BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sintetik terus dilakukan untuk mencapai efektifitas terapi yang optimal. Obat-obat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sintetik terus dilakukan untuk mencapai efektifitas terapi yang optimal. Obat-obat"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan manusia akan obat juga semakin berkembang. Hal ini sejalan dengan prevalensi penyakit yang semakin sering bermunculan. Usaha penemuan obat baru baik dari bahan alam maupun sintetik terus dilakukan untuk mencapai efektifitas terapi yang optimal. Obat-obat baru diharapkan dapat menjadi obat pilihan dengan efek maksimal, efek samping minimal serta toksisitas yang minimal. Salah satu upaya untuk mengetahui hal tersebut, maka dilakukan berbagai penelitian spesifik tentang obat agar diketahui katakteristik suatu obat baik bagaimana efeknya di dalam tubuh maupun bagaimana nasib obat di dalam badan. Salah satu senyawa yang telah berhasil disintesis dari alam adalah senyawa kurkumin yang telah diketahui memiliki berbagai macam efek terapi yang menguntungkan. Akan tetapi usaha sintesis dalam jumlah banyak mengalami kendala dikarenakan senyawa kurkumin selalu berada dalam dua substituen yang berbeda yaitu demetoksi kurkumin dan bis-demetoksi kurkumin. Oleh karena itu, dalam perkembangannya dilakukan modifikasi terhadap kurkumin untuk memperoleh senyawa yang lebih poten, stabil, aman, efektif, dan memiliki aktivitas yang lebih spesifik. Telah disintesis senyawa turunan dan analog kurkumin untuk dapat dikembangkan lebih lanjut, diantaranya adalah Pentagamavunon-0 (PGV-0), Pentagamavunon-1 (PGV-1), dan Gamavuton (GVT-0). Selain itu masih banyak 1

2 2 senyawa analog dan turunan kurkumin yang telah berhasil disintesis, misalnya Pentagamavunon-2 (PGV-2), Kalium Gamavuton (K2GVT-0), Diasetil Gamavuton-0 (diasetil-gvt-0), Heksagamavunon-0 (HGV-0), Heksagamavunon- 1 (HGV-1) dan Kalium Monogamavuton-0 (KMGVT-0). Dari studi praklinik sebelumnya di laporkan bahwa Garam Kalium 4-(4 - hidroksi-3 -metoksifenil)-3-buten-2-on (garam kalium mono-gvt-0), KMGVT-0 aktif sebagai antioksidan, analgetik, dan antiinflamasi melalui mekanisme penghambatan enzim Cox (Nugroho et al., 2006; Yuniarti et al., 2007; Nugroho et al., 2007). KMGVT-0 sendiri merupakan bentuk garam dari monogamavuton (dehydrozingerone). Monogamavuton (dehydrozingerone) dilaporkan memiliki spektrum farmakologi yang sangat luas (Hampannavar, et al., 2016) dan dengan diubahnya monogamavuton kedalam bentuk garam menjadi KMGVT-0 diharapkan akan memiliki kelarutan yang lebih baik dibanding pendahulunya (monogamavuton). Dengan kelarutan yang baik diharapkan akan memberikan bioavaibilitas yang baik pula baik secara oral maupun parenteral. Selain itu karena bentuknya berupa garam diharapkan dapat dibuat menjadi sediaan dengan pembawa air sehingga lebih ramah bagi tubuh. Sampai saat ini belum pernah dilakukan penelusuran profil farmakokinetika dari senyawa KMGVT-0 baik dari pemberian secara oral, injeksi intravena, maupun secara intraperitoneal. Sehingga penelitian ini perlu dilakukan dalam rangka mengetahui profil absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi dari senyawa

3 3 KMGVT-0. Pemberian secara intravena antara lain memiliki keuntungan karena tidak harus melalui proses absorpsi, selain itu obat juga terbebas dari proses metabolisme awal yang biasanya terjadi pada pemberian obat secara oral ketika melewati hepar. Selain itu pemberian intravena juga sangat menguntungkan saat digunakan pada keadaan mendesak bagi pasien. Penelusuran profil farmakokinetika akan dilakukan dengan cara pemberian secara injeksi intravena pada tikus putih jantan Wistar. Parameter farmakokinetika yang diamati antara lain tetapan kecepatan eliminasi obat (Kel), waktu paro eliminasi (t1/2), Klirens (Cl), volume distribusi (Vd), area under curve (AUC0-t), dan AUC0-inf. Hasil yang diperoleh adalah diketahuinya profil farmakokinetika dari KMGVT-0 yang selanjutnya bisa diketahui bagaimana nasib KMGVT-0 didalam badan yaitu dari mulai obat dilepas, didistribusikan, hingga dieliminasi dari tubuh. Profil farmakokinetika ini penting dalam rangka menuju ketepatan pengobatan pada pasien, yaitu dalam hal tepat dosis obat untuk mencapai efek farmakologi yang diinginkan dan tepat dalam menentukan frekuensi penggunaan obat. Untuk menjadikan KMGVT-0 sebagai kandidat obat baru, masih banyak penelitian lanjutan drug development yang harus dilakukan, antara lain formulasi obat, uji toksisitas (akut, subkronis, kronis), dan uji klinik. Dengan adanya informasi mengenai profil farmakokinetika obat diharapkan dapat diketahui dosis yang tepat untuk administrasi KMGVT-0, yaitu dosis yang menghasilkan kadar dalam darah selama kurun waktu tertentu dan menimbulkan efek farmakologi. Sehingga kedepannya dapat diteliti lebih lanjut dan dapat dikonversikan untuk dosis manusia

4 4 B. Rumusan Masalah Bagaimana profil farmakokinetika KMGVT-0 setelah pemberian secara intravena pada tikus putih jantan Wistar? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil farmakokinetika KMGVT- 0 setelah pemberian secara intravena pada tikus putih jantan Wistar. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi masyarakat Penelusuran profil farmakokinetika diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk pengembangan obat baru yang nantinya dapat bermanfaat bagi masyarakat. 2. Bagi universitas Penelitian ini diharapkan dapat menjadi penelitian unggulan Universitas Gadjah Mada dan dapat menjadi sumber pengembangan untuk penelitian lebih lanjut khususnya dalam bidang pengembangan obat. 3. Bagi mahasiswa Penelitian ini dilakukan sebagai syarat penyelesaian studi jenjang S1 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.

5 5 E. Tinjauan Pustaka 1. Farmakokinetika Farmakokinetika atau sering disebut dengan nasib obat dalam tubuh merupakan peristiwa-peristiwa yang dialami obat dalam tubuh. Aksi beberapa obat membutuhkan suatu proses untuk mencapai kadar yang cukup dalam jaringan sasarannya. Dua proses penting yang menentukan kadar obat di dalam tubuh pada waktu tertentu adalah translokasi dari molekul obat dan transformasi senyawa obat. Translokasi obat menentukan proses absorpsi dan distribusi sedangkan transformasi obat menentukan proses metabolisme obat atau proses eliminasi lain yang terlibat dalam tubuh. Farmakokinetika terkait dengan dosis yang menentukan keberadaan obat pada tempat aksinya (reseptor), dan intensitas efek yang dihasilkan sebagai fungsi waktu (Shargel et al., 2005). Gambar 1. Proses Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi (ADME) (Shargel et al., 2005) Proses absorpsi dikaitkan dengan perpindahan obat dari permukaan tubuh (termasuk mukosa dan saluran cerna) atau tempat-tempat tertentu dalam organ menuju aliran darah atau dalam sistem pembuluh limfe. Proses ini dipengaruhi oleh anatomi dan fisiologi tubuh (Shargel & Yu, 1999). Setelah obat diabsorpsi obat akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui aliran darah sistemik. Proses

6 6 distribusi ini antara lain dipengaruhi oleh sifat fisika kimia dari obat, serta kecepatan aliran darah itu sendiri. Proses distribusi ini berlangsung hingga ke organ bahkan bisa mencapai bagian-bagian jaringan dan menembus otak untuk obat-obat dengan lipofilisitas tinggi (Shargel & Yu, 1999). Fase terakhir setelah obat didistribusikan adalah obat akan dieliminasi dari tubuh. Proses eliminasi sendiri dibagi menjadi dua proses yaitu, metabolisme dan ekskresi. Pada proses metabolisme secara umum obat akan diubah menjadi metabolitnya yang lebih polar sehingga akan lebih mudah untuk diekskresikan baik melalului ginjal maupun organ lain (Gibson & Skeet, 1991). Farmakokinetika yang mempelajari absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat diterangkan oleh beberapa parameter untuk mengukur perubahan variabel fisiologi. Parameter yang digunakan dalam konteks tersebut adalah parameter farmakokinetika (khususnya parameter primer) yang diturunkan secara matematis dari hasil penetapan kadar obat utuh atau metabolitnya di dalam darah atau urin. Pada dasarnya terdapat tiga parameter farmakokinetika yaitu parameter primer, sekunder, dan turunan lainnya (Rowland dan Tozer, 1989; Shargel, 2005). Parameter-parameter tersebut di atas pada dasarnya sangat dipengaruhi langsung maupun tidak langsung oleh variabel fisiologi tubuh. Dan parameter diatas tergantung dari parameter yang lainnya. Parameter yang harganya dipengaruhi secara langsung oleh satu atau lebih variabel fisiologi terkait adalah parameter primer. Parameter primer meliputi konstanta kecepatan absorpsi (ka), fraksi obat terabsorpsi (fa), volume distribusi (Vd), kliren tubuh total (Cl), kliren hepatik (ClH), dan kliren renal (ClR) (Rowland dan Tozer, 1989).

7 7 Parameter yang harganya dipengaruhi oleh parameter primer dinamakan parameter sekunder. Parameter sekunder meliputi tetapan kecepatan ekskresi (ke), waktu paruh eliminasi (t½ eliminasi), dan fraksi obat utuh yang diekskresi lewat urin (fe). Selain itu juga terdapat parameter turunan yang lain, yaitu luas di bawah kurva kadar obat utuh terhadap waktu pengambilan darah (AUC), kadar obat pada keadaan tunak (Css) dan availabilitas oral (F). Harga parameter AUC berguna sebagai ukuran dari jumlah total obat utuh yang mencapai sirkulasi sistemik. Harga parameter AUC dan Css tergantung dari dosis dan kecepatan pemberian obat (Shargel, 2005; Rowland dan Tozer, 1989). Obat dapat diberikan baik secara ekstravaskuler maupun intravaskuler. Pemberian secara intravaskuler merupakan pemberian obat langsung kedalam darah yang biasanya melalui injeksi intravena atau intraarteri. Pada pemberian intravena tidak ada proses absorpsi sehingga obat langsung masuk ke dalam aliran sistemik. Sedangkan pemberian ekstravaskuler antara lain melalui oral, subkutan, intramuscular, pulmonar, per-rektal, bukal dan sublingual. Pada pemberian ekstravaskuler obat harus terabsorpsi dulu agar masuk aliran sistemik. (Rowland & Tozzer, 1995). Pemberian secara injeksi intravena banyak memberikan keuntungan diantaranya efek yang timbul akan lebih cepat dibanding pemberian dengan per oral. Selain itu administrasi ini sangat cocok diberikan pada kondisi darurat dan terutama pada pasien yang kurang kooperatif (kondisi tidak sadar). Selain memberikan keuntungan terdapat kekurangan yang dimiliki pada pemberian secara intravena diantaranya adalah diperlukannya tenaga kesehatan dalam

8 8 pengadministrasiannya (sukar dilakukan sendiri oleh pasien). Selain itu proses penginjeksiannya harus secara aseptis agar terhindar dari kemungkinan kontaminasi (Ganiswara, 1995). Pada pemberian secara intravena obat yang masuk ke dalam sirkulasi sistemik dapat mengikuti model kompartemen tunggal maupun kompartemen ganda. Pada model kompartemen tunggal obat dianggap langsung terdistribusi ke sirkulasi sistemik tanpa memasuki kompartemen lain (jaringan). Sedangkan pada model kompartemen ganda obat digambarkan terdistribusi ke berbagai kompartemen seperti pada gambar dibawah ini. (Shargel et al., 2005) Gambar 2. Model Kompartemen Ganda Intravena (Shargel et al., 2005) Salah satu aplikasi klinik dari farmakokinetika adalah berguna untuk penentuan nilai konsentrasi efektif minimum (KEM) dan konsentrasi toksik minimum (KTM). Informasi ini penting diketahui pada masing-masing obat guna mengetahui rentang terapetik dari suatu obat. Informasi mengenai rentang terapi

9 9 obat dapat digunakan sebagai acuan dalam pemberian regimen dosis obat yang tepat di dalam aplikasi klinik nantinya. Gambar 3. KEM dan KTM (Shargel, et al., 2005) Pengetahuan akan farmakokinetika obat memunculkan hubungan dengan farmakodinamika obat. Dalam farmakodinamika, dibahas hubungan antara konsentrasi obat di dalam reseptor (site of actions) dengan interaksi yang ditimbulkannya baik secara fisiologi maupun biokimia. Hal ini penting untuk mengetahui lebih dalam mengenai efek farmakologi suatu obat di dalam badan dan hubungannya dengan konsentrasi yang terukur (PK-PD relationship). 2. Kurkumin Kurkumin merupakan zat aktif yang terdapat dalam tanaman marga Curcuma, tanaman yang biasa digunakan dalam ramuan tradisional untuk antiinflamasi dan analgetika (Majeed et al., 1995). Kurkumin sendiri dilaporkan

10 10 memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi dan analgetika yang poten, begitu pula dengan beberapa analog dan turunannya (Majeed et al., 1995; Supardjan et al., 2005). Gambar 4. Struktur Kurkumin (Siviero, et al, 2015) Studi toksikologi menunjukkan bahwa senyawa kurkumin tidak toksik pada dosis tinggi (Tonnesan & Greenhill, 1992 cit. Alamin, 2006). Konsumsi kurkumin pada dosis hingga 500 mg/kgbb menunjukkan toksisitas minimal pada manusia (Ireson et al., 2001). Akan tetapi kurkumin sebagai senyawa dengan sifat sangat lipofil secara oral ternyata profil absorbsinya sangatlah buruk (Pan et al., 1999). Garam natrium dan kalium dari kurkumin pernah dilaporkan memiliki aktivitas antiinflamasi dan analgetika yang lebih poten dibandingkan kurkumin (Pan et al., 1999). Sebagai bentuk garam, baik garam natrium maupun garam kalium dari kurkumin memiliki kelebihan lain yaitu sangat larut di dalam air, sehingga dapat dibuat sediaan cair yang stabil. Kurkumin diketahui memiliki efek biologi karena kemampuannya dalam berinteraksi dengan berbagai target molekul di dalam tubuh seperti kemampuannya

11 11 menekan beberapa faktor transkripsi sehingga bisa menekan kanker, dapat bereaksi dengan berbagai enzim seperti Cox2, menghambat protein kinase, menghambat produksi sitokin dan hormon pertumbuhan, menghambat reseptor diantaranya Her2/neu pada kanker, dan memiliki kemampuan cell cycle arrest serta memiliki kemampuan adesi terhadap molekul target seperti DNA (Siviero, et al, 2015). Kurkumin telah lama ditelusuri mengenai bioavaibilitasnya karena diketahui memiliki bioavaibilitas oral yang buruk. Berdasarkan review penelitian (Anand et al., 2007), kurkumin diketahui dapat meningkat bioavaibilitasnya dengan bantuan piperin. Selain itu dalam review tersebut juga dijelaskan mengenai konsentrasi serum yang dapat dicapai oleh kurkumin dari berbagai penelitian yang pernah dilakukan seperti pada tabel I. dibawah ini. Di dalam tabel terlihat bahwa konsentrasi kurkumin yang terdeteksi baik dalam plasma maupun serum sangatlah rendah pada pemberian secara oral. Selain percobaan pada tikus dan mencit (rodensia), kurkumin juga diteliti bioavaibilitasnya pada manusia dan dapat dilihat pada pemberian dosis hingga 2 g/kgbb pada manusiapun kadar kurkumin yang muncul dalam serum masih sangat rendah (0,006 µg/ml) Berbagai upaya telah dilakukan dalam hal meningkatkan potensi dari kurkumin diantaranya dengan mempelajari bioavaibilitasnya, stabilitasnya, metabolismenya, serta berbagai aktivitas farmakologi dari kurkumin. Dua garis besar yang diambil sebagai upaya peningkatan potensi dari kurkumin adalah dengan melakukan sintesis dan dengan melakukan formulasi sediaan kurkumin. Modifikasi yang banyak dilakukan didasarkan kepada adanya analog kurkumin yang berasal dari alam serta adanya metabolit dari kurkumin yang masih memiliki

12 12 efek yang mirip. Hal ini mendorong para peneliti untuk mengembangkan analog kurkumin secara sintesis (Anand et al., 2008). Tabel I. Kadar Kurkumin dalam Serum dan Jaringan pada Manusia dan Rodensia (Anand, et al., 2007) Selain itu dilaporkan pula bahwa metabolit yang terbentuk dari kurkumin menyesuaikan dari rute administrasi kurkumin itu sendiri. Pada pemberian secara oral kurkumin lebih banyak mengalami metabolisme fase II sehingga banyak ditemukan dalam bentuk konjugat dan sulfat. Sedangkan pada pemberian secara oral kurkumin diketahui lebih banyak dimetabolisme pada fase I yaitu dengan proses reduksi menjadi produk yang lebih polar seperti pada gambar 6. dibawah.

13 13 Gambar 5. Analog Kurkumin dan Metabolitnya dari Alam (Anand, et al., 2008) Gambar 6. Metabolit Kurkumin dari berbagai Rute Administrasi (Anand et al., 2007)

14 14 3. Analog Kurkumin : Garam kalium 4-(4 -hidroksi-3 -metoksifenil)-3- buten-2-on) (garam kalium mono-gvt-0, KMGVT-0) Penelitian terhadap kurkumin telah menghasilkan beberapa turunannya, yang secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu Heksagamavunon, Pentagamavunon, dan Gamavuton (Sardjiman, 2000). Senyawa turunan dan analog kurkumin yang telah berhasil disintesis antara lain adalah PGV- 0, PGV-1, GVT-0, PGV-2, K2GVT-0, diasetil-gvt-0, HGV-0, HGV-1 dan KMGVT-0. Turunan GVT-0 yaitu garam kalium dari 4-(4 -hidroksi-3 - metoksifenil)-3-buten-2-on) atau disebut juga garam kalium dari mono-gvt-0 (KMGVT-0) merupakan senyawa baru dengan nomor paten IDP (Supardjan et al., 2013). ) Kurkumin Sebagai lead compound O H 3 CO OCH 3 HO OH Gamavuton-0 (GVT-0) O H 3 CO OCH 3 HO O OH Pentagamavunon-0 (PGV-0) CH OC Heksagamavunon (HGV-0) H OH

15 15 O O K O KMGVT-0 Gambar 7. Analog Kurkumin Senyawa KMGVT-0 merupakan senyawa analog kurkumin yang pernah dilaporkan sebagai hasil degradasi dari kurkumin. Sebagai garam dari sebuah analog kurkumin, KMGVT-0 dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi dan analgetika yang lebih poten dan memiliki kelarutan yang lebih baik dalam air, baik dibandingkan dengan kurkumin maupun parasetamol. KMGVT-0 juga dilaporkan aktif sebagai antioksidan, analgetik, antiinflamasi melalui mekanisme penghambatan enzim Cox (Yuniarti et al., 2007a; Yuniarti et al., 2007b; Nugroho et al., 2007). Berdasarkan hasil penelitian (Mulyani, 2006), KMGVT-0 terbukti memiliki aktivitas menghambat enzim siklooksigenase dengan IC50 sebesar 17,28 µm. Sedangkan penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh (Sayekti, 2011), KMGVT-0 terbukti tidak selektif dalam menghambat aktivitas enzim Cox-2. Hal ini dikarenakan KMGVT-0 juga menghambat enzim Cox-1 sebesar 25,29 µm dan Cox-2 sebesar 103,56 µm. KMGVT-0 memiliki pemerian berupa serbuk dengan warna merah bata, tidak berbau dan berasa khas, belum melebur pada suhu 200ºC, sangat mudah larut dalam air. Jika dilarutkan dalam air dan diasamkan akan menjadi serbuk berwarna kuning dengan titik lebur ºC yang tidak larut dalam air, dan jika serbuk diidentifikasi dengan kromatografi gas spektrometri massa didapat waktu retensi 17,076 menit dan m/z ion molekuler 192 (100%) (Supardjan, et al, 2013).

16 16 Proses pembuatan KMGVT-0 relatif lebih mudah dan cepat serta memiliki rendemen yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan kurkumin dan parasetamol. Secara ekonomis, produksi senyawa ini diperkirakan cukup murah karena menggunakan bahan-bahan dasar yang murah dan mudah didapat di Indonesia karena diproduksi di Indonesia, yaitu vanillin (hasil fermentasi dari biji tanaman vanili (Vanilla planifolia)), aseton, dan kalium hidroksida. Pemerian senyawa ini berupa serbuk berwarna merah kecoklatan, tidak berbau, dan berasa khas. Dari studi praklinik untuk mengidentifikasi aktifitas farmakologi dilaporkan KMGVT-0 memberikan efek farmakologi positif sehingga menjanjikan untuk dijadikan kandidat sebagai obat baru. Sampai saat ini belum pernah dilakukan penelusuran profil farmakokinetika dari senyawa KMGVT-0 secara in vivo pada tikus melalui injeksi intravena. Sehingga penelitian ini perlu dilakukan dalam rangka mengetahui profil distribusi, metabolisme, dan eliminasi dari senyawa KMGVT-0. Berdasarkan review terbaru yang dilakukan oleh (Hampannavar et al., 2016), monogamavuton terbukti memiliki efek farmakologi yang luas seperti yang tercantum dalam gambar 8. yaitu sebagai antioksidan, antiinflamasi, antibakteri, antimutagen, antimalaria, antiplatelet, antifungal, bahkan hingga antidepresan dan untuk penyakit alzhaimer. Sehingga sangat menjanjikan untuk ditelusuri lebih lanjut.

17 Gambar 8. Efek Farmakologi Dehydrozingerone (Monogamavuton) (Hampannavar, et al., 2016) 17

18 Gambar 9. Hubungan Struktur Aktivitas Dehydrozingerone (Hampannavar, et al., 2016) 18

19 70 Kelimpahan efek farmakologi dehydrozingerone (monogamavuton) dikaitkan dengan strukturnya (Gambar 9.) yang merupakan setengah dari kurkumin sehingga memiliki gugus fenolik yang diketahui banyak memberikan efek farmakologi. Monogamavuton diketahui memiliki gugus metoksi posisi ortho terhadap gugus fenolik serta rantai α,β unsaturated carbonyl dengan ujung gugus metil. (Hampannavar, et al., 2016) Karena efek farmakologi monogamavuton yang cukup luas, banyak peneliti yang melakukan modifikasi terhadap gugus-gugus monogamavuton sehingga memiliki efek yang lebih poten. Salah satunya yang dilakukan oleh (Ratcovic et al., 2016) dengan judul Dehydrozingerone based 1-acetyl-5-aryl-4,5-dihydro-1Hpyrazoles: Synthesis, characterization and anticancer activity menghasilkan bahwa turunan monogamavuton tersebut memiliki efek antimutagen yang kuat. Gambar 10. Sintesis Turunan Dehydrozingerone (Ratcovic et al., 2016) 4. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Kromatografi cair kinerja tinggi dikembangkan sejak tahun an. Kini, penggunaannya secara luas diterima untuk analis maupun pemurnian sampel baik pharmaceutical, bioteknologi, polimer, dan makanan. Bahkan seiring

20 71 perkembangannya KCKT dikembangkan juga untuk analisis protein, karbohidrat, hingga analisis kiralitas (Settle, 1997). Prinsip pemisahan pada kromatografi adalah karena terdapat perbedaan distribusi solute dalam fase gerak dan fase diam. Kromatografi yang diterapkan dalam pemisahan dengan KCKT ada berbagai mekanisme. Untuk mendapatkan pemisahan terbaik biasanya dilakukan pemilihan mekanisme sesuai dengan karakteristik senyawa yang akan dianalisis. Mekanisme yang umum digunakan antaralain adalah patrisi, adsorpsi, ion exchange, eksklusi ukuran, afinitas, dan kromatografi kiral (Katz, 1996; Settle, 1997). Gambar 11. Sistem KCKT (Settle, 1997) Instrumen KCKT dibangun oleh delapan komponen dasar reservoir fase gerak, sistem penghantaran solven, alat pengenalan sampel, kolom, detektor, reservoir pembuangan, tabung penghubung, dan sebuah komputer, integrator atau rekorder. Penggunaan kromatografi cair akan berhasil apabila digunakan kombinasi

21 72 yang benar berkaitan dengan kondisi operasi tipe kolom dan fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom dan ukuran sampel (Settle, 1997). Sistem KCKT harus terintegrasi dengan baik agar analisis dapat berjalan secara maksimal dimulai dari preparasi sampel hingga pembacaan hasil. Oleh karena itu pada analisis senyawa dengan KCKT dibutuhkan proses optimasi untuk mengetahui sistem apa yang cocok digunakan pada saat analisis seperti fase gerak apa yang digunakan, kecepatan alir berapa yang digunakan, hingga masalah detektornya (UV, MS). KCKT sendiri memiliki kekurangan diantaranya akan sulit jika untuk menganalisis sampel yang kompleks, hanya dapat menganalisis satu sampel dalam satu waktu, beberapa membutuhkan preparasi sampel, serta waktu analisis terkadang lama (Settle, 1997). F. Keterangan Empirik Senyawa garam kalium 4-(4 hidroksi-3 -metoksifenil)-3-buten-2-on (KMGVT-0) merupakan salah satu analog kurkumin dengan spektrum farmakologi yang luas sehingga berpotensi dikembangkan menjadi kandidat obat baru. Keterangan mengenai profil kadar obat dalam darah perlu diketahui dalam rangka menemukan regimen terapi yang tepat nantinya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai profil farmakokinetika KMGVT-0 dalam darah setelah pemberian secara intravena pada tikus putih jantan Wistar dalam rangka menelusuri bagaimana nasib KMGVT-0 di dalam badan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. senyawa baru yang lebih poten, spesifik, dan memiliki efek samping yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. senyawa baru yang lebih poten, spesifik, dan memiliki efek samping yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, dunia pengobatan terus berkembang seiring dengan semakin beragamnya penyakit yang diderita oleh manusia. Selain itu, dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentagamavunon-0 (PGV-0) atau 2,5-bis-(4ʹ hidroksi-3ʹ metoksibenzilidin) siklopentanon adalah salah satu senyawa analog kurkumin yang telah dikembangkan oleh

Lebih terperinci

TUGAS FARMAKOKINETIKA

TUGAS FARMAKOKINETIKA TUGAS FARMAKOKINETIKA Model Kompartemen, Orde Reaksi & Parameter Farmakokinetik OLEH : NURIA ACIS (F1F1 1O O26) EKY PUTRI PRAMESHWARI (F1F1 10 046) YUNITA DWI PRATIWI (F1F1 10 090) SITI NURNITA SALEH (F1F1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai dilakukan secara rutin dengan metode yang sistematis. Hal ini juga didukung oleh perkembangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman. Pada umumnya nyeri berkaitan dengan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL II PERCOBAAN II

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL II PERCOBAAN II LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL II PERCOBAAN II UJI PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA SUATU OBAT SETELAH PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL MENGGUNAKAN DATA URIN DAN DARAH Disusun oleh : Kelas

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA PERCOBAAN 1 SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIK PEMBERIAN INTRAVASKULAR (INTRAVENA) Disusun oleh : Kelompok 2

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA PERCOBAAN 1 SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIK PEMBERIAN INTRAVASKULAR (INTRAVENA) Disusun oleh : Kelompok 2 LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA PERCOBAAN 1 SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIK PEMBERIAN INTRAVASKULAR (INTRAVENA) Disusun oleh : Kelompok 2 Suci Baitul Sodiqomah Feby Fitria Noor Diyana Puspa Rini

Lebih terperinci

PATEN NASIONAL Nomor Permohonan Paten :P Warsi dkk Tanggal Permohonan Paten:19 November 2013

PATEN NASIONAL Nomor Permohonan Paten :P Warsi dkk Tanggal Permohonan Paten:19 November 2013 1 PATEN NASIONAL Nomor Permohonan Paten :P00147 Warsi dkk Tanggal Permohonan Paten:19 November 13 2, bis(4 HIDROKSI KLORO 3 METOKSI BENZILIDIN)SIKLOPENTANON DAN 2, bis(4 HIDROKSI 3 KLOROBENZILIDIN)SIKLOPENTANON

Lebih terperinci

By: Dr. Fatma Sri Wahyuni, Apt.

By: Dr. Fatma Sri Wahyuni, Apt. By: Dr. Fatma Sri Wahyuni, Apt. 1. Bidang farmakologi a. Mekanisme kerja obat dalam tubuh, khususnya untuk mengetahui senyawa yang mana yang sebenarnya bekerja dalam tubuh; apakah senyawa asalnya, metabolitnya

Lebih terperinci

DRUG DELIVERY SYSTEM INTRANASAL FIFI ELVIRA JAMRI ( )

DRUG DELIVERY SYSTEM INTRANASAL FIFI ELVIRA JAMRI ( ) DRUG DELIVERY SYSTEM INTRANASAL FIFI ELVIRA JAMRI (12330713) PENDAHULUAN Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan teknologi, perkembangan di dunia farmasi pun tidak ketinggalan. Semakin hari semakin

Lebih terperinci

PENGANTAR FARMAKOLOGI

PENGANTAR FARMAKOLOGI PENGANTAR FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI : PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - DIAGNOSIS - PENGOBATAN GEJALA PENYAKIT FARMAKOTERAPI : CABANG ILMU PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - PENGOBATAN FARMAKOLOGI KLINIK : CABANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

Aplikasi Farmakokinetika Klinis Tidak diragukan lagi bahwa salah satu kunci keberhasilan terapi dengan menggunakan obat adalah ditentukan dari

Aplikasi Farmakokinetika Klinis Tidak diragukan lagi bahwa salah satu kunci keberhasilan terapi dengan menggunakan obat adalah ditentukan dari Aplikasi Farmakokinetika Klinis Tidak diragukan lagi bahwa salah satu kunci keberhasilan terapi dengan menggunakan obat adalah ditentukan dari ketepatan rancangan aturan dosis yang diberikan. Rancangan

Lebih terperinci

FARMAKOKINETIKA. Oleh Isnaini

FARMAKOKINETIKA. Oleh Isnaini FARMAKOKINETIKA Oleh Isnaini Definisi: Farmakologi: Kajian bahan-bahan yang berinteraksi dengan sistem kehidupan melalui proses kimia, khususnya melalui pengikatan molekul regulator dan pengaktifan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun dari

Lebih terperinci

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Hal ini, menuntut manusia untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus merupakan suatu sindrom terganggunya metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan

Lebih terperinci

APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH

APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH Disusun: Apriana Rohman S 07023232 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2011 A. LATAR BELAKANG Farmakologi adalah ilmu mengenai pengaruh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. perkembangan yang sangat pesat. Penggunaan obat hewan pada masa

PENDAHULUAN. Latar Belakang. perkembangan yang sangat pesat. Penggunaan obat hewan pada masa PENDAHULUAN Latar Belakang Industri perunggasan di Indonesia, terutama broiler saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Penggunaan obat hewan pada masa pemeliharaan broiler untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan tersebut yang secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi di mana dalam pengobatannya membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut : BAB II TIJAUA PUSTAKA 2.1 Uraian Umum 2.1.1 Simetidin 2.1.1.1 Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut : Rumus struktur H 3 C H CH 2 S H 2 C C H 2 H C C H CH

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA. meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang ilmu

BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA. meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang ilmu BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA DESKRIPSI MATA KULIAH Bab ini menguraikan secara singkat tentang ilmu farmakokinetik dasar yang meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang

Lebih terperinci

Rute Pemberian Obat. Indah Solihah

Rute Pemberian Obat. Indah Solihah Rute Pemberian Obat Indah Solihah Rute Pemberian Jalur Enteral Jalur Parenteral Enteral Oral Sublingual Bukal Rektal Oral Merupakan rute pemberian obat yg paling umum. Obat melalui rute yg paling kompleks

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penelitian Asma adalah suatu penyakit obstruksi saluran pernafasan yang bersifat kronis dengan

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi Pengantar Farmakologi Kuntarti, S.Kp, M.Biomed 1 PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com 4 Istilah Dasar Obat Farmakologi Farmakologi klinik Terapeutik farmakoterapeutik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jambu Biji ( Psidium guajava L. ) a. Sistematika tanaman : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Myrtales Suku : Myrtaceae Marga :

Lebih terperinci

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, pengembangan obat obat baru terus dilakukan dengan upaya untuk meningkatkan potensi obat obatan yang ada. Adanya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang demikian pesatnya,

Lebih terperinci

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR AKADEMI FARMASI TADULAKO FARMA PALU 2015 SEMESTER II Khusnul Diana, S.Far., M.Sc., Apt. Obat Farmakodinamis : bekerja terhadap fungsi organ dengan jalan mempercepat/memperlambat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apabila kita lihat pengertian aslinya, sebenarnya apotek berasal dari bahasa Yunani apotheca, yang secara harfiah berarti penyimpanan. Dalam bahasa Belanda, apotek disebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif. Secara umum nyeri dibedakan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam proses memasak. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam proses memasak. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat di Indonesia dalam proses memasak. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar makanan dan jenis makanan di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada periode perkembangan obat telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus merupakan penyakit kronis pada homeostasis glukosa yang ditandai dengan beberapa hal yaitu, meningkatnya kadar gula darah, kelainan kerja insulin,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN SEDIAAN CURCUMA DALAM SUSU DAN EMULSI TERHADAP PARAMETER FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL

PENGARUH PEMBERIAN SEDIAAN CURCUMA DALAM SUSU DAN EMULSI TERHADAP PARAMETER FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL 40 Media Farmasi, Vol 10 No.2 September 2013 : 40-46 PENGARUH PEMBERIAN SEDIAAN CURCUMA DALAM SUSU DAN EMULSI TERHADAP PARAMETER FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL THE EFFECT OF CURCUMA IN EMULSION AND MILK PREPARATION

Lebih terperinci

NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt

NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt KEGUNAAN FARMAKOKINETIKA 1. Bidang farmakologi Farmakokinetika dapat menerangkan mekanisme kerja suatu obat dalam tubuh, khususnya

Lebih terperinci

SISTEMATIKA STUDI FARMAKOKINETIK Y E N I F A R I D A S. F A R M., M. S C., A P T

SISTEMATIKA STUDI FARMAKOKINETIK Y E N I F A R I D A S. F A R M., M. S C., A P T SISTEMATIKA STUDI FARMAKOKINETIK Y E N I F A R I D A S. F A R M., M. S C., A P T Studi farmakokinetik Profil ADME obat baru Bentuk sediaan, besar dosis, interval pemberian dan rute pemberian HEWAN UJI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Degradasi TEL dinilai dengan menganalisis bercak TEL yang terbentuk pada plat KLT, yaitu dengan membandingkan bercak TEL pada kelompok perlakuan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian KLT dapat memberikan informasi mengenai kemurnian dan konsentrasi lipid. Jika senyawa tersebut murni maka hasil running akan berupa bercak tunggal. Phospholipid

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Menurut peraturan menteri kesehatan nomor 007 tahun 2012 obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Interaksi Obat Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu obat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN YENI FARIDA M.SC., APT

PENDAHULUAN YENI FARIDA M.SC., APT PENDAHULUAN YENI FARIDA M.SC., APT KONTRAK BELAJAR Mahasiswa 4S (Senyum Semangat Sopan SAntun) Pakaian sopan dan rapi, kemeja berkerah, dan bersepatu HP silent, tidak diperkenankan smsan ato OL saat kelas

Lebih terperinci

OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT

OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT Pendahuluan Obat adalah zat yang dapat memberikan perubahan dalam fungsi-fungsi biologis melalui aksi kimiawinya. Pada umumnya molekul-molekul obat berinteraksi dengan molekul

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN JUS PISANG AMBON (Musa paradisiaca L.) TERHADAP PROFIL FARMAKOKINETIK TEOFILIN PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI

PENGARUH PEMBERIAN JUS PISANG AMBON (Musa paradisiaca L.) TERHADAP PROFIL FARMAKOKINETIK TEOFILIN PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN JUS PISANG AMBON (Musa paradisiaca L.) TERHADAP PROFIL FARMAKOKINETIK TEOFILIN PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI Oleh : LISA YULIANA HANDAYANI K 100.050.136 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT Oleh: Siswandono Laboratorium Kimia Medisinal Proses absorpsi dan distribusi obat Absorpsi Distribusi m.b. m.b.

Lebih terperinci

PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING...

PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING... ii LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI... iii LEMBAR PERNYATAAN... iv LEMBAR PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS. goreng terbagi menjadi Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS. goreng terbagi menjadi Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids) BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan pustaka 2.1.1 Minyak goreng Minyak merupakan campuran dari ester asam lemak dengan gliserol. Berdasarkan ada atau tidak

Lebih terperinci

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT : setiap molekul yang bisa merubah fungsi tubuh secara molekuler. NASIB OBAT DALAM TUBUH Obat Absorbsi (1) Distribusi (2) Respon farmakologis Interaksi dg reseptor

Lebih terperinci

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker. BAB 1 PENDAHULUAN Pemberian obat oral telah menjadi salah satu yang paling cocok dan diterima secara luas oleh pasien untuk terapi pemberian obat. tetapi, terdapat beberapa kondisi fisiologis pada saluran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian eksperimental sederhana (posttest only control group

Lebih terperinci

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS A. Interaksi Senyawa Kimia dengan Organisme Ilmu yang mempelajari tentang interaksi senyawa kimia dengan organisme hidup disebut farmakologi, dengan demikian

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT UBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT UBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT Oleh: Siswandono Laboratorium

Lebih terperinci

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam 1. Agen Pelindung Mukosa a Sukralfat Dosis Untuk dewasa 4 kali sehari 500-1000 mg (maksimum 8 gram/hari) sewaktu lambung kosong (1 jam sebelum makan dan tidur). Pengobatan dianjurkan selama 4-8 minggu,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN KIMIA MEDISINAL

PENDAHULUAN KIMIA MEDISINAL PEDAHULUA KIMIA MEDISIAL Oleh: Siswandono Laboratorium Kimia Medisinal Kimia Medisinal (Burger, 1970) : ilmu pengetahuan yang merupakan cabang dari ilmu kimia dan biologi, digunakan untuk memahami dan

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI 3 SKS (SEMESTER 2) PENGAMPU

FARMAKOLOGI 3 SKS (SEMESTER 2) PENGAMPU FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI 3 SKS (SEMESTER 2) PENGAMPU : 1.Tanti Azizah, Apt (7x) 2.Nurcahyanti W., M.Biomed., Apt (7x) KULIAH : HARI SENIN JAM : 08.40-11.10 (Kelas B & D) 12.30-15.00 (Kelas A & C) KONTRAK

Lebih terperinci

Bagian Pertama PENDAHULUAN UMUM

Bagian Pertama PENDAHULUAN UMUM Bagian Pertama PENDAHULUAN UMUM Bioanalisis merupakan salah satu ilmu terapan yang bermanfaat dan memberikan dukungan yang cukup besar terhadap kemajuan berbagai aspek ilmu yang lain, diantaranya untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat Nama Generik 2.1.1. Pengertian Obat Generik Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Melibatkan berbagai investigasi bahan obat mendapatkan informasi yang berguna Data preformulasi formulasi sediaan yang secara fisikokimia stabil dan secara biofarmasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Parasetamol Parasetamol atau asetaminophen, N-asetil-4Aminofenol (C 8 H 9 NO 2 ), dengan BM 151,16 dan mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C 8 H 9

Lebih terperinci

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: FARMAKOKINETIK Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: Absorpsi (diserap ke dalam darah) Distribusi (disebarkan ke berbagai jaringan tubuh) Metabolisme (diubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan perasaan bahwa dia pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Nyeri adalah mekanisme protektif untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di dunia kafein banyak dikonsumsi dalam berbagai bentuk yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein terdapat dalam berbagai

Lebih terperinci

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, perkembangan terhadap metode pembuatan sediaan obat untuk meningkatkan mutu obat juga semakin maju. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

MATERI SOAL PHARMACY COMPETITION PHARMADAYS 2015

MATERI SOAL PHARMACY COMPETITION PHARMADAYS 2015 MATERI SOAL PHARMACY COMPETITION PHARMADAYS 2015 Jumlah Soal No. Topik Sub Topik Organisasi sel 1 Biologi sel Sel prokariot dan eukariot Ekspresi gen dan mekanisme pengendalian Prinsip rekayasa genetika

Lebih terperinci

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Farmakokinetik - 2 Mempelajari cara tubuh menangani obat Mempelajari perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PEDAULUA 1.1 Latar Belakang Masalah yeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan, subjektif dan manifestasi dari kerusakan jaringan atau gejala akan terjadinya kerusakan jaringan (Dipiro et

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi nyeri tanpa menyebabkan. mengurangi efek samping penggunaan obat.

BAB I PENDAHULUAN. Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi nyeri tanpa menyebabkan. mengurangi efek samping penggunaan obat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Diperkirakan satu dari lima orang dewasa mengalami nyeri dan setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia telah memanfaatkan tumbuhan obat untuk memelihara kesehatan (Dorly,

I. PENDAHULUAN. dunia telah memanfaatkan tumbuhan obat untuk memelihara kesehatan (Dorly, I. PENDAHULUAN Tumbuhan telah digunakan manusia sebagai obat sepanjang sejarah peradaban manusia. Penggunaan tumbuh-tumbuhan dalam penyembuhan suatu penyakit merupakan bentuk pengobatan tertua di dunia.

Lebih terperinci

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006).

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006). BAB 1 PENDAHULUAN Demam dapat disebabkan gangguan pusat pengaturan suhu tubuh pada hipotalamus dari kerusakan atau ketidakmampuan untuk menghilangkan peningkatan produksi panas. Keadaan suhu tubuh di atas

Lebih terperinci

Nasib Obat dalam Tubuh (Farmakokinetika)

Nasib Obat dalam Tubuh (Farmakokinetika) Nasib Obat dalam Tubuh (Farmakokinetika) Apa yang terjadi pada obat setelah masuk ke tubuh kita? Pharmacokinetics: science that studies routes of administration, absorption* and distribution*, bioavailability,

Lebih terperinci

PROFIL FARMAKOKINETIK TEOFILIN YANG DIBERIKAN SECARA BERSAMAAN DENGAN JUS JAMBU BIJI (Psidium Guajava L.) PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI

PROFIL FARMAKOKINETIK TEOFILIN YANG DIBERIKAN SECARA BERSAMAAN DENGAN JUS JAMBU BIJI (Psidium Guajava L.) PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI PROFIL FARMAKOKINETIK TEOFILIN YANG DIBERIKAN SECARA BERSAMAAN DENGAN JUS JAMBU BIJI (Psidium Guajava L.) PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI Oleh: RETNO WULANDARI K 100050119 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk sediaan yang sudah banyak dikenal masyarakat untuk pengobatan adalah

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi dr H M Bakhriansyah, M.Kes., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul

Lebih terperinci

Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kronis Kerusakan genetik Pertumbuhan tumor Kejadian cacat waktu lahir.

Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kronis Kerusakan genetik Pertumbuhan tumor Kejadian cacat waktu lahir. Uji Pra-Klinik Uji Pra-Klinik dimaksudkan untuk mengetahui apakah obat menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan ataukah tetap aman dipakai. Karena itulah penelitian toksisitas merupakan cara potensial

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Samarinda, 5 6 Juni 2015 Potensi Produk Farmasi dari Bahan Alam Hayati untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia serta Strategi Penemuannya PROFIL FARMAKOKINETIKA

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi Keperawatan

Pengantar Farmakologi Keperawatan Pengantar Farmakologi Keperawatan dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Nilai Rendemen Ekstrak Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). 2. Deskripsi Organoleptik Ekstrak Ekstrak berbentuk kental, berasa pahit, berwarna hitam

Lebih terperinci

bioavailabilitasnya meningkat hingga mencapai F relsl = 63 ± 22 %

bioavailabilitasnya meningkat hingga mencapai F relsl = 63 ± 22 % BAB 1 PENDAHULUAN Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang paling lazim. Prevalensinya bervariasi menurut umur, ras, pendidikan dan banyak variabel lain. Hipertensi arteri yang berkepanjangan

Lebih terperinci

gugus karboksilat yang bersifat asam sedangkan iritasi kronik kemungkinan disebabakan oleh penghambatan pembentukan prostaglandin E1 dan E2, yaitu

gugus karboksilat yang bersifat asam sedangkan iritasi kronik kemungkinan disebabakan oleh penghambatan pembentukan prostaglandin E1 dan E2, yaitu BAB 1 PENDAHULUAN Pada periode perkembangan bahan obat organik telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika dan aktivitas biologis

Lebih terperinci

PENGARUH PERASAN BUAH MANGGA TERHADAP FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL YANG DIBERIKAN BERSAMA SECARA ORAL PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI

PENGARUH PERASAN BUAH MANGGA TERHADAP FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL YANG DIBERIKAN BERSAMA SECARA ORAL PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI PENGARUH PERASAN BUAH MANGGA TERHADAP FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL YANG DIBERIKAN BERSAMA SECARA ORAL PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI oleh : AMINARY WAHYU PAKARTI K 100 040 118 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

FARMAKOKINETIK KLINIK ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA G I N A A R I F A H : : A S T I Y U N I A : : YUDA :: R I F N A

FARMAKOKINETIK KLINIK ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA G I N A A R I F A H : : A S T I Y U N I A : : YUDA :: R I F N A FARMAKOKINETIK KLINIK ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA G I N A A R I F A H : : A S T I Y U N I A : : YUDA :: R I F N A AMINOGLIKOSIDA Senyawa yang terdiri dari 2 atau lebih gugus gula amino yang terikat lewat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pengujian nilai LD 50 Dari pengujian yang dilakukan menggunakan dosis yang bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada hewan coba dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Albumin Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak dalam tubuh manusia, yaitu sekitar 55-60% dan total kadar protein serumnormal adalah 3,85,0 g/dl. Albumin terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas analgetik. Mekanisme. ibuprofen adalah menghambat isoenzim siklooksigenase-1 dan

BAB I PENDAHULUAN. derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas analgetik. Mekanisme. ibuprofen adalah menghambat isoenzim siklooksigenase-1 dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibuprofen merupakan golongan obat anti inflamasi non steroid derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas analgetik. Mekanisme ibuprofen adalah menghambat isoenzim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman herbal sudah lama digunakan oleh penduduk Indonesiasebagai terapi untuk mengobati berbagai penyakit. Hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat berpendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Senyawa polifenol merupakan senyawa yang mempunyai peran penting di bidang kesehatan. Senyawa ini telah banyak digunakan untuk mencegah dan mengobati berbagai macam

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Farmakologi. Copyright 2002, 1998, Elsevier Science (USA). All rights reserved.

Prinsip-prinsip Farmakologi. Copyright 2002, 1998, Elsevier Science (USA). All rights reserved. Prinsip-prinsip Farmakologi Prinsip-prinsip Farmakologi Obat Zat kimia yang mempengaruhi proses dalam organisme hidup. Prinsip-prinsip Farmakologi Farmakologi Studi atau ilmu tentang obat Prinsip-prinsip

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dekade terakhir, bentuk sediaan transdermal telah diperkenalkan untuk menyediakan pengiriman obat yang dikontrol melalui kulit ke dalam sirkulasi sistemik (Tymes et al., 1990).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPRIMENTAL II

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPRIMENTAL II LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPRIMENTAL II PERCOBAAN V UJI PENETAPAN WAKTU PENGAMBILAN CUPLIKAN DAN ASUMSI MODEL KOMPARTEMEN SERTA PEMILIHAN DOSIS DALAM FARMAKOKINETIKA Disusun oleh : Kelas :

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 tahun 2012 tentang Bahan

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 tahun 2012 tentang Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jenis makanan yang terdapat di masyarakat tidak jarang mengandung bahan kimia berbahaya serta tidak layak makan, penggunaan bahan kimia berbahaya yang marak digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Drug Induced Liver Injury Tubuh manusia secara konstan dan terus menerus selalu menerima zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman saat ini, dimana kehidupan masyarakat semakin dimudahkan dengan perkembangan teknologi, secara tidak langsung mempengaruhi gaya hidup yang serba

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh komplikasi

Lebih terperinci