BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Senyawa polifenol merupakan senyawa yang mempunyai peran penting di bidang kesehatan. Senyawa ini telah banyak digunakan untuk mencegah dan mengobati berbagai macam penyakit. Senyawa ini juga diyakini dapat menyebabkan awet muda. Senyawa ini dapat ditemukan dalam buah-buahan, sayur-sayuran maupun rempah-rempah. Salah satu senyawa yang termasuk polifenol adalah senyawa turmerik. Senyawa turmerik adalah senyawa yang terkandung di dalam tanaman turmerik. Tanaman turmerik adalah tanaman perenial, yaitu tanaman yang hidup lebih dari dua tahun dan termasuk Ginger family (Zingiberaceace) yang memiliki akar rizoma atau rimpang. Senyawa turmerik sering digunakan sebagai pengobatan tradisional bangsa Indian dan Cina. Menurut Basnet dan Basnet (2011), senyawa turmerik telah diperkenalkan oleh Marco Polo sejak abad ke-13. Salah satu senyawa turmerik yang telah banyak digunakan hingga sekarang adalah kurkumin. Kurkumin (1,7-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil)-1,6-heptadiena-3,5-dion) merupakan senyawa polifenol hidrofobik yang diisolasi dari rimpang kunyit (Curcuma longa). Kurkumin berbentuk serbuk dan berwarna kuning. Kurkumin biasa digunakan sebagi zat warna secara biogenetis yang berasal dari fenil alanin, asam malonat dan asam sitrat (Harjanti, 2008). Kurkumin juga digunakan sebagai penambah rasa alami pada makanan. Sifatnya sebagai antioksidan dan antiperadangan dapat dijadikan sebagai treatment awal penyakit kanker (Basnet dan Basnet, 2011). Aktivitas kurkumin sebagai antiperadangan, berkaitan dengan aktivitasnya sebagai anti kanker, terutama kanker kolon (Nurrochmad, 2004). Data pre-klinis menunjukan bahwa kurkumin dapat mencegah pembentukan tumor yang bersifat karsinogenik pada usus besar, payudara, prostat dan paru-paru (Lazaro, 2008). Kemampuan kurkumin dalam membunuh sel kanker tanpa menimbulkan sifat 1

2 2 sitotoksik menyebabkan kurkumin dikembangkan menjadi obat antikanker. Selain itu, potensi lain dari kurkumin adalah sebagai anti alzheimer (Potter, 2013). Gambar 1.1 Kurkumin Potensi kurkumin sebagai obat telah banyak ditemukan. Di sisi lain, kurkumin juga memiliki kelemahan, yaitu sifatnya yang sukar larut dalam air, terdegradasi pada ph basa serta absorpsi yang buruk sehingga bioavailabilitasnya rendah (Anand et al,. 2007). Pengembagan metode yang tepat perlu dilakukan untuk meningkatkan bioavailabilitas dan kelarutan kurkumin. Metode tersebut diharapkan pelepasan kurkumin dapat dikontrol agar kurkumin dapat menjadi obat yang efektif. Penggunaan obat secara efektif bertujuan untuk meminimalisir efek samping penggunaan obat. Salah satu metode yang biasa digunakan adalah dengan pelepasan obat terkontrol (controlled drug release). Drug Release atau pelepasan obat merupakan suatu proses terlepasnya obat dari bahan hantarnya yang diaplikasikan untuk absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi (ADME), sehingga obat tersebut dapat digunakan secara langsung untuk aksi farmakologis. Controlled Drug Release atau pelepasan obat terkontrol merupakan proses pelepasan obat dari bahan hantarnya berdasarkan rentang waktu tertentu (Singhvi dan Singh, 2011). Pelepasan obat memiliki arti yang berbeda dengan hantaran obat (drug delivery). Pelepasan obat merupakan proses, sedangkan hantaran obat merupakan metode untuk memasukan obat ke dalam tubuh makhluk hidup, baik manusia maupun hewan, baik melalui oral (mulut), permukaan kulit, jaringan mukosa atau saluran pernapasan. Bertambah pesatnya kemajuan teknologi memiliki dampak, yaitu semakin banyaknya penelitian tentang pelepasan terkontrol kurkumin dari bahan hantarnya. Salah satunya adalah Goncalves et al. (2012) yang telah mempelajari

3 3 pelepasan kurkumin menggunakan nanogel dextrin. Hasilnya nanogel dextrin merupakan salah satu matriks penyalut yang baik karena dapat menurunkan kecepatan pelepasan kurkumin. Pada proses pelepasan kurkumin terkontrol diperlukan sebuah matriks penyalut untuk mengenkapsulasi dan melepas kurkumin sehingga kurkumin dapat digunakan secara langsung sebagai aksi farmakologis. Syarat matriks penyalut yang baik adalah harus bersifat non toksik, dapat terbiodegradasi dan non alergenik biokompatibel sehingga tidak mengurangi manfaat dari kurkumin. Kitosan merupakan salah satu polisakarida alam yang memenuhi sifat-sifat tersebut. Kelebihan lain dari kitosan adalah ketersediannya yang sangat berlimpah di alam. Penggunaan kitosan sebagai matriks penyalut juga telah banyak dikaji. Sutriyo et al. (2005) telah mempelajari tentang kitosan yang digunakan sebagai bahan hantar propanolol hidroklorida. Hasilnya, matriks kitosan dapat memperlambat laju pelepasan propanolol hidroklorida. Kekurangan dari penggunaan matriks kitosan saja adalah kekuatan mekanik kitosan yang digunakan sebagai membran penyalut sangat rendah sehingga membran bersifat rapuh. Modifikasi kitosan secara fisika dan kimia diperlukan untuk memperbaiki sifat mekaniknya. Salah satunya adalah dengan penambahan pektin. Pektin merupakan salah satu polisakarida yang dapat memperbaiki sifat mekanik kitosan. Chen et al. (2010), telah berhasil mensintesis membran polielektrolit (PEC) pektin-kitosan. Hasilnya uji tarik membran pektinkitosan empat kali lebih besar daripada membran kitosan murni. Selain membran penyalut, pada pelepasan kurkumin diperlukan penambahan emulsifier. Emusifier ini bertujuan sebagai pembentuk misel yang dapat meningkatkan kelarutan dan kestabilan kurkumin di dalam larutan. Misel adalah penggumpalan atau agregrasi dari molekul-molekul emulsifier yang terbentuk pada saat atau di atas konsentrasi yang disebut konsentrasi misel kritis (CMC). Song et al. (2012) telah mempelajari tentang efek penambahan emulsifier tween- 80 dan span-80 pada pelepasan kurkumin. Hasil penelitiannya adalah beads (manik) kitosan-alginat yang memiliki HLB lebih tinggi akibat penambahan emulsifier lebih mudah melepas kurkumin dibandingkan beads (manik) kitosanalginat yang memiliki HLB lebih rendah. Selain tween-80 dan span-80, asam

4 4 laurat juga sering digunakan sebagai emulsifier. HLB asam laurat cukup tinggi sehingga bersifat hidrofilik. Oleh karena itu, adanya penambahan asam laurat diharapkan juga dapat meningkatkan kelarutan dan kestabilan kurkumin. Pada pelepasan kurkumin secara terkontrol, pelarutan secara in vitro merupakan pengujian awal yang sangat penting sebelum diujicobakan secara in vivo. Pelarutan in vitro merupakan pengujian obat di luar tubuh makhluk hidup, sedangkan in vivo merupakan pengujian obat di dalam makhluk hidup. Pelepasan kurkumin secara in vitro tak hanya dipengaruhi oleh peningkatan kelarutan dan bioavailabilitas kurkumin, tetapi juga banyaknya konsentrasi kurkumin dan kondisi pelarutnya. Etanol merupakan salah satu pelarut yang dapat meningkatkan biovailabilitas kurkumin. Konsentrasi etanol dalam pelarut akan mempengaruhi laju pelepasan kurkumin. Selain itu, ph pelarut juga dapat mempengaruhi laju pelepasan kurkumin secara in vitro. 1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini dilakukan bertujuan untuk : 1. Mempelajari pengaruh konsentrasi kurkumin terhadap efektivitas membran 2. Mempelajari pengaruh konsentrasi asam laurat terhadap efektivitas membran 3. Mempelajari pengaruh konsentrasi pelarut etanol terhadap efektivitas membran 4. Mempelajari pengaruh ph larutan terhadap efektivitas membran 5. Mempelajari kinetika pelepasan kurkumin dari membran kitosan/pektin-asam laurat menggunakan berbagai model kinetika.

5 5 1.3 Manfaat Penelitian Dilakukannya penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : a. Dapat memberikan pengembangan matriks kitosan sebagai pengemban kurkumin yang biodegradable. b. Dapat memberikan informasi tentang pengaruh emulsifier asam laurat dalam pelepasan kurkumin di beberapa kondisi. c. Dapat menambah nilai ekonomis dari kitosan, pektin, asam laurat dan kurkumin.