BAB II LANDASAN TEORI. kematangan karir jauh lebih luas dari pada sekedar pemilihan pekerjaan,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. kematangan karir jauh lebih luas dari pada sekedar pemilihan pekerjaan,"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kematangan Karir Pengertian Kematangan Karir Menurut Crites (dalam Levinson, 1998) kematangan karir individu adalah kemampuan individu untuk membuat pilihan karir, yang meliputi penentuan keputusan karir, pilihan yang realistik dan konsisten. Pengertian kematangan karir jauh lebih luas dari pada sekedar pemilihan pekerjaan, karena akan melibatkan kemampuan individu baik dalam dalam membuat keputusan karir maupun aktivitas perencanaan karir. Kematangan karir mengarah pada pengenalan karir secara menyeluruh, diawali dengan pengenalan potensi diri, memahami lapangan kerja yang sebenarnya, merencanakan sampai dengan menentukan pilihan karir yang tepat. Menurut Super (dalam Sharf 2006), kematangan karir merupakan daftar perilaku yang bersangkutan dengan mengidentifikasi, memilih, merencanakan, dan melaksanakan tujuan-tujuan karir yang tersedia bagi individu tertentu dalam perbandingannya dengan yang dimiliki oleh kelompok sebayanya; dapat dipandang sebagai taraf rata-rata dalam perkembangan karier bagi usianya. Kematangan karir (career maturity) didefinisikan sebagai kesesuain antara perilaku karir individu dengan perilaku karir yang diharapkan pada usia tertentu di setiap tahap (Sharf, 2006). 8

2 Indikator Kematangan Karir Menurut Super (dalam Sharf 2006), kematangan karir remaja dapat diukur dari dimilikinya indikator-indikator kematangan karir berikut ini: a. Aspek perencanaan karir (career planning). Aspek ini mengukur seberapa besar pemikiran individu telah menunjukkan pada ragam aktifitas mencari informasi dan seberapa besar mereka merasakan tentang aspek kerja yang beraneka ragam.aspek ini memiliki indikator sebagai berikut: 1) mempelajari informasi karir; 2) membicarakan karir dengan orang dewasa; 3) mengikuti pendidikan tambahan (kursus) untuk menambah pengetahuan tentang keputusan karir; 4) Berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler; 5) mengikuti pelatihan-pelatihan berkaitan dengan pekerjaan yang diinginnkan ; 6) mengetahui kondisi pekerjaan yang diinginkan; 8) dapat merencanakan apa yang harus dilakukan setelah tamat sekolah; 9) mengetahui cara dan kesempatan memasuki dunia kerja yang diinginkan; 10) mampu mengatur waktu luang secara efektif. b. Aspek eksplorasi karir (career exploration) Eksplorasi karir didefinisikan sebagai keinginan individu untuk mengeksplorasi atau melakukan pencarian informasi terhadap sumbersumber informasi karir. Aspek ini memiliki indikator sebagai berikut: 1) berusaha menggali dan mencari informasi karir dari berbagai sumber (guru bk, orang tua, orang yang sukses, dan sebagainya); 2) memiliki pengetahuan tentang potensi diri diantara bakat, minat, inteligensi, 9

3 kepribadian, nilai-nilai, dan prestasi; 3) memiliki cukup bayak informasi karir. c. Pengetahuan tentang membuat keputusan Karir (decision making) Aspek ini terdiri dari indikator-indikator sebagai berikut: 1) mengetahui cara-cara membuat keputusan karir; 2) mengetahui langkah-langkah dalam membuat keputusan karir; 3) mempelajari cara orang lain membuat keputusan karir; 4) menggunakan pengetahuan dan pemikiran dalam membuat keputusan karir. d. Pengetahuan tentang dunia kerja (world of work information) Menurut Super konsep ini memiliki dua komponen dasar, yaitu; pertama berhubungan dengan tugas perkembangan ketika individu harus mengetahui minat dan kemampuan dirinya, mengetahui cara orang lain mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaannya, dan mengetahui alasan orang lain berganti pekerjaan. Kedua, konsep yang berkaitan dengan pengetahuan tentang tugas-tugas pekerjaan dalam suatu vokasional dan perilaku-perilaku dalam bekerja. e. Pengetahuan tentang kelompok pekerjaan yang lebih disukai (knowledge of preferred occupational group) Aspek ini terdiri dari indikator-indikator berikut: 1) memahami tugas pekerjaan yang diinginkan; 2) mengetahui sarana yang dibutuhkan dari pekerjaan yang diinginkan; 3) mengetahui persyaratan fisik dan psikologis dari pekerjaan yang diinginkan; 4) mengetahui minat-minat dan alasan-alasan yang tepat dalam memilih pekerjaan. 10

4 f. Aspek realisme keputusan karir (realism) Realisme sebagai konsep yang termasuk bagian pandangan atau pendapat Super tentang kematangan karir, tidak diukur dalam Inventarisasi Perkembangan Karir. Tetapi Super mendeskripsikannya sebagai kesatuan gabungan dari afektif dan kognitif yang paling baik diukur dengan menggabungkan data personal, laporan diri, dan tujuan sebagaimana dalam membandingkan sikap-sikap individu yang mempunyai sikap khas terhadap orang dalam pekerjaannya. Realisme keputusan karir adalah perbandingan antara kemampuan individu dengan pilihan pekerjaan secara realistis. Aspek ini terdiri dari indikator-indikator berikut: 1) memiliki pemahaman yang baik tentang kekuatan dan kelemahan diri berhubungan dengan pilihan karir yang diinginkan 3) mampu melihat kesempatan yang ada berkaitan dengan pilihan karir yang diinginkan; 4) mampu memilih salah satu alternatif pekerjaaan dari berbagai pekerjaan yang beragam; dan 5) dapat mengembangkan kebiasaan belajar dan bekerja secara efektif. g. Orientasi Karir (Career orientation) Orientasi karir didefinisikan sebagai skor total dari: 1) sikap terhadap karir; 2) ketrampilan membuat keputusan karir; 3) informasi dunia kerja. Sikap terhadap karir terdiri dari perencanaan dan eksplorasi karir. Ketrampilan membuat keputusan karir terdiri dari kemampuan menggunakan pengetahuan dan pemikiran dalam membuat keputusan karir. Informasi dunia kerja terdiri atas memiliki informasi tentang 11

5 pekerjaan tertentu dan memiliki informasi tentang orang lain dalam dunia kerjanya Konseling Kelompok Pengertian Konseling Kelompok Konseling kelompok (group counseling) menurut Latipun(2008), merupakan salah satu bentuk konseling yang memanfaatkan kelompok untuk membantu, memberikan umpan balik (feedback) dan pengalaman belajar. Konseling kelompok dalam prosesnya menggunakan prinsip-prinsip dinamika kelompok (group dynamic). Latipun juga memberikan definisi lain terkait dengan konseling kelompok yaitu prosesdalam bentuk pengubahan pengetahuan, sikap dan perilaku termasuk dalamhal pemecahan masalah dapat terjadi melalui proses kelompok. Dalam suatu kelompok anggotanya dapat memberi umpan balik yang diperlukan untuk membantu mengatasi masalah anggota yang lain, dan anggota satu dengan yang lainnya saling memberi dan menerima. Konseling kelompok merupakan proses konseling yang dilaksanakan dengan memanfaatkankelompok untuk pemecahan masalah, pengubahan pengetahuan, sikap danperilaku melalui dinamika kelompok. Menurut Prayitno (1995) layanan konseling kelompok pada dasarnya adalah layanan konseling perorangan yang dilaksanakan didalam suasana kelompok. Disana ada konselor dan ada klien, yaitu para anggota kelompok (yang jumlahnya minimal dua orang). Disana terjadi hubungan konseling 12

6 dalam suasana yang diusahakan sama seperti dalam konseling perorangan yaitu hangat, permisif, terbuka dan penuh keakraban. Dimana juga ada pengungkapan dan pemahaman masalah klien, penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah, upaya pemecahan masalah (jika perlu dengan menerapkan metode-metode khusus), kegiatan evaluasi dan tindak lanjut. Menurut Winkel dan Sri Hastuti (2004) konseling kelompok adalah suatu proses antarpribadi yang dinamis, yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari. Menurut Hansen, Warner dan Smith (dalam Prayitno dan Erman Amti, 2008), menyatakan bahwa konseling kelompok merupkan cara yang amat baik untuk menangani konflik-konflik antar pribadi dan membantu individuindividudalam mengembangkan kemampuan pribadi mereka Tujuan Konseling Kelompok Tujuan konseling kelompok, yang dikemukakan oleh Gibson danmitchell (dalam Latipun, 2008), konseling kelompok berfokus pada usahamembantu klien dalam melakukan perubahan dengan menaruh perhatianpada perkembangan dan penyesuaian sehari-hari, misalnya modifikasitingkah laku, pengembangan keterampilan hubungan personal, nilai, sikap atau membuat keputusan karir.menurut Prayitno (2008), tujuan konseling kelompok dibagi menjadidua, yakni tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu: 13

7 a. Tujuan umum konseling kelompok adalah berkembangnya kemampunsosialisasi siswa, kususnya kemampuan komunikasi peserta layanan.dalam kaitan ini sering menjadi kenyataan bahwa kemampuanbersosialisasi/berkomunikasi seseorang terganggu oleh perasaan,pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap yang tidak obyektif, sempit danterkungkung serta tidak efektif. Melalui layanan konseling kelompokhal-hal yang mengganggu atau menghimpit perasaan dapatdiungkapkan, dilonggarkan, diringankan melalui berbagai cara. Pikiranyang suntuk, buntu, atau beku dicairkan dan didinamiskan melalui berbagai masukkan dan tanggapan baru. Persepsi dan wawasan yang menyimpang dan sempit diluruskan serta diperluas melalui pencairan pikiran, penyadaran dan penjelasan. Sikap yang tidak obyektif, terkungkung dan tidak terkendali, serta tidak efektif digugat dan didobrak, kalau perlu diganti dengan yang lebih efektif. Melalui kondisi dan proses yang berperasaan, berpikir, berpersepsi, dan berwawasan yang terarah, luwes dan luas serta dinamis kemampuan berkomunikasi, bersosialisasi dan bersikap dapat dikembangkan. Dan juga bertujuan untuk mengentaskan masalah klien dengan memanfaatkan dinamikakelompok. b. Tujuan khusus konseling kelompok terfokus pada pembahasan masalahpribadi individu peserta kegiatan layanan.melalui konseling kelompokyang intensif dalam upaya pemecahan masalah tersebut para pesertamemperoleh dua tujuan, yaitu: 14

8 a) Terkembangnya perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap terarah pada tingkah laku khususnya dalam bersosialisasi/komunikasi. b) Terpecahkannya masalah individu yang bersangkutan dan diperolehnya pemecahan masalah tersebut bagi individu-individulain peserta layanan konseling kelompok Perlunya Konseling Kelompok Para siswa SMU sedang pada masa remaja dan salah satu ciri masa remaja ialah komformitas yang tinggi terhadap teman sebaya. Dalam kelompok teman sebaya, remaja dapat memperbaiki konsep dirinya dan menunjukkan identitas dirinya. Pada proses konseling kelompok, dinamika kelompok teman sebaya dapat dimanfaatkan dalam rangka membantu dirinya dan teman-temannya untuk mencapai perkembangan. Dalam konseling kelompok seorang konselor terlibat dalam hubungan dengan sejumlah konseling dalam waktu yag bersamaan. Konseling kelompok biasanya berkaitan dengan masalah-masalah perkembangan dalam hal-hal yang situasional dari para anggotanya. Fokusnya adalah sikap dan perasaan, memilih dan nilai-nilai yang terlibat dalam hubungan antar pribadi. Dengan berinteraksi satu sama lain para anggota membentuk hubungan yang bersifat membantu yang memungkinkan mereka dapat mengembangkan pemahaman, tilikan, dan kesadaran terhadap dirinya. (Nursalim, 2007) Natawijaya (dalam Nursalim, 2007) menyatakan bahwa konseling kelompok perlu diberikan kepada setiap siswa, meskipun mereka tidak 15

9 memperlihatkan gejala adanya kesulitan yang gawat. Pemberian konseling kelompok itu tampak sebagai konseling biasa saja dan tidak hanya terdiri atas individu-individu yang memiliki masalah serius Fungsi Konseling Kelompok Dalam setting sekolah, kegiatan konseling kelompok dapat membantu siswa dalam penyesuaian lingkungan yang baru, sebab pada masa ini dorongan dari teman sebaya merupakan suatu yang amat penting yang dapat memotivasi mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Selain itu konseling kelompok dapat digunakan untuk membantu individu dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dalam tujuh bidang yaitu psikososial, vokasional, kognitif, fisik, seksual, moral, dan afektif. (Gazda, 1984) Di pihak lain, konseling kelompok diadakan untuk mereka yang memerlukan pertolongan. Oleh karena itu masalah pemilihan anggota kelompok adalah masalah yang perlu mendapat perhatian karena berkaitan erat dengan keberfungsian konseling kelompok. Konseling kelompok tidak hanya merupakan pertolongan yang kuratif dan preventif, tetapi juga bersifat perseveratif. Konseling kelompok dapat berfungsi preventif bagi individuindividu yang memiliki tingkah laku yang ditolak atau tidak diterima, yang bisa dibantu tanpa keterlibatan konselor dalam penyembuhan. Disamping itu konseling kelompok dapat berfungsi kuratif bagi individu-individu yang ingin memperoleh kesadaran diri dalam rangka mengontrol tingkah laku 16

10 berdasarkan pola berfikirnya sendiri. Selain itu konseling kelompok juga berfungs perseveratif ketika menolong orang membentuk atau memperbaiki dirinya. Pembahasan dalam kelompok membuat mereka lebih menyadari masalahnya da memperoleh tilikan tentang jalan keluar yang dapat ditempuh. (Nursalim, 2007) Prinsip Konseling Kelompok Menurut Dinkmeyer dan J.J Muro (dalam Nursalim, 2007), dalam konseling kelompok ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, antara lain: 1. Konseling kelompok akan sangat efektif dalam lingkungan yang demokratis 2. Konseling kelompok dapat efektif bila terdapat orientasi, administrasi yang lengkap dan intensif. 3. Konseling kelompok sangat efektif bila bersifat sukarela. 4. Karena memulai kelompok adalah faktor yang sangat menentukan, nama kelompok harus menarik, artinya banyak yang berminat. 5. Masing-masing anggota kelompok harus bertanggung jawab atas perilakunya dalam kelompok. 6. Kelompok harus selalu sadar Tahapan Konseling Kelompok Menurut Hartinah (2009) kegiatan konseling kelompok ini pada umumnya terdiri atas empat tahap, yaitu tahap pembentukan, tahap peralihan, 17

11 tahap pelaksanaan kegiatan, dan penghakhiran.berikut ini uraian ringkas dari tahapan-tahapan tersebut yang dikemukakan oleh Hartinah (2009) Tahap I : Tahap Pembentukan Tahap pembentukan merupakan tahap awal dari kegiatan konseling kelompok. Pada tahap ini para anggota kelompok masih harus menyesuaikan diri dilingkungan kelompoknya.peran konselor sebagai pemimpin kelompok sangat dibutuhkan disini. Hartinah(2009) mengungkapkan beberapa hal yang perlu dipusatkan untuk diusahakan oleh pimpinan kelompok yaitu : a. Penjelasan tentang tujuan kegiatan b. Penumbuhan rasa saling mengenal antar anggota c. Penumbuhan sikap saling mempercayai dan menerima, d. Dimulainya pembahasan tentang tingkah laku dan suasan perasaan dalam kelompok. Yang paling penting dilakukan oleh konselor dalam tahap pembentukan ini adalah menciptakan suasana yang tidak kaku dikalangan para peserta. Rangkaian kegiatan di atas dapat dilakukan melalui berbagai macam permainan-permainan Ice Breaking. Salah satu permainan yang dapat memecah kebekuan antar anggota adalah bisik berantai.melalui kegiatankegiatan tersebut diharapkan sikap terbuka, kebersamaan, dan keterbukaan antar anggota kelompok dapat dimunculkan Tahap II: Tahap Peralihan (Transisi) Tahap selanjutnya setelah tahap pembentukan adalah tahap transisi atau peralihan. Tahap ini merupakan tahap penghubung antara tahap 18

12 pembentukan dan tahap kerja (pelaksanaan kegiatan). Pemimpin kelompok, dalam hal ini konselor, harus menjelaskan tujuan-tujuan yang hendak dicapai di tahap selanjutnya yang akan segera dilalui oleh para peserta. Pemimpin kelompok juga harus jeli melihat kesiapan-kesiapan anggota kelompok untuk masuk dan memulai tahap pelaksanaan kegiatan. Jika dirasa sudah siap maka tahap selanjutnya sudah dapat dilaksanakan. Namun, jika dirasa anggota kelompok belum begitu siap, maka pemimpin kelompok harus menggiring kembali para peserta ke tahap sebelumnya. Tahap III: Tahap kegiatan kelompok (Work) Dalam kegiatan kelompok, hal-hal yang perlu ditampilkan oleh seluruh anggota kelompok menurut Prayitno (1995) adalah : a. Membina keakraban dalam kelompok b. Melibatkan diri secara penuh dalam suasana kelompok c. Bersama-sama mencapai tujuan kelompok d. Membina dan mematuhi aturan kegiatan kelompok e. Ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok f. Berkomunikasi secara bebas dan terbuka g. Membantu anggota lain dalam kelompok h. Memberikan kesempatan kepada anggota lain dalam kelompok i. Menyadari pentingnya kegiatan kelompok Kegiatan pembahasan permasalahan dalam pelaksanaan konseling kelompok pada dasarnya sama dengan pembahasan masalah pada kelompok bebas. Kegiatan pembahasan pada kelompok tidak hanya mementingkan 19

13 aspek isi akan tetapi juga pada prosesnya. Dengan demikian, pembahasan dalam kelompok tugas juga menyangkut kepada pemecahan masalah di satu segi dan pengembangan pribadi seluruh anggota kelompok di sisi lain (Prayitno, 2008).Setelah pembahasan berakhir maka hasil pembahasan akan ditinjau kembali oleh pimpinan kelompok bersama-sama dengan para anggota kelompok. Tahap IV:Tahap Pengkahiran Tahap terakhir yang dilalui pada inti kegiatan kelompok adalah tahap pengakhiran. Ketika kelompok memasuki tahap pengakhiran, kegiatan kelompok hendaknya dipusatkan pada pembahasan dan penjelasan tentang apakah para anggota kelompok akan mampu menerapkan hal-hal yang mereka pelajari (dalam suasana kelompok), pada kehidupan nyata sehari-hari (Hartinah, 2009).Tugas utama dari konselor, selaku pemimpin kelompok, adalah memberikan penguatan-penguatan kembali atau merefleksikan kembali hal-hal positif yang telah dipelajari oleh para anggota kelompok dalam kegiatan kelompok. Hal yang tidak kalah penting dilakukan adalah membicarakan follow Up atau tindak lanjut yang akan dilakukan setelah ini Pendekatan Konseling Karir Trait and Factor Konsep Teori Trait and Factor Menurut Parson (dalam Sharf, 2006), untuk memilih karir hendaknya seorang individu idealnya harus memiliki: 20

14 a. Pengertian yang jelas mengenai diri sendiri, sikap, minat, ambisi, batasan sumber dan akibatnya b. Pengetahuan akan syarat-syarat dari kondisi sukses, keuntungan dan kerugian, kompensasi, kesempatan dan harapan masa depan pada jenis pekerjaan yang berbeda-beda. c. Pemikiran yang nyata mengenai hubungan antara dua kelompok atau fakta-fakkta ini. Menurut pandangan Parson dan Williamson (Winkel, 2004) ciri khas dari teori trait and factor ialah bahwa seseorang dapat menemukan vocasional yang cocok baginya dengan mengkorelasikan kemampuan, potensi, dan wujud minat yang dimilikinya dengan kualitas-kualitas yang secara objektif dituntut bila akan memegag vokasional tertentu. Pandangan ini bagaimaa individu membuat pilihan karir yang dapat dipertanggung jawabkan. Kemampuan minat individu ini dapat diketahui melalui testing. Pada dasarnya teori trait and factor menyatakan bahwa pemilihan karir individu sangat ditentukan oleh kesesuaian kemampuan (abilities), minat (interest), prestasi (achievement), nilai-nilai (value) dan kepribadian (personality) dengan dunia kerja (word of work).bila digambarkan sebagai berikut: Self Matching Relationship Word of work 21

15 Model Konseling Karir Trait and Factor Model pendekatan konseling karir ini menurut Parson (dalam Suherman, 2000) lebih menekankan pada tiga hal, yaitu individu, pekerjaan, dan hubungan antara keduanya. Secara filosofis, teori konseling karir trait and factor telah mempunyai komitmen kuat terhadap keunikan individu. a. Diagnosis Landasan teori konseling karir trait and factor adalah diagnosis differensial Williamson (dalam Suherman, 2000) dijelaskan berikut: Suatu proses pemikiran logis atau mengeluarkan dari yang bersangkutpaut dan fakta yang tidak bersangkutpaut. Rumus konsisten mempunyai makna dan pengertian atas konseli serta kecenderungan dengan prognosis atau judgement untuk penyesuaian masa depan yang dibuat oleh klien. Untuk menangani masalah diagnosis dalam pembuatan keputusan karir, Williamson membaginya ke dalam empat kategori berikut: 1. Tidak ada pilihan (no choise), konseli tidak mampu menyebutkan bidang pekerjaan yang akan dipilihnya. 2. Ketidakpastian pilihan (uncertain chooise), konseli ragu atas pilihan karir yang telah dipikirkannya. 3. Pilihan tidak bijaksana (unwise choise), konseli memilih karir yang tidak sesuai dengan bakat dan minatnya. 4. Ketidaksesuaian antara minat dan bakat (discrepancy betwen interest and apitudes), yang termasuk kategori ini adalah bidang pekerjaan yang diminati tidak sesuai dengan bakat konseli, pekerjaan yang diminati tidak sesuai dengan tingkat kemampuan konseli, dan bakat minat cocok, tetapi tidak sesuai dengan pekerjaan yang dipilih. 22

16 b. Proses Dalam proses konseling karir trait and factor terdapat sejumlah tahapan. Menurut Williamson (dalam Suherman, 2000) ada enam tahap dalam proses konseling karir pendekatan ini, yaitu: 1. Analisis. Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dari konseli tentang sikap, latar belakang keluarga, tingkat pendidikan, minat dan bakat. 2. Sintesis. Membandingkan dan menyimpulkan data yang telah didapat dari konseli sebagai acuan dalam teknik studi kasus dan tes profil untuk melihat keunikan dirinya. 3. Diagnosis. Dalam tahap diagnosis menguraikan karakteristik dan masalah konseli, dan membandingkan (mencocokan) antara profil individu dengan tingkat pendidikan dan profil standar jabatan. 4. Prognosis. Mengambil keputusan atas konsekuensi yang akan didapat dari masalah dan kemungkina untuk penyesuaian dan untuk mengambil alternatif tindakan yang menjadi perbaikan konseli. 5. Konseling atau treatmen. Disini berupa kerja sama antara konselor dan konseli yang mengarah pada penyesuaian yang diinginka oleh konseli pada saat ini maupun pada saat yang akan datang. 6. Follow-up. Merupakan pengulangan dari tahap-tahap sebelumnya yang digunakan sebagai bahan acuan dalam langkah tindak lanjut dalam penyelesaian masalah yang dihadapi konseli, juga sebagai usaha dalam mengantisipasi timbulnya masalah baru pada konseli. 23

17 Keempat langkah pertama diatas hanya dilakukan oleh konselor sedangkan dua tahap terakhir konseli ikut terlibat. Dalam penyelesaian pengambilan keputusan karir oleh konseli ada tiga tahapan yang sama dengan proses yang telah dikemukakan tadi. Pertama berupa kontak antara konselor denga konseli dimana konseli diwawancara dan mengungkapkan permasalahannya. Konselor mendengarkan, melihat latar belakang pribadi, pendidikannya kemudian memberikan tes kepada konseli sebelum wawancara yang selanjutnya. Tahap kedua, wawancara dilakukan untuk menafsirkan tes yang telah dilakukan, dan mengumpulkan berbagai data dari konseli, melalui psikometrik dan demografik konseli, konselor berperan lebih aktif dibanding konseli. Tahap terakhir, pemberian informasi mengenai pekerjaan. Konselor memberikan informasi tentang pekerjaan yang cocok dengan ciri dan faktor pada konseli dan tentu saja melihat informasi itu dari sumber yang relevan. Sebenarnya proses konseling trait and factor terbagi dalam tiga wilayah permasalahan: a) latar belakang masalah (kumpulan data diri); b) pernyataan masalah (mengintepretasi tes); c) resolusi masalah (informasi pekerjaan). c. Hasil Jika diagnosis dalam konseling karir trait and factor telah akurat dan prosesnya efektif,hasilnya pasti sesuai dengan yang diharapkan. Secara umum konseling trait and factor bertujuan agar konseli mampu membuat keputusan karir melalui proses pembuatan dan pemecahan masalah. Dalam pilihan karir 24

18 yang sesuai dengan pendidikannya tentu saja dapat diimplementasikan dalam dunia kerja. Menurut Williamson (dalam Suherman, 2000) hasil yang terlihat dari konseling karir trait and factor adalah: a) konseli mampu membuat pilihan secara realistik saat memasuki awal masa remaja; b) konseli belajar cara membuat keputusan dan menyelesaikan masalah, pembeda keputusan dan solusi. Berbeda dengan yang telah dijelaskan Thompson (dalam Suherman, 2000) bahwa pendekatan ini sharusnya tidak hanya membantu konseli untuk membuat keputusan (pilihan karir), tetapi juga harus membantu konseli belajar proses membuat keputusan Hasil Penelitian yang Relevan Suwi Wahyu, Utami (2012) Peningkatan Kematangan Karir Melalui Konseling Kelompok Pada Siswa Kelas X Akuntansi SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta, Universitas Negeri Yogyakarta. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan konseling kelompok dapat meningkatkan kematangan karir siswa. Peningkatan ini dibuktikan dengan skor rata-rata pra tindakan sebesar 99, siklus I sebesar 114,09 dan siklus II sebesar 128,64. Ary Wahyu Ratnaningtyas, (2011) Penerapan Konseling Kelompok Trait and Factor Untuk Mengatasi Kesulitan Dalam Perencanaan Karir Pada Siswa kelas XI-3 Administrasi Perhotelan SMK Negeri 6 Surabaya. Dari hasil penelitian ini 25

19 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada skor perencanaan karir antara sebelum dan sesudah pemberian perlakuan yaitu konseling kelompok trait factor. Karena pada nilai (0.002) lebih kecil dari taraf nyata (0.05). Maka hipotesis (HO) ditolak dan (HI ) diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok trait factor dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan dalam perencanaan karir pada siswa. Niken Dwi Wijayanti (2014) Pengaruh Layanan Konseling Kelompok Trait and Faktor Terhadap Kemampuan Pemilihan Karir Siswa Kelas XI SMK Garda Nusantara Karangawen Demak Tahun Pelajaran 2013/2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, berdasarkan hasil perhitungan analisis rumus t- test diperoleh thitung sebesar 55 sementara ttabel dengan db N-1 = 10-1 = 9 dan taraf signifikan 0,05sebesar 8. Karena thitung > ttabel, 55 > 8.Hal ini berarti layanan konseling kelompok trait and factor berpengaruh terhadap kemampuan pemilihan karir siswa kelas XISMK Garuda Nusantara Karangawen Demak tahun pelajaran 2013/ Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Konseling kelompok trait and factor dapat meningkatkan kematangan karir siswa kelas XI AP SMK PGRI 2 Salatiga 26

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses jangka panjang untuk membuat keputusan-keputusan karir dari

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses jangka panjang untuk membuat keputusan-keputusan karir dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tolbert (dalam Suherman, 2000) mengatakan bahwa perkembangan karir merupakan proses jangka panjang untuk membuat keputusan-keputusan karir dari banyak pilihan, yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. (Winkel & Hastuti, 2006: 633) kematangan karir adalah keberhasilan seseorang

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. (Winkel & Hastuti, 2006: 633) kematangan karir adalah keberhasilan seseorang BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 1.1 Kajian Teoritis 1.1.1 Makna Kematangan Karir Kematangan karir merupakan bagian terpenting yang harus dimiliki oleh siswa guna menunjang keberhasilan perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk individu-individu yang

BAB I PENDAHULUAN. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk individu-individu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk individu-individu yang memasuki masa remaja madya yang berusia 15-18 tahun. Masa remaja merupakan suatu periode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja (adolescense) adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Bimbingan Kelompok dengan Teknik Symbolic Modeling a. Bimbingan Kelompok 1) Pengertian Bimbingan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Bimbingan Kelompok dengan Teknik Symbolic Modeling a. Bimbingan Kelompok 1) Pengertian Bimbingan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Bimbingan Kelompok dengan Teknik Symbolic Modeling a. Bimbingan Kelompok 1) Pengertian Bimbingan Kelompok Bimbingan dan Konseling memiliki layanan untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Peningkatan Kemampuan Perencanaan Karier 2.1.1. Definisi Perencanaan Karier Perencanaan Karier (career planning) menurut Super (dalam Sukardi, 1997) adalah sebagai suatu rangkaian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR 1. Pengertian Kematangan Karir Crites (dalam Salami, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir sebagai sejauh mana individu dapat menguasai tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja adalah memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan, dimana minat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja adalah memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan, dimana minat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ali dan Asrori (2004) mengemukakan bahwa salah satu tugas perkembangan remaja adalah memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan, dimana minat utamanya tertuju pada pemilihan

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 2, No. 1, Januari 2016 ISSN 2442-9775 UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA Arni Murnita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan proses yang esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita individu. Pendidikan secara filosofis merupakan proses yang melibatkan berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan menguraikan beberapa teori terkait dengan judul yang peneliti sampaikan diatas. Di dalam bab ini akan menguraikan teori mengenai kematangan karir, motivasi berprestasi

Lebih terperinci

Model-model Bimbingan

Model-model Bimbingan Model-model Bimbingan Urutan Presentasi Bimbingan Model Parsons Bimbingan Identik dengan Pengajaran Bimbingan Penyaluran dan Penyesuaian Bimbingan Sebagai Proses Klinis Bimbingan Pengambilan Keputusan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kemampuan seseorang dalam menentukan sendiri pekerjaan yang sesuai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kemampuan seseorang dalam menentukan sendiri pekerjaan yang sesuai BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kematangan Karir Kemampuan seseorang dalam menentukan sendiri pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kemampuan, pilihan yang realistik dan konsisten disebut kematangan karir

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kedisiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian disiplin belajar Disiplin merupakan cara yang digunakan oleh guru untuk mendididk dan membentuk perilaku siswa menjadi orang yang berguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju serta terbukanya pasar global akan menstimulus kita untuk selalu meningkatkan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK Emilia Roza (Eroza82@yahoo.com) 1 Muswardi Rosra 2 Ranni Rahmayanthi Z 3 ABSTRACT The objective of this research was

Lebih terperinci

GAMBARAN KEMATANGAN KARIR SISWA DI SMK MUSIK PERGURUAN CIKINI

GAMBARAN KEMATANGAN KARIR SISWA DI SMK MUSIK PERGURUAN CIKINI Gambaran Kematangan Karir Siswa di SMK Musik Perguruan Cikini 137 GAMBARAN KEMATANGAN KARIR SISWA DI SMK MUSIK PERGURUAN CIKINI Vika Rusmania 1 Dra. Indira Chanum Chalik, M.Psi. 2 Herdi, M.Pd. 3 Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran dunia pendidikan di Indonesia untuk memberikan layanan

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran dunia pendidikan di Indonesia untuk memberikan layanan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesadaran dunia pendidikan di Indonesia untuk memberikan layanan belajar terhadap siswa-siswa berinteligensi tinggi semakin meningkat, hal ini ditandai dengan munculnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK A. Perencanaan Karier 1. Teori Perencanaan Karier E.G Williamson (Winkel dan Sri Hastuti, 2006) menguraikan sejarah perkembangan bimbingan jabatan dan proses lahirnya konseling

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Layanan Bimbingan Kelompok Pengertian layanan bimbingan kelompok

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Layanan Bimbingan Kelompok Pengertian layanan bimbingan kelompok BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Layanan Bimbingan Kelompok 2.1.1 Pengertian layanan bimbingan kelompok Menurut Romlah (2001), bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan pada individu dalam

Lebih terperinci

BIMBINGAN KELOMPOK DAN PENILAIANNYA Oleh: Indiati Dosen FKIP Univ. Muhammadiyah Magelang. Abstraction

BIMBINGAN KELOMPOK DAN PENILAIANNYA Oleh: Indiati Dosen FKIP Univ. Muhammadiyah Magelang. Abstraction BIMBINGAN KELOMPOK DAN PENILAIANNYA Oleh: Indiati Dosen FKIP Univ. Muhammadiyah Magelang Abstraction Group counseling services are services that provide assistance to students through the group to obtain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karier adalah bagian hidup yang berpengaruh pada kebahagiaan hidup manusia secara keseluruhan. Oleh karenanya ketepatan memilih serta menentukan keputusan karier

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurlela, 2015

BAB I PENDAHULUAN  A. Latar Belakang Penelitian Nurlela, 2015 BAB I PENDAHULUAN Bab satu membahas hal-hal yang berkenaan dengan inti dan keseluruhan arah penelitian. Pada bab ini dipaparkan empat hal yaitu pertama latar belakang penelitian, kedua rumusan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejiwaan. Istilah komunikasi (bahasa Inggris : Communication) berasal dari communis

BAB I PENDAHULUAN. kejiwaan. Istilah komunikasi (bahasa Inggris : Communication) berasal dari communis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan hal yang sangat penting, karena dengan komunikasi manusia mampu memenuhi kebutuhan yang bersifat fisik maupun yang bersifat kejiwaan. Istilah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Vokasional 1. Definisi Kematangan Vokasional Dali Gulo (1982) mengemukakan bahwa kematangan adalah proses atau pertumbuhan dan perkembangan fisik yang disertai dengan

Lebih terperinci

Penerapan Konseling Kelompok Trait Factor untuk Mengatasi Kesulitan dalam Perencanaan Karir pada Siswa

Penerapan Konseling Kelompok Trait Factor untuk Mengatasi Kesulitan dalam Perencanaan Karir pada Siswa Penerapan Konseling Kelompok Trait Factor untuk Mengatasi Kesulitan dalam Perencanaan Karir pada Siswa Abstrak Ary Wahyu Ratnaningtyas 1 dan Satiningsih 2 Tujuan penelitian ini untuk menguji keefektifan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karir merupakan bagian dari kehidupan setiap orang. Bahkan karir bagi

BAB I PENDAHULUAN. Karir merupakan bagian dari kehidupan setiap orang. Bahkan karir bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karir merupakan bagian dari kehidupan setiap orang. Bahkan karir bagi sebagian orang dianggap sebagai status yang dapat menghidupkan atau mematikan seseorang. Karir

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK. Abdul Aziz SMP Negeri 2 Kota Tegal, Jawa Tengah

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK. Abdul Aziz SMP Negeri 2 Kota Tegal, Jawa Tengah Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 1, No. 1, Januari 2015 ISSN 2442-9775 UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK Abdul Aziz SMP Negeri 2 Kota Tegal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Siswa sebagai generasi penerus bangsa dituntut untuk bisa mandiri,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Siswa sebagai generasi penerus bangsa dituntut untuk bisa mandiri, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Siswa sebagai generasi penerus bangsa dituntut untuk bisa mandiri, dewasa, dan juga berprestasi maka setiap siswa diharapkan untuk mempersiapkan diri agar dapat menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan karir merupakan salah satu aspek yang penting dalam. perkembangan karir individu. Kecakapan dalam mengambil keputusan,

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan karir merupakan salah satu aspek yang penting dalam. perkembangan karir individu. Kecakapan dalam mengambil keputusan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan karir merupakan salah satu aspek yang penting dalam perkembangan karir individu. Kecakapan dalam mengambil keputusan, merupakan tujuan utama dari perencanaan

Lebih terperinci

2014 EFEKTIVITAS KONSELING KARIR TRAIT AND FACTOR UNTUK MEREDUKSI KESULITAN MEMBUAT KEPUTUSAN KARIR PESERTA DIDIK

2014 EFEKTIVITAS KONSELING KARIR TRAIT AND FACTOR UNTUK MEREDUKSI KESULITAN MEMBUAT KEPUTUSAN KARIR PESERTA DIDIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembuatan keputusan karir dapat mengakibatkan seseorang mengalami gejala depresi (Walker & Gary, 2012). Gejala depresi muncul akibat disfunctional pemikiran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Kesiapan Kerja Siswa. 1) Pengertian Kesiapan Kerja

BAB II KAJIAN TEORI Kesiapan Kerja Siswa. 1) Pengertian Kesiapan Kerja BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kesiapan Kerja Siswa 1) Pengertian Kesiapan Kerja Pengertian kesiapan kerja menurut Robert Brady (2009), berfokus pada sifatsifat pribadi, seperti sifat pekerja dan mekanisme pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah elemen penting dalam menciptakan manusia-manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah elemen penting dalam menciptakan manusia-manusia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah elemen penting dalam menciptakan manusia-manusia yang mempunyai semangat yang tangguh dalam mendukung dan melaksanakan

Lebih terperinci

ROGRAM KONSELING KARIR TRAIT AND FACTOR UNTUK MEREDUKSI KESULITAN MEMBUAT KEPUTUSAN KARIR PESERTA DIDIK

ROGRAM KONSELING KARIR TRAIT AND FACTOR UNTUK MEREDUKSI KESULITAN MEMBUAT KEPUTUSAN KARIR PESERTA DIDIK ROGRAM KONSELING KARIR TRAIT AND FACTOR UNTUK MEREDUKSI KESULITAN MEMBUAT KEPUTUSAN KARIR PESERTA DIDIK A. Rasional Membuat keputusan karir adalah bagian penting bagi individu untuk mencapai tujuan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Perkembangan psikologis pada masa remaja sering diwarnai dengan bebagai macam konflik, baik itu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. 2.1 Pengertian Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling

BAB II KAJIAN TEORETIS. 2.1 Pengertian Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Pengertian Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling Sesuai dengan hakikat pekerjaan bimbingan dan konseling yang berbeda dari pekerjaan pengajaran, maka sasaran pelayanan bimbingan

Lebih terperinci

[ISSN VOLUME 3 NOMOR 2, OKTOBER] 2016

[ISSN VOLUME 3 NOMOR 2, OKTOBER] 2016 EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK RASIONAL EMOSI KEPERILAKUAN UNTUK MENGURANGI PERILAKU PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XII MIPA SMA N 2 SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Desi haryanti, Tri Hartini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Asertif 2.1.1. Pengertian Perilaku Asertif Menurut Smith (dalam Rakos, 1991) menyatakan bahwa perilaku asertif merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah dan menguji penyelesaian masalah secara sistematis. mampu tampil dan berperilaku dengan penuh keyakinan.

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah dan menguji penyelesaian masalah secara sistematis. mampu tampil dan berperilaku dengan penuh keyakinan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak ke masa dewasa. Masa remaja juga diartikan sebagai masa dimana seseorang menunjukkan tanda-tanda pubertas berlanjut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kemandirian Belajar 1. Pengertian Kemandirian Belajar Hiemstra yang dikutip Darmayanti (2004) menyatakan tentang kemandirian belajar sebagai bentuk belajar yang memiliki tanggung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya. Siswa

Lebih terperinci

FUNGSI DAN PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING

FUNGSI DAN PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 Hak cipta Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018 FUNGSI DAN PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING Dr. Catharina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Berkaitan dengan Pendidikan, Musaheri (2007 : 48) mengungkapkan,

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Berkaitan dengan Pendidikan, Musaheri (2007 : 48) mengungkapkan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia menuju kepribadian mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekitarnya. Berkaitan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEDISIPLINAN MASUK SEKOLAH MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS XI IPS 1 SEMESTER 2 SMA 1 KUDUS TAHUN PELAJARAN 2009 / 2010

PENINGKATAN KEDISIPLINAN MASUK SEKOLAH MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS XI IPS 1 SEMESTER 2 SMA 1 KUDUS TAHUN PELAJARAN 2009 / 2010 PENINGKATAN KEDISIPLINAN MASUK SEKOLAH MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS SEMESTER SMA KUDUS TAHUN PELAJARAN 009 / 00 Hasan Mahmud Guru Bimbingan Konseling SMA Kudus hasanmahmud966@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah k

Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah k FOKUS LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING Dr. Suherman, M.Pd. Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah

Lebih terperinci

JURNAL STUDI TENTANG CIRI-CIRI KEPRIBADIAN KONSELOR SEKOLAH SISWA KELAS XI SMKN 3 BOYOLANGU TULUNGAGUNG

JURNAL STUDI TENTANG CIRI-CIRI KEPRIBADIAN KONSELOR SEKOLAH SISWA KELAS XI SMKN 3 BOYOLANGU TULUNGAGUNG JURNAL STUDI TENTANG CIRI-CIRI KEPRIBADIAN KONSELOR SEKOLAH SISWA KELAS XI SMKN 3 BOYOLANGU TULUNGAGUNG The Study On Personality Characteristics Of School Counselors Class Xi Smk 3 Boyolangu Tulungagung

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN ORIENTASI KARIER MELALUI LAYANAN INFORMASI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

UPAYA MENINGKATKAN ORIENTASI KARIER MELALUI LAYANAN INFORMASI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SOSIAL HORIZON: Jurnal Pendidikan Sosial ISSN 2407-5299 UPAYA MENINGKATKAN ORIENTASI KARIER MELALUI LAYANAN INFORMASI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING Kamaruzzaman 1, Aliwanto 2, Ema

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian adalah sekolah SMK Negeri 1 Gorontalo, khususnya kelas X1 jurusan Administrasi Perkantoran Tahun Ajaran 2012/2013 dan waktu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama suatu bangsa sebagai proses membantu manusia menghadapi perkembangan, perubahan, dan permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa Remaja terkadang mereka masih belum memikirkan tentang masa depan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat memasuki dunia kerja, demikian halnya dengan pendidikan di SMA. Kurikulum SMA dirancang untuk

Lebih terperinci

SIMPOSIUM GURU. Oleh ASEP INDRAYANA, S.Pd., M.Pd.,M.Pd.,Kons NIP Guru Bimbingan Konseling SMK Negeri 5 Surakarta

SIMPOSIUM GURU. Oleh ASEP INDRAYANA, S.Pd., M.Pd.,M.Pd.,Kons NIP Guru Bimbingan Konseling SMK Negeri 5 Surakarta SIMPOSIUM GURU JUDUL : Upaya Meningkatkan Kesehatan Mental Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Siswa Kelas X TS A SMK Negeri 5 Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014 Oleh ASEP INDRAYANA, S.Pd., M.Pd.,M.Pd.,Kons

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini prokrastinasi sudah menjadi fenomena di kalangan umum dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena penunda-nundaan pekerjaan

Lebih terperinci

Sigit Sanyata

Sigit Sanyata #3 Sigit Sanyata sanyatasigit@uny.ac.id Komitmen kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/ Madrasah,

Lebih terperinci

Pendapat Siswa Tentang Pelaksanaan Layanan Konseling Kelompok

Pendapat Siswa Tentang Pelaksanaan Layanan Konseling Kelompok Konselor Volume 2 Number 4 December 2013 ISSN: Print 1412-9760 Received October 11, 2013; Revised Nopember 11, 2013; Accepted December 30, 2013 Pendapat Siswa Tentang Pelaksanaan Layanan Konseling Kelompok

Lebih terperinci

Donald Super mencanangkan suatu pandangan tentang perkembangan karier yang berlingkup sangat luas, karena perkembangan jabatan itu dipandang sebagai

Donald Super mencanangkan suatu pandangan tentang perkembangan karier yang berlingkup sangat luas, karena perkembangan jabatan itu dipandang sebagai Donald Super mencanangkan suatu pandangan tentang perkembangan karier yang berlingkup sangat luas, karena perkembangan jabatan itu dipandang sebagai suatu proses yang mencakup banyak faktor. Faktor tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam hidupnya didunia ini. Pendidikan sangat berperan dalam upaya menjamin kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan teori sosial kognitif. Bandura (1997) mendefinisikan self efficacy

BAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan teori sosial kognitif. Bandura (1997) mendefinisikan self efficacy BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Self Efficacy 2.1.1. Pengertian Self efficacy Self efficacy merupakan teori yang diajukan bandura (1997) yang berdasarkan teori sosial kognitif. Bandura (1997) mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian, kreativitas dan produktivitas. Namun, pendidikan di sekolah sampai

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian, kreativitas dan produktivitas. Namun, pendidikan di sekolah sampai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa adalah manusia berpotensi yang layak dikembangkan untuk mencapai kemandirian, kreativitas dan produktivitas. Namun, pendidikan di sekolah sampai saat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. underachievement atau berprestasi di bawah kemampuan ialah jika ada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. underachievement atau berprestasi di bawah kemampuan ialah jika ada 23 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Underachiever 1. Pengertian Underachiever Menurut pendapat Davis & Rimm (dalam Munandar, 2004) underachievement atau berprestasi di bawah kemampuan ialah jika ada ketidaksesuaian

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMATANGAN KARIER SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK. Lutiyem SMP Negeri 5 Adiwerna, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah

PENINGKATAN KEMATANGAN KARIER SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK. Lutiyem SMP Negeri 5 Adiwerna, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 2, No. 2, Mei 2016 ISSN 2442-9775 PENINGKATAN KEMATANGAN KARIER SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK Lutiyem SMP Negeri 5 Adiwerna, Kabupaten

Lebih terperinci

KONFERENSI KASUS SEBAGAI TEKNIK PEMECAHAN MASALAH KONSELI. Kata kunci : konferensi; kasus; asas kerahasiaan; helper

KONFERENSI KASUS SEBAGAI TEKNIK PEMECAHAN MASALAH KONSELI. Kata kunci : konferensi; kasus; asas kerahasiaan; helper KONFERENSI KASUS SEBAGAI TEKNIK PEMECAHAN MASALAH KONSELI Widada Universitas Negeri Malang E-mail: widada.fip@um.ac.id ABSTRAK Untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah yang komplek dan rumit diperlukan

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMILIHAN KARIER SISWA MELALUI KONSELING KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN TRAIT-FACTOR

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMILIHAN KARIER SISWA MELALUI KONSELING KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN TRAIT-FACTOR UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMILIHAN KARIER SISWA MELALUI KONSELING KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN TRAIT-FACTOR PADA SISWA KELAS X MIA 2 MADRASAH ALLIYAH NEGERI (MAN) 1 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Keterbukaan Diri 2.1.1. Pengertian Self Disclasure Keterbukaan diri cenderung bersifat timbal balik dan menjadi semakin mendalam selama hubungan komunikasi berlangsung. Hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karir merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia, di

BAB I PENDAHULUAN. Karir merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia, di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karir merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia, di mana pun dan kapan pun individu berada. Penelitian Levinson (1985) menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan temuan hasil penelitian yang telah dikemukakan di depan, dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut :

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan temuan hasil penelitian yang telah dikemukakan di depan, dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut : 128 BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan temuan hasil penelitian yang telah dikemukakan di depan, dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Desain pembelajaran Cooperative

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa wajib dikembangkan dan dioptimalkan melalui pendidikan dan. atas (SMA) dan menengah kejuruan (SMK), dalam upaya mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa wajib dikembangkan dan dioptimalkan melalui pendidikan dan. atas (SMA) dan menengah kejuruan (SMK), dalam upaya mencerdaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingkat keberhasilan pembangunan nasional Indonesia tergantung dari kualitas sumber daya manusia (SDM). Sumber daya manusia sebagai aset bangsa wajib dikembangkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR BAGAN... xi DAFTAR GRAFIK...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR BAGAN... xi DAFTAR GRAFIK... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR BAGAN... xi DAFTAR GRAFIK... xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian... 1 B.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk mengerjakan sesuatu sendiri, melainkan orang tua harus menemani dan memberi bimbingan sampai

Lebih terperinci

RESUME PRESENTASI KULIAH BIMBINGAN DAN KONSELING. #1: Keterkaitan, Keunikan, Tugas Guru dan Konselor

RESUME PRESENTASI KULIAH BIMBINGAN DAN KONSELING. #1: Keterkaitan, Keunikan, Tugas Guru dan Konselor Nama : Nella Andriyani NIM : 1002423 Kelas : Biologi B 2010 RESUME PRESENTASI KULIAH BIMBINGAN DAN KONSELING #1: Keterkaitan, Keunikan, Tugas Guru dan Konselor Tugas-tugas pendidik untuk mengembangkan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI SISWA DI SEKOLAH

PENGGUNAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI SISWA DI SEKOLAH PENGGUNAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI SISWA DI SEKOLAH Dyah Rahayu Armanto (dyahrahayuarmanto15@gmail.com) 1 Yusmansyah 2 Diah Utaminingsih 3 ABSTRACT The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cita-cita bangsa Indonesia yang disebutkan dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya merupakan segala situasi hidup yang mempengaruhi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya merupakan segala situasi hidup yang mempengaruhi perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran yang sangat strategis bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, pembangunan bangsa dan negara. Pendidikan pada hakekatnya merupakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMKN

HUBUNGAN ANTARA KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMKN 233 HUBUNGAN ANTARA KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMKN Muhamad Abdul Aziz 1, Ewo Tarmedi 2, Sunarto H. Untung 3 Departemen Pendidikan Teknik Mesin Universitas Pendidikan Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah

I. PENDAHULUAN. Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah satunya, rasa ini timbul akibat perasaan terancam terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pemenuhan tugas perkembangan tersebut, banyak remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pemenuhan tugas perkembangan tersebut, banyak remaja yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase perkembangan dari kehidupan individu. Pada fase ini terdapat sejumlah tugas perkembangan yang harus dilalui, untuk menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dihadapkan pada karakterisktik siswa yang beraneka ragam dalam kegiatan pembelajaran. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajar secara lancar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan asumsi penelitian, hipotesis, metode penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Lokasi penelitian adalah SMPN 45 Bandung yang terletak di Jalan Yogyakarta No. 1 Bandung. Sekolah ini memiliki latar belakang ekonomi, dan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap negara di dunia telah memasuki awal era globalisasi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap negara di dunia telah memasuki awal era globalisasi, dimana 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara di dunia telah memasuki awal era globalisasi, dimana manusia menghadapi tantangan dalam berkembang pesatnya globalisasi. Indonesia sebagai salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan kata lain SMK dapat menghasilkan lulusan yang siap kerja.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan kata lain SMK dapat menghasilkan lulusan yang siap kerja. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah menengah kejuruan (SMK) merupakan salah satu jenjang pendidikan yang bisa ditempuh oleh siswa yang telah menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu periode perkembangan yang harus dilalui oleh seorang individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja (Yusuf, 2006). Masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang berkembang dan mencapai taraf perkembangan pribadi secara optimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun psikologis. Perkembangan secara fisik ditandai dengan semakin matangnya organ -organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan tempat didikan bagi anak anak. Lebih dalam tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan tempat didikan bagi anak anak. Lebih dalam tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan tempat didikan bagi anak anak. Lebih dalam tentang defenisi sekolah, sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistwmatis melaksanakan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ISTRUMEN EVALUASI LAYANAN KONSELING KELOMPOK PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING

PENGEMBANGAN ISTRUMEN EVALUASI LAYANAN KONSELING KELOMPOK PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING PENGEMBANGAN ISTRUMEN EVALUASI LAYANAN KONSELING KELOMPOK PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling Dosen Pengampu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri baik, dan juga sebaliknya, kurang baik. sebagai individu yang sedang berkembang mencapai taraf perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri baik, dan juga sebaliknya, kurang baik. sebagai individu yang sedang berkembang mencapai taraf perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Usia remaja merupakan saat pengenalan/ pertemuan identitas diri dan pengembangan diri. Pandangan tentang diri sendiri yang sudah berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Artinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Artinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kualitas tenaga kerja merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Artinya bahwa kualitas sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari, di seluruh dunia, jutaan orang harus bekerja atau sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari, di seluruh dunia, jutaan orang harus bekerja atau sekolah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap hari, di seluruh dunia, jutaan orang harus bekerja atau sekolah. Beberapa diantaranya mungkin merasa sangat bersemangat dengan pekerjaannya dan selalu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling. Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada dalam rangka upaya

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling. Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada dalam rangka upaya 22 BAB II LANDASAN TEORI A. Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling 1. Pengertian Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling Kata layanan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara melayani atau sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Konseling memiliki peranan yang sangat menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Konseling memiliki peranan yang sangat menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bimbingan dan Konseling memiliki peranan yang sangat menentukan dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia dan mengembangkan kepribadian dan potensi (bakat, minat

Lebih terperinci

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan jalur pendidikan formal yang berfungsi untuk mendidik, mengajar dan melatih siswa mempersiapkan dirinya di masa yang akan datang. Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat tinggi, sedang, maupun rendah. Masalah (problem) didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tingkat tinggi, sedang, maupun rendah. Masalah (problem) didefinisikan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu kerap mengalami masalah tanpa terkecuali baik dalam tingkat tinggi, sedang, maupun rendah. Masalah (problem) didefinisikan sebagai suatu pernyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemampuan seseorang mengungkapkan pendapat sangat berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemampuan seseorang mengungkapkan pendapat sangat berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemampuan seseorang mengungkapkan pendapat sangat berkaitan dengan kepribadian individu, dimana kepribadian seseorang berhubungan dengan apa yang ditangkap/direspon

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN KEMATANGAN PEMILIHAN KARIR MELALUI BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK PROBLEM SOLVING

UPAYA MENINGKATKAN KEMATANGAN PEMILIHAN KARIR MELALUI BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK PROBLEM SOLVING UPAYA MENINGKATKAN KEMATANGAN PEMILIHAN KARIR MELALUI BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK PROBLEM SOLVING Novita Agustina 1, Okvantia Nurmaisara 2, Tyas Martika Anggriana 3 1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Kesiapan Kerja 2.1.1 Pengertian kesiapan kerja Menurut Anoraga (2009) kerja merupakan bagian yang paling mendasar atau esensial dari kehidupan manusia. Sebagai bagian yang

Lebih terperinci