengumpul. Dimana suhu storage adalah 3 5 o C, wortel disimpan sampai pengiriman selanjutnya ke pedagang pengecer yang biasanya adalah supermarket-supermarket yang ada dikota itu. Pengangkutan dilakukan dengan mengunakan truk kontainer yang dilengkapi dengan box pendingin dengan suhu 3 o C-5 o C. Dimana lamanya pengangkutan dari pedagang pengumpul kesupermarket sekitar 2-3 jam. Pedagang Pengecer Pedagang pengecer merupakan lembaga perantara pemasaran yang langsung menjual produk-produk pertanian bersangkutan kepada konsumen akhir, dalam ha l ini berupa supermarket maupun hipermarket. Mereka menyesuaikan diri dengan kebutuhankebutuhan khusus langanan-langanan mereka (Pantastico, 1997).

22 8 Selama pendistribusian wortel sudah dalam kondisi dikemas dengan mengunakan stretch film. Ketika sampai ke pedagang pengecer dalam hal ini supermarket wortel langsung di simpan digudang penyimpanan buah dan sayuran dengan suhu yang fluktuatif 1-10 o C. Selanjutnya untuk penjualan, sayur dipajang pada show case dengan suhu yang bervariasi untuk setiap supe rmarket yaitu 1-10 o C. Secara berkala sayur yang dipajang ditambah dengan sayur yang disimpan pada gudang penyimpanan, lamanya penyimpanan wortel pada supermarket adalah 1-3 hari. Konsumen Akhir Konsumen akhir memperoleh komoditi ini dari pedagang pengecer/supermarket. Konsumen tidak pernah mengetahui berapa lama komoditi yang dibelinya dapat disimpan dengan tetap mempertahankan mutunya. Penyimpanan Dingin Kegunaan umum pendinginan adalah untuk pengawetan, penyimpanan dan distribusi bahan pangan yang rentan rusak. Kelayakan bahan pangan untuk dikonsumsi dapat diperpanjang dengan penurunan suhu, karena dapat menurunkan reaksi dan penguraian kimiawi oleh bakteri. Pendinginan dan pembekuan tidak dapat meningkatkan mutu bahan pangan, dan hasil terbaik yang diharapkan adalah mempertahankan mutu tersebut pada kondisi terdekat dengan saat akan memulai proses pendinginan. Hal ini berarti mutu hasil pendinginan sangat dipengaruhi oleh bahan pada saat awal proses pendinginan. Menurut Ben-Yehoshua (1985) penyimpanan pada suhu rendah merupakan teknik yang paling tua dan paling luas penggunaannya untuk memperpanjang masa simpan produk yang tidak tahan lama. Wong et al (1994) menyatakan bahwa suhu rendah efektif dalam memperkecil kerusakan metabolik jaringan sel. Berbagai penelitian dilakukan untuk menentukan metode pendinginan yang optimum untuk berbagai jenis bahan pangan. Suhu penyimpanan sangat penting dalam menentukan umur simpan bahan pangan.

23 9 Banyak reaksi biokimia dapat dikontrol dengan pengurangan aktivitas enzim. Namun penyimpanan pada suhu rendah dapat mengurangai kegiatan respirasi dan kegiatan metabolik lainnya seperti proses penuaan, kahilangan air dan pelayuan, kerusakan karena aktivitas mikroba, serta proses pertumbuhan yang tidak dikehendaki (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Semakin rendah suhu yang digunakan, laju respirasi dan transpirasi berjalan semakin lambat dan sebagai akibatnya umur simpan dapat diperpanjang dengan meminimalkan susut bobot dan mutu. Menurut Fenema (1979), agar keawetan sayur dan buah yang disimpan pada suhu rendah maksimum, maka perlu diusahakan agar respirasi berlangsung pada laju yang rendah. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai dengan umur simpan yang pendek, hal ini merupakan suatu petunjuk penurunan mutu. Setiap komoditas mempunyai suhu optimum masing-masing untuk berlansungnya metabolisme secara normal. Suhu penyimpanan yang tinggi akan menyebabkan pertunasan dan pembusukan (Pantastico, 1997). Pada suhu normal untuk penyimpanan setiap kenaikan suhu 10 o C akan meningkatkan laju penuaan 2-3 kali lebih cepat bagi sebagian komoditas hortikultura (Winarno et al. 1980). Sebaliknya penyimpanan pada suhu 4 o C atau lebih rendah lagi akan menyebabkan terjadinya akumulasi gula karena metabolisme berlangsung lambat (Muchtadi, 1989). Batas penurunan suhu penyimpanan buah-buahan dan sayuran adalah suhu yang merupakan awal terjadinya proses kerusakan akibat pendinginan (chilling injury) yang dapat menyebabkan kulit berwarna hitam. Suhu ini bervariasi antara satu produk dengan produk yang lain, bergantung pada jenisnya masing-masing (Winarno, 1980). Namun waktu simpan di daerah-daerah dengan iklim tropika hanya pendek dan pembusukan berlangsung cepat karena banyaknya penyakit. Dengan demikian bila diinginkan waktu simpan yang lama, maka suhu 0 o C adalah yang paling baik untuk bit, wortel, lobak dan turnips (Pantastico, 1997). Suhu yang tinggi dapat memacu pembusukan, sedangkan suhu yang lebih rendah dapat mengakibatkan rasa manis pada kentang, sedangkan pada wortel perlu adanya kelembaban yang mendekati kejenuhan. Pada wortel tidak terjadi pengeriputan pada RH 98%. Sedangkan menurut Ashby (1970) suhu yang diinginkan adalah 0 o C, kelembaban yang diinginkan dan baik untuk wortel adalah 90-95% sedangkan setelah dikemas RH 80-90% dengan titik pendinginan

24 10 terendah o C. Namun sebelum wortel dikemas atau di simpan pada suhu rendah sebaiknya dilakukan pendinginan pendahuluan, suhu pendinginan pendahuluan yang baik adalah o C. Rantai Dingin (Cold chain) Penanganan pasca panen sayuran dan buahan umumnya dilakukan untuk tujuan penyimpanan, pengangkutan dan pemasaran. Langkah utama yang dilakukan adalah pemilihan (sorting), pemisahan berdasarkan ukuran (sizing), pemilihan berdasarkan mutu (grading) dan penge masan. Tergantung pada saturan atau buah yang ditangani, mungkin diperlukan beberapa kegiatan tambahan seperti curing,degreening, pencucian, pengikatan dan pembudelan (bunching), pengunaan bahan kimia. Pendinginan sayuran dan buahan biasanya dibedakan menjadi dua proses yaitu pendinginan awal dan penyimpanan dingin. Tahapannya antara lain : a. Pra-pendinginan (Preecooling) b. Penyimpanan Dingin c. Transportasi d. Pemasaran Rantai pendingin (Cold Chain) yang mulai diterapkan di sektor pertanian membuka peluang pemasaran bagi hasil pertanian dan nelayan berskala kecil, terutama di wilayah Indonesia Timur yang sedang di galakkan. Dengan dibangunnya rantai pendingin dari titik produksi ke titik konsumsi, bahan makanan yang mudah busuk dan makanan beku dapat diolah dan diangkut dengan cara yang paling efisien. Buah dan sayuran hasil produksi hortikurtura juga dapat dikirim melalui pelayaran antar pulau dan negara, dengan mengunakan pendingin dengan suhu tertentu sehingga kualitas tetap terjaga. Rantai pendingin merupakan suatu sistem penanganan dan penyimpanan di dalam ruangan berpendingin untuk bahan makanan yang berasal dari berbagai penyalur dan tempat, dan merupakan suatu metode modern yang digunakan distributor dalam menangani bahan makanan segar dan prosedur untuk menjaga agar makanan tetap aman untuk dikonsumsi. Ukuran dan tampak luar sayuran dan buah sangat penting, sehingga

25 11 proses penerimaan, sorting, pencucian serta penyimpan menjadi langkah yang sangat menentukan mutu akhir produk sampai ke tangan konsumen. Tujuan penyimpanan dingin untuk menyediakan ruang yang berpendingin yang memadai untuk penanganan dan penyimpanan sayuran dan buah yang mudah rusak. Kemasan yang digunakan pada penyimpanan juga harus mampu melindungi produk, tetapi tetap menyediakan ruang untuk aliran ud ara pendingin sehingga suhu dapat dipertahankan pada tingkat yang seharusnya. Bentuk dan ukuran ruang penyimpanan tergantung jumlah dan jenis bahan yang disimpan, ukuran dan bentuk kemasan, metode penyimpanan serta lamanya penyimpanan. Suhu pada penagana n rantai dingin berbeda-beda untuk setian bahan yang disimpan, meskipun suhu rendah efektif namun untuk produk yang sensitive justru dapat mengakibatkan kerusakan dingin (chilling injury ) atau kerusakan beku (freezing injury). Kerusakan tersebut kemungkinan tidak tampak selama bahan masih tetap dingin, tetapi akan terlihat jelas ketika suhu bahan meningkat. Kerusakan dingin merupakan persoalan besar dalam penanganan pasca panen buah dan sayuran, dan dapat lebih parah lagi bila waktu pengangkutan dan penyimpanannya lama. Kerusakan dingin dapat menyebabkan kehilangan rasa, tekstur, warna dan kemampuan pematangan serta meningkatnya kemudahan diserang jamur. Suhu penyimpanan yang berbeda-beda saat penyimpanan maupun pengangkutan pada rantai dingin mengakibatkan fluktuasi suhu yang dapat mengakibatkan penurunan mutu serta semakin pendeknya masa simpan bahan segar. Berbagai kondisi lingkungan selama produk pertanian disimpan sangat berpengaruh terhadap mutu produk, atau fisiologi lepas panen. Dari semua faktor yang paling berpengaruh adalah suhu. Hampir semua jenis buah-buahan maupun sayuran segar mudah rusak. Sayuran disimpan, ditransportasi untuk selanjutnya dijual sudah mengalami kerusakan. Suhu produk sangat berpengaruh kritis sejak produk dipanen, dimana proses pembusukan dimulai. Karena alas an tersebut penundaan pendinginan produk dapat menyebabkan kerusakan yang tidak dapat dikembalikan lagi. Proses pendinginan dan penyimpanan tidak dapat memperbaiki mutu produk, hanya dapat mempertahankan saja.

26 12 Karena alasan tersebut penanganan produk dengan manajemen suhu yang hati-hati bagi buah dan sayur-sayuran selama distribusi produk sangat diperlukan untuk menjaga mutu produk. Penyimpanan dengan Atmosfer Termodifikasi Refrigeration atau pengunaan suhu rendah merupakan teknik dasar yang digunakan untuk mencegah atau menghambat kerusakan produk hortikultura dalam keadaan segar selama mungkin setelah produk dipanen. Untuk menghambat pematangan buah serta terjadinya kerusakan dan perubahan fisiologis seperti kelayuan sayuran serta kehilangan cita rasa dan tekstur serta serangan mikroba selama penyimpanan, transportasi, distribusi dan transportasi diperlukan suatu sistem pengendalian atmosfer. Komposisi gas dalam udara yang normal secara alami berdasarkan volumenya adalah sebagai berikut : nitrogen78.1%, oksigen 20.9%, argon 0.93%, CO %. Jadi dalam udara normal jumlah gas CO 2 relatif sangat kecil bila di bandingkan O 2 yaitu sekitar 700:1 (Winarno, 2002). Dengan melakukam modifikasi udara penyimpanan pasti akan mempengaruhi laju pernafasan produk, demikianjuga dengan fisiologinya, terutama modifikasi kandungan O 2 dan CO 2. Penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi merupakan suatu cara penyimpanan dimana tingkat konsentrasi O 2 lebih rendah dan tingkat konsentrasi CO 2 lebih tinggi, bila dibandingkan dengan udara normal (Syarief, 1992) dimana kandungan O 2 didalam kemasan dikurangi dan kandungan CO 2 ditambah. Hal ini dapat dicapai dengan pengaturan melalui pengemasan. Pengaturan pengemasan akan menghasilkan ko ndisi tertentu melalui interaksi beberapa penyerapan dan pernafasan buah dan sayuran yang disimpandi dalam kemasan (Do dan Salunkhe, 1986). Ada dua macam penyimpanan atmosfir termodifikasi, yaitu cara pasif dan cara aktif. MAS pasif merupakan kesetimbangan antara CO 2 dan O 2 yang didapat melalui pertukaran udara didalam kemasan malalui film kemasan. Jadi kesetimbangan yang diinginkan tidak dikontrol pada awalnya, melainkan hanya mengandalkan permeabilitas dari kemasan yang digunakan. Sedangkan MAS aktif adalah penyimpanan dengan modifikasi atmosfir di mana udara di dalam kemasan pada awalnya dikontrol dengan cara menarik semua udara di dalam kemasan untuk kemudian diisi kembali dengan udara

27 13 dan konsentrasi yang telah diatur dengan mengunakan alat, sehingga kesetimbangan langsung tercapai. Dan permeabilitas kemasan sangat penting karena pertukaran gas terjadi lewat kemasan yang digunakan (Syarif, 1992). Teknologi Pengolahan Minimal (Minimal Processing) Teknologi pengolahan minimal adalah rangkaian kegiatan pada produk bahan pangan segar (buah dan sayuran) antara lain meliputi kegiatan menghilangkan bagianbagian yang tidak dapat dikonsumsi dan memperkecil ukuran produk (Schlimme, 1995). Rangkaian kegiatan dalam pengolahan minimal adalah : pencucian, sortasi, pengupasan dan pemotongan (pada komoditas yang perlu dipotong). Menurut Burn (1995) buah dan sayuran segar terolah minimal lebih menawarkan jaminan mutu dibandingkan dengan sayuran segar dengan kondisi utuh tertutup kulit, karena pada sayuran segar terolah minimal konsumen dapat secara langsung melihat kondisi bagian dalam. Hilangnya pelindung alami pada buah dan sayur terolah minimal menyebabkan ganguan sel, induksi dan akselerasi kerusakan oleh aktivitas enzim, peningkatan sintesa etilen, peningkatan respirasi. Perubahan-perubahan fisiologis tersebut menyebabkan umur simpan sayuran menjadi pendek (Wong et al. 1994). Untuk mengantisipasi pendeknya umur simpan sayuran terolah minimal ini dapat diupayakan dengan penyimpanan pada suhu rendah, modifikasi komposisi atmosfer dan pengunaan film kemasan segera setelah pengolahan minimal. Perlakuan tersebut secara sendiri-sendiri telah dapat memperpanjang umur simpan, tetapi hasil yang diperoleh akan optimal dengan pengabungan keduanya (Thompson, 1998). Menurut Schewfelt (1987) masa simpan itu sendiri adalah : batas waktu suatu produk untuk dapat mempertahankan kualitas penerimaannya dibawah kondisi penyimpanan tertentu. Menurut Laurila dan Ahvenainen (2002) metode yang sangat mudah dan tidak mahal dapat digunakan jika buah disiapkan pada hari ini dan dikonsumsi untuk besok. Tetapi jika buah dibutuhkan untuk masa simpan beberapa hari bahkan untuk lebih dari satu minggu maka diperlukan metode pengolahan dan perlakuan yang lebih baik. Langkah-langkah penyiapan buah terolah minimal dirangkum sebagai berikut:

28 14 1 Kondisi bahan baku yang baik termasuk varietas, penanaman cara panen dan penyimpanan yang tepat. 2 Penerapan kebersihan, Good Manufacturing Practices (GMP) dan Hazards Analitic Critical Control Point (HACCP) yang ketat. 3 Control suhu yang rendah selama melakukan pekerjaan. 4 Pencucian dan atau pembersihan yang hati-hati sebelum dan sesudah pengupasan. 5 Penggunaan air yang baik dalam melakukan pencucian. 6 Penggunaan bahan aditif yang ringan selama pencuc ian untuk disinfektan atau pencegahan warna coklat. 7 Pengeringan yang hati-hati selama pengeringan setelah pencucian. 8 Pemotongan, pengirisan atau pengarutan yang hati-hati. 9 Bahan kemasan dan metode pengemasan yang tepat. 10 Suhu dan RH yang tepat selama pendistribusian dan penjualan. Pemilihan Kemasan Pengemasan merupakan salah satu cara dalam memberikan kondisi yang tepat bagi bahan pangan, untuk menunda proses kimia dalam jangka waktu yang diinginkan (Buckle et al. 1987). Pengemasan buah-buahan dan sayur-sayuran yang mudah rusak dengan mengunakan film plastik akan memperpanjang umur simpan. Film kemasan memberikan lingkungan yang berbeda pada komoditas yang disimpan karena laju perembesan O 2 ke dalam kemasan dan CO 2 keluar kemasan sebagai akibat proses respirasi, berbeda-beda tergantung dari jenis dan sifat kemasan yang digunakan. Film plastik memberikan perlindungan pula terhadap kehilangan air pada produk sehingga sampai waktu yang lama produk akan tetap kelihatan segar. Pada kemasan dalam plastik film yang tertutup rapat, hasil-hasil pertanian dapat disimpan lebih lama, karena termodifikasinya udara disekitar bahan. Namun demikian bau dan rasa yang tidak diinginkan dapat timbul pada kemasan plastik film yang tertutup rapat (Hall et al., 1975). Bau dan rasa yang tidak diinginkan dapat muncul apabila akumulasi CO 2 dan penurunan O 2 akibat respirasi bahan yang disimpan, telah melebihi ambang batas hingga respirasi berubah menjadi aerobik menjadi anaerobik.

29 15 Film kemasan yang cocok untuk penyimpanan buah-buahan dan sayur-sayuran, terutama untuk pembentukan atmosfer di dalam kemasan adalah film yang lebih permeable terhadap O 2 daripada terhadap CO 2 (Hall et al. 1975). Banyak sekali jenis film plastik yang digunakan untuk pengemasan, namun hanya beberapa jenis saja yang dapat digunakan untuk pengemasan buah dan sayuran segar. Pengemasan buah dan sayuran segar dengan plastik film yang impermeable menyebabkan konsentrasi O 2 menurun dari kondisi normal (21%) menjadi sekitar 2-5% dan konsentrasi CO 2 akan meningkat dari kondisi udara normal (0.03%) menjadi 16-19% hal ini berakibat tidak baik bagi produk yang disimpan. Film plastik yang ideal bagi pengemasan buah dan sayuran segar adalah fim plastik yang mempunyai permeabilitas CO kali lebih besar dibandingkan dengan permeabilitas O 2 (Zagory et al. 1981). Film kemasan seperti ini akan menyebabkan laju akumulasi CO 2 hasil dari kegiatan respirasi akan lebih lambat dibandingkan dengan laju penyusutan O 2. Pengunaan kemasan film dalam penyimpanan udara termodifikasi yang menguntungkan melalui respirasi produk yang dikemas, terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan. Diantaranya adalah suhu, kelembaban dan waktu selama produk didalam kemasan yang dipengaruhi oleh lingkungan didalam kemasan. Selain itu jenis dan berat produk yang dikemas tidak boleh diabaikan. Jenis dan tebalnya film. Keadaan produk yang disimpan merupakan faktor yang amat penting pula, karena setiap produk mempunyai toleransi yang berbeda terhadap penerimaan O 2 dan kenaikan CO 2. Gunadnya (1993), menyatakan bahwa nilai ß untuk film propilen densitas rendah, propilen, strech film dan white strech film berturut-turut adalah 3.60, 2.86, 1.50 dan Nilai ß merupakan perbandingan koefisien permeabilitas film kemasan terhadap gas CO 2 dengan O 2. Koefisien permeabilitas film kemasan berdasarkan penelitian Gunadnya ditampilkan pada Tabel 3. Kemudian data tersebut diplot dalam kurva film kemasan dan udara pada Gambar 2. Prinsip pemilihan film kemasan adalah setiap daerah MA bahan segar yang dilalui oleh garis kemasan, menunjukkan bahwa film kemasan tersebut sesuai untuk dipilih sebagai pengemas.

30 16 Tabel 2 Permeabilitas beberapa jenis film plastik pengemas Film Permeabilitas (cm 3 /cm 2 /mm/detik/cmhg)x10 10 pada 30 o C N 2 O 2 CO 2 Polietilen LDPE Polietilen HDPE Polistiren Poliamida (nilon 6) PVC kaku Poliester PVDC Pliofilm NO Etil selulosa Sumber : Syarief et al. (1989) dan Buckle et al. (1978) Tabel 3 Koefisien permeabilitas film kemasan hasil perhitungan dan penetapan (ml mil/m 2 jam) (Gunadnya, 1993) 10 0 C a) 15 0 C a) 25 0 C b) No Jenis Film Kemasan O 2 CO 2 O 2 CO 2 O 2 CO 2 1 Polietilen densitas rendah Polipropilen Stretch film White stretch film a) : hasil perhitungan b) : hasil penetapan

31 White stretch film Udara Konsentrasi Karbondioksida (%) Stretch film Polietilen densitas rendah Polipropilen Gambar 2 Kurva beberapa film kemasan Konsentrasi d oksigen (%)

32 BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan Maret sampai dengan Juli Bahan dan Alat Bahan yang di gunakan adalah wortel varietas lokal, yang diperoleh dari petani di desa Ciherang - Pacet Kab. Cianjur. Wortel dipanen pada umur 90 hari setelah tanam. Dipilih yang bentuknya sempurna, sehat tidak ada cacat atau luka dan ukuran relative seragam. Selanjutnya dibawa ke laboratorium dengan mengunakan mobil dan disimpan dalam plastik, lalu dimasukkan kedalam cool box yang berisi hancuran es. Bahan lain yang digunakan adalah kemasan plastik terpilih Alat-alat yang diperlukan adalah Pencampur gas, Continus Gas Analyzer mengatur komposisi CO 2, Portable Oxygen Tester Shimadzu untuk menentukan komposisi O 2, Rheometer untuk kekerasan, Chromameter Minolta CR 20 untuk mengukur warna, Refractrometer untuk mengukur total pada zat terlarut, sebagai respiration chamber digunakan stoples gelas, ruang pendingin, thermometer, mortal dan alat-alat untuk analysis kimia, yaitu : Erlenmeyer 250 ml, tabung reaksi. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan melalui survey terhadap suhu penyimpan wortel yang dipakai selama di lapang, terdiri dari suhu pada saat pemanenan wortel di lapang, suhu penyimpanan dingin pada pedagang pengumpul, suhu pengangkutan (transportasi), serta suhu penyimpanan dingin pada berbagai supermarket.

33 19 Tahapan Penelitian Pengukuran Laju Respirasi Pengukuran laju respirasi wortel terolah minimal dilakukan dalam wadah stoples kaca. Terbagi atas 2 bagian, yaitu wortel utuh dan wortel yang telah diiris bulat dengan ketebalan 0.5 cm. Masing-masing wortel dimasukkan kedalam stoples yang berbeda, berisi 300 gram wortel dan kemudian stoples ditutup rapat. Pengangkutan wortel dari petani dengan mobil tanpa pendingin Sortasi Wortel Pembersihan Wortel utuh Wortel dipotong serong dengan ketebalan 0.5 cm Penimbangan 300 gram Penyimpanan dalam respiration chamber pada suhu ruang, 5 o C dan 10 o C Pengukuran konsentrasi gas O 2 dan CO 2 setiap 3 jam (hari pertama),6 jam hari kedua,12 jam hari ketiga dan 24 jam sekali hingga konsentrasi CO 2 dan O 2 setimbang. Gambar 3 Bagan alir pengukuran laju respirasi wortel Keseluruhan stoples ditutup rapat dengan lapisan lilin dan vaselin untuk mencegah terjadinya kebocoran pada celah antara tutup dan ulir kaca, sehingga tidak terjadi sirkulasi gas masuk dan keluar stoples. Stoples disimpan pada lemari pendingin masing-masing pada suhu ruang, 5 o C dan 10 o C.

34 20 Untuk mengukur konsentrasi gas dalam stoples dibuat dua buah lubang pada bagian tutup stoples yang dihubungkan dengan selang plastik untuk mempermudah pengukuran kandungan gas dalam stoples. Pengukuran kandungan gas pada hari pertama dilakukan dengan selang waktu 4 jam sekali. Dan setiap 6 jam sekali pada hari ke dua dan ke tiga, serta 12 jam hari ke empat dan 24 jam sekali untuk pengukuran respirasi selanjutnya, hingga konsentrasi CO 2 dan O 2 telah mencapai kondisi kesetimbangan. Laju respirasi wortel dapat dihitung berdasarkan persamaan : Q xv x10 2 R =...1) W xt Dimana: R = laju respirasi (ml CO 2 /kg jam atau ml O 2 /kg jam) V = volume bebas chamber (ml) Q = perbedaan konsentrasi CO 2 dan O 2 (%) W = berat buah duku (kg) t = selang waktu pengamatan (jam) Penentuan Komposisi Gas O 2 dan CO 2 serta Perlakuan Penyimpanan Terbaik Gas yang terdapat pada wadah stoples yang telah diisi dengan wortel 300 gram sebanyak 21 % dikeluarkan dengan mengunakan gas nitrogen sampai konsentrasi yang telah ditentukan, sedangkan CO 2 dalam wadah sebanyak 0.03% ditambah dengan gas CO2 sampi konsentrasi yang telah ditentukan. Pengukuran kandungan gas O 2 dan CO 2 yang dikurangi atau ditambah dilakukan melalui selang plastik dengan cosmotector. Setelah gas O 2 mendekati batas maksimum dan CO 2 mendekati batas minimumnya pengeluaran serta penambahan gas dihentikan. Bagian ujung selang lalu ditutup rapat dengan lilin yang dilumuri vaselin. Pengendalian konsentrasi gas O 2 dan CO 2 pada selang taraf konsentrasi yang diinginkan dilakukan satu atau dua hari untuk mencegah kelebihan atau kekurangan gas O 2 dan CO 2. Masing-masing perlakuan pada berbagai konsentrasi

35 21 dan suhu dilakukan tiga kali ulangan. Daerah atmosfer termodifikasi adalah batas-batas konsentrasi gas O 2 dan CO 2 memberikan umur simpan yang paling panjang dibandingkan dengan konsentrasi yang lain. Batas-batas tersebut diplotkan kedalam grafik, hubungan antara O 2 dan CO 2 membentuk daerah yang termodifikasi. Wortel utuh dan wortel yang sudah dipotong (300 gr) Stoples kaca Pengaturan gas atmosfir Pada suhu penyimpanan terpilih Komposisi gas atmosfir terpilih Komposisi gas O2 dan CO2 1% O2 dan 2% CO2 1% O2 dan 4% CO2 2% O2 dan 2% CO2 2% O2 dan 4% CO2 21% O2 dan 0.03% CO2 Gambar 4 Bagan alir penentuan komposisi O 2 dan CO 2 pada suhu terpilih Pemilihan Jenis Film Kemasan Pemilihan jenis film kemasan dilakukan setelah konsentrasi gas optimum diketahui. Nilai permebilitas bahan kemasan yang diperlukan selanjutnya berdasarkan konsentrasi O 2 dan CO 2 optimum yang diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya. Kemudian diplotkan pada kurva permiabilitas beberapa film kemasan terhadap gas O 2 dan CO 2, sehingga diperoleh jenis kemasan yang sesuai dengan komposisi atmosfir optimum yang terpilih (Kendrianto, 2002)

36 22 Komposisi gas terpilih Diplotkan pada grafik hubungan konsentrasi gas O 2 dan CO 2 Kemasan terpilih Gambar 5 Bagan alir pemilihan jenis film kemasan Penentuanan Berat Irisan Wortel dan Kemasan Atmosfir Termodifikasi Berat irisan wortel terolah minimal yang akan dikemas serta luas permukaan kemasan dihitung secara teoritis berdasarkan persamaan (2) Mannaperuma sebagai berikut : keterangan: W R P A. P. F W =...2) R. b = Berat wortel terolah minimal (kg) = Laju respirasi (ml/kg jam) = Permeabilitas film kemasan (mil ml/ m 2 jam atm) A = Luas kemasan (m 2 ) B = Ketebalan kemasan (mil), 1 mil = 25,4 µ m F = Selisih konsentrasi oksigen pada konsentrasi normal dengan konsentras yang diharapkan (%)

37 23 Penyimpanan Dingin Wortel Terolah Minimal dengan Kemasan Terpilih Penyimpanan wortel terolah minimal dengan kemasan terpilih selanjutnya dibagi dalam 2 perlakuan. Perlakuan pertama untuk wortel yang diperoleh langsung dari petani tanpa perlakuan penyimpanan dingin, sedangkan perlakuan kedua untuk wortel yang melalui tahapan penyimpanan dingin. Penyimpanan Wortel Terolah Minimal tanpa Penyimpanan Dingin Wortel yang diperoleh dari petani dibawa langsung dengan mengunakan mobil tanpa pendingin. Wortel yang sudah disortasi dan dicuci, dikupas dan di bagi dalam dua perlakuan : 1 Wortel Utuh (W1) 2 Irisan Wortel (W2) dan dipotong (iris) setebal 0.5 cm lalu ditimbang (300 gr), dikemas lalu dikemas dengan kemasan terpilih kemudian disimpan pada suhu terpilih. Berat wortel dalam kemasan dihitung secara teoritis berdasarkan persamaan 2). Bagan alir disajikan pada Gambar 6. Penyimpanan Wortel Terolah Minimal dengan Penyimpanan Dingin Wortel yang diperoleh dari petani dibawa langsung dengan mengunakan mobil, wortel di simpan dalam cool cox dengan suhu 5-7 o C selama 2-3 jam perjalanan. Wortel yang sudah disortasi dan dicuci, dikupas dan di bagi dalam dua perlakuan : 1 Wortel Utuh (W1) 2 Irisan Wortel (W2) Tebal irisan wortel adalah 0.5 cm, selanjutnya wortel ditimbang (300 gr) dan dikemas dengan kemasan terpilih kemudian disimpan pada suhu terpilih. Berat wortel dalam kemasan dihitung secara teoritis berdasarkan persamaan 2). Bagan alir disajikan pada Gambar 7.

38 24 Wortel dari petani Pengangkutan dengan mobil Sortasi dan di cuci Wortel dipotong/ diiris 0.5 cm Ditimbang Dikemas dengan kemasan terpilih Disimpan pada suhu terpilih Gambar 6 Bagan alir penyimpanan wortel terolah minimal tanpa penyimpanan dingin.

39 25 Wortel dari petani Pengangkutan dengan mobil Wortel dimasukkan cool box yang berisi pecahan es Sortasi dan di cuci Disimpan pada suhu 5 o C Dibungkus plastik dan disimpan selama 3 hari Wortel dipotong/ diiris 0.5 cm Ditimbang Dikemas dengan kemasan terpilih Disimpan pada suhu terpilih Gambar 7 Bagan alir penyimpanan wortel terolah minimal dengan penyimpanan dingin.

40 26 Pengamatan Pengamatan dan pengujian mutu bahan yang disimpan pada beberapa perlakuan diatas meliputi ; kekerasan, susut bobot, beta-karoten dan organoleptik. Total Padatan Terlarut Irisan wortel ditumbuk dengan mortal, kemudian diambil sarinya sebagai sample, diletakkan diatas objek gelas. Kadar total padatan terlarut langsung terlihat dalam satuan brix, setiap sample diukur dua kali. Kekerasan Pengujian kekerasan dilakukan dengan mengunakan Rheometer. Alat distel dengan strain 0.5 mm dengan beban maksimum 10 kg dan mengunakan probe no.38. bahan ditusuk pada tiga bagian/titik yang berbeda. Kekerasan irisan segar wortel dapat langsung dibaca pada alat dengan satuan kgf. Warna Pengujian warna dilakukan dengan mengunakan Cromameter. Bahan ditusuk pada tiga bagian/titik yang berbeda. Warna irisan segar wortel dapat langsung dibaca pada alat dengan nilai *L (tingkat kecerahan), *a (nilai merah) dan *b (nilai kuning). Susut Bobot Pengukuran terhadap bobot dilakukan berdasarkan % penurunan bobot (berat basah) behan sejak awal penyimpanan dibandingkan dengan berat pada akhir penyimpanan. Menurut Pantastico (1997) susut bobot dapat dihitung dengan persamaan : a b susutbobot = x100% a Dimana : a = Berat awal bahan (kg) b = Berat akhir bahan (kg)

41 27 Pengujian Beta-karoten Pengujian beta-karoten dikerjakan oleh laboran pada Balai Besar (BB) Pasca Panen Cimanggu, Bogor. Cara kerjanya adalah sebagai berikut : sample di freeze dry. Dengan 10 ml heksan : aseton (1:1). Campuran kemudian di saring dengan penyaring vacum. Ekstraksi dilakukan berulang-ulang hingga ampas tidak berwarna lagi dan dimasukkan ke tabung raksi tertutup. Kemudian di evaporasi dengan gas N 2 sampai kering. Selanjutnya disaponifikasi dengan 4 ml KOH 5 % dalam methanol dan waterbath pada suhu 70 o C selama 30 menit. Organoleptik Uji organoleptik dilakukan setelah penentuan jenis film kemasan, tujuannya adalah untuk menentukan kondisi optimal penyimpanan irisan segar wortel dalam kemasan atmosfer termodifikasi (Soekarto, 1985). Pengujian dilakukan pada 15 orang. Parameter-parameter yang diuji meliputi tingkat kesegaran, tekstur,warna aroma dan rasa dari panelis terhadap sample yang diberikan selama penyimpanan.

42 HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal cold chaín Perubahan laju produksi CO 2 pada wortel terolah minimal baik pada wortel utuh (W1) maupun irisan wortel (W2) pada penelitian pendahuluan disajikan pada Gambar 8,9 dan 10 serta tabel pada lampiran 1 dan 2. Awal laju respirasi produksi CO 2 pada penyimpanan suhu 5 o C mempunyai nilai yang hampir sama, lonjakan produksi CO 2 pada wortel utuh dan irisan wortel terjadi pada jam ke-15 yaitu pada hari pertama penyimpanan dengan nilai masing-masing 28,07 ml/kg.jam dan 34,12 ml/kg.jam. 40 Wortel utuh Irisan wortel Laju produksi CO2(ml/kg.jam Waktu pengamatan (jam) Gambar 8. Laju produksi CO2 wortel selama penyimpanan pada suhu 5 o C. Pada suhu penyimpanan yang lebih tinggi yaitu suhu 10 o C laju produksi CO 2 juga terjadi pada jam yang sama, dengan nilai yang sedikit lebih tinggi yaitu 33,55 ml/kg.jam pada wortel utuh dan 55,32 ml/kg.jam pada irisan wortel. Untuk laju produksi CO 2 pada suhu ruang pada jam ke-15 terlihat perbedaan yang besar sekali antara wortel utuh dan irisan wortel, dengan nilai masing-masing 50,98 ml/kg.jam dan 156,06 ml/kg.jam.

43 29 Laju produksi CO2 (ml/kg-jam Wortel utuh Irisan wortel Waktu pengamatan (jam) 10 o C. Gambar 9 Laju produksi CO2 wortel selama penyimpanan pada suhu Laju produksi CO2 (ml/kg.jam Wortel utuh Irisan wortel Waktu pengamatan (jam) Gambar 10 Laju produksi CO2 wortel selama penyimpanan pada suhu ruang.

44 30 Laju konsumsi O 2 pada wortel terolah minimal disajikan pada Gambar 11,12 dan 13. Pola laju konsumsi O 2 hampir sama dengan pola produksi CO 2. Dimana pola tersebut menunjukkan bahwa wortel merupakan jenis sayuran nonklimaterik (Salunkhe, 2000), dimana pada awal laju respirasi rendah kemudian sedikit naik dan laju respirasi selanjutnya turun konstan tanpa adanya puncak respirasi yang biasanya terjadi pada hari pertama hingga hari ke tiga pemanenan. Sayuran non-klimaterik juga tidak memperlihatkan laju respirasi yang cepat selama pematangan atau penyimpanan (Pantastico,1997). Konsumsi O2 (ml/kg-jam)) Wortel utuh Irisan wortel Waktu Pengamatan(Jam) Gambar 11 Laju konsumsi O2 wortel selama penyimpanan pada suhu 5 o C.

45 31 Konsumsi O2 (ml/kg-jam)) Wortel utuh Irisan wortel Waktu pengamatan (jam) Gambar 12 Laju konsumsi O2 wortel selama penyimpanan pada suhu 10 o C. 210 Wortel utuh Irisan wortel Kosumsi oksigen(ml/kg.jam)) Waktu pengamatan (jam) Gambar 13 Laju konsumsi O2 wortel selama penyimpanan pada suhu ruang. Dari penelitian pendahuluan yang dilakukan pada 3 suhu yaitu suhu 5, 10 o C dan suhu ruang, diperoleh laju respirasi terendah yaitu pada penyimpanan wortel dengan suhu 5 o C, disajikan pada Gambar 8 dan 11. Suhu terpilih adalah suhu 5 o C, hal tersebut karena laju respirasi terendah terdapat pada suhu 5 o C.

46 32 Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah atau sayuran sesudah panen. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai dengan umur simpan yang pendek (Pantastico, 1997), hal itu merupakan laju kemunduran mutu pada sayuran yang disimpan. Penentuan Daerah Termodifikasi Suhu penyimpanan yang terpilih dari laju respirasi pendahuluan adalah suhu penyimpanan dengan laju respirasi terendah, yaitu penyimpanan pada suhu 5 o C. Penyimpanan untuk penentuan komposisi atmosfer dilakukan selama 2 minggu. Penentuan komposisi gas terbaik pada penyimpanan wortel terolah minimal dilakukan dengan mengetahui pengaruh berbagai komposisi gas yang diberikan selama penyimpanan wortel terhadap masing-masing parameter mutu. Parameter mutu yang digunakan pada penelitian ini adalah : kekerasan, perubahan warna dan uji organoleptik. Penilaian secara organoleptik terhadap wortel di uraikan berdasarkan tingkatan kesukaan panelis. Kekerasan Perubahan kekerasan wortel terolah minimal pada berbagai komposisi gas terpilih disajikan pada Gambar 14 dan 15. Penurunan rata-rata kekerasan wortel utuh dari hasil uji kekerasan pada berbagai komposisi gas, setelah penyimpanan hari ke-14 paling rendah yaitu pada komposisi gas ke-3 yang terdiri dari 2% O 2 dan 2 % CO 2, yaitu nilai dari kekerasan awal 1.33 kgf dan pada penyimpanan hari ke-14 nilai kekerasan 1.28 kgf. Komposisi gas terpilih pada kekerasan irisan wortel juga pada gas-3 yang terdiri dari 2% O 2 dan 2 % CO 2. Komposisi gas terpilih terhadap kekerasan sesuai dengan komposisi gas terpilih pada penelitian Kendrianto,2002.

47 33 gas-1: 1% O2 : 2% CO2 gas-3:2% O2 : 2% CO2 gas-5:21% O2 : 0.03% CO2 gas-2:1% O2 : % CO2 gas-4: 2% O2 : 4% CO2 Perubahan kekerasan wortel (kgf) Waktu Pengamatan (hari) Gambar 14. Perubahan kekerasan wortel utuh (W1) pada berbagai komposisi gas selama penyimpanan pada suhu 5 o C. Perubahan kekerasan wortel (kgf) gas-1: 1% O2 : 2% CO2 gas-3: % O2 : 2% CO2 1.6 gas-5: 21% O2 : 0.03% CO gas-2: 1% O2 : 4% CO2 gas-4: 2% O2 : 4% CO Waktu pengamatan (hari) Gambar 15 Perubahan kekerasan irisan wortel (W2) pada berbagai komposisi gas selama penyimpanan pada suhu 5 o C. Warna Nilai kecerahan pada penyimpanan wortel terolah minimal dengan komposisi gas terpilih disajikan Gambar 16 dan 17. Sedangkan nilai merah (*a) dan nilai kuning (*b) disajikan Gambar 18 dan 19. Nilai warna dijadikan sebagai dasar untuk menentukan komposisi gas terpilih untuk penyimpanan. Pada nilai kecerahan, semakin tinggi nilainya maka semakin cerah warna wortel tersebut.

48 34 Kecerahan *L gas-1: 1% O2 : 2% CO2 gas-2: 1% O2 : 4% CO2 " gas-3: 2% O2 : 2% CO2 gas-4 : 2% O2 : 4% CO2" gas-5: 21% O2 : 0.03% CO Waktu (hari) Gambar 16 Perubahan kecerahan (*L) wortel utuh (W1) pada berbagai komposisi gas selama penyimpanan pada suhu 5 o C. Kecerahan *L gas-1:1% O2 : 2% CO2 gas-3: 2% O2 : 2% CO2 gas-5: 21% O2 : 0.03% CO2 gas 2: 1% O2 : 4% CO2 gas-4: 2% O2 : 4% CO Waktu (hari) Gambar 17 Perubahan kecerahan (*L) irisan wortel (W2) pada berbagai komposisi gas selama penyimpanan pada suhu 5 o C.

49 35 gas-1: 1% O2 : 2% CO2 gas-3: 2% O2 : 2% CO2 gas-5: 21% O2 : 0.03% CO2 gas-2: 1% O2 : 4% CO2 gas-4 : 2% O2 : 4% CO Nilai Merah (*a) Waktu (hari) Gambar 18. Perubahan nilai Merah (*a) irisan wortel(w2) pada berbagai komposisi gas selama penyimpanan pada suhu 5 o C gas-1:1% O2 : 2% CO2 gas-3: 2% O2 : 2% CO2 gas-5: 21% O2 : 0.03% CO2 gas 2: 1% O2 : 4% CO2 gas-4: 2% O2 : 4% CO2 Nilai Kuning *b Waktu (hari) Gambar 19. Perubahan nilai kuning (*b) irisan wortel (W2) pada berbagai komposisi gas selama penyimpanan pada suhu 5 o C

50 36 Hasil Uji Organoleptik Hasil uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian pendahuluan di sajikan pada Tabel 4 dan 5.Nilai tertinggi kesukaan panelis terhadap wortel utuh dan irisan wortel pada suhu 5 o C dan 10 o C ada pada komposisi gas 2% O2 dan 2 % CO 2, hal tersebut sesuai dengan penelitian Kendrianto, Tabel 4. Pengaruh komposisi gas terhadap kesukaan panelis pada wortel utuh Suhu 5 o C Komposisi gas Tekstur warna aroma kesegaran Total nilai 1% O2 dan 2% CO % O2 dan 4% CO % O2 dan 2% CO % O2 dan 4% CO % O2 dan 0.03% CO Suhu 10 C 1% O2 dan 2% CO % O2 dan 4% CO % O2 dan 2% CO % O2 dan 4% CO % O2 dan 0.03% CO Tabel 5. Pengaruh komposisi gas terhadap kesukaan panelis pada irisan wortel Suhu 5 o C Komposisi gas Tekstur warna aroma kesegaran Total nilai 1% O2 dan 2% CO % O2 dan 4% CO % O2 dan 2% CO % O2 dan 4% CO % O2 dan 0.03% CO Suhu 10 C 1% O2 dan 2% CO % O2 dan 4% CO % O2 dan 2% CO % O2 dan 4% CO % O2 dan 0.03% CO

51 37 Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh penerimaan konsumen terhadap wortel terolah minimal yang disimpan selama 14 hari dengan uji hedonik (kesukaan) yang dilakukan oleh 15 orang panelis, nilai batas penerimaan produk adalah 3.5. Skala hedonik merupakan skala 10 angka (0-10) atau lainnya (0-7) yang menunjukkan penerimaan mutu menurut tingkat kesukaan (Soekarto, 2000). Penentuan Jenis Film Kemasan Penentuan jenis film kemasan terpilih dilakukan berdasarkan kurva beberapa film kemasan hasil penelitian Gunadnya (1993). Komposisi gas terpilih berdasarkan parameter mutu pada penelitian sebelumnya yaitu uji kekerasan, warna dan uji organoleptik yang di peroleh adalah : gas-3 dengan komposisi gas : 2 % O 2 dan : 2 % CO 2. Selanjutnya komposisi gas terpilih tersebut di plotkan pada kurva film kemasan dan udara pada Gambar 20. Berdasarkan data yang di plot maka diperoleh kemasan terpilih, yaitu kemasan polietilen densitas rendah (LDPE) dan digunakan juga kemasan polipropilen(pp) sebagai kemasan pembanding. Kedua jenis kemasan tersebut di gunakan untuk menentukan bobot wortel terolah minimal yang akan dikemas, dengan data ketebalan dan permeabilitas plastik kemasan berdasarkan pada Gunadnya (1993). Luas kemasan styrofom yang ditentukan berukuran 21.8 cm x 15 cm (0.0327m 2 ). Berat buah yang dikemas disusun berdasarkan persamaan yang disusun oleh Mannaperuma et al. (1989). Ketebalan film dari hasil pengukuran dengan mengunakan mikrometer scrop adalah 1.65 mil untuk kemasan LDPE dan 1.89 mil untuk kemasan PP. Hasil penetapan permeabilitas O 2 dan CO 2 untuk kemasan LDPE berturut-turut adalah : 1002 dan 3600 ml.mil/m 2 jam. Berat buah yang diperoleh secara teoritis untuk wortel terolah minimal pada kemasan LDPE dan PP berturut-turut adalah 220 gram dan 45 gram. Hasil hitungan dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 12.

52 38 21 White stretch film Udara 18 Daerah MAP Wortel Terolah Min imal Konsentrasi Karbondioksida (%) Stretch film Polietilen densitas rendah Polipropilen Daerah MAP wortel terolah minimal Gambar 20. Kurva beberapa film kemasan dan udara dengan garis modifikasi Konsentrasi oksigen (%) Gambar 20 Kurva beberapa film kemasan dan udara dengan daerah kemasan terpilih wortel terolah minimal

53 39 Penyimpanan Pada kemasan Terpilih Laju Respirasi Wortel Laju Respirasi Wortel Tanpa Penyimpanan Dingin Laju konsumsi O 2 wortel utuh dan irisan wortel pada awal penyimpanan adalah ml/kg.jam dan ml/kg.jam. Laju respirasi wortel terus turun jam ke-420 pengamatan adalah : 2.15 ml/kg.jam dan 1.17 ml/kg.jam. Hal tersebut juga dialami oleh laju produksi CO 2, dengan pola yang sama. Laju konsumsi O 2 serta laju produksi CO 2 mulai konstan setelah jam ke-60, nilai yang ditunjukkan berfluktuasi, namun tidak terjadi lonjakan atau nilai yang turun secara tiba-tiba. Laju respirasi (ml O2/kg.jam) Wortel utuh tanpa penyimpanan dingin Irisan wortel tanpa penyimpanan dingin Waktu penyimpanan (jam) Gambar 21 Laju konsumsi O2 wortel dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C. Steward et al (1936) dalam Pantastico (1997) melaporkan bahwa laju respirasi akan meningkat dengan bertambahnya pemberian O 2. Semakin luas permukaan wortel yang bersentuhan dengan udara, maka semakin cepat pula proses respirasi berlangsung, hal tersebut terlihat pada proses laju respirasi wortel utuh yang lebih rendah bila dibandingkan dengan irisan wortel.

54 40 Wortel utuh tanpa penyimpanan dingin Irisan wortel tanpapenyimpanan dingin Laju respirasi (ml CO2/kg.jam) Waktu penyimpanan (jam) Gambar 22. Laju produksi CO2 wortel dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C. Hardenburg et al, (1990) di dalam Thompson (1996) menyatakan bahwa wortel dapat disimpan selama 7-9 bulan pada suhu 0-1 o C dengan RH %, sedangkan Labuza (1982), pada suhu 32 o F dan RH hanya mampu mempertahankan wortel selama 4-5 bulan. Lebih lanjut Marcentilia (1989) dalam Thompson (1996), mengungkapkan wortel juga mampu bertahan pada suhu 8 o C selama 50 hari. Dan pada penelitian ini wortel masih dapat mempertahankan laju respirasinya hingga hari ke-21 dengan kondisi fisik yang masih baik. Hingga hari ke-21 laju respirasi wortel masih stabil, tidak terjadi kenaikan laju respirasi yang berarti. Laju Respirasi Wortel Dengan Penyimpanan Dingin Laju konsumsi O 2 dan laju produksi CO 2 dengan penyimpanan dingin lebih rendah daripada laju respirasi pada penyimpanan tanpa mengunakan penyimpanan dingin. Laju konsumsi O 2 pada awal penyimpanan mengunakan kemasan LDPE untuk wortel utuh dan irisan wortel adalah : 1.56 ml/kg.jam dan ml/kg. Dan Laju konsumsi O 2 pada penyimpanan jam ke-450 wortel utuh

55 41 dan irisan wortel masing-masing adalah : 1.17 ml/kg.jam dan 5.66 ml/kg.jam (Gambar 23). Laju respirasi (ml O2/kg.jam) Wortel utuh dengan penyimpanan dingin Irisan wortel dengan penyimpanan dingin Waktu penyimpanan (jam) Gambar 23. Laju konsumsi O2 wortel dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C. Laju respirasi (ml CO2/kg.jam) Wortel utuh dengan penyimpanan dingin Irisan wortel dengan penyimpanan dingin Waktu penyimpanan (jam) Gambar 24. Laju produksi CO2 wortel dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C.

56 42 Laju konsumsi O 2 serta laju produksi CO 2 mulai konstan setelah jam ke- 60, nilai yang ditunjukkan berfluktuasi, namun tidak terjadi lonjakan atau nilai yang turun secara tajam. Agar hasilnya maksimal maka penyimpanan dingin yang ditujukan untuk mempertahankan mutu produk harus selalu konstan, karena variasi suhu yang kecil antara 1 o C-1.5 o C diatas atau dibawah suhu penyimpanan optimal dapat mengakibatkan kerusakan mutu produk, terjadinya fluktuasi suhu sering menyebabkan terjadinya kondensasi uap pada produk yang disimpan (Winarno, 2002). Wortel dengan perlakuan penyimpanan dingin sebelum diolah minimal terlebih dahulu disimpan dengan mengunakan kemasan LDPE dan PP dalam storage dengan suhu 5 o C selama 3 hari. Penyimpanan tersebut merupakan salah satu rantai dari begitu panjangnya rantai penyimpanan dingin untuk pendistribusian wortel, diharapkan tidak terjadi fluktuasi suhu selama penyimpanan sehingga mutu wortel dapat dipertahankan. Kenaikan laju respirasi merupakan identifikasi dari kerusakan wortel akibat berbagai faktor, salah satunya mulai tumbuhnya mikroorganisme yang dapat memperpendek umur penyimpanan wortel dan merusak wortel baik secara fisik maupun mutu. Idealnya pasca panen wortel lansung digunakan (dikonsumsi), namun panjangnya distribusi yang harus dilakukan mengharuskan produsen menyimpan terlebih dahulu wortel pada suhu yang berfluktuasi. Kekerasan Wortel Kekerasan Wortel Tanpa Penyimpanan Dingin Perubahan kekerasan wortel terolah minimal pada penyimpanan suhu 5 o C pada kemasan LDPE dan PP disajikan pada Gambar 25 dan 26. Perubahan kekerasan selama penyimpanan wortel akan terus kehilangan air, yang mengakibatkan kekerasan wortel meningkat. Kekerasan wortel pada awal penyimpanan adalah 1.34 kgf. Penyimpanan wortel utuh dan irisan wortel pada

57 43 hari terakhir penyimpanan mengalami kenaikan dengan nilai : 1.46 kgf dan 1.61 kgf. Kekerasan daging wortel (kgf) R 2 = Waktu penyimpanan (hari) Gambar 25. Perubahan kekerasan wortel utuh (W1) dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C 1.7 Kekerasan daging wortel (kgf) R 2 = Waktu penyimpanan (hari) Gambar 26. Perubahan kekerasan irisan wortel (W2) dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C

58 44 Kekerasan daging wortel (kgf) R 2 = Waktu penyimpanan (hari) Gambar 27. Perubahan kekerasan wortel terolah minimal dalam kemasan PP selama penyimpanan pada suhu 5 o C Wortel terolah minimal yang dikemas mengunakan kemasan LDPE memiliki sebaran kekerasan lebih merata dibandingkan dengan wortel yang dikemas dengan kemasan PP. Kekerasan pada worte utuh dan irisan wortel cenderung mengalami kenaikan lebih tinggi, nilai kekerasan masing-masing wortel pada akhir penyimpanan adalah : 2.26 kgf dan 2.70 kgf. Kekerasan wortel dengan kemasan PP lebih tinggi dikarenakan jenis kemasan PP lebih permeable terhadap kehilangan air yang dikandung wortel. Kekerasan Wortel Dengan Penyimpanan Dingin Perubahan kekerasan pada wortel terolah minimal pada penyimpanan dengan mengunakan kemasan LDPE disajikan pada Gambar 27 dan 28. Nilai kekerasan cenderung naik, dan nilai kekerasan tertinggi pada penyimpanan hari ke-21. Nilai kekerasan untuk wortel utuh dan irisan wortel pada penyimpanan hari ke-21 masing-masing adalah : 140 kgf dan 157 kgf. Kekerasan wortel utuh dan irisan wortel dengan kemasan PP pada penyimpanan hari ke-21 masingmasing adalah : 1.10 kgf dan 1.43 kgf.

59 45 Kekerasan daging wortel (kgf) R 2 = Waktu penyimpanan (hari) Gambar 28 Perubahan kekerasan wortel utuh (W1) dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C 1.7 Kekerasan daging wortel (kgf) R 2 = Waktu penyimpanan (hari) Gambar 29 Perubahan kekerasan irisan wortel (W2)dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C Wortel dengan perlakuan penyimpanan dingin nilai kekerasannya lebih kecil dibandingkan dengan wortel yang disimpan tanpa penyimpanan dingin. Kehilangan air pada irisan wortel juga lebih banyak dibandingkan wortel utuh.

60 46 Hal tersebut berhubungan dengan luas permukaan kontak bahan dengan udara, dimana semakin besar luas kontak maka semakin cepat proses kehilangan air. 2.6 Kekerasan daging wortel (kgf) R 2 = Waktu penyimpanan (hari) Gambar 30 Perubahan kekerasan wortel terolah minimal dalam kemasan PP selama penyimpanan pada suhu 5 o C Perubahan kekerasan pada wortel terolah minimal dengan penyimpanan kemasan LDPE sebarannya lebih kecil, sedangkan perubahan kekerasan wortel pada penyimpanan dengan kemasan PP lebih fluktuatif. Kemasan sangat berpengaruh terhadap perubahan kekerasan penyimpanan wortel terolah minimal, dimana semakain tinggi permeabilitas kemasan maka semakin tinggi pula kehilangan air pada penyimpanan wortel terolah minimal. Sayuran berupa umbi-umbian memiliki lapisan seperti gabus pada permukaannya yang disebut periderm (Thompson, 1996). Ini akan memberikan perlindungan dari mikroorganisme dan kehilangan air. Sel gabus sangat kuat dan ditutup dengan lapisan lilin. Proses perlukaan seperti pengupasan, pemotongan atau irisan akan menghilangkan dan merusak lapisan tersebut, sehingga menyebabkan kehilangan air semakin cepat. Wortel berbentuk silinder, bagian dalam wortel terbagi atas 3 bagian pada bagian tengah paling dalam wortel terdapat xylem, lalu vascular cambium dan bagian terluar disebut phloem (Bassett, 1986). Sehingga semakin banyak kandungan air yang keluar akan menyebabkan wortel semakin keras, terutama pada bagian xylem.

61 47 Warna Warna Wortel Tanpa Penyimpanan Dingin Perubahan warna dan kecerahan (*L) pada wortel selama penyimpanan dengan kemasan LDPE dapat dilihat pada Gambar 31. Warna meliputi tingkat kecerahan (*L), nilai merah (*a) dan nilai kuning (*b). Nilai *L pada wortel utuh cenderung meningkat (Gambar 29.a). Nilai (*a) wortel tanpa perlakuan penyimpanan dingin mempunyai nilai masing-masing 19.15, dan Nilai (*b) wortel utuh pada penyimpanan tanpa perlakuan penyimpanan dingin pada penyimpanan hari ke-21 adalah Pada irisan wortel nilai (*a) lebih tinggi dibandingkan nilai (*a) yang dimiliki wortel utuh, sedangkan nilai (*b) irisan wortel lebih rendah daripada wortel utuh. Semakin tinggi nilai (*a) berarti warna wortel semakin merah dan menjauhi warna hijau, dan dengan semakin kecil nilai (*b) maka warna wortel menjauhi warna kuning dan semakin mendekati warna coklat. 80 Wortel utuh tanpa penyimpanan dingin ( ) Irisan wortel tanpa penyimpanan dingin ( ) Kecerahan *L t R 2 = R 2 = Waktu (hari) a. Perubahan nilai kecerahan (*L) selama penyimpanan

62 48 3hr 21hr 0hr Keterangan : W1-A : Wortel utuh tanpa penyimpanan dingin b. Nilai merah (*a) dan kuning (*b) 21 hr 0 hr 3 hr Keterangan : W2-A: Irisan wortel tanpa penyimpanan dingin c. Nilai merah (*a) dan kuning (*b) Gambar 31 Nilai *L,*a,*b wortel tanpa penyimpanan dingin dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C

63 49 Nilai pada irisan wortel semakin hari semakin gelap, cenderung ke warna coklat yaitu warna wortel yang mulai mengalami pembusukan. Warna yang ada pada buah-buahan dan sayuran berasal dari pigmen yang dikandungnya. Warna wortel yang baik adalah orange terang dari bagian bawah wortel hingga bagian atas mahkota wortel (Bassett, 1986). Wortel utuh tanpa penyimpanan dingin ( ) Irisan wortel tanpa penyimpanan dingin ( ) Kecerahan *L R 2 = R 2 = Waktu (hari) Gambar 32 Nilai *L tanpa penyimpanan dingin dalam kemasan PP selama penyimpanan pada suhu 5 o C Nilai *L wortel utuh dan irisan wortel pada penyimpanan dengan kemasan PP lebih rendah dibandingkan wortel pada penyimpanan dengan kemasan LDPE (Gambar 32). Perubahan nilai *a dan *b wortel utuh tanpa perlakuan penyimpanan dingin dari hari ke 0, 3 dan 21 yaitu : , 21.90, dan 47.45, 52.73, 47 sedangkan wortel dengan perlakuan penyimpanan dingin nilai * lebih tinggi yaitu : 19.93, 21.96, dan 47.45, 53.80, 53. Karatenoid adalah kelompok pigmen non polair yang menyebabkan warna orange pada wortel. Tanaman yang mengandung karbohidrat rendah biasanya mengandung karatenoid sedikit, kecuali pada wortel dan ubi jalar. Kandungan karatenoid setelah panen semakin rendah, karena sintesa karatenoid tidak terjadi setelah panen (Winarno, 2002). Pada buah atau sayuran yang disimpan pada suhu rendah, terutama suhu chilling injury, sintesa karatenoid tidak sebanyak

64 50 yang dihasilkan pada buah yang disimpan pada suhu kamar (Thomas, 1975 dalam Mitra, 1997). Hal ini sesuai dengan keterangan Winarno (2002), bahwa pembentukan pigmen dipengaruhi oleh suhu, cahaya (sinar) dan karbohidrat. Warna Wortel Dengan Penyimpanan dingin Perubahan warna dan kecerahan (*L) pada wortel selama penyimpanan dengan kemasan LDPE dapat dilihat pada Gambar 33. Warna meliputi tingkat kecerahan (*L), nilai merah (*a) dan nilai kuning (*b). Nilai *L pada wortel utuh (Gambar 31.a) cenderung meningkat. Nilai *L pada wortel utuh dengan penyimpanan dingin pada hari ke-21 merupakan nilai tertinggi yaitu 71.43, sedangkan irisan nilai wortel dengan perlakuan penyimpanan dingin Wortel utuh dengan penyimpanan dingin ( ) Irisan wortel dengan penyimpanan dingin ( ) 80 Kecerahan *L t R 2 = R 2 = Waktu (hari) a. Perubahan nilai kecerahan (*L) selama penyimpanan

65 51 21hr 3hr 0 hr Keterangan : W1-B : Wortel utuh dengan penyimpanan dingin b.nilai merah (*a) dan kuning (*b) 21hr 3hr 0hr Keterangan : W2-B: Irisan wortel dengan penyimpanan dingin c. Nilai merah (*a) dan kuning (*b) Gambar 33 Nilai *L,*a,*b wortel terolah minimal dengan penyimpanan dingin dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 o C.

66 52 Perubahan (*a) pada wortel utuh dengan penyimpanan dingin dari hari ke- 0, 3 dan 21 masing-masing adalah 19.15, dan Nilai (*b) wortel utuh dengan perlakuan penyimpanan dingin pada penyimpanan hari ke-21 adalah Nilai *a pada irisan dengan perlakuan penyimpanan dingin yaitu dan nilai *b irisan wortel dengan perlakuan penyimpanan dingin hampir sama yaitu : Wortel utuh dengan penyimpanan dingin ( ) Irisan wortel dengan penyimpanan dingin ( ) 80 Kecerahan *L R 2 = R 2 = Waktu (hari) Gambar 34 Nilai *L wortel t dengan penyimpanan dingin dalam kemasan PP selama penyimpanan pada suhu 5 o C. Susut Bobot Susut Bobot Wortel Tanpa Penyimpanan Dingin Grafik perubahan susut bobot wortel terolah minimal selama penyimpanan di sajikan pada Gambar 34. Selama penyimpanan terjadi peningkatan susut bobot wortel terolah minimal. Kehilangan air akibat penguapan yang terjadi terus menerus, mengakibatkan produk mengalami susut bobot (Winarno, 2002). Jumlah susut bobot wortel pada penyimpanan dengan kemasan LDPE persentasenya lebih rendah dibandingkan wortel pada penyimpanan dengan kemasan PP. Susut bobot yang terjadi pada wortel dipengaruhi oleh banyak hal, seperti jenis kemasan penyimpanan, bentuk, ketebalan potongan (irisan), ukuran wortel serta RH penyimpanan.

67 53 Wortel utuh tanpa penyimpanan dingin ( ) Irisan wortel tanpa penyimpanan dingin ( ) Susust bobot (%) R 2 = t R 2 = Waktu (hari) a. Kemasan LDPE Susust bobot (%) Wortel utuh tanpa rantai dingin ( ) Irisan wortel tanpa rantai dingin ( ) R 2 = R 2 = Waktu (hari) b. Kemasan PP Gambar 35 Perubahan susut bobot pada wortel selama penyimpanan pada suhu 5 o C. Koefisien permeabilitas film kemasan terhadap O 2 dan CO 2 merupakan salah satu faktor penting wortel dikemas dengan kemasan yang lebih rapat. Kemasan yang paling banyak digunakan untuk mengemas bahan segar adalah polietilen densitas rendah (LDPE) dan polivinil clorida (Zagory dan Kader, 1988).

68 54 Susut Bobot Wortel Dengan Penyimpanan Dingin Grafik perubahan susut bobot wortel terolah minimal selama penyimpanan di sajikan pada Gambar 36. Susut bobot selama penyimpanan merupakan salah satu parameter mutu yang mencerminkan tingkat kesegaran wortel. Semakin tinggi susut bobot, maka semakin berkurang tingkat kesegaran wortel. Kemasan sangat mempengaruhi kenaikan laju susut bobot wortel. Susut bobot wortel untuk wortel utuh dan irisan wortel pada penyimpanan hari ke-21 nilainya masing-masing adalah : 0.33 dan Sedangkan wortel utuh dan irisan wortel pada kemasan PP nilai susut bobotnya masing-masing adalah: 1.81 dan Susut bobot yang terjadi pada wortel dipengaruhi oleh banyak hal, seperti jenis kemasan penyimpanan, bentuk dan ukuran wortel serta RH penyimpanan. Wortel dengan perlakuan penyimpanan dingin terlebih dahulu disimpan selama 3 hari pada suhu rendah 5 o C, selanjutnya dikeluarkan untuk di olah minimal. Pada saat wortel dikeluarkan dari ruang penyimpanan dingin ke suhu ruang untuk dilakukan proses olah minimal wortel mengalami fluktuasi suhu, yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan sel pada wortel. Kerusakan tersebut dapat mempercepat proses laju respirasi selama penyimpanan, sehingga proses kehilangan air bahan lebih cepat serta mempercepat masa penyimpanan wortel. Rasio luas permukaan dan volume produk sangat penting dalam menentukan kehilangan berat wortel. Irisan wortel memiliki luas permukaan sentuh yang lebih besar daripada wortel utuh sehingga susut bobot lebih tinggi. Luas permukaan sentuh yang besar menyebabkan proses respirasi dan transpirasi berlangsung lebih cepat. Kehilangan atau susut bobot akan mereduksi keindahan penampakan dan tingkat penerimaan konsumen.

69 55 Wortel utuh dengan rantai dingin ( ) Irisan wortel dengan rantai dingin ( ) Susust bobot (%) R 2 = R 2 = Waktu (hari) a.kemasan LDPE Wortel utuh dengan rantai dingin ( ) Irisan wortel dengan rantai dingin ( ) 2.5 Susust bobot (%) R 2 = R 2 = Waktu (hari) b. Kemasan PP Gambar 36 Perubahan susut bobot pada wortel terolah minimal dalam selama penyimpanan pada suhu 5 o C. Menurut Winarno, (2002), semakin kecil, semakin pipih, semakin tinggi kehilangan bobot bahan. Kehilangan air biasanya terjadi karena adanya perbedaan uap air internal jenuh dan kurang jenuh di luar produksi (atmosphere). Laju penguapan air pada wortel terolah minimal dipengaruhi juga oleh tekanan uap air antar buah dan lingkungan luar kemasan yang ditentukan oleh suhu dan

70 56 RH. Susut bobot wortel terolah minimal bukan saja diakibatkan oleh terjadinya penguapan air, tetapi juga oleh hilangnya gas CO 2 hasil respirasi. Kandungan Beta-Karoten Beta-karoten Wortel Tanpa Penyimpanan Dingin Sayuran dan buah-buahan yang berwarna hijau atau kuning biasanya mengandung karoten (Salunkhe, 2000). Karoten merupakan sumber vitamin A, vitamin A adalah karoten yang banyak terdapat pada bahan nabati. Menurut Winarno (2002), kemampuan menyerap karoten yang berasal dari sayuran hanya 33-58%. Tidak semua karoten yang terserap tersebut akan diubah menjadi vitamin A, separuh dari karoten yang terserap tersebut akan diubah menjadi vitami A. Dan hanya 1/6 dari kandungan karoten yang terdapat dalam bahan makanan akan dimanfaatkan oleh tubuh Wortel utuh tanpa penyimpanan dingin Irisan wortel tanpa penyimpanan dingin Beta-caroten mcg/100g Waktu pengamatan (hari) Keterangan : Kandungan beta karoten pada hari pertama (kontrol) adalah mcg/100g Gambar 37 Kandungan beta-karoten pada wortel dengan kemasan LDPE pada penyimpanan suhu 5 C o.

71 Wortel utuh tanpa penyimpanan dingin Irisan wortel tanpa penyimpanan dingin Beta-caroten (mcg/100 g) Waktu penyimpanan (hari) Keterangan : Kandungan beta karoten pada hari pertama (kontrol) adalah mcg/100g Gambar 38 Kandungan beta-karoten pada wortel dengan kemasan PP pada penyimpanan suhu 5 C o. Kandungan beta-karoten pada wortel sangat penting untuk menentukan kualitas mutu dari wortel selama dilakukan penyimpanan. Kandungan betakarotan selama penyimpanan wortel terolah minimal disajikan pada Gambar 37 dan 38. Penurunan kandungan beta-karoten pada wortel utuh penyimpanan hari ke-21 dengan kemasan LDPE kecil, yaitu 5% tanpa perlakuan penyimpanan dingin dan irisan wortel dengan 25.64%. Pada penyimpanan dengan kemasan PP penurunan beta-karoten jauh lebih tinggi, pada wortel utuh tanpa perlakuan penyimpanan dingin yaitu : 5.57%. Penurunan beta-karoten irisan wortel tanpa perlakuan penyimpanan dingin yaitu : 17.43%. Beta-karoten Wortel Dengan Penyimpanan Dingin Kandungan beta-karoten pada wortel sangat penting untuk menentukan kualitas mutu dari wortel selama dilakukan penyimpanan. Kandungan betakarotan selama penyimpanan wortel terolah minimal disajikan pada Gambar 39 dan 40.

72 Wortel utuh dengan penyimpanan dingin Irisan wortel dengan penyimpanan dingin Beta-caroten mcg/100g Waktu pengamatan (hari) Keterangan : Kandungan beta karoten pada hari pertama (kontrol) adalah mcg/100g Gambar 39 Kandungan beta-karoten pada wortel dengan kemasan LDPE pada penyimpanan suhu 5 C o Wortel utuh dengan penyimpanan dingin Irisan wortel dengan penyimpanan dingin Beta-caroten (mcg/100 g) Waktu penyimpanan (hari) Keterangan : Kandungan beta karoten pada hari pertama (kontrol) adalah mcg/100g Gambar 40 Kandungan beta-karoten pada wortel dengan kemasan PP pada penyimpanan suhu 5 C o.

73 59 Kandungan beta-karoten pada wortel utuh bisa dipertahankan penurunanya hingga penyimpanan hari ke-24 dengan kemasan LDPE yaitu sebesar 20% dengan perlakuan penyimpanan dingin, sedangkan pada Irisan wortel 25.64%. Pada penyimpanan dengan kemasan PP penurunan beta-karoten jauh lebih tinggi pada wortel utuh dengan perlakuan penyimpanan dingin yaitu : 21.9%. Penurunan beta-karoten irisan wortel dengan perlakuan penyimpanan dingin yaitu : 22.11%. Perlakuan penyimpanan dingin tidak begitu mempengaruhi penurunan beta-karoten. Cahaya dapat mnurunkan kandungan beta-karoten, oleh karena itu penting agar produk yang mengandung vitamin A (dan beta-caroten) dikemas dengan kemasan tidak tembus cahaya (deman, 1989). Jumlah kandungan betakaroten merupakan identefikasi mutu wortel yang tidak dapat dilakukan secara visual. Suhu sangat mempengaruhi pembentukan karatenoid (Winarno,2002). Hasil Uji Organoleptik Uji Organoleptik Tanpa Penyimpanan Dingin Uji organoleptik pada penyimpanan wortel terolah minimal dengan kemasan terpilih dilakukan setiap 3 hari sekali selama 21 hari. Parameter yang diuji adalah tekstur, warna, aroma, kesegaran dan rasa. Kandungan beta-caroten (cgf) tekstur warna aroma kesegaran rasa 0.0 W1-LDPE Jenis kemasan W2-LDPE Keterangan : W1-LDPE : Wortel utuh tanpa penyimpanan dingin W2-LDPE : Irisan wortel tanpa penyimpanan dingin Gambar 41 Perubahan kesukaan pada warna wortel selama penyimpanan pada suhu 5 o C.

74 60 Tekstur Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur wortel terolah minimal terus menurun, terutama pada irisan wortel penyimpanan dengan mengunakan kemasan PP, pada penyimpanan hari ke-9 sudah tidak dapat diterima panelis. Nilai kesukaan tertinggi pada wortel utuh penyimpanan dengan mengunakan kemasan LDPE (Gambar 41 dan 42). Warna Wortel pada penyimpanan dengan mengunakan kemasan LDPE mampu mempertahankan nilai kesukaan panelis terhadap warna hingga hari penyimpanan ke-21. Sedangkan irisan wortel pada penyimpanan dengan kemasan PP tanpa perlakuan penyimpanan dingin hanya dapat diterima oleh konsumen hingga hari ke-6 penyimpanan (Gambar 41 dan 42). Sebaran warna pada wortel utuh lebih merata dibandingkan dengan sebaran warna pada irirsan wortel Aroma Grafik penurunan nilai kesukaan aroma oleh panelis disajikan pada Gambar 39c dan 40. Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap aroma hingga penyimpanan hari ke-21 pada wortel tanpa perlakuan penyimpanan dingin masih dapat diterima Kandungan beta-caroten (cgf) W1-PP Jenis kemasan W2-PP Keterangan : W1-PP : Wortel utuh tanpa penyimpanan dingin W2-PP : Irisan wortel tanpa penyimpanan dingin tekstur warna aroma kesegaran rasa Gambar 42 Perubahan kesukaan pada warna wortel selama penyimpanan pada suhu 5 o C.

75 61 Kemasan perbengaruh terhadap perubahan aroma. Wortel terolah minimal pada penyimpanan dengan kemasan LDPE lebih mampu mempertahankan aromanya, dengan nilai sebaran aroma yang lebih baik diabndingkan pada wortel terolah minimal pada penyimpanan dengan kemasan PP. Kesegaran Kesegaran merupakan salah satu identifikasi mutu yang sering digunakan dalam pemilihan sayuran dan buah-buahan. Nilai kesukaan panelis terhadap wortel yang disimpan pada kemasan LDPE tanpa perlakuan penyimpanan dingin hingga hari penyimpanan ke-21 masih diterima. Sedangkan pada penyimpanan dengan kemasan PP pada wortel utuh masih diterima panelis hingga hari ke-21, namun irisan wortel pada penyimpanan hari ke-9 sudah tidak bisa diterima lagi (Gambar 39 dan 40). Menurut Desrosier (1988) wortel utuh tanpa dipotong dapat disimpan selama 4-5 bulan pada suhu 32 o F dan RH 90-95%. Sedangkan wortel terpotong hanya hari pada kondisi penyimpanan yang sama. Rasa. Nilai kesukaan panelis terhadap rasa wortel pada penyimpanan kemasan LDPE tanpa perlakuan penyimpanan dingin masih dapat diterima hingga hari ke- 21 (Gambar 44.e dan 45.e). Irisan wortel pada penyimpanan dengan kemasan PP tanpa perlakuan penyimpanan dingin disukai panelis hingga hari ke-6. Uji Organoleptik Dengan Penyimpanan Dingin Uji organoleptik pada penyimpanan wortel terolah minimal dengan kemasan terpilih dilakukan setiap 3 hari sekali selama 21 hari. Parameter yang diuji adalah tekstur, warna, aroma, kesegaran dan rasa.

76 62 Kandungan beta-caroten (cgf) tekstur warna aroma kesegaran rasa 0.0 W1-LDPE Jenis kemasan W2-LDPE Keterangan : W1-LDPE : Wortel utuh dengan penyimpanan dingin W2-LDPE : Irisan wortel dengan penyimpanan dingin Gambar 43 Perubahan kesukaan pada warna wortel dalam selama penyimpanan pada suhu 5 o C. tekstur Kandungan beta-caroten (cgf) W1-PP Jenis kemasan W2-PP warna aroma kesegaran rasa Keterangan : W1-PP : Wortel utuh dengan penyimpanan dingin W2-PP : Irisan wortel dengan penyimpanan dingin Gambar 44 Perubahan kesukaan pada warna wortel dalam kemasan PP selama penyimpanan pada suhu 5 o C.

77 63 Tekstur Grafik penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur wortel terolah minimal dengan perlakuan penyimpanan dingin disajikan pada Gambar 43 dan 44 Panelis masih dapat menerima tekstur wortel dengan penyimpanan hingga hari terakhir penyimpanan, kecuali pada irisan wortel pada kemasan PP panelis sudah tidak dapat menerimanya sejak penyimpanan hari ke-9 dengan nilai 3.3. Warna Kemasan dan bentuk irsan wortel sangat berpengaruh terhadap warna wortel. Hal tersebut terlihat pada nilai kesukaan panelis terhadap warna wortel terolah minimal. Panelis tidak dapat menerima irisan wortel dengan kemasan PP sejak hari ke-6 penyimpanan. Irisan wortel yang disimpan dengan kemasan PP sudah terlihat berwarna gelap (Gambar 43 dan 44). Aroma Grafik penurunan nilai kesukaan aroma oleh panelis disajikan pada Gambar 46.c dan 47.c. Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap aroma hingga penyimpanan hari ke-21 untuk semua penyimpanan masih dapat diterima panelis, kecuali irisan wortel dengan kemasan PP sudah tidak dapat diterima panelis sejak penyimpanan hari ke-12. Kesegaran Kesegaran merupakan salah satu identifikasi mutu yang sering digunakan dalam pemilihan sayuran dan buah-buahan. Nilai kesukaan panelis terhadap wortel yang disimpan pada kemasan LDPE dengan penyimpanan dingin hingga hari penyimpanan ke-21 masih diterima. Sedangkan pada penyimpanan dengan kemasan PP pada wortel utuh masih diterima panelis hingga hari ke-21, namun irisan wortel pada penyimpanan hari ke-9 sudah tidak bisa diterima lagi (Gambar 46.d dan 47.d).

78 64 Rasa. Nilai kesukaan panelis terhadap rasa wortel pada penyimpanan kemasan LDPE dengan penyimpanan dingin masih dapat diterima hingga hari ke-21 (Gambar 46.e dan 47.e), baik pada wortel utuh maupun irisan wortel. Penyimpanan wortel dengan kemasan PP pada irisan wortel dengan penyimpanan dingin mampu bertahan hingga hari ke -15. Irisan wortel dengan penyimpanan dingin hanya mampu bertahan selama tiga hari penyimpanan.

79 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan hasil penelitian kajian rantai dingin (penyimpanan dingin) wortel terolah minimal dalam kemasan atmosfer termodifikasi adalah sebagai berikut : 1 Laju konsumsi O 2 wortel terolah minimal pada kemasan terpilih tanpa perlakuan penyimpanan dingin untuk wortel utuh dan irisan wortel 10.5 O 2 ml/kg.jam, 8.12 CO 2 ml/kg.jam, untuk irisan wortel O 2 ml/kg.jam, CO 2 ml/kg.jam. Sedang pada perlakuan penyimpanan dingin untuk wortel utuh 1.56 O 2 ml/kg.jam, CO 2 ml/kg.jam, untuk irisan wortel 10.9 O 2 ml/kg.jam, CO 2 ml/kg.jam. 2 Komposisi atmosfer yang tepat untuk wortel terolah minimal adalah 2% O 2 dan 2% CO 2 berdasarkan pengujian terhadap kekerasan,warna dan organoleptik. Jenis film kemasan yang sesuai adalah kemasan propiletilen densitas rendah (LDPE). 3 Berat wortel pada penyimpanan 5 o C untuk kemasan LDPE dan PP masingmasing adalah 220 gram dan 45 gram dengan luas styrofoam m 2. 4 Perlakuan penyimpanan dingin dapat memperpanjang umur simpan wortel terolah minimal, dimana dapat memperkecil penurunan kandungan betakaroten selama penyimpana, memperkecil kenaikan nilai kekerasan dan panelis masih menyukainya hingga penyimpanan hari ke-24. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai : 1 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada penyimpanan dingin yang lebih panjang lagi (lebih dari satu suhu) selama pendistribusian wortel hingga sampai kekonsumen. 2 Mengukur fluktuasi suhu selama pendistribusian wortel dan perbedaan suhu penyimpanan selama penyimpanan, serta penyimpanan pada RH yang berbeda.

80 66 3 Melakukan penyimpanan dengan berbagai komoditi (sayuran) yang berbeda sekaligus dalam satu kemasan, dan suhu yang sama. Sehingga perlu penelitian lebih lanjut untuk kondisi tersebut. 4 Penyimpanan wortel terolah minimal sebaiknya dikemas dengan kemasan LDPE mengunakan styrofoam dengan ukuran 21.8 cm x 15 cm, pada RH dan suhu 5 o C.

81 DAFTAR PUSTAKA Ashby H Protecting Perishable Food During transport by Motortruck, Agriculture Research Service. US Departement of Agricultural, Agricultural. Bassett MJ. Breeding vegetable crops. Vegetable Crops Department. University of Florida. Gainesfille. Florida. Ben Yehoshua S Individual seal-packaging of fruit and vegetables in plastic film-anew postharvest technique. Journal of Holticultural Science. 20(1) : Berlian NVA dan Rahayu E Wortel dan Lobak. Jakarta. PT. Penebar Swadaya. Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wooton M Ilmu Pangan. Terjemahan : Hari Purnomo dan Andiono. Jakarta. UI Press. Burdon JN Postharvest handling of tropical and subtropical fruit for export In Postharvest Physiologi and Storage of tropical and Subtropical Fruits. CAB International. Wallingford. Oxon. UK. Burn JK Lightly processed fruits and vegetables. Introduction to the colloqium. Journal of Horticultural Science. 30 (1) : Deily KR, SSH Rizkvi Optimalization of Parameters for packaging of fresh peaches in polymeric film. Journal of Food Science. 109(4) : Deman JM Kimia Makanan. Bandung. Institut Tekhnogi Bandung. Desrosier NW Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta. Universitas Indonesia. Do JY, DK salunkhe Contolled atmosphere storage in Pantastico. ER.B. Postharvest Physiology. Handling and utilization of tropical and subtropical fruits and vegetables. AVI Pub. Co. Westport. Connecticut. Eskin NAM, Henderson, Townsend RJ Biochemistry of food. New York. Academic Press. Fennema O Preservation of Food by storage at Chilling Temperature. Principle of Food Preservation. New York. Marcel Dakker Inc.

82 68 Gunadnya IBP Pengkajian penyimpanan Salak segar (Salacca edulis Reinw) dalam kemasan film dengan Modified Atmosphere [tesis]. Bogor. Program Pascasarjana. IPB. Hall CW, Handenberg RE, Pantisco EB Fisiologi pasca panen, penanganan dan pemanfaatan buah-buahan dan sayur-sayuran tropika dan sub tropika. Bab Di dalam :Kamariyani, Editor, Pengemasan untuk konsumen dengan Plastik : yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hlm Kendriyanto Kajian penyimpanan irisan segar wortel terolah minimal dalam kemasan atmosfer termodifikasi [tesis]. Bogor. Program Pascasarjana Indonesia. Labuza TP Shelf-life Dating of Food. Food and Nutrition Press, INC. Westport, Connecticut, USA. Laurila E, Ahvenainen R Minimal processing in practice: fresh fruits and vegetables. In Minimal Processing Technologies In The Food Industry. Ohlsson T, Bengtsson N. Woodhead Publishing Limited. Cambrige. England. Limbong WH Pengantar Tata Niaga Ekonomi Pertanian. Departemen Ilmuilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Bogor, Institut Pertanian Bogor. Mattjik AA Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press Bogor. Muchtadi D Petunjuk Laboratorium Teknologi Pasca Panen Sayuran dan Buahbuahan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Pantastico EB Fisiologi Pasca Panen. Penerjemah Kamariyani. Yogyakarta. Gadjahmada University Press. Rizkia H Kajian laju respirasi dan perubahan mutu buah mangga gedong gincu selama penyimpanan dan pematangan buatan [tesis]. Program Pascasarjana. IPB. Salunkhe DK Storage, processing and nutrional quality of fruits and vegetables. CRC Press, Inc. Cranwood Parkway.Cleveland. Ohio. Salunkhe DK, HR Bolin, NR Reddy Storage, Processing and Nutrional Quality of Fruits and Vegetables Third Edition. CRC Press. Boca Raton. Ann Arbor. Boston. Shcelfelt RL Quality of Minimally Processed Fruits and Vegetables. Journal of Food Qual. 10:

83 69 Schlimme DW Marketing lightly processed fruits and vegetables. Journal of Horticultura Science. 30 (1) : Soekarto ST Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan. Jakarta. Bharata karya. Soekarto ST, Musa H Metodologi Penelitian Organoleptik. Program Studi Ilmu Pangan. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Syarief R, Sasya S, Isyana B Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasa Proses Pangan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Syarief R, Haryadi H Teknologi Penyimpanan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Thompson K Controlled atmosphere storage of fruits and vegetables. Cab International. Wallingford. Oxon. Thompson K Postharvest Technology of Fruit and Vegetables. Blackwell Science. Cambridge. USA. Winarno FG, Srikandi F, Dedi F Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia. Jakarta. Winarno FG Enzim Pangan. Jakarta. Gramedia Winarno FG Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. Bogor. M-Brio Press Winarno FG Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka utama. Wirakartakusumah MA, Suhadi H, Purwityatno H Rekayasa Proses Pangan. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Wong DWS, WM Camirand, AE Paviath Devlopment of edible coating for minimally processed fruits and vegetables. Didalam : Krochta JM, EA Baldwin, MO Niperos Carriedo, editor, Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Technomic Publ. Co. Inc. Lancester. Zagory, AA Kader Modified atmosphere packaging of fresh produce. Journal of Food Technology. 42 (9) :70.

84 69 Lampiran 1 Laju respirasi dan nilai RQ pada penyimpanan suhu 5 o C pada wortel utuh (W1) Waktu (jam) Vol O 2 (%) Vol CO 2 (%) Laju konsumsi O 2 (ml/kg.jam) Laju produksi CO 2 (ml/kg.jam) RQ

85 70 Lampiran 2 Waktu (jam) Laju konsumsi O 2, laju produksi CO 2 dan nilai RQ pada penyimpanan suhu 5 o C pada irisan wortel Vol O 2 (%) Vol Laju Laju CO 2 konsumsi produksi CO 2 (%) O 2 (ml/kg.jam) (ml/kg.jam) RQ

86 Lampiran 3 Perubahan *L.*a,*b wortel selama penyimpanan tanpa penyimpanan dingin pada suhu 5 o C. Hari Wortel utuh (LDPE) Hari Wortel utuh (LDPE) *L *a *b *L *a *b Hari Irisan wortel(ldpe) Hari Irisan wortel(pp)

87 72 Lampiran 4 Perubahan *L.*a,*b wortel selama penyimpanan dengan penyimpanan dingin pada suhu 5 o C croma pada kemasan LDPE croma pada kemasan PP Hari Wortel utuh (LDPE) Hari Wortel utuh (LDPE) *L *a *b *L *a *b Hari Irisan wortel(ldpe) Hari Irisan wortel(pp)

88 73 Lampiran 5 Nilai organoleptik penyimpanan wortel tanpa penyimpanan dingin pada suhu 5 o C Hari W1-LDPE W2-LDPE W1-PP W2-PP A. Terhadap tekstur B. Terhadap warna C. Terhadap aroma D. Terhadap kesegaran E. Terhadap rasa

89 74 Lampiran 6 Nilai organoleptik penyimpanan wortel dengan penyimpanan dingin pada suhu 5 o C Hari W1-LDPE W2-LDPE W1-PP W2-PP A. Terhadap tekstur B. Terhadap warna C. Terhadap aroma D. Terhadap kesegaran E. Terhadap rasa

90 75 Lampiran 7 Uji kesukaan wortel penyimpananhari ke-14 pada berbagai komposisi gas Keterangan : K 1 T 1 W 1 : Wortel utuh pada suhu 5 o C K 1 T 1 W 2 : Irisan wortel pada suhu 5 o C K 1 T 2 W 1 : Wortel utuh pada suhu 10 o C K 1 T 1 W 2 :Irisan wortel pada suhu 10 o C (K 1 = Komposisi gas: 1% O 2 dan 2% CO 2 ) Keterangan : K 2 T 1 W 1 : Wortel utuh pada suhu 5 o C K 2 T 1 W 2 : Irisan wortel pada suhu 5 o C K 2 T 2 W 1 : Wortel utuh pada suhu 10 o C K 2 T 1 W 2 :Irisan wortel pada suhu 10 o C (K 2 = Komposisi gas1: % O 2 dan 4% CO 2 ) Keterangan : K 3 T 1 W 1 : Wortel utuh pada suhu 5 o C K 3 T 1 W 2 : Irisan wortel pada suhu 5 o C K 3 T 2 W 1 : Wortel utuh pada suhu 10 o C K 3 T 1 W 2 :Irisan wortel pada suhu 10 o C (K 3 = Komposisi gas 2% O 2 dan 2% CO 2 )

91 76 Lanjutan Keterangan : K 4 T 1 W 1 : Wortel utuh pada suhu 5 o C K 4 T 1 W 2 : Irisan wortel pada suhu 5 o C K 4 T 2 W 1 : Wortel utuh pada suhu 10 o C K 4 T 1 W 2 :Irisan wortel pada suhu 10 o C (K 4 = Komposisi gas 2% O 2 dan 4% CO 2 ) Keterangan : K 5 T 1 W 1 : Wortel utuh pada suhu 5 o C K 3 T 1 W 2 : Irisan wortel pada suhu 5 o C K 5 T 2 W 1 : Wortel utuh pada suhu 10 o C K 3 T 1 W 2 :Irisan wortel pada suhu 10 o C (K 5 = Komposisi gas 21% O 2 dan 0.03% CO 2 )

92 77 Lampiran 8. Penyimpanan wortel hari ke-6 pada suhu 5 o C a. Penyimpanan tanpa perlakuan penyimpanan dingin b. Penyimpanan dengan perlakuan penyimpanan dingin Keterangan : K 3 T 1 W 1 (LDPE) : Wortel utuh, komposisi 2 % O 2 :2% CO 2, Suhu 5 o C. K 3 T 1 W 2 (LDPE) : Irisan wortel, komposisi 2 % O 2 :2% CO 2, Suhu 5 o C. K 3 T 1 W 1 (PP) : Wortel utuh, komposisi 2 % O 2 :2% CO 2, Suhu 5 o C. K 3 T 1 W 2 (PP) : Irisan wortel, komposisi 2 % O 2 :2% CO 2, Suhu 5 o C. Lampiran 9. Penyimpanan wortel hari ke-18 pada suhu 5 o C

93 78 a. Penyimpanan tanpa perlakuan penyimpanan dingin b. Penyimpanan dengan perlakuan penyimpanan dingin Keterangan : K 3 T 1 W 1 (LDPE) : Wortel utuh, komposisi 2 % O 2 :2% CO 2, Suhu 5 o C. K 3 T 1 W 2 (LDPE) : Irisan wortel, komposisi 2 % O 2 :2% CO 2, Suhu 5 o C. K 3 T 1 W 1 (PP) : Wortel utuh, komposisi 2 % O 2 :2% CO 2, Suhu 5 o C. K 3 T 1 W 2 (PP) : Irisan wortel, komposisi 2 % O 2 :2% CO 2, Suhu 5 o C.

94 79 Lampiran 10. Penyimpanan wortel hari ke-21 tanpa perlakuan penyimpanan dingin pada suhu 5 o C Penyimpanan hari ke-21 Penyimpanan hari ke-21 Penyimpanan hari ke-21 Penyimpanan hari ke-21 Keterangan : K 3 T 1 W 1 (LDPE) : Wortel utuh, komposisi 2 % O 2 :2% CO 2, Suhu 5 o C. K 3 T 1 W 2 (LDPE) : Irisan wortel, komposisi 2 % O 2 :2% CO 2, Suhu 5 o C. K 3 T 1 W 1 (PP) : Wortel utuh, komposisi 2 % O 2 :2% CO 2, Suhu 5 o C. K 3 T 1 W 2 (PP) : Irisan wortel, komposisi 2 % O 2 :2% CO 2, Suhu 5 o C.

TINJAUAN PUSTAKA. 42 Karbohidrat (g) 9.30 Lemak (g) 0.30 Protein (g) 1.20 Kalsium (mg) 39 Phosphor (mg) 37 Besi (mg) 0.

TINJAUAN PUSTAKA. 42 Karbohidrat (g) 9.30 Lemak (g) 0.30 Protein (g) 1.20 Kalsium (mg) 39 Phosphor (mg) 37 Besi (mg) 0. TINJAUAN PUSTAKA Wortel Tanaman wortel (Daucus carrota) berasal dari dataran Asia, kemudian berkembang ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Wortel ditanam pada cuaca agak dingin dan lembab, biasa ditanam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal cold chaín Perubahan laju produksi CO 2 pada wortel terolah minimal baik pada wortel utuh (W1) maupun irisan wortel (W2) pada penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Siam Jeruk siam (Citrus nobilis LOUR var Microcarpa) merupakan salah satu dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya berbentuk bulat dengan permukaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F 14103093 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Namun sayangnya, masih banyak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

Bunga. Sayuran. Cold Storage. Hortikultura

Bunga. Sayuran. Cold Storage. Hortikultura Cold Storage Hortikultura Panen C 6 H 12 O 6 + O 2 Respirasi 6 CO 2 + 6 H 2 O + 673 Kal Umur simpan produk Tergantung dari laju evolusi panas Kondisi lingkungan daun buah Sayuran : kailan, brokoli, horenzo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L.

BAB I PENDAHULUAN. Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L. adalah jenis tanaman yang hidup baik pada daerah tropis dan wilayah iklim sedang. Di daerah tropis terong

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN LAJU RESPIRASI Setelah dipanen ternyata sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian masih mengalami proses respirasi oleh karena itu sayuran, buah-buahan dan umbiumbian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan TINJAUAN PUSTAKA Terung Belanda Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan pertumbuhan yang cepat dan tinggi dapat mencapai 7,5 meter. Tanaman ini mulai berproduksi pada umur 18 bulan setelah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP KERUSAKAN FISIK/MEKANIS KERUSAKAN KIMIAWI KERUSAKAN MIKROBIOLOGIS KEAMANAN PANGAN, CEGAH : o CEMARAN FISIK o CEMARAN KIMIAWI o CEMARAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Tanaman kentang liar dan yang dibudidayakan mampu bertahan di habitat tumbuhnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN MBAHASAN A. SUSUT BOBOT Perubahan susut bobot seledri diukur dengan menimbang bobot seledri setiap hari. Berdasarkan hasil pengukuran selama penyimpanan, ternyata susut bobot seledri mengalami

Lebih terperinci

Penanganan Hasil Pertanian

Penanganan Hasil Pertanian Penanganan Hasil Pertanian Teknologi Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi FTP UB Penanganan Hasil Pertanian (1) Penanganan saat panen Penanganan segera setelah panen Penanganan pasca

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di Indonesia adalah jenis Fragaria vesca L. Buah stroberi adalah salah satu produk hasil

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan dan Alat. C. Prosedur Penelitian. 1. Tahapan Persiapan. a. Persiapan Buah Jambu Biji Terolah Minimal

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan dan Alat. C. Prosedur Penelitian. 1. Tahapan Persiapan. a. Persiapan Buah Jambu Biji Terolah Minimal III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan februari sampai april 2010 di laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi

TINJAUAN PUSTAKA. baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Respirasi Respirasi merupakan suatu aktifitas yang dilakukan oleh mikroorganisme hidup baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi merupakan proses

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN KENAPA PERLU PENANGANAN PASCA PANEN??? Buah-buahan, setelah dipanen masih tetap merupakan jaringan hidup, untuk itu butuh penanganan pasca panen yang tepat supaya susut kuantitas

Lebih terperinci

RINGKASAN. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sutrisno M. Agr.

RINGKASAN. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sutrisno M. Agr. TAUFIK HIDAYATULLAH. F 27.0470. Mempelajari Penyimpanan Wortel ( Daucus carota L) dengan "Modified Atmosphere". Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sutrisno M. Agr. RINGKASAN Produksi sayur-sayuran dan buah-buahan

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS ENDANG MINDARWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 6 Judul Tesis Nama NIM : Kajian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan salah satu produk hortikultura. Jagung manis memiliki laju respirasi yang tinggi sehingga mudah mengalami

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah buah pisang. Tahun 2014, buah pisang menjadi buah dengan produksi terbesar dari nilai produksi

Lebih terperinci

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, bulky/voluminous/menghabiskan banyak tempat, sangat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Laju Respirasi dengan Perlakuan Persentase Glukomanan Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah sawo yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman pertanian yang strategis untuk dibudidayakan karena permintaan cabai yang sangat besar dan banyak konsumen yang mengkonsumsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga 3 TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga Tanaman buah naga termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Caryophyllales, famili Cactaceae, subfamili Cactoidae, genus Hylocereus Webb.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis penelitian, dan (7) Tempat dan waktu penelitian. memperhatikan teknik pengemasan dan suhu penyimpanan (Iflah dkk, 2012).

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis penelitian, dan (7) Tempat dan waktu penelitian. memperhatikan teknik pengemasan dan suhu penyimpanan (Iflah dkk, 2012). I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, (6) Hipotesis penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi Respirasi merupakan proses metabolisme oksidatif yang mengakibatkan perubahan-perubahan fisikokimia pada buah yang telah dipanen.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir 1. Susut Bobot Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikenal adalah ubi jalar (Ipomoea batatas). Ubi jalar merupakan jenis umbi

I. PENDAHULUAN. dikenal adalah ubi jalar (Ipomoea batatas). Ubi jalar merupakan jenis umbi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenis umbi-umbian banyak terdapat di Indonesia. Salah satu jenis umbi yang dikenal adalah ubi jalar (Ipomoea batatas). Ubi jalar merupakan jenis umbi dengan masa panen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++)

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++) V. HASIL PENGAMATAN Tabel 1. Pola Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna (++) Aroma Khas jeruk Khas jeruk Khas jeruk - - (++) Tekstur (++) Berat (gram) 490 460 451 465,1 450

Lebih terperinci

Variasi Kemasan Plastik Polipropilen Berperforasi pada Pengemasan Buah Jeruk Manis (Citrus sinensis Osb.)

Variasi Kemasan Plastik Polipropilen Berperforasi pada Pengemasan Buah Jeruk Manis (Citrus sinensis Osb.) Variasi Kemasan Plastik Polipropilen Berperforasi pada Pengemasan Buah Jeruk Manis (Citrus sinensis Osb.) 1* Ratna, 1 Syahrul, 1 Aulia Firdaus 1 Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada saat musim panen buah duku yaitu Januari sampai dengan Mei 2006. Tempat penelitian di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN HORTIKULTURA

PENANGANAN PASCA PANEN HORTIKULTURA Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama I. PENDAHULUAN PENANGANAN PASCA PANEN HORTIKULTURA Kebanyakan pasca panen produk hortikultura segar sangat ringkih dan mengalami penurunan mutu sangat cepat.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan Dan Alat. C. Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan Dan Alat. C. Prosedur Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Mei 2011 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan sayuran berbentuk buah yang banyak dihasilkan di daerah tropis dan subtropis. Budidaya tanaman tomat terus meningkat seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

PENGATURAN PENYIMPANAN KOMODITI PERTANIAN PASCA PANEN

PENGATURAN PENYIMPANAN KOMODITI PERTANIAN PASCA PANEN PENGATURAN PENYIMPANAN KOMODITI PERTANIAN PASCA PANEN PENYIMPANAN DINGIN Diperlukan untuk komoditi yang mudah rusak, karena dapat mengurangi Kegiatan respirasi dan metabolisme lainnya Proses penuaan karena

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt menciptakan alam dan isinya seperti hewan dan tumbuh. tumbuhan mempunyai hikmah yang amat besar, semuanya tidak ada yang

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt menciptakan alam dan isinya seperti hewan dan tumbuh. tumbuhan mempunyai hikmah yang amat besar, semuanya tidak ada yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Allah Swt menciptakan alam dan isinya seperti hewan dan tumbuh tumbuhan mempunyai hikmah yang amat besar, semuanya tidak ada yang sia sia dalam ciptaan Nya. Manusia

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si.

PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai segar mempunyai daya simpan yang sangat singkat. Oleh karena itu, diperlukan penanganan pasca panen mulai

Lebih terperinci

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015).

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apel adalah salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Apel digemari karena rasanya yang manis dan kandungan gizinya yang tinggi. Buah apel mempunyai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Wortel dan Kandungan Kimia

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Wortel dan Kandungan Kimia 4 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Wortel dan Kandungan Kimia Wortel (Daucus carota) bukan tanaman asli Indonesia, berasal dari negeri yang beriklim sedang (sub-tropis) yaitu Asia Timur dan Asia Tengah. Ditemukan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENANGANAN PASCAPANEN BUAH-BUAHAN DAN SAYURAN

TEKNOLOGI PENANGANAN PASCAPANEN BUAH-BUAHAN DAN SAYURAN TEKNOLOGI PENANGANAN PASCAPANEN BUAH-BUAHAN DAN SAYURAN Oleh : Usman Ahmad Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang memiliki arti penting bagi masyarakat, baik dilihat dari penggunaannya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna. 1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F

KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F145981 29 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.)

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) Oleh : Ali Parjito F14103039 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH Oleh : ROSIDA, S.TP,MP PENDINGINAN (Cooling / Refrigerasi) : Adalah penyimpanan bahan pangan (Nabati/Hewani) diatas suhu titik beku tetapi kurang dari 15oC Pendinginan merupakan

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

Anang Suhardianto FMIPA Universitas Terbuka. ABSTRAK

Anang Suhardianto FMIPA Universitas Terbuka. ABSTRAK ANALISIS PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK CAISIN DENGAN PERLAKUAN PENGATURAN SUHU DIMULAI DARI SESAAT SETELAH PANEN, SELAMA PENGANGKUTAN, HINGGA SETELAH PENYIMPANAN *) Anang Suhardianto FMIPA Universitas

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 7 PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS Nafi Ananda Utama Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 Pengantar Manggis merupakan salah satu komoditas buah tropika eksotik yang mempunyai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 50 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Kebun Air sangat diperlukan tanaman untuk melarutkan unsur-unsur hara dalam tanah dan mendistribusikannya keseluruh bagian tanaman agar tanaman dapat tumbuh secara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2010 sampai dengan bulan juni 2010 di laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu produk pertanian yang memiliki potensi cukup tinggi untuk ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. Komoditas hortikultura

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia adalah buah-buahan yaitu buah

Lebih terperinci

APLIKASI METODE RESPON SURFACE UNTUK OPTIMASI KUANTITAS SUSUT BOBOT BUAH MANGGIS. Abstrak

APLIKASI METODE RESPON SURFACE UNTUK OPTIMASI KUANTITAS SUSUT BOBOT BUAH MANGGIS. Abstrak APLIKASI METODE RESPON SURFACE UNTUK OPTIMASI KUANTITAS SUSUT BOBOT BUAH MANGGIS Andriani Lubis 1*) 1) Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, 23111 *) andriani_loebis@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1 Ekspor komoditas hortikultura tahun Volume. Nilai (US$)

PENDAHULUAN. Tabel 1 Ekspor komoditas hortikultura tahun Volume. Nilai (US$) PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan salah satu hasil pertanian yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Perkembangan volume dan nilai perdagangan tanaman hias, sayur-sayuran, buah-buahan

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa memahami hal-hal yang menyebabkan kerusakan dan kehilangan serta memahami teknologi penanganan pasca panen

Lebih terperinci

DENGAN BOGOR FAKULTAS TEKNOL061 PERTANLAM INSISTUX PLWTANIAN BQGOR. Oleh. KUO TlTlN MUTlARAWATl F

DENGAN BOGOR FAKULTAS TEKNOL061 PERTANLAM INSISTUX PLWTANIAN BQGOR. Oleh. KUO TlTlN MUTlARAWATl F DENGAN Oleh KUO TlTlN MUTlARAWATl F 29.0639 1995 FAKULTAS TEKNOL061 PERTANLAM INSISTUX PLWTANIAN BQGOR BOGOR KElO 8 i 'I IN MUll kliklliki 1. 28 D633 r-'eny imi.,arsa!? niinc; is!;'tt;isi?o Ec~s vulgaris

Lebih terperinci

DENGAN BOGOR FAKULTAS TEKNOL061 PERTANLAM INSISTUX PLWTANIAN BQGOR. Oleh. KUO TlTlN MUTlARAWATl F

DENGAN BOGOR FAKULTAS TEKNOL061 PERTANLAM INSISTUX PLWTANIAN BQGOR. Oleh. KUO TlTlN MUTlARAWATl F DENGAN Oleh KUO TlTlN MUTlARAWATl F 29.0639 1995 FAKULTAS TEKNOL061 PERTANLAM INSISTUX PLWTANIAN BQGOR BOGOR KElO 8 i 'I IN MUll kliklliki 1. 28 D633 r-'eny imi.,arsa!? niinc; is!;'tt;isi?o Ec~s vulgaris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang beranekaragam dan melimpah. Beberapa jenis buah yang berasal dari negara lain dapat dijumpai dapat

Lebih terperinci

Sifat Fisiologis Pasca Panen PENYIMPANAN. a. Respirasi. a. Respirasi 12/17/2012

Sifat Fisiologis Pasca Panen PENYIMPANAN. a. Respirasi. a. Respirasi 12/17/2012 PENYIMPANAN Teknik Penanganan Pasca Panen Sifat Fisiologis Pasca Panen a. Respirasi b. Produksi Ethilen c. Transpirasi 17/12/2012 Fisiologi Pasca Panen 2011 1 d. Sensitivitas 17/12/2012 Fisiologi Pasca

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN Pasca Panen Sayuran yang telah dipanen memerlukan penanganan pasca panen yang tepat agar tetap baik mutunya atau tetap segar seperti saat panen. Selain itu kegiatan pasca panen dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

BAB III SARANA PRASARANA

BAB III SARANA PRASARANA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 217 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB III SARANA PRASARANA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belimbing terdiri atas dua jenis, yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belimbing terdiri atas dua jenis, yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belimbing Belimbing terdiri atas dua jenis, yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola L.) dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Belimbing manis mempunyai bentuk seperti bintang,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x 57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Stroberi (Fragaria x ananassa) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa jenis pati bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung mampu memproduksi pisang sebanyak 319.081 ton pada tahun 2003 dan meningkat hingga

Lebih terperinci