EFEKTIVITAS PELATIHAN KETERAMPILAN SOSIAL PADA REMAJA DENGAN GANGGUAN KECEMASAN SOSIAL. Melati Ismi Hapsari*) Nida Ul Hasanat**) ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEKTIVITAS PELATIHAN KETERAMPILAN SOSIAL PADA REMAJA DENGAN GANGGUAN KECEMASAN SOSIAL. Melati Ismi Hapsari*) Nida Ul Hasanat**) ABSTRAK"

Transkripsi

1 EFEKTIVITAS PELATIHAN KETERAMPILAN SOSIAL PADA REMAJA DENGAN GANGGUAN KECEMASAN SOSIAL Melati Ismi Hapsari*) Nida Ul Hasanat**) ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas Pelatihan Keterampilan Sosial pada remaja dengan Gangguan Kecemasan Sosial. Subjek penelitian adalah siswa-siswi kelas VII SMPN 1 Kalasan (4 lakilaki, dan 12 perempuan), dengan gejala Gangguan Kecemasan Sosial. Subjek dibagi ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol / waiting list. Skala Kecemasan Sosial Remaja (SKSR) digunakan dalam pengukuran pra perlakuan, segera sesudah perlakuan, dan 6 bulan setelah perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skor SKSR pada kelompok eksperimen mengalami penurunan yang signifikan segera setelah diberikan pelatihan (0,011 ; p < 0,05). Skor SKSR pada kelompok kontrol juga mengalami penurunan, namun tidak signifikan (0,160 ; p < 0,05). Penurunan skor SKSR pada subjek penelitian bertahan secara signifikan hingga periode 6 bulan pasca pelatihan. Jadi, Pelatihan Keterampilan Sosial efektif untuk menurunkan Gangguan Kecemasan Sosial pada Remaja, dan efektivitasnya dapat bertahan hingga periode 6 bulan sesudah pelatihan. Kata Kunci : Kecemasan Sosial, Kecemasan, Pelatihan Keterampilan Sosial, Remaja PENDAHULUAN Permasalahan gangguan kecemasan sosial bukanlah fenomena baru yang terjadi di masyarakat, namun belum banyak yang memahami bahwa gejala-gejala tersebut pada dasarnya adalah gejala-gejala kecemasan yang timbul ketika seseorang berhadapan dengan berbagai situasi sosial. Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental *) Dosen Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini - FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto **) Dosen Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada 18

2 MELATI ISMI HAPSARI & NIDA UL HASANAT, Efektivitas pelatihan keterampilan sosial pada remaja dengan gangguan kecemasan sosial... Disorders edisi ke-4 disebutkan bahwa gangguan kecemasan sosial adalah gangguan kecemasan yang mempunyai ciriciri khusus adanya perasaan takut atau cemas yang kuat dan bertahan pada diri seseorang ketika tampil di hadapan umum atau berada pada berbagai situasi sosial. Di dalam DSM-IV dijelaskan tentang dua tipe gangguan kecemasan sosial, yaitu gangguan kecemasan sosial umum adalah ketakutan atau kecemasan yang dirasakan oleh individu ketika berhadapan dengan hampir seluruh situasi sosial, sedangkan gangguan kecemasan sosial khusus adalah ketakutan atau kecemasan yang dirasakan individu ketika berhadapan dengan situasi-situasi sosial tertentu. Blanco & Schneier (1997) mengatakan bahwa secara garis besar gejala gangguan kecemasan sosial dapat digolongkan menjadi 3 kategori yaitu gajala fisik, kognitif, dan perilaku. Gejala - gejala gangguan kecemasan sosial seringkali rancu dengan gejala-gejala klinis lain seperti gangguan kepribadian menghindar (Avoidance Personality Disorder), serangan panik (Panic Disorder), agoraphobia, gangguan kecemasan menyeluruh, dan depresi. Gejala-gejala dalam gangguan kecemasan sosial seringkali disalahartikan sebagai karakter individu yang wajar terjadi dan dapat disembuhkan dengan mudah. Rasa malu, begitu juga dengan situasi gugup atau rendah diri yang dialami seseorang bukan merupakan gejala gangguan kecemasan sosial jika hal tersebut tidak menetap secara ekstrim, dan tidak sampai mengakibatkan seseorang menghindar dari berbagai situasi sosial secara terus menerus. Blanco & Scheiner (1997) mengatakan bahwa gangguan kecemasan sosial dapat timbul pada individu yang sejak kecil telah mendapatkan penolakan dari lingkungannya. Dukungan sosial akan sangat penting bagi perkembangan psikologis seorang individu. Dukungan sosial adalah sumber-sumber yang diberikan oleh orang lain, dan salah satu sumber dukungan sosial yang sangat penting bagi remaja adalah teman sebaya. Seperti yang dikatakan La Greca & Lopez (1998) hubungan yang terjalin antara remaja dengan lingkungan sebayanya memainkan peranan yang sangat penting bagi perkembangan keterampilan sosial, berkembangnya berbagai potensi kehidupan, serta berbagai fungsi di masa remaja. Interaksi dengan teman sebaya yang terjalin optimal merupakan suatu instrumen yang sangat penting bagi 19

3 PSYCHO IDEA, Tahun 8 No.1, Feb 2010 ISSN terbentuknya identitas diri yang matang dan meningkatnya kemandirian bagi remaja. Kelly & Hansen (1987) mengatakan bahwa terbinanya hubungan yang baik dengan teman sebaya membuat remaja dapat memperoleh berbagai fungsi positif, diantaranya adalah meningkatkan keterampilan-keterampilan sosial remaja, remaja akan lebih mampu mengembangkan kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan perasaan-perasaan dengan cara yang lebih matang. Terapi kognitif behavioristik adalah kombinasi terapi kognitif dengan terapi behavioral, yang dilakukan secara bersamaan dan menyeluruh, dengan berbagai metode serta teknik (Richards, 2002). Terapi kognitif behavioristik akan memiliki definisi yang berbeda-beda ketika diterapkan sebagai tritmen pada gangguan yang berbeda. Harb & Heimberg (2000) mengembangkan Cognitive Behavioral Therapy bagi penderita Gangguan kecemasan Sosial yang terdiri atas beberapa sub terapi yaitu Pelatihan Keterampilan Sosial, Relaksasi, Exposure Techniques, dan Restrukturisasi Kognitif. Seperti hal nya Harb & Heimberg (2000) beberapa terapis atau peneliti seperti Albano (1998) ; Gil, Carrillo, & Meca (2001), memasukan Pelatihan Keterampilan Sosial, relaksasi, serta restrukturisasi kognitif sebagai satu bagian dari Terapi Kognitif Behavioristik yang mereka kembangkan bagi penderita Gangguan kecemasan Sosial. Beberapa ahli lain memisahkan Pelatihan Keterampilan Sosial, relaksasi, Exposure Techniques, dan Restrukturisasi Kognitif, sebagai metode tersendiri seperti hal nya yang dilakukan oleh Utami (1991) dalam penelitiannya, dimana relaksasi dan terapi kognitif digunakan secara tersendiri sebagai intervensi untuk mengurangi kecemasan berbicara di muka umum. Kelly (1983) mengatakan bahwa pelatihan keterampilan sosial dapat diberikan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan secara individual dan kelompok. Pendekatan kelompok dapat diberikan dalam format pendek (workshop format) dan dalam format panjang. Format pendek ditujukan bagi klien dengan fungsi sosial yang tergolong tinggi. Sedangkan format panjang efektif bagi klien dengan sifat pemalu yang sangat ekstrim atau klien dengan permasalahan gangguan kecemasan sosial; dalam setting kelompok kecil. Berdasarkan hal tersebut Kelly (1983) memberikan batasan jumlah klien yang dapat ditangani dalam satu kelompok, yaitu antara 3 sampai dengan 12 orang, dan untuk 20

4 MELATI ISMI HAPSARI & NIDA UL HASANAT, Efektivitas pelatihan keterampilan sosial pada remaja dengan gangguan kecemasan sosial... pelatihan keterampilan sosial dengan sesi yang cukup panjang, serta memakan waktu lebih dari beberapa jam dalam setiap pertemuannya, maka jumlah peserta yang disarankan adalah 4 sampai dengan 8 orang. Sependapat dengan pernyataan Kelly (1983), Harb & Heimberg (2000) memberikan batasan mengenai jumlah klien yang dapat ditangani dalam satu kelompok. Mereka berpendapat bahwa jumlah yang efektif adalah 6 sampai dengan 10 orang, dengan jumlah yang seimbang antara klien laki-laki dengan klien perempuan untuk alasan efektifitas dan meminimalisir kecemasan sosial khususnya terhadap situasi sosial dengan lawan jenis. Kelly (1983) mengatakan bahwa dua hal yang sangat penting yang hendaknya diberikan dalam Pelatihan Keterampilan Sosial bagi klien dengan permasalahan kecemasan sosial, adalah pelatihan untuk memulai percakapan dengan orang yang baru ditemui, serta pelatihan membangun percakapan yang efektif dengan orang lain. Lebih lanjut Kelly (1983) mengungkapkan hal lain yang dapat ditambahkan untuk melengkapi Pelatihan Keterampilan Sosial bagi yaitu pelatihan asertivitas, membangun rasa percaya diri dan self esteem. Kelly (1983) juga memasukkan restrukturisasi kognitif dalam pelatihan keterampilan sosial miliknya. Restrukturisasi kognitif yang ditujukan bagi klien dengan permasalahan kecemasan sosial diberikan dengan membimbing klien mengenali pikiran-pikiran negatif yang ia miliki tentang dirinya sendiri, pandangan orang lain terhadap dirinya, serta pikiran-pikiran negatifnya tentang berbagai situasi sosial yang dapat menimbulkan kecemasan-kecemasan yang berlebihan. Selain materi-materi yang dilatihkan, salah satu metode penting dalam pemberian Pelatihan Keterampilan Sosial adalah bermain peran. Ramdhani (1992) mengatakan bahwa dalam pemberian Pelatihan Keterampilan Sosial, peningkatan keterampilan sosial sekaligus penurunan kecemasan untuk berhubungan dengan orang lain akan sulit terjadi tanpa menyertakan bermain peran. Berdasarkan berbagai ulasan di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa pelatihan keterampilan sosial dapat diberikan sebagai upaya untuk mengurangi gejala gangguan kecemasan sosial pada remaja. Adanya indikasi tidak dimilikinya keterampilan sosial yang baik sebagai salah satu faktor munculnya gangguan kecemasan sosial pada 21

5 PSYCHO IDEA, Tahun 8 No.1, Feb 2010 ISSN remaja, dan adanya penurunan keterampilan sosial sebagai akibat dari interaksi sosial yang tidak terjalin dengan baik pada remaja gangguan kecemasan sosial, menjadikan dasar bagi peneliti untuk menyusun sebuah konsep pelatihan keterampilan sosial yang didasarkan pada terapi kognitif behavioristik. Pelatihan Keterampilan Sosial ini merupakan hasil pengembangan dari teknik dan beberapa materi dalam pelatihan keterampilan sosial milik Kelly (1983). Peneliti mengadaptasi materi Conversational Skills Training milik Kelly (1983). Peneliti juga mengadaptasi beberapa materi dan teknik dalam Living Values An Educational Program / LVEP milik Tillman (2004). Program ini berisi pelatihan nilai-nilai kehidupan yang diberikan dalam kurikulum pendidikan sekolah, dan telah banyak dikembangkan di berbagai negara. Pelatihan keterampilan sosial dalam penelitian ini berisi materimateri sebagai berikut : pelatihan membangun konsep diri, pelatihan manajemen kecemasan, pelatihan memulai interaksi dan percakapan dengan orang lain, pelatihan membangun percakapan yang efektif, dan pelatihan asertif. Materi-materi dalam pelatihan ini disusun untuk dapat menurunkan gejala-gejala gangguan kecemasan sosial yang dialami subjek. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelatihan keterampilan sosial pada remaja yang memiliki gangguan kecemasan sosial. Pelatihan keterampilan sosial akan terbukti efektif jika terdapat penurunan tingkat kecemasan sosial yang signifikan pada kelompok yang diberi pelatihan (kelompok eksperimen), dibandingkan kelompok yang tidak diberi pelatihan dalam jangka waktu tertentu (kelompok kontrol / waiting list). METODE PENELITIAN Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap 16 remaja (12 perempuan dan 4 laki-laki) yang memiliki gangguan kecemasan sosial, yaitu memiliki gejala gangguan kecemasan sosial, sesuai hasil pengukuran Skala Kecemasan Sosial Remaja (SKSR), yaitu dengan kategori gejala kecemasan sosial di atas ringan atau dengan skor >

6 MELATI ISMI HAPSARI & NIDA UL HASANAT, Efektivitas pelatihan keterampilan sosial pada remaja dengan gangguan kecemasan sosial... Alat/Instrumen Penelitian 1) Peralatan / perlengkapan dalam Pelatihan Keterampilan Sosial a. Modul Pelatihan, pegangan untuk pelatih b. Modul pelatihan, pegangan untuk peserta c. Ruangan sebagai tempat pelatihan Dalam hal ini pelaksanaan pelatihan keterampilan sosial bertempat di Ruang Laboratorium dan ruang kelas VII A SMPN 1 Kalasan d. Papan tulis atau Flip Chart dan perlengkapannya e. Block Note dan alat tulis f. Tape perekam 2) Skala Pengukuran Skala pengukuran psikologis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Kecemasan Sosial Remaja. Skala ini digunakan sebagai instrumen alat ukur untuk mengetahui tingkat Gangguan kecemasan Sosial pada subjek penelitian. Skala ini merupakan hasil adaptasi dari Social Anxiety Scale for Adolescents milik La Greca (2005) yang terdiri atas 22 aitem. Dari 22 aitem yang ada, 4 aitem merupakan aitem isian, dan 18 aitem merupakan aitem pilihan dengan 5 alternatif jawaban, yaitu (1) Tidak pernah sama sekali (2) Kadang-kadang (3) Sering (4) Sangat sering (5) Setiap Saat Adapun penggolongan tingkat Gangguan kecemasan Sosial sesuai dengan ketentuan dalam manual dan panduan instruksi Social Anxiety Scales for Adolescents adalah sebagai berikut : Kecemasan Sosial tingkat ringan : Total skor 36 Kecemasan Sosial tingkat berat : Total skor > 50 3) Lembar Evaluasi pelatihan Lembar evaluasi pelatihan ini diisi oleh subjek penelitian, setelah keseluruhan pelatihan berakhir. Lembar evaluasi ini berisi pendapat subjek mengenai materi pelatihan yang telah diberikan, pendapat mereka tentang pelatih, serta pelaksanaan pelatihan dalam setiap pertemuannya. 23

7 PSYCHO IDEA, Tahun 8 No.1, Feb 2010 ISSN ) Lembar catatan harian Lembar catatan harian diisi oleh subjek mulai pertemuan ke dua pelatihan keterampilan sosial, dan dilakukan setiap hari selama pelatihan berlangsung. Subjek diminta untuk memantau gejala kecemasan sosial yang dialami beserta situasi-situasi sosial yang dihadapi. Dalam lembar catatan harian subjek juga diminta untuk mengisi usaha positif yang dilakukan dalam mengatasi gejala kecemasan sosial tersebut, sesuai dengan materi yang telah diajarkan dalam pelatihan. 5) Lembar Observasi Lembar observasi adalah lembar pemantauan akan kondisi subjek yang meliputi beberapa komponen penampilan umum subjek. Komponen-komponen yang diamati dalam lembar observasi ini adalah sebagai berikut : a. Sikap duduk dan berdiri b. Kontak mata c. Keterlibatan afeksi saat berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain d. Intonasi suara e. Ada tidaknya ungkapan yang menunjukkan keterbukaan diri (Self Disclosure) f. Ada tidaknya ungkapan-ungkapan pendukung percakapan seperti mmmhh, oh ya, ooo, dan lain-lain. Pengisian lembar observasi ini dilakukan oleh observer. Pengukuran Penelitian ini dilakukan secara eksperimen pada dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah kelompok yang mendapatkan pelatihan, sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak mendapatkan pelatihan. Kelompok kontrol diperlakukan sebagai waiting list, sehingga tetap mendapatkan pelatihan setelah pengukuran pra perlakuan dan pasca perlakuan selesai dilakukan. Tingkat gangguan kecemasan sosial pada kelompok eksperimen diukur sebanyak tiga kali yaitu sebelum pelatihan, segera sesudah pelatihan, dan 6 bulan sesudah pelatihan. Pada kelompok kontrol juga dilakukan ketiga pengukuran yang sama, tetapi tanpa diberi pelatihan 24

8 MELATI ISMI HAPSARI & NIDA UL HASANAT, Efektivitas pelatihan keterampilan sosial pada remaja dengan gangguan kecemasan sosial... hingga pengukuran yang ke dua. Bentuk rancangan pengukuran tersebut dapat digambarkan dalam tabel berikut: Tabel 1. Rancangan Eksperimen Kelompok Pre test Pelatihan Post test Follow Up Eksperimen Y1 X Y2 Y3 Kontrol Y1 - Y2 Y3 Keterangan : Y1 : Pengukuran sebelum diberi pelatihan (pre test) Y2 : Pengukuran segera sesudah diberi pelatihan (post test) Y3 : Pengukuran 6 bulan sesudah diberi pelatihan (Follow Up) X : Pelatihan keterampilan sosial - : Tanpa pelatihan Pengukuran tingkat Gangguan Kecemasan Sosial sebelum pelatihan, segera sesudah pelatihan, dan tindak lanjut 6 bulan setelah pelatihan, ketiganya menggunakan Skala Kecemasan Sosial Remaja. Pengujian statistik terhadap hasil ketiga pengukuran tersebut dilakukan dengan uji statistik non parametrik yaitu dengan uji Wilcoxon. Prosedur Tahap awal yang dilakukan sebelum memulai penelitian, peneliti melakukan persiapan penelitian. Persiapan penelitian meliputi beberapa hal sebagai berikut Proses penyusunan modul Pelatihan Keterampilan Sosial, Proses pemilihan pelatih serta observer, Uji coba Modul Pelatihan Keterampilan Sosial, Proses penyusunan Skala Kecemasan Sosial Remaja, Adaptasi Skala Kecemasan Sosial Remaja dari Social Anxiety Scale for Adolescents (La Greca, 1998), dan Uji coba Skala Kecemasan Sosial Remaja. Proses seleksi subjek penelitian dilakukan dengan memberikan Skala Kecemasan Sosial Remaja kepada seluruh siswa-siswi kela VII SMPN 1 Kalasan dengan total jumlah siswa adalah 216 siswa. Individu yang diambil sebagai subjek penelitian adalah mereka yang memiliki gejala gangguan kecemasan sosial, sesuai dengan skor yang dihasilkan pada skala kecemasan sosial Remaja (SKSR), yaitu

9 PSYCHO IDEA, Tahun 8 No.1, Feb 2010 ISSN Setelah selesai seluruh persiapan penelitian, tahap selanjutnya dari penelitian ini adalah pelaksanaan Pelatihan Keterampilan Sosial. Pelatihan Keterampilan Sosial dalam penelitian ini diberikan dalam bentuk bimbingan, ceramah, diskusi, bermain peran atau role play, dan pemberian tugas-tugas atau agenda untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari seperti di rumah dan di sekolah. Pelatihan Keterampilan Sosial dibagi ke dalam 4 kali pertemuan. Setiap materi yang diberikan pada masing-masing pertemuan memiliki tujuan dan sasaran tersendiri bagi gejala-gejala Gangguan Kecemasan Sosial yang dialami subjek. Setelah selesai pelaksanaan Pelatihan Keterampilan Sosial bagi kelompok eksperimen, dan dilakukannya pengukuran pasca perlakuan pada kelompok eksperimen, tahap selanjutnya adalah melakukan pengukuran pasca perlakuan pada kelompok kontrol. Kelompok kontrol dalam penelitian ini diperlakukan sebagai kelompok waiting list, sehingga subjek dalam kelompok kontrol tetap mendapatkan pelatihan, setelah pengukuran pra perlakuan dan pengukuran pasca perlakuan selesai dilakukan. Paket Pelatihan Keterampilan Sosial yang diberikan bagi kelompok kontrol (waiting list) dipadatkan menjadi dua kali pertemuan. Pertemuan pertama adalah Pelatihan Konsep Diri dan Pelatihan Manajemen Kecemasan. Pertemuan kedua adalah Pelatihan Mengawali dan Membangun Percakapan yang Efektif dengan Orang Lain, serta Pelatihan Asertivitas. Durasi waktu pelaksanaan pelatihan pada setiap pertemuan kurang lebih 180 menit. Pertemuan pertama diadakan pada hari Selasa, tanggal 16 Januari 2007, dan pertemuan ke dua diadakan pada hari Jumat, tanggal 19 Januari Pelatih dalam Pelatihan Keterampilan Sosial bagi kelompok kontrol ini adalah peneliti sendiri, dengan dibantu oleh seorang observer. Pengukuran tindak lanjut 6 bulan pasca pelatihan dilakukan untuk mengetahui apakah efektivitas Pelatihan Keterampilan Sosial dalam menurunkan tingkat gangguan kecemasan sosial dapat bertahan untuk jangka waktu tertentu. Pelatih melakukan pertemuan pengukuran tindak lanjut 6 bulan pasca pelatihan dengan subjek penelitian pada hari Sabtu, tanggal 31 Agustus 2007, bertempat di Ruang Laboratorium SMPN 1 Kalasan. Seluruh subjek dari kelompok kontrol hadir, 26

10 MELATI ISMI HAPSARI & NIDA UL HASANAT, Efektivitas pelatihan keterampilan sosial pada remaja dengan gangguan kecemasan sosial... sementara subjek dari kelompok eksperimen yang hadir ada tujuh orang. Sebanyak dua peserta tidak hadir. Peserta yang tidak hadir adalah subjek 5 dan subjek 7. Selain memberikan kembali Skala Kecemasan Sosial Remaja kepada subjek penelitian untuk diisi, dalam pertemuan ini pelatih juga mengajak subjek untuk saling berbagi tentang pengalaman-pengalaman mereka bersama teman-teman terutama di sekolah, selama enam bulan terakhir setelah mengikuti Pelatihan Keterampilan Sosial. Pelatih menanyakan kepada masing-masing subjek apakah materi-materi yang pernah dilatihkan dalam pelatihan enam bulan yang lalu, masih dirasakan manfaatnya hingga saat ini. Pelatih juga menanyakan apakah tugas yang diberikan pada saat pertemuan penutupan pelatihan, yaitu tugas untuk terus mengisi catatan harian yang ada pada modul pelatihan (pegangan bagi peserta) masih terus dilakukan. Pada pertemuan ini, sikap para peserta terlihat rileks, meskipun sebagian dari mereka tampak lelah. HASIL PENELITIAN Hasil Analisis Data Kelompok Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah skor subjek pada Skala Kecemasan Sosial Remaja (SKSR) sebelum dilakukan pelatihan keterampilan sosial (Pre Test), segera sesudah pelatihan (Post Test), dan periode tindak lanjut enam bulan sesudah pelatihan (Follow Up). Data yang terkumpul berasal dari 8 subjek pada kelompok eksperimen dan 8 subjek pada kelompok kontrol. Berikut adalah skor Skala Kecemasan Sosial Remaja (SKSR) pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, sebelum dilakukan pelatihan, segera setelah dilakukan pelatihan, dan enam bulan setelah pemberian pelatihan. Adapun selengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini : 27

11 PSYCHO IDEA, Tahun 8 No.1, Feb 2010 ISSN Tabel 2. Skor SKSR pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol, sebelum Pelatihan, Segera Sesudah Pelatihan, dan Enam Bulan Setelah Pelatihan SKOR SKSR SKOR SKSR SUBJEK Pre Test Post Test Follow Up SUBJEK Pre Test Post Test Follow Up Subjek Subjek Subjek Subjek Subjek Subjek Subjek Subjek Angka yang dipakai untuk mencari ada tidaknya perbedaan tingkat gangguan kecemasan sosial pada kelompok yang diberi pelatihan keterampilan sosial dibandingkan kelompok yang tidak mendapatkan pelatihan keterampilan sosial, adalah angka selisih antara skor subjek pada Skala Kecemasan Sosial Remaja (SKSR), sebelum perlakuan dan segera sesudah perlakuan. Pengujian statistik dilakukan dengan uji statistik non parametrik, yaitu dengan uji Wilcoxon. Dalam tabel berikut disajikan ringkasan hasil uji Wilcoxon tersebut, Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji Wilcoxon Berdasarkan Selisih Skor SKSR antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol, Sebelum Pelatihan dan Segera Sesudah Pelatihan Kelompok N Rerata Skor SKSR Pre Test Post Test Rerata Penurunan Taraf Signifikansi EKSPERIMEN KONTROL *P <

12 MELATI ISMI HAPSARI & NIDA UL HASANAT, Efektivitas pelatihan keterampilan sosial pada remaja dengan gangguan kecemasan sosial... Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa ada perbedaan yang signifikan antara tingkat gangguan kecemasan sosial pada kelompok yang diberi pelatihan dengan kelompok yang tidak diberi pelatihan. Gangguan kecemasan sosial pada kelompok eksperimen mengalami penurunan yang signifikan setelah diberikan pelatihan, yaitu dengan rerata penurunan sebesar Pada kelompok yang tidak diberikan pelatihan juga terjadi penurunan, namun tidak signifikan, yaitu dengan rerata penurunan sebesar Bahkan terjadi peningkatan gejala kecemasan sosial pada salah satu subjek kelompok kontrol, dimana peningkatan yang terjadi adalah sebesar Dari hasil yang telah dikemukakan di atas maka dapat dikatakan bahwa ada perbedaan tingkat gangguan kecemasan sosial pada kelompok yang diberi pelatihan keterampilan sosial dibandingkan kelompok yang tidak mendapatkan pelatihan. Berdasarkan hasil tersebut juga dapat dinyatakan bahwa ada penurunan tingkat gangguan kecemasan sosial pada kelompok yang diberi pelatihan keterampilan sosial, segera sesudah pelatihan diberikan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Pelatihan Keterampilan Sosial efektif untuk menurunkan gangguan kecemasan sosial, segera setelah serangkaian Pelatihan Keterampilan Sosial diberikan. Bertahan tidaknya efektivitas Pelatihan Keterampilan Sosial dalam menurunkan tingkat Gangguan Kecemasan Sosial pada subjek penelitian, diuji dengan menganalisis selisih skor SKSR kedua kelompok, pada pengukuran segera sesudah pelatihan dan pada pengukuran tindak lanjut 6 bulan setelah pelatihan. Pengujian statistik dilakukan dengan uji statistik non parametrik, yaitu dengan uji Wilcoxon. Dalam tabel berikut disajikan ringkasan hasil uji Wilcoxon tersebut: 29

13 PSYCHO IDEA, Tahun 8 No.1, Feb 2010 ISSN Tabel 4. Ringkasan Hasil Uji Wilcoxon Berdasarkan Selisih Skor SKSR Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol, Segera Sesudah Pelatihan dan Enam Bulan Sesudah Pelatihan Kelompok N Rerata Skor SKSR Pre Test Follow Up Rerata Penurunan Taraf Signifikansi EKSPERIMEN 6 44,17 39,00 5,17 0,027 KONTROL 7 46,71 39,57 7,14 0,018 *P < 0.05 Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa penurunan Gangguan Kecemasan Sosial yang dialami oleh kelompok eksperimen, bertahan hingga periode tindak lanjut. Dibandingkan dengan sebelum diberikan pelatihan, pada periode 6 bulan sesudah pelatihan, Gangguan Kecemasan Sosial subjek pada kelompok eksperimen mengalami penurunan yang signifikan, dengan rerata penurunan sebesar 5,17 (0,027 ; p < 0,05). Dari tabel tersebut juga dapat dilihat bahwa pada pengukuran yang ke tiga (6 bulan pasca pelatihan), Gangguan Kecemasan Sosial pada kelompok kontrol juga mengalami penurunan yang signifikan, dengan rerata penurunan sebesar 7,14 (0,018 ; p < 0,05). Seperti yang telah dijelaskan dimuka, pemberian Pelatihan Keterampilan Sosial bagi kelompok eksperimen dilaksanakan setelah pengukuran yang ke dua (segera sesudah pelatihan bagi kelompok eksperimen). Berbeda dengan pemberian pelatihan pada kelompok eksperimen, pelatihan bagi kelompok kontrol dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan, dan pemberian pelatihan dilakukan langsung oleh peneliti. Perbandingan tingkat gangguan kecemasan sosial pada periode sebelum pelatihan (pre test), segera sesudah pelatihan (post test), dan pada periode tindak lanjut 6 bulan sesudah pelatihan (follow up) pada ke dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dapat dilihat lebih jelas pada gambar berikut : 30

14 MELATI ISMI HAPSARI & NIDA UL HASANAT, Efektivitas pelatihan keterampilan sosial pada remaja dengan gangguan kecemasan sosial Pre Test Post Test Follow Up Eksperi men Kontrol Gambar 3. Hasil Pre Test dan Post Test pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol PEMBAHASAN Hasil analisis kelompok yang diperoleh dari skor Skala Kecemasan Sosial Remaja (SKSR) pada pengukuran pra perlakuan dan pasca perlakuan, menunjukkan adanya penurunan skor SKSR yang signifikan pada kelompok eksperimen, setelah dikenakan pelatihan keterampilan sosial (0,011 ; p < 0,05). Pada kelompok kontrol juga terjadi penurunan, namun tidak signifikan (0,160 ; p < 0,05). Hal ini berarti bahwa pelatihan keterampilan sosial yang diberikan terbukti efektif untuk menurunkan gejala gangguan kecemasan sosial. Hasil analisis individual diperoleh dari skor SKSR masing-masing subjek penelitian, pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, pelatih maupun observer, serta pernyataan-pernyataan subjek yang diungkapkan secara langsung dan disampaikan secara tertulis dalam lembar evaluasi pelatihan. Pada kelompok eksperimen, rata-rata penurunan gangguan kecemasan sosial yang dialami, sesuai skor SKSR adalah sebesar 8,5. Sebanyak tiga peserta yaitu subjek 1, subjek 2, dan subjek 3, mengalami penurunan skor SKSR sebesar 7 angka. Peserta yang lain, yaitu subjek 4, subjek 5, subjek 6, subjek 7, dan subjek 8, mengalami penurunan skor SKSR masing-masing sebesar 6, 3, 10, 12, dan 16 angka. Penurunan yang paling kecil dialami oleh subjek 5, yaitu sebesar 3 angka. Dalam pembahasan hasil analisis individual terhadap subjek 5, dapat dilihat bahwa subjek 5 tidak memiliki motivasi sebesar 31

15 PSYCHO IDEA, Tahun 8 No.1, Feb 2010 ISSN ketujuh peserta yang lain. Beberapa tugas rumah tidak dikerjakan oleh subjek dengan alasan lupa. Subjek 5 juga tidak hadir pada pertemuan pelatihan sebanyak dua kali, yaitu pada pertemuan pertama dan pertemuan ke empat. Hal inilah yang mungkin menyebabkan penurunan gangguan kecemasan sosial yang dialami tidak seoptimal ketujuh peserta yang lain. Pengamatan yang dilakukan oleh observer menunjukkan bahwa penampilan umum sebagian besar subjek mengalami peningkatan pada setiap pertemuan. Secara umum dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, pelatih, maupun observer, tampak bahwa subjek penelitian mengikuti seluruh proses penelitian dengan bersungguhsungguh dan kooperatif. Khususnya sebagian besar subjek dalam kelompok eksperimen, mereka mengikuti serangkaian proses pelatihan dengan bersungguh-sungguh, penuh semangat dan motivasi untuk berubah ke arah yang lebih baik. Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, tampak adanya peningkatan kualitas interaksi sosial, setelah diberikan pelatihan keterampilan sosialkeseluruhan hasil analisis penelitian seperti yang dipaparkan di muka, menunjukkan bahwa pelatihan keterampilan sosial efektif untuk menurunkan gangguan kecemasan sosial yang dialami subjek penelitian. Efektivitas Pelatihan Keterampilan Sosial dalam menurunkan Gangguan Kecemasan Sosial dapat bertahan hingga periode 6 bulan setelah pelatihan diberikan. Hal ini ditunjukkan oleh skor SKSR kelompok eksperimen pada pengukuran 6 bulan pasca pelatihan, yang menurun secara signifikan (0,027 ; p < 0,05) dibandingkan skor SKSR mereka pada pengukuran pra pelatihan. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya dalam hasil penelitian, pada kelompok kontrol juga terjadi penurunan gejala gangguan kecemasan sosial pada pengukuran yang ke dua (post test), namun penurunan yang terjadi tidak signifikan (0,0160 ; P < 0,05), bahkan salah satu subjek pada kelompok kontrol mengalami peningkatan gejala gangguan kecemasan sosial. Mengacu pada pendapat Korchin (1976), Cook & Campbel (1979), Siegel (1994), serta Gravetter & Forzano (2006), terjadinya penurunan gangguan kecemasan sosial pada kelompok yang tidak dikenai pelatihan, kemungkinan disebabkan adanya perubahan spontan individu yang terjadi secara alamiah menuju ke arah yang lebih baik. Begitu juga 32

16 MELATI ISMI HAPSARI & NIDA UL HASANAT, Efektivitas pelatihan keterampilan sosial pada remaja dengan gangguan kecemasan sosial... dengan terjadinya peningkatan gejala gangguan kecemasan sosial pada salah satu subjek kelompok kontrol. Peningkatan gejala gangguan kecemasan sosial yang terjadi kemungkinan disebabkan oleh proses alamiah yang dilalui oleh subjek. Kondisi gangguan kecemasan sosial yang berada pada taraf berat (skor SKSR pada saat pra perlakuan adalah 68), membuat subjek sangat rentan tehadap stimulus sosial yang terjadi di sekitarnya. Proses penelitian yang harus dilalui seperti berkumpul dengan sekelompok peserta yang tidak ia kenal dekat, juga pertemuan dengan peneliti dan pelatih yang belum pernah ia temui sebelumnya, diikuti dengan serangkaian instruksi yang diberikan oleh peneliti dan pelatih, adalah situasi baru yang belum pernah ia temui. Hal inilah yang kemungkinan menjadi penyebab meningkatnya gejala ganggguan kecemasan sosial pada subjek yang bersangkutan. Pada pengukuran tindak lanjut 6 bulan pasca pelatihan, skor SKSR kelompok kontrol mengalami penurunan yang signifikan (0,018 ; p < 0,05). Penurunan Gangguan Kecemasan Sosial yang dicerminkan melalui penurunan skor SKSR yang signifikan ini diakibatkan oleh pemberian Pelatihan Keterampilan Sosial, yang telah dilaksanakan segera setelah pengukuran yang ke dua (post test). Meskipun materi dalam pelatihan keterampilan sosial untuk kelompok kontrol, merupakan ringkasan dari materi pelatihan yang diberikan pada kelompok eksperimen, dan pelaksanaan pelatihan pada kelompok kontrol diopadatkan ke dalam dua kali pertemuan, namun penurunan skor SKSR yang dialami oleh kelompok kontrol menunjukkan hasil yang signifikan. Ada beberapa faktor di luar materi Pelatihan Keterampilan Sosial itu sendiri, yang dapat mempengaruhi efektivitas Pelatihan Keterampilan Sosial dalam menurunkan Gangguan Kecemasan Sosial pada subjek penelitian, Gravetter & Forzano (2006) serta Cook & Campbel (1979) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi validitas suatu penelitian, diantaranya adalah: 1. Maturation Peneliti telah mengantisipasi hal-hal yang berhubungan dengan kematangan seseorang, terkait dengan perkembangan fisiologis maupun psikologisnya. Dalam penelitian ini subjek penelitian memiliki usia yang relatif sama yaitu antara 12 hingga 13 tahun, 33

17 PSYCHO IDEA, Tahun 8 No.1, Feb 2010 ISSN dan berada dalam tingkat pendidikan yang sama yaitu kelas VII SMP. Selain itu, proses penelitian yang meliputi pelaksanaan pengukuran pra perlakuan (Pre Test), pertemuan pra pelatihan, pelaksanaan pelatihan keterampilan sosial, pertemuan evaluasi pelatihan, dan pengukuran pasca perlakuan (Post Test), memakan waktu yang cukup singkat yaitu kurang lebih dua bulan. Pemilihan subjek yang berada dalam usia relatif sama serta memiliki tingkat pendidikan yang sama, didukung dengan serangkaian proses penelitian yang dilaksanakan dalam rentang waktu yang cukup singkat, diduga dapat meminimalisir pengaruh maturitas terhadap hasil penelitian ini. 2. Instrumen penelitian Dalam penelitian ini, pengukuran pra perlakuan dan pasca perlakuan menggunakan instrumen alat ukur yang sama yaitu Skala Kecemasan Sosial Remaja (SKSR). Ada kemungkinan bahwa pada pengisian SKSR yang pertama (pra perlakuan), subjek cenderung memberikan jawaban yang lebih bersifat spontan atau apa adanya, sementara pada pengukuran pasca perlakuan, spontanitas subjek dalam memberikan jawaban berkurang, karena mereka sudah lebih familiar terhadap pernyataan-pernyataan dalam skala tersebut. Subjek cenderung memberikan jawaban yang sesuai dengan nilainilai yang berlaku di lingkungan sosialnya. Kendati kemungkinan seperti yang dipaparkan di atas dapat terjadi dalam penelitian ini, namun peneliti berpendapat bahwa pengisian yang dilakukan oleh subjek pada saat pre test maupun post test, cukup objektif. Dalam penelitian ini, Skala Kecemasan Sosial Remaja (SKSR) juga bukanlah alat ukur tunggal. Peneliti mempergunakan instrumen lain seperti yang telah dikemukakan dalam pembahasan sebelumnya, misalnya, pada pelaksanaan pelatihan, lembar catatan harian tidak diisi oleh seluruh subjek penelitian, sehingga tidak dapat dilakukan analisis terhadap lembar catatan harian tersebut. Analisis individual kemudian dilakukan terhadap dua instrumen yang ada yaitu lembar catatan observasi dan lembar evaluasi penelitian. Analisis hasil penelitian tidak hanya didasarkan atas data kelompok, yang diperoleh dari pengukuran menggunakan Skala Kecemasan Sosial Remaja (SKSR), namun juga analisis data individual. Dari analisis yang dilakukan oleh peneliti, data kelompok maupun data 34

18 MELATI ISMI HAPSARI & NIDA UL HASANAT, Efektivitas pelatihan keterampilan sosial pada remaja dengan gangguan kecemasan sosial... individual menunjukkan hasil yang searah, yaitu penurunan gejala gangguan kecemasan sosial pada kelompok yang dikenai pelatihan (kelompok eksperimen). 3. Bias dalam proses testing Dalam penelitian ini penilaian terhadap penampilan umum subjek dilakukan oleh dua orang observer yang bertugas secara bergantian, sehingga dalam serangkaian pertemuan yang dilaksanakan (pertemuan pra pelatihan, empat kali pertemuan pelatihan, dan pertemuan evaluasi pelatihan), penilaian tidak dilakukan oleh orang yang sama secara berturut-turut. Hal ini akan meminimalisir terjadinya subjektivitas dalam proses observasi. Dalam penelitian ini, penilaian terhadap perubahan sikap atau perilaku yang terjadi pada subjek penelitian, tidak hanya dilakukan oleh observer. Subjek penelitian juga diminta untuk mengamati perubahan yang dirasakan oleh diri mereka masing-masing setelah mengikuti serangkaian pelatihan yang diberikan. Hal ini mereka kemukakan secara langsung pada saat pertemuan evaluasi pelatihan, serta diungkapkan secara tertulis dalam lembar evaluasi pelatihan. Selain itu dalam setiap pertemuan, subjek penelitian juga diminta untuk memberikan penilaian kepada masing-masing peserta yang lain. Penilaian yang diberikan adalah mengenai faktor-faktor apa saja yang sudah cukup optimal, serta faktor-faktor apa saja yang masih perlu ditingkatkan. SIMPULAN & SARAN Simpulan Ada perbedaan tingkat gangguan kecemasan sosial berdasarkan skor SKSR, pada kelompok eksperimen, yaitu kelompok yang dikenai pelatihan keterampilan sosial, dibandingkan kelompok yang tidak dikenai pelatihan, atau kelompok kontrol. Tingkat gangguan kecemasan sosial pada kelompok eksperimen menunjukkan penurunan yang signifikan dibandingkan kelompok kontrol. Jadi pelatihan keterampilan sosial efektif untuk menurunkan tingkat gangguan kecemasan sosial pada kelompok usia remaja. 35

19 PSYCHO IDEA, Tahun 8 No.1, Feb 2010 ISSN Saran 1. Kepada kalangan profesional Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan keterampilan sosial dapat menurunkan gejala gangguan kecemasan sosial pada kelompok usia remaja. Oleh karena itu pelatihan ini dapat digunakan sebagai salah satu treatment untuk menangani gangguan kecemasan sosial pada remaja. 2. Kepada peneliti selanjutnya Paket Modul Pelatihan Keterampilan Sosial ini dirasakan masih sangat kompleks. Banyaknya materi yang diberikan dirasa kurang seimbang dengan pelaksanaan pelatihan yang dibagi ke dalam empat kali pertemuan, dengan durasi waktu maksimal 180 menit. Kompleksitas materi dan durasi waktu pertemuan yang cukup singkat, membuat pelatih kesulitan dalam menjelaskan beberapa materi yang belum begitu familiar bagi subjek penelitian, seperti Self Talk dan Asertif. Peneliti menyarankan untuk pembakuan modul pelatihan, sebaiknya difokuskan pada beberapa materi yang dirasakan paling efektif. DAFTAR PUSTAKA Albano, A.M. (1998). Social phobia in children and adolescents : Current treatment approaches. Cognitive and Behavioral Practice. 2, American Psychiatric Association. (1994). Diagnostic and statistical manual of mental disorder, 4 th edition. Washington D.C : American Psychiatric Press Blanco. C, Scheiner, F.R. (1997). Current and new approaches to social phobia. Medscape Psychiatry and Mental Health ejournal. 2, Mei Cook T.D., Campbell, D.T. (1979). Quasi eksperimentation : Design and analysis issues for field setting. Evanston : Houghton Mifflin Company. Gravetter, F.J, & Forzano, L.B. (2006). Research methods for the behavioral science. New York : Thomson Wadsworth. 36

20 MELATI ISMI HAPSARI & NIDA UL HASANAT, Efektivitas pelatihan keterampilan sosial pada remaja dengan gangguan kecemasan sosial... Harb H.M, Heimberg, R.G. (2000). An overview of cognitive behavioral group therapy for social phobia April Korchin, S.J. (1976). Modern Clinical Psychology. Principles of Intervention in the Clinic and Community. New York : Basic Book, Inc., Publishers Kelly, J.A. (1983). Social skills training, a practical guide for interventions. New York : Springer Publishing Company. La Greca, A.M, Lopez, N. (1998). Social anxiety among adolescents : Linkages with peer relation and friendships. Journal of Abnormal Child Psychology. 26,83-94 Ramdhani, N. (1992). Pelatihan keterampilan sosial untuk penderita kesulitan bergaul. Laporan Penelitian (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Richards, T.A. (2002). What is comperehensive cognitive behavioral therapy : How is CBT used to overcome social anxiety disorder April 2006 Siegel, S. (1994). Statistik non parametrik untuk ilmu-ilmu sosial. Jakarta : PT. Gramedia 37

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. oleh para siswa inklusi yang dalam hidupnya tidak pernah lepas dari kesulitankesulitan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. oleh para siswa inklusi yang dalam hidupnya tidak pernah lepas dari kesulitankesulitan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia tidak pernah lepas dari berbagai kesulitan. Hal ini juga dialami oleh para siswa inklusi yang dalam hidupnya tidak pernah lepas dari kesulitankesulitan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian Identifikasi variabel penelitian perlu ditentukan sebelum pengumpulan data dilakukan. Pengidentifikasian variabel-variabel penelitian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. membantu mereka melewati fase-fase perkembangan. Dukungan sosial akan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. membantu mereka melewati fase-fase perkembangan. Dukungan sosial akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum remaja membutuhkan keluarga yang utuh untuk membantu mereka melewati fase-fase perkembangan. Dukungan sosial akan sangat penting bagi perkembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. memperoleh jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan penelitiannya.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. memperoleh jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan penelitiannya. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain Penelitian adalah rencana atau strategi yang digunakan untuk menjawab masalah penelitian (Seniati, dkk, 2011). Kerlinger (2000) menambahkan bahwa desain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel tergantung (dependent) : Kecemasan ibu hamil hipertensi 2. Variabel bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah. Setiap anak pada umumnya senang bergaul dan bermain bersama dengan teman

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah. Setiap anak pada umumnya senang bergaul dan bermain bersama dengan teman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap anak pada umumnya senang bergaul dan bermain bersama dengan teman sebayanya. Saat bersama dengan teman, seorang anak biasanya selalu penuh dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Desain Penelitian ini adalah pre eksperimental design, yaitu desain percobaan yang tidak mencukupi semua syarat-syarat dari suatu desain percobaan sebenarnya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. memiliki anak dengan riwayat gangguan skizofrenia

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. memiliki anak dengan riwayat gangguan skizofrenia 61 BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan terikat, meliputi : 1. Variabel bebas : pelatihan regulasi emosi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian. 1. Variabel tergantung : Stres kerja

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian. 1. Variabel tergantung : Stres kerja 48 BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian 1. Variabel tergantung : Stres kerja 2. Variabel bebas : Pelatihan kebersyukuran B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah :

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah : BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel tergantung (dependent variable/ effectual variable) : kualitas hidup 2. Variabel bebas (independent

Lebih terperinci

BAB III. Metode Penelitian. A. Identifikasi Variabel Penelitian. B. Defenisi Operasional Variabel Penelitian

BAB III. Metode Penelitian. A. Identifikasi Variabel Penelitian. B. Defenisi Operasional Variabel Penelitian BAB III Metode Penelitian A. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : Pelatihan shalat khusyuk 2. Variabel tergantung : Kecemasan B. Defenisi Operasional Variabel Penelitian Defenisi operasional

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universita Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universita Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Contoh Alat Ukur Liebowitz Social Anxiety Scale for Children and Adolescents Petunjuk: Untuk setiap situasi, isilah dengan angka berikut yang menunjukkan seberapa besar ketakutan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. perilakuan religius terhadap kesejahteraan subjektif penderita gagal ginjal kronis

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. perilakuan religius terhadap kesejahteraan subjektif penderita gagal ginjal kronis BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Terdapat dua variabel dalam penelitian tentang pengaruh terapi kognitif perilakuan religius terhadap kesejahteraan subjektif penderita gagal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: B. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: B. Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Variabel Tergantung : Penerimaan Diri 2. Variabel Bebas : Pelatihan Konsep Diri B. Definisi Operasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa remaja

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menentukan apakah instrumen tersebut layak dipakai. Pengujian validitas dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menentukan apakah instrumen tersebut layak dipakai. Pengujian validitas dan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Penelitian Penelitian ini dilakukan setelah didakan uji coba instrumen untuk menentukan apakah instrumen tersebut layak dipakai. Pengujian validitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 9 Metro. Waktu penelitian ini adalah pada tahun pelajaran 2014/2015. B. Metode Penelitian Metode penelitian

Lebih terperinci

Sofia Retnowati Fakultas Psikologi UGM 2005

Sofia Retnowati Fakultas Psikologi UGM 2005 Metodologi Penelitian Sofia Retnowati Fakultas Psikologi UGM 2005 PENDEKATAN SAINS MODERN PENDEKATAN SAINS Pendekatan terhadap fenomena dengan menyederhanakan kompleksitas fenomena dan mengisolasi fenomena

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB I HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Penelitian 4.1.1 Perijinan Penelitian Langkah yang harus ditempuh penulis sebelum melakukan penelitian adalah melakukan izin pra penelitian dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada masa ini anak belum memiliki kemampuan berpikir yang baik. Hal ini membuat mereka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Penelitian. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Penelitian. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Penelitian 1. Variabel tergantung: Komitmen Organisasi 2. Variabel bebas: Komunikasi Interpersonal B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Komitmen organisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun (Suryanah, 1996). Menurut Havighurst salah satu tugas dan perkembangan. tersebut adalah melalui pendidikan formal di sekolah.

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun (Suryanah, 1996). Menurut Havighurst salah satu tugas dan perkembangan. tersebut adalah melalui pendidikan formal di sekolah. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah. Ini ditetapkan berdasarkan pertimbangan usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi,

Lebih terperinci

BAB III. A. Desain Penelitian. Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen. Penelitian

BAB III. A. Desain Penelitian. Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen. Penelitian 18 BAB III A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dilakukan dengan melakukan manipulasi untuk mengetahui akibat manipulasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terkendalikan. Dalam penelitian eksperimen ada perlakuan (treatment). dua variabel. Variabel-variabel tersebut adalah :

BAB III METODE PENELITIAN. terkendalikan. Dalam penelitian eksperimen ada perlakuan (treatment). dua variabel. Variabel-variabel tersebut adalah : BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode penelitian eksperimen. Metode penelitian eksperimen menurut Sugiyono

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sehingga nantinya dapat menghasilkan sesuatu yang benar dan kebenarannya. dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

BAB III METODE PENELITIAN. sehingga nantinya dapat menghasilkan sesuatu yang benar dan kebenarannya. dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. 35 BAB III METODE PENELITIAN Dalam suatu penelitian, penggunaan metode penelitian sangat penting bagi peneliti. Dengan metode penelitian yang tepat, maka diharapkan tujuan penelitian dapat tercapai. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi menyentuh segala aspek kehidupan manusia, tidak ada kegiatan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stuttering. (1994) istilah stuttering digolongkan ke dalam kategori diagnosa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stuttering. (1994) istilah stuttering digolongkan ke dalam kategori diagnosa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuttering 1. Definisi Stuttering Menurut Diagnostic and Statistical Manual IV atau DSM IV (1994) istilah stuttering digolongkan ke dalam kategori diagnosa gangguan komunikasi.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999). BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kematangan Emosional 2.1.1. Pengertian Kematangan Emosional Kematangan emosional dapat dikatakan sebagai suatu kondisi perasaan atau reaksi perasaan yang stabil terhadap suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 1. Variabel tergantung : Kecemasan menghadapi persalinan pertama

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 1. Variabel tergantung : Kecemasan menghadapi persalinan pertama BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel tergantung : Kecemasan menghadapi persalinan pertama 2. Variabel bebas : Terapi Tadabbur Al-quran B. Definisi Operasional 1. Kecemasan

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN

KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di TK At-Taqwa Bandar Jaya Barat dan dilaksanakan pada tahun ajaran 2014/2015. B. Metode Penelitian Ciri dalam sebuah kegiatan

Lebih terperinci

PENGARUH BERMAIN PERAN TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI PADA ANAK DI TK KHUSNUL KHOTIMAH SEMARANG

PENGARUH BERMAIN PERAN TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI PADA ANAK DI TK KHUSNUL KHOTIMAH SEMARANG PENGARUH BERMAIN PERAN TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI PADA ANAK DI TK KHUSNUL KHOTIMAH SEMARANG Manuscript OLEH : Sri Utami G2A009102 PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa 62 BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasil Sosiometri Setelah data yang berasal dari sosiometri yang diberikan kepada siswa kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan.

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Komunikasi Kata komunikasi berasal dari kata latin cum yang kata depan yang berarti dengan, bersama dengan, dan unus yaitu kata bilangan

Lebih terperinci

ii Psikologi Kepemimpinan TERAPI KOGNITIF-PERILAKU UNTUK ANAK TRIANTORO SAFARIA

ii Psikologi Kepemimpinan TERAPI KOGNITIF-PERILAKU UNTUK ANAK TRIANTORO SAFARIA Kepemimpinan dan Pemberdayaan i TERAPI KOGNITIF-PERILAKU UNTUK ANAK ii Psikologi Kepemimpinan TERAPI KOGNITIF-PERILAKU UNTUK ANAK TRIANTORO SAFARIA Kepemimpinan dan Pemberdayaan iii TERAPI KOGNITIF-PERILAKU

Lebih terperinci

TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN JIWA

TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN JIWA TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN JIWA TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN JIWA Pendahuluan Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab

Lebih terperinci

KLASIFIKASI GANGGUAN JIWA

KLASIFIKASI GANGGUAN JIWA KLASIFIKASI GANGGUAN JIWA PSIKOLOGIS; didasarkan atas letak dominasi gangguan pada fungsi psikologis FISIOLOGIS; setiap proses psikologis didasari fisiologis/faali ETIOLOGIS; berdasarkan penyebab gangguan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas : Terapi Kebermaknaan Hidup

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas : Terapi Kebermaknaan Hidup 59 BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas : Terapi Kebermaknaan Hidup 2. Variabel Tergantung : Kesejahteraan subjektif B.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Lokasi Penelitian Madrasah Mu'allimaat Muhammadiyah Yogyakarta adalah lembaga pendidikan khusus putri yang dirintis dan didirikan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. spiritual terhadap penurunan tingkat stress remaja di LPKA Kelas I Blitar.

BAB V PEMBAHASAN. spiritual terhadap penurunan tingkat stress remaja di LPKA Kelas I Blitar. BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya dan keterbatasan yang ditemui selama proses penelitian berlangsung. Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

Arifal Aris Dosen Prodi S1 keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK

Arifal Aris Dosen Prodi S1 keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)-STIMULASI SENSORI TERHADAP TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA PASURUAN BERLOKASI DI BABAT KABUPATEN LAMONGAN Arifal Aris Dosen Prodi

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DENGAN LATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SALATIGA

MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DENGAN LATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SALATIGA MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DENGAN LATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SALATIGA Ertik Indrawati, Setyorini dan Sumardjono Padmomartono Program Studi S1

Lebih terperinci

Pengaruh Terapi Perilaku Kognitif Terhadap Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun

Pengaruh Terapi Perilaku Kognitif Terhadap Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun Pengaruh Terapi Perilaku Kognitif Terhadap Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun The Influence Of Cognitive Behaviour Therapy To The Anxiety Toward The Retirement Period Fadzlul, S. Psi, M. Psi, Psikolog 1

Lebih terperinci

JURNAL Pengaruh Pemberian Layanan Bimbingan Teknik Diskusi Kelompok Terhadap Regulasi Diri Siswa Dalam Belajar Di SMP N 1 Semen Tahun Ajaran

JURNAL Pengaruh Pemberian Layanan Bimbingan Teknik Diskusi Kelompok Terhadap Regulasi Diri Siswa Dalam Belajar Di SMP N 1 Semen Tahun Ajaran JURNAL Pengaruh Pemberian Layanan Bimbingan Teknik Diskusi Kelompok Terhadap Regulasi Diri Siswa Dalam Belajar Di SMP N 1 Semen Tahun Ajaran 2016-2017 The Effects Of Discussion Group Guidance Service To

Lebih terperinci

GROUP COGNITIVE BEHAVIOUR THERAPY UNTUK MENGURANGI KECEMASAN PADA MAHASISWA UM PALANGKARAYA YANG AKAN MENGHADAPI UJIAN SKRIPSI

GROUP COGNITIVE BEHAVIOUR THERAPY UNTUK MENGURANGI KECEMASAN PADA MAHASISWA UM PALANGKARAYA YANG AKAN MENGHADAPI UJIAN SKRIPSI GROUP COGNITIVE BEHAVIOUR THERAPY UNTUK MENGURANGI KECEMASAN PADA MAHASISWA UM PALANGKARAYA YANG AKAN MENGHADAPI UJIAN SKRIPSI Oleh : Esty Aryani Safithry * Abstrak Diperkirakan 30% dari mahasiswa UMP

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. penelitian adalah pada Tahun Ajaran 2013/2014. yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan

III. METODE PENELITIAN. penelitian adalah pada Tahun Ajaran 2013/2014. yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan 38 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 19 Bandar Lampung. Waktu penelitian adalah pada Tahun Ajaran 2013/2014. B. Metode Penelitian Metode penelitian

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS TEKNIK BIBLIOKONSELING UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS X SMAN LOCERET NGANJUK TAHUN PELAJARAN 2016/2017

EFEKTIVITAS TEKNIK BIBLIOKONSELING UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS X SMAN LOCERET NGANJUK TAHUN PELAJARAN 2016/2017 EFEKTIVITAS TEKNIK BIBLIOKONSELING UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS X SMAN LOCERET NGANJUK TAHUN PELAJARAN 2016/2017 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana pernyataan yang diungkap oleh Spencer (1993) bahwa self. dalam hidup manusia membutuhkan kepercayaan diri, namun

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana pernyataan yang diungkap oleh Spencer (1993) bahwa self. dalam hidup manusia membutuhkan kepercayaan diri, namun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri merupakan salah satu unsur kepribadian yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia. Banyak ahli mengakui bahwa kepercayaan diri merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. didapatkan 10 siswa termasuk dalam kategori sangat rendah dan rendah yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. didapatkan 10 siswa termasuk dalam kategori sangat rendah dan rendah yang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Salatiga. Subjek dalam penelitian ini adalah kelas IX A dan Kelas IX B yang berjumlah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen kasus tunggal (singlecase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen kasus tunggal (singlecase BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain eksperimen kasus tunggal (singlecase experimental design). Merupakan sebuah desain penelitian untuk mengevaluasi efek suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit dan dirawat di rumah sakit khususnya bagi anak-anak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit dan dirawat di rumah sakit khususnya bagi anak-anak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sakit dan dirawat di rumah sakit khususnya bagi anak-anak dapat menimbulkan dampak, baik terhadap fisik maupun psikologis diantaranya kecemasan, merasa asing akan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fobia sering kali dimiliki seseorang. Apabila terdapat perasaan takut

BAB I PENDAHULUAN. Fobia sering kali dimiliki seseorang. Apabila terdapat perasaan takut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fobia sering kali dimiliki seseorang. Apabila terdapat perasaan takut akan sesuatu yang terkadang tidak mengidap sesuatu adalah lucu dan aneh, tetapi bagi orang yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dipaparkan hasil dan pembahasan dari penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dipaparkan hasil dan pembahasan dari penelitian 58 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dipaparkan hasil dan pembahasan dari penelitian mengenai pengaruh mendengarkan Al-Qur an surat Ar-Rahman dan terjemahnya terhadap peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Seseorang yang mengalami hal besar dalam hidupnya, seperti kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera sementara ataupun menetap pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Hal ini biasa terjadi dimana seseorang mengalami perubahan situasi dalam hidupnya dan dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami

Lebih terperinci

DETEKSI DINI HAMBATAN dalam PERKEMBANGAN

DETEKSI DINI HAMBATAN dalam PERKEMBANGAN PENGERTIAN MATA KULIAH Deteksi Dini Hambatan dalam Perkembangan (DDHP) merupakan ilmu dasar bagi psikolog klinis anak dalam menangani ; melakukan asesmen, diagnosa, dan treatment. DDHP merupakan kolaborasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical Manual of Mental Disorder, 4th edition) adalah perilaku atau sindrom psikologis klinis

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEHNIK ASSERTIVE TRAINING UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA DI SEKOLAH

PENGGUNAAN TEHNIK ASSERTIVE TRAINING UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA DI SEKOLAH 1 PENGGUNAAN TEHNIK ASSERTIVE TRAINING UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA DI SEKOLAH Archi Pratiwi R (andrydwiichwanto@yahoo.com) Di bawah bimbingan Yusmansyah dan Diah Utaminingsih ABSTRACT The

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. memberikan intervensi pada sasaran penelitian. Eksperimen yang dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. memberikan intervensi pada sasaran penelitian. Eksperimen yang dilakukan BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penenlitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen, karena peneliti memberikan intervensi pada sasaran penelitian. Eksperimen yang dilakukan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. integrasi. Integrasi sensori atau sensory intregration adalah proses

BAB III METODE PENELITIAN. integrasi. Integrasi sensori atau sensory intregration adalah proses 48 BAB III METODE PENELITIAN A. VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL 1. Terapi Sensori Integrasi Variabel dependen dalam penelitian ini adalah terapi sensori integrasi. Integrasi sensori atau sensory intregration

Lebih terperinci

PENGARUH BIMBINGAN KLASIKAL TEKNIK CINEMA THERAPY TERHADAP ETIKA PERGAULAN PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 2 KOTA GORONTALO

PENGARUH BIMBINGAN KLASIKAL TEKNIK CINEMA THERAPY TERHADAP ETIKA PERGAULAN PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 2 KOTA GORONTALO PENGARUH BIMBINGAN KLASIKAL TEKNIK CINEMA THERAPY TERHADAP ETIKA PERGAULAN PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 2 KOTA GORONTALO Tuti Wantu, Amrin M. Ade Universitas Negeri Gorontalo Email : tutiwantu67@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dimana ada pemberian perlakuan (treatment) terhadap variabel dependent.

BAB III METODE PENELITIAN. dimana ada pemberian perlakuan (treatment) terhadap variabel dependent. 1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Sistematika Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen (quasi experiment atau eksperimen semu). Penelitian ekperimen adalah penelitian dimana ada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan faktor yang sangat penting dalam kegiatan penelitian, karena ketepatan dalam menentukan metode penelitian yang dilaksanakan, akan memberikan harapan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 125 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan dari penelitian Penggunaan Teknik Assertive Training untuk Mereduksi Kebiasaan Merokok Pada Remaja diperoleh kesimpulan

Lebih terperinci

PERSPEKTIF TERPADU: ALTERNATIF TERBAIK ATAS KONSELING KONVENSIONAL. Wening Cahyawulan 1 Arga Satrio Prabowo 2

PERSPEKTIF TERPADU: ALTERNATIF TERBAIK ATAS KONSELING KONVENSIONAL. Wening Cahyawulan 1 Arga Satrio Prabowo 2 140 Perspektif Terpadu: Alternatif Terbaik atas Konseling Konvensional PERSPEKTIF TERPADU: ALTERNATIF TERBAIK ATAS KONSELING KONVENSIONAL Wening Cahyawulan 1 Arga Satrio Prabowo 2 Abstrak Berbagai teori

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PELATIHAN PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN DAN KEPEMIMPINAN DALAM MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI MAHASISWA BARU UMM TAHUN 2005/2006

EFEKTIFITAS PELATIHAN PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN DAN KEPEMIMPINAN DALAM MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI MAHASISWA BARU UMM TAHUN 2005/2006 EFEKTIFITAS PELATIHAN PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN DAN KEPEMIMPINAN DALAM MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI MAHASISWA BARU UMM TAHUN 2005/2006 Zakarija Achmat 1 ABSTRACT Since 2004/2005 academic year, Universitas

Lebih terperinci

MENINGKATKAN EMPATI MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA SISWA KELAS X.2 SMA NEGERI 1 BRINGIN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

MENINGKATKAN EMPATI MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA SISWA KELAS X.2 SMA NEGERI 1 BRINGIN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 MENINGKATKAN EMPATI MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA SISWA KELAS X.2 SMA NEGERI 1 BRINGIN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Ida Nur Kristianti Kata Kunci : Empati, Layanan Bimbingan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Menurut Suryabrata (2006), variabel diartikan sebagai segala sesuatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Menurut Suryabrata (2006), variabel diartikan sebagai segala sesuatu 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Menurut Suryabrata (2006), variabel diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian. Jadi, variabel adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 2017 hingga 5 Maret 2017 di Panti Wreda Pengayoman Semarang. Adapun rincian pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kuantitatif dan (b). Penelitian kualitatif (Azwar, 2007: 5). Dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kuantitatif dan (b). Penelitian kualitatif (Azwar, 2007: 5). Dalam 49 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian dapat diklasifikasikan dari berbagai cara dan sudut pandang. Dilihat dari pendekatan analisisnya, penelitian dibagi atas dua macam, yaitu:

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup disiplin ilmu penelitian ini adalah Ilmu Kebidanan dan Kandungan. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA/sederajat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam suatu penelitian. Dalam metode penelitian dijelaskan tentang urutan suatu penelitian yang dilakukan yaitu dengan teknik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek penelitian ini adalah 12 siswa yang hasil pre-testnya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek penelitian ini adalah 12 siswa yang hasil pre-testnya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah 12 siswa yang hasil pre-testnya menunjukkan percaya diri siswa yang rendah. Dari 12 siswa dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian yang akan dilaksanakan haruslah berdasarkan kajian-kajian dan metode penelitian yang telah didesain sebelum penelitian dilaksanakan. Penelitian didasari oleh masalah

Lebih terperinci

SETTING PENDIDIKAN PENGANTAR WAWANCARA METODE OBSERVASI & WAWANCARA. Drs. Agung Sigit Santoso, M.Si., Psi. FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA

SETTING PENDIDIKAN PENGANTAR WAWANCARA METODE OBSERVASI & WAWANCARA. Drs. Agung Sigit Santoso, M.Si., Psi. FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA PENGANTAR WAWANCARA Modul ke: SETTING PENDIDIKAN Drs. Agung Sigit Santoso, M.Si., Psi. FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA www.mercubuana.ac.id TUJUAN PEMBELAJARAN Tujuan Instruksional Khusus :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi perubahan pertumbuhan dan perkembangan. Masa remaja mengalami perubahan meliputi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk. mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk. mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara adalah salah satu metode berkomunikasi yang sering digunakan sehari-hari. Berbicara dianggap lebih efektif dalam menyampaikan pesan. Tarigan ( 2008)

Lebih terperinci

PEMETAAN PENERAPAN MODIFIKASI PERILAKU KOGNITIF PADA ANAK USIA DINI OLEH PENDIDIK PAUD DI KOTA PEKANBARU

PEMETAAN PENERAPAN MODIFIKASI PERILAKU KOGNITIF PADA ANAK USIA DINI OLEH PENDIDIK PAUD DI KOTA PEKANBARU PEMETAAN PENERAPAN MODIFIKASI PERILAKU KOGNITIF PADA ANAK USIA DINI OLEH PENDIDIK PAUD DI KOTA PEKANBARU Program Studi PG PAUD FKIP Universitas Riau email: dr_erish@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : B. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : B. Definisi Operasional digilib.uns.ac.id 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : Variabel Tergantung Variabel Bebas : Stres Kerja : Pelatihan Regulasi Emosi

Lebih terperinci

Olahairullah. Kata Kunci:Media Penugasan Proyek, Keterampilan Proses Mengkomunikasikan Hasil, Hasil Belajar

Olahairullah. Kata Kunci:Media Penugasan Proyek, Keterampilan Proses Mengkomunikasikan Hasil, Hasil Belajar Efektifitas Penggunaan Penugasan Proyek Dalam Meningkatkan Keterampilan Proses Mengkomunikasikan Hasil Dan Peningkatan Hasil Belajar IPA Terpadu Siswa Kelas VII SMPN 7 Kota Bima Olahairullah Abstrak:Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen semu(quasi

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen semu(quasi BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen semu(quasi eksperiment research) dengan rancangan pra eksperimen yang berbentuk rancangan one group

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian eksperimen (True Experimental Research) yaitu suatu penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian eksperimen (True Experimental Research) yaitu suatu penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 TIPE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian dengan jenis eksperimen dengan cara memberi perlakuan sesuatu pada situasi tertentu, kemudian membandingkan hasil tersebut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. mengumpulkan data dengan tujuan tertentu. Penggunaan metode. dimaksudkan agar kebenaran yang diungkap benar-benar dapat

III. METODE PENELITIAN. mengumpulkan data dengan tujuan tertentu. Penggunaan metode. dimaksudkan agar kebenaran yang diungkap benar-benar dapat 29 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang di gunakan untuk mengumpulkan data dengan tujuan tertentu. Penggunaan metode dimaksudkan agar kebenaran yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk memperoleh

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk memperoleh 34 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk memperoleh hasil sesuai yang diharapkan dari penelitian yang dilakukan. Penggunaan metode

Lebih terperinci

Statistika Psikologi 2

Statistika Psikologi 2 Modul ke: Statistika Psikologi 2 Uji t Sampel Berpasangan Fakultas Psikologi (Paired-samples t-test) Program Studi Psikologi Uji t Sampel Berpasangan Membandingkan data dari dua sampel, dimana tiap partisipan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN Uji validitas dan reliabilitas Uji signifikansi

HASIL PENELITIAN Uji validitas dan reliabilitas Uji signifikansi HASIL PENELITIAN Uji validitas dan reliabilitas Validitas alat ukur dalam penelitian ini adalah validitas isi, yaitu taraf sejauh mana isi atau item item alat ukur dianggap dapat mengukur hal hal yang

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS BIBLIOKONSELING UNTUK MENINGKATKAN EMPATI REMAJA DI RUMAH PINTAR BUNGA PADI KECAMATAN BALEREJO, KABUPATEN MADIUN

EFEKTIVITAS BIBLIOKONSELING UNTUK MENINGKATKAN EMPATI REMAJA DI RUMAH PINTAR BUNGA PADI KECAMATAN BALEREJO, KABUPATEN MADIUN EFEKTIVITAS BIBLIOKONSELING UNTUK MENINGKATKAN EMPATI REMAJA DI RUMAH PINTAR BUNGA PADI KECAMATAN BALEREJO, KABUPATEN MADIUN Dahlia Novarianing Asri* Tyas Martika Anggriana* Abstrak Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci